• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam Larutan Bumbu) terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Waktu Curing (Perendaman Dalam Larutan Bumbu) terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH WAKTU CURING (PERENDAMAN DALAM LARUTAN BUMBU) TERHADAP MUTU DENDENG FILLET IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SELAMA PENYIMPANAN

Oleh

DADIK SATRIA SUMBAGA F24102016

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dadik Satria Sumbaga. F24102016. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman dalam Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. (2006)

RINGKASAN

Penanganan pasca panen hasil perikanan merupakan masalah penting karena ikan cepat mengalami proses pembusukan. Proses kemunduran mutu pada ikan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : proses kerusakan fisik, proses biologis, proses enzimatis, dan proses kimiawi. Oleh karena itu penanganan dan pengolahan ikan diperlukan untuk mengurangi atau memperlambat sifat cepat rusak sehingga umur simpan dapat lebih panjang. Salah satu upaya memperpanjang umur simpan ikan adalah pemanfaatan ikan dalam upaya diversifikasi pangan dengan cara menurangi kadar air dan aktivitas air.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu curing (perendaman dalam larutan bumbu) terhadap mutu dendeng ikan lele dumbo selama penyimpanan dan mengoptimalkan pemanfaatan ikan lele dumbo sebagai bahan penghasil protein dalam upaya diversifikasi pangan. Analisis yang dilakukan pada produk tersebut meliputi analisis fisik (warna dan kekerasan), analisis proksimat (kadar air), aktivitas air (aw), analisis mikrobiologi (TPC) dan uji organoleptik.

Perlakuan waktu curing yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 jam, 10 jam, 15 jam dan 20 jam. Waktu curing 20 jam pada produk dendeng ikan lele menghasilkan mutu dendeng ikan lele selama penyimpanan yang lebih baik daripada ketiga perlakuan yang lainnya. Berdasarkan analisis mikrobiologis, nilai rata TPC pada dendeng ikan lele dengan waktu curing 20 jam adalah 2.36 log cfu/ml. Kadar air sampel pada dendeng ikan lele dengan waktu curing 20 jam berkisar antara 15.08% sampai 24.77% dengan kadar aw berkisar antara 0.677 sampai 0.796. Kadar air dan aktivitas air (aw) mengalami peningkatan selama penyimpanan. Kecerahan dendeng ikan pada dendeng ikan lele dengan waktu curing 20 jam cenderung mengalami penurunan begitu pula dengan tingkat kekerasannya juga mengalami penurunan selama penyimpanan.

(3)

PENGARUH WAKTU CURING (PERENDAMAN DALAM LARUTAN BUMBU) TERHADAP MUTU DENDENG FILLET IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DADIK SATRIA SUMBAGA F24102016

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH WAKTU CURING (PERENDAMAN DALAM LARUTAN BUMBU) TERHADAP MUTU DENDENG FILLET IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DADIK SATRIA SUMBAGA F24102016

Dilahirkan pada tanggal 10 April 1984

Di Bojonegoro

Tanggal Lulus: September 2006

Menyetujui, Bogor, 6 September 2006

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada tanggal 10 April 1984, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Bambang Budi Utomo dan Ibunda Erni Ambarukmi. Adinda Fitri Sulistyaningrum dan Agung Tri Widyatmoko.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1988-1990 di Tk Puwab Bojonegoro. Pada Tahun 1990-1996, di Sekolah Dasar Negeri Kadipaten 2, Bojonegoro. Pada tahun 1996 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2002.

(6)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtuaku (Papa dan Mama) dan adikku (Fitri dan Agung) atas kasih sayang, do’a, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis sejak penulis lahir hingga sekarang.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc., sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih telah memberikan kesempatan saya untuk sidang.

3. Dr. Ir. Sukarno, MSc dan Dr. Ir M. Arpah, MSi terima kasih telah meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji skripsi.

4. Sahabat-sahabat terbaikku Didin dan Ajeng yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan yang sangat besar kepada penulis, terutama saat penyelesaian tugas akhir ini.

5. Endang, Thanks for your support, memories and everything.

6. Teman-teman baik selama kuliah di TPG, Ulik, Asep, Arief ”Tmin”, Deddy, Izal, Tin-tin, Papang, Desma, Hanni, Nea, Susan, Evie, Dikres, Evrin, Nya2 (makasih atas nasehat2nya dulu). Terima kasih untuk semua pengalaman yang tak akan terlupakan selama penulis menjalankan kuliah di TPG.

7. Teman sebimbingan, Alin, Ratry, Stut dan Novi.

(7)

9. Kelompok A4 (Asep, Ami dan Julia) semoga kita bisa bertemu lagi dan teman-teman Golongan A lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima Kasih untuk semua kenangan terutama saat praktikum.

10. Teman-teman TPG 39, Ansor (Terima kasih sudah membantu mengolah data dan pinjaman laptopnya), Esi yang telah banyak membantu mengolah data, Rohana, Mumus, Yoga, Fahrul, Sinta, Nanda, Pretty, Tina, Inggrid, yang telah banyak membantu penulis saat melaksanakan penelitian, terutama di laboratorium. Rekan-rekan penggemar Capsa...Randy (God of Gambler), Elvina ”Tukep”, Ina ”Little Bug”, Ribka, Bobby ”Boyon”, Prasna dan teman-teman penghuni sapta Aponk, Woro, Vivi terima kasih telah menjadi teman bagi penulis, terutama beberapa bulan terakhir ini.

11. Teman-teman TPG 38 (Pitoy, Boz, Rahmat, Fajri, Bangun, Derry), TPG 40 (Mita), TPG 41 (Iqbal, Anto, Ancha, Dodi, Aris). Terima kasih telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dengan ikhlas. 12. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa

Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, Mas Edi dan tak lupa kepada Pa Karna ”Abah” dan Bu Sri.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan. Amin.

Bogor, 6 September 2006

(8)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN...

A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN DAN SASARAN... C. MANFAAT... II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. IKAN LELE DUMBO (CLARIAS GARIEPINUS)... B. KOMPOSISI DAGING IKAN... C. DENDENG IKAN... D. PROSES CURING... E. AKTIVITAS AIR... F. PENGERINGAN... G. PENGEMASAN... H. PENYIMPANAN... III. METODOLOGI PENELITIAN...

A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN...

1. Penelitian Pendahuluan... 2. Penelitian Utama... 3. Pembuatan Dendeng Ikan... 4. Analisis Sifat Kimia Dendeng Ikan Lele Dumbo... a. Kadar Air... 5. Analisis Karakteristik Fisik Dendeng Ikan Lele Dumbo...

a. Warna... b. Tekstur... 6. Aktivitas Air (aw)...

(9)

7. TPC………..

8. Uji Organoleptik………..

9. Rancangan Percobaan………..

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… A. PENELITIAN PENDAHULUAN...

1. Komposisi Kimia dan Ukuran Fisik Ikan Lele... 2. Suhu dan Waktu Pengeringan... B. PENELITIAN UTAMA...

1. Analisis Kimia... a. Kadar Air... 2. Karakteristik Fisik Dendeng Ikan Lele... a. Warna (Tingkat Kecerahan)... b. Tekstur (Tingkat Kekerasan)... 3. Aktivitas Air (aw)... 4. TPC (Total Plate Count)... 5. Uji Organoleptik...

a. Warna... b. Aroma... c. Tekstur... d. Rasa... e. Penerimaan Umum (Overall)... V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A. KESIMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Lele per 100 gram... Tabel 2. Perkiraan batas minimum nilai aw bagi pertumbuhan

mikroorganisme yang penting dalam bahan pangan... Tabel 3. Setting Alat Texture Analyzer……….. Tabel 4. Komposisi Proksimat Ikan Lele Dumbo Segar………

4

(11)

SKRIPSI

PENGARUH WAKTU CURING (PERENDAMAN DALAM LARUTAN BUMBU) TERHADAP MUTU DENDENG FILLET IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SELAMA PENYIMPANAN

Oleh

DADIK SATRIA SUMBAGA F24102016

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

Dadik Satria Sumbaga. F24102016. Pengaruh Waktu Curing (Perendaman dalam Larutan Bumbu) Terhadap Mutu Dendeng Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. (2006)

RINGKASAN

Penanganan pasca panen hasil perikanan merupakan masalah penting karena ikan cepat mengalami proses pembusukan. Proses kemunduran mutu pada ikan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : proses kerusakan fisik, proses biologis, proses enzimatis, dan proses kimiawi. Oleh karena itu penanganan dan pengolahan ikan diperlukan untuk mengurangi atau memperlambat sifat cepat rusak sehingga umur simpan dapat lebih panjang. Salah satu upaya memperpanjang umur simpan ikan adalah pemanfaatan ikan dalam upaya diversifikasi pangan dengan cara menurangi kadar air dan aktivitas air.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu curing (perendaman dalam larutan bumbu) terhadap mutu dendeng ikan lele dumbo selama penyimpanan dan mengoptimalkan pemanfaatan ikan lele dumbo sebagai bahan penghasil protein dalam upaya diversifikasi pangan. Analisis yang dilakukan pada produk tersebut meliputi analisis fisik (warna dan kekerasan), analisis proksimat (kadar air), aktivitas air (aw), analisis mikrobiologi (TPC) dan uji organoleptik.

