• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendidikan Mitigasi Bencana pada Mahasis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendidikan Mitigasi Bencana pada Mahasis"

Copied!
54
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan tiga

lempeng tektonik yaitu lempeng Euro-Asia di bagian Utara, lempeng

Indo-Australia di bagian Selatan, dan lempeng Samudra Pasifik di bagian Timur.

Penujaman (subduksi) lempeng Indo-Australia yang bergerak ke Utara dengan

lempeng Euro-Asia yang bergerak ke Selatan mengakibatkan jalur gempa bumi

dan rangkaian gunung api aktif di sepanjang Pulau Sumatera, Pulau Jawa, Bali,

dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penujaman kedua lempeng. Selain itu,

posisi geografis Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua samudera

menyebabkan wilayah Indonesia dilalui oleh angin muson Barat dan angin muson

Timur yang berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi seperti banjir,

angin puting beliung, dan kekeringan.

Selain itu, wilayah Indonesia terletak di daerah iklim tropis yang memiliki

dua musim yaitu musim panas dan musim hujan dengan ciri-ciri perubahan cuaca,

suhu, dan arah angin yang cukup ekstrem. Kondisi ini dapat menimbulkan

berbagai bencana seperti banjir, tanah longsor, kebakaran hutan, dan kekeringan.

Posisi geografis, kondisi topografi, geologi, dan iklim di Indonesia

merupakan konsekuensi logis bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki

tingkat kerawanan bencana alam tinggi seperti letusan gunung berapi, gempa

bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan kebakaran.

Selama kurun waktu 1990-2000, Indonesia berada dalam urutan ke-4

negara yang paling sering mengalami bencana diantara negara-negara lain di Asia.

Tercatat setidaknya 257 kejadian bencana terjadi di Indonesia dari keseluruhan

2.886 kejadian bencana alam di Asia selama periode tersebut.

Data bencana dari Bakornas PB menyebutkan bahwa antara tahun

2003-2005 telah terjadi 1.429 kejadian bencana dimana bencana hidrometeorologi

merupakan bencana yang paling sering terjadi yaitu 53,3 persen dari total kejadian

(2)

2

Menurut undang undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa

atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.Bencana ini

terbagi ke dalam tiga sektor yaitu bencana alam, bencana non alam, serta bencana

sosial.

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian

suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi,

ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas

atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan

sumberdaya mereka sendiri (UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana terbagi menjadi

tiga jenis yaitu bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana

alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa alam seperti gempabumi,

tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa nonalam

seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana

sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa yang diakibatkan manusia

seperti konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.

Seperti yang kita tahu, kejadian bencana yang sering terjadi di berbagai

wilayah di Indonesia mengundang persoalan yang serius. Bencana alam maupun

bencana akibat kelalaian manusia seperti banjir, kebakaran, gempa bumi, tsunami,

longsor,dan lain-lain. Banyak kerugian yang ditimbulkan dari bencana tersebut,

seperti kerugian material, korban jiwa, ataupun kerugian lainnya. Serentetan

peristiwa kebencanaan membuat sistem tanggap bencana sebagai suatu kebutuhan

manusia.

Berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Nasional Penanggulangan

Bencana, terdapat catatan jumlah kejadian bencana yang tersebar di berbagai

provinsi di Indonesia, dengan pulau jawa sebagai pulau yang rawan dengan

catatan jumlah kejadian melebihi 535 kasus hampir di setiap provinsinya di tahun

(3)

3

puting beliung, dan kebakaran. Bencana di Indonesia didominasi oleh bencana

alam.

Bencana tidak dapat dihindari, tetapi dapat dikurangi dampak negatif atau

resiko bencananya. Pengurangan resiko bencana perlu dilakukan dengan cara

mengelola resiko bencana.

Konsep pengelolaan bencana telah mengalami pergeseran paradigma dari

pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pandangan

konvensional menganggap bencana merupakan suatu peristiwa atau kejadian yang

tidak dapat dielakkan dan korban harus segera mendapatkan pertolongan. Oleh

karenanya, fokus dari pengelolaan bencana dalam pandangan konvensional lebih

bersifat bantuan (relief) dan kedaruratan (emergency). Orientasi dari pandangan

konvensional adalah pada pemenuhan kebutuhan darurat berupa pangan,

penampungan darurat, kesehatan, dan penanganan krisis. Tujuannya adalah

menekan kerugian, kerusakan, dan secepatnya memulihkan keadaan pada kondisi

semula.

Pandangan yang berkembang selanjutnya adalah paradigma mitigasi, yang

tujuannya lebih diarahkan pada identifikasi daerah-daerah yang rawan bencana,

mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan, serta melakukan

tindakan-tindakan mitigasi baik yang bersifat struktural maupun nonstruktural.

Paradigma selanjutnya yang berkembang adalah paradigma pembangunan,

dimana upaya-upaya pengelolaan bencana yang dilakukan lebih bersifat

mengintegrasikan upaya penanganan bencana dengan program pembangunan

seperti penguatan ekonomi, penerapan teknologi, dan pengentasan kemiskinan.

Paradigma yang terakhir adalah paradigma pengurangan resiko.

pendekatan ini merupakan perpaduan dari sudut pandang teknis dan ilmiah

dengan perhatian pada faktor-faktor sosial, ekonomi, dan politik dalam

perencanaan pengurangan resiko bencana. Tujuan pengelolaan bencana dalam

paradigma pengurangan resiko bencana ini adalah meningkatkan kemampuan

masyarakat untuk mengelola dan menekan resiko terjadinya bencana. Pendekatan

ini memandang masyarakat sebagai subjek dan bukan objek dari pengelolaan

(4)

4

Pengelolaan bencana merupakan ilmu pengetahuan yang terkait dengan

upaya untuk mengurangi resiko yang meliputi tindakan persiapan, dukungan, dan

membangun kembali masyarakat saat bencana terjadi. Secara umum, pengelolaan

bencana merupakan proses terus menerus yang dilakukan oleh individu,

kelompok, dan komunitas dalam mengelola bahaya sebagai upaya untuk

mengurangi dampak akibat bencana. Efektivitas pengelolaan bencana bergantung

pada keterpaduan seluruh elemen baik pemerintah maupun nonpemerintah. Siklus

pengelolaan bencana terdiri atas empat tahap yaitu pencegahan/mitigasi,

kesiapsiagaan, tanggap darurat, dan rehabilitasi serta rekonstruksi pascabencana.

Pada tahap mitigasi, tindakan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi

dampak. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak

yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada

tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi

mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan

mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun

pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan

sebagai tindakan mitigasi.

Menurut Coppola (2007) dalam Steven (2011), mitigasi (Mitigation), adalah sebuah upaya yang kita kenal dengan istilah pencegahan sebelum

terjadinya bencana atau bersifat pelunakan resiko. Dalam artian, mitigasi

merupakan sebuah upaya untuk meminimalisasi kemungkinan dampak terjadinya

bencana baik bencana alam, bencana nonalam, ataupun bencana sosial.

Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi

nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau

menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik. Contoh tindakan

mitigasi struktural adalah pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan

infrastruktur, pembangunan tanggul di bantaran sungai, dan lain sebagainya.

Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan

kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan

metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan

(5)

5

Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang

ditimbulkan oleh terjadinya bencana.

Hampir di semua tempat di wilayah Indonesia merupakan tempat yang

rawan akan terjadinya bencana. Bencana dapat terjadi dimana saja, akibat adanya

bencana tersebut tentunya akan menghambat aktivitas manusia bahkan tidak

jarang bencana juga dapat mengancam nyawa manusia sampai menyebabkan

korban jiwa. Kerugian yang disebabkan pun tidak sedikit baik material maupun

nonmaterial (psikis). Pada peneletian kualitatif ini akan membahas lebih lanjut

mengenai masalah pendidikan mitigasi bencana dan pengetahuan mahasiswa

tentang bencana kebakaran di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

Indonesia.

Beberapa penelitian mengenai kebakaran telah dilakukan oleh berbagai

pihak seperti yang terlihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1 Research Gap

Judul penelitian Penulis/peneliti

Faktor-faktor yang mempengaruhi upaya

penanganan prabencana kebakaran di tingkat

komunitas

Steven

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masyarakat

untuk Tetap Tinggal di Daerah Rentan Bencana

(Studi Deskripsi pada Masyarakat Kampung

Pulo, Kelurahan Kampung Melayu)

Nyi Mas Dita Annissa

Choir Pratiwi

Analisis Upaya Pencegahan Bencana Kebakaran

di Permukiman Padat Perkotaan Kota Bandung

(Studi Kasus Kelurahan Sukahaji)

 Saut Sagala

 Praditya Adhitama  Donald G. Sianturi

Pengaruh Pilot Project Pembangunan Sistem

Ketahanan Lingkungan Terhadap Kebakaran

(SKKL), Pemeriksaan Sewaktu-waktu

Keselamatan Kebakaran Bangunan Gedung, dan

Penyuluhan Pencegahan dan Penanggualangan

Kebakaran Terhadap Tingkat Kerugian Akibat

(6)

6

Bencana Kebakaran Pada Kecamatan Tambora,

Jakarta Barat

Salah satu bencana yang terjadi pada tahun 2014 di Fakultas Ilmu Sosial

dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia adalah bencana kebakaranyang

terjadi di gedung C kampus FISIP Universitas Indonesia. Kebakaran terjadi akibat

dari kelalaian manusia. Gedung yang terdiri atas tiga lantai tersebut mulai terlalap

api pada pukul 06.38 WIB. Kejadian kebakaran yang terjadi di gedung C FISIP

Universitas Indonesia menjadi pengingat semua elemen di kampus untuk selalu

menjaga keadaan keamanan kampus dengan sebaik-baiknya.

Dari kejadian bencana kebakaran yang terjadi di gedung C kampus FISIP

UI tersebut, diperlukan usaha-usaha mitigasi bencana guna mengurangi

kemungkinan terjadinya bencana khususnya bencana kebakaran di kemudian hari.

Berdasarkan definisinya, kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau

besar pada tempat yang tidak kita kehendaki, serta merugikan kita dan pada

umumnya sukar untuk dikendalikan. Kebakaran disebabkan oleh api. Pada

dasarnya, api terbentuk oleh tiga unsur yaitu oksigen, panas, dan bahan bakar.

Jika dilihat dalam konteks bencana kebakaran, mitigasi bencana kebakaran

adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana kebakaran. Tindakan mitigasi terdiri atas tindakan

struktural dan nonstruktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya

adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang profesional danpenggunaan

bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan.

Tindakan mitigasi yang bersifat nonstruktural misalnya pelatihan untuk

membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi dan pelatihan

serta pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.

Peran mahasiswa FISIP UI untuk mengenal pendidikan mitigasi bencana

sangat penting, mengingat keamanan setiap individu mahasiswa sangat

mempengaruhi keberlangsungan proses belajar mengajar di kampus. Agar pada

(7)

7

peristiwa bencana, maka dilakukan edukasi berupa mitigasi bencana ataupun

respon tanggap darurat di kampus FISIP UI dan juga di masyarakat.

Dalam kaitannya dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terjadinya suatu

bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat. Seperti yang kita

tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah

satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah

dampak bencana yang lebih luas. Seperti halnya perubahan paradigma dalam

memandang bencana, dahulu orang melihat bencana sebagai hal yang tidak dapat

dikelola, namun saat ini paradigma itu telah berubah, bencana mampu kita kelola

sedemikian rupa sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasikan.

Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan tindakan mitigasi dan

kesiapsiagaan bencana seperti melakukan sosialisasi, edukasi, dan simulasi

bencana kepada masyarakat, dalam konteks penelitian ini adalah mahasiswa,

sebagai bagian dari upaya manajemen penanggulangan bencana di dalam sistem

usaha kesejahteraan sosial bidang kebencanaan.

Penelitian ini membahas lebih lanjut mengenai masalah bencana

kebakaran di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia terkait

dengan peran pihak kampus FISIP dalam melakukan pendidikan mitigasi bencana

kebakaran kepada mahasiswa dan juga ingin mengetahui seberapa jauh

pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana kebakaran.

Dengan adanya penelitian ini, peneliti ingin mencari tahu lebih dalam

mengenai usaha-usaha pihak kampus FISIP UI dalam melakukan pendidikan

mitigasi bencana serta pengetahuan mahasiswa FISIP UI mengenai mitigasi

bencana.

1.2 Rumusan Masalah

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia memiliki

beberapa bangunan untuk menunjang kegiatan akademik mahasiswa dan memiliki

jenis gedung yang pada umumnya bertingkat. Berdasarkan pengalaman kebakaran

yang sudah terjadi di gedung C FISIP UI, pendidikan mitigasi bencana menjadi

(8)

8

Dalam penerapan mitigasi bencana tingkat fakultas, diperlukan persiapan

dalam berbagai sektor, tidak hanya persiapan dalam bentuk material, melainkan

juga persiapan dalam bentuk nonmaterial seperti persiapan sumber daya manusia.

Hal ini disebabkan mitigasi bencana merupakan sistem yang memerlukan

dukungan dari berbagai bagian yang saling terkait.

Berdasarkan hal di atas, maka dirumuskanlah permasalahan sebagai

berikut:

1. Upaya apa yang telah dilakukan oleh pihak kampus dalam memberikan

pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI ?

2. Bagaimana proses pemberian pendidikan mitigasi bencana tersebut ?

3. Seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam usaha-usaha

mitigasi bencana?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, penelitian ini memiliki tujuan

untuk:

1. Menggambarkan lebih dalam mengenai upaya yang telah dilakukan pihak

kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada

mahasiswa FISIP UI.

2. Menjelaskan mengenai proses pemberian pendidikan mitigasi bencana

kepada mahasiswa FISIP UI

3. Mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP UI dalam

usaha-usaha mitigasi bencana.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini mencakup dua hal yaitu manfaat akademis dan

manfaat praktis. Dalam manfaat akademis, hasil penelitian ini ditujukan untuk

sumbangan mata kuliah Penelitian Kualitatif Kesejahteraan Sosial.Selain itu juga

diharapkan hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai literatur tambahan oleh

para mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial dalam mempelajari konsep-konsep

(9)

9

Dalam manfaat praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi

acuan bagi para praktisi kesejahteraan sosial yang bergerak di bidang

kebencanaan dalam mengimplementasikan konsep-konsep mitigasi bencana di

kampus. Selain itu juga diharapkan, dengan adanya penelitian ini, dapat

memberikan gambaran yang lebih riil mengenai pelaksanaan pendidikan mitigasi

bencana di kampus.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Pendekatan dan Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berpikir secara

induktif, yaitu berasal dari fakta dan data di lapangan yang dikaji dengan

pendekatan dan pemikiran teoretis maupun digunakan dalam pembentukan konsep

baru (Neuman, 2006). Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif yang

menggali hasil temuan sesuai dengan fakta dan tujuan penelitian. Sumber

informasi penelitian ini diperoleh dari beberapa orang informan. Teknik

pengumpulan data dan sumber informasi dalam penelitian ini juga dilakukan

dengan observasi serta studi dokumen yang terkait dengan topik penelitian.

Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat, tata cara

dalam masyarakat, dan situasi-situasi tertentu dalam suatu fenomena. Hal ini

ditujukan untuk memberikan gambaran dan pandangan yang jelas mengenai

subjek maupun objek yang sedang diteliti. (Neuman, 2006).

1.5.2 Lokasi Pengumpulan Data dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian berada di dalam lingkungan Kampus FISIP Universitas

Indonesia, Depok, Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut karena kampus FISIP UI

sesuai dengan berbagai kriteria yang diperlukan dalam penelitian ini seperti

berikut:

1. Universitas Indonesia sebagai world class university harus memiliki pelayanan yang berstandar internasional, tak terkecuali dalam sistem

penanganan bencana di kampus. Peneliti ingin mencari tahu upaya apa

saja yang telah dilakukan pihak kampus FISIP UI dalam melakukan

(10)

10

lingkungan kampus Universitas Indonesia di pilih sebagai lokasi dalam

penelitian ini.

2. Kampus FISIP UI adalah kampus yang baru saja terjadi peristiwa

kebakaran di salah satu gedungnya pada tahun 2014 lalu. Seperti yang

telah dijelaskan di awal, berdasarkan pengalaman kebakaran yang sudah

terjadi di gedung C FISIP UI, pendidikan mitigasi bencana menjadi hal

yang mutlak dilakukan sebagai upaya pengelolaan resiko bencana. Oleh

karena itu, kampus FISIP UI di pilih sebagai lokasi penelitian.

Waktu penelitian selama lima bulan, mulai dari pembuatan proposal

penelitian di bulan Februari hingga penelitian selesai dilakukan dengan penulisan

laporannya di bulan Juni.

1.5.3 Teknik Pemilihan Informan/Sampel

Penelitian kualitatif ini berusaha menggambarkan upaya pendidikan

mitigasi bencana kebakaran yang dilakukan pada mahasiswa FISIP UI. Oleh

karena itu, tidak semua warga FISIP UI dapat menjadi informan dalam penelitian

ini. Penelitian ini pun menggunakan jenis penelitian deskriptif, jadi untuk

menentukan informan pada penelitian ini tidak dapat menggunakan teknik

pengambilan sampel dalam populasi seperti pada penelitian kuantitatif. Dalam

penelitian kualitatif tidak menggunakan istilah populasi tetapi menggunakan

istilah situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen yaitu tempat, pelaku, dan

aktivitas. Pada situasi sosial atau objek penelitian ini, peneliti dapat mengamati

secara mendalam aktivitas orang-orang yang ada pada tempat tertentu. Adapun

kriteri pemilihan informan sebagai berikut:

1. Pejabat kampus yang berwenang menangani penanggulangan bencana di

FISIP UI.

 Kriteria informan yang pertama adalah Manajer Infrastruktur FISIP UI. Hal ini disebabkan posisi dan peran Manajer Infrastruktur

FISIP sangat penting dalam upaya penanggulangan bencana di

(11)

11

 Kriteria yang kedua adalah petugas K3 FISIP UI. Hal ini

disebabkan bidang yang menangani secara langsung terkait

fasilitas pengadaan penanggulangan bencana di FISIP adalah

bidang K3 FISIP UI

2. Karyawan yang telah lama bekerja di FISIP UI sebagai informan dalam

mengungkap sejarah peristiwa kebakaran di FISIP UI.

 Kriteria informan yang ketiga adalah petugas kebersihan yang telah

bekerja di FISIP kurang lebih selama sepuluh tahun agar peneliti

bisa mendapatkan informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI

secara historis

 Kriteria informan yang keempat adalah pegawai kantin yang telah

bekerja di FISIP kurang lebih selama sepuluh tahun agar peneliti

bisa mendapatkan informasi terkait kejadian bencana di FISIP UI

secara historis

(12)

12

Skema pemilihan informan tersebut didasarkan pada nonprobability sampling, artinya tidak semua informan memiliki kesempatan yang sama untuk dikaji sebagai subjek penelitian. Pemilihan informan ini didasarkan pada

kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing individu yang berkaitan dengan

topik penelitian ini (Neuman, 2006). Seperti yang dituliskan di atas, informan

dalam penelitian dipilih dan terpilih berdasarkan kriteria yang telah dirumuskan.

Oleh karena itu, teknik pemilihan informan yang sesuai dengan skema adalah

purposive sampling. Teknik purposive merupakan teknik pemilihan informan yang memungkinkan peneliti untuk memilih informan sesuai dengan tujuan

penelitian yang sudah ditetapkan.

1.5.4 Teknik dan Waktu Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti membagi data yang didapat ke

dalam dua bagian yaitu data primer dan data sekunder. Data primer didasarkan

pada pernyataan informan hasil dari wawancara mendalam serta hasil observasi

terhadap mahasiswa FISIP UI. Sedangkan data sekunder diambil melalui

mekanisme arsip ataupun studi dokumen yang menunjang topik penelitian.

Berikut merupakan Timeline penelitian ini yaitu:

Tabel 1.2 Timeline Penelitian

(13)

13 1.5.5 Teknis Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat induktif.

Terdapat beberapa poin dalam melakukan analisis data yaitu:

1. Reduksi data

Reduksi data digunakan untuk mengurangi data lapangan yang terlalu

banyak dengan cara pengecilan jumlah data yang akan digunakan

sesuai dengan tujuan penelitian. Dalam hal ini peneliti melakukan

kodifikasi pernyataan informan berdasarkan pertanyaan yang diajukan.

2. Organisasi data

Setelah data direduksi kemudian data-data tersebut dikelompokkan ke

dalam klasifikasi yang dimunculkan sehingga lebih mudah untuk di

baca.

3. Interpretasi data

Setelah data dikelompokkan, hal yang selanjutnya dilakukan adalah

pencarian dan identifikasi hubungan, persamaan, maupun pola-pola

tertentu dalam penelitian. Dengan mengacu pada teori, data-data

tersebut akan di interpretasi dan selanjutnya dilakukan pembandingan

antara temuan lapangan dengan konsep teori yang dijadikan acuan.

1.5.6 Teknik untuk meningkatkan kualitas penelitian

Untuk meningkatkan kualitas penelitian ini dapat digunakan dengan

beberapa cara. Menurut Guba dalam Krefting (1990) terdapat empat aspek yang

dapat meningkatkan kualitas penelitian yaitu:

1. Credibility

Penelitian ini melakukan triangulasi pada sumber data dalam metode

penggalian datanya. Peneliti melakukan pembandingan antara satu

pernyataan informan dengan informan lainnya (Member checking). Menginterpretasi data

(14)

14

Peneliti juga menggunakan catatan lapangan sebagai cara untuk

merefleksikan data yang didapat (Field note). 2. Transferability

Penelitian ini melakukan penjabaran data yang di dapat dengan

mendeskripsikannya secara lengkap mengenai konteks penelitian (Dense description). Hal tersebut dilakukan agar dapat di lihat sejauh mana temuan penelitian mampu digeneralisasikan ke dalam konteks penelitian

lainnya.

3. Dependability

Penelitian ini melakukan pengecekan kembali hasil temuan di lapangan

dengan mendiskusikannya kepada tim peneliti agar di dapat pemahaman

yang lebih mendalam (Peer examination). 4. Confirmability

Penelitian ini melakukan pengecekan terkait konfirmasi data dalam

prosesnya. Hal tersebut dilakukan untuk mencari tahu apakah data dapat

dikonfirmasikan (Confirmability audit). Selain itu juga dilakukan triangulasi dengan membandingkan berbagai data yang di dapat di

lapangan dari sumber atau informan yang berbeda-beda.

1.5.7 Keterbatasan Penelitian

Selama penelitian dilakukan, terdapat beberapa hambatan yang dihadapi

sebagaimana yang dijelaskan dalam poin berikut:

1. Sulitnya mengakses data terkait kejadian kebakaran Gedung C FISIP UI

pada Januari 2014. Kami kurang mengetahui data valid tersebut dipegang

oleh siapa dan data tersebut dapat dibuka untuk umum atau tidak.

2. Civitas akademika FISIP UI terutama mahasiswa berjumlah sangat

banyak, hal tersebut dapat menyita waktu, tenaga, dan materi tim peneliti

dalam pengambilan data meski menggunakan mekanisme random sampling.

(15)

15

Untuk mempermudah dan memperjelas pemahaman akan konteks masalah

yang diteliti, kami membagi laporan penelitian ini ke dalam beberapa bab sebagai

berikut:

BAB 1 PENDAHULUAN

Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metodologi penelitian, dan sistematika penelitian.

BAB 2 KERANGKA PEMIKIRAN

Bab ini mengangkat teori yang berkaitan dengan mitigasi kebencanaan serta

konsep bencana kebakaran di dalam konteks yang terkait dengan kesejahteraan

sosial

BAB 3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab ini memberikan gambaran akan situasi yang terjadi terkait pendidikan

mitigasi bencana di lingkungan FISIP UI dengan mahasiswa sebagai objeknya.

BAB 4 TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini mengangkat tentang pembahasan terkait pendidikan mitigasi apa saja yang

telah diberikan kepada mahasiswa FISIP UI.

BAB 5 PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang diambil dari penelitian pendidikan mitigasi

bencana serta berbagai saran yang ditujukan kepada berbagai pemangku

(16)

16 BAB 2

MEMAHAMI PENDIDIKAN MITIGASI BENCANA DALAM KETERKAITANNYA TERHADAP KESEJAHTERAAN SOSIAL

MAHASISWA FISIP UI

Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, penelitian ini

menggunakan beberapa teori yang akan digunakan sebagai kerangka teori yaitu

konsep bencana, bencana kebakaran, kesejahteraan sosial, dan mitigasi bencana.

Selain itu, untuk mendukung kerangka teori tersebut, dibutuhkan deskripsi

beberapa pengertian konsep dari mahasiswa dan kampus FISIP UI sebagai

kampus world class university.

2.1 Kesejahteraan Sosial dan Bencana

Menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2009, kesejahteraan sosial

adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga

negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri sehingga dapat

melaksanakan fungsi sosialnya. Dalam kaitannya dengan bencana, kondisi

kesejahteraan sosial masyarakat merupakan suatu tujuan yang terganggu atas

terjadinya bencana. Dampak terjadinya bencana menyebabkan hilangnya harta

benda bahkan nyawa yang mengancam kesejahteraan sosial individu tersebut

maupun lingkungan sekitarnya.

Dalam kaitannya dengan Ilmu Kesejahteraan Sosial, terjadinya suatu

bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat. Seperti yang kita

tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah

satunya yaitu melakukan tindakan mitigasi bencana dalam usaha mencegah

dampak bencana yang lebih luas. Seperti halnya perubahan paradigma dalam

memandang bencana, dahulu orang melihat bencana sebagai hal yang tidak dapat

dikelola, namun saat ini paradigma itu telah berubah, bencana mampu kita kelola

sedemikian rupa sehingga dampak dari bencana tersebut dapat diminimalisasikan.

Hal yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan tindakan mitigasi dan

kesiapsiagaan bencana seperti melakukan sosialisasi, edukasi, dan simulasi

(17)

17

sebagai bagian dari upaya manajemen penanggulangan bencana di dalam sistem

usaha kesejahteraan sosial bidang kebencanaan.

2.2 Bencana Kebakaran, Mahasiswa, dan Kampus FISIP UI 2.2.1 Bencana Kebakaran

Menurut undang-undang No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa

atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang disebabkan oleh faktor alam dan atau faktor non

alam maupun faktor manusia sehinngga menimbulkan korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana ini

terbagi ke dalam tiga sektor yaitu bencana alam, bencana non alam, serta bencana

sosial.

Bencana (disaster) adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian

suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian manusia, materi,

ekonomi, atau lingkungan yang meluas yang melampaui kemampuan komunitas

atau masyarakat yang terkena dampak untuk mengatasi dengan menggunakan

sumberdaya mereka sendiri (UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007).

Menurut Asian Disaster Reduction Center (2003), bencana adalah

gangguan serius pada masyarakat yang bisa menyebabkan kerugian secara meluas

dan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat dan lingkungan, dan untuk

mengatasinya dibutuhkan kemampuan yang melebihi kemampuan manusia.

Menurut UNDP, bencana adalah gangguan serius dari tatanan masyarakat

yang mengakibatkan keruguan besar pada manusia, lingkungan, dan tidak mudah

untuk ditanggulangi dengan hanya menggunakan sumber daya masyarakat itu

sendiri.

Tabel 2.1 Definisi Bencana

Pendapat Ahli Definisi Bencana

Undang-undang No. 24 Tahun 2007 bencana adalah peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam

dan mengganggu kehidupan dan

penghidupan masyarakat yang

(18)

18

faktor non alam maupun faktor manusia

sehinngga menimbulkan korban jiwa

manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak

psikologis

UNISDR, 2004 dalam MPBI, 2007 Bencana (disaster) adalah suatu

gangguan serius terhadap keberfungsian

suatu komunitas atau masyarakat yang

mengakibatkan kerugian manusia,

materi, ekonomi, atau lingkungan yang

meluas yang melampaui kemampuan

komunitas atau masyarakat yang

terkena dampak untuk mengatasi

dengan menggunakan sumberdaya

mereka sendiri

Asian Disaster Reduction Center (2003) Bencana adalah gangguan serius pada

masyarakat yang bisa menyebabkan

kerugian secara meluas dan dirasakan

oleh semua lapisan masyarakat dan

lingkungan, dan untuk mengatasinya

dibutuhkan kemampuan yang melebihi

kemampuan manusia.

Pada penelitian ini, definisi bencana yang relevan dengan konsep

kesejahteraan sosial adalah definisi dari UNISDR (2004), dalam MPBI (2007)

yang mengatakan bahwa terjadinya bencana dapat mengancam keberfungsian

sosial masyarakat.

Kebakaran adalah suatu nyala api, baik kecil atau besar pada tempat yang

tidak kita kehendaku, serta merugikan kita dan pada umumnya sukar untuk

dikendalikan. Kebakaran disebabkan oleh api. Api terjadi karena persenyawaan

dari adanya sumber panas, sinar matahari, dan reaksi kimia.

(19)

19 1. Oksigen

Oksigen adalah gas yang tidak mudah terbakar (nonflammeable gas) dan juga merupakan kebutuhan hidup mendasar bagi makhluk hidup.

Meskipun tidak dapat terbakar, oksigen mendukung proses

pembakaran. Di atas permukaan bumi, kadar oksigen dalam udara

berkisar 21%. Untuk terjadinya pembakaran, hanya dibutuhkan kadar

oksigen sebesar 16%

2. Panas

Panas adalah suatu bentuk energi yang dibutuhkan untuk

meningkatkan temperatur suatu benda bahan bakar sampai ke titik

dimana jumlah uap bahan bakar tersedia dalam jumlah cukup untuk

menghasilkan pembakaran.

Sumber-sumber panas antara lain:

 Arus listrik

Panas akibat arus listrik dapat terjadi karena adanya hambatan

terhadap aliran arus listrik, kelebihan beban muatan, dan

hubungan arus pendek  Gaya mekanik

Panas yang dihasilkan oleh gaya mekanik biasanya berasal dari

dua benda yang saling bergesek

 Reasi kimia  Reaksi nuklir  Radiasi matahari

3. Bahan bakar

Bahan kebakaran dalam istilah kebakaran adalah setiap benda, bahan,

atau material yang dapat terbakar. Bahan bakar yang dapat

menimbulkan kebakaran dapat berpa benda padat, cair, dan gas.

Tidak semua kebakaran dapat dipadamkan dengan air. Cara memadamkan

kebakaran tergantung dari jenis bahan bakar penyebab kebakarannya.

Ketidaksesuaian antara cara memadamkan kebakaran dengan jenis bahan bakar

(20)

20

mengetahui jenis bahan bakar penyebab kebakaran. Berdasarkan penyebabnya,

terdapat empat kelas kebakaran:

1. Kebakaran kelas A

Kebakaran kelas A disebabkan oleh benda-benda padat seperti kertas,

kayu, plastik, karet, busa, sampah, dan pakaian. Sisa pembakaran api dari

kelas A berupa abu. Bahan bakar api kelas A ini memiliki sifat mudah

terbakar dan bukan terbuat dari logam. Media pemadam kebakaran untuk

kelas A adalah air, pasir, karung goni yang dibasahi, dan Alat Pemadam

Api Ringan (APAR) atau racun api.

2. Kebakaran kelas B

Kebakaran kelas B disebabkan oleh bahan nonlogam dan berupa cairan,

biasanya menimbulkan efek mendidih dan menimbulkan gelembung.

Bahan bakar api kelas B adalah bensin, oli, minyak, spirtus, dan alkohol.

Media pemadam kebakaran untuk kelas B adalah APAR. Kebakaran kelas

B tidak boleh dipadamkan dengan menggunakan air karena berat jenis air

lebih besar dari berat jenis penyebab kebakaran sehingga akan memperluas

areal yang terbakar.

3. Kebakaran kelas C

Kebakaran kelas C disebabkan oleh bahan bakar alat-alat listrik yang

masih beraliran dan masih terpasang. Media pemadam kebakaran untuk

kelas C adalah APAR. Sebelum memadamkan api, sumber listrik

sebaiknya dimatikan terlebih dahulu.

4. Kebakaran kelas D

Kebakaran kelas D disebabkan oleh bahan bakar logam seperti potassium,

sodium, alumunium, dan magnesium. Bahan bakar jenis ini biasanya

merupakan bahan bakar untuk laboratorium kimia. Kebakaran kelas D

hanya dapat dipadamkan dengan alat pemadam khusus, seperti bahan

(21)

21

Untuk mencegah kebakaran, terdapat beberapa alat yang dapat digunakan

yaitu:

1. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)/racun api

APAR (fire extinguisher) adalah peralatan reaksi cepat yang multiguna karena dapat digunakan untuk memadamkan jenis kebakaran A, B, dan C.

Bahan yang ada di dalam tabung pemadam kebakaran terdiri atas bahan

kimia kering (dry chemical), busa, dan CO2. Bagian dari alat pemadam api ringan ini adalah:

 Pengukur tekanan (Gauge)  Kait pengaman (Pin)

 Corong penyemprot (Nozzle)  Selang (Hose)

 Label

 Tanda gambar (tag)

2. Hidran air

Terdapat tiga jenis hidran yaitu hidran gedung, hidran halaman, dan hidran

kota. Hidran kota diletakkan pada beberapa titik yang memungkinkan Unit

pemadam kebakaran suatu kota mengambil cadangan air.

3. Detektor asap (smoke detector)

Detektor asap merupakan alat yang berguna untuk mendeteksi keberadaan

asap yang yang berlebihan dalam suatu ruangan. Jika jumlah asap

berlebih, maka detektor asap akan berbunyi sebagai tanda peringatan bagi

penghuni ruangan

4. Alarm kebakaran

Alarm kebakaran merupakan alat peringatan yang digunakan untuk

memberitahu seluruh orang yang berada disekitar akan adanya bahaya

kebakaran

5. Penyemprot air (springkler)

Springkler adalah alat yang digunakan khusus dalam gedung untuk memancarkan air secara otomatis apabila terjadi pemanasan pada suhu

(22)

22

Menurut Suprapto (2008), kebakaran adalah adanya api yang tidak

dikehendaki. Peristiwa kebakaran terjadi diawali dengan pembakaran kemudian

api tersebut sudah tidak dapat terkendali dan mengancam keselamatan jiwa dan

harta benda. Persitiwa kebakaran tersebut memiliki beberapa proses sampai api

tersebut padam. Menurut Mantra (2005) terdapat beberapa proses perkembangan

api pada saat kebakaran yang terdiri atas:

1. Tahap penyalaan/peletusan. Tahap ini ditandai dengan munculnya api

yang disebabkan oleh energi panas yang mengenai material dalam ruang.

2. Tahap pertumbuhan Api sudah mulai berkembang sesuai dengan kuantitas

bahan bakar yang ada. Tahap ini adalah tahap yang paling baik untuk

evakuasi.

3. Tahap Flashover. Merupakan tahap transisi dari tahap pertumbuhan menuju tahap pembakaran penuh. Tahap ini sangat cepat, suhunya

biasanya berkisar antara 3000C – 6000C.

4. Tahap Pembakaran Penuh. Pada tahap ini kalor yang dilepaskan adalah

yang paling besar karena api sudah menjalar ke seluruh ruang. Suhunya

bisa mencapai 12000C.

5. Tahap Surut. Pada tahap ini seluruh material sudah habis terbakar dan

temperatur sudah mulai turun serta laju pembakaran juga menurun

2.2.2 Mahasiswa

Pengertian Mahasiswa menurut Knopfemacher (dalam Suwono, 1978)

adalah merupakan insan-insan calon sarjana yang dalam keterlibatannya dengan

perguruan tinggi (yang makin menyatu dengan masyarakat), di didik dan di

harapkan menjadi calon-calon intelektual.

Mahasiswa dalam peraturan pemerintah RI No.30 tahun 1990 adalah

peserta didik yang terdaftar dan belajar di perguruan tinggi tertentu. Selanjutnya

menurut Sarwono (1978) mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi

terdaftar untuk mengikuti pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia sekitar

18-30 tahun.

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu

(23)

23

perguruan tinggi yang terdiri dari akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut

dan universitas (Hartaji, 2012 : 5).

Dalam Kamus Bahasa Indonesia (KBI), mahasiswa didefinisikan sebagai

orang yang belajar di Perguruan Tinggi.

Menurut Siswoyo (2007: 121) mahasiswa dapat didefinisikan sebagai

individu yang sedang menuntut ilmu di tingkat perguruan tinggi, baik negeri

maupun swasta atau lembaga lain yang setingkat dengan perguruan tinggi.

Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan dalam

ber pikir dan kerencanaan dalam bertindak. Berpikir kritis dan bertindak dengan

cepat dan tepat merupakan sifat yang cenderung melekat pada diri setiap

mahasiswa, yang merupakan prinsip yang saling melengkapi.

Seorang mahasiswa dikategorikan pada tahap perkembangan yang

usianya 18 sampai 25 tahun. Tahap ini dapat digolongkan pada masa remaja akhir

sampai masa dewasa awal dan dilihat dari segi perkembangan, tugas

perkembangan pada usia mahasiswa ini ialah pemantapan pendirian hidup

(Yusuf, 2012: 27).

2.2.2 Kampus FISIP UI

Dalam pengertian modern, kampus berarti, sebuah kompleks atau daerah

tertutup yang merupakan kumpulan gedung-gedung universitas atau perguruan

tinggi. Bisa pula berarti sebuah cabang daripada universitas sendiri. Misalkan

Universitas Indonesia di Jakarta, memiliki beberapa lokasi yang fakultas yang

terbagi sendiri sendiri untuk memiliki wilayah sendiri yang berupa

fakultas-fakultas yang seluruhnya berada didalam wilayah Universitas.

Universitas Indonesia yang telah menjadi world class university menuntut semua fakultas yang ada untuk mengikuti persyaratan yang ada juga. Infrastruktur

merupakan salah satu persyaratan penting yang harus dimiliki. Ketersediaan

infrastruktur yang dapat menunjang kehidupan para mahasiswa yang yang berada

di lingkungan kampus.

Kampus FISIP UI sebagai kampus world class university. Seiring berjalannya waktu, FISIP UI terus memperbaiki kualitas dari pelayanan kampus.

(24)

24

mahasiswa belajar. Salah satu yang menjadi perhatian yaitu penyediaan

infrastruktur yang sesuai dengan standar. Lokasi gedung yang memiliki dua

tangga di setiap sisi gedung yang berguna untuk jalan evakusai jika terjadi

bencana. Alat-alat kebakaran seperti alat pemadam api ringan (apar)/racun api,

hidran air, detektor asap (smoke detector), alarm kebakaran, penyemprot air (springkler), yang semua harus berfungsi dengan baik dan menunjang pencegahan kebakaran.

Keamanan dalam kampus memang menjadi tanggung jawab bersama

untuk menjaga lingkungan kampus dapat dilakukan bersama oleh semua warga

kampus FISIP UI agar meminimalisasi terjadinya bencana yang akan merugikan.

Kampus FISIP UI harus menjadi lokasi yang aman dari bencana kebakaran dan

meminimalisir resiko bencana kebakaran dengan adanya mitigasi bencana.

2.3. Mitigasi Bencana

Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak yang

disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada tindakan

jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi mitigasi

dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan mitigasi

dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun

pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan

sebagai tindakan mitigasi.

Pada tahap mitigasi, tindakan dilakukan untuk mencegah atau mengurangi

dampak. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak

yang disebabkan oleh terjadinya bencana. Tahap mitigasi memfokuskan pada

tindakan jangka panjang untuk mengurangi resiko bencana. Implementasi strategi

mitigasi dapat dipandang sebagai bagian dari proses pemulihan jika tindakan

mitigasi dilakukan setelah terjadinya bencana. Namun demikian, meskipun

pelaksanaannya merupakan upaya pemulihan, tindakan yang dilakukan untuk

menghilangkan atau mengurangi resiko pada masa mendatang dikategorikan

(25)

25

Menurut Coppola (2007) dalam Steven (2011), mitigasi (Mitigation), adalah sebuah upaya yang kita kenal dengan istilah pencegahan sebelum

terjadinya bencana atau bersifat pelunakan resiko. Dalam artian, mitigasi

merupakan sebuah upaya untuk meminimalisasi kemungkinan dampak terjadinya

bencana baik bencana alam, bencana nonalam, ataupun bencana sosial.

Tindakan mitigasi terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi

nonstruktural. Mitigasi struktural adalah tindakan untuk mengurangi atau

menghindari kemungkinan dampak bencana secara fisik. Contoh tindakan

mitigasi struktural adalah pembangunan rumah tahan gempa, pembangunan

infrastruktur, pembangunan tanggul di bantaran sungai, dan lain sebagainya.

Mitigasi nonstruktural adalah tindakan terkait kebijakan, pembangunan

kepedulian, pengembangan pengetahuan, komitmen publik, serta pelaksanaan

metode dan operasional termasuk mekanisme partisipatif dan penyebarluasan

informasi yang dilakukan untuk mengurangi resiko terkait dampak bencana.

Mitigasi merupakan tindakan yang paling efisien untuk mengurangi dampak yang

ditimbulkan oleh terjadinya bencana.

Jika dilihat dalam konteks bencana kebakaran, mitigasi bencana kebakaran

adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui

pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan

menghadapi ancaman bencana kebakaran. Tindakan mitigasi terdiri atas tindakan

struktural dan nonstruktural. Tindakan mitigasi yang bersifat struktural contohnya

adalah pemasangan instalasi listrik oleh orang yang profesional dan penggunaan

bahan bangunan yang tidak mudah terbakar seperti kerangka baja ringan.

Tindakan mitigasi yang bersifat nonstruktural misalnya pelatihan untuk

membangun kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang dihadapi dan pelatihan

serta pengorganisasian sukarelawan bagi kegiatan bencana kebakaran.

2.4. Alur berpikir

Suatu bencana dapat mengancam keberfungsian sosial masyarakat dalam

hal ini kesejahteraan sosial dalam masyarakat dapat terganggu. Seperti yang kita

tahu, pekerja sosial memiliki peran yang besar dalam mengelola bencana salah

(26)

26

dampak bencana yang lebih luas. Demi keberlangsungan kehidupan kampus

dimana mahasiswa dan seluruh warga FISIP UI berada di dalamnya, perlu adanya

suatu perlindungan terhadap potensi terjadinya bencana karena segala macam

bencana dapat mungkin terjadi. Dilihat bahwa bencana merupakan sesuatu yang

tidak terduga terjadinya maka diperlukan mitigasi bencana untuk pencegahan dan

penanganan jika terjadi bencana sebagai bentuk kesiapan warga FISIP UI,

khususnya mahasiswa, terhadap tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.

Skema Alur Pemikiran

Pendidikan

Mitigasi

Bencana

Pengelolaan

bencana

Kebencanaan

Mitigasi Bencana

Nonstructural Mahasiswa

pengetahuan mahasiswa

pencegahan bencana

meminimalisir bencana Mitigasi Bencana

(27)

27 BAB 3

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang berusaha

memberikan gambaran lokasi penelitian secara menyeluruh dan bersifat deskriptif,

maka diperlukan suatu deskripsi yang memadai terkait dengan informasi tempat.

Pada bab ini akan dijelaskan kondisi geografis kampus FISIP UI, kondisi fisik

lokasi FISIP UI, serta gambaran umum sivitas kampus FISIP UI.

a. Kondisi Geografis Kampus FISIP UI

Wilayah yang dijadikan lokasi penelitian adalah Kampus FISIP UI, salah

satu dari 13 fakultas yang berdiri di UI. Kampus ini berada di wilayah depok, baik

secara geografis maupun administratif. Ada beberapa moda transportasi yang

dapat digunakan untuk mencapai kampus ini yaitu menggunakan moda

transportasi KRL, kopaja, angkutan kota, bus deborah, patas mayasari, ojek,

ataupun berjalan kaki.

Terkait dengan kondisi fisik kampus FISIP UI, bisa dibilang bahwa

sebagian besar areanya didominasi oleh gedung bertingkat sebagai tempat

perkuliahan, perkantoran, serta administrasi fakultas. Sedangkan sebagian sisanya

terdiri atas lahan terbuka. Lahan terbuka yang ada digunakan untuk taman serta

tempat perkir bagi dosen, karyawan, serta tamu. Sedangkan lahan parkir untuk

mahasiswa berada di sebelah timur jalan utama dengan posisi berseberangan

dengan wilayah kampus FISIP UI.

Secara geografis, wilayah kampus FISIP UI berbatasan langsung dengan

wilayah lain diantaranya:

Batas Utara : Lapangan parkir dan futsal

Batas Barat : Pusat Studi Jepang dan Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Batas Timur : Fakultas Psikologi dan Fakultas Hukum

(28)

28

Letak Kampus FISIP UI bisa dibilang berada pada lokasi yang strategis.

FISIP UI bersebelahan dengan beberapa fasilitas seperti Pusat Studi Jepang,

Lembaga Bahasa Internasional FIB UI, Lapangan Futsal, serta Perpustakaan Pusat

UI. Selain itu, kampus FISIP UI berjarak cukup dekat dengan Masjid Ukhuwah

Islamiyah dan Stasiun UI. Letak kampus ini juga berada pada deretan awal

fakultas bila dilihat dari Gerbang Utama UI.

b. Kondisi Fisik Kampus FISIP UI

Bila kita melihat kondisi fisik dari wilayah kampus FISIP UI, dapat kita

lihat bahwa kampus ini terdiri atas berbagai macam gedung yang berjumlah 11

gedung yang memiliki berbagai fungsi yang berbeda di setiap gedungnya. Gedung

A digunakan sebagai gedung Dekanat. Gedung F digunakan untuk keperluan

administrasi dari berbagai aspek seperti akademik, kemahasiswaan, alumni,

ataupun infrastruktur. Gedung B, E, H, G, N, M, serta komunikasi digunakan

untuk keperluan perkuliahan, administrasi, kajian, serta kantor dosen. Gedung

Koenjaraningrat digunakan sebagai kantor dosen. Gedung D, yang memiliki nama

lain Miriam Budiardjo Research Center (MBRC), digunakan sebagai

perpustakaan fakultas dan tempat mengerjakan tugas kuliah mahasiswa.

Sedangkan Taman Korea digunakan sebagai kantin. Selain untuk peruntukan

kuliah, kampus FISIP UI juga memiliki mushola untuk menunjang kebutuhan

ibadah sivitas akademika yang beragama Islam.

Selain gedung, kampus FISIP UI juga dilengkapi dengan taman yang

tersebar di beberapa tempat. Terdapat taman teletubies di belakang taman korea,

serta taman penjara yang berada di sebelah gedung E. Fungsi taman itu selain

digunakan untuk resapan air juga digunakan sebagai tempat berkumpulnya

mahasiswa.

Kondisi masing masing gedung secara keseluruhan berada dalam kondisi

yang cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari keadaan cat, plafon, pintu, serta aspek

material krusial lainnya yang memiliki tingkat kerusakan yang minim. Akan tetapi

bila dilihat lebih lanjut masing masing gedung memiliki berbagai komponen

kerusakan di dalamnya. Contohnya adalah kerusakan pendingin ruangan serta

(29)

29

Sedangkan untuk lahan yang sifatnya terbuka, kondisinya berada dalam

level yang cukup terawat. Hal ini ditandai dengan aktivitas penyapu serta

pemotong rumput yang membersihkan area terbuka secara berkala. Sealin itu pada

beberapa lokasi terdapat tong sampah untuk mengantisipasi sampah yang muncul

setelah aktivitas sivitas akademika.

Di masing masing gedung terdapat elemen K3 seperti Hydrant. Sedangkan

elemen lainnya seperti tombol alarm ataupun poster tidak rterdapat di setiap

gedung FISIP UI secara merata. Fasilitas poster K3 baru dijumpai di gedung H

dan F. Tombol alarm dijumpai di gedung H. Springkler terdapat di beberapa gedung seperti gedung H dan A. Bisa dibilang, gedung H memiliki fasilitas K3

paling lengkap dibandingkan dengan gedung yang lain.

Gambar 3.1. Tangga Darurat Gedung H FISIP UI

(30)

30

Gambar 3.3. Poster K3 Gedung H FISIP UI

c. Gambaran Umum Sivitas Akademika

Kampus FISIP UI Memiliki berbagai status terkait dengan sivitas

akademikanya. Terdapat tiga status besar yang melekat pada sivitas akademika

FISIP UI. Ketiga status tersebut adalah dosen, karyawan, dan mahasiswa.

Mahasiswa dalam posisinya sebagai sivitas akademika FISIP UI memiliki

massa yang besar. Hal ini bisa dilihat dari jumlah mahasiswa FISIP UI yang

berkisar pada angka 4000 mahasiswa. Setiap tahunnya, FISIP UI menerima

mahasiswa dengan jumlah kisaran 800 orang. Hal ini jauh melampaui jumlah

dosen serta karyawan.

Peran yang dijalankan oleh masing masing status sivitas akademika tentu

saja berbeda. Karyawan memiliki fungsi sebagai eksekutor lapangan dalam

beberapa aspek seperti administrasi, ventura, infrastruktur, ataupun keamanan.

Status mereka berdasarkan tingkat kepegawaian juga berbeda. Ada yang berstatus

Pegawai Negeri Sipil (PNS), non-PNS, ataupun outsourching.

Dosen merupakan elemen yang menjalankan peran sebagai fasilitator

pembelajaran kepada mahasiswa. Selain sebagai fasilitator pembelajaran,

beberapa dosen memiliki jabatan struktural dalam lingkungan dekanat dan

(31)

31

yang dimiliki, yaitu perumus dan pemutus kebijakan sesuai dengan lingkup

amanah yang diemban.

Sedangkan mahasiswa sebagai entitas massa yang terbesar memiliki peran

sebagai subjek pembelajaran. Hal ini ditandai dengan aktivitas mahasiswa yang

mengikuti proses pembelajaran di dalam kelas. Selain itu, mahasiswa juga

memiliki aktivitas masing-masing sesuai dengan bidang yang dijalani. Ada yang

berperan dalam ranah keorganisasian resmi, komunitas pemikiran, komunitas

(32)

32 BAB 4

TEMUAN LAPANGAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dijelaskan berbagai temuan lapangan yang telah

berhasil didapatkan. Bab ini akan memberikan hasil temuan lapangan berdasarkan

tujuan penelitian. Tujuan pertama penelitian berusaha menggambarkan lebih

dalam mengenai upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam

memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Tujuan

penelitian yang kedua adalah menjelaskan mengenai proses pemberian pendidikan

mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI. Sedangkan tujuan penelitian yang

ketiga adalah berusaha mengetahui seberapa jauh pengetahuan mahasiswa FISIP

UI dalam usaha-usaha mitigasi bencana.

Pembahasan merupakan perbandingan fakta empiris berupa data dari

temuan lapangan dengan konteks teoritis yang telah dicantumkan pada BAB 2.

4.1 Temuan Lapangan

4.1.1 Gambaran upaya yang telah dilakukan pihak kampus FISIP dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan sejumlah informan,

maka diperoleh hasil temuan lapangan mengenai berbagai upaya pendidikan

mitigasi bencana yang dilakukan oleh pihak kampus FISIP UI. Menurut penuturan

dari informan pejabat FISIP, pihak kampus telah melakukan upaya pendidikan

mitigasi bencana kepada mahasiswa dalam bentuk simulasi bencana kebakaran

kepada warga FISIP.

...“ejauh i i ya g sudah dilakuka , si ulasi u tuk warga FI“IP Terkait ke akara .

(33)

33

Selain melakukan simulasi bencana kebakaran kepada warga FISIP, pihak

kampus juga telah mengupayakan pengadaan fasilitas tanggap darurat dalam

bentuk penambahan anggaran perbaikan dan peremajaan fasilitas di tiap gedung

serta terus melakukan kontrol yang tepat. Hal tersebut seperti yang terdapat dalam

pernyataan dari informan kami yang mengatakan bahwa upaya-upaya telah

dilakukan pihak kampus dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana kepada

mahasiswa FISIP UI.

...Langkah yang dilakukan pihak infrastruktur adalah identifikasi masalah dan berusaha untuk memetakan semua permasalahan baik itu dari sisi sarana yang ada dan melakukan penambahan anggaran agar bisa dilakukan perbaikan dan peremajaan pada kondisi panel induk setiap gedung juga terus melakukan kontrol yang tepat agar jangan sampai terjadi hal serupa dimasa yang akan datang, bekerjama dengan petugas K3 fisip dan PAU. Sudah pernah ada sosialisasi untuk program tanggap darurat ini namun frekuensi kegiatan yang lebih sering dan terpadu yang memang masih perlu dijalankan agar program ini lebih efektif dan bisa berjalan dengan baik sebagaimana mestinya . (MI, Pejabat FISIP, 6 Mei 2015)

Informan yang berasal dari pejabat FISIP mengatakan bahwa dalam

mengupayakan pemberian pendidikan mitigasi bencana, pihak kampus telah

melakukan pengadaan berbagai fasilitas tanggap darurat di setiap gedung seperti

APAR. Berdasarkan penuturan dari informan yang lain juga disebutkan bahwa

pihak kampus telah mengusahakan penambahan anggaran perbaikan dan

peremajaan fasilitas di tiap gedung serta terus melakukan kontrol yang tepat.

Dalam hal upaya pendidikan mitigasi bencana di masa yang akan datang,

pihak kampus berencana akan melakukan sosialisasi terkait keselamatan,

kesehatan kerja dan lingkungan untuk seluruh warga FISIP UI termasuk

mahasiswa.

(34)

34

Selain itu, dalam mempersiapkan kapasitas dan kemampuan merespon

bencana yang lebih tanggap, pihak kampus juga melakukan pemetaan masalah

terkait pengadaan sarana serta fasilitas tanggap darurat di setiap gedung dan juga

melakukan penambahan anggaran agar segala operasional terkait respon tanggap

bencana dapat dilakukan.

...Langkah yang dilakukan pihak infrastruktur adalah identifikasi masalah dan berusaha untuk memetakan semua permasalahan baik itu dari sisi sarana yang ada dan melakukan penambahan anggaran agar bisa dilakukan perbaikan dan peremajaan pada kondisi panel induk setiap gedung juga terus melakukan kontrol yang tepat agar jangan sampai terjadi hal serupa dimasa yang akan datang bekerjama dengan petugas K3 fisip dan PAU . (MI, Pejabat FISIP, 6 Mei 2015)

Informan MI mengaku bahwa pihaknya sebagai unit infrastruktur yang

berfungsi dalam pengadaan fasilitas dan sarana respon tanggap darurat melakukan

penambahan anggaran terkait operasionalisasi dan perbaikan fasilitas di setiap

gedung dan juga melakukan kontrol, selain itu juga dilakukan kerja sama dengan

unit lainnya di FISIP yaitu unit K3 dan PAU. Di sisi lain, pemberian pendidikan

mitigasi bencana kepada mahasiswa dilakukan oleh pihak kampus secara

langsung melalui materi perkuliahan. Sebagaimana pernyataan dari AB sebagai

informan mahasiswa, pendidikan mitigasi bencana dimasukan ke dalam materi

perkuliahan salah satu mata kuliah wajib Universitas.

...Pernah, waktu MPKT B. Hmmm, ga tau poin – poin nya, ya intinya itu supaya bisa selamat dari bencana, Si. Ku lupa, kalau aku ada di keadaan bencana, aku improvisasi sih . (AB, mahasiswa, 3 Mei 2015)

Berdasarkan pernyataan Informan mahasiswa, mereka mendapatkan

pendidikan mitigasi bencana dari materi perkuliahan MPKTB. Pendidikan

mitigasi bencana yang di dapat berupa teori-teori mengenai kebencanaan. Selain

mendapatkan teori dari amteri perkuliahan, beberapa informan mahasiswa juga

(35)

35

namun tidak semuanya tersosialisasi dengan baik sehingga jalannya simulasi

menjadi tidak efektif.

...iya walaupun sudah ada alat yang tersedia tetep mahasiswa itu perlu untuk menggunakannya dan bersikap ketika terjadi kebakaran kayak gitu . (RN, mahasiswa, 02 Mei 2015)

...Katanya waktu itu di gedung H itu pernah latihan mitigasi bencana gitu ya, tapi katanya ga semuanya jalanin itu dengan serius jadi kayak apa sih kayak ganggu waktu belajar aja . (YG, mahasiswa, 03 Mei 2015)

Berdasarkan pernyataan informan karyawan FISIP, pemberian pendidikan

mitigasi bencana tidak hanya diberikan kepada mahasiswa, melainkan juga

kepada para cleaning service dan pedagang kantin. Menurut penuturan dari informan kami yaitu pedagang takor, pada masa kepemimpinan Dekan FISIP

sebelumnya telah dilakukan penyuluhan mengenai bencana kebakaran.

...Waktu itu pernah sih waktu pak gumilar jadi dekan fakultas. Pedagang takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gimana cara menanggulangi kebakaran, ciri ciri kebakaran, ya gitu gitu lah. Sudah pernah ada sosialisasi untuk itu. Tapi semenjak pak gumilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu.Jadi dari pak bambang sampai sekarang pak ary udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor. Semenjak tahun 1982 pas saya masih jaga kantin di rawamangun, belum ada sih pelatihan kebakaran. Ya pas masa pak gumilar itu baru ada . (PT, pedagang kantin, 11 Mei 2015)

Pada masa kepemimpinan Pak Goemilar sebagai Dekan FISIP, telah

dilakukan penyuluhan mengenai bencana kebakaran seperti bagaimana cara untuk

menanggulangi bencana kebakaran hingga bagaimana ciri-ciri terjadinya

kebakaran. Pihak kampus telah melakukan upaya pendidikan mitigasi bencana

kepada para pedagang kantin. Namun ketika Dekan tersebut tidak lagi menjabat,

belum ada lagi pelatihan terkait bencana kebakaran kepada para pedagang kantin.

(36)

36

dalam memberikan pendidikan mitigasi bencana, dia menjawab hingga sekarang

masih belum ada kegiatan yang serupa.

...Sudah pernah ada sosialisasi untuk itu. Tapi semenjak pak gumilar ditarik jadi rektor udah ga ada yang kaya gitu.Jadi dari pak bambang sampai sekarang pak ary udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor . (PT, pedagang kantin, 11 Mei 2015)

Berdasarkan pernyataan informan pedagang kantin tersebut, untuk

pendidikan mitigasi bencana terkait sosialisasi dan pelatihan kepada para

pedagang kantin belum pernah dilakukan lagi semenjak Pak Goemilar tidak

menjabat menjadi Dekan FISIP lagi.

4.1.2 Proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa FISIP UI

Pemberian Pendidikan Mitigasi Bencana yang dilakukan oleh pihak kampus

FISIP UI berawal dari penandatanganan Komitmen Kebijakan Keselamatan

Kesehatan Kerja dan Lingkungan atau (K3L) oleh Bapak Gumilar Soemantri

Rektor UI kala itu yang diikuti oleh seluruh fakultas di Universitas Indonesia.

Informasi tersebut diperoleh berdasarkan penuturan informan pejabat kampus

FISIP UI yang menangani perihal infrastruktur kampus serta dari pegawai FISIP

UI dan Pedagang Kantin FISIP UI.

Isu ta ggap darurat aupu pe a ggulangan bencana di lingkungan fisip UI adalah bentuk dan peran serta kita semua selaku civitas akademik untuk concern dan peduli menjadi agenda utama di fisip ui adalah semenjak mantan rektor Gumilar soemantri menandatangani kebijakan K3L untuk UI dan diikuti oleh seluruh fakultas . (MI, 6 Mei 2015)

(37)

37 Per ah, waktu MPKT B . (AB, 3 Mei 2015)

Pernyataan yang diutarakan oleh bapak MI dan bapak PT memiliki

kesamaan, Namun terdapat perbedaan informasi yang ditemukan sewaktu proses

wawancara kepada responden OB FISIP UI. Pada responden mahasiswa

pendidikan mitigasi bencana baru pada mata kuliah MPKT B namun pelatihan

dari penerapan implementasi belum diterapkan.

4.1.2.1 Perbedaan pendapat Informan

Dalam pencarian data melalui metode wawancara mendalam peneliti

menemui perbedaan informasi dari informan terkait awal mula adanya pendidikan

mitigasi bencana di FISIP UI.

Per ah sih waktu itu kita offi e oy diku puli di gedu g H. Kegiata ya

dilaksanakan beberapa lama abis gedung C kebakaran. Pelatihannya hanya sekali waktu itu. Waktu itu pelatihannya Cuma diajarin dua hal, yaitu cara make hidran dan evakuasi penghuni gedung. Pelatihannya diikuti oleh beberapa OB. Ga wajib. Tempatnya pelatihannya dipusatkan di gedung H (OB, 18 Juni 2015)

“e e jak deka ya Pak Gu ilar, ka i elu per ah ada tuh pelatihan kebencanaan. Dari masa mas Gumilar ataupun mas Bambang. Tapi sejak deka ya Pak Arie, aru ada pelatiha . (OB, 18 Juni 2015)

Berdasarkan pernyataan dari OB tersebut menyatakan bahwa pelatihan

mengenai pendidikan mitigasi bencana baru ada pada saat dekan pak Arie,

sedangkan dua dekan sebelumnya belum pernah diadakan. Berbeda dengan hasil

wawancara dari pernyataan dua responden sebelumnya.

4.1.2.2 Hambatan yang dialami FISIP UI dalam Pendidikan Mitigasi Bencana

kepada Mahasiswa FISIP UI

Dalam proses pengadaan pendidikan mitigasi bencana mengalami

(38)

38

serta tidak meratanya proses sosialisasi pemberian pendidikan Mitigasi Bencana

kepada warga FISIP UI. Seperti tidak melibatkan keseluruhan mahasiswa, hanya

Dosen, pegawai FISIP UI, pegawai kantin dan OB yang diikutsertakan dan itu pun

tidak wajib bagi peserta.

“ejauh i i ya g sudah dilakuka , si ulasi u tuk warga FI“IP Terkait ke akara . Tidak secara menyeluruh. Hanya beberapa stakeholder yang sudah dilatih seperti karyawan dan beberapa dosen. Dosen sendiri waktu itu sedikit yang datang. Mahasiswa sih belum kita libatkan banget. Masih belum ada sosialisasi. Tapi saya yakin mahasiswa banyak yang aware. Apalagi mahasiswa kan stakeholder yang paling banyak dan vital. Rencananya bukan tahun ini mungkin. Kita akan ada sosialisasi K u tuk seluruh warga FI“IP . (K3, 4 Mei 2015)

“udah per ah ada sosialisasi u tuk itu. Tapi se e jak pak Gu ilar ditarik jadi

rektor udah ga ada yang kaya gitu. Jadi dari pak Bambang sampai sekarang pak Arie udah ga ada pelatihan lagi buat pedagang takor. Semenjak tahun 1982 pas saya masih jaga kantin di rawamangun, belum ada sih pelatihan kebakaran. Ya pas masa pak Gumilar itu baru ada. Waktu itu pernah sih waktu pak Gumilar jadi dekan fakultas. Pedagang takor dikumpulin gitu buat ada penyuluhan. Kayak gi a a ara e a ggula gi ke akara , iri iri ke akara , ya gitu gitu lah . (PT, 11 Mei 2015)

Kemudian selain hambatan pada proses pemberian pendidikan mitigasi

bencana, peneliti memperoleh informasi terkait masih kurangnya fasilitas

keamanan pada bencana kebakaran dan maintaining dari pelayanan kampus FISIP UI

“elai itu, a yak fasilitas ya g gga berfungsi. Sejauh ini baru APAR yang ada di setiap gedung. Sisanya kayak sirine, itu mati. Sama kayak detektor asap. Mati juga. Tau tuh kalo di gedung ada sirine atau detektor asap. Apa ada salurannya atau

(39)

39

Kejadia ke akara ja uari le ih diaki atka oleh faktor kura g ya concern

pimpinan yang terdahulu untuk meremajakan instalasi listrik gedung yang semestinya sudah harus diganti dikarenakan beban yang semakin tinggi pula terlepas itu memang menjadi tanggung jawab kita bersama untuk saling menjaga da e gi gatka . (MI, 6 Mei 2015)

“e e ar ya, ka i e dapatka araha dari “u Dit K L UI. Mereka e eri

arahannya. Sedangkan kami merupakan pelaksana tingkat fakultas. Awalnya petugas K3L di FISIP UI ada dua orang. Tetapi sekarang saya tinggal sendiri karena partner saya mundur. Jadi kita hanya menyesuaikan kebijakan K3L UI sesuai dengan kondisi FISIP. Sejauh ini yang sudah dilakukan, simulasi untuk warga FISIP Terkait kebakaran. Kita ada APAR di setiap gedung. Ada tangga darurat juga di gedung M, H, dan F. Dulu tangga daruratnya jadi gudang tapi sekarang di ersihka . Tapi sekara g asih ditaro uat ara g lagi . (K3, 4 Mei 2015)

Kurangnya fasilitas keamanan untuk bencana kebakaran terbukti dari

kutipan verbatim berikut ini.

Di takor e a g ahaya sih. Ko struksi ya aja kayu. Ma a ga ada alat alat pemadam kebakaran ataupun alat kebencanaan satupun di sini. Listriknya juga udah pada tua belum ada perbaikan. Waktu itu kan pernah kantor BPM nyaris kebakaran. Itu arena kondisi listrik yang sudah tua. Untung bisa ditanggulangi. Nah ya g kaya gitu tuh per ah terjadi. (PT, 11 Mei 2015)

Ya kita e ga dalka ko disi sekitar aja lah ya. Misal ada toilet. Nah di situ kita ambil air buat pemadaman. Atau pake air kolam. Kita ga pake lah alat alat gitu. Ka ga ada. (PT, 11 Mei 2015)

Berdasarkan apa yang telah dijelaskan, maka berikut ini ditampilkan tabel

ringkasan dari proses pemberian pendidikan mitigasi bencana kepada mahasiswa

Gambar

Tabel 1.1 Skema Pemilihan Informan
Tabel 1.2 Timeline Penelitian
Tabel 2.1 Definisi Bencana
Gambar 3.1. Tangga Darurat Gedung H FISIP UI
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tabela 7: Število samozaposlitev po občinah v obdobju 2001 – 2004 Oddelek za prestrukturiranje RTH, 2006 Tabela 8: Število prezaposlitev in samozaposlitev skupaj po občinah v

Kebudayaan mempunyai fungsi yang besari bagi mnausia dan masyarkat, berbagai macam kekuatan harus dihapi sepert kekuatan alam dan kekuatan lain. Selain itu manusia

Dengan melihat Gambar 4.8, suhu tertinggi terjadi di Bulan Agustus yaitu sebesar 31,88°C pada bulan ini sedang terjadi musim timur, suhu menurun sampai menjelang

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

Analisis yang didasrkan pada Equivalent-plate model dengan first-order shear deformation theory berdasarkan Reissner-Mindlin dilakukan untuk mendapatkan frekuensi pribadi dan

Video "The Grammar Gear: A Fun Journey to Learn 12 Basic Tenses" menyampaikan materi yang diproduksi untuk tujuan spesifik, yaitu pelajar yang sudah mempelajari

Penelitian-penelitian yang telah dilakukan mengenai potensi industri dan pengembangan daerah sebelumnya antara lain : Rachmawati dan Amir (2003) meneliti mengenai

Rekomendasi yang dibuat untuk fase kedua termasuk fokus pada revisi dan finalisasi produk-produk, dan intensifikasi kerjasama dengan para mitra nasional agar memastikan