• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila"

Copied!
89
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

MAWAR TERESIA SITEPU

090802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

MAWAR TERESIA SITEPU 090802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : Aktivitas Antioksidan Edible Film Galaktomanan Yang

Diinkorporasi Dengan Ekstrak Rimpang Jahe Pada Daging Ikan Nila

Kategori : Skripsi

Nama : Mawar Teresia Sitepu

Nomor Induk Mahasiswa : 090802017

Program : Sarjana (S1) Kimia

Departemen : Kimia

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Disetujui di

Medan, Januari 2015

Komisi Pembimbing :

Pembimbing II Pembimbing I

Dr. Cut Fatimah Zuhra, M.Si Dr. Juliati Br Tarigan, M.Si

NIP: 197404051999032001 NIP: 197205031999032001

Diketahui/ Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil karya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Januari 2015

(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah selalu memberkati semua apa yang saya kerjakan, dan penulis menyadari sepenuhnya bahwa oleh karena kasih dan anugerahNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana sains di Fakultas MIPA USU

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Juliati Br. Tarigan M.Si, selaku pembimbing I dan Ibu Dr. Cut Fatimah Zuhra M.Si, selaku pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu dan setia membimbing penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai,

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS dan Bapak Albert Pasaribu, M,Sc selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia, Ibu Rumondang Bulan, MS selaku dosen wali serta seluruh staf pengajar yang telah membimbing penulis selama mengikuti perkuliahan. 3. Bapak Dr. Mimpin Ginting, MS selaku kepala laboratorium kimia organik.

4. Teman-teman stambuk 2009, terkhususnya kepada Despita, Destaria, Junita, Malem, Emil dan Sri ningsih, yang telah banyak membantu dan memberikan semangat kepada saya selama perkuliahan hingga saat ini, kepada asisten Kimia Organik, asisten Kimia Analitik, dan asisten LIDA USU, adek-adek stambuk 2010-2012, teman-teman kost, sahabat-sahabat saya terimakasih karena telah banyak membantu dan memberikan dukungan kepada saya hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Terutama penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta Malem Ukur Sitepu dan Reh Ulina Br. Ginting, yang telah banyak mendukung, mendoakan dan memberikan kasih sayangnya dari saya lahir hingga sekarang, serta kepada abang dan kakak dan adik saya, Tentu Sitepu, Mega Br. Ginting, Basaku Sitepu, Inganta Br. Sitepu, Bahagia Perangin-angin, Adi Sembiring dan Melisa Br. Sitepu yang telah banyak memberikan motivasi hingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penelitian dan ilmu pengetahuan. Tuhan Memberkati.

(6)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

ABSTRAK

(7)

ANTIOXIDANT ACTIVITY EDIBLE FILM GALAKTOMANAN INKORPORATION WITH THE EXTRACT MEAT

ON GINGER RHIZOME OF TILAPIA FISH

ABSTRACT

The isolated of fresh ginger essential oil had been by hidrodistillation and chemical components were analyzed by GC - MS. The main chemical components of volatile oil (> 3%) is obtained geranial (20.27%), 1,8-cineol (14.87%), neral (14.23%), kamfen (12.32%), beta-ocimene (4.26%), beta-myrcene (3.21%), zingiberen (3.0%). Furthermore, dry ginger pulp was extracted with 96% ethanol using a soklet. Ginger rhizome extract (essential oil (extract 1)) and (ethanol extract (extract 2)) determined by DPPH antioxidant activity of free radicals. IC50 values obtained are respectively 1363.298 mg/mL and 1124.464 mg/mL.

(8)

DAFTAR ISI

Bab 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang 1

Bab 2. Tinjauan Pustaka 2.1. Edible Film 6

2.7.2. Pengukuran Aktivitas Antioksidan Dengan DPPH Radikal Bebas 28

2.8. Ekstraksi Lipida 29

Bab 3. Metode Penelitian 3.1. Alat 30

(9)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.4. Pembuatan Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 33

3.3.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging 3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan Metode Hidrodestilasi menggunakan Alat Stahl 36

3.4.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe (Ekstrak 2) 37

3.4.4. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 41

3.4.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi Dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 terhadap Daging Ikan Nila ( Oreochromis Niloticus ) 42

3.4.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila 42

3.4.5.2. Ekstraksi Minyak Sampel Daging Ikan Nila 43

3.4.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida 45

(10)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Segar (Ekstrak 1) 51 4.2.2. Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 59 4.2.3. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi

dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 60

4.2.4. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi

dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila 60 Bab 5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan 62

5.2. Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 63

(11)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

Tabel 4.1. Minyak Atsiri Jahe Segar yang Diperoleh dengan Metode

Hidrodestilasi 46

Tabel 4.2. Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Segar ( Ekstrak 1 ) 47

Tabel 4.3. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering (Ekstrak 2) 47

Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 48

Tabel 4.5. Hasil Ekstraksi Minyak dari Sampel Daging Ikan Nila 49

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Tabel Judul Halaman

Gambar 2.1. Struktur Galaktomanan 11

Gambar 2.2. Struktur Senyawa yang Bersifat Antioksidan pada Jahe 15

Gambar 2.3. Struktur Senyawa yang Bersifat Antimikroba pada Jahe 15

Gambar 2.4. Mekanisme Autoksidasi Lipida 23

Gambar 2.5. Pembentukan 13-hidroperoksida dari Asam Linoleat 24

Gambar 4.1. EdibleFilm Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 48 Gambar 4.2. EdibleFilm Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 2 49

Gambar 4.3. Spektrum Massa Senyawa Geranial 52

Gambar 4.4. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Geranial 52

Gambar 4.5. Spektrum massa dari 1,8-sineol 53

Gambar 4.6. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa 1,8-Sineol 53

Gambar 4.7. Spektrum Massa dari Neral 54

Gambar 4.8. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Neral 54

Gambar 4.9. Spektrum Massa dari Senyawa Kamfen 55

Gambar 4.10. Pola fragmentasi yang mungkin dari spektrum Senyawa Kamfen 55

Gambar 4.11. Spektrum Massa dari Senyawa Beta Ocimene 56

Gambar 4.12. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Beta

Ocimene 56

Gambar 4.13. Spektrum Massa dari Senyawa Beta Myrcene 57

Gambar 4.14. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa Beta

Myrcene 57

Gambar 4.15. Spektrum Massa dari Senyawa Zingiberen 58

Gambar 4.16. Pola Fragmentasi yang mungkin dari Spektrum Senyawa

Zingiberen 58

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

Lampiran 1. Kromatogram GC-MS Minyak Atsiri Jahe Segar

( Ekstrak 1) 68 Lampiran 2. Perhitungan Kadar Minyak Atsiri Jahe 69

Lampiran 3. % Hasil Uji Aktivitas Antioksidan 69

Lampiran 4. Penentuan Bilangan Peroksida 74

Lampiran 5. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S2” 75

Lampiran 6. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S3” 76

Lampiran 7. Spektrum FT-IR Minyak Ikan dari “S4” 77

(14)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EDIBLE FILM GALAKTOMANAN YANG DIINKORPORASI DENGAN EKSTRAK RIMPANG JAHE

PADA DAGING IKAN NILA

ABSTRAK

(15)

ANTIOXIDANT ACTIVITY EDIBLE FILM GALAKTOMANAN INKORPORATION WITH THE EXTRACT MEAT

ON GINGER RHIZOME OF TILAPIA FISH

ABSTRACT

The isolated of fresh ginger essential oil had been by hidrodistillation and chemical components were analyzed by GC - MS. The main chemical components of volatile oil (> 3%) is obtained geranial (20.27%), 1,8-cineol (14.87%), neral (14.23%), kamfen (12.32%), beta-ocimene (4.26%), beta-myrcene (3.21%), zingiberen (3.0%). Furthermore, dry ginger pulp was extracted with 96% ethanol using a soklet. Ginger rhizome extract (essential oil (extract 1)) and (ethanol extract (extract 2)) determined by DPPH antioxidant activity of free radicals. IC50 values obtained are respectively 1363.298 mg/mL and 1124.464 mg/mL.

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengemasan telah berkembang sejak lama, sebelum manusia membuat kemasan, alam sendiri telah menyajikan kemasan misalnya jagung terbungkus seludang, buah-buahan terbungkus kulitnya, buah kelapa terlindung baik oleh sabut dan tempurung, polongan terbungkus kulit polong. Tidak hanya bahan pangan, kosmetik dan bahan industri lainnya, bahkan manusiapun menggunakan kemasan sebagai pelindung tubuh dari gangguan cuaca supaya tampak lebih anggun dan menarik. Fungsi dari pengemas pada bahan pangan adalah mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi bahan pangan dari bahaya pengenceran serta gangguan fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Di samping itu pengemasan berfungsi sebagai wadah agar mempunyai bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan pendistribusiannya. Dari segi promosi, pengemas berfungsi sebagai daya tarik pembeli (Syarief et al., 1988).

Edible film merupakan suatu lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat dimakan dan digunakan untuk melapisi makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang (barrier) terhadap perpindahan massa (misalnya, kelembaban, oksigen, cahaya, lipida, zat terlarut) atau sebagai pembawa zat aditif serta untuk meningkatkan mutu suatu makanan (Krochta et al., 1992). Edible film dan coating juga dapat memberikan penahanan terhadap uap air, oksigen (O2), karbondioksida (CO2),

aroma lipida dan juga sebagai pembawa zat (seperti antimikroba, antioksidan, flavor dan lain sebagainya) (Krochta dan De Mulder-Johnson, 1997).

(17)

Galaktomanan telah diisolasi dari kolang-kaling menggunakan air suling dan pemisahan dilakukan dengan cara sentrifugasi sehingga diperoleh kadar sebesar 15% (Tarigan dan Kaban, 2011). Edible film dari galaktomanan juga telah dapat dibuat, dimana galaktomanan yang digunakan berasal dari biji Gleditsia triacanthos (pohon Honey Locust) yakni tumbuhan yang berasal dari Amerika Utara (Cerqueira et al., 2009). Dimana telah dibuat Edible film dari galaktomanan yang berasal dari ekstrak biji Gleditsia triacanthos diinkorporasi dengan komponen yang bersifat antioksidan untuk meningkatkan nilai dari edible film dalam industri makanan (Cerqueira et al., 2010).

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri 1-3%. Minyak atsiri jahe dapat diperoleh dari berbagai teknik penyulingan, yaitu dengan destilasi uap ataupun hidrodestilasi. Ekstrak jahe memiliki aktivitas antioksidan yang mana hampir sama dengan asam askorbat dan juga dapat memberikan efek inflamasi, dan aktivitas antioksidan dapat diuji dengan DPPH•. Disamping metode DPPH• dapat juga diuji dengan metode diena terkonjugasi, sistem model asam linoleat dan metode deteksi radikal hidroksi dengan deoxiribose assay (Stoilova dkk, 2007).

(18)

Edible Film galaktomanan biji aren (arenga pinnata) yang diinkorporasi dengan minyak atsiri daun kemangi telah diteliti bersifat antioksidan dan antimikroba (Tarigan, 2012). Demikian juga uji aktivitas antioksidan komponen minyak atsiri rimpang jahe gajah telah diteliti bersifat antioksidan terhadap daging ikan nila (Oreochromis niloticus) (Tantono, 2012).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk meneliti aktivitas antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe pada daging ikan nila (Oreochhromis niloticus).

1.2. Permasalahan

Bagaimanakah sifat antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus) selama 5 hari pada suhu 4oC.

1.3. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada pembuatan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe dengan penambahan Monogliserololeat sebagai zat pengemulsi, kemudian di aplikasikan sifat antioksidannya terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus), dan uji bilangan peroksida dilakukan dengan metode iodometri dan Spektrofotometer FT-IR.

1.4. Tujuan Penelitian

(19)

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai sifat antioksidan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak rimpang jahe terhadap daging ikan nila (Oreochromis Niloticus) selama 5 hari pada suhu 4oC.

1.6. Metodologi Percobaan

(20)

1.7. Lokasi Penelitian

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Edible Film

Seiring dengan perkembangan peradaban manusia, teknologi pengemasan juga berkembang dengan pesat. Akhir-akhir ini kemasan yang lebih modern telah banyak digunakan secara meluas pada produk bahan pangan dan hasil pertanian misalnya plastik, kertas, aluminium, foil, logam dan kayu. Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang paling populer dan sangat luas penggunaannya. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel, transparan, tidak mudah pecah, bentuk laminasi (dapat dikombonasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan harganya relatif murah. Disamping memiliki berbagai kelebihan, plastik juga memiliki kelemahan yakni, tidak tahan panas, dapat mencemari produk sehingga mengandung resiko keamanan dan kesehatan konsumen, dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat dihancurkan dengan cepat dan alami (nonbiodegradable).

(22)

biodegradable terarah pada usaha untuk membuat bahan kemasan yang memiliki sifat seperti plastik yang berbahan dasar dari bahan alam dan mudah terurai yang disebut dengan Edible film.

Edible film (packaging) adalah suatu lapisan yang terbuat dari bahan-bahan yang dapat dikonsumsi dan ditempatkan di atas komponen makanan (coating) atau diletakkan diantara komponen makanan (film) yang berfungsi sebagai penghalang transfer massa seperti kelembapan, oksigen, lipid, dan zat terlarut, dan atau sebagai pembawa bahan makanan aditif, serta meningkatkan kemudahan penanganan makanan (Krochta et al., 1992). Edible packaging dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu yang berfungsi sebagai pelapis (edible coating) dan yang berbentuk lembaran (edible film) (Krochta et al., 1994). Edible film dan coating berbeda dalam cara pembentukannya dan penggunaannya pada makanan. Edible coating dibentuk dan digunakan secara langsung pada produk makan dengan cara mengolesi menggunakan kuas cat, penyemprotan, pencelupan, atau penyiraman (Cuq et al., 1995). Sedangkan Edible film merupakan lapisan tipis berupa lembaran yang dibentuk melalui penuangan pada cetakan yang selanjutnya dikeringkan. Edible coating banyak digunakan untuk pelapis produk daging beku, makanan semi basah, ayam beku, produk hasil laut, sosis, buah-buahan terutama obat-obatan terutama untuk pelapis kapsul (Krochta et al., 1994). Edible film dan coating dapat memberikan penahanan terhadap uap air, oksigen (O2),

karbondioksida (CO2), aroma, lipida, dan sebagai pembawa zat (seperti anti mikroba,

antioksidan, flavour, dan lain sebagainya) (Krochta and De Mulder-Johnston, 1997).

(23)

mempertahankan kesegaran produk bergantung pada kemampuannya untuk mengontrol komposisi gas internal (Park, 1999).

Edible film dapat bergabung dengan bahan tambahan makanan dan subtansi lain untuk mempertinggi kualitas warna, aroma dan tekstur produk, untuk mengontrol pertumbuhan mikroba (Krochta et al., 1994). Selama proses pembuatan, bahan yang akan dibuat dilarutkan dalam pelarut seperti alkohol, air, campuran air dan alkohol, atau campuran pelarut lainnya. Bahan pemlastis, pewarna, penambah rasa atau antimikroba dapat juga ditambahkan pada saat pelarutan. pH dan pemanasan larutan dilakukan untuk penyempurnakan dispersi. Larutan film kemudian dicetak dan dikeringkan pada suhu yang diinginkan hingga diperoleh film (Bourtoom, 2008).

Menurut Harris (1999), proses pembuatan edible film dapat dibagi atas tiga tahap sebagai berikut:

1. Pembentukkan emulsi

2. Casting atau pencetakan bahan emulsi ke permukaan cetakan yang mempunyai permukaan datar dan licin

3. Pengeringan

Pembuatan emulsi sangat tergantung pada sifat-sifat fisik-kimia bahan emulsi, jenis emulsifier, jumlah dan konsentrasi emulsifier, ukuran partikel yang diinginkan, viskositas larutan dan jenis alat pengemulsi yang digunakan. Untuk memperbaiki sifat-sifat kelenturan film yang diperoleh maka ditambahkan plastisizer. Casting biasanya dilakukan pada permukaan datar dan halus seperti kaca dengan menuangkan bahan emulsi ke permukaan cetakan tersebut pada ketebalan tertentu. Film kemudian dikeringkan pada aliran udara kering selama 10-12 jam (Kinzel, 1992).

(24)

tahun sampai 1,5 tahun. Buah aren yang muda akan menghasilkan kolang-kaling yang sangat lunak dan bila terlalu tua akan menghasilkan kolang-kaling yang keras (Maryadi, 2004).

2.1.1 Komponen Penyusun Edible Film

Komponen penyusun edible film mempengaruhi secara langsung bentuk morfologi maupun karakteristik pengemas yang dihasilkan. Komponen utama penyusunnya dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: hidrokoloid (contoh: polisakarida atau protein), lemak (contoh: asam lemak, asilgliserol, dan lilin) dan komposit serta komponen tambahan yang dapat memodifikasi film (Donhowe and Fennema, 1994).

Kelebihan edible film yang dibuat dari hidrokoloid diantaranya memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk terhadap oksigen, karbondioksida, dan lipid serta memiliki sifat mekanis yang diinginkan dan meningkatkan kesatuan struktural produk. Kelemahannya, film dari karbohidrat kurang bagus digunakan untuk mengatur migrasi uap air sementara film dari protein sangat dipengaruhi oleh perubahan pH.

Kelebihan edible film dari lipid adalah memiliki kemampuan yang baik untuk melindungi produk dari penguapan air. Sedangkan kekurangannya yaitu kegunaannya dalam bentuk murni sebagai pelapis masih terbatas, karena mempunyai kekurangan dari segi ketahanannya.

Edible film dari komposit (gabungan hidrokoloid dan lipid) dapat meningkatkan kelebihan film dari hidrokoloid dan film dari lipid, serta mengurangi kelemahannya. Pembentukkan edible film merupakan proses pertumbuhan fragmen-fragmen kecil yang akan membentuk suatu polimer. Perinsip pembentukkan edible film adalah interaksi rantai polimer menghasilkan polimer yang lebih besar dan stabil (Syamsir, 2008).

(25)

tertentu, sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan tertentu pada kondisi suhu dan kelembapan tertentu.

Hal ini disebabkan polimer dengan polaritas tinggi mempunyai ikatan hidrogen yang besar. Polimer dengan gugus hidrofilik akan menghasilkan film yang rentan terhadap uap air, sebaliknya polimer dengan gugus hidrofobik tinggi akan menghasilkan film dengan sifat sekat (barrier) yang baik terhadap uap air. Kebalikan dari teori tersebut, polimer dengan komponen hidrofilik tinggi cenderung akan menjadi sekat lintas yang baik bagi gas oksigen (Paramawati R., 2001).

2.1.2 Plasticizer pada Edible Film

Untuk memperbaiki sifat plastik maka ditambahkan berbagai jenis tambahan atau aditif. Bahan tambahan ini sengaja ditambahkan dan berupa komponen bukan plastik yang diantaranya berfungsi sebagai plasticizer, penstabil pangan, pewarna, penyerap uv dan lain-lain. Pemlastis dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah ditambahkan kedalam resin seperti PVC yang keras dan kaku, sehingga akumulasi gaya intermolekuler pada rantai panjang akan menurun (Yavad and Satoskar, 1997).

Gliserol adalah salah satu plasticizer yang paling sering digunakan pada pembuatan film, disebabkan stabilitas dan kecocokan dengan rantai hidrofilik biopolimer. Fungsi utama gliserol adalah sebagai suatu zat yang berfungsi untuk menjaga kelembutan dan kelembapan. Gliserol dapat digunakan sebagai pelarut, pemanis, pengawet dalam makanan serta sebagai zat emollient dalam kosmetik. Berdasarkan sifatnya gliserol banyak digunakan sebagai plasticizer dan didalam industri resin untuk menjaga kelenturan.

2.2. Galaktomanan

Galaktomanan merupakan polisakarida heterogen yang terdiri dari rantai utama β

(26)

Gambar 2.1. Struktur Galaktomanan

Kelebihan utama dari galaktomanan ini dibandingkan polisakarida lainnya adalah kemampuannya untuk membentuk larutan yang sangat kental dalam konsentrasi yang rendah dan hanya sedikit dipengaruhi oleh pH, kekuatan ionik dan pemanasan. Viskositas galaktomanan sangat konstan sekali pada kisaran pH 1 – 10,5 yang kemungkinan disebabkan oleh karakter molekulnya yang bersifat netral. Namun demikian galaktomanan akan mengalami degradasi pada kondisi yang sangat asam atau basa pada suhu tinggi (Cerqueira et al., 2009).

Aren (Arenga pinnata) merupakan tanaman serba guna yang dapat hidup didaerah tropis basah serta mampu beradaptasi dengan baik pada berbagai kondisi tanah. Aren banyak ditanam di Indonesia termasuk di propinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Selatan dan Sulawesi Selatan. Tanaman aren belum dibudidayakan dan sebagian besar masih menerapkan teknologi yang minim (Anonim, 2009).

(27)

fehling untuk menghasilkan galaktomanan. Perbandingan manosa dan galaktosa yang diperoleh adalah 2,26 : 1 (Kooiman, 1971).

2.3. Jahe

Jahe merupakan salah satu bumbu yang paling penting dan luas penggunaannya di seluruh dunia. Disebabkan permintaan yang tinggi, jahe tersebar sampai negara- negara tropis maupun subtropis dari wilayah Cina-India. Negara-negara penghasil jahe yakni : India, Cina, Thailand, Nigeria, Indonesia, Brasil, Jepang, Malaysia, Srilanka dan negara-negara kepulauan pasifik lainnya dan Indonesia sendiri merupakan penghasil penting lainnya, dimana mempunyai luas penanaman sampai 10.000 hektar dan produksi sekitar 77.000 ton dan penanamannya dipusatkan di kepulauan Jawa-Sumatera (Ravindran, 2005).

Jahe secara botani dikenal sebagai Zingiber Officinale Roscoe dengan klasifikasi : Subkingdom : Tracheobionta

Subdivisi : Spermatophyta

Klas : Monocotyledons

Subklas : Zingiberida Ordo : Zingiberales Sub-ordo : Scimitae Family : Zingiberaceae Genus : Zingiber Spisies : Officinale

(Butt, 2011 ; Ravindran, 2005 ; Zachariah, 2008).

2.3.1 Komponen Kimia Pada Jahe

Jahe merupakan tanaman khas yang memiliki gabungan dari banyak sifat dan ciri, dimana mengandung minyak volatil, minyak non-volatil, senyawa pedas, resin, pati, protein dan mineral. Komponen tertentu dari kelimpahan relatif dapat sangat bervariasi antara sampel jahe dalam kondisi segar maupun kering.

(28)

Jahe memberikan sifat organoleptis yang khas pada dua komponennya, yaitu aroma dan beberapa dari rasa jahe yang diketahui dengan adanya komponen minyak atsiri dan rasa pedas yang dihasilkan oleh komponen non-volatil.

Komponen monoterpen dipercaya memberikan kontribusi yang sangat penting terhadap aroma jahe dan ketergantungan yang relatif besar dalam minyak alami dari rimpang segar daripada minyak atsiri yang didestilasi dari jahe kering. Seskuiterpen teroksigenasi merupakan komponen yang relatif sedikit dalam minyak volatil tetapi tampaknya penting sebagai penyumbang sifat rasa. Hasil minyak yang didestilasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor, yang mencakup jenis jahe, tingkat kematangan saat panen, metode untuk preparasi, umur, dan termasuk metode destilasi (Zachariah, 2008).

2.3.2 Manfaat Jahe

Adapun manfaat yang terkandung dalam jahe itu sendiri antara lain: A. Jahe sebagai penyedap rasa

Rempah-rempah yang digunakan dalam makanan untuk empat tujuan dasar: 1. Untuk penyedap

2. Untuk menutupi atau menghilangkan bau 3. Untuk menyampaikan kepedasan

4. Untuk menambahkan warna

B. Jahe sebagai antioksidan

(29)

Penggabungan garam dan ekstrak jahe pada daging sapi tanpa lemak tengik selama penyimpanan, meningkatkan kelembutan dan menambah jangka waktu simpan. Beberapa komponen senyawa yang bersifat antioksidan (gambar 2.2).

Gambar 2.2. Struktur Senyawa yang Bersifat Antioksidan pada Jahe

C. Jahe sebagai antimikroba

Jahe juga sangat efektif digunakan dalam pengawetan makanan meskipun sifat antimikroba tidak terlalu tinggi namun dapat mencegah pembusukkan pada makanan dan dapat juga merangsang nafsu makan (Ravindran, 2005).

Pemanfaatan rempah-rempah sebagai pengawet alami pangan sudah banyak diteliti baik untuk pangan segar maupun pangan olahan. Beberapa penelitian tersebut antara lain pengawetan sale pisang basah menggunakan jahe (Kawiji dkk, 2011), penggunaan pasta jahe sebagai antimikroba pada coating ikan lele asap (Johnson and Ndimele, 2011), dan pengawetan keju dengan ekstrak jahe (Balewu et al., 2005). Beberapa struktur senyawa yang bersifat antimikroba (gambar 2.3.).

CH2

(30)

2.4. Minyak Atsiri

Jahe merupakan salah satu tanaman obat yang memiliki beragam kasiat. Tumbuhan yang digolongkan kedalam suku temu-temuan ini memang mengandung banyak senyawa aktif yang baik bagi kesehatan, salah satu senyawa aktif tersebut adalah minyak atsiri. Minyak ini merupakan senyawa-senyawa yang sangat mudah menguap, dan aroma khas jahe berasal dari minyak atsiri ini. Minyak ini biasanya digunakan sebagai aroma terapi karena mampu untuk memberikan efek relaksasi, dimana minyak jahe ini dapat diperoleh dengan cara hidrodestilasi (Kawiji dkk, 2011).

Akan tetapi kendala penggunaan minyak atsiri pada pangan adalah adanya perubahan organoleptik (aroma maupun rasa) produk yang diaplikasikan. Oleh karena itu untuk meminimalkan kadar penggunaan minyak atsiri maka terbuka peluang untuk menggunakan edible coating atau edible film sebagai bahan pembawa komponen alami tersebut (Krochta et al., 1994).

Komposisi Kimia Minyak Atsiri

Pada umumnya komponen kimia dalam minyak atsiri dibagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Golongan Hidrokarbon

Persenyawaan yang termasuk golongan hidrokarbon terbentuk dari unsur Hidrogen (H) dan Karbon (C). Jenis hidrokarbon yang terdapat dalam alam dan minyak atsiri sebagian besar terdiri dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen (3 unit isopren), diterpen (4 unit isopren) dan politerpen, serta paraffin, olefin dan hidrokarbon aromatik. Komponen kimia golongan hidrokarbon yang dominan menentukan bau dan sifat khas setiap jenis minyak. Sebagai contoh minyak terpentin yang mengandung monoterpen disebut pinen dan minyak jeruk mengandung 90% limonen.

2. Oxygenated hydrocarbon

(31)

Komponen lainnya terdiri dari persenyawaaan fenol, asam organik yang terikat dalam bentuk ester misalnya lakton, kumarin dan turunan furan misalnya quinin. (Ketaren, 1985).

2.5. Ikan

Ikan merupakan anggota vertebrata poikilotermik (berdarah dingin) yang hidup di air dan bernafas dengan insang. Ikan merupakan kelompok vertebrata yang sangat beraneka ragam. Lebih dari 27.000 jenis ikan di seluruh dunia. Secara taksonomi, ikan tergolong kelompok paraphyletic yang hubungan kekerabatannya masih diperdebatkan; biasanya, ikan dibagi menjadi ikan tanpa rahang (kelas Agnatha), ikan bertulang rawan (kelas Chondritchtyes), dan sisanya ikan tergolong bertulang (kelas Osteichthyes).

Ikan biasa ditemukan di hampir semua genangan air yang cukup besar baik air tawar, air payau, dan air asin pada kedalaman yang bervariasi, dari dekat permukaan sampai beberapa ribu meter dari permukaan. Ikan terdiri dari ikan air tawar dan air laut. Salah satu ikan dari air tawar adalah ikan nila. Keduanya adalah sumber protein yang sangat penting bagi pertumbuhan. Ikan mengandung 18% protein yang terdiri dari asam-asam amino esensial yang tidak rusak pada waktu dimasak. Kandungan lemaknya 1 – 20% lemak yang mudah dicerna dan bisa langsung digunakan oleh jaringan tubuh. Kandungan lemaknya sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan pada masa pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol yang ada dalam darah (Hamid, 2010).

Minyak ikan merupakan jenis minyak yang memiliki kandungan asam lemak tak jenuh paling tinggi dibandingkan dengan jenis minyak lainnya (Departemen Kesehatan RI, 1988). Minyak ikan terdapat pada daging ikan baik daging yang berwarna merah maupun putih, selain dalam daging, minyak juga terdapat dalam bagian tubuh ikan lain terutama hati dengan kadar yang beragam. Minyak ikan merupakan komponen lemak dalam jaringan tubuh ikan yang telah diekstraksi dalam bentuk minyak. Sampai saat ini, pengertian minyak/lemak atau lipida secara umum belum didefenisikan dengan pasti dan dapat diterima oleh semua

(32)

oksidasi akan semakin meningkat dengan adanya panas, cahaya dan oksigen (Departemen Kesehatan RI, 1988).

Ikan mengandung lemak dengan persentase yang berbeda dan sebagian besar berupa lemak tidak jenuh yang memiliki beberapa ikatan rangkap. Lemak dengan ikatan rangkap demikian bersifat tidak stabil dan relatif mudah mengalami proses oksidasi. Selama penyimpanan, reaksi oksidasi yang terjadi akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berperan pada pembentukkan aroma, cita rasa dan penampakan. Oksidasi lemak merupakan penyebab utama penurunan kualitas pada ikan segar yang disimpan pada suhu rendah. Mikroba dan enzim yang dihasilkannya dapat berperan dalam proses ketengikan lemak, tetapi proses oksidasi lemak lebih dominan sebagai penyebab ketengikan (Liviawaty, 2010).

Ikan nila merupakan spesies yang berasal dari kawasan Sungai Nil dan danau-danau sekitarnya di Afrika. Bentuk tubuh memanjang, pipih kesamping dan warna putih kehitaman. Jenis ini merupakan ikan konsumsi air tawar yang banyak dibudidayakan setelah ikan mas (Cyrprinus Carpio) dan telah dibudidayakan di lebih dari 85 negara. Saat ini, ikan ini telah tersebar ke Negara beriklim tropis dan subtropik, sedangkan pada wilayah beriklim dingin tidak dapat hidup dengan baik. Bibit nila didatangkan ke Indonesia secara resmi oleh Balai Peneliti Perikanan Air Tawar (Balitkanwar) dari Taiwan pada tahun 1969. Setelah melalui masa penelitian dan adaptasi, ikan ini kemudian disebarluaskan kepada petani di seluruh Indonesia. Nila adalah nama khas Indonesia yang diberikan oleh Pemerintah melalui Direktur Jenderal Perikanan (Dinas kelautan dan perikanan, 2010).

Kandungan gizi ikan nila per 100 gram daging yang dapat dimakan: Kadar air : 73,83 – 79,5 Sub-kelas : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

(33)

Famili : Cichli dae

Genus : Oreochromis

Spesies : Oreochromis niloticus

Terdapat 3 jenis nila yang dikenal, yaitu: nila basah, nila merah (nirah) dan nila albino ( Sugiarto, 1988).

2.6. Oksidasi Lipida

Minyak dan lemak pada makanan memburuk melalui beberapa reaksi degredasi baik pada pemanasan dan penyimpanan jangka panjang. Proses kerusakan utama adalah reaksi oksidasi dan dekomposisi dari produk oksidasi yang mengakibatkan penurunanan nilai gizi dan kualitas sensorik. Dengan adanya proses-proses oksidasi adalah penting bagi produsen makanan dan untuk semua yang terlibat dalam seluruh rantai makanan dari pabrik ke konsumen. Oksidasi dapat dihambat oleh berbagai metode termasuk pencegahan akses oksigen, penggunaan suhu rendah, inaktivitas enzim mengkatalisis oksidasi, reduksi tekanan oksigen dan penggunaan kemasan yang cocok.

Reaksi spontan oksigen atmosfer dengan lipida, yang dikenal sebagai autoksidasi, adalah proses yang paling umum yang menyebabkan kerusakan oksidatif. Asam lemak tak jenuh ganda memiliki potensi untuk membusuk oleh proses ini, apakah dalam bentuk asam lemak bebas atau dalam bentuk trigliserida (digliserida atau monogliserida) atau posfilipida.

(34)

kandungan asam lemak omega-3 akan sangat bermanfaat, karena dapat menghasilkan produk sesuai dengan yang diinginkan.

Hampir semua tahapan pada pemurnian minyak ikan melibatkan panas dan dilakukan pada tempat yang memungkinkan kontak langsung dengan udara. Tahapan tersebut adalah degumming, netralisasi, pemucatan dan deodorisasi (Departemen Kesehatan RI, 1988).

2.6.1. Produk Oksidatif Lipida

Komponen dibentuk pada tahap awal autoksidasi adalah hidroperoksida, dan ini juga produk dibentuk pada oksidasi katalisis lipoksigenase. Meskipun hidroperoksida adalah tidak mudah menguap dan tidak berbau, namun senyawa tersebut relatif tidak stabil dan secara spontan dapat mendekomposisi atau dalam reaksi katalis membentuk senyawa aroma yang mudah menguap, yang aromanya tak sedap. Sifat aroma tak sedap terdeteksi terutama tergantung pada komposisi asam lemak dari substrat dan tingkat oksidasi, meskipun kondisi oksidasi juga dapat mempengaruhi senyawa mudah menguap yang dihasilkan dan sifat sensorik dari minyak teroksidasi. Contoh dari oksidatif aroma tak sedap adalah rasa kacang yang tidak enak pada minyak kedelai. Aroma amis yang berkembang di minyak ikan, dan aroma logam yang terdapat pada lemak susu. Aldehida umumnya berkontribusi untuk aroma tak sedap yang berkembang selama oksidasi lipida. Selain pengembangan rasa tengik, kerusakan oksidatif lipida dapat menyebabkan pemutihan disebut radikal bebas, yang dibentuk selama oksidasi lipida. Radikal bebas juga dapat menyebabkan pengurangan kualitas gizi melalui reaksi dengan vitamin, khususnya vitamin E, yang hilang dari makanan selama aksinya sebagai antioksidan.

(35)

Hidroperoksida bisa terbentuk oleh autoksidasi, tetapi jalur alternatif adalah dengan tindakan dari enzim lipokgenase pada asam lemak tak jenuh ganda. Lipokgenase terjadi pada berbagai tanaman termasuk kedelai, jagung, kentang, tomat, mentimun, benih gandum dan biji barley. Ini adalah sangat penting dalam pengembangan rasa dan sayuran, tetapi pada tanaman biji minyak, aksi lipoksigenase sebelum dan selama ekstraksi minyak dapat menyebabkan hidroperoksida yang kemudian terurai untuk membentuk aroma tak sedap dalam minyak.

Hidroperoksida juga bisa terbentuk oleh foto-oksidasi jika cahaya bekerja pada lemak dengan kehadiran sebuah sensitizer. Namun, dekomposisi hidroperoksida adalah reaksi energi rendah untuk inisiasi autooksidasi, dan dekomposisi dari aroma tak sedap yang terbentuk biasanya merupakan karakteristik produk autooksidasi (Pokorny, 2001).

2.6.2. Mekanisme Autoksidasi

Sebagai reaksi radikal bebas, autoksidasi berlangsung dalam tiga langkah yang berbeda, (Gambar 2.4)

Inisiasi X• + RH R• + XH

Propagasi R• + O2 ROO•

ROO• + R-H ROOH + R’•

Terminasi ROO• + ROO• ROOR + O2

ROO• + R• ROOR

R• + R• RR

Inisiasi Sekunder ROOH RO• + •OH

(36)

Inisiasi pengkatalisis logam

Mn+ + ROOH RO• + -OH + M(n+1)+

M(N+1)+ + ROOH ROO• + H+ + M(N)+ Gambar 2.4. Mekanisme Autoksidasi Lipida

Langkah pertama adalah inisiasi dimana radikal lipida terbentuk dari lipida molekul. Abstraksi atom hidrogen oleh spesies reaktif seperti radikal hidroksil dapat menyebabkan inisiasi oksidasi lipida. Namun, dalam mnyak sering kali ada jejak hidroperoksida, yang mungkin telah dibentuk oleh aksi lipoksigenase sebelum dan selama ekstraksi minyak. Inisiasi sekunder dengan pemecahan homolitik dari hidroperoksida berlangsung pada energi reaksi yang relatif rendah dan biasanya reaksi inisiasi utama terdapat dalam minyak yang dimakan. Reaksi ini biasanya dikatalisis oleh ion logam.

Setelah inisiasi, reaksi propagasi terjadi dimana satu lipid radikal diubah menjadi berbeda lipida radikal. Reaksi ini umumnya melibatkan abstraksi atom hidrogen dari molekul lipida atau penambahan oksigen ke suatu alkil radikal. Entalpi reaksi tersebut relatif rendah dibandingkan dengan reaksi inisiasi, sehingga reaksi propagasi terjadi dengan cepat dibandingkan dengan reaksi inisiasi.

Pada tekanan atmosfer, reaksi radikal alkil dengan oksigen sangat cepat, sehingga konsentrasi radikal peroksi lebih tinggi dari radikal alkil. Abstraksi hidrogen terjadi secara istimewa pada atom karbon yang energi disosiasinya rendah. Karena energi disosiasi ikatan C-H dikurangi dengan tetangga fungsi alkena, maka abstraksi hidrogen terjadi paling cepat pada kelompok metilen antara dua kelompok alkena dalam asam lemak tak jenuh ganda (PUFA).

(37)

CH3CH2CH2CH2CH2CH=CH-CH2-CH=CH(CH2)7COOH

ROO● Asam Linoleat

CH3CH2CH2CH2CH2CH=CH-CH●-CH=CH(CH2)7COOH

Radikal linoleil

CH3CH2CH2CH2CH2CH●-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

O2

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

OO● Radikal peroksil

RH

CH3CH2CH2CH2CH2CH-CH=CH-CH=CH(CH2)7COOH

OOH 13-hidroperoksida

Gambar 2.5. Pembentukkan 13-hidroperoksida dari asam Linoleat (Senyawa 9-hidroperoksida merupakan produk utama yang terbentuk melalui jalur seperti diatas) (Ketaren, 1985).

2.7. Antioksidan

Antioksidan dalam makanan dapat didefinisikan sebagai zat yang mampu menunda, memperlambat atau mencegah pengembangan ketengikan dan rasa dalam makanan atau kerusakan lainnya akibat oksidasi. Antioksidan menunda pengembangan aroma tak sedap dengan memperpanjang masa induksi. Penambahan antioksidan setelah akhir priode ini cenderung tidak efektif dalam memperlambat pengembangan ketengikan (Pokorny, 2001).

(38)

sekarang, antioksidan tersebut telah banyak digunakan atau ditambahkan kedalam lemak atau bahan pangan berlemak.

Berdasarkan penelitian Food Laboratoris of Eastman Chemical Product Inc, telah diketahui efektivitas beberapa jenis antioksidan, sifat sinergis dari posfolipid, serta pengaruh asam sitrat dan asam posfat terhadap aktivitas antioksidan pada kondisi tertentu. Mekanisme antioksidan dalam menghambat oksidasi atau menghentikan reaksi berantai pada radikal bebas dari lemak yang teroksidasi, dapat disebabkan oleh 4 macam mekanisme reaksi yaitu: 1) pelepasan hidrogen dan antioksidan, 2) pelepasan elektron dari antioksidan, 3) adisi lemak kedalam cincin aromatik pada antioksidan, dan 4) pembentukkan senyawa kompleks antara lemak dan cincin aromatik dari antioksidan.

Bahan kimia yang dapat mempercepat oksidasi atau sebagai pengoksidasi adalah salah satunya peroksida. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif lemak segar, dan dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan pada proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan asam perasid dapat mempercepat proses oksidasi (Ketaren, 1985). Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan diklasifikasikan dalam tiga tipe antioksidan, yaitu:

1. Primary Antioksidan (Antioksidan utama/ Antioksidan Primer) Termasuk:

- SOD (Superoxide Dismutase) - GPX (Glutathion Perokxide)

- Metalbinding protein seperti Ferrtin atau Ceruloplasmin

(39)

2. Secondary Antioksidan (Antioksidan Kedua/ Antioksidan Sekunder)

Antioksidan ini berfungsi menangkap senyawa serta mencegah terjadinya reaksi berantai. Contoh: antioksidan sekunder: vitamin E, vitamin C, betakaroten, asam urat, bilirubin dan albumin.

3. Tertiary Antioksidan (Antioksidan Ketiga/ Antioksidan Tersier)

Antioksidan jenis ini memperbaiki kerusakan sel-sel dan jaringan yang disebabkan radikal bebas. Contoh enzim yang memperbaiki DNA pada inti sel adalah mentionin sulfoksidan reduktase. Adanya enzim-enzim perbaikan DNA ini berguna untuk mencegah penyakit misalnya kanker (Kosasih, 2004).

Spesi oksigen reaktif seperti hidrogen peroksida (H2O2), anion radikal superoksida

(O2●) dan radikal hidroksil (OH●) dapat terbentuk oleh karena adanya cahaya, logam, panas, radiasi ionisasi, beberapa reaksi kimia, proses metabolis dan penuaan. Spesi yang reaktif ini berperan dalam perubahan sitotoksitas dan metabolik tubuh seperti penyimpanan kromosom, oksidasi lipida protein, perubahan pada morfologi jaringan otak pada hewan dan manusia, serta juga terlibat dalam perkembangan beberapa penyakit seperti kanker, jantung koroner, diabetes dan lain sebagainya (Moskovitz, et al., 2002).

Minyak atsiri telah dikenal luas penggunaannya sebagai bahan pengawet pada industri makanan dan dapat diterima konsumen karena berasal dari alam. Namun demikian, aplikasi minyak atsiri masih terbatas mengingat pertimbangan flavour yang dibawanya dan efektifitasnya yang tidak terlalu tinggi oleh karena interaksinya dengan komponen-komponen yang terdapat dalam makanan (Skandamis et al., 2001).

(40)

2.7.1. Pengaruh Antioksidan terhadap Oksidasi

Antioksidan dapat menghambat atau memperlambat oksidasi dalam dua cara: baik dengan peredaman radikal bebas, dalam hal ini senyawa tersebut digambarkan sebagai antioksidan primer, atau dengan mekanisme yang tidak melibatkan peredaman radikal bebas langsung, dalam hal ini senyawa tersebut adalah antioksidan sekunder. Antioksidan primer termasuk senyawa fenolik. Komponen ini diasumsikan selama periode induksi. Antioksidan sekunder beroperasi dengan berbagai mekanisme termasuk mengikat ion logam, peredaman oksigen, mengubah hidroperoksida untuk spesi non-radikal menyerap radiasi UV atau menonaktifkan oksigen singlet (Pokorny, 2001).

2.7.2. Pengukuran Aktivitas Antioksidan dengan DPPH Radikal Bebas

Peredaman radikal merupakan suatu mekanisme utama dari antioksidan yang berperan dalam makanan. Beberapa metode yang telah dikembangkan dalam perhitungan nilai aktivitas antioksidan oleh peredaman radikal sintetis dalam pelarut organik polar, pada suhu kamar. Yang dipergunakan yakni radikal 2,2 diphenyl-1-picrylhydrazyl/ DPPH dan 2,2’-azino-bis (3-ethylbenzothiazoline-6-sulphonic acid)/ ABTS.

Dalam pengujian DPPH, peredaman radikal-radikal DPPH diikuti dengan memantau penurunan absorbansi yang disebabkan karena reduksi oleh antioksidan (AH) atau reaksi dengan spesi radikal (R●).

DPPH• + AH DPPH-H + A•

DPPH•+ R• DPPH-R

Reaksi cepat terjadi pada radikal DPPH dengan beberapa senyawa fenolik, tetapi reaksi selanjutnya lambat yang disebabkan terjadinya penurunan absorbansi. Oleh karena itu, keadaan dasar tidak akan tercapai untuk beberapa jam. Kebanyakan dokumentasi untuk penggunaan metode DPPH adalah peredaman 15 atau 30 menit waktu reaksi. Hasil yang dituliskan berupa IC50, yang merupakan suatu konsentrasi sampel antioksidan yang diuji

(41)

Senyawa polisakarida yang telah diuji antioksidannya oleh peneliti sebelumnya yaitu galaktomanan dari biji aren kolang-kaling (Arenga pinnata) melalui peredaman radikal bebas dengan nilai IC50 adalah 22,109 mg/mL (Tarigan, 2012).

2.8. Ekstraksi Lipida

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ekstraksi ini bermacam-macam, yaitu rendering (dry rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent extraction (Ketaren, 1985).

Lipida dalam hal sifat terkait dengan molekul lain melaui: (a) interaksi Van der Waals

Contoh : interaksi beberapa lipida dengan protein (b) ikatan elektrostatis dan hiderogen

Terutama antara lipida dengan protein

(c) ikatan kovalen antara lipida, karbohidrat dengan protein

Karena itu, untuk memisahkan dan mengisolasi lipida dari matriks seluler yang kompleks, penanganan secara kimia dan fisis yang berbeda harus diberikan. Ketidaklarutan dalam air secara umum digunakan untuk pemisahan lipida dari komponen lainnya. Ekstraksi lengkap mungkin memerlukan waktu ekstraksi yang lama atau seri atau kombinasi pelarut sehingga lipida dapat dilarutkan dari matriks. Perosedur dalam ekstraksi lipida dari jaringan hewan atau tumbuhan biasanya meliputi beberapa langkah :

(a) penyediaan sampel, yang meliputi: pengerinagan , pengecilan ukuran atau hidrolisis (b) homogenisasi jaringan dengan adanya pelarut

(c) pemisahan cairan (organik dan larutan) dan fase padat (d) penghilangan kontaminasi non-lipida

(e) penghilangan pelarut dengan pengeringan dari ekstrak

(42)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Alat-alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Gelas Erlenmeyer 1000 mL Pyrex

Gelas Erlenmeyer 2000 mL Pyrex

Labu alas 1000 mL Pyrex

Gelas ukur 250 mL Pyrex

Gelas ukur 10 mL Pyrex

Labu takar 100 mL Pyrex

Labu takar 50 mL Pyrex

Labu takar 500 mL Pyrex

Beaker glass 500 mL Pyrex

Corong Pisah 500 mL Pyrex

Labu Rotarievaporator 500 mL Pyrex

Blender National Super

Botol Akuades

Kondensor bola Pyrex

Kondensor Biasa Pyrex

Alat vakum Fison

Statif dan Klem

Neraca analitis Shimadzu

Hotplate stirer Fisons

Spektrofotometer FT-IR Shimadzu

Rotarievaporator Heidolph

(43)

Termometer 210oC Fisons

Corong Pyrex

Alat soklet Pyrex

Spatula

Tabung reaksi Pyrex

Pipet tetes Desikator Teflon

Alat Sentrifugasi Open Blower

Plat Kaca 13×13 cm

Pipet volume 1 mL pyrex

3.2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Rimpang Jahe

Etanol p.a E’merck

N-heksan p.a E’merck

Kolang-kaling

Natrium Sulfat Anhidrous Akuades

Monogliserololeat Gliserol

Isopropanol

Asam asetat glasial Kloroform

KI jenuh

Na2S2O3 0,0036N

(44)

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan Metode Hidrodestilasi Menggunakan Alat Stahl

Sebanyak 750 gram rimpang jahe dimasukkan kedalam labu destilasi 1000 ml ditambahkan air suling sebanyak 200 ml, dipasang pada alat stahl. Kemudian dipanaskan selama 5 jam. Destilat yang diperoleh merupakan campuran minyak atsiri rimpang jahe dan air, dipisahkan kemudian pada minyak atsiri jahe ditambahkan Na2SO4 anhidrat. Minyak atsiri rimpang jahe

(ekstrak 1) yang diperoleh disimpan pada suhu 4oC hingga penggunaan selanjutnya kemudian dianalisis komponen kimianya dengan GC-MS.

3.3.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe Kering (Ekstrak 2)

Ampas rimpang jahe dikeringkan pada oven Blower dengan suhu 35oC selama 2 hari. Sebanyak 25 gram ampas rimpang jahe kering diblender hingga halus sehingga dihasilkan serbuk ampas jahe kering, kemudian di sokletasi dengan 150 mL pelarut etanol 96% selama 5 jam. Setelah itu, dilakukan perulangan soklet selama 3 jam kembali dengan 125 mL etanol 96%. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan alat rotarievaporator dan dikeringkan pada oven blower dengan suhu 35o C sampai diperoleh ekstrak pekat kering (ekstrak 2).

3.3.3. Uji Sifat Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 (Ramawasmy, 2011) 3.3.3.1. Pembuatan Larutan DPPH

(45)

3.3.3.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Ekstrak 1 dibuat larutan induk 1000 ppm : dengan melarutkan 0,025 g dengan pelarut etanol dalam labu takar 25 mL. Kemudian dari larutan induk dibuat lagi variasi konsentrasi larutan 25, 50, 125, 250 ppm untuk diuji aktivitas antioksidannya. Dilakukan perlakuan yang sama untuk membuat variasi ekstrak 2.

3.3.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan a. Uji Larutan Blanko

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 mL etanol, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum = 518 nm.

b. Uji Sampel

Sebanyak 1 mL larutan DPPH 0,3 mM ditambahkan 2,5 mL sampel, dihomogenkan dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap. Setelah itu, diukur absorbansi dengan panjang gelombang maksimum = 518 nm.

(sampel yang dipakai : ekstrak 1 dan ekstrak 2).

3.3.4. Pembuatan Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstark 1 dan Ekstrak 2

(46)

3.3.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

3.3.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila

Sebanyak 400 gram daging ikan Nila dibersihkan dan dipotong kecil-kecil, lalu dihaluskan, kemudian dipisahkan menjadi 4 bagian sampel, sampel yang pertama sebanyak 100 gram daging ikan nila kondisi segar tanpa penyimpanan (S1), sampel yang kedua sebanyak 100

gram daging ikan nila disimpan selama 5 hari pada suhu penyimpanan 4oC (S2), sampel

ketiga sebanyak 100 gram daging ikan nila dilapisi dengan edible film galaktomanan yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu ± 4oC (S3) dan

sampel keempat sebanyak 100 gram daging ikan nila dilapisi dengan edible film yang diinkorporasi dengan ekstrak 2 kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu ± 4oC (S4),

kemudian dilakukan ekstraksi lipida.

3.3.5.2. Ekstraksi Minyak Sampel Daging Ikan Nila (Hara, 1978)

Sebanyak 100 gram sampel daging ikan nila yang telah dipreparasi (S1) diblender dengan

penambahan 400 mL heksana : isopropanol (3:2). Campuran diblender selama 2 menit. Kemudian suspensi difiltrasi dengan penyaring Buchner hingga residu menjadi kering. Residu kembali diblender dengan 180 mL heksana : isopropanol (3:2) selama 1 menit, disaring dan residu yang diperoleh dicuci lagi dengan 150 mL heksana : isopropanol (3:2), disaring. Filtrat hasil ekstraksi dikumpulkan pada corong pisah. Kemudian dicampurkan dengan penambahan 80 mL larutan Na2SO4 6,67% dan dihomogenkan selama 1 menit,

didiamkan dan dipisahkan. Lapisan atas ditambahkan dengan 5 gram Na2SO4 anhidrous,

disaring dan dipekatkan dengan menggunakan alat rotarievaporator. Ditimbang minyak yang diperoleh.

Dengan prosedur yang sama seperti diatas dilakukan untuk sampel “S2, S3, dan S4”.

Kemudian minyak yang diperoleh dari hasil ekstraksi sampel “S1” dilakukan uji GC

sedangkan yang diperoleh dari hasil ekstraksi “S2, S3, dan S4” dianalisis dengan

(47)

3.3.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida

Sebanyak 0,5 gram sampel minyak ikan (hasil ekstraksi dari sampel daging ikan nila S1, S2,

S3, dan S4) dimasukkan kedalam Erlenmeyer 250 mL. Kemudian ditambahkan 30 mL

campuran larutan asam asetat glasial-kloroform dengan perbandingan (3:2). Setelah itu, ditambahkan 0,5 mL larutan KI jenuh, ditutup dan dikocok selama ± 2 menit. Kemudian ditambahkan 30 mL air suling dan dilakukan titrasi dengan Na2S2O3 0,0036N hingga larutan

kuning pucat, ditambahkan 1 mL indikator amilum 1% yang kemudian dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,0036N sampai warna yang terbentuk hilang, dihitung dan dicatat volume

(48)

3.4. Bagan Penelitian

3.4.1. Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe (Ekstrak 1) dengan Metode Hidrodestilasi Menggunakan Alat Stahl

750 gram rimpang jahe yang telah dirajang

Dimasukkan ke dalam labu destilasi 1000 mL

Ditambahkan 200 mL air suling Dirangkai pada alat sthal Dipanaskan selama 5 jam

Minyak atsiri rimpang jahe

Dimasukkan ke dalam botol vial

Ditambahkan Na2SO4

anhidrous Didekantasi

Ditimbang Ditutup rapat dan disimpan dalam lemari pendingin

Diinkorporasi pada galaktomanan Destilat

Residu (ampas) rimpang jahe + Air

(49)

3.4.2. Pembuatan Ekstrak Etanol Ampas Rimpang Jahe (Ekstrak 2)

ampas rimpang jahe basah

Dikeringkan pada oven blower pada suhu 35oC selama 2 hari serbuk ampas jahe kering

Disokletasi dengan menggunakan 150 mL pelarut etanol 96% selama 5 jam

Filtrat II

Dirotarievaporator

ekstrak etanol rimpang jahe kering (ekstrak 2)

Ditimbang

Diinkorporasi pada galaktomanan

Diblender halus sebanyak 25 gram

filtrat 1 residu 1

Disoklet kembali dengan 125 mL etanol

96% selama 3 jam

residu II

(50)

3.4.3. Uji Sifat Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 3.4.3.1. Pembuatan Larutan DPPH

11,85 mg serbuk DPPH

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

ditambahkan etanol p.a hingga garis batas

dihomogenkan

(51)

3.4.3.2. Pembuatan Variasi Konsentrasi Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

0,025 gram sampel

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL

ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda

dihomogenkan

25 mL larutan induk 1000 ppm

dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

ditambahkan dengan pelarut ( yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda

dihomogenkan

100 mL larutan 250 ppm

dibuat variasi 125 ppm dan 50 ppm

dipipet 5 mL dengan pipet volum

dimasukkan ke dalam labu takar 25 mL

ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda

dihomogenkan

25 mL larutan 50 ppm dipipet 12,5 dengan pipet volum

dimasukkan kedalam labu takar 25 mL ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel) hingga garis tanda dihomogenkan

25 mL larutan 125 ppm

dipipet 5 mL dengan pipet volum dimasukkan kedalam labu takar 25 mL

ditambahkan dengan pelarut (yang sesuai dengan sampel)hingga garis tanda

dihomogenkan

(52)

3.4.3.3. Uji Aktivitas Antioksidan (Ramawasmy, 2011)

a. Uji Larutan Blanko

1 mL larutan DPPH 0,3 mM

dimasukkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 mL etanol p.a dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum = 518 nm

Hasil

b. Uji Sampel

1 mL DPPH 0,3 mM

ditambahkan ke dalam tabung reaksi ditambahkan 2,5 mL sampel

dihomogenkan

dibiarkan selama 30 menit pada ruang gelap

diukur absorbansi pada panjang gelombang maksimum = 518 nm

(53)

3.4.4. Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

0,9 gram galaktomanan

Dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL

Dilarutkan dengan 50 akuades dalam 100 mL larutan Ditambahkan 0,5 gram ekstrak 1

Ditambahkan 0,6 gram monogliserololeat Ditambahkan 0,2 gram gliserol

Diaduk selama 2 jam dengan magnetik stirer

Dituangkan sebanyak 75 mL ke plat kaca berukuran 13 x 13 cm Dikeringkan pada oven blower selama 20 jam pada suhu 35oC

Edible Film

(54)

3.4.5. Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila (Oroechromis Niloticus)

3.4.5.1. Penyiapan Sampel Daging Ikan Nila

400 g daging ikan nila dibersihkan dipotong kecil-kecil dihaluskan

dipisahkan menjadi 4 bagian sampel

100 g daging ikan nila

sampel S1

100 g daging ikan nila 100 g daging ikan nila 100 g daging ikan nila

galaktomanan

(55)

sampel S1

ditambahkan 400 ml n-heksana : isopropanol (3:2) diblender selama 2 menit

larutan suspensi

disaring dengan corong Buchner

residu I

ditambahkan 180 ml n-heksana : isopropanol (3:2) selama 1 menit

disaring dengan corong Buchner

residu II

dicuci dengan 150 ml n-heksana: isopropanol (3:2) selama 1 menit

disaring dengan corong Buchner

filtrat I

filtrat II

filtrat bening kekuningan

(56)

filtrat bening kekuningan

dimasukkan kedalam corong pisah

ditambahkan dengan 80 mL larutan Na2SO4 6,67%

dihomogenkan selama 1 menit didiamkan

dipisahkan

lapisan bawah

(bening) lapisan tengah(bening keruh)

dipindahkan kedalam Erlenmeyer

ditambahkan 5 gram Na2SO4 anhidrous

disaring

residu filtrat bening kekuningan

dipekatkan dengan alat rotarievaporator

ditimbang

minyak ikan lapisan atas

(bening kekuningan)

Dengan prosedur yang sama dilakukan untuk sampel "S2, S3, dan S4

Minyak hasil ekstraksi dari sampel S1 dilakukan analisa GC

(57)

3.4.5.3. Penentuan Bilangan Peroksida

0,5 gram minyak sampel S2

dimasukkan kedalam Erlenmeyer

ditambahkan 30 mL asam asetat glasial : kloroform (3:2)

ditambahkan 0,5 KI jenuh ditutup

dikocok selama 2 menit

ditambahkan 30 mL aquadest

dititrasi dengan Na2S2O3 0.0036 N

larutan kuning pucat

ditambahkan 1 mL indikator amilum 1 % dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,0036 N

larutan bening

dicatat volume Na2S2O3 0,0036 N yang terpakai

dihitung bilangan peroksida

Hasil

(58)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1. Hasil Isolasi Minyak Atsiri Rimpang Jahe Segar (Ekstrak 1)

Minyak atsiri jahe segar (ekstrak 1) diperoleh dengan metode hidrodestilasi menggunakan alat stahl. Proses ini dilakukan secara triplo. Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Minyak Atsiri Jahe Segar yang Diperoleh dengan Metode Hidrodestilasi

Parameter

Hasil Destilasi

Rata-rata

I II III

Berat minyak (g) Kadar minyak (%)

0,74 0,097

0,75 0,1

0,71 0,095

0,73 0,097 Keterangan : berat sampel (jahe gajah segar) sebesar 750 gram

(59)

Hasil interpretasi menunjukkan komponen-komponen kimia senyawa atsiri utama (>3%) pada jahe segar seperti pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2. Komponen Senyawa Kimia Minyak Atsiri Jahe Segar (ekstrak 1)

Peak Waktu retensi Kandungan (%) Senyawa yang mungkin

27 17,952 20,21 Geranial

4.1.2. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering dengan Metode Sokletasi (Ekstrak 2)

Ampas jahe sisa hidrodestilasi dikeringkan dioven blower pada suhu 35oC selama 2 hari. Ampas jahe yang telah kering diekstraksi dengan etanol 96% sebanyak 150 mL dengan alat soklet, secara triplo. Ekstrak tersebut dipekatkan dengan alat rotarievaporator dan dikeringkan pada oven Blower dengan suhu 35oC sehingga diperoleh hasil dalam bentuk jeli yang berwarna cokelat dan dihitung persentasenya. Hasilnya ditunjukkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3. Hasil Ekstraksi Ampas Rimpang Jahe Kering (Ekstrak 2)

Parameter

Hasil Sokletasi

Rata-rata

I II III

Berat ekstrak kering (g) Kadar ekstrak kering (%)

(60)

4.1.3. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Uji aktivitas antioksidan ekstrak 1 dan ekstrak 2 dilakukan dengan metode DPPH radikal bebas untuk memperoleh nilai IC50, dengan mengamati perubahan absorbansi DPPH

menggunakan alat spekstrofotometer UV-Visible (Absorbansi yang diukur pada Lampiran 2) pada panjang gelombang maksimum 518 nm. Hasilnya ditunjukkan pada table 4.4.

Tabel 4.4. Hasil Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2.

Parameter

Sampel

Ekstrak I Ekstrak II

IC50 (μg/mL) 1.363, 298 1.124, 464

4.1.4. Hasil Pembuatan Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Hasil pembuatan edible film dari 0,9 g galaktomanan yang diinkorporasi dengan 0,5 g ekstrak 1, 0,6 g gliserol dan 0,2 g monogliserololeat ditunjukkan pada gambar berikut:

(61)

Hasil pembuatan edible film dari 0,9 g galaktomanan yang diinkorporasi dengan 0,5 g ekstrak 2, 0,6 g gliserol dan 0,2 g monogliserololeat di tunjukkan pada gambar berikut:

Gambar 4.2. Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 2

4.1.5. Hasil Aplikasi Edible Film Galaktomanan yang Diinkorporasi dengan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2 pada Daging Ikan Nila (Oreochromis Niloticus)

Ekstraksi minyak daging ikan nila dilakukan dengan metode Hara (Hara, 1978). Sebanyak 100 g daging ikan nila dilapisi dengan edible film yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 dan ekstrak 2, kemudian disimpan selama 5 hari pada suhu 4oC. Ekstraksi dilakukan menggunakan pelarut n-heksana : isopropanol (3 : 2). Hasilnya seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Hasil Ekstraksi Minyak dari Sampel Daging Ikan Nila

Parameter

Sampel Daging

S1 S2 S3 S4

Berat Minyak (g) Kadar Minyak (%)

3.674 0,037

3,866 0,039

3,756 0,038

(62)

S1 = Daging Ikan Nila Segar

S2 = Daging ikan nila (penyimpanan 5 hari pada suhu 4oC)

S3= Daging ikan nila dilapis edible film galaktomanan + ekstrak 1 (penyimpanan 5 hari pada

suhu 4oC)

S4= Daging ikan nila dilapis edible film galaktomanan + ekstrak 2 (penyimpanan 5 hari pada

suhu 4oC)

Minyak yang diperoleh dari ekstraksi sampel daging ikan nila yang dilapisi edible film yang diinkorporasi dengan ekstrak 1 dan ekstrak 2 maupun tanpa dilapisi edible film yang bersifat antioksidan “S2, S3, dan S4“ diuji bilangan peroksida dengan metode titrasi iodometri

(Tabel 4.6) dan FT-IR (Lampiran 5-7).

Tabel 4.6. Hasil Penentuan Bilangan Peroksida Minyak Sampel Daging Ikan Nila dengan Metode Iodometri

Parameter

Sampel

S2 S3 S4

Bilangan peroksida (meq/kg)

15,12 12,38 11,88

Berdasarkan analisis FT-IR pada sampel minyak dari S2, diperoleh puncak serapan

yang sekaligus menunjukkan %Transmitansi puncak. Adapun %Transmitansi untuk puncak gugus hidroperoksida (-OH) dari hasil ekstraksi minyak S2 adalah 94, 48. Sedangkan pada S3

dan S4 puncak serapan dan %Transmitansi (-OH) tidak muncul pada daerah bilangan

(63)

4.2. Pembahasan

4.2.1. Isolasi Minyak Atsiri Jahe Segar (Ekstrak 1)

Isolasi minyak atsiri jahe segar (ekstrak 1) dilakukan secara hidrodestilasi menggunakan alat stahl. Berat ekstrak 1 diperoleh sebanyak 0,73 g (0,097%). Ekstrak 1 yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisis dengan GC-MS yang disesuaikan dengan library wiley 229, maka diperoleh komponen utama dari ekstrak 1 (>3%) yaitu geranial (20,21%), 1,8 sineol (14,87%), neral (14,23%), kamfen (12,32%), beta-ocimene (4,26%), myrcene (3,21%), sedangkan zingiberen hanya (3,00%).

(64)

Berikut ini adalah pola fragmentasi yang mungkin dari beberapa senyawa antara lain: 1. Spektrum massa dari Geranial

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah disesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum geranial ditunjukkan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3. Spektrum Massa Geranial

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari senyawa geranial ditunjukkan pada Gambar 4.4.

CH2

(65)

2. Spektrum massa dari 1,8-sineol

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah di sesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum 1,8-sineol ditunjukkan pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5. Spektrum massa dari 1,8-sineol

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari 1,8-sineol ditunjukkan pada gambar 4.6.

(66)

3. Spektrum massa dari neral

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah di sesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum neral ditunjukkan pada Gambar 4.7.

Gambar 4.7. Spektrum Massa dari Neral

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari neral ditunjukkan pada gambar 4.8.

CH2 CH2

(67)

4. Spektrum massa dari kamfen

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah di sesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum kamfen ditunjjukkan pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Spektrum Massa dari Senyawa Kamfen

Adapun pola Fragmentasi yang mungkin dari kamfen ditunjukkan Gambar 4.10.

(68)

5. Spektrum massa dari beta ocimene

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah di sesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum beta ocimene ditunjukkan pada Gambar 4.11.

Gambar 4.11. Spektrum Massa dari Senyawa Beta Ocimene

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari beta ocimene ditunjukkan Gambar 4.12.

(69)

6. Spektrum massa dari beta myrcene

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah di sesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum beta myrcene ditunjukkan pada gambar 4.13.

Gambar. 4.13. Spektrum Massa dari Senyawa Beta Myrcene

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari beta myrcene ditunjukkan Gambar 4.14.

(70)

7. Spektrum massa dari Zingiberen

Berdasarkan hasil analisis dengan GC-MS yang telah di sesuaikan dengan Library Wiley 229, maka spektrum zingiberen ditunjukkan pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15. Spektrum Massa dari Senyawa Zingiberen

Adapun pola fragmentasi yang mungkin dari zingiberen ditunjukkan Gambar 4.18.

(71)

4.2.2. Aktivitas Antioksidan Ekstrak 1 dan Ekstrak 2

Aktivitas antioksidan minyak atsiri jahe segar (ekstrak 1) dan ekstrak 2 diuji dengan metode DPPH radikal bebas. Untuk memdapatkan IC50 dilakukan pengamatan terhadap perubahan

absorbansi DPPH dengan alat spektrofotometer UV-Visible pada panjang gelombang maksimum 518 nm (Ramawasmy, 2011).

Adapun reaksi utama peredaman radikal DPPH adalah sebagai berikut:

DPPH• + AH DPPH-H + A•

Pada uji DPPH, peredaman radikal DPPH diikuti dengan pemantauan penurunan oleh antioksidan AH atau reaksi dengan spesi radikal (R• ). DPPH sering dipakai karena menunjukkan suatu radikal yang stabil seperti berikut:

N N

Gambar 4.17. Kestabilan radikal bebas DPPH

Dari hasil analisis dengan UV-Visible diperoleh absorbansi dari masing-masing ekstrak, dimana dengan persamaan Least square akan diperoleh nilai IC50 ekstrak 1 sebesar 1.363,29 μg/mL dan ekstrak 2 sebesar 1.124,46 μg/mL . Bila dibandingkan dengan hasil

penelitian sebelumnya yaitu dengan bahan jahe gajah segar menunjukkan bahwa IC50 minyak

atsiri sebesar 1.218,70 μg/mL dan untuk ekstrak etanol ampas jahe kering sebesar 1.107,70

μg/mL (Tantono, 2012).

Gambar

Gambar 2.1. Struktur Galaktomanan
Gambar 2.3. Struktur Senyawa yang Bersifat Antimikroba pada Jahe
Gambar 2.4. Mekanisme Autoksidasi Lipida
Gambar 2.5. Pembentukkan 13-hidroperoksida dari asam Linoleat (Senyawa 9-
+7

Referensi

Dokumen terkait

“PPP adalah Praktik yang dilakukan mahasiswa di sekolah untuk mengajar dikelas agar ketika menjadi guru mengetahui dalam hal – hal yang berkaitan dengan

Dan bagaimana pengaruh curiosity (rasa ingin tahu) dan pemanfaatan teknologi siswa dapat mempengaruhi tingkat optimisme mereka dalam menghadapi tantangan di masa yang

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah dan tenaga kerja terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lampung Tengah.. Penelitian ini menggunakan

Prinsip-prinsip dasar itu di temukan oleh para pendiri bangsa tersebut yang diangkat dari filsafat hidup dan pandangan hidup bangsa indonesia,

Dari paparan diatas dapat disimpulkan kreativitas yang guru fiqih lakukan agar peserta didik aktif dalam metode tanya jawab yaitu guru merangsang dengan

Maka upaya dan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi peredaran kosmetik mengandung bahan berbahaya ini adalah dengan melakukan sosialisasi dalam bentuk penyuluhan

Simpulan dari penelitian ini pada editing cross cutting yang diterapkan pada film Cek Toko Sebelah menciptakan ketegangan dalam alur cerita serta untuk membangun

Allhamdulilah puji dan sukur saya panjatkan kepada kehadirat ALLAH SWT, karena atas berkat dan rahmat serta hidayahn-Nya lah, penulis dapat menyelesaikan