• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Wacana Argumentasi Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Konsep Virus Kelas X (Penelitian Deskriptif Di Sma Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Wacana Argumentasi Siswa Pada Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Konsep Virus Kelas X (Penelitian Deskriptif Di Sma Negeri 9 Kota Tangerang Selatan)"

Copied!
275
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

Oleh

RISA OKVIYANI

NIM. 107016100759

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap kualitas argumentasi siswa yang

terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw

konsep virus. Penelitian ini

dilakukan di SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan

pada penelitian ini adalah deskriptif, dengan teknik pengambilan subjek secara

purposive sampling. Subjek pada penelitian ini adalah siswa di kelas X-5 SMA

Negeri 9 Kota Tangerang Selatan, yang berjumlah 41 orang. Unit analisis pada

penelitian ini adalah wacana argumentasi siswa yang terjadi pada saat

pembelajaran. Kualitas argumentasi siswa ditentukan berdasarkan model

argumentasi Toulmin dan penentuan level argumentasi siswa berdasarkan

kerangka kerja analisis dari Osborne,

et al. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

mayoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 1 (klaim berlawanan

dengan

counter

klaim atau klaim berlawanan dengan klaim), argumen siswa

kebanyakan berupa klaim, dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada

level 2 (klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak

mengandung sanggahan).

(6)

ii

Teaching Sciences, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.

The purpose of this research is to reveal the quality of students' argumentation

that occures in the Jigsaw cooperative learning on virus concept. This research is

conducted in SMAN 9 South Tangerang City. The method that is used in this

research is descriptive, with subject retrieval techniques by purposive sampling.

The subject of this research is the students' in class X-5 SMAN 9 South Tangerang

City which has 41 students'. The analysis unit in this research is discourse of

students' argumentation that occures in learning process. The quality of students'

argumentation based on Toulmin

’s

Model of argumentation and the

determination of students' argumentation level based on analysis framework of

Osborne, et al. The result of this research shows that the majority of the quality of

students' argumentation is in level 1 (claim versus a counter claim or a claim

versus a claim), mostly of students' argumentation is in the form of claim, and the

minority of students' argumentation is in level 2 (claims with either data,

warrants, or backings, but no rebuttals).

(7)

iii

melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang

berjudul “

Analisis Wacana Argumentasi Siswa

pada Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Konsep Virus Kelas X

, yang

disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana strata satu

(S1) Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan

Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat memperkaya wawasan,

pengetahuan dan pemahaman tentang wacana argumentasi siswa pada model

pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis

banyak mendapat bantuan berupa dukungan, sumbangan pikiran dan bimbingan

yang sangat besar artinya. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1.

Ibu Nurlena Rifa'i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu

Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik pada Program Studi

Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Dosen Pembimbing I yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

4.

Ibu Yanti Herlanti, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan

membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.

(8)

iv

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7.

Sahabat-sahabatku, Aryani, Dinna, Fifi, Nurhasanah, dan rekan-rekan

mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2007 yang telah memberikan

semangat dan dukungan, serta banyak berbagi pengalaman dan ilmu. Teman

seperjuangan dalam melakukan penelitian skripsi ini (Agnah, Arista, dan

Yolanda), terima kasih atas kerja sama dan semangat kalian selama ini.

8.

Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak

langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para

pembaca pada umumnya. Akhir kata penulis berharap semoga segala perbuatan

dan amal baik dari berbagai pihak dapat dibalas oleh Allah SWT dengan pahala

yang berlipat ganda. Aamiin.

Jakarta, Mei 2013

(9)

v

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 7

C. Pembatasan Masalah ... 8

D. Perumusan Masalah... 8

E. Tujuan Penelitian ... 9

F. Manfaat Penelitian ... 9

BAB II KAJIAN TEORETIK

A. Deskripsi Teoretik ... 10

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Pikir ... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37

B. Subjek Penelitian ... 37

C. Metode dan Langkah-langkah Penelitian ... 37

D. Unit Analisis ... 40

E. Instrumen Penelitian ... 41

F. Teknik Pengumpulan Data ... 43

(10)

vi

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 102

(11)

vii

Tradisional... 14

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 19

Tabel 4.1

Jumlah Wacana Kelompok Ahli pada Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw Konsep Virus ... 55

Tabel 4.2

Rincian Jumlah Kategori pada Percakapan yang Terjadi dalam

Kelompok Ahli ... 60

Tabel 4.3

Jumlah Wacana Kelompok Asal pada Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw Konsep Virus ... 64

Tabel 4.4

Rincian Jumlah Kategori pada Percakapan yang Terjadi dalam

Kelompok Asal ... 77

Tabel 4.5

Jumlah Wacana Tahap Kuis pada Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw Konsep Virus ... 82

