• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Menonton Televisi, Aktivitas Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kebiasaan Menonton Televisi, Aktivitas Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

KEBIASAAN MENONTON TELEVISI, AKTIVITAS BELAJAR

DAN PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VI SD NEGERI

101791 PATUMBAK KABUPATEN DELI SERDANG

Skripsi

Oleh

ANES BARUS

091121065

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Kebiasaan Menonton Televisi, Aktivitas Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak.

Penulis : Anes Barus

Jurusan : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Televisi mempunyai peranan yang cukup besar pada masa kini baik peran positif yakni mencerdaskan kehidupan bangsa maupun peran negatif yaitu menurunkan konsentrasi dan aktivitas belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kebiasaan Menonton Televisi Dan Aktivitas Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif penelitian ini adalah desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebiasaan menonton televisi dan aktivitas belajar siswa kelas VI SD Negeri 191791 Patumbak, sebanyak 30 orang dengan menggunakan tehnik simple random sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 September 2010. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan siswa menonton televisi lebih banyak dalam kategori waktu 1-2 jam yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), jenis tayangan televisi yang sering ditonton sinetron sebanyak 12 orang (40%) dan tujuan menonton televisi untuk mencari informasi sebanyak 12 orang (40%). Aktivitas belajar siswa lebih banyak disekolah dengan kategori waktu 5 jam sebanyak 28 orang (9,3%), waktu belajar di luar sekolah hanya 10-15 menit sebanyak 12 orang (40%), kegitan ekstrakurikuler 45-1 jam sebanyak 12 orang (40%) dan prestasi belajarnya di SD Negeri 101791 lebih banyak dibawah nilai rata-rata 70,57 sebanyak 17 orang (56,7%). Semakin meningkat kebiasaan menonton televisi bagi siswa maka akan semakin menurun aktivitas belajarnya. Diharapkan pada para guru kelas agar selalu memberikan pelajaran yang dikaitkan dengan kebiasaan menonton televisi dan menjelaskan pada siswa tentang hal-hal yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur Peneliti Panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa atas segala rahmat dan Karunia Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

skripsi ini dengan judul “Kebiasaan Menonton Televisi, Aktivitas Belajar Dan

Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak”.

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada pihak-pihak yang telah

memberikan bantuan bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian skripsi

ini, sebagai berikut:

1. dr. Dedi Ardinata, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU.

2. Ibu Reni Asmara Ariga, S.Kp, MARS selaku Dosen Pembimbing Skripsi I, yang

telah meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang

bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu , Rika Endah N, S.Kp, M.Pd selaku Dosen Pembimbing Skripsi II, yang telah

meluangkan waktunya untuk memberikan arahan, bimbingan, dan ilmu yang

bermanfaat dalam penyusunan skripsi ini.

4. Ibu Luftiani, S.Kep, Ns selaku Dosen Penguji Skripsi dan seluruh staf pengajar

Fakultas keperawatan USU yang memberikan ilmu yang berharga kepada penulis dan

seluruh staf kepegawaian Fakultas USU yang memperlancar proses akademik dan

administrasi penulis.

5. Ibu Ernawati Br Sitepu selaku Kepala Sekolah SD Negeri 101791 Patumbak yang

telah membantu peneliti memberikan izin penelitian dan seluruh staf kepegawaian di

SD Negeri 101791 Patumbak.

(5)

kuat dalam menggapai kesuksesan ananda, serta sentuhan kasih sayang dan doa

menjadi inspirasi yang mampu melahirkan goresan-goresan indah setiap ananda

melangkah.

7. Terima kasih kepada abang, kakak, dan kawan saya atas support dan semangat yang

selalu diberikan

8. Peneliti juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman di F.Kep stambuk 2009

jalur B semoga kita tetap menjadi sahabat selamanya dan terima kasih atas

kebersamaannya, dukungan serta semangat yang selalu kalian berikan.

Kiranya Tuhan yang akan membalas setiap kebaikan semua pihak yang telah menolong

peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.

Medan, Januari 2011

Peneliti

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN………... i

ABSTRAK……… ii

KATA PENGGANTAR…...………... iii

DAPTAR ISI……… iv

DAPTAR SKEMA……….. vii

DAPTAR TABEL………... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. Latar Belakang ... 1

2. Perumusan Masalah ... 5

3. Pertanyaan Penelitian ... 6

4. Tujuan Penelitian ... 6

5. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Televisi ... 8

2.2. Aktifitas Belajar ... 22

2.3. Peran Keluarga/Orang Tua ……… 24

2.4. Perkembangan Usia Sekolah ……… 30

BAB III KERANGKA KONSEP ... 34

3.1. Kerangka Konsep ... 34

3.2. Defenisi Operasional ... 34

BAB IV METODE PENELITIAN ... 36

(7)

4.2. Populasi Sampel dan Teknik Sampling ... 36

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

4.4. Pertimbangan Etik ... 38

4.5. Instrument Penelitian ... 39

4.6. Pengukuran Validitas ………. 39

4.7. Pengukuran Realibilitas ……… 39

4.8. Pengumpulan Data ... 40

4.9. Analisa Data ... 41

BAB VPEMBAHASAN ……….. 41

5.1 Hasil Penelitian……… 41

5.2 Pembahasan ……… 44

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ……….. 49

6.1 Kesimpulan………. 49

6.2 Saran ……….. 50

DAPTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1. Lembar Persetujuan menjadi Responden Penelitian

2. Instrumen Penelitian

(8)

4. Surat Pengantar Izin Pengambilan Data dari Fakultas Keperawatan

USU

5. Surat Izin melakukan Pengambilan Data dari SD Negeri 101791

Patumbak

6. Surat pengantar izin penelitian dari Fakultas Keperawatan USU

7. Surat Izin melakukan penelitian dan telah selesai melakukan

penelitian dari SD Negeri 101791 Patumbak

8. Lembar master tabel dan pengolahan data

(9)

DAFTAR SKEMA

Skema 1. Kerangka konsep Penelitian Kebiasaan Menonton Televisi Dengan Aktivitas Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 5.1.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010 ………41

Tabel 5.1.2. Distribusi Frekuensi dan Persentase Kebiasaan Responden Menonton Televisi di SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010………..42

Tabel 5.1.3. Distribusi Frekuensi dan Persentase Aktivitas Belajar Responden di SD Negeri 101791 Patumbak Tahun

2010.……… 43

(11)

Judul : Kebiasaan Menonton Televisi, Aktivitas Belajar Dan Prestasi Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak.

Penulis : Anes Barus

Jurusan : Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara Tahun Akademik : 2009/2010

ABSTRAK

Televisi mempunyai peranan yang cukup besar pada masa kini baik peran positif yakni mencerdaskan kehidupan bangsa maupun peran negatif yaitu menurunkan konsentrasi dan aktivitas belajar siswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Kebiasaan Menonton Televisi Dan Aktivitas Belajar Siswa Kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2011. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif penelitian ini adalah desain deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi kebiasaan menonton televisi dan aktivitas belajar siswa kelas VI SD Negeri 191791 Patumbak, sebanyak 30 orang dengan menggunakan tehnik simple random sampling. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 September 2010. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan siswa menonton televisi lebih banyak dalam kategori waktu 1-2 jam yaitu sebanyak 19 orang (63,3%), jenis tayangan televisi yang sering ditonton sinetron sebanyak 12 orang (40%) dan tujuan menonton televisi untuk mencari informasi sebanyak 12 orang (40%). Aktivitas belajar siswa lebih banyak disekolah dengan kategori waktu 5 jam sebanyak 28 orang (9,3%), waktu belajar di luar sekolah hanya 10-15 menit sebanyak 12 orang (40%), kegitan ekstrakurikuler 45-1 jam sebanyak 12 orang (40%) dan prestasi belajarnya di SD Negeri 101791 lebih banyak dibawah nilai rata-rata 70,57 sebanyak 17 orang (56,7%). Semakin meningkat kebiasaan menonton televisi bagi siswa maka akan semakin menurun aktivitas belajarnya. Diharapkan pada para guru kelas agar selalu memberikan pelajaran yang dikaitkan dengan kebiasaan menonton televisi dan menjelaskan pada siswa tentang hal-hal yang dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.

.

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

Televisi kini telah menjadi salah satu bagian yang penting dalam keluarga.

Hampir setiap rumah memiliki kotak ajaib ini. Tak jarang, kegiatan lain pun

dilakukan seraya menonton televisi. Bahkan, tidak sedikit dari kita yang

menjadikan televisi sebagai pengasuh, guru, penghibur atau bahkan sarana

promosi dagang. 1.1. Latar Belakang

Setiap orang tua memiliki tanggung jawab untuk selalu mengawasi

anaknya dan memperhatikan perkembangannya, oleh sebab itu hal-hal yang

sekecil apapun harus bisa diantisipasi oleh setiap orang tua mengenai dampak

positif dan negatif yang akan ditimbulkan (Majid, 2009).

