PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU
DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI
PADA ANAK SEKOLAH DASAR
T E S I S
TENGKU MIRDA ZULAICHA
047103009/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH SUPLEMENTASI BESI SEKALI SEMINGGU
DAN SEKALI SEHARI TERHADAP STATUS GIZI
PADA ANAK SEKOLAH DASAR
T E S I S
Untuk memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinik (Anak)
Dalam Program Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi Kesehatan Anak
Pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
TENGKU MIRDA ZULAICHA
047103009/IKA
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK-SPESIALIS ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : Pengaruh Suplementasi Besi
Sekali Seminggu dan Sekali Sehari
Terhadap Status Gizi pada Anak
Sekolah Dasar
Nama Mahasiswa : Tengku Mirda Zulaicha
Nomor Induk Mahasiswa : 047103009
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik
Konsentrasi : Kesehatan Anak
Menyetujui Komisi Pembimbing:
(Dr.Hj.Tiangsa Sembiring, SpA(K)) KETUA
(Dr. Johannes H.Saing, SpA) ANGGOTA
Ketua Program Studi, Ketua TKP PPDS,
(Prof. Dr. H. Munar Lubis, SpA(K)) (Dr. H. Zainuddin Amir, SpP(K))
Telah diuji pada
Tanggal: 11 November 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua: Dr. Hj. Tiangsa Sembiring, SpA(K) ………
Anggota:
1. Dr. Johannes H.Saing, SpA ………
2. Prof. Dr. Darwin Dalimunthe, PhD ………
3. Prof. Dr. Hj. Rafita Ramayati, SpA(K) ………
UCAPAN TERIMA KASIH
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya karena dengan izin dan ridhoNya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini disusun untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir pendidikan keahlian Ilmu Kesehatan Anak di FK-USU / RSUP H. Adam Malik Medan.
Penulis menyadari penelitian dan penulisan tesis ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan, oleh sebab itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan masukan yang berharga dari semua pihak di masa yang akan datang.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Pembimbing utama Dr.Hj.Tiangsa Sembiring, SpA(K), Dr. Johannes H.Saing,SpA yang telah memberikan bimbingan, bantuan serta saran-saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
2. Prof.Dr.H.Munar Lubis, SpA(K), selaku Ketua Program Pendidikan Dokter Spesialis Anak FK- USU yang telah banyak membimbing dan membantu penulis selama mengikuti pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
3. Prof.Dr.H.Guslihan Dasa Tjipta,SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2003-2007 dan Dr.H.Ridwan M.Daulay,SpA(K), selaku Ketua Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan periode 2008-2010, yang telah memberikan bantuan dalam penelitian dan penyelesaian tesis ini.
4. Prof.Dr.H.Iskandar Z. Lubis, SpA(K) dan Dr.Muhammad Ali,SpA(K) yang telah banyak membantu dalam koreksi dan penyempurnaan tesis ini.
5. Pembimbing lainnya, Dr.Hj.Ani Ariani, SpA(K), Prof.Dr.Hj.Bidasari Lubis,SpA(K) dan Dr.Yazid Dimyati,SpA yang telah memberikan kesempatan, bantuan dan saran yang sangat berharga dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian tesis ini.
sumbangan pikiran dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini.
7. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. H. Chairuddin P Lubis, DTM&H, SpA(K) dan Dekan FK-USU yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti program pendidikan Dokter Spesialis Anak di FK- USU.
8. Pimpinan beserta karyawan PTPN III dan Rumah Sakit PTPN III Aek Nabara yang telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dipergunakan dalam penelitian ini.
9. Para Kepala Sekolah Dasar di kawasan Aek Nabara Utara atas partisipasi dan dukungannya dalam pelaksanaan penelitian ini.
10. Teman-teman seangkatan: Dina, Rina, Nora, Leon, Beby, Natasha, Zulkarnain, Nancy dan Nur Iman atas kebersamaan, dukungan, semangat dan menjadi teman terbaik untuk penulis selama mengikuti pendidikan dan penelitian.
11. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dalam terlaksananya penelitian serta penulisan tesis ini.
Terima kasih yang tak terhingga pada suami tercinta, Baihaqki, SKM yang selama ini dengan doa, kasih sayang, kesabaran, dorongan dan pengertiannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini. Kepada orang tua tercinta, H.T.Mirza Aminullah dan Hj. Shalfachrida Harahap, serta mertua, (almarhum) Ruskam dan Hj.Ruslina, adik-adik, abang dan kakak ipar serta keponakan yang selalu mendoakan, memberikan dorongan, bantuan moril dan materil selama penulis mengikuti pendidikan ini. Semoga budi baik yang telah diberikan mendapat imbalan dari Allah SWT.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Medan, 5 November 2008
3.9. Identifikasi Variabel 23
3.10. Definisi Operasional 23
3.11. Pengolahan dan Analisis Data 24
BAB 4. HASIL 25
BAB 5. PEMBAHASAN 30
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 41
6.2. Saran 41
Ringkasan 42
Daftar Pustaka 48
Lampiran 1. Lembar Penjelasan 54
2. Surat Pernyataan Kesediaan 56
3. Lembar Kuesioner 57
4. Lembar Daftar Makanan 59
5. Persetujuan Komite Etik 60
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kadar besi pada jenis makanan 6
Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi
di saluran pencernaan 7
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian 26
Tabel 4.2. Status gizi dan kadar Hb sebelum suplementasi besi 27
Tabel 4.3. Gambaran rerata kadar Hb pada kedua kelompok
berdasarkan jenis kelamin 28
Tabel 4.4. Status gizi dan kadar Hb setelah suplementasi besi 28
Tabel 4.5. Status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Absorbsi besi di usus halus 8
Gambar 2.2 Distribusi besi dalam tubuh 10
Gambar 2.3 Kerangka konseptual 16
Gambar 3.1 Alur penelitian 20
Gambar 4.1. Profil penelitian 25
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
DMT1 : Divalent Metal Transporter 1
Fe : ferrum
Hb : hemoglobin
HCP1 : Heme Carrier Protein 1
IL-1 : Interleukin 1
MCHC : Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration
NCHS : National Center for Health Statistics
RDA : Recommended Daily Allowance
SKRT : Survei Kesehatan Rumah Tangga
SD : Standar Deviasi
TB : Tinggi badan
WHO : World Health Organization
cm : centimeter
d : Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna
g : gram
Sd : Simpang baku dari rerata selisih
ABSTRAK
Latar belakang. Pengaruh suplementasi besi untuk meningkatkan berat badan dan tinggi badan anak telah banyak diteliti sebelumnya bahwa suplementasi besi memberi konstribusi dalam pertumbuhan dan mencegah anemia defisiensi besi (Adebe). Namun sampai saat ini masih terdapat beberapa kontroversi tentang cara pemberian suplementasi besi tersebut, mingguan atau harian.
Tujuan. Membandingkan pengaruh suplementasi besi sekali seminggu dan sekali sehari terhadap status gizi pada anak yang tidak menderita anemia.
Metode. Suatu penelitian dengan uji klinis acak tersamar tunggal dilakukan di Aek Nabara Utara, kabupaten Bilah Hulu, Sumatera Utara pada November 2006 sampai April 2007. Anak yang tidak menderita anemia didiagnosis jika kadar Hb > 12 g/dl. Murid sekolah dasar dipilih secara acak dan dibagi menjadi 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali seminggu dengan dosis Ferrum (Fe) 40-60 mg/minggu dan kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali sehari dengan dosis Fe 20-30 mg/hari selama 16 minggu. Status gizi dievaluasi dengan pengukuran antropometri sebelum dan sesudah intervensi.
Hasil. Seratus anak yang tidak menderita anemia diikutsertakan dalam penelitian ini. Rerata z-score berat badan/usia sesudah intervensi pada kelompok sekali seminggu dan setiap hari adalah -1,83 (SD 1,02) dan -1,17 (SD 1,08) (P = 0,002). Peningkatan z-score berat badan/tinggi badan sesudah intervensi pada kedua kelompok adalah -0,83 (SD 1,08) (P = 0,0001) menjadi -0,30 (SD 1,08) dan -0,40 (SD 1,26) menjadi -0,09 (SD 1,25) (P = 0,0001).
Kesimpulan. Suplementasi besi sekali seminggu dan setiap hari sama-sama dapat meningkatkan berat badan dan perubahan status nutrisi. Suplementasi besi sekali seminggu untuk meningkatkan berat badan dan status gizi perlu dipertimbangkan.
ABSTRACT
Background. The effects of iron to gain body weight and height in children have been investigated can improve growth and prevent iron deficiency anemia (IDA). There are some controversions of giving iron supplementation, weekly or daily.
Objective. To compare the effects of once weekly and once daily iron supplementation on nutritional status in non anemia children.
Methods. A single blind randomized controlled trial study was conducted at North Aek Nabara, Bilah Hulu district, North Sumatera Province on November 2006 until April 2007. Nonanemic children were diagnosed if Hb > 12 g/dl. Elementary school children were randomly assigned to a once weekly supplementation group with 40-60 mg Fe/week and once daily supplementation group with 20-30 mg Fe/day for 16 weeks. The nutritional status was evaluated with antropometric assessment before and after intervention.
Results. There were 100 nonanemic children recruited in this study. Mean of weight-for-age z score after intervention of once weekly group and daily group were -1,83 (SD 1,02) and -1,17 (SD 1,08) (P = 0,002). Increase of weight-for-height z-score after supplementation in both groups were -0,83 (SD 1,08) (P = 0,0001) to -0,30 (SD 1,08) and -0,40 (SD 1,26) to -0,09(SD 1,25) (P = 0,0001).
Conclusion. Weekly and daily iron supplementation will increase weight and changes nutritional status equally. Considering of giving weekly iron supplementation to gain weight and nutritional status needed.
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang
Besi merupakan mineral yang penting bagi tubuh manusia. Walau hanya
diperlukan dalam jumlah sedikit oleh tubuh, namun peran besi untuk
pertumbuhan sangat penting. Defisiensi besi merupakan defisiensi
mikronutrien terbanyak di dunia, yang ditemukan pada kurang lebih 4
sampai 5 milyar manusia di seluruh dunia dan 90% terjadi di negara
sedang berkembang.1 Anemia Defisiensi Besi (Adebe) adalah masalah
utama di negara sedang berkembang. Hal ini terjadi oleh karena masukan
zat besi melalui makanan sehari-hari tidak mencukupi kebutuhan fisiologis
atau menderita infeksi kronis yang menyebabkan pertumbuhan otak tidak
optimal, pertumbuhan fisik yang lemah, daya tahan terhadap infeksi
menurun dan penurunan kemampuan kognitif.2 Prevalensi Adebe di
Amerika Serikat tahun 1999-2000 pada anak kelompok usia 1 sampai 2
tahun 7%, 3 sampai 5 tahun 5% dan 6 sampai 11 tahun 4%.3 Studi yang
dilakukan di Indonesia pada tahun 1997 menunjukkan prevalensi Adebe
pada masyarakat status ekonomi rendah di Indonesia pada kelompok
usia bayi usia 6 bulan sampai anak usia 5 tahun adalah 24% sampai 85%
dan kelompok anak usia 5 sampai 14 tahun adalah 20% sampai 67%.4
anemia pada bayi dan anak yang dikaji oleh Survei Kesehatan Rumah
Tangga (SKRT) tahun 2001 pada kelompok umur < 6 bulan 61,3%, bayi 6
sampai 11 bulan 64,8%, anak usia 12 sampai 23 bulan 58%, anak usia 0
sampai 4 tahun 48,1% dan anak usia 5 sampai 14 tahun berkisar 48%
sampai 57%.5
Pemberian suplemen besi adalah usaha yang paling sering
digunakan untuk mencegah Adebe terutama pada bayi dan anak. Hal ini
penting diketahui bahwa banyak penelitian yang relevan dilakukan untuk
melihat efek yang potensial dalam mengobati dan mencegah Adebe pada
balita, anak maupun orang dewasa.6 Beberapa penelitian memperlihatkan
hasil bahwa pemberian suplemen besi selama 12 bulan pada bayi
memberikan efek pertumbuhan dan perkembangan psikomotor.
Penelitian di Jawa Tengah mendapatkan hasil bahwa efek pemberian
suplemen besi dan zinkum selama 6 bulan membantu pertumbuhan dan
perkembangan psikomotor pada bayi.7 Penelitian lain melaporkan efek
pemberian suplemen besi digabung dengan kombinasi mineral lainnya
dapat mencegah gagal tumbuh, anemia dan defisiensi mikronutrien pada
bayi di Vietnam, Peru, Indonesia, Jerman dan Amerika.8 Penelitian di
Semarang melaporkan adanya perbaikan yang signifikan terhadap status
hematologi, kecepatan tumbuh dan morbiditas pada 119 anak usia 8
sampai 13 tahun yang diberikan suplemen besi tunggal selama 12
Cara pemberian suplemen besi harian banyak didiskusikan di negara
sedang berkembang. Beberapa penelitian didapati adanya kontroversi
tentang pemberian suplemen besi yang lebih baik, apakah harian atau
mingguan serta berapa lama dikonsumsi agar didapati absorbsi besi
dalam tubuh yang potensial, mengurangi efek samping dan efisien dalam
hal biaya tetapi memberikan hasil yang baik.6 Penelitian di Thailand
mendapatkan hasil bahwa pemberian suplemen besi sekali seminggu
selama 16 minggu memberikan efek penambahan tinggi badan pada
anak prasekolah yang menderita anemia dibandingkan dengan
pemberian suplemen besi harian.10 Penelitian di Vietnam melaporkan
pemberian suplemen besi harian dan mingguan selama 12 minggu
sama-sama berpengaruh terhadap peningkatan kadar hemoglobin dan
pertumbuhan pada anak gizi kurang yang menderita anemia ringan dan
yang tidak menderita anemia pada usia 6 bulan sampai 2 tahun.11
Penelitian di Kenya melaporkan bahwa pemberian suplemen besi harian
lebih efektif dibandingkan mingguan selama 12 minggu khususnya status
hematologi pada anak prasekolah yang menderita anemia ringan dan
yang tidak menderita anemia.12
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka diperlukan
sekolah dasar yang mendapat suplemen besi sekali sehari dan sekali
seminggu?
1.3. Hipotesis
Pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari memberikan
pengaruh yang sama terhadap peningkatan status gizi pada anak sekolah
dasar.
1.4.Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan status gizi setelah
pemberian suplemen besi sekali seminggu dengan sekali sehari pada
anak sekolah dasar.
1.5.Manfaat penelitian
Untuk mengetahui perbedaan status gizi setelah pemberian suplemen
besi sekali seminggu dan sekali sehari pada anak yang tidak menderita
anemia. Mendapatkan gambaran status gizi anak SD dan faktor yang
berhubungan dengan status gizi sehingga berguna dalam upaya
pencegahan serta penanggulangan gangguan gizi yang terjadi. Dapat
dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk menunjang program
BAB 2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Metabolisme Zat Besi
Besi adalah elemen yang sangat penting , merupakan komponen Hb yang
berguna untuk transportasi oksigen ke jaringan. Besi bersama dengan
protein (globin) dan protoporfirin berperan dalam pembentukan Hb.13
Besi merupakan nutrisi mikro yang paling penting bagi tubuh. Total
kadar besi tubuh dewasa 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram, kira-kira 67%
sebagai pembawa oksigen (hemoglobin), 3% terdapat pada mioglobin,
30% pada ferritin dan hemosiderin, 0,07% sebagai besi transferin dan
0,2% sebagai hem enzim. Bayi baru lahir mengandung besi 0,5 gram.14
Absorbsi besi memegang peranan penting pada regulasi
homeotasis besi. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah besi yang
diabsorbsi dari makanan, yaitu jumlah total besi dari makanan,
bioavaibilitas besi dan kontrol absorbsi besi pada sel mukosa usus. Besi
kemudian didistribusikan ke seluruh organ tubuh.15
2.1.1. Jumlah Total Besi dalam Makanan
Jumlah total besi menentukan jumlah besi yang diabsorbsi di usus.
Semakin banyak jumlah zat besi dalam suatu makanan, maka zat besi
yang diabsorbsi akan bertambah banyak. Pada Adebe jumlah besi yang
diabsorbsi dapat meningkat maksimal sampai 3,5 mg/hari.15 Kadar besi
pada setiap jenis makanan berbeda-beda seperti tertera pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Kadar besi pada jenis makanan15
Jenis makanan Jumlah besi/100 g Persentase absorbsi (%)
Tepung beras 0,9 1
Roti 2,0 5
Tepung gandum 2,3 5
Minyak ikan 0,9 10
Ikan makarel 1,0 10
Ikan sarden 1,5 10
Kerang 7,1 10
Daging sapi 2,4 >10
Daging ayam 3,0 >10
Daging babi 3,0 >10
Daging sapi (ginjal) 6,5 >10
Daging sapi (hati) 12,1 >10
2.1.2. Bioavaibilitas Besi
Ada 2 bentuk besi dalam usus, yaitu dalam bentuk non hem (sekitar 90%
dari makanan). Besi non hem dalam bentuk garam ferri yang tidak terlarut.
Agar dapat diabsorbsi, bentuk garam ferri ini diubah menjadi bentuk ferro
sehingga dapat berikatan dengan protein transpor dalam usus halus yaitu
apotransferin, kemudian membentuk transferin serum. Bentuk yang kedua
yaitu bentuk hem (sekitar 10% dari makanan). Besi hem dapat langsung
diabsorbsi oleh reseptor khusus pada membran mukosa usus halus tanpa
memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung ataupun zat
Bioavaibilitas besi dipengaruhi oleh komposisi zat gizi dalam
makanan. Beberapa jenis makanan terdapat kandungan yang dapat
meningkatkan absorbsi besi dan menghambat absorbsi besi seperti yang
tertera pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Faktor yang mempengaruhi absorbsi besi di saluran pencernaan15-17
Meningkatkan absorbsi Menghambat absorbsi
Vitamin C (buah dan sayur) Asam hidroklorida
Gula
Asam amino (daging, hati, ikan) Bahan yang difermentasi (kedelai)
Mukosa usus memegang kontrol utama pada proses absorbsi besi. Besi
hem di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh asam lambung
dan enzim proteosa. Kemudian besi hem mengalami oksidasi menjadi
hemin yang akan masuk ke dalam sel mukosa apikal dari enterosit dan
memasuki sel dengan utuh. Besi hem diangkut oleh alat transpor heme carrier protein 1 (HCP1). HCP1 adalah membran protein dalam usus bagian proximal, tempat terbesar di mana besi diabsorbsi. Adanya HCP1
pada sel mengaktifkan pengambilan hem dalam bentuk besi protoporfirin
dan zink protoporfirin. Kemudian besi hem akan dipecah oleh enzim
duodenum. Ion feri bebas ini akan bergabung dalam jalur intraselular
sebagai besi inorganik yang kemudian diangkut ke peredaran darah oleh
ferroportin.13,18 Sementara besi non hem di lumen usus akan berikatan
dengan apotransferin membentuk kompleks transferin besi yang kemudian
akan masuk ke dalam sel mukosa dibantu oleh alat transpor divalent metal transporter 1 (DMT1). DMT1 adalah membran protein yang terdapat pada bagian apikal dan basolateral membran enterosit. Besi non hem akan
dilepaskan dan apotransferin akan kembali ke dalam lumen usus.
Selanjutnya sebagian besi bergabung dengan apoferitin membentuk
feritin, sedangkan besi yang tidak diikat oleh apoferitin akan masuk ke
peredaran darah dan berikatan dengan apotransferin membentuk
transferin serum (Gambar 2.1).14,18
2.1.4. Distribusi Besi
Distribusi besi ke seluruh jaringan tubuh dijelaskan pada Gambar 2.2.
Saat tubuh dalam keadaan seimbang, 1 sampai 2 mg besi memasuki dan
meninggalkan tubuh setiap harinya. Setelah diabsorbsi dalam enterosit
duodenum, besi bersirkulasi dalam plasma untuk berikatan dengan
transferrin. Besi dalam tubuh terbanyak dalam bentuk hemoglobin yang
merupakan prekursor eritroid dan sel darah merah yang matang.
Diperkirakan 10% sampai 15% berada dalam otot (bentuk mioglobin) dan
beberapa jaringan (dalam bentuk enzim dan sitokrom). Di dalam sumsum
tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam eritrosit (retikulosit) yang
selanjutnya bersenyawa dengan porfirin membentuk hem dan
persenyawaan globulin dengan hem membentuk hemoglobin. Setelah
eritrosit berumur + 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya
dihancurkan di dalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami
proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan
direduksi menjadi bilirubin sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma
dan mengikuti siklus kembali seperti yang disebutkan di atas atau akan
Gambar 2.2. Distribusi besi dalam tubuh19
Cadangan besi terdiri dari 2 bentuk, yang pertama ferritin yang
bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di
hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut yang
ditemukan terutama dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan
sumsum tulang. Cadangan besi berfungsi untuk mempertahankan
homeostasis besi dalam tubuh, apabila pemasukan besi dari makanan
tidak mencukupi maka terjadi mobilisasi besi dan cadangan besi untuk
mempertahankan kadar Hb.14
2.2. Peranan Zat Besi
Selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb, zat besi juga terdapat dalam
katalase,komponen sitokrom yang berperan dalam metabolisme oksidatif,
sintesis DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang kerjanya
membutuhkan ion besi.1,14,19
Dalam sistem imunologi, besi berperan melawan infeksi dengan
cara meregulasi produksi interleukin 1 (IL-1) atau dengan menghambat
induksi nitrik oksidasintetase.20
Besi juga berpengaruh terhadap perkembangan otak yang
prosesnya berjalan sejak trimester 2, sebagian besar selesai pada usia 3
tahun dan sebagian kecil berlanjut sampai masa remaja. Otak menyerap
zat besi dari plasma melalui reseptor transferin yang terdapat di sel
endotel pembuluh darah otak dan mekanisme mobilisasi besi.21 Apabila
terjadi defisiensi besi maka akan terjadi gangguan pembentukan myelin,
gangguan metabolisme neurotransmiter dan gangguan metabolisme
energi protein yang akan mengakibatkan gangguan kognitif pada masa
bayi dan anak.22
Besi berperan dalam masa tumbuh kembang bayi dan anak.
Mekanisme peranan besi dalam pertumbuhan belum jelas. Ada beberapa
pendapat ahli tentang peran besi sebagai komponen enzim dan
komponen sitokrom yang berpengaruh terhadap pertumbuhan. Antara lain
yaitu sebagai komponen enzim ribonukleotida reduktase yang berperan
dalam sintesis DNA yang bekerja secara tidak langsung terhadap
pertumbuhan.1 Selain itu besi sebagai komponen sitokrom berperan
dalam produksi Adenosine Triphosphate (ATP) dan sintesis protein yang juga berpengaruh pada pertumbuhan jaringan.19 Beberapa teori
berkembang melalui penelitian yang ada. Suatu penelitian
mengemukakan teori pada pertumbuhan fetus, bahwa peranan besi dapat
merangsang ekspansi volume plasma sebagai adaptasi maternal terbesar
sehingga perfusi uteroplasenta meningkat. Sehingga selain terjadi
peningkatan Hb, berat badan dan tinggi badan lahir bertambah selama
dalam kandungan.23 Penelitian di Kenya melaporkan tentang peranan besi
pada anak sekolah dasar, ternyata dapat meningkatkan nafsu makan
sehingga terjadi peningkatan status gizi.24 Penelitian lain mengemukakan
teori peranan besi sebagai prooksidan yang dapat merusak radikal bebas
melalui reaksi oksidasi DNA dan aktivasi enzim lipid peroksidase. Reaksi
ini merangsang respon sitokin selular yang kemudian meregulasi faktor
pertumbuhan.25
2.3. Kebutuhan Zat Besi
Kebutuhan besi perhari berbeda tergantung usia. Menurut Recommended Daily Allowance (RDA) kebutuhan besi perhari: pada bayi usia 0-5 bulan 6 mg, bayi usia 5 bulan-1 tahun 10 mg, anak usia 1-10 tahun 10 mg, laki-laki
usia 11-18 tahun 12 mg, laki-laki usia diatas 19 tahun 10 mg, perempuan
hamil dan menyusui 15-30 mg/hari.26 Rekomendasi AAP bahwa
kebutuhan besi perhari: pada anak usia 4-9 tahun 10 mg ditambah RDA,
sedangkan untuk usia 10-12 tahun adalah 18 mg ditambah RDA.2
2.4. Pencegahan Defisiensi Besi
Di bawah ini adalah langkah utama untuk mencegah terjadinya defisiensi
besi pada bayi dan anak :
1. Pendidikan gizi pada keluarga dan masyarakat yaitu
mempertahankan pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan dan
penjelasan tentang jenis makanan yang mengandung zat besi serta
faktor yang menghambat dan meningkatkan penyerapan zat besi
dalam tubuh.27
2. Pemberian fortifikasi besi 6-12 mg/L pada susu formula sampai usia
1 tahun dan fortifikasi pada sereal dari usia 6 bulan sampai 1
tahun.28 Fortifikasi tidak harus diberikan dalam bentuk susu dan
sereal. Penelitian di Jakarta mencoba pemberian fortifikasi besi
pada permen untuk anak usia 4 sampai 6 tahun dengan hasil
adanya peningkatan status besi dalam darah selama 12 minggu.29
Peneltian lain di Afrika mencoba pemberian fortifikasi besi pada
biskuit untuk anak prasekolah dengan hasil adanya perbaikan
3. Makanan padat pertama yang kaya besi diberi pada usia 6 bulan
dan memberikan makanan yang mengandung zat gizi yang dapat
meningkatkan absorbsi besi, makanan yang mengandung besi hem
dan mengurangi makanan yang dapat menghambat absorbsi
besi.27
4. Menghindari susu sapi sampai usia 1 tahun.28
5. Skrining Adebe yang dimulai usia 9-12 bulan, kemudian pada usia
1 sampai 5 tahun pada komunitas dengan prevalensi Adebe
tinggi.31
6. Bila skrining menunjukkan hasil positif, diberikan besi sebagai
terapi percobaan selama 1 bulan dengan dosis 3 mg/kgBB/hari.27
7. Kontrol infeksi virus, bakteri dan parasit.28
8. Suplementasi besi dapat dimulai pada usia 6 bulan pada bayi
cukup bulan dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dan dimulai pada usia 2
bulan pada bayi kurang bulan dengan dosis 2 mg/kgBB/hari.17
2.6. Penilaian Status Gizi
Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan dan status gizi anak yang
penting. Penilaian pertumbuhan merupakan komponen surveilans
kesehatan anak yang penting karena hampir semua masalah dalam hal
Penilaian status gizi anak merupakan bagian yang integral dalam
penatalaksanaan pasien karena status gizi akan mempengaruhi respon
pasien terhadap penyakit. Status gizi juga sangat penting karena anak
sedang mengalami proses yang kompleks dalam pertumbuhan dan
perkembangan, yang dipengaruhi oleh faktor genetik anak dan penyakit
yang diderita. Oleh sebab itu, penilaian status gizi dan status
pertumbuhan anak adalah bagian yang penting dari evaluasi klinis dan
penatalaksanaan.32,33
Grafik pertumbuhan digunakan secara luas untuk memonitor
pertumbuhan anak. Tinggi dan berat badan merupakan pengukuran
antropometri yang banyak digunakan. Indeks berat badan/umur (BB/U)
digunakan untuk melakukan monitoring pertumbuhan. Pengukuran
antropometri telah lama dikenal sebagai indikator sederhana untuk
penilaian status gizi di Indonesia. Informasi yang dihasilkan dari
pengukuran antropometri telah banyak dimanfaatkan dalam memantau
pertumbuhan anak. Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan
antropometri menurut NCHS-WHO, dengan menggunakan z–score atau
SD-score (standar deviasi) sebagai batas ambang yang dihitung
berdasarkan rumus:34
Z-score atau SD-score = ( observed value) – ( median reference value )
Berdasarkan baku rujukan antropometri menurut Centers for Disease Control (CDC) tahun 2000 untuk menentukan klasifikasi status gizi digunakan z-score sebagai batas ambang.35
2.6. Kerangka Konseptual - Perfusi uteroplsenta ↑
BAB 3.
METODOLOGI
3.1. Desain Penelitian
Penelitian ini adalah uji klinis acak tersamar tunggal untuk mengetahui
respons pemberian suplemen besi sekali seminggu dibandingkan dengan
sekali sehari terhadap peningkatan status gizi pada anak sekolah dasar
yang tidak menderita anemia.
3.2. Tempat dan Waktu
Tempat penelitian adalah di lokasi PT Perkebunan III Aek Nabara,
Kecamatan Bilah Hulu Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.
Penelitian dilakukan dalam kurun waktu 5 bulan yaitu November 2006
sampai April 2007.
3.3. Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah anak SD yang berusia 6 sampai 13 tahun yang
tidak menderita anemia. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan cara
randomisasi sederhana dan kemudian dibagi menjadi 2 kelompok
perlakuan, yaitu kelompok 1 yang mendapat suplementasi besi sekali
seminggu dan kelompok 2 yang mendapat suplementasi besi sekali
sehari.
3.4. Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel ditentukan dengan rumus uji hipotesis terhadap rerata 2
populasi berpasangan.36
n 1= n 2 = 2 (Zα + Zβ) Sd d
2
n = jumlah sampel
Bila ditetapkan α = 0,05 dengan tingkat kepercayaan 95%, maka:
Zα = deviat baku normal untuk α = 1,96
Bila β = 0,20 dan power = 0,80 maka:
Zβ = deviat baku normal untuk β = 0,842
Sd = Simpang baku dari rerata selisih = 1,010
d = Selisih rerata kedua kelompok yang bermakna (clinical judgement) = 0,4
Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh jumlah sampel
masing-masing kelompok= 48
3.5. Kriteria Penelitian
3.5.1. Kriteria inklusi
1. Anak usia 6 sampai 13 tahun yang tidak menderita anemia
3.5.2. Kriteria eksklusi
1. Anak menderita infeksi berat, gangguan neurologis yang nyata dan
gizi buruk.
2. Tidak mengikuti penelitian sampai akhir
2.6. Persetujuan/Informed Consent
Semua subyek penelitian akan diminta persetujuan dari orang tua setelah
dilakukan penjelasan terlebih dahulu mengenai pencegahan anemia
defiesiensi besi, suplementasi besi yang diberikan, dan efek samping
besi. Formulir persetujuan setelah penjelasan dan lembar penjelasan
sebagaimana terlampir dalam tesis ini.
2.7. Etika Penelitian
Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Bidang Kesehatan
2.8. Cara Kerja dan Alur Penelitian
Ruang lingkup penelitian
STATUS GIZI
- BB
- TB
Fe 1x sehari
Fe 1x seminggu Anak tidak-anemia
- BB
- TB
Anak tidak-anemia
- BB
- TB
Gambar 3.1. Alur penelitian
Sebelum dilakukan pengumpulan data, kami melakukan
penyuluhan sekaligus menyebarkan formulir informed consent kepada orang tua murid. Setelah mendapat persetujuan orang tua, seluruh anak
diberikan Albendazole 400 mg untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi
cacing. Setelah 4 minggu dilakukan pengambilan darah kapiler dari ujung
jari pada semua anak SD yang berumur 6 sampai 13 tahun untuk
memisahkan anak yang anemia dan tidak anemia. Penentuan anemia
menurut kriteria WHO untuk anak 6 sampai 14 tahun, bila Hb < 12 g/dl.37
Pada anak dengan Hb > 12 g/dl dimasukkan dalam penelitian. Kami juga
mengumpulkan data-data asal sekolah, kelas, jenis kelamin, usia dan
Anak yang dimasukkan dalam penelitian kemudian dilakukan
pengukuran antropometri : berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) yang
dilakukan sebelum dan setelah 16 minggu pemberian besi. Berat badan
diukur dengan menggunakan timbangan merek Camry (sensitivitas 0,5
kg), anak hanya memakai pakaian minimal dan tinggi badan diukur
dengan pengukur tinggi (microtoise ) merek MIC (sensitivitas 0,5 cm), tanpa alas kaki. Kemudian dilakukan randomisasi dengan cabut nomor
sehingga didapat 2 kelompok perlakuan yaitu kelompok 1 dengan
pemberian besi sekali seminggu dan kelompok 2 dengan pemberian besi
sekali sehari (Gambar 3.1). Besi diberikan dalam bentuk kapsul yang
berisi sulfas ferosus. Dosis Fe yang digunakan berdasarkan AAP yaitu
kebutuhan besi perhari pada anak usia 6 sampai 9 tahun adalah sesuai
dengan RDA ditambah 10 mg/hari sehingga didapat 20 mg elemental
besi/hari dan untuk usia di atas 10 tahun adalah RDA ditambah 18 mg/hari
sehingga didapat kebutuhannya 30 mg elemental besi/hari.2,26 Kelompok 1
diberikan 2 botol kapsul, dimana botol pertama berisi preparat Fe dengan
dosis 40 mg elemental besi/minggu elemental besi untuk usia 6 sampai 9
tahun dan 60 mg elemental besi/minggu untuk usia diatas 10 tahun yang
dikonsumsi setiap hari Senin, sementara botol kedua diberikan kapsul
yang berisi sakarin laktis sebagai plasebo yang dikonsumsi setiap hari
Selasa sampai Minggu. Pada kelompok 2 juga diberikan 2 botol kapsul,
Senin dan botol kedua berisi preparat Fe yang dikonsumsi setiap hari
Selasa sampai Minggu. Dosis Fe yang diberikan untuk usia 6 sampai 9
tahun adalah 20 mg elemental besi/hari dan usia di atas 10 tahun adalah
30 mg elemental besi/hari yang dikonsumsi setiap hari. Kapsul yang
mengandung besi dan plasebo mempunyai ukuran dan warna yang sama
yang diminum setiap hari di hadapan guru dan orang tua selama 16
minggu. Sebelum dilakukan intervensi, kami memberikan lembar daftar
makanan untuk diserahkan kepada orang tua tentang bahan makanan
yang dapat menghambat penyerapan zat besi seperti kulit padi (fitat),
tanin (terdapat dalam teh, kopi) dan kuning telur, juga bahan makanan
yang dapat menambah penyerapan zat besi seperti makanan yang
mengandung asam askorbat, asam sitrat dan asam amino (daging,
ikan).15-17 Hal ini dilakukan untuk edukasi bagi para orangtua. Pemantauan
efek samping dan pemberian obat selama 16 minggu dilakukan setiap 1
bulan sekali.
Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri CDC
tahun 2000 yang direkomendasikan oleh WHO ( NCHS – WHO ) dengan
menggunakan z–score sebagai batas ambang.35
Klasifikasi status gizi berdasarkan z-score yang dibagi menjadi 5
dengan batas ambang sebagai berikut :35
2. Status Gizi Kurang dengan “batas bawah” > -3 SD dan “batas
atas” < -2 SD
3. Status Gizi Sedang dengan “batas bawah” > -2 SD dan “batas
atas” < -1 SD
4. Status Gizi Baik dengan “batas bawah” > -1 SD
5. Status Gizi Lebih dengan “batas bawah” > +1 SD dan “batas
atas” < +2 SD
6. Kegemukan dengan “batas bawah” > +2 SD
3.9. Identifikasi Variabel
Variabel Bebas Skala
Jenis obat Nominal
Variabel Tergantung Skala
- Berat Badan Numerik
- Tinggi Badan Numerik
3.10 Definisi Operasional
- Usia anak: usia anak dari tanggal lahir sampai ulang tahun berikutnya
dihitung dalam tahun.
- Tidak menderita anemia : kadar Hb > 12 g/dl
- Status gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut
3.11. Pengolahan dan Analisis Data
Data diolah dengan SPSS for WINDOWS 13.0 (SPSS Inc, Chicago) z-score dihitung menggunakan software Epi Info 3.3.2 version. Analisis data untuk mengetahui perubahan hasil antropometri pada kedua kelompok
BAB 4. HASIL
Selama periode penelitian, 339 murid SD yang bersedia mengikuti
penelitian diperiksa dan didapati 100 anak yang tidak menderita anemia
(29,5%). Dari 100 anak ini kemudian dibagi menjadi dua kelompok yaitu
50 anak untuk kelompok yang mendapat suplementasi besi sekali
seminggu (kelompok 1) dan 50 anak untuk kelompok yang mendapat
suplementasi besi sekali sehari (kelompok 2). (Gambar 4.1.)
Gambar 4.1. Profil penelitian >10 tahun : 60 mg Fe/minggu
Pengukuran BB,TB
Dianalisis lengkap (n = 50) Pemberian Albendazole
Dievaluasi selama1 bulan
Dianalisis lengkap (n = 50)
Dari pemeriksaan darah dan pengukuran antropometri sebelum
intervensi didapatkan data awal yang tertera pada Tabel 1. Rata-rata
penghasilan orang tua kurang dari Rp.500.000,- sebanyak 42,1% dan
diatas Rp.500.000,- sebanyak 57,9% pada kedua kelompok. Tingkat
pendidikan ibu terbanyak pada kedua kelompok adalah tamat SD (55,8%
dan 44,2%). Status gizi pada kelompok rata-rata baik, masing-masing
52,6% dan 47,4%.
Tabel 4.1. Karakteristik sampel penelitian
Intervensi Variabel
Sekali seminggu Sekali sehari
Perbedaan data antropometri dan Hb pada kedua kelompok
sebelum pemberian suplemen besi dapat dilihat pada Table 4.2. Dari hasil
uji statistik didapati tidak adanya perbedaan data antropometri baik pada
kelompok sekali seminggu dan sekali sehari.
Tabel 4.2. Status gizi dan kadar Hb sebelum suplementasi besi
Suplementasi besi IK 95%
Variabel Sekali seminggu
(n=50)
Sekali sehari
(n=50)
P
Berat badan (kg) 26,48 (5,80) 27,67 (7,72) 0,388 (-3,90)-(1,53)
Tinggi badan (cm) 130,74 (8,45) 129,13 (10,70) 0,406 (-2,20)-(5,43)
Z-score BB/usia -1,97 (1,08) -1,31 (1,11) 0,083 (-1,11)-(3,25)
Z-score TB/usia -1,81 (0,89) -0,40 (1,26) 0,183 (-0,66)-(0.13)
Z-score BB/TB -0,83 (1,08) -0,40 (1,26) 0,069 (-0,90)-(0,03)
Hb (g/dl) 12,90 (0,92) 12,80 (0,85) 0,591 (-0,26)-(0,45)
Nilai dalam rerata (SD)
Tabel 4.3 menunjukkan gambaran kadar Hb pada kedua kelompok
berdasarkan jenis kelamin. Pada kelompok suplementasi besi sekali
seminggu, rerata kadar Hb anak perempuan lebih tinggi dibandingkan
kadar Hb anak laki-laki. Sementara pada kelompok suplementasi besi
sekali sehari, rerata kadar Hb anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan
Tabel 4.3. Gambaran rerata kadar Hb pada kedua kelompok berdasarkan
Tabel 4.4 menunjukkan perbedaan data antropometri dan kadar Hb
pada kedua kelompok setelah diberikan suplementasi besi selama 16
minggu. Uji statistik juga menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada
kedua kelompok terhadap z-score BB/U, dengan angka rerata z-score
pada kelompok suplementasi besi sekali sehari lebih tinggi dibandingkan
kelompok suplementasi besi sekali seminggu (P=0,002).
Tabel 4.4. Status gizi dan kadar Hb setelah suplementasi besi
Suplementasi besi IK 95%
Variabel Sekali seminggu
Pada penelitian ini kami juga menguji perbedaan data status gizi
dan kadar Hb sebelum dan sesudah supplementasi besi antar kedua
kelompok. Didapati status gizi dan kadar Hb yang bermakna pada semua
komponen antropometri sebelum dan sesudah pemberian suplemen besi
selama 16 minggu (P = 0,0001).
Tabel 4.5. Status gizi dan kadar Hb sebelum dan sesudah suplementasi besi
Nilai dalam rerata (SD)
Selama 16 minggu pemberian suplemen besi, hanya 2 anak yang
mengalami konstipasi (0,02%). Tidak didapati keluhan lain ataupun efek
BAB 5. PEMBAHASAN
Anemia defisiensi besi merupakan masalah global. Insidensnya di
Indonesia masih cukup tinggi. Data dari WHO menurut survei pada tahun
1998-2000 menunjukkan proporsi prevalensi anemia pada usia pra
sekolah di Indonesia mencapai 74,3% (IK 73,4-85,1) dan dikategorikan
sebagai masalah berat.37 Dari data penelitian ini kami dapati persentase
anak anemia lebih tinggi dibandingkan anak yang tidak anemia.
Penelitian ini juga dilakukan sebagai usaha pencegahan serta
penanggulangan gangguan gizi, dalam hal ini Adebe dengan pemberian
suplemen besi. Penelitian di Boston melaporkan bahwa pemberian
suplemen besi setiap hari dengan dosis 2 mg/kgBB/hari dapat mencegah
terjadinya kejadian anemia pada bayi.38
Penelitian ini kami lakukan di 5 SD yang terletak di kawasan
perkebunan milik PTPN III, Labuhan Batu. Rerata pekerjaan orang tua
anak-anak SD ini adalah karyawan dan buruh kebun yang memiliki
penghasilan di bawah rerata dan tingkat pendidikan yang rendah. Dengan
keadaan seperti ini biasanya dijumpai status gizi anak kurang ataupun
buruk. Prevalensi gizi kurang di Indonesia pada anak usia 5 sampai14
tahun dengan tingkat ekonomi rendah adalah 38% sampai 67%.4 Status
gizi yang kurang terjadi akibat asupan energi, protein dan besi yang tidak
didapati status gizi anak baik dibandingkan gizi kurang, juga didapati
status gizi obes pada kedua kelompok. Penelitian di Amerika melaporkan
bahwa status gizi obes merupakan risiko tinggi menderita Adebe.40 Hal ini
didukung oleh penelitian di Inggris, bahwa asupan lemak yang berlebihan
pada anak gizi lebih dan obes membatasi asupan dan absorbsi mineral
(dalam hal ini besi) sehingga mengakibatkan Adebe.41 Status gizi subjek
penelitian pada data awal penelitian kami dijumpai rerata baik. Dari data
kami dijumpai status gizi kurang pada 32% anak di kelompok sekali
seminggu dan 24% anak di kelompok setiap hari, begitu juga anak
dengan gizi lebih yang kami jumpai 6% pada kelompok sekali seminggu
dan 10% pada kelompok setiap hari dan status gizi obes pada 2% di
kelompok sekali seminggu dan 12% pada kelompok setiap hari.
Persentase gizi kurang, sedang, lebih dan obes memang lebih rendah
dibandingkan gizi baik, namun pada data kami anak-anak tersebut tidak
menderita anemia yang mungkin disebabkan asupan besi perhari dan
cadangan besi masih tercukupi.13 Pada penelitian ini kami mendapati hasil
yang berbeda dari penelitian-penelitian yang telah disebut sebelumnya.
Data antropometri yang kami kumpulkan pada penelitian ini
dengan menggunakan pengukuran BB dan TB. Pengukuran BB dan TB
untuk menilai pertumbuhan masih merupakan parameter yang penting
dan mudah dilakukan untuk mengetahui status pertumbuhan dan gizi
anak pada penelitian ini, sesuai baku rujukan antropometri CDC 2000.35
Pada penelitian terdahulu metode z-score paling banyak digunakan
sebagai standar pengukuran status nutrisi secara global. Penggunaan
z-score adalah dengan cara, yaitu data antropometri yang hendak diukur,
misalnya z-score BB/TB, disesuaikan pada -2 sampai +2 standar deviasi
pada nilai rerata BB/TB yang mana nilai ini tertera pada tabel yang sudah
ditetapkan. Setelah itu didapati nilai z-score yang ada.34,43
Pada penelitian ini, kami memberikan suplemen besi pada anak SD
yang tidak menderita anemia selama 4 bulan untuk mencegah Adebe.
Dari hasil penelitian ini, didapati adanya peningkatan status gizi yang
bermakna serta kadar Hb sesudah diberikan suplementasi besi pada
kedua kelompok. Pemberian suplemen besi untuk mencegah dan
mengobati Adebe, memperbaiki status gizi dan perbaikan kognitif pada
bayi dan anak sudah banyak dilaporkan, namun masih terdapat
perbedaan hasil. Suplementasi yang diberikan bisa berbentuk tunggal
ataupun kombinasi dengan mineral dan vitamin lainnya. Hasil penelitian
kami didukung oleh beberapa penelitian, terutama di negara berkembang
dengan prevalensi anemia yang juga tinggi. Penelitian di Colorado
melaporkan pemberian makanan yang mengandung besi dan zink pada
bayi usia 6 bulan, ternyata memberikan pengaruh yang baik terhadap
pertumbuhan fisik dan perkembangan kognitif.44 Penelitian di Bogor
pada bayi usia 4 bulan selama 6 bulan ternyata memperbaiki status gizi
dan meningkatkan kadar Hb.45 Penelitian di Vietnam tentang pemberian
suplemen mikronutrien yang lebih lengkap pada bayi usia 6 sampai 12
bulan selama 6 bulan melaporkan adanya peningkatan z-score data
antropomentri dan peningkatan kadar Hb dan ferritin plasma.46 Penelitian
anak prasekolah yang menderita anemia di Jakarta melaporkan adanya
penurunan angka gizi kurang setelah diberikan suplemen besi 30 mg/hari
dikombinasi dengan vitamin C 20 mg/hari selama 2 bulan.47 Interaksi besi
dengan zink sudah banyak dianalisis bahwa ternyata zink dan besi
mempunyai efek sinergis sehingga membantu absorbsi besi lebih baik.48
Beberapa penelitian melaporkan bahwa suplementasi besi tunggal
ataupun kombinasi tidak berpengaruh terhadap tumbuh kembang bayi
dan anak dalam meningkatkan kadar Hb. Penelitian di Tanzania
melaporkan bahwa suplementasi besi dosis rendah 10 mg/hari dan
mebendazole 500 mg setiap 3 bulan selama 12 bulan meningkatkan
nafsu makan dan meningkatkan berat badan yang tidak bermakna.49
Suatu penelitian meta-analisis mengatakan bahwa intervensi besi dosis
tunggal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan anak.50 Penelitian lain
membahas tentang kerugian pemberian suplemen besi agar menjadi
pertimbangan saat diberikan. Risiko suplementasi besi antara lain yaitu
pelepasan radikal hidroksida sehingga terjadi hemokromatosis dan
berdampak terhadap kerusakan jaringan.51
Besi merupakan komponen esensial untuk seluruh jaringan tubuh
dan dibutuhkan terutama pada awal kehidupan. Suplementasi besi lebih
dikonsentrasikan pada anak usia < 5 tahun oleh karena pada usia ini
kebutuhan besi meningkat untuk proses tumbuh kembang. Sehingga jika
diberikan pada usia ini absorbsi besi lebih baik dan bekerja sinergis
terhadap mikronutrien lainnya. Pada usia > 5 tahun suplementasi besi
tetap dibutuhkan untuk terus menjaga cadangan besi tidak berkurang
sehingga proses tumbuh kembang yang berlangsung tidak terganggu.
Sampai saat ini suplementasi tetap menjadi program terbaik sebagai
usaha preventif terhadap Adebe.51
Cara pemberian suplemen besi mingguan sudah banyak diteliti
pengaruhnya terhadap peningkatan kadar Hb, status besi dalam darah,
kognitif dan juga perbaikan status gizi. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kepatuhan konsumsi besi harian yang pada saat itu mulai
dianggap kurang efektif karena pasien kurang patuh melakukan konsumsi
besi setiap hari baik untuk suplementasi ataupun terapi.52 Pada penelitian
ini didapati hasil bahwa rerata BB/U pada kelompok sekali sehari lebih
tinggi dibandingkan sekali seminggu, sesudah pemberian suplementasi
besi (Tabel 4.4). Hasil penelitian kami ini didukung oleh penelitian yang
peningkatan berat badan adalah hasil yang banyak dijumpai. Suatu
penelitian di Amerika membandingkan efikasi suplementasi besi sekali
sehari dan seminggu sekali, mendapatkan hasil bahwa suplementasi besi
setiap hari lebih baik dalam meningkatkan kadar Hb, status besi dalam
darah juga berat badan.53 Penelitian di Nepal membandingkan pemberian
gabungan besi dan asam folat yang diberikan sekali sehari dan gabungan
besi dan asam folat yang diberikan sekali seminggu pada anak
prasekolah selama 12 minggu. Penelitian ini juga memberi hasil bahwa
suplementasi besi sekali sehari masih merupakan cara terbaik untuk
meningkatkan status gizi dan status besi dalam darah.54
Penelitian kami juga menganalisa kadar Hb sesudah pemberian
suplemen besi pada kedua kelompok. Hasil dari analisa ini ternyata terjadi
peningkatan kadar Hb pada kedua kelompok yang bermakna (Tabel 4.5).
Hal ini didukung oleh beberapa penelitian yang memberi hasil bahwa
pemberian suplemen besi sekali seminggu juga merupakan cara alternatif
untuk mencegah dan mengobati Adebe namun memberi hasil yang baik.
Penelitian di Jakarta melaporkan bahwa suplementasi besi 2 kali
seminggu memberi efek peningkatan status besi dalam darah lebih baik
dibandingkan suplementasi besi sekali sehari pada anak prasekolah.55
Penelitian di Jawa Barat melaporkan efektivitas suplementasi besi sekali
seminggu pada anak prasekolah dengan hasil peningkatan kadar Hb
eritrosit protoporfirin, kadar ferritin serum dan kadar Hb yang lebih baik
dengan suplementasi besi sekali seminggu sekali dibandingkan sekali
sehari.57 Penelitian di Malaysia melaporkan bahwa pemberian kombinasi
besi dan asam folat sekali seminggu lebih baik meningkatkan kadar Hb
dan konsentrasi ferritin.58 Penelitian di Nepal menyimpulkan bahwa
pemberian besi dan asam folat sekali seminggu dapat menjadi terapi
alternatif untuk Adebe.59
Selain peningkatan kadar Hb, penelitian kami memberi hasil
peningkatan yang bermakna pada seluruh data antropometri sesudah
pemberian suplementasi besi pada kedua kelompok (Tabel 4.4). Berbeda
dengan hasil sebelumnya bahwa rerata BB/U yang lebih tinggi hanya
pada kelompok setiap hari. Peranan suplementasi besi sekali seminggu
untuk memperbaiki status gizi juga banyak diteliti dan memberi hasil yang
baik. Penelitian di Jakarta melaporkan peningkatan cadangan besi dan
status gizi yang lebih baik pada suplementasi besi sekali seminggu
dibandingkan dengan suplementasi besi sekali sehari.60 Penelitian di
Cina melaporkan suplementasi besi kombinasi dengan asam folat, vitamin
C, vitamin A, vitamin D dan zink sekali seminggu ternyata lebih baik
membantu pertumbuhan linear pada anak prasekolah dan meningkatkan
kepatuhan dibandingkan dengan suplementasi besi sekali sehari.61
sekali seminggu dan sekali sehari sama baiknya dalam meningkatkan
status gizi, kepatuhan serta kognitif.62,63
Pemberian suplemen besi sekali sekali seminggu sudah dinilai
efektif meningkatkan kadar Hb, status besi dalam darah dan status gizi.
Sehingga cara ini dijadikan alternatif untuk tatalaksana Adebe dan kasus
malnutrisi. Hal ini belum dipahami benar. Walaupun mekanisme hal ini
belum jelas, ada beberapa pendapat yang mengemukakan teori tentang
hal ini. Pendapat dari beberapa peneliti di California menyatakan hal ini
pada hewan percobaan, dengan adanya asupan besi yang cukup besar
yaitu 40-60 mg/minggu, akan terjadi retensi besi pada saluran cerna atau
yang disebut dengan efek blocking. Keadaan ini menyebabkan asimilasi pada saluran cerna dan absorbsi yang sebenarnya akan terjadi bahkan
jauh lebih efektif. Hasil penelitian ini didapati absorbsi yang baik saat besi
dikonsumsi setiap 3 hari dibandingkan setiap hari.64 Pendapat lain
mengemukakan teori tentang mucosal block pada usus hewan percobaan dan manusia, saat tubuh mengkonsumsi besi dosis tinggi 20-40
mg/kgBB/minggu. Suplementasi besi sekali sehari tidak akan
menyebabkan mucosal block. Saat tubuh mengkonsumsi besi dosis tinggi, akan terjadi kristalisasi ferritin di lapisan duodenum sehingga
menginduksi regulasi absorbsi besi pada vili duodenum dan memegang
kontrol tunggal pada proses absorbsi menjadi lebih baik.65 Berdasarkan
suplementasi besi sekali seminggu mengakibatkan penumpukan ferritin
pada mukosa usus yang justru mengakibatkan peningkatan absorbsi besi
di duodenum, sehingga distribusi ke organ lebih baik dan meningkatkan
kadar Hb dan status besi dalam darah. Jika absorbsi lebih baik, maka
respon sitokin untuk menghasilkan faktor pertumbuhan lebih baik dan
pertumbuhan jaringan lebih baik sehingga membantu pertumbuhan.
Preparat besi yang kami berikan berupa sulfas ferosus yang
dimasukkan dalam kapsul, dengan harga yang lebih murah dan mudah
diberikan. Dosis yang kami gunakan adalah sesuai rekomendasi AAP dan
hanya berupa dosis suplementasi berdasarkan kebutuhan zat besi pada
anak.2,26 Penentuan dosis besi untuk suplementasi besi sekali seminggu
sebenarnya tidak ada ketetapan yang pasti. Kami meningkatkan dosis
menjadi 2 kali lipat dari dosis harian berdasarkan dari beberapa penelitian
yang membandingkan suplementasi besi sekali seminggu dan setiap hari.
Penelitian di Nepal melakukan pemberian dosis besi harian 60 mg/hari
dan untuk dosis besi mingguan 120 mg/minggu selama 6 bulan.59
Penelitian di Vietnam melakukan pemberian dosis besi harian 8 mg/hari
dan dosis besi mingguan 20 mg/minggu selama 3 bulan.11 Efek samping
pemberian besi biasanya berupa konstipasi, sakit perut dan perubahan
warna feses.66 Selama 16 minggu pemberian suplemen besi hanya 2
anak yang menderita konstipasi akibat suplementasi besi. Sembilan puluh
Dari beberapa penelitian yang ada, belum ada yang menyebutkan
berapa lama sebaiknya pemberian suplemen besi untuk pencegahan
Adebe dan pertumbuhan, terutama untuk anak sekolah dasar. Penelitian
di Thailand melakukan pemberian suplemen besi selama 4 bulan dengan
hasil adanya peningkatan rerata z-score TB/U yang bermakna pada
kelompok suplementasi besi sekali seminggu.11 Penelitian di Malaysia
melakukan pemberian suplemen besi selama 22 minggu.58 Pemberian
suplemen besi jangka panjang diteliti di berbagai negara selama 6 bulan
dapat mencegah gagal tumbuh dan anemia pada bayi.8 Pada penelitian ini
kami memberikan suplemen besi selama 4 bulan dengan hasil terjadi
peningkatan berat badan pada kelompok suplementasi besi setiap hari
dan peningkatan status gizi sesudah suplementasi besi pada kelompok
sekali seminggu dan sekali sehari.
Kelemahan penelitian ini, kami tidak mengevaluasi pola makan
secara terperinci dan lengkap. Edukasi diet yang kami lakukan hanya
berupa pemberian lembar daftar makanan sebagai informasi untuk
dipelajari orangtua. Pemeriksaan terhadap infestasi parasit tidak dilakukan
secara lengkap, namun obat cacing sudah kami berikan untuk
menghindari bias. Kami tidak melakukan pemeriksaan serum ferritin,
sehingga kami tidak mengetahui status besi dalam darah dan tidak dapat
menjelaskan dengan lengkap terjadinya peningkatan kadar Hb secara
bulan disebabkan keterbatasan dana dan waktu penelitian. Kepatuhan
minum obat pada sampel penelitan hanya dipercayakan pada guru dan
orangtua, tanpa didampingi petugas pemantau minum obat untuk
memastikan apakah obat diminum dengan teratur dan mencatat efek
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah terdapatnya peningkatan z-score BB/U
yang lebih besar pada kelompok suplementasi besi sekali sehari namun
tidak terdapat perbedaan status gizi terhadap pemberian suplemen besi
baik sekali seminggu ataupun sekali sehari pada anak sekolah dasar.
6.2. Saran
Dibutuhkan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan parameter status
besi yang lebih baik seperti pemeriksaan feritin serum dan saturasi
transferin serum.
Dengan adanya penelitian ini, pemberian suplementasi besi
seminggu sekali dapat menjadi pertimbangan dalam upaya pencegahan
Adebe dan perbaikan status gizi dengan cara yang lebih efisien serta
meningkatkan kepatuhan.
RINGKASAN
Defisiensi besi merupakan penyebab paling banyak anemia gizi di seluruh
dunia, terutama di negara berkembang. Anemia Defisiensi Besi (Adebe)
paling sering dijumpai pada bayi, anak dan remaja karena pertumbuhan
yang cepat membutuhkan banyak besi dan diet yang rendah mengandung
besi. Pengaruh pemberian suplemen besi untuk meningkatkan berat
badan dan tinggi badan anak telah banyak diteliti sebelumnya, memberi
konstribusi dalam pertumbuhan dan mencegah Adebe. Namun sampai
saat ini masih terdapat beberapa kontroversi tentang cara pemberian
suplemen besi tersebut, mingguan atau harian.
Pertumbuhan merupakan indikator kesehatan dan status gizi anak
yang penting. Penilaian status pertumbuhan dan status gizi merupakan
bagian yang esensial dalam evaluasi klinis dan penanganan pasien anak,
karena status gizi akan mempengaruhi respon pasien terhadap penyakit.
Beberapa penelitian sebelumnya mengenai pengaruh pemberian
suplementasi besi terhadap BB, TB dan status gizi mendapatkan hasil
yang tidak sama.
Pada penelitian ini kami ingin membandingkan pengaruh
pemberian suplemen besi sekali seminggu dan sekali sehari terhadap
status gizi pada anak yang tidak menderita anemia.
Penelitian ini bersifat uji klinis acak tersamar tunggal pada anak SD
usia 6 sampai 14 tahun di kecamatan Bilah Hulu, Kabupaten Labuhan
Batu, Sumatera Utara pada bulan November 2006 sampai April 2007.
Anak yang tidak menderita anemia didiagnosis jika kadar Hb > 12 g/dl.
Penyakit infeksi berat, gangguan neurologis dan gizi buruk dieksklusikan.
Anak sekolah dasar (SD) dipilih secara acak dan dibagi menjadi 2
kelompok perlakuan yaitu kelompok yang mendapat suplementasi besi
sekali seminggu dengan dosis Ferrum (Fe) 40-60 mg/minggu atau
kelompok yang mendapat suplementasi besi setiap hari dengan dosis Fe
20-30 mg/hari selama 16 minggu. Pengukuran antropometri BB dan TB
dilakukan sebelum dan setelah 4 bulan pemberian suplemen besi. Status
gizi dihitung berdasarkan baku rujukan antropometri menurut CDC 2000
dengan menggunakan z–score (standar deviasi) sebagai batas ambang.
Analisis data dilakukan untuk mengetahui perubahan status gizi dan
perubahan kadar Hb antar kedua kelompok sebelum dan sesudah
intervensi dengan menggunakan uji t-independent dan uji t-paired. Uji bermakna bila P<0,05 dan Interval Kepercayaan (IK) 95%.
Sebanyak 100 anak dapat menyelesaikan penelitian. Status gizi
anak yang diteliti rata-rata baik, yaitu 60% pada kelompok suplementasi
besi sekali seminggu dan 54% pada kelompok suplementasi besi setiap
hari. Terdapat perbedaan bermakna terhadap rerata BB/U sesudah
kelompok suplementasi besi sekali sehari lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok suplementasi besi sekali seminggu (P=0,002). Terdapat peningkatan status gizi dan kadar Hb yang bermakna pada kedua
kelompok sesudah diberikan suplementasi besi (P=0,0001).
Dapat disimpulkan bahwa pemberian suplemen besi sekali
seminggu dan sekali sehari sama-sama meningkatkan berat badan dan
perubahan status nutrisi. Pemberian suplemen besi seminggu sekali untuk
meningkatkan berat badan dan status gizi yang efisien perlu
SUMMARY
Iron deficiency continues to be the most common nutritional cause of
anemia worldwide, especially in many developing countries. The iron
deficiency anemia (IDA) was most frequently found in infants, children and
adolescents, because of high requirements due to growth spurt and
dietary deficiencies. The effects of iron to increase body weight and height
in children have been investigated can improve growth and prevent IDA.
There are some controversions of giving iron supplementation, weekly or
daily.
Growth is an essential indicator of health and nutritional status. The
assessment of nutritional and growth status is an essential part of clinical
evaluation and care in the pediatiric setting, because nutritional status
affects a patient’s response to illness. In many study, effect of iron
supplementation to body weight and body height of children or nutritional
status found different results.
In this study we want to compared the effects of once weekly and
once daily iron supplementation on nutritional status in nonanemic
children.
A single blind randomized controlled trial study was conducted at
November 2006 until April 2007. Nonanemic children were diagnosed if Hb
> 12 g/dl. The exclusion criteria includes severe infection, neurologic
deficit and severe malnutrition.
Elementary school children were randomly assigned to a once
weekly supplementation group with 40-60 mg Fe/week or once daily
supplementation group with 20-30 mg Fe/day for 16 weeks. The
nutritional status were calculated on the base of anthropometric reference
according to CDC 2000 using z-score (standard deviation) as a threshold.
The analysis data was done to know the changes in laboratory and
anthropometric findings of both groups post intervention with
independent t-test and paired t-test. The test was significant when P< 0,05 and 95% Confidence Interval (CI).
There were 100 children recruited in this study. Nutritional status of
subject were commonly good, which is 60% in once weekly iron
supplementation group and 54% in once daily iron supplementation group.
There was a significant difference on mean of weight-for-age z score after
iron supplementation in both groups, which is mean of weight-for-age z
score was higher in once daily iron supplementation group than once
weekly iron supplementation group (P=0,002). There was a significant increase of nutritional status and Hb concentration in both groups after
As a conclusion, once weekly and once daily of iron
supplementation increased weight and changes nutritional status equally.
It is considered to give weekly iron supplementation to increase weight
DAFTAR PUSTAKA
1. Harmatz P, Butensky E, Lubin B. Nutritional anemia. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical application. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2003. h.832-44
2. Oski FA. Iron deficiency in infancy and childhood. N Engl J Med. 1993; 329:190-3
3. Clark SF. Iron deficiency anemia. Nutr Clin Pract. 2008; 23: 128-41 4. Soemantri AG. Epidemiology of iron deficiency anemia. Dalam:
Triasih R, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Medika-FK UGM; 2005. h.8-11
5. Atmarita, Fallah T. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Disampaikan pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII, Jakarta, 17 – 19, Mei 2004.
6. Allen LH. Iron suplements: scientific issues and concerning efficacy and implications for research and programs. J.Nutr. 2002; 132: 813-9
7. Lind T, Lonnerdal B, Stendlund H, Gamayanti IL, Ismail D, Seswandhana R, et al. A community-based randomized controlled trial of iron and zinc suplementation in Indonesian infants: effects on growth and development. Am J Clin Nutr. 2004; 80: 729-36
8. Smuts CM, Lombard CJ, Benade S, Dhansay MA, Berger J, Hop LT, et al. Efficacy of a foodlet-based multiple micronutrient for preventing growth faltering, anemia and micronutrient deficiency of infants: the four country IRIS trial pooled data analysis. J.Nutr. 2005; 135: 631S-8S
9. Chwang L C, Soemantri AG, Pollitt E. Iron suplementation and physical growth of rural Indonesian children. Am J Clin Nutr. 1998; 47: 496-501
10. Sungthong R, Mo-suwan L, Chongsuvivatwong V, Geater AF. Once weekly is superior to daily iron suplementation on height gain, but not on hematological improvement among schoolchildren in Thailand. J. Nutr. 2002; 132: 418-22
11. Thu BD, Schultink W, Dillon D, Gross D, Leswara ND, Khoi HH. Effect of daily and weekly micronutrient suplementation on micronutrient deficiencies and growth in young Vietnames children. Am J clin Nutr. 1999; 69: 80-6
12. Desai MR, Dhar R, Rosen DH, Kariuki SK, Ya PS, Kager PA, et al. Daily iron supplementation is more efficacious than twice weekly iron supplementation for the treatment of childhood anemia in Western Kenya. J.Nutr. 2004; 134: 1167-74
13. Lukens JN. Iron metabolism and iron deficiency. Dalam: Miller DR, Baehner RI, Miller LP, penyunting. Blood diseases of infancy and childhood. Edisi ke-7. St. Louis: Mosby; 1995.h.193-219
14. Raspati H, Reniarti L, Susanah S. Anemia defisiensi besi. Dalam: Permono B, Sutaryo, Ugrasena IDG, Windiastuti E, Abdulsalam M, penyunting. Buku ajar hematologi onkologi anak. Jakarta: BP IDAI; 2005.h.30-43
15. Will AM. Iron metabolism, sideroblastic anemia and iron overload. Dalam: Lilleyman JS, Hann IM, Blanchette VS, penyunting. Pediatric hematology. Edisi ke-2. London: Churchill Livingstone; 2000. h.105-11
16. Negara NS, Mulatsih S, Sutaryo. Bioavaibiltias zat besi. Dalam: Triasih R, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Medika-FK UGM; 2005. h.1-7
17. WHO. Iron deficiency anemia: assessment, prevention and control. Diunduh
dari:http://www.who.int/reproductivehealt/docs/anaemia.pdf Diakses Juni 2008
18. Andrews NC. Understanding hem transport. N Engl J Med. 2005; 23: 2508-9
19. Andrews NC. Disorders of iron metabolism. N Engl J Med. 1999; 26: 1986-95
20. Mannick E, Zili Z, Udall JN. Immunophysiology and nutrition of the gut. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical application. Edisi ke-3. London: BC Decker Inc; 2003. h.356
21. Yager JY, Hartfield DS. Neurologic manifestations of iron deficiency in childhood. Pediatr Neurol. 2002; 27: 85-92
22. Black MM, Baqui AH, Zaman K, Persson LA, Arifeen SE, Le K, et al. Iron and zinc supplementation promote motor development and exploratory behavior among Bangladeshi infants. Am J Clin Nutr. 2004; 80: 903-10
23. Fall CH, Yajnik CS, Rao S, Davies AA, Brown N, Farrant HJ. Micronutrient and fetal growth. J.Nutr. 2003; 133: 1747S-56S
24. Lawless JW, Latham MC, Stephenson LS, Kinoti SN, Pertet AM. Iron supplementation improves appetite and growth in anemic Kenyan primary school children. J.Nutr.1994; 124: 645-54
26. Walker WA, Watkins JB. Nutritional requirements. Dalam: Walker WA, Watkins JB, penyunting. Nutrition in pediatrics. Edisi ke-2. London: B.C.Decker Inc; 2003. h.825-30
27. Abdulsalam M. Diagnosis, pengobatan dan pencegahan anemia defisiensi besi pada bayi dan anak. Dalam: Triasih R, penyunting. Anemia defisiensi besi. Yogyakarta: Medika-FK UGM; 2005. h.55-64
28. Lanzowsky P. Iron deficiency anemia. Dalam: Lanzowsky P, penyunting. Manual of pediatrics hematology and oncology. Edisi ke-2. Churchill Livingstone;1995. h.35-50
29. Sari M, Bloem MW, Pee SD, Schultink WJ, Sastroamidjojo S. Effect of iron-fortified candies on the iron status of children aged 4-6 y in East Jakarta, Indonesia. Am J Clin Nutr. 2001; 73: 1034-9
30. Stuijvenberg ME, Kvalsvig JD, Faber M, Kruger M, Kennoyer DG, Benade AJ. Effects of iron-, iodine- and ß-carotene- fortified biscuits on the micronutrient status of primary school children: a randomized controlled trial. Am J Clin Nutr. 1999; 69: 497-503
31. Kumar MK. Screening for anemia in children: AAP
recommendations-a critique. Pediatrics. 2001; 108: 1-2
32. Needlman RD. Assessment of growth. Dalam : Behrman RE, Kligman RM, Jenson HB, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-17. Philadelphia: Saunders; 2004. h. 58-62
33. Olsen IE, Mascarenhas MR, Stallings VA. Clinical assesment of nutritional status. Dalam: Walker WA, Watkins JB, Duggan C, penyunting. Nutrition in pediatrics basic science and clinical applications. Edisi ke-3. London : BC Decker Inc; 2003. h.6-11
34. World Health Organization. Measuring change in nutritional status. guidelines for assesing the nutritional impact of supplementary feeding programmes for vulnerable groups. Geneva; 1983. h.99-101
35. 2000 CDC growth charts for United States: methods and
development. Diunduh dari:
http://www.cdc.gov/nchs/about/major/nhanes/growthcharts/charts. htm Diakses Februari 2006
36. Madiyono B, Moeslichan S, Satroasmoro S, Budiman I, Purwanto SH. Perkiraan besar sample. Dalam: Sastroasmoro S, Ismael S, penyunting. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2002. h.259-69
37. Worlwide prevalence of anaemia 1993-2005, WHO global database on anaemia. Diunduh dari: