ANALISIS KADAR KANDUNGAN MINYAK PADA CANGKANG,
INTI SAWIT DAN BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN
METODE EKSTRAKSI SOKLETASI Di PT. SMART Tbk
TUGAS AKHIR
NUR HASANAH NASUTION
122401140
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
DEPERTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ANALISIS KADAR KANDUNGAN MINYAK PADA CANGKANG,
INTI SAWIT DAN BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN
METODE EKSTRAKSI SOKLETASI Di PT.SMART Tbk
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas dan dan memenuhi syarat memperoleh Ahli Madya
NUR HASANAH NASUTION
122401140
PROGRAM STUDI D-3 KIMIA
DEPERTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Analisis Kadar Kandungan Minyak Pada Cangkang,
Inti Sawit dan Bungkil IntiSawit Dengan Metode ekstraksi Sokletasi Di PT. SMART Tbk
Kategori : Tugas Akhir
Nama : Nur Hasanah Nasution
Nomor Induk Mahasiswa : 122401140
Program Studi : Diploma III (D3) Kimia
Depertemen : Kimia
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, Juli 2015
Program Studi D-3 Kimia FMIPA USU Pembimbing Ketua
Dra. Emma ZaidarNst, Msi Drs.Chairuddin,MSc
NIP.195512181987012001 NIP.195912311987011001
Diketahui Oleh:
Dr. RumondangBulan, MS NIP.195408301985032001
PERNYATAAN
ANALISIS KADAR KANDUNGAN MINYAK PADA CANGKANG, INTI SAWIT DAN BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN
METODE EKSTRAKSI SOKLETASI Di PT. SMART Tbk
TUGAS AKHIR
Saya mengaku bahwa tugas akhir ini adalah hasil karya sendiri. Kecuali beberapa Kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, Juli 2015
PENGHARGAAN
Bismillaahirrohmaanirrohim
Alhamdulillahirobbil aalamiin penulis ucapkan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah
SWT, atas segala limpahan rahmat, berkah, nikmat kesehatan jasmani dan rohani, Serta
taufiq dan hidayah-Nya. Shalawat beriringan salam kita ucapkan pada kehadirat Nabi
Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tugas akhir ini
dengan judul Analisis Kadar Kandungan Minyak Pada Cangkang, Inti Sawit dan Bungkil
Inti Sawit Dengan Metode ekstraksi Sokletasi Di PT.SMART Tbk.
Selama penulisan tugas akhir penulis banyak mendapat dukungan, bantuan serta moti vasi
dari berbagai pihak yang terlibat. Untuk itu, dengan segala kerendahan diri penulis
banyak mengucapkan terima kasih kepada keluarga tercinta Alm Ayahanda H. Saimun Nst
dan Hj. Ibunda Rahma Deliana Hsb serta Kakak dan Abang yang telah banyak
memberikan kasih sayang dan mendo’akan yang terbaik untuk penulis serta bantuan
berupa moril dan material tanpa mereka penulis bukanlah apa -apa. Bapak Chairuddin ,
Msc selaku dosen pembimbing yang telah sabar dan meluangkan waktunya kepada
penulis dalam penyusunan tugas akhir ini. Bapak Dr. Sutarman,Msc selaku Dekan
FMIPA-USU. Ibu Dr. Rumondang Bulan, M.S selaku ketua Depertemen Kimia FMIPA-FMIPA-USU. Ibu
Dra. Emma Zaidar, MSc selaku ketua program studi DIPLOMA III Kimia Industri
FMIPA-USU. Seluruh Dosen dan staf pengajar khususnya jurusan kimia yang telah
Nazli, Bapak Nuryanto, Abang Ashari Ginting, Abang Roky, Abang Dias, Abang Rio,
Abang Adit, Kakak Maya dan seluruh Analis sebagai pembimbing lapangan di
PT.SMART Tbk. Teman –teman satu PKL Annu’man dan Aryo yang sama-sama menimba
ilmu di PT.SMART Tbk. Sahabat penulis yaitu Ansor , Wahyuni, Balqis, dan Seluruh
teman-teman angkatan D3-Kimia 2012 yang telah memberikan semangat kepada penulis
untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Hanya Doa yang dapat penulis sampaikan kepada Allah SWT. Mudah-mudahan kebaikan
yang diterima penulis dari semua pihak yang telah membantu, kiranya Allah SWT
membalas kebaikan tersebut. Penulis dengan segala kemampuan berusaha menyelesaikan
tugas akhir ini dengan sebaik-baiknya, namun penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan berharap tugas akhir ini dapat
bermanfaat bagi yang membacanya.
Medan, Juli 2015
Penulis
ANALISIS KADAR KANDUNGAN MINYAK PADA CANGKANG,
INTI SAWIT DAN BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN
METODE EKSTRAKSI SOKLETASI Di PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan analisa kadar kandungan minyak pada sampel cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit dengan menggunakan metode ekstraksi sokletasi dengan pelarut n-heksana selama 6 jam. Hasil analisa yang diperoleh dari kadar minyak pada cangkang dengan nilai rata– rata adalah 22,3828 %. Kadar minyak pada inti sawit adalah 49,2782%. Kadar minyak pada bungkil inti sawit adalah 7,4701%.
ANALYSIS LEVELS OF OIL CONTENT PALM KERNEL SHELL, PALM KERNEL AND PALM KERNEL EXPELLER WITH EXTRACTION METHOD
SOXHLETATION IN PT. SMART Tbk
ABSTRACT
An analytical had been conducted levels of oil content palm kernel shell, palm kernel and palm kernel expeller using extraction soxhletation with n- heksana solvent for three hours. The results obtained from oil content palm kenel shell with an average value of 22,3828%. Oil content palm kernel is 49,2782%. Oil content Plm kenel expeller is 7,4701%.
DAFTAR ISI
2.4. Pengolahan Kelapa Sawit 14
2.5. Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi PKO 17
2.6. Standart Mutu 18
2.6.1. Mutu Minyak Sawit 18
2.6.2. Mutu Inti Sawit 19
2.7. Penentuan Kualitas Minyak 20
2.7.1. Kadar Minyak 20
2.7.1.1. Rendering 20
2.7.1.2. Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression) 22
2.7.1.3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction) 23
2.8. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit 23
2.8.1. Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid) 24
2.8.2. Kadar Zat Menguap dan Kotoran 24
2.8.3. Kadar Logam 24
2.8.4. Angka Oksida 25
2.8.5. Pemucatan 25
2.9. Pemanfaatan Hasil Olahan TBS 26
3.0.1. Ekstraksi 28
3.0.2. Sokletasi 28
Bab 3. Metode Penelitian 30
3.1. Alat Penelitian 30
3.2. Bahan Penelitian 30
3.3. Prosedur Penelitian 31
3.3.1. Persiapan Sampel 31
3.3.2. Ekstraksi 31
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 32
4.1. Hasil Analisa 32
4.2. Perhitungan Data 33
4.3. Pembahasan 36
Bab 5. Kesimpulan dan Saran 38
5.1. Kesimpulan 38
5.2. Saran 38
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel
2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti 11
Kelapa Sawit
2.2. Standart Mutu Minyak Sawit 19
2.3. Komposisi Biji Inti Sawit 20
2.4. Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit 26
4.1.1. Hasil Analisa Kadar Minyak Pada Cangkang 32
4.1.2. Hasil Analisa Kadar Minyak Pada Inti Sawit 32
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar
2.1.2 Jenis – Jenis Kelapa Sawit 9
ANALISIS KADAR KANDUNGAN MINYAK PADA CANGKANG,
INTI SAWIT DAN BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN
METODE EKSTRAKSI SOKLETASI Di PT. SMART Tbk
ABSTRAK
Telah dilakukan analisa kadar kandungan minyak pada sampel cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit dengan menggunakan metode ekstraksi sokletasi dengan pelarut n-heksana selama 6 jam. Hasil analisa yang diperoleh dari kadar minyak pada cangkang dengan nilai rata– rata adalah 22,3828 %. Kadar minyak pada inti sawit adalah 49,2782%. Kadar minyak pada bungkil inti sawit adalah 7,4701%.
ANALYSIS LEVELS OF OIL CONTENT PALM KERNEL SHELL, PALM KERNEL AND PALM KERNEL EXPELLER WITH EXTRACTION METHOD
SOXHLETATION IN PT. SMART Tbk
ABSTRACT
An analytical had been conducted levels of oil content palm kernel shell, palm kernel and palm kernel expeller using extraction soxhletation with n- heksana solvent for three hours. The results obtained from oil content palm kenel shell with an average value of 22,3828%. Oil content palm kernel is 49,2782%. Oil content Plm kenel expeller is 7,4701%.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kelapa sawit bukan tanaman asli Indonesia, namun kenyataannya mampu hadir
dan berkiprah di Indonesia tumbuh dan berkembang dengan baik. Perkebunannya dapat
ditemukan antara lain di Asahan (Sumatera Utara), Sungai Liput (Aceh Timur) dan
produk olahannya minyak sawit menjadi salah satu komoditas perkebunan yang handal.
Minyak kelapa sawit dapat dihasilkan dari inti kelapa sawit yang dinamakan
minyak inti sawit (Palm Kernel Oil) dan sebagai hasil samping ialah bungkil inti kelapa
sawit (Palm Kernel Expeller). Bungkil kelapa sawit digunakan sebagai makanan ternak
yang terlebih dahulu harus diproses.
Produk samping kelapa dari pengolahan minyak sawit adalah cangkang kelapa
sawit (Palm Kernel Shell) yang merupakan bagian terkeras dari buah kelapa sawit. Pada
saat ini pemanfaatan cangkang sawit dari berbagai pengolahan kelapa sawit masih belum
banyak digunakan sepenuhnya sehingga menghasilkan residu, yang pada akhirnya dijual
mentah ke pasaran. Pada umumnya cangkang sawit tersebut banyak digunakan sebagai
bahan bakar, karbon aktif, asap cair, fenol, tepung tempurung serta briket arang.
Penentuan kadar kandungan minyak pada suatu bahan dapat dilakukan dengan
metode ekstraksi sokletasi. Cara ini juga dapat digunakan untuk ekstraksi minyak dari
ekstraksi yang efisien karena dengan alat ini pelarut yang dipergunakan dapat diperoleh
kembali. Bahan dalam bentuk padat umumnya membutuhkan waktu lebih lama, karena
itu dibutuhkan pelarut yang lebih banyak juga dan penentuan kadar minyak yang diuji
harus kering.
Pengolahan minyak inti sawit tidak banyak menghasilkan minyak yang terdapat
pada inti sawit lebih sedikit jumlahnya dibandingkan dengan minyak yang terdapat pada
daging buah karena minyak inti sawit (PKO) lebih mahal dibandingkan miyak sawit
mentah (CPO).
Agar keuntungan minyak sawit yang diperoleh maksimal, maka harus mengalami
proses produksi yang menghasilkan minyak yang maksimal pula, untuk itu diperlukan
sistem yang pengolahan yang baik. Minyak inti sawit yang baik harus didapat dari inti
sawit yang mengandung jumlah minyak yang tinggi dan proses pengolahan yang baik
agar kadar kandungan minyak inti sawit tidak banyak terbuang pada sisa hasil
pengolahan (PKE).
Terdapat beberapa metode ekstraksi untuk pengambilan minyak inti sawit, salah
satu contohnya yaitu metode ekstaksi pelarut (sokletasi). Sokletasi dipilih menjadi
metode percobaan karena pelarut yang diperlukan disini relatif sedikit dan dapat direfluks
sehingga bisa diambil kembali untuk kemudian dapat digunakan berulang – ulang.
Dengan dapat digunakan lagi pelarut yang sama untuk penelitian berikutnya, maka
metode sokletasi menjadi lebih murah dan efisien. Selain itu, maetode sokletasi juga
merupakan yang paling efektif untuk mengekstrak minyak karena dengan metode ini
hamper 99 % minyak dalam sampel dapat diekstrak. Atas dasar itulah, maka pengambilan
Salah satu penentuan kualitas minyak inti sawit adalah kadar minyak dari inti
sawit. Dengan adanya analisa tersebut dapat diketahui apakah inti sawit dapat diproses
menjadi produk selanjutnya atau tidak, sesuai dengan satndart mutu yang telah dietapkan.
Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian yang berjudul “ANALISIS
KADAR KANDUNGAN MINYAK PADA CANGKANG, INTI SAWIT DAN
BUNGKIL INTI SAWIT DENGAN METODE EKSTRAKSI SOKLETASI DI
PT.SMART Tbk”
1.2. Perumusan Masalah
1. Berapakah kadar minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit dengan
menggunakan metode ekstaksi sokletasi di PT SMART Tbk
2. Apakah kadar minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit telah
memenuhi standart mutu yang telah ditetapkan
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kadar minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit
dengan menggunakan metode ekstaksi sokletasi di PT SMART Tbk
2. Untuk mengetahui standart mutu kadar minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil
inti sawit
3. Untuk mengetahui cara pengolahan minyak kelapa sawit dan pengolahan minyak inti
sawit
1. Dapat mengetahui kadar minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit
dengan menggunakan metode ekstraksi sokletasi
2. Dapat mengetahui standart mutu kadar minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil
inti sawit
3. Dapat mengetahui cara pengolahan minyak kelapa sawit dan pengolahan minyak inti
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis quinensis jacq) merupakan salah satu dari beberapa tanaman palm
yang dapat menghasilkan minyak. Nama genus Elaeis berasal dari bahasa yunani Elaion atau
minyak, sedangkan nama species Guinensis berasal dari kata Guinea yaitu tempat dimana
seorang ahli bernama Jacquin menemukan tanaman kelapa sawit pertama kali di pantai Guinea.
Kelapa sawit biasanya mulai berbuah pada umur 3-4 tahun dan buahnya menjadi masak
5-6 bulan setelah penyerbukan. Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilhat dari perubahan
warna kulit buahnya, dari hijau pada buah muda menjadi merah jingga pada daging buahnya
telah maksimal. Jika terlalu matang, buah kelapa sawit akan terlepas dari tangkai tandanya. (Tim
Penulis PS,1993)
Dalam hal pertumbuhan, tanaman kelapa sawit dapat tumbuh subur dengan
memanfaatkan pupuk nitrogen oleh petani. Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah
beriklim tropis dengan curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 220-320C. Tanaman kelapa
sawit dapat tumbuh sampai umur > 60 tahun terutama untuk mencapai hasil pembuahan yang
tinggi.
Panen kelapa sawit terutama didasarkan pada saat kadar minyak mesoparp mencapai
kematangan yang tepat yaitu dilihat dari warna kulit buah dan jumlah buah yang rontok pada tiap
tandan. Biasanya warna kulit buah yang telah masak adalah merah kehitaman dan bentuk buah
dengan penampang yang bulat dan tempurung tebal. Warna daging buah adalah putih
kekuningan di waktu masih muda dan berwarna jingga setelah buah menjadi matang.
(Kataren,1986)
2.1.1 Sejarah Kelapa Sawit
Kelapa sawit didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah, dan linguistic yang ada, diyakini
berasal dari Afrika Barat. Ditempat asalnya ini kelapa sawit (yang pada saat yang lalu dibiarkan
tumbuh liar dihutan-hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting. Oleh
penduduk setempat, kelapa sawit telah di proses dengan amat sederhana menjadi minyak dan
tuak sawit.
Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah colonial Belanda
pada tahun 1848. Ketika itu ada empat bibit kelapa sawit yang di bawa dari Mauritius dan
Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan
dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis uasha perkebunan kelapa sawit di
Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang belgia yang belajar banyak tentang kalapa sawit di
Afrika. Budidaya yang dilakukannya di ikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya kebun sawit
di Indonesia mulai bekembang. Pada masa pendudukan Belanda, perkembangan kelapa sawit
mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggelar dominasi ekspor Negara
Afrika pada waktu itu. (Yan Fauzi,2004)
Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak nabati akibat Revolusi
sawit berdasarkan tumbuhan seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenalkan jenis sawit “Deli
Dura”.
Perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh.
Luas areal perkebunan mencapai 5.123 ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian
didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau Panjang , Kuala
Selangor, Malaya pada 1911-1912. Di Malaya, perkebunan pertama dibuka pada tahun 1917 di
ladang Tenmaran, Kuala Selangor menggunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika
Barat sendiri penanaman kelapa sawit basar-besaran baru di mulai tahun 1911. Hingga
menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok utama minyak sawit dunia.
Semenjak pendudukan Jepang, produksi merosok hingga tinggal seperlima dari angka tahun
1940.
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program Bumil (buruh-militer)
yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok utama kemudian di ambil alih Malaya (lalu
Malaysia). Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan, dipadukan
dengan sistem PIR Perkebunan. Perluasan areal perkebunan kelapa sawit terus berlanjut akibat
meningkatnya harga minyak bumi sehingga peran minyak nabati meningkat sebagai energi
alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor hingga sekarang
masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 m, dan merupakan kelapa sawit tertua di Asia
Tenggara yang berasal dari Afrika.
2.1.2 Jenis – Jenis Kelapa Sawit
Ada beberapa jenis varietas kelapa sawit yang telah dikenal. Varietas – varietas itu dapat
Pembagian varietas berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas
kelapa sawit, yaitu :
a. Dura
Tempurung cukup tebal sekitar antara 2-8 mm dan tidak terdapat lingkaran sabut pada
bagian luar tempurung. Daging buah relative tipis dengan persentase daging buah
terhadap buah bervariasi antara 35-50%. Kernel (daging biji) biasanya besar dengan
kandungan minyak yang rendah.
b. Pisifera
Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hamper tidak ada, tetapi daging buahnya
tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging biji
sangat tipis. Jenis Perifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis
lain. Dalam penyilangan dipakai sebagai pohon induk jantan. Penyerbukan silang
antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.
c. Tenera
Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya yaitu Pisifera
dan Dura. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 - 4 mm dan
terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah
tinggi antara 60 – 96%.
d. Macro carya
Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm sedang daging buahnya tipis sekali.
e. Diwikka - wakka
Varietas ini mempunyai cirri khas dengan adanya dua lapisan daging buah. Diwikka –
diwikka-wakkatenera. Rendeman minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu sekitar
22 -24%, sedangkan pada varietas Dura antara 16 – 18%.
Gambar 2.1.2 Jenis- Jenis Kelapa Sawit
Pembagian varietas berdasarkan warna kulit buah, dikenal 3 varietas yaitu :
a. Nigrescens
Buah berwarna ungu sampai hitam pada waktu muda dan berubah menjadi jingga
kehitam-hitaman pada waktu masak. Varietas ini banyak ditanam di perkebunan.
b. Virescens
Pada waktu muda buahnya berwarna hijau dan ketika masak warna buah berubah
menjadi jingga kemerahan, tetapi ujungnya tetap hijau. Varietas ini jarang dijumpai
dilapangan.
c. Albescens
Pada waktu muda buah berwarna keputih – putihan, sedangkan setelah masak
menjadi kekuning – kuningan dan ujungnyan berwarna ungu kehitaman. Varietas ini
juga jarang dijumpai
Buah kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak. Minyak yang berasal dari daging
buah (mesokarp) berwarna merah. Jenis minyak ini dikenal sebagai minyak kelapa sawit kasar
atau crude palm oil (CPO). Sedangkan minyak yang kedua berasal dari inti kelapa sawit, tidak
berwarna, dikenal sebagai minyak inti kelapa sawit atau palm kernel oil (PKO).
(Mangoensoekarjo, 2003)
Minyak sawit tersusun dari unsur – unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi
padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari
asam lemak jenuh antara lain asam maristat, asam palmitat, dan asam stearat. Sedangkan fraksi
cair tersusun dari asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat dan asam linoleat.
Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan
minyak kelapa. (Tim Penulis PS,1993)
Tabel 2.1 Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit
Tipe Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (persen) Minyak Inti Sawit (persen)
Sifat fisika - kimia minyak kelapa sawit meliputi warna, bau dan flavor, kelarutan, titik
cair dan polymorphism, titik didih (boiling point), slipping point, bobot jenis, indeks bias, titik
kekeruhan (turbidity point), titik asap, titik nyala dan titik api.
Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang masih tersisa setelah proses
pemucatan, karena asam – asam lemak dan gliserida tidak berwarna. Warna orange atau kuning
disebabkan adanya pigmen karotene yang larut dalam minyak.
Bau dan flavor dalam minyak terdapat secara alami, juga terjadi akibat adanya asam –
asam lemak berantai pendek akibat kerusakan minyak. Sedangkan bau yang khas minyak kelapa
sawit ditimbulkan oleh persenyawaan beta ionane. (Kataren,1986). Bila lemak atau minyak
dipanaskan dengan alkali, ester terkonversi menjadi gliserol dan garam dari asam lemak
(Riswiyanto,2009)
2.3 Minyak Inti Sawit
Inti sawit merupakan hasil olahan dari biji sawit yang telah dipecah menjadi cangkang
dan inti. Cangkang sawit digunakan sebagai bahan bakar ketel uap, arang, pengeras jalan dan
lain – lain. Sedangkan inti sawit diolah kembali menjadi minyak inti sawit (Palm Kenel Oil) dan
hasil samping ialah bungkil inti kelapa sawit (Palm Kernel Expeller). Proses pengolahan inti
sawit menjadi minyak inti sawit tidak terlalu rumit bila dibandingkan dengan proses pengolahan
buah sawit. Titik lebur minyak inti sawit adalah berkisar antara 25OC – 30OC.
Bentuk inti sawit bulat padat atau agak gepeng berwarna cokelat hitam. Inti sawit
mengandung lemak, protein, serat, dan air. Pada pemakaian lemak yang terkandung didalamnya
disebut minyak inti sawit diekstraksi dan sisanya atau bungkilnya yang kaya akan protein dipakai
Minyak inti sawit merupakan trigliserida campuran yang berarti bahwa gugus asam
lemak yang terikat dalam trigliserida – trigliserida yang dikandung lemak ini jenisnya lebih dari
satu. Jenis asam lemaknya meliputi C6 (asam kaproat) – C18 (asam stearat) dan C18 tak jenuh
(asam oleat dan linoleat). (Winarno,FG.,1995)
Bungkil inti kelapa sawit adalah inti kelapa sawit yang telah mengalami proses ekstraksi
dan pengeringan. Bungkil inti kelapa sawit dapat digunakan sebagai makanan ternak.
Di Indonesia pabrik yang menghasilkan minyak inti kelapa sawit dan bungkil inti kelapa
sawit adalah pabrik ekstraksi minyak kelapa sawit di Belawan – Deli. Minyak inti kelapa sawit
dan bungkil inti kelapa sawit tersebut hampir seluruhnya di ekspor. Dengan adanya peningkatan
nilai ekspor maka diperlukan standart pengawasan mutu minyak inti dan bungkil inti kelapa
sawit untuk memberikan jaminan mutu pada konsumen. (Kataren,1986)
Produk samping kelapa sawit dari pengolahan minyak inti sawit adalah cangkang kelapa
sawit (Pa lm Kernel Shell) yang merupakan bagian terkeras dari buah kelapa sawit. Pada saat ini
pemanfaatan cangkang sawit dari berbagai pengolahan kelapa sawit belum banyak digunakan
sepenuhnya sehingga menghasilkan residu, yang pada akhirnya dijual mentah ke pasaran. Pada
umumnya cangkang sawit banyak digunakan sebagai bahan bakar, karbon aktif, asap cair, fenol,
tepung tempurung serta briket arang. Cangkang kelapa sawit merupakan lombah padat pertanian
yang berasal dari industri kelapa sawit yang banyak di Indonesia .
Minyak inti sawit dapat mengalami proses hidrolisis. Hal ini lebih mudah terjadi pada
inti pecah dan inti berjamur. Faktor yang menentukan pada peningkatan kadar ALB minyak inti
inti sawit kering, dan kadar inti pecah. Inti sawit pecah yang basah akan menjadi tempat bikan
mikroorganisme (jamur).
Pada suhu tinggi inti sawit dapat mengalami perubahan warna. Minyak akan berwarna
gelap dan lebih sulit dipucatkan. Suhu tertinggi pada pengolahan minyak sawit adalah pada
perebusan, yaitu sekitar 130OC. Suhu kerja maksimum dibatasi tinggi untuk menghindari terlalu
banyak inti yang berubah warna. Berondolan dan buah yang lebih tipis daging buahnya atau
lebih tipis cangkangnya adalah lebih peka terhadap suhu tinggi tersebut. (Mangoen
soekarjo,2003 )
Faktor – faktor yang mempengaruhi mutu adalah air dan kotoran, sasam lemak bebas,
bilangan peroksida dan daya pemucatan. Faktor – faktor lain adalah titik cair, kandungan
gliserida padat, Refining Lose, Plasticity dan Spreadability, sifat transfaran, kandungan logam
berat dan bilangan penyabunan.
Mutu minyak dan bungkil inti sawit terutama tergantung pada mutu inti sawitnya sendiri.
Minyak sawit yang baik, berkadar asam lemak bebas yang rendah dan berwarna kuning terang
serta mudah di pucatkan. Bungkil inti sawit diinginkan berwarna relative terang dan nilai gizi
serta kandungan asam aminonya tidak berubah.
