• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan."

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA

DI PERUSAHAAN INVAR SIN KAWASAN INDUSTRI MEDAN

Oleh:

IRA NOLA LINGGA

070100109

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ANGKA KEJADIAN

DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA

DI PERUSAHAAN INVAR SIN KAWASAN INDUSTRI MEDAN

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

IRA NOLA LINGGA

070100109

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan

Nama : Ira Nola Lingga

NIM : 070100109

Medan, November 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH ) NIP: 19540220 198011 1 001

Pembimbing

( dr. Ramona Dumasari Lubis, SpKK)

Penguji I

( dr. Yunilda Andriyani, MKT)

Penguji II

(4)

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia industri dan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada pekerja di perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan. Subyek penelitian berjumlah 55 responden diambil secara acak dengan metode simple random sampling . Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berbasis kuesioner kepada 55 orang responden. Setelah data terkumpul akan dilakukan analisis data dengan menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada perusahaan ini sebesar 21,82% perseratus karyawan. Dari keseluruhan proses analisis multivariat yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel bebas yang diduga berhubungan dengan angka kejadian dermatitis kontak hanya dua variabel yang berpengaruh yaitu lama kontak (p=0,011) dan frekuensi kontak (p=0,001).

Kata kunci: dermatitis kontak, dermatitis kontak akibat kerja, analisis multivariat

(5)

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis is one of the most occurs skin disease in industrial settings which may reduce worker productivities. Therefore, prevention is recommended to this disease. Knowing the factors related to occupational contact dermatitis, we wished the prevention easier to done. So that, the objective of this research is to investigate factors related to occupational contact dermatitis on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan.

The study design of this analitic research is cross-sectional, which is conducted on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan. The research subjects were selected using a stratified random sampling, and the total subjects were 55 person. Data collecting procedure was carried out by interviews based on questionnaire to each of 50 respondents. The analysis of the data was performed by a univariate, bivariate, and multivariate statistical analysis.

Result from this study indicated that prevalence rate of occupational contact dermatitis at this company is 21,82%/100 worker. In conclusion, there are two major factor related to the occurence of contact dermatitis: duration of contact (p value 0,011) and frequency of contact (p value 0,001).

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian ini. Sebagai salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di progran studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Ramona Dumasari Lubis, SpKK , yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan di lapangan hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Yunilda Andriyani, MKT dan dr. Elmeida Effendi, SpKJ selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini.

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Ridho Dharmajaya, SpBS yang telah menjadi dosen penasihat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda M. Lingga, BA dan Ibunda Dra.Hj. Nazariah serta adik-adik penulis, Muza Selvia lingga dan Ali Wardana Putra Lingga yang telah senantiasa mendukung dan memberikan dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini. 5. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh teman-teman

(7)

Rahila, Geby Anthoni, dan Fuji Khairunisa, yang turut memberikan motivasi dan dukungan bagi penulis untuk merampungkan penelitian ini, serta saudara Krisnarta Sembiring yang telah membantu penulis dalam memahami seluk beluk penelitian.

6. Kepada teman-teman seperjuangan satu kelompok, yaitu Ester A. J.

Panggabean, Eirene Simbolon, dan Titi Dewi Manurung, yang telah turut bersusah payah dan tetap menjaga kekompakan dalam mensukseskan penyelesaian karya tulis ini.

Cakupan belajar sepanjang hayat dan mengembangkan pengetahuan baru, dalam area kompetensi KIPDI-3, telah memotivasi penulis untuk melaksanakan penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan” ini. Semoga penelitian ini dapat memberikan sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya di bidang ilmu kedokteran.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

Medan, November 2010

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Kata Pengantar ... iv

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... ix

Daftar Gambar ... xi

Daftar Lampiran ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Dermatitis Kontak ... 5

2.1.1. Dermatitis Kontak Iritan ... 5

2.1.1.1. Definisi ... 5

2.1.1.2. Epidemiologi ... 5

2.1.1.3. Etiologi ... 6

2.1.1.4. Patogenesis ... 7

2.1.1.5. Gejala Klinis ... 8

2.1.1.6. Histopatologis ... 10

2.1.1.7. Diagnosis ... 10

(9)

2.1.1.9. Komplikasi ... 11

2.1.1.10.Prognosis ... 11

2.1.2. Dermatitis Kontak Alergi ... 11

2.1.2.1. Definisi ... 11

2.1.2.2. Epidemiologi ... 11

2.1.2.3. Etiologi ... 12

2.1.2.4. Patogenesis ... 13

2.1.2.5. Gejala Klinis ... 15

2.1.2.6. Diagnosis ... 16

2.1.2.7. Diagnosis Banding ... 17

2.1.2.8. Pengobatan ... 17

2.1.2.9. Prognosis ... 18

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19

3.2. Definisi Operasional ... 19

3.3. Hipotesis ... 20

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 22

4.1. Jenis Penelitian ... 22

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 22

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 22

4.3.1. Populasi ... 22

4.3.2. Sampel ... 22

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 24

(10)

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 26

5.1. Hasil Penelitian ... 26

5.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian ... 26

5.1.2. Karakteristik Dasar Responden Penelitian ... 26

5.1.3. Analisis Univariat ... 27

5.1.4. Analisis Bivariat... 30

5.1.5. Analisis Multivariat ... 34

5.2. Pembahasan ... 36

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

6.1. Kesimpulan ... 40

6.2. Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(11)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 2.1. Alergen yang Mengakibatkan

Dermatitis Kontak pada Pekerja ... 12 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik

Responden Menurut Pendidikan, Jenis Kelamin,

dan Jabatan Pekerjaan ... 27 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Kontak.... 27 Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan

Frekuensi Kontak ... 28 Tabel 5.4. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Bekerja ... 28 Tabel 5.5. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Penggunaan

Alat Pelindung Diri (APD) ... 29 Tabel 5.6. Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 29 Tabel 5.7. Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 30 Tabel 5.8. Hubungan Frekuensi Kontak dengan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 31 Tabel 5.9. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian

Dermatitis Kontak ... 32 Tabel 5.10. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

dengan Kejadian Dermatitis Kontak ... 33 Tabel 5.11. Rekapitulasi Hasil Uji Chi-Square ... 34 Tabel 5.12. Kandidat Variabel Analisis Multivariat

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

Angka Kejadian Dermatitis Kontak ... 34 Tabel 5.13. Hasil Analisis Model Akhir Regresi Logistik

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan

(12)

Tabel 5.14. Hasil Uji Interaksi Hubungan Lama Kontak dan Frekuensi Kontak

(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Lembar Informed Consent

LAMPIRAN 3 Lembar Pernyataan Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent) Kesediaan Mengikuti Penelitian

LAMPIRAN 4 Kuesioner Penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan

LAMPIRAN 5 Data Induk

LAMPIRAN 6 Output Data Hasil Penelitian

LAMPIRAN 7 Lembar Ethical Clearence

(15)

ABSTRAK

Dermatitis kontak akibat kerja merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia industri dan dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain cross-sectional yang dilakukan pada pekerja di perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan. Subyek penelitian berjumlah 55 responden diambil secara acak dengan metode simple random sampling . Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara berbasis kuesioner kepada 55 orang responden. Setelah data terkumpul akan dilakukan analisis data dengan menggunakan uji univariat, bivariat, dan multivariat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju prevalensi dermatitis kontak akibat kerja pada perusahaan ini sebesar 21,82% perseratus karyawan. Dari keseluruhan proses analisis multivariat yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa dari empat variabel bebas yang diduga berhubungan dengan angka kejadian dermatitis kontak hanya dua variabel yang berpengaruh yaitu lama kontak (p=0,011) dan frekuensi kontak (p=0,001).