Tabel 4.6 Rincian Jumlah Kategori pada Percakapan yang Terjadi pada Tahap

Kuis ... 84

Tabel 4.7

Cuplikan Potongan Percakapan Siswa yang Keluar dari Materi

Pembelajaran ... 87

Tabel 4.8

Wacana yang Dikemukakan Oleh Siswa di Setiap Kelompok Ahli

(12)

viii

Jigsaw ... 24

Gambar 2.2 Model Argumentasi Toulmin ... 29

Gambar 2.3 Model Lengkap Argumentasi Toulmin ... 30

Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian ... 39

Gambar 3.2

Pengelompokkan Siswa pada Pembelajaran Kooperatif Tipe

Jigsaw ... 41

Gambar 3.3 Peta Duduk untuk Diskusi Kelompok Siswa pada Pembelajaran

Kooperatif Tipe Jigsaw ... 45

Gambar 3.4 Proses Sebelum Menganalisis Sampai Pada Proses Menganalisis

Wacana Argumentasi Lisan Siswa ... 51

Gambar 4.1 Jumlah Wacana yang Terjadi Pada Kelompok Ahli ... 56

Gambar 4.2 Jumlah Wacana yang Terjadi Pada Kelompok Asal ... 65

(13)

ix

Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa... 114

Lampiran 3 Transkripsi, Penghalusan Teks, dan Reduksi Wacana Kelompok

Ahli ... 127

Lampiran 4 Transkripsi, Penghalusan Teks, dan Reduksi Wacana Kelompok

Asal ... 176

Lampiran 5 Transkripsi, Penghalusan Teks, dan Reduksi Wacana Tahap Kuis .. 241

Lampiran 6 Rincian Jumlah Kategori Wacana Kelompok Ahli... 252

Lampiran 7 Rincian Jumlah Kategori Wacana Kelompok Asal ... 253

Lampiran 8 Rincian Jumlah Kategori Wacana Tahap Kuis ... 255

Lampiran 9 Penentuan Level Argumentasi Siswa (Berdasarkan Kerangka

Kerja Analisis dari Osborne, et al.) ... 256

Lembar Validasi Data Perekaman

Lembar Validasi Data LKS

Surat Permohonan Bimbingan Skripsi

Surat Permohonan Izin Penelitian

(14)

1

A.

Latar Belakang Masalah

Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional, pendidikan adalah:

Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan

proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta

keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara

”.

1

Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan

wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya

Manusia. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan

mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa

berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada

bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara

profesional.

Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif,

yaitu guru dan siswa. Guru, dalam proses pembelajaran memegang peran yang

sangat penting. Dalam proses pembelajaran guru bukanlah hanya berperan

sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, akan tetapi juga sebagai

pengelola pembelajaran, oleh karena itu keberhasilan suatu proses

pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Proses

pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan siswa untuk

berbagi dan mengolah informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan

bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan.

Proses pembelajaran merupakan suatu sistem. Sebuah proses pembelajaran

yang baik akan membentuk kemampuan berpikir kritis, dan munculnya

1

(15)

kreativitas, serta kemampuan untuk berargumentasi. Dengan demikian, proses

pembelajaran ini sangat penting dalam menentukan mutu pendidikan.

Mutu pendidikan di Indonesia semakin hari dituntut untuk lebih baik

lagi, maka hal yang efektif dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan

adalah adanya upaya perbaikan kepada proses belajar dan mengajar. Hal itu

sangat erat kaitannya dengan akses untuk menggunakan sarana belajar yang

sesuai dan memadai, kualitas mengajar, strategi pembelajaran yang digunakan,

dan pengembangan sistem penilaian. Upaya perbaikan pada proses belajar dan

mengajar akan mempengaruhi individu secara langsung, terutama untuk

melatih individu memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis,

penalaran yang mantap, kreatif, dan inovatif, serta kemampuan untuk

berargumentasi atau mengemukakan pendapat (komunikasi).

Rencana atau program yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam

pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru adalah kurikulum. Kurikulum

dan pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa

kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan

berlangsung secara efektif. Kurikulum merupakan salah satu komponen

penting dari sistem pendidikan, karena kurikulum merupakan komponen

pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh

pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah.

2

Kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik

sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

3

Kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa ini adalah Kurikulum

Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini disusun dalam rangka

memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan

Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

2

Enco Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 4.

3

(16)

Nasional Pendidikan.

4

Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat

15) seperti yang dikutip Mulyasa dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat

Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan

dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.

5

Penyusunan KTSP

dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan

standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan

Standar Nasional Pendidikan (BSNP).

6

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) menuntut kreativitas guru dalam menyelenggarakan kegiatan

pembelajaran. Kreativitas tersebut di antaranya meliputi kreatif dalam memilih

pendekatan dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang

disajikan. Kegiatan pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

(KTSP) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered

Learning). Siswa dituntut untuk aktif dan senantiasa ambil bagian dalam

aktivitas belajar. Guru dapat berfungsi sebagai fasilitator dan membantu

memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa selama belajar.

Salah satu inovasi model pembelajaran yang berorientasi kepada

aktivitas siswa yang dapat meningkatkan kemampuan akademik, melatihkan

keterampilan berbicara, sekaligus menanamkan moralitas kepada siswa adalah

model pembelajaran kooperatif. Dewasa ini telah banyak digunakan model

pembelajaran kooperatif, bahkan pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu

model pembelajaran yang banyak dikembangkan. Pembelajaran kooperatif

adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis.

Pembelajaran kooperatif

merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa

sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.

7

Menurut Slavin dalam Isjoni, pembelajaran kooperatif adalah suatu model

pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok

kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang

4

Ibid., h. 134.

5

Mulyasa, op. cit., h. 19-20.

6

Ibid., h. 20.

7

(17)

siswa lebih bergairah dalam belajar.

