• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

ii RIKA RIZKAWATI

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

iii Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat adalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(3)

iv Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON.

Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya (MSY) terbesar di Jawa Barat. Ikan komoditas unggulan lokal di Indramayu diantaranya adalah tenggiri. Nelayan Indramayu dalam menentukan daerah penangkapan ikan umumnya masih berdasarkan pengalaman. Hal ini mangakibatkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan berkurang dengan banyaknya waktu, biaya dan tenaga yang terbuang. Sebaran suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai indikator penentuan daerah penangkapan ikan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk pegukuran suhu permukaan laut. Penelitian ditujukan untuk mengetahui kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu, mengetahui hasil tangkapan tenggiri pada kurun waktu yang berbeda serta hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode survei. Kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu pada bulan Juni 2005 yaitu berkisar antara 20ºC-31ºC dengan suhu dominan 27,55 ºC. Pada bulan Juli 2005 kisaran suhu permukaan laut berada antara 25-33 ºC dengan suhu dominan sebesar 30,28 ºC sedangkan pada bulan Agustus 2005 suhu permukaan laut berkisar 24-32 ºC dengan suhu dominan 29,37 ºC. Hasil tangkapan ikan tenggiri pada bulan Juni 2005 sebesar 14 kg/trip, bulan Juli 2005 sebesar 6 kg/trip dan pada bulan Agustus 2005 sebesar 30 kg/trip. Suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata terhadap hasil tangkapan ikan tenggiri.

(4)

v

INDRAMAYU, JAWA BARAT

RIKA RIZKAWATI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(5)

vi Disetujui:

Pembimbing

Dr.Ir. Domu Simbolon, MSi. NIP.131879352

Diketahui :

Dekan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan

Prof.Dr.Ir. Indra Jaya, MSc. NIP. 131578799

(6)

vii Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Judul penelitian yang dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2005 ini adalah Pengaruh Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat.

Akhirnya dengan sangat terbuka penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tulisan ini. Tulisan ini hanya karya manusia yang tidak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat.

(7)

viii pertolongan dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. Domu Simbolon., M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan bantuan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

2. Dr. Ir. Gondo Puspito, M.Sc sebagai dosen pembimbing akademik.

3. Dosen penguji tamu Dr.Ir.Budy Wiryawan, M.Sc dan Ika P.Wahyuningrum, S.Pi, M.Si serta dosen penguji dari komisi pendidikan Dr.Ir.Tri Wiji Nurani, M.Si.

4. Kepala Instalasi Lingkungan dan Cuaca LAPAN DR. Ir.Dony Kushardono, M.Eng, Yeni Marini, S.Pi dan Joko Indarto, S.Pi.

5. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Indranayu, Kepala Kantor Pelabuhan Indramayu Drs.Sukiman serta Kepala TU Pelabuhan Indramayu Bpk. Bambang Waryono dan Pengurus KUD Mina Sumitra.

6. Nelayan Pelabuhan Perikanan Karangsong Indramayu 7. Fahrudin S.Pi dan Kafi Hedonis, S.Pi

8. Staf sekretariat PSP Teh Vina dan Mas Gigih

9. Keluarga tercinta, Bapak Djumali, Ibu Ai, Mertua Pak Asrori dan Ibu Munawaroh, Kakakku Diki, Adik adik tersayang Dedi, Iis, Dini, Ari, Rijal dan Rifqi.

10. Belahan jiwaku Amir Muttaqin dan buah hatiku Imtiyazah Labiqoh .

11. Teman-teman PSP 38; Nia, Hani, Windi, Desti, Sinta, Eni, Uning, Diana, Ira, Ika, Yuyun, Dewi Yun, Dewi Lis, Dini, Evi, Fitri, Weni, Iyut, Sri, Ngamel, Rita, Novel dan semua teman teman PSP lainnya.

12. Sahabat-sahabatku seperjuangan’38 Leli, Dwi, Maya, Teni, Mei, Fitri, A’i

(8)

ix Penulis dilahirkan di Indramayu pada tanggal 10 Agustus 1983, merupakan anak ke dua dari delapan bersaudara, dari pasangan H. Djumali Hasyim dan Hj. Ai Nurhayati. Pendidikan formal ditempuh dari SDN Karanganyar VI (1989-1995),

kemudian melanjutkan ke MTs Mambaul ‘Ulum Pondok

Pesantren Ash-shidiqiyyah Tangerang (1995-1998) dan SMUN 1 Indramayu (1998-2001).

Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2001. Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kemahasiswaan seperti,Majelis Ta’lim

Al-Marjan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan Badan Kerohanian Islam Mahasiswa.

(9)

Halaman

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN... xi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Biologi Ikan Tenggiri... 4

2.2 Parameter Oseanografi ... 5

2.2.1 Suhu Permukaan Laut ... 5

2.2.2 Salinitas Perairan ... 7

2.2.3 Arus Perairan ... 8

2.3 Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Tenggiri ... 9

2.4 Penginderaan Jauh ... 10

2.5 Gillnet ... 12

3 METODELOGI PENELITIAN ... 14

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

3.2 Pengumpulan Data ... 15

3.3 Analisis Data ... 15

3.3.1 Suhu permukaan laut ... 15

3.3.2 Hasil tangkapan... 18

3.3.3 Hubungan SPL terhadap hasil tangkapan tenggiri ... 18

4 HASIL DAN PEMBAHASAN... 22

4.1 Suhu Permukaan Laut di Perairan Indramayu ... 22

4.2 Hasil Tangkapan Tenggiri... 43

4.3 Hubungan Suhu Permukaan Laut terhadap Hasil Tangkapan ... 46

5 KESIMPULAN DAN SARAN... 47

5.1 Kesimpulan ... 47

5.2 Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

(10)

1 Produksi Ikan Tenggiri di Jawa Barat Tahun 2006 ... 2

2 Parameter Oseanografi dan Habitat Beberapa Jenis Ikan Pelagis ... 6

3 Daerah Penyebaran dan Penangkapan Potensial Tenggiri di Indonesia ... 9

4 Karakteristik NOAA AVHRR dan FY-1 MVISR ... 12

(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson)... 4

2 Sebaran Vertikal Suhu secara Umum di Perairan Indonesia ... 7

3 Sistem Penginderaan Jauh... 11

4 Reflektansi Berbagai Obyek di Permukaan Bumi Pada Suatu Panjang Gelombang danBand Spektral Satelit Penginderaan Jauh ... 11

5 Satelit Lingkungan FY-1(gambar atas) dan NOAA (gambar bawah) ... 12

6 Peta Lokasi Penelitian... 14

7 Diagram Alir Penelitian ... 21

8 Citra SPL Tanggal 26 Juni 2005... 23

9 Citra SPL Tanggal 27 Juni 2005 ... 24

10 Citra SPL Tanggal 1 Juli 2005... 26

11 Citra SPL Tanggal 3 Juli 2005... 27

12 Citra SPL Tanggal 10 Juli 2005... 28

13 Citra SPL Tanggal 18 Juli 2005... 29

14 Citra SPL Tanggal 19 Juli 2005... 30

15 Citra SPL Tanggal 31 Juli 2005... 32

16 Citra SPL Tanggal 9 Agustus 2005 ... 33

17 Citra SPL Tanggal 10 Agustus 2005 ... 34

18 Citra SPL Tanggal 11Agustus 2005 ... 36

19 Citra SPL Tanggal 12 Agustus 2005 ... 37

20 Citra SPL Tanggal 14 Agustus 2005 ... 38

21 Citra SPL Tanggal 15 Agustus 2005 ... 39

22 Citra SPL Tanggal 19 Agustus 2005 ... 40

23 Citra SPL Tanggal 23 Agustus 2005 ... 41

24 Citra SPL Tanggal 29 Agustus 2005 ... 42

25 Hasil Tangkapan Tenggiri Bulan Juni-Agustus 2005... 43

26 CPUE Ikan Tenggiri Bulan Juni-Agustus 2005... 43

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perhitungan Analisis Sidik Ragam ... 50 2 Perhitungan Uji Kolmogorov-Smirnov... 51 3 Jumlah Tangkapan Tenggiri (kg) dan nilai SPL pada setiap

(13)

kaya baik ikan maupun non ikan. Sumberdaya hayati ikan meliputi ikan-ikan pelagis, karang dan demersal. Ikan-ikan pelagis berdasarkan ukuran tubuhnya digolongkan ke dalam pelagis besar dan pelagis kecil. Produksi ikan pelagis besar pada tahun 1995 mencapai 592.341 ton atau setara dengan 21,5% dari total produksi perikanan laut Indonesia yang mencapai 2.752.838 ton (Direktorat Jendral Perikanan, 1997 dalam LIPI, 1998). Kelompok terbesar dari produksi tersebut adalah tongkol dengan nilai prosentase 31,2%, diikuti oleh cakalang, tuna, tenggiri dan cucut dengan nilai masing-masing 26,9%, 17,2%, 14,1% dan 10,7% (LIPI, 1998).

Ikan tenggiri (Scomberomorus sp) merupakan salah satu komoditas unggulan, banyak diminati konsumen dan memiliki nilai jual tinggi. Produksi ikan tenggiri di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi Kabupaten Indramayu dalam memproduksi ikan tenggiri sebesar 54,13 % dari total produksi. Nilai ini menunjukan bahwa Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten tertinggi dalam memproduksi tenggiri di Jawa Barat.

Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya (MSY) terbesar di Jawa Barat, dengan nilai 83.764,69 ton/tahun (Rahardjo et al, 1999). Kabupaten Indramayu memiliki potensi alam yang dapat digunakan untuk pengembangan perikanan, terutama perikanan tangkap. Hal ini didukung dengan kondisi alam Indramayu yang memiliki panjang pantai 114 km, 17 sungai yang bermuara ke laut dengan 14 diantaranya digunakan sebagai jalur keluar masuk armada penangkapan serta aktivitas pelelangan ikan.

(14)

Hal ini menyebabkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan ikan berkurang dengan banyaknya waktu, biaya dan tenaga yang terbuang.

Tabel 1 Produksi Ikan Tenggiri di Jawa Barat Tahun 2006

No Pantai Kab/Kota Jumlah (Ton) (%)

1 Kab Ciamis 212.57 6,01

2 KabTasikmalaya 39.70 1,12

3 Kab Garut 45.76 1,29

4 Kab Cianjur 5.12 0,14

5

Pantai Selatan Jawa

Kab Sukabumi 85.82 2,43

6 Kab Bekasi 132.79 3,76

7 Kab Karawang 76.16 2,15

8 Kab Subang 443.44 12,55

9 Kab Indramayu 1913.10 54,13

10 Kab Cirebon 260.10 7,36

11

Pantai Utara Jawa

Kota Cirebon 319.49 9,04

Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat (2006)

Daerah penangkapan ikan salah satunya dapat diduga dengan memperhatikan sebaran suhu permukaan laut. Gunarso (1985) mencatat beberapa hal mengenai pengaruh suhu terhadap ikan antara lain, umumnya suhu digunakan sebagai indikator dalam menentukan perubahan ekologi, aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan. Hal lain yang berkaitan dengan suhu permukaan laut, dinyatakan bahwa ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 C. Pengaruh suhu permukaan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas ketika ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman tertentu pula. Pengetahuan mengenai suhu optimum (suhu yang sesuai dengan kehidupan suatu jenis ikan) dapat digunakan untuk meramalkan daerah konsentrasi ikan, kelimpahan musiman dan ruaya ikan.

(15)

secara langsung juga sulit dilakukan untuk mendeteksi penyebaran suhu dalam waktu bersamaan pada suatu area yang luas. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat dipilih sebagai alternatif dalam mengatasi kelemahan tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

(1) Mengetahui kisaran suhu permukaan laut pada bulan Juni-Agustus 2005 di Perairan Indramayu

(2) Menentukan hasil tangkapan tenggiri pada bulan Juni-Agustus 2005 di Perairan Indramayu

(3) Mengetahui pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk bahan informasi tentang keberadaan ikan tenggiri kaitannya dengan suhu permukaan laut di Perairan Indramayu, untuk selanjutnya dapat digunakan oleh :

(1) Nelayan dan pengusaha perikanan dalam hal mengefektifkan dan mengefisienkan operasi penangkapan ikan

(2) Pemerintah, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai tambahan informasi mengenai daerah penangkapan ikan tenggiri di Perairan Indramayu

(16)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Tenggiri

Menurut Saanin (1984) Kailola dan Gleofelt (1986), taksonomi ikan tenggiri adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Scombridea Famili : Scombridae

Genus :Scomberomorus

Spesies :Scomberomorus commerson

Gambar 1 Tenggiri (Scomberomorus commerson).

(17)

fimbriata), teri (Stolephorus sp) dan cumi-cumi (Loligo sp) (Ditjen Perikanan, 1979).

Secara morfologi tenggiri mempunyai tubuh panjang dan berbentuk torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam. Sirip punggung tenggiri ada yang berjari-jari keras dengan jumlah 14-17 buah dan ada pula sirip punggung yang berjari-jari lemah dengan jumlah 14-19 buah yang diikuti dengan 8-10 sirip tambahan. Tenggiri memiliki garis rusuk lurus kemudian membengkok tajam dibawah awal jari-jari sirip tambahan dan melurus kembali sampai batang ekor. Garis rusuk tenggiri tidak terputus dan hanya berjumlah satu. Gelembung renang tidak ada, warna punggung biru gelap keabu-abuan atau biru kehijauan. Sisi tubuh tenggiri berwarna putih keperakan dan pada bagian perut dijumpai garis-garis (Guci, 1999).

2.2 Parameter Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran Ikan

Kondisi lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme dalam lingkungan tersebut, dimana setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya. Adapun faktor-faktor yang menentukan keberadaan suatu sediaan (stok) diantaranya suhu, salinitas, kandungan oksigen, kecerahan dan arus (Hasyim, 2004). Adapun hubungan karakteristik lingkungan laut dengan habitat beberapa jenis ikan khususnya ikan pelagis dapat dilihat pada Tabel 2.

2.2.1 Suhu Permukaan Laut

(18)

maka lapisan termoklin ini merupakan daerah perlonjakan kenaikan densitas yang sangat menyolok. Perubahan densitas ini bisa diperkuat lagi karena di lapisan ini pun salinitas sering meningkat dengan cepat. Akibatnya air di sebelah atasnya tidak bisa bercampur dengan air di lapisan bawahnya. Oleh karena itu lapisan ini sering disebut lapisan pegat (discontinuity layer) karena mencegah atau memegat percampuran air antara lapisan di atas dan dibawahnya. Tebal lapisan termoklin bervariasi sekitar 100-200 m. Di bawah lapisan termoklin, terdapat lapisan yang hampir homogen dan dingin. Makin ke bawah suhunya berangsur-angsur turun hingga pada kedalaman lebih dari 1000 m dengan suhu dingin biasanya kurang dari 5 °C (Nontji, 1987). Susunan suhu secara vertikal ini menentukan kedalaman ikan. Tenggiri akan berenang sedikit lebih dalam pada waktu suhu permukaan lebih tinggi dari biasanya (Gunarso, 1985). Gambaran mengenai sebaran suhu secara vertikal di Perairan Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 2 Parameter Oseanografi dan Habitat beberapa Jenis Ikan Pelagis

Jenis Ikan Suhu (ºC) Kedalaman (m)

Salinitas (º/00) Kecerahan

(m)

Tongkol(Euthinnus spp) 20 - 22 - 32.21 -34,40 20 - 28 Cakalang (Katsuwonusspp) 27 -30

20 - 22

-31-33

34,81 - 35

17 - 28

Madidihang (Thunnus spp) 22 - 28 - 34,41 -35 20 - 28

Setuhuk (Makaira spp) 24 - 30 - 34,81 -35 24 - 32

Layang (Decapterus spp) - > 30 -

-Tenggiri (Scomberomorus spp) 24 - 30 - 34,21– 34,60 24 - 32

Banyar (Rastelliger spp) 22 - 24 > 30 - 20 - 26

Kembung 22 - 24 8 - 15 - < 8

Siro (Amblygaster spp) 28 - 32 18 - 22 28-32

-Lemuru (Sardinella spp) - < 200 30

-Kuweh (Caranx rysophrys) - 20 - 25 -

(19)

100

300

Keterangan : A Lapisan Hangat, B Lapisan Termoklin, C Perairan dalam

Gambar 2 Sebaran Vertikal Suhu secara Umum di Perairan Indonesia (Nontji, 1987).

Pengaruh suhu perairan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas pada waktu ikan-ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman tertentu. Menurut (Sette, 1950 vide Gunarso, 1985) yang meneliti ikan tenggiri (Scomber scombrus) menyatakan bahwa ikan ini melakukan pemijahan pada perairan dengan kisaran suhu antara 12-15 °C. Umumnya jenis ikan memiliki suhu optimum yang khusus sifatnya. Melalui pengetahuan tentang suhu optimum suatu jenis ikan, dapat meramalkan daerah konsentrasi dan kelimpahan musiman maupun ruaya suatu stok ikan. Adapun suhu optimum tenggiri berada pada kisaran suhu 24-30 °C.

2.2.2 Salinitas Perairan

Salinitas adalah konsentrasi rata-rata seluruh garam yang terdapat di dalam air laut. Hampir semua organisme laut hanya dapat hidup pada daerah-daerah yang mempunyai perubahan salinitas yang sangat kecil. Daerah estuarin adalah suatu daerah dimana kadar salinitasnya berkurang. Hal ini dikarenakan adanya sejumlah

0 1 2 3

Suhu

A

B

(20)

air tawar yang masuk yang berasal dari sungai-sungai serta pengaruh dari terjadinya pasang surut. Akibatnya hanya organisme tertentu yang telah beradaptasi dengan kondisi ini yang dapat hidup. Salinitas bersifat lebih stabil di lautan terbuka, walaupun di beberapa tempat dijumpai adanya perubahan. Salinitas akan naik dikarenakan banyaknya air yang hilang saat terjadi penguapan pada musim panas atau sebaliknya akan menurun oleh besarnya curah hujan Hutabarat dan Evans (1984).

Ikan, termasuk tenggiri diduga melakukan ruaya sepanjang suatu tingkat atau derajat salinitas tertentu. Hal ini mengingat bahwa ikan sangat sensitif terhadap perubahan salinitas sebesar 0,02 per mil (Gunarso, 1985). Adapun kisaran salinitas optimum untuk tenggiri menurut Hasyim (2004) 34,21-34,60º/00.

2.2.3 Arus Perairan

Arus merupakan gerakan mengalir suatu masa air yang dapat disebabkan oleh tiupan angin, perbedaan densitas air laut, gerakan bergelombang panjang dan arus yang disebabkan oleh pasang surut. Angin yang berhembus di Perairan Indonesia terutama adalah angin muson yang dalam setahun terjadi dua kali pembalikan arah yamg mantap, masing-masing disebut muson barat dan muson timur (Nontji, 1987).

Arus memegang peran penting sehubungan dengan penyebaran ikan. Bila arus mengalir secara teratur ikan dapat hanyut terbawa arus baik secara pasif atau aktif bahkan ada juga yang bergerak dengan kombinasi keduanya. Pada umumnya tenggiri dewasa bergerak secara aktif melawan arus (Gunarso, 1985).

(21)

2.3 Habitat dan Daerah Penyebaran Ikan Tenggiri

Indonesia memiliki tiga jenis tenggiri, yaitu Scomberomorus commerson, Scomberomorus guttatus dan Scomberomorus lineatus. Tenggiri banyak hidup di daerah pelagis. Nybakken (1992) menyatakan bahwa seluruh daerah terbuka merupakan kawasan pelagis.

Daerah penyebaran tenggiri di Indonesia meliputi Perairan Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya. Hal yang berkaitan dengan daerah penyebaran dan penangkapan yang potensial di masing-masing perairan tersebut sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Daerah Penyebaran dan Penangkapan Potensial Tenggiri Perairan Daerah Penyebaran Daerah Penangkapan Utama

Sumatera Seluruh Perairan - Perairan Aceh bagian utara, timur, Sumatera Utara dan sekitar Bengkalis

- Perairan Bangka dan Belitung - Pantai barat Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Lampung

Jawa dan Nusa Tenggara

Seluruh Perairan - Seluruh Pantai Utara Jawa dan Madura, Selatan Jawa Tengah, Selatan Bali, Utara Lombok, Sumbawa dan Flores

- Pantai Pulau Timur bagian barat

Kalimantan dan Sulawesi

Seluruh Perairan - Hampir semua pantai barat dan selatan Kalimantan - Perairan Teluk Palu,

Sulawesi bagian selatan - Sebagian Perairan Sulawesi

Utara Maluku dan Irian

Jaya

Seluruh Perairan - Sebagian pantai barat Halmahera

- Perairan selatan Pulau Seram - Hampir semua perairan

pantai barat Pulau Irian sampai Kepala Burung

(22)

2.4 Penginderaan Jauh

Penginderaan Jauh merupakan ilmu serta seni untuk memperoleh informasi tentang obyek, daerah atau fenomena alam melalui analisis data yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah maupun fenomena yang diteliti (Lisseland dan Kiefer, 1994). Teknologi penginderaan jauh pada dasarnya meliputi tiga kegiatan utama. yaitu perolehan data, pemrosesan data dan interpretasi data. Komponen fisik yang terlibat dalam penginderaan jauh adalah matahari sebagai sumber energi dalam bentuk radiasi elektromagnetik, atmosfir sebagai media lintasan dari radiasi elektromagnetik, sensor untuk mendeteksi radiasi elektromagnetik dan mengubahnya dalam bentuk sinyal yang dapat diproses dan direkam serta komponen terakhir adalah obyek (Butler et a/., 1988). Untuk lebih jelas mengenai sistem penginderaan jauh dapat dilihat pada Gambar 3.

Pancaran dan pantulan energi dari benda-benda di permukaan bumi ditangkap oleh sistem sensor pada satelit, kemudian diubah menjadi sinyal-sinyal. Sinyal-sinyal ini selanjutnya dikirim ke stasiun bumi untuk seterusnya disimpan dalam bentuk data analog atau digital. Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk bidang tertentu harus melalui pengolahan lebih lanjut. Penginderaan atau sensor pada wahana penginderaan jauh memanfaatkan energi gelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu obyek di permukaan bumi, dimana tiap-tiap obyek memiliki karakteristik reflektansi yang berbeda-beda seperti diperlihatkan pada Gambar 4.

(23)

band. Gambar dan karakteristik dari satelit NOAA dan FY-1 MVISR diperlihatkan pada Gambar 5 dan Tabel 4. Sedikit berbeda dengan NOAA AVHRR, FY-1 MVISR memiliki 3 band untuk pemantauan warna laut (ocean color), band ini dapat digunakan untuk mendeteksi sebaran klorofil (phytoplankton) dan kekeruhan di perairan (LAPAN, 2003).

Gambar 3 Sistem Penginderaan Jauh. (LAPAN, 2003).

(24)

Gambar 5 Satelit Lingkungan FY-1 (gambar atas) dan NOAA (gambar bawah). (LAPAN, 2003).

Tabel 4 Karakteristik NOAA AVHRR dan FY-1 MVISR

Sumber : LAPAN, 2003

2.5Gillnet

Alat tangkap yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan dalam penelitian ini adalah gillnet. Von Brandt (1984), menyatakan bahwa gillnet adalah alat tangkap yang dioperasikan dengan cara dibentangkan melintang sepanjang arah migrasi ikan sehingga ikan-ikan akan tersangkut dalam mata

Karakteristik NOAA FY-1

Jumlah satelit yang beroperasi

5 satelit (NOAA-12, 14, 15, 16 dan 17)

2 satelit (FY-1C dan FY-1D)

Orbit Polar (sun-syncronous) Polar (sun-syncronous)

Ketinggian orbit 833 km 863 km

(25)

jaring. Ukuran mata jaring disesuaikan dengan ukuran ikan yang menjadi tujuan penangkapan.

Jaring insang (gillnet) adalah suatu alat tangkap berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pelampung, pemberat ris atas, pemberat ris bawah (kadang tanpa ris bawah). Besar mata jaring bervariasi disesuaikan dengan sasaran yang akan ditangkap. Jaring-jaring ini terdiri dari satuan-satuan jaring yang biasa disebut tingting (piece). Operasi penangkapan dengan menggunakan gillnet biasanya terdiri dari beberapa tingting yang digabung menjadi satu sehingga membentuk satu perangkat (unit). Panjang satu perangkat gillnet ini tergantung dari banyaknya tingting yang dirangkai. Jaring insang termasuk alat tangkap yang selektif, besar mata jaring dapat disesuaikan dengan ukuran ikan yang akan ditangkap (Subani dan Barus, 1989).

Von Brandt (1984), mengemukakan bahwa gillnet berdasarkan cara pengoperasiannya terbagi menjadi lima. Pertama Bottom set gillnet, yaitu jaring yang dipasang pada dasar atau dekat dasar untuk menangkap ikan demersal. Keduaanchored floating gillnet yaitu untuk menangkap ikan pada kolam perairan. Ketiga free drifting gillnet untuk menangkap ikan di permukaan. Keempat encercling gillnet yaitu jaring insang yang berbentuk lingkaran dan yang kelima dragged gillnet yaitu jaring insang yang ditarik dan biasa digunakan pada perairan tawar.

(26)

3. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah survei lapangan yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2005 di Perairan Indramayu. Daerah penelitian berada pada koordinat 05º59'30"-06º27'10" LS dan 108º02'10"-108º47'17" BT dengan basis pendaratan ikan di Pelabuhan Perikanan Karangsong (Gambar 6). Tahap kedua dilakukan di Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN) Jl. Pekayon NO 70, Jakarta Timur pada bulan Oktober sampai Desember 2005. Hal ini ditujukan untuk memperoleh data suhu permukaan laut hasil deteksi satelit NOAA.

(27)

3.2 PengumpuIan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Survei dilakukan pada 5 kapal gillnet yang beroperasi setiap harinya. Pengambilan sampel atau responden dilakukan dengan teknik purposive sampling terhadap nelayan dan pemilik kapal. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara sengaja dengan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu, seperti kesediaan responden untuk diwawancarai.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer meliputi jumlah hasil tangkapan (kg) dan posisi penangkapan. Data hasil tangkapan diperoleh melalui pengukuran langsung terhadap ikan tenggiri yang tertangkap oleh kapal sampel, kemudian dilakukan penimbangan di TPI. Sedangkan data mengenai posisi kapal saat operasi penangkapan diperoleh melalui wawancara kemudian diplotkan ke dalam peta penelitian sehingga didapatkan posisi (lintang dan bujur) saat operasi penangkapan, dengan catatan hanya kapal yang hasil tangkapannya terdapat ikan tenggiri.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data suhu permukaan laut (SPL) harian hasil deteksi satelit NOAA, sarana dan prasarana pelabuhan perikanan serta keadaan umum pelabuhan perikanan meliputi unit penangkapan ikan, produksi hasil tangkapan, pemasaran dan distribusi hasil tangkapan. Informasi mengenai data sekunder diperoleh melalui Dinas Perikanan dan Kelautan Indramayu dan LAPAN.

Data suhu permukaan laut hasil deteksi satelit NOAA yang akan diolah adalah citra yang bebas awan. Citra yang bebas awan selama penelitian yaitu bulan Juni, Juli dan Agustus 2005 berjumlah 17 citra. Dua citra pada bulan Juni yaitu tanggal 26 Juni 2005 dan 27 Juni 2005. Bulan Juli enam citra yaitu tanggal 1, 3, 10, 18, 19 dan 31, dan sembilan citra pada bulan Agustus yaitu pada tanggal 9, 10, 11, 12, 14, 15, 19, 23 dan 29.

3.3 Analisis Data

3.3.1 Suhu permukaan laut

(28)

yang telah dibuat. Analisis ini digunakan untuk melihat sebaran SPL serta

dikaitkan dengan hasil tangkapan ikan tenggiri di Perairan Indramayu.

