1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga
lempeng tektonik yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng
Indo-Australia di bagian Selatan, dan lempeng Samudra Pasifik di bagian Timur.
Penujaman (subduksi) lempeng Indo-Australia yang bergerak ke Utara dengan
lempeng Euro-Asia yang bergerak ke Selatan mengakibatkan jalur gempa bumi
dan rangkaian gunung api aktif di sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali,
dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penujaman kedua lempeng. Selain itu,
posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera
menyebabkan wilayah Indonesia dilalui oleh angin muson Barat dan angin muson
Timur yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir,
angin puting beliung, dan kekeringan.
Selain itu, wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis yang memiliki
dua musim yaitu musim panas dan musim hujan dengan ciri-ciri perubahan cuaca,
suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Kondisi ini dapat menimbulkan
berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan.
Posisi geografis, kondisi topografi, geologi, dan iklim di Indonesia
merupakan konsekuensi logis bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki
tingkat kerawanan bencana alam tinggi seperti letusan gunung berapi, gempa
bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan kebakaran.
Selama kurun waktu 1990-2000, Indonesia berada dalam urutan ke-4
negara yang paling sering mengalami bencana diantara negara-negara lain di Asia.
Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari keseluruhan
2.886 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut.
Data bencana dari Bakornas PB menyebutkan bahwa antara tahun
2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana dimana bencana hidrometeorologi
merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian
2
Menurut undang undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Bencana ini
terbagi ke dalam tiga sektor yaitu bencana alam, bencana non alam, serta bencana
sosial.
Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi,
ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas
atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan
sumberdaya mereka sendiri (UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana terbagi menjadi
tiga jenis yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana
alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam seperti gempabumi,
tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa nonalam
seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana
sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang diakibatkan manusia
seperti konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.
Seperti yang kita tahu, kejadian bencana yang sering terjadi di berbagai
wilayah di Indonesia mengundang persoalan yang serius. Bencana alam maupun
bencana akibat kelalaian manusia seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami,
longsor,dan lain-lain. Banyak kerugian yang ditimbulkan dari bencana tersebut,
seperti kerugian material, korban jiwa, ataupun kerugian lainnya. Serentetan
peristiwa kebencanaan membuat sistem tanggap bencana sebagai suatu kebutuhan
manusia.
Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Nasional Penanggulangan
Bencana, terdapat catatan jumlah kejadian bencana yang tersebar di berbagai
provinsi di Indonesia, dengan pulau jawa sebagai pulau yang rawan dengan
catatan jumlah kejadian melebihi 535 kasus hampir di setiap provinsinya di tahun
3
puting beliung, dan kebakaran. Bencana di Indonesia didominasi oleh bencana
alam.
Bencana tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikurangi dampak negatif atau
resiko bencananya. Pengurangan resiko bencana perlu dilakukan dengan cara
mengelola resiko bencana.
Konsep pengelolaan bencana telah mengalami pergeseran paradigma dari
pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pandangan
konvensional menganggap bencana merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang
tidak dapat dielakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan. Oleh
karenanya, fokus dari pengelolaan bencana dalam pandangan konvensional lebih
bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Orientasi dari pandangan
konvensional adalah pada pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan,
penampungan darurat, kesehatan, dan penanganan krisis. Tujuannya adalah
menekan kerugian, kerusakan, dan secepatnya memulihkan keadaan pada kondisi
semula.
Pandangan yang berkembang selanjutnya adalah paradigma mitigasi, yang
tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah yang rawan bencana,
mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, serta melakukan
tindakan-tindakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun nonstruktural.
Paradigma selanjutnya yang berkembang adalah paradigma pembangunan,
dimana upaya-upaya pengelolaan bencana yang dilakukan lebih bersifat
mengintegrasikan upaya penanganan bencana dengan program pembangunan
seperti penguatan ekonomi, penerapan teknologi, dan pengentasan kemiskinan.
Paradigma yang terakhir adalah paradigma pengurangan resiko.
pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah
dengan perhatian pada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam
perencanaan pengurangan resiko bencana. Tujuan pengelolaan bencana dalam
paradigma pengurangan resiko bencana ini adalah meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk mengelola dan menekan resiko terjadinya bencana. Pendekatan
ini memandang masyarakat sebagai subjek dan bukan objek dari pengelolaan
4
Pengelolaan bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait dengan
upaya untuk mengurangi resiko yang meliputi tindakan persiapan, dukungan, dan
membangun kembali masyarakat saat bencana terjadi. Secara umum, pengelolaan
bencana merupakan proses terus menerus yang dilakukan oleh individu,
kelompok, dan komunitas dalam mengelola bahaya sebagai upaya untuk
mengurangi dampak akibat bencana. Efektivitas pengelolaan bencana bergantung
pada keterpaduan seluruh elemen baik pemerintah maupun nonpemerintah. Siklus
pengelolaan bencana terdiri atas empat tahap yaitu pencegahan/mitigasi,
kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi serta rekonstruksi pascabencana.
Pada tahap mitigasi, tindakan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
dampak. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak
yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada
tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi
mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan
mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun
pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan
sebagai tindakan mitigasi.
Menurut Coppola (2007) dalam Steven (2011), mitigasi (Mitigation), adalah sebuah upaya yang kita kenal dengan istilah pencegahan sebelum
terjadinya bencana atau bersifat pelunakan resiko. Dalam artian, mitigasi
merupakan sebuah upaya untuk meminimalisasi kemungkinan dampak terjadinya
bencana baik bencana alam, bencana nonalam, ataupun bencana sosial.
Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi
nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau
menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik. Contoh tindakan
mitigasi struktural adalah pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan
infrastruktur, pembangunan tanggul di bantaran sungai, dan lain sebagainya.
Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan
kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan
metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan
5
Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh terjadinya bencana.
Hampir di semua tempat di wilayah Indonesia merupakan tempat yang
rawan akan terjadinya bencana. Bencana dapat terjadi dimana saja, akibat adanya
bencana tersebut tentunya akan menghambat aktivitas manusia bahkan tidak
jarang bencana juga dapat mengancam nyawa manusia sampai menyebabkan
korban jiwa. Kerugian yang disebabkan pun tidak sedikit baik material maupun
nonmaterial (psikis). Pada peneletian kualitatif ini akan membahas lebih lanjut
mengenai masalah pendidikan mitigasi bencana dan pengetahuan mahasiswa
tentang bencana kebakaran di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Indonesia.
Beberapa penelitian mengenai kebakaran telah dilakukan oleh berbagai
pihak seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1 Research Gap
Judul penelitian Penulis/peneliti
Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya
penanganan prabencana kebakaran di tingkat
komunitas
Steven
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat
untuk Tetap Tinggal di Daerah Rentan Bencana
(Studi Deskripsi pada Masyarakat Kampung
Pulo, Kelurahan Kampung Melayu)
Nyi Mas Dita Annissa
Choir Pratiwi
Analisis Upaya Pencegahan Bencana Kebakaran
di Permukiman Padat Perkotaan Kota Bandung
(Studi Kasus Kelurahan Sukahaji)
Saut Sagala
Praditya Adhitama Donald G. Sianturi
Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem
Ketahanan Lingkungan Terhadap Kebakaran
(SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu
Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, dan
Penyuluhan Pencegahan dan Penanggualangan
Kebakaran Terhadap Tingkat Kerugian Akibat
6
Bencana Kebakaran Pada Kecamatan Tambora,
Jakarta Barat
Salah satu bencana yang terjadi pada tahun 2014 di Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia adalah bencana kebakaranyang
terjadi di gedung C kampus FISIP Universitas Indonesia. Kebakaran terjadi akibat
dari kelalaian manusia. Gedung yang terdiri atas tiga lantai tersebut mulai terlalap
api pada pukul 06.38 WIB. Kejadian kebakaran yang terjadi di gedung C FISIP
Universitas Indonesia menjadi pengingat semua elemen di kampus untuk selalu
menjaga keadaan keamanan kampus dengan sebaik-baiknya.
