• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Retrospektif Kasus Infausta Fraktur Ekstremitas pada Satwa Liar Felidae di Taman Safari Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Retrospektif Kasus Infausta Fraktur Ekstremitas pada Satwa Liar Felidae di Taman Safari Indonesia"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN RETROSPEKTIF KASUS INFAUSTA FRAKTUR

EKSTREMITAS PADA SATWA LIAR

FELIDAE

DI TAMAN SAFARI INDONESIA

RACHMIATI AMARYLLIS S. L

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA)*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Retrospektif Kasus Infausta Fraktur Ekstremitas pada Satwa Liar Felidae di Taman Safari Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

RACHMIATI AMARYLLIS S.L. Kajian Retrospektif Kasus Infausta Fraktur Ekstremitas pada Satwa Liar Felidae di Taman Safari Indonesia. Dibimbing oleh RP AGUS LELANA dan ARDYTA WIDIANTI.

Medik konservasi sangat penting dalam menjaga kelangsungan hidup satwa di penangkaran atau di kawasan konservasi eksitu seperti Taman Safari Indonesia (TSI). Dalam posisi ini, medik konservasi diharapkan mampu menentukan prognosis satwa yang sakit, yaitu prognosis yang positif (fausta), prognosis yang negatif (infausta), atau prognosis yang meragukan (dubius). Untuk mempelajari penyebab kasus infausta di TSI, dilakukan kajian retrospektif terhadap enam kasus fraktur ekstremitas pada satwa liar Felidae tahun 2011–2014 dimana tiga diantaranya infausta. Studi sebelumnya menjelaskan bahwa fluktuasi kalsium dan fosfor merupakan faktor predisposisi pada kasus fraktur ekstremitas ini. Untuk tujuan tersebut data klinis dan laboratoris digunakan untuk menemukan faktor komplikasi yang menyebabkan prognosis infausta. Terdapat lima dari enam satwa yang mengalami eosinofilia sebagai gambaran respon tidak spesifik dari penyakit kronis degeneratif seperti infeksi parasit. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya cacing pada muntahan salah satu satwa. Tiga dari enam satwa mati dengan komplikasi anemia makrositik, dan satu diantaranya mengalami anemia makrositik hipokromik. Satu dari tiga satwa yang mati memiliki kadar kreatinin dan urea yang tinggi sebagai gambaran glomerulonefritis atau hidronefrosis. Terdapat juga peningkatan limfosit yang mengindikasikan adanya infeksi virus. Semua temuan ini harus menjadi pembelajaran dalam pengembangan medik konservasi.

(5)

ABSTRACT

RACHMIATI AMARYLLIS S.L. Retrospective Study of Infausta Extremity Fractures on Wild Felids in Indonesian Safari Park. Supervised by RP AGUS LELANA and ARDYTA WIDIANTI.

Conservation medicine is very important to maintain the survival of endangered animals in captivity or ex-situ conservation site such as Taman Safari Indonesia (TSI). In this position, conservation medicine should be able to judge the recovery progress of ill animal as good prognosis (fausta), bad prognosis (infausta), or doubt prognosis (dubius). In order to study the cause of infausta cases in TSI, we did a retrospective study of six extremity fracture cases on wild felids where three of it were considered infausta during 2011–2014. From the previous study, fluctuation of calcium and phosphor value were found as a predisposition factor of these extremity fractures. Clinical and laboratory data were used to find the complication factors that made these cases infausta. There were five of six felids which had eosinophilia as a figure of non-specific response of continuous degenerative chronic disease such as parasitism. This was confirmed with helminthic material findings in the vomit of one of the felids. Three of six felids died with complication of macrocytic anemia. One of them had a hypochromic macrocytic anemia. From those three, on one of them also had a high value of creatinin and urea, as a figure of glomerulonephritis or hydronephrosis. There was also an increased presentation of lymphocytes indicating a complication of feline viral infection. All these findings have to be a lesson learned in developing conservation medicine.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KAJIAN RETROSPEKTIF KASUS INFAUSTA FRAKTUR

EKSTREMITAS PADA SATWA LIAR

FELIDAE

DI TAMAN SAFARI INDONESIA

RACHMIATI AMARYLLIS S. L

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Kajian Retrospektif Kasus Infausta Fraktur Ekstremitas pada Satwa Liar Felidae di Taman Safari Indonesia

Nama : Rachmiati Amaryllis S. L NIM : B04090111

Disetujui oleh

Dr Drh RP Agus Lelana SpMP MSi Pembimbing I

Drh Ardyta Widianti Pembimbing II

Diketahui oleh

Drh Agus Setiyono MS Ph.D APVet

Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini memiliki judul Kajian Retrospektif Kasus Infausta Fraktur Ekstremitas pada Satwa Liar Felidae di Taman Safari Indonesia.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Pimpinan Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor dan Koordinator Kerjasama Institut Pertanian Bogor – Taman Safari Indonesia, Drs. Yansen Manansang M.Si dan Prof. Drh. Dondin Sajuthi M.ST, Ph.D.

2. Pembimbing skripsi, Dr. Drh. RP. Agus Lelana SpMP, M.Si dan Drh Ardyta Widianti yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam pembuatan skripsi ini.

3. Dosen penguji dan dosen moderator pada seminar skripsi penulis, Drh. Retno Wulansari MS, Ph.D dan Drh. Leni Maylina M.Si.

4. Dosen penguji luar pada sidang skripsi penulis, Dr. Drh. Susi Soviana M.Si dan Drh. Kusdiantoro Muhamad M.Si.

5. Pembimbing akademik, Dr. Drh. Eva Harlina M.Si yang telah membimbing penulis dalam masa perkuliahan.

6. Kedua orang tua, Dr. Jur. Rizal Sofyan Gueci SH, MIC (Ayah) dan Dipl. Ing Yetty Limansastro SH (Ibu), adik, Rosalinar Amilia Mayalestari Gueci serta keluarga yang telah memberikan doa dan dukungannya.

7. Teman-teman Tingkat Persiapan Bersama dan teman-teman Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor yang telah menemani penulis selama perkuliahan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR LAMPIRAN viii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Satwa Liar Felidae 2

MATERI DAN METODE 4

Tempat dan Waktu 4

Bahan 4

Metode 4

HASIL DAN PEMBAHASAN 4

Rekam Medik 5

Rekonstruksi Kasus 8

SIMPULAN DAN SARAN 8

Simpulan 8

Saran 8

DAFTAR PUSTAKA 8

LAMPIRAN 11

(14)

DAFTAR TABEL

1 Data selektif patologi klinis pada satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang mengalami fraktur ekstremitas pada

tahun 2011–2014 6

2 Data hematologi hasil analisis komparatif patologi klinis pada satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang mengalami fraktur ekstremitas pada tahun 2011–2014 7 3 Data biokimia darah hasil analisis komparatif patologi klinis pada

satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang mengalami fraktur ekstremitas pada tahun 2011–2014 7

DAFTAR LAMPIRAN

1 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Naidu (P. t. sumatrae) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 2/7/2011 (Gambar 1a dan 1b) dan tanggal 20/7/2011 (Gambar

2a dan 2b) 11

2 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Cash (P. p. pardus) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 13/7/2011 (Gambar 1) dan tanggal 24/8/2011 (Gambar 2) 12 3 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Tanggo (P. p. tanggal 14/4/2012 (Gambar 1) dan tanggal 18/5/2012 (Gambar 2a dan

2b) 14

5 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Glenn (P. concolor) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 26/10/2014 (Gambar 1a dan 1b) dan tanggal 5/2/2015 (Gambar 2a

dan 2b) 15

6 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Lola (P.temminkcii) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Medik konservasi telah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Hal ini penting bagi Indonesia dalam pengelolaan biodiversitas satwa liar, khususnya program konservasi satwa liar. Dalam implementasinya, salah satu tantangan yang dihadapi oleh Rumah Sakit Satwa Taman Safari Indonesia (TSI) adalah mengurangi jumlah kasus dengan prognosis infausta (tidak dapat disembuhkan).

Jumlah kasus dengan prognosis infausta diantaranya terlihat pada kasus fraktur ekstremitas yang dialami oleh tiga dari enam ekor satwa liar Felidae dalam kurun tahun 2011–2014. Keenam satwa tersebut meliputi seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), dua ekor macan tutul afrika (Panthera pardus pardus), dua ekor puma (Puma concolor), serta seekor kucing emas asia (Pardofelis temminkcii).

Berdasarkan hasil evaluasi gabungan antara tim medik dan kurator satwa diperoleh gambaran bahwa kejadian fraktur ekstremitas pada satwa liar Felidae tersebut di atas bukan karena kesalahan manusia (human error) maupun kesalahan teknis perawatan satwa (technical error). Selain itu, hasil kajian sebelumnya menunjukkan bahwa fluktuasi kadar kalsium dan fosfor dalam darah merupakan faktor predisposisi terjadinya fraktur ekstremitas. Mengingat kasus fraktur ini berulang dan diantaranya infausta, maka perlu dilakukan rekonstruksi kasus berdasarkan kajian retrospektif yang lebih mendalam menggunakan data klinis dan laboratoris.

Pada umumnya, kasus infausta terjadi sejalan dengan perkembangan patogenesis penyakit yang berbeda antar individu maupun lingkungan satwa tersebut. Menurut Kahn (2005), komplikasi yang sering mengikuti patogenesis penyakit antara lain anemia dan gagal ginjal. Selain itu, menurut Schmid-Hempel (2009) penurunan ketahanan tubuh menyebabkan agen penyakit oportunis seperti parasit cacing mudah berkembang dan satwa mudah terkena infeksi sekunder.

Berdasarkan pemikiran tersebut, studi retrospektif ini dimaksudkan untuk melakukan rekonstruksi kejadian penyakit dan perkembangan prognosis infausta. Hasil kajian ini penting untuk mendukung kebijakan pengelolaan pemeliharaan eksitu satwa liar Felidae di Indonesia.

Tujuan Penelitian

(16)

2

Manfaat Penelitian

Studi kasus ini diharapkan memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kasus fraktur ekstremitas sehingga kasus tersebut mengalami perkembangan infausta.

TINJAUAN PUSTAKA

Satwa Liar Felidae

Satwa liar Felidae merupakan satwa yang populer di kebun binatang. Secara fisik satwa liar Felidae memiliki kesamaan dengan kucing domestik (Felis silvetris catus). Kesamaan ini berguna dalam melakukan tindakan medis pada satwa liar Felidae dimana kucing domestik dapat digunakan sebagai model fisiologi. Satwa liar Felidae memiliki kuku yang retraktil, kecuali pada cheetah. Pola hidup satwa ini adalah soliter, kecuali pada singa yang hidup berkelompok. Di alam bebas, daerah teritorialnya ditandai dengan urine atau raungan. (Kusumawati dan Sardjana 2011).

Harimau Sumatera

Di Indonesia terdapat beberapa subspesies harimau, yaitu harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae, Pocock 1929), harimau bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica). Selain harimau sumatera, dua subspesies lainnya telah dinyatakan punah, dan harimau sumatera memiliki status Terancam Punah (Linkie et al. 2008). Harimau sumatera diklasifikasikan ke dalam:

Dunia : Animalia Famili : Felidae Filum : Chordata Subfamili : Pantherinae Subfilum : Vertebrata Genus : Panthera Kelas : Mammalia Spesies : P. tigris Ordo : Carnivora Subspesies : P. t. sumatrae

(17)

3 Macan Tutul Afrika

Secara taksonomi macan tutul afrika (Panthera pardus pardus, Linnaeus 1758) dapat di klasifikasikan ke dalam:

Kerajaan : Animalia Famili : Felidae

Filum : Chordata Subfamili : Pantherinae

Subfilum : Vertebrata Genus : Panthera

Kelas : Mammalia Spesies : P. pardus

Ordo : Carnivora Subspesies : P. p. pardus Macan tutul afrika memiliki status Hampir Terancam Punah pada The International Union for Conservation of Nature and Resources (IUCN) Red List of Threatened Species (Henschel et al. 2008). Macan tutul memiliki warna dasar kuning tua dengan bercak hitam di sisi tubuh dan sekitar punggung. Macan tutul memiliki berat badan 45–90 kg dan panjang tubuh 2.10 m (Kusumawati dan ukuran tubuhnya (Martinez et al. 2010 dalam Lescano et al. 2014). Habitat puma adalah di berbagai zona ekologi seperti gurun, savana, hutan hujan tropis dan stepa alpine (Culver et al. 2000 dalam Lescano et al. 2014). Berdasarkan IUCN, puma termasuk ke dalam kategori Least Concern akibat populasinya yang terus menurun dalam daftar Red List of Threatened Species (Caso et al. 2008).

Kucing Emas Asia

Kucing emas asia (Pardofelis temminkcii, Vigors dan Horsfield 1827) secara taksonomi dapat di klasifikasikan ke dalam:

Kerajaan : Animalia Ordo : Carnivora

Filum : Chordata Famili : Felidae

Subfilum : Vertebrata Genus : Pardofelis

Kelas : Mammalia Spesies : P. temminckii

(18)

4

MATERI DAN METODE

Tempat dan Waktu

Pengambilan data dalam penelitian ini dilaksanakan di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, pada bulan April sampai dengan Mei 2015. Pengolahan data dan analisis dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor pada bulan Juni hingga Juli 2015.

Bahan

Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari rekam medik Rumah Sakit Satwa Taman Safari Indonesia dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2014. Data yang terkumpul berasal dari enam satwa liar Felidae yaitu:

1. Naidu, harimau sumatera (P. t. sumatrae) betina. Lahir: 20/10/2010. Fraktur: 2/7/2011. Mati: 21/7/2011. 2. Cash, macan tutul afrika (P. p. pardus) jantan.

Lahir: 1/4/2011. Fraktur: 13/7/2011. Mati: 24/8/2011. 3. Tanggo, macan tutul afrika (P. p. pardus) jantan.

Lahir: 1/4/2011. Fraktur: 29/7/2011; 30/9/2011. Mati: 15/10/2011. 4. Giselle, puma (P. concolor) betina.

Lahir: 11/11/2011. Fraktur: 21/12/2011. 5. Glenn, puma (P. concolor) jantan.

Lahir: 23/6/2014. Fraktur: 26/10/2014.

6. Lola, kucing emas asia (P. temminkcii) betina. Lahir: 15/3/2014.

Metode

Kajian retrospektif dalam penelitian ini menggunakan data berupa rekam medik di Rumah Sakit Satwa TSI. Data yang dikumpulkan meliputi data klinis dan laboratoris berupa hematologi, biokimia darah, dan hasil x-ray. Data ini kemudian diekstraksi dan disusun ulang dalam bentuk tabel menggunakan Microsoft Excel. Setiap data yang menyimpang dari normal ditandai sebagai indikasi patologi klinis, kemudian dilanjutkan dengan diagnosa. Nilai referensi normal bersumber dari International Species Information System (ISIS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

(19)

5

Bogor. Berdasarkan rekam medik tersebut dilakukan kajian retrospektif terhadap enam kasus fraktur ekstremitas pada satwa liar Felidae. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa fluktuasi kalsium dan fosfor merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur ekstremitas. Tiga diantara enam kasus tersebut berakhir dengan kematian, sehingga mendapat prognosis infausta. Adapun hasil dan pembahasan dari penelitian tersebut dijelaskan sebagai berikut.

Rekam Medik Hemoglobin Concentration (MCHC), Limfosit, Eosinofil, Urea, dan Kreatinin.

Setelah dilakukan analisis komparatif terhadap referensi pada Tabel 1, diperoleh gambaran bahwa nilai parameter patologi klinis tersebut ada yang meningkat dan menurun. Hasil analisis komparatif tersebut disajikan pada Tabel 2 untuk data hematologi dan pada Tabel 3 untuk data biokimia darah.

Dari Tabel 2 diperoleh gambaran bahwa satu dari enam satwa mengalami limfositosis dan lima dari enam satwa mengalami peningkatan eosinofil. Eosinofilia ini menurut Fabre et al. (2009) merupakan respon dari proses degeneratif akibat infeksi yang kronis seperti infeksi parasit atau reaksi alergi. Kemungkinan adanya infeksi parasit ini didukung dengan laporan klinis yang menjelaskan adanya penemuan cacing pada muntahan harimau sumatera. Penemuan ini menekankan bahwa kasus kecacingan tersebut parah sehingga menyebabkan kematian pada harimau tersebut.

Dari Tabel 2 juga diperoleh gambaran bahwa tiga dari enam ekor satwa mengalami penurunan jumlah RBC yang mengindikasikan anemia. Setelah diperhatikan lebih seksama, dua dari tiga satwa tersebut mengalami peningkatan MCV dan MCH; menurut Kahn (2005), keadaaan tersebut mengindikasikan adanya anemia makrositik. Salah satu satwa juga memiliki nilai MCHC rendah yang berarti anemia makrositik hipokromik. Jika hal ini dikaitkan dengan adanya eosinofilia, dapat dikonstruksikan bahwa anemia ini disebabkan oleh penyakit parasiter yang sifatnya penghisap darah. Menurut Shrivastav dan Singh (2012), parasit tersebut kemungkinan Ankilostoma dan Toxocara (helminth), serta Trypanosoma, Babesia dan Haemobartonella (protozoa).

Selain diduga akibat infeksi parasit, Weiser dan Kociba (1983) menjelaskan bahwa anemia makrositik juga dapat disebabkan oleh Feline Leukemia Virus (FeLV). Hal ini didukung dengan adanya satu dari enam satwa yang mengalami limfositosis.

(20)

6

Tabel 1 Data selektif patologi klinis pada satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang mengalami fraktur ekstremitas pada tahun 2011–2014

No. Satwa Data Laboratoris Gejala Klinis

Data Referensi

1 Panthera tigris sumatrae

(Naidu)

WBC: 9.3 103/μL 11.22 ± 3.431 Muntah, hipotermia, banyak ditemukan cacing pada

*WBC: 20.9 103/μL 12.33 ± 3.858 Distensi abdomen, muntah, dehidrasi, ginjal terlihat

*WBC: 13.8; 3.5 103/μL 12.33 ± 3.858 Aktivitas menurun, muntah. *RBC: 7.09; 7.36 106/μL 8.30 ± 1.39

Keterangan: * Data selektif patologi klinis; – Tidak ada data;

b

(21)

7 memiliki kadar kreatinin darah yang tinggi. Menurut Shrivastav dan Singh (2012) kenaikan nilai kreatinin dan urea sering dihubungkan dengan penyakit gagal ginjal atau glomerulonefritis. Glomerulonefritis pada Felidae menurut Rand (2006) sering dikaitkan juga dengan infeksi FeLV, Feline Immunodeficiency Virus (FIV) dan Feline Infectious Peritonitis (FIP). Dalam perkembangannya, peradangan pada glomerulus dan nefron menyebabkan terbentuknya jaringan parut sehingga menimbulkan penyumbatan dan komplikasi berupa hidronefrosis.

Pada Tabel 3 diperoleh gambaran bahwa satu dari enam satwa memiliki GOT dan GPT yang tinggi. Roelke et al. (2009) menyatakan bahwa tingginya GOT dan GPT mengindikasikan adanya kelainan fungsi hati.

Tabel 2 Data hematologi hasil analisis komparatif patologi klinis pada satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang

mengalami fraktur ekstremitas pada tahun 2011–2014

No. WBC RBC Hb HCT MCV MCH MCHC LY EO kisaran referensi. ↓ Nilai data lebih rendah dari referensi. – Tidak ada data;

b

Sumber referensi: ISIS 2002.

Tabel 3 Data biokimia darah hasil analisis komparatif patologi klinis pada satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang mengalami fraktur ekstremitas pada tahun 2011–2014

No. UREA CREA GOT GPT kisaran referensi. ↓ Nilai data lebih rendah dari referensi. – Tidak ada data;

b

(22)

8

Rekonstruksi Kasus

Dalam penelitian ini, satwa yang mengalami kematian memiliki prognosa infausta. Dari hasil kajian retrospektif terhadap rekam medik klinis maupun laboratoris, diperoleh gambaran bahwa satwa yang mendapat prognosa infausta memiliki lebih banyak parameter yang menyimpang. Parameter yang menyimpang ini tidak saja berhubungan dengan kasus fraktur itu sendiri, tetapi juga berhubungan dengan faktor lain yang menyebabkan komplikasi.

Berdasarkan temuan diatas dapat direkonstruksikan bahwa kasus infausta pada satwa Felidae adalah sebagai berikut:

1. Harimau sumatera (Naidu) fraktur ekstremitas diikuti dengan komplikasi anemia dan kecacingan yang parah.

2. Macan tutul afrika (Cash) fraktur ekstremitas diikuti dengan komplikasi anemia makrositik dan glomerulonephritis atau hidronefrosis.

3. Macan tutul afrika (Tanggo) fraktur ekstremitas diikuti dengan komplikasi anemia makrositik hipokromik dan limfositosis.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Lima dari enam satwa liar Felidae di TSI yang mengalami fraktur ekstremitas mengalami peningkatan eosinofil sebagai indikasi adanya infeksi parasiter. Pada enam satwa tersebut, dua diantaranya berakhir infausta dengan komplikasi anemia makrositik. Satu diantaranya infausta dengan komplikasi limfositosis. Selain itu terdapat juga satu satwa yang mengalami peningkatan kreatinin dan urea sebagai indikasi gromerulonefritis atau hidronefrosis.

Saran

(23)

9 [CITES] Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna

and Flora. 2015. Appendices. www.cites.org

Culver M, Johnson WE, Pecon-Slattery J, O´Brien SJ. 2000. Genomic ancestry of the American Puma (Puma concolor). J Heredity. 91(3):186.doi.org/10.1093/jhered/91.3.186

Fabre V, Beiting DP, Bliss SK, Gebreselassie NG, Gagliardo LF, Lee NA, Lee JJ, Appleton JA. 2009. Eosinophil Deficiency Compromises Parasite Survival in Chronic Nematode Infection. J Immunol. 182(3):1577–1583.

Henschel P, Hunter L, Breitenmoser U, Purchase N, Packer C, Khorozyan I, Bauer H, Marker L, Sogbohossou E, Breitenmoser-Wursten C. 2008. Panthera pardus. The IUCN Red List of Threatened Species (Version 2015.2) [internet]. [diunduh 2015 Jul 05]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/full/18868/0.

[ISIS] International Species Information System. 2002. Physiological Data Reference Values. Minnesota (US). www2.isis.org

Kahn CM. 2005. The Merck Veterinary Manual. Ed ke-9. Whitehouse Station (US): Merck & Co.

Kusumawati D, Sardjana IKW. 2011. Bahan Ajar Satwa Liar. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada Univ Pr.

Lescano J, Quevedo M, Baselly L, Crespo A, Fernàndes V. 2014. Chemical Immobilization of Captive Cougar Puma concolor (Linnaeus 1771) (Carnivora: Felidae) Using a Combination of Tiletamine – Zolazepam, in Uruguay: Local Situation and Regional Context. Mastozoología Neotropical. 17(1): 153–159.

Mazak JH, Groves CP. 2006. A taxonomic revision of the tigers (Panthera tigris)

of Southeast Asia. J Mamm Biol.

71(5):268-287.doi:10.1016/j.mambio.2006.02.007.

Mazak V. 1981. Panthera tigris. Mammalian Species. 152:1-8.

Nowell K, Jackson P. 1996. Wild Cats: Status Survey and Conservation Action Plan. Gland (CH):IUCN

Rand J. 2006. Problem-Based Feline Medicine. London (GB): Elsevier Saunders. Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang

Peternakan dan Kesehatan Hewan. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.

Roelke ME, Brown MA, Troyer JL, Winterbach H, Winterbach C, Hemson G, Smith D, Johnson RC, Pecon-Slattery J, Roca1 AL et al. 2009. Pathological Manifestations of Feline Immunodeficiency Virus (FIV) Infection in Wild African Lions. Virology. 390(1):1–12.doi:10.1016/j.virol.2009.04.011. Sanderson J, Mukherjee S, Wilting A, Sunarto S, Hearn A, Ross J, Khan JA. 2008.

(24)

10

2015.2) [internet]. [diunduh 2015 Juli 05]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/details/full/4038/0.

Schmid-Hempel P. 2009. Immune Defense, Parasite Evasion Strategies and their Relevance for “Macroscopic Phenomena” such as Virulence. Biol Sci. 364(1513):85–98.doi:10.1098/rstb.2008.0157.

Shrivastav AB, Singh KP. 2012. Tigers Blood: Hematological and Biochemical Studies, Blood Cell – An Overview of Studies in Hematology. Moschandreu T, editor. InTech. doi:10.5772/50360

(25)

11 Lampiran 1 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Naidu (P. t.

sumatrae) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 2/7/2011 (Gambar 1a dan 1b) dan tanggal 20/7/2011 (Gambar 2a dan 2b)

Gambar 1a

Gambar 1b

Gambar 2a

(26)

12

Lampiran 2 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Cash (P. p. pardus) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 13/7/2011 (Gambar 1) dan tanggal 24/8/2011 (Gambar 2)

Gambar 1

(27)

13 Lampiran 3 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Tanggo (P. p.

pardus) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 29/7/2011 (Gambar 1), 8/8/2011 (Gambar 2) dan 30/9/2011 (Gambar 3)

Gambar 3

(28)

14

Lampiran 4 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Giselle (P. concolor) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 14/4/2012 (Gambar 1) dan tanggal 18/5/2012 (Gambar 2a dan 2b)

Gambar 2a

(29)

15 Lampiran 5 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Glenn (P. concolor)

di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 26/10/2014 (Gambar 1a dan 1b) dan tanggal 5/2/2015 (Gambar 2a dan 2b)

Gambar 1a Gambar 1b

(30)

16

Lampiran 6 Gambaran X-Ray kasus fraktur ekstremitas pada Lola (P.temminkcii) di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor, dokumentasi tanggal 7/6/2014 (Gambar 1)

(31)

17

RIWAYAT HIDUP

Gambar

Tabel 1  Data selektif patologi klinis pada satwa liar Felidae di Taman Safari Indonesia  Cisarua Bogor yang mengalami fraktur ekstremitas pada tahun 2011 –2014
Tabel 2  Data hematologi hasil analisis komparatif patologi klinis pada satwa  liar Felidae di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor yang
Gambar 1a  Gambar 1b

Referensi

Dokumen terkait

Pada Gambar 9 menjelaskan mengenai prinsip metode magnetik yang diilustrasikan menggunakan sebuah objek berbentuk kubus, lalu komponen- komponen yang digunakan

dan pengukura n Kesim pulan 3.2.Membersihkan Endapan karbon pada busi 3.3.Mengukur celah busi Memasang busi 4.1.Memasang busi dengan benar (torsi kekencangan sesuai, tidak

Proses pembakaran dapat terjadi di dalam silinder motor bakar diesel ini karena bahan bakar solar yang akan dikontakkan dengan udara terkompresi bertemperatur dan

Pembahasan Pengaruh Daya Tarik Wisata Terhadap Keputusan Berkunjung di Wisata Alam Curug Cipeuteuy ..... Jumlah kunjungan Wisatawan di Wisata Alam

Adapun parameter-parameter yang dikalibrasi ditentukan berdasarkan ketentuan Tabel 3 dan hasil simulasi yang dilakukan dengan nilai awal parameter dari IFAS (tanpa

Model kuantitatif yang digunakan untuk memperkirakan potensi kerugian maksimum pada portofolio bank dalam risiko pasar disebut:.. Credit

Walaupun bagian jangka panjang MPS dapat diubah berdasarkan perubahan kondisi pasar, rencana produksi harus tetap untuk beberapa minggu ke depan agar dapat

Program ini berisi perintah untuk melakukan simulasi random number serta memanggil beberapa subroutine yang berfungsi untuk dan menjalankan proses evolusi meneruskan evolusi hingga