Selain peran televisi yang positif tersebut, televisi juga memainkan peran

besar dalam menyajikan informasi yang tidak layak dan terlalu dini bagi

anak-anak. Menurut para pakar masalah media dan psikologi, di balik keunggulan yang

dimilikinya, televisi berpotensi besar memberikan dampak yang negatif di tengah

berbagai lapisan masyarakat, khususnya anak-anak (Sulastowo, 2009).

Televisi sebagai media audio visual, mampu merebut 94% saluran

masuknya pesan-pesan atau informasi ke dalam jiwa manusia yaitu lewat mata

dan telinga. Televisi mampu untuk membuat orang pada umumnya mengingat

50% dari apa yang mereka tonton di layar televisi walaupun hanya sekali

(13)

meniru apa yang mereka lihat, tidak menutup kemungkinan perilaku dan sikap

anak tersebut akan mengikuti acara televisi yang ditonton (Majid, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian badan kesehatan dunia, WHO, pada 2004

bahwa kebiasaan menonton televisi yang bermutu akan mempengaruhi seseorang

untuk berperilaku baik. Sedangkan siaran televisi kurang bermutu akan

mendorong seseorang untuk berperilaku buruk. Bahkan penelitian ini

menyimpulkan bahwa hampir semua perilaku buruk yang dilakukan orang adalah

hasil dari pelajaran yang mereka terima dari media semenjak usia anak-anak

(Zubaedi, 2005).

Hasil penelitian Hancox RJ. Association of Television Viewing During

Childhood with Poor Educational Achievement Arch Pediatric Adolesc Med tahun

2005 di Amerika Serikat, menunjukkan bahwa menonton televisi yang berlebihan

saat masa anak dan remaja berdampak jangka panjang terhadap kegagalan

akademis pada umur 26 tahun. Hanya dari menonton televisi saja, otak kehilangan

kesempatan mendapat stimulasi dari kesempatan berpartisipasi aktif dalam

hubungan sosial dengan orang lain, bermain kreatif dan memecahkan masalah

(Rahman. 2007).

Fakta tentang pertelevisian Indonesia pada tahun 2002 bahwa jam tonton

televisi anak-anak 5-8 jam/hari atau 1.560-1.820 jam/tahun, sedangkan jam

belajar SD umumnya kurang dari 1.000 jam/tahun; 85% acara televisi tidak aman

untuk anak, karena banyak mengandung adegan kekerasan, seks dan mistik yang

berlebihan dan terbuka. Terdapat 800 judul acara anak dengan 300 kali tayang

(14)

jam; 40% waktu tayang di isi iklan yang jumlahnya 1.200 iklan/minggu, jauh di

atas rata-rata dunia 561 iklan/minggu (Majid, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan dr. Hardiono D. Pusponegoro, spesialis

anak dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta pada tahun 2006

memaparkan hasil penelitiannya terhadap anak di bawah 3 tahun dan 3 – 5 tahun

yang menonton televisi. Dalam penelitian itu, anak di bawah 3 tahun melihat layar

itu rata-rata 2 jam sehari dan anak 3 – 5 tahun rata-rata 3 jam sehari. Setelah

berusia 6 – 7 tahun dilakukan penilaian. Hasilnya, setiap jam melihat televisi anak

di bawah 3 tahun menunjukkan penurunan uji membaca, uji membaca

komprehensif, dan penurunan memori. Demikian juga penelitian pada anak umur

10 – 11 tahun dengan rata-rata 3 – 4 jam sehari menunjukkan penurunan

konsentrasi belajar (Rahman, 2007).

Seperti dua sisi mata uang, dalam berbagai hal kita akan berhadapan

dengan dua sisi baik dan buruk, tak terkecuali televisi. Selain memiliki manfaat,

siaran layar kaca diakui memiliki dampak buruk yang dapat membahayakan,

terutama bagi anak-anak. Karakter televisi yang tak memisahkan penontonnya,

termasuk anak ini beresiko tinggi terhadap perkembangan psikologis

anak-anak (Indra, 2006).

Terkait khusus dengan pendidikan, banyak siswa yang tidak/kurang

mampu mencapai aktivitas yang optimal salah satunya disebabkan karena kurang

mampu berkonsentrasi. Konsentrasi merupakan induk dari semua aktifitas

pembelajaran, namun ironisnya sangat banyak individu pembelajar yang tidak

(15)

mengajari mereka terkait dengan konsentrasi, baik guru maupun orang tua, turut

menyebabkan hal ini. Selain itu, faktor lingkungan yang kurang mendukung,

uatamanya kebiasaan menonton televisi juga turut melemahkan hal tersebut

(Bagdja, 2009).

Sekolah sebagai tempat proses belajar mengajar merupakan sarana tempat

penyaluran ilmu dan informasi dari guru kepada siswanya. Di samping itu, dalam

penyerapan informasi di luar sekolah, siswa merupakan kelompok terbesar dari

pemirsa kebiasaan menonton televisi. Populasi kelompok ini semakin bertambah

seiring bertambahnya ragam menonton yang ditawarkan. Jika hal ini terus terjadi

tanpa di sadari oleh mereka, pada saatnya nanti semakin banyak siswa yang

mengalami kesulitan dalam mengendalikan konsentrasinya. Akibatnya sering kali

didapati berbagai solusi yang tidak menyelesaikan terkait dengan problematika

lemahnya pencapaian aktivitas siswa. Pada hal akar permasalahannya sering kali

terletak pada lemahnya daya konsentrasi. Berbagai aktivitas mulai dari

penambahan jam belajar baik di dalam atau di luar sekolah dilakukan namun

sering kali berakhir dengan kesia-siaan dan tidak jarang disertai dengan dampak

yang sangat merugikan, salah satunya adalah rasa anti pasti terhadap pembelajaran

akibat kejenuhan yang diakibatkan oleh pembelajaran materi yang dilakukan

tanpa hasil hampir di setiap saat (Bagdja, 2009).

Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di SD Negeri

101791 Patumbak di kelas VI menunjukkan bahwa pada nilai rapor bulanan yaitu

bulan Februari 2010, Aktivitas belajar siswa cenderung mengalami penurunan

(16)

(44,73%) mendapatkan nilai yang rendah dibandingkan pada ujian bulan-bulan

sebelumnya. Wawancara dengan siswa kelas VI sebanyak 10 orang menunjukkan

bahwa 3 siswa mengalami peningkatan nilai dari rata-rata 6,5 menjadi 7,5 dan 3

siswa mengatakan nilainya turun dari 7 menjadi 6, dan 4 siswa mengatakan bahwa

nilainya tetap yakni 6,5 tetapi sering menirukan gerakan kebiasaan menonton di

televisi.

Penurunan aktivitas ini sangat mengkhawatirkan, mengingat siswa kelas

VI akan mengikuti ujian UAS dan UAN. Penyebab penurunan aktivitas siswa

tersebut disebabkan oleh berbagai faktor seperti mata pelajaran yang sulit

dikuasai, tingkat pemahaman yang rendah, metode pengajaran yang tidak sesuai,

pengawasan orang tua yang kurang pada anaknya saat belajar, dan lebih banyak

waktu menonton televisi dibandingkan waktu untuk belajar.

Berdasarkan uraian di atas dan melihat acara anak-anak di televisi yang

menyajikan hal-hal yang tidak sesuai dengan anak-anak sehingga mengakibatkan

menurunnya aktivitas belajar siswa, penulis tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Kebiasaan menonton televisi, aktivitas belajar dan prestasi belajar

siswa kelas VI SD Negeri 10171 Patumbak 2010.”

1.2. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang di atas dan banyaknya permasalahan yang

menyebabkan penurunan aktivitas belajar siswa, maka penulis membatasi

penelitian hanya pada aspek dampak kebiasaan menonton televisi, aktivitas

(17)

bagaimanakah aktivitas dan prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri 101791

Patumbak Tahun 2010.

1.3. Pertanyaan Penelitian

a. Untuk mengidentifikasi kebiasaan menonton televisi pada siswa kelas VI

SD Negeri101791 Patumbak Tahun 2010.

b. Untuk mengidentifikasi aktivitas belajar siswa kelas VI SD

Negeri101791 Patumbak Tahun 2010.

c. Untuk mengidentifikasi prestasi belajar bulanan siswa kelas VI SD

Negeri101791 Patumbak Tahun 2010.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum

Untuk mengidentifikasi kebiasaan menonton televisi, aktivitas belajar dan

prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010.

1.4.2. Tujuan khusus

a. Untuk mengidentifikasi kebiasaan menonton televisi pada siswa kelas

VI SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010.

b. Untuk mengidentifikasi aktivitas belajar siswa kelas VI SD Negeri

101791 Patumbak Tahun 2010.

c. Untuk mengidentifikasi prestasi belajar bulanan siswa kelas VI SD

(18)

1.5. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi beberapa

pihak yaitu:

1. SD Negeri 101791 Patumbak

Diharapkan saling bekerja sama dalam memberikan bimbingan dan

pelajaran pada siswa untuk meningkatkan aktivitas belajar.