Dari kejadian bencana kebakaran yang terjadi di gedung C kampus FISIP
UI tersebut, diperlukan usaha-usaha mitigasi bencana guna mengurangi
kemungkinan terjadinya bencana khususnya bencana kebakaran di kemudian hari.
Berdasarkan definisinya, kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau
besar pada tempat yang tidak kita kehendaki, serta merugikan kita dan pada
umumnya sukar untuk dikendalikan. Kebakaran disebabkan oleh api. Pada
dasarnya, api terbentuk oleh tiga unsur yaitu oksigen, panas, dan bahan bakar.
Jika dilihat dalam konteks bencana kebakaran, mitigasi bencana kebakaran
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana kebakaran. Tindakan mitigasi terdiri atas tindakan
struktural dan nonstruktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya
adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang profesional danpenggunaan
bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan.
Tindakan mitigasi yang bersifat nonstruktural misalnya pelatihan untuk
membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi dan pelatihan
serta pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.
Peran mahasiswa FISIP UI untuk mengenal pendidikan mitigasi bencana
sangat penting, mengingat keamanan setiap individu mahasiswa sangat
mempengaruhi keberlangsungan proses belajar mengajar di kampus. Agar pada
7
peristiwa bencana, maka dilakukan edukasi berupa mitigasi bencana ataupun
respon tanggap darurat di kampus FISIP UI dan juga di masyarakat.
Dalam kaitannya dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terjadinya suatu
bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat. Seperti yang kita
tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah
satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah
dampak bencana yang lebih luas. Seperti halnya perubahan paradigma dalam
memandang bencana, dahulu orang melihat bencana sebagai hal yang tidak dapat
dikelola, namun saat ini paradigma itu telah berubah, bencana mampu kita kelola
sedemikian rupa sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasikan.
Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan tindakan mitigasi dan
kesiapsiagaan bencana seperti melakukan sosialisasi, edukasi, dan simulasi
bencana kepada masyarakat, dalam konteks penelitian ini adalah mahasiswa,
sebagai bagian dari upaya manajemen penanggulangan bencana di dalam sistem
usaha kesejahteraan sosial bidang kebencanaan.
Penelitian ini membahas lebih lanjut mengenai masalah bencana
kebakaran di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia terkait
dengan peran pihak kampus FISIP dalam melakukan pendidikan mitigasi bencana
kebakaran kepada mahasiswa dan juga ingin mengetahui seberapa jauh
pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana kebakaran.
Dengan adanya penelitian ini, peneliti ingin mencari tahu lebih dalam
mengenai usaha-usaha pihak kampus FISIP UI dalam melakukan pendidikan
mitigasi bencana serta pengetahuan mahasiswa FISIP UI mengenai mitigasi
bencana.
1.2 Rumusan Masalah
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia memiliki
beberapa bangunan untuk menunjang kegiatan akademik mahasiswa dan memiliki
jenis gedung yang pada umumnya bertingkat. Berdasarkan pengalaman kebakaran
yang sudah terjadi di gedung C FISIP UI, pendidikan mitigasi bencana menjadi
8
Dalam penerapan mitigasi bencana tingkat fakultas, diperlukan persiapan
dalam berbagai sektor, tidak hanya persiapan dalam bentuk material, melainkan
juga persiapan dalam bentuk nonmaterial seperti persiapan sumber daya manusia.
Hal ini disebabkan mitigasi bencana merupakan sistem yang memerlukan
dukungan dari berbagai bagian yang saling terkait.
Berdasarkan hal di atas, maka dirumuskanlah permasalahan sebagai
berikut:
1. Upaya apa yang telah dilakukan oleh pihak kampus dalam memberikan
pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI ?
2. Bagaimana proses pemberian pendidikan mitigasi bencana tersebut ?
3. Seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha
mitigasi bencana?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan
untuk:
1. Menggambarkan lebih dalam mengenai upaya yang telah dilakukan pihak
kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada
mahasiswa FISIP UI.
2. Menjelaskan mengenai proses pemberian pendidikan mitigasi bencana
kepada mahasiswa FISIP UI
3. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam
usaha-usaha mitigasi bencana.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini mencakup dua hal yaitu manfaat akademis dan
manfaat praktis. Dalam manfaat akademis, hasil penelitian ini ditujukan untuk
sumbangan mata kuliah Penelitian Kualitatif Kesejahteraan Sosial.Selain itu juga
diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai literatur tambahan oleh
para mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam mempelajari konsep-konsep
9
Dalam manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi
acuan bagi para praktisi kesejahteraan sosial yang bergerak di bidang
kebencanaan dalam mengimplementasikan konsep-konsep mitigasi bencana di
kampus. Selain itu juga diharapkan, dengan adanya penelitian ini, dapat
memberikan gambaran yang lebih riil mengenai pelaksanaan pendidikan mitigasi
bencana di kampus.
1.5 Metode Penelitian
1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berpikir secara
induktif, yaitu berasal dari fakta dan data di lapangan yang dikaji dengan
pendekatan dan pemikiran teoretis maupun digunakan dalam pembentukan konsep
baru (Neuman, 2006). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang
menggali hasil temuan sesuai dengan fakta dan tujuan penelitian. Sumber
informasi penelitian ini diperoleh dari beberapa orang informan. Teknik
pengumpulan data dan sumber informasi dalam penelitian ini juga dilakukan
dengan observasi serta studi dokumen yang terkait dengan topik penelitian.
Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara
dalam masyarakat, dan situasi-situasi tertentu dalam suatu fenomena. Hal ini
ditujukan untuk memberikan gambaran dan pandangan yang jelas mengenai
subjek maupun objek yang sedang diteliti. (Neuman, 2006).
1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian berada di dalam lingkungan Kampus FISIP Universitas
Indonesia, Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut karena kampus FISIP UI
sesuai dengan berbagai kriteria yang diperlukan dalam penelitian ini seperti
berikut:
1. Universitas Indonesia sebagai world class university harus memiliki pelayanan yang berstandar internasional, tak terkecuali dalam sistem
penanganan bencana di kampus. Peneliti ingin mencari tahu upaya apa
saja yang telah dilakukan pihak kampus FISIP UI dalam melakukan
10
lingkungan kampus Universitas Indonesia di pilih sebagai lokasi dalam
penelitian ini.
2. Kampus FISIP UI adalah kampus yang baru saja terjadi peristiwa
kebakaran di salah satu gedungnya pada tahun 2014 lalu. Seperti yang
telah dijelaskan di awal, berdasarkan pengalaman kebakaran yang sudah
terjadi di gedung C FISIP UI, pendidikan mitigasi bencana menjadi hal
yang mutlak dilakukan sebagai upaya pengelolaan resiko bencana. Oleh
karena itu, kampus FISIP UI di pilih sebagai lokasi penelitian.
Waktu penelitian selama lima bulan, mulai dari pembuatan proposal
penelitian di bulan Februari hingga penelitian selesai dilakukan dengan penulisan
laporannya di bulan Juni.