Kata kunci: dermatitis kontak, dermatitis kontak akibat kerja, analisis multivariat

(16)

ABSTRACT

Occupational contact dermatitis is one of the most occurs skin disease in industrial settings which may reduce worker productivities. Therefore, prevention is recommended to this disease. Knowing the factors related to occupational contact dermatitis, we wished the prevention easier to done. So that, the objective of this research is to investigate factors related to occupational contact dermatitis on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan.

The study design of this analitic research is cross-sectional, which is conducted on workers at Invar Sin company Kawasan Industri Medan. The research subjects were selected using a stratified random sampling, and the total subjects were 55 person. Data collecting procedure was carried out by interviews based on questionnaire to each of 50 respondents. The analysis of the data was performed by a univariate, bivariate, and multivariate statistical analysis.

Result from this study indicated that prevalence rate of occupational contact dermatitis at this company is 21,82%/100 worker. In conclusion, there are two major factor related to the occurence of contact dermatitis: duration of contact (p value 0,011) and frequency of contact (p value 0,001).

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sejalan dengan perkembangan industri di Indonesia, terjadi perubahan pola penyakit atau kasus penyakit akibat kerja. Penyakit kulit akibat kerja menduduki tempat kedua tertinggi diantara penyakit-penyakit akibat kerja, setelah kelainan saluran nafas akibat kerja (Health and Safety Executive, 2000).

Prevalensi penyakit kulit akibat kerja ini di dunia mencapai 68,2% (Bock, et al., 2003). Sedangkan di Indonesia berdasarkan hasil penelitian D. Savitri dan H.

Sukanto pada tahun 1997-2001 prevalensinya mancapai 67,7%. Di Sumatera Utara prevalensinya mencapai 27,50% (Trihapsoro, 2003). National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH) dalam survei tahunan (2006)

memperkirakan angka kejadian dermatitis akibat kerja yang sebenarnya adalah 20-50 kali lebih tinggi dari kasus yang dilaporkan.

Penyakit kulit akibat kerja dapat berupa dermatitis dan urtikaria. Dermatitis kontak akibat kerja mencapai 90% dari dermatosis akibat kerja (DAK). Dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan disebut dermatitis kontak alergik akibat kerja (DKAAK) yang mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003).

Di banyak industri saat ini, prevalensi DKAK meningkat sejalan dengan peningkatan penggunaan bahan kimia di industri tersebut. Prevalensi DKAK berbeda-beda di tiap industri tergantung macam serta derajat industrialisasinya. Selain itu, ada faktor-faktor lain yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya perilaku pekerja, umur, jenis kelamin, riwayat atopi, kondisi lingkungan kerja, lama, dan frekuensi kontak dengan zat kimia, dan penggunaan alat pelindung diri (Health and Safety Executive, 2000).

(18)

dengan bahan kimia potassium dichromat, p-phenilenediamine, serbuk semen, asam hidroklorida, segel lapisan karet, termasuk logam, 74% (40 pekerja) mengalami dermatitis kontak akibat kerja: 26% (14 pekerja) akut, 39% (21 pekerja) sub akut, dan 9% (5 pekerja) kronik. Berdasarkan analisis statistik multivariat terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini, yaitu lama kontak (p=0,029) dan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) (p=0,063). Kesimpulan dari penelitian ini adalah tingkat insidensi laju 65% per seratus pekerja, dan prevalensi 74% per seratus pekerja (Lestari et al., 2008).

Penelitian lain yang dilakukan pada pekerja pencuci botol di PT X Medan tahun 2008 menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan dermatitis kontak dengan nilai p value = 0,710 (> 0,05), dan ada hubungan yang bermakna antara tindakan dengan dermatitis kontak dengan nilai p value = 0,001 (< 0,05) (Situmeang, 2008).

Hasil penelitian pada pekerja di PT Inti Pantja Press Industri oleh Fatma Lestari dan Hari Suryo Utomo pada tahun 2007 menyatakan terdapat hubungan yang bermakna antara dermatitis kontak dengan jenis pekerjaan (p value 0,02 dan odds ratio 3,4), usia (p value 0,042 dan odds ratio 2,8), lama bekerja (p value

0,014 dan odds ratio 3,5), dan riwayat dermatitis akibat pekerjaan sebelumnya (p value 0,042 dan odds ratio 5,9).

Dari hasil penelitian di atas dapat diketahui bahwa DKAK merupakan salah satu penyakit kelainan kulit yang sering timbul pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia industri. DKAK dapat mengakibatkan penurunan produktivitas kerja penderita sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan terhadap penyakit ini. Dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya diharapkan proses pencegahan dapat lebih mudah dilakukan. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

(19)

Faktor-faktor apa sajakah yang dapat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang terpajan dengan bahan kimia di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

1.3.2.Tujuan Khusus :

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengaruh lama kontak dengan bahan kimia dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

2. Untuk mengetahui pengaruh frekuensi kontak dengan bahan kimia dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

3. Untuk mengetahui pengaruh lama bekerja dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

4. Untuk mengetahui pengaruh penggunaan alat pelindung diri dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat:

(20)

2. Mendapatkan informasi untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak pada pekerja yang kontak dengan bahan kimia bagi pimpinan Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dermatitis Kontak

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik; keduanya dapat bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2003).

2.1.1. Dermatitis Kontak iritan 2.1.1.1. Definisi

Dermatitis kontak iritan adalah efek sitotosik lokal langsung dari bahan iritan baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel epidermis dengan respon peradangan pada dermis dalam waktu dan konsentrasi yang cukup (Health and Safety Executive, 2004).

2.1.1.2. Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan (DKI) dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis kelamin. Jumlah penderita DKI diperkirakan cukup banyak terutama yang berhubungan dengan pekerjaan (DKI akibat kerja), namun dikatakan angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyaknya penderita dengan kelainan ringan tidak datang berobat, atau bahkan tidak mengeluh (Djuanda, 2003).

(22)

mencuci tangan >35 kali setiap pergantian). Penelitian menyebutkan frekuensi mencuci tangan >35 kali setiap pergantian memiliki hubungan kuat dengan dermatitis tangan karena pekerjaan (odds ratio 4,13) (Hogan, 2009).

Di Jerman, angka insiden DKI adalah 4,5 setiap 10.000 pekerja, dimana insiden tertinggi ditemukan pada penata rambut (46,9 kasus per 10.000 pekerja setiap tahunnya), tukang roti dan tukang masak (Hogan, 2009).

Berdasarkan jenis kelamin, DKI secara signifikan lebih banyak pada perempuan dibanding laki-laki. Tingginya frekuensi ekzem tangan pada wanita dibanding pria karena faktor lingkungan, bukan genetik (Hogan, 2009).

2.1.1.3. Etiologi

Penyebab munculnya DKI adalah bahan yang bersifat iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang muncul bergantung pada beberapa faktor, meliputi faktor dari iritan itu sendiri, faktor lingkungan dan faktor individu penderita (Strait, 2001; Djuanda, 2003).

Iritan adalah substansi yang akan menginduksi dermatitis pada setiap orang jika terpapar pada kulit dalam konsentrasi yang cukup, pada waktu yang sufisien dengan frekuensi yang sufisien. Masing-masing individu memiliki predisposisi yang berbeda terhadap berbagai iritan, tetapi jumlah yang rendah dari iritan menurunkan dan secara bertahap mencegah kecenderungan untuk menginduksi dermatitis. Fungsi pertahanan dari kulit akan rusak baik dengan peningkatan hidrasi dari stratum korneum (suhu dan kelembaban tinggi, bilasan air yang sering dan lama) dan penurunan hidrasi (suhu dan kelembaban rendah). Efek dari iritan merupakan concentration-dependent, sehingga hanya mengenai tempat primer kontak (Safeguards, 2000).

(23)

dipengaruhi oleh faktor lain. Faktor yang dimaksud yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus atau berselang), adanya oklusi menyebabkan kulit lebih permeabel, demikian pula gesekan dan trauma fisis. Suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan (Fregert, 1998).

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada dermatitis kontak iritan, misalnya perbedaan ketebalan kulit di berbagai tempat menyebabkan perbedaan permeabilitas; usia (anak dibawah umur 8 tahun lebih muda teriritasi); ras (kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis kontak alergi lebih tinggi pada wanita), penyakit kulit yang pernah atau sedang dialami (ambang rangsang terhadap bahan iritan turun), misalnya dermatitis atopik (Beltrani et al., 2006).

Sistem imun tubuh juga berpengaruh pada terjadinya dermatitis ini. Pada orang-orang yang immunocompromised, baik yang diakibatkan oleh penyakit yang sedang diderita, penggunaan obat-obatan, maupun karena kemoterapi, akan lebih mudah untuk mengalami dermatitis kontak (Hogan, 2009).

2.1.1.4. Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit. Kebanyak bahan iritan (toksin) merusak membran lemak keratinosit tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria atau komplemen inti (Streit, 2001).

(24)

DAG dan second messenger lain menstimulasi ekspresi gen dan sintesis protein, misalnya interleukin-1 (IL-1) dan granulocyte macrophage-colony stimulating factor (GM-CSF). IL-1 mengaktifkan sel T-helper mengeluarkan IL-2

dan mengekspresi reseptor IL-2 yang menimbulkan stimulasi autokrin dan proliferasi sel tersebut. Keratinosit juga mengakibatkan molekul permukaan HLA-DR dan adesi intrasel (ICAM-1). Pada kontak dengan iritan, keratinosit juga melepaskan TNF-α, suatu sitokin proinflamasi yang dapat mengaktifasi sel T, makrofag dan granulosit, menginduksi ekspresi molekul adesi sel dan pelepasan sitokin (Beltrani et al., 2006).

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan gejala peradangan klasik di tempat terjadinya kontak di kulit tergantung pada bahan iritannya. Ada dua jenis bahan iritan, yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang dan menimbulkan gejala berupa eritema, edema, panas, dan nyeri. Sedangkan iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawar, sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan, dan oklusi, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut (Djuanda, 2003).

2.1.1.5. Gejala Klinis

Gejala klinis dermatitis iritan dibedakan atas dermatitis kontak iritan akut dan dermatitis iritan kronik.

2.1.1.5.1. Dermatitis kontak iritan akut

(25)

Satu kali kontak yang pendek dengan suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam, ataupun oleh detergen. Uap dan debu alkali dapat menimbulkan rekasi iritan pada wajah. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang cukup tinggi (Fregret, 1998).

Kontak yang berulang-ulang dengan zat iritan sepanjang hari akan menimbulkan fissura pada kulit (chapping reaction), yaitu berupa kekeringan dan kemerahan pada kulit, akan menghilang dalam beberapa hari setelah pengobatan dengan suatu pelembab. Rasa gatal dapat pula menyertai keadaan ini, tetapi yang lebih sering dikeluhkan pasien adalah rasa nyeri pada bagian yang mengalami fissura. Meskipun efek kumulatif diperlukan untuk menimbulkan reaksi iritan, namun hilnganya dapat terjadi spontan kalau penyebabnya ditiadakan (Fregret, 1998).

2.1.1.5.2. Dermatitis kontak iritan kronis

DKI kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat menyebabkan dermatitis iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain baru mampu. Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan faktor paling penting (Djuanda, 2003).

(26)

2.1.1.6. Histopatologis

Gambaran histopatologis DKI tidak mempunyai karakteristik. Pada DKI akut (oleh iritan primer), dalam dermis terjadi vasodilatasi dan sebukan sel mononuklear di sekitar pembuluh darah dermis bagian atas. Eksositosis di epidermis diikuti spongiosis dan edema intrasel dan akhirnya menjadi nekrosis epidermal. Pada keadaan berat, kerusakan epidermis dapat menimbulkan vesikel atau bula. Di dalam vesikel atau bula ditemukan limfosit atau neutrofil. Pada DKI kronis dijumpai hiperkeratosis dengan area parakeratosis, akantosis dan perpanjangan rete ridges (Hogan, 2009).

2.1.1.7. Diagnosis

Diagnosis DKI didasarkan anamnesis yang cermat dan pengamatan gambaran klinis. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya lebih cepat sehingga penderita pada umumnya masih ingat apa yang menjadi penyebabnya. Sebaliknya DKI kronis timbul lambat serta mempunyai variasi gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan dengan DKA. Untuk ini diperlukan uji tempel dengan bahan yang dicurigai (Djuanda, 2003).

2.1.1.8. Pengobatan

Upaya pengobatan DKI yang terpenting adalah menghindari pajanan bahan iritan, baik yang bersifat mekanik, fisis atau kimiawi serta menyingkirkan faktor yang memperberat. Bila dapat dilakukan dengan sempurna dan tanpa komplikasi, maka tidak perlu pengobatan topikal dan cukup dengan pelembab untuk memperbaiki kulit yang kering (Djuanda, 2003).

(27)

2.1.1.9. Komplikasi

Adapun komplikasi DKI adalah sebagai berikut:

a. DKI meningkatkan risiko sensitisasi pengobatan topikal

b. lesi kulit bisa mengalami infeksi sekunder, khususnya oleh Stafilokokus aureus

c. neurodermatitis sekunder (liken simpleks kronis) bisa terjadi terutapa pada pekerja yang terpapar iritan di tempat kerjanya atau dengan stres psikologik

d. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi pada area terkena DKI

e. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi.

2.1.1.10. Prognosis

Prognosis baik pada individu non atopi dimana DKI didiagnosis dan diobati dengan baik. Individu dengan dermatitis atopi rentan terhadap DKI (Hogan, 2009). Bila bahan iritan tidak dapat disingkirkan sempurna, prognosisnya kurang baik, dimana kondisi ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya multifaktor (Djuanda, 2003).

2.1.2. Dermatitis Kontak Alergi 2.1.2.1. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi (National Occupational Health and Safety Commision, 2006).

2.1.2.2. Epidemiologi

(28)

Angka kejadian dermatitis kontak alergik yang terjadi akibat kontak dengan bahan-bahan di tempat pekerjaan mencapai 25% dari seluruh dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) (Trihapsoro, 2003). Angka kejadian ini sebenarnya 20-50 kali lebih tinggi dari angka kejadian yang dilaporkan (National Institute of Occupational Safety Hazards, 2006).