2.Orang tua

Diharapkan mengawasi, membatasi, dan mengontrol anak dalam

menonton siaran di televisi, dan waktu belajar di rumah.

3. Pendidikan Keperawatan

Untuk menambah informasi mengenai kebiasaan menonton televisi,

aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa kelas VI sehingga dapat dijadikan

sebagai masukan pada penelitian selanjutnya.

4. Penelitian keperawatan.

Untuk pengembangan ilmu pengetahuan dalam melakukan riset

keperawatan berkaitan dengan dampak kebiasaan menonton televisi bagi siswa

(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Televisi

2.1.1. Pengertian Televisi

Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televisi

berasal dari kata tele dan vision ; yang mempunyai arti jauh (tele) dan tampak

(vision). Jadi televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak jauh. Penemuan

televisi disejajarkan dengan penemuan roda, karena penemuan ini mampu

mengubah peradaban dunia. Di Indonesia televisi secara tidak formal disebut

dengan televisi, tivi, teve atau tipi (Prasetya, 2007).

Menurut Arsyad (2002) dalam Wahiddien (2008), yang dimaksud dengan

televisi adalah sistem elektronik yang mengirimkan gambar dalam dan gambar

hidup bersama suara melalui kabel. Sistem ini menggunakan peralatan yang

mengubah cahaya dan suara ke dalam gelombang elektrik dan

mengkonversikannya kembali ke dalam cahaya yang dapat dilihat dan suara yang

dapat didengar.

Dewasa ini televisi dimanfaatkan untuk keperluan pendidikan dengan

mudah dapat dijangkau melalui siaran dari udara ke udara dan dapat dihubungkan

melalui satelit. Apa yang disaksikan pada layar televisi semuanya merupakan

unsur gambar dan suara. Jadi ada dua unsur yang melengkapinya yaitu unsur

gambar dan unsur suara. Rekaman suara dengan gambar yang dilakukan di stasiun

(20)

diberikan pada pemancar, pemancar mengubah getaran-getaran listrik tersebut

menjadi gelombang elektromagnetik, gelombang elektromagnetik ini ditangkap

oleh satelit. Melalui satelit, gelombang elektromagnetik dipancarkan sehingga

masyarakat dapat menyaksikan siaran televisi (Arsyad, 2007).

2.1.2. Fungsi Televisi

Fungsi televisi sama dengan fungsi media massa lainnya (surat kabar,

majalah, tabloid, dan radio siaran) yakni memberi informasi, mendidik,

menghibur dan membujuk. Tapi fungsi menghibur lebih dominan pada media

televisi. Karakteristik televisi yang utama adalah audio-visual, yakni dapat dilihat

dan sekaligus dapat didengar. Jadi dari segi pengaruh atau efek kepada

masyarakat jelas sedikit lebih kuat ketimbang efek yang ditimbulkan media massa

cetak (Prasetya, 2007).

2.1.3. Jenis Siaran Televisi

Siaran televisi adalah jenis acara atau program yang disiarkan di televisi.

Jenis siaran televisi yang banyak mempengaruhi anak-anak adalah siaran televisi

yang mengandung unsur konsumerisme, mistik, seks dan kekerasan. Jenis

film-film laga kepahlawanan (hero) selalu menarik perhatian dan disenangi anak-anak

(Surono, 2003). Penelitian Liebert dan Baron, menunjukkan hasil anak yang

menyaksikan program televisi yang menampilkan adegan kekerasan memiliki

keinginan lebih untuk berbuat kekerasan, dibandingkan dengan anak yang

menyaksikan program netral (tidak mengandung unsur kekerasan). (Tasmin,

(21)

Sebenarnya banyak film “anak-anak” yang justru menampilkan adegan

kekerasan dan kata-kata yang kasar (meski tidak sekasar film dewasa), walaupun

banyak juga terdapat adegan-adegan kebaikan (karena biasanya film-film tersebut

bercerita tentang pertentangan antara kebaikan dan kejahatan). Contoh film-film

yang memiliki kedua unsur tersebut adalah film Sibolang, Upin-ipin, Naruto,

Sinzan, Power Ranger dan Doraemon. Film-film ini sangat populer di dalam

dunia anak-anak sehingga seringkali menjadi model yang ditiru oleh anak-anak.

Meskipun mengandung adegan kekerasan, namun film-film ini sepertinya tidak

menimbulkan kecemasan bagi orangtua, karena para orang tua sampai sekarang

merasa aman meninggalkan anak-anak ketika menyaksikan film-film ini (Tasmin,

2006).

Sedangkan siaran-siaran yang mengandung unsur positif yaitu acara-acara

yang dapat meningkatkan ilmu pengetahuan seperti berita tentang

kejadian-kejadian informasi yang menambah pengetahuan anak, dialog tentang pendidikan,

wawancara tentang perilaku anak dan pendidikan, petulangan anak, lagu-lagu

anak-anak yang cerita, cerita anak yang memacu kreativitas dan mendidik,

sinetron yang mengajarkan kebaikan dan pendidikan, dan lain sebagainya

(Tasmin, 2006).

Televisi dapat memberikan pengaruh yang positif bagi para pemirsa yang

menyaksikan program acara atau siaran televisi. Adapun pengaruhnya yang

bersifat positif sebagai berikut : a) Adanya sinetron yang bernafaskan keagamaan

yang mempengaruhi anak untuk selalu berbuat kebaikan, b) Adanya acara atau

(22)

berita dan lain sebagainya yang membuat anak selalu ingin tahu sesuatu hal.

(Wahiddien, 2008).

2.1.4. Siaran Televisi bagi Anak

A. Dampak Positif Siaran Televisi

Televisi memang mempunyai manfaat dan unsur positif yang berguna bagi

pemirsanya, baik manfaat yang bersifat kognitif afektif maupun psikomotor.

Namun tergantung pada acara yang di siarkan televisi. Manfaat yang bersifat

kognitif adalah yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan atau informasi dan

keterampilan. Acara-acara yang bersifat kognitif diantaranya berita, dialog,

wawancara dan sebagainya. Manfaat yang kedua adalah manfaat afektif, yakni

yang berkaitan dengan sikap dan emosi. Acara-acara yang biasanya memunculkan

manfaat afektif ini adalah acara-acara yang mendorong pada pemirsa agar

memiliki kepekaan sosial, kepedulian sesama manusia dan sebagainya. Adapun

manfaat yang ketiga adalah manfaat yang bersifat psikomotor, yaitu berkaitan

dengan tindakan dan perilaku yang positif (Wahiddien, 2008).

Dalam perspektif kesenian, siaran sinetron merupakan hasil rekaan sang

sutradara yang isinya tidak mesti meliput realitas empiris dari pergaulan remaja

kita sehari-hari. Meskipun demikian, sinetron akan memberi dampak psikologis

bagi para penontonnya jika disiarkan oleh sebuah media publik seperti televisi. Ia

akan berdampak positif bagi pemupukan moralitas anak-anak dan remaja jika

isinya mengandung ajakan berbudi pekerti luhur, bekerja keras, ulet, giat belajar,

(23)

Menurut Ruslan (2007), televisi mempunyai peran positif dalam

perkembangan anak dan bagi guru di sekolah, sebagai berikut :

a. Televisi akan memperkaya pengetahuan anak dan dapat memahami pelajaran,

keuntungannya guru dapat lebih cepat mempresentasikan pelajaran, karena

memberikan informasi terkini (up to date).

b. Televisi dapat membangkitkan perhatian anak dan guru dapat lebih

memperdalam beberapa bagian kurikulum.

c. Televisi membantu guru untuk membuat siswa belajar yang menyenangkan.

d. Siaran film atau sandiwara dalam televisi dapat menyentuh emosi seperti sedih

dan marah, dan siswa dapat berlatih untuk mencobanya dengan teman sekelas,

orang tua atau guru.

e. Televisi merupakan agen sosialisasi paling baik.

B. Dampak Negatif Siaran Televisi Bagi Anak

1). Terhadap perkembangan anak

Televisi merupakan media massa elektronik yang sangat digemari hampir di

segala jenjang usia, baik oleh anak-anak remaja maupun orang dewasa sekalipun.

Menyaksikan acara televisi sebenarnya sangat baik bagi anak-anak, remaja dan

orang dewasa, dengan catatan apabila menyaksikan televisi tersebut tidak

berlebihan, acara yang disaksikan sesuai dengan usia, dan bagi anak-anak adanya

kontrol/pengawasan dari orang tua. Namun kenyataan yang terjadi, banyak dari

anak-anak menonton acara yang seharusnya belum pantas untuk disaksikan serta

(24)

ikuti dengan sikap yang kreatif, bahkan bisa menyebabkan anak bersikap pasif

(Majid, 2008).

Bagi anak-anak, kebiasaan menonton televisi bisa mengakibatkan

menurunnya minat baca anak-anak terhadap buku, serta masih banyak lagi

dampak negatif lainnya jika dibandingkan dampak positifnya yang hanya sedikit

sekali. Anak-anak cenderung lebih senang berlama-lama di depan televisi

dibandingkan harus belajar atau membaca buku.

Melihat acara-acara yang disajikan oleh stasiun televisi, banyak acara yang

disajikan tidak mendidik malahan bisa dikatakan berbahaya bagi anak-anak untuk

ditonton. Kebanyakan dari acara televisi memutar acara yang berbau kekerasan,

adegan pacaran yang mestinya belum pantas untuk mereka tonton, tidak hormat

terhadap orang tua, gaya hidup yang hura-hura (mementingkan duniawi saja) dan

masih banyak lagi deretan dampak negatif yang akan menggerogoti anak-anak

yang masih belum mengerti dan mengetahui apa-apa. Mereka hanya tahu bahwa

acara televisi itu bagus, mereka merasa senang dan terhibur serta merasa

penasaran untuk terus mengikuti acara demi acara selanjutnya. Sudah sepatutnya

orang tua menyadari hal ini, mengingat betapa besarnya akibat dari menyaksikan

televisi yang berlebihan.

Dapat dibayangkan apabila anak-anak yang merupakan aset-aset bangsa

yang akan meneruskan perjuangan bangsa ini serta yang akan memajukan bangsa

ini sejak kecil telah terbiasa dengan hal yang tidak bermanfaat, maka negara yang

sudah tertinggal dan terpuruk ini akan semakin terpuruk dan tertinggal dan

(25)

yang bukan hanya untuk diperhatikan tetapi perlu dilakukan tindakan nyata untuk

mengantisipasinya. Yang pastinya diperlukan satu kesatuan tekad dalam setiap

diri orang tua dan anggota masyarakat untuk bisa mengantisipasi dampak yang

akan terjadi serta bisa menjadi kontrol bagi pihak penyiar televisi terhadap

acara-acara yang disiarkan oleh setiap stasiun televisi (Veloso, 2008).

Jika dikaji lebih jauh, dampak negatif dari menyaksikan televisi secara

berlebihan yaitu :

a. Mengganggu pertumbuhan otak, menghambat pertumbuhan berbicara,

kemampuan herbal membaca maupun memahaminya, menghambat anak

dalam mengekspresikan pikiran melalui tulisan.

b. Meningkatkan agrsivitas dan tindak kekerasan, tidak mampu membedakan

antara realitas dan khayalan.

c. Berperilaku konsumtif karena rayuan iklan

d. Mengurangi kreativitas, kurang bermain dan bersosialisasi, menjadi manusia

individualis dan sendiri.

e. Televisi menjadi pelarian dari setiap keborosan yang dialami, seolah tidak

ada pilihan lain.

f. Meningkatkan kemungkinan obesitas (kegemukan) karena kurang

berkreativitas dan berolahraga.

g. Merenggangkan hubungan antar anggota keluarga, waktu berkumpul dan

bercengkeraman dengan anggota keluarga tergantikan dengan menyaksikan

televisi, yang cenderung berdiam diri karena asyik dengan jalan pikiran

(26)

h. Matang secara seksual, lebih cepat asupan gizi yang bagus, adegan seks

yang sering di lihat, menjadikan anak lebih cepat matang secara seksual,

ditambah rasa ingin tahu pada anak dan keinginan untuk mencoba adegan di

televisi semakin menjerumuskan anak (Majid, 2008).

Majid, (2008) mengatakan banyak orang beranggapan dampak televisi

tidaklah terlalu besar bagi anak, malahan orang tua hanya melarang

anak-anaknya untuk tidak menyaksikan film yang berbau pornoaksi dan membiarkan

mereka menyaksikan film yang biasa-biasa saja atau memang film anak-anak,

namun sebenarnya film anak-anak yang disaksikan oleh anak-anak pun tidak

menutup kemungkinan bisa berdampak negatif bagi anak itu sendiri.

2. Dampak negatif terhadap konsentrasi

Televisi memiliki dampak negatif terhadap daya konsentrasi individu.

Dampak negatif televisi pada daya konsentrasi individu setidaknya dapat

dibedakan sebagai berikut :

a. Singkatnya durasi konsentrasi (span of concentration).

Siaran informasi yang beraneka ragam silih berganti memborbardir

pikiran individu sedemikian rupa “dipaksa” untuk berkonsentrasi pada satu

siaran hanya dalam waktu singkat. Penelitian yang dilakukan oleh Psikolog

Ed Palmer terkait dengan perancangan serial televisi anak-anak “Sesame

Street” menyatakan bahwa masing-masing segmen dari serial televisi

tersebut akan optimal jika durasinya tidak lebih dari 4 (empat) menit.

Konsekuensi dari hal ini tentu seiring semakin intensifnya individu

(27)

singkat. Dengan kata lain, durasi konsentrasi yang singkat seringkali

diakibatkan karena pembiasaan.

Kesimpulan dari penelitian di atas juga nampak pada banyaknya sudut

pandang (point of view) kamera yang terlibat dalam suatu siaran (film,

sinetron atau yang lainnya). Hal ini utamanya ditujukan untuk

meminimalkan kejenuhan pemirsa pada siaran yang tengah disaksikan.

Mekanisme ini memungkinkan para produser untuk mempertahankan atensi

pemirsa terkait dengan suatu siaran.

b. Kesulitan pengendalian konsentrasi pada stimulus tertentu

Berbagai siaran yang memiliki kandungan kegemparan bagi pikiran

(excitement), misalnya hal yang terkait dengan seksualitas, mistik atau yang

lainnya menyebabkan individu sulit mengendalikan konstrasinya pada

stimulus tertentu. Ketika individu terbiasa untuk menyaksikan siaran yang

mengandung komponen kegemparan, contohnya siaran yang terkait dengan

seksualitas atau horor, sebagai akibatnya pikiran lebih mudah terkonsentrasi

pada hal tersebut. Seringkali fenomena ini terjadi secara otomatis diluar

kehendak individu yang besangkutan. Hal ini utamanya diakibatkan oleh

mekanisme alami pikiran individu dalam melakukan pembelajaran, dimana

selalu memberikan atensi baru pada asosiasi-asosiasi baru, yang mana

kembali lagi dimiliki hanya oleh berbagai hal yang memiliki kandungan

kegemparan (excitement). Tentu lebih mudah mengingat berbagai hal yang

aneh dibandingkan berbagai hal yang awam. Jika hal ini terus berlanjut,

(28)

mengendalikan konsentrasinya pada hal yang penting bagi dirinya, misalnya

materi pelajaran yang tengah dipelajari.

Siswa merupakan kelompok terbesar dari pemirsa televisi. Populasi

kelompok ini semakin bertambah sering bertambahnya ragam siaran yang

ditawarkan. Jika hal ini terus terjadi tanpa disadari oleh mereka, pada

saatnya nanti semakin banyak siswa yang mengalami kesulitan dalam

mengendalikan konsentrasinya. Akibatnya seringkali didapati berbagai

solusi yang tidak menyelesaikan terkait dengan problematika lemahnya

pencapaian prestasi siswa di sekolah. Padahal akar permasalahan seringkali

terletak pada lemahnya daya konsentrasi dan salah satu penyebabnya adalah

menyaksikan siaran televisi yang belum boleh ditonton. Menyaksikan siaran

televisi yang baik bagi siswa terutama siswa sekolah dasar yaitu pukul 16.00

– 18.00 wib, karena pada jam tersebut anak pada jam bermain (tidak

belajar). Sedangkan pada jam 19.30-21.00 wib, anak harus mengulang

pelajaran pada malam hari sehingga waktunya lebih baik digunakan untuk

belajar dibandingkan menyaksikan televisi (Veloso, 2008).

Lalu, apa yang dapat Anda lakukan untuk menghindari pengaruh program

televisi bagi anak?

1. Mulailah sekarang juga Tak sedikit anak-anak yang ketagihan menonton

televisi sejak berusia dini. Kebiasaan menyaksikan tontonan televisi yang

dapat merusak moral anak dapat diubah hanya dengan menggantikannya

dengan berbagai kebiasaan baru di luar menonton televisi. Ubah sedikit

(29)

2. Letakkan televisi di ruangan yang jarang digunakan dengan meletakkan

televisi di ruangan yang jauh dari tempat anggota keluarga berkumpul dan

berkegiatan, anak-anak diharapkan enggan menonton dan menjadi lebih

selektif dalam memilih acara- acara yang akan ditonton.

3. Sehari tanpa televisi diskusikan bersama keluarga untuk memilih satu hari

tanpa televisi. Tentukan kegiatan apa yang akan dilakukan pada hari yang

telah disepakati tersebut.

4. Jangan jadikan televisi sebagai "babysitter"Anda tentu tidak bakal

menitipkan anak begitu saja kepada orang asing. Anggap saja televisi

sebagai "orang asing" ini. Ya, televisi tidak dapat menanggapi tangisan anak

atau mengetahui apa anak anda ketakutan atau tidak; atau mengingatkan

acara yang ditayangkan hanya untuk orang dewasa.

5. Pilih acara yang akan ditonton. Anda bisa membatasi acara apa saja yang

akan anda saksikan bersama keluarga. Misalnya, dengan membaca ulasan

acara televisi yang banyak dimuat di berbagai tabloid dan surat kabar acara

televisi. Jangan hanya menyetel televisi untuk melihat semua yang

ditayangkan. Bantu anak untuk memilih program sesuai usia, minat dan

kematangannya.

6. Dampingi anak anak-anak menonton acara yang telah mereka pilih, dan

bantu mereka menilai acara yang mereka tonton berdasarkan nilai-nilai dan

(30)

7. Beda rekayasa dan kehidupan nyata jelaskan kepada anak bahwa kekerasan

atau teror yang mereka saksikan dalam film hanyalah akting, bukan kejadian

sebenarnya

8. Diskusikan iklan-iklan Tunjukkan pada anak, mana saja iklan-iklan yang

hanya membujuk mereka mengeluarkan uang untuk membeli sesuatu yang

kurang bermanfaat. Beri kebebasan anak untuk membantu anda memilih

benda yang bermanfaat atau makanan yang bergizi bagi seluruh anggota

keluarga (Arya, 2009).

2.1.5. Peran Keluarga / Orang Tua dalam Mengawasi Anak Menyaksikan

Televisi

Kecemasan orang tua terhadap dampak menonton televisi bagi anak-anak

memang sangat beralasan, mengingat bahwa banyak penelitian menunjukkan

televisi memang memiliki banyak pengaruh negatif maupun positif. Yang

dikhawatirkan dari kalangan orang tua adalah anak-anak yang belum mampu

membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang pantas dan tidak pantas,

karena media televisi mempunyai daya tiru yang sangat kuat bagi pertumbuhan

dan perkembangan anak-anak (Sulastowo, 2008).

Namun demikian menurut Veloso (2008) harus diakui bahwa kebutuhan

untuk mendapatkan hiburan, pengetahuan dan informasi secara mudah melalui

televisi juga tidak dapat dihindarkan. Televisi, selain selalu tersedia dan amat

mudah diakses, juga menyuguhkan banyak sekali pilihan, ada sederet acara dari

tiap stasiun televisi, tinggal bagaimana pemirsa memilih acara yang dibutuhkan,

(31)

Banyak hal yang belum diketahui oleh seorang anak, oleh karena itu kalau

tidak ada yang memberitahu anak akan mencari sendiri dengan mencoba-coba dan

meniru dari orang dewasa. Apakah hasil percobaan maupun peniruannya benar

atau salah satu, anak mungkin tidak tahu. Disinilah tugas orang tua untuk selalu

memberi pengertian kepada anak, secara konsisten. Kebingungan anak karena

standar ganda yang diterapkan orang tua juga bisa teratasi kalau orang tua

memberi penjelasan kepada anak (Veloso, 2008).

Sedangkan menurut Sulastowo (2008), kalaupun tidak sempat

mendampingi anak, orangtua sebaiknya menyeleksi program televisi mana yang

benar-benar cocok untuk anak. Sebelum anak diizinkan untuk menonton program

televisi tertentu, orangtua sudah mengetahui program tersebut cocok atau tidak

untuk anak, jadi orang tua sudah terlebih dahulu menonton program tersebut dan

melakukan evaluasi.

Menurut Majid (2008), setiap orang tua memiliki tanggung jawab untuk

selalu mengawasi anaknya dan memperhatikan perkembangannya, oleh sebab itu

hal-hal yang sekecil apapun harus diantisipasi oleh setiap orang tua mengenai

dampak positif atau negatif yang ditimbulkan oleh hal yang bersangkutan. Begitu

juga mengenai hal televisi ini, yang sudah nyata dampak negatifnya, sudah

sepatutnya setiap orang tau mempersiapkan senjata untuk mengantisipasinya.

Banyak dampak negatif yang diakibatkan oleh siaran televisi, ada

beberapa hal yang bisa dilakukan oleh setiap orang tua, yaitu :

(32)

Jangan biarkan anak-anak menonton acara yang tidak sesuai dengan usianya,

walaupun ada acara yang memang untuk anak-anak, perhatikan dan analisa

apakah sesuai dengan anak-anak (tidak ada unsur kekerasan atau hal lainnya

yang tidak sesuai dengan usia mereka).

2. Dampingi anak menonton televisi.

Tujuannya adalah agar acara televisi yang mereka tonton selalu terkontrol dan

orang tua bisa memperhatikan apakah acara tersebut masih layak atau tidak

untuk ditonton.

3. Letakkan televisi di ruang tengah, hindari menyediakan televisi di kamar anak.

Dengan meletakkan televisi di ruang tengah, akan mempermudah orang tua

dalam mengontrol tontotan anaknya, serta bisa mengantisipasi hal yang tidak

orang tua inginkan, karena kecenderungan rasa ingin tahu anak-anak sangat

tinggi.

4. Tanyakan acara favorit mereka dan bantu memahami pantas tidaknya acara

tersebut untuk mereka diskusikan setelah menonton, ajak mereka menilai

karakter dalam acara tersebut secara bijaksana dan positif.

5. Ajak anak keluar rumah untuk menikmati alam dan lingkungan, bersosialisasi

secara positif dengan orang lain (Majid, 2008).

6. Acara yang bisa dilakukan misalnya tamasya, silaturahmi tempat sanak

keluarga dan hal lainnya yang bisa membangun jiwa sosialnya.

7. Perbanyak membaca buku, letakkan buku di temapt yang mudah dijangkau

(33)

8. Perbanyak mendengarkan radio memutar kaset atau mendengarkan musik

sebagai mengganti menonton televisi

Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena dengan mendengarkan

radio, anak akan terlatih kemampuan mendengarnya, jika dibandingkan dengan

menonton televisi hanya merangsang anak untuk mengikuti alur cerita tanpa

menganalisis lebih lanjut dari apa yang dilihat dan dengar. Begitu juga dengan

mendengarkan musik lebih baik dilakukan bila dibandingkan dengan menonton

televisi karena bisa melatih perkembangan imajinasi anak (Sulastowo, 2008).

2.2. Aktivitas Belajar

2.2.1. Pengertian Belajar

Belajar adalah suatu kegiatan yang membawa perubahan pada individu yang

belajar. Perubahan itu tidak hanya mengenai jumlah pengetahuan melainkan juga

dalam kecakapan, kebiasaan, sikap, pengertian, penghargaan, minat penyesuiaan

diri, pendeknya mengenai segala aspek atau pribadi sesorang (Munandar, 2002).

Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses

perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dalam

lingkungannya dalam merupakan memenuhi kebutuhan hidupnya (Slameto,2003).

Menurut behavioristik belajar dan penajaran adalah perubahan tingkah laku

sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Belajar

merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk

bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan

(34)

Selanjutnya Winkel (2001) mengemukakan bahwa belajar pada manusia

merupakan suatu proses siklus yang berlangsung dalam interaksi aktif subyek

dengan lingkungannya yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam

pengetahuan, pemahaman, keterampilan yang bersifat menetap atau konstan.

Dari uraian beberapa pendapat di atas maka dapat dirumuskan defenisi

belajar yaitu suatu proses untuk mencapai suatu tujuan yaitu perubahan ke arah

yang lebih baik. Perubahan tersebut adalah perubahan prngetahuan, pemahaman,

keterampilan,sikap dan tingkah laku yang bersipat menetap.

2.2.2. Belajar pada anak (6-12 Tahun).

Perkembangan pada anak usia ini dapat dimulai dengan kemampuan anak

mencetak, menggambar, membuat huruf atau tulisan yang besar dan apa yang

dilaksanakan oleh anak mencerminkan pikiran anak dan kemampuan anak

membaca dan sudah mulai berpikir terhadap kehidupan.

Pada usia sekolah ini adalah tetap masih memperhatikan tingkat

kemampuan bahasa anak yaitu gunakan kata sederhana yang spesifik, jelaskan

sesuatu yang membuat ketidakjelasan pada anak atau sesuatu yang tidak

diketahui, pada usia ini keingintahuan pada aspek fungsional dan prosedural dari

objek tertentu sangat tinggi maka jelaskan arti fungsi dan prosedurnya maksud

dan tujuan dari sesuatu yang ditanyakan secara jelas dan jangan menyakiti atau

mengancam sebab ini akan membuat anak tidak mampu berkomunikasi secara

(35)

Kegiatan siswa pada kelompok umum ini dapat digolongkan sebagai

berikut :

1. Visual activities, yang termasuk di dalamnya misalnya: membaca,

memerhatikan gambar demonstrasi, percobaan, pekerjaan orang lain.

2. Oral activities, seperti : menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran,

mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

3. Listening activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan,

diskusi, musik, pidato.

4. Writing activities, seperti misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket,

menyalin.

5. Drawing activities, misalnya: menggambarkan, membuat grafik, peta,

diagram.

6. Motor activities, yang termasuk di dalamnya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain, berkebun,

beternak.