8

Lawrence dan Harvey dalam Afriadi

mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan dukungan

bagi siswa untuk saling bertukar ide, memecahkan masalah, berpikir alternatif

dan meningkatkan kecakapan berbahasa.

9

Berdasarkan uraian di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

dimana siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang

beranggotakan 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen untuk saling

bekerja sama dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, serta

memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat

teman, berpikir kritis dan berkomunikasi yang berkualitas. Hal yang penting

dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan

kerja sama dan kolaborasi, sehingga membuat siswa terlibat aktif pada proses

pembelajaran yang dapat memberikan dampak positif terhadap kualitas

interaksi dan komunikasi yang berkualitas. Hubungan yang baik antar sesama

teman dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Jadi, pada

pembelajaran kooperatif ini siswa belajar lebih banyak dari teman-teman

mereka daripada guru, karena dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap

siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu

untuk memahami materi pelajaran.

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang

dapat diterapkan, salah satu di antaranya adalah model

Jigsaw. Pembelajaran

kooperatif

Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang

mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi

pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.

10

Menggunakan

Jigsaw,

siswa-siswa di tempatkan ke dalam tim-tim belajar heterogen beranggota lima

sampai enam orang.

11

Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari dan

8

Ibid., h. 15.

9

Afriadi, Pembelajaran Kooperatif Model STAD dengan Model Jigsaw dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa SMA Negeri Malang pada Konsep Reproduksi Manusia, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol. 3 No. 2, Maret 2006, h. 109.

10

Isjoni, op. cit., h. 54.

11

(18)

menguasai satu porsi materi yang telah dipilih untuknya. Para anggota dari

tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama (kelompok ahli)

bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari dan

menguasai topik tersebut (tahap ini dinamakan diskusi kelompok ahli). Setelah

itu, siswa kembali ke tim asalnya dan mengajarkan sesuatu yang telah mereka

pelajari dalam tahap

diskusi kelompok ahli kepada anggota-anggota lain di

timnya masing-masing (tahap ini dinamakan

diskusi kelompok asal). Model

pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw

didesain untuk meningkatkan rasa

tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga

pembelajaran orang lain, sehingga setiap anggota kelompok memiliki rasa

saling bergantung positif antar anggota kelompoknya. Salah satu kelebihan

dari model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw ini adalah terjadinya interaksi

multiarah pada saat proses belajar mengajar berlangsung.

Model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw

dapat diterapkan pada

hampir seluruh subyek mata pelajaran. Dalam hal ini peneliti memilih satu

konsep yang ada pada mata pelajaran biologi yaitu virus, karena pada konsep

virus ini banyak terdapat topik-topik yang menarik untuk dilakukan

pembahasan lebih lanjut dengan cara berdiskusi kelompok, serta banyak

permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam topik-topik tersebut yang

harus dipecahkan dengan cara berdiskusi bersama anggota kelompok. Selain

itu, pembagian materi pada konsep virus juga mudah dilakukan, hal ini

dikarenakan banyaknya topik-topik pada konsep virus yang menarik untuk

diperbincangkan.

(19)

tersebut, serta menyimpulkan dan mensintesis argumen yang akan menjadi

argumen kesepakatan bersama.

Argumen yang terjadi selama pembelajaran dapat diidentifikasi

polanya. Ada beberapa pola atau model argumen. Model argumentasi Toulmin

lebih tepat digunakan, karena model ini yang paling lengkap yang dapat

menggambarkan kriteria dari suatu argumen. Toulmin dalam Freeley

berpendapat bahwa suatu argumen dapat mengandung klaim (K), data (D),

penjamin (warrant/W), pendukung (backing/B), kualifikasi (qualifier/Q), dan

sanggahan (rebuttal/R).

12

Model ini pun lebih banyak dikembangkan, bahkan

kualitas argumentasi siswa dapat dinilai secara kuantitatif mulai dari level 1-5

berdasarkan kerangka kerja analisis dari Osborne yang mengklasifikasikan

level argumentasi siswa dimulai dari level 1-5.

13

Penelitian berkaitan dengan efektivitas pembelajaran kooperatif

tipe

Jigsaw terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa sudah banyak dilakukan, di

antaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yeti Sulastri dan Diana

Rochintaniawati pada tahun 2009 mengenai pengaruh penggunaan

pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw dalam pembelajaran Biologi di SMPN 2

Cimalaka,

14

selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Aceng Haetami dan

Supriadi pada tahun 2010 mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe

Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi

kelarutan dan hasil kali kelarutan,

15

serta penelitian yang dilakukan oleh H. M.

Sirih dan Muhammad Ali pada tahun 2007 mengenai penerapan model

pembelajaran tipe Jigsaw dengan tongkat estafet untuk meningkatkan aktivitas

12

Austin J. Freeley, Argumentation and Debate: Rational Decision making, (California: Wadsworth Publishing Co., Inc., 1966), p. 139.

13

Vaille Dawson, and Grady Jane Venville, High-school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An Indicator of Scientific Literacy? International Journal of Science Education, Vol. 31 No. 11, July 2009, pp. 1421-1445.

14

Yeti Sulastri, dan Diana Rochintaniawati, Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Biologi di SMPN 2 Cimalaka, Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 13 No. 1, April 2009, h. 15, tersedia online (http://fpmipa.upi.edu), diakses (9-12-2010).