2.1.2.3. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergik adalah alergen, paling sering berupa bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya penetrasi di kulit (Djuanda, 2003).

Penyebab utama kontak alergen di Amerika Serikat yaitu dari tumbuh-tumbuhan. Sembilan puluh persen dari populasi mengalami sensitisasi terhadap tanaman dari genus Toxicodendron, misalnya poison ivy, poison oak dan poison sumac. Toxicodendron mengandung urushiol yaitu suatu campuran dari highly

antigenic 3- enta decyl cathecols. Bahan lainnya adalah nikel sulfat (bahan-bahan

logam), potassium dichromat (semen, pembersih alat -alat rumah tangga), formaldehid, etilendiamin (cat rambut, obat-obatan), mercaptobenzotiazol (karet), tiuram (fungisida) dan parafenilendiamin (cat rambut, bahan kimia fotografi) (Trihapsoro, 2003).

Tabel 2.1. Alergen yang mengakibatkan dermatitis kontak pada pekerja Positive Patch Test Clinically relevant n (%) Occupationally relevant n (%) I. Construction ⁄ cement workers

1. Potassium dichromate 2. Cobalt chloride 3. epoxy raisin

4. p-phenylenediamine 5. Nickel sulphate 6. Thiuram mix

(29)

1. Potassium dichromate 2. Nickel sulphate 3. Cobalt chloride 4. Epoxy resin 5. Thiuram mix

31 12 11 9 6 28 (90) 5 (42) 9 (82) 8 (89) 4 (67) 28 (90) 5 (42) 8 (73) 8 (89) 4 (67) III. Wood processors

1. Potassium dichromate 2. Nickel sulphate

3. Epoxy resin

8 7 5 8 (89) 2 (29) 5 (100) 8 (89) 2 (29) 5 (100) IV. Painters

1. Nickel sulphate 2. Epoxy resin 3. Cobalt chloride 4. p-phenylenediamine 5. Potassium dichromate 6. Thiuram mix

8 7 7 7 6 5 2 (25) 6 (86) 6 (43) 3 (43) 3 (50) 3 (60) 0 6 (86) 1 (14) 3 (43) 3 (50) 3 (60) Sumber: Bock et al., 2003

2.1.2.4. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated immune respons) atau reaksi hipersensitivitas tipe IV. Reaksi hipersensitivitas di kulit

timbul secara lambat (delayed hypersensitivity), umumnya dalam waktu 24 jam setelah terpajan dengan alergen. Patogenesis hipersensitivitas tipe IV ini sendiri dibagi menjadi dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi (Trihapsoro, 2003).

(30)
[image:30.595.113.510.263.518.2]

diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk berdeferensiasi dan berproliferasi membentuk sel T efektor yang tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga sistem limfoid, sehingga menyebabkan keadaan sensitivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase saat kontak pertama alergen sampai kulit menjadi sensitif disebut fase induksi atau fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu (Djuanda, 2003).

Gambar 2.1. Patogenesis dermatitis kontak alergi

Sumber: Health and Safety Executive, 2000

(31)

vasodilatasi dan permeabilitas yang meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula yang akan tampak sebagai dermatitis. Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel langerhans dan sel keratinosit serta pelepasan prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2 dan sel T serta mencegah kontak sel T dengan keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8 (+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan (Trihapsoro, 2003).

2.1.2.5. Gejala Klinis

Penderita pada umumnya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritema berbatas jelas, kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi dan eksudasi (basah). Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran (Djuanda, 2003).

Sifat alergen dapat menentukan gambaran klinisnya. Bahan kimia karet tertentu (phenyl-isopropyl-p-phenylenediamine) bisa menyebabkan dermatitis purpura, dan derivatnya dapat megakibatkan dermatitis granulomatosa. Dermatitis pigmentosa dapat disebabkan oleh parfum dan kosmetik (Fregert, 1998).

2.1.2.6. Diagnosis

(32)

Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada kelainan kulit berupa lesi numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami, serta penyakit kulit pada keluarganya (misalnya dermatitis atopik) (Djuanda, 2003).

Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat lokalisasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Misalnya, di ketiak oleh deodoran, di pergelangan tangan oleh jam tangan, dan di kedua kaki oleh sepatu. Pemeriksaan hendaknya dilakukan pada seluruh permukaan kulit, untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen (Djuanda, 2003).

Pada Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka predileksi regional akan sangat membantu penegakan diagnosis (Trihapsoro, 2003).

(33)

menurun setelah 48 jam (reaksi tipe decresendo), sedangkan reaksi alergi kontak makin meningkat (reaksi tipe crescendo) (Djuanda, 2003).

2.1.2.7. Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis kontak alergik sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik, dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosis banding yang terutama ialah dengan dermatitus kontak iritan. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut karena kontak alergi (Djuanda, 2003).

2.1.2.8. Pengobatan

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan kelainan kulit yang timbul (Brown University Health Services, 2003; Djuanda, 2003; Health and Safety Executive, 2009).

Kortikosteoroid dapat diberikan dalam jangka pendek untuk mengatasi peradangan pada dermatitis kontak alergi akut yang ditandai dengan eritema, edema, bula atau vesikel, serta eksudatif. Umumnya kelainan kulit akan mereda setelah beberapa hari. Kelainan kulitnya cukup dikompres dengan larutan garam faal.Untuk dermatitis kontak alergik yang ringan, atau dermatitis akut yang telah mereda (setelah mendapat pengobatan kortikosteroid sistemik), cukup diberikan kortikosteroid topikal (Djuanda, 2003).

2.1.2.9. Prognosis

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEP PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Penelitian ini memberi gambaran tentang faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian

3.2. Definisi Operasional 1. Variabel Terikat

Dermatitis kontak adalah peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respon terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan gatal. Kriteria diagnosis dermatitis kontak pada penelitian ini ditentukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis meliputi gejala kilinis, baik objektif maupun subjektif, berupa timbulnya kelainan kulit serta rasa gatal oleh pasien, sedangkan pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan pedoman pemeriksaan fisik untuk dermatitis dan ditegakkan diagnosis oleh dokter perusahaan. Skala ukurnya menggunakan skala nominal.

2. Variabel Bebas

Lama kontak adalah rentang waktu dalam sehari yang menunjukkan durasi kontak terhadap zat kimia yang ada di perusahaan tersebut. Variabel ini didapatkan dengan cara menanyakan durasi kontak kepada pekerja pada saat

Lama Kontak Frekuensi Kontak Lama Bekerja

Penggunaan Alat Pelindung Diri

(35)

dilakukannya wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Lama kontak ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu lama kontak panjang dengan lama kontak >8 jam/hari dan lama kontak singkat dengan lama kontak ≤8 jam/hari dan maksimal jam kerja tambahan 24 jam, dengan skala ukur ordinal.

Frekuensi kontak adalah angka yang menunjukkan jumlah atau banyaknya kontak dengan bahan kimia dalam sehari. Variabel ini juga didapatkan dengan cara menanyakannya kepada responden pada saat wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Frekuensi kontak ini dibagi menjadi dua kategori, yaitu frekuensi kontak sering dengan pajanan >3 kali/hari dan frekuensi kontak jarang dengan pajanan ≤3 kali/hari, dengan skala ukur ordinal.

