• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

Rizki Oktria

ABSTRAK

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS

PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG Oleh:

Rizki Oktria

Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional. Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menentukan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Uji kelaikan angkutan massal yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung pada saat ini masih terkesan hanya formalitas. Seharusnya uji kelaikan angkutan massal merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan kondisi kendaraan yang tidak baik atau tidak laik jalan atau beroperasi. Berdasarkan hal ini, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian dengan permasalahan sebagai berikut: a) Bagaimanakah penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung? b) Apakah faktor penghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung?

(2)

Rizki Oktria Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa: a) Penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dilakukan dengan menggunakan standar operasional pelayanan terutama waktu yang diperlukan untuk setiap kendaraan melakukan uji kelaikan. Waktu yang dipelukan dalam pengujian kendaraan bermotor di UPT Pengujian Kendaraan Bermotor adalah selama 30 menit. Selain itu, Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dalam melaksanakan standar operasional pelayanan, telah membuat alur dalam proses pelayanan pengujian kendaran bermotor. Alur ini memberikan panduan kepada pemohon (pemilik kendaraan bermotor) dalam mengajukan pengujian laik jalan, akan tetapi dalam pelaksanaannya belum optimal. b) Faktor penghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung adalah peralatan pengujian yang belum memadai dan terbatasnya petugas pengujian yang profesional yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang diujikan

Adapun saran yang diajukan peneliti, yaitu sebaiknya pemerintah Kota Bandar Lampung segera melakukan perbaikan terhadap peralatan yang digunakan dalam uji kelaikan kendaraan atau mengganti peralatan pengujian dengan peralatan yang baru dan lebih canggih dan dilakukan penambahan pegawai teknis pengujian kendaraan dan apabila diadakan perekrutan pegawai teknis baru yang bertugas melakukan pengujian kendaraan, pemerintah melakukan penyaringan secara selektif, sehingga pegawai yang dipekerjakan berkualitas dan profesional.

(3)

I. PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Transportasi merupakan fasilitas pendukung kegiatan manusia, transportasi tidak dapat dipisahkan dari aspek-aspek aktivitas manusia tersebut. Transportasi sudah menjadi kebutuhan

manusia yang mendasar, tanpa transportasi manusia dapat terisolasi dan tidak dapat melakukan suatu mobilisasi atau pergerakan. Manfaat mobilisasi tersebut dapat dilihat dari berbagai aspek sesuai tujuannya, yaitu aspek ekonomi, sosial, dan politis.

Transportasi juga diharapkan memiliki fungsi untuk memindahkan obyek sampai tujuan dengan selamat dan cepat, tidak melelahkan selama proses perpindahan, dan perjalanan tidak terkendala oleh hambatan bahkan tidak menimbulkan biaya ekonomi yang tinggi. Perkembangan

transportasi harus seimbang dengan perkembangan kegiatan kehidupan manusia, baik kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas yang dimaksud adalah kenyamanan para pengguna transportasi

harus selalu diperhatikan, sedangkan kuantitas yang dimaksud adalah jumlah moda transportasi. Pengadaan transportasi bukan merupakan hal yang mudah karena dibutuhkan perhitungan yang tepat dan secermat mungkin untuk dapat memproyeksikan kebutuhan manusia akan transportasi

itu sendiri.

Tranportasi juga memiliki hubungan yang erat dengan tata guna lahan dimana transportasi menjadi penghubung antar guna lahan, sehingga bila terjadi suatu peningkatan kegiatan pada

(4)

transportasi diharapkan dapat menyediakan aksesbilitas yang lebih baik, sehingga permintaan untuk membangun lahan akan meningkat karena ada peningkatan aksesbilitas yang

menyebabkan nilai lahan juga akan meningkat dan pada akhirnya nilai guna lahan tersebut akan berubah, misalnya menjadi lebih padat dari sebelumnya.

Pola pembangunan daerah yang terencana dengan baik mestinya didukung oleh pengadaan

jaringan transportasi dan infrastruktur yang memenuhi syarat. Selama ini terlihat bahwa perencanaan tata guna lahan (land use) kurang dipertautkan dengan rencana jaringan jalan, penyediaan air bersih, pembangunan air kotor dan sebagainya. Kurangnya dukungan jaringan

transpotasi dapat mengakibatkan kemacetan lalu lintas dan minimnya infrastruktur dapat menyebabkan kondisi lingkungan di suatu daerah menurun seperti kekurangan air bersih dan

banjir di musim hujan (Budihardjo, 1996: 46).

Peranan transportasi semakin penting sejalan dengan tingkat kemajuan perekonomian dan kemakmuran negara. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di wilayah perkotaan telah menarik arus urbanisasi yang tinggi sebab bagi banyak orang hal ini menjanjikan

kesempatan kerja yang lebih luas. Hal ini menjadikan tingkat pertumbuhan penduduk dan pekerja yang tinggi di wilayah ini.

Tingginya urbanisasi secara tidak langsung dapat dikatakan akibat tidak meratanya pertumbuhan

wilayah, antara daerah pedalaman dengan perkotaan. Semakin besarnya perbedaan antara tingkat pertumbuhan wilayah antara tingkat urbanisasi, yang apada gilirannya akan menimbulkan

(5)

Usaha pemerintah untuk memecahakan masalah transportasi perkotaan telah banyak dilakukan, baik dengan meningkatkan kapasitas jaringan jalan yang ada, maupun dengan penambahan

jaringan jalan baru, akan tetapi walaupun usaha usaha tersebut telah dilakukan dan telah menghabiskan banyak biaya tetap saja kemacetan lalu lintas tidak dapat di hindari. Hal ini disebabkan karena kebutuhan akan transportasi terus meningkat, sedangkan perkembangan

penyediaan fasilitas transportasi sangat rendah sehingga tidak dapat mengimbangi.

Pemerintah daerah melakukan berbagai langkah, baik berupa menyusun kebijakan, menyusun tindakan, maupun menggarap aspek hukum. Hasilnya berupa pembangunan dan pengembangan

prasarana, optimasi, penggunaan ruang jalan, serta penerapan peraturan dan hukum untuk menanggulangi kemacetan lalu lintas ini (Tamin, 2000: 39). Walaupun demikian, terlepas dari

penilaian terhadap efisiensi dan efektivitas kebijakan serta langkah yang diambil, tampaknya kondisi kemacetan di wilayah perkotaan tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Hal tersebut bukan saja karena kapasitas pelayanan yang kurang memadai, tapi juga karena pertumbuhan

permintaan yang cukup tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang dibutuhkan.

Faktor lain penyebab kemacetan di daerah perkotaan adalah meningkatnya kecenderungan para

pemakai jasa transportasi untuk menggunakan kendaraan pribadi dibandingkan dengan kendaraan umum. Menurunnya peranan kendaraan umum juga disebabkan oleh rendahnya tingkat pelayanan kendaraan umum itu sendiri. Pada dasarnya, tingkat pelayanan yang rendah itu

menyangkut sarana dan prasarana yang kurang memadai, waktu tempuh yang cukup lama, jumlah penumpang yang melebihi kapasitas angkut, tingkat kenyamanan yang rendah, sistem

(6)

Dewasa ini sistem transportasi di Indonesia mengalami banyak permasalahan, yang paling utama menjadi sorotan adalah masalah kemacetan, seperti uraian sebelumnya hal yang menyebabkan titik-titik kemacetan adalah tingginya konsumsi akan kendaraan pribadi, belum lagi

berkurangnya ruas jalan yang di sebabkan karena adanya jalur khususbusway, untuk masalah ini mungkin monorel merupakan salah satu solusi tepat dalam penerapan transportasi yang berkelanjutan (sustainable transport) karena letaknya yang memiliki jalur khusus seperti

jembatan layang sehingga tidak mengganggu transportasi darat lainnya.

Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya memajukan kesejahteraan umum sebagaimana

diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sebagai bagian dari sistem transportasi nasional, lalu lintas dan angkutan jalan harus dikembangkan

potensi dan perannya untuk mewujudkan keamanan, kesejahteraan, ketertiban berlalu lintas dan angkutan jalan dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, otonomi daerah, serta akuntabilitas penyelenggaraan negara.

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur bahwa pembinaan bidang lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh semua instansi terkait (stakeholders) sebagai berikut:

1. Urusan pemerintahan di bidang prasarana jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang jalan;

(7)

3. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan industri lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang industri;

4. Urusan pemerintahan di bidang pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan, oleh kementerian yang bertanggung jawab di bidang teknologi; dan

5. Urusan pemerintahan di bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan

pengemudi, penegakan hukum, operasional manajemen dan rekayasa lalu lintas, serta pendidikan berlalu lintas oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pembagian kewenangan pembinaan tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap

pembina bidang lalu lintas dan angkutan jalan terlihat lebih jelas dan transparan sehingga penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat terlaksana dengan selamat, aman, tertib,

lancar, dan efisien, serta dapat dipertanggungjawabkan.

Untuk menekan angka kecelakaan lalu lintas yang dirasakan sangat tinggi, upaya ke depan diarahkan pada penanggulangan secara komprehensif yang mencakup upaya pembinaan, pencegahan, pengaturan, dan penegakan hukum. Upaya pembinaan tersebut dilakukan melalui

peningkatan intensitas pendidikan berlalu lintas dan penyuluhan hukum serta pembinaan sumber daya manusia.

Upaya pencegahan dilakukan melalui peningkatan pengawasan kelaikan jalan, sarana dan

prasarana jalan, serta kelaikan kendaraan, termasuk pengawasan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan yang lebih intensif. Upaya pengaturan meliputi manajemen dan rekayasa lalu

(8)

Untuk menjamin terwujudnya penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memenuhi standar keselamatan dan keamanan, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengatur persyaratan teknis dan uji berkala kendaraan bermotor. Salah satu

yang harus diperhatikan dalam penyediaan angkutan massal yang berkualitas adalah masalah penyediaan angkutan lalu lintas yang memenuhi persyaratan laik jalan. Pasal 48 ayat (1)

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menyatakan persyaratan teknis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan;

b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri;

e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan;

g. penggunaan;

h. penggandengan kendaraan bermotor; dan/atau i. penempelan kendaraan bermotor.

Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menjelaskan persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang

diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:

g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar;

i. akurasi alat penunjuk kecepatan;

(9)

k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

Setiap jenis kendaraan bermotor yang berpotensi menyebabkan kecelakaan lalu lintas dan menimbulkan pencemaran lingkungan wajib dilakukan uji berkala. Uji kelaikan kendaraan atau

KIR khususnya kepada angkutan umum harus diperketat. Hal ini karena tingginya angka kecelakaan lalu lintas yang disebabkan angkutan umum.