7. Mental activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat,

memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

8. Emotional ectivities, seperti misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira,

(36)

2.3. Peran Keluarga atau Orang Tua

2.3.1. Peran Keluarga atau Orang Tua Dalam Pendidikan Anak

Anak adalah titip Tuhan, karena itu nasib dan masa depan anak-anak

adalah tanggung jawab semua. Tetapi tanggung jawab utama terletak pada orang

tua masing-masing. Orang tualah yang pertama berkewajiban memelihara,

mendidik, dan membesarkan anak-anaknya agar menjadi manusia yang

berkemampuan dan berguna. Setelah seorang anak kepribadiannya terbentuk,

peran orang tua selanjutnya adalah mengajarkan nilai-nilai pendidikan kepada

anak-anaknya. Pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya adalah

merupakan pendidikan yang akan selalu berjalan seiring dengan pembentukan

kepribadian anak tersebut. Proses pendidikan bagi generasi muda mempunyai tiga

pilar penting. Ketiga pilar itu, sekolah, masyarakat dan keluarga. Pengertian

keluarga tersebut nyata dalam peran orang tua (Emaniar, 2007).

Menurut Veloso (2008) Pola penyelenggaraan pendidikan nasional

mengakibatkan ketiga pilar penting terpisah. Sekolah terpisah dari masyarakat

atau orang tua. Peran orang tua terbatas pada persoalan dana. Orang tua dan

masyarakat belum terlibat dalam proses pendidikan menyangkut pengambilan

keputusan monitoring, pengawasan dan akuntabilitas. Akibatnya sekolah tidak

mempunyai beban untuk mempertanggung jawabkan hasil pelaksanaan

pendidikan kepada orang tua.

Anak merupakan masa depan bagi setiap orang tua. Pada usia balita,

anak-anak yang kurang mendapat kasih sayang dan perhatian orang tuanya seringkali

(37)

kadang-kadang mereka mengambil jalan pintas, dan minggat dari rumah dan menjadi anak

jalanan. Kesibukan orang tua yang berlebihan, terutama ibu, menyebabkan anak

kehilangan perhatian. Seorang ibu yang berkarir di luar rumah misalnya dan

karirnya banyak menghabiskan waktu, lebih banyak menghadapi masalah

kekurangan interaksi ini. Bisa dibayangkan, bila dalam sehari ibu hanya

mempunyai waktu paling banyak 2-3 jam bertemu dengan anak, anak lebih dekat

dengan pengasuh atau pembantunya. Pada faktanya televisi tidak mampu menjadi

orang tua yang baik, karena acara-acara yang disiarkan tidak semuanya baik.

Masih ada film anak-anak yang kurang mendidik dan terkesan merangsang anak

melakukan tindakan destruktif yang diputar di stasiun televisi di Indonesia.

Televisi tidak begitu baik untuk masa depan pendidikan anak-anak masa kini.

Karena masa depan anak itu dilihat dari pendidikan yang diberikan orang tua

sejak dini (Veloso, 2008).

Peran orang tua dalam pendidikan mempunyai peranan besar terhadap

masa depan anak sehingga demi mendapatkan pendidikan yang terbaik, maka

sebagai orangtua harus berusaha untuk dapat mensekolahkan anak sampai ke

jenjang pendidikan yang paling tinggi adalah salah satu cara agar anak mampu

mandiri secara finansial nantinya. Sebagai orang tua harus sedini mungkin

merencanakan masa depan anak-anak agar mereka tidak merana. Masa anak-anak

merupakan masa transisi dan kelanjutan dalam menuju tingkat kematangan

sebagai persiapan untuk mencapai keremajaan. Ini berarti kemajuan

perkembangan yang dicapai dalam masa anak-anak merupakan bekal keberhasilan

(38)

masa anak-anak, sangat banyak ditentukan oleh pengalaman mereka dalam

melihat orang-orang di sekitarnya terutama kedua orangtuanya. Itu semua

merupakan bekal pendidikan bagi anak-anak nantinya (Sulastowo, 2008).

Di sisi lain, anak-anak adalah generasi yang memiliki sejumlah potensi

yang patut dikembangkan dalam kegiatan pendidikan serta kreativitas mereka.

Anak-anak mempunyai karakteristik antara lain pertumbuhan fisik yang cepat dan

matang. Semua potensi anak tersebut akan bermakna apabila dibina dan

dikembangkan secara terarah sehingga mereka menjadi manusia yang memiliki

keberdayaan. Tanpa bimbingan yang baik semua potensi itu tidak akan

memberikan dampak positif, bahkan bisa terjadi hal yang sebaliknya yaitu

menimbulkan berbagai masalah dan hambatan. Apalagi jika melihat ke depan,

tantangan globalisasi makin besar, maka pembinaan pendidikan terhadap anakpun

harus semakin dikuatkan. Anak-anak harus berorientasi terhadap pandangan hidup

yang bersifat positif dan aktif serta wajib menentukan dirinya sendiri,

mementingkan kepuasan dari pekerjaan yang dilakukannya, berorientasi ke masa

depan dan belajar merencanakan hidup secermat mungkin. Pendidikan merupakan

sesuatu yang perlu mendapatkan prioritas (Veloso, 2008).

Disinilah tanggung jawab orang tua untuk bisa memilih lembaga

pendidikan yang baik bagi putra-putrinya dan sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya, melalui perencanaan keuangan pendidikan. Saat ini banyak lembaga

keuangan di Indonesia seperti perbankan dan asuransi yang menawarkan produk

berupa tabungan pendidikan dan asuransi pendidikan. Bisa sejak dari kandungan,

(39)

positif. Disini peran orang tua sangat penting dalam memberikan sifat-sifat afektif

pada anak dan tidak semata kognitif saja (Emaniar, 2007).

2.3.2. Konsep Anak

Meskipun demikian, anak masih dikelompokkan lagi menjadi tiga sesuai

dengan kelompok usia, yaitu: usia 2-5 tahun disebut usia prasekolah; usia 6-12

tahun disebut usia sekolah; dan usia 13-18 tahun disebut usia remaja. Pada

bahasan ini, kita mempelajari bersama asuhan keperawatan keluarga dengan anak

usia sekolah.

Anak usia sekolah dapat disebut sebagai akhir masa kanak-kanak sejak

usia 6 tahun atau masuk sekolah dasar kelas satu, ditandai oleh kondisi yang

sangat memengaruhi penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial anak. Akhir

masa kanak-kanak memiliki beberapa cirri:

a. Label yang digunakan oleh orang tua

Usia yang menyulitkan adalah suatu masa ketika anak tidak mau lagi menuruti

perintah dan ketika anak lebih dipengaruhi oleh teman sebaya dari pada oleh

orang tua dan anggota keluarga lain.

Usia tidak rapi adalah suatu masa ketika anak cenderung tidak memperdulikan

dan ceroboh dalam penampilan.

Usia bertengkar adalah suatu masa ketika banyak terjadi pertengkaran

antar-keluarga dan suasana rumah yang tidak menyenangkan bagi semua anggota

keluarga. Ketika label yang digunakan orang tua dapat meminimalkan dengan

menghartuskan melakukan dan mengancam dengan hukuman (hal ini sering

(40)

b. Label yang digunakan pendidik atau guru

Usia sekolah dasar adalah suatu masa ketika anak diharapkan memperoleh

dasar-dasar pengetahuan yang dianggap penting untuk keberhasilan penyesuaian dari

pada kehidupan dewasa dan mempelajari pelbagai keterampilan penting tertentu

baik kurikuler maupun ekstrakurikuler.

Periode kritis dalam berprestasi adalah suatu masa ketika anak membentuk

kebiasaan untuk mencapai sukses, tidak sukses, atau sangat sukses, yang

cenderung menetap sampai dewasa. Kagan (1977) dalam penelitiannya yang

ditulis kembali oleh Hurlock, melaporkan bahwa tingkat prilaku pada masa

kanak-kanak mempunyai korelasi yang tinngi dengan prilaku prestasi pada masa dewasa.

Label yang digunakan oleh ahli psikologi

Usia berkelompok adalah suatu masa ketika perhatian utama anak tertuju pada

keinginan diterima oleh teman-teman sebaya sebagai anggota kelompok.

Usia kreatif adalah suatu masa ketika anak ditentukan apakah anak akan menjadi

konfermis (pencipta karya baru) atau tidak.

Usia bermain adalah suatu masa ketika besarnya keinginan bermain karena

luasnya (adanya) minat dan kegiatan untuk bermain.

2.3.3. PERKEMBANGAN AKHIR MASA KANAK-KANAK

Tugas perkembangan akhir masa kanak-kanak menurut Havigrust:

a. Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan untuk permainan-permainan

yang umum.

b. Membangun sikap yang sehat mengenai diri sendiri sebagai makhlik yang

(41)

c. Belajar menyesuaiakan diri dengan teman-temannya.

d. Mulai mengembangkan peran sosial pria atau wanita yang tepat.

e. Mengembangkan keterampilan dasar untuk membaca, menulis dan berhitung.

f. Mengembangkan pengertian-pengertian yang diperlukan untuk kehidupan

sehari-hari.

g. Mengembangkan hati nurani, pengertian moral, dan tinggkatan nilai.

h. Mengembangkan sikap terhadapkelompok-kelompok sosial dan

lembaga-lembaga.

i. Mencapai kebebasan pribadi.

Untuk mencapai tugas perkembagan secara optimal, pada akhir masa

kanak-kanak tidak lagi sepenuhnya mencapai tanggung jawab sekolah, terapi juga

merupakan tanggung jawab guru dan kelompok sebaya. Namun, orang tua perlu

membantu meletakkan dasar-dasar penyesuaian diri anak dengan teman sebaya.

2.4. PERKEMBANGAN USIA SEKOLAH

2.4.1. Perkembangan Biologis

Saat umur 6-12 tahun, pertumbuhan rata-rata 5cm pertahun untuk tinggi

badan dan meningkat 2-3 kg pertahun untuk berat badan. Selama usia tersebut,

anak laki-laki cenderung kurus dan tinggi, anak perempuan cenderung gemuk.

Pada usia ini, pembentukan jaringan lemak lebih cepat perkembangannya dari

(42)

2.4.2. Perkembangan Psikososial

Menurut Freud, perkembangan psikososialnya digolongkan dalam fase

laten, yaitu ketika anak berada dalam fase oidipus yang terjadi pada masa

prasekolah dan mencintai seseorang. Dalam tahap ini, anak cenderung membina

hubungan yang erat atau akrab dengan teman sebaya, juga banyak bertanya

tentang gambar seks yang dilihat dan diekspoitasi sendiri melalui media.

Menurut Erikson, perkembagan psikososialnya barada dalam tahap

industri vs Inferior. Dalam tahap ini, anak mampu melakukan atau menguasai

keterampilan yang bersifat teknologi dan sosial; memiliki keinginan untuk

mandiri; dan berupaya menyelesaikan tugas-inilah yang merupakan tahap

industry. Bila tugas tersebut tidak dapat dilakukan, anak akan menjadi inferior.

Tahap ini sangat mempengaruhi faktor intrinsik (penghargaan yang didapat,

stimulus, dan keterlibatan orang lain).

2.4.3. Perkembangan Kognitif

Menurut Piaget, usia ini berada dalam tahap operasional konkret, yaitu

anak mengekspresikan apa yang dilakukan dengan verbal dan simbol. Selama

priode ini kemampuan anak belajar konseptual mulai meningkat dengan pesat dan

memiliki kemampuan belajar dari benda, situasi, dan pengalaman yang

dijumpainya. Kemampuan anak yang dimiliki dalam tahap operasional konkret:

Konservasi, menyukai sesuatu yang dapat dipelajari secara konkret bakan magis.

Klsifikasi, mulai belajar mengelompokkan, menyusun dan mengurutkan.

Kombinasi, mulai mencoba belajar dengan angka dan huruf sesuai dengan

(43)

2.4.4. Perkembangan Sosial

Akhir masa kanak-kanak sering disebut usia berkelompok, yang ditandai

dengan adanya minat terhadap aktivitas teman-teman dan meningkatnya

keinginan yang kuat untuk diterima sebagai kelompok. Wujud dari aktivitas ini

banyak orang menyebut sebagai geng anak, tetapi berbeda tujuannya dengan geng

remaja. Tujuan dari geng anak-anak diantaranya memperoleh kesenangan dengan

bermain.

2.5. Bermain

Bermain dianggap sangat penting untuk perkembangan fisik dan fisiologi

karena selama bermain anak mengembangkan anak berbagai keterampilan sosial

sehingga memungkinkannya untuk meningmati keanggotaan kelompok dalam

masyarakat anak-anak.

Bentuk permainan yang sering diminati pada masa usia ini:

a. Bermain kontrouktif: membuat sesuatu hanya untuk bersenang-senang saja

tanpa memikirkan manfaatnya, seperti menggambar, melukis, dan

membentuk sesuatu.

b. Menjelajah: ingin bermain jauh dari lingkungan rumah.

c. Mengumpulkan: benda-benda yang menarik perhatian dan minatnya,

membawa benda ke rumah, menyimpan dalam laci, dan tidak

memperlihatkan koleksinya dalam laci.

d. Permainan dan olahraga: cenderung ingin memainkan permainan anak

besar (bola basket dan sepak bola) dan senag pada permainan yang

(44)

e. Hiburan: anak ingin meluangkan waktu untuk membaca, mendengarkan

radio, menonton, atau melamun.

Keluarga dengan anak usia sekolah merupakan salah satu tahap yang mesti

dilalui dan merupakan masa-masa yang sibuk bagi orang tuanya dan banyaknya

kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak. Pada tahap ini tugas perkembagan

keluarga, yaitu:

(1) Mensosialisasikan anak dengan lingkungannya, termasuk keberhasilan

dalam belajar dan kebutuhan berkelompok dengan teman sebayanya.

(2) Mempertahankan hubungan perkawinan yang harmonis.

(3) Memenuhi kebutuhan kesehatan anggota keluarga (Friedman, 1998).

Di samping itu, orang tau memiliki tanggung jawab seperti yang diatur

dalam UU No.4 tahun 1979 pasal 9 tentang ”orang tua adalah yang pertama-tama

bertanggung jawab atas terwujudnya kesejahteraan anak baik secara rohani,

jasmani, maupun sosial”. Dengan demikian, seharusnya anak yang setiap harinya

tinggal bersama keluarga akan dapat dan selalu tumbuh dan berkembang secara

optimal sesuai dengan usianya.

Bila keluarga dan orang tua menyadari tentang kewajibannya maka anak

akan memperoleh hak-haknya seperti yang tertulis dalam UU No.4 tahun 1979

pasal 2: Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan, dan bimbingan

berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarganya maupun di dalam asuhan

khusus untuk tumbuh dan berkembang secara wajar (Suprajitno, 2004).

(45)

BAB III

KERANGKA KONSEP

3.1. Kerangka Konsep

Adapun yang menjadi kerangka konsep pada penelitian ini adalah untuk

mengetahui seberapa besar kebiasaan menonton televisi, aktivitas belajar dan

prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010.

Berdasarkan tinjauan adalah sebagai berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

3.2. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur

Menonton Televisi

Aktifitas Belajar

Prestasi Belajar

Menonton televisi adalah suatu kegiatan melihat responden di SD Negeri 101791 Patumbak.

Aktivitas belajar adalah kegiatan yang dilakukan oleh responden di SD Negeri 101791 Patumbak.

(46)

BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yang

bertujuan untuk mengidentifikasi kebiasaan menonton televisi, aktivitas belajar

dan prestasi belajar siswa kelas VI SD Negeri 191791 Patumbak.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1.Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VI SD Negeri

101791 Patumbak yaitu sebanyak 120 orang.

4.2.2.Sampel Penelitian

Pengambilan populasi kurang dari 100, maka lebih baik diambil semuanya

sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi, tetapi jika populasi lebih

dari 100 dapat di ambil 10-15% atau 20-25% atau lebih tergantung kemampuan

peneliti (Suharsimi, 2007). Maka peneliti mengambil 25% dari 120 orang

sehingga jumlah sampel dalam penelitian ini 30 orang.

Tehnik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Simpel Random Sampling yaitu suatu teknik penetapan pengambilan sampel

dengan cara acak pada populasi sehingga semua subjek dianggap sama. Setiap

subyek yang terdaftar sebagai populasi, diberi nomor urut yang telah ditulis mulai

(47)

nomor. Peneliti memberikan hak yang sama kepada setiap subyek untuk

memperoleh kesempatan dipilih sebagai sampel. Untuk pegambilan sampel

peneliti bekerjasama dengan pihak sekolah.

4.3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 101791 Patumbak yang beralamat di

jalan Pertahanan Patumbak, Kecamatan Patumbak Kampung, karena di tempat

tersebut tersedia populasi penelitian serta terjangkau oleh peneliti.

4.4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah mendapatkan rekomendasi dari Fakultas

Ilmu Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Kepala SD Negeri

101791 Patumbak. Dalam melaksanakan penelitian ini, ada beberapa

pertimbangan etika yang harus diperhatikan yaitu kebebasan, kerelaan menjadi

responden, lembaran persetujuan yang diberikan kepada responden. Peneliti

menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian yang dilakukan. Selanjutnya

peneliti menanyakan kesediaan menjadi responden, jika siswa bersedia menjadi

responden maka mereka diminta untuk menandatangani lembar persetujuan. Jika

para guru kelas tersebut menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian ini maka

peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak-haknya. Untuk menjaga

kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama siswa pada lembaran

(48)

tersebut. Kerahasiaan informasi siswa di jamin oleh peneliti dan hanya kelompok

data tertentu saja yang akan dilaporkan sebagai hasil penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini adalah bentuk pertanyaan

subyektif lisan sederhana, terbuka dan bermakna melalui wawancara sebanyak 10

pertanyaan. Kuesioner ini terdiri dari 4 bagian yaitu : pertama data demografi

yang berisi identitas responden, kedua kuesioner kebiasaan menonton televisi,

ketiga aktivitas belajar dan keempat prestasi belajar siswa.

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpulan data berupa kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti dengan

berpedoman pada konsep dan tinjauan pustaka. Data demografi responden terdiri

dari jenis kelamin, agama, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua dan

kebiasaan menonton televisi.

Bentuk pertanyaan yang peneliti gunakan adalah pertanyaan pilihan

berganda dengan pilihan jawaban yang diberikan peneliti kepada siswa yang telah

dipersiapkan sebelumnya, sehingga responden tinggal memilih atau

membubuhkan tanda silang (X) pada pilihan jawaban yang sesuai menurut

responden (Arikunto, 2006). Kuesioner tentang kebiasaan menonton televisi

terdiri dari 3 pertanyaan tertutup dengan jenis pertanyaan multiple choice dengan

memilih jawaban a, b, c, dan d. setiap kategori pertanyaan dengan jawaban yang

benar diberi skor 1 (satu) dan pertanyaan dengan jawaban yang salah diberi skor 0

(nol). Kuesioner tentang aktivitas belajar terdiri dari 3 pertanyaan tertutup dengan

(49)

kategori pertanyaan dengan jawaban yang benar diberi skor 1 (satu) dan

pertanyaan dengan jawaban yang salah diberi skor 0 (nol) dan kuesioner prestasi

belajar siswa diambil dari nilai bulanan yaitu bulan oktober dan bulan September

dari pihak sekolah.

4.6. Pengukuran Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan kemampuan instrumen

pengumpalan data untuk mengukur apa yang harus diukur, untuk mendapatkan

data yang relevan dengan apa yang sedang di ukur (Demspey, 2002). Pada

penelitian ini menggunakan validitas isi. Validitas isi selanjutnya dikonsultasikan

kepada dosen yang kompeten. (Setiadi, 2007). Uji validitas isi instrumen yang

dilakukan oleh salah satu staf pegawai di Fakultas keperawatan Universitas

Sumatera Utara.

4.7. Pengukuran Realibilitas

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau

kemampuan alat ukur untuk mengukur sasaran yang akan diukur sehingga dapat

digunakan untuk penelitian dalam lingkup yang sama. Uji reliabilitas dilakukan

sebelum pengumpulan data dilaksanakan dengan menggunakan bantuan program

komputer. Setelah dianalisa dengan komputerisasi didapat nilai Croncbach Alpa

(50)

4.8. Pengumpulan Data

Dalam malakukan penelitian ini, terlebih dahulu peneliti mengajukan

permohonan surat pengantar izin survey awal ke Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara (USU) untuk Kepala SD Negeri 101791 Patumbak

sebagai data pada latar belakang penelitian. Setelah itu peneliti mengajukan

permohonan surat pengantar izin penelitian ke Fakultas Keperawatan USU untuk

disampaikan kepada Kepala SD Negeri 101791 Patumbak untuk penelitian,

setelah mendapatkan izin melakukan penelitian, maka peneliti melakukan

penelitian di SD Negeri 101791 Patumbak selama satu minggu. Hari pertama

pendekatan dan informed consent, mengumpulkan semua populasi dalam satu

ruangan untuk memilih sampel penelitian sebanyak 30 orang dengan tehnik

pengambilan sampel dengan cara acak (random sampling) dengan cara mencabut

nomor responden yang terlebih dahulu telah peneliti tentukan. Hari kedua peneliti

mengumpulkan 6 responden pertama untuk mengisi kuesioner yang telah

dibagikan dan terlebih dahulu dijelaskan tentang maksud dari pertanyaan yang ada

didalam kuesioner penelitian tersebut. Hari ketiga mengumpulkan 6 responden

kedua untuk mengisi kuesioner yang telah dibagikan dan terlebih dahulu

dijelaskan tentang maksud dari pertanyaan yang ada didalam kuesioner penelitian

tersebut, kemudian hari keempat mengumpulkan 6 responden ketiga untuk

mengisi kuesioner yang telah dibagikan dan terlebih dahulu dijelaskan tentang

maksud dari pertanyaan yang ada didalam kuesioner penelitian tersebut. Hari

kelima mengumpulkan 6 responden keempat untuk mengisi kuesioner yang telah

(51)

didalam kuesioner penelitian tersebut, hari keenam mengumpulkan 6 responden

kelima untuk mengisi kuesioner yang telah dibagikan dan terlebih dahulu

dijelaskan tentang maksud dari pertanyaan yang ada didalam kuesioner penelitian

tersebut dan setelah selesai peneliti melakukan penutupan penelitian dengan

mengumpulkan semua responden. Waktu yang digunakan peneliti dalam

pengambilan data dengan menggunakan kuesioner yaitu memanfaatkan jam

istirahat belajar responden selama 30 menit dengan 6 responden pada hari kedua

sampai hari ke enam, sedangkan untuk seluruh kegiatan penelitian pada hari

pertama menggunakan waktu selama 1 jam.

4.9. Analisa Data

Analisa data dilakukan setelah semua data terkumpul melalui beberapa

tahap dimulai dengan editing untuk memeriksa kelengkapan identitas dan data

responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi, kemudian data

yang sesuai diberi kode. koding untuk memudahkan penelitian dalam melakukan

tabulasi dan analisa data yang telah dikumpulkan. Selanjutnya memasukan Entry

data ke dalam komputer. Data demografi akan ditampilkan dalam bentuk tabel

distribusi frekuensi dan persentasi. Hasil analisa data juga disajikan dalam bentuk

tabel distribusi frekuensi dan presentasi, yang bertujuan untuk mengetahui

kebiasaan menonton televisi, aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa kelasVI

(52)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Pada bab ini diuraikan tentang hasil dan pembahasan penelitian mengenai

karakteristik responden dan kebiasaan menonton telivisi, aktivitas belajar dan

prestasi belajar siswa yang dilakukan di SD Negeri 101791 Patumbak dengan

jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 30 responden.

5.1.1. Karakteristik Responden

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka diuraikan gambaran data demografi

responden yang terdiri dari jenis kelamin, agama, pendidikan orang tua, pekerjaan

orang tua, kebiasaan menonton telivisi, aktivitas belajar dan prestasi belajar siswa.

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di SD Negeri 101791 Patumbak (n=30)

3. Pendidikan orang tua SD

(53)

Tabel 5.1.1 menunjukan karakteristik responden bahwa mayoritas

responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 20 orang (66,7%), berdasarkan

agama mayoritas beragama Kristen Protestan sebanyak 20 orang (67%),

berdasarkan jenjang pendidikan orang tua responden mayoritas SLTP sebanyak 17

orang (56,7%), berdasarkan jenis pekerjaan orang tua responden mayoritas

wiraswasta sebanyak 17 orang (56,7%).

5.1.2. Kebiasaan Menonton Televisi

Tabel 5.1.2. Distribusi Frekuensi dan persentase Kebiasaan Responden Menonton Televisi di SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010.

No. Kebiasaan Menonton Televisi Frekuensi Persentasi 1 Waktu saudara gunakan untuk menonton

televisi dalam satu hari 1-2 jam

2 Jenis tayangan televisi yang paling sering saudara tonton

3 Tujuan saudara menonton televisi Untuk mendapatkan hiburan

Tabel 5.1.2 menunjukkan bahwa mayoritas kebiasaan menonton televisi

Gambar

Tabel 5.1.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden di SD Negeri 101791 Patumbak (n=30)
Tabel 5.1.2. Distribusi Frekuensi dan persentase Kebiasaan Responden Menonton Televisi di SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010
Tabel 5.1.3.  Distribusi Frekuensi dan Persentase Aktivitas Belajar Responden di SD Negeri 101791 Patumbak Tahun 2010
Tabel 5.1.4.  Distribusi Frekuensi Prestasi belajar Responden di SD Negeri 101791 Patumbak

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien korelasi dengan menggunakan rumus product moment diperoleh koefisien korelasi (r) = 0,568 artinya model pembelajaran

Tokoh gambuh selaku pemimpin kesenian Slawatan Pawijian memegang peranan penting pada setiap generasinya, yakni sebagai satu-satunya pemegang “tuladha” yang

Menurut Undang-undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 1 ayat (6), Pajak Daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib yang

Penelitian ini menggunakan konsep supply chain management untuk menguraikan manajemen dari aliran material, informasi dan dana keseluruh supply chain, dari para supplier,

1) Bahan hukum primer yang digunakan adalah Undang-Undang No. 2) Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang mendukung. data sekunder dari bahan hukum primer

[r]

Sehubungan dengan Pelelangan Paket Pekerjaan Peningkatan D.I Kuta Cingkam (300 Ha) pada Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Aceh Tenggara Sumber

Pada hari ini Kamis tanggal Dua Belas bulan Mei tahun Dua Ribu Enam Belas (12-05-2016), kami yang bertanda tangan di bawah ini Kelompok Kerja 17 Unit Layanan Pengadaan (ULP)