1.5.3 Teknik Pemilihan Informan/Sampel
Penelitian kualitatif ini berusaha menggambarkan upaya pendidikan
mitigasi bencana kebakaran yang dilakukan pada mahasiswa FISIP UI. Oleh
karena itu, tidak semua warga FISIP UI dapat menjadi informan dalam penelitian
ini. Penelitian ini pun menggunakan jenis penelitian deskriptif, jadi untuk
menentukan informan pada penelitian ini tidak dapat menggunakan teknik
pengambilan sampel dalam populasi seperti pada penelitian kuantitatif. Dalam
penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi menggunakan
istilah situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku, dan
aktivitas. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini, peneliti dapat mengamati
secara mendalam aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu. Adapun
kriteri pemilihan informan sebagai berikut:
1. Pejabat kampus yang berwenang menangani penanggulangan bencana di
FISIP UI.
Kriteria informan yang pertama adalah Manajer Infrastruktur FISIP UI. Hal ini disebabkan posisi dan peran Manajer Infrastruktur
FISIP sangat penting dalam upaya penanggulangan bencana di
11
Kriteria yang kedua adalah petugas K3 FISIP UI. Hal ini
disebabkan bidang yang menangani secara langsung terkait
fasilitas pengadaan penanggulangan bencana di FISIP adalah
bidang K3 FISIP UI
2. Karyawan yang telah lama bekerja di FISIP UI sebagai informan dalam
mengungkap sejarah peristiwa kebakaran di FISIP UI.
Kriteria informan yang ketiga adalah petugas kebersihan yang telah
bekerja di FISIP kurang lebih selama sepuluh tahun agar peneliti
bisa mendapatkan informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI
secara historis
Kriteria informan yang keempat adalah pegawai kantin yang telah
bekerja di FISIP kurang lebih selama sepuluh tahun agar peneliti
bisa mendapatkan informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI
secara historis
12
Skema pemilihan informan tersebut didasarkan pada nonprobability sampling, artinya tidak semua informan memiliki kesempatan yang sama untuk dikaji sebagai subjek penelitian. Pemilihan informan ini didasarkan pada
kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing individu yang berkaitan dengan
topik penelitian ini (Neuman, 2006). Seperti yang dituliskan di atas, informan
dalam penelitian dipilih dan terpilih berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan.
Oleh karena itu, teknik pemilihan informan yang sesuai dengan skema adalah
purposive sampling. Teknik purposive merupakan teknik pemilihan informan yang memungkinkan peneliti untuk memilih informan sesuai dengan tujuan
penelitian yang sudah ditetapkan.
1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membagi data yang didapat ke
dalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didasarkan
pada pernyataan informan hasil dari wawancara mendalam serta hasil observasi
terhadap mahasiswa FISIP UI. Sedangkan data sekunder diambil melalui
mekanisme arsip ataupun studi dokumen yang menunjang topik penelitian.
Berikut merupakan Timeline penelitian ini yaitu:
Tabel 1.2 Timeline Penelitian
13 1.5.5 Teknis Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat induktif.
Terdapat beberapa poin dalam melakukan analisis data yaitu:
1. Reduksi data
Reduksi data digunakan untuk mengurangi data lapangan yang terlalu
banyak dengan cara pengecilan jumlah data yang akan digunakan
sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan
kodifikasi pernyataan informan berdasarkan pertanyaan yang diajukan.
2. Organisasi data
Setelah data direduksi kemudian data-data tersebut dikelompokkan ke
dalam klasifikasi yang dimunculkan sehingga lebih mudah untuk di
baca.
3. Interpretasi data
Setelah data dikelompokkan, hal yang selanjutnya dilakukan adalah
pencarian dan identifikasi hubungan, persamaan, maupun pola-pola
tertentu dalam penelitian. Dengan mengacu pada teori, data-data
tersebut akan di interpretasi dan selanjutnya dilakukan pembandingan
antara temuan lapangan dengan konsep teori yang dijadikan acuan.
1.5.6 Teknik untuk meningkatkan kualitas penelitian
Untuk meningkatkan kualitas penelitian ini dapat digunakan dengan
beberapa cara. Menurut Guba dalam Krefting (1990) terdapat empat aspek yang
dapat meningkatkan kualitas penelitian yaitu:
1. Credibility
Penelitian ini melakukan triangulasi pada sumber data dalam metode
penggalian datanya. Peneliti melakukan pembandingan antara satu
pernyataan informan dengan informan lainnya (Member checking). Menginterpretasi data
14
Peneliti juga menggunakan catatan lapangan sebagai cara untuk
merefleksikan data yang didapat (Field note). 2. Transferability
Penelitian ini melakukan penjabaran data yang di dapat dengan
mendeskripsikannya secara lengkap mengenai konteks penelitian (Dense description). Hal tersebut dilakukan agar dapat di lihat sejauh mana temuan penelitian mampu digeneralisasikan ke dalam konteks penelitian
lainnya.
3. Dependability
Penelitian ini melakukan pengecekan kembali hasil temuan di lapangan
dengan mendiskusikannya kepada tim peneliti agar di dapat pemahaman
yang lebih mendalam (Peer examination). 4. Confirmability
Penelitian ini melakukan pengecekan terkait konfirmasi data dalam
prosesnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencari tahu apakah data dapat
dikonfirmasikan (Confirmability audit). Selain itu juga dilakukan triangulasi dengan membandingkan berbagai data yang di dapat di
lapangan dari sumber atau informan yang berbeda-beda.
1.5.7 Keterbatasan Penelitian
Selama penelitian dilakukan, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi
sebagaimana yang dijelaskan dalam poin berikut:
1. Sulitnya mengakses data terkait kejadian kebakaran Gedung C FISIP UI
pada Januari 2014. Kami kurang mengetahui data valid tersebut dipegang
oleh siapa dan data tersebut dapat dibuka untuk umum atau tidak.
2. Civitas akademika FISIP UI terutama mahasiswa berjumlah sangat
banyak, hal tersebut dapat menyita waktu, tenaga, dan materi tim peneliti
dalam pengambilan data meski menggunakan mekanisme random sampling.
15
Untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman akan konteks masalah
yang diteliti, kami membagi laporan penelitian ini ke dalam beberapa bab sebagai
berikut:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN
Bab ini mengangkat teori yang berkaitan dengan mitigasi kebencanaan serta
konsep bencana kebakaran di dalam konteks yang terkait dengan kesejahteraan
sosial
BAB 3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Bab ini memberikan gambaran akan situasi yang terjadi terkait pendidikan
mitigasi bencana di lingkungan FISIP UI dengan mahasiswa sebagai objeknya.
BAB 4 TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini mengangkat tentang pembahasan terkait pendidikan mitigasi apa saja yang
telah diberikan kepada mahasiswa FISIP UI.
BAB 5 PENUTUP
Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari penelitian pendidikan mitigasi
bencana serta berbagai saran yang ditujukan kepada berbagai pemangku
16 BAB 2
MEMAHAMI PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA DALAM KETERKAITANNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL
MAHASISWA FISIP UI
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini
menggunakan beberapa teori yang akan digunakan sebagai kerangka teori yaitu
konsep bencana, bencana kebakaran, kesejahteraan sosial, dan mitigasi bencana.
Selain itu, untuk mendukung kerangka teori tersebut, dibutuhkan deskripsi
beberapa pengertian konsep dari mahasiswa dan kampus FISIP UI sebagai
kampus world class university.