Perlakuan waktu curing yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 jam, 10 jam, 15 jam dan 20 jam. Waktu curing 20 jam pada produk dendeng ikan lele menghasilkan mutu dendeng ikan lele selama penyimpanan yang lebih baik daripada ketiga perlakuan yang lainnya. Berdasarkan analisis mikrobiologis, nilai rata TPC pada dendeng ikan lele dengan waktu curing 20 jam adalah 2.36 log cfu/ml. Kadar air sampel pada dendeng ikan lele dengan waktu curing 20 jam berkisar antara 15.08% sampai 24.77% dengan kadar aw berkisar antara 0.677 sampai 0.796. Kadar air dan aktivitas air (aw) mengalami peningkatan selama penyimpanan. Kecerahan dendeng ikan pada dendeng ikan lele dengan waktu curing 20 jam cenderung mengalami penurunan begitu pula dengan tingkat kekerasannya juga mengalami penurunan selama penyimpanan.

(13)

PENGARUH WAKTU CURING (PERENDAMAN DALAM LARUTAN BUMBU) TERHADAP MUTU DENDENG FILLET IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DADIK SATRIA SUMBAGA F24102016

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH WAKTU CURING (PERENDAMAN DALAM LARUTAN BUMBU) TERHADAP MUTU DENDENG FILLET IKAN

LELE DUMBO (Clarias gariepinus) SELAMA PENYIMPANAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

DADIK SATRIA SUMBAGA F24102016

Dilahirkan pada tanggal 10 April 1984

Di Bojonegoro

Tanggal Lulus: September 2006

Menyetujui, Bogor, 6 September 2006

Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc. Dosen Pembimbing

Mengetahui,

(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojonegoro, Jawa Timur pada tanggal 10 April 1984, anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan ayahanda Bambang Budi Utomo dan Ibunda Erni Ambarukmi. Adinda Fitri Sulistyaningrum dan Agung Tri Widyatmoko.

Penulis memulai pendidikan pada tahun 1988-1990 di Tk Puwab Bojonegoro. Pada Tahun 1990-1996, di Sekolah Dasar Negeri Kadipaten 2, Bojonegoro. Pada tahun 1996 melanjutkan ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 1 Bojonegoro dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 1999 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri 2 Bojonegoro dan lulus pada tahun 2002.

(16)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, Inayah dan Rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitiannya. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setingi-tingginya penulis sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung maupun tak langsung dalam penyelesaian karya ini. Semoga Allah SWT membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu dan mendoakan penulis dalam menyalesaikan penelitian dan penyusunan skripsinya. Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtuaku (Papa dan Mama) dan adikku (Fitri dan Agung) atas kasih sayang, do’a, dorongan dan kesabaran yang tanpa batas kepada penulis sejak penulis lahir hingga sekarang.

2. Dr. Ir. Yadi Haryadi, MSc., sebagai dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan nasihat dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih telah memberikan kesempatan saya untuk sidang.

3. Dr. Ir. Sukarno, MSc dan Dr. Ir M. Arpah, MSi terima kasih telah meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji skripsi.

4. Sahabat-sahabat terbaikku Didin dan Ajeng yang telah banyak meluangkan waktu dan memberikan bantuan, perhatian, serta dukungan yang sangat besar kepada penulis, terutama saat penyelesaian tugas akhir ini.

5. Endang, Thanks for your support, memories and everything.

6. Teman-teman baik selama kuliah di TPG, Ulik, Asep, Arief ”Tmin”, Deddy, Izal, Tin-tin, Papang, Desma, Hanni, Nea, Susan, Evie, Dikres, Evrin, Nya2 (makasih atas nasehat2nya dulu). Terima kasih untuk semua pengalaman yang tak akan terlupakan selama penulis menjalankan kuliah di TPG.

7. Teman sebimbingan, Alin, Ratry, Stut dan Novi.

(17)

9. Kelompok A4 (Asep, Ami dan Julia) semoga kita bisa bertemu lagi dan teman-teman Golongan A lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Terima Kasih untuk semua kenangan terutama saat praktikum.

10. Teman-teman TPG 39, Ansor (Terima kasih sudah membantu mengolah data dan pinjaman laptopnya), Esi yang telah banyak membantu mengolah data, Rohana, Mumus, Yoga, Fahrul, Sinta, Nanda, Pretty, Tina, Inggrid, yang telah banyak membantu penulis saat melaksanakan penelitian, terutama di laboratorium. Rekan-rekan penggemar Capsa...Randy (God of Gambler), Elvina ”Tukep”, Ina ”Little Bug”, Ribka, Bobby ”Boyon”, Prasna dan teman-teman penghuni sapta Aponk, Woro, Vivi terima kasih telah menjadi teman bagi penulis, terutama beberapa bulan terakhir ini.

11. Teman-teman TPG 38 (Pitoy, Boz, Rahmat, Fajri, Bangun, Derry), TPG 40 (Mita), TPG 41 (Iqbal, Anto, Ancha, Dodi, Aris). Terima kasih telah banyak memberikan bantuan dan dukungan moril kepada penulis dengan ikhlas. 12. Seluruh Staf, Laboran dan Teknisi TPG, Pa Wahid, Pa Rojak, Pa Koko, Pa

Sidik, Pa Yahya, Pa Sobirin, Pa Gatot, Bu Rubiah, Teh Ida, Mas Edi dan tak lupa kepada Pa Karna ”Abah” dan Bu Sri.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan. Amin.

Bogor, 6 September 2006

(18)

DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN...

A. LATAR BELAKANG... B. TUJUAN DAN SASARAN... C. MANFAAT... II. TINJAUAN PUSTAKA...

A. IKAN LELE DUMBO (CLARIAS GARIEPINUS)... B. KOMPOSISI DAGING IKAN... C. DENDENG IKAN... D. PROSES CURING... E. AKTIVITAS AIR... F. PENGERINGAN... G. PENGEMASAN... H. PENYIMPANAN... III. METODOLOGI PENELITIAN...

A. BAHAN DAN ALAT... B. METODE PENELITIAN...

1. Penelitian Pendahuluan... 2. Penelitian Utama... 3. Pembuatan Dendeng Ikan... 4. Analisis Sifat Kimia Dendeng Ikan Lele Dumbo... a. Kadar Air... 5. Analisis Karakteristik Fisik Dendeng Ikan Lele Dumbo...

a. Warna... b. Tekstur... 6. Aktivitas Air (aw)...

(19)

7. TPC………..

8. Uji Organoleptik………..

9. Rancangan Percobaan………..

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN……… A. PENELITIAN PENDAHULUAN...

1. Komposisi Kimia dan Ukuran Fisik Ikan Lele... 2. Suhu dan Waktu Pengeringan... B. PENELITIAN UTAMA...

1. Analisis Kimia... a. Kadar Air... 2. Karakteristik Fisik Dendeng Ikan Lele... a. Warna (Tingkat Kecerahan)... b. Tekstur (Tingkat Kekerasan)... 3. Aktivitas Air (aw)... 4. TPC (Total Plate Count)... 5. Uji Organoleptik...

a. Warna... b. Aroma... c. Tekstur... d. Rasa... e. Penerimaan Umum (Overall)... V. KESIMPULAN DAN SARAN...

A. KESIMPULAN... B. SARAN... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN...

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Lele per 100 gram... Tabel 2. Perkiraan batas minimum nilai aw bagi pertumbuhan

mikroorganisme yang penting dalam bahan pangan... Tabel 3. Setting Alat Texture Analyzer……….. Tabel 4. Komposisi Proksimat Ikan Lele Dumbo Segar………

4

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)...

