PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI
KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL
PADA PEMKO/PEMKAB SUMATERA UTARA
TESIS
Oleh
ANGGIAT SITUNGKIR
077017030/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
2009
SE K O L
A
H P
A
S C
A S A R JA N
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI
KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL
PADA PEMKO/PEMKAB SUMATERA UTARA
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Akuntansi pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
ANGGIAT SITUNGKIR
077017030/Akt
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMKO/ PEMKAB SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Anggiat Situngkir
Nomor Pokok : 077017030
Program Studi : Akuntansi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak) Ketua
(Drs. Firman Syarif, M.Si. Ak) Anggota
Ketua Program Studi,
(Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak)
Direktur,
(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)
Telah diuji pada
Tanggal: 9 September 2009
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak
Anggota : 1. Drs. Firman Syarif, M.Si, Ak
2. Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak
3. Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa yang berjudul :
“PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, PENDAPATAN ASLI
DAERAH, DANA ALOKASI UMUM DAN DANA ALOKASI KHUSUS
TERHADAP ANGGARAN BELANJA MODAL PADA PEMKO/PEMKAB
SUMATERA UTARA”.
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, 05 Juli 2009
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara.
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, dengan pengujian regresi berganda dengan melakukan uji asumsi klasik sebelum mendapatkan model penelitian yang terbaik. Variabel dalam penelitian ini adalah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus sebagai variabel independen dan Belanja Modal sebagai variabel dependen. Jumlah populasi penelitian ini sebanyak 33 kabupaten dan kota
dan dengan menggunakan purposive sampling diperoleh 19 Kabupaten/Kota sebagai
sampel dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2007.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa secara simultan Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh signifikan terhadap belanja modal di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara hal ini dapat dijelaskan dalam Adjusted R2 sebesar 71,5% variabel Belanja Modal dapat dijelaskan oleh variabel independen yang ada yaitu Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Belanja Modal. Sisanya sebesar 28,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian ini. Secara parsial variabel Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi
Khusus (DAK) yang berpengaruh signifikan terhadap belanja modal
di Kabupaten/Kota di Sumatera Utara, sedangkan Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh PDRB harga berlaku, tidak berpengaruh secara signifikan terhadap besarnya Belanja Modal. Dengan demikian, bagi pemerintah Kabupaten/Kota DAU sebagai alat pemerataan fiskal akibat adanya fiscal gap, di mana kebutuhan DAU suatu daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal capacity) yang sangat menentukan pemenuhan komposisi Belanja Modal pada Kabupaten Kota di Sumatera Utara.
Kata Kunci: Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum,
ABSTRACT
The purpose of this research is to find out and to analyze whether Economic Growth, Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund influence the Capital Expenditure in North Sumatera Province.
The analyze method that is used in this research is quantitative method with multiple linier regression with bring about classical assumption test before finding out the best linier model. The variable used in this research are Economic Growth, Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund as independent variable and the Capital Expenditure as dependent variable. The population is 33 regencies and cities in North Sumatera, and by using purposive sampling technique, 19 regencies and cities in North Sumatera Province the year 2004 up to year 2007 are chosen as samples.
The result proof that Economic Growth, Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund influence significanly and simultaneously the Capital Expenditure of regencies and cities in North Sumatera. Adjusted R2 expressed that 71,5% influence given by Independent variables. The rest 28,5% influence given by other variables is not mentioned in this research model, Partially Local Own Revenue, General Alocation Fund, Special Alocation Fund variable influence Capital Expenditure. Economic Growth with PDRB with actual price have no significant influence to the Capital Expenditure. This implies to the heads of regencies and cities goverment that General Alocation Fund is a means of even distribution due to fiscal gap, fiscal needs and fiscal capacities determinant to meet the composition of capital expenditure of Regencies and cities in North Sumatera Province.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunianya,
penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat waktu. Tesis ini berjudul “Pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus terhadap Anggaran Belanja Modal pada Pemko/Pemkab
Sumatera Utara” yang dikaji dengan beberapa pendekatan/analisis sebagai aplikasi
pengetahuan yang didapat penulis selama mengikuti perkuliahan pada Program
Magister Akuntansi Universitas Sumatera Utara Medan.
Pada kesempatan ini penulis tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih
dan penghargaan kepada semua pihak, terutama kepada:
1. Bapak Prof. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A.(K), selaku Rektor Universitas
Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, Selaku Direktur Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Prof. Dr. Ade Fatma Lubis, MAFIS, MBA, Ak, Selaku Ketua Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan
bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan saran dan
kritik untuk penyelesaian tesis ini.
4. Ibu Dra. Tapi Anda Sari Lubis, M.Si, Ak, selaku Sekretaris Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan
bertindak sebagai Dosen Pembanding yang telah banyak memberikan masukan
dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.
5. Ibu Erlina, SE, M.Si, Ph.D, Ak, selaku Dosen Pembimbing, yang telah banyak
membantu/membimbing saya dalam penyelesaian tesis ini.
6. Bapak Drs. Firman Syarif, M.Si,Ak, selaku Dosen Pembimbing, yang telah
7. Bapak Drs. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembanding yang
telah banyak memberikan masukan dan kritik dalam penyelesaian tesis ini.
8. Dosen dan segenap Civitas Akademika Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara.
9. Bapak Ir. Zulkifli Lubis, M.I.Kom, selaku Direktur Politeknik Negeri Medan
yang telah memberikan kesempatan mengikuti kuliah pada Program Studi
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
10. Istri dan Anakku tersayang, yang memberikan dorongan dan motivasi pada
penulis sehingga dapat menyelesaikan studi.