Analisis digital dilakukan terhadap citra satelit NOAA. Data citra NOAA disimpan dalam media CD (compact disk) yang berisi citra satelit NOAA-AVHRR kanal 1, 2, 3, 4 dan 5. Data yang diperoleh dan disimpan dalam disk masih merupakan data kontinu yang utuh, sehingga untuk mendapatkan suatu citra yang sesuai dengan lokasi pengamatan dan peruntukan yang diperlukan, dilakukan beberapa tahapan meliputi impor data, penggabungan file hasil impor, rotasi citra, koreksi geometrik, koreksi radiometrik, analisis hasil liputan awan, perhitungan suhu permukaan laut dan pembuatan peta kontur suhu permukaan laut. Tahapan dalam proses pengolahan data satelit untuk mendapatkan citra suhu permukaan laut adalah sebagai berikut :

(1) Impor Data

Langkah pertama dalam pengolahan citra adalah mengimpor data satelit yang akan digunakan ke dalam format ER Mapper. Data diimpor dalam bentuk magnetiktap atau CD-ROM. Dua bentuk utama data yang diimpor ke dalam ER Mapper adalah data raster dan vektor. Data raster adalah data yang menjadi bahan utama kegiatan pengolahan citra. Contoh data raster yaitu citra satelit yang dipakai dalam penelitian ini. Data vektor adalah data yang tersimpan dalam bentuk garis, titik dan poligon. Contoh data vektor yaitu data yang dihasilkan dari digital sistem informasi geografis.

(2) Menggabungkan File Hasil Impor

Data yang didapat dari satelit umumnya terdiri dari bands (layer) yang mencakup wilayah yang sama, masing-masing bands mencatat pantulan obyek dari permukaan bumi pada panjang gelombang yang berbeda. Dalam pengolahan citra, dilakukan penggabungan kombinasi antara bands tersebut untuk memperoleh informasi yang diinginkan.

(3) Rotasi Citra

Data yang dirotasi hanya data pada siang hari. Rotasi dilakukan sejauh 180° secara komputerisasi menggunakan program yang telah ada pada ER Mapper. (4) Koreksi Geometrik

(29)

selain itu untuk menghilangkan cacat geometri pada citra yang disebabkan karena perputaran bumi, relief permukaan bumi yang tidak rata maupun kesalahan pada sistem sensor satelit.

(5) Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik ditujukan untuk menghilangkan bias-bias yang disebabkan oleh atmosfir

(6) Analisis Hasil Liputan Awan

Proses selanjutnya yang akan dilakukan dengan perangkat lunak ER Mapper adalah memisahkan antara daratan, lautan dan awan. Sehingga daratan dan awan mempunyai nilai yang sama, namun berbeda dengan nilai laut. Penentuan SPL dengan satelit cuaca NOAA/AVHRR diasumsikan bahwa atmosfer dalam keadaan cerah. Analisa liputan awan dilakukan dengan menggunakan kanal 2. Penggunaan kanal 2 bertujuan untuk memeriksa wilayah yang diamati bebas dari awan sehingga nilai suhu yang diperoleh diestimasi dari digital mempunyai nilai bias dari SPL yang sebenarnya.

(7) Perhitungan Suhu Permukaan Laut

Pengolahan suhu permukaan laut menggunakan perangkat lunak perhitungan SPL yang telah dikembangkan oleh I.APAN. Perhitungan dilakukan secara komputerisasi yaitu dengan panduan data tingkat keabuan kanal 4 dan 5. Kanal 4 dan 5 diolah dengan menggunakan program SPL untuk mengkonversi nilai digital number menjadi nilai SPL dalam satuan°C. Hal ini dilakukan dengan kalibrasi data. konversi kedalam suhu kecerahan, yang kemudian dikonversi kedalam suhu perairan. Proses konversi ke suhu perairan berlangsung saat kondisi permukaan laut bersifat homogen. Keluaran dari proses i n i merupakan n il a i dari SPL.

(8) Membuat peta kontur suhu permukaan laut

Citra yang telah dikoreksi dan dihitung SPLnya dibuat dalam bentuk peta s uhu permukaan laut. Nil ai suhu terendah dan suhu tertinggi pada peta bergantung pada data lapangan.

Penampakan suhu permukaan laut berupa gambar citra yang menampilkan sebaran suhu permukaan laut secara jelas dengan pemberian warna (pallet) yang berbeda pada setiap kisaran suhu yang berbeda.

Sebaran profil SPL menurut skala waktu (temporal) dan wilayah perairan

(30)

visual. Selanjutnya, sebaran SPL ini akan dioverlay terhadap data jumlah basil

tangkapan tenggiri pada waktu operasi penangkapan dan daerah penangkapan yang

diamati. Dengan demikian kisaran SPL, dimana ikan tenggiri tertangkap dan hasil

tangkapan tenggiri dominan dapat digunakan sebagai indikator untuk memprediksi

daerah penangkapan potensial serta memprediksi SPL yang optimal untuk

penangkapan tenggiri di Perairan Indramayu

3.3.2 Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri

Hasil tangkapan yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dan disajikan

dalam bentuk tabel atau grafik. Hasil tangkapan ikan tenggiri akan terlihat

secara jelas menurut waktu operasi penangkapan (temporal) dan posisi daerah

penangkapan (spasial).

3.3.3 Hubungan Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan

Hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan ini dilakukan dengan

menggunakan analisis regresi linear sederhana. Penelitian ini menggunakan asumsi

bahwa ikan tenggiri menyebar merata di perairan, jumlah hasil tangkapan

mencerminkan keberadaan ikan di perairan dan faktor-faktor oseanografi lainnya

seperti salinitas dan arus dianggap tetap. Persamaan regresi linear sederhana

(Walpole, 1995) dapat diformulasikan dengan model matematis berikut :

C = a + bT

Dengan C : hasil tangkapan ikan tenggiri (kg) T : suhu permukaan laut (ºC)

a : intercept b : koefisien regresi untuk suhu permukaan laut

Uji kenormalan data dilakukan dengan menggunakan uji normalitas. Uji

normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah sebaran data mengikuti atau

mendekati sebaran normal. Uji normalitas dilakukan dengan melihat sebaran

Kolmogorov-Smirnov. Hipotesis yang digunakan adalah : jika angka signifikan

(SIG) > 0,05, maka data berdistribusi normal dan sebaliknya jika angka signifikan

(SIG) < 0,05, maka data tidak berdistribusi normal. Uji ini dilakukan dengan

menggunakan program Minitab.

(31)

tangkapan ikan tenggiri diketahui dari nilai koefisien determinan (R2). Persamaan yang digunakan untuk mencari nilai koefisien korelasi dan koefisien determinasi adalah sebagai berikut (Steel and Torrie, 1993).



    2 2 2 2 yi yi n xi xi n yi xi xiyi n r

    2 2 2 y yi y yi R

Hipotesis yang digunakan dalam analisis regresi linear sederhana adalah : H0 : bi = 0, i = 1 : berarti antara suhu permukaan laut dengan hasil

tangkapan tidak ada hubungan

H1 : bi≠ 0, i = 1 : berarti antara suhu permukaan laut dengan hasil

tangkapan ada hubungan

Jika Fhitung > Ftabel pada α = 0,05 maka gagal tolak H0 yang berarti terdapat

hubungan antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan tenggiri. Jika Fhitung < Ftabel pada α = 0,05 maka tolak H0 yang berarti tidak ada hubungan

antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan ikan tenggiri. Analisis ragam yang dilakukan disajikan pada Tabel 5.

Hasil pengujian ini akan sama dengan pengujian parameter β1 dengan

menggunakan statistik uji t, karena nilai statistik uji t bila dikuadratkan akan identik dengan nilai F-hitung.

Tabel 5 Analisisi Ragam Sumber

Keragaman

Derajat Bebas

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat Tengah (KT)

F - Hitung

Regresi 1 JKR KTR KTR/KTG

Galat n-2 JKG KTG

(32)

Perhitungan yang dilakukan dalam analisis ragam adalah :

1

2 2 2   

n n x x n s

n

b s x

JKR 1 2 2

n

s y b s x

JKG 2 2 2

1 

 

n

s y

JKT  1 2

1 JKR KTR

1

n JKG KTG KTG KTR Fhitung

dengan, s = ragam contoh

(33)
[image:33.596.106.521.84.688.2]

Gambar 7 Diagram alir penelitian.

Mulai

Surve

Data hasil tangkapan tenggiri

Data citra NOAA/AVHR

Bebas awan? Analisis hasil tangkap

(grafik dan tabel)

Analisis Digital

Analisa SPL di Perairan Peta Distribusi SPL Trend hasil tangkapan

Iya

Tidak

Pengaruh SPL terhadap Hasil Overlay data SPL - Hasil

(34)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Suhu Permukaan Laut (SPL) di Perairan Indramayu

Citra pada tanggal 26 Juni 2005 yang ditampilkan pada Gambar 8 memperlihatkan bahwa distribusi SPL berkisar antara 23,10-29 ºC dengan suhu dominan 27,55 ºC. Suhu terendah berada jauh dari pantai dan suhu rata-rata perairan 26,80 ºC tersebar merata di sepanjang Pesisir Subang dan perairan lepas pantai Indramayu. Adapun sepanjang Pesisir Indramayu di mulai dari Tanjung Indramayu sampai kearah selatan didominasi suhu yang lebih tinggi yaitu berkisar 27,10-28 ºC. Suhu tertinggi yakni 29,10 ºC berada di sebagian kecil Pesisir Bungko.

