• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Risiko Bencana Tsunami Wilayah Pesisir Terhadap Kesiapsiagaan Kepala Keluarga Di Desa Pasir Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Risiko Bencana Tsunami Wilayah Pesisir Terhadap Kesiapsiagaan Kepala Keluarga Di Desa Pasir Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat"

Copied!
196
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH RISIKO BENCANA TSUNAMI WILAYAH PESISIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN KEPALA KELUARGA

DI DESA PASIR KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Oleh

TR. RIDWAN 087035012/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(2)

PENGARUH RISIKO BENCANA TSUNAMI WILAYAH PESISIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN KEPALA KELUARGA

DI DESA PASIR KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT

T E S I S

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

TR. RIDWAN 087035012/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(3)

Judul Tesis : PENGARUH RISIKO BENCANA TSUNAMI WILAYAH PESISIR TERHADAP

KESIAPSIAGAAN KEPALA KELUARGA DI DESA PASIR KECAMATAN JOHAN

PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT Nama Mahasiswa : TR. Ridwan

Nomor Induk Mahasiswa : 087035012

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Manajemen Kesehatan Bencana

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr.Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S) (Suherman, S.K.M, M.Kes) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(4)

Telah diuji

Pada Tanggal : 30 Agustus 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Kes

(5)

PERNYATAAN

PENGARUH RISIKO BENCANA TSUNAMI WILAYAH PESISIR TERHADAP KESIAPSIAGAAN KEPALA KELUARGA

DI DESA PASIR KECAMATAN JOHAN PAHLAWAN KABUPATEN ACEH BARAT

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Agustus 2010

(6)

ABSTRAK

Bencana tsunami tahun 2004 mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar di Propinsi NAD. Kabupaten Aceh Barat wilayah pesisir pantai mengalami kehilangan penduduk sebanyak 10.874 jiwa, setelah bencana tsunami jumlah penduduk menjadi 162.801 jiwa. Salah satu Desa di Kecamatan Johan Pahlawan yaitu Desa Pasir mengalami kehilangan penduduk terbesar sebanyak 884 jiwa. Sebelum bencana tsunami jumlah penduduk 1.700 jiwa dan setelah bencana tsunami menjadi 816 jiwa, maka lebih dari 52% jumlah penduduk menjadi korban.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh risiko bencana tsunami wilayah pesisir terhadap kesiapsiagaan (pemahaman tentang bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini bencana, mobilisasi sumber daya) kepala keluarga di Desa Pasir. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh Kepala Keluarga di Desa Pasir sebanyak 335 KK dan sampel penelitian sebanyak 77 KK diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden sebagai dasar penentuan zona bencana tsunami, dianalisis dengan regresi linier pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor risiko bencana tsunami wilayah pesisir berpengaruh terhadap kesiapsiagaan (pemahaman tentang bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini bencana, mobilisasi sumber daya) kepala keluarga. Peringatan dini bahaya tsunami merupakan aspek paling dominan dipengaruhi oleh risiko bencana tsunami dengan nilai koefisien (B) sebesar 3,455.

Disarankan kepada pemerintahan Desa Pasir untuk : 1) Memfasilitasi masyarakat dalam hal sistem peringatan dini bahaya tsunami berupa simulasi penanganan bencana gempa tsunami dan mengaktifkan early warning dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan kepala keluarga, 2) Perlu kebijakan Pemerintah Kecamatan Johan Pahlawan serta Kabupaten Aceh Barat tentang upaya relokasi penduduk berupa fasilitasi lokasi dan tempat tinggal yang lebih aman, mengingat seluruh wilayah Desa Pasir merupakan zona bahaya tsunami, 3) Tokoh masyarakat berperan aktif mendorong anggota masyarakat mengikuti kegiatan sosialisasi dan simulasi kesiapsiagaan bencana tsunami dan 4) Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) secara berkesinambungan bermitra dengan pemerintah dan LSM untuk dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan kepala keluarga.

(7)

ABSTRACT

The tsunami disarter had resulted in a vary substansial number of victim in NAD Province. District of West Aceh, as coastel area, suffered from losing of 10,874 peoples. The number of population became 162,801 peoples post-tsunami disarter. One of Villages in subdistrict of Johan Pahlawan, Pasir Village, had suffered predominantly from losing of population, 884 peoples. In pre-tsunami disarter, population total were 1,700 peoples, and post-tsunami disarter it were 816 peoples, it means more than 52% of population had been victimized.

The objective of the research was to analyze the influence of the risk of tsunami on the coastal area of preparedness and complete alertness (understanding disasters, quick response, early warning of disasters, resource mobilization) head of family at Pasir Village, Johan Pahlawan subdistrict, west Aceh district in 2010. The type of the research was explanatory. The population were 335 heads of families at Pasir village, and 77 of them were selected to be the samples, with proportional sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview and the data obtained were analyzed through linear regression tests at α = 0.05.

The result of the research showed that statistically the risk factors of the tsunami in the coastal area influenced of preparedness and complete alertness (understanding the disasters, response quick, early warning of disasters, resources mobilization) head of family. The early warning of disasters was the most dominant aspect which was influenced by the risk of tsunami with coefficient value (B) of 3,455. It is recommended that the apparatus of Pasir Village should to : 1) Facilitate the people in the early worning of tsunami, such as the simulation of handling tsunami disaster and activate early warning in order to increase the peoples preparedness and complete alertness, 2) The government of Johan Pahlawan subdistrict and west Aceh district should have a good policy in relocating the peoples with good facilities, because the coasted area was tsunami risk zone, 3) The opinion of leader should activately encourage the people to particapate in the socialization and simulation of the alertness of tsunami disasters, and 4) The KMPB ( the group of peoples handling the disasters) should continuosly become the partner of the government and the non government agencies in order to increase the peoples preparedness and complete alertness.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan

hidayahNya sehingga atas izin-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini

dengan judul “ Pengaruh Risiko Bencana Tsunami Wilayah Pesisir terhadap Kesiapsiagaan Kepala Keluarga di Desa Pasir Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 “.

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk

menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat

Studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan

bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terima kasih dan penghargaan kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu

Prof. Dr.dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc(CTM), Sp.A(K).

Selanjutnya kepada Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas

Kesehatan Masyarakat, Universitas Sumatera Utara merangkap sebagai Ketua

Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Sumatera Utara, dan juga kepada Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si selaku

Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan

(9)

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Muslich Lufti, Drs, M.B.A, I.D.S

selaku ketua komisi pembimbing dan Suherman, S.K.M, M.Kes, selaku anggota

komisi pembimbing yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing,

mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal

hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Abdul Muthalib S.H, M.A.P dan

Drs. Amru Nasution M.Kes selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan

kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu untuk membimbing

penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.

Terima kasih kepada Bupati Aceh Barat yang sudah memberikan kesempatan

dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan pendidikan Program Studi S2 Ilmu

Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada Seluruh Staf dan Jajaran Dosen Pengajar Program Studi

S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarkat Universitas Sumtaera

Utara, yang sudah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis

mengikuti pendidikan.

Terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat beserta

staf yang telah memberi dukungan moril kepada penulis dalam rangka menyelesaikan

Pendidikan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan

Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih kepada Camat dan staf Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten

Aceh Barat dan Ibu Kepala Desa Gampung Pasir Johan Pahlawan yang sudah

(10)

Terima kasih kepada Keluarga Besar Ayahanda H. TR. Sulaiman dan Ibunda

Hj. Cut Jeumpa, serta Keluarga besar mertua Ayahanda (alm) TM. Yunus dan Ibunda

(alm) Cut Rosdiana yang telah membantu dan memberi dorongan moril serta restu

dan doa.

Teristimewa buat isteri tercinta, Cut Yuslinda, S.K.M, dan buah hatiku

Ananda T. Agung Muliawan dan T. Arsalin Risal dan seluruh Kakanda, Adinda dan

teman-teman tercinta Keluarga Besar yang penuh pengertian dorongan pengorbanan

serta kesabaran dan doa restu memotivasi dalam penyelesaian pendidikan ini.

Akhirnya penulis menyadari atas segala keterbatasan, baik saran dan kritikan

yang membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini, dengan

harapan semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan dibidang kesehatan

dan pengembangan ilmu pengetahuan di penelitian selanjutnya.

Medan, Agustus 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

TR. Ridwan, lahir pada tanggal 29 September 1963 di Meulaboh, anak

keempat dari tujuh bersaudara dari pasangan Ayahanda H.Tr. Sulaiman dan Ibunda

Hj. Cut Jeumpa. Penulis menikah pada tahun 1993 dengan Cut Yuslinda, S.K.M serta

dikaruniai 2 orang putra.

Pendidikan formal penulis, dimulai dari pendidikan sekolah dasar di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Blang Balee, selesai Tahun 1977, Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Meulaboh, selesai Tahun 1980, sekolah Menengah Atas Negeri 1 Meulaboh, selesai Tahun 1983 dan Pendidikan Program Suplementari SPK Langsa , selesai Tahun 1985. Akademi Keperawatan Depkes RI Bandung, selesai Tahun 1995, S1 Ekonomi Manajemen (STIES) Banda Aceh, slesai Tahun lulus 2003, S1 Kesehatan Masyarakat Stikes YPNAD Meulaboh, selesai Tahun 2008.

Pada tahun 1987 diangkat menjadi CPNS Kanwil Depkes. RI Provinsi Aceh.

di tugaskan pada Instansi Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat.

Pada tahun 2008, mendapatkan tugas belajar dari pemerintah Kabupaten Aceh

Barat melanjutkan pendidikan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat,

Minat studi Manajemen Kesehatan Bencana, Fakultas Kesehatan Masyarakat

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN... xiii

BAB 1. PENDAHULUAN... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan ... 8

1.3. Tujuan Penelitian ... 8

1.4. Hipotesis... 9

1.5. Manfaat Penelitian ... 9

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA... 10

2.1. Wilayah Pesisir... 10

2.1.1. Pengertian Wilayah Pesisir ... 10

2.2. Pemukiman Masyarakat di Wilayah Pesisir ... 12

2.3. Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana... 13

2.4. Risiko Bencana di Wilayah Pesisir... 15

2.5. Tsunami ... 16

2.5.1. Mekanisme terjadinya Tsunami ... 19

2.6. Penataan Kawasan Pesisir Sebagai Antisipasi Bencana Tsunami... 24

2.7. Pengetahuan dan Sikap... 25

2.7.1. Pengetahuan ... 25

2.7.2. Sikap... 27

2.8. Kesiapsiagaan Kepala Keluarga terhadap Bencana Tsunami ... 28

2.8.1. Parameter Kesiapsiagaan Kepala Keluarga terhadap Bencana 29 2.8.2. Variabel Kesiapsiagaan Kepala Keluarga terhadap Bencana . 31 2.9. Landasan Teori... 35

2.10.Kerangka Konsep Penelitian ... 37

BAB 3. METODE PENELITIAN... 38

3.1. Jenis Penelitian... 38

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 38

(13)

3.3.2. Sampel... 39

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 40

3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 42

3.5.1. Variabel Bebas ... 42

3.5.2. Variabel Terikat ... 42

3.6. Metode Pengukuran ... 44

3.7. Metode Analisis Data... 46

BAB 4 HASIL PENELITIAN... 48

4.1. Gambaran Umum Desa Pasir ... 48

4.2. Karakteristik Responden Penelitian ... 50

4.3. Kesiapsiagaan Kepala Keluarga Desa pasir terhadap Bahaya Tsunami... 52

4.3.1. Pemahaman tentang Risiko Bahaya Tsunami ... 53

4.3.2. Rencana Tanggap Darurat Risiko Bahaya Tsunami... 64

4.3.3. Peringatan Dini Bahaya Tsunami ... 70

4.3.4. Mobilisasi Sumber Daya ... 77

4.4. Analisis Bivariat (Uji Chi Square)... 84

4.4.1. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Pemahaman tentang Bahaya Tsunami di Desa Pasir... 84

4.4.2. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Rencana Tanggap Darurat di Desa Pasir ... 85

4.4.3. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Peringatan Dini Bahaya Tsunami di Desa Pasir... 86

4.4.4. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Mobilisasi Sumber Daya di Desa Pasir... 87

4.5. Analisis Multivariat ... 88

BAB 5 PEMBAHASAN... 91

5.1. Gambaran Zona Risiko Bencana Tsunami Desa Pasir... 91

5.2. Pengaruh Risiko Bencana Tsunami terhadap Pemahaman di Desa Pasir... 95

5.3. Pengaruh Risiko Bencana Tsunami terhadap Rencana Tanggap Darurat di Desa Pasir ... 99

5.4. Pengaruh Risiko Bencana Tsunami terhadap Peringatan Dini Bahaya Darurat di Desa Pasir ... 101

5.5. Pengaruh Risiko Bencana Tsunami terhadap Mobilisasi Sumber Daya di Desa Pasir ... 105

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN... 116

6.1. Kesimpulan ... 116

6.2. Saran... 116

(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

1.1. Data Korban Bencana akibat Tsunami tahun 2004... 3

1.2. Data Frekuensi Bencana dan Korban di Indonesia tahun 2004-2007 ... 4

3.1. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian... 41

3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian... 45

3.3. Aspek Pengukuran Variabel Kesiapsiagaan Kepala Keluarga... 46

4.1. Jumlah Penduduk menurut Kelompok Umur di Desa Pasir tahun 2010... 48

4.2. Karakteristik Responden menurut Umur dan Risiko Bencana Tsunami di Desa Pasir... 50

4.3. Karakteristik Responden menurut Pekerjaan dan Risiko Bencana Tsunami di Desa Pasir... 51

4.4. Karakteristik Responden menurut Pendidikan dan Risiko Bencana Tsunami di Desa Pasir... 52

4.5. Pengetahuan Responden tentang Penyebab Tsunami di Desa Pasir ... 53

4.6. Pengetahuan Responden tentang Akibat Tsunami di Desa Pasir... 54

4.7. Pengetahuan Responden tentang Ukuran Besarnya Bencana Tsunami di Desa Pasir... 55

4.8. Pengetahuan Responden tentang Pengetahuan tentang Tindakan yang Dilakukan Apabila Terjadi Bencana Tsunami Tsunami di Desa Pasir ... 56

4.9. Pengetahuan Responden tentang Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Tsunami di Desa Pasir ... 57

4.10. Sikap Responden tentang Standar Bangunan Tahan Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir di Desa Pasir ... 58

(15)

4.13. Sikap Responden tentang Standar Bangunan Tahan Bencana Tsunami Posisi Tegak Lurus dengan Garis Pantai di Desa Pasir... 61 4.14. Sikap Responden tentang Standar Bangunan Tahan Bencana Tsunami

Gempa Bumi untuk Bangunan Jalan dan Jembatan di Desa Pasir... 62 4.15. Pemahaman Responden tentang Risiko Bahaya Tsunami Wilayah Pesisir

di Desa Pasir... 63 4.16. Distribusi Responden menurut Kesiapan Pos Bencana Tsunami

di Desa Pasir... 65 4.17. Distribusi Responden menurut Penjelasan Tentang Fungsi Pos Bencana

Tsunami di Desa Pasir ... 66 4.18. Distribusi Responden menurut Kemudahan Melakukan Evakuasi Bila

Terjadi Bencana Tsunami di Desa Pasir ... 67 4.19. Distribusi Responden menurut Manfaat Pos Bencana Tsunami di Desa

Pasir... 68 4.20. Distribusi Responden menurut Informasi Tentang Bencana Tsunami

Wilayah Pesisir di Desa Pasir ... 69 4.21. Distribusi Responden menurut Kategori Rencana Tanggap darurat di

Desa Pasir... 70 4.22. Distribusi Responden menurut Sistem Peringatan Dini Bencana Tsunami

di Desa Pasir... 71 4.23. Distribusi Responden menurut Kesiapan Instrumen/Peralatan Peringatan

Dini Bencana Tsunami di Desa Pasir... 72 4.24. Distribusi Responden menurut Ketersediaan Peralatan Peringatan Dini

Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir di Desa Pasir... 73 4.25. Distribusi Responden menurut Kesiapan Informasi dan Komunikasi

Cepat dalam Mengantisipasi Bencana Tsunami di Wilayah Pesisir di Desa Pasir... 74 4.26. Distribusi Responden menurut Kesiapan Petugas dalam Melakukan

Informasi dan Komunikasi Cepat Dalam Mengantisipasi Bencana Tsunami di Desa Pasir... 75 4.27. Distribusi Responden menurut Kategori Peringatan Dini Bahaya

Tsunami di Desa Pasir... 76 4.28. Distribusi Responden menurut Kemampuan Tenaga Terlatih Dalam

(16)

4.29. Distribusi Responden menurut Kecukupan Jumlah Tenaga Terlatih dalam Melakukan Penanganan Bencana Tsunami Wilayah Pesisir di Desa Pasir 79 4.30. Distribusi Responden menurut Prosedur Pelayanan yang Dilakukan

Tenaga Terlatih yalam Penanganan Bencana Tsunami Wilayah Pesisir di

Desa Pasir... 80 4.31. Distribusi Responden menurut Kesiapan Kepala Keluarga Setelah

Mendapat Bimbingan dari Tenaga Terlatih tentang Penanganan Bencana

Tsunami Wilayah Pesisir di Desa Pasir ... 81 4.32. Distribusi Responden menurut Ketersediaan Sarana dan Prasarana untuk

Penanganan Bencana Tsunami Wilayah Pesisir di Desa Pasir ... 82 4.33. Distribusi Responden menurut Kategori Mobilisasi Sumber Daya di Desa

Pasir... 83 4.34. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Pemahaman tentang Bahaya

Tsunami di Desa Pasir... 84 4.35. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Pemahaman tentang Bahaya

Tsunami di Desa Pasir... 85 4.36. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Peringatan Dini Bahaya

Tsunami di Desa Pasir... 86 4.37. Hubungan Risiko Bencana Tsunami dengan Mobilisasi Sumber Daya di

Desa Pasir... 87 4.38. Hasil Uji Multivariat Regresi Linier Pengaruh Risiko Bencana Tsunami

terhadap Pemahaman Bencana Tsunami di Desa Pasir... 88 4.39. Hasil Uji Multivariat Regresi Linier Pengaruh Risiko Bencana Tsunami

terhadap Rencana Tanggap Darurat di Desa Pasir... 89 4.40. Hasil Uji Multivariat Regresi Linier Pengaruh Risiko Bencana Tsunami

terhadap Peringatan Dini Bahaya Tsunami di Desa Pasir... 89 4.41. Hasil Uji Multivariat Regresi Linier Pengaruh Risiko Bencana Tsunami

(17)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1. Kondisi awal (Kondisi 1) ... 20

2.2. Kondisi pemisahan gelombang (Kondisi 2)... 21

2.3. Kondisi amplifikasi gelombang (Kondisi 3) ... 22

2.4. Kondisi rayapan tsunami di daratan (kondisi 4) ... 22

2.5. Peta Desa Pasir ... 23

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 122

2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 126

3. Uji Asumsi Klasik ... 129

4. Uji Univariate... 134

5. Uji Bivariate ... 151

6 Uji Multivariate... 157

7. Dokumentasi Penelitian ... 159

8. Peta Lokasi Penelitian ... 163

9. Master Data Penelitian ... 164

10. Surat Izin Penelitian dari S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU... 166

11. Surat Izin Penelitian dari Camat Johan Pahlawan... 167

(19)

ABSTRAK

Bencana tsunami tahun 2004 mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar di Propinsi NAD. Kabupaten Aceh Barat wilayah pesisir pantai mengalami kehilangan penduduk sebanyak 10.874 jiwa, setelah bencana tsunami jumlah penduduk menjadi 162.801 jiwa. Salah satu Desa di Kecamatan Johan Pahlawan yaitu Desa Pasir mengalami kehilangan penduduk terbesar sebanyak 884 jiwa. Sebelum bencana tsunami jumlah penduduk 1.700 jiwa dan setelah bencana tsunami menjadi 816 jiwa, maka lebih dari 52% jumlah penduduk menjadi korban.

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh risiko bencana tsunami wilayah pesisir terhadap kesiapsiagaan (pemahaman tentang bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini bencana, mobilisasi sumber daya) kepala keluarga di Desa Pasir. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh Kepala Keluarga di Desa Pasir sebanyak 335 KK dan sampel penelitian sebanyak 77 KK diambil dengan menggunakan teknik proportional sampling. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner dan melakukan observasi tentang tempat tinggal responden sebagai dasar penentuan zona bencana tsunami, dianalisis dengan regresi linier pada α=0.05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik faktor risiko bencana tsunami wilayah pesisir berpengaruh terhadap kesiapsiagaan (pemahaman tentang bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini bencana, mobilisasi sumber daya) kepala keluarga. Peringatan dini bahaya tsunami merupakan aspek paling dominan dipengaruhi oleh risiko bencana tsunami dengan nilai koefisien (B) sebesar 3,455.

Disarankan kepada pemerintahan Desa Pasir untuk : 1) Memfasilitasi masyarakat dalam hal sistem peringatan dini bahaya tsunami berupa simulasi penanganan bencana gempa tsunami dan mengaktifkan early warning dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan kepala keluarga, 2) Perlu kebijakan Pemerintah Kecamatan Johan Pahlawan serta Kabupaten Aceh Barat tentang upaya relokasi penduduk berupa fasilitasi lokasi dan tempat tinggal yang lebih aman, mengingat seluruh wilayah Desa Pasir merupakan zona bahaya tsunami, 3) Tokoh masyarakat berperan aktif mendorong anggota masyarakat mengikuti kegiatan sosialisasi dan simulasi kesiapsiagaan bencana tsunami dan 4) Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana (KMPB) secara berkesinambungan bermitra dengan pemerintah dan LSM untuk dalam rangka meningkatkan kesiapsiagaan kepala keluarga.

(20)

ABSTRACT

The tsunami disarter had resulted in a vary substansial number of victim in NAD Province. District of West Aceh, as coastel area, suffered from losing of 10,874 peoples. The number of population became 162,801 peoples post-tsunami disarter. One of Villages in subdistrict of Johan Pahlawan, Pasir Village, had suffered predominantly from losing of population, 884 peoples. In pre-tsunami disarter, population total were 1,700 peoples, and post-tsunami disarter it were 816 peoples, it means more than 52% of population had been victimized.

The objective of the research was to analyze the influence of the risk of tsunami on the coastal area of preparedness and complete alertness (understanding disasters, quick response, early warning of disasters, resource mobilization) head of family at Pasir Village, Johan Pahlawan subdistrict, west Aceh district in 2010. The type of the research was explanatory. The population were 335 heads of families at Pasir village, and 77 of them were selected to be the samples, with proportional sampling technique. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview and the data obtained were analyzed through linear regression tests at α = 0.05.

The result of the research showed that statistically the risk factors of the tsunami in the coastal area influenced of preparedness and complete alertness (understanding the disasters, response quick, early warning of disasters, resources mobilization) head of family. The early warning of disasters was the most dominant aspect which was influenced by the risk of tsunami with coefficient value (B) of 3,455. It is recommended that the apparatus of Pasir Village should to : 1) Facilitate the people in the early worning of tsunami, such as the simulation of handling tsunami disaster and activate early warning in order to increase the peoples preparedness and complete alertness, 2) The government of Johan Pahlawan subdistrict and west Aceh district should have a good policy in relocating the peoples with good facilities, because the coasted area was tsunami risk zone, 3) The opinion of leader should activately encourage the people to particapate in the socialization and simulation of the alertness of tsunami disasters, and 4) The KMPB ( the group of peoples handling the disasters) should continuosly become the partner of the government and the non government agencies in order to increase the peoples preparedness and complete alertness.

(21)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah

menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari

upaya responsif menjadi mengutamakan upaya preventif. Untuk itu guna mendukung

implementasi dari amanat undang-undang tersebut maka perlu pemahaman yang

komprehensif tentang hakekat dan pengetahuan penanggulangan bencana oleh semua

jajaran pengambil keputusan.

Pengurangan risiko bencana menyatakan pentingnya memperkuat

kapasitas-kapasitas pada tingkat komunitas untuk mengurangi resiko bencana pada tingkat

lokal, mengingat bahwa ukuran pengurangan risiko bencana yang tepat pada tingkat

ini memungkinkan komunitas dan inidividual secara signifikan mengurangi

kerentanan terhadap bahaya (Komunitas Siaga Tsunami, 2005).

Bencana alam selama ini selalu dipandang sebagai suatu hal yang berada di

luar kontrol manusia, oleh karenanya, ketika suatu bencana menimpa, faktor alam

selalu dijadikan alasan pertama. Padahal bencana yang menimpa tak lepas dari

kegagalan kita untuk memasukkan faktor dan potensi risiko bencana ke dalam arus

utama pembangunan. Sebagian besar bencana alam tidak dapat dicegah, tetapi efek

(22)

Sumber bencana dapat bersumber dari alam seperti gempa bumi, tsunami dan

letusan gunung api. Namun banyaknya korban tidak lepas dari manusianya. Tata

ruang misalnya yang sebenarnya diperuntukan untuk menata dalam memanfaatkan

lahan/ruang yang ada. Jika risiko dan dampak menjadi bagian pertimbangan, tidak

mungkin perkembangan dipusatkan pada lokasi yang rawan bencana. Sekalipun

ruang-ruang rawan bencana dimanfaatkan, akan dipersiapkan berbagai upaya mitigasi

dan kesiapsiagaan, termasuk early warning systemnya (Lesmana, 2008).

Menurut Bakornas PB (2008). risiko bencana adalah interaksi antara tingkat

kerentanan daerah dengan ancaman bahaya (hazards) yang ada. Ancaman bahaya,

khususnya bahaya alam bersifat tetap karena bagian dari dinamika proses alami

pembangunan atau pembentukan roman muka bumi baik dari tenaga internal maupun

eksternal, sedangkan tingkat kerentanan daerah dapat dikurangi, sehingga

kemampuan dalam menghadapi ancaman tersebut semakin meningkat.

Semakin tinggi bahaya, kerentanan dan ketidakmampuan, maka semakin

besar pula risiko bencana yang dihadapi. Berdasarkan potensi ancaman bencana dan

tingkat kerentanan yang ada, maka dapat diperkirakan risiko bencana yang akan

terjadi di wilayah Indonesia tergolong tinggi. Risiko bencana pada wilayah Indonesia

yang tinggi tersebut disebabkan oleh potensi bencana/hazards yang dimiliki

wilayah-wilayah tersebut yang memang sudah tinggi, diikuti dengan tingkat kerentanan yang

juga sangat tinggi.

(23)

skala Richter. Gempa bumi mengakibatkan tsunami (gelombang pasang) yang

menelan sangat banyak korban jiwa. Secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Data Korban Bencana akibat Tsunami tahun 2004 Meninggal dunia

Negara

Dipastikan Perkiraan Luka - luka Hilang

Kehilangan tempat tinggal

Indonesia 126.915 126.915+ ~100.000 37.063 ~517.000 Sri Lanka 30.718 Tdk diketahui 15.686 23.000+1 ~573.000

India 10.012 15.636 Tdk diketahui 5.624 1.029.692

Thailand 5.3052 11.000 8.457 4.499 Tdk diketahui

Somalia 150+ 298 Tdk diketahui Tdk diketahui 5.000

Myanmar 90 290–600 45 200 mencapai 30.000

Malaysia 68-74 Tdk diketahui 299 Tdk diketahui Tdk diketahui

Maladewa 82 Tdk diketahui Tdk diketahui 26 12-22.000 Seychelles 1 - 3 10 Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui

Tanzania 10 10+ Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui

Bangladesh 2 Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui

Afrika Selatan 2 Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui

Kenya 1 Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui

Madagaskar Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui Tdk diketahui 1.000+

Total 151.976+ 162.000+ 125.000+ 43.000+ 3-5 juta

Sumber: Bakornas PB (2008)

Di Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000 korban jiwa.

Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di

ujung Sumatera. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena

tsunami. Tetapi, kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam

pantai barat Aceh.

Selain bencana tsunami, beberapa jenis bencana lainnya telah melanda

(24)

dari tahun 2004 sampai 2007 menyebutkan frekuensi bencana dan jumlah korban

yang terjadi sebagai berikut:

Tabel 1.2. Data Frekuensi Bencana dan Korban di Indonesia tahun 2004-2007 Korban

Menderita No Tahun Frekuensi

KK Jiwa Meninggal

Kerusakan Rumah Penduduk

(unit)

1 2004 714 671.967 2.610.379 244.967 145.079

2 2005 281 125.537 953.097 1.462 100.732

3 2006 343 607.082 2.840.159 10.292 717.092

4 2007 14 57.150 255.534 128 42.666

Departemen Sosial Republik Indonesia (2008)

Menurut Bakornas PB (2008), paling tidak ada interaksi empat faktor utama

yang dapat menimbulkan bencana-bencana tersebut menimbulkan banyak korban dan

kerugian besar, yaitu: (a) kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya

(hazards), (b) sikap atau perilaku yang mengakibatkan penurunan kualitas

sumberdaya alam (vulnerability), (c) kurangnya informasi/peringatan dini (early

warning) yang menyebabkan ketidaksiapan, dan (d) ketidakberdayaan/

ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya.

Salah satu wilayah yang rentan bencana, khususnya tsunami adalah pesisir

pantai. Indonesia memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia dengan panjang

mencapai lebih dari 95.181 kilometer (km). Koreksi panjang garis pantai Indonesia

dari 81.000 km menjadi 95.181 km ini telah diumumkan PBB pada tahun 2008 lalu.

Dengan koreksi yang dilakukan PBB tersebut, kini Indonesia justru berada di posisi

(25)

Berdasarkan Data BPS NAD (2008), panjang pesisir pantai wilayah Provinsi

Aceh sepanjang 1.660 km dengan luas perairan laut 295.370 km², terdiri atas luas

wilayah perairan ( teritorial dan kepulauan ) seluas 56.563 km² dan Zona Ekonomi

Eksklusif (ZEE) seluas 238.807 km². Dari 1.660 km panjang garis pantai, 800 km di

antaranya rusak diterjang gelombang tsunami. Berdasarkan data Departemen

Kehutanan (2008), panjang garis pantai Provinsi Aceh seluas 1.660 km², tersebar di

pantai utara-timur, pantai barat-selatan dan Pulau Simeuleu.

Menurut Haikal (2007), delapan kabupaten/kota di pantai barat selatan adalah

Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulue, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan,

Aceh Singkil dan Subulussalam. Dibanding dengan wilayah utara dan timur Aceh,

pantai barat selatan Aceh dengan luas wilayah 228.136 kilometer persegi

dikategorikan sebagai wilayah tertinggal, dengan potret buram kemiskinan dan

keterbelakangan secara fisik maupun nonfisik.

Menurut Yunis (2008), nasib nelayan Aceh, semakin berat, tatkala gempa dan

gelombang tsunami yang menghantam Aceh pada tanggal 26 Desember 2004 yang

lalu. Bencana yang sangat dahsyat dan tragis itu, di samping telah merenggut ratusan

ribu nyawa, menghancurkan semua sektor kehidupan dan infrastruktur,

menghancurkan harapan para nelayan di daerah pesisir.

Memberdayakan masyarakat nelayan, perlu memperhatikan beberapa hal,

yaitu: (a) melibatkan secara aktif para nelayan dalam proses perencanaan,

(b) keterlibatn mereka tidak hanya sebatas mengidentifikasi masalah, tetapi mengkaji

(26)

Penelitian Gunawan (2007), perlu pemberdayaan sosial keluarga dalam

penanganan bencana melalui: (1) membangun persamaan persepsi tentang bencana

alam dan penanggulangannya, (2) penyadaran untuk peduli lingkungan

(3) peningkatan kemampuan dalam penanggulangan bencana (4) pengorganisasian

masyarakat (5) kemitraan masyarakat dan pemerintah.

Kesiapsiagaan merupakan salah satu bagian dari proses manajemen bencana,

dimana peningkatan kesiapsiagaan merupakan salah satu elemen penting dari

kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat proaktif, sebelum terjadinya suatu

bencana.

Kabupaten Aceh Barat mempunyai luas wilayah 2.927,95 km2, dimana sekitar

58,05% wilayahnya berada pada garis pantai. Wilayah Kabupaten Aceh Barat berada

diantara dua patahan (sebelah Timur–Utara dan sebelah Barat-Selatan) dan berada

pada pertemuan plate Eurosia dan Australia berjarak ±130 km dari garis pantai barat,

sehingga sangat rawan terhadap tsunami. Hal ini dapat dilihat dari dampak bencana

tsunami pada tahun 2004 wilayah ini mengalami kerusakan cukup berat.

Korban yang meninggal akibat tsunami di Kabupaten Aceh Barat mencapai

10.874 orang, sebanyak 2.911 orang hilang, dan telah menciptakan 70.804 pengungsi.

Padahal jumlah penduduk sebelum gempa dan tsunami adalah 176,586 jiwa. Ini

berarti, lebih dari sepertiga penduduk di Kabupaten Aceh Barat terkena dampak

langsung dari bencana tersebut. Berdasarkan survey yang dilakukan oleh BPS

(27)

akibat gempa dan tsunami adalah 1.043, rusak berat sebanyak 2.298, dan rusak ringan

sebanyak 4.692

Dari 12 kecamatan di Kabupaten Aceh Barat, Kecamatan Johan Pahlawan

merupakan wilayah yang memiliki wilayah pantai paling luas. Kecamatan Johan

Pahlawan mempunyai 21 desa dengan luas wilayah 44,41 km2 dan jumlah penduduk

44.139 jiwa. Secara umum wilayah Kecamatan Johan Pahlawan mengalami

kerusakan paling berat dibandingkan kecamatan lainnya.

Salah satu desa yang lokasinya berada pada wilayah pesisir pantai, yaitu Desa

Pasir dilaporkan paling banyak korban yang meninggal akibat bencana tsunami.

Berdasarkan data kependudukan Desa Pasir tahun 2004 (sebelum tsunami) jumlah

penduduk Desa Pasir sebanyak 1.700 jiwa, setelah tsunami jumlah penduduk yang

tersisa sebanyak 816 jiwa, dengan demikian jumlah penduduk yang meninggal dan

hilang sebanyak 884 jiwa (52%).

Tingginya potensi bencana di Desa Pasir, sehingga pemerintah setempat

mengambil kebijakan tentang larangan pembangunan rumah pada kawasan

pantai/pesisir ± 500 meter, serta melakukan relokasi penduduk dari kawasan pesisir

pantai. Data tahun 2009 menunjukkan jumlah penduduk yang telah direlokasi tahun

sebanyak 482 jiwa dan masih tersisa 334 jiwa yang belum mau direlokasi. Beberapa

alasan penduduk yang tidak mau direlokasi adalah : a) mata pencaharian mereka

adalah nelayan, b) lahan lokasi baru yang disiapkan kurang memadai,

(28)

pesisir pantai, serta d) adanya anggapan bahwa kemana saja pindah/tinggal, kalau

sudah waktunya tetap meninggal.

Adanya hambatan dalam merelokasi penduduk dari pesisir pantai yang

memiliki risiko bencana yang tinggi mengharuskan dibuat kebijakan sebagai upaya

untuk melakukan upaya penanggulangan kemungkinan bencana tersebut timbul.

Beberapa kebijakan dalam meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat pesisir,

diantaranya adalah Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :

1361/Menkes/SK/XII/2001 tentang pedoman sistem peringatan dini di daerah potensi

bencana.

Sistem Peringatan Dini merupakan subsistem awal dalam kegiatan

kesiapsiagaan, agar masyarakat dan jajaran kesehatan di provinsi dan kabupaten/kota

terutama pada daerah potensi bencana dapat lebih mempersiapkan diri menghadapi

kemungkinan terjadinya bencana. Diseminasi informasi atau penyebarluasan

informasi tentang penilaian risiko selain melalui radio, media cetak/elektronik dan

dapat pula dilakukan oleh petugas, pemuka masyarakat sebagai bagian dari

peringatan dini dalam rangka malakukan kesiapsiagaan sebelum tanda–tanda bahaya

mulai tampak.

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas perlu dilakukan penelitian untuk

mengetahui pengaruh risiko bencana tsunami wilayah pesisir terhadap kesiapsiagaan

(29)

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang penelitian dalam uraian diatas, maka

permasalahan yang timbul adalah: bagaimana pengaruh risiko bencana tsunami

wilayah pesisir terhadap kesiapsiagaan (pemahaman tentang bencana, rencana

tanggap darurat, peringatan dini bencana, mobilisasi sumber daya) kepala keluarga

di Desa Pasir Kecamatan Johan Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

1.3.Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis pengaruh risiko bencana tsunami wilayah pesisir terhadap

kesiapsiagaan (pemahaman tentang bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini

bencana, mobilisasi sumber daya) kepala keluarga di Desa Pasir Kecamatan Johan

Pahlawan Kabupaten Aceh Barat.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh risiko bencana tsunami wilayah pesisir terhadap kesiapsiagaan

(pemahaman tentang bencana, rencana tanggap darurat, peringatan dini bencana,

mobilisasi sumber daya) kepala keluarga di Desa Pasir Kecamatan Johan Pahlawan

Kabupaten Aceh Barat.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah Kabupaten Aceh Barat, Khususnya

Kecamatan Johan Pahlawan dalam upaya meningkatkan kesiapsiagaan kepala

(30)

2. Sebagai bahan pemikiran yang didasari pada teori dan analisis terhadap kajian

praktis dalam meningkatkan kesiapsiagaan kepala keluarga pesisir dalam

pengendalian risiko bencana tsunami.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan dan referensi

perpustakaaan hingga menjadi dasar pemikiran untuk pelaksanaan penelitian

yang selanjutnya.

4. Untuk dapat mengaplikasikan ilmu yang dimiliki oleh peneliti dan merupakan

proses berfikir ilmiah dalam memahami dan menganalisa serta mengantisipasi

(31)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Wilayah Pesisir

2.1.1. Pengertian Wilayah Pesisir

Definisi wilayah pesisir masih menjadi perdebatan banyak pihak mengingat

sulitnya membuat batasan zonasi wilayah pesisir yang dapat dipakai untuk berbagai

tujuan kepentingan. Kay (1999) mengelompokkan pengertian wilayah pesisir dari dua

sudut pandang yaitu dari sudut akademik keilmuan dan dari sudut kebijakan

pengelolaan. Dari sisi keilmuan wilayah pesisir sebagai sabuk daratan yang

berbatasan dengan lautan dimana proses dan penggunaan lahan di darat secara

langsung dipengaruhi oleh proses lautan dan sebaliknya. Definisi wilayah pesisir dari

sudut pandang kebijakan pengelolaan meliputi jarak tertentu dari garis pantai ke arah

daratan dan jarak tertentu ke arah lautan.

Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Kep.10/Men/

2003 tentang Pedoman Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu, wilayah pesisir

didefinisikan sebagai wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang saling

berinteraksi, dimana ke arah laut 12 mil dari garis pantai dan sepertiga dari wilayah

laut untuk Kabupaten/Kota dan ke arah darat hingga batas administrasi

Kabupaten/Kota.

Wilayah pesisir merupakan interface antara kawasan laut dan darat yang

(32)

maupun sosial ekonomi, wilayah pesisir mempunyai karakteristik yang khusus

sebagai akibat interaksi antara proses-proses yang terjadi di daratan dan di lautan. Ke

arah darat, wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,

yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan

perembesan air asin; sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut

yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti

sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di

darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Bintoro dan Sukojo, 1998).

Definisi wilayah pesisir di atas memberikan suatu pemahaman bahwa

ekosistem pesisir merupakan ekosistem yang dinamis dan mempunyai kekayaan

habitat yang beragam, di darat maupun di laut serta saling berinteraksi antara habitat

tersebut. Selain mempunyai potensi yang besar, wilayah pesisir juga merupakan

ekosistem yang paling mudah terkena dampak kegiatan manusia.

Pendefinisian wilayah pesisir dilakukan atas tiga pendekatan, yaitu pendekatan

ekologis, pendekatan administratif, dan pendekatan perencanaan. Dilihat dari aspek

ekologis, wilayah pesisir adalah wilayah yang masih dipengaruhi oleh proses-proses

kelautan, dimana ke arah laut mencakup wilayah yang masih dipengaruhi oleh

proses-proses daratan seperti sedimentasi. Dilihat dari aspek administratif, wilayah

pesisir adalah wilayah yanag secara administrasi pemerintahan mempunyai batas

terluar sebelah hulu dari Kecamatan atau Kabupaten atau kota yang mempunyai hulu,

(33)

adalah wilayah perencanaan pengelolaan dan difokuskan pada penanganan isu yang

akan ditangani secara bertanggung jawab.

2.2. Pemukiman Masyarakat di Wilayah Pesisir

Secara sosial, wilayah pesisir dihuni tidak kurang dari 110 juta jiwa atau 60%

dari penduduk Indonesia yang bertempat tinggal dalam radius 50 km dari garis pantai.

Dapat dikatakan bahwa wilayah ini merupakan cikal bakal perkembangan urbanisasi

Indonesia pada masa yang akan datang (DKP RI, 2002).

Menurut Gustafson (1998), karakteristik permukiman akan dapat dianalisis

dengan jelas apabila terdapat variasi tipe morfologi pantai untuk berbagai

karakteristik permukiman. Salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan bagi

permukiman-permukiman pada daerah pesisir adalah kerawanan terhadap bencana

alam, terutama yang disebabkan oleh aktivitas laut, misalnya tsunami.

Karakteristik permukiman penduduk yang bercirikan bentuk memanjang

dengan pola mengelompok (clustered), berkepadatan tinggi, dan proporsi bangunan

permanen seimbang dengan bangunan non permanen, berhubungan dengan kondisi

fisik lingkungan maupun kondisi sosial ekonomi penduduk. Terbentuknya pola

persebaran permukiman tertentu dipengaruhi oleh faktor internal penghuni yang

berkait erat dengan kondisi sosial ekonomi penduduk, serta faktor eksternal yang

didominasi oleh faktor fisik lingkungan (Gustafson, 1998).

Permukiman merupakan daerah yang paling penting dalam kegiatan mitigasi

(34)

(Katayama, 2000). Kerugian terbesar akibat bencana umumnya terdapat pada daerah

permukiman penduduk. Dengan demikian identifikasi karakteristik permukiman perlu

dilakukan untuk dapat mengenali tingkat resiko bencana yang mungkin terjadi.

Kejadian bencana gempa bumi yang diikuti tsunami di Aceh dan Nias telah

menyadarkan sebagian besar penduduk Indonesia akan resiko bencana di kawasan

pesisir dan pantai. Banyak sekali fenomena yang menunjukkan bahwa penduduk di

daerah pesisir mengalami “trauma” atau “pobhia” terhadap kejadian gempa dan

tsunami. Fenomena ini menunjukkan bahwa perlu adanya sosialisasi mengenai

tingkat bahaya yang mungkin terjadi di daerah-daerah permukiman di sepanjang

pantai dan pesisir, terutama pada pantai yang berhadapan langsung dengan zona

tumbukan lempeng tektonik.

2.3. Ketahanan Masyarakat terhadap Bencana Tsunami

Banyak upaya telah dilakukan untuk mendefinisikan ‘ketahanan’. Berbagai

macam definisi dan konsep akademis yang ada dapat membingungkan. Agar

operasional, lebih mudah bila kita bekerja dengan definisi-definisi luas dan

karakteristik-karakteristik yang umum dipahami. Dengan pendekatan ini, sistem atau

ketahanan masyarakat dapat dipahami sebagai (Komunitas Siaga Tsunami. 2005):

1. Kapasitas untuk menyerap tekanan atau kekuatan-kekuatan yang

menghancurkan, melalui perlawanan atau adaptasi

2. Kapasitas untuk mengelola, atau mempertahankan fungsi-fungsi dan

(35)

3. Kapasitas untuk memulihkan diri atau ‘melenting balik’ setelah suatu kejadian

‘Ketahanan’ pada umumnya dipandang sebagai suatu konsep yang lebih luas

daripada ‘kapasitas’ karena konsep ini memiliki makna yang lebih tinggi

daripada sekedar perilaku, strategi-strategi dan langkah-langkah pengurangan

serta manajemen risiko tertentu yang biasa dipahami sebagai kapasitas.

Walaupun begitu, sulit untuk memisahkan antara konsep-konsep ini dengan

jelas. Dalam penggunaan sehari-hari, ‘kapasitas’ dan ‘kapasitas bertahan’ seringkali

memiliki arti yang sama dengan ‘ketahanan’. Fokus pada ketahanan berarti

memberikan penekanan yang lebih besar pada apa yang dapat dilakukan oleh

masyarakat bagi diri mereka sendiri dan pada cara-cara untuk memperkuat kapasitas

mereka, alih-alih memusatkan perhatian pada kerentanan mereka terhadap bencana

atau kebutuhan-kebutuhan mereka dalam situasi darurat (Komunitas Siaga Tsunami.

2005).

Istilah ‘ketahanan’ dan ‘kerentanan’ adalah dua sisi dari satu mata uang yang

sama, tetapi keduanya adalah istilah yang relatif. Kita harus mengkaji

individu-individu, masyarakat-masyarakat dan sistem-sistem mana yang rentan atau tahan

terhadap bencana, dan sampai sejauh mana. Seperti kerentanan, ketahanan juga

kompleks dan memiliki banyak aspek. Dibutuhkan berbagai segi atau lapisan

ketahanan yang berbeda untuk menangani beragam tekanan yang berbeda dengan

tingkat keparahan yang berbeda-beda pula (Komunitas Siaga Tsunami. 2005).

‘Masyarakat yang tahan bencana’ adalah sesuatu yang lebih bersifat idaman.

Tidak ada masyarakat yang sepenuhnya aman dari bahaya alam ataupun

(36)

suatu masyarakat yang tahan bencana atau tangguh terhadap bencana sebagai ‘sebuah

masyarakat dengan tingkat keamanan tertinggi yang kita ketahui memiliki

kemampuan merancang dan membangun dalam lingkungan yang mengandung risiko

bahaya alam’, yang meminimalkan kerentanannya dengan memaksimalkan penerapan

langkah-langkah (Komunitas Siaga Tsunami. 2005).

2.4. Risiko Bencana di Wilayah Pesisir

Menurut UU 24 (2007), bencana dapat didefinisikan sebagai peristiwa atau

rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan

masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan

lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Berdasarkan sumber dan

penyebabnya, bencana dapat dibagi dua, yaitu bencana alam dan bencana non alam.

Yang termasuk dalam bencana alam adalah segala jenis bencana yang sumber,

perilaku, dan faktor penyebab/pengaruhnya berasal dari alam, seperti gempa bumi

dan tsunami (Winaryo, 2007).

Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan

potensi bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana

alam, bencana ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut

antara lain adalah gempa bumi dan tsunami. Potensi bencana yang ada di Indonesia

dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama ( main

(37)

hazard potency) ini dapat dilihat antara lain pada peta rawan bencana gempa di

Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia adalah wilayah dengan zona-zona

gempa yang rawan, peta potensi bencana tsunami dan lain-lain (Winaryo, 2007).

2.5. Tsunami

Bencana yang dapat timbul oleh gempa bumi ialah berupa kerusakan atau

kehancuran bangunan serta kemungkinan menimbulkan tsunami. Terkait dengan

potensi bencana di wilayah pesisir, maka kajian difokuskan kepada bencana tsunami.

Tsunami (tsu nah mee) merupakan kosa kata Jepang yang sangat populer

untuk menamakan gelombang laut sangat besar yang ditimbulkan gempa laut,

berhubungan dengan gempa bumi, longsor dasar laut, sesar (fault) dasar laut atau

letusan gunung api bawah laut. Sering juga tsunami disebut gelombang pasang.

Namun istilah ini kurang tepat, karena tsunami tidak ada hubungannya dengan

peristiwa pasang surut sehari-hari (Puspito, 2006).

Istilah teknisnya adalah seismic sea waves, gelombang laut akibat getaran

(mendadak). Getaran ini bisa dipicu kejadian yang bermacam-macam seperti yang

disebutkan di atas. Namun yang terhebat dan paling dahsyat dipicu oleh pergeseran

mendadak di dasar laut, yang umumnya terjadi di sepanjang zona penunjaman

(subduksi) yang juga selalu berasosiasi dengan gempa tektonik (Puspito, 2006).

Di Indonesia, zona penunjaman ini merupakan tunjaman lempeng samudera

yang dinamakan Lempeng Indo-Australia ke bawah lempeng benua bernama

(38)

barat Indonesia dimulai dari sebelah selatan Aceh, selatan Sumatera, selatan Jawa,

Bali, Lombok, Timor dan membelok ke utara di timur Maluku menerus ke Filipina.

Zona yang panjang ini meliuk dan melingkar seperi sabuk dan merupakan pusat

sebaran gempa dunia, sehingga dikenal sebagai Sabuk Gempa Bumi Dunia. Karena

salah satu penyebab tsunami yang paling dahsyat adalah gempa, maka otomatis

daerah yang dekat dengan zona di atas merupakan kawasan rawan terhadap bahaya

tsunami. Sementara dapat juga dikatakan daerah seperti pantai utara Jawa serta

Kalimantan, cenderung aman dari terjangan tsunami (Rahardjo, 2005).

Jepang, negara asal kata tsunami adalah yang paling sering menderita karena

terjangan tsunami. Sejak 1596, Jepang menderita lebih dari 10 kali bencana tsunami

paling mematikan. Sebagai contoh, pada 1707 saat terjadi gempa bumi tektonik

melahirkan gelombang raksasa di Osaka Bay melemparkan 1.000 kapal yang

berlabuh di pantai ke daratan.

Tsunami adalah gelombang pasang yang timbul akibat terjadinya gempa bumi

di laut, letusan gunung api bawah laut atau longsoran di laut. Namun tidak semua

fenomena tersebut dapat memicu terjadinya tsunami. Syarat utama timbulnya tsunami

adalah adanya deformasi (perubahan bentuk yang berupa pengangkatan atau

penurunan blok batuan yang terjadi secara tiba-tiba dalam skala yang luas) di bawah

laut (Wallace, 2000).

Terdapat empat faktor pada gempa bumi yang dapat menimbulkan tsunami,

(39)

lantai dasar laut. Gelombang tsunami bergerak sangat cepat, mencapai 600-800 km

per jam, dengan tinggi gelombang dapat mencapai 20 m. Pada penjelasan penting

disebutkan/diterangkan sejarah kejadian tsunami yang pernah terjadi di daerah ini,

dan lokasi-lokasi pantai yang rawan tsunami (Wallace, 2000).

Pemetaan ancaman tsunami mendasarkan pada bentuk lahan dan kedekatan

dengan garis pantai. Asumsi yang digunakan adalah semua bentuk lahan yang

prosesnya dipengaruhi aktivitas gelombang laut (marin) dan kemiringan lerengnya

datar-landai merupakan area yang rawan tsunami. Walaupun demikian, asumsi ini

tidak sepenuhnya langsung dapat diterima mengingat pada bentuk lahan yang sama

dengan kemiringan lereng yang sama potensi ancaman tsunaminya dapat berbeda jika

jaraknya dengan garis pantai berbeda. Oleh karena itu kemudian digunakan kriteria

tambahan, yaitu kedekatan dengan garis pantai. Untuk itu kemudian pada bentuk

lahan marin yang dianggap rawan tsunami dilakukan buffering untuk menentukan

potensi ancamannya. Jarak buffer ditentukan sebesar 1,5 km dari garis pantai untuk

potensi ancaman tinggi, 1,5 hingga 3.5 km dari garis pantai untuk potensi sedang dan

3,5 hingga 7,5 untuk potensi rendah (Surono, 2004).

Gempa bumi di Aceh menyebabkan timbulnya gelombang air laut dengan

kecepatan tinggi dan mencapai kawasan pantai negara yang ada di dekatnya,

Maladewa, India, Somalia, Thailand, Bagladesh, Sri Lanka, Malaysia dan terberat

Indonesia. Kira-kira gelombang ini berlari dari sumbernya di Aceh lebih kurang

(40)

Tsunami sangat berhubungan erat dengan gempa bumi tektonik di tengah laut.

Jika gempa memiliki SR, maka Jepang mengajukan skala tingkat tsunami. Kekuatan

tsunami berbanding lurus dengan kekuatan gempa. Sebagai contoh, gempa dengan

kekuatan 7 SR akan menyebabkan tsunami dengan kekuatan 0 dan maksimum run up

1 - 1,5 meter yang sama sekali tidak berbahaya. Namun gempa berkekuatan 8,25 SR

memicu tsunami grade 3 dengan maksimum run up 8 - 12 meter. Jika 8,9 SR seperti

di NAD, tentu tinggi gelombangnya jauh lebih besar dan lebih dahsyat.

2.5.1. Mekanisme terjadinya Tsunami

Tsunami merupakan suatu rangkaian gelombang panjang yang disebabkan

oleh perpindahan air dalam jumlah besar secara tiba-tiba. Tsunami dapat dipicu oleh

kejadian gempa, letusan volkanik, dan longsoran di dasar laut, atau tergelincirnya

tanah dalam volume besar, dampak meteor, dan keruntuhan lereng tepi pantai yang

jatuh ke dalam lautan atau teluk.

Mekanisme tsunami akibat gempa bumi dapat diuraikan dalam 4 kondisi

yaitu: kondisi awal, pemisahan gelombang, amplifikasi, dan rayapan. (Mitigation

Project of the National Tsunami Hazard Mitigation Program; http//www.usgs.gov)

a) Kondisi awal (Kondisi 1)

Gempa bumi biasanya berhubungan dengan goncangan permukaan yang terjadi

sebagai akibat perambatan gelombang elastik (elastic waves) melewati batuan

(41)

permanen dan sebagian lagi turun ke bawah (down-dropped), sehingga mendorong

kolom air naik dan turun. Energi potensial yang diakibatkan dorongan air ini,

kemudian berubah menjadi gelombang tsunami (energi kinetik) di atas elevasi

muka air laut rata-rata (mean sea level) yang merambat secara horisontal. Kasus

yang diperlihatkan pada Gambar 2.1 adalah keruntuhan dasar lereng kontinental

dengan lautan yang relatif dalam akibat gempa. Kasus ini dapat juga terjadi pada

keruntuhan lempeng kontinental dengan kedalaman air dangkal akibat gempa.

Gambar 2.1. Kondisi awal (Kondisi 1)

b) Pemisahan gelombang (Kondisi 2)

Setelah beberapa menit kejadian gempa bumi, gelombang awal tsunami (Kondisi

1) akan terpisah menjadi tsunami yang merambat ke samudera dalam (Gambar 2.2)

yang disebut sebagai tsunami berjarak (distant tsunami), dan sebagian lagi

merambat ke pantai-pantai berdekatan yang disebut sebagai tsunami lokal (local

tsunami). Tinggi gelombang di atas muka air laut rata-rata dari ke dua gelombang

tsunami, yang merambat dengan arah berlawanan ini, besarnya kira-kira setengah

(42)

Kecepatan rambat ke dua gelombang tsunami ini dapat diperkirakan sebesar akar

dari kedalaman laut ( gd ). Oleh karena itu, kecepatan rambat tsunami di samudera

dalam akan lebih cepat daripada tsunami lokal.

Gambar 2.2. Kondisi pemisahan gelombang (Kondisi 2)

c) Amplifikasi (Kondisi 3)

Pada waktu tsunami lokal merambat melewati lereng kontinental, sering terjadi

hal-hal seperti peningkatan amplitudo gelombang dan penurunan panjang

gelombang (Gambar 2.3). Setelah mendekati daratan dengan lereng yang lebih

tegak, akan terjadi rayapan gelombang yang dijelaskan pada Kondisi 4.

Gambar 2.3. Kondisi amplifikasi gelombang (Kondisi 3)

d) Rayapan (Kondisi 4)

(43)

tsunami (Gambar 2.4). Rayapan tsunami adalah ukuran tinggi air di pantai

terhadap muka air laut rata-rata yang digunakan sebagai acuan. Dari pengamatan

berbagai kejadian tsunami, pada umumnya tsunami tidak menyebabkan

gelombang tinggi yang berputar setempat (gelombang akibat angin yang

dimanfaatkan oleh peselancar air untuk meluncur di pantai). Namun, tsunami

datang berupa gelombang kuat dengan kecepatan tinggi di daratan yang berlainan

seperti diuraikan pada Kondisi 3, sehingga rayapan gelombang pertama bukanlah

rayapan tertinggi.

Gambar 2.4. Kondisi rayapan tsunami di daratan (kondisi 4)

Wilayah Desa Pasir berada pada garis pantai, dengan jumlah kepala keluarga

sebanyak 335 KK yang tersebar di 3 dusun, yaitu 3 dusun yaitu: Dusun Nek Puteh:

125 KK, Dusun Zakaria : 95 KK dan Dusun Bilal Gaek : 115 KK, Peta Desa Pasir

menunjukkan jumlah penduduk yang berada pada zona yang rawan bencana, secara

rinci dapat dilihat pada Peta berikut.

(44)

U

Dusun Bilal Gaek 115 KK

Dusun Zakaria 95 KK

Samudera Hindia

[image:44.612.161.519.123.415.2]

Dusun Nek Puteh 125 KK

Gambar 2.5. Peta Desa Pasir

Keterangan:

= Jalur evakusi = Sekolah

= Kantor Latihan Kerja (KLK) = Lapangan Sepakbola

= Zona bahaya I (< 7 m diatas permukaan laut) a. Dusun Nek Puteh = 19 KK

b. Dusun Zakaria = 14 KK c. Dusun Bilal Gaek = 17 KK

= Zona bahaya II ( 7-12 m diatas permukaan laut) a. Dusun Nek Puteh = 75 KK

b. Dusun Zakaria = 57 KK c. Dusun Bilal Gaek = 69 KK

= Zona bahaya III ( 12-25 m diatas permukaan laut) a. Dusun Nek Puteh = 31 KK

(45)

2.6. Penataan Kawasan Pesisir Sebagai Antisipasi Bencana Tsunami

Pemerintah memegang peran yang sangat penting dalam perencanaan dan

pengelolaan wilayah pesisir. Kay dan Alder (1998) menyoroti mengenai tatanan administratif pemerintah dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir. Dikemukakan bahwa suatu sistem pengelolaan tidak mungkin dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama apabila tidak ada administrasi yang bagus di dalamnya, hal

ini juga berlaku untuk wilayah pesisir dimana lingkup dan kompleksitas issue melibatkan banyak pelaku. Kepentingan semua pihak yang terlibat dengan wilayah pesisir (stakeholder) perlu diatur melalui peraturan yang bertanggung jawab sehingga

keberlanjutan wilayah pesisir untuk masa mendatang dapat dijaga. Sorensen dan McCreary (1990) menyebutkan faktor-faktor yang harus diperhatikan berkenaan dengan program-program pengelolaan dan administrasi untuk wilayah pesisir yaitu : a. Pemerintah harus memiliki insiatif dalam menanggapi berbagai permasalahan

degradasi sumberdaya yang terjadi dan konflik yang melibatkan banyak kepentingan.

b. Penanganan wilayah pesisir berbeda dengan penanganan proyek (harus dilakukan terus menerus dan biasanya bertanggung jawab kepada pihak legislatif).

c. Batas wilayah hukum secara geografis harus ditetapkan (meliputi wilayah perairan

dan wilayah daratan)

d. Menetapkan tujuan khusus atau issue permasalahan yang harus dipecahkan melaui

(46)

e. Memiliki identitas institusional (dapat diidentifikasi apakah sebagai organisasi

independen atau jaringan koordinasi dari organisasi-organisasi yang memiliki

kaitan dalam fungsi dan strategi pengelolaan)

f. Dicirikan dengan integrasi dua atau lebih sektor, didasarkan pada pengakuan alam

dan sistem pelayanan umum yang saling berhubungan dalam penggunaan pesisir

dan lingkungan. Untuk mendukung pernyataan mengenai faktor-faktor yang harus

diperhatikan dalam pengelolaan dan administrasi wilayah pesisir yang komplek,

2.7. Pengetahuan dan Sikap 2.7.1. Pengetahuan

Notoatmojo (2003) pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini

terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, penciuman rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia di peroleh dari mata dan telinga.

Pengetahuan juga dapat di artikan sebagai ketrampilan untuk mengatakan kembali

dari ingatannya hal-hal atau informasi tentang apa saja yang telah dialaminya dan

saling menghubungkan hal-hal, gejala-gejala atau kejadian-kejadian tertentu,

sehingga terbentuk ketrampilan. Untuk mengatakan kembali dan menerapkannya

pada situasi lain dan sesuai dengan keperluan suatu pola, metode, aturan, keadaan

atau kegiatan. Lebih lanjut Notoatmojo (2003), pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.

(47)

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya,

termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang di pelajari atau rangsangan yang telah

diterima, oleh sebab itu, “tahu “ ini dalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara

benar tentang obyek yang di ketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut

secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyimpulkan terhadap obyek yang dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata / sebenarnya. Aplikasi disini dapat di

artikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum dan prinsip.

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan materi suatu obyek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan

(48)

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru, atau

menyususn formula baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi itu berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

pembenaran terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan

suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang ada.

2.7.2. Sikap

Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap

stimulus atau objek. Manifestasi dari sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya

dapat ditafsirkan terlebih dahulu (Notoatmodjo, 2003).

Tingkatan sikap adalah :

a. Receiving (menerima), seseorang (subject) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (object)

b. Responding ( merespon), merespon/ mengerjakan tugas yang diberikan.

c. Valuing (menghargai), mengajak orang lain untuk mengerjakan/ mendiskusikan

sesuatu masalah.

d. Responsible (Bertanggung-jawab), bertanggung-jawab atas sesuatu yang telah

dipilihnya walau apapun risiko dan tantangannya.

(49)

a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep suatu objek

b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap objek

c. Kecendrungan untuk bertindak

Ketiga komponen sikap tersebut secara bersama-sama membentuk sikap yang

utuh dan dalam penentuan sikap ini, pengetahuan, keyakinan dan emosi memegang

peranan penting.

2.8. Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Tsunami

Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilaksanakan untuk mengantisipasi

kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian

harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat. Upaya kesiapsiagaan

dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang

dilakukan antara lain: (a) pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsur

Pendukungnya, (b) pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor

Penanggulangan bencana (SAR, sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum)

(c) inventarisasi sumber daya pendukung kedarurata, (d) penyiapan dukungan dan

mobilisasi sumberdaya/logistik, (e) penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang

cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan, (f) penyiapan dan

pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning), (g) penyusunan

rencana kontinjensi ( contingency plan), serta (h) mobilisasi sumber daya (personil

(50)

2.8.1. Parameter Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Tsunami

Menurut LIPI – UNESCO/ISDR (2006) terdapat 5 faktor kritis kesiapsiagaan

untuk mengantisipasi bencana alam, terutama tsunami, yaitu: (a) pengetahuan dan

sikap terhadap resiko bencana, (b) Kebijakan dan Panduan, (c) Rencana untuk

Keadaan Darurat Bencana, (d) Sistim Peringatan Bencana dan (e) Kemampuan untuk

Memobilisasi Sumber Daya. Ke lima faktor kritis ini kemudian disepakati menjadi

parameter dalam assessment framework.

a. Parameter pertama adalah pengetahuan dan sikap terhadap resiko bencana.

Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi kunci untuk kesiapsiagaan.

Pengalaman bencana tsunami di Aceh dan Nias, Jogyakarta serta berbagai

bencana yang terjadi di berbagai daerah lainnya memberikan pelajaran yang

sangat berarti akan pentingnya pengetahuan tentang bencana alam. Ketika air

laut surut ke tengah laut, banyak penduduk pesisir di Aceh yang berlari ke

pantai untuk mengambil ikan-ikan yang terdampar di pantai. Mereka tidak

mengetahui kalau surutnya air laut tersebut merupakan suatu pertanda akan

terjadinya tsunami. Akibatnya ketika gelombang tsunami yang maha dahsyat

menghantam pantai, sebagian besar tidak sempat menyelamatkan diri dan

menjadi korban tsunami. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat

memengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga dalam

mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat tinggal di

(51)

b. Parameter ke dua adalah kebijakan dan panduan yang berkaitan dengan

kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Kebijakan kesiapsiagaan

bencana alam sangat penting dan merupakan upaya konkrit untuk

melaksanakan kegiatan siaga bencana. Kebijakan yang signifikan berpengaruh

terhadap kesiapsiagaan meliputi: pendidikan publik, emergency planning,

sistim peringatan bencana dan mobilisasi sumber daya, termasuk pendanaan,

organisasi pengelola, SDM dan fasilitas-fasilitas penting untuk kondisi

darurat bencana. Kebijakan-kebijakan dituangkan dalam berbagai bentuk,

tetapi akan lebih bermakna apabila dicantumkan secara konkrit dalam

peraturan-peraturan, seperti: SK atau Perda yang disertai dengan job

description yang jelas. Agar kebijakan dapat diimplementasikan dengan

optimal, maka dibutuhkan panduanpanduan operasionalnya.

c. Parameter ke tiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana alam.

Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan, terutama

berkaitan dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan, agar korban

bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial, terutama ada saat

terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah bencana sebelum bantuan dari

pemerintah dan dari pihak luar datang. Dari pengalaman bencana di Aceh dan

berbagai pengalaman bencana lainnya di Indonesia, menggambarkan bahwa

bantuan dari luar tidak dapat segera datang, karena rusaknya sarana

(52)

d. Parameter ke empat berkaitan dengan sistim peringatan bencana, terutama

tsunami. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi informasi akan

terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini, masyarakat dapat

melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi korban jiwa, harta benda

dan kerusakan lingkungan. Untuk itu diperlukan latihan dan simulasi, apa

yang harus dilakukan apabila mendengar peringatan, kemana dan bagaimana

harus menyelamatkan diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi dimana

masyarakat sedang berada saat terjadinya peringatan.

e. Parameter ke lima yaitu: mobilisasi sumber daya. Sumber daya yang tersedia,

baik sumber daya manusia (SDM), maupun pendanaan dan sarana – prasarana

penting untuk keadaan darurat merupakan potensi yang dapat mendukung atau

sebaliknya menjadi kendala dalam kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu,

mobilisasi sumber daya menjadi faktor yang krusial.

2.8.2. Variabel Kesiapsiagaan Masyarakat Terhadap Bencana Tsunami

Untuk mengukur tingkat kesiapsiagaan masyarakat, maka lima parameter

yang telah disepakati tersebut harus diterjemahkan menjadi variabel-variabel yang

dapat dihitung nilainya. Jumlah variabel bervariasi antar parameter dan antar

stakeholders, sesuai dengan kebutuhan dan s

Gambar

Gambar 2.5. Peta Desa Pasir
Gambar 2.6. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas
Tabel 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pengelolaan limbah resin dilakukan dengan cara meluruhkan resin tersebut di tangki limbah resin KBK 01 selama 6 bulan, sedangkan pengendalian dilakukan dengan

Untuk semua bantuan yang telah diberikan oleh pihak-pihak di atas, Sehingga hadir karya yang berjudul ”Proses Penyelesaian Sengketa Aset Wakaf Dalam Masalah

Di awal filem, antara lirik nyanyian kumpulan rock SYJ dalam lagu Orang Timur berbunyi: “Apa dah jadi dengan Malaysia!” Klip-klip video musik arahan Mamat seakan menyamai apa

Fenomena yang terjadi di lapangan terkait variabel komunikasi yang penulis temukan, proses ketidakjelasan informasi yang di sampaikan oleh pelaksana kebijakan terhadap kelompok

Kegiatan pengabdian kepada Masyarakat tentang “Pelatihan Pembuatan Proposal Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bagi Guru-Guru SDN Dalangan 01 dan SDN Dalangan 02

Maka dalam dunia konstruksi manajemen dapat disebut sebagai suatu teknik yang terdiri dari ilmu, ketrampilan, dan seni yang dilakukan di lingkungan proyek dalam rangka untuk

Sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk alur pelayaran di pelabuhan, sebelum dilakukan pekerjaan pengerukan biasanya diperlukan studi kelayakan bagi daerah- daerah tertentu

Metode bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi tanpa seleksi. Selama tumbuh bercampur,