2.1 Kesejahteraan Sosial dan Bencana
Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, kesejahteraan sosial
adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga
negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat
melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam kaitannya dengan bencana, kondisi
kesejahteraan sosial masyarakat merupakan suatu tujuan yang terganggu atas
terjadinya bencana. Dampak terjadinya bencana menyebabkan hilangnya harta
benda bahkan nyawa yang mengancam kesejahteraan sosial individu tersebut
maupun lingkungan sekitarnya.
Dalam kaitannya dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terjadinya suatu
bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat. Seperti yang kita
tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah
satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah
dampak bencana yang lebih luas. Seperti halnya perubahan paradigma dalam
memandang bencana, dahulu orang melihat bencana sebagai hal yang tidak dapat
dikelola, namun saat ini paradigma itu telah berubah, bencana mampu kita kelola
sedemikian rupa sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasikan.
Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan tindakan mitigasi dan
kesiapsiagaan bencana seperti melakukan sosialisasi, edukasi, dan simulasi
17
sebagai bagian dari upaya manajemen penanggulangan bencana di dalam sistem
usaha kesejahteraan sosial bidang kebencanaan.
2.2 Bencana Kebakaran, Mahasiswa, dan Kampus FISIP UI 2.2.1 Bencana Kebakaran
Menurut undang-undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa
atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana ini
terbagi ke dalam tiga sektor yaitu bencana alam, bencana non alam, serta bencana
sosial.
Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi,
ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas
atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan
sumberdaya mereka sendiri (UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).
Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003), bencana adalah
gangguan serius pada masyarakat yang bisa menyebabkan kerugian secara meluas
dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan lingkungan, dan untuk
mengatasinya dibutuhkan kemampuan yang melebihi kemampuan manusia.
Menurut UNDP, bencana adalah gangguan serius dari tatanan masyarakat
yang mengakibatkan keruguan besar pada manusia, lingkungan, dan tidak mudah
untuk ditanggulangi dengan hanya menggunakan sumber daya masyarakat itu
sendiri.
Tabel 2.1 Definisi Bencana
Pendapat Ahli Definisi Bencana
Undang-undang No. 24 Tahun 2007 bencana adalah peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan
penghidupan masyarakat yang
18
faktor non alam maupun faktor manusia
sehinngga menimbulkan korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak
psikologis
UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007 Bencana (disaster) adalah suatu
gangguan serius terhadap keberfungsian
suatu komunitas atau masyarakat yang
mengakibatkan kerugian manusia,
materi, ekonomi, atau lingkungan yang
meluas yang melampaui kemampuan
komunitas atau masyarakat yang
terkena dampak untuk mengatasi
dengan menggunakan sumberdaya
mereka sendiri
Asian Disaster Reduction Center (2003) Bencana adalah gangguan serius pada
masyarakat yang bisa menyebabkan
kerugian secara meluas dan dirasakan
oleh semua lapisan masyarakat dan
lingkungan, dan untuk mengatasinya
dibutuhkan kemampuan yang melebihi
kemampuan manusia.
Pada penelitian ini, definisi bencana yang relevan dengan konsep
kesejahteraan sosial adalah definisi dari UNISDR (2004), dalam MPBI (2007)
yang mengatakan bahwa terjadinya bencana dapat mengancam keberfungsian
sosial masyarakat.
Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang
tidak kita kehendaku, serta merugikan kita dan pada umumnya sukar untuk
dikendalikan. Kebakaran disebabkan oleh api. Api terjadi karena persenyawaan
dari adanya sumber panas, sinar matahari, dan reaksi kimia.
19 1. Oksigen
Oksigen adalah gas yang tidak mudah terbakar (nonflammeable gas) dan juga merupakan kebutuhan hidup mendasar bagi makhluk hidup.
Meskipun tidak dapat terbakar, oksigen mendukung proses
pembakaran. Di atas permukaan bumi, kadar oksigen dalam udara
berkisar 21%. Untuk terjadinya pembakaran, hanya dibutuhkan kadar
oksigen sebesar 16%
2. Panas
Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk
meningkatkan temperatur suatu benda bahan bakar sampai ke titik
dimana jumlah uap bahan bakar tersedia dalam jumlah cukup untuk
menghasilkan pembakaran.
Sumber-sumber panas antara lain:
Arus listrik
Panas akibat arus listrik dapat terjadi karena adanya hambatan
terhadap aliran arus listrik, kelebihan beban muatan, dan
hubungan arus pendek Gaya mekanik
Panas yang dihasilkan oleh gaya mekanik biasanya berasal dari
dua benda yang saling bergesek
Reasi kimia Reaksi nuklir Radiasi matahari
3. Bahan bakar
Bahan kebakaran dalam istilah kebakaran adalah setiap benda, bahan,
atau material yang dapat terbakar. Bahan bakar yang dapat
menimbulkan kebakaran dapat berpa benda padat, cair, dan gas.
Tidak semua kebakaran dapat dipadamkan dengan air. Cara memadamkan
kebakaran tergantung dari jenis bahan bakar penyebab kebakarannya.
Ketidaksesuaian antara cara memadamkan kebakaran dengan jenis bahan bakar
20
mengetahui jenis bahan bakar penyebab kebakaran. Berdasarkan penyebabnya,
terdapat empat kelas kebakaran:
1. Kebakaran kelas A
Kebakaran kelas A disebabkan oleh benda-benda padat seperti kertas,
kayu, plastik, karet, busa, sampah, dan pakaian. Sisa pembakaran api dari
kelas A berupa abu. Bahan bakar api kelas A ini memiliki sifat mudah
terbakar dan bukan terbuat dari logam. Media pemadam kebakaran untuk
kelas A adalah air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam
Api Ringan (APAR) atau racun api.
2. Kebakaran kelas B
Kebakaran kelas B disebabkan oleh bahan nonlogam dan berupa cairan,
biasanya menimbulkan efek mendidih dan menimbulkan gelembung.
Bahan bakar api kelas B adalah bensin, oli, minyak, spirtus, dan alkohol.
Media pemadam kebakaran untuk kelas B adalah APAR. Kebakaran kelas
B tidak boleh dipadamkan dengan menggunakan air karena berat jenis air
lebih besar dari berat jenis penyebab kebakaran sehingga akan memperluas
areal yang terbakar.
3. Kebakaran kelas C
Kebakaran kelas C disebabkan oleh bahan bakar alat-alat listrik yang
masih beraliran dan masih terpasang. Media pemadam kebakaran untuk
kelas C adalah APAR. Sebelum memadamkan api, sumber listrik
sebaiknya dimatikan terlebih dahulu.
4. Kebakaran kelas D
Kebakaran kelas D disebabkan oleh bahan bakar logam seperti potassium,
sodium, alumunium, dan magnesium. Bahan bakar jenis ini biasanya
merupakan bahan bakar untuk laboratorium kimia. Kebakaran kelas D
hanya dapat dipadamkan dengan alat pemadam khusus, seperti bahan
21
Untuk mencegah kebakaran, terdapat beberapa alat yang dapat digunakan
yaitu:
1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)/racun api
APAR (fire extinguisher) adalah peralatan reaksi cepat yang multiguna karena dapat digunakan untuk memadamkan jenis kebakaran A, B, dan C.
Bahan yang ada di dalam tabung pemadam kebakaran terdiri atas bahan
kimia kering (dry chemical), busa, dan CO2. Bagian dari alat pemadam api ringan ini adalah:
Pengukur tekanan (Gauge) Kait pengaman (Pin)
Corong penyemprot (Nozzle) Selang (Hose)
Label
Tanda gambar (tag)
2. Hidran air
Terdapat tiga jenis hidran yaitu hidran gedung, hidran halaman, dan hidran
kota. Hidran kota diletakkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit
pemadam kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.
3. Detektor asap (smoke detector)
Detektor asap merupakan alat yang berguna untuk mendeteksi keberadaan
asap yang yang berlebihan dalam suatu ruangan. Jika jumlah asap
berlebih, maka detektor asap akan berbunyi sebagai tanda peringatan bagi
penghuni ruangan
4. Alarm kebakaran
Alarm kebakaran merupakan alat peringatan yang digunakan untuk
memberitahu seluruh orang yang berada disekitar akan adanya bahaya
kebakaran
5. Penyemprot air (springkler)
Springkler adalah alat yang digunakan khusus dalam gedung untuk memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suhu
22
Menurut Suprapto (2008), kebakaran adalah adanya api yang tidak
dikehendaki. Peristiwa kebakaran terjadi diawali dengan pembakaran kemudian
api tersebut sudah tidak dapat terkendali dan mengancam keselamatan jiwa dan
harta benda. Persitiwa kebakaran tersebut memiliki beberapa proses sampai api
tersebut padam. Menurut Mantra (2005) terdapat beberapa proses perkembangan
api pada saat kebakaran yang terdiri atas:
1. Tahap penyalaan/peletusan. Tahap ini ditandai dengan munculnya api
yang disebabkan oleh energi panas yang mengenai material dalam ruang.
2. Tahap pertumbuhan Api sudah mulai berkembang sesuai dengan kuantitas
bahan bakar yang ada. Tahap ini adalah tahap yang paling baik untuk
evakuasi.
3. Tahap Flashover. Merupakan tahap transisi dari tahap pertumbuhan menuju tahap pembakaran penuh. Tahap ini sangat cepat, suhunya
biasanya berkisar antara 3000C – 6000C.
4. Tahap Pembakaran Penuh. Pada tahap ini kalor yang dilepaskan adalah
yang paling besar karena api sudah menjalar ke seluruh ruang. Suhunya
bisa mencapai 12000C.
5. Tahap Surut. Pada tahap ini seluruh material sudah habis terbakar dan
temperatur sudah mulai turun serta laju pembakaran juga menurun
2.2.2 Mahasiswa
Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978)
adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan
perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), di didik dan di
harapkan menjadi calon-calon intelektual.
Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah
peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya
menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi
terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar
18-30 tahun.
Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu
23
perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut
dan universitas (Hartaji, 2012 : 5).
Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan sebagai
orang yang belajar di Perguruan Tinggi.
Menurut Siswoyo (2007: 121) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai
individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri
maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.
Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam
ber pikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan
cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap
mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.
Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang
usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir
sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas
perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup
(Yusuf, 2012: 27).
2.2.2 Kampus FISIP UI
Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah
tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan
tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri. Misalkan
Universitas Indonesia di Jakarta, memiliki beberapa lokasi yang fakultas yang
terbagi sendiri sendiri untuk memiliki wilayah sendiri yang berupa
fakultas-fakultas yang seluruhnya berada didalam wilayah Universitas.
Universitas Indonesia yang telah menjadi world class university menuntut semua fakultas yang ada untuk mengikuti persyaratan yang ada juga. Infrastruktur
merupakan salah satu persyaratan penting yang harus dimiliki. Ketersediaan
infrastruktur yang dapat menunjang kehidupan para mahasiswa yang yang berada
di lingkungan kampus.
Kampus FISIP UI sebagai kampus world class university. Seiring berjalannya waktu, FISIP UI terus memperbaiki kualitas dari pelayanan kampus.
24
mahasiswa belajar. Salah satu yang menjadi perhatian yaitu penyediaan
infrastruktur yang sesuai dengan standar. Lokasi gedung yang memiliki dua
tangga di setiap sisi gedung yang berguna untuk jalan evakusai jika terjadi
bencana. Alat-alat kebakaran seperti alat pemadam api ringan (apar)/racun api,
hidran air, detektor asap (smoke detector), alarm kebakaran, penyemprot air (springkler), yang semua harus berfungsi dengan baik dan menunjang pencegahan kebakaran.
Keamanan dalam kampus memang menjadi tanggung jawab bersama
untuk menjaga lingkungan kampus dapat dilakukan bersama oleh semua warga
kampus FISIP UI agar meminimalisasi terjadinya bencana yang akan merugikan.
Kampus FISIP UI harus menjadi lokasi yang aman dari bencana kebakaran dan
meminimalisir resiko bencana kebakaran dengan adanya mitigasi bencana.
2.3. Mitigasi Bencana
Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang
disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada tindakan
jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi mitigasi
dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi
dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun
pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan
sebagai tindakan mitigasi.
Pada tahap mitigasi, tindakan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi
dampak. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak
yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada
tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi
mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan
mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun
pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk
menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan
25
Menurut Coppola (2007) dalam Steven (2011), mitigasi (Mitigation), adalah sebuah upaya yang kita kenal dengan istilah pencegahan sebelum
terjadinya bencana atau bersifat pelunakan resiko. Dalam artian, mitigasi
merupakan sebuah upaya untuk meminimalisasi kemungkinan dampak terjadinya
bencana baik bencana alam, bencana nonalam, ataupun bencana sosial.
Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi
nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau
menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik. Contoh tindakan
mitigasi struktural adalah pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan
infrastruktur, pembangunan tanggul di bantaran sungai, dan lain sebagainya.
Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan
kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan
metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan
informasi yang dilakukan untuk mengurangi resiko terkait dampak bencana.
Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang
ditimbulkan oleh terjadinya bencana.
Jika dilihat dalam konteks bencana kebakaran, mitigasi bencana kebakaran
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana kebakaran. Tindakan mitigasi terdiri atas tindakan
struktural dan nonstruktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya
adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang profesional dan penggunaan
bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan.
Tindakan mitigasi yang bersifat nonstruktural misalnya pelatihan untuk
membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi dan pelatihan
serta pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.
2.4. Alur berpikir
Suatu bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat dalam
hal ini kesejahteraan sosial dalam masyarakat dapat terganggu. Seperti yang kita
tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah
26
dampak bencana yang lebih luas. Demi keberlangsungan kehidupan kampus
dimana mahasiswa dan seluruh warga FISIP UI berada di dalamnya, perlu adanya
suatu perlindungan terhadap potensi terjadinya bencana karena segala macam
bencana dapat mungkin terjadi. Dilihat bahwa bencana merupakan sesuatu yang
tidak terduga terjadinya maka diperlukan mitigasi bencana untuk pencegahan dan
penanganan jika terjadi bencana sebagai bentuk kesiapan warga FISIP UI,
khususnya mahasiswa, terhadap tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
Skema Alur Pemikiran
Pendidikan
Mitigasi
Bencana
Pengelolaan
bencana
Kebencanaan
Mitigasi Bencana
Nonstructural Mahasiswa
pengetahuan mahasiswa
pencegahan bencana
meminimalisir bencana Mitigasi Bencana
27 BAB 3
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha
memberikan gambaran lokasi penelitian secara menyeluruh dan bersifat deskriptif,
maka diperlukan suatu deskripsi yang memadai terkait dengan informasi tempat.