Lama bekerja adalah angka yang menunjukkan masa kerja seorang karyawan di perusahaan tersebut. Variabel ini juga didapatkan dengan cara menanyakannya kepada responden pada saat wawancara dan menulisnya ke dalam kuesioner. Lama bekerja dibagi menjadi dua kategori, yaitu lama bekerja>3 tahun dan lama bekerja ≤3 tahun, dengan skala ukur nominal.

Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan oleh pekerja agar tidak terpajan langsung dengan alergen, meliputi tutup kepala, masker, sarung tangan, baju pelindung, dan sepatu boat. Jadi penggunaan alat pelindung diri menunjukkan penggunaan alat-alat tersebut oleh pekerja. Variabel ini juga didapatkan melalui wawancara kepada pekerja. Analisis terhadap penggunaan alat pelindung diri dibagi menjadi tiga kategori, yaitu selalu menggunakan alat pelindung diri (5-7 kali dalam seminggu), kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri (2-4 kali dalam seminggu), dan tidak pernah menggunakan alat pelidung diri (0-1 kali dalam seminggu), dengan skala ordinal.

3.3. Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara frekuensi kontak dengan angka kejadian dermatitis kontak.

(36)

3. Terdapat hubungan antara lama bekerja dengan angka kejadian dermatitis kontak.

(37)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode analitik yang menilai hubungan antara frekuensi kontak, lama kontak, lama bekerja, dan penggunaan alat pelindung diri dengan angka kejadian penyakit dermatitis kontak terhadap pekerja industri keramik terutama yang berhubungan dengan zat kimia. Sifat penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan pengukuran data secara cross sectional, artinya dengan satu kali pengamatan pada rentang waktu tertentu, akan diketahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja yang kotak langsung dengan bahan kimia di perusahaan tersebut.

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan September 2010 terhadap pekerja pada Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi

Populasi penelitian adalah karyawan pada Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan yang bekerja pada satu unit yang kontak langsung terhadap bahan kimia pembuatan keramik.

4.3.2. Sampel

(38)

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah:

1. bekerja sebagai karyawan pembuatan keramik di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan

2. hadir pada saat wawancara dilakukan dan bersedia untuk dilakukan

wawancara

Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:

1. penderita yang sedang mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid dan antihistamin baik topikal maupun sistemik

2. penderita yang sedang dalam keadaan imunosupresif

Perkiraan besar sampel minimal pada penelitian ini diambil berdasarkan rumus uji hipotesis satu arah di bawah ini (Sastroasmoro, 2008):

dimana:

n = Besar sampel minimal.

Zα = Tingkat kepercayaan. Digunakan 95%, nilai dalam rumus:

1,645.

Zβ = Power. Digunakan 80%, nilai dalam rumus: 0,842.

Po = Proporsi di populasi. Dari data di rumah sakit perusahaan tersebut pada tahun 2009 diperoleh nilai 35,2%

Pa = Perkiraan proporsi yang diteliti. Ditetapkan 20%.

Pa-Po = Selisih perkiraan proporsi yang diteliti dengan proporsi di populasi.

(39)

Setelah dilakukan perhitungan dengan diketahui proporsi di populasi pada Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan Tahun 2009 adalah 35,2% maka didapatkan besar sampel sebanyak 55 orang.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Pada tahap awal, seluruh responden telah dipilih secara acak dengan memperhatikan kriteria inklusi dan eksklusi pada penelitian ini. Setelah didapatkan responden yang termasuk dalam kriteria inklusi dan telah tereliminasi dari kriteria eksklusi, kemudian dilakukan dilakukan wawancara berbasis kuesioner kepada responden.

Pada penelitian ini, angka kejadian terhadap dermatitis kontak didapatkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik oleh peneliti dan dokter perusahaan. Sedangkan penilaian terhadap variabel lama kontak, frekuensi kontak, lama kerja, dan penggunaan alat pelindung diri didapatkan melalui metode wawancara berbasis kuesioner oleh peneliti.

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang terkumpul diolah secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data kualitatif dilakukan dengan membandingkan data-data pekerja yang mengalami penyakit dermatitis kontak dengan yang tidak mengalami penyakit dermatitis kontak. Analisis data kuantitatif dilakukan perhitungan berupa angka terhadap hasil wawancara dan kuesioner. Data diolah secara kuantitatif selanjutnya diolah dengan menggunakan analisis univariat, bivariat, dan multivariat.

(40)

Data dianalisis secara statistik dengan bantuan program windows SPSS (Statistical Package for Social Science). Data hasil penelitian ini telah disusun dalam bentuk

(41)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan, dimana penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Juli-September 2010. Penelitian ini diikuti 55 orang pekerja yang telah bersedia mengikuti penelitian dan menjawab dengan lengkap seluruh pertanyaan pada saat wawancara yang dituangkan dalam bentuk kuesioner.

Bab ini juga menjabarkan deskripsi karakteristik responden yang berada di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Ditinjau dari letak geografisnya, Perusahaan Invar Sin termasuk di dalam Kecamatan Medan Barat (Mabar) dengan luas wilayah ±168 Ha. Luas wilayah kelurahan ini banyak digunakan untuk pemukiman dan daerah industri. Perusahaan ini dibatasi oleh wilayah-wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah utara berbatasan dengan Perumahan Tojai. b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kelurahan Sinties.

c. Sebelah barat berbatasan dengan Kawasan Industri Medan 1.

d. Sebelah timur berbatasan dengan Kawasan Industri Mabar sejahtera.

5.1.2. Karakteristik Dasar Responden Penelitian

(42)
[image:42.595.113.502.195.530.2]

Tabel 5.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Responden Menurut Pendidikan, Jenis Kelamin, dan Jabatan Pekerjaan

Variabel Frekuensi

(n)

Persentase (%) Pendidikan terakhir

SMA/ Sederajat 49 89,09

D3/Sederajat 2 3,64

S1/ Sederajat 4 7,27

Jenis Kelamin

Perempuan 5 9,09

Laki-laki 50 90,91

Jabatan pekerjaan

Manager 1 1,82

Personalia 3 5,45

Asisten Personalia 3 5,45

Karyawan Swasta 33 60

Harian Lepas 15 27,28

Total 55 100

5.1.3. Analisis Univariat

5.1.3.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Kontak

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Kontak

Lama Kontak Frekuensi

(n)

Persentase (%)

≤ 8 jam sehari 31 56,4

˃ 8 jam sehari 24 43,6

[image:42.595.110.517.618.725.2]
(43)

Dari tabel 5.2 dapat diamati bahwa ada 31 orang (56,4%) responden memiliki lama kontak kurang dari atau sama dengan delapan jam sehari dan 24 orang (43,6%) responden memiliki lama kontak lebih dari delapan jam sehari.

[image:43.595.110.516.237.344.2]

5.1.3.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Frekuensi Kontak

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Frekuensi Kontak

Frekuensi Kontak Frekuensi

(n)

Persentase (%)

≤ 3 kali sehari 26 47,3

˃ 3 kali sehari 29 52,7

Jumlah 55 100

Dari tabel 5.3 dapat diamati bahwa responden yang mempunyai frekuensi kontak kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari sebanyak 26 orang (47,3%) dan responden yang mempunyai frekuensi kontak lebih dari tiga kali sehari sebanyak 29 orang (52,7%).