11. Ibunda tercinta D.br Sijabat (Op Ranto) yang tetap mendukung dalam doa.
12. Rekan-rekan seperjuangan dari Politeknik Negeri Medan dan angkatan 13
Magister Akuntansi Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
Semoga tesis ini bermanfaat bagi kita semua. Amin
Medan, 05 Juli 2009
RIWAYAT HIDUP
1. N a m a : Anggiat Situngkir
2. Tempat/Tanggal lahir : Sipali-pali I/16 Agustus 1961
3. Pekerjaan : Dosen Politeknik Negeri Medan
4. Agama : Kristen
5. Orang tua
a. Ayah : St. N. Situngkir (Alm)
b. Ibu : D br Sijabat
6. Isteri : Jojor Lisbet Sibarani, SE
7. Anak : 1. Alfin RJ Situngkir
2. Arren RY Situngkir
3. Ruthelica J Situngkir
8. Alamat : Jl. Pinang 3 No. 11 Medan
9. Pendidikan
a. SD : SD Negeri 2 Hutamanik, Tamat 1972
b. SLTP : SMP Negeri Sumbul, Tamat 1975
c. SMU : SMA Negeri 24 Medan, Tamat 1979
d. Universitas/Fakultas : Fakultas Ekonomi USU, Tamat 1997
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... v
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Penelitian... 1
1.2. Rumusan Masalah Penelitian... 6
1.3. Tujuan Penelitian ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Originalitas Penelitian ... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Landasan Teoritis ... 8
2.1.1. Anggaran Daerah Sektor Publik ... 8
2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia ... 9
2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah ... 11
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah ... 13
2.1.5 Dana Alokasi Umum ... 15
2.1.6. Dana Alokasi Khusus ... 18
2.1.7. Belanja Modal dalam Anggaran Daerah ... 20
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 23
BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS ... 25
3.1. Kerangka Konseptual ... 25
3.2. Hipotesis Penelitian ... 27
BAB IV METODE PENELITIAN……… 28
4.1. Jenis Penelitian ... 28
4.2. Lokasi Penelitian ... 28
4.3. Populasi dan Sampel... 29
4.4. Metode Pengumpulan Data ... 30
4.5.1. Definisi Operasional ... 31
4.5.2. Metode Pengukuran Variabel ... 32
4.6. Metode Analisa Data ... 33
4.6.1. Uji Asumsi Klasik ... 33
4.6.2. Model Pengujian Hipotesis ... 35
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 37
5.1. Deskripsi Data Penelitian ... 37
5.2. Analisis Data ... 40
5.2.1. Uji Asumsi Klasik... 40
5.2.1.1. Uji normalitas ... 40
5.2.1.2. Uji multikolinieritas ... 42
5.2.1.3. Uji heteroskedastisitas ... 43
5.2.1.4. Uji autokorelasi ... 44
5.3. Hasil Analisis ... 45
5.4. Model Uji Hipotesis ... 47
5.4.1. Uji Signifikansi Simultan (Uji F) ... 47
5.4.2. Uji Signifikansi Parsial (Uji t)... 48
5.5. Pembahasan ... 50
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 55
6.1. Kesimpulan ... 55
6.2. Keterbatasan Penelitian... 55
6.3. Saran ………... 56
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. Penelitian Terdahulu... 24
4.1. Populasi dan Sampel Penelitian ………... 29
4.2. Operasionalisasi Variabel ………. 32
5.1. Statistik Deskriptif………. 37
5.2. Hasil Pengujian One Sample Kolmogorov Smirnov Test…… 42
5.3. Uji Multikolinieritas ………. 43
5.4. Uji Glesjer………….……… 44
5.5. Uji Autokorelasi……… 45
5.6. Uji Kelayakan Model………. 46
5.7. Hasil Regresi Uji F……… 47
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
3.1. Kerangka Konseptual……….. 25
5.1. Grafik Normalitas Sebelum Transformasi ..…... 40
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Tabulasi Data……….. 60
2a. Hasil Uji Regresi Berganda Sebelum Transformasi Variabel
PDRB (X1)………... 63
2b. Hasil Uji Regresi Berganda Sesudah Transformasi Variabel
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Dampak pelaksanaan otonomi daerah adalah tuntutan terhadap pemerintah dalam
menciptakan good governance sebagai prasyarat dengan mengedepankan akuntanbilitas
dan transparansi. Lingkup anggaran menjadi relevan dan penting di lingkungan
pemerintah daerah karena terkait dengan dampak anggaran terhadap kinerja
pemerintah, sehubungan dengan fungsi pemerintah dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat. Selanjutnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) akan
mengawasi kinerja pemerintah melalui anggaran. Bentuk pengawasan ini sesuai
dengan agency theory yang mana pemerintah daerah sebagai agen dan DPRD sebagai
prinsipal. Hal ini menyebabkan penelitian di bidang anggaran pada pemerintah daerah
menjadi relevan dan penting.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Anggaran sektor
publik pemerintah daerah sebenarnya merupakan output pengalokasian sumberdaya
dan pengalokasian sumberdaya merupakan permasalahan yang mendasar dalam
penganggaran sektor publik. Keterbatasan sumberdaya sebagai akar masalah utama
dalam pengalokasian anggaran sektor publik dapat diatasi dengan pendekatan ilmu
ekonomi melalui berbagai teori. Tuntutan untuk mengubah struktur belanja menjadi
semakin kuat, khususnya pada daerah-daerah yang mengalami kapasitas fiskal rendah
Pergeseran komposisi belanja merupakan upaya logis yang dilakukan
pemerintah daerah setempat dalam rangka meningkatkan tingkat kepercayaan publik.
Pergesaran ini ditujukan untuk peningkatan investasi modal dalam bentuk aset tetap,
yakni peralatan, bangunan, infrastruktur, dan harta tetap lainnya. Semakin tinggi
tingkat investasi modal diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik,
karena aset tetap yang dimiliki sebagai akibat adanya anggaran belanja modal
merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah
daerah.
Anggaran belanja modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana
dan prasarana, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk
fasilitas publik. Oleh karena itu, dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan
publik, pemerintah daerah seharusnya mengubah komposisi belanjanya. Selama ini
belanja daerah lebih banyak digunakan untuk belanja rutin yang relatif kurang
produktif. Saragih (2003) menyatakan bahwa pemanfaatan belanja hendaknya
dialokasikan untuk hal-hal produktif, misal untuk melakukan aktivitas pembangunan.
Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita diproksi
dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono, 1985).
Pertumbuhan ekonomi yang dimaksudkan di sini adalah pertumbuhan ekonomi yang
tercermin dari PDRB berdasarkan harga berlaku. Dalam produk domestik regional
bruto PDRB Sumatera Utara tahun 2007, menyebutkan 9 sektor-sektor ekonomi
dalam PDRB antara lain; 1) Sektor Pertanian, 2) Sektor Pertambangan dan
Bersih; 5) Sektor Bangunan; 6) Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran; 7) Sektor
Pengangkutan dan Komunikasi; 8) Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa
Perusahaan; 9) Sektor Jasa-jasa.
Kebijakan otonomi daerah merupakan pendelegasian kewenangan yang
disertai dengan penyerahan dan pengalihan pendanaan, sarana dan prasarana dan
sumber daya manusia (SDM) dalam kerangka desentralisasi fiskal. Dalam
menghadapi desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa potesnsi fiskal pemrintah
daerah satu dengan daerah yang lain bisa jadi sangat beragam perbedaan ini pada
gilirannya dsapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang beragam pula. Hasil
penelitian yang dilakukan Oates (1995), Lin dan Liu (2000) dalam Darwanto (2007)
menunjukkan desentralisasi fiskal memberikan dampak yang sangat berarti bagi
pertumbuhan ekonomi daerah dan membuktikan adanya hubungan yang positif dan
signifikan. Sedangkan penelitian Darwanto (2007) menunjukkan bahwa pertumbuhan
ekonomi memiliki korelasi positif namun tidak signifikan terhadap anggaran belanja
modal. Dengan demikian bahwa desntralisasi memberikan dampak yang positif
terhadap pertumbuhan ekonomi dengan mengalokasikan secara lebih efisien berbagai
potensi lokal untuk kepentingan layanan publik.
Pendapatan Asli Daerah adalah pendapatan asli daerah yang terdiri dari hasil
pajak daerah, retribusi daerah, pendapatan dari laba perusahaan daerah dan lain-lain
pendapatan yang sah. Menurut Mardiasmo (2002) saat ini masih banyak masalah
yang dihadapi pemerintah daerah terkait dengan upaya meningkatkan penerimaan
mendukung untuk investasi menimbulkan pertanyaan bagaimana sebenarnya alokasi
PAD terhadap anggaran belanja modal, apakah karena PAD yang rendah atau alokasi
yang kurang tepat?
Studi Abdullah (2004) menemukan adanya perbedaan preferensi antara
eksekutif dan legislatif dalam pengalokasian spread PAD ke dalam belanja sektoral.
Alokasi untuk infrastruktur dan DPRD mengalami kenaikan, tapi alokasi untuk
belanja modal justru mengalami penurunan. Abdullah (2004) menduga power
legislatif yang sangat besar menyebabkan diskresi atas penggunaan spread PAD tidak
sesuai dengan preferensi publik.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara
keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total
pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar,
terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).
Menurut Setiaji (2005) perbedaan pertumbuhan PAD tidak diikuti dengan
kenaikan share (kontribusi) PAD terhadap anggaran belanja modal dan peningkatan
PAD tidak sebanding dengan peningkatan total belanja mereka.
Dana Alokasi Umum, adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya di dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Konsekuensi akibat
penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah mengakibatkan
menyebabkan terjadinya transfer yang cukup signifikan di dalam APBN dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat
menggunakan dana tersebut untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat atau untuk keperluan lain yang mungkin tidak penting.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et.al., (1985)
dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara
transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik
mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam
jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga
memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric.
Dana Alokasi Khusus, merupakan dana yang berasal dari APBN dan
dialokasikan ke daerah kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang
sifatnya khusus, tergantung tersedianya dana dalam APBN (Suparmoko, 2002).
Kebutuhan khusus adalah kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi
umum, dan atau kubutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional. Selain
pertumbuhan ekonomi, PAD dan DAU, DAK juga memiliki pengaruh terhadap
anggaran belanja modal, karena DAK ini juga cenderung akan menambah aset tetap
yang dimiliki oleh pemerintah guna meningkatkan pelayanan publik.
Menurut Darwanto (2007) bahwa Pertumbuhan Ekonomi, PAD dan DAU
berpengaruh positif terhadap pengalokasian belanja modal dalam ABPD. Penelitian
ini merupakan penelitian relasional yang akan menguji pengaruh pertumbuhan
Pemko/Pemkab Sumatera Utara dan merupakan replikasi dari penelitian yang
dilakukan oleh Darwanto (2007). Menurut Darwanto secara parsial DAU dan PAD
berpengaruh secara signifikan terhadap Anggaran belanja modal, sedangkan
pertumbuhan ekonomi kurang berpengaruh secara signifikan, dan menyarankan
penggunaan data yang lebih panjang, menambah variabel independen lainnya berupa
variabel non keuangan. Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh
Darwanto terletak pada variabel yang diteliti dengan menambah variabel DAK dan
objek serta periode waktu penelitian. Dengan demikian penelitian ini akan menguji
apakah Pertumbuhan ekonomi, PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap
Anggaran belanja modal dengan objek penelitian pada pemko/pemkab Sumatera
Utara. Secara keseluruhan variabel ini akan di uji secara parsial dan simultan.
1.2. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, maka permasalahan
dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
“Apakah Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
Dana Alokasi Khusus berpengaruh terhadap Anggaran Belanja Modal?”
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa apakah
Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan Dana
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan masukan bagi pemko/pemkab tentang Pertumbuhan Ekonomi,
PAD, DAU, DAK dan Belanja Modal.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi Pemko/Pemkab di Sumatera Utara dalam
penyusunan Anggaran Belanja Modal.
3. Sebagai bahan referensi bagi peneliti tentang Pertumbuhan Ekonomi, PAD,
DAU, DAK dan Anggaran Belanja Modal.
1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian relasional yang akan menguji pengaruh
Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK dan PAD terhadap Anggaran Belanja Modal
pada Pemko/Pemkab Sumatera Utara dan merupakan replikasi dari penelitian yang
dilakukan oleh Darwanto (2007). Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan
oleh Darwanto terletak pada variable yang diteliti dengan menambah variabel Dana
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teoritis
2.1.1. Anggaran Daerah Sektor Publik
Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak
dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial,
sedangkan penganggaran adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran (Mardiasmo, 2002).
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik, anggaran daerah merupakan
salah satu alat yang memegang peranan penting karena di dalamnya tercermin
kebutuhan masyarakat dengan memperhatikan potensi dan sumber-sumber kekayaan
daerah. Tujuan utama proses perumusan anggaran adalah menterjemahkan
perencanaan ekonomi pemerintah, yang terdiri dari perencanaan input dan output
dalam satuan keuangan. Oleh karena itu, proses perumusan anggaran harus dapat
menggali dan mengendalikan sumber-sumber dana publik. Proses pembuatan satu
tahun anggaran tersebut dikenal dengan istilah penganggaran.
Proses pembuatan keputusan pengalokasian belanja modal menjadi sangat
dinamis karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki serta terdapat banyak pihak
dengan kepentingan dan preferensi yang berbeda (Rubin, 1993). Penganggaran
setidaknya mempunyai tiga tahapan, yakni (1) perumusan proposal anggaran,
ditetapkan sebagai produk hukum (Samuel, 2000). Sedangkan menurut Von Hagen
(2005) penganggaran terbagi ke dalam empat tahapan, yakni excecutive planning,
legislative approval, excecutive implementation, dan ex post accountability. Pada
kedua tahapan pertama terjadi interaksi antara eksekutif dan legislatif dan politik
anggaran paling mendominasi, sementara pada dua tahap terakhir hanya melibatkan
birokrasi sebagai agent.
2.1.2. Proses Penyusunan Anggaran di Indonesia
Perubahan paradigma baru dalam pengelolaan dan penganggaran daerah
merupakan hal yang tak dapat dipisahkan sebagai akibat penerapan otonomi daerah
di Indonesia. Penganggaran kinerja (performance budgeting) merupakan konsep
dalam penganggaran yang menjelaskan keterkaitan antara pengalokasian sumberdaya
dengan pencapaian hasil yang dapat diukur.
Pembahasan anggaran dilakukan eksekutif dan legislatif dengan membuat
kesepakatan-kesepakatan yang dicapai melalui bargaining dengan mengacu pada
Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran, sebelum anggaran
ditetapkan menjadi suatu peraturan daerah. Anggaran yang telah ditetapkan menjadi
dasar bagi eksekutif untuk melaksanakan aktivitasnya dalam pemberian pelayanan
publik dan menjadi acuan bagi legislatif untuk melaksanakan fungsi pengawasan dan
penilaian kinerja eksekutif dalam pertanggungjawaban kepala daerah.
Penyusunan APBD dilakukan terlebih dahulu dibuat kesepakatan antara
eksekutif dan legislatif tentang Kebijakan Umum APBD dan Prioritas & Plafon
anggaran belanja. Eksekutif membuat rancangan APBD sesuai dengan Kebijakan
Umum APBD dan Prioritas & Plafon Anggaran yang kemudian diserahkan kepada
legislatif untuk dipelajari dan dibahas bersama-sama sebelum ditetapkan sebagai
Peraturan Daerah (Perda). Dalam perspektif keagenan, hal ini merupakan bentuk
kontrak (incomplete contract), yang menjadi alat bagi legislatif untuk mengawasi
pelaksanaan anggaran oleh eksekutif.