Pada bab ini akan dijelaskan kondisi geografis kampus FISIP UI, kondisi fisik
lokasi FISIP UI, serta gambaran umum sivitas kampus FISIP UI.
a. Kondisi Geografis Kampus FISIP UI
Wilayah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kampus FISIP UI, salah
satu dari 13 fakultas yang berdiri di UI. Kampus ini berada di wilayah depok, baik
secara geografis maupun administratif. Ada beberapa moda transportasi yang
dapat digunakan untuk mencapai kampus ini yaitu menggunakan moda
transportasi KRL, kopaja, angkutan kota, bus deborah, patas mayasari, ojek,
ataupun berjalan kaki.
Terkait dengan kondisi fisik kampus FISIP UI, bisa dibilang bahwa
sebagian besar areanya didominasi oleh gedung bertingkat sebagai tempat
perkuliahan, perkantoran, serta administrasi fakultas. Sedangkan sebagian sisanya
terdiri atas lahan terbuka. Lahan terbuka yang ada digunakan untuk taman serta
tempat perkir bagi dosen, karyawan, serta tamu. Sedangkan lahan parkir untuk
mahasiswa berada di sebelah timur jalan utama dengan posisi berseberangan
dengan wilayah kampus FISIP UI.
Secara geografis, wilayah kampus FISIP UI berbatasan langsung dengan
wilayah lain diantaranya:
Batas Utara : Lapangan parkir dan futsal
Batas Barat : Pusat Studi Jepang dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya
Batas Timur : Fakultas Psikologi dan Fakultas Hukum
28
Letak Kampus FISIP UI bisa dibilang berada pada lokasi yang strategis.
FISIP UI bersebelahan dengan beberapa fasilitas seperti Pusat Studi Jepang,
Lembaga Bahasa Internasional FIB UI, Lapangan Futsal, serta Perpustakaan Pusat
UI. Selain itu, kampus FISIP UI berjarak cukup dekat dengan Masjid Ukhuwah
Islamiyah dan Stasiun UI. Letak kampus ini juga berada pada deretan awal
fakultas bila dilihat dari Gerbang Utama UI.
b. Kondisi Fisik Kampus FISIP UI
Bila kita melihat kondisi fisik dari wilayah kampus FISIP UI, dapat kita
lihat bahwa kampus ini terdiri atas berbagai macam gedung yang berjumlah 11
gedung yang memiliki berbagai fungsi yang berbeda di setiap gedungnya. Gedung
A digunakan sebagai gedung Dekanat. Gedung F digunakan untuk keperluan
administrasi dari berbagai aspek seperti akademik, kemahasiswaan, alumni,
ataupun infrastruktur. Gedung B, E, H, G, N, M, serta komunikasi digunakan
untuk keperluan perkuliahan, administrasi, kajian, serta kantor dosen. Gedung
Koenjaraningrat digunakan sebagai kantor dosen. Gedung D, yang memiliki nama
lain Miriam Budiardjo Research Center (MBRC), digunakan sebagai
perpustakaan fakultas dan tempat mengerjakan tugas kuliah mahasiswa.
Sedangkan Taman Korea digunakan sebagai kantin. Selain untuk peruntukan
kuliah, kampus FISIP UI juga memiliki mushola untuk menunjang kebutuhan
ibadah sivitas akademika yang beragama Islam.
Selain gedung, kampus FISIP UI juga dilengkapi dengan taman yang
tersebar di beberapa tempat. Terdapat taman teletubies di belakang taman korea,
serta taman penjara yang berada di sebelah gedung E. Fungsi taman itu selain
digunakan untuk resapan air juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya
mahasiswa.
Kondisi masing masing gedung secara keseluruhan berada dalam kondisi
yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan cat, plafon, pintu, serta aspek
material krusial lainnya yang memiliki tingkat kerusakan yang minim. Akan tetapi
bila dilihat lebih lanjut masing masing gedung memiliki berbagai komponen
kerusakan di dalamnya. Contohnya adalah kerusakan pendingin ruangan serta
29
Sedangkan untuk lahan yang sifatnya terbuka, kondisinya berada dalam
level yang cukup terawat. Hal ini ditandai dengan aktivitas penyapu serta
pemotong rumput yang membersihkan area terbuka secara berkala. Sealin itu pada
beberapa lokasi terdapat tong sampah untuk mengantisipasi sampah yang muncul
setelah aktivitas sivitas akademika.
Di masing masing gedung terdapat elemen K3 seperti Hydrant. Sedangkan
elemen lainnya seperti tombol alarm ataupun poster tidak rterdapat di setiap
gedung FISIP UI secara merata. Fasilitas poster K3 baru dijumpai di gedung H
dan F. Tombol alarm dijumpai di gedung H. Springkler terdapat di beberapa gedung seperti gedung H dan A. Bisa dibilang, gedung H memiliki fasilitas K3
paling lengkap dibandingkan dengan gedung yang lain.
Gambar 3.1. Tangga Darurat Gedung H FISIP UI
30
Gambar 3.3. Poster K3 Gedung H FISIP UI
c. Gambaran Umum Sivitas Akademika
Kampus FISIP UI Memiliki berbagai status terkait dengan sivitas
akademikanya. Terdapat tiga status besar yang melekat pada sivitas akademika
FISIP UI. Ketiga status tersebut adalah dosen, karyawan, dan mahasiswa.
Mahasiswa dalam posisinya sebagai sivitas akademika FISIP UI memiliki
massa yang besar. Hal ini bisa dilihat dari jumlah mahasiswa FISIP UI yang
berkisar pada angka 4000 mahasiswa. Setiap tahunnya, FISIP UI menerima
mahasiswa dengan jumlah kisaran 800 orang. Hal ini jauh melampaui jumlah
dosen serta karyawan.
Peran yang dijalankan oleh masing masing status sivitas akademika tentu
saja berbeda. Karyawan memiliki fungsi sebagai eksekutor lapangan dalam
beberapa aspek seperti administrasi, ventura, infrastruktur, ataupun keamanan.
Status mereka berdasarkan tingkat kepegawaian juga berbeda. Ada yang berstatus
Pegawai Negeri Sipil (PNS), non-PNS, ataupun outsourching.
Dosen merupakan elemen yang menjalankan peran sebagai fasilitator
pembelajaran kepada mahasiswa. Selain sebagai fasilitator pembelajaran,
beberapa dosen memiliki jabatan struktural dalam lingkungan dekanat dan
31
yang dimiliki, yaitu perumus dan pemutus kebijakan sesuai dengan lingkup
amanah yang diemban.
Sedangkan mahasiswa sebagai entitas massa yang terbesar memiliki peran
sebagai subjek pembelajaran. Hal ini ditandai dengan aktivitas mahasiswa yang
mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu, mahasiswa juga
memiliki aktivitas masing-masing sesuai dengan bidang yang dijalani. Ada yang
berperan dalam ranah keorganisasian resmi, komunitas pemikiran, komunitas
32 BAB 4
TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan berbagai temuan lapangan yang telah
berhasil didapatkan. Bab ini akan memberikan hasil temuan lapangan berdasarkan
tujuan penelitian. Tujuan pertama penelitian berusaha menggambarkan lebih
dalam mengenai upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam
memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Tujuan
penelitian yang kedua adalah menjelaskan mengenai proses pemberian pendidikan
mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Sedangkan tujuan penelitian yang
ketiga adalah berusaha mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP
UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana.
Pembahasan merupakan perbandingan fakta empiris berupa data dari
temuan lapangan dengan konteks teoritis yang telah dicantumkan pada BAB 2.
4.1 Temuan Lapangan
4.1.1 Gambaran upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan sejumlah informan,
maka diperoleh hasil temuan lapangan mengenai berbagai upaya pendidikan
mitigasi bencana yang dilakukan oleh pihak kampus FISIP UI. Menurut penuturan
dari informan pejabat FISIP, pihak kampus telah melakukan upaya pendidikan
mitigasi bencana kepada mahasiswa dalam bentuk simulasi bencana kebakaran
kepada warga FISIP.
...“ejauh i i ya g sudah dilakuka , si ulasi u tuk warga FI“IP Terkait ke akara .
33
Selain melakukan simulasi bencana kebakaran kepada warga FISIP, pihak
kampus juga telah mengupayakan pengadaan fasilitas tanggap darurat dalam
bentuk penambahan anggaran perbaikan dan peremajaan fasilitas di tiap gedung
serta terus melakukan kontrol yang tepat. Hal tersebut seperti yang terdapat dalam
pernyataan dari informan kami yang mengatakan bahwa upaya-upaya telah
dilakukan pihak kampus dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada
mahasiswa FISIP UI.
...Langkah yang dilakukan pihak infrastruktur adalah identifikasi masalah dan berusaha untuk memetakan semua permasalahan baik itu dari sisi sarana yang ada dan melakukan penambahan anggaran agar bisa dilakukan perbaikan dan peremajaan pada kondisi panel induk setiap gedung juga terus melakukan kontrol yang tepat agar jangan sampai terjadi hal serupa dimasa yang akan datang, bekerjama dengan petugas K3 fisip dan PAU. Sudah pernah ada sosialisasi untuk program tanggap darurat ini namun frekuensi kegiatan yang lebih sering dan terpadu yang memang masih perlu dijalankan agar program ini lebih efektif dan bisa berjalan dengan baik sebagaimana mestinya . (MI, Pejabat FISIP, 6 Mei 2015)
Informan yang berasal dari pejabat FISIP mengatakan bahwa dalam
mengupayakan pemberian pendidikan mitigasi bencana, pihak kampus telah
melakukan pengadaan berbagai fasilitas tanggap darurat di setiap gedung seperti
APAR. Berdasarkan penuturan dari informan yang lain juga disebutkan bahwa
pihak kampus telah mengusahakan penambahan anggaran perbaikan dan
peremajaan fasilitas di tiap gedung serta terus melakukan kontrol yang tepat.
Dalam hal upaya pendidikan mitigasi bencana di masa yang akan datang,
pihak kampus berencana akan melakukan sosialisasi terkait keselamatan,
kesehatan kerja dan lingkungan untuk seluruh warga FISIP UI termasuk
mahasiswa.
34
Selain itu, dalam mempersiapkan kapasitas dan kemampuan merespon
bencana yang lebih tanggap, pihak kampus juga melakukan pemetaan masalah
terkait pengadaan sarana serta fasilitas tanggap darurat di setiap gedung dan juga
melakukan penambahan anggaran agar segala operasional terkait respon tanggap
bencana dapat dilakukan.
...Langkah yang dilakukan pihak infrastruktur adalah identifikasi masalah dan berusaha untuk memetakan semua permasalahan baik itu dari sisi sarana yang ada dan melakukan penambahan anggaran agar bisa dilakukan perbaikan dan peremajaan pada kondisi panel induk setiap gedung juga terus melakukan kontrol yang tepat agar jangan sampai terjadi hal serupa dimasa yang akan datang bekerjama dengan petugas K3 fisip dan PAU . (MI, Pejabat FISIP, 6 Mei 2015)
Informan MI mengaku bahwa pihaknya sebagai unit infrastruktur yang
berfungsi dalam pengadaan fasilitas dan sarana respon tanggap darurat melakukan
penambahan anggaran terkait operasionalisasi dan perbaikan fasilitas di setiap
gedung dan juga melakukan kontrol, selain itu juga dilakukan kerja sama dengan
unit lainnya di FISIP yaitu unit K3 dan PAU. Di sisi lain, pemberian pendidikan
mitigasi bencana kepada mahasiswa dilakukan oleh pihak kampus secara
langsung melalui materi perkuliahan. Sebagaimana pernyataan dari AB sebagai
informan mahasiswa, pendidikan mitigasi bencana dimasukan ke dalam materi
perkuliahan salah satu mata kuliah wajib Universitas.
...Pernah, waktu MPKT B. Hmmm, ga tau poin – poin nya, ya intinya itu supaya bisa selamat dari bencana, Si. Ku lupa, kalau aku ada di keadaan bencana, aku improvisasi sih . (AB, mahasiswa, 3 Mei 2015)
Berdasarkan pernyataan Informan mahasiswa, mereka mendapatkan
pendidikan mitigasi bencana dari materi perkuliahan MPKTB. Pendidikan
mitigasi bencana yang di dapat berupa teori-teori mengenai kebencanaan. Selain
mendapatkan teori dari amteri perkuliahan, beberapa informan mahasiswa juga
35
namun tidak semuanya tersosialisasi dengan baik sehingga jalannya simulasi
menjadi tidak efektif.
...iya walaupun sudah ada alat yang tersedia tetep mahasiswa itu perlu untuk menggunakannya dan bersikap ketika terjadi kebakaran kayak gitu . (RN, mahasiswa, 02 Mei 2015)
...Katanya waktu itu di gedung H itu pernah latihan mitigasi bencana gitu ya, tapi katanya ga semuanya jalanin itu dengan serius jadi kayak apa sih kayak ganggu waktu belajar aja . (YG, mahasiswa, 03 Mei 2015)
Berdasarkan pernyataan informan karyawan FISIP, pemberian pendidikan
mitigasi bencana tidak hanya diberikan kepada mahasiswa, melainkan juga
kepada para cleaning service dan pedagang kantin. Menurut penuturan dari informan kami yaitu pedagang takor, pada masa kepemimpinan Dekan FISIP
sebelumnya telah dilakukan penyuluhan mengenai bencana kebakaran.
...Waktu itu pernah sih waktu pak gumilar jadi dekan fakultas. Pedagang takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gimana cara menanggulangi kebakaran, ciri ciri kebakaran, ya gitu gitu lah. Sudah pernah ada sosialisasi untuk itu. Tapi semenjak pak gumilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu.Jadi dari pak bambang sampai sekarang pak ary udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor. Semenjak tahun 1982 pas saya masih jaga kantin di rawamangun, belum ada sih pelatihan kebakaran. Ya pas masa pak gumilar itu baru ada . (PT, pedagang kantin, 11 Mei 2015)
Pada masa kepemimpinan Pak Goemilar sebagai Dekan FISIP, telah
dilakukan penyuluhan mengenai bencana kebakaran seperti bagaimana cara untuk
menanggulangi bencana kebakaran hingga bagaimana ciri-ciri terjadinya
kebakaran. Pihak kampus telah melakukan upaya pendidikan mitigasi bencana
kepada para pedagang kantin. Namun ketika Dekan tersebut tidak lagi menjabat,
belum ada lagi pelatihan terkait bencana kebakaran kepada para pedagang kantin.
36
dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana, dia menjawab hingga sekarang
masih belum ada kegiatan yang serupa.
...Sudah pernah ada sosialisasi untuk itu. Tapi semenjak pak gumilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu.Jadi dari pak bambang sampai sekarang pak ary udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor . (PT, pedagang kantin, 11 Mei 2015)
Berdasarkan pernyataan informan pedagang kantin tersebut, untuk
pendidikan mitigasi bencana terkait sosialisasi dan pelatihan kepada para
pedagang kantin belum pernah dilakukan lagi semenjak Pak Goemilar tidak
menjabat menjadi Dekan FISIP lagi.