5.1.3.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Bekerja

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Bekerja

Lama Bekerja Frekuensi

(n)

Persentase (%)

≤ 3 tahun 25 45,5

˃ 3 tahun 30 54,5

Jumlah 55 100

[image:43.595.107.520.508.614.2]
(44)
[image:44.595.109.515.175.368.2]

5.1.3.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Penggunaan Alat pelindung Diri Tabel 5.5

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)

Penggunaan APD Frekuensi

(n)

Persentase (%) Selalu menggunakan alat

pelindung diri

50 90,9

kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri

5 9,1

tidak pernah menggunakan alat pelindung diri

0 0

Jumlah 55 100

Dari tabel 5.5 dapat diamati bahwa ada 50 orang (90,9%) responden yang selalu menggunakan alat pelindung diri, 5 orang (9,1%) responden yang kadang-kadang menggunakan alat pelindung diri, dan tidak ada responden yang tidak pernah menggunakan alat pelindung diri.

5.1.3.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Kejadian Dermatitis Kontak Tabel 5.6

Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Positif 12 21,8

Negatif 43 78,2

Jumlah 55 100

[image:44.595.109.515.553.659.2]
(45)

5.1.4. Analisis Bivariat

Pada analisis bivariat digunakan uji chi-square dengan derajat

kepercayaan 95% (α=0,05). Bila pada tabel dua kali dua dijumpai nilai harapan

kurang dari 5 pada satu atau lebih sel, maka digunakan uji fisher exact dan bila semua nilai harapan lebih atau sama dengan lima maka digunakan uji pearson chi-square. Pada tabel tiga kali dua digunakan uji pearson chi-square (Hastono,

2001).

[image:45.595.108.518.339.514.2]

5.1.4.1. Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak Tabel 5.7

Hubungan Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Lama Kontak

≤ 8 jam sehari ˃ 8 jam sehari Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 7 22,6 5 20,8

Negatif 24 77,4 19 79,2

Jumlah 31 100 24 100

x=0,024 df=1 p=0,876

Dari tabel di atas, dapat dilihat pekerja dengan lama kontak ≤ 8 jam

(46)
[image:46.595.108.516.170.346.2]

5.1.4.2. Hubungan Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Tabel 5.8

Hubungan Frekuensi Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Frekuensi Kontak

≤ 3 kali sehari ˃ 3 kali sehari

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 1 3,8 11 37,9

Negatif 25 96,2 18 62,1

Jumlah 26 100 29 100

x=9,337 df=1 p=0,002

Dari tabel di atas, dapat diamati bahwa pekerja dengan frekuensi kontak

≤ 3 kali sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah satu orang (3,8%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 25 orang (96,2%). Pekerja dengan frekuensi kontak >3 kali sehari yang menderita dermatitis kontak berjumlah sebelas orang (37,9%), sedangkan yang tidak menderita dermatitis kontak berjumlah 18 orang (62,1%). Dari analisis program SPSS, diperoleh p-value sebesar 0,002 sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan

(47)
[image:47.595.106.520.169.347.2]

5.1.4.3. Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Tabel 5.9

Hubungan Lama Bekerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Lama Bekerja

≤ 3 tahun ˃ 3 tahun

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 5 20 7 23,3

Negatif 20 80 23 76,7

Jumlah 25 100 30 100

x=0,089 df=1 p=0,766

(48)
[image:48.595.95.527.199.385.2]

5.1.4.3. Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Tabel 5.10 Hubungan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak

Dermatitis Kontak

Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Selalu menggunakan

APD

Kadang-kadang menggunakan APD

Tidak pernah menggunakan APD Frekuensi

(n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Frekuensi (n)

Persentase (%)

Positif 7 14 5 100 0 0

Negatif 43 86 0 0 0 0

Jumlah 50 100 5 100 0 0

x=19,708 df=1 p=0,0001

(49)
[image:49.595.105.517.140.269.2]

Tabel 5.11 Rekapitulasi Hasil Uji Chi-Square

No Variabel bebas p-value Kemaknaan

1 Lama kontak 0,876 tidak bermakna

2 Frekuensi kontak 0,002 bermakna

3 Lama bekerja 0,766 tidak bermakna

4 Penggunaan alat pelindung diri (APD)

0,0001 bermakna

Dari tabel 5.11 diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa ada dua variabel yang bermakna, yaitu frekuensi kontak dan penggunaan alat pelindung diri.

5.1.5. Analisis Multivariat

Untuk melihat variabel bebas yang paling dominan hubungannya dengan angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan maka digunakan analisis regresi logistik. Model yang digunakan adalah model prediksi yang bertujuan untuk memperoleh model variabel bebas yang dianggap terbaik untuk memprediksi kejadian variabel terikat (Hastono, 2001). Hasil analisis masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.12 Kandidat Variabel Analisis Multivariat Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kejadian Dermatitis Kontak

Variabel bebas B p-wald OR 95% CI

Lama kontak 2,555 0,076 12,870 0,766-216,244

Frekuensi kontak -4,456 0,012 0,012 0,0001-0,369

Lama bekerja 0,902 0,378 2,465 0,332-18,283

Penggunaan alat pelindung diri (APD)

-21,421 0,999 0,0001 0,0001

[image:49.595.111.505.556.708.2]
(50)
[image:50.595.109.507.255.325.2]

Dari hasil analisis multivariat diatas terlihat bahwa nilai p-value bermakna (<0,05), tetapi tidak semua p-wald bermakna. Nilai p-wald bermakna pada variabel lama kontak dan frekuensi kontak. Proses selanjutnya adalah mengeluarkan variabel dengan nilai p-wald yang bermakna sehingga hasil akhirnya diperoleh seperti pada tabel berikut:

Tabel 5.13 Hasil Analisis Model Akhir Regresi Logistik

Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Angka Kejadian Dermatitis Kontak

Variabel bebas B p-wald OR 95% CI

Lama kontak 3,022 0,011 20,523 1,984-212,330

Frekuensi kontak -4,937 0,001 0,007 0,0001-0,131

-2 log likelihood= 37,646 G=20,059 p-value=0,0001

Dari hasil diatas terlihat bahwa hanya variabel lama kontak dan frekuensi kontak mempunyai nilai p-wald <0,05, sehingga dilakukan uji interaksi antara kedua variabel tersebut, hasilnya sebagai berikut:

Tabel 5.14 Hasil Uji Interaksi Hubungan Lama Kontak dan Frekuensi Kontak Terhadap Angka Kejadian Dermatitis Kontak

Variabel bebas -2 Log Likelihood G p-value

Tanpa Interaksi 27,101 - -

Lama

kontak*Frekuensi kontak

7,041 9,327 0,002

[image:50.595.108.508.507.614.2]
(51)

Probabilitas (event)= 1/(1+e-z dimana:

)

e = bilangan alam: 2,7182818

z = nilai prediksi kejadian pekerja yang mengalami dermatitis kontak berdasarkan pengaruh variabel-variabelnya, didapatkan melalui persamaan berikut:

z = c+ (aX1) + (bX2

dari perhitungan hasil analisis model akhir regresi logistik, maka didapatkan nilai:

)+,...

c : 5,055

a : konstanta untuk variabel lama kontak sebesar 3,022 b : konstanta untuk variabel frekuensi kontak sebesar -4,937 sehingga persamaannya menjadi:

z = 5,055 + 3,022(lama kontak) – 4,937(frekuensi kontak)

maka,

Probabilitas (dermatitis kontak)= 1

1+e-(5,055 + 3,022(lama kontak) – 4,937(frekuensi kontak))

Dengan adanya persamaan ini, maka dapat dilakukan prediksi probabilitas terjadinya dermatitis kontak berdasarkan lama kontak dan frekuensi kontaknya, sehingga dapat bermanfaat bagi pekerja pada khususnya dan perusahaan pada umumnya untuk menjadi bahan pertimbangan dalam melakukan kontak dengan bahan kimia terkait dengan siklus kerja.

5.2. Pembahasan

(52)

Persentase angka kejadian dermatitis kontak lebih besar pada pekerja yang memiliki lama kontak lebih kecil atau sama dengan delapan jam sehari dibandingkan dengan lama kontak lebih besar dari delapan jam sehari yaitu 58,33%. Sedangkan penelitian sebelumnya oleh Lestari, et al. (2008) menyatakan persentase tersebut lebih besar pada pekerja yang memiliki lama kontak lebih besar dari delapan jam sehari yaitu 95%.

Berdasarkan Frekuensi kontak dengan bahan kimia, dijumpai frekuensi kontak lebih dari tiga kali sehari lebih dominan dibandingkan dengan frekuensi kotak kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari pada kasus dermatitis kontak dengan perbandingan 23:2 (91,67% berbanding 8,33%). Kondisi yang sama juga ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2008) di Jawa Barat, dimana perbandingan frekuensi kontak lebih dari tiga kali sehari dengan frekuensi kotak kurang dari atau sama dengan tiga kali sehari adalah 22:3 (87,5% berbanding 12,5%).

Health and Safety Executive (2000) menyatakan bahwa ada faktor-faktor

yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja, diantaranya perilaku pekerja, umur, jenis kelamin, riwayat atopi, kondisi lingkungan kerja, lama dan frekuensi kontak dengan zat kimia, dan penggunaan alat pelindung diri. Terdapat kesesuaian dan ketidaksesuaian teori ini dengan hasil penelitian yang dilakukan. Berdasarkan hasil penelitian hanya lama kontak (p=0,011) dan frekuensi kontak (p=0,001) yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak, sementara penggunaan alat pelindung diri tidak berpengaruh terhadap angka kejadian dermatitis kontak.

(53)

hanya mengendalikan daerah paparan terhadap bahan kimia, bukan menurunkan konsentrasi iritan penyebab dermatitis.

Hal yang sama terdapat dalam Djuanda (2003), dikatakan bahwa dermatitis kontak timbul dipengaruhi oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luas penetrasi dikulit. Dengan mengendalikan lama kontak dan frekuensi kontak maka derajat pajanan dapat dikurangi sehingga terjadi penurunan kejadian dermatitis kontak. Akan tetapi, jika dilihat dari faktor luas penetrasi di kulit, penggunaan alat pelindung diri juga memiliki peran. Dalam hal ini, jika pekerja menggunakan alat pelindung diri maka akan terjadi penurunan terhadap luas penetrasi di kulit sehingga terjadi juga penurunan kemampuan untuk menginduks i dermatitis kontak, tetapi hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang didapatkan.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Lestari, et al. (2008) mendapatkan bahwa setelah dilakukan analisis multivariat terdapat dua faktor yang sangat mempengaruhi kejadian dermatitis kontak ini, yaitu lama kontak (p=0,029) dan kebiasaan menggunakan alat pelindung diri (APD) (p=0,063). Sedangkan pada penelitian ini yang mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak adalah lama kontak (p=0,011), sedangkan penggunaan alat pelindung diri (p=0,999) tidak berpengaruh terhadap angka kejadian dermatitis kontak. Tetapi, pada analisis bivariat, penggunaan alat pelindung diri merupakan salah satu variabel yang bermakna. Berdasarkan hal ini dapat dijelaskan bahwa penggunaan alat pelindung diri memiliki hubungan dengan angka kejadian dermatitis kontak tetapi bukan merupakan faktor yang dominan untuk mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak.

(54)
(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data yang diperoleh, adapun kesimpulan yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Hasil penelitian berdasarkan analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor yang dominan mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak akibat kerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan adalah lama kontak (p= 0,011) dan frekuensi kontak (p= 0,001)

2. Tidak ditemukan pengaruh yang bermakna antara faktor lama bekerja (p= 0,378) dan penggunaan alat pelindung diri (p= 0,999) dengan terjadinya dermatitis kontak di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

6.2. Saran

Beberapa hal yang dapat direkomendasikan dari hasil penelitian ini diantaranya:

1. Penelitian mengenai dermatitis kontak akibat kerja hendaknya dilakukan lebih banyak lagi sehingga data primer bagi penelitiaan selanjutnya tersedia lebih banyak

2. Mengingat masih banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak pada pekerja, perlu dilaksanakan penelitian yang lebih luas sehingga faktor-faktor lain yang turut mempengaruhi angka kejadian dermatitis kontak dapat diketahui dan diidentifikasi lebih lanjut 3. Sebaiknya dilakukan penelitian pada perusahaan lain yang memiliki zat aktif

penyebab dermatitis kontak yang berbeda sehingga dapat diidentifikasi dan dibandingkan zat aktif yang paling kuat mengakibatkan dermatitis kontak 4. Perlu dilaksanakan upaya-upaya pencegahan terhadap dermatitis kontak

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Beltrani, V. S., et al., 2006. Contact Dermatitis: A Practice Parameter. Ann Alergi Asthma Immunol 97 (1): 1-38.

Bock, M., et al., 2003. Contact Dermatitis and Allergy, Occupational Skin Disease in The Construction Industry. Br Journal Dermatol 149 (2) : 1165-1171.

Brown University Health Services, 2003. Contact Dermatitis, Patient Education Series. Diperoleh dari:

2010]

Crowe, M. A., 2009. Contact Dermatitis. Diperoleh dari:

http://www.Contact Dermatitis_eMedicinePediatricsGeneralMedicine.mht. [Diakses 10 Maret 2010]

Djuanda, S., dan Sri A. S., 2003. Dermatitis. Dalam: Djuanda, A. et al., ed. 3 Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 126-131.

Fregret, S., 1998. Kontak Dermatitis. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Hastono, S.P., 2001. Analisis Data. Depok: Balai Penerbit FKMUI.

Health and Safety Executive, 2000. Contact Dermatitis in Workers. Diperoleh dari: http://www.hse-Skin_at_work_Work-related_skin_disease–Contact dermatitis.mht.hsebooks.co.uk. [Diakses 10 Maret 2010]

_________________________, 2004. Medical Aspects of Occupational Skin Disease. Diperoleh dari:

http://www.occupational_skin_disease.mht.hsebooks.co.uk.

(57)

_________________________, 2009. Managing Skin Exposure Risks at Work. Diperoleh dari:

[Diakses 10 Maret 2010]

Hogan, D. J., 2009. Contact Dermatitis, Allergic. Diperoleh dari:

http://www.Contact Dermatitis, Allergic_eMedicineDermatology.mht. [Diakses 10 Maret 2010]

__________, 2009. Contact Dermatitis, Irritant. Diperoleh dari:

http://www.Contact Dermatitis, Irritant_eMedicineDermatology.mht. [Diakses 10 Maret 2010]

Kampf, G., dan Harald L., 2007. Prevention of Irritant Contact Dermatitis Among Health Care Workers by Using Evidence-Based Hand Higiene Practice: A Revew. Industrial Health 45 (1) : 645-652.

