• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit"

Copied!
65
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat untuk

mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

INDRA REZA

NIM : 070200269

Departemen : Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata BW

Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

(2)

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Hukum

Oleh :

INDRA REZA

NIM : 070200269

Departemen : Hukum Keperdataan

Program Kekhususan Hukum Perdata BW

Disetujui oleh :

Ketua Departemen Hukum Keperdataan

NIP. 196603031985081001 Dr. H. Hasim Purba, SH, M.Hum

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

SYAMSUL RIZAL, S.H. M.Hum

NIP. 19 6402161989111001 NIP. 196101181988031010 ZULKIFLI SEMBIRING, SH

Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Syukur Alhamdulillah penulis mengucapkan Puji syukur ke hadirat Allah

SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nyalah penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Kemudian Salawat serta salam penulis ucapkan kepada

Rasullah Muhammad SAW yang selalu menjadi suri tauladan bagi seluruh

umatnya.

Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa yang hendak

menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara untuk

menyusun dan menyelesaikan suatu skripsi, dan untuk itu penulis melakukan

kewajiban sebagaimana mestinya untuk menyusun suatu skripsi dengan judul

“ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BERLANGGANAN

MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang

setulusnya kepada para pihak yang telah memberikan dukungan, pengetahuan serta

doanya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Secara khusus penulis

mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan I

(4)

3. Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, selaku Pembantu Dekan II

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Muhammad Husni, SH, M.Hum, selaku Pembantu Dekan III Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Dr. H. Hasyim Purba, SH, M.Hum, selaku Ketua Departemen Hukum

Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

6. Bapak Malem Ginting SH, M.Hum, selaku Dosen Pembimbing I yang telah

meluangkan waktu dan pengetahuan beliau untuk membimbing,

mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.

7. Ibu Yerizawati, S.H, M.Hum, selaku Dosen Penasehat Akademik, dan juga

selaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan arahan serta masukan dalam penulisan skripsi ini.

8. Dan seluruh para staf pengajar, staf pegawai, staf pendidikan serta staff

kepustakaan yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini

9. Kedua orang tua Penulis, Ayahanda M.Masril, SH, M.Hum dan Ibunda

Elmita yang tercinta, yang telah mendidik dan membesarkan penulis serta

memberikan dorongan moril, spiritual dan materil kepada penulis. Terima

kasih buat Ayah dan Ibu yang telah memberikan motivasi kepada penulis

memberikan motivasi dan inspirasi penulis untuk menjalankan hidup menjadi

lebih baik dan lebih sukses dari apa yang telah ayah dan ibu berikan kepada

penulis. Terima kasih buat ayah dan ibu atas segala dukungan selama ini.

10. Kepada Kakanda Elmas Eka Muliani, SH dan Abangda Putra Masduri, SH,

(5)

bisa memberikan yang terbaik dan selalu menjadi motivator untuk tetap maju

kedepan. Selalu memberikan bantuan moril dan materil dalam proses

pembuatan penulisan skripsi ini. Sukses buat kakak dan abang

11. Kepada Adinda Elmas Yuliantri dan Adinda Elmas Catur Rizky Ramadhan,

terima kasih untuk semangatnya dan doanya agar skripsi ini terselesaikan

dengan baik. Dan terima kasih buat adik-adik yang telah membantu dalam

menulis skripsi ini. Semoga sukses dalam kuliah dan sekolah nya.

12. Untuk para teman – teman khususnya Desicha Ratna Dewi, Novrilanimisy,

Pratiwi Utami P, W. Erja Marcsalita, Yunita Maria Intan, Evelin Adelina

Sagala, yang selalu ada dimanapun dan kapanpun penulis membutuhkan.

Dan terima kasih telah memberikan semangat kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.

13. Dan juga terima kasih buat teman-teman Departemen Hukum Perdata

Program kekhususan BW. Khusus nya buat Sylvia Annisa Pratiwi, Emiliana

Sembiring, Zaky Siraj Hasibuan. Yang telah Barengan ngajukan Judul

kemaren dan membantu selama di Departemen Hukum Perdata Program

Kekhususan BW.

14. Terima kasih buat seluruh teman-teman Stambuk 2008 Khususnya

anak-anak grup E di semester I-II, anak-anak-anak-anak Grup D di semester III-IV, anak-anak –

anak Grup C di semester V- VI, dan anak- anak Grup B di semester VII.

15. Terima kasih buat narasumber yang telah meluangkan waktu nya untuk

(6)

16. Terima kasih buat semua dukungan dan bantuan yang diberikan kepada

penulis selama masa perkuliahan ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kata

sempurna, untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan

tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Akhir

kata, penulis mengucapkan terima kasih, semoga Allah memberikan Rahmat dan

Ridhonya untuk kita semua.

Medan, 2012

Penulis

(7)

A B S T R A K

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT

Oleh: Indra Reza

Perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit adalah suatu perjanjian antara masyarakat pelanggan televisi dengan sebuah perusahaan penyiaran televisi, dimana perjanjian tersebut meletakkan kewajiban yang bertimbal balik antara para pihak.

Adapun rumusan masalah dalam pembahasan skripsi ini adalah bagaimana pengaturan multimedia televisi berbasis satelit dalam hukum komunikasi di Indonesia serta bagaimana karakteristik/ciri perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit menurut hukum perjanjian

Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Untuk mengkaji permasalahan di atas maka diadakan metode pengumpulan data yang dalam penelitian ini dilakukan secara kepustakaan dan juga penelitian atas perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit yang diterapkan di PT. Astro.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... iii

ABSTRAKSI ... v

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penulisan ... 4

D. Manfaat Penuisan ... 5

E. Metode Penelitian ... 5

F. Keaslian Penulisan ... 6

G. Sistematika Penulisan ... 6

BAB II PERJANJIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA ... 9

A. Pengertian Perjanjian ... 9

B. Syarat Sahnya Perjanjian ... 14

C. Jenis-Jenis Perjanjian ... 22

D. Akibat Hukum Dari Perjanjian ... 25

BAB III SIARAN TELEVISI MULTIMEDIA BERBAYAR SATELIT . 28 A. Pengertian dan Fungsi Televisi ... 28

B. Sejarah Pertelevisian di Indonesia ... 31

C. Televisi Berbayar Satelit ... 35

(9)

Hukum Komunikasi di Indonesia ... 37

BAB IV PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT ... 45

A. Karakteristik /Ciri Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit Menurut Hukum Perjanjian ... 45

B. Penyelesaian Perselisihan Bila Terjadi Wanprestasi Dalam Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit ... 52

C. Berakhirnya Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar satelit ... 58

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

(10)

A B S T R A K

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT

Oleh: Indra Reza

Perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit adalah suatu perjanjian antara masyarakat pelanggan televisi dengan sebuah perusahaan penyiaran televisi, dimana perjanjian tersebut meletakkan kewajiban yang bertimbal balik antara para pihak.

Adapun rumusan masalah dalam pembahasan skripsi ini adalah bagaimana pengaturan multimedia televisi berbasis satelit dalam hukum komunikasi di Indonesia serta bagaimana karakteristik/ciri perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit menurut hukum perjanjian

Spesifikasi penelitian ini adalah bersifat deskriptif. Untuk mengkaji permasalahan di atas maka diadakan metode pengumpulan data yang dalam penelitian ini dilakukan secara kepustakaan dan juga penelitian atas perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit yang diterapkan di PT. Astro.

(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan akan tatanan dan tuntutan hukum di dalam masyarakat memberikan akibat dari perkembangan hukum itu sendiri, termasuk halnya di bidang perkembangan sarana hiburan melalui layar kaca (televisi). Televisi sebagai suatu media penyebaran informasi dan juga hiburan bagi mayarakat luas pada dasarnya memiliki aspek-aspek pembentuk tatanan sosial kemasyarakatan, prilaku, dan juga wadah bagi pengembangan sarana komunikasi. Pelaksanaan penyiaran perlu dikuasai negara sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 1 Angka (14) Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang menyebutkan “Izin penyelenggaraan penyiaran adalah hak yang diberikan oleh negara kepada lembaga penyiaran untuk menyelenggarakan penyiaran”. Selanjutnya dalam Pasal 13 ayat (1) undang-undang yang sama menyebutkan bahwa “Jasa penyiaran terdiri atas :

1. Jasa penyiaran radio dan,

2. Jasa penyiaran televisi.

Salah satu perkembangan dunia penyiaran yang sangat menonjol sekali adalah jasa penyiaran televisi. Hal ini ditandai dengan banyaknya lembaga penyiaran swasta berkembang baik secara nasional dan lokal. Selain lembaga-lembaga penyiaran swasta tersebut turut pula meramaikan pasar jasa penyiaran televisi adalah televisi berbayar satelit atau lebih dikenal dengan istilah televisi kabel.

Ada dua perusahaan terkemuka yang melakukan operasionalnya di Indonesia dalam hal jasa penyiaran televisi kabel ini yaitu Indovision dan Astro (PT. Direct Vision), dan yang terakhir adalah Telkom Vision. Suatu watak yang ditemukan dalam hal jasa penyiaran televisi kabel ini adalah tawaran acara yang disuguhkan sedemikian menariknya melalui beberapa channel pilihan yang ditawarkan kepada masyarakat. Masing-masing channel tersebut memiliki disiplin yang tinggi terhadap siaran yang dilakukannya. Misalnya Planet Animal sebagai salah satu channel yang terdapat dalam televisi kabel untuk siarannya selama 24 jam menawarkan siaran keanekaragaman hewan. Channel HBO dan Cinemax adalah channel-channel yang menawarkan hiburan film selama 24 jam, demikian juga dengan channel-channel lainnya, Music Television (MTV) dan Television Visual (TV V) menawarkan hiburan nyanyian.

(12)

ini pada dasarnya sangat berhubungan sekali pemirsanya. Dalam keadaan ini maka dapat dipahami suatu kenyataan jika ingin menyaksikan siaran televisi berlangganan masyarakat harus membayarnya. Hal ini berlainan dengan jasa penyiaran televisi komersial swasta seperti RCTI, SCTV dan lain sebagainya yang dapat disaksikan tanpa adanya pembayaran dari pemirsanya.

Ditemukan suatu kenyataan dalam praktek jasa penyiaran televisi kabel yaitu adanya perjanjian antara perusahaan penyiaran tersebut dengan pemirsanya. Perjanjian tersebut pada dasarnya meliputi jenis-jenis channel yang dapat direspon oleh televisi di rumah pemirsa, besarnya biaya tagihan atas chanel yang direspon oleh pemirsa serta tata cara pelaksanaan pembayaran dan juga akibat hukum jika pemirsanya tidak melakukan kewajibannya.

Perjanjian berlangganan multimedia televisi berbayar satelit memberikan syarat kepada calon pelanggannya untuk memberlakukan perjanjian tersebut selama setahun. Jika pelanggan berkeinginan membatalkan perjanjian dan usia perjanjian belum mencapai usia setahun maka pelanggan tersebut dapat dikenakan pinalti berupa pembayaran denda kepada perusahaan jasa penyiaran televisi berlangganan berbayar satelit.

Keadaan prasyarat perjanjian berlanggaran televisi di atas memberikan kondisi bahwa konsumen tetap memiliki nilai tawar yang rendah terhadap perilaku pasar (pengusaha), padahal di sisi lain untuk syahnya suatu perjanjian maka asas konsensualitas harus dipenuhi dimana pada asas tersebut keadaan-keadaan atau klausula-klausula yang diadakan oleh konsumen keadaannya harus setaraf dengan klausula yang ditawarkan pengusaha. Untuk hal yang demikian maka dalam keadaan ini penulis ingin mengulas masalah perjanjian berlangganan televisi ini khususnya terhadap klausula-klausula yang terdapat dalam perjanjian itu sendiri.

(13)

B. Rumusan Masalah

Setiap pelaksanaan penelitian penting diuraikan permasalahan karena

dengan hal yang demikian dapat diketahui pembatasan dari pelaksanaan

penelitian dan juga pembahasan yang akan dilakukan.

1. Bagaimana pengaturan multimedia televisi berbayar satelit dalam

hukum komunikasi di Indonesia

2. Bagaimana karakteristik/ciri perjanjian berlangganan multimedia televisi

berbayar satelit menurut hukum perjanjian

C. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penelitian dalam skripsi ini adalah untuk :

1. Untuk mengetahui pengaturan multimedia televisi berbayar satelit dalam

hukum komunikasi di indonesia.

2. Untuk mengetahui karakteristik/ciri perjanjian berlangganan multimedia

televisi berbayar satelit menurut hukum perjanjian

D. Manfaat Penuisan

Sedangkan yang menjadi faedah penelitian dalam hal ini adalah :

1. Secara teoritis untuk menambah literatur tentang perkembangan hukum itu

sendiri khususnya dalam kaitannya dengan lembaga penyiaran televisi.

2. Melalui tulisan ini juga diharapkan kepada masyarakat dapat mengambil

(14)

hak-hak masyarakat dalam hal mendapatkan pelayanan hiburan maupun

informasi melalui televisi berlangganan berbayar satelit.

E. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan hukum berupa

ketentuan-ketentuan tentang perjanjian berlangganan multimedia televisi

berbasis satelit.

b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya

dengan bahan hukum primer berupa buku-buku bacaan, hasil karya

ilmiah para sarjana dan hasil penelitian yang berhubungan dengan

objek yang diteliti.

2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan studi keperpustakaan (library

Research) untuk memperoleh data sekunder berupa buku-buku bacaan

hasil karya ilmiah para sarjana.

3. Analisis Data

Data sekunder yang diperoleh disusun secara sistematis dan kemudian

substansinya di analisa secara yuridis untuk memperoleh gambaran

(15)

F. Keaslian Penulisan

Adapun penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Yuridis Terhadap

Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit” ini merupakan

luapan dari hasil pemikiran penulis sendiri. Penulisan skripsi yang bertemakan

mengenai pertelevisian memang sudah cukup banyak diangkat dan dibahas,

namun skripsi dengan kaitannya dengan berbayar satelit ini belum pernah

ditulis sebagai skripsi. Dan penulisan skripsi ini tidak sama dengan penulisan

skripsi lainnya. Sehingga penulisan skripsi ini masih asli serta dapat

dipertanggungjawabkan secara moral dan akademik.

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan ini dibagi dalam beberapa Bab, dimana dalam bab

terdiri dari unit-unit bab demi bab. Adapun sistematika penulisan ini dibuat

dalam bentuk uraian:

BAB I. PENDAHULUAN

Dalam Bab ini akan diuraikan tentang uraian umum seperti

penelitian pada umumnya yaitu, Latar Belakang, Permasalahan,

Tujuan Penulisan, Manfaat Penulisan, Metode Penelitian, Keaslian

Penulisan serta Sistematika Penulisan.

BAB II. PERJANJIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

Dalam bab ini akan diuraikan pembahasan tentang hal-hal yang

(16)

Pengertian Perjanjian, Syarat Sahnya Suatu Perjanjian, Jenis-Jenis

Perjanjian serta Akibat Hukum Dari Perjanjian.

BAB III. SIARAN TELEVISI MULTIMEDIA BERBASIS SATELIT

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan tentang Siaran

Televisi Multimedia Berbasis Satelit, yaitu keterangan-keterangan

tentang: Pengertian dan Fungsi Televisi, Sejarah Pertelevisian

Indonesia, Televisi Berbayar Satelit serta Pengaturan Multimedia

Televisi Berbayar Satelit Dalam Hukum Komunikasi di Indonesia.

BAB IV. PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI

BERBAYAR SATELIT

Dalam bagian ini akan diuraikan pembahasan terhadap hal-hal yang

berhubungan dengan suatu perjanjian berlangganan multimedia

televisi berbayar satelit, yaitu: Karakteristik /Ciri Perjanjian

Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit Menurut

Hukum Perjanjian, Penyelesaian Perselisihan Bila Terjadi

Wanprestasi Dalam Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi

Berbayar Satelit serta Berakhirnya Perjanjian Berlangganan

Multimedia Televisi Berbayar satelit

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini adalah bab penutup, yang merupakan bab terakhir dimana

(17)

BAB II

PERJANJIAN DAN AKIBAT HUKUMNYA

E. Pengertian Perjanjian

Pasal 1313 KUH Perdata berbunyi: “Suatu persetujuan adalah suatu

perbuatan dengan mana 1 (satu) orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap

1 (satu) orang lain atau lebih”.

Para sarjana hukum perdata pada umumnya berpendapat bahwa definisi

perjanjian yang terdapat di dalam ketentuan di atas adalah tidak lengkap dan

pula terlalu luas.1

Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung

pengertian “Suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang

atau lebih, yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh

prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan Tidak lengkap karena yang dirumuskan itu hanya mengenai perjanjian

sepihak saja. Definisi itu dikatakan terallu luas karena dapat mencakup

perbuatan di lapangan hukum keluarga, seperti janji kawin, yang merupakan

perjanjian juga, tetapi sifatnya berbeda dengan perjanjian yang diatur di dalam

KUH Perdata Buku III. Perjanjian yang diatur dalam KUH Perdata Buku III

kriterianya dapat dinilai secara materiil, dengan kata lain dinilai dengan uang.

1

(18)

prestasinya”.2

Itulah sebabnya hubungan hukum dalam perjanjian, bukan suatu

hubungan yang dapat timbul dengan sendirinya seperti yang dijumpai dalam

harta benda kekeluargaan. Dalam hubungan hukum kekayaan keluarga, dengan

sendirinya timbul hubungan hukum antara anak dengan kekayaan orang tuanya

seperti yang diatur dalam hukum waris. Lain halnya dalam perjanjian.

Hubungan hukum antara pihak yang satu dengan yang lain tidak bisa timbul

dengan sendirinya. Hubungan itu tercipta oleh karena adanya tindakan hukum /

rechtshandeling. Tindakan/perbuatan hukum yang dilakukan oleh

pihak-pihaklah yang menimbulkan hubungan hukum perjanjian, sehingga terhadap

satu pihak diberi hak oleh pihak yang lain untuk memperoleh prestasi.

Sedangkan pihak yang lain itupun menyediakan diri dibebani dengan kewajiban Menurut pengertian singkat di atas dijumpai di dalamnya beberapa

unsur yang memberi wujud pengertian perjanjian, antara lain “hubungan hukum

(rechtbetrekking) yang menyangkut Hukum Kekayaan antara dua orang

(persoon) atau lebih, yang memberi hak pada satu pihak dan kewajiban pada

pihak lain tentang suatu prestasi”.

Kalau demikian, perjanjian adalah hubungan hukum / rechtbetrekking

yang oleh hukum itu sendiri diatur dan disahkan cara perhubungannya. Oleh

karena itu perjanjian yang mengandung hubungan hukum antara perseorangan /

person adalah hal-hal yang terletak dan berada dalam lingkungan hukum

perdata.

2

(19)

untuk menunaikan prestasi.

Jadi satu pihak memperoleh hak/recht dan pihak sebelah lagi memikul

kewajiban menunaikan prestasi. Prestasi ini adalah objek atau voorwerp dari

verbintenis. Tanpa prestasi, hubungan hukum yang dilakukan berdasar tindakan

hukum, sama sekali tidak mempunyai arti apa-apa bagi hukum perjanjian.

Pihak yang berhak atas prestasi mempunyai kedudukan sebagai schuldeiser

atau kreditur. Pihak yang wajib menunaikan prestasi berkedudukan sebagai

schuldenaar atau debitur.

Karakter hukum kekayaan/harta benda ini bukan hanya terdapat dalam

hukum perjanjian. Malahan dalam hubungan keluarga, hukum kekayaan

mempunyai karakter yang paling mutlak.

Akan tetapi seperti yang telah pernah disinggung di atas, karakter

hukum kekayaan dalam harta benda keluarga adalah lahir dengan sendirinya,

semata-mata karena ketentuan undang-undang. Vermogenrecht / hukum

kekayaan yang bersifat pribadi dalam perjanjian/verbintenis baru bisa tercipta

apabila ada tindakan hukum/rechthandeling.

Sekalipun yang menjadi objek atau vorrwerp itu merupakan benda,

namun hukum perjanjian hanya mengatur dan mempermasalahkan hubungan

benda/kekayaan yang menjadi objek perjanjian antara pribadi tertentu

(bepaalde persoon).

Selanjutnya dapat dilihat perbedaan antara hukum benda/zakenrecht

(20)

1. Hak kebendaan melekat pada benda dimana saja benda itu berada, jadi

mempunyai droit de suite.

2. Semua orang secara umum terikat oleh suatu kewajiban untuk menghormati

hak seseorang atas benda tadi, in violable et sacre.

3. Si empunya hak atas benda, dapat melakukan segala tindakan sesukanya

atas benda tersebut.

Kalau hukum kebendaan bersifat hak yang absolut, hukum kebendaan

dalam perjanjian adalah bersifat “ hak relatif “/relatief recht. Dia hanya

mengatur hubungan antara pribadi tertentu. Bepaalde persoon, bukan terhadap

semua orang pemenuhan prestasi dapat dimintanya. Hanya kepada orang yang

telah melibatkan diri padanya berdasar suatu tindakan hukum. Jadi hubungan

hukum / recht berrekking dalam perjanjian hanya berkekuatan hukum antara

orang-orang tertentu saja.

Hanya saja dalam hal ini perlu diingatkan, bahwa gambaran tentang

pengertian hukum benda yang diatur dalam KUH Perdata dalam Buku II, yang

menganggap hak kebendaan itu “ inviolable et sacre “ dan memiliki droit de

suite, tidak mempunyai daya hukum lagi. Sebab dengan berlakunya

Undang-Undang Pokok Agraria sesuai dengan asas unifikasi hukum pertanahan, buku II

KUH Perdata tidak dinyatakan berlaku lagi.

Terutama mengenai hubungan tanah dengan seseorang, tidak lagi

ditekankan pada faktor hak. Tetapi dititik beratkan pada segi penggunaan dan

fungsi sosial tanah, agar selaras dengan maksud dan juwa pada Pasal 33 ayat 3

(21)

Seperti yang dikemukakan, pada umumnya hak yang lahir dari

perjanjian itu bersifat hak relatif, artinya hak atas prestasi baru ada pada

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas

perbuatan hukum.

Seperti telah dikemukakan di atas, pada umumnya hak yang lahir dari

perjanjian itu bersifat hak relatif, artinya hak atas prestasi baru ada pada

persoon tertentu, jika hal itu didasarkan pada hubungan hukum yang lahir atas

perbuatan hukum.

Akan tetapi ada beberapa pengecualian :

1. Sekalipun tidak ada hubungan hukum yang mengikat antara dua orang tertentu (bepaalde persoon), verbintenis bisa terjadi oleh suatu keadaan/kenyataan tertentu. Misalnya karena pelanggaran kendaraan. 2. Atau oleh karena suatu kewajiban hukum dalam situasi yang nyata,

dapat dikonkritisasi sebagai verbintenis. Sekalipun sebelumnya tidak ada hubungan hukum antara dua orang tertentu, seperti yang dapat dilihat pada Waterkraan Arrest (H.R. 10 Juni 1910).3

Verbintenis / perjanjian mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.

Dalam perjanjian, kreditur berhak atas prestasi yang telah diperjanjikan. Hak

mendapatkan prestasi tadi dilindungi oleh hukum berupa sanksi. Ini berarti

kreditur diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksa kreditur menyelesaikan

pelaksanaan kewajiban / prestasi yang mereka perjanjikan.

Apabila debitur enggan secara sukarela memenuhi prestasi, kreditur

dapat meminta kepada Pengadilan untuk melaksanakan sanksi, baik berupa

eksekusi, ganti rugi atau uang paksa. Akan tetapi tidak seluruhnya verbintenis

3

(22)

mempunyai sifat yang dapat dipaksakan.

Kekecualian terdapat misalnya pada natuurlijke verbintenis. Dalam hal

ini perjanjian tersebut bersifat tanpa hak mekasa. Jadi natuurlijk verbintenis

adalah perjanjian tanpa mempunyai kekuatan memaksa.

Dengan demikian, perjanjian dapat dibedakan antara :

1. Perjanjian tanpa kekuatan hukum (zonder rechtwerking).

Perjanjian tanpa kekuatan hukum ialah perjanjian yang ditinjau dari segi hukum perdata tidak mempunyai akibat hukum yang mengikat. Misalnya perjnajian keagamaan, moral, sopan santun dan sebagainya. 2. Perjanjian yang mempunyai kekuatan hukum tak sempurna seperti

natuurlijke verbintenis.

Ketidak sempurnaan daya hukumnya terletak pada sanksi memaksanya, yaitu atas keengganan debitur memenuhi kewajiban prestasi, kreditur tidak diberi kemampuan oleh hukum untuk memaksanakan pemenuhan prestasi. Jadi tidak dapat dipaksakan.

3. Verbintenis yang sempurna daya kekuatan hukumnya, Disini pemenuhan dapat dipaksakan kepada debitur jika ia ingkar secara sukarela melaksanakan kewajiban prestasi. Untuk itu kreditur diberi hak oleh hukum menjatuhkan sanksi melalui tuntutan eksekusi pelaksanaan dan eksekusi riel, ganti rugi serta uang paksa.4

F. Syarat Sahnya Perjanjian

Untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi ketentuan-ketentuan yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yaitu :

1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

2. Cakap untuk membuat suatu perjanjian

3. Mengenai suatu hal tertentu

4. Suatu sebab yang halal.

4

(23)

Dua syarat yang pertama, dinamakan syarat-syarat subyektif, karena mengenai orang – orangnya atau subyeknya yang mengadakan perjanjian, sedangkan dua syarat yang terakhir dinamakan syarat objektif karena mengenai perjanjian sendiri oleh obyek dari perbuatan hukum yang dilakukan itu.

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan, bahwa kedua subyek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat, setuju atau seia-sekata mengenai hal-hal yang pokok dari perjanjian yang diadakan itu.

Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang sama secara timbal-balik, di pembeli mengingini sesuatu barang si penjual .5

Misalnya karena ditodong, dipaksa atau karena kekeliruan mengenai suatu sifat dari pada benda yang diperjanjikan dan dapat pula karena penipuan. Pendek kata ada hal - hal yang luar biasa yang mengakibatkan salah satu pihak dalam perjanjian tersebut telah memberikan perizinannya atau kata sepakatnya secara tidak bebas dengan akibat perizinan mana menjadi pincang tidak sempurna.

Persetujuan atau kesepakatan dari masing-masing pihak itu harus dinyatakan dengan tegas, bukan diam-diam. Persetujuan itu juga harus diberikan bebas dari pengaruh atau tekanan yaitu paksaaan.

Suatu kesepakatan dikatakan mengandung cacat, apabila kehendak-kehendak itu mendapat pengaruh dari luar sedemikian rupa, sehingga dapat mempengaruhi pihak-pihak bersangkutan dalam memberikan kata sepakatnya.

6

5

Wirjono Prodjodikoro, Op.Cit, hal. 7.

6

Ibid, hal. 17.

Perjanjian yang diadakan dengan kata sepakat yang cacat itu dianggap tidak mempunyai nilai. Lain halnya dalam suatu paksaaan yang bersifat relatif, dimana orang yang dipaksa itu masih ada kesempatan apakah ia akan mengikuti kemauan orang yang memaksa atau menolaknya, sehingga kalau tidak ada persetujuan dari orang yang dipaksa itu maka jelas bahwa persetujuan yang telah diberikan itu adalah persetujuan yang tidak sempurna, yaitu tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.

(24)

Mengenai kekeliruan atau kesilapan undang-undang tidak memberikan penjelasan ataupun pengertian lebih lanjut tentang apa yang dimaksud dengan kekeliruan tersebut. Untuk itu penulis harus melihat pendapat doktrin yang mana telah memberikan pengertian terhadap kekeliruan itu, terhadap sifat-sifat pokok yang terpenting dari obyek perjanjian itu. Dengan perkataan lain bahwa kekeliruan itu terhadap unsur pokok dari barang – barang yang diperjanjikan yang apabila diketahui atau seandainya orang itu tidak silap mengenai hal-hal tersebut perjanjiann itu tidak akan diadakan. Jadi sifat pokok dari barang yang diperjanjikan itu adalah merupakan motif yang mendorong pihak—pihak yang bersangkutan untuk mengadakan perjanjian.

Sesuatu kekeliruan atau kesilapan untuk dapat dijadikan alasan guna menuntut pembatalan perjanjian maka haruslah dipenuhi persyaratan bahwa barang-barang yang menjadi pokok perjanjian itu dibuat, sedangkan sebagai pembatasan yang kedua dikemukakan oleh doktrin adalah adanya alasan yang cukup menduga adanya kekeliruan atau dengan kata lain bahwa kesilapan itu harus diketahui oleh lawan, atau paling sedikit pihak lawan itu sepatutnya harus mengetahui bahwa ia sedang berhadapan dengan seseorang yang silap.

Misalnya si penjual lukisan harus mengetahui bahwa si pembelinya mengira bahwa lukisan itu adalah buah tangan asli dari Basuki Abdullah dan ia memberikan pembeli itu dalam kesilapannya. Atau dalam hal penyanyi yang mengetahui bahwa sang Direktur Operasi itu secara silap telah mengadakan kontrak dengan penyanyi kesohor yang sama namanya”.7

Perihal adanya penipuan itu harus dibuktikan, demikian hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 1328 ayat 1 KUH Perdata. Yuriprudensi dalam hal penipuan ini menerangkan bahwa untuk dapat dikatakan adanya suatu penipuan atau tipu muslihat tidak cukup kalau seseorang itu hanya melakukan kebohongan mengenai suatu hal saja, paling sedikit harus ada sesuatu rangkaian kebohongan. Karena muslihat itu, pihak yang tertipu terjerumus pada gambaran yang keliru dan membawa kerugian kepadanya.Syarat kedua untuk sahnya Kekeliruan atau kesilapan sebagaimana yang dikemukakan diatas adalah kekeliruan terhadap orang yang dimaksudkan dalam perjanjian. Jadi orang itu mengadakan perjanjian justru karena ia mengira bahwa penyanyi tersebut adalah orang yang dimaksudkannya.

Dalam halnya ada unsur penipuan pada perjanjian yang dibuat, maka pada salah satu pihak terdapat gambaran yang sebenarnya mengenai sifat-sifat pokok barang-barang yang diperjanjikan, gambaran dengan sengaja diberikan oleh pihak lawannya.

7

(25)

suatu perjanjian adalah, kecakapan para pihak. Untuk hal ini penulis kemukakan Pasal 1329 KUH Perdata, dimana kecakapan itu dapat kita bedakan:

1. Secara umum dinyatakan tidak cakap untuk mengadakan perjanjian

secara sah.

2. Secara khusus dinyatakan bahwa seseorang dinayatakan tidak

cakap untuk mengadakan perjanjian tertentu, misalnya Pasal 1601

KUH Perdata yang menyatakan batalnya suatu perjanjian

perburuhan apabila diadakan antara suami isteri.

Perihal ketidak cakapan pada umumnya itu disebutkan bahwa orang-orang yang tidak cakap sebagaimana yang diuraikan oleh Pasal 1330 KUH Perdata ada tiga, yaitu :

1. Anak-anak atau orang yang belum dewasa

2. Orang-orang yang ditaruh dibawah pengampunan

3. Wanita yang bersuami

Ketidak cakapan ini juga ditentukan oleh undang-undang demi kepentingan curatele atau orang yang ditaruh di bawah pengampuan itu sendiri. Menurut Pasal 1330 KUH Perdata diatas wanita bersuami pada umumnya adalah tidak cakap untuk bertindak dalam hukum, kecuali kalau ditentukan lain oleh undang-undang. Ia bertindak dalam lalu lintas hukum harus dibantu atau mendapat izin dari suaminya. Hal ini mengingat bahwa kekuasaan sebagai kepala rumah tangga adalah besar sekali, seperti yang kita kenal dengan istilah maritale macht.

Melihat kemajuan zaman, dimana kaum wanita telah berjuang membela haknya yang kita kenal dengan emansipasi, kiranya sudah tepatlah kebijaksanaan Mahkamah Agung yang dengan surat edarannya No. 3 Tahun 1963 tanggal 4 Agustus 1963 telah menganggap Pasal 108 dan Pasal 110 KUH Perdata tentang wewenang seorang isteri untuk melakukan perbuatan hukum dan untuk menghadap di depan pengadilan tanpa izin atau bantuan dari suaminya sudah tidak berlaku lagi.

(26)

yang tidak cakap itu mengatakan bahwa perjanjian itu berlaku penuh baginya, akan konskwensinya adalah segala akibat dari perjanjian yang dilakukan oleh mereka yang tidak cakap dalam arti tidak berhak atau tidak berkuasa adalah bahwa pembatalannya hanya dapat dimintakan oleh pihak-pihak yang merasa dirugikan.

Pembatalan terhadap orang-orang tertentu dalam hal kecakapan membuat suatu perjanjian sebagaimana dikemukakan Pasal 1330 KUH Perdata tersebut, kiranya dapat kita mengingat bahwa sifat dari peraturan hukum sendiri pada hakekatnya selalu mengejar dua tujuan yaitu rasa keadilan di satu pihak dan ketertiban hukum dalam masyarakat di pihak lain. Bilamana dari sudut tujuan hukum yang pertama ialah mengejar rasa keadilan memang wajarlah apabila orang yang membuat suatu perjanjian dan nantinya terikat oleh perjanjian itu harus pula mempunyai cukup kemampuan untuk menginsyapi akan tanggung-jawab yang harus dipikulkan dan tujuan yang satu inilah akan sulit diharapkan apabila orang-orang yang merupakan pihak dalam suatu perjanjian itu adalah orang-orang di bawah umur atau orang sakit ingatan atau pikiran yang pada umumnya dapat dikatakan sebagai belum atau tidak dapat menginsyafi apa sesungguhnya tanggung-jawab itu.

Pembatasan termaksud di atas itu kiranya sesuai apabila dipandang dari sudut tujuan hukum dalam masyarakat, yaitu mengejar ketertiban hukum dalam masyarakat, dimana seseorang yang membuat perjanjian itu pada dasarnya berarti juga mempertaruhkan harta kekayaannya. Maka adalah logis apabila orang-orang yang dapat berbuat itu adalah harus orang-orang yang sungguh-sungguh berhak berbuat bebas terhadap harta kekayaannya itu. Dimana kenyataan yang demikian itu tidaklah terdapat pada orang – orang yang tidak di bawah pengampuan atau orang-orang yang tidak sehat pikirannya, ataupun pada diri orang-orang yang masih di bawah umur.

Selanjutnya syarat yang ketiga untuk sahnya satu perikatan adalah adanya hal tertentu yang diperjanjikan maka ini berarti bahwa apa yang diperjanjikan harus cukup jelas dalam arti barang atau benda yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus ditentukan jenisnya (Pasal 1333 ayat (1) KUH Perdata) dengan pengertian bahwa jumlahnya barang tidak menjadi syarat, asal saja kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

Syarat yang ketiga ini menjadi penting, terutama dalam hal terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, guna dapat menetapkan apa-apa saja yang menjadi hak dan kewajiban dari pada pihak-pihak dalam perjanjian yang mereka buat itu.

(27)

tidak dipenuhi syarat ini, perjanjian itu batal demi hukum “.8

“ Azas-azas hukum perjanjian, bahwa dengan pengertian causa adalah bukan hal yang mengakibatkan hal sesuatu kedaan belaka. Dalam pandangan saya, causa dalam hukum perjanjian adalah isi dan tujuan suatu persetujuan, yang menyebabkan adanya persetujuan itu “.

Akhirnya selalu syarat untuk sahnya suatu perjanjian itu, Pasal 1320 KUH Perdata menyebutkan sebagai syarat ke-empat ialah adanya suatu sebab yang halal. Dengan sebab ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian itu sendiri. Atau seperti dikemukakan R. Wirjono Prodjodikoro, yaitu :

9

G. Jenis-Jenis Perjanjian

Selaku suatu causa dalam perjanjian, haruslah berupa causa yang halal, dalam arti bahwa isi perjanjian itu harus bukan sesuatu hal yang terlarang.

“ Sebagai contoh dari suatu perjanjian yang mengandung causa yang terlarang, adalah si penjual hanya bersedia menjual pisaunya kalau si pembeli membunuh orang “ .

Sehubungan dengan perbedaan syarat-syarat untuk sahnya suatu perjanjian telah penulis kemukakan terlebih dahulu, yaitu syarat obyektif dan syarat subyektif, maka apabila syarat obyektif tersebut tidak dipenuhi, perjanjian itu dapat dikatakan batal demi hukum. Sedangkan dalam hal syarat subyektif yang tidak dipenuhi, maka terhadap perjanjian yang demikian itu salah satu pihak mempunyai hak untuk menuntut perjanjian yang telah dibuat menjadi batal.

Dengan perkataan lain, bahwa bila syarat subyektif tidak dipenuhi maka dapat dituntut pembatalannya, sedangkan bila syarat subyektif yang tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum.

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Perbedaan tersebut adalah sebagai berikut :10

1. Perjanjian timbal balik.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli.

2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.

Perjanjian dengan cuma-cuma adalah perjanjian yang memberi

8

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1982, hal. 94.

9

Wirjono Prodjodikoro, Azas-Azas Hukum Perjanjian, Sumur, Bandung, 1984, hal. 36.

10

(28)

keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah.

Perjanjian tas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum.

3. Perjanjian bernama (benoemd, specified) dan perjanjian tidak

bernama (onbenoemd, unspecified).

Perjanjian bernama (khusus) adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai dengan XVIII KUH Perdata. Di luar perjanjian bernama tumbuh perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian-perjanjian yang tidak diatur dalam KUH Perdata, tetapi terdapat di masyarakat.

Jumlah perjanjian ini tidak terbatas. Lahirnya perjanjian ini adalah berdasarkan asas kebebasan mengadakan perjanjian atau partij otonomi yang berlaku di dalam hukum perjanjian. Salah satu contoh dari perjanjian ini adalah perjanjian sewa beli.

4. Perjanjian campuran (contractus sui generis).

Sehubungan dengan perbedaan di atas perlu dibicarakan perjanjian campuran. Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang menyewakan kamar (sewa-menyewa), tetapi menyajikan makanan (jual beli) dan juga memberikan pelayanan. Terhadap perjanjian campuran itu ada berbagai paham.

a. Mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan mengenai perjanjian

khusus diterapkan secara analogis sehingga setiap unsur dari

perjanjian khusus tetap ada (contractus sui generis).

b. Mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan yang dipakai adalah

ketentuan-ketentuan dari perjanjian yang paling menentukan

(teori absorpsi).

c. Mengatakan bahwa ketentuan-ketentuan undang-undang yang

diterapkan terhadap perjanjian campuran itu adalah ketentuan

(29)

5. Perjanjian obligatoir.

Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan kepada pihak lain (perjanjian yang menimbulkan perikatan). Menurut KUH Perdata, perjanjian jual beli saja belum mengakibatkan beralihnya hak milik dari penjual kepada pembeli. Untuk beralihnya hak milik atas bendanya masih diperlukan satu lembaga lain, yaitu penyerahan perjanjian jual belinya itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan kewajiban (obligatoir) kepada para pihak untuk melakukan penyerahan (levering). Penyerahnnya sendiri merupakan perjanjian kebendaan.

6. Perjanjian kebendaan (zakelijke overeenkomst).

Perjanjian kebendaan adalah perjanjian hak atas benda dialihkan / diserahkan (Transfer of title) kepada pihak lain.

7. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil.

Perjanjian konsensual adalah perjanjian di antara kedua belah pihak yang telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai kekuatan mengikat (Pasal 1338 KUH Perdata). Namun demikian di dalam KUH Perdata ada juga perjanjian-perjanjian yang hanya berlaku sesudah terjadi penyerahan barang. Misalnya perjanjian penitipan barang (Pasal 1694 KUH Perdata), pinjam pakai (Pasal 1740 KUH Perdata). Perjanjian yang terakhir ini dinamakan perjanjian riil yang merupakan peninggalan Hukum Romawi.

8. Perjanjian-perjanjian yang istimewa sifatnya.

a. Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian para pihak yang

membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya

pembebasan hutang (kwijschelding) Pasal 1438 KUH Perdata.

b. Perjanjian pembuktian (bewijsovereenkomst), yaitu perjanjian

antara para pihak untuk menentukan pembuktian apakah yang

berlaku di antara mereka.

c. Perjanjian untung-untungan, misalnya perjanjian asuransi, Pasal

(30)

d. Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya

dikuasai oleh hukum publik karena salah satu pihak bertindak

sebagai penguasa (pemerintahan), misalnya perjanjian ikatan

dinas dan perjanjian pengadaan barang pemerintah (Keppres No.

29 tahun 1984).

H. Akibat Hukum Dari Perjanjian

Undang-undang menentukan bahwa perjanjian yang sah berkekuatan sebagai undang-undang. Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali, selain kesepakatan kedua belah pihak atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu. Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik.

Dengan istilah semua pembentuk undang-undang menunjukkan bahwa perjanjian yang dimaksud bukanlah semata-mata perjanjian bersama, tetapi juga meliputi perjanjian yang tidak bernama. Di dalam istilah semua itu terkandung suatu asas yang dikenal dengan asas partij autonomie. 11

1. Isi perjanjian,

Dengan istilah sesecara sah pembentuk undang-undang hendak menunjukkan bahwa pembuatan perjanjian harus menurut hukum. Semua persetujuan yang dibuat menurut hukum atau secara sah adalah mengikat. Yang dimaksud dengan secara sah disini ialah bahwa perbuatan perjanjian harus mengikuti apa yang ditentukan oleh Pasal 1320 KUH Perdata.

Akibat dari apa yang diuraikan pada ayat 1 tadi melahirkan apa yang disebut pada ayat (2), yaitu perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali secara sepihak kecuali kesepakatan antara keduanya. Dalam ayat 1 dan ayat 3 terdapat asas kedudukan yang seimbang diantara kedua belah pihak.

Undang-undang mengatur tentang isi perjanjian dalam Pasal 1329 KUH perdata. Dari dua ketentuan ini, disimpulkan bahwa isi perjanjian terdiri dari elemen-elemen sebagai berikut :

11

(31)

2. Kepatuhan

3. Kebiasaan.

Isi perjanjian ialah apa yang dinyatakan secara tegas oleh kedua belah pihak di dalam perjanjian itu. Kepatuhan adalah ulangan dari kepatuhan yang terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata.

Kebiasaan adalah yang diatur dalam Pasal 1339 KUH Perdata berlainan dengan yang terdapat dalam Pasal 1347 KUH Perdata. Kebiasaan yang tersebut dalam Pasal 1339 KUH Perdata bersifat umum, sedangkan yang disebut Pasal 1327 KUH perdata ialah kebiasan yang hidup di tengah masyarakat khusus (bestending gebruikelijk beding), misalnya pedagang.

Yang dimaksud dengan undang di atas adalah undang-undang pelengkap, undang-undang-undang-undang yang bersifat memaksa tidak dapat dilanggar oleh para pihak.

Urutan isi perjanjian yang terdapat dalam Pasal 1339 KUH Perdata, mengenai keputusan peradilan mengalami perubahan sehingga urutan dari elemen isi perjanjian menjadi sebagai berikut :

1. Isi perjanjian

2. Undang-undang

3. Kebiasaan

(32)

BAB III

SIARAN TELEVISI MULTIMEDIA BERBAYAR SATELIT

A. Pengertian dan Fungsi Televisi

Media massa secara garis besarnya dikelompokkan menjadi : 1. Media massa tradisional seperti pertunjukan teater tradisonal seperti

wayang, ludruk, randai, kentongan dan lain-lain.

2. Media massa modern, yaitu media elektronika yang terdiri dari radio,

televisi dan film dan media cetak yang lazim disebut pers.12

Berdasarkan urut-urutan kemunculannya di tengah masyarakat yang pertama adalah pers, lalu film, radio dan yang terakhir adalah televisi. Yang disebut pers yaitu surat kabar, majalah, jurnal dan penerbitan lainnya.

Televisi merupakan salah satu alat komunikasi massa yang sering dipergunakan orang. Namun kenyataan menunjukkan bahwa televisi justru yang paling cepat mengalami kemajuan. Seiring kemajuan teknologi para ahli terus melakukan inovasi di bidang pertelevisian hingga televisi kini semakin hebat saja baik warna, suara, gambar dan bahkan bentuk dan ukurannya. Demikian pula perangkat pendukung penyiaran ikut mengalami kemajuan.

Hofmann mengatakan televisi berasal dari kata tele yang artinya jauh dan visi (vision) yang artinya pengelihatan. Segi jauhnya mengikuti prinsip radio dan segi pengelihatannya oleh gambar.13

Dalam Bahasa Inggris disebut television, berasal dari perkataan Yunani:

Tele artinya jauh, ditambah vision, yang berasal dari bahasa Latin

Visio artinya melihat. Jadi artinya secara harfiah adalah “melihat jauh”.

Hal ini sesuai dengan kenyataannya bahwa pada saat sekarang kita

dapat melihat siaran langsung dari Jakarta atau kota lainnya dari rumah

kita masing-masing.14

12

Ruedi Hofmann, Dasar-Dasar Apresiasi Program Televisi, Gramedia Widisarana Indonesia, Jakarta, 1999, hal. 18.

13

Ibid., hal. 19.

14

Ibid., hal. 21.

(33)

Televisi adalah salah satu mass media yang memancarkan

“suara” dan “gambar” yang berarti sebagai reproduksi daripada

kenyataan yang disiarkannya, melalui gelombang-gelombang elektronik,

sehingga dapat diterima oleh pesawat-pesawat penerima di rumah.

Televisi sebagai media massa, mempunyai banyak kelebihan

dalam penyampaian pesan-pesannya, dibandingkan dengan media

massa lainnya, karena pesan yang disampaikan melalui gambar dan

suara secara bersamaan dan hidup, sangat cepat dan aktual, terlebih

lagi dalam siaran langsung (life broadcast), serta dapat menjangkau

ruang yang sangat luas.

Sebagai komunikasi massa televisi memiliki beberapa kelebihan

dan kelemahan, adapun kelebihan dan kelemahan televisi tersebut.

Menurut Soehoet kelebihan televisi :

1. Efisiensi biaya

Salah satu keuntungan, televisi adalah kemampuannya

menjangkau khalayak sasaran yang sangat luas. Televisi dapat menjangkau khalayak sasaran yang tidak dapat dijangkau oleh media lain. Juga khalayak yang tidak terjangkau oleh media lainnya. Jangkauan massa ini menimbulkan efisiensi biaya untuk menjangkau setiap kepala.

2. Dampak yang kuat

Keunggulan lainnya adalah kemampuannya menimbulkan dampak yang kuat terhadap konsumen, dengan tekanan sekaligus dua indeks pengalihan dan pendengar televisi juga mampu menciptakan kelenturan bagi pekerja-pekerja kreatif dengan mengkombinasikan gerakan, kecantikan, suara, warna, derama dan humor.

3. Pengaruh yang kuat

Televisi juga mempunyai kemampuan yang kuat untuk

(34)

waktunya di muka televisi, sebagai sumber berita, hiburan dan sarana pendidikan.15

Media ini juga tidak luwes dalam pengaturan teknis. Acara-acara yang telah dibuat tidak dapat diubah begitu saja jadwalnya, apalagi menjelang jam-jam penyiarannya. Kelemahan televisi,

1. Biaya yang besar

Kelemahan yang paling sering dalam siaran televisi adalah biaya yang besar dalam memproduksi suatu acara, walaupun biaya untuk menjangkau khalayak lebih rendah.

2. Khalayak yang tidak selektif

Sekalipun berbagai teknologi telah diperkenalkan untuk

menjangkau sasaran yang lebih selektif itu tetap sebuah media yang tidak selektif, segmentasinya tidak setajam surat kabar atau majalah.

3. Kesulitan teknis

16

a. Fungsi menyiarkan informasi.

Sebagai media komunikasi, maka televisi memiliki fungsi sebagai berikut :

Melalui layar televisi orang mendapat informasi tentang berbagai peristiwa yang terjadi di permukaan bumi, gagasan dan pemikiran orang lain, apa yang dilakukan, diucapkan, dilihat oleh orang lain dan sebagainya.

b. Fungsi mendidik.

Televisi adalah sarana pendidikan massa. Televisi menyiarkan acara-acara yang bersifat ilmiah dan mengandung ilmu pengetahuan.

c. Fungsi menghibur.

Televisi bisa menjadi teman di saat senang atau susah dan kesepian.

d. Fungsi mempengaruhi.

Acara televisi seringkali isinya mengandung ajakan secara halus, misalnya ajakan untuk menjaga kebersihan, ajakan untuk berpartisipasi membayar pajak dan lain sebagainya.

15

Hoeta Soehoet, Media Komunikasi, Yayasan Kampus IISIP, Jakarta, 2003, hal. 41.

16

(35)

Secara kenyataan, fungsi-fungsi tersebut tidak bisa dipisahkan secara jelas. Suatu tayangan pendidikan sekaligus memberikan hiburan dan informasi. Sedangkan tayangan yang dimaksudkan sebagai hiburan di dalamnya terkandung informasi dan pendidikan. Bahkan iklan yang jelas-jelas adalah informasi mengandung hiburan agar menarik.

B. Sejarah Pertelevisian di Indonesia

Pada awalnya perkembangan televisi sangat tersendat-sendat, hal itu terjadi karena negara-negara yang saat awal televisi diketemukan dan diupayakan untuk dikembangkan, sedang mengalami perpecahan, yang menjadikan timbulnya Perang Dunia II, sehingga akibatnya penemuan-penemuan sistem televisi yang berkaitan dengan perkembangan teknologi militer, sangat tersendat bahkan terhenti.

Karena itu kebangkitan televisi sangat dirasakan setelah tahun 1950, di

mana teknologi pembuatan radar dan penggunaan pemancar berkekuatan tinggi

seperti, Very High Frequency (VHF) dan Ultra High Frequency (UHF), yang

tadinya dimonopoli pihak militer, diizinkan untuk dikembangkan bagi

kepentingan sipil.

Teknologi itulah yang digunakan untuk mengembangkan sistem televisi

dan pesawat penerimanya, sehingga harganya murah dan terjangkau oleh

masyarakat luas, karena dapat diproduksi secara massal, apalagi dengan

penemuan transistor, Intgrated Circuit (IC) serta sistem Digital seperti sekarang

ini, yang menggantikan sistem tabung hampa, praktis telah mendorong harga

pesawat penerima lebih murah.

(36)

merupakan tonggak terpenting dalam perkembangan sejarah televisi.17

(1)National Television System Committee (NTSC) yang menggunakan 525

lines dan dipakai secara luas di Amerika Serikat, Jepang, Korea, Philipina, Hongkong dan negara-negara Amerika Latin.

Sedang di Amerika Serikat, siaran televisi yang bersifat eksperimental,

beralih ke siaran komersial, di mana saat Presiden Roosevelt membuka New

York Fair pada tanggal 30 April 1939. Saat itu siaran langsung melalui jaringan

televisi National Broadcasting Commision (NBC). Siaran ini dengan maksud

untuk menyaingi popularitas Hitler di Eropa. Namun keberhasilan siaran ini

kurang ditunjang secara finansiil, sehingga tersendat-sendat kelangsungannya.

Sebagai akibat terjadinya Perang Dunia II, perkembangan televisi

mengalami penundaan, karena teknologi elektronika dialihkan untuk

kepentingan militer, seperti radar dan visual monitoring.

Demikian pula sistem televisi mengalami perkembangan, dalam hal

scanning linesnya, dan yang kita kenal sampai sekarang adalah:

(2)Phase Alternating in Lines (PAL) yang diciptakan oleh DR. Walter

Burch dari Jerman, seperti diuraikan di muka, menggunakan 625 lines

dan dipakai di Eropa Barat, Inggris, Australia, Asia termasuk Indonesia.

(3)System En Couleurs A Memoire (SECAM) yang diciptakan di Perancis,

dengan menggunakan 740 lines dan dipakai di Perancis dan negara-negara Eropa Timur.18

Gagasan konkret untuk memiliki siaran televisi di Indonesia, lahir

setelah pada tahun 1961 Pemerintah memutuskan untuk memasukkan proyek

media massa televisi ke dalam proyek Asian Games, tentu saja proyek media

17

Darwanto, Televisi Sebagai Media Pendidikan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2007, hal. 71.

18

(37)

massa ini sebelumnya telah dilakukan penelitian yang mendalam tentang

kemanfaatannya.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Penerangan No. 20/E/M/1961,

dibentuklah Panitia Persiapan Pembangunan Televisi di Indonesia, kemdian

berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 215/1963, dibentuklah Yayasan

Televisi Republik Indonesia, yang berlaku sejak tanggal 20 Oktober 1963.

Dengan kondisi yang terbatas lahirlah televisi siaran di bumi pertiwi

Indonesia, pada tanggal 24 Agustus 1962. Meskipun saat awalnya hanya

mempunyai jangkauan siaran terbatas serta jumlah pesawat penerima terbatas

pula.

Meskipun lambat tetapi pasti, perkembangan terus berjalan, hampir

semua daerah tingkat I telah memilih stasiun TVRI dan bahkan ada beberapa

stasiun produksi keliling.

Pemerintah Indonesia di samping mengembangkan secara kuantitatif jumlah stasiun penyiarannya, tidak dilupakan juga mengembangkan jaringan siarannya dan sampai saat ini telah dibangun lebih dari 300 stasiun pemancar dan penghubung, ini dimaksudkan agar siaran televisi mampu menjangkau ke seluruh wilayah Nusantara.

Pada tahun 1969, TVRI memasuki era satelit komunikasi internasional,

dengan menggunakan stasiun bumi di Jatiluhur, hal ini menunjukkan bukan saja

televisi berjalan terus sesuai dengan perkembangan teknologi, tetapi Indonesia

telah mampu memberikan pelayanan di bidang telekomunikasi, melalui

hubungan telepon, telegram, faksimili, pengiriman data dan penyaluran siaran

(38)

diikuti dengan baik.

Perkembangan berjalan terus yang akhirnya pada tahun 1976, Indonesia

memasuki era Sistem Komunikasi Satelit Domestik (SKSD) Palapa, dengan

tujuan sebagai jalan pintas yang memungkinkan dalam waktu yang singkat

seluruh wilayah Indonesia sudah terjangkau oleh siaran televisi, maupun sistem

komunikasi sekaligus.

Pekermbangan pertelevisian di Indonesia semakin marak, kalau semula

TVRI merupakan pilihan satu-satunya bagi khalayak penonton, seiring

perkembangan teknologi komunikasi, pemilik modal melirik untuk

memanfaatkan media massa sebagai lahan baru usaha bisnis mereka.

Dalam relatif singkat berdiri beberapa stasiun televisi swasta nasional

yang bersifat komersial di Indonesia, didahului Rajawali Citra Televisi

Indonesia (RCTI) diikuti sejumlah televisi swasta nasional lainnya. Beberapa

waktu kemudian, didirikan beberapa stasiun televisi daerah, ikut meramaikan

bursa per televisian Indonesia. Hal ini tentu saja yang diuntungkan khalayak

penonton, karena mempunyai berbagai altenatif pilihan program siarannya.

Undang-Undang Siaran Republik Indonesia No. 32 Tahun 2002, Pada

Pasal 3 ditegaskan bahwa :

Penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk merperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia. (UU Siaran, 2002. Pasal : 3)

Dengan merujuk pada Undang-Undang siaran tersebut, berarti arah

(39)

Sebagai industri penyiaran diharapkan mampu memperluas jangkauan

siaran ke seluruh wilayah Nusantara, sehingga kesejahteraan masyarakat bisa

benar-benar merata.

C. Televisi Berbayar Satelit

Untuk memberikan pengertian tentang multimedia televisi berbayar satelit maka akan diuraikan terlebih dahulu pengertian secara etimologi atas kata-kata yang terdapat dalam “multimedia televisi berbayar satelit”.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Multimedia diartikan sebagai:

berbagai jenis sarana, usaha pembangunan untuk dunia komunikasi, pendidikan dan sebagainya, penyediaan informasi pada komputer yang menggunakan suara, grafika, animasi dan teks”. Sedangkan multimedia yang dimaksudkan disini adalah multimedia dalam bidang komunikasi massa seperti surat kabar, radio, dan televisi sendiri.19

Dalam sumber yang sama televisi berbasis multimedia satelit diartikan sebagai “sistem penyiaran gambar yang disertai dengan bunyi (suara) melalui perantara satelit (angkasa) dengan menggunakan alat yang mengubah cahaya (gambar) dan bunyi (suara) menjadi gelombang listrik dan mengubahnya kembali menjadi berkas cahaya yang dapat dilihat dan bunyi yang dapat didengar”.20

19

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 2003, hal. 762.

20

Ibid., hal. 1162.

Perihal televisi berbasis multimedia satelit dapat juga ditemukan pengaturannya dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dimana dalam Pasal 26 bahwa salah satu lembaga penyiaran berlangganan adalah lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit.

(40)

a. Memiliki jangkauan siaran yang dapat diterima di wilayah Negara Republik

Indonesia.

b. Memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia.

c. Memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia.

d. Menggunakan satelit yang mempunyai landing right di Indonesia dan

e. Menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.

D. Pengaturan Multimedia Televisi Berbayar Satelit Dalam Hukum Komunikasi di Indonesia

Dalam membahas hasil penelitian ini penulis akan menyajikan studi

perbandingan dengan perjanjian berlangganan Indovision. Indovision Nusantara

adalah jasa

menjadi sasaran pemasaran adala

Indovision Nusantara dioperasikan perusahaan bernama PT. Direct

Vision, yang dibentuk pada

satelit bernama

juga mengoperasika

Pada saat ini, Indovision menyediakan 48 pilihan saluran termasuk di

dalamnya 5 saluran yang diproduksi khusus oleh Indovision Indonesia melalui

(41)

(untuk anak), Indovision Aruna (untuk sinetron Indonesia dan perempuan),

Indovision Kirana (untuk film non-Hollywood), Indovision Xpresi (untuk gaya

hidup anak muda dan infotainment), dan Indovision Awani (untuk informasi

dan gaya hidup). Indovision ceria, Indovision Kirana, dan Indovision Aruna

juga disiarkan di Indovisi

Pada ta

diluncurkan

kapasitas channel berlipat ganda berkat teknologi

dengan

menambah satu lagi saluran baru yait

adalah saluran Indovision yang menayangkan program-program yang

bernafaskan agama Islam

Untuk wilayah Kota Medan Indovision telah menyediakan kantor

pelayanan pelanggan yang terletak di Jalan Zainul Arifin Medan dekan

PT. Bank Sumut. Kantor ini semata-mata merupakan kantor pelayanan

pelanggan dan dipimpin oleh seorang Branch Manager.

Hukum komunikasi yang mengatur perihal televisi berbasis satelit

dalam hukum Indonesia ditemukan dalam Undang-undang No. 32

Tahun 2002 tentang Penyiaran Bagian Ketujuh Pasal 25 sampai dengan

Pasal 29. Meskipun demikian dalam Pasal 13 Undang-undang No. 32

(42)

lembaga penyiaran berlangganan. Secara spesifiknya Pasal 13 tersebut

berbunyi:

(1) Jasa penyiaran terdiri atas: a. Jasa penyiaran radio, dan. b. Jasa penyiaran televisi.

(2) Jasa penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayar (1) diselenggarakan oleh:

a. Lembaga penyiaran publik. b. Lembaga penyiaran swasta.

c. Lembaga penyiaran komunitas, dan. d. Lembaga penyiaran berlangganan.

Dari ketentuan isi Pasal 13 khususnya pada ayat (2) huruf d,

maka dapat dijelaskan bahwa lembaga penyiaran berlanggaranan

diakui oleh undang-undang ini sebagai salah satu bentuk dari jasa

penyiaran televisi.

Selain ketentuan dalam Pasal 13 di atas maka Pasal 25

menyebutkan:

(1) Lembaga Penyiaran berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf d merupakan lembaga penyiaran berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya hanya menyelenggarakan jasa penyiaran berlangganan dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran berlangganan.

(2) Lembaga penyiaran berlangganan sebagaimana dimakdsud dalam ayat (1) memancar luaskan atau menyalurkan materi siarannya secara khusus kepada pelanggan melalui radio, televisi, multimedia, atau media informasi lainnya.

Isi Pasal 25 di atas lebih menekankan bentuk badan hukum

Indonesia, dengan spesifikasi usaha jasa penyiaran berlangganan.

Ketentuan ini juga menjelaskan bahwa badan hukum dalam usaha

(43)

Indonesia khususnya ketentuan Undang-undang No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas.

Badan hukum itu seperti manusia. Satu jelmaan yang sungguh-sungguh ada dalam pergaulan hukum (eineleiblichgeistigelebenssceinheit). Badan hukum itu menjadi suatu “ verband personlijchkeit “ yaitu suatu badan hukum yang membentuk kemauannya dengan perantaraan alat-alat

(orgamen) yang ada pada misalnya pengurusnya sepeti manusia.

Pendeknya berfungsinya badan hukum dipersamakan dengan berfungsinya manusia.21

Apa yang dimaksud dengan badan hukum, tiadalah lain merupakan suatu pengertian, dimana suatu badan yang sekalipun bukan berupa seorang manusia namun dianggap mempunyai suatu harta kekayaan sendiri terpisah dari para anggotanya, dan merupakan pendukung dari hak-hak dan kewajiban seperti seorang manusia.

Lebih lanjut dikatakan oleh Abdul Muis, bahwa :

22

1. Mempunyai harta kekayaan sendiri, yang berasal dari suatu perbuatan

pemisahan

Hakekat yang demikianlah yang dianggap kepada suatu badan hukum

dapat dipersamakan sebagaimana manusia layaknya dalam pergaulan hukum.

Badan hukum yang bukan manusia mempunyai unsur-unsur:

2. Mempunyai tujuan sendiri

3. Mempunyai alat perlengkapan (organisasi).

Permasalahan pendirian suatu badan hukum tentulah mempunyai alasan

tersendiri.

Salah satu motivasi pembentukan badan hukum antara lain terletak pada “pertanggungjawabannya” yang terbatas. Dalam suatu badan hukum, maka harta kekayaan perorangan yang tergabung dalam badan hukum tersebut. Artinya, setiap tagihan atas badan ini semata-mata hanya dapat

21

Abdul Muis, Yayasan Sebagai Wadah Kegiatan Masyarakat, Fak. Hukum USU, Medan, 1991, hal. 29-30.

22

(44)

ditujukan kepada harta kekayaan badan ini dan tidak akan sampai dipertanggung-jawabkan pada harta kekayaan pribadi para perorangan yang tergabung di dalamnya. 23

Badan hukum tidak dapat melakukan sendiri perbuatannya, karena

badan hukum bukan manusia yang mempunyai daya pikir dan kehendak. Badan

hukum bertindak dengan perantaraan manusia (natuurlijk persoon), akan tetapi

orang yang bertindak itu tidak bertindak untuk dirinya melainkan untuk dan

atas nama pertanggung-jawaban badan hukum. Salah satu badan hukum itu Dikemukakan pula bahwa Badan hukum dapat memiliki hak-hak dan

melakukan perbuatan-perbuatan hukum seperti manusia. Badan hukum itu

mempunyai kekayaan sendiri, ikut serta dalam lalu lintas hukum dengan

perantaraan pengurusnya, dapat digugat dan menggugat di muka hukum,

pendeknya diperlakukan sepenuhnya sebagai seorang manusia.

Pembahasan perihal badan hukum ini amat penting untuk mengetahui

kedudukan sebuah bentuk usaha khususnya badan usaha penyiaran, sehingga

dike-

tahui apakah sebuah badan usaha penyiaran tersebut memiliki hak dan

kewajiban dalam bidang hukum sebagaimana layaknya manusia biasa.

Dari keterangan di atas jelas diakui badan hukum tersebut dapat juga

bukan manusia tetapi dapat berbentuk sebuah perusahaan atau organisasi seperti

yayasan. Akan tetapi badan hukum mempunyai sifat-sifat khusus. Badan hukum

hanya dapat melakukan perbuatan-perbuatan dalam bidang tertentu.

23

(45)

adalah Perseroan Terbatas pada perusahaan lembaga penyiaran khususnya

penyiaran berlangganan.

Perseroan atau PT yang merupakan badan hukum atau “artificial

person” mampu bertindak melakukan perbuatan hukum melalui wakilnya. Oleh

karena itu perseroan atau PT juga merupakan subjek hukum, yaitu subjek

hukum mandiri (persona standi in judicio).24

(1) Lembaga Penyiaran Berlangganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 terdiri dari:

Dia bisa mempunyai hak dan

kewajiban dalam hubungan hukum. Akan tetapi, untuk dapat diakui sebagai

subjek hukum, dia harus memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana

disebutkan dalam undang-undang.

Dari uraian di atas maka jelaslah apa yang dimaksudkan oleh Pasal 25 Undang-undang Penyiaran, dimana dari pembahasan tersebut dapat diketahui bahwa lembaga penyiaran berlangganan adalah sebuah badan hukum yang tunduk kepada ketentuan hukum Indonesia khususnya Undang-undang No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Selanjutnya Pasal 26 Undang-undang Penyiaran menjelaskan:

a. Lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit. b. Lembaga penyiaran berlangganan melalui kabel dan. c. Lembaga penyiaran berlangganan melalui terestrial.

(2) Dalam menyelenggarakan siarannya, Lembaga penyiaran berlangganan harus.

a. Melakukan sensur internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan.

b. Menyediakan paling sedikit 10% (sepuluh persen) dari kapasitas kanal saluran untuk menyalurkan program dari lembaga penyiaran publik dan lembaga penyiaran swasta dan.

c. Menyediakan 1 (satu) kanal saluran siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri paling sedikit 1 (satu kanal saluran siaran produksi dalam negeri.

(3) Pembiayaan lembaga penyiaran berlangganan berasal dari:

24

(46)

a. Iuran berlangganan, dan b. Siaran iklan dan/atau

c. Usaha lain yang sah dan terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.

Isi Pasal 26 di atas khususnya ayat (1) menjelaskan bahwa lembaga penyiaran berlangganan tersebut dalam melakukan kegiatannya di bidang penyiaran mempergunakan berbagai media sebagai sarana sehingga siarannya dapat terjangkau oleh pelanggan. Sarana tersebut dapat melalui satelit, kabel, atau terestrial. Kesemua media tersebut ditujukan bagi efektivitas dari hasil siaran yang dilakukan memiliki kualitas yang baik yang diterima oleh pemirsanya.

Sedangkan isi Pasal 26 ayat (2) lebih terfokus kepada ketentuan tentang

siaran yang layak siar sehingga tidak melanggar kesusilaan dan ketertiban

umum yang hidup dalam rezim ketimuran. Jadi dengan adanya sensor siaran

tersebut menjadi patut dan layak untuk disaksikan oleh pemirsanya.

Sedangkan perihal pemuatan 1 kanal berbanding 10 siaran produksi luar

negeri adalah sebagai faktor perimbangan sehingga pemirsa tidak dilarutkan

dengan informasi-informasi dari luar negeri melulu tetapi dikondisikan

sehingga pemirsa juga mengetahui jenis produksi dalam negeri yang memiliki

watak Indonesia.

Perihal pembiayaan lembaga penyiaran berlangganan ditentukan dalam

Undang-undang penyiaran adalah sekedar menjelaskan kepada publik tentang

asal muasal dari biaya yang diterima televisi penyiaran berlangganan dalam

usahanya melakukan penyiaran.

Pasal 27 Undang-undang Penyiaran menyebutkan:

Lembaga penyiaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) huruf a, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

(47)

b. Memiliki stasiun pengendali siaran yang berlokasi di Indonesia. c. Memiliki stasiun pemancar ke satelit yang berlokasi di Indonesia. d. Menggunakan satelit yang mempunyai landing right di Indonesia, dan e. Menjamin agar siarannya hanya diterima oleh pelanggan.

(48)

BAB IV

PERJANJIAN BERLANGGANAN MULTIMEDIA TELEVISI BERBAYAR SATELIT

A. Karakteristik /Ciri Perjanjian Berlangganan Multimedia Televisi Berbayar Satelit Menurut Hukum Perjanjian

Berbicara tentang karakteristik/ciri perjanjian berlangganan multimedia

televisi berbasis satelit berarti berbicara tentang bagaimana hukum perjanjian

itu diterapkan di dalam perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis

satelit tersebut, atau dengan perkataan lain bagaimana sebenarnya hukum

perjanjian tersebut ditemukan dalam pelaksanaan perjanjian berlangganan

multimedia televisi berbasis satelit ini.

Berdasarkan telaah pustaka yang dilakukan maka dapat dikatakan bahwa

aspek hukum kesepakatan dalam perjanjian berlangganan multimedia televisi

berbasis satelit ini adalah terjadinya perjanjian antara pengelola televisi berbasis

satelit dengan pelanggannya.

Perjanjian berlangganan multimedia televisi berbasis satelit sebagai

suatu aspek hukum kesepakatan disyahkan dengan bentuk perjanjian tertulis.

Pihak perusahaan jasa penyiaran televisi berlangganan menentukan persyaratan

yang dituangkan dalam sebuah surat perjanjian, dengan menggunakan

formulir-formulir tertentu yang telah disediakan oleh perusahaan jasa penyiaran televisi

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa dengan preferensi gaya belajar multi modalitas yang mengaplikasikan gaya belajarnya “sesuai” dengan karakteristik gaya belajar tersebut pada saat belajar

Dalam penelitian ini subyek penelitian ditentukan secara purposive sampling dengan teknik jemput bola (snow ball sampling) yaitu menelusuri terus subyek yang dibutuhkan untuk

Dengan demikian potensi lahan untuk pengembangan jeruk di Kabupaten Agam, termasuk lahan kering, lahan perkebunan dan sawah seluas 1.203,37 km 2 ,atau sebesar 53,9%..

Inovasi pada pembelajaran Pendidikan Islam jika diperhatikan selama ini penggunaan model, metode yang digunakan oleh guru-guru dalam proses pembelajaran adalah

Jika variabel cara pelayanan ( X 1 ), variabel jalur birokrasi ( X 2) dan variabel besar biaya pengurusan ( X 3 ) dianggap konstan informasi pen- gurusan yang baik di Satlantas

Informan yang menjadi sumber data dalam penelitiann ini adalah aparatur pemerintah kota Pekanbaru yang terlibat dalam pelaksanaan Peraturan Walikota Nomor 31 Tahun

Diagram Batang Perolehan nilai rata-rata Aktivitas Guru pada Siklus 3 Secara keseluruhan nilai yang diperoleh dari ke empat aspek yang meliputi pendahuluan, kegiatan inti,

Penyampaian pesan tersebut direalisasikan dengan rancangan destinasi branding yang mewakili identitas visual dan daya tarik kesenian golok yang dimiliki oleh desa Seuat Jaya