MAKNA HIDUP PADA PENDERITA
KANKER LEHER RAHIM
Skripsi
Guna Memenuhi Persyaratan
Sarjana Psikologi
Oleh:
DWITA PRIYANTI
041301056
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
ABSTRAK
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan. Penderitaan dapat ditimbulkan oleh tiga hal ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut (death), salah (guilt), dan sakit (pain). Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Penyakit kronis seperti kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda. Untuk menemukan makna hidup itu sendiri seseorang harus melalui lima tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna, dan tahap penghayatan hidup bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada penderita kanker leher rahim ditinjau dari tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin melihat pengalaman subjektif seorang penderita kanker leher rahim, bagaimana mereka memaknai setiap penderitaan yang dialaminya diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim dan bagaimana proses penemuan makna dibalik penderitaan tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam Penelitian ini melibatkan sebanyak 2 orang dewasa yang didiagnosa kanker leher rahim dan berada di Kotamadya Medan sebagai subjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua responden berhasil memenuhi makna hidupnya dan melewati semua tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan. Masing-masing responden memiliki cara tersendiri dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya.
Implikasi dari penelitian ini berguna bagi penderita kanker leher rahim agar tidak berputus asa dalam menghadapi penyakitnya dan juga bagi orang-orang disekitar seperti dokter, suster, keluarga, dan lain-lain untuk memberikan dukungan yang lebih bagi penderita kanker leher rahim.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke
hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas ridho dan karunia-Nya yang senantiasa
menyertai penulis sehingga saya diberikan kekuatan dan kemampuan untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi yang penulis selesaikan ini berjudul “MAKNA HIDUP PADA
PENDERITA KANKER LEHER RAHIM” yang diajukan untuk melengkapi
tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk mencapai gelar sarjana Psikologi di
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena
keterbatasan kemampuan, baik pengetahuan maupun keterampilan penulis tentang
makna hidup pada penderita kanker leher rahim. Oleh karena itu Penulis
memohon saran dan kritikan yang bersifat membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
Skripsi ini dapat selesai dengan tidak terlepas dari banyak pihak yang telah
memberikan bantuan, dukungan ataupun semangat kepada penulis. Untuk itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Prof.Dr.Chairul Yoel, Sp.A(K). sebagai Dekan Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Namora Lubis, BA(Horn), MSc yang telah membimbing penulis selama
semua nasehat ibu yang sangat berguna bagi peneliti untuk saat ini maupun
nanti, semoga ibu selalu dalam ridho-Nya.
3. Ibu Rodiatul Hasanah Siregar, Msi, psikolog dan Ibu Arliza Juairiani, Msi, psikolog sebagai dosen penguji, terima kasih atas kesempatan dan
waktunya, semoga dengan keikhlasan ibu diberikan ridho-Nya.
4. Ibu Raras Sutatminingsih, MSi, psikolog dan Ibu Hasnida atas bimbingan
dan arahannya kepada penulis.
5. Bapak Aswan, SE dan Drs. Iskandar Muda atas dukungannya sehingga
penulis bersemangat dalam menyelesaikan skripsinya.
6. Ibu Wiwiek Sulistyaningsih, M.Si sebagai dosen penasehat akademik.
7. PPDS Obstetri dan Ginekologi Universitas Sumatera Utara, dr.Ririn dan dr.Erol atas kesediaan dan bantuannya kepada penulis dalam hal mencari
pasien.
8. Ibu Rosmita, Ibu Khoiriah, Ibu Eti, Ibu Lukinar terima kasih atas
kesempatan dan waktunya, semoga ibu-ibu diberi kekuatan dalam menjalani
semua cobaan dan semoga diberi kesembuhan oleh Allah S.W.T.
9. Seluruh Dosen dan Pegawai Tata Usaha Fakultas Psikologi Universitas
Sumatera Utara.
Penulis juga mempersembahkan ucapan terimakasih yang teramat besar
kepada Irawan Sungkono dan Chairiah Yulia, orang tua yang selalu
mengucapkan terima kasih kepada kak Mira dan Khibran yang memberikan warna
di kehidupan penulis.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Muhammad Reza Aziz yang
selalu menyemangati dan memberi dukungannya kepada penulis selama ini,
perhatiannya yang penuh arti dan bantuannya selalu memberi semangat bagi
penulis setiap harinya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Teman-Teman Penulis :
Riri, Kaka, Wia, Ela, Kiki, Kak Fi, Nisa, Nesa, Nesya, Riza, Cangi, Didit, Juli,
Deni, dan yang lainnya yang tidak dapat penulis ucapkan namanya satu persatu,
Dan semua pihak di manapun berada, terima kasih penulis ucapkan
sebesar-besarnya.
Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua
Pembaca dan Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Medan, Maret 2008
Hormat Saya
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... 2
KATA PENGANTAR ... 3
DAFTAR ISI... 6
DAFTAR TABEL... 10
BAB I. PENDAHULUAN I.A Latar belakang... 11
I.B Perumusan masalah... 23
I.C Tujuan penelitian... 24
I.D Manfaat penelitian ... 24
I.D1 Manfaat teoritis ... 24
I.D.2 Manfaat praktis ... 24
I.E Sistematika penulisan ... 25
BAB II. LANDASAN TEORI II.A Makna hidup ... 26
II.A.1 Karakteristik makna hidup... 27
II.A.2 Sumber-sumber makna hidup... 28
II.A.3 Penghayatan hidup bermakna... 30
II.A.4 Penghayatan hidup tanpa makna ... 31
II.B Makna dalam penderitaan... 32
II.B.1 Penderitaan... 32
II.C Kanker... 35
II.C.1 Gambaran umum kanker... 35
II.C.2 Kanker leher rahim ... 37
II.C.3 Gejala kanker leher rahim... 37
II.C.4 Penyebab kanker leher rahim... 38
II.C.5 Faktor resiko kanker leher rahim ... 39
II.C.6 Stadium kanker leher rahim... 40
II.C.7 Diagnosa dan pengobatan medis kanker leher rahim ... 40
II.C.7.a Operasi ... 41
II.C.7.b Radioterapi... 41
II.C.7.c Kemoterapi... 41
II.C.8 Dampak psikologis, sosial, dan ekonomi penyakit kanker leher rahim ... 42
II.C.9 Dukungan sosial pada penderita kanker leher rahim ... 46
II.D Makna hidup pada penderita kanker leher rahim ... 47
BAB III. METODE PENELITIAN III.A Penelitian kualitatif ... 50
III.B Subyek penelitan ... 52
III.B.1 Karakteristik subyek penelitian ... 52
III.B.2 Jumlah subyek penelitian ... 52
III.B.3 Teknik pengambilan sampel... 52
III.B.4 Lokasi penelitian ... 53
III.C.1 Wawancara ... 53
III.D Alat bantu pengambilan data... 54
III.D.1 Pedoman wawancara ... 54
III.D.2 Tape recorder... 55
III.E Prosedur analisis data ... 55
BAB IV ANALISA DAN INTERPRETASI IV.A Analisis kasus responden A ... 57
IV.A.1 Gambaran diri responden A ... 58
IV.A.2 Gambaran penderitaan yang dialami responden A ... 60
IV.A.3 Gambaran usaha responden A dalam mengatasi penderitaan ... 67
IV.A.4 Gambaran tahap-tahap penemuan makna hidup pada responden A ... 69
IV.A.5 Gambaran makna hidup pada responden A ... 78
IV.A.6 Gambaran perubahan hidup pada responden A ... 78
IV.B Interpretasi data responden A... 80
IV.C Analisa kasus responden B... 91
IV.C.1 Gambaran diri responden B... 91
I IV.C.2 Gambaran penderitaan yang dialami responden B... 94
IV.C.3 Gambaran usaha responden B dalam mengatasi penderitaan ... 97
IV.B.5 Gambaran makna hidup pada responden B... 106
IV.B.6 Gambaran perubahan hidup pada responden B... 106
IV.D Interpretasi data responden B... 107
IV.E Analisa data antar responden... 115
IV.E.1 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran penderitaan ... 120
IV.E.2 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran usaha dalam mengatasi penderitaan ... 122
IV.E.3 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran tahap- tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan ... 123
IV.E.4 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran makna Hidup... 126
IV.E.5 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran perubahan hidup ... 127
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.A Kesimpulan... 129
V.B Diskusi ... 136
V.C Saran ... 139
V.C.1 Saran praktis ... 139
V.C.2 Saran penelitian lanjutan ... 140
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Tiga kasus besar penyakit kanker yang diderita kaum perempuan (1995
– 1999) ... 4
Tabel 1.2 Tahap-tahap proses penemuan dan pemenuhan makna hidup ... 13
Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim ... 29
Tabel 4.1 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran penderitaan
yang dialami ... 116
Tabel 4.2 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran usaha dalam
mengatasi penderitaan... 117
Tabel 4.3 Analisa banding antar responden berdasarkan tahap-tahap penemuan
dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan ... 118
Tabel 4.4 Analisa banding antar responden berdasarkan gambaran makna hidup
responden ... 119
Tabel 4.5 Analisa banding antar responden berdasarkan perubahan dalam hidup
ABSTRAK
Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan dalam kehidupan. Makna hidup dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun penderitaan. Penderitaan dapat ditimbulkan oleh tiga hal ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut (death), salah (guilt), dan sakit (pain). Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Penyakit kronis seperti kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda. Untuk menemukan makna hidup itu sendiri seseorang harus melalui lima tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup yaitu tahap derita, tahap penerimaan diri, tahap penemuan makna hidup, tahap realisasi makna, dan tahap penghayatan hidup bermakna. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran makna hidup pada penderita kanker leher rahim ditinjau dari tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif karena peneliti ingin melihat pengalaman subjektif seorang penderita kanker leher rahim, bagaimana mereka memaknai setiap penderitaan yang dialaminya diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim dan bagaimana proses penemuan makna dibalik penderitaan tersebut. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam Penelitian ini melibatkan sebanyak 2 orang dewasa yang didiagnosa kanker leher rahim dan berada di Kotamadya Medan sebagai subjek penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua responden berhasil memenuhi makna hidupnya dan melewati semua tahap-tahap penemuan dan pemenuhan makna hidup dalam penderitaan. Masing-masing responden memiliki cara tersendiri dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya.
Implikasi dari penelitian ini berguna bagi penderita kanker leher rahim agar tidak berputus asa dalam menghadapi penyakitnya dan juga bagi orang-orang disekitar seperti dokter, suster, keluarga, dan lain-lain untuk memberikan dukungan yang lebih bagi penderita kanker leher rahim.
BAB I PENDAHULUAN
I.A Latar belakang
Kebahagiaan adalah hal yang ingin dicapai manusia dalam hidup. Manusia
selalu berpikir bahwa kebahagiaan adalah segala-galanya. Padahal, yang
terpenting bukanlah kebahagiaan itu sendiri melainkan alasan yang membuat
mereka bahagia, ketika mereka telah berhasil menemukan alasan yang membuat
mereka bahagia otomatis mereka akan merasakan kebahagiaan itu sendiri. Sama
halnya dengan hidup, untuk membuat hidupnya bermakna, maka pertama kali
manusia harus menemukan alasannya hidup di dunia. Alasan untuk hidup inilah
yang disebut oleh Frankl (2004) sebagai makna hidup.
Makna hidup adalah hal-hal yang dianggap sangat penting dan berharga
serta memberikan nilai khusus bagi seseorang sehingga layak dijadikan tujuan
dalam kehidupan (Bastaman, 2007). Makna hidup bermula dari adanya visi
kehidupan, harapan dalam hidup, dan kenapa seseorang harus tetap bertahan
hidup (Ancok dalam Bukhori, 2006). Makna tidak terletak di dalam diri kita,
melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan makna atau memilihnya,
melainkan harus menemukannya (Abidin, 2002). Makna hidup terdapat dalam
kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik
menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun
selamanya dipenuhi dengan kesenangan namun juga dengan penderitaan (Frankl
dalam Bastaman, 1996).
Penderitaan adalah proses, perbuatan, cara menderita, dan penanggungan
yang terkait dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti sakit, cacat,
kesengsaraan, dan kesusahan (Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam Bastaman,
1996). Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) terdapat tiga hal yang dapat
menimbulkan penderitaan ”the three tragic triads” diantaranya adalah maut
(death), salah (guilt), dan sakit (pain). Kematian, baik kematian sendiri maupun
orang lain merupakan tragedi alami yang pasti terjadi dan setiap orang pasti akan
mengalaminya. Salah (guilt) merupakan sejenis penderitaan yang berkaitan
dengan perbuatan yang tak sesuai hati nurani. Sakit (pain) yaitu suatu keadaan
mental atau fisik yang kurang baik atau kegelisahan mental dan fisik.
Hampir seluruh penyakit menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua
penderitaan yang ditimbulkan penyakit dapat mendorong seseorang untuk mencari
tahu makna hidupnya. Taylor (2003) mengatakan penyakit kronis seperti kanker
dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu makna hidupnya. Ada beberapa
alasan kenapa penyakit kanker dapat mendorong seseorang untuk mencari tahu
makna hidupnya, antara lain : kanker merupakan salah satu penyakit serius
bahkan dalam beberapa kasus dapat menimbulkan kematian, pengobatan penyakit
ini kadang-kadang dapat menimbulkan perubahan permanen dari bentuk fisik
seseorang, perubahan dalam hubungan, perubahan dalam ketertarikan dan orang
lain mungkin akan melihat penderita kanker tersebut sebagai orang yang berbeda
Penyakit kanker adalah penyakit yang sangat berbahaya bahkan dapat
mengakibatkan kematian. Sampai saat ini kanker masih menjadi momok bagi
semua orang, hal ini disebabkan oleh tingginya angka kematian yang disebabkan
oleh penyakit tersebut. Berdasarkan suatu penelitian yang dilakukan oleh Dr.
Setiawan Dalimartha dan majalah Sehat Plus ditemukan bahwa angka harapan
hidup penderita kanker hanya 60 persen dibandingkan bukan penderita.
(”Kanker,” 2005). Kanker adalah tumor seluler yang bersifat fatal (EGC, 1994).
Kanker dikarakteristikkan sebagai suatu proses pertumbuhan dan penyebaran
yang tidak terkontrol dari sel abnormal, yang mempunyai kecenderungan
menyebar pada bagian tubuh lainnya (Sarafino, 2006). Oleh karena itu tidak
mengherankan bila kanker dianggap penyakit mematikan. Data World Health
Organization (WHO) menunjukkan setiap tahun jumlah penderita kanker di dunia
bertambah 6,25 juta orang. Ironisnya, dua pertiga dari penderita kanker di dunia
berada di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Setiap
tahunnya, tercatat 100 penderita kanker dari setiap 100.000 penduduk. Data
Depkes menunjukkan jumlah penderita kanker di Indonesia mencapai enam
persen dari populasi dan menempatkan penyakit tersebut secara keseluruhan
sebagai pembunuh nomor enam dibanding penyakit lainnya (Ant, 2007;
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006). Berdasarkan pendataan yang
dilakukan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Yayasan Kanker
Indonesia, dan Ikatan Ahli Patologi Indonesia 64,4 persen penyakit kanker
diderita oleh kaum perempuan, sementara sisanya 35,6 persen diderita oleh kaum
Terdapat berbagai jenis kanker yang menyerang kaum perempuan, salah
satu yang paling ditakuti adalah kanker serviks uteri atau kanker leher rahim. Di
negara maju kanker leher rahim menempati urutan ke empat dari jenis kanker
yang menyerang kaum perempuan dan setiap tahunnya terdapat kurang lebih 400
ribu kasus baru kanker leher rahim, sebanyak 80 persennya terjadi pada
perempuan yang hidup di negara berkembang, salah satunya di Indonesia (Pusat
Data & Informasi – Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006). Data dari
pemeriksaan patologi di Indonesia menyatakan bahwa kanker leher rahim berada
di urutan pertama yang menyerang kaum perempuan (Harianto, 2005). Hal ini
juga dapat dilihat dari tabel 1.1 yang memperlihatkan tiga kasus besar dari jenis
penyakit kanker yang diderita oleh kaum perempuan di Indonesia.
Tabel 1.1 Tiga kasus besar penyakit kanker yang diderita kaum perempuan
Tahun Jenis Kanker Jumlah Persentase
1995 Leher Rahim
Sumber : Direktorat Jendral Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995-1999.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah perempuan yang menderita
menempati urutan pertama diatas kanker payudara dan kanker kelenjar limfe yang
merupakan bagian dari tiga kasus kanker yang paling banyak diderita kaum
perempuan di Indonesia.
Banyak dari penderita kanker baru mengetahui penyakitnya setelah berada
di stadium lanjut. Pada stadium dini kanker leher rahim sering tidak menunjukkan
gejala-gejala khusus, boleh jadi tidak ada gejala sama sekali, atau dapat keluar
keputihan sampai pendarahan sesudah senggama (Badan Koordinasi Keluarga
Berencana Nasional, 2005). Hal inilah yang menjadi penyebab kenapa banyak
kasus kanker leher rahim baru diketahui setelah berada pada stadium lanjut. Jika
sudah pada stadium lanjut, maka penyakit kanker akan lebih banyak menimbulkan
komplikasi fisik dan kematian (Sarafino, 2006).
Ancaman kematian yang ditimbulkan oleh kanker akan menimbulkan
kecemasan pada penderitanya yaitu kecemasan kematian (death anxiety) (Sharma
et al., 2003), selain ancaman kematian, diagnosa dan pengobatan dari penyakit
kanker juga akan menimbulkan penderitaan lainnya. Diagnosa dan pengobatan
penyakit kanker berkaitan dengan dampak fisik, psikis, sosial dan ekonomi
penderitanya. Beberapa diantaranya adalah; hilang ingatan, sindrom sakit, mual,
depresi, merasa kehilangan kontrol, stress keluarga dan keuangan (Sugerman,
2005).
Terdapat tiga jenis pengobatan dasar dari penyakit kanker leher rahim
yaitu operasi, radioterapi, dan kemoterapi, selain menyembuhkan, pengobatan dari
penyakit kanker juga menimbulkan dampak negatif bagi fisik penderitanya antara
muntah, keletihan, kulit terbakar, diare, masalah otot dan syaraf, dan simptom flu
(Sarafino, 2006). Efek samping pengobatan penyakit kanker tersebut dapat
menyebabkan penderitanya mengalami kerusakan tubuh, ketidakmampuan,
ketergantungan, dan gangguan dalam hubungan (Massie & Holland dalam Sharma
et al., 2003). Hal ini dapat dilihat dari penuturan salah seorang penderita kanker
leher rahim :
”demam-demam terus setiap sore, terus kupanggilah anakku yang perempuan untuk ngurusin aku, soalnya udah gak bisa aku ngapa-ngapain nyuci pun tak bisa, lemas kali..Yah sekiranya lah aku besok kemo, tegeletak terus aku di tempat tidur, gak bisa bergerak aku, makan musti disuap , minum musti dipipet gak bisa begerak lah aku..Kalo udah di rumah bidan itu, mau kemana-mana pun aku tak bisa, mau kemana lah aku...tak sanggup aku..cepat capek aku, punggungku pun sakit...” (Komunikasi personal, 12 September 2007)
Untuk mencapai kesembuhan, seorang penderita kanker leher rahim tidak
hanya memerlukan pengobatan tetapi juga dukungan sosial dari lingkungan
sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wortman dan
Dunkel-Schetter (dalam Sarafino, 2006) yang mengatakan bahwa dukungan sosial
mempengaruhi bagaimana seseorang menghadapi penyakitnya dan proses
penyembuhannya. Tidak adanya dukungan sosial akan menyebabkan penderitaan
baru bagi penderita kanker leher rahim. Manne (dalam Sarafino, 2006)
mengatakan bahwa pasien kanker yang sedikit menerima dukungan sosial dan
menerima perlakuan negatif dari lingkungan terdekatnya cenderung mengalami
masalah dalam penyesuaian diri terhadap penyakit dan penderitaan yang
Penderitaan yang diakibatkan oleh kanker leher rahim tidak berhenti
sampai disitu. Kebanyakan orang akan merasa shock pada saat mengetahui bahwa
dirinya menderita kanker, tidak tahu harus berbuat apa, bingung, dan cemas
(Siegel, 1999), selain itu dalam suatu penelitian juga ditemukan bahwa 25 persen
dari penderita kanker leher rahim mengalami gangguan psikologi khususnya
kecemasan dan 80 persennya mengalami gangguan seksual (Sharma dkk, 2003).
Penelitian lain juga menemukan bahwa selain kecemasan, kasus depresi juga
ditemukan pada penderita kanker leher rahim (Sharma dkk, 2003). Pada
beberapa kasus penderitaan yang disebabkan penyakit kanker leher rahim juga
dapat menimbulkan beberapa prilaku khas yang tidak terjadi pada seluruh pasien
penderita kanker leher rahim seperti : berteriak-teriak dan lari-lari selama berada
di rumah sakit, prilaku percobaan bunuh diri, bahkan mengalami gangguan
halusinasi. Hal ini diperoleh peneliti dari wawancara yang peneliti lakukan
terhadap dokter Ririn yang merupakan seorang dokter residen bagian Obstetri dan
Ginekologi yang sedang bertugas di Rumah Sakit Adam Malik :
”Oh ada tu, kalo gak salah pasienya masih dirawat, umurnya sekitar 20 something gitu lah, kalo abis di kemo dia pasti teriak-teriak gak jelas gitu di kamarnya, sampe buat satu rumah sakit tau lah, dokter-dokter pun pada bingung, pas awalnya dulu diperiksa gak adanya yang salah sama badannya tapi ya itu keknya dia mau diperhatiin lebih gitu sama suaminya, trus dia masih marah sama suaminya, karena kanker leher rahim itu kan kita dapat dari laki-laki, jadi dia masih marah kok dia yang kena kanker bukan suaminya.. paling kalo udah kayak gitu kami kasih obat penenang ajala. Dulu juga sampe ada yang mau bunuh diri, mau loncat gitu dia tapi sukurnya ketauan sama saudaranya jadi gak jadi bunuh diri dia” (Komunikasi Personal, 20 Desember 2007)
Dari pemaparan di atas dapat terlihat bahwa penderitaan yang dialami oleh
berada dalam keadaan tersebut akan lebih memilih menyerah dan meninggal saja.
Hal ini sejalan dengan penemuan yang dilakukan oleh Massie, Gognan, dan
Holland (dalam Stiller & Wong, 2007) yang menemukan bahwa penderitaan
psikis yang dialami oleh penderita kanker dapat memperburuk kondisi penderita
tersebut secara keseluruhan dan hal ini dapat membuat penderita menyerah pada
penyakitnya tanpa ada usaha dan akhirnya meninggal. Agar tetap bisa bertahan
dan menghindari pemikiran seperti diatas seseorang harus mengetahui benar apa
alasannya untuk hidup atau makna hidupnya, karena ketika seseorang mengetahui
makna hidupnya hal tersebut dapat menjadi motivator utama yang dapat
membuatnya bertahan dalam penderitaan yang berat sekalipun (Frankl dalam
Bastaman 1996). Fife (dalam Stiller & Wong, 2007) menemukan bahwa
penemuan makna hidup pada penderita kanker mempengaruhi bagaimana cara
penderita tersebut menghadapi penyakit kanker dan efek samping dari penyakit itu
sendiri. Hal ini juga dapat dilihat dari wawancara yang peneliti lakukan terhadap
Ibu Khoiriah yang merupakan pasien kanker leher rahim stadium II yang dirawat
di Rumah Sakit Adam Malik Medan :
”Gak pernah aku sedih-sedih dari awal, ngapai sedih-sedih nambah penyakit aja... dari awal aku kena penyakit ini yang ada di kepalaku ini pokoknya sembuh aja, mau kata orang nanti di kemo itu botak lah, ato gak kulit jadi rusaklah itu kan bisa balek semua, rambut bisa tumbuh, kulit ni pun kalo dikasih vitamin-vitamin gitu bisa berubah juga, yang aku pikirin pokoknya sembuh ajalah kasian nanti anak-anakku besar gak ada mamaknya, anakku banyak ada 6 orang” (Komunikasi Personal, 26 Desember 2007).
Dari kasus ibu Khoiriah diatas dapat terlihat bahwa keluarga terutama anak-anak
yang menjadi makna hidup ibu tersebut, dengan memikirkan bagaimana nasib
pengobatan dari kanker leher rahim tersebut walaupun dengan berbagai dampak
negatifnya. Dengan ditemukannya makna hidup, seseorang dapat menjalani
hidupnya dengan lebih semangat walaupun dalam penderitaan yang berat
sekalipun, tetapi penemuan makna hidup itu sendiri tidak segampang
membalikkan telapak tangan, melainkan suatu proses yang panjang. Frankl (dalam
Bastaman, 1996) mengatakan seseorang akan mengalami beberapa tahap sebelum
menemukan dan memenuhi makna hidupnya.
Pertama kali, seseorang harus melalui suatu tahap derita yaitu pengalaman
tragis dan penghayatan hidup tanpa makna. Kanker sendiri merupakan suatu
peristiwa tragis yang banyak menimbulkan penderitaan. Penghayatan hidup tanpa
makna ditandai dengan perasaan hampa, gersang, apatis, dan merasa tidak lagi
memiliki tujuan hidup serba bosan dan apatis (Bastaman, 1996). Kebosanan
adalah ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis
adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengambil prakarsa (Bastaman, 1996).
Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti
terhadap salah seorang pasien kanker leher rahim stadium III:
”kena kanker ganas, udah taunya aku kan kalo kanker ganas itu gak panjang umur, jadi daripada sia-sia mendinglah aku tahan-tahan aja gak usah diobati...kadang kalo aku mau tidur atau tinggal sendiri di kamar gini di kamar ini aku melamun aja, nangis sendiri, mau tidur aku gak bisa tidur” (Komunikasi personal, 12 September, 2007).
Pada saat seseorang mengalami suatu peristiwa yang menimbulkan banyak
penderitaan seperti kanker, maka mereka akan cenderung melakukan the why me
reaction yaitu mereka seakan-akan bertanya mengapa nasib buruk itu menimpa
penelitian juga menyatakan bahwa pada saat didiagnosa menderita kanker,
beberapa dari pasien kanker akan mengalami kemarahan (White, 2002). Hal ini
juga dapat dilihat dari komunikasi personal yang dilakukan oleh peneliti terhadap
salah seorang pasien kanker leher rahim stadium III:
”tapi, ntahlah, gak tau juga aku bilangnya kok bisa gini lah aku,bingung juga aku kadang-kadang, tapi ntahlah, gak tau aku maksud Tuhan ngasi aku cobaan kayak gini” (Komunikasi personal, 12 September 2007).
Tahap selanjutnya adalah tahap penerimaan diri, dimana individu mulai
menerima apa yang terjadi pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya
perubahan sikap. Biasanya, munculnya kesadaran ini di dorong oleh anekaragam
sebab misalnya karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat
pandangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain, dan
lain-lain (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang
dilakukan oleh peneliti terhadap pasien kanker leher rahim stadium III:
”Pasrahkan aja hidupku sama Tuhan,gak takut aku mati, yang penting aku udah usaha semampuku, pasrah betul aku, bedoa ajalah aku ma Tuhan, kalo bisa aku ke gereja ke gereja aku, kalo gak bedoa aja aku di rumah” (Komunikasi personal, 12 September 2007).
Bersamaan dengan itu disadarinya pula adanya nilai-nilai berharga yang
sangat penting dalam hidup Hal-hal yang dianggap berharga, dan penting itu
mungkin saja berupa nilai- nilai kreatif, misalnya bekerja dan berkarya, nilai-nilai
penghayatan seperti menghayati keindahan, keimanan, keyakinan, kebenaran, dan
cinta kasih, nilai-nilai bersikap yakni menentukan sikap yang tepat dalam
menghadapi penderitaan dan pengalaman yang tragis yang tak dapat dielakkan
lagi (Bastaman, 1996). Hal ini dapat dilihat dari komunikasi personal yang
”cuman cucu akulah sama keluargaku yang bisa bikin senang hidupku ini, kalo cucuku bilang, Opung jangan meninggal dulu ya, Opung umurnya panjang, kalo gak gara-gara Bapak yang nyemangati aku berobat ini macemnya gak tahan lagi aku” (Komunikasi personal, 12 September 2007).
Dari wawancara diatas dapat terlihat bahwa keluarga memegang peranan penting
dalam hal penyembuhan pasien kanker leher rahim diatas. Cinta kasih keluarga
pasien lah yang membuat pasien tetap mau mengikuti dan menjalani dengan
semangat semua proses pengobatan, jadi dapat disimpulkan bahwa melalui nilai
penghayatan cinta kasih keluarga pasien menemukan makna hidupnya.
Disadarinya semua hal-hal tersebut menandakan bahwa seseorang telah
masuk ke dalam tahap selanjutnya yaitu tahap penemuan makna dan penentuan
tujuan hidup atas dasar pemahaman dan penemuan makna hidup ini timbul
perubahan dalam hidup seseorang (Bastaman, 1996). Pada pasien kanker leher
rahim diatas dapat terlihat bahwa cinta kasih dari keluarganya yang menjadi
makna hidupnya, alasan pasien tersebut tetap menjalani pengobatan adalah
keluarganya. Hal ini juga dapat dilihat dalam penelitian yang dilakukan oleh
Mitchell (2007) pada pasien kanker payudara, ia menemukan bahwa hampir 50
persen penderita kanker mengalami peningkatan dalam hubungan dengan
keluarga khususnya anak dan menjadi lebih dekat dengan orang yang dicintai.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Sugerman (2005) juga menemukan bahwa
pengalaman akan penyakit kanker mempengaruhi kepribadian pasiennya dan
merubahnya ke arah yang lebih positif serta penyakit kanker juga membuat
mereka lebih mengontrol hidupnya. Perubahan dalam hidup ini juga akan
kecenderung berontak, melarikan diri, atau serba bingung, dan tak berdaya
berubah menjadi kesediaan untuk lebih berani dan realistis menghadapinya
(Bastaman, 1996).
Tahap selanjutnya yaitu tahap realisasi dimana individu akan mengalami
semangat dan gairah dalam hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan
diri (self commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih
terarah guna memenuhi makna hidupnya. Selanjutnya individu akan memasuki
tahap terakhir yaitu tahap kehidupan bermakna (Bastaman, 1996). Ketika makna
hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan seseorang merasakan
kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan menimbulkan perasaan bahagia
(Bastaman,2007). Hal ini dapat dilihat dari penelitan yang dilakukan oleh Mitchell
(2007) terhadap pasien kanker payudara. Seorang pasien yang diwawancarainya
mengatakan :
”mendapatkan kanker pada waktu tertentu merupakan suatu berkat tambahan, dan itu memperkaya dan memperdalam hidupku, serta lebih dapat dikontrol,....,untuk aku ini adalah hadiah”
Secara ringkas tahap-tahap dalam penemuan dan pemenuhan makna hidup tadi
dapat dilihat dalam tabel 1.2 dibawah ini (Bastaman, 1996) :
Tabel 1.2 Tahap-tahap proses penemuan dan pemenuhan makna hidup
Tahap-tahap Hal yang dialami
Tahap derita Peristiwa tragis, penghayata hidup tanpa makna
Tahap penerimaan diri Pemahaman diri, pengubahan sikap Tahap penemuan makna hidup Penemuan makna dan penentuan tujuan
hidup
Lamanya seorang penderita kanker leher rahim berada dalam setiap tahap
penemuan dan pemenuhan makna hidup bervariasi. Dalam menjalani setiap
tahapnya, individu melakukannya dengan cara yang berbeda-beda. Hal ini sesuai
dengan karakteristik makna hidup yang unik dan personal, yaitu tidak dapat
diberikan oleh siapapun, melainkan harus ditemukan sendiri. Apa yang dianggap
penting dan berharga bagi seseorang belum tentu penting dan berharga bagi orang
lain (Bastaman, 1996). Berhasil atau tidaknya individu melalui setiap tahap juga
berbeda. Schultz (1991) mengatakan makna hidup bisa berbeda-beda antara
manusia yang satu dengan yang lain dan berbeda setiap hari, bahkan setiap jam.
Oleh karena itu, yang penting bukan makna hidup secara umum, melainkan
makna khusus dari hidup seseorang pada suatu saat tertentu. Ada orang yang tidak
dapat melihat adanya makna hidup mereka dalam keadaan mereka yang buruk,
padahal makna hidup tetap ada.
Dari permasalahan yang dikemukakan di atas peneliti ingin mengetahui
bagaimana makna hidup pada penderita kanker leher rahim di Indonesia
khususnya di kota Medan dan bagaimana proses dari penemuan dan pemenuhan
makna hidup penderita kanker leher rahim dilihat berdasarkan tahap-tahap dalam
penemuan dan pemenuhan makna hidup.
I.B. Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti merumuskan beberapa
pertanyaan yang akan dijawab melalui penelitian ini. Dengan demikian dapat
1. Bagaimanakah makna hidup pada wanita penderita kanker leher rahim?
2. Bagaimanakah proses pencarian makna hidup pada wanita penderita
kanker leher rahim dilihat dari tahap-tahap menemukan makna hidup
dalam penderitaan?
I.C. Tujuan penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap makna hidup
pada wanita yang menderita kanker leher rahim dan menjelaskan bagaimana
proses pencarian dan pemenuhan makna hidupnya dilihat dari tahap-tahap
menemukan makna hidup dalam penderitaan.
I.D. Manfaat penelitian I.D.1 Manfaat Teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat untuk
perkembangan ilmu psikologis, khususnya di bidang Psikologi Klinis dalam
rangka perluasan teori, terutama yang berkenaan dengan makna hidup pada
penderita kanker leher rahim dan dapat dijadikan sebagai bahan penunjang
penelitian lebih lanjut.
I.D.2 Manfaat Praktis
Dapat memberikan sumbangan bagi wanita penderita kanker leher rahim
lainnya yaitu sebagai media inspiratif, dimana diharapkan dengan membaca
semua penderitaanya dan dapat membangkitkan semangat pasien tersebut dalam
menjalani semua pendeitaan yang diakibatkan oleh penyakit kanker leher rahim.
Diharapkan penelitian juga dapat memberikan sumbangan informasi bagi
dokter, keluarga, masyarakat, dan lembaga-lembaga atau yayasan yang bergerak
dalam masalah kanker leher rahim, untuk lebih memahami masalah-masalah
psikologis yang dialami oleh penderita kanker leher rahim dan melakukan hal-hal
yang dapat membantu penderita kanker leher rahim itu sendiri.
I.E. Sistematika penulisan
Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Berisikan latar belakang permasalahan, perumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Berisikan teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu teori
tentang makna hidup dan kanker leher rahim.
BAB III : Metodologi Penelitian
Berisikan pendekatan yang digunakan, metode pengumpulan data,
alat bantu pengumpulan data penelitian, subjek penelitian, prosedur
BAB II
LANDASAN TEORI
II.A Makna hidup
Makna hidup (meaning of life) adalah hal-hal yang dianggap sangat
penting dan berharga serta memberikan nilai khusus bagi seseorang, sehingga
layak dijadikan tujuan dalam kehidupan (the purpose of life) (Bastaman, 2007).
Makna hidup bermula dari adanya visi kehidupan, harapan dalam hidup, dan
kenapa seseorang harus tetap bertahan hidup (Ancok dalam Bukhori, 2006).
Abidin (2002) mengatakan makna hidup merupakan motivasi utama manusia
dalam menemukan tujuan hidupnya. Makna tidak terletak di dalam diri kita,
melainkan berada di dunia luar. Kita tidak menciptakan makna atau memilihnya,
melainkan harus menemukannya (Abidin, 2002). Makna hidup terdapat dalam
kehidupan itu sendiri, dan dapat ditemukan dalam setiap keadaan, baik
menyenangkan maupun tidak menyenangkan, dalam keadaan bahagia ataupun
penderitaan. Ungkapan seperti ”makna dalam derita” (meaning in suffering) atau
”hikmah dalam musibah” (blessing in disguise) mengungkapkan bahwa dalam
penderitaan sekalipun makna hidup dapat ditemukan. Bila hasrat ini dapat
dipenuhi maka kehidupan akan dirasakan berguna, berharga, dan berarti
(meaningfull) akan dialami. Sebaliknya bila hasrat ini tak terpenuhi akan
menyebabkan kehidupan dirasakan tidak bermakna (meaningless) (Bastaman,
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna hidup adalah
suatu hal yang dianggap penting oleh seseorang, yang merupakan suatu alasan
hidup seseorang yang dapat dijadikannya tujuan dalam hidup.
II.A.1 Karakteristik makna hidup
Makna hidup memiliki beberapa karakteristik khusus diantaranya adalah
(Bastaman, 2007) :
1. Makna hidup itu sifatnya unik, pribadi dan temporer, artinya apa yang
dianggap berarti oleh seseorang belum tentu pula berarti pula bagi orang
lain. Mungkin pula apa yang dianggap penting dan bermakna pada saat ini
bagi seseorang, belum tentu sama bermaknanya bagi orang itu pada saat
lain. Dalam hal ini makna hidup seseorang dan apa yang bermakna bagi
dirinya biasanya sifatnya khusus, berbeda dan tak sama dengan makna
hidup orang lain, serta mungkin pula dari waktu ke waktu berubah.
2. Makna hidup itu spesifik dan konkrit. Artinya dapat ditemukan dalam
pengalaman dan kehidupan nyata sehari-hari, serta tidak selalu perlu
dikaitkan dengan hal-hal yang serba abstrak-filosofis, tujuan-tujuan
idealistis, dan prestasi-prestasi akademis yang menakjubkan. Mengagumi
merekahnya matahari di ufuk timur pada waktu terbit fajar, memandang
dengan penuh kepuasan tumbuhnya putik bunga hasil tanaman sendiri,
bersemangat melaksanakan pekerjaan yang disenangi, dan sebagainya
merupakan contoh-contoh dari peristiwa-peristiwa nyata yang bermakna
3. Makna hidup tidak dapat diberikan oleh siapa pun, melainkan harus dicari,
dan ditemukan sendiri. Orang-orang lain hanya dapat menunjukkan tapi
pada akhirnya terpulang pada orang yang ditunjukkan untuk menentukan
apa yang dianggap dan dirasakan bermakna.
II.A.2 Sumber-sumber makna hidup
Makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu sendiri, betapa pun
buruknya kehidupan tersebut. Makna hidup tidak saja dapat ditemukan dalam
keadaan-keadaan menyenangkan, tetapi juga dapat ditemukan dalam penderitaan
sekalipun, selama kita mampu melihat hikmah-hikmahnya. Tanpa bermaksud
menentukan apa yang seharusnya menjadi tujuan dan makna hidup seseorang,
dalam kehidupan ini, Frankl menyatakan bahwa terdapat tiga bidang kegiatan
yang secara potensial mengandung nilai-nilai yang memungkinkan seseorang
menemukan makna hidup di dalamnya apabila nilai-nilai itu diterapkan dan
dipenuhi, diantaranya adalah (Bastaman, 2007):
1. Nilai-nilai kreatif (Creative value)
Kegiatan berkarya, bekerja, mencipta serta melaksanakan tugas dan
kewajiban sebaik-baiknya dengan penuh tanggung jawab. Menekuni suatu
pekerjaan dan meningkatkan keterlibatan pribadi terhadap tugas serta
berusaha untuk mengerjakannya dengan sebaik-baiknya merupakan salah
contoh dari kegiatan berkarya. Melalui karya dan kerja kita dapat
2. Nilai-nilai penghayatan (Experiental value)
Keyakinan dan penghayatan akan nilai-nilai kebenaran, kebajikan,
keindahan, keimanan, dan keagamaan serta cinta kasih. Menghayati dan
meyakini suatu nilai dapat menjadikan seseorang berarti hidupnya. Tidak
sedikit orang-orang yang merasa menemukan arti hidup dari agama yang
diyakininya, atau ada orang-orang yang menghabiskan sebagian besar
usianya untuk menekuni suatu cabang seni tertentu. Cinta kasih dapat
menjadikan pula seseorang menghayati perasaan berarti dalam hidupnya.
Mencintai dan dicintai, akan membuat pengalaman hidup seseorang penuh
dengan kebahagiaan.
3. Nilai-nilai bersikap (Attitudinal values)
Menerima dengan penuh ketabahan, kesabaran, dan keberanian segala
bentuk penderitaan yang tidak mungkin dielakkan lagi, seperti sakit yang
tak dapat disembuhkan, kematian, dan menjelang kematian, setelah segala
upaya dan usaha dilakukan secara maksimal. Dalam hal ini yang diubah
bukanlah keadaanya, melainkan sikap yang diambil dalam menghadapi
keadaan itu. Ini berarti apabila menghadapi keadaan yang tak mungkin
diubah atau dihindari, sikap yang tepatlah yang masih dapat
dikembangkan. Sikap menerima dengan penuh ikhlas dan tabha hal-hal
tragis yang tidak mungkin dapat dielakkan lagi dapat mengubah
pandangan kita dari yang semula diwarnai penderitaan semata-mata
menjadi pandangan yang mampu melihat makna dan hikmah dari
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa makna hidup bersumber
dari tiga macam nilai antara lain nilai kreatif, nilai penghayatan, dan nilai
bersikap.
II.A.3 Penghayatan hidup bermakna
Menurut Bastaman (2007), penghayatan hidup bermakna antara lain:
1. Menjalani kehidupan sehari-hari dengan penuh semangat dan gairah,
serta jauh dari perasaan hampa.
2. Mempunyai tujuan hidup yang jelas, baik tujuan jangka pendek
maupun tujuan jangka panjang, sehingga kegiatan-kegiatan menjadi
terarah.
3. Merasakan sendiri kemajuan yang telah dicapai.
4. Mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, dalam arti menyadari
batasan-batasan lingkungan dan tetap dapat menentukan sendiri apa
yang paling baik dilakukan.
5. Menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam kehidupan itu
sendiri, betapapun buruknya keadaan.
6. Menghadapi situasi yang tidak menyenangkan atau penderitaan dengan
sikap tabah dan sadar ada makna serta hikmah dibalik penderitaannya.
7. Benar-benar menghargai hidup dan kehidupan. Tidak pernah berpikir
Jadi, penghayatan hidup bermakna tercermin dalam perilaku-perilaku
sebagai berikut: menjalani hidup dengan semangat, memiliki tujuan hidup yang
jelas, merasakan kemajuan yang telah diperoleh, dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan, menyadari bahwa makna hidup dapat ditemukan dalam keadaan
apapun, bersikap sabar dan tabah dalam menghadapi suatu peristiwa bahkan
penderitaan sekalipun, dan benar-benar menghargai kehidupannya.
II.A.4 Penghayatan hidup tanpa makna
Bastaman (2007) mengemukakan bahwa dalam kehidupan seseorang
mungkin saja hasrat untuk hidup secara bermakna ini tidak terpenuhi.
Penyebabnya antara lain karena kurang disadari bahwa dalam kehidupan itu
sendiri dan pengalaman masing-masing orang terkandung makna hidup yang
potensial yang dapat ditemukan dan dikembangkan. Selain itu mungkin karena
pengetahuan yang kurang mengenai prinsip dan teknik dalam menemukan makna
hidup itu sendiri.
Ketidakberhasilan menemukan dan memenuhi makna hidup biasanya
menimbulkan penghayatan makna hidup tanpa makna (meaningless) yang
ditandai dengan perasaan hampa, gersang, merasa tak memiliki tujuan hidup,
merasa hidupnya tak berarti, bosan, dan apatis. Kebosanan adalah
ketidakmampuan seseorang untuk membangkitkan minat, sedangkan apatis
II.B Makna dalam penderitaan
Seperti yang dikemukakan di atas tadi, bahwa makna hidup dapat
ditemukan dalam setiap keadaan baik menyenangkan maupun tidak
menyenangkan, dalam keadaan bahagia maupun derita (Bastaman, 2007), karena
manusia selama hidup di dunia tidak selalu berada dalam keadaan menyenangkan
(Bastaman, 1996)
II.B.1 Penderitaan
Penderitaan merupakan bagian integral dari kehidupan manusia, karena
eksistensi manusia senantiasa berkisar antara senang dan susah, tawa dan air mata,
derita dan bahagia. Terlepas dari berat-ringannya penderitaan, setiap orang dalam
hidupnya pasti pernah mengalaminya, dan siapa pun yang merasa belum pernah
mengalami penderitaan pasti suatu saat akan mengalaminya juga (Bastaman,
1996).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (dalam Bastaman,1996) menggambarkan
penderitaan sebagai proses, perbuatan, cara menderita, dan penanggungan yang
terkait dengan sesuatu yang tidak menyenangkan, seperti sakit, cacat,
kesengsaraan, dan kesusahan. Bastaman (1996) mengungkapkan penderitaan
sebagai perasaan tak menyenangkan dan reaksi-reaksi yang ditimbulkannya
sehubungan-sehubungan dengan kesulitan yang dialami seseorang.
Frankl (dalam Bastaman, 1996) menyebutkan terdapat tiga hal yang dapat
human existence” tiga ragam penderitaan yang sering ditemukan dalam kehidupan
manusia, diantaranya adalah (Bastaman,1996):
1. Sakit (pain), suatu keadaan mental atau fisik yang kurang baik atau
kegelisahan mental dan fisik. Intensitas sakit berkisar dari mulai setengah
gelisah atau penderitaan yang membosankan, hingga penderitaan yang
akut bahkan seringkali rasa sakit yang tak terperikan dan dapat dirasakan
secara menyeluruh atau hanya pada beberapa bagian, sebagai akibat dari
korban kecelakaan atau luka secara fisik atau luka secara mental, dan
biasanya menimbulkan reaksi menghindari, melarikan diri, atau
menghancurkan faktor penyebabnya (Travelbee dalam Bastaman,1996).
2. Salah (guilt), merupakan sejenis penderitaan yang berkaitan dengan
perbuatan yang tak sesuai hati nurani. Hati nurani adalah unsur
kepribadian yang menilai sejauh mana pemikiran, perasaan, dan tindakan
seseorang sesuai dengan tolak ukur tertentu.
3. Kematian (death), baik kematian sendiri maupun kematian orang lain
merupakan tragedi alami yang pasti terjadi dan setiap orang pasti akan
mengalaminya.
II.B.2 Tahap-tahap penemuan makna dalam penderitaan
Bastaman (1996) mengemukan beberapa tahap yang harus dilalui
seseorang dalam menemukan dan memenuhi makna hidupnya dalam suatu
1. Tahap derita yaitu pengalaman tragis dan penghayatan hidup tanpa makna.
Suatu peristiwa tragis dalam hidup seseorang dapat menimbulkan
penghayatan hidup tanpa makna yang ditandai dengan perasaan hampa,
gersang, apatis, dan merasa tidak lagi memiliki tujuan hidup serba bosan
dan apatis. Kebosanan adalah ketidakmampuan seseorang untuk
membangkitkan minat, sedangkan apatis adalah ketidakmampuan
seseorang untuk mengambil prakarsa.
2. Tahap penerimaan diri, dimana individu mulai menerima apa yang terjadi
pada hidupnya, pemahaman diri, dan terjadinya perubahan sikap.
Biasanya, munculnya kesadaran ini di dorong oleh anekaragam sebab.
Misalnya, karena perenungan diri, konsultasi dengan para ahli, mendapat
pandangan dari seseorang, hasil do’a dan ibadah, belajar dari orang lain,
dan lain-lain.
3. Tahap penemuan makna hidup (penemuan makna hidup dan penentuan
tujuan). Tahap ini ditandai dengan penyadaran individu akan nilai-nilai
berharga yang sangat penting dalam hidupnya. Hal-hal-hal yang dianggap
berharga, dan penting itu mungkin saja berupa nilai kreatif,
nilai-nilai penghayatan, dan nilai-nilai-nilai-nilai bersikap
4. Tahap realisasi (keikatan diri, kegiatan terarah dan pemenuhan makna
hidup) dimana individu akan mengalami semangat dan gairah dalam
hidupnya, kemudian secara sadar melakukan keikatan diri (self
commitment) untuk melakukan berbagai kegiatan nyata yang lebih terarah
5. Tahap kehidupan bermakna (penghayatan bermakna, kebahagiaan). Ketika
makna hidup berhasil ditemukan dan dipenuhi akan menyebabkan
seseorang merasakan kehidupan yang berarti dan pada akhirnya akan
menimbulkan perasaan bahagia
II.C Kanker
II.C.1 Gambaran umum kanker
Karakteristik dasar dari hidup dan pertumbuhan adalah tubuh bereproduksi
secara teratur dan terkontrol. Para ilmuwan mengetahui bahwa pertumbuhan
jaringan mirip satu sama lain. Ketidakteraturan dalam proses ini bisa
menyebabkan pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, biasanya membentuk tumor
yang disebut dengan neoplasma (AMA, Tortora & Grabowski dalam Sarafino,
2006). Beberapa neoplasma tidak berbahaya atau jinak tetapi yang lainnya ganas
(Sarafino, 2006).
Kanker adalah penyakit sel yang ditandai dengan pembelahan sel yang tak
terkontrol yang biasanya membentuk neoplasma ganas (Sarafino, 2006). Taylor
(2003) mengatakan seluruh jenis kanker disebabkan oleh disfungsi deoxy ribo
nucleic acid (DNA) yang merupakan bagian dari program sel yang mengontrol
reproduksi dan pertumbuhan sel. Tidak seperti sel lain, sel kanker tidak
memberikan keuntungan pada tubuh. Mereka bahkan menyerap energi dari organ
tempat ia tumbuh. Selain itu sel kanker memiliki karakteristik khusus yaitu tidak
saling melekat satu dengan yang lainnya seperti sel-sel normal lainnya (AMA &
menyebar ke organ tubuh yang lainnya, proses tersebut biasa disebut dengan
metastase (Sarafino, 2006).
Sel kanker berbahaya karena dapat menyebabkan kematian baik secara
langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, sel kanker menyebar sampai
ke organ vital seperti otak atau paru lalu mengambil nutrisi yang dibutuhkan oleh
organ tersebut akibatnya organ itu rusak dan akhirnya mati. Secara tidak langsung
kanker dapat mengakibatkan kematian melalui dua cara. Pertama, penyakit itu
sendiri melemahkan penderitanya. Kedua, baik penyakit maupun pengobatannya
dapat menurunkan gairah hidup dan kemampuan tubuh untuk melawan penyakit
(Laszlo dalam Sarafino, 2006). Selain itu, seiring dengan makin berkembangnya
penyakit, maka tumor akan semakin menekan sel-sel dan saraf-saraf normal atau
semakin menghambat aliran cairan tubuh sehingga menimbulkan rasa sakit
(Melzack & Wall dalam Sarafino, 2006). Rasa sakit ini dirasakan oleh 40 persen
penderita kanker dengan stadium menengah, dan oleh 70-90 persen penderita
dengan stadium lanjut (Ward et.al., dalam Sarafino, 2006).
Secara umum, penyakit kanker disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor
eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan pengaruh luar terhadap tubuh,
yaitu gaya hidup dan faktor lingkungan. Faktor eksternal yang berhubungan
dengan kanker contohnya antara lain; merokok, penggunaan alkohol yang
berlebihan, makanan tidak sehat, radiasi matahari dan sumber lain, serta zat kimia
seperti benzena dan asbestos ( Hartmann & Loprinzi, 2005 )
Di Indonesia dikenal sepuluh jenis kanker terbanyak yaitu kanker leher
kanker paru, kanker ovarium, kanker kelenjar tiroid, kanker rongga mulut, dan
kanker payudara (Tambunan, 1995)
II.C.2 Kanker leher rahim
Kanker serviks uteri atau kanker leher rahim merupakan salah satu jenis
kanker yang menyerang sistem reproduksi perempuan. Kanker leher rahim timbul
di bagian bawah dari uterus yaitu di batas antara epitel yang melapisi ektoserviks
(porsio) dan endoserviks kanalis serviks. Penyebaran kanker leher rahim pada
umumnya secara limfogen melalui getah bening, diantaranya menuju ke tiga arah
yaitu ke arah fornises dan dinding vagina, ke arah korpus uterus, dan ke arah
parametrium dan dalam tingkatan lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan
kandung kemih (Winknjosastro, 1999)
II.C.3 Gejala kanker leher rahim
Pada kondisi prakanker, umumnya tidak ada gejala dan tak ada rasa nyeri.
Bila kanker ini sudah muncul, gejalanya dapat berupa (Pusat Data & Informasi –
Perhimpuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia, 2006) :
1. Terdapat keputihan berlebihan, berbau busuk dan tidak sembuh-sembuh.
2. Adanya perdarahan tidak normal. Ini terjadi hanya bila setelah sel-sel
leher. rahim menjadi bersifat kanker dan menyerang jaringan-jaringan di
sekitarnya.
3. Pemberhentian darah lewat vagina.
5. Terjadinya siklus diluar menstruasi dan setelah hubungan seks.
6. Nyeri selama berhubungan seks.
7. Kesulitan atau nyeri dalam perkemihan.
8. Terasa nyeri didaerah sekitar panggul.
9. Perdarahan pada masa pra atau paska menopause.
10. Bila kanker sudah mencapai stadium tiga ke atas, maka akan terjadi
pembengkakan diberbagai anggota tubuh seperti betis, paha, tangan dan
sebagainya.
II.C.4 Penyebab kanker leher rahim
Para peneliti yakin bahwa umumnya penyakit kanker leher rahim dipicu
oleh penyakit seksual menular di dalam serviks, yaitu human papilloma virus
(HPV). Virus ini banyak ditemukan pada wanita yang menderita kanker leher
rahim. Human papilloma virus memiliki lebih dari 100 tipe. Virus ini disebut
dengan papillomaviruses karena beberapa tipe dari virus ini menyebabkan kutil
(papillomas). Beberapa tipe dari HPV, yang bukan menyebar melalui kontak
seksual menimbulkan sejenis kutil biasa yang timbul di tangan atau kaki. Tipe lain
yang tersebar melalui kontak seksual menyebabkan kutil di alat kelamin. Tidak
semua tipe HPV dapat menyebabkan kanker leher rahim. Tipe-tipe yang memiliki
resiko tinggi menyebabkan kanker leher rahim diantaranya adalah tipe 16, 18, 31,
33, 35, dan 45. 85 persen pada penderita kanker leher rahim ditemukan tipe-tipe
II.C.5 Faktor resiko kanker leher rahim
Faktor resiko adalah segala sesuatu yang dapat meningkatkan
kemungkinan untuk terkena suatu penyakit. Beberapa faktor resiko penyakit
kanker leher rahim adalah ( Hartmann & Loprinzi, 2005 ) :
1. Sejarah seksual
Infeksi HPV yang menyebabkan kanker leher rahim, disebarkan melalui
kontak seksual, oleh karena itu sejarah seksual seorang wanita memegang
peranan penting dalam resiko terkena kanker leher rahim
Aktivitas seksual dini.
Berganti-ganti pasangan seksual.
Penyakit seksual lainnya, seperti chlamydia, gonorhea, atau genital
herpes.
2. Sistem kekebalan tubuh yang lemah
Seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti
wanita yang terinfeksi humman immuno deficiency virus (HIV) atau
terkena penyakit AIDS, memiliki resiko tinggi untuk terkena kanker leher
rahim karena ketidakmampuan tubuh untuk melawan HPV.
3. Sejarah kesehatan keluarga
Penelitian menyebutkan bahwa jika ibu atau saudara perempuan seseorang
terkena penyakit kanker leher rahim, maka besar kemungkinan seseorang
4. Merokok
Kanker leher rahim merupakan hal yang umum diantara wanita yang
merokok. Wanita yang merokok memiliki dua kali kemungkinan untuk
terkena penyakit kanker leher rahim dibanding wanita yang tidak
merokok.
II.C.6 Stadium kanker leher rahim
Penyakit kanker leher rahim dibagi menjadi beberapa stadium diantaranya
(Hartman & Loprinzi, 2005) :
Tabel 2.1 Stadium kanker leher rahim
Stadium Kriteria I Kanker hanya berada di sekitar area serviks atau leher rahim.
II Kanker telah menyebar ke bagian atas vagina atau ke jaringan sekitar. III Kanker telah menyebar ke bagian bawah vagina, ke daerah sekitar
dinding panggul dan saluran limfe.
IV Kanker telah menyebar sampai ke bladder, rectum dan organ-organ lain seperti paru.
Sumber:Hartman & Loprinzi, 2005
II.C.7 Diagnosa dan pengobatan medis kanker leher rahim
Kanker leher rahim dapat dideteksi dengan menggunakan Pap Smear yaitu
mengambil contoh sel dari organ leher rahim untuk melihat apakah sel tersebut
normal, pra-kanker, atau kanker. Umur penderita kanker leher rahim berkisar
diantara 30-60 tahun, terbanyak antara 45-50 tahun. Terdapat 3 jenis pengobatan
dasar kanker leher rahim antara lain operasi, radioterapi, dan kemoterapi.
sel kanker, apakah sudah metastase atau belum, dan bagaimana pengaruh
pengobatan terhadap pasien (Hartman & Loprinzi, 2005).
II.C.7.a Operasi
Jenis operasi yang dilakukan pada penderita kanker leher rahim dilakukan
berdasarkan hasil penentuan stadium kanker. Operasi dapat dilakukan dengan
mengangkat serviks dan uterus atau rahim penderita yang disebut juga dengan
histerektomi. Pada stadium Ib,Ib occ dan IIa dilakukan histerektomi radikal. Pada
stadium IIb, III, dan IV tidak dibenarkan melakukan pembedahan (Winknjosastro,
1999).
II.C.7.b Radioterapi
Radioterapi yaitu pengobatan menggunakan sinar X yang bertujuan untuk
menghancurkan sel kanker. Pengobatan menggunakan radioterapi memiliki
beberapa efek samping diantaranya adalah iritasi, kulit terbakar, rambut gugur,
mual, muntah, kehilangan nafsu makan, penurunan fungsi tulang sum-sum
(Sarafino, 2006).
II.C.7.c Kemoterapi
Kemoterapi yaitu pengobatan menggunakan agen-agen kimiawi (EGC,
1994). Pengobatan menggunakan kemoterapi memiliki beberapa efek samping
diantaranya adalah rasa mual dan muntah, kelelahan, rambut gugur, diare dan
menopause, mouth ulcers, masalah otot dan syaraf dan simptom flu (Sarafino,
2006).
II.C.8 Dampak fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi penyakit kanker leher rahim
Radley (1994) mengatakan penderita penyakit kronis seperti kanker dapat
mengalami tiga akibat dari penyakit yang dideritanya dan pengobatan yang
dijalaninya. Tiga akibat itu antara lain :
1. Impairment : Kehilangan atau mengalami abnormalitas fungsi fisiologis
atau anatomis (hendaya).
2. Disability : Keterbatasan dalam kemampuan untuk mengerjakan suatu
tugas atau untuk menjalankan peran secara normal.
3. Handicap : Kerugian yang bersifat sosial berupa perlakuan dari orang lain
atau kepada orang lain dengan impairment atau disability tertentu.
Ketiga hal ini dapat mempengaruhi penderitanya. Lebih lanjut Charmaz (dalam
Radley, 1994) menyatakan bahwa ada empat kondisi psikologis yang dapat
dialami oleh orang yang hidup dengan penyakit kronis seperti kanker yaitu :
1. Kehidupan yang terbatas (restrictid life). Hal ini terjadi jika seseorang
terpaksa ”terkurung” di rumah baik karena sakit yang dirasakan maupun
pengobatan yang dijalani.
2. Keterasingan sosial (social isolation). Hal ini dapat merupakan akibat dari
interaksi sosial dengan orang lain atau dapat juga berasal dari perasaan
penderita sendiri bahwa orang lain akan memperlakukan mereka berbeda.
3. Definisi diri yang tidak baik (discrediting definition of self). Hal ini terjadi
ketika orang lain menunjukkan rasa ingin tahu berlebihan, sikap tidak
bersahabat atau rasa tidak nyaman saat berhubungan dengan penderita.
Mungkin pula terjadi karena penderita tidak dapat lagi melakukan
pekerjaan sederhana dengan mudah seperti dulu. Keadaan ini dapat
menjadi sumber meningkatnya penilaian negatif terhadap diri sendiri.
4. Merasa menjadi beban bagi orang lain (becoming a burden on others). Hal
ini terjadi bila seseorang menderita sakit yang berat sehingga tidak dapat
lagi menjalankan tugasnya seperti dulu. Hal ini dapat menimbulkan
perasaan tidak berguna baik bagi diri sendiri maupun orang lain.
Kanker merupakan penyakit jangka panjang dan berakibat fatal, dan hal
tersebut dapat menimbulkan masalah dalam penyesuaian psikososial (Taylor,
2003). Diagnosa kanker biasanya dapat menyebabkan kondisi emosi yang tidak
stabil dan goncangan pada hidup seseorang. Pengobatan kanker banyak
menimbulkan dampak negatif pada fisik penderitanya yang nantinya akan
mempengaruhi kondisi psikologis dan sosial penderitanya. Masalah psikologis
yang biasanya muncul pada penderita kanker umumnya adalah (Hartmann &
1. Ketidakpercayaan ( disbelief )
Ketika seseorang didiagnosa kanker, shock merupakan perasaan pertama
yang paling sering timbul diantara para penderitanya. Ketidakpercayaan
bahwa hal tersebut terjadi pada dirinya dan sering juga ditemui
penyangkalan terhadap diagnosa secara penuh, berperilaku seolah-olah
tidak ada yang terjadi.
2. Takut ( fear )
Seseorang yang terkena kanker biasanya akan mengalami rasa takut,
diantaranya ketakutan akan kematian yang ditimbulkan oleh kanker dan
juga proses pengobatan serta efek sampingnya. Ketakutan mengenai hidup
setelah mendapat kanker apakah akan sama dengan sebelumnya.
Ketakutan apakah seseorang dapat menikmati hidupnya lagi.
Ketakutan-ketakutan tadi merupakan hal yang normal, tetapi hal tersebut
kadang-kadang juga dapat menimbulkan stress.
3. Kemarahan ( anger )
Kemarahan yang timbul pada penderita kanker disebabkan oleh rasa
ketidakadilan yang dialaminya. Mengapa hal tersebut harus terjadi pada
dirinya dan bukan pada orang lain. Sebagian kemarahan kadang
dilimpahkan pada orang-orang terdekat seperti keluarga, sahabat, teman
kerja bahkan pada dokter maupun suster serta kemarahan pada diri sendiri
4. Kecemasan ( anxiety )
Stres yang ditimbulkan oleh diagnosa kanker dan juga pengobatanyya
dapat menimbulkan kecemasan. Kecemasan dapat berupa kecemasan akan
test awal, prosedur pengobatan, perubahan bentuk tubuh, kehilangan
kontrol, ketergantungan pada orang lain, serta kematian yang ditimbulkan
oleh kanker.Selain itu berdasarkan suatu penelitian ditemukan bahwa 25
persen dari penderita kanker leher rahim mengalami kecemasan dan 80
persennya mengalami masalah seksual (Matto,1983; Kulhara,1988;
Sharma, Matto, Kulhara & Sharan, 2003)
5. Depresi
Merasa sedih, berduka, dan kehilangan adalah hal yang sering terjadi pada
penderita kanker. Diagnosa kanker dapat merusak rencana hidup dan
membuat seseorang menjadi pesimis serta takut akan masa depan. Depresi
ditandai dengan perubahan mood selama dua minggu atau lebih yang
ditandai oleh kesedihan yang terus menerus, cemas, kehilangan
ketertarikan atau kesenangan dalam semua aktivitas, perubahan dalam
selera makan dan pola tidur, kehilangan energi, perasaan tidak berdaya,
tidak ada harapan dan rasa bersalah, pikiran negatif, konsentrasi yang
terganggu, pikiran akan kematian dan bunuh diri.
Diagnosa kanker dapat menimbulkan dampak negatif terhadap sosial
penderitanya, salah satunya adalah gangguan dalam hubungan pernikahan.
seksual sering sering dijumpai pada pasien penyakit kanker ginekolog salah
satunya kanker leher rahim (Moyer & Sovey dalam Taylor, 2003).
Penyakit kanker juga menimbulkan dampak negatif terhadap ekonomi
penderitanya, dikarenakan penyakit ini merupakan penyakit yang memiliki jangka
waktu panjang dalam proses pengobatannya serta pengobatan yang digunakan
membutuhkan banyak biaya sehingga dapat menimbulkan kesulitan ekonomi bagi
yang mengalaminya (Taylor, 2003).
Masalah-masalah yang dikemukakan diatas umum terjadi pada seluruh
pasien kanker termasuk pada pasien kanker leher rahim. Masalah khusus yang
terjadi akibat kanker leher rahim yaitu masalah yang berkaitan dengan
histerektomi atau pengangkatan rahim. Histerektomi mengakibatkan seorang
wanita tidak memiliki rahim lagi yang berarti tidak bisa memiliki keturunan lagi.
Perasaan shock pasti akan dialami oleh setiap perempuan yang menjalani
histerektomi, walaupun kebanyakan penderita kanker leher rahim telah memasuki
masa menopause atau tidak berencana untuk memiliki anak lagi. Kebanyakan
perempuan akan mengalami kehilangan yang besar dan merasa kurang utuh
sebagai wanita sesudah mengalami histerektomi (Tobin, 1997)
II.C.9 Dukungan sosial pada penderita kanker leher rahim
Untuk mencapai kesembuhan, seorang penderita kanker leher rahim tidak
hanya memerlukan pengobatan tetapi juga dukungan sosial dari lingkungan
sekitarnya. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Wortman dan
mempengaruhi bagaimana seseorang menghadapi penyakitnya dan proses
penyembuhannya. Tidak adanya dukungan sosial akan menyebabkan penderitaan
baru bagi penderita kanker leher rahim. Manne (dalam Sarafino, 2006)
mengatakan bahwa pasien kanker yang sedikit menerima dukungan sosial dan
menerima perlakuan negatif dari lingkungan terdekatnya cenderung mengalami
masalah dalam penyesuaian diri terhadap penyakit dan penderitaan yang
ditimbulkan.
Dukungan sosial adalah kenyamanan, perawatan, atau bantuan yang
diberikan oleh seseorang (Wills & Fegan dalam Sarafino, 2006). Terdapat
beberapa bentuk dari tipe sosial diantaranya adalah (Wills & Fegan dalam
Sarafino, 2006) :
1. Emotional support : dukungan berupa empati, perawatan, pemberiang
semangat dan dorongan yang diberikan kepada seseorang.
2. Tangible or instrumental support : dukungan berupa pendampingan secara
langsung maupun memberikan bantuan berupa pinjaman uang atau yang
lainnya pada saat orang lain membutuhkan.
3. Informational support : dukungan berupa pemberian nasehat, arahan, atau
usulan mengenai apa yang harus dilakukan oleh seseorang.
4. Companionship support : dukungan berupa kesediaan untuk menemani
II.D Makna hidup pada penderita kanker leher rahim
Makna hidup merupakan suatu alasan penting mengapa seseorang harus
tetap bertahan hidup. Makna hidup dapat dijadikan tujuan dalam hidup seseorang.
Makna hidup sendiri dapat ditemukan dalam setiap keadaan baik menyenangkan
maupun tidak menyenangkan atau penderitaan.
Penderitaan adalah suatu perasaan yang tidak menyenangkan yang
ditimbulkan oleh suatu hal. Menurut Frankl (dalam Bastaman, 1996) penderitaan
di dunia disebabkan oleh tiga hal diantaranya adalah sakit, maut, dan rasa
bersalah. Penyakit dapat menimbulkan penderitaan, tetapi tidak semua
penderitaan yang disebabkan oleh penyakit dapat mendorong seseorang untuk
menemukan makna hidup. Penyakit seperti kanker leher rahim merupakan salah
satu penyakit yang dapat mendorong seseorang untuk mencari makna hidupnya,
karena penyakit sejenis ini dapat menimbulkan banyak penderitaan bagi yang
mengalaminya mulai dari ancaman kematian yang ditimbulkan serta dampak fisik,
psikologis, sosial, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh penyakit itu sendiri dan
proses pengobatannya.
Untuk tetap bertahan dalam penderitaan yang berat seseorang harus
mengetahui benar apa alasannya hidup atau kita sebut dengan makna hidup.
Makna hidup bagi penderita kanker leher rahim memberikan banyak pengaruh
positif bagi penderitanya, dengan menemukan makna hidup penderita kanker
leher rahim dapat menjalani semua proses pengobatannya dengan penuh semangat
dan gairah yang nantinya akan berpengaruh terhadap kesembuhan penderita itu
menandakan bahwa penderita tersebut berhasil menemukan suatu hikmah yang