15

(20)

siswa dalam proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Kendari,

16

tetapi belum

banyak penelitian yang mengungkap bagaimana kualitas argumentasi yang

dibangun siswa selama pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

Pentingnya mengungkap kualitas argumentasi yang dibangun siswa

selama pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw ini berlangsung adalah untuk

perbaikan kepada proses pembelajaran selanjutnya, karena dengan

diungkapnya kualitas argumentasi siswa tersebut maka guru menjadi tahu

seberapa besar kemampuan siswanya dalam berargumentasi, sehingga guru

dapat memperbaiki dan meningkatkan cara mengajar serta proses

pembelajaran menjadi lebih baik lagi. Dengan terungkapnya kualitas

argumentasi siswa ini maka guru akan mengetahui seberapa besar kemampuan

siswa dalam berpikir rasional, karena seperti yang telah diketahui bahwa

proses argumentasi merupakan dasar dalam berpikir rasional. Semakin tinggi

level argumentasi siswa maka semakin baik pula pemahaman konsep siswa,

karena siswa yang memiliki level argumentasi tinggi berarti tingkat

pemahaman konsep siswa tersebut sangat baik.

Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk melakukan

penelitian dengan judul:

Analisis Wacana Argumentasi Siswa pada

Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Konsep Virus Kelas X

, penelitian ini

akan dilakukan di kelas X SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan. Hasil

penelitian ini diharapkan dapat mengungkap kualitas argumentasi siswa yang

terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw konsep virus.

B.

Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,

maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada. Beberapa identifikasi

masalah tersebut yaitu sebagai berikut:

16

(21)

1.

Banyaknya penelitian yang dilakukan berkaitan dengan efektivitas

pembelajaran kooperatif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.

2.

Pembelajaran kooperatif kaya akan argumentasi, terutama ketika para

siswa melakukan konstruksi pengetahuannya secara sosial, akan tetapi

belum banyak penelitian yang mengungkap kualitas argumentasi yang

dibangun siswa selama pembelajaran.

C.

Pembatasan Masalah

Penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut:

1.

Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

2.

Penelitian ini hanya terbatas pada konsep virus dengan Kompetensi Dasar,

yaitu mendeskripsikan ciri-ciri, dan peran virus dalam kehidupan.

3.

Kualitas argumentasi siswa ditentukan berdasarkan model argumentasi

Toulmin dan penentuan level argumentasi siswa berdasarkan kerangka

kerja analisis dari Osborne yang mengklasifikasikan level argumentasi

siswa dimulai dari level 1-5.

4.

Aspek yang akan dianalisis dengan teknik analisis wacana adalah wacana

argumentasi lisan siswa yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw, pada tahap diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal, dan kuis.

5.

Proses menganalisis wacana argumentasi siswa dilakukan melalui empat

tahap, yaitu tahap pembuatan transkripsi, penghalusan teks, reduksi, dan

penentuan level argumentasi.

D.

Perumusan Masalah

(22)

E.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah

diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap

kualitas argumentasi siswa yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw konsep virus.

F.

Manfaat Penelitian

Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan

manfaat, yaitu sebagai berikut:

1.

Bagi peneliti, memperluas wawasan cara pembelajaran biologi dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw untuk

mengungkap kualitas argumentasi siswa.

2.

Bagi guru, sebagai bahan acuan untuk menciptakan pembelajaran yang

efektif dalam mengungkap kualitas argumentasi siswa dengan

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.

3.

Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang baik

dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran dan mutu

pendidikan, khususnya mata pelajaran biologi.

(23)

10

BAB II

KAJIAN TEORETIK

A.

Deskripsi Teoretik

1.

Pembelajaran Kooperatif

a.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata

cooperative yang

artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling

membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.

1

Sugiyanto mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah

pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok

kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar

untuk mencapai tujuan belajar.

2

Menurut Slavin dalam Isjoni,

pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana

sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang

berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang

siswa lebih bergairah dalam belajar.

3

Pembelajaran kooperatif merujuk

pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama

lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif,

para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan

dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai

saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Menurut Nurhadi dan Senduk dalam Wena mengemukakan

bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar

menciptakan interaksi yang

silih asah sehingga sumber belajar bagi

1

Isjoni, Cooperative Learning:Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 15.

2

Sugiyanto, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka FKIP UNS, 2010), h. 37.

3

(24)

siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa.

4

Anita Lie dalam Isjoni menyebut pembelajaran kooperatif dengan

istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang

memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan

siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.

5

Pembelajaran

kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau

suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk

mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota

kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Pembelajaran

kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak

digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat

pada

siswa

(Student

Centered),

terutama

untuk

mengatasi

permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang

tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan

tidak peduli pada yang lain.

Pembelajaran kooperatif menurut Davidson dan Worsham

dalam Zulfiani adalah model pembelajaran yang sistematis dengan

mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan

pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial

yang bermuatan akademis.

6

Pembelajaran kooperatif muncul dari

konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami

konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.

Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu

memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan

penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam

pembelajaran kooperatif.

4

Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 189.

5

Isjoni, op. cit., h. 16.