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Dendeng Ikan... Gambar 3. Diagram batang kadar air dendeng ikan lele dengan perlakuan

waktu curing... Gambar 4. Diagram batang kadar air dendeng ikan lele dengan perlakuan lama penyimpanan... Gambar 5. Diagram batang tingkat kecerahan dendeng ikan lele dengan

perlakuan waktu curing selama penyimpanan... Gambar 6. Diagram batang tingkat kekerasan dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan... Gambar 7. Diagram batang aktivitas air dendeng ikan lele dengan

perlakuan waktu curing selama penyimpanan... Gambar 8. Diagram batang TPC (Total Plate Count) dendeng ikan lele

dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan... Gambar 9. Diagram batang uji organoleptik warna dendeng ikan lele

dengan perlakuan lama penyimpanan... Gambar 10. Diagram batang uji organoleptik aroma dendeng ikan lele

dengan perlakuan lama penyimpanan... Gambar 11. Diagram batang uji organoleptik rasa dendeng ikan lele

dengan perlakuan waktu curing……….. 4 17

26

27

27

28

29

30

32

33

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Gambar Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)…... Lampiran 2. Gambar Fillet Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

yang Direndam dalam Larutan Bumbu... Lampiran 3. Gambar Alat Pengeringan (Tray Oven)... Lampiran 4. Proses Pengeringan Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus) dengan Menggunakan Alat Pengering

Tray Oven... Lampiran 5. Gambar Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Setelah Pengeringan... Lampiran 6. Gambar Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Telah Dikemas dengan Plastik Polipropilen... Lampiran 7. Perbedaan berbagai Produk Olahan Ikan dengan

metode Curing………... Lampiran 7. Perbedaan berbagai Produk Olahan Ikan dengan

metode Curing (lanjutan)………... Lampiran 8. Rekapitulasi Data Kadar Air Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Berbagai Suhu Pengeringan Selama 6 Jam... Lampiran 9. Rekapitulasi Data Kadar Air Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Berbagai Waktu Pengeringan Pada Suhu 55oC... Lampiran 10. Rekapitulasi Data Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 11a. Analisis Sidik Ragam Kadar Air Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 11b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Waktu Curing terhadap Kadar

Air Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 11c. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Kadar Air Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... 43

44 44

45

45

46

47

48

49

49

50

51

51

(23)

Lampiran 12a. Analisis Sidik Ragam Warna (Nilai L) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 12b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Waktu Curingterhadap Warna

(Nilai L) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 12c. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Warna (Nilai L) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus)... Lampiran 12d. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Pengaruh Waktu Curing

dengan Lama Penyimpanan terhadap Warna (Nilai L)

Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 13a. Analisis Sidik Ragam Kekerasan Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 13b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Waktu Curing terhadap

Kekerasan Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus)... Lampiran 13c. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Kekerasan Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus)... Lampiran 13d. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Pengaruh Waktu Curing

dengan lama Penyimpanan terhadap Kekerasan Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 14a. Analisis Sidik Ragam Aktivitas Air (aw) Dendeng Ikan Lele

Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 14b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Waktu Curing terhadap

Aktivitas Air (aw) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 14c. Uji Lanjut Duncan Aktivitas Air (aw) Dendeng Ikan Lele

Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 14d. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Pengaruh Waktu Curing

dengan Lama Penyimpanan terhadap Aktivitas Air (aw) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 15a. Analisis Sidik Ragam TPC (Total Plate Count) Dendeng

52

52

52

52

53

53

53

53

54

54

54

(24)

Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama

Penyimpanan... Lampiran 15b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Waktu Curing terhadap TPC

(Total Plate Count) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 15c. Uji Lanjut Duncan Pengaruh lama penyimpanan terhadap

TPC (Total Plate Count) Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus)... Lampiran 15d. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Pengaruh Waktu Curing

dengan Lama Penyimpanan terhadap TPC (Total Plate Count) Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 16. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 17. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Bulan ke-0 Ulangan 1………... Lampiran 18. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Bulan ke-0

Ulangan 2………... Lampiran 19. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Bulan ke-1

Ulangan 1………... Lampiran 20. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Bulan ke-1

Ulangan 2………... Lampiran 21. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Bulan ke-2 Ulangan 1………... Lampiran 22. Rekapitulasi Data Organoleptik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus) pada Penyimpanan Bulan ke-2 Ulangan 2………... Lampiran 23a. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Warna Dendeng

55

55

55

55

56

57

58

59

60

61

(25)

Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama

Penyimpanan... Lampiran 23b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap

Uji Organoleptik Warna Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus)... Lampiran 24a. Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Aroma Dendeng Ikan

Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama

Penyimpanan... Lampiran 24b. Uji Lanjut Duncan Interaksi antara Pengaruh Waktu Curing

dengan Lama Penyimpanan terhadap Uji Organoleptik Aroma Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 25a. Hasil Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Tekstur

Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 26a. Hasil Analisis Sidik Ragam dan Uji Organoleptik Rasa

Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 26b. Uji Lanjut Duncan Pengaruh Waktu Curing terhadap Uji

Organoleptik Rasa Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)... Lampiran 27a. Hasil Analisis Sidik Ragam Uji Organoleptik Overall

Dendeng Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Selama Penyimpanan... Lampiran 28. Form Uji Hedonik Dendeng Ikan Lele Dumbo

(Clarias gariepinus)………... Lampiran 29. Spesifikasi Persyaratan Mutu Dendeng Sapi

(SNI 01-2908-1992)……… 63

63

64

64

65

66

66

67

68

(26)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan Negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alamnya termasuk sumber-sumber perikanan. Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang mampu meningkatkan devisa negara dan berperan dalam pembangunan nasional. Pembangunan perikanan dewasa ini lebih diarahkan pada upaya peningkatan pendapatan dan taraf hidup melalui diversifikasi produk perikanan dengan tujuan meningkatkan nilai ekspor.

Ikan merupakan salah satu sumber protein hewani yang baik bagi tubuh dan mengandung protein antara 16 sampai 20 persen (Hadiwiyoto, 1993). Tingkat konsumsi protein rata-rata yang diperlukan adalah 46.2 gr/orang/hari. Untuk itu diharapkan protein hewani dapat menyumbang 25 sampai 30 persen atau sama dengan 13 sampai 17 gr/orang/hari (Muhilal et al., 1993).

Penanganan pasca panen hasil perikanan merupakan masalah penting karena ikan cepat mengalami proses pembusukan dibandingkan dengan bahan makanan lain. Proses kemunduran mutu pada ikan disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain : proses kerusakan fisik, proses biologis, proses enzimatis, dan proses kimiawi (Hadiwiyoto, 1993). Sementara itu mutu olahan ikan sangat tergantung pada mutu bahan mentahnya. Oleh karena itu penanganan dan pengolahan ikan diperlukan untuk mengurangi atau memperlambat sifat cepat rusak sehingga umur simpan dapat lebih panjang.

Salah satu cara pemanfaatan ikan dalam upaya diversifikasi pangan adalah pembuatan dendeng ikan. Dendeng ikan merupakan produk semi basah yang diolah dengan cara pengeringan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah yaitu antara 15 sampai 50 persen. Pangan semi basah biasanya mempunyai aw 0.75 sampai 0.85 (Frazier, 1967).

(27)

keunggulan dibandingkan dengan ikan jenis lainnya. Pertama ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat dari ikan lain dalam 24 minggu. Kedua, ikan lele dapat tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai bobot sekitar 2-3 kg. Ketiga, telur ikan lele sangat banyak sehingga dapat menghasilkan benih yang lebih banyak. Keempat, ikan lele dapat diberi berbagai macam pakan seperti pelet maupun jenis lainnya sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah (Prihartono et al., 2000).

B. TUJUAN dan SASARAN

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh waktu curing (perendaman dalam larutan bumbu) terhadap mutu dendeng ikan lele dumbo selama penyimpanan. Sasaran penelitian ini adalah untuk mengoptimalkan pemanfaatan ikan lele dumbo sebagai bahan penghasil protein dalam upaya diversifikasi pangan.

C. MANFAAT

(28)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus)

Menurut Santoso (1994), klasifikasi ikan lele adalah sebagai berikut : Filum : Chordata

Subfilum : Vertebrata Kelas : Pisces

Sub kelas : Teleostei Ordo : Ostariophysi Subordo : Siluroidea Famili : Clariidae Genus : Clarias

Species : Clarias gariepinus

Ikan lele merupakan salah satu jenis ikan yang banyak dibudidayakan di Indonesia. Ikan lele memiliki bentuk tubuh yang memanjang dan berkulit licin (tidak bersisik). Sesuai dengan familinya Clariidae, ikan lele memiliki bentuk kepala pipih dengan tulang keras sebagai batok kepala. Di sekitar mulut terdapat empat pasang sungut. Pada sirip dada terdapat patil atau duri keras yang berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri. Ikan lele mempunyai alat pernapasan tambahan yang terletak di bagian depan rongga insang yang memungkinkan ikan untuk mengambil oksigen dari udara. Oleh karena itu, ikan lele dapat hidup dalam kondisi perairan yang sedikit mengandung kadar oksigen (Suyanto, 1999). Komposisi kimia ikan lele disajikan pada Tabel 1.