Uji kelaikan angkutan massal yang dilakukan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung

pada saat ini masih terkesan hanya formalitas. Seharusnya uji kelaikan angkutan massal merupakan salah satu upaya preventif untuk mencegah terjadi kecelakaan lalu lintas yang disebabkan kondisi kendaraan yang tidak baik atau tidak laik jalan atau beroperasi. Standar

Pelayanan Minimal Angkutan Massal dalam pengujian kelaikan angkutan tidak diterapkan sebagaimana mestinya. Hal ini menyebabkan tidak akuratnya hasil pengujian kelaikan angkutan

angkutan, sehingga kendaraan atau angkutan massal yang seharusnya tidak lolos uji kelaikan dapat lolos uji kelaikan. Angkutan massal tersebut dapat membahayakan penggunanya, karena dapat menjadi penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban jiwa dan

kerugian harta benda.

Uji kelaikan angkutan massal yang hanya bersifat formalitas disebabkan oleh beberapa hal, antara lain penilaian lebih berpatokan pada formulir uji tanpa diuji saat angkutan massal

dioperasikan, misalnya pengecekan rem yang tidak dilakukan dengan sempurna. Begitu juga pemeriksaan ban yang menjadi satu penilaian tidak dilakukan minimal dengan keseimbangan

(10)

Berdasarkan uraian singkat di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk karya ilmiah dengan judul: “Penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis

Jalan Dalam Uji Kelaikan Angkutan Oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung”.

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian

1. 2. 1 Permasalahan

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah:

a. Bagaimanakah penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan

dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung?

b. Faktor apakah yang menghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal

Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung?

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi lingkup bidang ilmu dan lingkup pembahasan. Lingkup

bidang ilmu berkenaan dengan Hukum Administrasi Daerah. Lingkup pembahasan yaitu mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji

(11)

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. 3. 1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mengetahui penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam

uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung.

b. Mengetahui faktor penghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung.

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang akan dibahas, kegunaan penelitian ini, yaitu:

a. Kegunaan teoritis, yaitu berguna sebagai upaya pengembangan wawasan pemahaman di bidang Hukum Administrasi Daerah khususnya mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas

Perhubungan Kota Bandar Lampung.

b. Kegunaan praktis, yaitu penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai masukan kepada

pemerintah Kota Bandar Lampung khususnya Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan di Kota Bandar Lampung, serta sebagai sumber informasi bagi para

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Transportasi

2. 1. 1 Pengertian Transportasi

Konsep transportasi didasarkan pada adanya perjalanan (trip) antara asal (origin) dan tujuan (destination). Perjalanan adalah pergerakan orang dan barang antara dua tempat kegiatan yang

terpisah untuk melakukan kegiatan perorangan atau kelompok dalam masyarakat. Perjalanan dilakukan melalui suatu lintasan tertentu yang menghubungkan asal dan tujuan, menggunakan alat angkut atau kendaraan dengan kecepatan tertentu, sehingga perjalanan adalah proses

perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain.

Transportasi adalah pemindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan sebuah wahana yang digerakkan oleh manusia atau mesin. Transportasi digunakan

untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway) dan taksi. Transportasi sendiri dibagi 3

(tiga), yaitu, transportasi darat, laut, dan udara. Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat

transportasi lainnya.

Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam pembangunan

(13)

dalam cakupan spasial dan temporal yang besar. Transportasi sebagai salah satu sektor kegiatan perkotaan, merupakan kegiatan yang potensial mengubah kualitas udara perkotaan.

Perkembangan transportasi sekarang membawa dampak kehidupan yang lebih baik. Tenaga

manusia berpindah menjadi tenaga mesain sehingga mempermudah masyarakat untuk melakukan aktifitas walaupun tempat tersebut jauh. Namun Kemacetan yang semakin banyak di

jalan karena jumlah kendaraan pribadi tidak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalan. Semakin banyak masyarakat yang menggunakan kendaraan umum, semakin efektif pula penggunaan jalan raya. Dengan kata lain, kendaraan umum merupakan salah satu pemecahan

masalah yang dihadapi hampir semua kota besar di dunia: kemacetan.

2. 1. 2 Peranan Transportasi Dalam Tata Ruang Kota dan Wilayah

Perencanaan transportasi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari perencanaan kota dan

wilayah. Rencana kota tanpa mempertimbangkan keadaan dan pola transportasi yang akan terjadi sebagai akibat dari rencana itu sendiri, akan menghasilkan kesemrawutan lalu lintas di kemudian hari. Akibat lebih lanjut adalah meningkatnya jumlah kecelakaan, pelanggaran, dan menurunnya

sopan-santun berlalu-lintas, serta meningkatnya pencemaran udara.

Sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang sangat berperan dalam pembangunan ekonomi yang menyeluruh. Perkembangan sektor transportasi akan secara langsung

mencerminkan pertumbuhan pembangunan ekonomi yang berjalan, namun demikian sektor ini dikenal pula sebagai salah satu sektor yang dapat memberikan dampak terhadap lingkungan

(14)

Perkembangan perkotaan berjalan secara dinamik, mengikuti perkembangan sosial-ekonomi perkotaan itu sendiri.

Semakin berkembangnya perkotaan dalam hal wilayah spasial (ruang) dan aktivitas ekonominya,

akan semakin besar pula beban pencemaran udara yang dikeluarkan ke atmosfer perkotaan. Dampak ini akan semakin terasa di daerah-daerah pusat kegiatan kota. Transportasi yang

berwawasan lingkungan perlu memikirkan implikasi atau dampak terhadap lingkungan yang mungkin timbul, terutama pencemaran udara dan kebisingan. Ada tiga aspek utama yang menentukan intensitas dampak terhadap lingkungan, khususnya pencemaran udara dan

kebisingan, dan penggunaan energi di daerah perkotaan (Moestikahadi, 2000: 42), yaitu: a. Aspek perencanaan transportasi (barang dan manusia);

b. Aspek rekayasa transportasi, meliputi pola aliran moda transportasi, sarana jalan, sistem lalu lintas, dan faktor transportasi lainnya; dan

c. Aspek teknik mesin dan sumber energi (bahan bakar) alat transportasi.

Sistem transportasi di perkotaan adalah faktor utama yang menentukan pola ruang (spatial pattern), derajat kesemrawutan, dan tingkat pertumbuhan ekonomi dari suatu daerah perkotaan.

Ada tiga jenis utama transportasi yang digunakan orang di perkotaan (Miller, 1985), yaitu: a. Angkutan pribadi (individual transit), seperti mobil pribadi, sepeda motor, sepeda, atau

berjalan kaki;

b. Angkutan masal (mass transit), seperti kereta api, bis, opelet, dan sebagainya;

c. Angkutan sewaan (para transit), seperti mobil sewaan, taksi yang menjalani rute tetap atau

(15)

Setiap jenis angkutan mempunyai keuntungan dan kerugian tersendiri. Sistem transportasi perkotaan yang berhasil, memerlukan gabungan dari cara angkutan pribadi, massal, dan sewaan, yang dirancang memenuhi kebutuhan daerah perkotaan tertentu.

Kebanyakan orang memerlukan perjalanan untuk mencapai tempat-tempat tujuan bekerja,

bersekolah atau ke tempat-tempat pendidikan yang lain, berbelanja, ke tempat-tempat pelayanan, mengambil bagian dalam berbagai kegiatan sosial dan bersantai di luar rumah, serta banyak

tujuan yang lain. Hal yang utama dalam masalah perjalanan adalah adanya hubungan antara tempat asal dan tujuan, yang memperlihatkan adanya lintasan, alat angkut (kendaraan) dan kecepatan. Pola perjalanan di daerah perkotaan dipengaruhi oleh tata letak pusat-pusat kegiatan

di perkotaan (permukiman, perbelanjaan, perkantoran, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain).

2. 1. 3 Kebijakan Transportasi

Pola jaringan jalan dapat mempengaruhi perkembangan tata guna lahan. Jaringan jalan yang direncanakan secara tepat akan merupakan pengatur lalu lintas yang baik. Ada kaitan antara perencanaan kota dengan perencanaan transportasi. Perencanaan kota mempersiapkan kota untuk

menghadapi perkembangan dan mencegah timbulnya berbagai persoalan agar kota menjadi suatu tempat kehidupan yang layak. Sedangkan perencanaan transportasi mempunyai sasaran

mengembangkan sistem transportasi yang memungkinkan orang atau barang bergerak dengan aman, murah, cepat, dan nyaman, dan mencegah terjadinya kemacetan lalu lintas di jalan-jalan dalam kota. Penyusunan kebijakan transportasi dilakukan oleh Kementerian Perhubungan,

setelah berkoordinasi dengan beberapa departemen lain yang terkait, misalnya Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Pertahanan, dan Kementerian

(16)

oleh unsur-unsur pelaksana di daerah, seperti Dinas Perhubungan, Dinas Bina Marga, Kepolisian, dan instansi lain yang terkait, serta pihak swasta (perusahaan pengangkutan).

Transportasi merupakan salah satu hal yang sangat berperan dalam pembangunan secara

menyeluruh. Transportasi juga sangat berkaitan dengan penggunaan lahan, baik di desa maupun di kota.

2. 1. 4 Transportasi Publik dan Pribadi

Munculnya kendaraan umum karena hubungan sosial, terbentuknya sistem masyarakat yang

mempunyai tujuan demi keberlangsungan dan kebersamaan, serta kesejahteraan bersama memicu menciptakan kendaraan bersama (umum). Pada titik ini, apabila penggunaan kendaraan

pribadi diminimalkan dengan pengalihan kendaraan umum (publik) yang merupakan salah satu media transportasi yang digunakan masyarakat secara bersama-sama dengan membayar tarif, maka kedekatan dengan masyarkat tercipta, terlebih jika para pejabat membaur dengan warganya

menggunakan kendaraan umum, maka hal-hal atau permasalahan yang terjadi pada rakyatnya akan ia ketahui, terutama dalam hal transportasi.

Kini kenyataannya kendaraan pribadi memiliki tingkat kenyamanan dan privasi yang lebih,

namun dibalik kebaikannya ini, kepemilikan kendaraan pribadi terlalu banyak juga menimbulkan banyak masalah. Kemacetan yang semakin banyak di jalan karena jumlah kendaraan pribadi tidak sebanding dengan peningkatan kapasitas jalan. Semakin banyak masyarakat yang

menggunakan kendaraan umum, semakin efektif pula penggunaan jalan raya. Dengan kata lain, kendaraan umum merupakan salah satu pemecahan masalah yang dihadapi hampir semua kota

(17)

2. 2 Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan

Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan yang selanjutnya disebut Standar

Pelayanan Minimal adalah persyaratan penyelenggaraan angkutan massal berbasis jalan mengenai jenis dan mutu pelayanan yang berhak diperoleh setiap pengguna jasa angkutan massal

berbasis jalan secara minimal (Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan). AngkutanMassal Berbasis Jalan adalah suatu sistem angkutan umum yang menggunakan mobil

bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di kawasan perkotaan (Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri

Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan).

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengatur mengenai Standar Pelayanan Angkutan Orang (Pasal 141 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009)

yang mewajibkan perusahaan angkutan umum untuk memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi: keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan, dan keteraturan.

Untuk melaksanakan ketentuan tersebut, Menteri Perhubungan mengeluarkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan.

(18)

angka 1 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan). Angkutan massal berbasis jalan adalah suatu sistem

angkutan umum yang menggunakan mobil bus dengan lajur khusus yang terproteksi sehingga memungkinkan peningkatan kapasitas angkut yang bersifat massal yang dioperasikan di kawasan perkotaan (Pasal 1 angka 2 Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang

Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan).

Penyelenggaraan angkutan massal berbasis jalan dilakukan di kawasan perkotaan meliputi kawasan megapolitan, kawasan metropolitan, dan kawasan perkotaan besar sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan kawasan perkotaan berupa: a. kota sebagai daerah otonom;

b. bagian daerah kabupaten yang memiliki ciri perkotaan;

c. kawasan yang berada dalam bagian dari dua atau lebih daerah yang berbatasan langsung dan memiliki ciri perkotaan; atau

d. kawasan aglomerasi perkotaan.

Kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi

pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Kawasan megapolitan adalah kawasan yang terbentuk dari 2 (dua) atau lebih kawasan metropolitan yang memiliki hubungan fungsional dan membentuk sebuah sistem. Kawasan metropolitan adalah kawasan

(19)

fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000 (satu juta) jiwa.

Kawasan perkotaan besar adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan

yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana

wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk antara 500.000 (lima ratus ribu) sampai dengan 1.000.000 (satu juta) jiwa. Kawasan aglomerasi perkotaan adalah kawasan perkotaan yang terdiri atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti

dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dan membentuk sebuah

sistem.

Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan harus didukung dengan: a. mobil bus yang berkapasitas angkut massal;

b. lajur khusus;

c. trayek angkutan umum lain yang tidak berhimpitan dengan trayek angkutan massal; dan d. angkutan pengumpan.

Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan harus memenuhi Standar Pelayanan Minimal

Angkutan Massal Berbasis Jalan. Standar ini merupakan acuan bagi penyelenggara angkutan massal berbasis jalan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa yang meliputi:

a. jenis pelayanan, yang meliputi: 1. keamanan;

(20)

3. kenyamanan; 4. keterjangkauan;

5. kesetaraan; dan 6. keteraturan.

b. mutu pelayanan, yang meliputi:

1. indikator; dan

2. nilai, ukuran atau jumlah.

Lebih detail mengenai Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal

Angkutan Massal Berbasis Jalan. Penyelenggaraan Angkutan Massal Berbasis Jalan yang sudah ada wajib menyesuaikan Standar Pelayanan Minimal sebagaimana diatur dalam Peraturan

Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan paling lama 3 (tiga) tahun sejak Peraturan Menteri ini berlaku.

2. 3 Uji Kelaikan Angkutan

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas lalu-lintas dan angkutan jalan, sedangkan pemerintah melaksanakan pembinaannya (perencanaan,

pengaturan, pengendalian dan pengawasan) (Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Kementerian Perhubungan bertanggung jawab dalam pembinaan sarana dan

(21)

menjamin ketersediaan angkutan massal berbasis jalan untuk memenuhi kebutuhan angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum di kawasan perkotaan (Pasal 158 ayat (1)

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009).

Salah satu yang harus diperhatikan dalam penyediaan angkutan massal yang berkualitas adalah masalah penyediaan angkutan lalu lintas yang memenuhi persyaratan laik jalan. Pasal 48 ayat (1)

Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menyatakan bahwa setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menyatakan persyaratan teknis

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. susunan;

b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri;

e. rancangan teknis kendaraan sesuai dengan peruntukannya; f. pemuatan;

g. penggunaan;

h. penggandengan kendaraan bermotor; dan/atau i. penempelan kendaraan bermotor.

Pasal 48 ayat (3) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 menjelaskan persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan oleh kinerja minimal kendaraan bermotor yang

diukur sekurang-kurangnya terdiri atas:

g. daya pancar dan arah sinar lampu utama; h. radius putar;

i. akurasi alat penunjuk kecepatan;

(22)

k. kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat kendaraan.

Selain mengatur mengenai persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan kendaraan bermotor, Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 mengatur pula mengenai pengujian kendaraan bermotor.

Hal ini diatur dalam Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang diimpor, dibuat

dan/atau dirakit di dalam negeri yang akan dioperasikan di jalan wajib dilakukan pengujian. Pasal 49 ayat (2) mengatur pengujian sebagaimana dimaksud pada Pasal 49 ayat (1) meliputi: a. uji tipe; dan

b. uji berkala.

