PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM
PERJANJIAN FIDUSIA SECARA DI BAWAH TANGAN
(PENELITIAN PADA PT. OLYMPINDO MULTI
FINANCE CABANG MEDAN DAN PT. ORIX
INDONESIA FINANCE CABANG MEDAN)
TESIS
Oleh
MARTINUS TJIPTO
077011079/MKn
S
E K O L AH
P A
S C
A S A R JA NA
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM
PERJANJIAN FIDUSIA SECARA DI BAWAH TANGAN
(PENELITIAN PADA PT. OLYMPINDO MULTI
FINANCE CABANG MEDAN DAN PT. ORIX
INDONESIA FINANCE CABANG MEDAN)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan dalam Program Studi Kenotariatan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
MARTINUS TJIPTO
077011079/MKn
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN (PENELITIAN PADA
PT. OLYMPINDO MULTI FINANCE CABANG
MEDAN DAN PT. ORIX INDONESIA FINANCE
CABANG MEDAN) Nama Mahasiswa : Martinus Tjipto Nomor Pokok : 077011079 Program Studi : Kenotariatan
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N) Ketua
(Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum) Anggota
(Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum) Anggota
Ketua Program Studi Direktur
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N) (Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal: 25 Juni 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N
Anggota : 1. Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum
2. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum
3. Notaris Syahril Sofyan, S.H., M.Kn
ABSTRAK
Perusahaan pembiayaan dalam pembiayaan kendaraan bermotor yang pembayarannya secara angsuran oleh konsumen, melakukan pengikatan atas kendaraan itu sebagai jaminan fidusia. UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (UUJF) mewajibkan jaminan fidusia dengan akta notaris dan didaftarkan pada lembaga pendaftaran fidusia untuk memperoleh sertifikat jaminan fidusia. Akan tetapi perusahaan pembiayaan melakukan pengikatan jaminan fidusia tidak dengan akta notaris dan tidak didaftarkan, sehingga pengikatan itu adalah pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan. Akibatnya perusahaan pembiayaan mendapat kendala apabila debitur tidak sanggup lagi membayar angsuran sesuai yang diperjanjikan (wanprestasi), yang seharusnya dapat melakukan eksekusi atas jaminan itu sebagai kreditur yang didahulukan. Oleh karena itu, dilakukan penelitian tentang faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, kedudukan hukum dan perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis secara pendekatan yuridis normatif yaitu penelitian kepustakaan atau studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang terkait tentang perjanjian pembiayaan konsumen, dan didukung dengan wawancara kepada responden, yaitu: Kepala Bagian atau Pimpinan perusahaan pembiayaan, Notaris, Pengacara dan debitur perusahaan pembiayaan di Kota Medan.
Hasil penelitian menunjukkan, lembaga pembiayaan konsumen yang dijadikan objek penelitian di Kota Medan melakukan perjanjian fidusia di bawah tangan disebabkan beberapa faktor, yaitu: membantu nasabah menekan biaya, persaingan bisnis, dan nilai plafon kredit yang relatif kecil dan jangka waktu kredit yang relatif pendek, sehingga tidak sebanding dengan pengeluaran biaya untuk pembuatan akta notaris dan biaya pendaftaran fidusia yang dipersyaratkan UUJF. Kedudukan hukum perjanjian fidusia secara di bawah tangan adalah sebagai perjanjian jaminan fidusia yang tidak memenuhi syarat formalitas sesuai UUJF yang mewajibkan dengan akta notaris dan didaftarkan, tidak berarti bahwa perjanjian jaminan itu adalah batal, tetapi jika konsumen/debitur wanprestasi atau cidera janji, maka lembaga pembiayaan konsumen harus melakukan gugatan perdata ke pengadilan yang mana perjanjian itu hanya sebagai perjanjian biasa, yang tidak mempunyai kekuatan bagi lembaga pembiayaan konsumen itu sebagai kreditur preferensi (yang didahulukan) atas jaminan kebendaan tersebut.
Disarankan kepada lembaga pembiayaan khususnya PT. Olympindo Multi Finance dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan, membuat kebijakan biaya akta fidusia ditanggung penuh oleh perusahaan. Pengikatan jaminan fidusia secara di bawah tangan atas dasar surat kuasa debitur segera dibuat akta fidusia dan didaftarkan, sehingga tidak menunggu terjadinya debitur wanprestasi baru dilakukan, dan untuk pengikatan yang baru langsung dilakukan secara akta fidusia sesuai ketentuan UUJF. Dalam hal kompetisi bisnis dengan mempermudah proses tetap dilakukan analisis atau survei atas kemampuan membayar konsumen, dan kalau konsumen tidak layak maka harus ditolak, sehingga dapat diminimalisir debitur yang wanprestasi.
ABSTRACT
Company of finance in defrayal of motor vehicle which is its credit payment by consumer, doing cordage of that vehicle as guarantee of fiduciary. Law No. 42 1999 about Fiduciary (UUJF) oblige guarantee of fiduciary with notary deed registered at institute registration of fiduciary to obtain guarantee certificate of However company of defrayal do cordage of guarantee of fiduciary do not notary deed and do not be registered, so that that cordage is cordage of guarantee fiduciary underhand (akta bawah tangan). As a result company of defrayal get constraint if debtor do not ready to again pay for credit as promised (wanprestasi), ought to earn execute of that guarantee as creditor which prioritize. Therefore, by research about cause factors institute defrayal do agreement of made fiduciary underhand, legal status and protection of law to creditor in agreement of fiduciary underhand, if happened default.
This research have the character of analytical descriptive with approach juridical normative that is research of done document study or bibliography or addressed only at related regulations about agreement of consumer finance, and supported with interview to responder, that is: Superintendent or Head company of institution financial, Notary, Lawyer and debtor in Medan city.
Result of research show, institute financial taken as research object in Medan city do agreement of fiduciary is underhand caused by some factor, that is: assisting client depress expense, emulation of business, and credit plafond value which is small relative and credit duration which is short relative, ill assorted so that with expenditure of expense for the making of notary deed and expense registration of fiduciary which qualify UUJF. Legal status agreement of fiduciary underhand is as agreement of guarantee of fiduciary ineligible of formality according to UUJF obliging with notary deed and registered, did not mean that agreement of that guarantee is cancelation, but if consumer/debitor of default, hence institute financial have to do civil suing to justice, which is that agreement only as agreement of habit (perjanjian biasa), what don’t have strength to institute consumer financial as creditor of prioritize (preferen) of materialism guarantee.
It is suggested to defrayal institute specially PT. Olympindo Multi Finance Medan Branch and PT. Orix Indonesia Finance of Medan Branch, making policy of act expense of fiduciary accounted on full by company. Cordage of guarantee of fiduciary underhand on the basis of debtor letter of attorney is immediately made by act of fiduciary and registered, so that do not await the happening of debtor default (wanprestasi) just is conducted, and for conducted direct new cordage act fiduciary according to UUJF. In the case of business competition by watering down process remain to analyze or survey of ability pay for consumer, and if consumer improper hence have to be refused, so that earn debtor minimize which is debt default.
KATA PENGANTAR
Pertama dan terutama dengan segala kerendahan hati terima kasih kepada
Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat dan anugerah-Nya telah menambah
keyakinan dan kekuatan penulis dengan segala keterbatasan yang dimiliki telah dapat
menyelesaikan penulisan tesis dengan judul “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT
SECARA DI BAWAH TANGAN (Penelitian pada PT. Olympindo Multi Finance
Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan”, sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Magister Kenotariatan (M.Kn) pada Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan moril
berupa bimbingan dan arahan sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu,
diucapkan terima kasih kepada dosen komisi pembimbing, yang terhormat dan amat
terpelajar Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., Ibu
Dr. T. Keizerina Devi Azwar, S.H., C.N., M.Hum., dan Ibu Dr. Sunarmi, S.H.,
M.Hum selaku Dosen Pembimbing, juga kepada Dosen Penguji Bapak Notaris
Syahril Sofyan, S.H., M.Kn., dan Notaris Syafnil Gani, S.H., M.Hum., atas
bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini. Selanjutnya diucapkan
terima kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H., Sp.A (K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara, dan para Wakil Direktur serta seluruh staf atas
bantuan, kesempatan dan fasilitas yang diberikan, sehingga dapat diselesaikan
studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, S.H., M.S., C.N., selaku Ketua Program
Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
beserta seluruh staf yang memberikan kesempatan dan fasilitas sehingga dapat
diselesaikan studi pada Program Magister Kenotariatan (M.Kn.) Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
4. Para pegawai/karyawan pada Program Studi Magister Kenotariatan (M.Kn)
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu
kelancaran dalam hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.
5. Kepada semua rekan-rekan seangkatan mahasiswa Magister Kenotariatan
(M.Kn) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Medan yang tidak
dapat penulis sebutkan satu persatu yang juga selalu membantu dan
memotivasi penulis selama masa studi untuk penyelesaian tesis dan studi pada
Program Magister Kenotariatan (M.Kn).
Teristimewa dengan tulus hati diucapkan terima kasih kepada kedua orang tua
penulis yang selalu mengasihi, Ayahanda almarhum Daniel Tjipto dan Ibunda
almarhumah Margaretha Ida yang selalu memberikan limpahan kasih sayang dan
nasihat untuk berbuat sesuatu yang terbaik demi masa depan penulis, demikian juga
kepada abang-abang dan kakak-kakak penulis tercinta. Selanjutnya, diucapkan terima
kasih kepada orang tua mertua penulis, Bapak Boni Firman dan Ibu almarhumah
Yosephine Salim, yang juga menjadi motivasi bagi penulis demi penyelesaian tesis
ini. Secara khusus diucapkan terima kasih kepada isteri tercinta A. Nita Ernawati dan
anak-anak tersayang Valerio Xaverius Tjipto, Marshall Xaverius Tjipto, Frederick
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,
terima kasih atas kebaikan, ketulusan dan dukungan dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amen.
Medan, Juni 2009 Penulis,
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Pribadi
Nama : Martinus Tjipto
Tempat/ Tgl. Lahir : Medan, 9 Mei 1967
Alamat : Jl. Kangkung No. 150 D Medan.
Agama : Kristen Katolik
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Status : Kawin
II. Orang Tua
Nama Ayah : Alm. Daniel Tjipto
Ibu : Alm. Margaretha Ida
III. Pendidikan
1. SD Budi Murni 1 Tahun 1976 – 1981
2. SMP Budi Murni 1 Tahun 1981 – 1984
3. SMU Budi Murni 1 Tahun 1984 – 1987
4. S-1 Fakultas Hukum Universitas Darma Agung Tahun 1987 – 1992
5. S-2 Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara Tahun 2007 – 2009
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI... vii
DAFTAR TABEL... ix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 11
E. Keaslian Penelitian ... 12
F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 13
1. Kerangka Teori ... 13
2. Konsepsi ... 21
G. Metode Penelitian ... 24
BAB II. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LEMBAGA PEMBIAYAAN MELAKUKAN PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT DI BAWAH TANGAN ... 28
A. Pengertian Jaminan Fidusia... 28
B. Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia ... 30
BAB III. KEDUDUKAN HUKUM PERJANJIAN FIDUSIA YANG
DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN... 48
A. Perjanjian pada Umumnya ... 48
1. Pengertian Perjanjian ... 48
2. Syarat-syarat Sahnya Perjanjian ... 50
3. Asas-asas Perjanjian ... 55
4. Jenis-jenis Perjanjian ... 59
5. Hapusnya Suatu Perjanjian ... 60
B. Perjanjian Jaminan Fidusia Secara di Bawah Tangan ... 61
C. Kedudukan Hukum Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara di Bawah Tangan ... 69
BAB IV. PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR DALAM PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT SECARA DI BAWAH TANGAN, JIKA TERJADI WANPRESTASI... 76
A. Akta Otentik (Akta Notaris) ... 76
B. Perjanjian-Perjanjian dalam Pelaksanaan Pembiayaan Konsumen ... 83
C. Perlindungan Hukum terhadap Penerima Fidusia dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat di Bawah Tangan, Jika Terjadi Wanprestasi ... 87
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 100
A. Kesimpulan... 100
B. Saran ... 101
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Tarif Penerimaan Negara Bukan Pajak Atas Pendaftaran dan Perubahan Sertifikat Jaminan Fidusia yang berlaku pada Departemen Kehakiman Tahun 2000 ... 36
2. Biaya Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Pembuatan Akta
Jaminan Fidusia Tahun 2000 ... 37
3. Jumlah Penjualan dan Jenis Pengikatan Jaminan yang
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga pembiayaan adalah salah satu bentuk usaha di bidang lembaga
keuangan bukan bank yang mempunyai peranan sangat penting dalam pembiayaan.
Kegiatan lembaga pembiayaan ini dilakukan dalam bentuk penyediaan dana atau
barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat dalam
bentuk giro, deposito, tabungan dan surat sanggup bayar. Berdasarkan kegiatan yang
dilakukan oleh lembaga pembiayaan tersebut, lembaga pembiayaan mempunyai peran
yang penting sebagai salah satu lembaga sumber pembiayaan alternatif yang potensial
untuk menunjang pertumbuhan perekonomian nasional.
Paket kebijaksanaan pemerintah yang dikeluarkan pada tanggal 20 Desember
1988 mulai memperkenalkan usaha lembaga pembiayaan yang tidak hanya kegiatan
sewa guna usaha saja, tetapi juga meliputi jenis usaha pembiayaan lainnya. Paket
kebijaksanaan 1988 tersebut dituangkan dalam Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun
1988 tentang Lembaga Pembiayaan dan Keputusan Menteri Keuangan
No.1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga
Pembiayaan.
Adanya Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga
Pembiayaan ini, maka kegiatan lembaga pembiayaan diperluas menjadi 6 (enam)
a. sewa guna usaha (leasing); b. modal ventura (venture capital); c. anjak piutang (factoring);
d. pembiayaan konsumen (consumer finance); e. kartu kredit (credit card);
f. perdagangan surat berharga (securities company).
Melihat lingkup bidang usaha perusahaan pembiayaan yang jenisnya beragam
tersebut, perusahaan pembiayaan yang melakukan lebih dari satu kegiatan sering pula
disebut multi finance company.1
Dari keenam bidang usaha di atas, perlu dibedakan khususnya untuk bidang
usaha sewa guna usaha (leasing) dengan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Hal ini mengingat secara awam sering diartikan setiap bidang usaha pembiayaan
kredit kendaraan bermotor sebagai leasing, padahal kedua bidang usaha tersebut
adalah berbeda.
Sewa guna usaha (leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal, baik secara finance lease maupun operating lease untuk
digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala. Sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau
persetujuan sewa menyewa antara lessor dengan lessee.2
1
Sunaryo, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 6. 2
Ibid., hal. 6. Djoko Prakoso, Leasing dan Permasalahannya, Dahara Prize, Semarang, 1990, hal. 1, disebutkan, perusahaan leasing adalah perusahaan yang menawarkan jasa dalam bentuk penyewaan barang-barang modal atau alat produksi dengan batas waktu menengah atau panjang, dan disini pihak penyewa (lessee) harus membayar sejumlah uang secara berkala yang terdiri dari nilai penyusutan suatu objek lessee ditambah dengan, biaya-biaya lain serta profit yang diharapkan oleh
Sedangkan yang dimaksud dengan pembiayaan konsumen (consumer finance)
adalah kegiatan pembiayaan untuk pengadaan barang berdasarkan kebutuhan
konsumen dengan sistem pembiayaan angsuran atau berkala oleh konsumen.3
Dari definisi pembiayaan konsumen tersebut terdapat empat hal penting yang
merupakan dasar dari pembiayaan konsumen, yaitu: 4
a. Pembiayaan konsumen merupakan salah satu alternatif pembiayaan yang dapat diberikan kepada konsumen.
b. Objek pembiayaan adalah barang kebutuhan konsumen, seperti komputer, barang elektronik, kendaraan bermotor dan lain-lain.
c. Sistem pembiayaan angsuran dilakukan secara berkala, biasanya secara bulanan dan ditagih langsung kepada konsumen.
d. Jangka waktu pengembalian bersifat fleksibel, tidak terikat dengan ketentuan tertentu.
Selanjutnya dalam tulisan ini difokuskan pada bidang usaha pembiayaan
konsumen (consumer finance) kredit kendaraan bermotor, yang dilakukan oleh
lembaga pembiayaan di kota Medan yaitu PT. Olympindo Multi Finance Cabang
Medan dan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan.
Dalam melakukan pembiayaan untuk kredit pembelian kendaraan bermotor,
maka lembaga pembiayaan mensyaratkan adanya suatu jaminan yaitu kendaraan
bermotor itu sendiri sebagai jaminan dari kredit yang diberikan. Dengan kata lain
lembaga pembiayaan sebagai kreditur mensyaratkan adanya suatu jaminan dari
debitur.
Jaminan adalah sesuatu yang diberikan debitur kepada kreditur untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai
3
Sunaryo, op cit. hal. 7. 4
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.5 Di samping itu, jaminan juga dapat
diartikan dengan menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali
dengan hukum benda.6
Adanya jaminan tersebut memang sangat diinginkan oleh kreditur, karena
dalam suatu perikatan antara kreditur dan debitur, pihak kreditur mempunyai suatu
kepentingan bahwa debitur dapat memenuhi kewajibannya dalam perikatan tersebut.7
Mengenai rumusan hukum jaminan, telah diatur dalam Pasal 1131 dan 1132 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata yang mensyaratkan bahwa tanpa diperjanjikan pun
seluruh harta kekayaan debitur merupakan jaminan bagi pelunasan hutangnya.
Secara garis besar, dikenal dua macam bentuk jaminan, yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan.8 Menurut sifatnya, jaminan dapat dibedakan
menjadi jaminan umum dan jaminan khusus. Pasal 1131 mencerminkan adanya
jaminan umum, yaitu: “segala hak kebendaan si berhutang, baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada
di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan”.
Selanjutnya yang dinyatakan dalam Pasal 1132 adalah sebagai berikut: “hak
kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi setiap orang yang
5
Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, 1984, hal. 50.
6
Mariam Darus Badrulzaman, Bab-bab tentang Creditverband, Gadai, dan Fiducia, Alumni, Bandung, 1987, hal. 227-265.
7
Oey Hoey Tiong, Fiducia Sebagai Jaminan Unsur-Unsur Perikatan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, hal. 14.
8
menghutangkan padanya, pendapatan penjualan atas benda-benda itu dibagi menurut
keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila
di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan”.
Misalnya dalam hal Bank yang telah memasang Akta Pemberian Hak Tanggungan
(APHT) atas suatu jaminan hutang, maka Bank tersebut mendapatkan hak preferensi.
Sedangkan jaminan khusus terdiri dari jaminan per(se)orangan dan jaminan
kebendaan. Jaminan per(se)orangan adalah suatu perjanjian antara seorang berpiutang
atau kreditur dengan seorang pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya
kewajiban-kewajiban si berhutang atau debitur.9 Misalnya perjanjian penanggungan/borgtoch
(Pasal 1820 KUH Perdata), perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata), dan
perjanjian tanggung renteng.
Jaminan yang bersifat umum dirasa kurang cukup dan kurang aman, karena
dapat mengakibatkan kreditur tidak memperoleh kembali seluruh piutangnya dari
debitur. Oleh karena itu kreditur dapat meminta kepada debitur untuk mengadakan
perjanjian tambahan yang merupakan perjanjian jaminan khusus, yang menunjuk
barang-barang tertentu milik debitur sebagai jaminan pelunasan hutang.10
Jaminan khusus lazimnya dinamakan jaminan kebendaan, yaitu jaminan yang
memberikan hak kepada kreditur atas suatu kebendaan milik debitur, yakni hak untuk
memanfaatkan benda tersebut jika debitur melakukan wanprestasi.11 Yang termasuk
dalam jaminan kebendaan antara lain adalah hak gadai, hipotek dan fidusia. Menurut
9
R. Subekti, Jaminan-jaminan untuk Pemberian Kredit Menurut Hukum Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hal. 15.
10
Ibid., hal. 31.
11
Frieda Husni Hasbullah, Hukum Kebendaan Perdata Jilid 2 Hak-hak yang Memberi
Stein dalam bukunya J. Satrio mengatakan bahwa pada waktu permulaan KUH Perdata,
memang lembaga jaminan gadai dan hipotek sudah cukup memenuhi kebutuhan praktek
penjaminan. Pada masa itu, lalu lintas kredit belum berkembang dan benda yang
digadaikan terutama berupa benda seni dan perhiasan.12
Kenyataan sekarang ini jaminan gadai maupun hipotek tidak lagi memenuhi
kebutuhan. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Sri Soedewi bahwa perkembangan
ekonomi dan kebutuhan akan lembaga jaminan yang dapat menampung kebutuhan
kredit dari masyarakat, perlu diimbangi dengan perluasan lembaga-lembaga jaminan
yang telah ada. Lembaga jaminan hendaknya perlu segera dituangkan dalam
peraturan perundang-undangan, terutama karena kenyataan di Indonesia bahwa:
1. Perusahaan-perusahaan kecil, pertokoan, pengecer rumah makan memerlukan kredit untuk memperluas usahanya dengan jaminan barang dagangannya,
2. Pegawai-pegawai kecil rumah tangga memerlukan kredit untuk keperluan rumah tangga dengan jaminan alat-alat perkakas rumah tangga,
3. Perusahaan-perusahaan tembakau dan beras memerlukan kredit untuk perluasan usahanya dengan jaminan pergudangan dan pabrik-pabriknya. Usaha-usaha pertanian memerlukan kredit untuk meningkatkan hasil pertaniannya dengan jaminan alat-alat pertaniannya.13
Kegiatan pinjam-meminjam dengan menggunakan hak tanggungan atau hak
jaminan di Indonesia, telah diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996
tentang Hak Tanggungan yang merupakan pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, yang sekaligus
12
J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak-Hak Jaminan Kebendaan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal. 9.
13
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Beberapa Masalah Pelaksanaan Lembaga Jaminan
Khususnya Fiducia di dalam Praktek dan Pelaksanaannya di Indonesia, Fakultas Hukum Universitas
sebagai pengganti dari Lembaga Hipotek atas tanah dan crediet-verband. Di samping
itu hak jaminan lainnya yang banyak digunakan adalah gadai.
Mempertegas pendapat di atas, J. Satrio mengatakan bahwa problematik
yang dihadapi dalam dunia usaha, yang menimbulkan kebutuhan akan adanya
lembaga jaminan lain, selain gadai yaitu dibutuhkannya suatu lembaga jaminan,
yang memungkinkan diberikannya benda bergerak sebagai jaminan, tetapi benda tersebut
tetap berada dalam tangan dan tetap bisa dipakai untuk usaha si pemberi jaminan.14
Praktek fidusia di luar negeri, telah lama dikenal sebagai salah satu instrumen
jaminan kebendaan bergerak yang bersifat non-possessory security. Berbeda dengan
jaminan kebendaan bergerak yang bersifat possessory security15, seperti gadai,
jaminan fidusia memungkinkan sang debitur sebagai pemberi jaminan untuk tetap
menguasai dan mengambil manfaat atas benda bergerak yang telah dijaminkan
tersebut.
Keberadaan praktek fidusia di Indonesia sebelum diundangkannya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, dilandaskan kepada
yurisprudensi dari Hoge Raad Belanda yang dikenal sebagai putusan Bier Brouwerij
Arrest, di mana hakim untuk pertama kali mengesahkan adanya mekanisme
penjaminan seperti tersebut.16 Dan juga sedikit sekali panduan yang dapat dipegang
sebagai referensi bagi keberlakuan instrumen fidusia. Yang patut dicatat adalah
14
J. Satrio, op. cit., hal. 10. 15
Sri Soedewi Masjhoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum dan
Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 1980, hal 25-28.
16
beberapa yurisprudensi seperti putusan Mahkamah Agung (MA) No. 372 K/Sip/1970
atas perkara BNI cabang Semarang vs. Lo Ding Siang, serta putusan No. 1500K/
Sip/1978 atas perkara BNI 1946 melawan Fa Megaria yang mengakui fidusia sebagai
suatu instrumen jaminan.17
Ada juga beberapa ketentuan perundang-undangan yang menyinggung fidusia
sebagai suatu instrumen jaminan. Meskipun begitu, secara umum tidak ada panduan
teknis mengenai pelaksanaan instrumen fidusia tersebut. Lahirnya jaminan fidusia
merupakan murni didasarkan pada ketentuan Pasal 1320 jo. 1338 KUH Perdata
mengenai kebebasan berkontrak.
Tidak ada suatu standar baku mengenai syarat formal penjaminan fidusia.
Juga tidak ada karakteristik lain yang umumnya terdapat pada suatu instrumen
jaminan. Tidak ada hak prioritas yang dimiliki oleh kreditur penerima fidusia. Lebih
fatal lagi, tidak ada institusi pendaftaran yang bertanggung jawab untuk melakukan
pencatatan terhadap setiap pembebanan fidusia, sehingga pada masa itu fidusia
benar-benar merupakan instrumen yang kurang dapat diandalkan di mata para kreditur.
Memenuhi kebutuhan masyarakat mengenai pengaturan jaminan Fidusia
sebagai salah satu sarana untuk membantu kegiatan usaha dan untuk memberi
kepastian hukum kepada para pihak yang berkepentingan, maka pemerintah telah
menetapkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia pada
tanggal 30 September 1999 dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 86
Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan
Akta Jaminan Fidusia pada tanggal 30 September 2000.
17
Jaminan Fidusia memberikan kemudahan bagi pihak yang menggunakannya,
khususnya bagi pihak yang memberikan fidusia (debitur). Menurut Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia khususnya dalam Pasal 5 ayat (1)
mengisyaratkan bahwa setiap pembebanan atas benda dengan jaminan fidusia itu
harus dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta
Jaminan Fidusia. Selanjutnya dalam Pasal 11 dan 12 mensyaratkan bahwa benda
bergerak yang dibebani dengan jaminan fidusia, wajib didaftarkan di kantor
pendaftaran fidusia.18
Ketentuan di atas menentukan bahwa setiap perjanjian jaminan fidusia harus
dibuat dengan akta notaris dan didaftarkan, maka perjanjian fidusia yang dibuat
secara di bawah tangan yang hanya diketahui oleh kedua belah pihak saja tidak
mempunyai kekuatan sebagai perjanjian fidusia, sebagaimana ditentukan dalam Pasal
15 ayat (3) yang berbunyi, apabila debitur cidera janji, penerima fidusia mempunyai
hak menjual benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaannya sendiri.
Jaminan fidusia yang dibuat secara di bawah tangan menyulitkan kedudukan
lembaga pembiayaan sebagai kreditur apabila pihak debitur wanprestasi atau debitur
tidak sanggup lagi membayar angsuran pinjaman sebagaimana yang diperjanjikan
dalam perjanjian pembiayaan atas kendaraan bermotor yang sekaligus dijadikan
jaminan fidusia atas fasilitas kredit yang diberikan, yang seharusnya lembaga
pembiayaan tersebut dapat melakukan eksekusi atas kendaraan bermotor tersebut sebagai
kreditur yang didahulukan. Namun lembaga pembiayaan mendapat hambatan dalam
18
pelaksanaannya karena pengikatan kendaraan bermotor sebagai jaminan kredit tersebut
hanya dilakukan dengan pengikatan fidusia secara di bawah tangan.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dilakukan penelitian tentang
Perlindungan Hukum terhadap Kreditur dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara
di Bawah Tangan (Penelitian pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan
PT. Orix Indonesia Finance Medan).
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari apa yang diuraikan dalam latar belakang tersebut di atas,
maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Apakah faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan perjanjian
fidusia yang dibuat secara di bawah tangan?
2. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah
tangan?
3. Bagaimana perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian fidusia yang
dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada judul dan permasalahan dalam penelitian ini, maka dapat
1. Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab lembaga pembiayaan melakukan
perjanjian fidusia yang dibuat secara di bawah tangan.
2. Untuk mengetahui kedudukan hukum perjanjian fidusia yang dibuat secara
di bawah tangan.
3. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap kreditur dalam perjanjian
fidusia yang dibuat secara di bawah tangan, jika terjadi wanprestasi.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara praktis maupun
teoritis, yaitu:
1. Secara praktis, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai acuan atau referensi bagi
lembaga-lembaga penyedia jasa keuangan baik bank maupun non-bank, dalam
memberi kredit ataupun dalam membiayai pembelian atas barang yang dapat
dibebankan fidusia serta memberikan masukan kepada pemerintah dalam
penyempurnaan peraturan atau ketentuan-ketentuan yang telah ada.
2. Secara teoritis, penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan hukum dalam bidang hukum jaminan, khususnya mengenai
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan informasi dan penelusuran yang dilakukan di perpustakaan
khususnya di lingkungan Sekolah Pascasarjana Studi Magister Kenotariatan
Universitas Sumatera Utara, penelitian dengan judul ”Perlindungan Hukum terhadap
Kreditur dalam Perjanjian Fidusia yang Dibuat Secara di Bawah Tangan (Penelitian
pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan dan PT. Orix Indonesia
Finance)”, belum pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Adapun judul-judul
penelitian terdahulu yang membahas tentang jaminan fidusia, antara lain:
1. Kajian Yuridis Perjanjian Kredit dengan Jaminan Fidusia pada Unit Simpan
Pinjam Koperasi Swamitra di Medan, diteliti oleh saudara Rumiris Ramarito
Nainggolan (NIM : 067011078);
2. Perlindungan Hak Kreditur dengan Jaminan Fidusia berdasarkan UU Nomor
42/1999 tentang Jaminan Fidusia, diteliti oleh saudara Amelia Kosasih (NIM :
017011072).
Dari judul-judul penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa belum ada
yang membahas secara khusus tentang perlindungan hukum terhadap penerima
fidusia dalam perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan. Dengan demikian,
penelitian ini adalah baru pertama kali dan dapat dipertanggungjawabkan secara
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik
atau proses tertentu terjadi,19 dan satu teori harus diuji dengan menghadapkannya
pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak benarannya.20 Kerangka teori
adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai sesuatu
kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan
teoretis.21
Kerangka teoritis yang digunakan dalam menelaah perlindungan hukum
terhadap penerima fidusia dalam perjanjian fidusia yang dibuat di bawah tangan
didasarkan pada teori John Rawls yang dikenal dengan teori Rawls bahwa Hukum
sebagai Justice as Fair.22 Dengan teori Rawls,23 bagaimanapun juga, cara yang adil
untuk mempersatukan berbagai kepentingan adalah dengan tanpa memberikan
perhatian istimewa terhadap kepentingan itu sendiri.
Teori Rawls,24 memberikan dua prinsip keadilan di dalamnya yakni prinsip
kebebasan dan prinsip fair. Dengan prinsip kebebasan bahwa setiap orang berhak
19
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203. M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, CV. Mandar Maju, Bandung, 1994, hal. 27. menyebutkan, bahwa teori yang dimaksud di sini adalah penjelasan mengenai gejala yang terdapat dalam dunia fisik tersebut tetapi merupakan suatu abstraksi intelektual di mana pendekatan secara rasional digabungkan dengan pengalaman empiris. Artinya teori ilmu merupakan suatu penjelasan rasional yang berkesuaian dengan objek yang dijelaskannya. Suatu penjelasan biar bagaimanapun meyakinkan, tetapi harus didukung oleh fakta empiris untuk dapat dinyatakan benar.
20
Ibid, hal. 16. 21
M. Solly Lubis, op. cit, hal. 80. 22
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum (Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Penerbit PT. Toko Gunung Agung Tbk., Jakarta, 2002, hal. 76.
23
Ibid., hal. 80. 24
mempunyai kebebasan yang terbesar asal tidak menyakiti orang lain. Selanjutnya,
dengan prinsip fair bahwa ketidaksamaan sosial dan ekonomi dianggap tidak adil
kecuali jika ketidaksamaan ini menolong seluruh masyarakat.
Berdasarkan pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat yang
berbunyi: “kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintahan Negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”. Ketentuan ini merupakan
landasan hukum dalam upaya melindungi segenap bangsa Indonesia, tidak terkecuali
bagi orang-orang yang melakukan perbuatan hukum tertentu seperti dalam hal
pembiayaan/kredit.
Dalam perjanjian fidusia terdapat dua pihak yang terlibat, yaitu penerima
fidusia sebagai pihak yang membiayai atau memberikan kredit (kreditur) dan pihak
pemberi fidusia sebagai pihak yang menerima kredit (debitur). Pihak kreditur
penerima fidusia dalam kaitannya dengan tulisan ini adalah lembaga keuangan
non-bank, yaitu suatu perusahaan lembaga pembiayaan yang bidang usahanya bergerak
dalam membiayai pembelian kendaraan bermotor secara kredit. Sedangkan yang
dimaksud dengan debitur pemberi fidusia adalah pihak yang membeli kendaraan
bermotor dari distributor/showroom kendaraan bermotor tersebut melalui lembaga
pembiayaan itu.
Apabila berbicara mengenai perjanjian fidusia, tidak terlepas dari perjanjian
pokoknya, yang dalam hal ini adalah perjanjian pembiayaan. Di samping itu,
perjanjian pembiayaan dan/atau perjanjian fidusia tersebut dapat yang dibuat secara
otentik maupun di bawah tangan, yang juga tidak terlepas dari konsep perjanjian yang
menegaskan semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang
tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan-peraturan umum
yang termuat dalam KUH Perdata. Ketentuan yang mengatur mengenai perjanjian
terdapat di dalam buku III KUH Perdata, yang memiliki sifat terbuka artinya
ketentuan-ketentuannya dapat dikesampingkan, sehingga hanya berfungsi
mengatur saja.
Sifat terbuka dari KUH Perdata ini tercermin dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata yang mengandung azas kebebasan berkontrak, maksudnya setiap orang bebas
untuk menentukan bentuk, macam dan isi perjanjian asalkan tidak bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban
umum, serta selalu memperhatikan syarat sahnya perjanjian sebagaimana termuat
di dalam Pasal 1320 KUH Perdata.
Suatu perjanjian pada dasarnya harus memuat beberapa unsur perjanjian
yaitu:25
1. unsur essentialia, sebagai unsur pokok yang wajib ada dalam perjanjian, seperti identitas para pihak yang harus dicantumkan di dalam suatu perjanjian;
2. unsur naturalia, merupakan unsur yang dianggap ada dalam perjanjian, walaupun tidak dituangkan secara tegas dalam perjanjian, seperti itikad baik dari masing-masing pihak dalam perjanjian;
3. unsur accidentialia, yaitu unsur tambahan yang diberikan oleh para pihak dalam perjanjian.
Pemahaman dari perjanjian pada umumnya yang diuraikan di atas, bahwa
materi perjanjian pada umumnya dapat digunakan sebagai dasar untuk memahami
25
dan menyusun mengenai perjanjian pembiayaan/kredit. Perjanjian pembiayaan/kredit
tidak secara khusus diatur dalam KUH Perdata tetapi termasuk dalam perjanjian
bernama di luar KUH Perdata.
Perjanjian pembiayaan/kredit dilandaskan oleh ketentuan-ketentuan KUH
Perdata Bab XII Buku III karena perjanjian kredit mirip dengan perjanjian pinjam
uang. Menurut KUH Perdata Pasal 1754 yang berbunyi: pinjam meminjam adalah
suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain
suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena pemakaian, dengan syarat
bahwa pihak yang terakhir ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis
dan mutu yang sama pula.26
Dalam hal perjanjian pembiayaan/kredit terjadi via dealer/showroom terlebih
dahulu dibuat perjanjian kerjasama antara lembaga pembiayaan dengan dealer/
showroom untuk mempermudah pembeli/konsumen dalam mengajukan atau
mengurus kredit kendaraan bermotor. Di samping itu perbuatan perjanjian kerjasama
tersebut juga dimaksud untuk mempermudah atau memperlancar hubungan bisnis
antara dealer/showroom dan lembaga pembiayaan itu sendiri dengan baik.
Pemberian jaminan fidusia selalu berupa penyediaan bagian dari harta
kekayaan si pemberi fidusia untuk pemenuhan kewajibannya.27 Artinya, pemberi
fidusia telah melepaskan hak kepemilikan secara yuridis untuk sementara waktu.
26
Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Alvabetha, Jakarta, 2005, hal. 96. 27
Menurut Subekti, memberikan suatu barang sebagai jaminan kredit berarti
melepaskan sebagian kekuasaan atas barang tersebut.28 Kekuasaan yang dimaksud
bukanlah melepaskan kekuasaan benda ekonomis melainkan secara yuridis, artinya
pemberi fidusia tetap memiliki hak ekonomis atas benda bergerak yang
dijaminkannya itu, akan tetapi pemberi fidusia tersebut tidak dapat mengalihkan
maupun mengagunkan benda bergerak yang dijaminkannya itu kepada pihak lain
sebelum kewajibannya terhadap kreditur penerima fidusia terpenuhi. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikemukakan bahwa benda jaminan masih dapat dipergunakan
oleh si pemberi fidusia untuk melanjutkan usaha bisnisnya. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa dalam perjanjian jaminan fidusia, konstruksi yang terjadi adalah
pemberi jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik manfaat, sedangkan penerima
jaminan fidusia bertindak sebagai pemilik yuridis.
Benda yang dijadikan jaminan fidusia adalah segala sesuatu yang dapat
dimiliki dan dialihkan, baik berwujud maupun tidak berwujud, yang terdaftar maupun
tidak terdaftar, yang bergerak maupun tidak bergerak, yang tidak dapat dibebani
dengan hak tanggungan atau hipotik.29 Berbeda halnya dengan objek fidusia, benda
jaminan dalam hak tanggungan adalah hak atas tanah berupa hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah negara. Pembebanan hak
tanggungan dapat juga dilakukan terhadap hak atas tanah berikut bangunan, tanaman
dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah dan milik pemegang hak
28
R. Subekti, op.cit, hal. 27. 29
atas tanah tersebut.30 Secara teoretis konseptual hak tanggungan hanya dibebankan
atas tanah saja, sedangkan benda-benda yang ada di atasnya bukan merupakan benda
bagian dari tanah melainkan benda yang memiliki status hukum tersendiri.31 Ini
berarti, UUHT pada prinsipnya menganut asas pemisahan horizontal.32 Pengecualian
atas asas tersebut hanya dimungkinkan apabila bangunan/rumah yang ada di atas
tanah tersebut adalah kepunyaan dari pemilik hak atas tanah. Dalam teori hukum pun
dapat dibenarkan bahwa asas itu memiliki sifat pengecualian. Dalam teori hukum
tanah yang dianut UUPA, antara tanah dan bangunan/rumah yang ada di atasnya
adalah terpisah satu sama lain.
Hak kebendaan dari jaminan fidusia baru lahir sejak dilakukan pendaftaran
pada kantor pendaftaran fidusia dan sebagai buktinya adalah diterbitkannya sertipikat
jaminan fidusia.33 Konsekuensi yuridis dari tidak didaftarkannya jaminan fidusia
adalah perjanjian jaminan fidusia bersifat perseorangan (persoonlijke karakter). Oleh
karena itu, proses pembuatan jaminan fidusia harus dilakukan secara sempurna mulai
dari tahap perjanjian kredit, pembuatan akta jaminan fidusia oleh notaris dan diikuti
dengan pendaftaran akta jaminan fidusia pada kantor pendaftaran fidusia. Tahapan
proses perjanjian jaminan fidusia tersebut memiliki arti yang berbeda sehingga
memberi karakter tersendiri dengan segala akibat hukumnya.
Pengalihan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 19 UUJF yang berbunyi
sebagai berikut:
30
Pasal 4 jo. Penjelasan Umum angka 6 UUHT. 31
Pasal 15 UUHT. 32
UUHT adalah amanat UUPA yang didasarkan kepada hukum adat. 33
(1) Pengalihan hak atas piutang yang dijamin dengan fidusia mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban penerima fidusia kepada kreditur baru.
(2) Beralihnya jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didaftarkan oleh Kreditur baru kepada kantor pendaftaran fidusia.
Jadi pengalihan perjanjian pokok dalam mana diatur hak atas piutang yang dijamin
dengan fidusia, mengakibatkan beralihnya demi hukum segala hak dan kewajiban
penerima fidusia kepada kreditur baru. Selanjutnya kreditur baru harus mendaftarkan
ke kantor pendaftaran fidusia.
Penghapusan jaminan fidusia diatur dalam Pasal 25 UUJF, bunyinya
hapusnya hutang yang dijamin dengan fidusia, pelepasan hak atas jaminan fidusia
oleh penerima fidusia, dan musnahnya benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Perjanjian fidusia, seperti halnya dengan perjanjian atau lembaga jaminan
lainnya, yaitu bersifat acessoir, maka perjanjian/hak fidusia hapus dapat disebabkan
oleh hapusnya perikatan pokoknya, yaitu perjanjian kredit atau perjanjian hutang
piutang yang mendahuluinya. Selain itu, jaminan fidusia juga hapus karena pelepasan
hak jaminan fidusia oleh penerima fidusia, termasuk musnahnya benda yang manjadi
objek jaminan fidusia.34
Uraian di atas memberikan pemahaman bahwa suatu perjanjian pembiayaan/
kredit sangatlah membutuhkan adanya suatu perlindungan hukum, baik bagi si
kreditur maupun debitur. Bagi kreditur, salah satunya adalah adanya jaminan, yang
dapat dibuat dengan perjanjian jaminan fidusia, yang merupakan suatu perjanjian
jaminan yang tunduk pada asas konsensualisme, yang dianut oleh KUH Perdata.
34
Pengertian konsensualisme adalah perjanjian sudah dilahirkan sebagai
suatu perjanjian yang sah mengikat dan mempunyai kekuatan hukum pada detik
tercapainya kata sepakat mengenai apa yang telah diperjanjikan antara kreditur dan
debitur. Kata sepakat mengenai kredit antar kreditur dan debitur dalam perjanjian
kredit/pembiayaan dinyatakan dengan cara menandatangani surat perjanjian
pembiayaan/kredit.35 Asas konsensualisme itu sendiri dianut oleh KUH Perdata.36
Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa dalam hak terdapat empat unsur,
yaitu subjek hukum, objek hukum, hubungan hukum yang mengikat pihak lain
dengan kewajiban dan perlindungan hukum. Hak milik itu ada subjeknya yaitu
pemilik, sebaliknya setiap orang terikat kewajiban untuk menghormati hubungan
antara pemilik dan objek yang dimilikinya. Seseorang yang membeli suatu barang
dari orang lain berhak atas barang yang dibelinya, sedangkan penjual mempunyai
kewajiban untuk menyerahkan barang yang dijualnya. Jadi hak pada hakekatnya
merupakan hubungan hukum dengan subjek hukum lain yang dilindungi oleh hukum
dan menimbulkan kewajiban.37
Penjelasan di atas memberikan pemahaman, kalau interaksi atau hubungan
yang dilakukan oleh orang yang satu dengan yang lainnya di dalam kehidupan
masyarakat akan menimbulkan hubungan hukum yang menciptakan hak dan
35
Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang Bagi
Para Pihak dalam Perjanjian Kredit Bank di Indonesia, Institut Bankir Indonesia, Jakarta, 1993,
hal. 182-183. 36
Pasal 1320 KUH Perdata 37
kewajiban di antara satu dengan atau terhadap lainnya.38 Hak dan kewajiban yang
timbul dari hubungan hukum tersebut harus dilindungi oleh hukum, sehingga orang
atau anggota masyarakat merasa aman kepentingannya. Demikian juga halnya dalam
perjanjian fidusia yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dalam pembiayaan
konsumen kredit kendaraan bermotor.
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Konsepsi diterjemahkan
sebagai usaha membawa sesuatu dari abstrak menjadi suatu yang konkrit, yang
disebut dengan operational definition.39 Pentingnya definisi operasional adalah untuk
menghindarkan perbedaan pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu
istilah yang dipakai.40 Oleh karena itu untuk menjawab permasalahan dalam
penelitian ini harus didefinisikan beberapa konsep dasar, agar secara operasional
diperoleh hasil penelitian yang sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan, sebagai
berikut:
a. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan
keyakinan, bahwa debitur akan memenuhi kewajibannya, yang dapat dinilai
dengan uang yang timbul dari suatu perikatan.41
38
Gr. Van der Burght, (ed. Wila Chandra Wila Supriadi), Buku tentang Perikatan dalam
Teori dan Yurisprundensi, Mandar Maju, Bandung, 1999, hal. 1 mengatakan “perikatan adalah suatu
hubungan hukum harta kekayaan antara dua orang atau lebih, yang menurut ketentuan seseorang atau lebih berhak atas sesuatu, sedangkan yang seorang lagi atau lebih berkewajiban untuk itu”.
39
Sutan Remy Sjahdeini, op. cit., hal. 10. 40
Tan Kamelo, “Perkembangan Lembaga Jaminan Fiducia: Suatu Tinjauan Putusan Pengadilan dan Perjanjian di Sumatera Utara”, Disertasi, PPs-USU, Medan, 2002, hal. 35.
41
b. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan
dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam
penguasaan pemilik benda.42
c. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud
maupun yang tidak berwujud dan bangunan/rumah di atas tanah orang lain baik
yang terdaftar maupun tidak terdaftar, yang tidak dapat dibebani hak tanggungan,
yang tetap berada dalam penguasaan pemberi fidusia sebagai agunan pelunasan
hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada penerima
fidusia terhadap kreditur lainnya.43
d. Benda bergerak adalah benda yang karena sifatnya dapat dipindahkan atau karena
ditentukan undang-undang.
e. Benda tidak bergerak adalah benda yang karena sifatnya tidak dapat dipindahkan
atau karena peruntukannya atau karena ditentukan undang-undang.
f. Akta jaminan fidusia adalah akta di bawah tangan dan akta notaris yang berisikan
pemberian jaminan fidusia kepada kreditur tertentu sebagai jaminan untuk
pelunasan piutangnya.44
g. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
42
Pasal 1 angka 1 UUJF. 43
Bandingkan pengertian jaminan fidusia dalam Pasal 1 angka 2 UUJF. Dalam pasal ini, pembentuk undang undang mengidentifikasi bangunan merupakan benda tidak bergerak sebagai objek fidusia. Menurut penulisbangunan di atas tanah orang lain adalah benda bukan tanah.
44
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.45
h. Debitur adalah orang atau badan usaha yang memiliki hutang kepada bank atau
lembaga pembiayaan lainnya karena perjanjian atau undang-undang.46
i. Kreditur adalah pihak bank atau lembaga pembiayaan lainnya yang mempunyai
piutang karena perjanjian atau undang-undang.47
j. Kreditur preferensi adalah kreditur pemegang hak jaminan yang memiliki hak
secara didahulukan terhadap kreditur lainnya untuk mengambil pelunasan
piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan.48
k. Perlindungan hukum dapat diartikan sebagai suatu pemberian jaminan atau
kepastian bahwa seseorang akan mendapatkan apa yang menjadi hak dan
kewajibannya atau suatu pemberian jaminan atau kepastian bahwa seseorang akan
terlindungi kepentingannya dalam masyarakat dari orang lain sehingga yang
bersangkutan merasa aman.
45
Pasal 1 angka 11 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1998. 46
Bandingkan dengan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
47
Bandingkan dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
48
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian yang berdasarkan data dan fakta objektif,
sehingga kebenaran data dapat dipertanggung-jawabkan secara normatif maupun
empiris. Penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang
merupakan data sekunder atau disebut juga penelitian kepustakaan.49
Dalam melakukan penelitian ini, digunakan pendekatan yuridis-normatif atau
disebut juga dengan penelitian hukum doktrinal. Pendekatan yuridis-normatif ini
digunakan dengan maksud untuk mengadakan pendekatan terhadap masalah dengan
cara melihat dari segi peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dokumen-dokumen dan berbagai teori.50
Kemudian dari semua data yang didapat, akan dianalisis secara kualitatif,
yang bertujuan untuk mengungkapkan permasalahan dan pemahaman dari kebenaran
data yang ada. Semua data, fakta dan keterangan-keterangan yang diperoleh
berdasarkan langkah penelitian tersebut kemudian diolah dan dianalisis, serta
dirangkumkan secara keseluruhan untuk dituangkan kedalam tesis ini.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam tesis ini adalah menggunakan
metode penelitian yuridis-normatif51 yaitu dengan meneliti sumber-sumber bacaan
49
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, op. cit, hal. 10. 50
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodelogi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1990, hal. 11.
51
Penelitian hukum normatif adalah penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif
yang relevan dengan tema penelitian, yang meliputi penelitian terhadap asas-asas
hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan yang bersifat teoritis
ilmiah dan dapat menganalisa permasalahan yang akan dibahas, serta data lainnya
yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan objek penelitian ini mengenai
tindakan lembaga pembiayaan dalam melaksanakan perjanjian jaminan fidusia.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini mengambil lokasi pada PT. Olympindo Multi Finance Cabang
Medan, sebagai salah satu lembaga pembiayaan di Kota Medan, dan sebagai
perbandingan juga dilakukan penelitian di PT. Orix Indonesia Finance Cabang
Medan.
4. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah menggunakan
penelusuran kepustakaan yang berupa literatur dan dokumen-dokumen yang ada serta
dibantu dengan data yang diperoleh di lapangan yang berkaitan dengan objek
penelitian ini.
Dalam penelitian hukum normatif, data yang diperlukan adalah data
sekunder.52 Dan data sekunder tersebut mempunyai ruang lingkup yang sangat luas,
sehingga meliputi surat-surat pribadi, buku-buku harian, sampai dokumen-dokumen
resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah.53
52
Abdul Kadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2004, hal. 121.
53
Adapun data sekunder dalam penelitian ini terdiri dari:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu sebagai landasan utama yang dipakai dalam rangka
penelitian ini di antaranya adalah:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2) Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia;
3) Undang-Undang RI Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris;
4) Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran
Jaminan Fidusia.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai
bahan hukum primer, antara lain:
1) Perjanjian yang dibuat antara lembaga pembiayaan dengan nasabahnya
(debitur), akta jaminan fidusia, sertipikat jaminan fidusia.
2) Buku-buku, hasil-hasil penelitian, hasil karya ilmiah dari kalangan hukum,
serta penelitian lainnya yang berhubungan dengan tulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier, meliputi: kamus hukum, kamus bahasa Inggris, dan kamus
bahasa Indonesia, ensiklopedia, majalah, surat kabar, dan jurnal-jurnal hukum
serta laporan ilmiah.
5. Alat Pengumpul Data
Alat yang dipakai dalam pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
a. Studi dokumen, dilakukan dengan menelaah semua literatur yang berhubungan
b. Studi lapangan, dilakukan wawancara dengan menggunakan pedoman wawancara
(interview guide) kepada para responden, yaitu:
1) Kepala Bagian PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan,
2) Pimpinan PT. Orix Indonesia Finance Cabang Medan.
3) Notaris di Kota Medan sebanyak 2 (dua) orang, yaitu: Notaris John H.M.
Situmorang, S.H., dan Notaris Hotdin Simbolon, S.H., M.Kn.
4) Pengacara/Advocaat A. Madjid Hutagaol, S.H.
5) Nasabah/debitur PT. Olympindo Multi Finance Cabang Medan sebanyak 2
(dua) orang, yaitu: Nixon Simamora dan Veralina.
6. Analisis Data
Analisis data terhadap data primer dan data sekunder mengenai pelaksanaan
perjanjian jaminan fidusia yang dibuat di bawah tangan dan bagaimana perlindungan
hukumnya bagi lembaga pembiayaan sebagai kreditur jika terjadi wanprestasi, yang
dilakukan setelah diadakan terlebih dahulu pemeriksaaan, pengelompokan,
pengolahan dan kemudian dievaluasi sehingga diketahui validitasnya, lalu dianalisis
dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Kemudian ditarik kesimpulan
dengan menggunakan metode deduksi, yaitu berpikir dari hal yang umum menuju hal
yang lebih khusus, dengan menggunakan perangkat normatif, yakni interpretasi dan
konstruksi hukum, sehingga analisis data diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan
BAB II
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB LEMBAGA PEMBIAYAAN MELAKUKAN PERJANJIAN FIDUSIA YANG DIBUAT
DI BAWAH TANGAN
A. Pengertian Jaminan Fidusia
Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia yang dimaksud dengan pengertian Fidusia adalah pengalihan hak
kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang
hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Beberapa ciri yang tampak dalam perumusan tersebut sebagaimana
dikemukakan J. Satrio, antara lain:54
a. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda;
b. Atas dasar kepercayaan;
c. Benda itu tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Pengalihan hak milik adalah hak milik atas benda yang diberikan sebagai
jaminan, dialihkan oleh pemiliknya kepada kreditur penerima jaminan, sehingga
selanjutnya hak milik atas benda jaminan ada pada kreditur penerima jaminan.
Pengertian atas dasar kepercayaan, tidak ada penjelasan resmi dalam
Undang-Undang Fidusia. Kata “kepercayaan” mempunyai arti bahwa pemberi jaminan
percaya, bahwa penyerahan ”hak miliknya” tidak dimaksudkan untuk benar-benar
menjadikan kreditur pemilik atas benda yang diserahkan kepadanya dan bahwa
54
nantinya kalau kewajiban perikatan pokok, untuk mana diberikan jaminan fidusia
dilunasi, maka benda jaminan akan kembali menjadi milik pemberi jaminan.
Benda tetap dalam penguasaan pemilik benda, maksudnya adalah bahwa
penyerahan itu dilaksanakan secara contitutum possesorium, yang artinya penyerahan
“hak milik” dilakukan dengan janji, bahwa bendanya sendiri secara physic tetap
dikuasai oleh pemberi jaminan. Jadi kata-kata “dalam penguasaan” diartikan tetap
dipegang oleh pemberi jaminan.55
Menurut V. Oven sebagaimana dikutip J. Satrio, yang diserahkan adalah hak
yuridisnya atas benda tersebut. Dengan demikian hak pemanfaatan (hak untuk
memanfaatkan benda jaminan) tetap ada pada pemberi jaminan. Dalam hal demikian
maka hak milik yuridisnya ada pada kreditur penerima fidusia, sedang hak sosial
ekonominya ada pada pemberi fidusia.56
Menurut Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, dalam jaminan Fidusia
pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-mata sebagai jaminan bagi
pelunasan hutang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh penerima fidusia. Hal ini
dikuatkan lagi dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang
Jaminan Fidusia (UUJF) yang menyatakan bahwa setiap janji yang memberikan
kewenangan kepada Penerima Fidusia untuk memiliki benda yang menjadi objek
jaminan fidusia apabila debitur cidera janji akan batal demi hukum.
Dalam Pasal 1 UUJF dinyatakan, bahwa:
Jamian Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam
55
Ibid., hal. 160. 56
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Objek Jaminan Fidusia (benda) telah diatur dalam Pasal 1 ayat (4), Pasal 9,
Pasal 10 dan Pasal 20 UUJF, benda-benda yang menjadi objek jaminan fidusia
tersebut adalah sebagai berikut:57
1. benda tersebut harus dapat dimiliki dan dialihkan secara hukum; 2. dapat atas benda berwujud;
3. dapat juga atas benda tidak berwujud termasuk piutang; 4. benda bergerak;
5. benda tidak bergerak yang tidak dapat dengan hak tanggungan; 6. benda tidak bergerak yang tidak dapat diikat dengan hipotik;
7. baik atas benda yang sudah ada maupun terhadap benda yang akan diperoleh kemudian. Dalam hal benda yang akan diperoleh kemudian, tidak diperlukan suatu akta pembebanan fidusia tersendiri;
8. dapat atas satu satuan atau jenis benda;
9. dapat juga atas lebih dari satu jenis atau satuan benda; 10. termasuk hasil dari benda yang telah menjadi objek fidusia;
11. termasuk juga hasil klaim asuransi dari benda yang menjadi objek jaminan fidusia;
12. benda persediaan (inventory, stock perdagangan) dapat juga menjadi objek jaminan fidusia;
B. Pembebanan dan Pendaftaran Jaminan Fidusia
Dalam Pasal 4 UUJF dinyatakan bahwa jaminan fidusia merupakan perjanjian
ikutan dari suatu perjanjian pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak
untuk memenuhi suatu prestasi. Yang dimaksud prestasi di sini adalah memberikan
sesuatu, berbuat sesuatu, atau tidak berbuat sesuatu, yang dapat dinilai
dengan uang.
57
Pembebanan benda dengan Jaminan Fidusia diatur pada Pasal 5 yang
berbunyi:58
(1) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia;
(2) Terhadap pembuatan Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Akta Jaminan Fidusia haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:59 (1) haruslah berupa akta notaris;
(2) haruslah dibuat dalam bahasa Indonesia;
(3) harus berisikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut: a. Identitas pihak pemberi fidusia:
Nama lengkap, agama, tempat tinggal/tempat kedudukan, tempat lahir tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan, pekerjaan;
b. Identitas pihak penerima fidusia, yakni tentang dana seperti tersebut di atas;
c. Haruslah dicantumkan hari, tanggal, dan jam pembuatan akta fidusia; d. Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia;
e. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan fidusia, yakni tentang identifikasi benda tersebut, dan surat bukti kepemilikan. Jika benda selalu berubah-ubah seperti benda dalam persediaan (inventory) haruslah disebutkan tentang jenis, merek, dan kualitas dari benda tersebut;
f. Berapa nilai penjaminannya;
g. Berapa nilai benda yang menjadi objek jaminan fidusia.
Mengacu Pasal 1870 KUH Perdata, bahwa Akta Notaris merupakan akta
otentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna tentang apa yang dimuat
di dalamnya di antara para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti haknya.
Jadi, bentuk akta otentik dapat dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum
berkenaan dengan objek jaminan fidusia.
58
Ibid., hal. 20. 59
Menurut Munir Fuady, jika ada alat bukti Sertipikat Jaminan Fidusia dan
sertipikat tersebut adalah sah, maka alat bukti lain dalam bentuk apapun harus
ditolak. Para pihak tidak cukup misalnya hanya membuktikan adanya fidusia dengan
hanya menunjukkan Akta Jaminan yang dibuat Notaris. Sebab menurut Pasal 14 ayat
(3) UU Fidusia No. 42 Tahun 1999, maka dengan akta jaminan fidusia, lembaga
fidusia dianggap belum lahir. Lahirnya fidusia tersebut adalah pada saat didaftarkan
di kantor Pendaftaran Fidusia.60
Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11 UUJF sebagai berikut:
(1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan;
(2) Dalam hal benda yang dibebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku.
Pendaftaran jaminan fidusia itu, berdasarkan Pasal 12 dan 13 UUJF adalah
kepada Kantor Pendaftaran Fidusia. Jika kantor fidusia di tingkat II (kabupaten/kota)
belum ada maka didaftarkan Kantor Pendaftaran Fidusia di Kantor Wilayah
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia di tingkat Propinsi.
Pihak yang berhak mengajukan permohonan pendaftaran jaminan fidusia
adalah penerima fidusia, kuasa ataupun wakilnya, dengan melampirkan pernyataan
pendaftaran jaminan fidusia, yang memuat:
a. Identitas pihak Pemberi Fidusia dan Penerima Fidusia;
b. Tanggal nomor Akta Jaminan Fidusia, nama dan tempat kedudukan Notaris yang membuat Akta Jaminan Fidusia;
c. Data perjanjian pokok yang dijamin Fidusia;
d. Uraian mengenai benda yang menjadi objek jaminan Fidusia; e. Nilai penjaminan; dan
f. Nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia.
60
Kantor Pendaftaran Fidusia mencatat Jaminan Fidusia dalam Buku Daftar
Fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan permohonan
pendaftaran. Tanggal pencatatan Jaminan Fidusia pada Buku daftar Fidusia adalah
dianggap sebagai tanggal lahirnya jaminan Fidusia. Pada hari itu juga Kantor
Pendaftaran Fidusia di Kanwil Kehakiman di Tingkat Provinsi (jika Kantor Fidusia
di tingkat kabupaten/kota belum ada) mengeluarkan/menyerahkan Sertipikat Jaminan
Fidusia kepada pemohon atau Penerima Fidusia.61
Dalam sertipikat Jaminan Fidusia dicantumkan kata-kata “DEMI KEADILAN
BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”. Sertipikat tersebut
mempunyai eksekutorial yang dipersamakan dengan putusan Pengadilan yang
memperoleh kekuatan hukum tetap. Artinya adalah sertipikat Jaminan Fidusia ini
dapat langsung dieksekusi tanpa melalui proses persidangan dan pemeriksaan melalui
Pengadilan dan bersifat final serta mengikat para pihak untuk melaksanakan putusan
tersebut.62
Dalam hal terdapat kekeliruan penulisan dalam sertipikat Jaminan Fidusia
yang telah diterima oleh pemohon, maka dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam
puluh) hari setelah diterimanya sertipikat tersebut, pemohon wajib memberitahukan
kepada kantor untuk diterbitkan sertipikat perbaikan. Penerbitan sertipikat perbaikan
tersebut tidak dikenakan biaya.63
61
Lihat, Pasal 4 PP Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia.
62
Gunawan Widjaja & Ahmad Yani, op. cit., hal. 142. 63
Pendaftaran jaminan fidusia ini sesuai dengan UUJF dan Surat Keputusan
Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.03-PR.07.10 Tahun 2001 tentang Pembukaan Kantor Pendaftaran Fidusia di seluruh
Kantor Wilayah Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia, maka diberitahukan bahwa Kantor Pendaftaran Fidusia di setiap ibukota
propinsi di seluruh Indonesia telah dibentuk di Kantor Wilayah Departemen
Kehakiman dan Hak Azas Manusia Republik Indonesia dan berlaku efektif
operasional sejak tanggal 1 April 2001, sehingga kantor Pendaftaran Fidusia
di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Departemen Kehakiman dan Hak
Asasi Manusia tidak boleh menerima lagi pendaftaran Jaminan Fidusia. Jadi,
pendaftaran jaminan fidusia tidak lagi ke pusat tetapi sudah dapat dilaksanakan
di Kantor Wilayah Departemen Hukum dan HAM RI daerah masing-masing.
Tata cara pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya
Pembuatan Akta, yang tata caranya adalah sebagai berikut:
1. Permohonan jaminan fidusia diajukan kepada Menteri;
2. Permohonan pendaftaran jaminan fidusia dikenakan biaya;
3. Pernyataan pendaftaran jaminan fidusia dilakukan dengan mengisi formulir yang
bentuk dan isinya ditetapkan dengan Keputusan Menteri;
4. Permohonan pendaftaran tersebut diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
melalui kantor oleh Penerima Fidusia, kuasa atau wakilnya dengan melampirkan