(29)

Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)

Ikan lele dumbo merupakan jenis ikan yang dapat dipijahkan secara alami maupun secara sistem suntik (Santoso, 1994). Ikan lele dumbo mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan ikan jenis lainnya. Pertama ikan lele dumbo dapat tumbuh lebih cepat dari ikan lain dalam 24 minggu. Kedua, ikan lele dapat tumbuh dengan cepat dan dapat mencapai bobot sekitar 2-3 kg. Ketiga, telur ikan lele sangat banyak sehingga dapat menghasilkan benih yang lebih banyak. Keempat, ikan lele dapat diberi berbagai macam pakan seperti pelet maupun jenis lainnya sehingga biaya pemeliharaannya lebih murah (Prihartono, 2000).

Tabel 1. Komposisi Kimia Ikan Lele per 100 gram (Holland et al., 1997) Komposisi kimia Kandungan

Air (g) Protein (g) Lemak (g) Natrium (mg) Kalium (mg) Kalsium (mg) Magnesium (mg) Fosfor (mg) Klor (mg) Vitamin D (μg) Vitamin E (mg) Vitamin B (mg)

80.1 17.6 2.8

95 280

(30)

B. KOMPOSISI DAGING IKAN

Komposisi kimia daging ikan sangat bervariasi tergantung spesies, tingkat umur, musim, habitat, dan kebiasaan makan (Zaitsef et al, 1969). Air merupakan komponen yang paling dominan pada daging ikan. Dengan berkurangnya kadar air akan menyebabkan senyawa-senyawa seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral menjadi meningkat (Winarno et al., 1980).

Komponen terbesar setelah air adalah protein. Pada umumnya ikan mempunyai komposisi protein 15 sampai 24 persen (Suzuki, 1981). Protein yang terdapat dalam daging ikan berdasarkan sifat kelarutannya dibagi menjadi tiga kelompok yaitu protein sarkoplasma (larut dalam air), protein miofibril (larut dalam air garam), dan protein stroma (larut dalam alkali) (Hadiwiyoto, 1993).

Protein sarkoplasma merupakan protein larut dalam air yang mengandung asam nukleat, lipoprotein, (lemak terikat dalam protein), darah dan enzim (Sikorski et al., 1990). Protein miofibril merupakan protein yang disusun dari miofibril dan terdiri atas aktin, miosin, tropomiosin dan troponin. Aktin dan miosin sangat mudah diekstraksi dari daging ikan dengan larutan garam dan membentuk aktomiosin. Protein stroma merupakan protein jaringan pengikat yang terdiri atas kolagen dan elastin (Suzuki, 1981).

Lipida merupakan komponen yang penting pada ikan. Pada umumnya ikan mempunyai komposisi lemak antara 0.1 sampai 2.2 persen (Suzuki, 1981). Lipida terdiri atas lemak, minyak, fosfatida, sterol dan steroida (Hadiwiyoto, 1993). Lemak dan minyak merupakan trigliserida asam-asam lemak yaitu ester antara gliserol dan asam lemak. Disamping terdapat ester sederhana juga terdapat ester dalam bentuk yang kompleks misalnya fosfatida (fosfolipida) dan sterol.

(31)

Disamping protein dan lemak pada daging ikan juga terdapat komponen garam mineral dan vitamin. Garam mineral pada daging ikan berupa garam fosfat, kalsium, natrium, magnesium, sulfur dan klorin. garam tersebut digolongkan dalam makroelemen karena jumlahnya

dominan dibandingkan garam mineral lain seperti besi, tembaga, mangan, cobalt, seng, molibdenum, yodium, bromin, dan fluorin. Distribusi garam mineral dalam daging ikan ini tersebar tidak merata, seperti kalium fosfat dan keratin fosfat. Pada protein sarkoplasma juga terdapat garam kalium, kalsium, magnesium, dan klorin. Vitamin yang terdapat pada daging ikan adalah vitamin B kompleks, A, D, E dan sedikit vitamin C (Hadiwiyoto, 1993).

C. DENDENG IKAN

Dendeng adalah makanan tradisional Indonesia dan negara-negara di seluruh Asia Tenggara dengan bahan utamanya adalah daging sapi, ayam, babi atau kambing (Purnomo dan Adiono,1987). Dendeng merupakan salah satu produk olahan daging dengan cara pengeringan. Dendeng digolongkan sebagai pangan semi basah, yaitu makanan yang mempunyai kadar air tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah yaitu antara 15 sampai 50 persen. Pangan semibasah biasanya mempunyai aw 0.75 sampai 0.85 (Frazier,1967). Pada kisaran nilai aw ini bahan pangan memungkinkan untuk ditumbuhi kapang (Troller, 1980). Produk ini bersifat plastis dan tidak memerlukan rehidratasi terlebih dahulu sebelum dikonsumsi, stabil terhadap penyimpanan tetapi perlu dilakukan pemasakan sebelum dikonsumsi

(Winarno et al., 1980).

Keuntungan pangan semi basah antara lain tidak memerlukan fasilitas penyimpanan yang rumit, lebih awet, berbentuk siap konsumsi,

mudah penanganannya, mempunyai nilai gizi yang cukup baik. Sedangkan kekurangannya antara lain terjadi perubahan fisik (bentuk, rupa, dan

(32)

Warna dendeng yang coklat dan kehitam-hitaman disebabkan oleh reaksi Maillard. Pembentukan warna coklat disebabkan adanya reaksi antara asam amino bebas dari protein atau komponen nitrogen lainnya dengan

grup karbonil yang berasal dari gula atau karbohidrat lainnya (Kramlich et al., 1973). Tahap pertama dari reaksi Maillard adalah pembentukan komponen

yang tidak berwarna dan kemudian membentuk komplek berwarna coklat. Proses pengolahan dendeng menggunakan prinsip pengeringan dengan penambahan gula, garam, dan rempah-rempah (Curing). Rempah-rempah

merupakan produk kering dari suatu tanaman yang dapat memberikan aroma, rasa, serta dapat menambah nafsu makan. Rasa dan aroma khas dari rempah-rempah terdapat pada minyak volatil dan oleoresin. Rempah-rempah-rempah juga dapat menghambat pertumbuhan mikroba, seperti bawang merah,

bawang putih, kayu manis, serta cengkeh dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami dalam produk makanan, karena mengandung komponen antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri penyebab

kerusakan makanan (Winarno et al., 1980). Penambahan bumbu ke dalam dendeng bertujuan untuk menghasilkan aroma, rasa khas, dan memberikan daya awet pada dendeng (Rini, 1980). Prinsip pembuatan dendeng adalah substitusi air bahan dengan bumbu pengawet. Untuk memperpanjang daya tahan, sebagian air harus dihilangkan, misalnya dengan pengeringan. Dalam pembuatan dendeng, bahan baku biasanya dikeringkan dengan menambahkan campuran garam, gula, dan bumbu. Bumbu alami ini berguna untuk

menghasilkan aroma, rasa khas dan daya awet tertentu pada ikan. Perbedaan berbagai produk olahan ikan dengan metode curing dapat dilihat pada Lampiran

D. PROSES CURING

Curing merupakan suatu cara pengolahan dan pengawetan untuk menarik air atau mengurangi kadar air dari ikan dengan cara penggaraman (pengasinan), pengeringan, pengasapan, pemindangan (boiling in salt),

(33)

dan pengendalian aktivitas mikroba (Purnomo dan Adiono, 1987). Proses curing bertujuan untuk mempersiapkan daging pada penggunaan berikutnya, menghambat pertumbuhan mikroba, menimbulkan rasa dan

flavour yang enak.

Ada tiga metode curing yang biasa dilakukan, yaitu curing basah, curing kering dan kombinasi dari kedua metode tersebut. Curing kering adalah cara curing tanpa penambahan air, dimana air hanya berasal dari daging. Curing basah adalah cara curing dengan penambahan air untuk merendam daging dan bahan-bahan. Pada metode kombinasi, mula-mula dilakukan cara basah kemudian bahan-bahan curing ditambahkan lagi untuk meningkatkan penetrasinya ke dalam daging.

Waktu curing tergantung dari kecepatan difusi dari bahan curing ke dalam jaringan daging dan kecepatan difusi tersebut tergantung dari cara curing, bentuk dari bahan mentah dan kandungan lemak yang

menutupi daging (Sutakaria, 1973).

Garam dapur merupakan bahan curing yang terpenting, karena merupakan bahan pengawet yang baik dan dapat menimbulkan rasa dan aroma yang disenangi. Garam dapur bersifat osmotik yang mampu menarik keluar air dari jaringan daging sehingga menurunkan aktivitas air (aw). Penurunan aw merupakan salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan mikroba.

Penambahan garam saja pada proses curing akan menyebabkan produk menjadi keras, kering, warna yang tidak baik dan asin. Untuk memperbaiki penampilan, rasa dan meningkatkan daya pengawet maka ditambahkan gula dan sendawa dalam campuran. Gula yang ditambahkan bertujuan untuk menghasilkan aroma, dan mengurangi rasa asin yang berlebihan. Penambahan gula juga akan menimbulkan terjadinya reaksi maillard, yaitu reaksi antara asam amino dengan gula pereduksi yang akan menyebabkan warna coklat pada daging.

(34)

makanan karena bersifat bakteriostatik yang disebabkan oleh zat aktif allicin yang sangat efektif terhadap bakteri gram positif dan negatif. Bawang merah berfungsi sebagai pemberi aroma karena adanya enzim lyase yang masuk ke dalam cytoplasma, dan merupakan sumber mineral terutama kalsium dan fosfor (Frazier dan Westhoff, 1979). Asam jawa dapat menghambat

pertumbuhan bakteri proteolitik dan bakteri pembusuk dan dapat menambah citarasa, mengurangi rasa manis dan menaikkan rasa asin (Winarno et al., 1980). Lengkuas digunakan sebagai pewangi serta mengawetkan makanan.

E. AKTIVITAS AIR

Scott (1957) pertama kali menggunakan aktivitas air sebagai petunjuk akan adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Aktivitas air ini juga terkait erat dengan adanya air dalam bahan pangan.

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa komponen di samping ikut sebagai bahan pereaksi, sedang bentuk air dapat ditemukan sebagai air bebas dan air terikat. Air bebeas dapat dengan mudah hilang apabila terjadi penguapan atau pengeringan, sedangkan air terikat sulit dibebaskan dengan dengan cara tersebut.

Penguapan air baik secara pengeringan atau penambahan bahan penguap air bertujuan mengawetkan bahan pangan. Kriteria ikatan air dalam aspek daya awet bahan pangan dapat ditinjau dari kadar air, konsentrasi larutan, tekanan osmotik, kelembaban relatif berimbang dan aktivitas air. Kadar air dan konsentrasi larutan hanya sedikit berhubungan dengan sifat-sifat air yang berada dalam bahan pangan. Sekarang telah disepakati bahwa aktivitas air (aw) merupakan parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim.

(35)

Aktivitas air didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air dari larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama :

dimana P = tekanan uap air dari larutan pada suhu T Po = tekanan uap air murni pada suhu T

Aktivitas air ini dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan dan menurut hukum Raoult dapat dinyatakan sebagai berikut :

dimana n1 = jumlah molekul zat yang dilarutkan n2 = jumlah molekul air

Parameter ini juga dapat didefinisikan sebagai kelembaban relatif berimbang (equilibrium relative humudity = ERH) dibagi 100

Aw dari bahan pangan adalah untuk mengukur terikatnya air pada bahan pangan atau komponene bahan pangan tersebut, dimana aw dari bahan pangan cenderung untuk berimbang dengan aw lingkungan sekitarnya.

Aktivitas air merupakan faktor yang ikut berperan serta dalam pertumbuhan mikroorganisme agar diperoleh bahan pangan yang bergizi dan aman bagi kesehatan.

Di dalam kehidupannya semua mikroorganisme membutuhkan air. Hubungan antara air dan mikroorganisme telah dipelajari oleh beberapa pakar. Masing-masing jenis mikroorganisme membutuhkan jumlah air yang berbeda untuk pertumbuhannya. Pada nilai aw tinggi (0,91) bakteri umumnya tumbuh dan berkembang biak, khamir (ragi) dapat tumbuh dan berkembang biak pada nilai aw 0,87-0,91 sedangkan kapang lebih rendah lagi yaitu pada nilai aw 0,80-0,87. Batas minimum nilai aw bagi pertumbuhan mikroorganisme dapat dilihat pada Tabel 2.

n2 n1 + n2 Aw =

P Po Aw =

(36)
[image:36.612.147.508.115.538.2]

Tabel 2. Perkiraan batas minimun nilai aw bagi pertumbuhan mikroorganisme yang penting dalam bahan pangan

Organisme aw Organisme aw

Kelompok

Kebanyakan bakteri pembusuk Kebanyakan khamir pembusuk Kebanyakan kapang pembusuk

0.90 0.88 0.80 Kelompok Bakteri halofilik Kapang xerofilik Khamir osmofilik 0.75 0.61 0.60 Organisme khusus

Clostridium botulinum tipe E Pseudomonas spp

Acinobacter spp E. coli

Enterobacter aerogenes Bacillus subtilis

Clostridium botulinum tipe A dan B Candida utilis Vibrio parahaemolyticus Botrytis cinerea Rhizopus stolonifer Mucor spinosus 0.97 0.97 0.96 0.96 0.95 0.95 0.94 0.94 0.94 0.93 0.93 0.93 Organisme khusus Candida scotii Trichosporon pollulans Candida xeylanoides Endomyces vernalis Staphylococcus aures Alternaria citri Penicillium patulum Aspergillus glaucus Aspergillus conicus Aspergillus echinulatus Saccharomyces rouxii Monascus bisporus (Xeromyces bisporus) 0.92 0.91 0.90 0.89 0.86 0.84 0.81 0.70 0.70 0.64 0.62 0.61 Sumber : Jayaraman (1986)

F. PENGERINGAN

Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan menggunakan energi panas (Winarno et al., 1980). Prinsip pengeringan adalah mengurangi kadar air dalam daging sampai batas

(37)

Pengeringan bertujuan agar bahan menjadi awet dengan volume menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang dalam distribusi. Kerugian pengeringan adalah bahwa pengeringan dapat merubah sifat bahan asal, baik secara fisik maupun secara kimia (Winarno et al., 1980).

Menurut Purnomo dan Adiono (1987), faktor utama yang mempengaruhi kecepatan pengeringan suatu bahan adalah :

¾ Sifat fisik dan kimia dari produk (bentuk, ukuran, komposisi dan kadar air) ¾ Pengaturan geometris produk, sehubungan dengan permukaan alat atau

media perantara perantara pemindah panas

¾ Sifat fisik dari lingkungan alat pengering (suhu, kelembaban dan

kecepatan udara)

¾ Karakteristik alat pengering

Meskipun pengeringan akan merubah sifat daging ikan dari sifatnya ketika masih segar, tetapi nilai gizinya relatif tetap dan kadar protein dalam satuan persen meningkat dengan berkurangnya kadar air (Moeljanto, 1992).

Kerusakan yang diakibatkan oleh pengeringan antara lain berubahnya warna pada produk menjadi coklat. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh reaksi ”browning” non enzimatik. Reaksi ini disebabkan oleh reaksi antara asam-asam amino dengan gula pereduksi. Pengaturan suhu dan lama pengeringan sangat mempengaruhi mutu bahan yang dikeringkan. Jika proses pengeringan dilakukan dengan suhu terlalu tinggi, dapat mengakibatkan ”case hardening”, yaitu suatu keadaan dimana bagian luar (permukaan) bahan sudah kering sedangkan bagian dalam masih basah. Terjadinya ”case hardening” dapat mengakibatkan proses pengeringan selanjutnya lebih lambat, dan mikroba yang terdapat dalam bahan dapat tumbuh lagi. Cara mencegah ”case hardening” adalah dengan membuat suhu pengeringan tidak terlalu tinggi, atau proses pengeringan awal tidak terlalu cepat (Winarno et al., 1980).

G. PENGEMASAN

(38)

bakteri dari luar (Saccharow dan Griffin, 1980). Menurut Syarief et al., (1989) kemasan berfungsi sebagai : (1) wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi; (2) memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luat dan kerusakan; (3) untuk menambah daya tarik produk.

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan, dan sifat bahan pengemas. Gangguan yang paling umum terjadi pada bahan pangan adalah kehilangan atau perubahan kadar air, pengaruh gas dan cahaya. Sebagai akibat perubahan kadar air pada produk, akan timbul jamur, bakteri dan pengerasan pada produk kering (Syarief et al., 1989).

Plastik merupakan bahan kemasan yang penting di dalam industri pengemasan. Kelebihan plastik dari kemasan lain diantaranya adalah harga yang relatif murah, dapat dibentuk dalam berbagai rupa dan mengurangi biaya transportasi.

Salah satu jenis plastik yang dapat digunakan sebagai pengemas adalah polipropilen. Polipropilen termasuk jenis plastik olefin dan merupakan polimer dari propilen. Plastik jenis ini cukup mudah diperoleh di pasaran dan memiliki kekuatan yang cukup baik terhadap perlindungan keluar masuknya gas dan uap air. Menurut Syarief et al., 1989 ada beberapa sifat utama dari plastik polipropilen antara lain :

1. Ringan (densitas 0.9 g/cm3) dan mudah dibentuk.

2. Mempunyai kekuatan tarik lebih besar dai polietilen dan tidak bisa digunakan untuk kemasan beku karena rapuh pada suhu -30oC.