2.4 Pengolahan Kelapa Sawit
Pada dasarnya ada dua macam hasil olahan pengolahan kelapa sawit yaitu minyak sawit
yang merupakan hasil pengolahan daging buah dan minyak inti sawit yang dihasilkan dari
Tahap – tahap pengolahan buah kelapa sawit adalah :
a. Pengangkutan TBS ke pabrik
Tandan buah segar hasil pemanenan harus segera diangkut ke pabrik untuk diolah
lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan ALBnya semakin
meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS
harus segera diolah. Sesampai TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan.
b. Penimbangan
Penimbangan dilakukan di atas jembatan timbang jika diangkut dengan kendaraan
truk atau traktor gandengan. Penimbangan dilakukan sebelum pmbongkaran dan
pemuatannya ke dalam keranjang rebusan.
c. Perebusan TBS
Buah besrta lorinya kemudian direbus dalam suatu tempat perebusan (sterilizer) atau
dalam ketel rebus. Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 1 jam
atau tergantung pada besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atmosfer
dengan suhu uap 125oC. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar
minyak dan pemucatan kernel. Sebaliknya perebusan dalam wakt yang terlalu singkat
menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.
Dalam perebusan digunakan sistem 3 puncak (trippel peak).
1. Puncak I
Menggunakan tekanan 1,2 bar dan pada suhu 125oC. Dimana waktu untuk
mencapai puncak ini adalah sekitar 13 menit. Kemungkinan buah yang masak
2. Puncak II
Menggunakan tekanan 2,2 bar dan pada suhu 125oC. Waktu untuk mencapai
puncak ini adalah sekitar 12 menit. Diharapkan buah masak hingga pada lapisan
kelima.
3. Puncak III
Menggunakan tekanan 2,8 bar pada suhu 140oC. Puncak ketiga ini berlangsung
selama 45 menit. Tujuannya agar lepasnya inti dari cangkang.
Tujuan perebusan adalah :
1. Merusak enzim lipase yang menstimular pembentukan ALB
2. Mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang
3. Memperlunak daging buah sehingga memudahkan proses pemerasan
4. Untuk mengkoagulasikan (mengendapkan) protein sehingga memudahkan
pemisahan minyak.
d. Perontokan dan Pelumatan Buah
Setelah perebusan lori – lori yang berisi TBS ditarik keluar dan diangkat dengan alat
Hoisting Crane. Hoisting Crane akan membalikkan TBS ke atas mesin perontok buah
(thresher). Dari thresher, buah – buah yang telah rontok dibawa ke mesin pelumat.
Untuk lebih memudahkan penghancuran daging buah dan pelepasan biji selama
proses pelumatan TBS dipanasi (diuapi). Tandan buah kosong yang sudah tidak
mengandung buah diangkut ke tempat pembakaran dan digunakan sebagai bahan
bakar, dapat juga digunakan sebagai bahan mulsa (penutup tanah)
Untuk memisahkan biji sawit dari hasil lumatan TBS, maka perlu pengadukan 25 –
temperung dan serabut serta 40 – 45 % air. Minyak sawit yang masih kasar kemudian
dialirkan ke tangki minyak kasar (Crude Oil Tank). Dan setelah melalui pemurnian
atau klarifikasi yang bertahap, maka akan dihasilkan minyak sawit mentah (Crude
Palm Oil). Proses penjernihan dilakukan untuk menurunkan kandungan air didalam
minyak. Minyak ini dapat ditampung ditangki – tangki penampungan dan siap
dipasarkan atau mengalami pengolahan minyak sawit murni.
2.5 Proses Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi PKO
Biji sawit yang telah dipisahkan pada poses pengadukan, diolah lebih lanjut untuk
diambil minyaknya. Sebelum dipecah, biji – biji dikeringkan dalam silo, minimal 14 jam dengan
sirkulasi udara kering pada 50oC. Akibat proses penegringan ini, inti sawit akan mengerut
sehingga memudahkan pemisahan inti sawit dari temperungnya. Biji – biji sawit yang sudah
kering kemudian dibawa ke alat pemecah biji.
Pemisahan inti dari tempurung berdasarkan perbedaan berat jenis (BJ) antara inti sawit
dan tempurung. Dalam hal ini, inti dan tempurung dipisahkan oleh aliran air yang diputar dalam
sebuah tabung. Atau dapat juga dengan mengapungkan biji – biji yang telah pecah dalam larutan
sawit mengapung sedangkan tempurungnya tenggelam. Proses selanjutnya adalah pencucian inti
sawit dan tempurung sampai bersih.
Untuk menghindari kerusakan akibat mikroorganisme, maka inti sawit harus segera
dikeringkan dengan suhu 80oC. Setelah kering, inti sawit dapat dipak atau diolah lebih lanjut
yaitu ekstraksi sehingga dihasilkan minyak inti sawit (Palm Kernal Oil,PKO). Hasil samping
pengolahan minyak inti sawit adalah bungkil inti sawit (Palm Ker nel Expeller) yang
dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sedangkan tempurung dapat dimanfaatkan sebagai bahan
bakar, sebagai pengeras jalan atau dibuat arang dalam industri bakar aktif.
2.6 Standart Mutu
Hasil jadi yang diuji adalah minyak sawit dan inti sawit.
2.6.1 Mutu Minyak Sawit
Mutu minyak sawit yang diperiksa adalah minyak produksi dan minyak yang dikirim.
Minyak produksi diambil dari pipa sewaktu pemompaan ke tangki timbun. Sedangkan minyak
yang dikirim diambil dari bagian tengah setiap tangki angkut untuk setiap pengiriman. Ada
beberapa faktor yang menentukan Standart mutu pada kualitas minyak sawit yaitu kadar asam
Tabel 2.2 Standart Mutu Minyak Sawit
Kandungan SPB
Asam lemak bebas (%) 1-2
Kadar air (%) 0,1
Kotoran (%) 0,002
Besi p.p.m 10
Tembaga p.p.m 0,5
Bilangan iod 53 ± 1,5
Karotene p.p.m 500
Tokoferol p.p.m 800
Sumber : Kataren,1986
2.6.2 Mutu Inti Sawit
Mutu inti sawit yang diperiksa adalah inti produksi pada waktu penggonian. Contoh diambil dari
setiap goni pada waktu sedang mengisi goni yang kemudian menjadi contoh harian setiap dinas
gilir. Data yang diperlukan adalah % air, % kotoran, % inti pecah, % kadar minyak, dan % asam
lemak bebas.
Kadar kotoran dalam inti sawit sedikit banyaknya ada hubungannya dengan kehilanagn inti
dalam cangkang. Kehilangan inti yang tinggi disertai dengan kotoran inti yang rendah, namun
bisa juga keduanya sama – sama tinggi. Dalam hal demikian perlu memeriksa pemeraman biji,
putaran pemecah dan lain – lain. Pengujian asam lemak bebas pada waktu pengiriman juga perlu
Tabel 2.3 Komposisi Biji Inti Sawit
Komposisi Jumlah (%)
Minyak 47 – 52
Air 6 – 8
Protein 7,5 – 9,0
Selulosa 5
Abu 2
Sumber : Bailey,1950
2.7 Penentuan Kualitas Minyak
2.7.1 Kadar Minyak
Penentuan kadar minyak bertujuan untuk mengetahui banyaknya minyak yang
terkandung didalam sampel yang diduga mengandung minyak.
Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan diduga
mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam yaitu :
2.7.1.1 Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering,
penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik yang bertujuan untuk menggumpulkan protein
pada dinding sel bahan dan untuk memecah dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang terkandung didalamnya. Menurut pengerjaannya rendering dibagi
a. Wet Rendering
Wet Rendering adalah proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama
berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan pada ketel yang terbuka atau
tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60
pound tekanan uap (40-60 psi) selama 4 – 6 jam. Bahan yang akan diekstraksi
ditempatkan pada ketel yang diperlengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air
ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan perlahan – lahan sampai suhu 50oC.
Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan.
b. Dry Rendering
Dry Rendering adalah cara rendering tanpa penambahan air selama proses
berlangsung. Dry Rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan diperlengkapi
dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperlengkapi
mengandung minyak atau lemak dimasukkan ke dalam ketel tanpa penambahan air.
Bahan tadi dipanasi sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 105oC -110oC.
Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel.
Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan
pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.
2.7.1.2 Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression)
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan
yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahah yang
berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan
pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan
Ada dua cara dalam pengepresan mekanis yaitu:
a. Pengepresan Hidraulik (Hydraulic Pressing)
Pada cara hydraulic pressing, bahan dipress dengan tekanan sekitar 2000
pound/inch2. Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari
lamanya pengepresan, tekanan yang dapat digunakan serta kandungan minyak dalam
bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar
4-6 % tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawa tekanan hidraulik.
Tahap – tahap yang dilakukan dalam proses pemisahan minyak dengan cara
pengepresan dapat dilihat pada gambar berikut :
Gambar 2.7.1.2 Skema cara memperoleh minyak dengan pengepresan
b. Pengepresan Berulir (Expeller Pressing)
Cara Expeller Pressing memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses
pemasakan. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 115,5 oC dengan tekanan
sekitar 2,5-3,5 %. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan mengandung minyak
sekitar 4-5 %.
2.7.1.3 Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction)
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak dan
rendah dan mutu minyak kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan expeller
pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi. Pelarut minyak atau lemak
yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter,
gasoline, karbon disulfide, karbon tetraklorida, benzene, dan n-heksan. Jumlah pelarut menguap
atau hilang tidak boleh lebih dari 5 %.
2.8 Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Mutu Minyak Sawit
Rendahnya mutu minyak sawit sangat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor faktor
tersebut dapat langsung dari pohon induknya penanganan pascapanen, atau kesalahn selama
pemprosesan dan pengangkutannya. Berikut beberapa hal yang secara langsung berkaitan dengan
penurunan mutu minyak sawit yaitu :
2.8.1 Asam Lemak Bebas (Free Fatty Acid)
Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi yang terikut dalam minyak sawit sangat
merugikan. Tingginya asam lemak bebas ini mengakibatkan rendemen minyak turun. Kenaikan
kadar ALB ditentukan mulai dari saat tandan dipanen sampai tandan diolah di pabrik. Kenaikan
ALB ini disebabkan adanya reaksi hidrolisa pada minyak. Hasil reaksi hidrolisa minyak sawit
adalah gliserol dan ALB. Reaksi ini akan dipercepat dengan adanya faktor – faktor panas, air,
keasaman, dan katalis (enzim). Semakin lama reaksi berlangsung, maka semakin banyak kadar
2.8.2 Kadar Zat Menguap dan Kotoran
Pada umumnya penyaringan hasil minyak sawit dilakukan rangkaian proses pengendapan
yaitu minyak sawit jernih dimurnikan dengan sentrifugasi. Kotoran – kotoran yang berukuran
besar memang bisa disaring. Akan tetapi, kotoran – kotoran atau serabut yang berukuran kecil
tidak bisa disaring, hanya melayang – laying didalam minyak sawit sebab berat jenisnya sama
dengan minyak sawit. Standar mutu kadar zat menguap sebesar 0,1 %.
2.8.3 Kadar Logam
Beberapa jenis logam yang dapat terikut dalam minyak sawit antara lain besi, tembaga dan
kuningan. Logam – logam tersebut biasanya berasal dari alat – alat pengolahan yang digunakan.
Mutu dan kualitas minyak sawit yang mengandung logam – logam tersebut akan turun. Sebab
dalam kondisi tertentu, logam – logam itu dapat menjadi katalisator yang menstimulir reaksi
oksidasi minyak sawit. reaksi ini dapat dimonitor dengan melihat perubahan warna minyak sawit
yang semakin gelap dan akhirnya menyebabkan ketengikan. Sebagai standar mutu yang
ditetapkan untuk kadar logam besi maksimal 10 ppm dan logam tembaga maksimal 5 ppm.
2.8.4 Angka Oksidasi
Proses oksidasi yang distimulir oleh logam jika berlangsung dengan intensif akan mengakibatkan
ketengikan dan perubahan warna (menjadi semakin gelap). Minyak sawit sebagai bahan baku
dapat menilai mutu dan kualitasnya dengan melihat angka oksidasi. Angka oksidasi dihitung
berdasarkan angka peroksida. Sebagai standar umum dipakai angka 10 meq tetapi ada yang
memakai standar lebih ketat lagi yaitu 6 meq. Diatas angka tersebut mutu barang jadi yang
2.8.5 Pemucatan
Minyak sawit mempunyai warna orange sehingga jika digunakan sebagai bahan baku untuk
pangan perlu dilakukan pemucatan. Pemucatan dimaksudkan untuk mendapatkan warna minyak
yang lebih memikat dan sesuai kebutuhan. Keintesifan pemucatan minyak sawit sangat
ditentukan oleh kualitas minyak sawit yang bersangkutan. Semakin jelek kualitasnya, maka
biaya pemucatan juga semakin besar. Berdasarkan standar mutu minyak sawit untuk pemucatan
dengan alat lovibond dapat diketahui standar mutu yang didasarkan pada warna merah 3,5 dan
warna kuning 35.
Tabel 2.4 Standart Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit
Karakteristik Minyak sawit Inti sawit Minyak inti sawit Keterangan
Asam lemak bebas 5 % 3,5 % 3,5 % Maksimal
Kadar kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal
Kadar zat menguap 0,5% 7,5% 0,2% Maksimal
Bilangan peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal
Bilangan iodine 44-58 mg/gr - 10,5 -18,5 mg/gr -
Kadar logam (Fe,Cu) 10 ppm - - -
Lovibond 3-4 R - - -
Kadar minyak - 47% - Minimal
Kontaminasi - 6% - Maksimal
Kadar pecah - 15% - maksimal
2.9 Pemanfaatan Hasil Olahan TBS
Dari hasil olahan TBS, ternyata bukan hanya hasil olahan utamanya berupa minyak sawit
dan minyak inti sawit, bahkan beberapa hasil ikutan dan limbahnya masih bisa dimanfaatkan.
Mulai dari bahan makanan ternak, sebagai pupuk, sampai pemanfaatnanya sebagai bahan bakar.
a. Sebagai Makanan Ternak
Beberapa hasil ikutan yang dapat digunakan sebagai makanan ternak antara lain
minyak sawit kasar, bungkil inti sawit, serat perasan buah sawit, dan lumpur minyak
sawit. Bahan – bahan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak,
karena didalamnya masih terkandung zat – zat makanan yang berguna.
Minyak sawit kasar dan sisa hasil fraksinasi yang berupa stearin cukup baik
digunakan sebagai ransum unggas karena kandungan tokoferol dan karotennya.
Bungkil inti sawit merupakan hasil ikutan pada proses ekstraksi inti sawit. Bungkil ini
kurang disenangi ternak karenan kandungan serat kasarnya cukup tinggi. Biasanya
pemberiannta dicampur dengan makanan yang disukai ternak.
Serat perasan buah sawit merupakan limbah yang diperoleh dari buah dalam proses
pemerasan. Limbah ini dapat digunakan sebagai pupuk karena kaya unsur K. Sebagai
bahan campuran makanan ternak, limbah ini cenderung cocok.
Lumpur minyak sawit merupakan larutan buangan yang dihasilkan selama proses
ekstraksi minyak. Limbah ini biasanya dibuang, padahal sebenarnya masih dapat
diandalkan potensinya baik sebagai pupuk maupun sebagai campuran pakan ternak.
b. Sebagai Bahan Bakar dan Sumber Energi
Cangkang (tempurung) kelapa sawit dan tandan kosong dapat dimanfaatkan sebagai
Dari satu studi kelapa sawit dapat digunakan sebagai bahan bakar pembangkit tenaga
listrik. Dari TBS sebanyak 10.000 ton mampu dihasilkan listrik sebesar 1.000 KW.
Skema kerjanya adalah limbah tersebut dimanfaatkan sebagai bahan bakar untuk
menguapkan air, kemudian dialirkan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik.
3.0. Ekstraksi Sokletasi
3.0.1. Ekstraksi
Pengambilan suatu senyawa organic dari suatu bahan alam padat disebut ekstraksi. Ekstraksi
dilakukan dengan menggunakan secara berurutan pelarut – pelarut organic dengan kepolaran
yang semakin meningkat. Dimulai dengan pelarut n- heksana, eter, petroleum eter atau
kloroform untuk memisahkan senyawa – senyawa treponoid dan lipid – lipid, kemudian
dilanjutkan dengan alcohol dan etil asetat untuk memisahkan senyawa – senyawa lebih polar.
3.0.2 Sokletasi
Sokletasi adalah suatu metode / proses pemisahan suatu komponen yang terdapat dalam zat padat
dengan cara penyaringan berulang – ulang dengan menggunakan pelarut tertentu, sehingga
semua komponen yang diinginkan akan terisolasi.
Prinsip sokletasi yaitu penyaringan yang berulang – ulang sehingga hasil yang didapat sempurna
dan pelarut yang digunakan relative sedikit. Bila penyaringan ini telah selesai, maka pelarut
diuapkan kembali dan sisanya adalah zat yng tersari. Metode sokletasi menggunakan suatu
pelarut yang mudah menguap dan dapat melarutkan. Senyawa organic yang terdapat pada bahan
Metode sokletasi merupakan penggabungan antara metode maserasi dan perkolasi. Jika pada
metode pemisahan minyak atsiri (distilasi uap), tidak dapat digunakan dengan baik karena
persentase senyawa yang akan digunakan atau yang akan diisolasi cukup kecil atau tidak
didapatkan pelarut yang diinginkan untuk maserasi ataupun perkolasi ini, maka cara yang terbaik
yang didapatkan untuk pemisahan ini adalah sokletasi.
Cara menghentikan sokletasi adalah dengan menghentikan pemanasan yang sedang berlangsung.
Sebagai catatan, sampel yang digunakan dalam sokletasi harus dihindarkan dari sinar matahari
berlangsung. Jika sampai terkena sinar matahari, senyawa dalam sampel akan berfotosintesis
sehingga terjadi penguraian atau dekomposisi. Hal ini akan menimbulkan senyawa baru yang
disebut senyawa artefak, hingga dikatakan sampel tidak alami lagi. Alat sokletasi tidak boleh
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Alat Penelitian
Nama Alat Merek
1. Ekstraktor Soxleth Electromantle ME
2. Labu destilasi Pyrex
3. Kapas -
4. Kertas saring No.41 Whatman
5. Timbangan Analitis And
6. Desikator -
7. Elektromantle Elektromantle
8. Oven Memmert
9. Penggiling -
10. Masker -
11. Sarung tangan -
12. Gelas ukur Brand
1.2 Bahan Penelitian
Bahan
1. Cangkang
2. Inti sawit
4. N- heksana
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Persiapan Sampel
Ditimbang sampel inti sawit sebanyak 100 g yang mewakili persentase inti utuh.
Kemudian digiling dengan penggiling sampai inti sawit menjadi halus. Dilakukan juga prosedur
yang sama untuk sampel cangkang dan bungkil inti sawit.
3.3.2 Ekstraksi
Dibuat selongsongan dari kertas saring dan kapas. Timbang labu destilasi hingga berat
konstan (A). Timbang sampel ± 5 g, ditutup selongsongan. Tambahkan ± 150 ml n-heksana
kedalam labu destilasi. Masukkan selongsongan berisi sampel kedalam ekstraktor, rangkaikan
alat ekstraktor soxhlet. Hidupkan alat elektromantle dengan skala 7, ekstraksi selama 6 jam.
Ambil kembali n-heksana dengan cara penguapan, sehingga didalam labu alas destilasi hanya
terdapat minyak inti sawit, jika diperlukan dimasukkan dalam oven ± 103 0C selama 1
jam. Dinginkan labu beserta minyak dalam desikator ± 30 menit. Timbang hingga berat konstan
(B). Dilakukan juga prosedur yang sama untuk sampel cangkang dan bungkil inti sawit.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL ANALISA
Hasil analisa kadar kandungan minyak pada cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit
dengan menggunakan metode ektraksi sokletasi selama 6 jam dengan menggunakan pelarut n- heksan.
Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada tabel 4.1.1 , pada tabel 4.1.2 dan pada tabel 4.1.3 berikut ini.
Tabel 4.1.1 Hasil Analisa Kadar Minyak Pada Cangkang
Tabel 4.1.2 Hasil Analisa Kadar Minyak Inti Sawit
Tabel 4.1.3 Hasil Analisa Kadar Minyak Pada Bungkil Inti Sawit
4.2.1 Perhitungan % Kadar Minyak Pada Cangkang
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 22,6830 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 22,6830 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 22,3077 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 22,0802 %
4.2.1 Perhitungan % Kadar Minyak Pada Inti Sawit
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
= 44,6889 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 52,1221 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 47,9680%
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 50,3348 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 51,2776 %
4.2.1 Perhitungan % Kadar Minyak Pada Bungkil Inti Sawit
= , − ,
, ×
= 7,3803 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 7,4091 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 7,5739 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
= 7,4422 %
% Kadar Minyak = − ×
= , − ,
, ×
4.3 PEMBAHASAN
Dari hasil percobaan yang dilakukan di PT. SMART Tbk untuk menentukan kadar minyak dari
cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit adalah 22,3828 %, 49,2782 %, 7,4701 %. Proses
pengambilan minyak dari cangkang, inti sawit dan bungkil inti sawit dilakukan dengan proses
ekstraksi sokletasi dengan menggunakan pelarut n-heksan.
Cangkang yang diekstraksi masih mengandung minyak yang begitu banyak disebabkan
kesalahan pada pemecah atau pemeraman yang kurang sehingga inti masih lekat dengan
cangkang. Bungkil inti sawit yang telah diekstraksi dengan menggunakan pengepresan masih
mengandung minyak. Hal itu disebabkan kurang lamanya pengepresan dan tekanan yang
dipergunakan kurang besar.
Kadar minyak yang dihasilkan tergantung pada kematangan buahnya, buah yang tepat masak
akan menghasilkan minyak yang lebih besar. Pemanenan buah harus dilaksankan pada saat yang
tepat karena hal ini dapat mementukan kualitas dan kuantitas buah kelapa sawit. proses
pembentukan minyak dalam buah berlangsung selama 24 hari yaitu pada waktu buah mulai
masak. Pemanenan yang dilakukan sebelum proses pembentukan minyak selesai akan
mengakibatkan hasil minyak yang kurang dari semestinya. Sedangkan pemanenan sesudah
proses pmbentukan minyak selesai akan merugikan karena banyak buah yang lepas dari tandan
ke tanah . buah yang terlalu masak sebagian kandungan minyaknya berubah menjadi asam lemak
bebas yang menyebabkan rendahnya mutu minyak.
Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur – unsur C, H dan O. Minyak
sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun
dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
Hasil penelitian di laboratorium PT. SMART Tbk diperoleh nilai rata – rata kadar
minyak pada cangkang sebesar 22,3828 %, kadar minyak pada inti sawit sebesar 49,2782%, dan
kadar minyak bungkil inti sawit sebesar 7,4701% .
Hasil analisa di laboratotium PT. SMART Tbk sesuai dengan standart mutu inti sawit yang
ditetapkan oleh pemerintah yaitu 49% - 52 %, standart bungkil sawit sekitar 7% - 9%.
Sedangkan cangkang tidak dapat dipergunakan lagi karena sudah melewati batas.
Tahap pengolahan minyak kelapa sawit yaitu dari pengangkutan TBS ke pabrik, penimbangan,
perebusan TBS, perontokan dan pelumatan buah, pemerasan atau ekstraksi minyak sawit,
pemurnian dan penjernihan minyak sawit.
Tahap pengolahan minyak inti sawit dimulai dari biji – biji dikeringkan, biji yang sudah kering
dibawa ke alat pemecah biji, proses selanjutnya pencucian inti sawit dan temputung sampai
bersih, kemudian dikeringkan lagi untuk menghindari kerusakan, setelah kering inti sawit
diekstraksi sehingga menghasilkan minyak inti sawit. Hasil samping pengolahan minyak inti
sawit adalah bungkil inti sawit yang dimanfaatkan untuk pakan ternak. Sedangkan tempurung
dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar, sebagai pengeras jalan atau dibuat arang dalam industri
bakar aktif.
5.2 Saran
1. Diharapkan penelitian selanjutnya menggunakan metode yang sama dengan
menggunakan pelarut yang berbeda sebagai perbandingan
2. Diharapkan penelitian selanjutnya agar memperbanyak pengetahuan mengenai inti
sawit dengan alat yang lebih modern agar dapat diketahui perbandingan dari alat yang
DAFTAR PUSTAKA
Bailey, 1950. Diambil dari Kataren, S. 1986. Minyak Dan Lemak Pangan.
Cetakan Pertama. Universitas Indonesia Press. Jakarta
Dirjen Perkebunan Depertemen Pertanian. 1989. Statistik Perkebunan Indonesia. Jakarta
Fauzi, Y, dkk. 2002. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta
Ketaren, S. 1986. Minyak Dan Lemak Pangan. Cetakan Pertama. Universitas
Indonesia Press. Jakarta
Mangoensoekarjo, S. 2008. Manajemen Agrobisnis Kelapa Sawit. Cetakan
Ketiga. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Riswiyanto, S. 2009. Kimia Organik. Erlangga. Jakarta
Tim penulis, P.S. 1993. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil Dan
Aspek Pemasaran Penebar Swadaya. Jakarta
Winarno, F.G. 1995. Kimia Pangan Dan Gizi. Cetakan Ketujuh. PT Gramedia