Pada citra tanggal 26 Juni ini terjadi penutupan awan di sebelah barat Pesisir Indramayu, yakni Eretan dan Kandanghaur. Selain itu, penutupan awan juga terjadi di utara lepas pantai. Penutupan awan ini menyebabkan kisaran nilai dan pola sebaran suhu permukaan laut dibawahnya tidak dapat diketahui. Hal ini disebabkan sensor AVHRR yang bekerja pada panjang gelombang sinar tampak dan infra merah tidak dapat menembus awan.

(35)
[image:35.596.36.538.75.619.2]
(36)
[image:36.596.39.534.80.723.2]

Gambar 9 Citra SPL tanggal 27 Juni 2005.

(37)

berada jauh dari pantai, hal ini terjadi karena berkurangnya pengaruh daratan sehingga suhu cenderung lebih dingin. Sedangkan suhu tertinggi 32 ºC berada dekat dengan pantai. Suhu dominan sebesar 29,69 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai. Demikian juga dengan citra tanggal 3 Juli 2005 (Gambar 11) menunjukkan sebaran SPL yang panas. Hal ini terlihat dengan tingginya kisaran suhu perairan yaitu antara 30,10-33 ºC dengan suhu rata-rata 31,58 ºC. Suhu dominan pada tanggal 3 Juli 2005 adalah 32,04 ºC.

Pada tanggal 10 Juli 2005 citra SPL (Gambar 12) memperlihatkan adanya penutupan awan. Penutupan awan terjadi secara acak dengan penyebaran yang merata dan didominasi di sepanjang Pesisir Indramayu. Namun demikian suhu perairan cenderung panas dengan kisaran suhu 32,10-33 ºC dengan suhu dominan 32,03 ºC dan suhu rata-rata 32,72 ºC.

Lautan maupun daratan keduanya dipanasi oleh sinar matahari melalui suatu proses yang dinamakan insolation. Awan mengakibatkan insolation berkurang karena awan menyerap dan menyebarkan sinar-sinar yang datang. Daerah tropis adalah daerah yang mempunyai nilai kelembapan udara (humidity) yang tinggi yang mengakibatkan daerah ini mempunyai lapisan awan yang lebih tebal daripada daerah subtropis. Air mempunyai daya muat panas yang jauh lebih tinggi daripada daratan. Akibatnya untuk menaikkan suhu sebesar 1ºC air akan membutuhkan panas yang lebih besar daripada yang dibutuhkan daratan dalam jumlah massa yang sama. Daratan tidak mempunyai kapasitas yang sama seperti air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan ( Hutabarat dan Evans, 1984 ). Hal inilah yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar pesisir cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan di laut lepas.

(38)
[image:38.596.39.535.79.645.2]
(39)
[image:39.596.38.538.84.637.2]
(40)
[image:40.596.30.528.79.567.2]

Gambar 12 Citra SPL tanggal 10 Juli 2005.

Sebaran SPL pada tanggal 18 Juli 2005 (Gambar 13) memperlihatkan kisaran suhu antara 25-31ºC. Suhu permukaan laut yang dominan adalah 29,20 ºC tersebar di sepanjang pesisir dengan suhu rata-rata 28,68ºC. Suhu terendah yakni 25ºC berada jauh di lepas pantai. Hal ini terjadi karena ada penutupan awan serta jarak yang jauh dari daratan.

(41)
[image:41.596.63.538.186.711.2]

air dalam kemampuannya menyimpan panas, akibatnya daratan lebih cepat bereaksi untuk menjadi panas ketika menerima radiasi matahari daripada lautan (Hutabarat dan Evans, 1984). Hal inilah yang menyebabkan suhu permukaan laut di sekitar pesisir cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan suhu permukaan di laut lepas. Pada tanggal 18 Juli 2005 sepanjang pesisir Indramayu tertutup awan.

(42)
[image:42.596.60.537.221.713.2]

Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 19 Juli 2005 (Gambar 14) memperlihatkan pola sebaran suhu yang panas. Hal ini ditunjukkan dengan SPL yang berkisar 30,10-33 ºC dengan suhu dominan 30,47 ºC. Suhu rata-rata 30,90 ºC tersebar merata di sepanjang pesisir sampai lepas pantai. Citra menunjukkan cuaca pada tanggal 19 Juli 2005 ini cerah dengan hanya sedikit penutupan awan atau awan tipis di sekitar Tanjung Sentigi sampai Tanjung Indramayu. Hal ini yang menyebabkan tingginya nilai suhu permukaan laut di Perairan Indramayu.

(43)

Tampilan citra pada tanggal 31 Juli 2005 (Gambar 15) memperlihatkan kisaran suhu antara 28-31 ºC. Penutupan awan terjadi di sebelah barat Pesisir Indramayu meliputi Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi sampai Tanjung Indramayu. Awan juga menutupi sedikit perairan sebelah barat Perairan Indramayu. Penutupan awan ini mengakibatkan kisaran suhu tanggal 31 Juli lebih rendah dari hari sebelumnya, tanggal 19 Juli 2005. Suhu dominan pada tanggal 31 Juli 2005 yaitu, 29,13 ºC yang tersebar merata di seluruh Perairan Indramayu. Sedangkan suhu rata-rata 29,36 ºC tersebar di sebagian besar pesisir timur Indramayu dan di sebelah barat lepas pantai Perairan Indramayu. Suhu rata-rata tertinggi selama bulan Juli 2005 adalah 32,73 ºC yaitu terjadi pada tanggal 10 Juli 2005, sedangkan suhu rata-rata terendah adalah 25 ºC pada tanggal 18 Juli 2005. Adapun kisara SPL selama bulan Juli 2005 yaitu berada pada kisaran 25-33 ºC.

Citra pada bulan Agustus 2005 berjumlah 9 citra, masing - masing mewakili untuk tanggal 9, 10, 11, 12, 14, 15, 19, 23 dan 29. Citra tanggal 9 Agustus 2005 (Gambar 16) menunjukkan sebaran suhu permukaan laut yang dingin. Suhu berkisar antara 24,10-27 ºC dengan suhu dominan 25,68ºC dan suhu rata-rata 25,20 ºC. Suhu perairan di sekitar pesisir cenderung lebih rendah mulai dari barat yakni Ujunggebang, Eretan, Kandanghaur, Tanjung Sentigi dan Tanjung Indramayu serta wilayah pesisir selatan yaitu, Balonga, Lombang, Juntinyuat, Dadap dan Bungko. Diantara penyebab rendahnya suhu adalah adanya penutupan awan. Penutupan awan mengakibatkan berkurangnya intensitas penyinaran matahari baik terhadap daratan maupun lautan, sehingga akan mempengaruhi nilai suhu. Suhu akan menjadi lebih rendah atau dengan kata lain cenderung lebih dingin. Berbeda halnya dengan suhu perairan yang tidak mendapat pengaruh awan cenderung lebih hangat, sekalipun suhu di lepas pantai cenderung menurun kembali.

(44)
(45)
(46)
[image:46.596.61.535.184.742.2]

Sebaran suhu permukaan laut pada tanggal 10 Agustus 2005 (Gambar 17) memperlihatkan distribusi SPL yang lebih hangat dibandingkan tanggal 9 Agustus 2005. Suhu berkisar antara 26,10 ºC-30 ºC dengan suhu rata-rata 27,50 ºC. Suhu dominan 27,53ºC tersebar di sebagian besar wilayah Perairan Indramayu dan sebagian kecil wilayah pesisir. Suhu terendah 26,10 ºC berada jauh di lepas pantai dan sedikit di sekitar pesisir yang tertutup awan.

(47)

Suhu permukaan laut dominan pada tanggal 11 Agustus 2005 (Gambar 18) adalah 29,17 C. Suhu dominan ini terlihat tersebar merata di seluruh perairan mulai dari sekitar pesisir hingga laut lepas. Namun, suhu dominan ini lebih banyak di lepas pantai dan sedikit di wilayah pesisir meliputi Dadap dan Juntinyuat. Selanjutnya, wilayah pesisir didominasi oleh suhu yang berkisar 28,10-29 ºC. Suhu ini lebih rendah dibandingkan suhu di lepas pantai disebabkan adanya penutupan awan di sepanjang pesisir. Selain itu, penutupan awan juga terjadi di sebagian lepas pantai yang menyebabkan suhu perairan sekitarnya lebih dingin dibandingkan wilayah perairan yang tidak berawan. Adapun Perairan Indramayu secara keseluruhan pada tanggal 11 Agustus 2005 memiliki kisaran suhu 28,10-31 ºC dengan suhu rata-rata 29,15 ºC.

Citra pada tanggal 12 Agustus 2005 (Gambar 19) memperlihatkan sebaran suhu permukaan laut yang lebih hangat dibandingkan hari sebelumnya, yakni 11 Agustus 2005. Hal ini dikarenakan penutupan awan yang lebih sedikit. Suhu Perairan Indramayu berkisar antara 29,10-32 ºC dengan suhu rata-rata perairan 30,12 ºC dan suhu dominan 30,17 ºC.