4.1.2 Proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI
Pemberian Pendidikan Mitigasi Bencana yang dilakukan oleh pihak kampus
FISIP UI berawal dari penandatanganan Komitmen Kebijakan Keselamatan
Kesehatan Kerja dan Lingkungan atau (K3L) oleh Bapak Gumilar Soemantri
Rektor UI kala itu yang diikuti oleh seluruh fakultas di Universitas Indonesia.
Informasi tersebut diperoleh berdasarkan penuturan informan pejabat kampus
FISIP UI yang menangani perihal infrastruktur kampus serta dari pegawai FISIP
UI dan Pedagang Kantin FISIP UI.
Isu ta ggap darurat aupu pe a ggulangan bencana di lingkungan fisip UI adalah bentuk dan peran serta kita semua selaku civitas akademik untuk concern dan peduli menjadi agenda utama di fisip ui adalah semenjak mantan rektor Gumilar soemantri menandatangani kebijakan K3L untuk UI dan diikuti oleh seluruh fakultas . (MI, 6 Mei 2015)
37 Per ah, waktu MPKT B . (AB, 3 Mei 2015)
Pernyataan yang diutarakan oleh bapak MI dan bapak PT memiliki
kesamaan, Namun terdapat perbedaan informasi yang ditemukan sewaktu proses
wawancara kepada responden OB FISIP UI. Pada responden mahasiswa
pendidikan mitigasi bencana baru pada mata kuliah MPKT B namun pelatihan
dari penerapan implementasi belum diterapkan.
4.1.2.1 Perbedaan pendapat Informan
Dalam pencarian data melalui metode wawancara mendalam peneliti
menemui perbedaan informasi dari informan terkait awal mula adanya pendidikan
mitigasi bencana di FISIP UI.
Per ah sih waktu itu kita offi e oy diku puli di gedu g H. Kegiata ya
dilaksanakan beberapa lama abis gedung C kebakaran. Pelatihannya hanya sekali waktu itu. Waktu itu pelatihannya Cuma diajarin dua hal, yaitu cara make hidran dan evakuasi penghuni gedung. Pelatihannya diikuti oleh beberapa OB. Ga wajib. Tempatnya pelatihannya dipusatkan di gedung H (OB, 18 Juni 2015)
“e e jak deka ya Pak Gu ilar, ka i elu per ah ada tuh pelatihan kebencanaan. Dari masa mas Gumilar ataupun mas Bambang. Tapi sejak deka ya Pak Arie, aru ada pelatiha . (OB, 18 Juni 2015)
Berdasarkan pernyataan dari OB tersebut menyatakan bahwa pelatihan
mengenai pendidikan mitigasi bencana baru ada pada saat dekan pak Arie,
sedangkan dua dekan sebelumnya belum pernah diadakan. Berbeda dengan hasil
wawancara dari pernyataan dua responden sebelumnya.
4.1.2.2 Hambatan yang dialami FISIP UI dalam Pendidikan Mitigasi Bencana
kepada Mahasiswa FISIP UI
Dalam proses pengadaan pendidikan mitigasi bencana mengalami
38
serta tidak meratanya proses sosialisasi pemberian pendidikan Mitigasi Bencana
kepada warga FISIP UI. Seperti tidak melibatkan keseluruhan mahasiswa, hanya
Dosen, pegawai FISIP UI, pegawai kantin dan OB yang diikutsertakan dan itu pun
tidak wajib bagi peserta.
“ejauh i i ya g sudah dilakuka , si ulasi u tuk warga FI“IP Terkait ke akara . Tidak secara menyeluruh. Hanya beberapa stakeholder yang sudah dilatih seperti karyawan dan beberapa dosen. Dosen sendiri waktu itu sedikit yang datang. Mahasiswa sih belum kita libatkan banget. Masih belum ada sosialisasi. Tapi saya yakin mahasiswa banyak yang aware. Apalagi mahasiswa kan stakeholder yang paling banyak dan vital. Rencananya bukan tahun ini mungkin. Kita akan ada sosialisasi K u tuk seluruh warga FI“IP . (K3, 4 Mei 2015)
“udah per ah ada sosialisasi u tuk itu. Tapi se e jak pak Gu ilar ditarik jadi
rektor udah ga ada yang kaya gitu. Jadi dari pak Bambang sampai sekarang pak Arie udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor. Semenjak tahun 1982 pas saya masih jaga kantin di rawamangun, belum ada sih pelatihan kebakaran. Ya pas masa pak Gumilar itu baru ada. Waktu itu pernah sih waktu pak Gumilar jadi dekan fakultas. Pedagang takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gi a a ara e a ggula gi ke akara , iri iri ke akara , ya gitu gitu lah . (PT, 11 Mei 2015)
Kemudian selain hambatan pada proses pemberian pendidikan mitigasi
bencana, peneliti memperoleh informasi terkait masih kurangnya fasilitas
keamanan pada bencana kebakaran dan maintaining dari pelayanan kampus FISIP UI
“elai itu, a yak fasilitas ya g gga berfungsi. Sejauh ini baru APAR yang ada di setiap gedung. Sisanya kayak sirine, itu mati. Sama kayak detektor asap. Mati juga. Tau tuh kalo di gedung ada sirine atau detektor asap. Apa ada salurannya atau
39
Kejadia ke akara ja uari le ih diaki atka oleh faktor kura g ya concern
pimpinan yang terdahulu untuk meremajakan instalasi listrik gedung yang semestinya sudah harus diganti dikarenakan beban yang semakin tinggi pula terlepas itu memang menjadi tanggung jawab kita bersama untuk saling menjaga da e gi gatka . (MI, 6 Mei 2015)
“e e ar ya, ka i e dapatka araha dari “u Dit K L UI. Mereka e eri
arahannya. Sedangkan kami merupakan pelaksana tingkat fakultas. Awalnya petugas K3L di FISIP UI ada dua orang. Tetapi sekarang saya tinggal sendiri karena partner saya mundur. Jadi kita hanya menyesuaikan kebijakan K3L UI sesuai dengan kondisi FISIP. Sejauh ini yang sudah dilakukan, simulasi untuk warga FISIP Terkait kebakaran. Kita ada APAR di setiap gedung. Ada tangga darurat juga di gedung M, H, dan F. Dulu tangga daruratnya jadi gudang tapi sekarang di ersihka . Tapi sekara g asih ditaro uat ara g lagi . (K3, 4 Mei 2015)
Kurangnya fasilitas keamanan untuk bencana kebakaran terbukti dari
kutipan verbatim berikut ini.
Di takor e a g ahaya sih. Ko struksi ya aja kayu. Ma a ga ada alat alat pemadam kebakaran ataupun alat kebencanaan satupun di sini. Listriknya juga udah pada tua belum ada perbaikan. Waktu itu kan pernah kantor BPM nyaris kebakaran. Itu arena kondisi listrik yang sudah tua. Untung bisa ditanggulangi. Nah ya g kaya gitu tuh per ah terjadi. (PT, 11 Mei 2015)
Ya kita e ga dalka ko disi sekitar aja lah ya. Misal ada toilet. Nah di situ kita ambil air buat pemadaman. Atau pake air kolam. Kita ga pake lah alat alat gitu. Ka ga ada. (PT, 11 Mei 2015)
Berdasarkan apa yang telah dijelaskan, maka berikut ini ditampilkan tabel
ringkasan dari proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa