Agung Erfandi
ABSTRAK
PENGARUH PENGGUNAAN BIOMIKRO PADA PEMBERIAN KOMBINASI JERAMI DAN PUPUK KANDANG TERHADAP
P-tersedia,K-dd, Ca-dd, Mg-dd DAN KTK PADA LAHAN PERTANAMAN JAGUNG (Zea mays L.)
Oleh
AGUNG ERFAND1
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pakan dan industri lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri terus meningkat dari tahun ke tahun. Untuk memenuhi kebutuhan jagung harus dilakukan impor, terutama dari Amerika. Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun 2010 akan terus meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi jagung dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan bahkan ditiadakan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian biodekomposer (Biomikro) pada kombinasi jerami dan pupuk kandang terhadap P-tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK pada pertanaman jagung (Zea mays L.).
Percobaan dilakukan di kebun percobaan BPTP Lampung, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada bulan Maret hingga Juli 2009. Analisis Tanah dilakukan di Laboratorium Ilmu Tanah Jurusan Ilmu Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Agung Erfandi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemberian biomikro tidak berpengaruh pada kombinasi jerami + pupuk kandang terhadap ketersediaan P, K-dd, Mg-dd, Ca-dd dan KTK di dalam tanah pada lahan pertanaman jagung.
Pemberian bahan organik segar dengan penambahan biomikro yang langsung diaplikasikan ke tanah lebih tinggi daripada pemberian bokasi terhadap P-tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK di dalam tanah pada lahan pertanaman jagung.
Pemberian kombinasi jerami dan pupuk kandang serta penambahan biomikro tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap Mg-dd di dalam tanah pada lahan pertanaman jagung.
Agung Erfandi
ABSTRACT
EFFECT OF COMBINED USE OF BIOMIKRO ON GRANTING OF STRAW AND MANURE P-available, K-dd, Ca-dd, Mg-dd, AND
CEC ON LAND Maize (Zea mays L.)
By
AGUNG ERFANDI
In Indonesia, maize is the second stafle food after rice. In addition, corn is also used as a raw material feed industry and other industries. This resulted in domestic corn demand is increasing from year to year. To meet the needs of maize must be imported, mainly from America. It is estimated that domestic corn demand until the year 2010 will continue to increase in relation to the increasing population and growing food and feed industries. Therefore, domestic corn production should be increased so that the volume of imports can be reduced and even abolished.
This study aims to determine the effect of biodecomposer (Biomikro) on a combination of straw and manure on P-available, K-dd, Ca-dd, Mg-dd and CEC on land maize (Zea mays L.).
Experiments carried out in the garden experiment BPTP Lampung, Country Village Queen, Natar Subdistrict, South Lampung Regency in March to July 2009. Soil analysis conducted at the Laboratory of Soil Science, Soil Science Department Faculty of Agriculture, University of Lampung.
Agung Erfandi
The results showed that the granting biomikro no effect on the combination of straw + manure on the availability of P, K-dd, Mg-dd, Ca-dd and CEC in the soil at planting corn land.
Providing fresh organic material with the addition of biomikro that directly applied to the soil is higher than the delivery of P-available fermented, K-dd, Ca-dd, Mg-dd and CEC in the soil on maize cropping land.
Providing a combination of straw and manure and the addition biomikro not give a real difference to Mg-dd in the soil on maize cropping land.
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang dan Masalah
Di Indonesia jagung merupakan bahan pangan kedua setelah padi. Selain itu,
jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri, pakan ternak dan industri
lainnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan jagung di dalam negeri terus meningkat
dari tahun ke tahun. Diperkirakan kebutuhan jagung dalam negeri sampai tahun
2010 akan terus meningkat sehubungan dengan bertambahnya jumlah penduduk
dan berkembangnya industri pangan dan pakan. Oleh karena itu, produksi jagung
dalam negeri perlu ditingkatkan sehingga volume impor dapat dikurangi dan
bahkan ditiadakan (Sustiprijatno, 2007).
Untuk memenuhi kebutuhan jagung yang terus meningkat, diperlukan
peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas lahan dan tanaman serta
perluasan areal pertanaman (IPPTP, 1997; BPTP, 2000). Peningkatan
produktivitas lahan dan tanaman dapat dilakukan dengan penambahan input.
Sedangkan perluasan areal tanam dapat dilakukan dengan pembukaan lahan baru
terutama pemanfaatan lahan-lahan marginal (Adisarwanto dan Widyastuti, 2002).
Sebagian besar lahan pertanian intensif telah mengalami degradasi lahan dan
menyebabkan penurunan produktivitas lahan. Hal ini berkaitan dengan
terkurasnya unsur-unsur hara makro dan menurunnya kesuburan fisik tanah akibat
2
intensitas tanam yang tinggi dan terlalu mengandalkan pupuk anorganik
(Sumarno, 2006). Bahan organik tanah menjadi salah satu indikator kesehatan
tanah karena memiliki beberapa peranan kunci di tanah. Perbaikan sifat fisik dan
kimia tanah dapat dilakukan dengan mengembalikan dan menambahkan bahan
organik ke lahan-lahan pertanian (Sarno, 2004). Pemberian pupuk organik
diharapkan dapat meningkatkan produksi karena selain menyediakan unsur hara
bagi tanaman juga dapat memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah (Nurtika dan
Sumarna, 1992).
Jerami padi adalah limbah pertanian yang cukup tersedia sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai pupuk organik yang dapat meningkatkan kesuburan tanah,
produksi dan pendapatan (Sutanto, 2002). Pemanfaatan jerami dalam kaitannya
untuk menyediakan hara dan bahan organik tanah adalah merombaknya menjadi
kompos.
Manfaat kompos jerami tidak hanya dilihat dari sisi kandungan hara saja. Kompos
juga memiliki kandungan C-organik yang tinggi. Penambahan kompos jerami
akan menambah kandungan bahan organik tanah. Pemakaian kompos jerami yang
konsisten dalam jangka panjang akan dapat menaikkan kandungan bahan organik
tanah dan mengembalikan kesuburan tanah.
Mengingat pentingnya peranan bahan organik dalam mempertahankan dan
meningkatkan kesuburan tanah, maka upaya peningkatan kesuburan tanah melalui
daur ulang nutrisi tanaman harus dioptimalkan. Sumber bahan pupuk organik
yang banyak terdapat disekitar petani adalah pupuk kandang dan jerami.
3
dalam pembentukan dan stabilitas agregat tanah, serta mengandung sejumlah
cadangan hara yang dapat dilepas secara perlahan, khususnya nitrogen (Brady and
Weil, 1996). Jerami padi merupakan sumber bahan organik yang potensial dan
mudah didapat. Namun tingginya kadar selulosa dan lignin menjadi kendala
utama, karena proses dekomposisi secara alami akan berjalan lebih lama. Untuk
itu perlu dicari suatu cara yang dapat meningkatkan efektivitas penggunaan jerami
padi dan pupuk kandang.
Salah satu cara untuk meningkatkan efisiensi penggunaan jerami adalah dengan
mengkombinasikan jerami dengan pupuk kandang kotoran sapi. Kotoran sapi
merupakan salah satu pupuk kandang dan bahan organik yang memiliki
kandungan C-organik dan K yang tinggi serta beberapa unsur hara lain seperti N
dan P (Tejasarwana, 1998). Proses perombakan bahan organik yang terjadi secara
alami akan membutuhkan waktu relatif lama sangat menghambat penggunaan
bahan organik sebagai sumber hara. Apalagi jika dihadapkan kepada tenggang
waktu masa tanam yang singkat, sehingga pembenaman bahan organik sering
dianggap kurang praktis dan tidak efisien. Untuk mengatasi hal tersebut,
pemanfaatan mikroorganisme perombak bahan organik merupakan alternatif yang
efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik, sehingga masa penyiapan
lahan dapat lebih singkat dan mempercepat masa tanam berikutnya, yang berarti
akan meningkatkan intensitas pertanaman (Saraswati dan Sumarno, 2006).
Disamping itu diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam
tanah-tanah pertanian.
4
B. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian biodekomposer
(Biomikro) pada kombinasi jerami dan pupuk kandang terhadap P-tersedia, K-dd,
Ca-dd, Mg-dd dan KTK pada lahan pertanaman jagung (Zea mays L.).
C. Kerangka Pemikiran
Bahan organik tanah merupakan suatu sistem yang komplek dan dinamis, berasal
dari sisa tanaman dan hewan yang terdapat di dalam tanah yang terus menerus
mengalami perubahan yang dipengaruhi faktor biologi, fisika dan kimia tanah
(Kononova, 1966). Pengolahan lahan yang tidak tepat seperti pertanian intensif
akan semakin memperbesar kehilangan bahan organik tanah. Kandungan bahan
organik tanah yang rendah dapat menyebabkan kesuburan tanah rendah sehingga
produktivitas tanah juga rendah (Adiningsih dan Sujadi, 1993).
Penurunan kandungan bahan organik lebih dari 40% sudah berbahaya sekali
karena tanah yang miskin bahan organik akan berkurang kemampuan daya sangga
terhadap pupuk, sehingga efesiensi pupuk anorganik berkurang disebabkan
sebagian besar pupuk akan hilang dari lingkungan perakaran selanjutnya
mengakibatkan produksi menurun. Untuk itu bahan organik tanah tidak saja perlu
dipertahankan, tetapi harus ditingkatkan secara teratur (Hakim dkk., 1986; Adi
dkk., 1984; Sumarno, 2006) melalui penambahan bahan organik ke tanah-tanah
pertanian. Menurut Purwowidodo (1982), pengangkutan bahan organik tanah ke
luar lahan yang tidak diimbangi dengan tindakan pengembaliannya secara efektif
5
lanjut ia mengemukakan bahwa untuk mengatasi masalah ini ada beberapa cara
yang dapat ditempuh, yaitu dengan mengembalikan sisa-sisa panen sebagai mulsa
atau membenamkannya pada saat pengolahan tanah sebagai sumber bahan organik
dan unsur hara. Soepardi (1982) mengemukakan bahwa proses mineralisasi bahan
organik akan melepaskan unsur hara yang semula berbentuk ikatan organik dan
tidak tersedia menjadi ikatan anorganik yang tersedia bagi tanaman. Saraswati
(2008) mengemukakan, bahwa pemanfaatan mikroorganisme perombak bahan
organik yang sesuai dengan substrat bahan organik dan kondisi tanah merupakan
alternatif yang efektif untuk mempercepat dekomposisi bahan organik dan
sekaligus sebagai suplementasi pemupukan. Percepatan perombakan sisa hasil
tanaman dapat meningkatkan kandungan bahan organik dan kesediaan hara tanah.
Rosmarkam (2001) menyatakan bahwa pupuk kandang yang dicampur dengan
tanah semakin lama diinkubasikan akan mengalami dekomposisi dan mampu
menyediakan unsur hara bagi tanaman. Pemberian pupuk kandang 2,5 – 5 t ha-1,
setara dengan 0,90 – 1,08 kg P, pada tanah sulfat masam meningkatkan
ketersediaan P tanah dari 61,65 ppm menjadi 130,20 ppm. Pemberian bahan
organik mempunyai pengaruh residu terhadap peningkatan ketersediaan P
(Balitra, 1998). Pemberian pupuk kandang 5 t ha-1 + 50 kg TSP memberikan
ketersediaan hara N, P, dan K yang sama baiknya dengan pemberian 100 kg TSP
pupuk kandang (Djamaluddin, 1985).
Lumbanraja dkk. (1997) menunjukkan bahwa tinggi Ca-dd, Mg-dd dan Na-dd
pada tanah yang diolah minimum dan tanpa olah disebabkan oleh tingginya
6
menghasilkan senyawa-senyawa sederhana seperti HCO3-, NO3-, SO42-, HPO43-,
K+, Ca2+, dan Mg2+ (Buckman dan Brady, 1982). Senyawa-senyawa sederhana
tersebut dapat menambat kandungan hara di dalam tanah terutama basa-basa dapat
ditukar dan tersedia bagi tanaman. Hasil dekomposisi bahan organik juga
menghasilkan bahan humik (humus) yang sangat reaktif di dalam tanah.
Reaktifitas bahan humik tersebut disebabkan oleh adanya muatan negatif dari
gugus fungsionalnya yaitu karboksil (COOH) dan hidroksil fenolik (OH).
Muatan-muatan negatif ini memungkinkan bahan organik mengikat kation-kation
basa ( K, Ca, dan Mg) dalam bentuk yang tidak dapat tercuci namun dapat
dipertukarkan, sehingga unsur-unsur tersebut tidak tercuci dan terakumulasi di
lapisan tanah yang lebih dalam.
Pengaruh bahan organik yaitu dapat meningkatkan daya jerap dan kapasitas tukar
kation (KTK). Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) tanah berasal
dari bahan organik. Bahan organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation dua
sampai tiga puluh kali lebih besar daripada koloid mineral yang meliputi 30
sampai 90% dari tenaga jerap suatu tanah mineral. Peningkatan KTK akibat
penambahan bahan organik dikarenakan pelapukan bahan organik akan
menghasilkan humus (koloid organik) yang mempunyai permukaan dapat
menahan unsur hara dan air sehingga dapat dikatakan bahwa pemberian bahan
organik dapat menyimpan pupuk dan air yang diberikan di dalam tanah.
Peningkatan KTK menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur- unsur
7
Pupuk kandang dikombinasikan dengan jerami diharapkan dapat meningkatkan
P-tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK. Penambahan biodekomposer mikroba
perombak bahan organik (biomikro) diharapkan dapat mempercepat dekomposisi
sehingga diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penggunaan jerami dan
pupuk kandang.
D. Hipotesis
1. Pemberian biodekomposer (biomikro) pada kombinasi jerami dan pupuk
kandang dapat meningkatkan ketersediaan P, K-dd, Mg-dd, Ca-dd dan
KTK tanah pada lahan pertanaman jagung (Zea mays L.).
2. Pemberian perlakuan dengan dosis jerami dan pupuk kandang yang lebih
tinggi dapat meningkatkan ketersediaan P, K-dd, Mg-dd, Ca-dd dan KTK
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pemberian biomikro tidak berpengaruh pada kombinasi jerami + pupuk
kandang terhadap ketersediaan P, K-dd, Mg-dd, Ca-dd dan KTK di dalam
tanah pada lahan pertanaman jagung.
2. Pemberianbahan organik segar dengan penambahan biomikro yang langsung
diaplikasikan ke tanah lebih tinggi daripada pemberian bokasi terhadap
P-tersedia, K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan KTK di dalam tanah pada lahan
pertanaman jagung.
3. Pemberian kombinasi jerami dan pupuk kandang serta penambahan biomikro
tidak memberikan perbedaan yang nyata terhadap Mg-dd di dalam tanah pada
lahan pertanaman jagung.
B. Saran
Berdasarkan penelitian ini, disarankan melakukan penelitian pada musim
selanjutnya agar dapat melihat pola perubahan ketersediaan unsur hara makro dan
mikro akibat pemberian mikroba perombak bahan organik (biomikro) dengan