3. Lebih kaku daripada polietilen dan tidak mudah sobek sehingga mudah dalam penanganan distribusi.

4. Permeabilitas uap air rendah, permeabilitas gas sedang dan tidak baik untuk mengemas produk yang mudah teroksidasi.

5. Tahan terhadap suhu tinggi (150oC), sehingga dapat digunakan untuk produk yang harus disterilisasi.

(39)

7. Tahan terhadap asam kuat, basa dan minyak.

8. Polipropilen dapat bereaksi dengan benzen, siklen, toluen, terpentin dan asam nitrat kuat.

H. PENYIMPANAN

Penyimpanan bahan pangan atau hasil pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pengolahan, khususnya pengawetan dan pengemasan bahan pangan. Penyimpanan merupakan suatu perlakuan dimana bahan pangan baik yang telah dikemas maupun yang belum dikemas akan ditempatkan dalam suatu ruangan pada suhu dan kelembaban tertentu untuk proses selanjutnya. Prinsip penyimpanan adalah pengendalian kecepatan proses metabolisme dan fisik seperti laju respirasi dan transpirasi, timbulnya infeksi penyakit dan mempertahankan produk dalam bentuk yang paling berguna bagi konsumen.

Pada penyimpanan, berbagai aspek perlu dipertimbangkan mulai dari aspek karakteristik bahan pangan, pengontrolan kondisi lingkungan, perhitungan teoritis untuk memilih bahan kemasan dan perkiraaan lama penyimpanan hingga aspek ekonomi. Kondisi penyimpanan yang kurang baik dapat mempengaruhi penurunan mutu bahan pangan (Syarief dan Halid, 1993).

(40)
(41)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) berukuran panjang ± 20 cm dan bobot sekitar 200 gram. Bahan tambahan (bumbu) untuk pembuatan dendeng ikan adalah garam, gula kelapa, ketumbar, bawang putih, bawang merah, asam jawa, lada dan lengkuas. Bahan untuk analisa produk, yaitu petroleum eter, H2SO4, alkohol 70%, katalisator CuSO4, NaOH, Fenolftalein, larutan KCl, NaCl, MgNO3, BaCl2, asam borat (H3BO3), HCl 0,1 N, aquades, kertas saring, kapas bebas lemak, NaCl dan media PCA.

Alat-alat yang digunakan adalah pisau, talenan, wadah plastik, gunting, sendok, plastik polipropilen dan blender. Peralatan laboratorium yang digunakan adalah Minolta chromameter CR-310), Texture Analyzer (Texture Expert TA-XT2i), Stomatcher, sealer, timbangan analitik, cawan Petri, cawan porselin, oven, desikator, alat penjepit, tanur, erlenmeyer 125 ml, erlenmeyer 250 ml, labu Kjeldahl, buret 25 ml, corong, pipet, gelas ukur, alat soxhlet, alat destilasi, aw meter dan kertas saring.

B. METODE PENELITIAN

1. Penelitian Pendahuluan

(42)

Sebelum dilaksanakan penelitian pendahuluan, dilakukan analisis ikan lele segar yang meliputi ukuran fisik ikan (panjang ikan dan berat ikan). Kemudian ikan lele segar tersebut dipisahkan dari dagingnya untuk dilakukan analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan kadar karbohidrat (by difference).

2. Penelitian Utama

Sebelum pembuatan dendeng ikan lele dilakukan persiapan bumbu terlebih dahulu. Setelah proses pembuatan bumbu selesai kemudian dilakukan proses pembuatan dendeng.

Fillet ikan lele (Lampiran 1) yang akan digunakan untuk penelitian utama diambil dari freezer kemudian dilakukan thawing. Selanjutnya fillet direndam dalam bumbu (Lampiran 2) sesuai dengan perlakuan dan dimasukkan ke lemari es untuk menghindari kontaminasi mikroba.

Pengeringan dilakukan dengan cara meletakkan fillet ikan lele yang telah direndam dalam bumbu di atas loyang. Sebelum diletakkan di atas loyang (Lampiran 3), terlebih dahulu fillet tersebut ditiriskan supaya bumbu tidak menetes. Kemudian dilakukan pengeringan sesuai dengan suhu dan waktu pengeringan terbaik dari penelitian pendahuluan (Lampiran 4). Selama pengeringan dilakukan perubahan posisi tray setiap satu jam sekali agar proses pengeringan merata.

(43)

3. Pembuatan Dendeng Ikan Lele

Pembuatan dendeng dimulai dengan pembuatan bumbu, kemudian pembuatan fillet ikan, perendaman fillet dalam bumbu, pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Bagan alir pembuatan dendeng lele

[image:43.612.167.505.198.552.2]

disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Dendeng Ikan

Gula, garam dan asam jawa dimasak lalu dicampur

bumbu

Penyaringan

Ekstrak bumbu Ikan lele

Penyiangan

Pemfilletan

(Pemisahan daging dengan tulang)

Perendaman dalam larutan bumbu selama 5 jam, 10 jam,

15 jam dan 20 jam

Penirisan

Pengeringan suhu 55oC selama 8 jam

Dendeng Ikan

(44)

a. Pembuatan Bumbu

Komposisi bumbu dendeng yang digunakan adalah garam 2.5%, gula kelapa (gula merah) 30%, ketumbar 1.5%, bawang putih 1.5%, bawang merah 5%, asam jawa 3%, lada 1%, lengkuas 2.5% dan sisanya air.

b. Pembuatan Fillet (pemisahan daging dengan tulang)

Pertama-tama ikan dibersihkan. Bagian isi perut dibuang kemudian ikan dicuci dan difillet.

c. Perendaman Fillet dalam Bumbu

Ikan yang telah difillet kemudian direndam dalam bumbu dengan lama perendaman sesuai dengan perlakuan.

d. Pengeringan

Ikan yang telah direndam dalam bumbu sesuai perlakuan kemudian dikeringkan pada suhu 55oC menggunakan oven selama 8 jam.

e. Pengemasan dan Penyimpanan

Dendeng yang telah dikeringkan, kemudian dikemas dengan plastik polipropilen (PP) dan dilakukan penyimpanan selama 2 bulan.

4. Analisis Sifat Kimia Dendeng Ikan Lele

Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan aw. Analisis dilakukan terhadap dendeng yang telah diberi perlakuan dan disimpan selama 0 bulan, 1 bulan dan 2 bulan.

a. Analisis kadar air (AOAC, 1984)

(45)

desikator selama 30 menit dan setelah dingin segera ditimbang. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan dan ditimbang kemudian cawan yang berisi sampel dikeringkan dalam oven pada suhu 100 sampai 105oC selama sekitar 6 jam sampai tercapai bobot konstan, cawan kemudian didinginkan dalam desikator sekitar 30 menit dan segera ditimbang. Perhitungan kadar air dilakukan dengan menggunakan rumus :

5. Analisis Karakteristik Fisik Dendeng Ikan Lele Dumbo

Analisis fisik yang dilakukan meliputi warna dan tekstur. Analisis dilakukan terhadap dendeng yang telah diberi perlakuan dan disimpan selama 0 bulan , 1 bulan dan 2 bulan.

a. Warna, metode Hunter (Hutching, 1999)

Analisis warna dilakukan dengan menggunakan alat Chromameter minolta CR-310. Sebelum dilakukan pengukuran nilai L, a dan b perlu dilakukan kalibrasi terlebih dahulu terhadap alat dengan menggunakan pelat standar warna putih (L=97.51; a=5.35; b=-3.37). Setelah proses kalibrasi selesai, dilanjutkan dengan pengukuran warna sampel. Sistem warna yang digunakan adalah sistem Lab.

Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia, kemudian tombol start ditekan dan akan diperoleh nilai L, a dan b dari sampel. Hasil pengukuran dikonversi ke dalam sistem Hunter dengan L menyatakan parameter kecerahan dari hitam (0) sampai putih (100). Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dengan nilai + a (positif) dari 0 sampai + 100 untuk warna merah dan nilai – a (negatif) dari 0 sampai – 80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan warna kromatik ampuran biru-kuning dengan nilai + b (positif) dari 0 sampai + 70 untuk warna kuning dan nilai – b (negatif) dari 0 sampai – 80

(bobot awal – bobot akhir) bobot sampel

(46)

untuk warna biru. Sedangkan L menyatakan kecerahan warna. Semakin tinggi kecerahan warna, semakin tinggi nilai L. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus :

Jika hasil yang diperoleh :

18º - 54º maka produk berwarna red (R)

54º - 90º maka produk berwarna yellow red (YR) 90º - 126º maka produk berwarna yellow (Y)

126o - 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o - 198o maka produk berwarna green (G)

198º - 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o - 270o maka produk berwarna blue (B)

270o - 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306º - 342º maka produk berwarna purple (P) 342o - 18o maka produk berwarna red purple (RP)

b. Tekstur

Tekstur dendeng diukur dengan menggunakan alat Texture Analyzer (Texture Expert TA-XT2i) dengan parameter yang diamati adalah kekerasan dendeng. Tingkat kekerasan digambarkan sebagai puncak tertinggi pada grafik Texture Analyzer. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk memecah produk padat. Gaya tekan akan memecah produk padat dan pecahnya langsung dari bentuk aslinya tanpa mengalami deformasi bentuk. Semakin besar gaya yang digunakan untuk memecah produk, maka semakin besar nilai kekeraan produk tersebut.

Sebelum digunakan, Texture Analyzer harus mempunyai setting tersendiri untuk tiap-tiap jenis sampel. Adapun setting yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat di Tabel 3.

o

(47)
[image:47.612.183.477.84.216.2]

Tabel 3. Setting Alat Texture Analyzer

Parameter Setting

Mode Measure force in compression

Option Return to start

Pre test speed 2.0 mm/s

Test speed 2.0 mm/s

Post test speed 10.0 mm/s

Distance 10 mm

Trigger type Auto-50 g

Data acquisition rate 200 pps

6. Aktivitas Air (Apriyantono et al., 1989)

Nilai aw diukur dengan menggunakan alat aw meter dengan merek Shibaura aw Meter WA-360 . Sebelum digunakan, alat ini dikalibrasi dengan menggunakan larutan NaCl. Setelah kalibrasi selesai,

bahan dengan bobot sekitar 5 g dimasukkan ke dalam aw meter selama sekitar 30 menit sampai terbaca skala yang ditunjukkan oleh aw meter.

7. TPC (Total Plate Count) (Fardiaz, S., 1987)

Sebanyak 10 g sampel dendeng ikan dimasukkan ke dalam plastik tahan panas steril. Sebanyak 90 ml larutan pengencer steril ditambahkan ke dalam plastik secara aseptis. Sampel tersebut kemudian dihancurkan dengan alat Stomatcher selama 120 detik, sehingga dihasilkan sampel dengan pengenceran 10-1. Larutan sampel diambil

secara aseptis sebanyak 1 ml dengan pipet, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan pengencer steril sehingga dihasilkan pengenceran 10-2 sampai pengenceran 10-6. Tiap-tiap

pengenceran yang dipilih, dipipet secara aseptis sebanyak 1 ml sampel untuk dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo dan

(48)

8. Uji Organoleptik (Soekarto, 1985)

Uji organoleptik terhadap warna, tekstur, aroma, rasa dan Overall dendeng ikan dilakukan dengan uji hedonik. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 dengan asumsi angka 1 = sangat tidak suka, 2 = tidak suka, 3 = agak tidak suka, 4 = netral, 5 = agak suka, 6 = suka, dan 7 = sangat suka. Uji hedonik ini dilakukan pada bulan ke-0, bulan ke-1 dan bulan ke-2 dengan dua ulangan. Penyajian sampel dilakukan dengan dua cara yaitu digoreng untuk analisis organoleptik terhadap rasa dendeng ikan lele dan mentah untuk analisis organoleptik warna, aroma dan tekstur dendeng ikan lele. Bahan disajikan secara acak dengan diberi kode tertentu, kemudian panelis diminta memberikan penilaiannya pada salah satu kriteria skala hedonik. Data yang diperoleh ditabulasikan dan dianalisis dengan ANOVA (one way) dan uji lanjut duncan.

9. Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua kali ulangan (Sudjana, 1992).

Model matematis rancangan percobaan ini adalah sebagai berikut :

dengan Y(ijk)l = respon parameter yang diamati μ = rata-rata yang sebenarnya

Ai = efek sebenarnya dari taraf ke-i faktor A Bj = efek sebenarnya dari taraf ke-j faktor B

ABij = pengaruh interaksi perlakuan A ke-i dan B ke-j ε(ijk)l = nilai galat untuk pengamatan ke-(ijk)l

Faktor pengenceran = pengenceran awal x pengenceran selanjutnya x jumlah yang ditumbuhkan

Koloni per ml = jumlah koloni x 1/faktor pengenceran

(49)

Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut :

A = Faktor lama perendaman dalam bumbu A1 = lama perendaman selama 5 jam A2 = lama perendaman selama 10 jam A3 = lama perendaman selama 15 jam A4 = lama perendaman selama 20 jam B = Faktor penyimpanan

(50)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

1. Komposisi Kimia dan Ukuran Fisik Ikan Lele

Pada penelitian pendahuluan ini dilakukan analisis kimia ikan lele segar yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Komposisi kimia dapat dilihat pada Tabel 4. Pengukuran juga dilakukan terhadap fisik Ikan lele yaitu meliputi bobot dan panjang ikan. Pada pengukuran sifat fisik tersebut didapat berat rata-rata ikan 165.06 gram dan panjang ikan rata-rata 17.8 cm.

Tabel 4. Komposisi Proksimat Ikan Lele Dumbo Segar Komposisi kimia Kandungan (%) Air

Protein Lemak Abu

77.99 19.91 1.98 1.63

2. Suhu dan Waktu Pengeringan

(51)

awal yang terlalu tinggi sehingga case hardening mengakibatkan pengeringan selanjutnya menjadi lambat. Setelah diperoleh suhu pengeringan terbaik selanjutnya dicari waktu pengeringan terbaik yaitu dengan cara melakukan pengeringan pada selang waktu 6, 8, dan 10 jam Hasil yang diperoleh dapat dilihat pada Lampiran 9. Pengeringan selama 8 jam merupakan waktu pengeringan terbaik yang diperoleh. Berdasarkan hasil analisis kadar air dan karakteistik sifat fisik tersebut maka diperoleh kombinasi suhu dan waktu pengeringan terbaik adalah suhu pengeringan 55oC dan waktu pengeringan selama 8 jam.

B. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama bertujuan untuk mengetahui pengaruh waktu curing (5, 10, 15 dan 20 jam) terhadap mutu dendeng ikan lele selama penyimpanan. Analisis dilakukan setiap satu bulan yang meliputi analisis fisik (warna dan tekstur), analisis kimia (kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak), aktifitas air (aw), TPC dan organoleptik.

1. Analisis Kimia

Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar lemak. Analisis proksimat dilakukan tiap satu bulan mulai dari 0 bulan, 1 bulan dan 2 bulan pada dendeng ikan lele dumbo.

a. Kadar Air

(52)
[image:52.612.225.452.310.431.2]

Kadar air (%bk) rata-rata dendeng ikan dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan berkisar antara 20,37% sampai 22,09% (Gambar 3). Uji lanjut Duncan (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa peningkatan waktu curing dari 5 jam ke 10 jam atau lebih lama secara nyata menurunkan kadar air dendeng ikan lele. Sementara itu peningkatan waktu curing dari 10 jam ke 15 jam atau 20 jam tidak mengakibatkan perbedaan secara nyata kadar air dendeng ikan lele. Hal ini berarti waktu curing 10 jam sudah cukup menurunkan kadar air dendeng ikan lele. Dari perlakuan waktu curing diperoleh bahwa nilai kadar air dendeng ikan lele semakin turun seiring dengan meningkatnya waktu curing (Gambar 3).

Gambar 3. Diagram batang kadar air dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing

Uji lanjut Duncan (Lampiran 11b) menunjukkan bahwa kadar air dendeng ikan lele secara nyata meningkat seiring dengan meningkatnya waktu penyimpanan dari 0 bulan ke 1 bulan dan 2 bulan penyimpanan Gambar 4). Selama penyimpanan terjadi kenaikan kadar air yang disebabkan karena dendeng ikan yang dikemas plastik menyerap uap air untuk mencapai keseimbangan antara kelembaban udara dalam ruang penyimpanan. Proses keseimbangan tersebut dapat terjadi karena plastik bersifat permeabel terhadap uap air dan oksigen. Menurut Edwards (1978), sifat permeabilitas plastik dipengaruhi oleh suhu, kelembaban udara, ketebalan plastik dan komposisi kimia plastik. Hal ini menunjukkan bahwa kantong plastik polipropilen yang digunakan

22,69

21,41 20,71

20,37

0 5 10 15 20 25

5

Waktu Curing (jam)

Kad

a

r Ai

r (

%

b

b

)

(53)

0 5 10 15 20 25 30 0

Lama Penyimpanan (Bulan)

Warn a ( N il ai L )

Waktu curing 5 jam Waktu curing 10 jam Waktu curing 15 jam Waktu curing 20 jam

[image:53.612.220.452.125.250.2]

dalam penelitian ini kurang cocok digunakan sebagai pengemas dendeng ikan lele.

Gambar 4. Diagram batang kadar air dendeng ikan lele dengan perlakuan lama penyimpanan

2. Karakteristik Fisik Dendeng Ikan Lele

a. Warna (Tingkat Kecerahan)

Warna (tingkat kecerahan) dendeng ikan lele dumbo dengan berbagai kombinasi perlakuan waktu curing dan lama penyimpanan disajikan pada Gambar 5. Analisis sidik ragam (Lampiran 12a) menunjukkan bahwa waktu curing, lama penyimpanan dan interaksi antara waktu curing dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap terhadap kecerahan dendeng ikan lele.

Gambar 5. Diagram batang tingkat kecerahan dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan

Uji lanjut Duncan (Lampiran 12d) menunjukkan bahwa waktu curing 5 jam dengan lama penyimpanan 0 bulan menghasilkan dendeng

16,17 22,24 25,48 0 5 10 15 20 25 30 0

Lama Penyimpanan (Bulan)

Kad a r Ai r ( % b b )

1 2

[image:53.612.218.453.489.614.2]
(54)

0 5000 10000 15000 20000 25000

0

Lama Penyimpanan (Bulan)

T

e

k

s

tu

r (g

ra

m

fo

rc

e

)

Waktu curing 5 jam Waktu curing 10 jam Waktu curing 15 jam Waktu curing 20 jam

ikan lele dengan tingkat kecerahan paling tinggi (Gambar 5) yang berbeda sangat nyata dengan tingkat kecerahan dendeng ikan lele yang diperoleh dengan kombinasi perlakuan lainnya. Peningkatan waktu curing dari 5 jam ke 10 jam atau lebih menyebabkan menurunnya tingkat kecerahan dendeng ikan lele (Lampiran 12b). Begitu pula dengan lama penyimpanan 0 bulan ke 1 bulan dan 2 bulan menyebabkan tingkat kecerahan menurun (Lampiran 14c). Be Miller dan Whistler (1996) menyatakan bahwa reaksi Maillard dapat menimbulkan warna coklat pada produk pangan akibat pemanasan atau penyimpanan jangka panjang. Lewis dan Heppel (2000), menyatakan bahwa reaksi Maillard dari proses pemanasan susu UHT pada 140oC selama 4 detik akan menghasilkan tingkat warna coklat yang sama dengan penyimpanan satu minggu pada 25oC atau sekitar satu hari pada 40oC.

b. Tekstur (Tingkat Kekerasan)

[image:54.612.217.451.517.641.2]

Tekstur (kekerasan) dendeng ikan lele dumbo dengan berbagai kombinasi perlakuan waktu curing dan lama penyimpanan disajikan pada Gambar 6. Kekerasan didefinisikan sebagai gaya untuk menghasilkan deformasi tertentu (deMan,1989). Tingkat kekerasan rata-rata dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan berkisar antara 8901,25 gram force sampai 20462,05 gram force.

Gambar 6. Diagram batang tingkat kekerasan dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan

(55)

0 0,2 0,4 0,6 0,8 1

0

Lama Penyimpanan (Bulan)

a

w

Waktu curing 5 jam Waktu curing 10 jam Waktu curing 15 jam Waktu curing 20 jam

Analisis sidik ragam (Lampiran 13a) menunjukkan bahwa waktu curing, lama penyimpanan dan interaksi antara waktu curing dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap tekstur (kekerasan) dendeng ikan lele.

Uji lanjut Duncan (Lampiran 13d) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan waktu curing 20 jam dan lama penyimpanan 0 bulan menghasilkan dendeng ikan lele dumbo dengan nilai kekerasan tertinggi (18306,80 gram force). Peningkatan waktu curing dari 5 jam ke 10 jam atau lebih menyebabkan meningkatnya tingkat kekerasan dendeng ikan lele (Lampiran 13b). Hal ini disebabkan semakin rendah kadar air yang terdapat dalam dendeng ikan lele seiring meningkatnya waktu curing maka produk dendeng tersebut semakin keras. Sementara itu lama penyimpanan dari 0 bulan ke 1 bulan dan 2 bulan menyebabkan tingkat kekerasan menurun (Lampiran 13c). Hal ini disebabkan meningkatnya kadar air dendeng ikan lele selama penyimpanan sehingga tekstur produk dendeng ikan lele menjadi lebih lunak.

3. Aktivitas air (aw)

[image:55.612.181.441.535.665.2]

Aktivitas air (aw) dendeng ikan lele dumbo dengan berbagai kombinasi perlakuan waktu curing dan lama penyimpanan disajikan pada Gambar 10. Analisis sidik ragam (Lampiran 14a) menunjukkan bahwa waktu curing, lama penyimpanan dan interaksi antara waktu curing dan lama penyimpanan berpengaruh nyata terhadap aktivitas air (aw).

Gambar 7. Diagram batang aktivitas air dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan

(56)

0 1 2 3 4 5 6

0

Lama Penyimpanan (Bulan)

TP

C

(

L

og

c

fu

/m

l)

Waktu curing 5 jam Waktu curing 10 jam Waktu curing 15 jam Waktu curing 20 jam

Uji lanjut Duncan (Lampiran 14d) menunjukkan bahwa kombinasi perlakuan waktu curing 15 jam dan penyimpanan 0 bulan serta waktu curing 20 jam dan lama penyimpanan 0 bulan menghasilkan dendeng ikan lele dengan aktivitas air (aw) terendah yaitu masing-masing 0,67 dan 0,68 dan antar keduanya tidak berbeda nyata. Peningkatan waktu curing dari 5 jam ke 10 jam atau lebih menyebabkan turunnya aktivitas air (aw) dendeng ikan lele (Lampiran 14b). Hal ini disebabkan semakin rendah kadar air yang terdapat dalam dendeng ikan lele seiring meningkatnya waktu curing. Sementara itu lama penyimpanan dari 0 bulan ke 1 bulan dan 2 bulan menyebabkan aktivitas air meningkat (Lampiran 14c). Hal ini disebabkan meningkatnya kadar air dendeng ikan lele selama penyimpanan sehingga aktivitas air (aw) dendeng ikan lele ikut meningkat.

4. TPC (Total Plate Count)

[image:56.612.206.441.478.602.2]

TPC (Total Plate Count) dendeng ikan lele dumbo dengan berbagai kombinasi perlakuan waktu curing dan lama penyimpanan disajikan pada Gambar 8. Analisis sidik ragam (Lampiran 14a) menunjukkan bahwa waktu curing, lama penyimpanan dan interaksi antara waktu curing dan lama penyimpanan berpengaruh sangat nyata terhadap total koloni mikroba pada dendeng ikan lele.

Gambar 8. Diagram batang TPC (Total Plate Count) dendeng ikan lele dengan perlakuan waktu curing selama penyimpanan

Uji lanjut Duncan (Lampiran 14b) menunjukkan bahwa secara nyata terjadi penurunan total koloni mikroba seiring dengan meningkatnya waktu curing tetapi terjadi peningkatan total koloni mikroba seiring

(57)

dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Fenomena ini sejalan dengan parameter aktivitas air (aw) dan kadar air yang cenderung menurun dengan meningkatnya waktu curing tetapi aktivitas air (aw) dan kadar air meningkat dengan meningkatnya waktu penyimpanan. Purnomo (1995) mengemukakan bahwa aktivitas air digunakan sebagai petunjuk akan adanya sejumlah air dalam bahan pangan yang dibutuhkan bagi pertumbuhan mikroorganisme. Penggunaan bumbu dan beberapa jenis rempah-rempah yang bersifat antimikroba diduga mampu mereduksi jumlah mikroba pada dendeng ikan lele. Pelczar dan Reid (1978) mengemukakan beberapa jenis rempah-rempah mengandung senyawa-senyawa kimia seperti senyawa-senyawa fenolik yang bersifat antimikroba.

5. Uji Organoleptik

Analisis organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik atau uji kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan overall dendeng ikan lele. Skala hedonik yang digunakan adalah 1 sampai 7. Cara penyajian sampel dilakukan dengan dua cara yaitu dendeng goreng untuk analisis organoleptik terhadap rasa dendeng ikan dan dendeng mentah un

Gambar

Gambar 1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Tabel 2. Perkiraan batas minimun nilai aw bagi pertumbuhan mikroorganisme
Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Dendeng Ikan
Tabel 3. Setting Alat Texture Analyzer
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penulis menyelesaikan tugas akhir sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan dengan melakukan

Sebagai salah satu syarat untuk, memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan tugas akhir berupa penelitian dengan judul “Pemanfaatan Air

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana (S1) pada Fakultas Teknologi Pertanian, penulis menyelesaikan skipsinya dengan judul Praktik Sanitasi dan Penyimpanan Pangan

Akhirnya sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknologi Pertanian, penulis melaksanakan tugas akhir dengan judul ” Kajian pengaruh suhu, lama pemanasan dan konsentrasi asam

Selanjutnya sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian penulis melakukan penelitian untuk penyusunan tugas akhir (skripsi) dengan judul

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, penulis membuat tugas akhir dengan judul “ Penentuan Formula Antioksidan