Pengalokasian sumberdaya ke dalam belanja modal (capital expenditure)
merupakan sebuah proses yang sarat dengan kepentingan-kepentingan politis.
Anggaran ini sebenarnya dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan publik akan
sarana dan prasarana umum yang diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah
daerah. Namun, adanya kepentingan politik dari lembaga legislatif yang terlibat
dalam proses penyusunan anggaran menyebabkan alokasi belanja modal terdistorsi
dan sering tidak efektif dalam memecahkan permasalahan di masyarakat (Keefer dan
Khemani, 2003).
Dalam konteks pengelolaan keuangan daerah, anggaran belanja modal sangat
berkaitan dengan perencanaan keuangan jangka panjang, terutama pembiayaan untuk
pemeliharaan aset tetap yang dihasilkan dari belanja modal tersebut. Konsep
Multi-Term Expenditure Framework (MTEF) menyatakan bahwa kebijakan belanja modal
harus memperhatikan kemanfaatan (usefulness) dan kemampuan keuangan
pemerintah daerah (budget capability) dalam pengelolaan aset tersebut dalam jangka
Sesuai aturan APBD dan tujuan otonomi daerah, bahwa hakekat Anggaran
Daerah adalah merupakan alat untuk meningkatan pelayanan publik dan
kesejahteraan masyarakat, maka APBD harus benar-benar menggambarkan
perangkaan ekonomis yang mencerminkan kebutuhan masyarakat untuk memecahkan
masalahnya dan meningkatkan kesejahteraannya.
2.1.3. Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pengertian pertumbuhan ekonomi seringkali dibedakan dengan pembangunan
ekonomi. Pertumbuhan ekonomi bersangkut-paut dengan proses peningkatan
produksi barang dan jasa dalam kegiatan ekonomi masyarakat, sementara
pembangunan mengandung arti yang lebih luas. Proses pembangunan mencakup
perubahan pada komposisi produksi, perubahan pada pola penggunaan (alokasi)
sumber daya produksi diantara sektor-sektor kegiatan ekonomi, perubahan pada pola
distribusi kekayaan dan pendapatan diantara berbagai golongan pelaku ekonomi,
perubahan pada kerangka kelembagaan dalam kehidupan masyarakat secara
menyeluruh. Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output perkapita
diproduksi dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita (Boediono,
1985). Satu-satunya ukuran yang paling penting dalam konsep ekonomi adalah
produk domestik bruto (PDB) yang mengukur total nilai barang dan jasa yang
dihasilkan pada suatu negara atau nasional dan PDRB untuk mengukur total nilai
barang dan jasa yang dihasilkan pada suatu daerah atau lokal. PDB digunakan untuk
banyak tujuan tetapi yang paling penting adalah untuk mengukur ke seluruh performa
Namun demikian pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ciri pokok
dalam proses pembangunan, hal ini diperlukan berhubungan dengan kenyataan
adanya pertambahan penduduk. Bertambahnya penduduk dengan sendirinya
menambah kebutuhannya akan pangan, sandang, pemukiman, pendidikan dan
pelayanan kesehatan.
Harga yang berubah merupakan salah satu masalah yang harus dipecahkan
ahli ekonomi ketika meraka menggunakan uang sebagai tolok ukur. Salah satu alat
ukur yang digunakan dalam mengukur nilai uang dari barang dan jasa adalah
menggunakan harga pasar untuk barang dan jasa yang berbeda (Samuelson, 2004).
Berdasarkan teori tersebut peneliti menggunakan PDRB harga berlaku sebagai alat
ukur untuk menilai pertumbuhan ekonomi.
Blakely (1994) dalam Darwanto (2007) juga mengemukakan akan pentingnya
peran pemerintah, dengan mengemukakan sejumlah faktor yang mempengaruhi
pembangunan daerah. Faktor-faktor tersebut adalah sumber daya alam, tenaga kerja,
investasi modal, kewirausahaan, transportasi, komunikasi, komposisi sektor industri,
teknologi, pasar ekspor, situasi perekonomian internasional, kapasitas pemerintah
daerah, pengeluaran pemerintah dan dukungan pembangunan. Berdasarkan uraian
tersebut disimpulkan semakin tinggi tingkat pertumbuhan perekonomian tentu akan
mengakibatkan bertumbuhnya investasi modal swasta maupun pemerintah. Hal inilah
2.1.4. Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan Asli Daerah adalah salah satu sumber penerimaan yang harus
selalu terus menerus di pacu pertumbuhannya. Dalam otonomi daerah ini
kemandirian pemerintah daerah sangat dituntut dalam pembiayaan pembangunan
daerah dan pelayaan kepada masyarakat. Oleh sebab itu pertumbuhan investasi
di pemerintah kabupaten dan kota di Sumatera Utara perlu diprioritaskan karena
diharapkan memberikan dampak positif terhadap peningkatan perekonomian
regional.
Menurut Halim (2004: 67), "Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan
semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
Pasal 157 UU No. 32 Tahun 2004 dan Pasal 6 UU No. 33 Tahun 2004
menjelaskan bahwa sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri:
1. Pajak Daerah,
2. Retribusi Daerah,
3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan,
4. Lain-lain Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang sah.
Menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Pasal 1, “Pendapatan Asli
Daerah adalah penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber di dalam
daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Pendapatan Asli Daerah merupakan
dasar pemerintah daerah dalam membiayai pembangunan dan usaha-usaha daerah
untuk memperkecil ketergantungan dana dari pemerintah pusat.
Menurut Mardiasmo (2002: 132), Pendapatan Asli Daerah adalah penerimaan
daerah dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik daerah, hasil
pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain Pendapatan Asli Daerah
yang sah.
Menurut Abdul Halim (2007: 96) kelompok Pendapatan Asli Daerah
dipisahkan menjadi empat jenis pendapatan:
a. Pajak Daerah.
Sesuai UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan pajak untuk kabupaten/ kota terdiri dari:
1) Pajak hotel, 2) Pajak restoran, 3) Pajak hiburan, 4) Pajak reklame,
5) Pajak penerangan jalan,
6) Pajak pengambilan bahan galian golongan C, 7) Pajak Parkir.
b. Retribusi Daerah.
Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Terkait dengan UU Nomor 34 Tahun 2000 jenis pendapatan retribusi untuk kabupaten/kota meliputi objek pendapatan yang terdiri dari 29 objek.
c. Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan.
Hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup:
1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/BUMD.
2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/BUMD.
3) Bagian laba penyertaan modal pada perusahaan milik swasta swasta atau kelompok usaha masyarakat.
d. Lain-lain PAD yang sah.
selain yang disebut di atas. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut:
1) Hasil penjualan aset daerah yang tidak dipisahkan. 2) Jasa giro.
3) Pendapatan bunga.
4) Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.
5) Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan pengadaan barang, dan jasa oleh daerah.
6) Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing.
7) Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. 8) Pendapatan denda pajak.
9) Pendapatan denda retribusi. 10) Pendapatan eksekusi atas jaminan. 11) Pendapatan dari pengembalian. 12) Fasilitas sosial dan umum.
13) Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. 14) Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan.
Secara konseptual, perubahan pendapatan akan berpengaruh terhadap belanja
atau pengeluaran, namun tidak selalu seluruh tambahan pendapatan tersebut akan
dialokasikan dalam belanja.
Abdullah & Halim (2004) menemukan bahwa sumber pendapatan daerah
berupa PAD dan dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja daerah secara
keseluruhan. Meskipun proporsi PAD maksimal hanya sebesar 10% dari total
pendapatan daerah, kontribusinya terhadap pengalokasian anggaran cukup besar,
terutama bila dikaitkan dengan kepentingan politis (Abdullah, 2004).
2.1.5. Dana Alokasi Umum
Dalam pengaturan keuangan menurut UU Nomor 25 Tahun 1999 adalah
provisi berupa transfer antar pemerintah dari pusat ke kabupaten dan kota yang
adalah merupakan transfer yang bersifat umum (block grant) yang diberikan kepada
semua kabupaten dan kota untuk tujuan mengisi kesenjangan antara kapasitas dan
kebutuhan fiskalnya dan didistribusikan dengan formula berdasarkan prinsip-pinsip
tertentu yang secara umum mengindikasikan bahwa daerah miskin dan terbelakang
harus menerima lebih banyak dari pada daerah kaya. Dengan kata lain tujuan alokasi
DAU adalah dalam rangka pemerataan kemampuan penyediaan pelayanan publik
antar pemda di Indonesia (Kuncoro, 2004).
Secara definisi DAU dapat diartikan sebagai berikut:
1. Salah satu komponen dari dana perimbangan pada APBN, yang pengalokasiannya
didasarkan atas konsep kesenjangan fiskal yaitu selisih antara kebutuhan fiskal
dengan kapital fiskal.
2. Instrumen untuk mengatasi horizontal balance yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dan penggunaannya ditetapkan
sepenuhnya oleh daerah.
3. Equalization grant berfungsi untuk menetralisasi ketimpangan kemampuan
keuangan dengan adanya PAD, Bagi Hasil Pajak dan bagi hasil SDA yang
diperoleh daerah (Sigit, 2003; Kuncoro, 2004).
Dana Alokasi Umum adalah dana yang berasal dari APBN yang dialokasikan
dengan tujuan pemerataan keuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan
pengeluarannya di dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Berkaitan dengan
perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, hal tersebut merupakan
daerah. Dengan demikian, terjadi transfer yang cukup signifikan didalam APBN dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah, dan pemerintah daerah secara leluasa dapat
menggunakan dana ini apakah untuk memberi pelayanan yang lebih baik kepada
masyarakat atau untuk keperluan lain yang tidak penting.
DAU merupakan salah satu alat bagi pemerintah pusat sebagai alat
pemerataan pembangunan di Indonesia yang bertujuan untuk mengurangi
ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara Pusat dan
Daerah telah diatasi dengan adanya perimbangan keuangan antara Pusat dan Daerah
(dengan kebijakan bagi hasil dan DAU minimal sebesar 25% dari Penerimaan Dalam
Negeri). Dengan perimbangan tersebut, khususnya dari DAU akan memberikan
kepastian bagi Daerah dalam memperoleh sumber-sumber pembiayaan untuk
membiayai kebutuhan pengeluaran yang menjadi tanggung jawabnya. Hal ini sesuai
dengan prinsip fiscal gap yang dirumuskan oleh Direktorat Jenderal Perimbangan
Keuangan Departemen Keuangan yang sejalan dengan Sesuai dengan UU Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
bahwa kebutuhan DAU oleh suatu Daerah (Propinsi, Kabupaten dan Kota) ditentukan
dengan menggunakan pendekatan konsep fiscal gap, di mana kebutuhan DAU suatu
daerah ditentukan oleh kebutuhan daerah (fiscal needs) dan potensi daerah (fiscal
capacity). Dengan pengertian lain, DAU digunakan untuk menutup celah/gap yang
terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada.
Berdasarkan konsep fiscal gap tersebut, distribusi DAU kepada daerah-daerah yang
yang mempunyai kemampuan keuangan relatif kecil akan memperoleh DAU yang
relatif besar. Dengan konsep ini beberapa daerah, khususnya daerah yang kaya
sumber daya alam dapat memperoleh DAU yang negatif.
Berdasarkan penelitian empiris yang dilakukan oleh Holtz-Eakin et.al., (1985)
dalam Darwanto (2007) menyatakan bahwa terdapat keterkaitan sangat erat antara
transfer dari pemerintah pusat dengan belanja pemerintah daerah. Secara spesifik
mereka menegaskan bahwa variabel-variabel kebijakan pemerintah daerah dalam
jangka pendek disesuaikan (adjusted) dengan transfer yang diterima, sehingga
memungkinkan terjadinya respon yang non-linier dan asymmetric
2.1.6. Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN
yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai
kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan
di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana dan
prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan daerah.
DAK merupakan dana yang berasal dari APBN dan dialokasikan ke daerah
kabupaten/kota untuk membiayai kebutuhan tertentu yang sifatnya khusus, tergantung
tersedianya dana dalam APBN (Suparmoko, 2002). Kebutuhan khusus adalah
kebutuhan yang sulit diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dan atau kebutuhan
Kebijakan DAK secara spesifik: (www.depkeu.djpk.go.id)
1. Diprioritaskan untuk membantu daerah-daerah dengan kemampuan keuangan
di bawah rata-rata nasional, dalam rangka mendanai kegiatan penyediaan sarana
dan prasarana fisik pelayanan dasar masyarakat yang telah merupakan urusan
daerah;
2. Menunjang percepatan pembangunan sarana dan prasarana di daerah pesisir dan
pulau-pulau kecil, daerah perbatasan dengan negara lain, daerah tertinggal/
terpencil, daerah rawan banjir/longsor, serta termasuk kategori daerah ketahanan
pangan dan daerah pariwisata;
3. Mendorong peningkatan produktivitas perluasan kesempatan kerja dan
diversifikasi ekonomi terutama di pedesaan, melalui kegiatan khusus di bidang
pertanian, kelautan dan perikanan, serta infrastruktur;
4. Meningkatkan akses penduduk miskin terhadap pelayanan dasar dan prasarana
dasar melalui kegiatan khusus di bidang pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur;
5. Menjaga dan meningkatkan kualitas hidup, serta mencegah kerusakan lingkungan
hidup, dan mengurangi risiko bencana melalui kegiatan khusus di bidang
lingkungan hidup, mempercepat penyediaan serta meningkatkan cakupan dan
kehandalan pelayanan prasarana dan sarana dasar dalam satu kesatuan sistem yang
terpadu melalui kegiatan khusus di bidang infrastruktur;
6. Mendukung penyediaan prasarana di daerah yang terkena dampak pemekaran
pemerintah kabupaten, kota, dan provinsi melalui kegiatan khusus di bidang
7. Meningkatkan keterpaduan dan sinkronisasi kegiatan yang didanai dari DAK
dengan kegiatan yang didanai dari anggaran Kementerian/Lembaga dan kegiatan
yang didanai dari APBD;
8. Mengalihkan secara bertahap dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan yang
digunakan untuk mendanai kegiatan-kegiatan yang telah menjadi urusan daerah ke
DAK. Dana yang dialihkan berasal dari anggaran Departemen Pekerjaan Umum,
Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Kesehatan.
2.1.7. Belanja Modal dalam Anggaran Daerah
Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan
aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal
meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan bangunan,
peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005). Dengan kata lain
belanja modal dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah
aset tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
termasuk di dalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang sifatnya
mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan kapasitas dan kualitas
aset. Belanja Modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama:
1. Belanja Modal Tanah
Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
pengadaan/pembeliaan/pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah,
dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan
sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai.
2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin
Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan
dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua
belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai.
3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan
Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan
untuk pengadaan/penambahan/penggantian, dan termasuk pengeluaran untuk
perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan
yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi
siap pakai.
4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan
Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah pengeluaran/biaya yang
digunakan untuk pengadaan/penambahan/penggantian/peningkatan
pembangu-nan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencanaan,
pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas
sampai jalan irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.
5. Belanja Modal Fisik Lainnya
Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk
perawatan terhadap fisik lainnya yang tidak dapat dikategorikan kedalam kriteria
belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan
irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak
sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang
untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah.
Aset tetap merupakan prasayarat utama dalam memberikan pelayanan publik
oleh pemerintah daerah. Untuk menambah aset tetap, pemerintah daerah
mengalokasikan dana dalam bentuk belanja modal dalam APBD. Alokasi belanja
modal ini didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk
kelancaran pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk fasilitas publik. Biasanya
setiap tahun diadakan pengadaan aset tetap oleh pemerintahan daerah, sesuai dengan
prioritas anggaran dan pelayanan publik yang memberikan dampak jangka panjang
secara finansial.
Menurut Halim (2004), belanja modal merupakan belanja yang manfaatnya
melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah serta
akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan. Munir (2003)
dalam Darwanto (2007) juga menyatakan menyatakan hal sama. Bahwa belanja
modal memiliki karakteristik spesifik menunjukkan adanya berbagai pertimbangan
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Adapun penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini diantaranya.
Sulistiawan (2005) meneliti pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Pemerintah
dan menemukan bahwa DAU dan PAD berpengaruh signifikan terhadap belanja
daerah. Maimunah (2004) melakukan penelitian tentang Flypaper Effect pada DAU
dan PAD terhadap belanja daerah Kabupaten/Kota di Sumatera dan menemukan
besarnya nilai DAU dan PAD berpengaruh positif terhadap belanja daerah dan ada
Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi belanja daerah periode ke depan.
Darwanto (2007) meneliti Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, dan DAU
terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Modal dengan mengambil sampel
Kabupaten/Kota di Pulau Jawa, menemukan bahwa pertumbuhan ekonomi, PAD dan
DAU berpengaruh signifikan terhadap anggaran belanja modal. Sedangkan secara
parsial PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhdap anggaran belanja modal,
sedangkan pertumbuhan ekonomi tidak berpengaruh.
Beberapa penelitian sebelumnya yang dijadikan sebagai pedoman untuk
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti /Tahun
Judul Penelitian Variabel yang
Digunakan Hasil Penelitian
Sulistiawan (2005) Pengaruh DAU, PAD terhadap Belanja Pemerintah DAU, PAD Belanja Pemerintah Daerah
DAU, PAD berpengaruh signifikan terhadap Belanja Daerah.
Maimunah (2004)
Flypaper Effect Pada DAU dan PAD Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/ Kota di Sumatera
DAU PAD
Belanja Daerah
Besarnya nilai DAU dan PAD berpengaruh positif terhadap
Belanja daerah dan ada
Pengaruh flypaper effect dalam memprediksi Belanja Daerah periode ke depan.
Darwanto (2007)
Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, Dan DAU terhadap Pengalokasian Anggaran Belanja Pertumbuhan Ekonomi PAD DAU Anggaran Belanja Modal
PE, PAD dan DAU berpengaruh signifikan terhadap variabel BM. Secara parsial PAD dan DAU berpengaruh signifikan, sedangkan PE tidak berpengaruh.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh
Darwanto (2007). Perbedaan penelitian ini dengan yang dilakukan oleh Darwanto
terletak pada variabel DAK, waktu dan objek penelitian, Sehingga penelitian ini akan
menguji pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, PAD, DAU dan DAK terhadap Anggaran
belanja modal. Dengan demikian penelitian ini akan menguji apakah Pertumbuhan
Ekonomi, PAD, DAU dan DAK berpengaruh terhadap anggaran belanja modal baik
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
[image:40.612.127.507.243.552.2]3.1. Kerangka Konseptual
Gambar 3.1. Kerangka Konseptual
Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dari suatu tahun ke tahun
berikutnya diproksikan dengan PDRB, semakin tinggi PDRB suatu daerah berarti
P
P
e
e
n
n
d
d
a
a
p
p
a
a
t
t
a
a
n
n
A
A
s
s
l
l
i
i
D
D
a
a
e
e
r
r
a
a
h
h
(
(
P
P
A
A
D
D
)
)
(
(
X
X
22)
)
P
P
e
e
r
r
t
t
u
u
m
m
b
b
u
u
h
h
a
a
n
n
E
E
k
k
o
o
n
n
o
o
m
m
i
i
(
(
P
P
E
E
)
)
(
(
X
X
11)
)
D
D
a
a
n
n
a
a
A
A
l
l
o
o
k
k
a
a
s
s
i
i
U
U
m
m
u
u
m
m
(
(
D
D
A
A
U
U
)
)
(
(
X
X
3)
)
D
D
a
a
n
n
a
a
A
A
l
l
o
o
k
k
a
a
s
s
i
i
K
K
h
h
u
u
s
s
u
u
s
s
(
(
D
D
A
A
K
K
)
)
(
(
X
X
44)
)
A
A
n
n
g
g
g
g
a
a
r
r
a
a
n
n
B
B
e
e
l
l
a
a
n
n
j
j
a
a
M
M
o
o
d
d
a
a
l
l
(
pertumbuhan ekonomi semakin meningkat yang mengakibatkan pengalokasian
anggaran belanja modal yang semakin dinamis.
PAD adalah pendapatan asli daerah yang berasal dari hasil pajak daerah, hasil
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lain-lain
PAD yang sah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Dana Alokasi Umum (DAU) adalah merupakan transfer yang bersifat umum
(block grant) untuk mengatasi masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan
tujuan utama pemerataan kemampuan keuangan antar daerah.
DAK adalah merupakan transfer yang bersifat khusus untuk mengatasi
masalah khusus dengan dana pendampingan dari APBN dengan tujuan utama
pembangunan nasional.
Anggaran Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk perolehan aset
tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi.
Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung dan
bangunan, peralatan dan aset tak berwujud (PP Nomor 24 Tahun 2005).
Pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja
modal dalam APBD untuk menambah aset tetap. Alokasi belanja modal ini
didasarkan pada kebutuhan daerah akan sarana dan prasarana, baik untuk kelancaran
pelaksanaan tugas pemerintahan maupun untuk kualitas pelayanan publik. Besarnya
belanja modal yang dialokasikan pemerintah daerah dalam APBD tentu sangat
3.2. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah, tinjauan teoritis, dan
kerangka pemikiran, maka hipotesis penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut
“Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Pendapatan Asli Daerah, Dana Alokasi Umum dan
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menguji teori-teori melalui
pengukuran variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan
prosedur statistik. Tujuan penelitian ini untuk menguji hipotesis penelitian yang
berkaitan dengan variabel yang diteliti. Hasil pengujian data digunakan sebagai dasar
untuk menarik kesimpulan penelitian, mendukung atau menolak hipotesis yang
dikembangkan dari telaah teoritis. Penelitian ini akan mengindentifikasi bagaimana
variabel independen mempengaruhi variabel dependen.
4.2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini di Provinsi Sumatera Utara dengan mengambil sampel
sebanyak 19 kabupaten dan kota. Ruang lingkup penelitian ini dilaksanakan dengan
memusatkan pembahasan mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi yang
diproksikan dengan PDRB, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum, dana alokasi
khusus terhadap anggaran belanja modal di Provinsi Sumatera Utara. Waktu
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pemerintahan Kota/Kabupaten
di Provinsi Sumatera Utara berjumlah 33 kabupaten dan kota. Sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah kabupaten dan kota
[image:44.612.136.504.256.710.2]di Sumatera Utara pada tahun 2004-2007.
Tabel 4.1. Populasi dan Sampel Penelitian
Kriteria No Nama Kabupaten/Kota
1 2 Sampel
1. Kota Binjai √ √ Sampel 1
2. Kota Medan √ √ Sampel 2
3. Kota Sibolga √ √ Sampel 3
4. Kota Padang Sidempuan X X -
5. Kota Tebing Tinggi √ √ Sampel 4
6. Kota Tanjung Balai √ √ Sampel 5
7. Kota Pematang Siantar √ √ Sampel 6
8. Kabupaten Asahan √ √ Sampel 7
9. Kabupaten Humbang Hasundutan X X - 10. Kabupaten Toba Samosir √ √ Sampel 8 11. Kabupaten Tapanuli Selatan √ √ Sampel 9 12. Kabupaten Tapanuli Tengah √ √ Sampel 10
13. Kabupaten Batubara X X -
14. Kabupaten Pakphak Barat X X -
15. Kabupaten Tapanuli Utara √ √ Sampel 11
16. Kabupaten Nias Selatan X X -
17. Kabupaten Deli Serdang √ √ Sampel 12
18. Kabupaten Karo √ √ Sampel 13
19. Kabupaten Serdang Bedagai X √ - 20. Kabupaten Labuhan Batu √ √ Sampel 14
21. Kabupaten Nias √ √ Sampel 15
22. Kabupaten Langkat √ √ Sampel 16
23. Kabupaten Mandailing Natal √ √ Sampel 17
24. Kabupaten Samosir √ X -
25. Kabupaten Simalungun √ √ Sampel 18
26. Kabupaten Dairi √ √ Sampel 19
27. Kabupaten Angkola Sipirok X X -
28. Kabupaten Padang Lawas X X -
29. Kabupaten Padang Lawas Utara X X -
30. Kabupaten Nias Utara X X -
31. Kabupaten Labuhan Batu Utara X X - 32. Kabupaten Labuhan Batu Selatan X X -
33. Kota Gunung Sitoli X X -
Data sampel diambil dengan menggunakan purposive sampling dengan
kriteria yaitu:
1. Daerah Kabupaten dan Kota di Provinsi Sumatera Utara yang mempublikasikan
laporan keuangannya secara konsisten dari tahun 2004-2007.
2. Pemerintah daerah kabupaten dan kota yang tidak dimekarkan pada kurun waktu
2004 -2007.
Dari 33 daerah kota dan kabupaten yang dijadikan populasi, hanya sebanyak
19 yang memenuhi kriteria untuk ditetapkan sebagai sampel penelitian pada
Tabel 4.1.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder bersumber
dari dokumen laporan realisasi APBD yang diperoleh dari situs Dirjen Perimbangan
Keuangan Pemerintah Daerah melalui www.depkeu.djpk.go.id. Dari laporan realisasi
APBD ini diperoleh data mengenai jumlah anggaran belanja modal, dana alokasi
umum, dana alokasi khusus. Variabel Pertumbuhan Ekonomi yang diproksikan oleh
PDRB harga berlaku dan PAD bersumber dari BPS Sumut melalui
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
4.5.1. Definisi Operasional
Variabel bebas (Independent Variabel) yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu pertumbuhan ekonomi yang diproksikan dengan PDRB harga berlaku, PAD,
DAU dan DAK. Variabel terikat (dependent variabel) yang merupakan perhatian
utama adalah anggaran belanja modal. Untuk menjelaskan variabel-variabel yang
sudah diidentifikasi sebagai berikut:
1. Pertumbuhan Ekonomi adalah sebagai suatu ukuran kuantitatif yang
menggambarkan perkembangan suatu perekonomian daerah dalam suatu
tahun tertentu. Pertumbuhan ekonomi tersebut diproksikan dengan PDRB
harga berlaku dengan menggunakan skala rasio
2. PAD, Total realisasi penerimaan daerah yang bersumber dari hasil pajak
daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
dan lain-lain penerimaan PAD yang sah dengan menggunakan skala rasio.
3. DAU, Total dana transfer yang bersifat umum (block grant) untuk mengatasi
masalah ketimpangan horizontal (antar daerah) dengan tujuan utama
pemerataan kemampuan keuangan antar daerah dengan menggunakan skala
rasio.
4. DAK adalah total dana transfer dari pemerintah pusat bersifat khusus dengan
menggunakan skala rasio.
5. Anggaran Belanja Modal adalah total anggaran pengeluaran yang dilakukan
tetap/inventaris yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi,
termasuk didalamnya adalah pengeluaran untuk biaya pemeliharaan yang
sifatnya mempertahankan atau menambah masa manfaat, meningkatkan
kapasitas dan kualitas aset dengan menggunakan skala rasio.
4.5.2. Metode Pengukuran Variabel
Untuk mengukur variabel-variabel yang sudah diidentifikasi digunakan
[image:47.612.115.528.256.643.2]instrumen dan alat ukur sebagai berikut:
Tabel 4.2. Operasionalisasi Variabel
Jenis Variabel
Nama
Variabel Indikator Kriteria/Ukuran
Skala Pengukuran
Dependen Anggaran
Belanja Modal (Y) Laporan APBD Pemkab/ Pemkot Sumut
Anggaran Belanja Modal tahun 2004-2007.
Rasio
Independen
Pertumbu-han Ekonomi (X1)
Laporan Hasil Pertumbuhan Ekonomi Pemkab/ Pemkot Sumut
Berdasarkan PDRB harga berlaku tahun 2003-2006.
Rasio
Independen PAD (X2) Laporan PAD
Pemkab/ Pemkot Sumut
Anggaran PAD
tahun 2004-2007.
Rasio
Independen DAU (X3) Laporan
APBD Pemkab/ Pemkot Sumut
Anggaran DAU
tahun 2004-2007.
Rasio
Independen DAK (X4) Laporan
APBD Pemkab/ Pemkot Sumut
Anggaran DAK
tahun 2004-2007.
4.6. Metode Analisa Data
Data dianalisis dengan menggunakan metode analisa data multivariate, yang
merupakan metode statistik deskriptif dan infrensial yang digunakan untuk
menganalisa data lebih dari dua variabel penelitian.
4.6.1. Uji Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi
maka diperlukan pengujian asumsi klasik meliputi:
1. Uji Normalitas bertujuan untuk mengetahui distribusi data dalam variabel yang
digunakan dalam penelitian. Data yang baik dan layak digunakan dalam
penelitian adalah data yang memiliki distribusi normal (Nugroho, 2005: 18).
Untuk menguji apakah distribusi normal atau tidak dapat dilihat melalui normal
probability plot dengan membandingkan distribusi kumulatif dan distribusi
normal. Data normal akan membentuk satu garis lurus diagonal, dan ploting data
akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data adalah normal,
maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis
diagonalnya (Ghozali, 2005: 110).
2. Uji Multikolinieritas, diperlukan untuk mengetahui apakah ada tidaknya variabel
independen yang memiliki kemiripan dengan variabel independen lain dalam satu
model (Nugroho, 2005: 58). Selain itu deteksi terhadap multikoliniearitas juga
bertujuan untuk menghindari bias dalam proses pengambilan keputusan mengenai
pengaruh pada uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel
Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance tidak
kurang dari 0,1, maka model tersebut dapat dikatakan terbebas dari
multikolinieritas. VIF = 1/Tolerance, jika VIF = 10 maka Tolerance = 1/10 = 0,1.
3. Uji Heteroskedastisitas, bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
terjadi perbedaan variance residual suatu periode pengamatan ke periode
pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah model regresi yang
memiliki kesamaan variance residual suatu periode pengamatan dengan
pengamatan yang lain, atau homokesdastisitas. Cara memprediksi ada tidaknya
heteroskedastisitas pada suatu model dapat dilihat dari pola gambar scatter plot
model tersebut dan melakukan uji Glesjer (Nugroho, 2005).
4. Uji Autokorelasi, dilakukan untuk mengetahui apakah dalam model regresi linear
ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dan dengan kesalahan
pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan
ada problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Pengujian asumsi ketiga ini,
dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (Durbin-Watson Test), yaitu
untuk menguji apakah terjadi korelasi serial atau tidak dengan menghitung nilai d
statistik. Salah satu pengujian yang digunakan untuk mengetahui adanya
autokorelasi adalah dengan memakai uji statistik Durbin–Watson (DW test). Jika
nilai Durbin–Watson berada diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi
4.6.2. Model Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan model analisis regresi
berganda bertujuan untuk memprediksi kekuatan pengaruh seberapa variabel
independen terhadap variabel dependen (Sekaran, 1992). Dalam penelitian ini
digunakan tingkat signifikansi () 0,05 atau 5%. Untuk menguji apakah hipotesis
yang diajukan diterima atau ditolak, maka dilakukan pengujian terhadap
variabel-variabel penelitian dengan cara menguji secara simultan melalui signifikansi simultan
(Uji statistik F), yang bermaksud untuk dapat menjelaskan pengaruh variabel
independen terhadap variabel dependen. Sedangkan untuk menguji masing-masing
variabel secara parsial, dilakukan dengan uji signifikansi parameter individual (uji t
statistik) yang bertujuan untuk mengetahui apakah variabel independen berpengaruh
atau tidak terhadap variabel dependen, serta variabel mana yang dominan
mempengaruhi variabel dependen.
Model regresi yang digunakan adalah:
Y = + ß1 PE_PDRB + ß2PAD + ß3DAU + ß4DAK + e
Di mana:
Y = Anggaran Belanja Modal (BM)
= Konstanta
ß = Slope atau Koefisien Regresi
PE_PDRB = Pertumbuhan Ekonomi
PAD = Pendapatan Asli Daerah
DAK = Dana Alokasi Khusus
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Deskripsi Data Penelitian
Sebelum melakukan pembahasan mengenai data secara statistik harus terlebih
dahulu memperhatikan deskripsi data Kabupaten/Kota yang telah ditentukan sebagai
sampel. Kabupaten/Kota yang terpilih menjadi sampel penelitian adalah sebanyak 19
(sembilan belas) sampel yang terdapat pada Tabel 4.1 pada bab sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data yang terdapat pada Lampiran 2a di mana
hasil uji regresi berganda yang menunjukkan model regresi yang tidak linier dan tidak
melewati uji asumsi klasik yaitu adanya gejala multikolinieritas pada variabel
PE_PDRB. Selanjutnya untuk mendapatkan model yang layak (blues unbiased linier)
setelah melalui uji asumsi klasik dilanjutkan dengan melakukan transformasi
logaritma natural hanya pada variabel PE_PDRB. Berdasarkan model yang sudah
ditransformasi maka diperoleh model yang akan dibahas lebih lanjut yang terdapat
pada Lampiran 2b merupakan model yang telah melewati uji asumsi klasik.
[image:52.612.112.523.611.695.2]Deskripsi statistik dari data penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1. Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
PDRB_X1 76 640.71 48849.95 6519.8189 9210.39767 PAD_X2 76 4262.52 324263.23 30714.7825 64167.11465 DAU_X3 76 93121.00 748707.00 287920.3487 156944.33583 DAK_X4 76 4000.00 66721.00 21436.0263 16880.93617 Belanja_Modal_Y 76 7100.00 435000.00 88763.6842 78378.80815
Valid N (listwise) 76
Berdasarkan Tabel 5.1 di atas dapat dilihat bahwa dari jumlah N sampel
sebanyak 76, di mana rata-rata jumlah PE_PDRB (X1) Kabupaten Kota di Sumut
sebanyak Rp. 6.519 Milyar Rupiah dengan jumlah PE_PDRB terendah Rp.640,71
Juta Rupiah dan tertinggi sebanyak Rp. 48.849 Milyar dengan standar deviasi
Rp.9.210 Milyar dari rata-rata. Dengan melihat angka laju pertumbuhan PE_PDRB
pada suatu daerah maka dapat memberikan suatu gambaran bagaimana pembangunan
dan pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh daerah tersebut.
Rata-rata jumlah PAD Kabupaten Kota di Sumut sebanyak Rp.30.728 Milyar
dengan jumlah PAD terendah sebesar Rp.4.262 Milyar dan tertinggi sebanyak
Rp