• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pembangunan ekonomi daerah berbasis kawasan kerjasama strategis joglosemar (Jogjakarta Solo Semarang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pembangunan ekonomi daerah berbasis kawasan kerjasama strategis joglosemar (Jogjakarta Solo Semarang)"

Copied!
228
0
0

Teks penuh

(1)

(JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG)

ANTONIUS ADHIE WIBOWO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Model Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Kerjasama Strategis Joglosemar (Jogjakarta-Solo-Semarang) adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Maret 2008

(3)

ANTONIUS ADHIE WIBOWO. Modeling Regional Economic Development Base on Interregional Strategic Cooperation : A Case Study of Joglosemar.

Under direction of SUNSUN SAEFULHAKIM and KOMARSA

GANDASASMITA.

Development is a growth process to fist step was simple and statis, but change of development paradigm becomes more complex and dynamic. Management of development was simple and statis to more efficient if done centralization, while development of change which more dynamic and complex has makes management centralization not efficient and then management of development must be to decentralization as effort to increase public service efficiency.

This research aims to show important meaning of interregional cooperation. Purpose of more detailed include : (1) determines strategic cooperation area constrain, (2) analyze spatial pattern economic activity structure in Joglosemar region, (3) analyze typology and spatial configuration in Joglosemar region, (4) analyze interregional interaction and factors determinant regional economic development performance in Joglosemar region and (5) formulates guide to instrument of development strategy in Joglosemar region. Analysis techniques applied : (1) Cluster Analysis spatial interaction pattern, (2) Location Quotient (LQ) Analysis economic activity structure, (3) Cluster Analysis to region typology variable principal components, (4) Econometrics Analysis Spatial Durbin Model regional economic development performance of determinant and (5) Significance level Analysis and Elasticity Analysis regional development economic performance of determinant factors.

Important item result of analysis shows (1) interregional cooperation area as Joglosemar regions consisted of 22 region/town in Central of Jawa Province and DIY Province; (2) economic activity structure in Joglosemar indicates that agricultural sector is concentrate on rural area because the agriculture is main sector in Joglosemar region, while electrical, gas and water sector, transportation and communications sector, financial, rental and service sector is concentrate on urban area so need to be developed interregional cooperation that economic activity in Joglosemar region becomes more efficient; (3) spatial configuration regional typology in Joglosemar region can be group to become 5 (five) typology; (4) regional development economic performance of determinant factors indicates that (a) level of poorness in region around in area, field crop entropy diversity index in region around in area and ratio SLTP in region around in area manifestly can pursue effort for improvement to prosperity of public in Joglosemar region, (b) main work of plantation and forestry in region around in area, agricultural land mastered by owner in region around in area, agricultural land in mastering owner and another in region around in area, and domination scale of area forestry in region around in area pushs increases fiscal capacities; (5) instrument of development strategy in Joglosemar region that need to be developed interregional cooperation in Joglosemar region

(4)

Kawasan Kerjasama Strategis Joglosemar (Jogjakarta–Solo-Semarang).

Dibimbing oleh SUNSUN SAEFULHAKIM dan KOMARSA

GANDASASMITA.

Sistem ekonomi merupakan sistem spasial yang senantiasa berubah dari yang awalnya relatif sederhana dan statik terus berubah ke arah yang lebih komplek dan dinamis. Pembangunan ekonomi merupakan proses pengelolaan sistem ekonomi. Ketika sistem ekonomi masih relatif sederhana dan statik, pengelolaan secara terpusat (sentralistik) tanpa mempertimbangkan sistem interaksi spasial yang luas masih cukup efisien dilakukan. Pada saat ini dan ke depan sistem ekonomi jauh dan akan semakin komplek dan dinamis, sehingga diperlukan penataan ulang sistem kelembagaan pengelolaan pembangunan ke arah yang semakin terdesentralisasi agar berbagai dimensi pembangunan dapat ditangani secara komprehensif, efektif dan efisien. Selain itu dengan semakin meluasnya fenomena interaksi spasial, kinerja pembangunan ekonomi suatu daerah menjadi tidak hanya ditentukan oleh kinerja dan faktor internal daerah tersebut tetapi juga ditentukan oleh kinerja dan faktor eksternal melalui suatu sistem interaksi spasial. Dengan demikian desentralisasi dan kerjasama antar daerah merupakan dimensi-dimensi yang semakin penting diperhatikan dalam perumusan kebijakan, perencanaan dan program-program pembangunan menuju kinerja pembangunan ekonomi daerah yang optimal.

Penelitian ini bertujuan untuk menunjukkan peran penting kerjasama antar daerah dalam mendorong kinerja pembangunan yang optimal. Analisis yang dilakukan mencakup : (1) mendeliniasi batas kawasan kerjasama strategis, (2) menganalisis lokasi-lokasi pusat aktivitas ekonomi dalam kawasan kerjasama strategis, (3) menganalisis konfigurasi spasial tipologi daerah dalam kawasan kerjasama strategis, (4) menganalisis faktor-faktor internal dan eksternal melalui sistem interaksi antar daerah, yang menentukan kinerja pembangunan ekonomi daerah-daerah di dalam kawasan kerjasama strategis, dan (5) merumuskan arahan instrumen-instrumen kebijakan strategis dalam mendorong kinerja pembangunan daerah-daerah di dalam kawasan kerjasama strategis. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut digunakan metode kuantitatif, antara lain : (1) Analisis Klaster pola interaksi spasial, (2) Analisis bobot lokasi (Location Quotient) struktur aktivitas ekonomi, (3) Analisis Klaster konfigurasi spasial komponen-komponen utama tipologi daerah; (4) Analisis Ekonometrika Model Durbin Spasial penentu kinerja pembangunan ekonomi daerah (kesejahteraan masyarakat dan kapasitas fiskal daerah), dan (5) Analisis Taraf Nyata dan Elastisitas faktor-faktor penentu kinerja pembangunan ekonomi daerah.

(5)

Kabupaten Gunung Kidul merupakan sentra aktivitas pertanian dengan karakteristik wilayah yang pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang rendah. Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan Kota Semarang merupakan sentra aktivitas keuangan, persewaan dan jasa dengan karakteristik wilayah yang bertopografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan, intensitas populasi ternak besar kecil dan pencaharian sektor perkebunan dan kehutanan yang rendah. Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Semarang merupakan sentra aktivitas keuangan, persewaan dan jasa dengan karakteristik wilayah yang bertopografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan, intensitas populasi ternak besar kecil dan pencaharian sektor perkebunan dan kehutanan serta pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang rendah. Kabupaten Sragen dan Kabupaten Demak merupakan sentra aktivitas pertanian dengan karakteristik wilayah yang pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembangunan yang tinggi. Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Blora merupakan sentra aktivitas pertanian dengan karakteristik wilayah yang pengeluaran anggaran rutin dan anggaran pembangunan serta wilayah dengan topografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan dan hias, intensitas populasi ternak besar kecil, keragaman pencaharian sektor pertanian dan pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang tinggi. Kota Magelang, Kota Yogyakarta dan Kota Salatiga merupakan sentra aktivitas listrik, gas dan air minum serta sentra pengangkutan dan komunikasi dengan karakteristik wilayah yang bertopografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan, intensitas populasi ternak besar kecil dan pencaharian sektor perkebunan dan kehutanan yang rendah. Kabupaten Bantul merupakan sentra aktivitas pertanian dengan karakteristik wilayah yang bertopografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan, intensitas populasi ternak besar kecil dan pencaharian sektor perkebunan dan kehutanan serta wilayah dengan pengeluaran anggaran pembangunan dari pemerintah pusat yang rendah, dan Kabupaten Sleman merupakan sentra aktivitas pertanian dengan karakteristik wilayah yang topografi berbukit, keragaman jenis tanaman pangan, intensitas populasi ternak besar kecil dan pencaharian sektor perkebunan dan kehutanan yang rendah.

(6)

melalui keberimbangan ketersediaan lembaga pendidikan, pengendalian konversi, peningkatan status kepemilikan dan konsolodasi manajemen lahan pertanian, penetapan fokus komoditas unggulan pertanian dan pengembangan rantai pengolahan/pemasaran produk pertanian.

(7)

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(8)

(JOGJAKARTA-SOLO-SEMARANG)

ANTONIUS ADHIE WIBOWO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

NRP : A. 353060364

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perencanaan Wilayah

Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro,MS

(11)

Tuhan Yesus Kristus yang telah membimbing

Ayahnda F. Soeparno dan Ibunda F. Sri Handiningsih

Mertua yang Ananda hormati

Ibunda Soelastri

Istriku tercinta Maria Immaculata Hardini dan kedua anakku yang tersayang

Gregorius Ardhito Mahendra Wibowo dan

(12)

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Maha Kuasa atas segala karuniaNya, sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih penulis dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2007 adalah pembangunan ekonomi daerah berbasis kawasan Untuk itu, karya ilmiah ini diberi judul Model Pembangunan Ekonomi Daerah Berbasis Kawasan Kerjasama Strategis Joglosemar. Sebagai salah seorang warga negara yang berasal dari Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah, penulis merasa terpacu untuk memberikan sumbangan pemikiran yang konstruktif bagi kemajuan daerah. Berbekal pendidikan yang penulis peroleh, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi para perumus kebijakan pembangunan di Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi DIY dan kemajuan ilmu pengetahuan.

Dalam kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Orang Tua yang sangat berjasa dalam kehidupan penulis;

2. Istri tercinta Maria Immaculata Hardini, Kedua anakku yang tersayang Gregorius Arditho Mahendra Wibowo dan Mikael Bramantyo Febrian Wibowo yang selalu menjadi inspirasi dan nuasa tersendiri dalam proses belajar bagi penulis;

3. Bapak Dr. Ir. H.R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr. dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc yang dengan penuh perhatian, kesabaran dan ketekunan membimbing penulis;

4. Bapak Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr beserta segenap staf pengajar dan manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB;

5. Bapak Dr. Ir. Nunung Nuryartono, MS yang berkenan menjadi penguji luar komisi pembimbing dan memberi masukan untuk lebih menyempurnakan hasil penelitian ini;

6. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis;

7. Walikota Salatiga yang telah berkenan memberikan ijin dan kesempatan bagi penulis untuk melanjutkan studi;

8. Pimpinan dan staf Dinas Pertanian Kota Salatiga yang telah memberikan dukungan moril bagi penulis untuk melanjutkan tugas belajar;

9. Semua pihak yang berperan dan proses pengajaran dan penulisan karya ilmiah ini.

Semoga Tuhan berkenan memberikan balasan pahala yang setimpal. Semoga hasil penelitian ini bisa memperkaya dan membuka wawasan tentang pentingnya kerjasama antar daerah di era otonomi.

Bogor, Maret 2008

(13)

Penulis dilahirkan di Pati pada tanggal 17 Maret 1971 dari ayah F. Soeparno dan ibu F. Sri Handiningsih. Penulis merupakan putra pertama dari dua bersaudara. Buah dari perkawinannya dengan Maria Immaculata Hardini pada tahun 2002, penulis mendapatkan dua putra yang bernama Gregorius Ardhito Mahendra Wibowo (4 tahun) dan Mikael Bramantyo Febrian Wibowo (3 tahun).

Sekolah dasar sampai dengan sekolah menengah atas diselesaikan penulis di kota kelahirannya Pati. Pendidikan Strata 1 ditempuh pada Jurusan Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Universitas Kristen Satya Wacana yang ditamatkan pada tahun 1996.

Pada tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Pascasarjana IPB pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL). Beasiswa pendidikan diperoleh dari Pusbindiklatren Bappenas.

(14)

DAFTAR TABEL ii

DAFTAR GAMBAR iii

DAFTAR LAMPIRAN iv

PENDAHULUAN

Latar Belakang... 1

Perumusan Masalah... 4

Tujuan Penelitian... 9

Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9

Manfaat Penelitian ………11

TINJAUAN PUSTAKA Pembangunan Ekonomi………... 12

Makna Pembangunan atau Pengembangan Wilayah...………... 14

Perencanaan Pembangunan Wilayah…... 15

Strategi Pembangunan Wilayah..………... 22

Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Wilayah……… 22

Peranan Perencanaan Inter-regional yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi……….. 24

Pengembangan Kawasan Strategis... 27

Pendekatan Sektoral dan Pendekatan Wilayah dalam Pembangunan ……… 30

Skala Prioritas dalam Pembangunan Wilayah ……… 32

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Umum...……….. 34

Kerangka Metode Penelitian... 36

Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 37

Teknik Pengumpulan Data...………... 37

Metode Analisis……...……….… 38

Metode Penentuan Kawasan Joglosemar………... 38

Analisis Pembagian Lokasi (LQ)... ……… 40

Analisis Indikator Karakteristik Wilayah………. 41

Analisis dan Pemetaan Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah. ... 45

Analisis Struktur Keterkaitan Antar Wilayah... 46

(15)

Letak Geografis dan Wilayah Adminsitrasi ... 52

Kondisi Fisik Wilayah ... 53

Penggunaan Lahan ... 53

Komposisi Penduduk ... 55

Jumlah dan Perkembangan Penduduk ... 55

Kondisi Perekonomian ... 56

Produk Domestik Regional Bruto ... 56

Industri Pengolahan ... 59

Pendapatan Per Kapita ... 60

Sistem dan Sarana Wilayah ... 61

Sarana Kesehatan ... 61

Sarana Pendidikan ... 62

Sistem Transportasi ... 63

HASIL DAN PEMBAHASAN Batasan Kawasan Joglosemar ... 65

Pemusatan Aktivitas Sektor di Kawasan Joglosemar ... 78

Konfigurasi Spasial Tipologi Wilayah di Kawasan Joglosemar ... 88

Pewilayahan dan Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah... 88

Pewilayahan dan Tipologi Sumberdaya Alam ... 93

Pewilayahan dan Tipologi Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosial.. 97

Pewilayahan dan Tipologi Aktivitas Ekonomi ... 103

Pewilayahan dan Tipologi Pengendalian Ruang ... 108

Pewilayahan dan Tipologi Infrastruktur dan Fasilitas Publik... 114

Pewilayahan dan Tipologi Penganggaran Belanja ... 118

Pewilayah dan Karakteristik Kawasan Joglosemar... 124

Interaksi Spasial di Kawasan Joglosemar ... 131

Model Kesejahteraan Masyarakat ... 131

Model Kapasitas Fiskal ... ... 138

Pembahasan Umum dan Implikasi Kebijakan Terhadap Pembangunan Daerah di Kawasan Joglosemar ... 144

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 156

Saran ... 158

(16)

1. Produk Domestik Regonal Bruto Per Kapita KotaYogyakarta, Kota Surakarta, dan Kota Semarang serta sekitarnya Tahun 2004-2005 Atas Dasar Harga

Konstan Tahun 2000... 7

2. Matriks Tujuan, Metode Analisis dan Data yang Digunakan………... 38

3. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Joglosemar Tahun 2006... 53

4. Kepadatan Penduduk dan Kepadatan Areal Terbangun Masing-masing

Kota di Joglosemar... 55

5. Pertumbuhan PDRB di Joglosemar Tahun 2002-2005 Atas Dasar

Harga Konstan Tahun 2000... 56

6. Distribusi Industri Besar dan Sedang, Tenaga Kerja, Upah Tenaga Kerja,

Biaya Input, Nilai Output dan Nilai Tambah tahun 2004 di Joglosemar... 59

7. Jumlah Tenaga Kerja Per Unit Usaha, Tingkat Pendapatan Tenaga Kerja

Rataan Nilai Tambah Per Unit Usaha dan Rataan Output Per Unit Usaha... 60

8. PDRB Per Kapita di Joglosemar Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000

Tahun 2004-2005... 61

9. Distribusi Sarana Kesehatan di Joglosemar... 62

10. Distribusi Sarana Pendidikan di Joglosemar ... 62

11. NilaiEigenvalueTiap Faktor Pangsainflowke danoutflowdari

Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang ... 72

12. NilaiFactor LoadingTiap Faktor Pangsainflowke danoutflowdari

Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang... 72

13. Hirarki Pemusatan Aktivitas Ekonomi Kabupaten/Kota di Kawasan

Joglosemar ...79

14. NilaiEigenvalueTiap Faktor Pemusatan Aktivitas Ekonomi...82 15. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Pemusatan Aktivitas

(17)

17. NilaiEigenvalueTiap Faktor Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah... 89

18. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah ...90

19. NilaiEigenvalueTiap Faktor Sumberdaya Alam... .93

20. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Sumberdaya Alam...93

21. NilaiEigenvalueTiap Faktor Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosial ...98

22. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Sumberdaya Manusia dan Sumberdaya Sosial ... 98

23. NilaiEigenvalueTiap Faktor Aktivitas Ekonomi...103

24. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Aktivitas Ekonomi...103

25. NilaiEigenvalueTiap Faktor Pengendalian Ruang...109

26. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Pengendalian Ruang...109

27. NilaiEigenvalueTiap Faktor Infrastruktur dan Fasilitas Publik ...114

28. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Infrastruktur dan Fasilitas Publik... 114

29. NilaiEigenvalueTiap Faktor Penganggaran Belanja ...119

30. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Penganggaran Belanja ...119

31. NilaiEigenvalueTiap Faktor Karakteristik Wilayah di Kawasan Joglosemar ...125

32. NilaiFactor LoadingTiap Variabel Indikator Karakteristik Wilayah di Kawasan Joglosemar...125

33. Hasil Pengujian Model Kesejahteraan Masyarakat ... 132

(18)

1. Ilustrasi Pembangunan Daerah dalam Perspektif Keterkaitan ……….. 3

2. Ilustrasi Interaksi Spasial dalam Sistem Ekonomi dan Ekologi ……… 3

3. Sediaan Kapital Total dan Kesejahteraan Manusia...13

4. Hubungan Antara Pengembangan Wilayah, Sumber Daya Alam, Sumber Daya Manusia dan Teknologi ………... 33

5. Diagram Kerangka Pikir Penelitian...………....35

6. Diagram Alir Proses Penelitian…...………36

7. Peta Wilayah Penelitian ...………...37

8. Diagram Analisis Penentuan Batasan Kawasan Joglosemar……….… 39

9. Proses Pembentukan Indeks-indeks Komposit Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah...43

10. Proses Pewilayahan dan Tipologi Wilayah Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah ...45

11. Peta Penggunaan Lahan di Joglosemar dan Kabupaten/Kota Sekitarnya...54

12. Laju Pertumbuhan PDRB atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 di Kawasan Joglosemar tahun 2002-2005...57

13. Pangsa PDRB Atas Dasar Harga Berlaku di Joglosemar Tahun 2005... 58

14. Peta Jaringan Jalan dan Fasilitas Penunjang Transportasi Lainnya...64

15. PangsaOutflowdari Kota Semarang dari kabupaten/kota di Jateng dan DIY... 66

16. PangsaOutflowdari Kota Surakarta dari kabupaten/kota di Jateng dan DIY... 67

17. PangsaOutflowdari Kota Yogyakarta dari kabupaten/kota di Jateng dan DIY... 68

18. PangsaInflowke Kota Surakarta ke kabupaten/kota di Jateng dan DIY... 69

19. PangsaInflowke Kota Semarang ke kabupaten/kota di Jateng dan DIY... 70

20. PangsaInflowke Kota Yogyakarta ke kabupaten/kota di Jateng dan DIY... 71

(19)

23. Grafik Hasil Analisis Kluster Pangsainflowke danoutflow

dari Kota Yogyakarta... 75

24. Peta Kawasan Joglosemar berdasarkan intensitas aliran barang... 77

25. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Pemusatan Aktivitas Ekonomi di Kawasan Joglosemar ... 85

26. Peta Hirarki Pemusatan Aktivitas Ekonomi... 87

27. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah ... 91

28. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Kinerja Pembangunan Ekonomi... 92

29. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi SDA... 96

30. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Sumberdaya Alam ... 97

31. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi SDM dan SDS ... 101

32. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Sumberdaya Manusia dan Sosial ... 102

33. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Aktivitas Ekonomi...106

34. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Aktivitas Ekonomi ...108

35. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Pengendalian Ruang...112

36. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Pengendalian Ruang ...113

37. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Infrastruktur dan Fasilitas Publik ...117

38. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Infrastruktur dan Fasilitas Publik...118

39. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Tipologi Penganggaran Belanja...122

40. Peta Konfigurasi Spasial Tipologi Penganggaran Belanja...124

41. Grafik Nilai Tengah Kelompok Variabel Karakteristik Wilayah di Kawasan Joglosemar ... 128

42. Peta Konfigurasi Spasial Karakteristik Wilayah di Kawasan Joglosemar...130

43. Diagram Model Kesejahteraan Masyarakat ...137

44. Diagram Model Kapasitas Fiskal ... ...142

45. Peta Tingkat Kemiskinan ...145

46. Peta Indeks Diversitas Entropy Tanaman Pangan dan Hias...146

47. Peta Rasio SLTP ...147

48. Peta Intensitas Populasi Ternak ...149

(20)
(21)

1. Variabel yang Digunakan Dalam Mengukur Kinerja Pembangunan

Ekonomi Daerah ...163

2. Data PangsaOutflowdari danInflowke Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kota Yogyakarta ...168

3. Pola SpasialInflowKe danOutflowDari Kota Surakarta...170

4. Pola SpasialInflowKe danOutflowDari Kota Semarang...171

5. Pola SpasialInflowKe danOutflowDari Kota Yogyakarta...172

6. Factor Score Analisis Faktor PangsaInflowKe danOutflowdari Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang...173

7. PDRB Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Usaha di Kawasan Joglosemar Tahun 2005...174

8. Factor ScoreAnalisis Klaster Hirarki Pemusatan Aktivitas Ekonomi di Kawasan Joglosemar...175

9. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Kinerja Pembangunan Ekonomi Daerah di Kawasan Joglosemar...176

10. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Sumberdaya Alam di Kawasan Joglosemar...179

11. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Sumberdaya Manusia dan Sosial di Kawasan Joglosemar ...182

12. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Aktivitas Ekonomi...185

13. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Pengendalian Ruang...188

14. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Infrastruktur dan Fasilitas Publik...191

15. Hasil Analisis Klaster Tipologi Wilayah Penganggaran Belanja...194

(22)

22. Hasil Standarisasi Variabel Indeks Komposit Aktivitas Ekonomi...171 23. Hasil Standarisasi Variabel Indeks Komposit Sumberdaya Alam...172 24. Hasil Standarisasi Variabel Indeks Komposit Sumberdaya Manusia dan

(23)

27. Hasil Standarisasi Variabel Indeks Komposit Kinerja Pembangunan

(24)

Latar Belakang

Pembangunan wilayah pada dasarnya merupakan pelaksanaan pembangunan nasional pada suatu wilayah yang disesuaikan dengan kemampuan fisik dan sosial serta ekonomi dari wilayah tersebut. Kebijakan pembangunan yang hanya bertumpu pada kemampuan sektoral, apabila ditinjau dari ekonomi wilayah akan menimbulkan dua permasalahan. Pertama, terjadinya disintegrasi struktur perekonomian dalam pengertian struktur perekonomian cenderung lebih berkembang dan terpusat pada satu wilayah saja. Jika hal ini berlangsung dalam jangka waktu panjang akan menimbulkan hubungan yang bersifat eksploitatif antara satu wilayah dengan wilayah lainnya. Kedua, melemahnya potensi suatu wilayah untuk berkembang yang disebabkan kurang dimanfaatkannya keunggulan komparatif wilayah (regional comparative advantage) dan keunggulan kompetitif wilayah (regional competitive advantage) secara terpadu.

Menurut Daryanto (2004), selama ini pelaksanaan pembangunan bersifat mengeneralisasi keadaan dan permasalahan yang ada. Artinya terjadi keseragaman arah pembangunan sebagai konsekuensi dari kuatnya perencanaan sentralistik yang diimplemantasikan di daerah. Perbedaan kecepatan pertumbuhan telah menyebabkan terjadinya kesenjangan kemajuan pembangunan antar daerah dalam berbagai hal. Disparitas pembangunan antar daerah dapat dilihat dari kesenjangan dalam hal (1) pendapatan per kapita, (2) kualitas sumberdaya manusia, (3) ketersediaan sarana dan prasarana seperti transportasi, energi dan komunikasi, (4) pelayanan sosial misalnya kesehatan dan pendidikan, (5) akses ke lembaga keuangan. Lebih lajut Daryanto (2004) menyatakan bahwa, kesenjangan pembangunan antar daerah yang terjadi selama ini disebabkan oleh (1) distorsi perdagangan antar daerah, (2) distorsi pengelolaan sumberdaya dan (3) distorsi sistem perkotaan-perdesaan.

(25)

Rustiadi et al. (2006), pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antar sektor, antar spasial (keruangan), serta antar pelaku pembangunan di dalam maupun antar daerah, sehingga setiap program-program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Oleh karena itu menurut Riyadi (2002), bahwa pengembangan wilayah atau pengembangan tata ruang wilayah perlu dimulai dengan menganalisis kondisi wilayah dan potensi unggulan yang ada di wilayah tersebut selanjutnya digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan strategi pengembangan wilayah berdasarkan keterkaitan antara kondisi sosial ekonomi masyarakatnya, potensi sumber daya alam serta ketersediaan prasarana wilayah dalam mendukung aktivitas perekonomian di wilayah tersebut. Pemilihan prioritas pembangunan yang mengacu pada kebutuhan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Konsep pembangunan dengan berbagai dimensi yang diterapkan pada suatu wilayah sering menemukan kenyataan bahwa konsep tersebut memerlukan modifikasi atau penyesuaian ke arah karakteristik lokal.

Pengembangan suatu wilayah harus berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal, sekaligus mengantisipasi perkembangan eksternal. Faktor-faktor internal meliputi pola-pola pengembangan SDM, informasi pasar, sumber daya modal dan investasi, pengembangan infrastruktur, pengembangan kemampuan kelembagaan lokal dan kepemerintahan, serta berbagai kerjasama dan kemitraan. Sedangkan faktor eksternal meliputi masalah kesenjangan wilayah dan pengembangan kapasitas otonomi daerah dan perdagangan bebas.

(26)

Gambar 1. Ilustrasi Pembangunan Daerah dalam Perspektif Keterkaitan (Saefulhakim, 1998)

Gambaran interaksi spasial dapat diilustrasikan dalam sistem ekonomi dan ekologi pada 2 wilayah :

Gambar 2. Ilustrasi Interaksi Spasial dalam Sistem Ekonomi dan Ekologi (Saefulhakim, 1998).

EKONOMI

EKOLOGI

EKOLOGI

EKONOMI

Wilayah I

Wilayah II

B A

A B C

C

D E D

(27)

Keterangan :

A = Interaksi subsistem ekonomi dalam satu wilayah B = Interaksi subsistem ekologi dalam satu wilayah

C = Interaksi subsistem ekonomi dan ekologi dalam satu wilayah D = Interaksi subsistem ekonomi dan ekologi antar wilayah E = Interaksi subsistem ekologi antar wilayah

F = Interaksi subsistem ekonomi antar wilayah

Ilustrasi di atas memperlihatkan begitu pentingnya interaksi spasial antar wilayah dan antar sektor dalam upaya untuk meningkatkan kinerja pembangunan daerah sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan-tujuan pembangunan yaitu : pertumbuhan, keterukuran, keterkaitan, keberimbangan, kemandirian dan keberlanjutan.

Perumusan Masalah

Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan penyediaan pelayanan publik, daerah dapat mengembangkan kerjasama dengan daerah lainnya atau bekerjasama dengan pihak lain yang didasarkan pada pertimbangan efisiensi dan efektivitas pelayanan publik, sinergi dan saling menguntungkan yang dapat diwujudkan dalam bentuk badan kerjasama yang diatur dengan Keputusan Bersama. Dasar pelaksanaan kerjasama antar daerah diatur berdasarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 120/1730/SJ tanggal 13 Juli 2005 tentang Kerjasama Antar Daerah. Bentuk-bentuk kerjasama antar daerah adalah sebagai berikut :

1. Kerjasama Antar Daerah yang berdekatan, sifatnya wajib dilaksanakan dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya pelayanan yang terdapat di daerah yang berbatasan seperti pendidikan dasar, pelayanan kesehatan (Puskesmas), penanganan sampah terpadu, penyuluhan pertanian, pengairan, penanganan Daerah Aliran Sungai (DAS), perencanaan tata ruang dan lain-lain.

(28)

3. Kerjasama antar Pemerintah Daerah dengan pihak ketiga, dikembangkan berdasarkan pemenuhan kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi langsung Pemerintah Daerah yang bersangkutan karena berbagai keterbatasan yang dimiliki oleh masing-masing daerah otonom.

4. Kerjasama Antar Daerah yang bersifat masal, berupa Badan Kerjasama Kabupaten Seluruh Indonesia (BKSI) sebagai pengganti Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) dan Badan Kerjasama Pimpinan DPRD Provinsi se Indonesia sebagai pengganti Asosiasi Pimpinan DPRD Provinsi Se Indonesia, Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) serta Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Asosiasi DPRD Kota Seluruh Indonesia (ADEKSI) dan Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI) yang akan menyesuaikan namanya menjadi Badan Kerjasama melalui Munas Asosiasi masing-masing. Badan Kerjasama ini menitikberatkan pada tukar menukar informasi, meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan pendayagunaan sumber daya yang tersedia di daerah.

Tujuan diperlukan adanya kerjasama antar daerah sebagai wujud interaksi spasial adalah sebagai berikut:

a. Menunjang upaya mewujudkan proses pembangunan yang berkelanjutan di daerah.

b. Memenuhi kewajiban Pemerintah Daerah dalam membangun dan menyelenggarakan fasilitas pelayanan umum.

c. Menanggulangi masalah yang timbul baik secara langsung maupun tidak langsung dalam pelaksanaan pembangunan daerah dan membawa dampak terhadap kesejahteraan masyarakat.

d. Mengoptimalkan dan memberdayakan potensi yang dimiliki oleh masing-masing pihak baik potensi sumber daya manusia, sumber daya alam dan teknologi untuk dimanfaatkan bersama secara timbal balik.

(29)
(30)
[image:30.595.97.512.200.512.2]

upaya untuk mengembangkan potensi wilayah dan mengatasi permasalahan pembangunan secara bersama antar daerah.

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Kota Yogyakarta, Kota Surakarta, Kota Semarang dan Kabupaten/Kota Sekitarnya Tahun 2004-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam jutaan rupiah)

Tahun

No Kabupaten/Kota

2004 2005

Joglosemar

1 Kota Semarang 10.951.149 11.394.419

2 Kota Surakarta 7.152.440 7.220.682

3 Kota Yogyakarta 9.815.114 10.109.338

Daerah Sekitar

1 Kab. Semarang 4.891.765 5.017.145

2 Kota Salatiga 5.018.855 5.239.097

3 Kab. Boyolali 3.543.427 3.676.767

4 Kab. Sukoharjo 4.663.340 4.818.034

5 Kab. Klaten 3.107.333 3.240.821

6 Kab. Magelang 2.679.229 2.775.166

7 Kota Magelang 7.223.426 7.592.985

8 Kab. Sleman 4.977.241 5.131.220

9 Kab. Kulonprogo 3.747.449 3.920.798

10 Kab. Gunung Kidul 3.846.283 4.000.254

11 Kab. Bantul 3.640.936 3.747.763

Sumber : BPS, 2006

Untuk itu maka pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya mengembangkan konsep Joglosemar sebagai kawasan strategis yang diharapkan berperan memacu pertumbuhan ekonomi Jateng dan DIY. Upaya yang dilakukan melalui pembangunan infrastruktur dalam bentuk pengembangan bandar udara bertaraf internasional, rencana pembangunan jalan tol Yogyakarta – Solo - Semarang. Secara ideal, dengan pembangunan infrastruktur akan mendorong peningkatan investasi di masing-masing daerah sehingga pada akhirnya pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat.

(31)

kualitas kehidupan manusia, pemerataan hasil-hasil pembangunan dan keadilan sosial, keberlanjutan dan kualitas pelayanan publik serta partisipasi masyarakat juga menjadi ukuran. Kemajuan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi beberapa hal seperti arah ke depan kota, kemampuan pemerintah daerah dalam memanfaatkan peluang dan mengelola potensi secara maksimal, konduksivitas kota, dan kualitas pelayanan publik dalam bentuk infrastruktur dan administrasi perizinan. Dalam konteks manajemen perkotaan, salah satu keberhasilan dan efektivitas pemerintah daerah diukur dari kualitas pelayanan (publik) kota dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat dan peningkatan investasi.

Upaya lain yang perlu dilakukan dengan mengembangkan sinergisitas dan aliansi strategis antara pemerintah daerah, swasta (pengusaha), dan masyarakat untuk melaksanakan pembangunan daerah dengan mendasarkan pada prinsipgood governance. Salah satu langkah adalah melalui inovasi perencanaan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan partisipasi masyarakat. Strategi lain dengan mengembangkan kerja sama antar daerah antara Kota Semarang dengan kawasan/daerah lain di sekitarnya seperti Kabupaten Semarang, Salatiga, Demak, Jepara, dan Kendal. Sebagai kota jasa dan perdagangan, Semarang dapat memainkan peran sebagai "pusat perputaran uang" dan kawasan strategis jalur distribusi antar kota, antar provinsi, antar pulau, dan mungkin juga antar negara.

(32)

Dengan memperhatikan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Daerah-daerah mana saja yang memiliki interaksi secara spasial dengan Joglosemar dan membentuk suatu kawasan ?

2. Bagaimana hirarki pusat-pusat ekonomi di Kawasan Joglosemar ? 3. Bagaimana tipologi konfigurasi spasial di Kawasan Joglosemar ?

4. Bagaimana interaksi spasial antar daerah berpengaruh terhadap peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah di Kawasan Joglosemar ?

5. Bagaimana strategi pengembangan antar wilayah di Kawasan Joglosemar dan daerah sekitarnya?

Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitan ini adalah :

1. Menganalisis daerah-daerah yang memiliki interaksi spasial dengan Joglosemar untuk menentukan batasan kawasan.

2. Menganalisis hirarki pusat-pusat aktivitas untuk menentukan pemusatan aktivitas di Kawasan Joglosemar.

3. Menganalisis tipologi dan memetakkan konfigurasi spasial.

4. Menganalisis interaksi antar daerah dan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan kinerja pembangunan ekonomi daerah di Kawasan Joglosemar.

5. Memberi arahan pada penentuan strategi pengembangan antar wilayah di Kawasan Joglosemar dan daerah sekitarnya.

Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian

(33)

mewujudkan peningkatan taraf kesejahteraan dari satu tahap pembangunan ke tahap pembangunan berikutnya.

Kawasan Strategis didefinisikan sebagai kawasan yang mempunyai lingkup pengaruh berdampak nasional dengan prospek ekonomi yang relatif baik serta mempunyai daya tarik investasi. Pembangunan kawasan pada dasarnya harus disusun atas prinsip strategi keterkaitan (linkages).

Kawasan kerjasama didefinisikan sebagai kerjasama daerah dalam satu kawasan / berada dalam satu blok berbatasan secara adiministrasi (contigous) sebagai upaya untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat dan usaha mengembangkan potensi dan komoditas unggulan dari masing-masing daerah sesuai dengan karakteriktik wilayahnya.

Antar daerah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai bentuk hubungan antar daerah yang ditunjukkan dengan batasan administrasi kabupaten atau kota.

Antar wilayah dalam penelitian ini didefinisikan sebagai bentuk hubungan antar wilayah berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh suatu wilayah.

Model dalam tesis ini menunjukkan beberapa pengertian bahwa kegiatan penelitian ini tidak meliputi seluruh daerah tetapi hanya daerah kabupaten/kota di Kawasan Joglosemar dan sekitarnya yang terdiri dari dua provinsi yaitu Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun demikian prinsip, prosedur kerja dan hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran untuk melakukan kegiatan penelitian tentang pembangunan daerah dengan menggunakan model kawasan kerjasama strategis bagi daerah-daerah lainnya.

Joglosemar dalam tesis ini menunjukkan Kota Yogyakarta, Kota Surakata (Solo) dan Kota Semarang sebagai kota-kota utama/simpul kawasan yang merupakan bagian subyek penelitian.

Kawasan Joglosemar didefinisikan sebagai kabupaten/kota yang berada pada satu blok yang memiliki interaksi berdasarkan intensitas aliran barang dengan Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang yang ditentukan dalam penelitian ini.

(34)

pembangunan ekonomi daerah yang terpadu agar dapat mendorong suatu interaksi spasial yang optimal antar daerah dalam kawasan Joglosemar.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan berguna dalam hal : 1. Memberi masukan dan informasi kepada Pemerintah Provinsi Jawa

Tengah dan Provinsi DIY dalam merumuskan kebijakan pengembangan wilayah khususnya untuk kawasan strategis Joglosemar.

(35)

Pembangunan Ekonomi

Pada pembangunan ekonomi keberhasilan pembangunan diukur dalam perspektif waktu (mempertimbangkan kepentingan antar generasi) yang dikenal dengan model pembangunan ekonomi berkelanjutan (sustainable development). Pembangunan ekonomi yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akhirnya dapat menjadi bumerang jika biaya harus dibayar mahal oleh generasi mendatang karena rusaknya lingkungan. Generasi mendatang juga memiliki hak dan kewajiban yang sama seperti generasi sekarang (Adiningsih, 2002). Tujuan pembangunan ekonomi harus diupayakan dengan keberlanjutan. Pembangunan menimbulkan transformasi progresif pada ekonomi dan masyarakat. Suatu jalur pembangunan yang berkelanjutan dalam pengertian fisik, secara teoritik dapat ditelusuri, akan tetapi keberlanjutan fisik tidak mungkin dicapai bila kebijaksanaan pembangunan memberikan perhatian pada hal-hal seperti berubahnya akses ke sumberdaya serta berubahnya distribusi biaya dan keuntungan

Dalam definisi ekonomi, modal adalah “cadangan” atau persediaan dari barang nyata, yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan barang atau fungsi pemanfaatan dalam kurun waktu mendatang. Lebih lanjut, sumberdaya alam, yang merupakan cadangan barang dan jasa, serta memiliki kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa serta fungsi lain diklasifikasikan sebagai modal dalam faktor produksi.

(36)

dihasilkan oleh proses ekonomi, dan juga sebagai penyedia beragam jasa ekologis untuk mendukung dan memelihara proses produksi. Sebagai suatu contoh adalah daur ulang nutrisi, perlindungan terhadap daerah aliran sungai, dan pengaturan iklim. Kapital manusia, atau sumberdaya manusia mencakup pengetahuan, ketrampilan dan keahlian yang diperlukan untuk meningkatkan proses produksi serta untuk kegiatan riset dan pengembangan yang memicu inovasi teknologi. Namun demikian, masing-masing sumberdaya ini memberikan kontribusi langsung kepada kesejahteraan manusia, sehingga hubungan sediaan kapital ini dapat digambarkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Sediaan kapital total dan kesejahteraan manusia (Pearce and Barbier, 2000).

Pada konteks pembangunan ekonomi berkelanjutan, tidak hanya melihat dari ukuran-ukuran tradisional yang selama ini digunakan, seperti tingginya pendapatan per kapita untuk mengukur kesejahteraan suatu bangsa atau masyarakat. Namun, kita perlu memasukkan dimensi lain seperli lingkungan hidup dan sosial dalam mengukur kualitas hidup suatu bangsa atau kelompok masyarakat. Keberlanjutan ekonomi dari perspektif pembangunan memiliki dua hal utama yang keduanya mempunyai keterkaitan yang erat dengan keberlanjutan aspek lainnya (Djajadiningrat, 2001), yaitu :

1. Keberlanjutan ekonomi makro yang mempunyai tiga elemen utama : efisiensi ekonomi, kesejahteraan ekonomi yang berkesinambungan dan meningkatkan pemerataan dan distribusi kemakmuran.

PROSES EKONOMI

Kesejahteraan Manusia

Produksi Barang dan Jasa

Warisan Terbagun

Kapital Fisik (Kp) Kapital Alami (Kn) Kapital Manusia (Kh) Estetika Pendukung

Kehidupan

(37)

2. Keberlanjutan ekonomi sektoral mempunyai dua eleman penting : (a) sumberdaya alam yang nilai ekonominya dapat dihitung harus diperlakukan sebagai kapital yang “tangable” dalam kerangka akunting ekonomi dan (b) koreksi terhadap harga barang dan jasa perlu diintroduksikan.

Dalam konteks pembangunan ekonomi kita dihadapkan pada persoalan membangun ekonomi daerah yang komprehensif dan efisien. Pembangunan ekonomi juga meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi yang pesat, membawa tingkat kemakmuran masyarakat lebih tinggi dan menurunkan kemiskinan (Adiningsih, 2002). Namun kiranya perlu juga diperhatikan bahwa dalam bidang ekonomi, pemerintah mempunyai empat macam peran yaitu (Maschab, 2002) : 1) alokasi, 2) distribusi, 3) regulasi dan 4) stabilisasi.

Apabila pemerintah daerah bisa menjalankan peranan ekonominya dengan baik, maka bukan saja akan meningkatkan kesejahteraan rakyatnya tetapi juga akan mendukung stabilitas dan kemajuan ekonomi regional dan nasional.

Makna Pembangunan atau Pengembangan Wilayah

Pertanyaan pertama yang perlu diajukan adalah : apa yang dimaksud dengan pembangunan wilayah? Atau, bagaimana kaitannya pembangunan nasional dengan pembangunan wilayah? Untuk itu, perlu memahami permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan pembangunan, pembangunan nasional dan pembangunan wilayah.

(38)

pendapatan dan menipisnya demokrasi merupakan pembangunan? Walaupun jawabannya dapat ya atau tidak dan masih menimbulkan perbedaan pendapat, namun untuk sementara pembangunan diartikan sebagai peningkatan secara rata-rata dalam berbagai segi kehidupan masyarakat. Sehingga dengan demikian, pembangunan nasional atau pembangunan wilayah adalah suatu peningkatan secara rata-rata taraf hidup seluruh masyarakat di suatu negara atau wilayah.

Perbedaan mengenai kondisi alam, kekayaan sumberdaya alam, kondisi sosial, struktur perekonomian suatu wilayah merupakan beberapa faktor dasar yang membedakan suatu wilayah dengan wilayah-wilayah lainnya. Perbedaan-perbedaan tersebut memberikan efek terhadap pencapaian kinerja ekonomi-sosial suatu wilayah. Dengan perkataan ini, pembangunan merupakan suatu proses perubahan multi dimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, ekonomi, kelembagaan dan oleh karena itu pembangunan merupakan suatu proses kerja yang tidak hanya mengukur kinerja dari satu sisi saja (Todaro, 2000). Oleh karena itu dibutuhkan suatu koordinasi yang baik untuk memadukan pembangunan nasional dengan pembangunan wilayah sebagai bagian dari perencanaan nasional dan untuk dapat memperoleh hal tersebut, maka pembangunan perlu disebarkan secara geografis (Yuwono, 2005).

Perencanaan Pembangunan Wilayah

Dalam mendukung pembangunan nasional atau wilayah, suatu perencanaan pembangunan dapat dilakukan melalui pendekatan wilayah, walaupun sampai saat ini masih terdapat perbedaan pendapat mengenai apa yang dimaksud dengan pembangunan wilayah: apakah pembangunan wilayah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional secara keseluruhan, atau apakah pembangunan wilayah merupakan ukuran mini dari pembangunan nasional? Untuk menjawab hal tersebut perlu memehami pengertian mengenai wilayah.

(39)

Johnston (1976) memandang wilayah sebagai bentuk istilah teknis klasifikasi spasial dan merekomendasikan dua tipe wilayah : (1) wilayah formal, merupakan tempat-tempat yang memiliki kesamaan-kesamaan karakteristik, dan (2) wilayah fungsional atau nodal, merupakan konsep wilayah dengan menekankan kesamaan keterkaitan antar komponen atau lokasi. Pendapat lain dari Murty (2000) mendefinisikan wilayah sebagai suatu areal geografis, teritorial atau tempat, yang dapat berwujud sebagai suatu negara, negara bagian, provinsi, distrik (kabupaten), dan perdesaan.

Namun, dari semua itu menyatakan bahwa perencanaan pembangunan wilayah merupakan proses memformulasikan tujuan-tujuan sosial dan pengaturan ruang untuk kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai tujuan ekonomi dan sosial tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, unsur spasial merupakan dasar dan pegangan dari seorang perencana wilayah dalam membuat suatu rencana sektoral maupun wilayah termasuk program-program pembangunan wilayah, sekaligus merencanakan lokasi suatu kegiatan pembangunan tertentu. Sehingga secara konseptual, menurut Richardson (1969) dan Hagget, Cliff dan Frey (1977) wilayah dapat dibedakan :

1. Wilayah homogen yaitu wilayah-wilayah yang secara geografis dapat dikaitkan bersama-sama menjadi satu wilayah tunggal apabila wilayah-wilayah tersebut mempunyai ciri-ciri yang homogeni atau seragam baik secara individu maupun gabungan dari beberapa unsur dimana ciri-ciri tersebut dapat bersifat ekonomi, geografis atau bahkan bersifat sosial atau politik. Wilayah homogeni dibatasi berdasarkan keserupaannya secara intern (internal uniformity), sehingga apabila terjadi perubahan dari suatu bagian wilayah akan mendorong terjadinya perubahan keseluruhan aspek wilayah.

(40)

komplementer (saling melengkapi) terhadap intinya dan dihubungkan oleh pertukaran informasi secara intern. Sehingga integrasi fungsional merupakan dasar hubungan ketergantungan atau dasar kepentingan masyarakat. Dalam hal ini wilayah nodal terdiri dari bagian-bagian dengan fungsi yang berbeda-beda walaupun secara fungsional mereka berkaitan satu sama lain.

3. Wilayah perencanaan yaitu merupakan suatu wilayah yang memperlihatkan koherensi atau kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Dengan demikian konsep tentang wilayah perencanaan ini adalah suatu wilayah atau daerah yang secara geografis cocok untuk melakukan suatu perencanaan dengan pelaksanaan pembangunan guna memecahkan masalah regional atau wilayah yang dihadapi.

4. Wilayah administrasi yaitu wilayah yang dibatasi atas dasar kesatuan administrasi politis penduduk dari suatu wilayah. Batas wilayah administrasi ini tidak ditentukan oleh derajat interaksi antar komponen wilayah dan tidak pula dibatasi oleh kehomogenan komponen-komponen wilayah yang didominan tetapi terutama dibatasi untuk dapat mengakomodasikan kepentingan politik penduduknya.

(41)

Perencanaan dalam rangka pembangunan wilayah memberikan makna sebagai upaya yang dapat dilakukan untuk menghubungkan pengetahuan atau teknik yang telah dilandasi kaidah-kaidah ilmiah ke dalam praktis (praktik-praktik yang dilandasi teori) serta dalam perspektif kepentingan orang banyak atau publik. Sementara pembangunan dapat diartikan sebagai suatu upaya terkoordinasi yang dilakukan dengan tujuan menciptakan alternatif yang lebih banyak secara sah kepada setiap warga negara untuk memenuhi dan mencapai aspirasinya secara manusiawi.

Menurut Rustiadi et al. (2006), wilayah definisikan sebagai unit geografis dengan batasan-batasan spesifik (tertentu) dimana bagian-bagian dari wilayah tersebut (sub wilayah) satu sama lain saling berinteraksi secara fungsional. Dari definisi tersebut, terlihat bahwa tidak ada batasan yang spesifik dari luasan suatu wilayah. Batasan yang ada lebih bersifat “meaningfull”, baik untuk perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian maupun evaluasi. Dengan demikian, batasan wilayah tidaklah selalu bersifat fisik dan pasti tetapi seringkali bersifat dinamis (berubah-ubah).

Konsep wilayah yang paling klasik (Hagget, Cliff dan Frey, 1977 dalam Rustiadi et al., 2006) mengenai tipologi wilayah, mengklasifikasikan konsep wilayah ke dalam tiga kategori, yaitu : (1) wilayah homogen (uniform/homogenous region); (2) wilayah nodal (nodal region); dan (3) wilayah perencanaan (planning region atau programming region).

Perencanaan pembangunan wilayah dalam hubungannya dengan suatu daerah sebagai wilayah pembangunan, merupakan suatu proses perencanaan pembangunan yang bertujuan melakukan perubahan menuju ke arah perkembangan yang lebih baik bagi suatu komunitas masyarakat, pemerintah dan lingkungannya dalam wilayah atau daerah tertentu, dengan memanfaatkan atau mendayagunakan berbagai sumber daya yang ada, serta harus memiliki orientasi yang bersifat menyeluruh, lengkap, namun tetap berpegang pada asas prioritas (Riyadi dan Bratakusumah, 2004).

(42)

(1999), menyatakan bahwa perencanaan adalah suatu proses menentukan apa yang ingin dicapai dimasa yang akan datang serta menentukan tahapan-tahapan yang dibutuhkan untuk mencapainya.

Selama ini perencanaan pembangunan wilayah hanya ditinjau dari aspek sosial ekonomi dengan tekanan lebih kepada mewujudkan pertumbuhan ekonomi sehingga dalam menunjukkan pertumbuhan ekonomi sering over estimate akibat tidak adanya koreksi atas dampak negatif pertumbuhan ekonomi (Anwar dan Hadi 1996). Namun kemudian dengan adanya paradigma shift dalam pembangunan maka konsep pembangunan berkelanjutan (sustainable development) mulai muncul, seperti dikemukakan oleh The Brundland Commission dalam Tunner et al. (1994), yaitu pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan kepada prinsip bahwa pemenuhan kebutuhan pada masa sekarang hendaknya mempertimbangkan kemampuan generasi yang akan datang dalam memenuhi kebutuhannya, oleh karenanya dalam perencanaan pembangunan wilayah mulai mempertimbangkan aspek wilayah atau tata ruang sebelum sampai kepada tahapan invenstasi.

Dalam menyusun perencanaan pembangunan berbasis pengembangan wilayah menurut Rustiadiet al. (2006), memandang penting keterpaduan sektoral, spasial serta keterpaduan antar pelaku pembangunan di dalam dan antar wilayah. Salah satu ciri pentingnya pembangunan wilayah adalah adanya upaya mencapai pembangunan berimbang (balanced development), dengan terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap wilayah maupun daerah yang beragam sehingga dapat memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal bagi masyarakat di seluruh wilayah.

Sementara itu menurut Dahuri dan Nugroho (2004), perencanaan pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai upaya untuk merumuskan serta mengaplikasikan kerangka teori ke dalam kebijakan ekonomi maupun program pembangunan yang di dalamnya juga mempertimbangkan aspek wilayah dengan mengintergrasikan aspek sosial dan lingkungan untuk mencapai kesejahteraan yang optimal dan berkelanjutan.

(43)

karena pembangunan yang sangat sentralistik. Struktur insentif yang dibentuk tidak memungkinkan keterpaduan sektoral di tingkat wilayah dan antar daerah. Sebagai akibatnya pemerintah daerah dan lokal gagal menangkap kompleksitas pembangunan di wilayahnya (Rustiadi et al., 2006). Dalam kondisi pembangunan yang bersifat sentralistik, maka tujuan-tujuan pembangunan wilayah menjadi sangat bergantung kepada kebijakan yang diambil oleh pemerintah pusat.

Bentuk-bentuk kegagalan masa lalu seperti investasi pembangunan nasional yang tidak memperhatikan keterpaduan dan kesimbangan antar wilayah membuat pemerataan dan keberlanjutan pembangunan antar wilayah menjadi persoalan serius. Oleh karena itu era otonomi daerah merupakan kesempatan memperbaiki kegagalan masa lalu menuju pembangunan wilayah yang menekankan pada prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan, keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.

Sebagai upaya mewujudkan pembangunan berimbang, maka seperti dikemukakan oleh Anwar (2005), bahwa dalam pembangunan wilayah perlu senantiasa diarahkan pada tujuan pengembangan wilayah, antara lain mencapai : (1) pertumbuhan (growth), yaitu terkait dengan alokasi sumber daya-sumber daya yang langka terdiri atas sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan untuk hasil yang maskimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia dalam meningkatkan kegiatan produktivitasnya ; (2) pemerataan (equity), yang terkait dengan pembagian manfaat hasil pembangunan secara adil sehingga setiap warga negara yang terlibat perlu memperoleh pembagian hasil yang memadai secara adil, dalam hal ini perlu adanya kelembagaan yang dapat mengatur manfaat yang diperoleh dari proses pertumbuhan material maupun non material di suatu wilayah secara adil; serta (3) keberlanjutan (sustainability), bahwa penggunaan sumber daya baik yang ditransaksikan melalui sistem pasar maupun di luar sistem pasar harus tidak melampaui kapasitas kemampuan produksinya.

(44)

tata guna air, tata guna udara, serta tata guna sumber daya alam lainnya sebagai satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sedangkan perencanaan pembangunan wilayah dari aspek ekonomi adalah penentuan peranan sektor-sektor pembangunan dalam mencapai target pembangunan yaitu pertumbuhan, yang kemudian diikuti dengan kegiatan investasi pembangunan baik investasi pemerintah dan swasta. Penentuan peranan sektor-sektor pembangunan diharapkan dapat mewujudkan keserasian antar sektor pembangunan, sehingga dapat meminimalisasi inkompabilitas antar sektor dalam pemanfaatan ruang, mewujudkan keterkaitan antar sektor baik ke depan maupun ke belakang, serta proses pembangunan yang berjalan secara bertahap ke arah yang lebih maju dan menghindari kebocoran maupun kemubaziran sumber daya (Anwar, 2005).

Selanjutnya pengembangan suatu wilayah harus berdasarkan pengamatan terhadap kondisi internal, sekaligus mengantisipasi perkembangan eksternal. Faktor-faktor internal mencakup pola-pola pengembangan SDM, informasi pasar, sumber daya modal dan investasi, kebijakan dalam investasi, pengembangan infrastruktur, pengembangan kemampuan kelembagaan lokal dan kepemerintahan, serta berbagai kerjasama dan kemitraan. Sedangkan faktor eksternal meliputi kesenjangan wilayah dan pengembangan kapasitas otonomi daerah, perdagangan bebas dan otonomi daerah itu sendiri. Sehingga dalam konsep pengembangan wilayah paling tidak didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain : (1) berbasis pada sektor unggulan; (2) dilakukan atas dasar karakteristik daerah; (3) dilakukan secara komprehensif dan terpadu; (4) mempunyai keterkaitan kuat ke depan dan ke belakang; serta (5) dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip otonomi dan desentralisasi (Bappenas, 2004).

(45)

Strategi Pembangunan Wilayah

Sejalan dengan dilaksanakannya otonomi daerah, tiap-tiap pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam menentukan kebijakan pengembangan wilayahnya, yang tentu tidak menutup kemungkinan timbulnya perbedaan kepentingan dan prioritas antar sektor dan antar daerah yang dapat memicu terjadinya konflik antar daerah. Oleh karenanya untuk mencegah munculnya benturan akibat egosektoral antar daerah terutama antara kabupaten dan kota perlu adanya suatu strategi pengembangan wilayah yang dapat meminimalkan friksi-friksi yang mungkin timbul dengan adanya desentralisasi. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah mengatur kembali mengenai penyelenggaraan urusan pemerintahan bahwa pemerintah daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah dan dengan pemerintah daerah lainnya, yang sebelumnya dalam Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 disebutkan bahwa tidak ada hubungan antara daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah kota (Kusumawati, 2005).

Salah satu upaya yang dilakukan dalam rangka penyerasian pembangunan daerah untuk mengurangi disparitas, mewujudkan keterpaduan pembagunan, serta mempercepat kemajuan pembangunan daerah, dilaksanakan melalui pendekatan berbasis wilayah yang pada prinsipnya adalah meminimalisasi friksi dan memaksimalisasi sinergitas sehingga terwujud keserasian pembangunan daerah di wilayah pengembangan, yang mencakup tiga aspek, yakni : (1) keserasian pertumbuhan antardaerah, antarwilayah maupun antarkawasan yang berorientasi pada kepentingan bersama pengembangan potensi lokal, (2) keserasian kebijakan dan program-program pembangunan sektoral dan daerah dalam skenario pengembangan wilayah, serta (3) keserasian di antara stakeholder dalam dinamika pengembangan wilayah (Sumarsono, 2004).

Keterkaitan dan Ketergantungan Antar Wilayah

(46)

pada wilayah-wilayah kaya, sehingga tingkat pendapatannya cenderung menjadi sama pada masa yang akan datang. Dalam konteks pertumbuhan seimbang diupayakan keserasian dalam laju pertumbuhan antar wilayah dilancarkan untuk meratakan pembangunan ke seluruh wilayah. Hal ini berarti merangsang partisipasi dan keterlibatan masyarakat di seluruh wilayah dalam proses pembangunan.

Pembangunan wilayah antar provinsi yang bertetangga akan dapat mengembangkan daya pertumbuhan yang kuat yang terdapat dalam lingkungan provinsi dan dapat mendorong pula perkembangan provinsi-provinsi lain yang relatif lebih terbelakang. Dalam hubungan ini perlu digairahkan kerja sama antar wilayah (provinsi) serta saling menguntungkan (mutual regional cooperation). Hal ini berarti bahwa produksi dan usaha-usaha pembangunan dikaitkan dengan keuntungan komparatif dan regionalisasi wilayah pembangunan (Anwar, 2005).

(47)

khususnya yang menyangkut peningkatan tingkat pendapatan, pendidikan, sosial budaya dan lain-lain masyarakat wilayah.

Walaupun demikian, kecenderungan pengembangan program-program pembangunan yang dilaksanakan sejauh ini masih didominasi oleh strategi pengembangan dari sisi pasokan (supply) tanpa pengembangan strategi sisi permintaan yang cukup memadai. Strategi pembangunan wilayah harus didasarkan atas prinsip strategi keterkaitan (lingkages) antar wilayah-wilayah. Lebih lanjut Anwar (2005) menyatakan bahwa strategi berbasis keterkaitan antar wilayah-wilayah pada awalnya dapat diwujudkan dengan mengembangkan keterkaitan fisik antar wilayah dengan membangun berbagai infrastruktur fisik (jaringan transportasi jalan, pelabuhan, jaringan komunikasi dan lain-lain) yang dapat menciptakan keterkaitan yang sinergis (saling memperkuat) antar wilayah. Keterkaitan fisik juga harus diikuti dengan pengembangan institusional dalam keterkaitan sinergi yang lebih luas, yakni dengan disertai kebijakan-kebijakan yang menciptakan struktur insentif yang mendorong keterkaitan yang sinergis antar wilayah-wilayah. Selain itu bahwa keterkaitan dan ketergantungan antar wilayah dapat diperlihatkan dari jaringan arus antar wilayah (termasuk didalamnya arus perdagangan)

Peranan Perencanaan Inter-Regional yang Mendukung Pertumbuhan Ekonomi

(48)

pemerataannya atau equity yang mengacu kepada The Second Fundamental Theorem of Welfare Economics(Anwar, 2005).

Menurut Mansury (2007) menyatakan bahwa integrasi ekonomi inter-regional mengalami perkembangan yang berawal dari riset empiris dan teoritis, dan berimplikasi terhadap wilayah yang tertinggal dalam hal pembangunan. Integrasi regional secara kontras terjadi di wilayah yang berbatasan atau berdekatan dimana dapat terbina suatu hubungan yang saling menguntungkan dan membentuk kerjasama antar wilayah satu dengan wilayah yang lain.

Namun dalam banyak Negara berkembang termasuk Indonesia, strategi pembangunan masa lalu terlalu menekankan kepada efisiensi dan mengabaikan distribusi pemerataan ekonomi (distribution), sehingga melahirkan banyak kesenjangan dalam kehidupan masyarakat yang semakin melebar, yang menjadi sumber dari krisis yang satu kepada krisis yang lainnya. Oleh karenanya pada waktu akhir-akhir ini kebijakan salah arah pemerintah telah mendapat tekanan sosial dan politik yang besar. Kebijakan perekonomian dengan sistem ekonomi pasar dan ekonomi terencana secara terpusat semestinya mengikuti kebijakan-kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi disparitas kinerja pembangunan diantara subregion sehingga dengan berkurangnya tingkat kesenjangan, pembangunan diharapkan menjadi lebih seimbang diantara wilayah-wilayah.

(49)

pusat-pusat pertumbuhan akhirnya menjadi diperlemah, disebabkan karena timbulnya berbagai “penyakit urbanisasi” yang luar biasa .

Fenomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota-kota, telah banyak menimbulkan biaya-biaya sosial (social costs), seperti dapat dilihat pada perkembangan kota-kota besar di Indonesia yang mengalami “over-urbanization”. Perkembangan mega-urban seperti Jabotabek, Bandung Raya dan Gerbang Katosusilo (sekitar Surabaya) dicirikan oleh terjadinya berbagai bentuk ketidakefisienan dan permasalahan, seperti meluasnya daerah-daerah kumuh (slum area), tingginya tingkat pencemaran, terjadinya kemacetan lalu lintas, merebaknya kriminalitas dan sebagainya. Perkembangan perkotaan besar ini pada akhirnya sarat dengan permasalahan-permasalahan sosial, lingkungan dan ekonomi yang semakin kompleks dan sulit untuk di atasi. Pengembangan keterkaitan yang salah (tidak tepat sasaran) dapat mendorong terjadinya aliran backwashyang lebih massif yang pada akhirnya justru memperparah kesenjangan dan ketidakseimbangan pembangunan inter-regional (Anwar, 2005).

Berlakunya kebijakan Otonomi Daerah merupakan upaya mengatasi ketimpangan dan ketidakadilan pembangunan antar wilayah (inter-regional), termasuk ketidakseimbangan kewenangan antara pusat dan daerah. Otonomi daerah diharapkan memotong proses backwash yang telah menyebabkan terjadinya keterkaitan-keterkaitan inter-regional yang bersifat eksploitatif, yang pada gilirannya dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah. Secara jangka pendek, pemberlakuan otonomi daerah dapat menumbuhkan ekses-ekses pembangunan dalam berbagai bentuk “ego-regional” berupa keengganan melakukan berbagai bentuk kerjasama inter-regional, terutama yang dikoordinasikan oleh pemerintah pusat dan provinsi. Dengan demikian program-program pengembangan kawasan yang ditujukan untuk mendorong keseimbangan pembangunan antar wilayah/kawasan menghadapi tantangan yang berbeda dengan di masa-masa sebelumnya.

(50)

yang sama, atau mempunyai tingkat industrialisasi yang sama atau mempunyai pola ekonomi yang sama, atau mempunyai kebutuhan pembangunan yang sama. Akan tetapi yang lebih penting adalah adanya pertumbuhan yang seoptimal mungkin dari potensi yang dimiliki oleh suatu wilayah sesuai dengan kapasitasnya. Dengan demikian diharapkan keuntungan dari pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan hasil dari sumbangan interaksi yang saling memperkuat diantara semua wilayah yang terlibat.

Keseimbangan antar kawasan menjadi penting karena keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu mengurangi disparitas antar wilayah dan pada akhirnya mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Disparitas antar wilayah telah menimbulkan banyak permasalahan sosial, ekonomi dan politik. Untuk itu dibutuhkan kebijakan program yang mampu mengatasi permasalahan disparitas antar wilayah/kawasan, dan perencanaan yang mampu mewujudkan pembangunan wilayah/kawasan secara berimbang. Dalam paradigma keterkaitan, kemiskinan di suatu tempat akan sangat berbahaya bagi kesejahteraan di suatu tempat, sedangkan kesejahteraan di suatu tempat harus didistribusikan secara berkeadilan ke semua tempat (Rustiadiet al., 2006).

Pengembangan Kawasan Strategis

Untuk dapat berperan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, menurut Warseno (2000), suatu kawasan perlu dikelola secara terpadu, komprehensif dan berkesinambungan agar perkembangannya lebih terarah dan teratur. Oleh karenanya perlu beberapa perencanaan yang dikembangkan dalam pengembangan kawasan, seperti penetapan rencana strategis kawasan (strategic plan), pengembangan spasial dan infrastruktur (spatial and infrastructure development), pengembangan investasi (investment development), pengembangan kelembagaan (institutional developmnent), dan pengembangan sumber daya manusia (human resource development).

(51)

ruang wilayah pengembangan. Salah satunya dengan membentuk kawasan strategis yaitu kawasan-kawasan yang akan menjadi lokasi atau area bagi pengembangan sektor-sektor pembangunan yang dipandang strategis dari segi penataan ruangnya, juga dapat mencakup kawasan-kawasan strategis yang diusulkan oleh daerah dalam hal ini adalah provinsi.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Firman (1992), bahwa yang menjadi kriteria kawasan strategis prioritas adalah :

(1) Kawasan strategis yang pengembangannya mempunyai dampak nasional. (2) Kawasan strategis yang pengembangan sektor strategis di atasnya

membutuhkan lahan dalam skala besar.

(3) Kawasan strategis yang di atasnya akan dikembangkan sektor strategis dengan prioritas tinggi.

(4) Kawasan strategis yang memiliki prospek ekonomi cukup cerah dengan minat dan kecenderungan investasi swasta dan pemerintah cukup tinggi. (5) Kawasan strategis yang dimaksudkan untuk memacu pembangunan

wilayah yang terbelakang, miskin dan kritis.

Selanjutnya yang dimaksud dengan kawasan strategis adalah kawasan yang mempunyai lingkup pengaruh yang berdampak nasional, penguasaan dan pengembangan lahan relatif besar, mempunyai prospek ekonomi yang relatif baik, serta mempunyai daya tarik investasi (Bappeda Provinsi Jawa Tengah, 2003). Pembentukan kawasan-kawasan pengembangan strategis dalam suatu wilayah adalah sebagai bagian dari penataan ruang yang dilakukan berdasarkan fungsi kawasan dan aspek kegiatan meliputi kawasan perkotaan, kawasan perdesaan, serta kawasan tertentu.

(52)

Suatu wilayah atau kawasan dapat dijadikan sebagai pusat pertumbuhan apabila memenuhi kreteria sebagai pusat pertumbuhan baik secara fungsional maupun secara geografis. Secara fungsional, pusat pertumbuhan merupakan lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Sedangkan secara geografis, pusat pertumbuhan merupakan lokasi dengan fasilitas dan kemudahan yang mampu menjadi pusat daya tarik (pole of attraction) serta menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi dan masyarakat pun memanfaatkan fasilitas yang ada di lokasi tersebut. Sehingga wilayah sebagai pusat pertumbuhan pada dasarnya harus mampu mencirikan antara lain : hubungan internal dari berbagai kegiatan atau adanya keterkaitan antara satu sektor dengan sektor yang lainnya, keberadaan sektor-sektor yang saling terkait menciptakan efek pengganda yang mampu mendorong pertumbuhan daerah belakangnya, adanya konsentrasi geografis berbagai sektor atau fasilitas yang menciptakan efisiensi, serta terdapat hubungan yang harmonis antara pusat pertumbuhan dengan daerah belakangnya (Tarigan, 2004b).

Dalam hal ini upaya mewujudkan keseimbangan antar kawasan menjadi penting karena pada dasarnya keterkaitan yang bersifat simetris akan mampu memperkuat pembangunan ekonomi wilayah secara menyeluruh. Selain karena kesenjangan antar wilayah selama ini telah menimbulkan banyak permasalahan baik sosial, ekonomi maupun politik, terlebih karena kemiskinan yang terjadi di suatu tempat akan berbahaya bagi wilayah lainnya dan juga ketika kesejahteraan di suatu tempat yang lain tidak terdistribusikan secara adil ke seluruh wilayah (Rustiadiet al., 2006).

(53)

serta peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam pembangunan; (4) pengembangan kawasan strategis; (5) pembangunan berkelanjutan (Deni dan Djumantri, 2002). Lebih lanjut dikemukakan bahwa upaya tersebut diawali dengan pemanfaatan rencana tata ruang wilayah baik tingkat nasional mapun tingkat provinsi, terutama pada rencana struktur dan pola pemanfaatan ruang yang menggambarkan keterkaitan kawasan dengan sarana dan prasarana wilayah, yaitu dengan adanya kawasan strategis serta sektor unggulan sebagai prime-mover dalam pengembangan kawasan tersebut. Pengembangan kawasan strategis merupakan alternatif dalam peningkatan perekonomian nasional selain sebagai upaya mengatasi kesenjangan pembangunan antar wilayah.

Pendekatan Sektoral dan Pendekatan Wilayah dalam Pembangunan

Perencanaan wilayah menurut Glasson (1978), pada umumnya mencakup perencanaan fisik dan perencanaan ekonomi dalam suatu wilayah, dan perencanaan pada tingkat regional (wilayah) adalah perencanaan tingkat menengah yang merupakan penghubung antara perencanaan tingkat nasional dan perencanaan pada tingkat lokal.

Dalam perspektif paradigma keterkaitan antar wilayah, perencanaan pembangunan wilayah dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui pendekatan sektoral dan pendekatan wilayah. Adapun pendekatan sektoral dilaksanakan dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor kegiatan yang ada di wilayah tersebut, pendekatan ini mengelompokkan kegiatan ekonomi atas sektor-sektor yang seragam atau dianggap seragam. Sedangkan pendekatan wilayah dilakukan bertujuan melihat pemanfaatan ruang serta interaksi berbagai kegiatan dalam ruang wilayah, sehingga terlihat perbedaan fungsi ruang yang satu dengan ruang yang lainnya. Perbedaan fungsi tersebut terjadi karena perbedaan lokasi, perbedaan potensi, dan perbedaan aktivitas utama pada masing-masing ruang yang harus diarahkan untuk bersinergi agar saling mendukung penciptaan pertumbuhan yang serasi dan seimbang (Tarigan, 2004a).

(54)

pembangunan, sehingga setiap program-program pembangunan dalam kelembagaan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Keterpaduan sektoral tidak hanya mencakup hubungan antar lembaga pemerintahan tetapi juga antar pelaku-pelaku ekonomi secara luas dengan latar belakang sektor yang berbeda, dalam hal ini wilayah berkembang ditunjukkan dengan adanya keterkaitan antar sektor ekonomi wilayah, sehingga terjadi transfer input dan output barang dan jasa antar sektor yang dinamis. Sedangkan keterpaduan spasial membutuhkan interaksi spasial yang optimal yang ditunjukkan dengan adanya struktur keterkaitan antar wilayah yang dinamis.

Pendekatan sektoral dilakukan dengan menentukan sektor unggulan yang memiliki keterkaitan antar sektor dalam suatu perekonomian atau kontribusi berbagai sektor dalam perekonomian secara keseluruhan, sebagaimana dikemukakan Arief (1993), bahwa suatu sektor dikatakan sektor kunci atau sektor unggulan apabila memenuhi kriteria sebagai berikut : (1) mempunyai keterkaitan ke depan dan kebelakang yang relatif tinggi ; (2) menghasilkan output bruto yang relatif tinggi sehingga mampu mempertahankan final demand yang relatif tinggi pula; (3) mampu menghasilkan penerimaan bersih devisa yang relatif tinggi; dan (4) mampu menciptakan lapangan kerja yang relatif tinggi.

Menurut Daryanto (2004), terdapat beberapa cara atau teknik dalam kualifikasi untuk mengidentifikasi suatu sektor atau komoditas disebut sebagai sektor atau komoditas unggulan. Antara lain adalah dengan menghitung besarnya indeks forward dan backward linkage, yang dikenal pada analisis input output. Suatu sektor atau komoditas akan menjadi unggulan apabila nilaiforward linkage dan backward linkage lebih besar dari satu, dan backward spread effect dan forward spread effect lebih kecil dari satu. Kriteria ini dikenal dengan nama Rasmussen’s dual criterion, yaitu untuk mengetahui sejauh mana keterkaitan sektor atau komoditas unggulan yang akan dikembangkan terhadap pembangunan sektor atau komoditas lainnya baik ke depan maupun ke belakang.

(55)

pengembangan wilayah. Pendekatan wilayah juga didasarkan pada suatu pandangan bahwa keseluruhan unsur manusia (dan mahluk hidup lainnya) dan kegiatannya berserta lingkungan berada dalam suatu sistem wilayah, sehingga perencanaan dengan pendekatan wilayah adalah suatu upaya perencanaan agar interaksi manusia dengan lingkungannya dapat berjalan serasi, selaras, seimbang untuk mengupayakan kesejahteraan manusia dan kelestarian lingkungan (Deni dan Djumantri, 2002).

Seperti dikemukakan oleh Anwar (1996), bahwa pendekatan analisis pembangunan wilayah yang lebih tepat harus mampu mencerminkan adanya kerangka berpikir yang menyangkut interaksi antara aktivitas-aktivitas ekonomi spasial dan mengarah kepada

Gambar

Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto Per Kapita Kota Yogyakarta, KotaSurakarta, Kota Semarang dan Kabupaten/Kota Sekitarnya Tahun 2004-2005 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (dalam jutaan rupiah)
gambar berikut.
Gambar 10. Proses Pewilayahan dan Tipologi Wilayah Kinerja PembangunanEkonomi Daerah
Tabel 3. Persentase Luas Penggunaan Lahan di Joglosemar Tahun 2006.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selama Penggunaan Strategi Pembelajaran Aktif Tipe Kuis Tim dalam Pembelajaran Matematika Siswa Kelas VIIE SMP Negeri 1 Bukittinggi pada tahun pelajaran 2010/2011 dapat

Setelah melakukan penulisan laporan penelitian yang berjudul Pemodelan Sistem Pelelangan Jasa Konstruksi Berdasarkan Perpres No.54 Tahun 2010 dengan IDEF0 (Integration

Studi ini dimaksudkan untuk menganalisa secara jelas dan detail semua aspek-aspek dari segala bidang guna mencari tahu kelayakan dan manfaat

KEPUTUSAN PILIHANRAYA UMUM KE 10 DEWAN UNDANGAN

Bahwa Terdakwa pada waktu-waktu dan di tempat-tempat tersebut di bawah ini, yaitu pada tanggal tiga puluh satu bulan Januari 2000 enam belas, atau setidak-tidaknya

Hasil penelitian ini ditemukan fakta bahwa followers akun twitter Shopee Indonesia paling banyak merespon status yang berhubungan dengan kata kuis berhadiah, retweet

Proses pembuatannya diawali dengan pembentukan material plastik dengan cara meniupkan suatu fluida (udara) kedalam cetakan untuk membentuk suatu bentukan yang

Kelebihan metode deteksi dengan genetic analyzer dibandingkan dengan metode analisis elek- troforesis gel manual antara lain (1) set panel multi- pleks terdiri dari paling sedikit