Lestari, F., dan Hari S. U., 2007. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industry. Makara Kesehatan 11 (2): 61-68.

Lestari, F., Wisnu N., Meily K., 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja yang Terpajan dengan Bahan Kimia di Perusahaan Industri Otomotif Kawasan Industri Cibitung Jawa Barat. Makara Kesehatan 12 (2): 63-70.

National Institute of Occupational Safety Hazards (NIOSH), 2006. Occupational and Environmental Exposure of Skin to Chemic. Diperoleh dari:

(58)

National Occupational Health and Safety Commision (NOHSC) , 2006. Ocupational Contact Dermatitis in Australia. Australian Government,

Australian Safety and Compensation Council.

Safeguards, 2000. Contact Dermatitis. Government of South Australia, Departemen for Administrative and Information Services.

Sastroasmoro, S. dan Sofyan I., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Ed.3. Jakarta: Sagung Seto.

Savitri, D., dan Hari S., 2001. Penderita Dermatitis Kontak di Bagian Penyakit Kulit dan Kelamin FK UNAIR Periode 1997-2001. Kumpulan Makalah Seminar Dermatitis Kontak. Surabaya: FK UNAIR: 1-5.

Situmeang, S. M. F., 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di Pt. X Medan Tahun 2008. Makara Kesehatan 12 (1): 12-18.

Streit, M., dan Lasse R. B., 2001. Contact Dermatitis: Clinics and Pathology. Acta Odontol Scand 59: 309-314.

Trihapsoro, I., 2003. Dermatitis Kontak Aleregi pada Pasien Rawat Jalan di RSUP H Adam Malik Medan. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

(59)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP (CURRICULUM VITAE)

Nama : Ira Nola Lingga

Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 18 November 1989

Pekerjaan : Mahasiswa

Agama : Islam

Alamat : Jl. Jala 20 Ling 35 No. 74 Kel. Rengas Pulau,

Kec. Medan Marelan

No. Telepon : 061-6840559/087868362982

Orang Tua :

a. Ayah : H. Muslim Lingga, BA

b. Ibu : Dra. Hj. Nazariah

Riwayat Pendidikan : 1. SD Swasta Melati Medan 2. SLTP N 38 Medan 3. SMA N 3 Medan

Riwayat Pelatihan : 1. Diklat SCORE BEM PEMA FK USU 2006

2. Seminar dan Workshop RJPO TBM FK

USU PEMA FK USU

Riwayat Organisasi : 1. Ketua Departemen Pengabdian Masyarakat PEMA FK USU

(60)

LAMPIRAN 2

Lembar Informed Consent

Assalamu’alaikum wr. wb. Salam Sejahtera bagi kita semua

Kepada bapak/ibu Saudara/i, sebelumnya saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya atas kesediaannya meluangkan waktu untuk mengisi surat persetujuan dan kuesioner ini.

Pertama-tama, izinkan saya memperkenalkan diri. Nama saya Ira Nola Lingga. Saya adalah salah seorang mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK-USU), stambuk tahun 2007. Saat ini saya sedang mengerjakan penelitian guna melengkapi Karya Tulis Ilmiah yang menjadi kewajiban saya untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Kedokteran. Adapun judul penelitian saya adalah Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan.

Dermatitis kontak adalah kondisi peradangan pada kulit yang disebabkan oleh faktor eksternal, substansi-substansi partikel yang berinteraksi dengan kulit. Dikenal dua macam jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik. Dermatitis kontak iritan adalah efek samping lokal langsung dari bahan iritan (dalam hal ini bahan pembuat keramik pada perusahaan ini) baik fisika maupun kimia, yang bersifat tidak spesifik, pada sel-sel kulit dalam waktu dan konsentrasi yang cukup. Dermatitis kontak alergi adalah dermatitis yang disebabkan oleh reaksi sistem pertahanan tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi alergi. Kedua dermatitis kontak ini dapat terjadi pada pekerja sehingga disebut dermatitis kontak akibat kerja.

(61)

Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu Saudara/i untuk ikut serta dalam penelitian ini, yaitu sebagai responden. Saya akan menanyakan beberapa hal seputar identitas serta karakteristik pekerjaan Bapak/Ibu Saudara/i (lama kontak dengan bahan kimia, frekuensi kotak dengan bahan kimia, lama kerja, dan penggunaan alat pelidung diri seperti masker, sarung tangan, dll).

Partisipasi Bapak/Ibu Saudara/i bersifat sukarela tanpa paksaan. Setiap data yang ada dalam penelitian ini akan dirahasiakan dan digunakan untuk kepentingan penelitian. Untuk penelitian ini Bapak/Ibu Saudara/i tidak akan dikenakan biaya apapun. Bila Bapak/Ibu Saudara/i membutuhkan penjelasan, maka dapat menghubungi saya:

Nama : Ira Nola Lingga

Alamat : Jl. Jala 20 Link 35 No. 74 Kel. Rengas Pulau, Kec. Medan Marelan

No. HP : 087868362982

Demikian saya beritahukan. Atas kesediaan Bapak/Ibu Saudara/i saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga partisipasi Bapak/Ibu Saudara/i dalam penelitian ini membawa manfaat besar bagi kita semua.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Medan, 2010

Peneliti

(62)

LAMPIRAN 3

LEMBAR PERNYATAAN

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN (INFORMED CONSENT) KESEDIAAN MENGIKUTI PENELITIAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

No. Telp:

Setelah mendapat penjelasan oleh peneliti tentang penelitian Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Angka Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja di Perusahaan Invar Sin Kawasan Industri Medan, maka dengan ini menyatakan bersedia untuk menjadi responden dalam penelitian ini, tanpa adanya paksaan dari pihak manapun. Saya akan menjawab seluruh pertanyaan yang diberikan oleh peneliti dengan jujur dan apa a

Gambar

Tabel 2.1. Alergen yang mengakibatkan dermatitis kontak pada pekerja  Positive Clinically Occupationally
Gambar 2.1. Patogenesis dermatitis kontak alergi
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Lama Kontak
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Sampel Berdasarkan Frekuensi Kontak
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan aplikasi ini bertujuan untuk membantu konsumen agar proses pencarian dan penyewaan film menjadi lebih mudah, selain itu aplikasi ini dapat mengefisienkan waktu bagi

Kualitas informasi tidak berpengaruh signifikan pada kepercayaan merek dan komitmen merek online. Pengalaman berpengaruh signifikan pada kepercayaan merek namun tidak

Hidayat dkk (2016) juga menjelaskan, bahwa konversi pakan erat kaitannya dengan konsumsi pakan dan bobot telur, pengaruh yang tidak nyata pada konversi pakan disebabkan oleh

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara perawatan genetalia dengan kejadian keputihan pada santriwati Pondok Pesantren Al Iman Sumowono,

Sahabat MQ/ Krisis ekonomi global yang berkepanjangan/ menimbulkan persoalan baru yakni/ sosial/ dan politik// Penduduk miskin di dunia/ bertambah sekitar 100 juta

Berdasarkan pemaparan data dalam jurnal penelitian kehutanan Wallacea yang berjudul “Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Sekitar Kawasan Konservasi: Studi

bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan diktum KESEMBILAN Keputusan Bersama Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Menteri Dalam Negeri dan

Yayasan Nurul Ibad membangun citra mereknya di benak masyarakat sebagai konsumen melalui pelayanan mereka dengan menggunakan marketing communication mix yang