(48)
(49)
(50)
(51)

Sebaran SPL tanggal 15 Agustus 2005 (Gambar 21) memperlihatkan sebaran SPL dominan 29,70 ºC. Suhu dominan ini tersebar merata di seluruh Perairan Indramayu bahkan terlihat homogen, hanya di bagian selatan Perairan Indramayu mulai terlihat suhu yang lebih tinggi. Kisaran suhu untuk Perairan Indramayu tanggal 15 Agustus 2005 adalah 29,10-31 ºC dengan suhu rata-rata 29,70 ºC. Demikian juga dengan citra tanggal 19 Agustus 2005 (Gambar 22) memperlihatkan kisaran suhu perairan yang tidak berbeda jauh dengan citra tanggal 15 Agustus yakni 28,10-32 ºC. Penutupan awan pada tanggal 19 Agustus lebih sedikit jika dibandingkan dengan tanggal 15 Agustus 2005. Hal ini yang menyebabkan suhu perairan lebih tinggi yaitu dari 30ºC menjadi 32ºC. Suhu dominan perairan yaitu 29,25 ºC tersebar merata di seluruh perairan dengan suhu rata-rata 29,28 ºC.

(52)

Gambar 22 Citra SPL 19 Agustus 2005.

(53)

dominan 28,94 ºC. Suhu dominan ini tersebar secara acak di bagian utara lepas pantai dan mendominasi wilayah selatan lepas pantai.

Gambar 23 Citra SPL 23 Agustus 2005.

(54)

tidak dapat diketahui. Suhu dominan perairan pada tanggal 29 Agustus 2005 adalah 30,32 ºC tersebar memusat di bagian utara lepas pantai dengan suhu rata-rata 30,34 ºC. Wilayah perairan selatan Indramayu didominasi suhu yang berkisar antara 29,10-30 ºC.

(55)

4.2 Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri

Hasil tangkapan ikan tenggiri selama penelitian (26 Juni - 29 Agustus 2005) cenderung berfluktuasi sebagaimana disajikan pada Gambar 25 dan 26. Pada bulan Juni tanggal 26 terdapat 2 (dua) kapal yang mendapat tangkapan tenggiri, yakni kapal 1 sebesar 12 kg dan kapal 2 sebesar 10 kg. Sementara pada tanggal 27 Juni hanya terdapat 1 kapal dengan jumlah tenggiri sebesar 20 kg. Jumlah ini merupakan jumlah terbanyak selama bulan Juni 2005. Adapun total CPUE pada bulan Juni adalah 14 kg/trip.

0 5 10 15 20 25 30 35 26 Juni 26 Juni

27 Juni 1 J uli

1 Jul i

1 Jul i

3 Jul i 10 Juli 18 Juli 19 Juli 31 Juli 9 A

gts 10 A

gts 10 A

gts 10 A

gts 11 A

gts 11 A

gts 11 A

gts 12 A

gts 12 A

gts 12 A

gts 12 A

gts 14 A

gts 15 A

gts 15 A

gts 15 A

gts 19 A

gts 19 A

gts 19 A

gts 23 A

gts 29 A

gts 29 A

gts

Tanggal Pe nangkapan (2005)

H a s il T a n g k a p a n ( K g )

Gambar 25 Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri Bulan Juni, Juli dan Agustus 2005.

0 5 1 0 1 5 2 0 2 5 3 0 3 5

Ju n i Ju li Ag u s tu s

Bula n P e na ngk a pa n 2 0 0 5

C P U E ( k g /t r i

(56)

Tiga (3) kapal pada tanggal 1 Juli 2005 masing-masing dengan jumlah tenggiri sebesar 5 kg, 2 kg dan 2 kg. Sedangkan pada tanggal 3 dan 10 Juli masing-masing hanya ada 1 (satu) kapal dengan tenggiri sebanyak 11 kg dan 3 kg. Begitu juga pada tanggal 18, 19 dan 31 Juli 2005 hanya ada 1 kapal dengan jumlah tenggiri masing-masing 17 kg, 3 kg dan 5 kg. Adapun total CPUE pada bulan Juli adalah 6 kg/trip.

Bulan Agustus merupakan bulan dengan jumlah hari dan hasil tangkapan terbanyak. Pada tanggal 9 Agustus jumlah tenggiri sebanyak 30 kg dari 1 (satu) kapal sampel, merupakan hari dengan jumlah tenggiri terbanyak baik selama bulan agustus maupun selama penelitian. Hasil tangkapan berfluktuasi pada hari berikutnya yakni tanggal 10 dan 11 Agustus 2005. Masing-masing terdapat 3 (tiga) kapal sampel dengan jumlah tenggiri berkisar dari 3-7 kg. Sedangkan pada tanggal 12 Agustus 2005 kisaran tenggiri berada pada jumlah 2-5 kg dari 4 (empat) kapal sampel. Tiga kapal sampel masing-masing pada tanggal 15 dan 19 Agustus dengan jumlah tenggiri relatif stabil dengan nilai 10 kg. Pada tanggal 23 Agustus 2005 tenggiri yang diperoleh sebesar 6 kg sedangkan pada tanggal 29 Agustus senilai 10 kg untuk kapal 1 dan 1 kg untuk kapal 2. Adapun total CPUE pada bulan Agustus adalah 30 kg/trip.

Kisaran suhu permukaan laut rata-rata pada bulan Juni 2005 adalah 25,46-26,81 ºC, sedangkan pada bulan Juli 2005 29,20-32,72 ºC dan 25,20-30,34 ºC. Kisaran suhu untuk tenggiri menurut Hasyim (2004) adalah 24-30 ºC, dengan demikian adalah sesuai tenggiri yang ditangkap berada pada kisaran tersebut. Sekalipun ada yang berada diatas 30 ºC itu berarti tenggiri dapat mentolerir suhu tersebut. Tenggiri cenderung menyukai suhu yang lebih panas (Gunarso, 1985). Pada bulan Juli suhu permukaan laut baik rata-rata maupun dominan memiliki nilai yang lebih tinggi di bandingkan bulan Juni dan Agustus. Karena banyaknya citra bulan Juli yang tertutup awan sehingga tidak dapat dianalisis menyebabkan banyak data hasil tangkapan pada bulan Juli yang tidak terpakai.

(57)

jumlah kapal lain saat melakukan operasi penangkapan serta jarak penangkapan. Operasi penangkapan ikan dilakukan tidak jauh dari pesisir. Perairan pesisir kabupaten Indramayu secara umum dicirikan landai dan mempunyai karakteristik perairan yang relatif dangkalHasil pengamatan dari Hidrografi dan verifikasi lapang dengan survei batimetri dengan echosounder, menunjukkan bahwa jarak rata-rata 3-4 km ke arah lepas pantai (2,5 mil laut) yang dihitung dari garis pantai baru mencapai kedalaman 14 m. Hal ini berpengaruh terhadap kejernihan air. Kualitas perairan di Kabupaten Indramayu banyak dipengaruhi oleh aktivitas perekonomian dan kehidupan masyarakat di daratan. Bermuaranya Sungai Cimanuk memberikan kontribusi sedimen dan berbagai limbah yang hanyut di Sungai Cimanuk. Begitupun aktivitas industri dan pelabuhan minyak di Balongan dapat mempengaruhi kualitas perairan laut di Kabupaten Indramayu. Pengaruh pengembangan di pesisir serta banyaknya muara sungai dan erosi pantai memberikan dampak pada tingginya TSM (Total Suspended Matter) di sepanjang perairan pesisir, menyebabkan kondisi perairan pesisir tidak subur ( Wiryawan et al, 2008 ). Selain itu, jumlah kapal lain saat melakukan operasi penangkapan ikan

juga memberikan pengaruh terhadap fluktuasi hasil tangkapan tenggiri. Rata-rata jumlah kapal lain saat melakukan operasi penangkapan ikan berkisar 2-10 kapal.

(58)

melakukan setting alat tangkap, menyebabkan jaring sulit terbuka sempurna. Hal ini menyebabkan berkurangnya hasil tangkapan.

4.3 Hubungan SPL terhadap Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri

Analisis regresi antara suhu permukaan laut dengan hasil tangkapan tenggiri diawali dengan uji kenormalan data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Berdasarkan uji tersebut data menyebar normal. Adapun uji kenormalan data dan analisi regresi antara suhu permukaan laut dengan hasil tengkapan ikan tenggiri dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.

Suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap hasil tangkapan dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,672. Hal ini menunjukkan bahwa ada korelasi antara dengan hasil tangkapan ikan tenggiri dan korelasi ini bersifat erat. Adapun nilai koefisien determinan (R2) sebesar 0,45. Hal ini berarti bahwa variasi dari suhu permukaan laut dapat menjelaskan model observasi sebesar 45%. Sisanya 54% kemungkinan dipengaruhi oleh faktor oseanografi yang lain dan faktor-faktor produksi.

C = -2.3243T + 75.88 R2 = 0.4509

-5 0 5 10 15 20 25 30 35

25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Suhu Permukaan Laut (ºC)

H a s il T a n g k a p a n ( k g )

(59)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:

(1) Kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu pada bulan Juni-Agustus 2005 adalah 25-33 ºC, sedangkan suhu dominan sebesar 27,55 ºC pada bulan Juni 2005, 30,28 ºC pada bulan Juli 2005 dan 29,37 ºC pada bulan Agustus 2005.

(2) Hasil tangkapan tenggiri selama bulan Juni-Agustus 2005 berfluktuasi, dengan jumlah terbanyak terjadi pada bulan Agustus (30 kg/trip), kemudian menyusul bulan Juni dan Juli dengan produktivitas masing-masing sebesar 14 kg/trip dan 6 kg/trip

(3) Suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu pada periode Juni-Agustus 2005.

