SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh
RISA OKVIYANI
NIM. 107016100759
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
i
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap kualitas argumentasi siswa yang
terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
konsep virus. Penelitian ini
dilakukan di SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan. Metode yang digunakan
pada penelitian ini adalah deskriptif, dengan teknik pengambilan subjek secara
purposive sampling. Subjek pada penelitian ini adalah siswa di kelas X-5 SMA
Negeri 9 Kota Tangerang Selatan, yang berjumlah 41 orang. Unit analisis pada
penelitian ini adalah wacana argumentasi siswa yang terjadi pada saat
pembelajaran. Kualitas argumentasi siswa ditentukan berdasarkan model
argumentasi Toulmin dan penentuan level argumentasi siswa berdasarkan
kerangka kerja analisis dari Osborne,
et al. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
mayoritas kualitas argumentasi siswa berada pada level 1 (klaim berlawanan
dengan
counter
klaim atau klaim berlawanan dengan klaim), argumen siswa
kebanyakan berupa klaim, dan minoritas kualitas argumentasi siswa berada pada
level 2 (klaim disertai dengan data, penjamin, atau pendukung, tetapi tidak
mengandung sanggahan).
ii
Teaching Sciences, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta.
The purpose of this research is to reveal the quality of students' argumentation
that occures in the Jigsaw cooperative learning on virus concept. This research is
conducted in SMAN 9 South Tangerang City. The method that is used in this
research is descriptive, with subject retrieval techniques by purposive sampling.
The subject of this research is the students' in class X-5 SMAN 9 South Tangerang
City which has 41 students'. The analysis unit in this research is discourse of
students' argumentation that occures in learning process. The quality of students'
argumentation based on Toulmin
’s
Model of argumentation and the
determination of students' argumentation level based on analysis framework of
Osborne, et al. The result of this research shows that the majority of the quality of
students' argumentation is in level 1 (claim versus a counter claim or a claim
versus a claim), mostly of students' argumentation is in the form of claim, and the
minority of students' argumentation is in level 2 (claims with either data,
warrants, or backings, but no rebuttals).
iii
melimpahkan rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang
berjudul “
Analisis Wacana Argumentasi Siswa
pada Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Konsep Virus Kelas X
”
, yang
disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam meraih gelar sarjana strata satu
(S1) Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Program Studi Pendidikan
Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis berharap skripsi ini dapat memperkaya wawasan,
pengetahuan dan pemahaman tentang wacana argumentasi siswa pada model
pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw. Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis
banyak mendapat bantuan berupa dukungan, sumbangan pikiran dan bimbingan
yang sangat besar artinya. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada:
1.
Ibu Nurlena Rifa'i, MA, Ph.D, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Dr. Zulfiani, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, sekaligus Dosen Pembimbing Akademik pada Program Studi
Pendidikan Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, serta Dosen Pembimbing I yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
4.
Ibu Yanti Herlanti, M.Pd, Dosen Pembimbing II yang telah mengarahkan dan
membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
iv
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
7.
Sahabat-sahabatku, Aryani, Dinna, Fifi, Nurhasanah, dan rekan-rekan
mahasiswa Pendidikan Biologi angkatan 2007 yang telah memberikan
semangat dan dukungan, serta banyak berbagi pengalaman dan ilmu. Teman
seperjuangan dalam melakukan penelitian skripsi ini (Agnah, Arista, dan
Yolanda), terima kasih atas kerja sama dan semangat kalian selama ini.
8.
Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya. Akhir kata penulis berharap semoga segala perbuatan
dan amal baik dari berbagai pihak dapat dibalas oleh Allah SWT dengan pahala
yang berlipat ganda. Aamiin.
Jakarta, Mei 2013
v
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 7
C. Pembatasan Masalah ... 8
D. Perumusan Masalah... 8
E. Tujuan Penelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Deskripsi Teoretik ... 10
B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32
C. Kerangka Pikir ... 35
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 37
B. Subjek Penelitian ... 37
C. Metode dan Langkah-langkah Penelitian ... 37
D. Unit Analisis ... 40
E. Instrumen Penelitian ... 41
F. Teknik Pengumpulan Data ... 43
vi
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 100
B. Saran ... 100
DAFTAR PUSTAKA ... 102
vii
Tradisional... 14
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif ... 19
Tabel 4.1
Jumlah Wacana Kelompok Ahli pada Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Konsep Virus ... 55
Tabel 4.2
Rincian Jumlah Kategori pada Percakapan yang Terjadi dalam
Kelompok Ahli ... 60
Tabel 4.3
Jumlah Wacana Kelompok Asal pada Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw Konsep Virus ... 64
Tabel 4.4
Rincian Jumlah Kategori pada Percakapan yang Terjadi dalam
Kelompok Asal ... 77
Tabel 4.5
Jumlah Wacana Tahap Kuis pada Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw Konsep Virus ... 82
Tabel 4.6 Rincian Jumlah Kategori pada Percakapan yang Terjadi pada Tahap
Kuis ... 84
Tabel 4.7
Cuplikan Potongan Percakapan Siswa yang Keluar dari Materi
Pembelajaran ... 87
Tabel 4.8
Wacana yang Dikemukakan Oleh Siswa di Setiap Kelompok Ahli
viii
Jigsaw ... 24
Gambar 2.2 Model Argumentasi Toulmin ... 29
Gambar 2.3 Model Lengkap Argumentasi Toulmin ... 30
Gambar 3.1 Skema Alur Penelitian ... 39
Gambar 3.2
Pengelompokkan Siswa pada Pembelajaran Kooperatif Tipe
Jigsaw ... 41
Gambar 3.3 Peta Duduk untuk Diskusi Kelompok Siswa pada Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw ... 45
Gambar 3.4 Proses Sebelum Menganalisis Sampai Pada Proses Menganalisis
Wacana Argumentasi Lisan Siswa ... 51
Gambar 4.1 Jumlah Wacana yang Terjadi Pada Kelompok Ahli ... 56
Gambar 4.2 Jumlah Wacana yang Terjadi Pada Kelompok Asal ... 65
ix
Lampiran 2 Lembar Kerja Siswa... 114
Lampiran 3 Transkripsi, Penghalusan Teks, dan Reduksi Wacana Kelompok
Ahli ... 127
Lampiran 4 Transkripsi, Penghalusan Teks, dan Reduksi Wacana Kelompok
Asal ... 176
Lampiran 5 Transkripsi, Penghalusan Teks, dan Reduksi Wacana Tahap Kuis .. 241
Lampiran 6 Rincian Jumlah Kategori Wacana Kelompok Ahli... 252
Lampiran 7 Rincian Jumlah Kategori Wacana Kelompok Asal ... 253
Lampiran 8 Rincian Jumlah Kategori Wacana Tahap Kuis ... 255
Lampiran 9 Penentuan Level Argumentasi Siswa (Berdasarkan Kerangka
Kerja Analisis dari Osborne, et al.) ... 256
Lembar Validasi Data Perekaman
Lembar Validasi Data LKS
Surat Permohonan Bimbingan Skripsi
Surat Permohonan Izin Penelitian
1
A.
Latar Belakang Masalah
Menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, pendidikan adalah:
“
Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara
”.
1Pendidikan memegang peranan penting karena pendidikan merupakan
wahana untuk meningkatkan dan mengembangkan kualitas Sumber Daya
Manusia. Dalam keseluruhan proses pendidikan, kegiatan belajar dan
mengajar merupakan kegiatan yang paling pokok. Hal ini berarti bahwa
berhasil tidaknya pencapaian tujuan pendidikan banyak bergantung kepada
bagaimana proses belajar mengajar dirancang dan dijalankan secara
profesional.
Setiap kegiatan belajar mengajar selalu melibatkan dua pelaku aktif,
yaitu guru dan siswa. Guru, dalam proses pembelajaran memegang peran yang
sangat penting. Dalam proses pembelajaran guru bukanlah hanya berperan
sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, akan tetapi juga sebagai
pengelola pembelajaran, oleh karena itu keberhasilan suatu proses
pembelajaran sangat ditentukan oleh kualitas atau kemampuan guru. Proses
pembelajaran adalah sebuah upaya bersama antara guru dan siswa untuk
berbagi dan mengolah informasi, dengan harapan pengetahuan yang diberikan
bermanfaat dalam diri siswa dan menjadi landasan belajar yang berkelanjutan.
Proses pembelajaran merupakan suatu sistem. Sebuah proses pembelajaran
yang baik akan membentuk kemampuan berpikir kritis, dan munculnya
1
kreativitas, serta kemampuan untuk berargumentasi. Dengan demikian, proses
pembelajaran ini sangat penting dalam menentukan mutu pendidikan.
Mutu pendidikan di Indonesia semakin hari dituntut untuk lebih baik
lagi, maka hal yang efektif dilakukan dalam meningkatkan mutu pendidikan
adalah adanya upaya perbaikan kepada proses belajar dan mengajar. Hal itu
sangat erat kaitannya dengan akses untuk menggunakan sarana belajar yang
sesuai dan memadai, kualitas mengajar, strategi pembelajaran yang digunakan,
dan pengembangan sistem penilaian. Upaya perbaikan pada proses belajar dan
mengajar akan mempengaruhi individu secara langsung, terutama untuk
melatih individu memiliki kemampuan berpikir logis, kritis, sistematis,
penalaran yang mantap, kreatif, dan inovatif, serta kemampuan untuk
berargumentasi atau mengemukakan pendapat (komunikasi).
Rencana atau program yang harus dijadikan sebagai pedoman dalam
pelaksanaan proses belajar mengajar oleh guru adalah kurikulum. Kurikulum
dan pembelajaran, merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tanpa
kurikulum yang jelas sebagai acuan, maka pembelajaran tidak akan
berlangsung secara efektif. Kurikulum merupakan salah satu komponen
penting dari sistem pendidikan, karena kurikulum merupakan komponen
pendidikan yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan, baik oleh
pengelola maupun penyelenggara, khususnya oleh guru dan kepala sekolah.
2Kurikulum berhubungan erat dengan usaha mengembangkan peserta didik
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.
3Kurikulum yang berlaku di Indonesia dewasa ini adalah Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum ini disusun dalam rangka
memenuhi amanat yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
2
Enco Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Sebuah Panduan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), h. 4.
3
Nasional Pendidikan.
4Dalam Standar Nasional Pendidikan (SNP Pasal 1, ayat
15) seperti yang dikutip Mulyasa dikemukakan bahwa Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan.
5Penyusunan KTSP
dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan
standar kompetensi serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan
Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
6Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) menuntut kreativitas guru dalam menyelenggarakan kegiatan
pembelajaran. Kreativitas tersebut di antaranya meliputi kreatif dalam memilih
pendekatan dan model pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan materi yang
disajikan. Kegiatan pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa (Student Centered
Learning). Siswa dituntut untuk aktif dan senantiasa ambil bagian dalam
aktivitas belajar. Guru dapat berfungsi sebagai fasilitator dan membantu
memecahkan masalah yang dihadapi oleh siswa selama belajar.
Salah satu inovasi model pembelajaran yang berorientasi kepada
aktivitas siswa yang dapat meningkatkan kemampuan akademik, melatihkan
keterampilan berbicara, sekaligus menanamkan moralitas kepada siswa adalah
model pembelajaran kooperatif. Dewasa ini telah banyak digunakan model
pembelajaran kooperatif, bahkan pembelajaran kooperatif ini merupakan suatu
model pembelajaran yang banyak dikembangkan. Pembelajaran kooperatif
adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan paham konstruktivis.
Pembelajaran kooperatif
merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa
sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
7Menurut Slavin dalam Isjoni, pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok
kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
4
Ibid., h. 134.
5
Mulyasa, op. cit., h. 19-20.
6
Ibid., h. 20.
7
siswa lebih bergairah dalam belajar.
8Lawrence dan Harvey dalam Afriadi
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif dapat memberikan dukungan
bagi siswa untuk saling bertukar ide, memecahkan masalah, berpikir alternatif
dan meningkatkan kecakapan berbahasa.
9Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
dimana siswa dikelompokkan dalam kelompok-kelompok kecil yang
beranggotakan 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen untuk saling
bekerja sama dan saling membantu dalam memahami materi pelajaran, serta
memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat
teman, berpikir kritis dan berkomunikasi yang berkualitas. Hal yang penting
dari pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan
kerja sama dan kolaborasi, sehingga membuat siswa terlibat aktif pada proses
pembelajaran yang dapat memberikan dampak positif terhadap kualitas
interaksi dan komunikasi yang berkualitas. Hubungan yang baik antar sesama
teman dapat mengembangkan kemampuan akademis siswa. Jadi, pada
pembelajaran kooperatif ini siswa belajar lebih banyak dari teman-teman
mereka daripada guru, karena dalam menyelesaikan tugas kelompoknya setiap
siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu
untuk memahami materi pelajaran.
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat beberapa variasi model yang
dapat diterapkan, salah satu di antaranya adalah model
Jigsaw. Pembelajaran
kooperatif
Jigsaw merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
mendorong siswa aktif dan saling membantu dalam menguasai materi
pelajaran untuk mencapai prestasi yang maksimal.
10Menggunakan
Jigsaw,
siswa-siswa di tempatkan ke dalam tim-tim belajar heterogen beranggota lima
sampai enam orang.
11Setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari dan
8
Ibid., h. 15.
9
Afriadi, Pembelajaran Kooperatif Model STAD dengan Model Jigsaw dan Pengaruhnya Terhadap Hasil Belajar dan Sikap Siswa SMA Negeri Malang pada Konsep Reproduksi Manusia, Jurnal Pendidikan Serambi Ilmu, Vol. 3 No. 2, Maret 2006, h. 109.
10
Isjoni, op. cit., h. 54.
11
menguasai satu porsi materi yang telah dipilih untuknya. Para anggota dari
tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama (kelompok ahli)
bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari dan
menguasai topik tersebut (tahap ini dinamakan diskusi kelompok ahli). Setelah
itu, siswa kembali ke tim asalnya dan mengajarkan sesuatu yang telah mereka
pelajari dalam tahap
diskusi kelompok ahli kepada anggota-anggota lain di
timnya masing-masing (tahap ini dinamakan
diskusi kelompok asal). Model
pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
didesain untuk meningkatkan rasa
tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga
pembelajaran orang lain, sehingga setiap anggota kelompok memiliki rasa
saling bergantung positif antar anggota kelompoknya. Salah satu kelebihan
dari model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw ini adalah terjadinya interaksi
multiarah pada saat proses belajar mengajar berlangsung.
Model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
dapat diterapkan pada
hampir seluruh subyek mata pelajaran. Dalam hal ini peneliti memilih satu
konsep yang ada pada mata pelajaran biologi yaitu virus, karena pada konsep
virus ini banyak terdapat topik-topik yang menarik untuk dilakukan
pembahasan lebih lanjut dengan cara berdiskusi kelompok, serta banyak
permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam topik-topik tersebut yang
harus dipecahkan dengan cara berdiskusi bersama anggota kelompok. Selain
itu, pembagian materi pada konsep virus juga mudah dilakukan, hal ini
dikarenakan banyaknya topik-topik pada konsep virus yang menarik untuk
diperbincangkan.
tersebut, serta menyimpulkan dan mensintesis argumen yang akan menjadi
argumen kesepakatan bersama.
Argumen yang terjadi selama pembelajaran dapat diidentifikasi
polanya. Ada beberapa pola atau model argumen. Model argumentasi Toulmin
lebih tepat digunakan, karena model ini yang paling lengkap yang dapat
menggambarkan kriteria dari suatu argumen. Toulmin dalam Freeley
berpendapat bahwa suatu argumen dapat mengandung klaim (K), data (D),
penjamin (warrant/W), pendukung (backing/B), kualifikasi (qualifier/Q), dan
sanggahan (rebuttal/R).
12Model ini pun lebih banyak dikembangkan, bahkan
kualitas argumentasi siswa dapat dinilai secara kuantitatif mulai dari level 1-5
berdasarkan kerangka kerja analisis dari Osborne yang mengklasifikasikan
level argumentasi siswa dimulai dari level 1-5.
13Penelitian berkaitan dengan efektivitas pembelajaran kooperatif
tipe
Jigsaw terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa sudah banyak dilakukan, di
antaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Yeti Sulastri dan Diana
Rochintaniawati pada tahun 2009 mengenai pengaruh penggunaan
pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dalam pembelajaran Biologi di SMPN 2
Cimalaka,
14selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Aceng Haetami dan
Supriadi pada tahun 2010 mengenai penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe
Jigsaw untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi
kelarutan dan hasil kali kelarutan,
15serta penelitian yang dilakukan oleh H. M.
Sirih dan Muhammad Ali pada tahun 2007 mengenai penerapan model
pembelajaran tipe Jigsaw dengan tongkat estafet untuk meningkatkan aktivitas
12
Austin J. Freeley, Argumentation and Debate: Rational Decision making, (California: Wadsworth Publishing Co., Inc., 1966), p. 139.
13
Vaille Dawson, and Grady Jane Venville, High-school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An Indicator of Scientific Literacy? International Journal of Science Education, Vol. 31 No. 11, July 2009, pp. 1421-1445.
14
Yeti Sulastri, dan Diana Rochintaniawati, Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dalam Pembelajaran Biologi di SMPN 2 Cimalaka, Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 13 No. 1, April 2009, h. 15, tersedia online (http://fpmipa.upi.edu), diakses (9-12-2010).
15
siswa dalam proses belajar mengajar di SMP Negeri 2 Kendari,
16tetapi belum
banyak penelitian yang mengungkap bagaimana kualitas argumentasi yang
dibangun siswa selama pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
Pentingnya mengungkap kualitas argumentasi yang dibangun siswa
selama pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw ini berlangsung adalah untuk
perbaikan kepada proses pembelajaran selanjutnya, karena dengan
diungkapnya kualitas argumentasi siswa tersebut maka guru menjadi tahu
seberapa besar kemampuan siswanya dalam berargumentasi, sehingga guru
dapat memperbaiki dan meningkatkan cara mengajar serta proses
pembelajaran menjadi lebih baik lagi. Dengan terungkapnya kualitas
argumentasi siswa ini maka guru akan mengetahui seberapa besar kemampuan
siswa dalam berpikir rasional, karena seperti yang telah diketahui bahwa
proses argumentasi merupakan dasar dalam berpikir rasional. Semakin tinggi
level argumentasi siswa maka semakin baik pula pemahaman konsep siswa,
karena siswa yang memiliki level argumentasi tinggi berarti tingkat
pemahaman konsep siswa tersebut sangat baik.
Berdasarkan uraian di atas, penulis terdorong untuk melakukan
penelitian dengan judul:
“
Analisis Wacana Argumentasi Siswa pada
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Konsep Virus Kelas X
”
, penelitian ini
akan dilakukan di kelas X SMA Negeri 9 Kota Tangerang Selatan. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat mengungkap kualitas argumentasi siswa yang
terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw konsep virus.
B.
Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang dikemukakan di atas,
maka dapat diidentifikasi beberapa masalah yang ada. Beberapa identifikasi
masalah tersebut yaitu sebagai berikut:
16
1.
Banyaknya penelitian yang dilakukan berkaitan dengan efektivitas
pembelajaran kooperatif terhadap aktivitas dan hasil belajar siswa.
2.
Pembelajaran kooperatif kaya akan argumentasi, terutama ketika para
siswa melakukan konstruksi pengetahuannya secara sosial, akan tetapi
belum banyak penelitian yang mengungkap kualitas argumentasi yang
dibangun siswa selama pembelajaran.
C.
Pembatasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada masalah sebagai berikut:
1.
Kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan menggunakan model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
2.
Penelitian ini hanya terbatas pada konsep virus dengan Kompetensi Dasar,
yaitu mendeskripsikan ciri-ciri, dan peran virus dalam kehidupan.
3.
Kualitas argumentasi siswa ditentukan berdasarkan model argumentasi
Toulmin dan penentuan level argumentasi siswa berdasarkan kerangka
kerja analisis dari Osborne yang mengklasifikasikan level argumentasi
siswa dimulai dari level 1-5.
4.
Aspek yang akan dianalisis dengan teknik analisis wacana adalah wacana
argumentasi lisan siswa yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw, pada tahap diskusi kelompok ahli, diskusi kelompok asal, dan kuis.
5.
Proses menganalisis wacana argumentasi siswa dilakukan melalui empat
tahap, yaitu tahap pembuatan transkripsi, penghalusan teks, reduksi, dan
penentuan level argumentasi.
D.
Perumusan Masalah
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
diuraikan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap
kualitas argumentasi siswa yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw konsep virus.
F.
Manfaat Penelitian
Hasil dari pelaksanaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat, yaitu sebagai berikut:
1.
Bagi peneliti, memperluas wawasan cara pembelajaran biologi dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw untuk
mengungkap kualitas argumentasi siswa.
2.
Bagi guru, sebagai bahan acuan untuk menciptakan pembelajaran yang
efektif dalam mengungkap kualitas argumentasi siswa dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw.
3.
Bagi sekolah, hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang baik
dalam rangka peningkatan mutu proses pembelajaran dan mutu
pendidikan, khususnya mata pelajaran biologi.
10
BAB II
KAJIAN TEORETIK
A.
Deskripsi Teoretik
1.
Pembelajaran Kooperatif
a.
Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif berasal dari kata
cooperative yang
artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling
membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim.
1Sugiyanto mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok
kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar
untuk mencapai tujuan belajar.
2Menurut Slavin dalam Isjoni,
pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran di mana
sistem belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang
berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang
siswa lebih bergairah dalam belajar.
3Pembelajaran kooperatif merujuk
pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama
lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif,
para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan
dan berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai
saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Menurut Nurhadi dan Senduk dalam Wena mengemukakan
bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar
menciptakan interaksi yang
silih asah sehingga sumber belajar bagi
1
Isjoni, Cooperative Learning:Efektivitas Pembelajaran Kelompok, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 15.
2
Sugiyanto, Model-model Pembelajaran Inovatif, (Surakarta: Yuma Pustaka FKIP UNS, 2010), h. 37.
3
siswa bukan hanya guru dan buku ajar, tetapi juga sesama siswa.
4Anita Lie dalam Isjoni menyebut pembelajaran kooperatif dengan
istilah pembelajaran gotong royong, yaitu sistem pembelajaran yang
memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerja sama dengan
siswa lain dalam tugas-tugas yang terstruktur.
5Pembelajaran
kooperatif hanya berjalan kalau sudah terbentuk suatu kelompok atau
suatu tim yang di dalamnya siswa bekerja secara terarah untuk
mencapai tujuan yang sudah ditentukan dengan jumlah anggota
kelompok pada umumnya terdiri dari 4-6 orang saja. Pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak
digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat
pada
siswa
(Student
Centered),
terutama
untuk
mengatasi
permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa, yang
tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, siswa yang agresif dan
tidak peduli pada yang lain.
Pembelajaran kooperatif menurut Davidson dan Worsham
dalam Zulfiani adalah model pembelajaran yang sistematis dengan
mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan
pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial
yang bermuatan akademis.
6Pembelajaran kooperatif muncul dari
konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami
konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya.
Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling membantu
memecahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan
penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam
pembelajaran kooperatif.
4
Made Wena, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer: Suatu Tinjauan Konseptual Operasional, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009), h. 189.
5
Isjoni, op. cit., h. 16.
6
Pembelajaran kooperatif menurut Johnson & Johnson dalam
Zulfiani adalah cara belajar yang menggunakan kelompok kecil
sehingga siswa bekerja dan belajar satu sama lain.
7Kauchak dan
Eggen dalam Azizah seperti yang dikutip Isjoni dalam Isjoni
berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi
pembelajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif
dalam mencapai tujuan.
8Dalam belajar kooperatif siswa belajar
bersama sebagai suatu tim dalam menyelesaikan tugas-tugas kelompok
untuk mencapai tujuan bersama. Jadi, setiap anggota kelompok
memiliki tanggung jawab yang sama untuk keberhasilan kelompoknya.
Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut tentang
pembelajaran kooperatif, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang sistematis dan melibatkan
siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang heterogen sehingga
terjadi interaksi antar anggota kelompok tersebut. Pembelajaran
kooperatif juga merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran yang
melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi pengajaran yang
baik di dalam kelompok kecil dengan siswa yang memiliki tingkat
keahlian berbeda, menggunakan ragam aktivitas untuk meningkatkan
pemahaman mereka pada sebuah subyek (mata pelajaran).
Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan
partisipasi
siswa,
memfasilitasi
siswa
dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam
kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk
berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya. Pembelajaran kooperatif ini merupakan sistem
pembelajaran yang berusaha memanfaatkan teman sejawat (siswa lain)
sebagai sumber belajar, disamping guru dan sumber belajar yang
7 Ibid.
8
lainnya. Jadi, dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda
yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara
kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan berhubungan dengan sesama manusia
yang akan sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.
Pembelajaran kooperatif memberikan lingkungan belajar
dimana
siswa bekerja
sama
dalam
kelompok
kecil
yang
kemampuannya berbeda-beda (heterogen) untuk menyelesaikan
tugas-tugas akademik. Kegiatan dalam pembelajaran kooperatif akan
membantu siswa-siswa yang lemah untuk dapat memahami materi.
Siswa yang lemah bekerja secara individual cenderung akan menyerah
jika menghadapi hambatan. Siswa yang pintar menjelaskan dan
menguraikan materi kepada siswa yang kurang paham. Hal ini dapat
memberikan penguatan kepada siswa yang pintar untuk dapat
memahami materi. Belajar belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompoknya belum menguasai bahan pembelajaran.
Belajar secara kooperatif dalam kelompok kecil membantu
siswa dan anggota dalam tim untuk menyelesaikan tugas secara
bersama-sama. Dalam pembelajaran kooperatif, semua ahli harus
memahami dan menyadari peranan masing-masing. Setiap siswa dalam
kelompoknya berhak memberi pandangan atau saling bertukar ide
dalam membuat penyelesaian masalah agar dapat dipahami dan
diterima oleh semua siswa. Tujuan pembelajaran kooperatif tidak akan
tercapai jika penyelesaian suatu masalah hanya dilakukan oleh seorang
siswa saja.
pula belajar kelompok, meskipun demikian, ada sejumlah perbedaan
esensial antara kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar
tradisional. Perbedaan antara kelompok belajar kooperatif dengan
kelompok belajar tradisional dikemukakan oleh Sugiyanto pada tabel
2.1 berikut:
Tabel 2.1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan
Kelompok Belajar Tradisional
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Adanya saling ketergantungan
positif, saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi
pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya „enak-enak saja’ di atas keberhasilan temannya yang dianggap
„pemborong’.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogen.
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering
ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih
pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Keterampilan sosial yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Keterampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Kelompok Belajar Kooperatif Kelompok Belajar Tradisional Guru memperhatikan secara
langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling
menghargai).
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.9
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar
belajar dalam kelompok. Ada unsur-unsur dasar pembelajaran
kooperatif
yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang
dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prosedur model pembelajaran
kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola
kelas dengan lebih efektif.
b.
Unsur Pembelajaran Kooperatif
Menurut Johnson & Johnson dan Sutton dalam Trianto,
terdapat lima unsur penting dalam belajar kooperatif, yaitu:
1.
Saling ketergantungan yang bersifat positif antara siswa.
2.
Interaksi antara siswa yang semakin meningkat.
3.
Tanggung jawab individual.
4.
Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil.
5.
Proses kelompok.
10Zulfiani, Feronika, dan Suartini merinci lebih lanjut lima unsur
penting tersebut dalam paparan berikut ini:
1.
Saling ketergantungan positif (positive interdependence)
Setiap anggota kelompok memiliki rasa saling bergantung positif,
mempunyai rasa untuk semua, merasa bahwa mereka akan sukses
jika siswa yang lain juga sukses.
9
Sugiyanto, op. cit., h. 42-43.
10
2.
Interaksi langsung (face to face interaction)
Posisi siswa mengharuskan mereka bertatap muka satu sama lain
dan berinteraksi secara langsung, saling berhadapan dan saling
membantu dalam pencapaian belajar, serta menyumbangkan
pikirannya dalam memecahkan masalah.
3.
Pertanggung jawaban secara individual dan kelompok (individual
and group accountability)
Setiap kelompok bertanggung jawab untuk mencapai tujuan dalam
pembelajaran. Setiap anggota dalam tim diharuskan memberikan
kontribusi untuk kelompoknya dan memberikan bantuan dorongan
bagi siswa lain untuk menguasai bahan ajar.
4.
Keterampilan berinteraksi antar individual dan kelompok
(interpersonal and small group skill)
Keterampilan sosial sangat penting dalam belajar kooperatif yang
harus diajarkan kepada siswa. Siswa harus dimotivasi untuk
bekerja sama dalam memahami konsep-konsep yang sulit.
5.
Proses kelompok (group processing)
Efektifitas dalam belajar kelompok ini dapat dilakukan dengan cara
melakukan pembagian tugas untuk memimpin secara bergantian.
11Untuk memenuhi kelima unsur tersebut dibutuhkan proses yang
melibatkan niat dan kiat para anggota kelompok. Para pembelajar
harus mempunyai niat untuk bekerja sama dengan yang lainnya dalam
kegiatan pembelajaran kooperatif yang saling menguntungkan. Selain
itu, pembelajar juga harus menguasai kiat-kiat berinteraksi dan bekerja
sama dengan orang lain. Dengan diterapkannya unsur-unsur di atas,
maka akan tumbuh sikap tanggung jawab dari setiap anggota
kelompok.
11
c.
Karakteristik Pembelajaran Kooperatif
Secara umum pembelajaran kooperatif terdiri dari lima
karakteristik, yaitu:
1.
Siswa belajar bersama pada tugas-tugas umum atau aktivitas untuk
menyelesaikan tugas atau aktivitas pembelajaran.
2.
Siswa saling bergantung secara positif. Aktivitas diatur sehingga
siswa membutuhkan siswa lain untuk mencapai hasil bersama.
Pembelajaran yang baik ditangani jika melalui kerja kelompok.
3.
Siswa belajar bersama dalam kelompok kecil yang terdiri dari 2
sampai 5 siswa.
4.
Siswa menggunakan perilaku kooperatif, pro-sosial.
5.
Setiap siswa secara mandiri bertanggung jawab untuk pekerjaan
pembelajaran mereka.
12Selanjutnya, beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif adalah:
1.
Setiap anggota memiliki peran.
2.
Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.
3.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan
juga teman-teman sekelompoknya.
4.
Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan
interpersonal kelompok.
5.
Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
13d.
Keterampilan-keterampilan Kooperatif
Agar pembelajaran kooperatif dapat berjalan sesuai dengan
harapan, dan siswa dapat bekerja secara produktif dalam kelompok,
maka siswa perlu diajarkan keterampilan-keterampilan kooperatif.
Lundgren dalam Ratumanan seperti yang dikutip Trianto dalam
Trianto menyusun keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut
secara terinci dalam tiga tingkatan keterampilan. Tingkatan tersebut,
12
Ibid., h. 131.
13
yaitu keterampilan kooperatif tingkat awal, tingkat menengah, dan
tingkat mahir, pemaparannya akan disampaikan berikut ini:
1.
Keterampilan kooperatif tingkat awal
(1)
Berada dalam tugas, yaitu menjalankan tugas sesuai dengan
tanggung jawabnya.
(2)
Mengambil giliran dan berbagi tugas, yaitu menggantikan
teman dengan tugas tertentu dan mengambil tanggung jawab
tertentu dalam kelompok.
(3)
Mendorong adanya partisipasi, yaitu memotivasi semua
anggota kelompok untuk memberikan kontribusi.
(4)
Menggunakan kesepakatan, yaitu menyamakan persepsi atau
pendapat.
2.
Keterampilan kooperatif tingkat menengah
(1)
Mendengarkan dengan aktif, yaitu menggunakan pesan fisik
dan verbal agar pembicara mengetahui anda secara energik
menyerap informasi.
(2)
Bertanya, yaitu meminta atau menanyakan informasi atau
klarifikasi lebih lanjut.
(3)
Menafsirkan, yaitu menyampaikan kembali informasi dengan
kalimat berbeda.
(4)
Memeriksa
ketepatan,
yaitu
membandingkan
jawaban,
memastikan bahwa jawaban tersebut benar.
3.
Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Keterampilan
kooperatif
tingkat
mahir
ini
antara
lain:
mengkolaborasi, yaitu memperluas konsep, membuat kesimpulan
dan menghubungkan pendapat-pendapat dengan topik tertentu.
14e.
Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam
pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.
14
langkah model pembelajaran kooperatif tersebut ditunjukkan pada
tabel 2.2 berikut:
Tabel 2.2 Langkah-langkah Model Pembelajaran Kooperatif
Fase Tingkah Laku Guru
Fase-1
Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Fase-2
Menyajikan informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalan demonstrasi atau lewat bahan bacaan.
Fase-3
Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok kooperatif
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.
Fase-4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Fase-5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya. Fase-6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.15
f.
Manfaat Pembelajaran Kooperatif
Menurut Anita Lie dalam Zulfiani ada beberapa manfaat proses
pembelajaran kooperatif yaitu:
1.
Siswa dapat meningkatkan kemampuannya untuk bekerja sama
dengan siswa yang lain.
2.
Siswa mempunyai lebih banyak kesempatan untuk menghargai
perbedaan.
3.
Partisipasi siswa dalam proses pembelajaran meningkat.
4.
Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri).
5.
Meningkatkan motivasi, harga diri dan sikap positif.
6.
Meningkatkan prestasi belajar siswa.
16
15
Ibid., h. 66-67.
16
g.
Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Peran guru dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
1.
Merumuskan tujuan pembelajaran.
2.
Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar.
3.
Menentukan tempat duduk siswa.
4.
Merancang bahan untuk meningkatkan saling ketergantungan
positif.
5.
Menentukan peran siswa untuk menunjang saling ketergantungan
positif.
6.
Menjelaskan tugas akademik.
7.
Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja
sama.
8.
Menyusun akuntabilitas individual.
9.
Menyusun kerja sama antar kelompok.
10.
Menjelaskan kriteria keberhasilan.
11.
Menjelaskan perilaku siswa yang diharapkan.
12.
Memantau perilaku siswa.
13.
Memberikan bantuan kepada siswa dalam menyelesaikan tugas.
14.
Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja
sama.
15.
Menutup pelajaran.
16.
Menilai kualitas pekerjaan atau hasil belajar siswa.
17.
Menilai kualitas kerja sama antar anggota kelompok.
17h.
Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif
Terdapat lima macam metode belajar kooperatif yang berhasil
dikembangkan para peneliti pendidikan di John Hopkins University,
yaitu: STAD (Student Teams Achievement Division), TGT (Team
17
Games Tournament), TAI (Team Accelerated Instruction), CIRC
(Cooperative Integrated Reading & Composition), dan
Jigsaw.
18Selain lima macam bentuk pembelajaran kooperatif tersebut, terdapat
pula beberapa tipe pembelajaran kooperatif lain yakni
Group
Investigation,
Learning Together dan lain sebagainya. Lie A. dalam
Yusuf seperti yang dikutip Herlina dalam Herlina menyatakan bahwa
Jigsaw merupakan salah satu tipe metode pembelajaran kooperatif
yang fleksibel.
19Model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw didesain
untuk
meningkatkan
rasa
tanggung
jawab
siswa
terhadap
pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain. Siswa tidak
hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota
kelompoknya.
2.
Model Pembelajaran Jigsaw
Pembelajaran kooperatif model
Jigsaw dikembangkan oleh Elliot
Aronson dari Universitas Texas USA.
20Pembelajaran kooperatif
Jigsaw
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mendorong siswa
aktif dan saling membantu dalam menguasai materi pelajaran untuk
mencapai prestasi yang maksimal.
21Menggunakan
Jigsaw, siswa-siswa di
tempatkan ke dalam tim-tim belajar heterogen beranggota lima sampai
enam orang.
22Berbagai materi akademis disajikan kepada siswa dalam
bentuk teks, masing-masing anggota kelompok bertanggung jawab untuk
menguasai salah satu bagian materi belajar dan kemudian mengajarkan
bagian itu kepada anggota-anggota lain di kelompoknya. Dalam teknik
18
Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini, op. cit., h. 137.
19
Herlina, Pembelajaran Konsep Ekosistem serta Perubahan Materi dan Energi dengan Menggunakan Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas X Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 2 Model Palu, Jurnal Ilmu-ilmu Pendidikan, Vol. 1 No. 2-3, Agustus 2007, h. 94.
20
Made Wena, op. cit., h. 193.
21
Isjoni, op. cit., h. 54.
22
Jigsaw, siswa bekerja dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong
dan mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi dan
meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
23Model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
didesain untuk
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain, sehingga setiap anggota
kelompok memiliki rasa saling bergantung positif antar anggota
kelompoknya. Dalam model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw ini
terdapat tahap-tahap dalam penyelenggaraannya, antara lain:
Tahap pertama
siswa dikelompokkan dalam bentuk
kelompok-kelompok kecil. Pembentukan kelompok-kelompok-kelompok-kelompok siswa tersebut dapat
dilakukan
guru
berdasarkan
pertimbangan
tertentu.
Untuk
mengoptimalkan manfaat belajar kelompok, keanggotaan kelompok
seyogyanya heterogen, baik dari segi kemampuannya maupun
karakteristik lainnya. Jumlah siswa yang bekerja sama dalam
masing-masing kelompok harus dibatasi, agar kelompok-kelompok yang terbentuk
dapat bekerja sama secara efektif, karena suatu ukuran kelompok
mempengaruhi kemampuan produktivitasnya. Jumlah tiap kelompok yang
tepat adalah sekitar 4-6 orang dengan kondisi siswa yang heterogen baik
dari segi kemampuan maupun karakteristik lainnya.
Tahap kedua dalam
Jigsaw adalah setiap anggota kelompok
ditugaskan untuk mempelajari materi tertentu. Kemudian, siswa-siswa atau
perwakilan dari kelompoknya masing-masing bertemu dengan
anggota-anggota dari kelompok lain yang mempelajari materi yang sama.
Selanjutnya, materi tersebut didiskusikan mempelajari serta memahami
setiap masalah yang dijumpai sehingga perwakilan tersebut dapat
memahami dan menguasai materi tersebut. Para anggota dari tim-tim yang
berbeda, tetapi membicarakan topik yang sama (kadang-kadang disebut
expert group atau kelompok ahli).
23
Tahap ketiga, setelah masing-masing perwakilan tersebut dapat
menguasai materi yang ditugaskannya, kemudian masing-masing
perwakilan tersebut kembali ke kelompok masing-masing atau kelompok
asalnya (home teams). Selanjutnya, masing-masing anggota tersebut saling
menjelaskan pada teman satu kelompoknya sehingga teman satu
kelompoknya dapat memahami materi yang ditugaskan guru.
Tahap keempat, siswa diberi tes atau kuis, hal tersebut dilakukan
untuk mengetahui apakah siswa sudah dapat memahami suatu materi.
Dengan demikian, secara umum penyelenggaraan model belajar
Jigsaw
dalam proses belajar mengajar dapat menumbuhkan tanggung jawab siswa
sehingga terlibat langsung secara aktif dalam memahami suatu persoalan
dan menyelesaikannya secara kelompok.
24Pada model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
ini para siswa
dibagi menjadi beberapa kelompok dan setiap anggota kelompok diberi
satu bagian materi yang telah dipilih untuk dipelajari dan dikuasai.
Selanjutnya, siswa dari masing-masing kelompok yang mendapatkan
bagian materi yang sama berkumpul untuk berdiskusi (diskusi kelompok
ahli), kemudian siswa dari kelompok ahli kembali ke kelompok asal untuk
menjelaskan atau mempresentasikan materi yang menjadi keahliannya
kepada anggota kelompok asalnya (diskusi kelompok asal). Pada model
pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw ini terdapat kelompok asal (home
teams) dan kelompok ahli (expert group). Alur dalam pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw ini dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut:
24
Gambar 2.1 Alur Pengelompokkan pada Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
Jigsaw adalah salah satu dari metode-metode kooperatif yang
paling fleksibel. Kunci dari
Jigsaw
ini adalah interdependensi, yang
artinya bahwa tiap siswa bergantung kepada teman satu timnya untuk
dapat memberikan informasi yang diperlukan agar dapat berkinerja dengan
baik.
25Para siswa akan termotivasi untuk mempelajari materi dengan baik
dan bekerja keras dalam kelompok ahli mereka agar mereka dapat
memberikan banyak informasi kepada anggota dalam kelompok asalnya.
Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ini adalah dapat
meningkatkan rasa tanggung jawab siswa terhadap pembelajarannya
sendiri dan juga pembelajaran orang lain, karena siswa tidak hanya
25
mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus siap
memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya
yang lain. Kelebihan lain dari model pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw
adalah terjadinya interaksi multiarah. Setiap siswa mendapat kesempatan
untuk melakukan interaksi sosial antar siswa dan antara siswa dengan guru
untuk membahas materi yang menjadi tugasnya. Dalam model
pembelajaran biasa atau tradisional guru menjadi pusat semua kegiatan
kelas. Sebaliknya, di dalam model belajar tipe
Jigsaw, meskipun guru
tetap mengendalikan aturan, guru tidak lagi menjadi pusat kegiatan kelas,
tetapi siswalah yang menjadi pusat kegiatan kelas. Guru berperan sebagai
fasilitator yang mengarahkan dan memotivasi siswa untuk belajar mandiri
serta menumbuhkan rasa tanggung jawab siswa.
3.
Analisis Wacana Argumentasi
Argumen adalah sebuah pernyataan yang berisi sebuah klaim yang
didukung oleh data dan dikemukakan untuk mempengaruhi seseorang, hal
ini diungkapkan oleh Inch,
“
an argument is a set of statements in which a
claim is made, support is offered for it, and there is an attempt to influence
someone in a context of disagreement (argumen adalah satu set pernyataan
yang berisi sebuah klaim, dukungan ditawarkan untuk itu, dan ada upaya
untuk mempengaruhi
seseorang dalam konteks ketidaksetujuan)
”
.
26Sedangkan, Ennis mengemukakan bahwa
“argument is an attempt to
prove or establish a conclusion. It has two major parts: a conclusion and
the reason or reasons offered in support of the conclusion (argumen
adalah suatu usaha untuk membuktikan atau membentuk kesimpulan.
Memiliki dua bagian utama: kesimpulan dan alasan atau alasan ditawarkan
dalam mendukung kesimpulan)
”
.
27Adapun Kuhn dalam Dawson
mendefinisikan argumen sebagai sebuah pernyataan dengan disertai
pembenaran,
“
an argument as
„
an assertion with accompanying
26
Edward S. Inch, Barbara Warnick, and Danielle Endres, Critical Thinking and Communication: The Use of Reason in Argument, (Boston: Pearson Education, Inc., 2006), p. 9.
27
justification”
, dan Means & Voss dalam Dawson menggambarkan
argumen sebagai pendapat dari suatu kesimpulan didukung oleh
setidaknya satu alasan,
“
an argument as
„
a conclusion supported by at
least one reason
”
.
28Eemeren berpendapat
“
argumentation is a verbal, social, and
rational activity aimed at convincing a reasonable critic of the
acceptability of a standpoint by putting forward a constellation of
propositions justifying or refuting the proposition expressed in the
standpoint (argumentasi adalah kegiatan verbal, sosial, dan rasional yang
ditujukan untuk meyakinkan seorang kritikus dari penerimaan sudut
pandang
dengan
mengedepankan
konstelasi
membenarkan
atau
menyangkal
proposisi-proposisi
yang
diungkapkan
dalam
sudut
pandang)
”
.
29Argumentasi bertujuan untuk meyakinkan pendengar atau
pembaca mengenai penerimaan sudut pandang. Keraf mendefinisikan
argumentasi sebagai suatu bentuk retorika yang berusaha untuk
mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar percaya dan bertindak
sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pembicara. Melalui argumentasi,
penulis (pembicara) berusaha merangkaikan fakta-fakta sedemikian rupa,
sehingga ia mampu menunjukkan apakah suatu pendapat atau suatu hal
tertentu itu benar atau tidak. Pendapat Keraf ini senada dengan Inch,
“argumentation is the process of making arguments intended
for justify
beliefs, attitudes, and values, do as to influence others (argumentasi adalah
proses pembuatan argumen ditujukan untuk membenarkan keyakinan,
sikap, dan nilai-nilai, dilakukan untuk mempengaruhi orang lain)
”
.
30Dalam kamus umum bahasa Indonesia, argumentasi adalah pemberian
28
Vaille Dawson, and Grady Jane Venville, High-school Students’ Informal Reasoning and Argumentation about Biotechnology: An Indicator of Scientific Literacy? International Journal of Science Education, Vol. 31 No. 11, July 2009, pp. 1421-1445.
29
Frans H. Van Eemeren, and Rob Grootendorst, A Systematic Theory of Argumentation: The Pragma-Dialectical Approach, (New York: Cambridge University Press, 2004), p. 1.
30
alasan untuk memperkuat atau menolak suatu pendapat, pendirian atau
gagasan.
31Berdasarkan definisi dari beberapa ahli tersebut tentang
argumentasi, maka dapat disimpulkan bahwa argumentasi merupakan
sebuah wacana yang berusaha meyakinkan
atau membuktikan kebenaran
suatu pernyataan, pendapat, sikap, atau keyakinan, dengan didukung oleh
fakta-fakta, sehingga mampu meyakinkan dan membuktikan bahwa
pendapat tersebut benar atau tidak. Argumentasi bertujuan mempengaruhi
seorang pendengar untuk membenarkan pernyataan, pendapat, dan sikap
yang diajukan. Dengan dikemukakannya sebuah argumentasi maka
seorang pendengar akan menyetujui bahwa pendapat, keyakinan, dan sikap
pembicara benar.
Chang dan Chiu membedakan argumentasi menjadi dua jenis yaitu
argumentasi formal dan informal ditinjau dari sisi istilah dan struktur
penalaran (reasoning). Berdasarkan istilah, argumentasi formal terdiri dari
premis-premis yang baku, penambahan dan penghapusan isi premis tidak
diperbolehkan. Adapun argumentasi informal mengandung fitur kognitif
dan afektif, individu dapat mengubah premis berdasarkan pengetahuan dan
keyakinan pribadi, informasi dari media massa, buku teks, atau
pengalaman hidup, dan lain-lain. Berdasarkan perspektif struktur
penalaran, penalaran formal umumnya menghasilkan sebuah struktur
linier, yang biasanya tidak berkaitan dengan praktik kehidupan sehari-hari.
Sedangkan pada kehidupan sehari-hari, umumnya setiap individu
mengembangkan informasi dari berbagai sumber informasi yang
terkategori sebagai penalaran informal dan menyimpulkan sesuatu secara
tentatif sesuai kondisi. Hasilnya penalaran informal digambarkan sebagai
sebuah pohon yang terdiri dari banyak cabang.
32
31
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2010), h. 58.
32
Jika mengacu pada pendapat Chang dan Chiu, maka pengertian
argumen dan argumentasi yang dikemukakan oleh Inch tergolong jenis
informal. Menurut Inch,
et al. argumen memiliki tiga karakteristik, yaitu:
Karakteristik pertama
“
a claim is an expressed opinion or a conclusion
that the arguer wants accepted (klaim adalah pendapat yang dikemukakan
atau kesimpulan yang diinginkan oleh pemberi argumen untuk diterima)
”
.
Karakteristik kedua
“
claims are supported by evidence and by the
reasoning or inferences that connect the evidence to the claim (klaim
didukung oleh fakta dan alasan atau inferensi yang menghubungkan fakta
ke klaim)
”
.
Karakteristik ketiga
“
the third and last characteristic of
arguments is that they are attempts to influence someone in a context
where people disagree with each other (karakteristik ketiga dan
yang
terakhir dari argumen adalah bahwa argumen mencoba untuk
mempengaruhi
seseorang dalam situasi yang mana orang tersebut tidak
setuju dengan yang
lainnya)
”
.
33Tiga kriteria tersebut yaitu klaim,
pendukung klaim, dan usaha mempengaruhi menjadi ciri sebuah argumen
informal.
Kriteria pertama dari argumen yaitu klaim, klaim merupakan
sebuah opini atau pendapat yang dikemukakan oleh seseorang atau sebuah
kesimpulan yang ingin diterima oleh orang lain. Kriteria kedua dari
argumen adalah dukungan yang disediakan untuk klaim baik berupa bukti
dan penalaran atau inferensi yang menghubungkan bukti dengan klaim.
Bukti merupakan sesuatu yang dapat membuat audien menerima dan dapat
digunakan untuk mendukung klaim yang tidak diterima. Kriteria ketiga
dari argumen adalah berusaha untuk mempengaruhi seseorang yang berada
dalam ketidaksetujuan. “Berusaha untuk mempengaruhi” adalah sangat
penting menentukan sukses dan tidaknya pendapat seseorang. Berdasarkan
kriteria ini sebuah argumentasi akan terjadi jika terdapat pihak yang
berlawanan atau pihak yang menyanggah. Selama tidak ada pihak yang
33