Uji tipe sebagaimana dimaksud oleh Pasal 49 ayat (2) dijelaskan dalam Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, yaitu uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat

(2) huruf a wajib dilakukan bagi setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan, yang diimpor, dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri, serta modifikasi Kendaraan Bermotor yang menyebabkan perubahan tipe. Uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

terdiri atas:

a. Pengujian fisik untuk pemenuhan persyaratan teknis dan laik jalan yang dilakukan terhadap landasan Kendaraan Bermotor dan Kendaraan Bermotor dalam keadaan lengkap; dan

b. Penelitian rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor yang dilakukan terhadap rumah-rumah, bak muatan, kereta gandengan, kereta tempelan, dan Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi tipenya (Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009).

(23)

(1) Uji berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) huruf b diwajibkan untuk mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kereta gandengan, dan kereta tempelan yang dioperasikan di jalan.

(2) Pengujian berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan: a. pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor; dan

b. pengesahan hasil uji.

Pasal 53 ayat (3) mengatur kegiatan pemeriksaan dan pengujian fisik kendaraan bermotor

sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh: a. unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota;

b. unit pelaksana agen tunggal pemegang merek yang mendapat izin dari Pemerintah; atau c. unit pelaksana pengujian swasta yang mendapatkan izin dari pemerintah.

Pemeriksaan dan pengujian fisik mobil penumpang umum, mobil bus, mobil barang, kendaraan

khusus, kereta gandengan, dan kereta tempelan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a meliputi pengujian terhadap persyaratan teknis dan laik jalan (Pasal 54 ayat (1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Pengujian terhadap persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada

Pasal 54 ayat (1) meliputi: a. susunan;

b. perlengkapan; c. ukuran; d. karoseri; dan

e. rancangan teknis kendaraan bermotor sesuai dengan peruntukannya (Pasal 54 ayat (2) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009).

Pengujian terhadap persyaratan laik jalan sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1)

(24)

a. emisi gas buang kendaraan bermotor; b. tingkat kebisingan;

c. kemampuan rem utama; d. kemampuan rem parkir; e. kincup roda depan;

f. kemampuan pancar dan arah sinar lampu utama; g. akurasi alat penunjuk kecepatan; dan

h. kedalaman alur ban.

Pengujian terhadap persyaratan laik jalan kereta gandengan dan kereta tempelan meliputi uji kemampuan rem, kedalaman alur ban, dan uji sistem lampu. Bukti lulus uji berkala hasil

pemeriksaan dan pengujian fisik sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (1) berupa pemberian kartu uji dan tanda uji (Pasal 54 ayat (5) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009). Kartu uji berkala sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (5) memuat keterangan tentang identifikasi

Kendaraan Bermotor dan identitas pemilik, spesifikasi teknis, hasil uji, dan masa berlaku hasil uji. Tanda uji berkala sebagaimana dimaksud pada Pasal 54 ayat (5) memuat keterangan tentang

identifikasi Kendaraan Bermotor dan masa berlaku hasil uji.

Mengenai pengesahan hasil uji dijelaskan dalam Pasal 55 Undang-Undang No. 22 Tahun 2009, yaitu sebagai berikut:

(1) Pengesahan hasil uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b diberikan oleh:

a. petugas yang memiliki kompetensi yang ditetapkan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan atas usul gubernur untuk pengujian yang dilakukan oleh unit pelaksana pengujian pemerintah kabupaten/kota; dan

(25)

III. METODE PENELITIAN

3. 1 Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai usaha mengadakan pembahasan dengan bertitik tolak kepada peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan mengadakan pengamatan terhadap kenyataan yang ada di lapangan dalam rangka pelaksanaan peraturan-peraturan yang berlaku,

khususnya mengenai penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung.

3. 2 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.

a. Data primer adalah data yang bersumber dari hasil studi lapangan yaitu wawancara dengan

pihak-pihak yang terlibat dengan penelitian. Wawancara tersebut dilakukan dengan informan, yaitu:

a) Bambang Haryanto, S. Sos selaku Kepala Seksi Pengangkutan Orang Dinas Perhubungan

Kota Bandar Lampung; dan

b) Nengah Sukayadnya, Amd. LLAJ selaku Kepala Unit Pengujian Kendaraan Bermotor

(26)

b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi pustaka terhadap bahan hukum yang terdiri dari:

a) bahan hukum primer, yaitu peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan penelitian, antara lain sebagai berikut:

1) Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

2) Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas; dan

3) Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 10 Tahun 2012 tentang Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan.

b) bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang bersumber dari buku-buku ilmu hukum

dan tulisan-tulisan hukum lainnya.

c) bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum yang bersumber dari kamus hukum, Kamus

Besar Bahasa Indonesia majalah, surat kabar dan jurnal penelitian hukum serta bersumber dari bahan-bahan yang didapat melalui internet.

3. 3 Metode Pengumpulan Data

Peneliti dalam pengumpulan data menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan (Library Research)

Studi kepustakaan dimaksud adalah usaha untuk memperoleh data sekunder. Dalam hal ini peneliti melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, membaca

(27)

peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang sedang dibahas dalam penelitian ini.

b. Studi Lapangan (Field Research)

Studi lapangan merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh data primer. Kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data primer tersebut dengan mengajukan pertanyaan dan

meminta penjelasan kepada beberapa pihak yang dianggap mengetahui masalah yang berhubungan dengan penelitian ini.