5.2 Saran

Hal yang dapat disarankan dari penelitian ini adalah:

(1) Penentuan posisi penangkapan sebaiknya menggunakan GPS sehingga posisi penangkapan lebih akurat.

(2) Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk melihat profil SPL di Perairan Indramayu pada periode waktu yang berbeda dan data time series yang lebih lama.

(60)

DAFTAR PUSTAKA

Butler, M.J.A., M.C. Mouchot, V. Barale and C Le Blanc. 1988. The Aplication of Remote Sensing Technologi to Marine Fisheries : An Introduction Manual.. FAO Fisheries Technical Paper. 295 p.

Dinas Perikanan Provinsi Jawa Barat, 2006. Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat 2006. Bandung. Hal 76

Direktorat Jendral Perikanan Tangkap, 2004. Statistik Perikanan Tangkap. Jakarta. Guci N. 1999. Analisis Hasil Tangkapan (Catch) dan Upaya Penangkapan

(Effort) Tenggiri (Scomberomorus commerson) di Pantai Baron dan Sadeng Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 5-9

Gunarso. W. 1985. Tingkah Laku Ikan : Hubungannya dengan Alat, Metoda dan Taktik Penangkapan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Hal 149.

Hasyim B. 2004. “Penerapan Informasi Zona Potensi Penangkapan Ikan (ZPPI)

untuk Mendukung Usaha Peningkatan Produksi dan Efesiensi Operasi Penangkapan Ikan”. Makalah Pribadi Pengantar Kefalsafahan Sains.

Sekolah Pasca Sarjana, IPB. Bogor.

Hidayat. 2004. Kajian Unit Penangkapan Purse Seine dan Kemungkinan Pengembangannya di Indramayu. [Skripsi] Bogor: Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 48

Hutabarat, S. dan M.E Stewart. 1984. Pengantar Oseanografi. UI Press. Hal 54-67

[LAPAN] Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional. 2003. Teknologi Penginderaan Jauh dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan. Jakarta: LAPAN.

[LIPI] Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 1998. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komite Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan Laut. Jakarta: LIPI.

Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1994. Remote Sensing and Image Interpretation. Third Edition. University of Wisconsin. 1 P

(61)

Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis, diterjemahkan oleh M. Eidmen, Koesbiono dan D.G. Bengen. Gramedia. Jakarta. Hal 12

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta. Hal 55-60 dan 68 Pellegrini, J.J dan I.D. Penrose. 1986. Comparison on Ship Based Satelite AVHRR

Estimates of Sea Surface Temperature. Preceding 1st Australian AVHRR Conference. Perth, Australia

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan I dan II. Binacipta. Bandung. Hal 508

Subani W and H R Barus. 1989. Fishing Gear for Marine Fish and Shrimp in Indonesia. Jakarta: Jurnal of Marine Fisheries Research

Von Brandt A. 1984.Fish Catching Methods of The World. FAO Fishing news Book. Room. P: 209-218

(62)

Lampiran 1 Perhitungan Analisis Sidik Ragam antara Suhu Permukaan Laut dengan Hasil Tangkapan Tenggiri

The regression equation is ht = 75.9 - 2.32 suhu

Correlations: suhu, ht

Pearson correlation of suhu and ht = -0.672 P-Value = 0.000

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.671517056

R Square 0.450935157

Adjusted R

Square 0.432632995

Standard Error 4.676102591

Observations 32

ANOVA

df SS MS F Significance F

Regression 1 538.7406867 538.7406867 24.63835531 2.58105E-05

Residual 30 655.9780633 21.86593544

Total 31 1194.71875

Coefficients

Standard

Error t Stat P-value Lower 95%

Upper

95% Lower 95.0% Upper 95.0%

Intercept 75.87997493 13.88247481 5.465882412 6.252E-06 47.52817909 104.23177 47.52817909 104.2317708

(63)

Lampiran 2 Uji Kenormalan Data Suhu Permukaan Laut ( SPL ) dengan Hasil Tangkapan Tenggiri Hasil Tangkapan P e rc e n t 30 20 10 0 -10 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean 0.037 7.094 StDev 6.208 N 32 KS 0.163 P-Value

ProbabilityPlot of Hasil Tangkapan Normal suhu P e rc e n t 34 33 32 31 30 29 28 27 26 25 99 95 90 80 70 60 50 40 30 20 10 5 1 Mean >0.150 29.59 StDev 1.794 N 32 KS 0.105 P-Value

(64)

Lampiran 3 Jumlah Hasil Tangkapan Tenggiri ( kg ) dan nilai SPL pada setiap Posisi Penangkapan di Perairan Indramayu

Posisi Tangkapan Data SPL Di Citra Satelit NOAA (°C)

No

Tanggal Operasi Penangkapan

Ikan Lintang Bujur Titik Penangkapan Kisaran Dominan Rata-rata

Sekitar titik

penangkapan Tenggiri

1 26 Juni 6.279 108.535 27.72 20 - 29 27.55 26.81 28 12

2 6.317 108.656 27.35 20 - 29 27.55 26.81 28 10

3 27 Juni 6.279 108.535 24.61 20 - 31 27.69 25.46 25 20

4 1 Juli 6.314 108.594 29.72 20 - 32 30.35 29.69 31 5

5 1 Juli 6.314 108.612 29.72 20 - 32 29.63 29.69 31 2

6 1 Juli 6.411 108.788 29.72 20 - 32 30.03 29.69 31 2

7 3 Juli 6.278 108.575 31.58 20 - 33 32.04 31.53 32 11

8 10 Juli 6.306 108.583 32.73 20 - 33 32.03 32.72 33 3

9 18 Juli 6.397 108.633 28.68 20 - 31 28.07 29.20 26 17

10 19 Juli 6.414 108.605 30.75 20 - 33 30.47 30.90 31 3

11 31 Juli 6.308 108.461 29.32 20 - 32 29.13 29.36 30 5

12 9 Agustus 6.264 108.070 25.72 24-27 25.68 25.20 26 30

13 10 Agustus 6.208 108.092 26.8 26-30 27.53 27.50 27 2

14 10 Agustus 6.358 108.511 27.54 26-30 27.53 27.50 28 7

15 10 Agustus 6.175 108.202 27.91 26-30 27.53 27.50 28 7

16 11 Agustus 6.405 108.639 29.98 28-31 29.17 29.15 30 3

17 11 Agustus 6.220 108.417 29.34 28-31 29.17 29.15 30 3

18 11 Agustus 6.396 108.558 28.84 28-31 29.17 29.15 30 3

19 12 Agustus 6.405 108.639 31.05 29-32 30.17 30.12 31 2

(65)

Lampiran 3 ( Lanjutan )

Posisi Tangkapan Data SPL Di Citra Satelit NOAA (°C) No Tanggal

Operasi Penangkapan Ikan

Lintang Bujur

Titik

Penangkapan Kisaran Dominan Rata-rata

Sekitar titik

penangkapan Tenggiri

21 12 Agustus 6.419 108.667 30.58 29-32 30.17 30.12 31 5

22 12 Agustus 6.396 108.558 30.07 29-32 30.17 30.12 31 2

23 14 Agustus 6.316 108.588 28.74 28-29 28.48 28.50 29 7

24 15 Agustus 6.311 108.633 29.6 29-31 29.71 29.70 30 10

25 15 Agustus 6.308 108.513 29.82 29-31 29.71 29.70 30 5

26 15 Agustus 6.425 108.696 29.98 29-31 29.71 29.70 30 3

27 19 Agustus 6.212 108.371 29.27 28-32 29.25 29.28 30 10

28 19 Agustus 6.316 108.533 29.26 28-32 29.25 29.28 30 10

29 19 Agustus 6.169 108.414 29.1 28-32 29.25 29.28 30 10

30 23 Agustus 6.229 108.385 29.06 28-30 28.94 28.95 30 36

(66)

ii

INDRAMAYU, JAWA BARAT

RIKA RIZKAWATI

PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(67)

iv Hasil Tangkapan Ikan Tenggiri di Perairan Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh DOMU SIMBOLON.

Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya (MSY) terbesar di Jawa Barat. Ikan komoditas unggulan lokal di Indramayu diantaranya adalah tenggiri. Nelayan Indramayu dalam menentukan daerah penangkapan ikan umumnya masih berdasarkan pengalaman. Hal ini mangakibatkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan berkurang dengan banyaknya waktu, biaya dan tenaga yang terbuang. Sebaran suhu permukaan laut dapat digunakan sebagai indikator penentuan daerah penangkapan ikan. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan untuk pegukuran suhu permukaan laut. Penelitian ditujukan untuk mengetahui kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu, mengetahui hasil tangkapan tenggiri pada kurun waktu yang berbeda serta hubungan suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu. Metode yang digunakan dalam Penelitian ini adalah metode survei. Kisaran suhu permukaan laut di Perairan Indramayu pada bulan Juni 2005 yaitu berkisar antara 20ºC-31ºC dengan suhu dominan 27,55 ºC. Pada bulan Juli 2005 kisaran suhu permukaan laut berada antara 25-33 ºC dengan suhu dominan sebesar 30,28 ºC sedangkan pada bulan Agustus 2005 suhu permukaan laut berkisar 24-32 ºC dengan suhu dominan 29,37 ºC. Hasil tangkapan ikan tenggiri pada bulan Juni 2005 sebesar 14 kg/trip, bulan Juli 2005 sebesar 6 kg/trip dan pada bulan Agustus 2005 sebesar 30 kg/trip. Suhu permukaan laut berpengaruh secara nyata terhadap hasil tangkapan ikan tenggiri.

(68)

Perairan laut Indonesia memiliki potensi sumberdaya hayati yang sangat kaya baik ikan maupun non ikan. Sumberdaya hayati ikan meliputi ikan-ikan pelagis, karang dan demersal. Ikan-ikan pelagis berdasarkan ukuran tubuhnya digolongkan ke dalam pelagis besar dan pelagis kecil. Produksi ikan pelagis besar pada tahun 1995 mencapai 592.341 ton atau setara dengan 21,5% dari total produksi perikanan laut Indonesia yang mencapai 2.752.838 ton (Direktorat Jendral Perikanan, 1997 dalam LIPI, 1998). Kelompok terbesar dari produksi tersebut adalah tongkol dengan nilai prosentase 31,2%, diikuti oleh cakalang, tuna, tenggiri dan cucut dengan nilai masing-masing 26,9%, 17,2%, 14,1% dan 10,7% (LIPI, 1998).

Ikan tenggiri (Scomberomorus sp) merupakan salah satu komoditas unggulan, banyak diminati konsumen dan memiliki nilai jual tinggi. Produksi ikan tenggiri di Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 menunjukkan bahwa kontribusi Kabupaten Indramayu dalam memproduksi ikan tenggiri sebesar 54,13 % dari total produksi. Nilai ini menunjukan bahwa Kabupaten Indramayu merupakan kabupaten tertinggi dalam memproduksi tenggiri di Jawa Barat.

Indramayu merupakan daerah yang memiliki potensi sumberdaya (MSY) terbesar di Jawa Barat, dengan nilai 83.764,69 ton/tahun (Rahardjo et al, 1999). Kabupaten Indramayu memiliki potensi alam yang dapat digunakan untuk pengembangan perikanan, terutama perikanan tangkap. Hal ini didukung dengan kondisi alam Indramayu yang memiliki panjang pantai 114 km, 17 sungai yang bermuara ke laut dengan 14 diantaranya digunakan sebagai jalur keluar masuk armada penangkapan serta aktivitas pelelangan ikan.

(69)

Hal ini menyebabkan efektivitas dan efisiensi operasi penangkapan ikan berkurang dengan banyaknya waktu, biaya dan tenaga yang terbuang.

Tabel 1 Produksi Ikan Tenggiri di Jawa Barat Tahun 2006

No Pantai Kab/Kota Jumlah (Ton) (%)

1 Kab Ciamis 212.57 6,01

2 KabTasikmalaya 39.70 1,12

3 Kab Garut 45.76 1,29

4 Kab Cianjur 5.12 0,14

5

Pantai Selatan Jawa

Kab Sukabumi 85.82 2,43

6 Kab Bekasi 132.79 3,76

7 Kab Karawang 76.16 2,15

8 Kab Subang 443.44 12,55

9 Kab Indramayu 1913.10 54,13

10 Kab Cirebon 260.10 7,36

11

Pantai Utara Jawa

Kota Cirebon 319.49 9,04

Sumber : Buku Tahunan Statistik Perikanan Tangkap Jawa Barat (2006)

Daerah penangkapan ikan salah satunya dapat diduga dengan memperhatikan sebaran suhu permukaan laut. Gunarso (1985) mencatat beberapa hal mengenai pengaruh suhu terhadap ikan antara lain, umumnya suhu digunakan sebagai indikator dalam menentukan perubahan ekologi, aktivitas metabolisme serta penyebaran ikan. Hal lain yang berkaitan dengan suhu permukaan laut, dinyatakan bahwa ikan sangat peka terhadap perubahan suhu walaupun hanya sebesar 0,03 C. Pengaruh suhu permukaan terhadap tingkah laku ikan terlihat jelas ketika ikan akan melakukan pemijahan, bahkan mungkin dengan suatu siklus musiman tertentu pula. Pengetahuan mengenai suhu optimum (suhu yang sesuai dengan kehidupan suatu jenis ikan) dapat digunakan untuk meramalkan daerah konsentrasi ikan, kelimpahan musiman dan ruaya ikan.

(70)

secara langsung juga sulit dilakukan untuk mendeteksi penyebaran suhu dalam waktu bersamaan pada suatu area yang luas. Penggunaan teknologi penginderaan jauh dapat dipilih sebagai alternatif dalam mengatasi kelemahan tersebut.

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk :

(1) Mengetahui kisaran suhu permukaan laut pada bulan Juni-Agustus 2005 di Perairan Indramayu

(2) Menentukan hasil tangkapan tenggiri pada bulan Juni-Agustus 2005 di Perairan Indramayu

(3) Mengetahui pengaruh suhu permukaan laut terhadap hasil tangkapan tenggiri di Perairan Indramayu

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat untuk bahan informasi tentang keberadaan ikan tenggiri kaitannya dengan suhu permukaan laut di Perairan Indramayu, untuk selanjutnya dapat digunakan oleh :

(1) Nelayan dan pengusaha perikanan dalam hal mengefektifkan dan mengefisienkan operasi penangkapan ikan

(2) Pemerintah, khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan sebagai tambahan informasi mengenai daerah penangkapan ikan tenggiri di Perairan Indramayu

(71)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologi Ikan Tenggiri

Menurut Saanin (1984) Kailola dan Gleofelt (1986), taksonomi ikan tenggiri adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia Filum : Chordata

Sub Filum : Vertebrata Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei Ordo : Percomorphi

Sub Ordo : Scombridea Famili : Scombridae

Genus :Scomberomorus

Spesies :Scomberomorus commerson

Gambar 1 Tenggiri (Scomberomorus commerson).

(72)

fimbriata), teri (Stolephorus sp) dan cumi-cumi (Loligo sp) (Ditjen Perikanan, 1979).

Secara morfologi tenggiri mempunyai tubuh panjang dan berbentuk torpedo. Mulut lebar dan berujung runcing, gigi pada rahang gepeng dan tajam. Sirip punggung tenggiri ada yang berjari-jari keras dengan jumlah 14-17 buah dan ada pula sirip punggung yang berjari-jari lemah dengan jumlah 14-19 buah yang diikuti dengan 8-10 sirip tambahan. Tenggiri memiliki garis rusuk lurus kemudian membengkok tajam dibawah awal jari-jari sirip tambahan dan melurus kembali sampai batang ekor. Garis rusuk tenggiri tidak terputus dan hanya berjumlah satu. Gelembung renang tidak ada, warna punggung biru gelap keabu-abuan atau biru kehijauan. Sisi tubuh tenggiri berwarna putih keperakan dan pada bagian perut dijumpai garis-garis (Guci, 1999).

2.2 Parameter Oseanografi yang Mempengaruhi Penyebaran Ikan

Kondisi lingkungan perairan akan menentukan keberadaan suatu organisme dalam lingkungan tersebut, dimana setiap organisme mempunyai toleransi yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungannya. Adapun faktor-faktor yang menentukan keberadaan suatu sediaan (stok) diantaranya suhu, salinitas, kandungan oksigen, kecerahan dan arus (Hasyim, 2004). Adapun hubungan karakteristik lingkungan laut dengan habitat beberapa jenis ikan khususnya ikan pelagis dapat dilihat pada Tabel 2.

2.2.1 Suhu Permukaan Laut

(73)

maka lapisan termoklin ini merupakan daerah

Gambar

Gambar 7  Diagram alir penelitian.
Gambar 8  Citra SPL tanggal 26 Juni 2005.
Gambar 9  Citra SPL tanggal 27 Juni 2005.
Gambar 10  Citra SPL tanggal 1 Juli 2005.
+7

Referensi

Dokumen terkait

ANALISIS SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A DARI CITRA AQUA MODIS SERTA HUBUNGANNYA DENGAN HASIL TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SELAT SUNDA diajukan sebagai salah satu syarat untuk

2102.Analisis Suhu Permukaan Laut dan Klorofil-a dari Citra Aqua Modis Serta Hubungannya dengan Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Selat Sunda.[Skripsi].Departemen Ilmu dan Teknologi

Pada tahun 2008 penulis melakukan penelitian dengan judul Penentuan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukan Laut dan Hasil Tangkapan di

Nilai koefisien tersebut menunjukkan bahwa suhu permukaan laut dan klorofil-a memiliki hubungan yang sangat erat terhadap hasil tangkapan ikan ikan tuna sirip kuning

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Berdasarkan Distribusi Suhu Permukaan Laut dan Klorofil- a

Jumlah Total Perhitungan Musiman Hasil Tangkapan ( Catch ) per Upaya Penangkapan ( Standar effort ) Ikan Tenggiri di Perairan Bangka Tahun 2010-2014 dari Alat Tangkap Gillnet

Suhu permukaan laut yang berpotensi untuk dilakukan penangkapan ikan cakalang di perairan Banda Aceh yaitu musim peralihan timur barat (September – November) berkisar 28 –

13 ANALISIS HUBUNGAN PARAMETER SUHU PERMUKAAN LAUT DAN KLOROFIL-A TERHADAP HASIL TANGKAPAN IKAN TERI Stolephorus sp PADA ALAT TANGKAP BUNDES DANISH SEINE DI PERAIRAN KOTA TEGAL JAWA