6

(25)

Pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson dalam

Zulfiani adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil

sehingga siswa bekerja dan belajar satu sama lain.

7

Kauchak dan

Eggen dalam Azizah seperti yang dikutip Isjoni dalam Isjoni

berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi

pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif

dalam mencapai tujuan.

8

Dalam belajar kooperatif siswa belajar

bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok

untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok

memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut tentang

pembelajaran kooperatif, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan pembelajaran yang sistematis dan melibatkan

siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen sehingga

terjadi interaksi antar anggota kelompok tersebut. Pembelajaran

kooperatif juga merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang

melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang

baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat

keahlian berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan

pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk

meningkatkan

partisipasi

siswa,

memfasilitasi

siswa

dengan

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam

kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk

berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya. Pembelajaran kooperatif ini merupakan sistem

pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain)

sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar yang

7 Ibid.

8

(26)

lainnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda

yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara

kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan

mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia

yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.

Pembelajaran kooperatif memberikan lingkungan belajar

dimana

siswa bekerja

sama

dalam

kelompok

kecil

yang

kemampuannya berbeda-beda (heterogen) untuk menyelesaikan

tugas-tugas akademik. Kegiatan dalam pembelajaran kooperatif akan

membantu siswa-siswa yang lemah untuk dapat memahami materi.

Siswa yang lemah bekerja secara individual cenderung akan menyerah

jika menghadapi hambatan. Siswa yang pintar menjelaskan dan

menguraikan materi kepada siswa yang kurang paham. Hal ini dapat

memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat

memahami materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam

kelompoknya belum menguasai bahan pembelajaran.

Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu

siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara

bersama-sama. Dalam pembelajaran kooperatif, semua ahli harus

memahami dan menyadari peranan masing-masing. Setiap siswa dalam

kelompoknya berhak memberi pandangan atau saling bertukar ide

dalam membuat penyelesaian masalah agar dapat dipahami dan

diterima oleh semua siswa. Tujuan pembelajaran kooperatif tidak akan

tercapai jika penyelesaian suatu masalah hanya dilakukan oleh seorang

siswa saja.

(27)

pula belajar kelompok, meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan

esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar

tradisional. Perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan

kelompok belajar tradisional dikemukakan oleh Sugiyanto pada tabel

2.1 berikut:

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan

Kelompok Belajar Tradisional

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Adanya saling ketergantungan

positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi

pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya „enak-enak saja’ di atas keberhasilan temannya yang dianggap

„pemborong’.

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.

Kelompok belajar biasanya homogen.

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.

Pemimpin kelompok sering

ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih

pemimpinnya dengan cara masing-masing.

Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.

Keterampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.

(28)

Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Guru memperhatikan secara

langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.

Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling

menghargai).

Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.9

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar

belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran

kooperatif

yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang

dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran

kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola

kelas dengan lebih efektif.

b.

Unsur Pembelajaran Kooperatif

Menurut Johnson & Johnson dan Sutton dalam Trianto,

terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:

1.

Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa.

2.

Interaksi antara siswa yang semakin meningkat.

3.

Tanggung jawab individual.

4.

Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.

5.

Proses kelompok.

10

Zulfiani, Feronika, dan Suartini merinci lebih lanjut lima unsur

penting tersebut dalam paparan berikut ini:

1.

Saling ketergantungan positif (positive interdependence)

Setiap anggota kelompok memiliki rasa saling bergantung positif,

mempunyai rasa untuk semua, merasa bahwa mereka akan sukses

jika siswa yang lain juga sukses.

9

Sugiyanto, op. cit., h. 42-43.

10

(29)

2.

Interaksi langsung (face to face interaction)

Posisi siswa mengharuskan mereka bertatap muka satu sama lain

dan berinteraksi secara langsung, saling berhadapan dan saling

membantu dalam pencapaian belajar, serta menyumbangkan

pikirannya dalam memecahkan masalah.

3.

Pertanggung jawaban secara individual dan kelompok (individual

and group accountability)

Setiap kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dalam

pembelajaran. Setiap anggota dalam tim diharuskan memberikan

kontribusi untuk kelompoknya dan memberikan bantuan dorongan

bagi siswa lain untuk menguasai bahan ajar.

4.

Keterampilan berinteraksi antar individual dan kelompok

(interpersonal and small group skill)

Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif yang

harus diajarkan kepada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk

bekerja sama dalam memahami konsep-konsep yang sulit.

5.

Proses kelompok (group processing)

Efektifitas dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara

melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian.

11

Untuk memenuhi kelima unsur tersebut dibutuhkan proses yang

melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok. Para pembelajar

harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam

kegiatan pembelajaran kooperatif yang saling menguntungkan. Selain

itu, pembelajar juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja

sama dengan orang lain. Dengan diterapkannya unsur-unsur di atas,

maka akan tumbuh sikap tanggung jawab dari setiap anggota

kelompok.

11

(30)

c.

Karakteristik Pembelajaran Kooperatif

Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima

karakteristik, yaitu:

1.

Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk

menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.

2.

Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga

siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.

Pembelajaran yang baik ditangani jika melalui kerja kelompok.

3.

Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2

sampai 5 siswa.

4.

Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial.

5.

Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan

pembelajaran mereka.

12

Selanjutnya, beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:

1.

Setiap anggota memiliki peran.

2.

Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.

3.

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan

juga teman-teman sekelompoknya.

4.

Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan

interpersonal kelompok.

5.

Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

13

d.

Keterampilan-keterampilan Kooperatif

Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan

harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok,

maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif.

Lundgren dalam Ratumanan seperti yang dikutip Trianto dalam

Trianto menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut

secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan tersebut,

12

Ibid., h. 131.

13

(31)

yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah, dan

tingkat mahir, pemaparannya akan disampaikan berikut ini:

1.

Keterampilan kooperatif tingkat awal

(1)

Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan

tanggung jawabnya.

(2)

Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan

teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab

tertentu dalam kelompok.

(3)

Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua

anggota kelompok untuk memberikan kontribusi.

(4)

Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi atau

pendapat.

2.

Keterampilan kooperatif tingkat menengah

(1)

Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik

dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik

menyerap informasi.

(2)

Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau

klarifikasi lebih lanjut.

(3)

Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan

kalimat berbeda.

(4)

Memeriksa

ketepatan,

yaitu

membandingkan

jawaban,

memastikan bahwa jawaban tersebut benar.

3.

Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Keterampilan

kooperatif

tingkat

mahir

ini

antara

lain:

mengkolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan

dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.

14

e.

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam

pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.

14

(32)

langkah model pembelajaran kooperatif tersebut ditunjukkan pada

tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif

Fase Tingkah Laku Guru

Fase-1

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2

Menyajikan informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Fase-3

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Fase-4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.

Fase-5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.15

f.

Manfaat Pembelajaran Kooperatif

Menurut Anita Lie dalam Zulfiani ada beberapa manfaat proses

pembelajaran kooperatif yaitu:

1.

Siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerja sama

dengan siswa yang lain.

2.

Siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai

perbedaan.

3.

Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran meningkat.

4.

Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri).

5.

Meningkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif.

6.

Meningkatkan prestasi belajar siswa.

16

15

Ibid., h. 66-67.

16

(33)

g.

Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif

Peran guru dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut:

1.

Merumuskan tujuan pembelajaran.

2.

Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar.

3.

Menentukan tempat duduk siswa.

4.

Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan

positif.

5.

Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan

positif.

6.

Menjelaskan tugas akademik.

7.

Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja

sama.

8.

Menyusun akuntabilitas individual.

9.

Menyusun kerja sama antar kelompok.

10.

Menjelaskan kriteria keberhasilan.

11.

Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan.

12.

Memantau perilaku siswa.

13.

Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas.

14.

Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja

sama.

15.

Menutup pelajaran.

16.

Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.

17.

Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok.

17

h.

Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif

Terdapat lima macam metode belajar kooperatif yang berhasil

dikembangkan para peneliti pendidikan di John Hopkins University,

yaitu: STAD (Student Teams Achievement Division), TGT (Team

17

(34)

Games Tournament), TAI (Team Accelerated Instruction), CIRC

(Cooperative Integrated Reading & Composition), dan

Jigsaw.

18

Selain lima macam bentuk pembelajaran kooperatif tersebut, terdapat

pula beberapa tipe pembelajaran kooperatif lain yakni

Group

Investigation,

Learning Together dan lain sebagainya. Lie A. dalam

Yusuf seperti yang dikutip Herlina dalam Herlina menyatakan bahwa

Jigsaw merupakan salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif

yang fleksibel.

19

Model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw didesain

untuk

meningkatkan

rasa

tanggung

jawab

siswa

terhadap

pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak

hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus

siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota

kelompoknya.

2.

Model Pembelajaran Jigsaw

Pembelajaran kooperatif model

Jigsaw dikembangkan oleh Elliot

Aronson dari Universitas Texas USA.

20

Pembelajaran kooperatif

Jigsaw

merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa

aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk

mencapai prestasi yang maksimal.

21

Menggunakan

Jigsaw, siswa-siswa di

tempatkan ke dalam tim-tim belajar heterogen beranggota lima sampai

enam orang.

22

Berbagai materi akademis disajikan kepada siswa dalam

bentuk teks, masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk

menguasai salah satu bagian materi belajar dan kemudian mengajarkan

bagian itu kepada anggota-anggota lain di kelompoknya. Dalam teknik

18

Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 137.

19

Herlina, Pembelajaran Konsep Ekosistem serta Perubahan Materi dan Energi dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Palu, Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan, Vol. 1 No. 2-3, Agustus 2007, h. 94.

20

Made Wena, op. cit., h. 193.

21

Isjoni, op. cit., h. 54.

22

(35)

Jigsaw, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong

dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan

meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

23

Model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw

didesain untuk

meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya

sendiri dan juga pembelajaran orang lain, sehingga setiap anggota

kelompok memiliki rasa saling bergantung positif antar anggota

kelompoknya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw ini

terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraannya, antara lain:

Tahap pertama

siswa dikelompokkan dalam bentuk

kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok siswa tersebut dapat

dilakukan

guru

berdasarkan

pertimbangan

tertentu.

Untuk

mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok

seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun

karakteristik lainnya. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam

masing-masing kelompok harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk

dapat bekerja sama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok

mempengaruhi kemampuan produktivitasnya. Jumlah tiap kelompok yang

tepat adalah sekitar 4-6 orang dengan kondisi siswa yang heterogen baik

dari segi kemampuan maupun karakteristik lainnya.

Tahap kedua dalam

Jigsaw adalah setiap anggota kelompok

ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian, siswa-siswa atau

perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan

anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi yang sama.

Selanjutnya, materi tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami

setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat

memahami dan menguasai materi tersebut. Para anggota dari tim-tim yang

berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama (kadang-kadang disebut

expert group atau kelompok ahli).

23

(36)

Tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat

menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing-masing

perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok

asalnya (home teams). Selanjutnya, masing-masing anggota tersebut saling

menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu

kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru.

Tahap keempat, siswa diberi tes atau kuis, hal tersebut dilakukan

untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi.

Dengan demikian, secara umum penyelenggaraan model belajar

Jigsaw

dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa

sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan

dan menyelesaikannya secara kelompok.

24

Pada model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw

ini para siswa

dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap anggota kelompok diberi

satu bagian materi yang telah dipilih untuk dipelajari dan dikuasai.

Selanjutnya, siswa dari masing-masing kelompok yang mendapatkan

bagian materi yang sama berkumpul untuk berdiskusi (diskusi kelompok

ahli), kemudian siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk

menjelaskan atau mempresentasikan materi yang menjadi keahliannya

kepada anggota kelompok asalnya (diskusi kelompok asal). Pada model

pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw ini terdapat kelompok asal (home

teams) dan kelompok ahli (expert group). Alur dalam pembelajaran

kooperatif tipe Jigsaw ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:

24

(37)

Gambar 2.1 Alur Pengelompokkan pada Pembelajaran Kooperatif

Tipe Jigsaw

Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang

paling fleksibel. Kunci dari

Jigsaw

ini adalah interdependensi, yang

artinya bahwa tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk

dapat memberikan informasi yang diperlukan agar dapat berkinerja dengan

baik.

25

Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik

dan bekerja keras dalam kelompok ahli mereka agar mereka dapat

memberikan banyak informasi kepada anggota dalam kelompok asalnya.

Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini adalah dapat

meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya

sendiri dan juga pembelajaran orang lain, karena siswa tidak hanya

25

(38)

mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap

memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya

yang lain. Kelebihan lain dari model pembelajaran kooperatif tipe

Jigsaw

adalah terjadinya interaksi multiarah. Setiap siswa mendapat kesempatan

untuk melakukan interaksi sosial antar siswa dan antara siswa dengan guru

untuk membahas materi yang menjadi tugasnya. Dalam model

pembelajaran biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan

kelas. Sebaliknya, di dalam model belajar tipe

Jigsaw, meskipun guru

tetap mengendalikan aturan, guru tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas,

tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai

fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri

serta menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa.

3.

Analisis Wacana Argumentasi

Argumen adalah sebuah pernyataan yang berisi sebuah klaim yang

didukung oleh data dan dikemukakan untuk mempengaruhi seseorang, hal

ini diungkapkan oleh Inch,

an argument is a set of statements in which a

claim is made, support is offered for it, and there is an attempt to influence

someone in a context of disagreement (argumen adalah satu set pernyataan

yang berisi sebuah klaim, dukungan ditawarkan untuk itu, dan ada upaya

untuk mempengaruhi

seseorang dalam konteks ketidaksetujuan)

.

26

Sedangkan, Ennis mengemukakan bahwa

“argument is an attempt to

prove or establish a conclusion. It has two major parts: a conclusion and

the reason or reasons offered in support of the conclusion (argumen

adalah suatu usaha untuk membuktikan atau membentuk kesimpulan.

Memiliki dua bagian utama: kesimpulan dan alasan atau alasan ditawarkan

dalam mendukung kesimpulan)

.

27

Adapun Kuhn dalam Dawson

mendefinisikan argumen sebagai sebuah pernyataan dengan disertai

pembenaran,

an argument as

an assertion with accompanying

26

Edward S. Inch, Barbara Warnick, and Danielle Endres, Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument, (Boston: Pearson Education, Inc., 2006), p. 9.

27

(39)

justification”

, dan Means & Voss dalam Dawson menggambarkan

argumen sebagai pendapat dari suatu kesimpulan didukung oleh

setidaknya satu alasan,

an argument as

a conclusion supported by at

least one reason

.

28

Eemeren berpendapat

argumentation is a verbal, social, and

rational activity aimed at convincing a reasonable critic of the

acceptability of a standpoint by putting forward a constellation of

propositions justifying or refuting the proposition expressed in the

standpoint (argumentasi adalah kegiatan verbal, sosial, dan rasional yang

ditujukan untuk meyakinkan seorang kritikus dari penerimaan sudut

pandang

dengan

mengedepankan

konstelasi

membenarkan

atau

menyangkal

proposisi-proposisi

yang

diungkapkan

dalam

sudut

pandang)

.

29

Argumentasi bertujuan untuk meyakinkan pendengar atau

pembaca mengenai penerimaan sudut pandang. Keraf mendefinisikan

argumentasi sebagai suatu bentuk retorika yang berusaha untuk

mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar percaya dan bertindak

sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembicara. Melalui argumentasi,

penulis (pembicara) berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa,

sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal

tertentu itu benar atau tidak. Pendapat Keraf ini senada dengan Inch,

“argumentation is the process of making arguments intended

for justify

beliefs, attitudes, and values, do as to influence others (argumentasi adalah

proses pembuatan argumen ditujukan untuk membenarkan keyakinan,

sikap, dan nilai-nilai, dilakukan untuk mempengaruhi orang lain)

.

30

Dalam kamus umum bahasa Indonesia, argumentasi adalah pemberian

28

Vaille Dawson, and Grady Jane Venville, High-school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An Indicator of Scientific Literacy? International Journal of Science Education, Vol. 31 No. 11, July 2009, pp. 1421-1445.

29

Frans H. Van Eemeren, and Rob Grootendorst, A Systematic Theory of Argumentation: The Pragma-Dialectical Approach, (New York: Cambridge University Press, 2004), p. 1.

30

(40)

alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau

gagasan.

31

Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut tentang

argumentasi, maka dapat disimpulkan bahwa argumentasi merupakan

sebuah wacana yang berusaha meyakinkan

atau membuktikan kebenaran

suatu pernyataan, pendapat, sikap, atau keyakinan, dengan didukung oleh

fakta-fakta, sehingga mampu meyakinkan dan membuktikan bahwa

pendapat tersebut benar atau tidak. Argumentasi bertujuan mempengaruhi

seorang pendengar untuk membenarkan pernyataan, pendapat, dan sikap

yang diajukan. Dengan dikemukakannya sebuah argumentasi maka

seorang pendengar akan menyetujui bahwa pendapat, keyakinan, dan sikap

pembicara benar.

Chang dan Chiu membedakan argumentasi menjadi dua jenis yaitu

argumentasi formal dan informal ditinjau dari sisi istilah dan struktur

penalaran (reasoning). Berdasarkan istilah, argumentasi formal terdiri dari

premis-premis yang baku, penambahan dan penghapusan isi premis tidak

diperbolehkan. Adapun argumentasi informal mengandung fitur kognitif

dan afektif, individu dapat mengubah premis berdasarkan pengetahuan dan

keyakinan pribadi, informasi dari media massa, buku teks, atau

pengalaman hidup, dan lain-lain. Berdasarkan perspektif struktur

penalaran, penalaran formal umumnya menghasilkan sebuah struktur

linier, yang biasanya tidak berkaitan dengan praktik kehidupan sehari-hari.

Sedangkan pada kehidupan sehari-hari, umumnya setiap individu

mengembangkan informasi dari berbagai sumber informasi yang

terkategori sebagai penalaran informal dan menyimpulkan sesuatu secara

tentatif sesuai kondisi. Hasilnya penalaran informal digambarkan sebagai

sebuah pohon yang terdiri dari banyak cabang.

32

31

W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), h. 58.

32

(41)

Jika mengacu pada pendapat Chang dan Chiu, maka pengertian

argumen dan argumentasi yang dikemukakan oleh Inch tergolong jenis

informal. Menurut Inch,

et al. argumen memiliki tiga karakteristik, yaitu:

Karakteristik pertama

a claim is an expressed opinion or a conclusion

that the arguer wants accepted (klaim adalah pendapat yang dikemukakan

atau kesimpulan yang diinginkan oleh pemberi argumen untuk diterima)

.

Karakteristik kedua

claims are supported by evidence and by the

reasoning or inferences that connect the evidence to the claim (klaim

didukung oleh fakta dan alasan atau inferensi yang menghubungkan fakta

ke klaim)

.

Karakteristik ketiga

the third and last characteristic of

arguments is that they are attempts to influence someone in a context

where people disagree with each other (karakteristik ketiga dan

yang

terakhir dari argumen adalah bahwa argumen mencoba untuk

mempengaruhi

seseorang dalam situasi yang mana orang tersebut tidak

setuju dengan yang

lainnya)

.

33

Tiga kriteria tersebut yaitu klaim,

pendukung klaim, dan usaha mempengaruhi menjadi ciri sebuah argumen

informal.

Kriteria pertama dari argumen yaitu klaim, klaim merupakan

sebuah opini atau pendapat yang dikemukakan oleh seseorang atau sebuah

kesimpulan yang ingin diterima oleh orang lain. Kriteria kedua dari

argumen adalah dukungan yang disediakan untuk klaim baik berupa bukti

dan penalaran atau inferensi yang menghubungkan bukti dengan klaim.

Bukti merupakan sesuatu yang dapat membuat audien menerima dan dapat

digunakan untuk mendukung klaim yang tidak diterima. Kriteria ketiga

dari argumen adalah berusaha untuk mempengaruhi seseorang yang berada

dalam ketidaksetujuan. “Berusaha untuk mempengaruhi” adalah sangat

penting menentukan sukses dan tidaknya pendapat seseorang. Berdasarkan

kriteria ini sebuah argumentasi akan terjadi jika terdapat pihak yang

berlawanan atau pihak yang menyanggah. Selama tidak ada pihak yang

33

Gambar

Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2.1 Alur Pengelompokkan pada Pembelajaran Kooperatif
Gambar 2.3 Model Lengkap Argumentasi Toulmin37
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student oriented), terutama

14 Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa

Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student

Isjoni (2013: 16) menyatakan: “Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar

Cooperative learning adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa ( Student

Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa (student

14 Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa

29 Pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada siswa