3. 4 Metode Pengolahan Data

Data sekunder dan data primer terkumpul dan diolah, maka untuk menentukan hal yang baik dalam melakukan pengolahan data, peneliti melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Editing, yaitu memeriksa dan mengoreksi data yang masuk, apakah berguna atau tidak, sehingga data yang terkumpul benar-benar bermanfaat untuk menjawab permasalahan dalam penelitian ini.

b. Sistematisasi, yaitu proses penyusunan data menurut sistem yang telah ditetapkan. c. Klasifikasi data, yaitu menyusun dan mengelompokkan data berdasarkan jenis data.

3. 5 Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara analisis kualitatif, yaitu dengan cara menguraikan secara

(28)
(29)

1

V. PENUTUP

5. 1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan mengenai permasalahan yang dibahas dalam

penelitian ini pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

a. Penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung telah menggunakan standar operasional pelayanan terutama waktu yang diperlukan

untuk setiap kendaraan melakukan uji kelaikan. Waktu yang dipelukan dalam pengujian kendaraan bermotor di UPT Pengujian Kendaraan Bermotor adalah selama 30 menit, akan tetapi pelaksanaannya belum optimal.

b. Faktor yang menghambat penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan dalam uji kelaikan angkutan oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung yaitu jumlah tenaga penguji dan tenaga administrasi

yang ada dengan jumlah masyarakat yang meminta pelayanan tidak seimbang, dan alat pemeriksa uji kendaraan kurang terawat sehingga memperlambat

waktu pelayanan. Hambatan yang dihadapi dalam melaksanakan pelayanan publik pengujian kendaraan bermotor dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu peralatan pengujian yang belum memadai dan terbatasnya petugas pengujian

(30)

2

5. 2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan:

a. Sebaiknya pemerintah Kota Bandar Lampung segera melakukan perbaikan

terhadap peralatan yang digunakan dalam uji kelaikan kendaraan atau mengganti peralatan pengujian dengan peralatan yang baru dan lebih canggih.

Hal ini sangat diperlukan karena sebagaian besar peralatan dalam keadaan yang kurang baik dan telah berusia tua. Dengan adanya perbaikkan atau pengantian peralatalan diharapkan hasil dari pengujian kendaraan dapat

menggambarkan atau menerangkan dengan tepat keadaan kendaraan yang diuji sehingga hasil pengujian tepat dan kendaraan yang lulus uji merupakan

kendaraan yang benar-benar laik jalan.

b. Sebaiknya dilakukan penambahan pegawai teknis pengujian kendaraan dan apabila diadakan perekrutan pegawai teknis baru yang bertugas melakukan

(31)

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS

PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG (Skripsi)

Oleh

Rizki Oktria

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(32)

PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS

PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh Rizki Oktria

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(33)

Judul Skripsi : PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS

PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG Nama Mahasiswa : Rizki Oktria

NPM : 0852 011 193

Program Studi : Hukum Administrasi Negara

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Charles Jackson, S.H., M.H. A. Nurul Fajri Oesman, S.H., M. H. NIP 19551217 198103 1 002 NIP 19520721 198603 1 001

2. Ketua Bagian Hukum Administrasi Negara

(34)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Charles Jackson, S.H., M.H. ...

Sekretaris/Anggota: A. Nurul Fajri Oesman, S.H., M. H. ...

Penguji Utama : Nurmayani, S. H., M. H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S. H., M. S. NIP 19621109 198703 1 003

(35)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 1

Oktober 1987, yang merupakan putra keempat dari empat bersaudara pasangan Bapak Hi. Amelius Ramli dan Ibu Sri Ernawati. Penulis menyelesaikan studi di TK Al Azhar

Bandar Lampung pada tahun 1995, SD Al Azhar Bandar Lampung lulus pada tahun 2001. Penulis melanjutkan studi di SMP Al-Kautsar

Bandar Lampung lulus pada tahun 2004, kemudian SMA Al-Kautsar Bandar Lampung lulus pada tahun 2007.

Penulis pada tahun 2008 diterima dan terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Penulis pada tahun 2011 mengikuti kegiatan

(36)

MOTTO

“Perubahan tidak akan datang jika kita menunggu orang lain atau lain waktu. Diri

kitalah yang ditunggu-tunggu, diri kitalah perubahan yang kita tunggu.”

(37)

PERSEMBAHAN

Puji syukur ku ucapkan ke hadirat Allah SWT, serta sholawat dan salam tak hentinya kita sampaikan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.

Ku persembahkan karya skripsi ini untuk:

Ayah dan Ibu, serta kakak tercinta yang dengan penuh pengorbanan memberikan

dorongan moril dan kasih sayang, sehingga penulis berhasil menyelesaikan perkuliahan ini.

Seseorang yang telah membantu dan memberikan motivasi selama ini.

Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah yang telah

banyak membantu, baik dalam suka maupun duka.

(38)

SANWACANA

Puji syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan

hidayah-Nya skripsi inidapat terselesaikan. Skripsi dengan judul ” PENERAPAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL ANGKUTAN MASSAL BERBASIS

JALAN DALAM UJI KELAIKAN ANGKUTAN OLEH DINAS PERHUBUNGAN KOTA BANDAR LAMPUNG” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis dalam kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Bapak Charles Jackson, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang telah sabar memberi saran dan masukan yang bermanfaat guna perbaikan skripsi ini dan penyelesaian studi;

3. Bapak A. Nurul Fajri Oesman, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah membantu memberikan saran dan masukan sehingga penulisan skripsi ini

(39)

4. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembahas I dan Ketua Bagian Hukum

Administrasi Negara yang telah memberikan masukan dan saran, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini;

5. Ibu Ati Yuniati, S.H, M.H. selaku Pembahas II yang yang telah memberi

masukan guna perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini;

6. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Sekretaris Bagian Hukum Administrasi

Negara yang telah membantu dari proses awal penulisan skripsi ini;

7. Dosen Fakultas Hukum Universitas lampung yang telah memberikan wawasan dan cakrawala pengetahuan ilmu hukum yang sangat berguna bagi

pengembangan wawasan penulis;

8. Kedua orang tuaku yang sabar mengasuh, mendidik dan membesarkan

penulis sampai menjadi seorang Sarjana Hukum. Semoga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada kalian hingga akhir kelak;

9. Kakak-kakakku: Dian Ayu Amelia, Rio Anggara dan Rizka Oktria yang tak

henti hentinya memberikan semangat, terima kasih atas dukungannya selama ini;

10. Saudara-saudaraku: Adi, Yoga, Eko, Dwi dan Hendra, terima kasih atas dukungannya;

11. Teman-teman seperjuangan selama masa kuliah: Niky, Marsdian, Trisna

Dinanta, M. Imron, Irhamy, Ersyad, Bachrul, Indra, Imam, Tri Sutrisno dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak

membantu baik dalam suka maupun duka;

(40)

Akhir kata, Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan

tetapi penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 04 Februari 2013

Penulis

(41)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN ... 1

1. 1 Latar Belakang ... 1

1. 2 Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian... 9

1. 2. 1 Permasalahan... 9

1. 2. 2 Ruang Lingkup Penelitian... 9

1. 3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1. 3. 1 Tujuan Penelitian ... 9

1. 3. 2 Kegunaan Penelitian... 10

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2. 1 Transportasi... 11

2. 1. 1 Pengertian Transportasi ... 11

2. 1. 2 Peranan Transportasi Dalam Tata Ruang Kota dan Wilayah... 12

2. 1. 3 Kebijakan Transportasi ... 15

2. 1. 4 Transportasi Publik dan Pribadi ... 15

2. 2 Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan ... 16

2. 3 Uji Kelaikan Angkutan ... 20

III. METODE PENELITIAN ... 26

3. 1 Pendekatan Masalah... 26

3. 2 Sumber Data... 26

3. 3 Metode Pengumpulan Data ... 27

3. 4 Metode Pengolahan Data ... 28

(42)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 30

4. 1 Penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan Dalam Uji Kelaikan Angkutan Oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung... 30

4. 2 Faktor Penghambat Penerapan Standar Pelayanan Minimal Angkutan Massal Berbasis Jalan Dalam Uji Kelaikan Angkutan Oleh Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung... 42

V. PENUTUP ... 48

5. 1 Kesimpulan ... 48

5. 2 Saran... 49

(43)

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Faisal. 2003. Dimensi Hukum Dalam Pemerintahan Daerah. Pustaka Bangsa Press, Medan.

Budihardjo, Eko. 1996.Tata Ruang Perkotaan. Alumni, Semarang.

Hadjon, Philipus M. 2005.Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Kamaluddin, Rustian. 2003.Ekonomi Transportasi. Ghalia Indonesia, Jakarta. Miro, Fidel. 1997.Sistem Transportasi Kota. Tarsito, Bandung.

_________. 2002.Perencanaan Transportasi. Erlangga, Jakarta.

Muhammad, Abdulkadir. 2008.Metode Penelitian Hukum. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.

Nurmayani. 2009.Hukum Administrasi Daerah. Universitas Lampung, Bandar Lampung.

Ridwan, H. R. 2002.Hukum Administrasi Negara. UII Press, Yogyakarta. Santosa, Purwo, 2005.Menata Sistem Transportasi: Mendekatkan Demokrasi

dengan Rakyat, dalamJurnal Wacana, 19, Tahun VI. Insist,Yogyakarta. SF. Marbun dkk. 2001.Dimensi-Dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara.

UII Press, Yogyakarta.

Susantoro, Bambang & Danang Parikesit, 2004.1 -2-3 Langkah: Langkah Kecil yang Kita Lakukan Menuju Transportasi yang Berkelanjutan. Majalah Transportasi Indonesia Vol. 1, Jakarta.

(44)

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas

Referensi

Dokumen terkait

Korban Dan Pelaku Dalam Kecelakaan Lalu Lintas Akibat Pelanggaran Marka Jalan Ditinjau Dari Pasal 106 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran Dinas Perhubungan Kota Bandar Lampung dalam pelaksanaan sistem angkutan umum massal yang difokuskan pada

Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam mendukung pembangunan ekonomi, pengembangan ilmu pengetahuan, tekhnologi dan integrasi nasional sebagai bagian

22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan pasal 143 ayat (1) berbunyi “ Pengertian angkutan umum dalam trayek adalah memiliki rute tetap dan

a. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara

Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas.. dan Angkutan Jalan, pembinaan bidang lalu lintas dan

Merujuk Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009, Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang

Menyiapkan bahan inventarisasi, pengelolaan dan analisis data kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan sesuai prosedur dan ketentuan yang berlaku guna mendukung kelancaran