• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz.Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) Pada Klon Karet Dan Ketahanan Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Studi Virulensi Isolat Colletotrichum Gloeosporioides Penz.Dan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K) Pada Klon Karet Dan Ketahanan Terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum

gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA

(N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN

TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum

TESIS

Oleh

SYAMSAFITRI

067001006/AGR

SEKOLAH PASCA SARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum

gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA

(N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN

TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi

Agronomi pada Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara

Oleh

SYAMSAFITRI

067001006/AGR

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum

gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK

EKSTRA ( N, K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum

Nama Mahasiswa : Syamsafitri

Nomor Pokok : 067001006

Program Studi : Agronomi

Menyetujui

Komisi Pembimbing

( Dr. Ir. Rosmayati, MS )

Ketua

( Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS ) ( Dr. Ir. Karyudi, MS )

Anggota Anggota

Ketua Program Studi Direktur

( Prof. Dr. Ir. Sengli J. Damanik, MSc ) ( Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)

(4)

Telah di uji pada

Tanggal : 9 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua :

Dr.Ir. Rosmayati, MS

Anggota : 1. Dr. Ir. Hasanuddin, MS

2. Dr. Ir. Karyudi, MS

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap

Penyakit Gugur Daun Colletotrichum” dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister pada Program Studi Agronomi, sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.

Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis karena dukungan dari berbagai pihak di bawah ini, untuk itu penulis mengucapka terima kasih kepada; 1. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS, dan Dr. Karyudi

Berturut-turut adalah pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis secara sabar, tulus dan ikhlas dalam penelitian dan penulisan tesis.

2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS dan Prof. Ir. Jenimar sebagai penguji. 3. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Pasca Sarjana USU.

4. Prof. Dr. Ir. B. S .J. Damanik, MSc, selaku Ketua Prodi. Agronomi beserta staf. 5. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara yang memberikan

izin kepada penulis untuk menempuh Program S2.

6. Dr. Karyudi, sebagai Kepala Balit. Karet Sungei Putih beserta staf yang telah memberikan ijin pemakaian laboratorium dan lahan juga telah memberikan sumbangan berharga berupa ide dan pemikiran yang sangat membantu penelitian dan penulisan tesis.

(6)

8. Amangboru H.Abdul Hamid Siregar dan Bou Hj.Cholina Harahap atas pengertian dan doa buat penulis.

9. Kepada suami tercinta Ir. H. Joni Raja Siregar dan anakku, Sultan wafii Raja Siregar, Utman Farisi Raja Siregar yang telah memotivasi, mencurahkan kasih sayang , perhatian, dan memberikan waktu selama proses pendidikan ini.

10. Rekan -rekan angkatan 2006/2007 Program Pascasarjana S-2 Jurusan Agronomi ( Kak Dona, kak Julia, Pak Nasir, Pak Iwan, Ira dan Erly) yang menjadi mitra diskusi selama kuliah dan penelitian.

11. Rekan kerja di Fak.Pertanian UISU, Medan yang membantu selama penulisan tesis ini.

12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Semoga atas budi baik yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Allah SWT, Amin.

”Tidak ada gading yang tak retak”untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tesis ini. Sungguhpun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya di bidang pertanian.

Medan, September 2008

(7)

RIWAYAT HIDUP

SYAMSAFITRI dilahirkan di Medan, 16 Maret 1973, anak ketiga dari tujuh

bersaudara dari Bapak H. Syahrial Ams, SH.Mhum dan Ibu Hj. Siti Aminah Lubis.

Tahun 1997 menikah dengan Ir. H. Joni Raja Siregar dan telah beri karunia oleh

Allah SWT dua orang putra yaitu Sulthan Wafii Raja Siregar dan Uthman Farisi Raja

Siregar.

Pendidikan yang telah dijalani adalah Sekolah Dasar Negeri 101778 Medan

lulus pada tahun 1986, SMPN 1 Stabat lulus tahun 1989, SMAN 1 Medan lulus tahun

1992, Program S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan

jurusan Hama Penyakit Tumbuhan lulus tahun 1997 dan mengikuti Program S2 di

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Program Studi

Agronomi mulai tahun 2006 – 2008. Penulis merupakan dosen tetap Fakultas

Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan sejak tahun 1998 –

sekarang.

Organisasi yang diikuti saat ini adalah anggota IIKK PTPN IV unit Kebun

Laras, bendahara BKMT ( Badan Kontak Majelis Ta’lim) Kab. Simalungun, dan

(8)

ABSTRAK

Syamsafitri, 2008. “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum”

(

Ketua pembimbing Dr. Ir. Rosmayati, MS Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Dr. Karyudi sebagai anggota pembimbing).

Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat C.gloeosporiodes yang virulen dari dua daerah yang berbeda ( Langkat dan Deli Serdang) dan mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N, K) terhadap pertumbuhan klon karet dan ketahanan terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporiodes. Penelitian I. Uji Virulensi Isolat

C.gloeosporiodes bahan yang digunakan adalah tanaman karet asal klon K1 ( BPM 1),

K2 (GT1), K3 (BPM 24), K4 (PB260), dan isolat C.gloeosporioides asal Langkat dan

D.Serdang menggunakan rancangan RAL Faktorial dengan 2 faktor perlakuan di Laboratorim Penyakit Balit. Karet Sungei Putih dari bulan November 2007 – Desember 2008.

Hasil penelitian tahap I. menunjukkan bahwa dari klon BPM24 rentan terhadap isolat C.gloeosporioides asal Deli Serdang dengan periode laten yang paling cepat yaitu 2 hsi,laju perkembangan bercak 0,31 dan intensitas penyakit 92,50%. Disusul oleh klon K3I11 (BPM 24 dan isolat Langkat) dengan periode laten 2,60 hsi, laju

perkembangan bercak 0,19 dan intensitas penyakit 64,38% . Perlakuan K4I11 ( PB

260 dan isolat Langkat) menunjukkan periode laten yang paling lama yaitu 3,2 hsi, laju perkembangan bercak 0,15, dan intensitas penyakit 45,35%. Perlakuan K4I2 ( PB

260 isolat Deli Serdang) periode laten 2,8 hsi, laju perkembangan bercak 0,17, dengan intensitas penyakit 50,63% . Berdasarkan peubah periode laten, laju perkembangan penyakit, dan intensitas penyakit maka dapat dikatakan bahwa klon K1 (BPM1) agak resisten dan K4 ( PB260) moderat terhadap I1( isolat Langkat )

sedangkan klon K1 agak rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang) dan Klon K4 moderat

terhadap I2. Klon K2 (GT1) agak rentan terhadap isolat I2 (Isolat D.Serdang ), tetapi

klon K3 ( BPM 24) rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang). Dengan demikian dapat

dikatakan bahwa isolat C.gloeosporioides Deli Serdang lebih virulen dalam menyebabkan penyakit gugur daun pada tanaman karet

Penelitian II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian pupuk Ekstra (N,K) dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih ddengan bahan penelitian Klon karet PB260, GT1,BPM 1 dan BPM 24 ,Isolat C.gloeosporioides

Deli Serdang pupuk TSP,KCl dan Urea. Metode penelitian yang digunakan adalah Rak Faktorial, dimana: Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N, K) P0= 0 % (Kontrol) P1= 25% dari rekomendasi P2 = 50% dari rekomendasi P3= 75% dari rekomendasi. Faktor II adalah Klon Karet K1 = BPM1, K2 = GT1, K3 =

(9)

panjang akar,bobot kering akar, bobot kering tajuk,nisbah akar tajuk,laju pertumbuhan nisbi akar, laju assimilasi bersih, panjang ruas, diameter batang, total luas daun, intensitas penyakit, dan laju infeksi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk ekstra (N,K) dan klon secara statistik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, intensitas penyakit dan laju infeksi. Tanaman yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K4 ( 75% pupuk

ekstra dan klon PB 260) yaitu 62,54 cm. Panjang akar dan bobot kering tajuk yang paling tinggi pada perlakuan P2K1 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 44,92

cm dan 29,17 g. Bobot kering akar yang paling tinggi pada perlakuan P2K3 ( 50%

pupuk ekstra dan klon BPM24). Intensitas penyakit yang tertinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM 24 ) yaitu 36,63 % dan intensitas penyakit

yang terkecil pada pelakuan P0K1 ( 0% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 16,44 %, sedangkan laju infeksi yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K2 ( 75% pupuk

ekstra dan klon BPM24) yaitu 0,186 dengan tingkat ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang dan laju infeksi yang paling rendah pada perlakuan P3K3 ( 75% pupuk ekstra dan klon BPM24 ) yaitu 0,002 dengan tingkat

ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang.

(10)

ABSTRACT

Syamsafitri, 2008. “A Study of the Virulence of Isolated Collectotrichum gloeosporioides Penz and Application of Extra Fertilizer (N, K) on Rubber Clones and the Resistance against Leaf-Falling Disease Colletotrichum.

(The Co-Counselor Dr. Ir.Rosmayati, MS, Dr. Ir. Hasanuddin, MS and Dr. Karyudi as counselor).

The research intends to find the isolated virulent C. gloeosporiodes of two different regions (Langkat and Deli Serdang) and the effect of application of extrafertilizer (N,K) on the growth of rubber clone and the resistance against leaf-falling disease C. gloeosporiodes. The First Research. The Virulence Test of the isolated C. gloeosporiodes, the materials included close K1of rubber (BPM 1), K2(GT1), K3(BPM 24), K4(PB260) and the isolated C. gloeosporiodes of both Langkat and Deli Serdang.The research was arranged by using Factorial experiment in Completely Randomized Design of 4x2 factorial treatment with 4 replication at the Laboratory of Research Agency of Rubber, Sungei Putih since November 2007 to December 2008.

The result of experiment in first stage showed that the clone BPM 24 was vulnerable against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang with the quickest latent period of 2hsi, the development rate of spot of 0.31 and intensity rate of disease of 92.50%, followed by the clone K3I1 (BPM 24) and the isolated of Langkat) with the latent period of 2.60 his, the development rate of spot of 0.19 and intensity rate of disease of 64.38%. The treatment K4I1(PB 260) isolated Deli Serdang), the latent period of 2.80 his, the development rate of spot of 0.17 and intensity rate of disease of 50.63%. Based on the variables of latent period, the development rate of spot of and intensity rate of disease, it can be said that the clone K1(BPM1) was more resistant and K4(PB260) was moderate against I1(the isolated Langkat) whereas the clone K1 was slightly vulnerable against2( the isolated Deli Serdang) and clone K4 was moat against I2. The clone K2 (GT1) was slightly vulnerable against the isolated (Deli Serdang) but the clone K3 (BPM 24) was vulnerable against I2 (D. Serdang). Thus, it can be said that the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang was more virulent to lead leaf falling disease on rubber.

The second research. Test of Resistance of Clone Against C. gloeosporiodes

(11)

variables of observation included the height of plant, number of leaves,length of root, dry weight of root, dry weight of crown, ratio of crown root, relatively growth of root, net assimilation rate, length of node, diameter of stem, total number of leaves, intensity rate of disease, and infection rate. The result of the research showed that the treatment of application of extra fertilizer (N, K) of the clones statistically showed the significant effect on the variables of height of plant, length of root, dry weight of root, dry weight of crown, and intensity rate of disease, and infection rate the heights plant was at P3K4(75% of the extra fertilizer and the clone PB 260) of 62.54cms. The length of root and the largest dry weight of crown was at P2K2 (50% of the extra and clone BPM1) of 44.92 cm and 29.17 g. The largest dry weight of root was at P2K( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24). The largest intensity rate of disease was at P2K3( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24) of 3663% and the lowest intensity of disease was at PoK1 (0% of the extra fertilizer and BPM1 of 16.44%, whereas the largest infection rat was at P3K2 (754% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of 0.186 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang and the lower infection rate at P3K3 (75% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of0.002 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang

(12)

DAFTAR ISI Sejarah dan perkembangan tanaman karet di Indonesia………..……. Botani karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)………..…. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ………..……. Peranan daun, Akar,dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……….…..……. Biologi Patogen. C.gloeosporioides………...……. Gejala Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……….…….…

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ... Respon Tanaman terhadap Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides

(13)

Virulensi Patogen... 20 METODA PENELITIAN... 22 I. Uji Virulensi isolat C.gloeosporioides...

Tempat dan Waktu Penelitian... II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

(14)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan Penyakit... 25

2. Nilai Bercak atau cacat daun C.gloeosporioides... 31

3. Rataan Periode Laten (Hari)... 33

4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)... 34

5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun klon dan Isolat... 35

6. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubahTinggi Tanaman (cm) pada umur 6 bulan ... 36

7. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Jumlah daun (helai) pada umur 6 bulan... 38

8. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Akar (cm) pada umur 6 bulan... 39

9. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Akar (gr) pada umur 6 bulan... 41

10. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Tajuk (gr) pada umur 6 bulan... .42

11. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Nisbah Akar Tajuk (gr) pada umur 6 bulan... 43

12. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju pertumbuhan Nisbi Akar ( g.g-1.minggu) pada umur bulan... 44

(15)

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Assimilasi Bersih

(g/dm2/minggu) pada umur 6 bulan... 46

15.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Ruas (cm) pada umur

6 bulan... 47

16.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Diameter Batang ( mm) pada

umur 6 bulan... 49 17.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Total Luas daun (cm2) pada

umur 5 bulan... 50

18. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit pada umur

97 hsi... 52 19.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan

Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah laju Infeksi pada umur 97 hsi 53

20. Rataan uji virulensi isolat C.gloeosporioides terhadap rataan periode laten (hari), laju perkembangan bercak (r), intensitas penyakit (IS),

(16)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

1. Kerangka Penelitian... 7

2. Konidia C. gloeosporioides A.Isolat Deli Serdang dan B. Isolat Langkat 16

3. Gejala serangan C.gloeosporioides... 18

4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun... 25

5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi ... 35

6. Pertumbuhan klon karet pada umur 4 bulan... 37

7. Hubungan tinggi tanaman karet (cm) dengan interval dosis pupuk eks- tra (N,K)... 37

8. Hubungan dosis pupuk dengan klon terhadap panjang akar umur 6 bulan... 40

9. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra dengan klon karet terhadap bobot kering akar (gr) pada umur 6 bulan... 41

10. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap berat kering tajuk (gr) pada umur 6 bulan... 42

11. Perakaran klon karet yang diberi perlakuan pupuk ekstra (N, K) 0%, 25%, 50%, dan 75% ( searah jarum jam)... 45

13. Hubungan panjang ruas dengan interval % dosis pupuk ekstra (N, K)... 48

14. Hubungan interaksi antara interval % dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap luas daun (cm2) pada umur 4 bulan... 50

15. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap intensitas penyakit umur 97 hsi... 52

16. Hubungan interaksi interval dosis pupuk ekstra (N, K) dan klon terhadap laju infeksi... 54

17. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 3 - 6 bulan... 59

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman 1. Lampiran Sidik Ragam Periode Laten... 77 2. Lampiran Sidik Ragam Laju Perkembangan Bercak umur 2 hsi -10 hsi... 77 3. Lampiran sidik ragam intensitas serangan umur 2 hsi – 10 hsi... 79 4. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Tinggi Tanaman umur 3 bulan – 6 bulan... 81 5. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Jumlah Daun umur 6 bulan... 83 6. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Panjang Akar umur 4 bulan -6 bulan... 83 7. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Bobot Kering Akar umur 4 bulan – 6 bulan... 85 8. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Bobot Kering Tajuk umur 4 bulan – 6 bulan... 86 9. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Nisbah Akar tajuk umur 4 bulan – 6 bulan... 88 10. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Laju Pertumbuhan Nisbi Akar umur 4 -6 bulan... 89 11. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk umur 4 -6 bulan... 90 12. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah

Laju Asimilasi Bersih umur 4-6 bulan………... 91 13. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap

(18)

Panjang Ruas umur 6 bulan... 92

14. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Diameter Batang umur 3- 6 bulan... 92

15. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Total Luas Daun umur 4-6 bulan... 94

16. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit umur 91-97 hsi... ... 95

17. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju infeksi umur 93-97 ... ... 97

18. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... 99

19. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... 100

20. Matrik Korelasi Parameter Pengujian Ketahanan Klon dengan Pem- berian Pupuk Ekstra (N,K)... 101

21. Deskripsi Klon... 102

22. Tata letak Penelitian I. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides... ... 105

23. Tata Letak Penelitian II. Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... .. 106

(19)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di

dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Konsumsi karet alam sampai dengan

tahun 2020 diperkirakan terus meningkat sampai mencapai 2,829 juta ton, sedangkan

proyek produksi karet alam sebesar 7,8 juta ton. Dipastikan terjadi kekurangan

pasokan karet alam ± hampir 5,654 juta ton.

Harga karet alam yang membaik saat ini dijadikan momentum yang mampu

mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif

dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan tehnologi budaya lainnya.

Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia

sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada karet ( rakyat ) yang saat ini kurang produktif

berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul secara

berkesinambungan (Anwar, 2006).

Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami

pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta ha dan

pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat sekitar 50% dimana

sekitar 85%diusahakan oleh rakyat dan selebihnya oleh perkebunan besar. Dari

luasan tersebut, produkasi yang dihasilkan mencapai 2,2 juta ton dengan

produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/th (Ditjen Perkebunan, 2006). Meskipun

(20)

masih berada di bawah Thailand. Luas areal karet di Indonesiamencapai sekitar 3,3

juta hektare, dan 2,6 juta hektare di antaranya lahan milik petani atau sekitar 80

persen dari total perkebunan karet. Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor karet

dengan merebut pasar di negara Tirai Bambu karena diperkirakan sampai tahun 2020

Cina akan terus mengalami pertumbuhan. Produk karet menyumbang devisa sebesar

US$ 1,4 miliar pada 2003 itu berarti 20 persen dari ekspor produk pertanian. Volume

produksi karet pada 2003 sebesar 1,8 juta ton dengan volume sebesar itu Indonesia

menjadi produsen karet kedua terbesar di dunia setelah Thailand

(Http://www.Sinarharapan.file ).

Rendahnya produktivitas ini selain penerapan teknologi budidaya seperti

pemupukan dan pemeliharaan yang kurang, yang lebih pokok adalah masalah

penggunaan bahan tanamnya. Telah terbukti bahwa penggunaan bahan tanam klon

unggul dalam pengusahaan perkebunan karet merupakan komponen teknologi utama

yang memberikan peningkatan produktivitas yang cukup nyata

( Http://www.IRR39&42.htm ).

Soepadmo, (1975) dalam Pawirosoemardjo, ( 2006 ) , mengatakan bahwa

terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum pada tanaman karet di Jawa

tahun 1974 dikarenakan adanya a). penyimpangan iklim dari pola iklim normal, b).

tersedianya tanaman karet dengan stadia kritis, c). Pembagian hujan yang merata

selama musim hujan.

Undang-Undang No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal

(21)

pertanaman harus berupa benih bina yang dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian

Republik Indonesia. Oleh karena itu klon-klon karet anjuran yang terakhir sebelum

digunakan secara luas harus dilakukan pelepasan oleh Menteri Pertanian. Selain itu

upaya pengendalian penyakit saat ini juga diarahkan pada pengendalian secara

terpadu (PHT) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian,

dimana salah satu diantaranya adalah menggunakan bahan tanam yang resisten.

Anwar (2006), mengatakan bahwa pengembangan klon-klon karet unggul

pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah

pengembangan dan jenis-jenis produksi karet yang dihasilkan, sedangkan klon-klon

lama yang sudah dilepas seperti GT1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, RRIM

600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100

masih memungkinkan untuk dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati

baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya.

Budidaya karet sering mendapat gangguan, diantaranya adalah hama,

penyakit,kebakaran dan cuaca atau iklim. Dewasa ini, salah satu gangguan yang

dirasakan sebagai ancaman bagi budidaya perkaretan adalah penyakit gugur daun.

Adanya perbedaan tingkat kerusakan oleh penyakit pada suatu klon disentra

perkebunan karet disebabkan oleh perbedaan tingkat virulensi atau ras patogen,

disamping pengaruh faktor lingkungan abiotik.

Penyakit tanaman karet merupakan kendala yang dominan dibanding

gangguan lainnya. Di samping dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi,

(22)

tanaman karet. Pada tanaman karet dikenal berbagai jenis penyakit baik yang

menyerang akar, batang, cabang dan daun.Serangan penyakit gugur daun

Colletotrichum gloeosporioides pada daerah beriklim basah terutama dengan curah

hujan lebih dari 3000 mm/th umumnya sangat tinggi, dan serangan penyakit ini

menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman rendah, biaya produksi tinggi ,

umur ekonomis tanaman menjadi singkat dan menimbulkan kerugian bagi petani

karet dan pengusaha. Sehingga pathogen C . gloeosporioides menjadi semakin

penting untuk mendapat perhatian.

Unsur Nitrogen dalam tanah jumlahnya sedikit dan mudah hilang dalam air

drainase, sedangkan nitrogen diperlukan tanaman terutama untuk merangsang

pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Disamping

nitrogen unsur Kalium adalah satu-satunya kation monovalen yang esensial pada

tanaman dalam pembentukan klorofil dan menjamin ketegaran tanaman

(Wuryaningsih dan Sutaler,1992).

Perumusan Masalah

Produktivitas klon karet sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu genetik,

lingkungan, dan manajemen. Salah satu respon faktor genetik terhadap lingkungan

adalah sifat resistensinya terhadap penyakit. Dalam tiga dasa warsa terakhir, hampir

di semua negara penghasil karet, penyakit gugur daun dikenal sebagai faktor yang

dapat menimbulkan kerugian besar dan bahkan berkelanjutan. Oleh karena itu

(23)

daun. Sebagian besar diantara klon yang ada resisten terhadap satu jenis penyakit

tertentu saja atau bersifat ketahana vertical sehingga ketahanannya dapat dipatahkan

oleh pathogen yang muncul. Pada sentra perkebunan yang mengalami kerusakan

berat diduga telah terbentuk atau terdapat isolat atau ras baru yang virulen, hal ini

ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan jumlah klon karet yang terserang

C.gloeosporioides dinegara produsen karet termasuk Indonesia. Kerugian

ekonomi akibat kerusakan oleh penyakit karet bernilai triliunan rupiah setiap

tahunnya, dimana penyakit gugur daun dapat mengakibatkan kehilangan financial

lebih dari 220 miliar rupiah per tahun dengan asumsi penurunan produksi sebesar 30

% akibat kerusakan berat oleh penyakit gugur daun Colletotrichum yang menyerang

2-5 % luas perkebunan Indonesia ( Situmorang dkk , 2005).

Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan

isolat C.gloeosporioides yang virulen dan usaha untuk menpertahankan ketahanan

klon unggul tanaman karet terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporioides tersebut

dengan pemberian pupuk ekstra (N,K).

Tujuan Penelitian

1. Untuk mendapatkan isolat C. gloesporioides yang virulen dari dua daerah

berbeda

2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N,K) terhadap pertumbuhan

(24)

Hipotesa Penelitian

1. Isolat C. gloeosporioides dari dua daerah yang diuji mempunyai tingkat

virulensi yang berbeda

2. Pemberian pupuk ekstra (N,K) mempengaruhi pertumbuhan klon karet dan

ketahanan terhadap penyakit gugur daun C. gloesporioides

Kegunaan Penelitian

Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan bahwa ketahanan

tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum dapat dipengaruhi oleh

(25)

inokulasi Pengumpulan sampel daun

terinfeksi C.gloeosporioides dari 2 daerah berbeda

Penanaman klon unggul rentan dan tahan terhadap C.gloeosporioides

Pengujian virulensi isolat

Isolat virulen

Interval pemberian dosis pupuk ekstra (N,K)

Masalah

1. Penyakit gugur daun C.gloeosporioides

2. Virulensi Patogen yang berbeda

3. Ketahanan klon unggul terhadap Penyakit gugur daun

C.gloeosporioides berbeda 4. Produksi Karet menurun

Tingkat ketahanan klon karet terhadap penyakit gugur daun

meningkat dan pertumbuhan klon karet yang optimal

(26)

TINJAUAN PUSTAKA

Tanaman Karet

Sejarah dan Perkembangan Tanaman Karet di Indonesia

Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon

karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah

percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di

Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga

sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan

Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876.

Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan

Belanda. Awalnya, karet ditanam dikebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk

dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan

tersebar di beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun

tersebut di daerah Pamanukn dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang

ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea

brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera Timur, jenis ini ditanam di

pulau Jawa pada tahun 1906.

Perusahaan asing pertama yang menanam karet dan mengelolanya di

Indonesia adalah Harrison and Crossfield Company yang sebelumnya juga telah

membuka perkebunan serupa di Malaysia. Setelah Harrison and Crossfield,

(27)

Sociente Financieredes Caoutchouses dari Belgia pada tahun 1909 dan perusahaan

patungan Belanda-Amerika Serikat bernama Holland amerikaanse Plantage

Maatschappij pada tahun 1910-1911 (Setiawan dan Andoko, 2006).

Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas didunia,

meskipun tanaman tersebut diintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu

sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kali, luas areal perkebunan karet di

Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar tersebar merata di 22 provinsi perkebunan

karet Indonesia.dengan areal terluas di dunia, sejak dekade 1920-an merupakan

pemasok utama karet dunia.Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi antara tahun

1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Tetapi setelah kemerdekaan produksi karet

Indonesia justru merosot, sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh

Malaysia yang sejak awal membayangi Indonesia pada urutan kedua.

Pada awal dekade 1990-an produksi karet Indonesia kembali naik setelah

dilakukan peremajaan tanaman sejak 1970-an. Produksi karet Indonesia segera

melampaui malaysia yang selama hampir empat dekade setelah Perang Dunia II

menjadi produsen utama karet dunia.

Botani Karet ( Hevea brasilliensis Muell. Arg )

Tanaman karet merupakan pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter

dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas

dengan percabangan dibagian atas. Dibagian batang terkandung getah yang lebih

(28)

Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis.

Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak

daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar diujungnya. Setiap daun karet biasanya

terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing.

Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok.

Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam

satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk

lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju yang sempi. Bunga betina berambut vilt

dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung

bakal buah yang beruang tiga.

Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk

berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan

gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbaggi menjadi dua ruangan, yang satu

letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya.

Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet

(29)

berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan sendirinya

dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang

tepat (Setiawan dan Andoko, 2006).

Syarat tumbuh tanaman Karet

S

SeebbaaggaaiittaannaammaannyyaannggbbeerraassaallddaarriiwwiillaayyaahhAAmmeerriikkaattrrooppiiss,,kkaarreettbbiissaattuummbbuuhh

d

diiIInnddoonneessiiaayyaannggjjuuggaabbeerriikklliimmttrrooppiiss..

I

Ikklliimm

Curah hujan minimum bagi tanaman karet adalah 1500 mm/tahun dengan

distribusi merata (Djikman, 1951 dan William et al,1980). Secara umum tanaman

karet dapt tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1500-3000 mm/tahun

dengan distribusi merata.Curah hujan 100-150 mm akan dapat mencukupi kebutuhan

air tanaman karet selama 1 bulan (Rao dan Vijayakumar, 1992).

Secara umum iklim yang dibutuhkan oleh tanaman karet adalah sebagai berikut:

a) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24-28 derajat C.

b) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.

c) Curah hujan optimal antara 1.500 - 2.000 mm/tahun

d) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5-7

jam/hari.

T

Taannaahh

Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih

mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini

(30)

dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat

fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik

tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis

mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman

air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik

karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat

fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara

pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0.

(http://www..Karet-profilsingkat.pdf).

K

KeettiinnggggiiaannTTeemmppaatt

Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran

dengan ketinggian 0 – 400 meter dari permukaan laut (dpl) ( Setiawan dan Andoko,

2006). Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah dan

tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang, tanaman karet tumbuh

dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl (http://www..Karet-profilsingkat.pdf).

Pemupukan

Pupuk sebagai salah satu faktor produksi diyakini mampu meningkatkan

pertumbuhan dan produksi tanaman karet. Bagi pengusaha perkebunan

karet.Pemupukan yang tepat nyata mempersingkat masa TBM. Penggunaan pupuk

sebagai sumber unsur hara bagi tanaman karet sudah menjadi kebutuhan rutin

(31)

pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet dilakukan dengan dosis yang

seimbang dua kali pemberian dalam setahun (Puslit Karet, 2004).

Kekurangan unsur K (kalium) kelihatannya tidak memberikan pengaruh

langsung terhadap sistem perakaran, dibanding unsur N dan P namun demikian unsur

K tersedia dalam jumlah yang kurang mencukupi kebutuhan tanaman, maka akan

berakibat lemahnya sistem translokasi. Pengaruh unsur K dan juga unsur-unsur lainya

adalah tidak secara langsung. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadinya

peningkatan pertumbuhan pucuk.

Peranan Daun, Akar dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman

Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting

dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan

perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, tergantung

pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan

lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 199). Pertumbuhan dan

perkembangan tanaman, menurut Dalimoenthe (1990) merupakan resultan proses

fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman. Misalnya proses fotosintesis yang

menghasilkan karbohidrat digunakan sebagai energi untuk pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Selama pertumbuhan vegetatif, akar, daun dan batang

merupakan daerah-daerah pemanfaatan asimilat yang kompetitif. Proporsi hasil

asimilasi yang didistribusikan ke ketiga organ ini dapat mempengaruhi pertumbuhan

(32)

sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang

maksimal. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa suatu aspek penting

dalam proses pertumbuhan tanaman adalah penyediaan substrat, dalam hal ini adalah

karbohidrat, yang digunakan tanaman untuk membentuk bahan baru. Karbohidrat

diperoleh melalui proses fotosintesis di dalam daun. Daun dan jaringan hijau lainnya

merupakan sumber asal hasil asimilasi. Sebagian hasil asimilasi tetap tertinggal dalam

jaringan untuk pemeliharaan sel. Sisa hasil asimilasi ditranslokasikan ke daerah

pertumbuhan vegetatif, yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan, pemeliharaan

dan cadangan makanan. Dalam proses fotosintesis, peranan daun erat kaitannya

dengan akar. Akar yang pertumbuhannya baik akan memberikan pertumbuhan tajuk

yang cepat, karena akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral

dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman

(Gardner, et al., 1991). Dalam proses pertumbuhan tanaman, akar memegang peranan

yang sangat penting. Disamping berfungsi sebagai organ tanaman yang menopang

agar tanaman dapat berdiri tegak sehingga dapat melaksanakan aktivitas fisiologi

dengan baik, akar juga berfungsi untuk transport, penyimpanan, perbanyakan, sumber

energi dan sebagai sumber hormon pertumbuhan. Selain itu akar juga merupakan

organ utama tanaman yang mengerjakan absorbsi hara dan air. Bersama-sama dengan

proses sintesa senyawa organik pada bagian hijau dari tanaman, kecepatan absorbsi

hara dan air akan sangat menentukan pertumbuhan tanaman, baik bagian tanaman

yang berada di atas tanah (shoot) maupun yang berada di dalam tanah (Islami dan

(33)

H.brasiliensis dalam pengembangannya digunakan klon yang merupakan

hasil pemuliaan. Dengan klon diharapkan adanya keseragaman dalam produktivitas,

pertumbuhan, ketahanan penyakit dan kualitas produk. Wulan, dkk (2006),

mengatakan bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktifitas yang optimum

di daerah sentra – sentra produksi karet perlu dipilih klon yang tepat dan beradaptasi

pada lingkungan tumbuhnya.Keunggulan klon akan terekspresi apabila ditanam

sesuai dengan lingkungan tumbuhnya.

Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides

Jamur patogen C.gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. (teleomorph dari

Glomerella cingulata) adalah pathogen daun yang menyerang sejumlah besar

tanaman buah trofik sampai sub trofik (Prusky dkk,1992).

Di Indonesia, penyakit gugur daun C. gloeosporioides merupakan penyakit

pada tanaman karet. Penyakit gugur daun menyebabkan pengguguran daun yang

terus-menerus, terutama jika pathogen menyerang pada periode pembentukan daun

muda setelah gugur daun alami. Pembentukan daun baru yang berulang-ulang

menyebabkan mati ujung, terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa

setelah sadap, pembentukan daun muda yang jelek disebabkan oleh penyakit gugur

daun seringkali menyebabkan stress fisiologis, sekaligus menyebabkan kehilangan

lateks sampai 45% (Achuo et al., 2001). Serangan penyakit gugur daun

(34)

mm/tahun (Basuki,1990). Patogen penyebab gugur daun Colletotrichum, diduga tidak

memiliki keragaman isolat dari wilayah ataupun dari inang/klon berasal

(Prawirosoemardjo, 1976 & 1984 dalam Prawirosoemardjo, 2006).

Biologi Patogen C. gloeosporioides

C. gloeosporioides merupakan jamur yang mempunyai hypa yang bersepta,

mula-mula hialin dan kelak akan menjadi gelap. Konidium hialin, berbentuk jorong

atau bulat telur dengan ujung ujung yang membulat. Konidium tidak bersepta, dengan

ukuran rata-rata 12-16 x 4-5 µm.

A B Sumber : Koleksi Pribadi

Gambar 2. Konidia C. gloeosporioides. A.Isolat Deli Serdang. dan B. Isolat Langkat

Spora umumnya berkecambah pada permukaan kulit daun, kemudian

membentuk appresoria dan hifa untuk menginfeksi dan tetap tinggal dalam lapisan sel

pada kulit dalam kondisi laten. Spora C. gloeosporioides berkecambah dipermukaan

daun yang sedang berkembang dan setelah beberapa saat ujung hifa menggelembung

(35)

membentuk alat yang dapat menembus kutikula secara mekanik dan jamur masuk ke

dalam daun serta akan dorman dibawah kutikula

( http://www.deptan.go.id/ditlintan/buku_ perkebunan ).

Gejala Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides

Antraknose gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur C. gloeosporioides

dapat menyebabkan kerugian hingga mencapai 90 % pada daerah perkebunan

tanaman buah. Patogen menyerang daun, cabang, bunga dan buah dan menyebabkan

terjadinya busuk buah berwarna hitam pada permukaan buah, terutama pada saat

musim hujan.Gejala dari penyakit yang disebabkan oleh pathogen ini diawali dengan

adanya bintik hitam/gelap pada jaringan tanaman dan diikuti dengan terbentuknya

bercak yang sedikit terang disekeliling nya dengan adanya halo (lingkaran cahaya

gelap) (Alvarez et al, 2007).

C. gloeosporioides merupakan penyebab penyakit daun yang semakin serius

dan mempengaruhi pertumbuhan daun-daun baru yang diproduksi pada musim

berikutnya , pohon karet akan kehilangan daun-daun nya sepanjang musim.Jaringan

tisu tanaman inang menghasilkan daun-daun baru yang peka terhadap infeksi dan

kondisi basah menyebabkan epidemi penyakit semakin berkembang (Wastie, 1972

dalam Waller , 1992).

Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati ujung,

terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa/ telah sadap, pembentukan daun

(36)

stress fisiologis sekaligus menyebabkan kehilangan lateks sampai 45% ( Achuo dkk,

2001).

Patogen kadang-kadang juga menghasilkan gejala busuk berair lembut dengan

lingkaran halo. Penyebaran konidia oleh gerakan angin dan tetesan air hujan,

merupakan factor utama dalam penyebaran penyakit. Kepekaan berkurang dengan

meningkatnya umur daun-daun tersebut. Berkurangnya kepekaan ini adalah sebagai

hasil perkembangan formasi dari kutikila daun ( Wastie, 1970).

Sumber: Koleksi Pribadi

Gambar 3. Gejala serangan C.gloeosporioides

Menurut Varghese (1990), bercak pada daun biasanya bundar dengan

diameter 2 mm dan mula-mula berwarna coklat, selanjutnya bagian pusat menjadi

abu-abu sampai putih, nekrotis dan sering membelah. Daun-daun muda menjadi

kehitaman dan gugur, infekksi pada daun yang lebih tua akan mengakibatkan

defoliasi. Bercak dapat berkembang pada tangkai daun dan menginfeksi pada daun

(37)

terjadi pada keadaan yang lembab yang ditandai dengan koloni spora yang berwarna

merah jambu atau pink. Pada daun-daun yang lebih dewasa infeksi Colletotrichum

mengakibatkan tepi serta ujung daun berkeriput dan pada permukaannya terbentuk

bercak-bercak bulat berwarna coklat dengan tepi kuning bergaris tengah 1-2 mm. Bila

daun-daun bertambah umurnya maka bercak akan berlubang ditengahnya dan

bercak-bercak ini menonjol dari permukaan daun. Infeksi Colletotrichum yang hebat dapat

mengakibatkan matinya pucuk tanaman.

Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit

Soepena (1990), mengatakan bahwa daun yang terinfeksi kadang-kadang

menyebar pada semua tingkatan umur tanaman dan pohon dewasa disebabkan

pengaruh udara kering dan juga faktor ketahanan klon itu sendiri.Cendawan pada

bercak bagian atas daun menghasilkan perithecia dari pelepasan ascospora.

Ascospores memainkan suatu peran penting dalam kelangsungan hidup pathogen

dari satu musim ke musim yang berikutnya.

Dalam cuaca yang lembab masa spora menjadi lunak dan mudah tersebar

dengan perantara angin hingga ke jarak yang jauh. Kebun-kebun karet terletak di

dataran tinggi atau mempunyai curah hujan yang tinggi menderita serangan berat

penyakit gugur daun C. gloeosporioides. Demikian pula kebun-kebun yang lembab

(38)

gulmanya tidak dapat dikendalikan akan mendapat gangguan penyakit ini

(Semangun, 1992).

Anonim (2004), dilapangan yaitu pada tanamanyang belum menghasilkan

atau pada tanaman telah menghasilkan, serangan C. gloeosporioides terjadi pada

musim hujan pada tunas-tunas atau daun-daun muda yang baru tumbuh. Epidemi

penyakit timbul antara lain karena (a) terjadi penyimpangan pola iklim dari yang

normal, yaitu kemarau panjang yang diikuti musim hujan sepanjang tahun, (b)

tanaman karet yang lemah karena kurang perawatan, (c) ditanamnya klon-klon yang

rentan.Selain itu Baily dkk (1992), juga mengatakan bahwa perkembangan penyakit

gugur daun C. gloeosporioides berkorelasi dengan curah hujan dan klon yang peka.

Respon tanaman terhadap penyakit gugur daun C. gloeosporioides

Dalam suatu spesies tanaman ternyata terdapat perbedaan tingkat ketahanan

dari varietas tanaman terhadap suatu spesies patogen tertentu. Demikian juga, tingkat

virulensi dari ras satu spesies patogen tertentu sangat bervariasi sehingga

mempengaruhi kemampuan ras patogen tersebut dalam menyerang varietas

tanaman.Variasi kerentanan terhadap patogen diantara varietas tanaman disebabkan

adanya gen ketahanan yang berbeda, dan mungkin pula karena adanya jumlah gen

ketahanan yang berbeda dalam setiap varietas tanaman (Abadi, 2003).

Secara umum ada dua jenis resistensi tanaman terhadap penyakit yaitu

(39)

sejumlah gen (poligenik) resistensi, reaksinya terhadap patogen tidak diffrensial,

resisten terhadap semua ras dari satu atau beberapa species patogen dan reistensinya

relatif mantap. Varietas dengan ketahanan vertikal (monogenik atau oligogenik)

umumnya menunjukkan ketahanan lengkap terhadap patogen spesifik dibawah

berbagai kondisi lingkungan, tetapi mutasi tunggal atau sedikit mutasi dalam patogen

dapat memproduksi suatu ras baru yang dapat menginfeksi varietas yang sebelumnya

tahan. Dengan adanya ketahanan vertikal, inang dan patogen nampak tidak

kompatibel. Inang dapat merespon dengan reaksi hipersensitif, mungkin nampak

imun, atau mungkin menyebabkan reproduksi patogen menjadi lambat.

Virulensi Patogen

Virulensi adalah kemampuan suatu pathogen, seperti suatu cendawan, untuk

menyerang suatu tumbuhan tuan rumah dengan sukses. Ini tergantung pada

kemampuan cendawan untuk menghindarkan sistem pertahanan kimiawi dari

tumbuhan]tersebut yang merupakan suatu kemampuan yang diatur oleh gen. Jamur

mempunyai gen virulen, dan tumbuhan mempunyai gen tahan yang dapat mengenali

bahan kimia yang diproduksi oleh gen virulen. Jika tumbuhan tidak mengenali gen

virulen itu, maka tanaman akan terinfeksi (Thrall, 2003).Virulensi sutau patogen pada

umumnya ditentukan oleh faktor patogenitas seperti tife infeksi, jumlah koloni dan

(40)

METODA PENELITIAN

Penelitian dilakukan dalam dua tahap.

I. Uji virulensi Isolat C. Gloeosporioides

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian tahap I dilaksanakan dari bulan Nopember s/d Desember 2007, di

Laboratorium Proteksi Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian

tempat ± 80 m di atas permukaan laut.

Bahan Penelitian

Empat (4) klon daun karet dan masing-masing klon terdiri dari 10 daun, isolat

C.gloesporioides asal Kab. Langkat (Besitang), dan Kab. Deli Serdang (S. Putih),

PDA (Potato Dextro Agar), alkohol, bahan kimia, dll.

Alat Penelitian

Piring Petri , pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter,bor gabus

(dish)ø 1,2 cm, label dan alat tulis, laminar air flow, incubator , mikroskop , talam

plastik dll.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pengujian resistensi klon karet secara inokulasi

buatan dengan menggunakan metode cakram daun menurut Chee 1978.

Menggunakan Metode Penelitian dalam RAL Faktorial, dimana:

Faktor I adalah Daun Klon Karet (Klon Tahan dan Klon Rentan)

(41)

K2 = GT1 (rentan) K3 = BPM 24 (rentan) K4 = PB 260 (tahan)

Faktor II adalahIsolat C. gloeosporioides

I1 = Isolat Cgloeosporioides asal BesitangLangkat

I2 = Isolat C.Gloeosporioides asal Sungei Putih Deli serdang

Dengan kombinasi perlakuan 4x2 = 8, diulang sebanyak 4 kali dan tiap

ulangan terdiri dari 5 daun , sehingga jumlah daun klon karet yang dibutuhkan adalah

8x4x5 = 160 lembar

Jalannya Penelitian

1. Persiapan

Kegiatan persiapan dimulai dengan mengumpulkan data dan pustaka yang

berkaitan dengan topik penelitian agar diperoleh informasi yang memadai mengenai

hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna tercapainya tujuan penelitian

yang diharapkan. Setelah itu dilakukan pemilihan lokasi penelitian yang diikuti oleh

penyedian isolat Cgloeosporioides yang akan diuji .

2. Pelaksanaan Penelitian

Isolasi Patogen

Inokulum patogen C gloeosporioides diisolasi dari daun tanaman karet yang

terinfeksi oleh C gloeosporioides dari masing-masing daerah yang diuji. Permukaan

daun yang terinfeksi patogen disteril dengan larutan clorox 10% selama 15-30 detik

(42)

anginkan dikertas tisu steril atau dicuci dengan aquadest steril dan kemudian

ditempatkan pada medium biakan yang telah disiapkan dalam cawan petri (Agrios,

1993).

Biakan murni C gloeosporioides selanjutnya di inkubasi selama ± 7 hari kemudian dilakukan pembuatan suspensi konidia C gloeosporioides . Daun karet muda dari tiap –tiap klon dipotong dengan menggunakan bor gabus diameter 1,2 cm kemudian direndam kedalam suspensi konidia C gloeosporioides dari masing – masing isolat selama ± 1 menit, selanjutnya di inkubasikan dalam inkubator temperature 25 0C selama 6 hari.

Peubah Amatan Tahap I

1. Periode laten ( Masa inkubasi )

Pengamatan masa inkubasi sampai terjadinya sporulasi (perkecambahan

spora) setelah hari inokulasi konidia.

2. Laju perkembangan bercak

Perkembangan bercak diukur sejak terdapatnya bercak, dan diukur setiap 2

hari sekali. r = X2-X1/ t2– t1

3. Intensitas penyakit ( Disease severity )

Pengukuran intensitas penyakit patogen dilakukan laboratorium Pathology

Puslit. Karet Sungei Putih dengan mneggunakan daun muda dari masing – masing

klon yang di uji. Pengukuran tingkat keparahan penyakit dilakukan 12 hari setelah

inokulasi konidia. Pengukuran keparahan penyakit dilakukan dengan menggunakan

(43)

Pengukuran intensitas penyakit ( skala serangan) dimasukkan dalam rumus

Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut:

∑(ni x vi)

I = ---x 100% NxV

I = Intensitas serangan ni = jumlah daun ke-i vi = skala serangan ke-j N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6)

Penelitian tingkat serangan di laboratorium dilakukan dengan menghitung nilai

bercak daun yang ditetapkan menurut Chee ( 1978) dengan skala 0 – yakni sbb:

Skala 0 = tidak terdapat bercak (bebas) Skala 1 = terdapat bercak ≤1/4 bagian Skala 2 = terdapat bercak <1/2 bagian Skala 3 = terdapat bercak <3/4 bagian Skala 4 = terdapat bercak >3/4 bagian

Dari Skala diatas diklasifikasikan menjadi 5 kategori seperti Tabel 3 berikut:

Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan penyakit

Klasifikasi Nilai

(44)

Sumber : Koleksi Penelitian

Gambar 4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun

II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian

pupuk Ekstra (N,K)

Tempat dan Waktu penelitian

Penelitian tahap II dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei

2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian tempat ±

80 m diatas permukaan laut.

Bahan Penelitian

Klon karet PB260, GT1, BPM1 dan BPM 24,isolat virulen C.gloeosporioides,

pupuk rekomendasi TSP, KCl dan Urea , tanah dari jenis PMK, air, dll.

Alat Penelitian

Polibeg ukuran 15 x 20 cm, pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter,

(45)

Metode Penelitian

Menggunakan Metode Penelitian dalam Rak Faktorial, dimana:

Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N,K)

P0= 0 % (Kontrol) yaitu N=5 gr, P= 5 gr K= 2 gr

P1= 25% dari rekomendasi yaitu N=5 + 1,25 gr, P= 5 gr K= 2 + 1,25 gr P2= 50% dari rekomendasi yaitu N=5 + 2,5 gr , P= 5 gr K= 2 + 2,5 gr P3= 75% dari rekomendasi yaitu N=5 + 3,75 gr, P= 5 gr K= 2 + 3,75 gr

Faktor II adalah Klon Karet

K1 = BPM 1 ( tahan) K2 = GT1 ( rentan) K3 = BPM 24 (rentan)

K4 = PB 260 (tahan)

Dengan demikian diperoleh 4x 4 = 16 kombinasi perlakuan (plot) dan tiap plot ada

10 tanaman diulang sebanyak 3 kali.sehingga jumlah klon karet yang diperlukan

adalah 16 x10x 3= 480 tanaman.

Jalannya Penelitian

1. Persiapan Bibit Tanaman/ Klon OMT karet

Persiapan bibit dilakukan dengan memilih secara selektif klon yang akan

ditanam untuk penelitian dari puslit karet Sungei Putih.

2. Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Media Tumbuh

Media tumbuh yang digunakan berupa tanah PMK dari arel Puslit Karet

(46)

tanah secara komposit untuk analisa hara tanah N, P dan K. Setelah itu tanah

dimasukkan kedalam polibek ukuran 10 kg. Masing-masing polibek diisi tanah

seberat 7 kg. Polibek , kemudian disusun petak-petak percobaan disesuaikan dengan

tata letak percobaan yang telah dibuat.

Penanaman Bibit/Klon Karet

Penanaman dilakukan dengan memilih klon karet yang sehat dilakukan secara

selektif untuk mendapatkan pertumbuhan klon yang seragam.

Pemupukan

Pemupukan tanaman dipolibek diberikan dengan cara manual circle,yaitu

dengan membuat saluran melingkar disekeliling batang dengan jarak disesuaikan

setelah tanaman berumur ± 2 bulan. Selanjutnya dilakukan pemupukan setiap bulan

sampai tanaman berumur 5 bulan.

Penyiangan

Penyiangan gulma dilakukan secara manual.

Pelaksanaan Inokulasi Patogen

Pelaksanaan penelitian dimulai setelah didapat isolat yang virulen dari

penelitian tahap I. Bahan stek berasal dari masing-masing klon sesuai perlakuan yang

tunasnya dibiarkan tumbuh dalam waktu ±2 bulan atau telah berpayung dua.

Suspensi konidia C gloeosporioides dengan kepekatan 7x104 konidia/ml

disemprotkan langsung ke permukaan daun yang baru terbentuk ( daun bewarna

(47)

Peubah Amatan Tahap II

.Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan, meliputi :

1. Tinggi tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan saat bibit berumur 3 bulan dan

berakhir saat bibit berumur 6 bulan. Pengukuran dilakukan setiap 1 bulan sekali

dengan cara mengukur pertumbuhan batang dari pangkal batang sampai ujung batang.

2. Jumlah daun (helai)

Jumlah daun dihitung pada saat bibit berumur 6 bulan. Daun yang dihitung

adalah daun yang telah membuka sempurna dan juga daun yang diamati untuk

pengukuran intensitas penyakit.

3. Panjang akar (m)

Pengukuran panjang akar terpanjang dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit

berumur 3, bulan dan 6 bulan. Pengukuran panjang akar total dilakukan dengan

memasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 15 x 20 cm. Kantong diisi air

secukupnya kemudian akar disebarkan dengan cara menggojok. Panjang akar

terpanjang dibaca dengan menggunakan penggaris.

4. Bobot kering akar dan tajuk (g)

Pengamatan bobot kering akar dan tajuk dilakukan pada saat bibit berumur 4

dan 6 bulan. Bobot kering diperoleh dengan menimbang bagian tanaman yang telah

(48)

5. Nisbah akar tajuk (NAT)

Pengamatan nisbah akar tajuk (NAT) dilakukan pada saat bibit berumur 4-6

bulan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Bobot kering akar NAT = ——————— Bobot kering tajuk

6. Laju pertumbuhan nisbi akar (LPNA) dan laju pertumbuhan nisbi

tajuk(LPNT)

Pengamatan dilakukan pada saat akhir penelitian, dengan menggunakan

rumus dalam Sitompul dan Guritno (1995) sebagai berikut :

ln WA2 – ln WA1

LPNA = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1

ln WT2 – ln WT1

LPNT = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1

WA1 = bobot kering akar pada pengamatan 1 WA2 = bobot kering akar pada pengamatan 2 WT1 = bobot kering tajuk pada pengamatan 1 WT2 = bobot kering tajuk pada pengamatan 2 T1 = waktu pengamatan 1

T2 =waktu pengamatan 2

7. Laju assimilasi bersih (LAB)

Pengamatan dilakukan pada umur 3, 4, 5 dan 6 bulan, dengan menggunakan

(49)

W2 – W1 ln La2 – ln La1

LAB = ———— x ——————— (g/dm2/minggu) T2 – T1 La2 – La1

W1 = bobot kering tanaman pada pengamatan 1 W2 = bobot kering tanaman pada pengamatan 2 La1 =luas daun total pada pengamatan 1

La2 = luas daun total pada pengamatan 2 T1 = Waktu pengamatan 1

T2 = Waktu pengamatan 2

8. Panjang ruas (cm)

Panjang ruas diukur pada akhir penelitian yaitu pada saat tanaman berumur 6

bulan

9. Diameter batang (mm)

Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan 2 kali yaitu pada umur 4 dan

6 bulan.

10. Intensitas Penyakit (diseases severity) (%)

Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan 10 hari setelah inokulasi

dengan mengamati 15 helai daun yang diambil dari 5 tangkai terbawah dari payung

teratas (Rahayu dkk, 2005), dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada saat tanaman

telah berpayung dua ( umur 4 bulan ) dengan pengukuran 1x 2 hari sebanyak 5 kali

pengamatan dalam rumus Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut:

∑(ni x vi)

(50)

I = Intensitas serangan n = jumlah daun ke-i v = skala serangan ke-j

N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6)

Tabel 2. Nilai bercak atau cacat daun C. glooesporiodes

Nilai/ Score Keterangan

0 Tidak terdapat bercak atau cacat pada daun

1 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/16 bagian 2 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/8 bagian 3 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/4 bagian 4 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/2 bagian 5 Terdapat bercak atau cacat pada daun >1/2 bagian 6 Daun gugur akibat C.gloeosporiodes

(Soekirman,2004).

11. Laju Infeksi (r)

Pengukuran dilakukan setelah inokulasi pada umur tanaman ± 3 bulan dan

selanjutnya pada saau tanaman telah berpayung 2 sampai tanaman berumur 6 bulan.

2,3 x2 x1

r = ---[log 10 - log 10 --- ]

t2 –t1 1 – x2 1 – x1

r = laju infeksi

t1 = waktu pengamatan pertama

t2 = waktu pengamatan kedua

x 1 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi

(51)

x2 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi

pada pengamatan kedua (Oka,1993).

Analisis Data

Untuk mengetahui pertumbuhan antar 4 klon yang diuji dengan perlakuan

dosis pupuk ekstra (N, K) , dilakukan analisis statistik dengan menggunakan pola

Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan dilanjutkan dengan uji F. Apabila

uji F menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan,

dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test)

(52)

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. Uji virulensi isolat C.gloeosporioides

Uji virulensi isolat C.gloeosporioides dilakukan berdasarkan periode laten

( masa inkubasi ), laju perkembangan bercak dan intensitas penyakit /disease severity

Ketiga parameter menunjukkan adanya korelasi dan hubungan dan dijelaskan satu

persatu sebagai berikut:

1. Periode Laten

Hasil analisis menunjukkan bahwa klon yang diuji dan isolat memiliki

perbedaan sangat nyata terhadap periode laten. Tetapi interaksi kedua perlakuan

berpengaruh tidak nyata terhadap periode laten. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada

Lampiran 1, sedangkan rataan periode laten terdapat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rataan Periode laten ( Hari)

I (Isolat) Rataan

Perlakuan

I1 (Isolat Langkat) I2( Isolat Deli Serdang)

BPM1 3.00 ab 2.40 de 2.70 b

GT1 2.80 cd 2.25 ef 2.53 bc

BPM 24 2.60 cde 2.00 f 2.30 c

PB 260 3.20 a 2.80 bc 3.00 a

Rataan 2.90 a 2.36 b 2.61

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Periode laten yang paling lama pada perlakuan K4I1 (PB 260 dan Isolat asal

Langkat) yaitu 3,20 hsi yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1I1( 3,00 hsi ),

(53)

(2,80 hsi). Periode laten yang paling cepat adalah perlakuan K3I2 (klon BPM 24 isolat

Deli Serdang) yaitu 2 hsi dibandingkan dengan K3I1 ( BPM 24 isolat Langkat ) yaitu

2,60 hsi, demikian juga dengan K1I2 (BPM 1 dan isolat Deliserdang) periode latennya

lebih cepat yaitu 2,40 hsi dibanding dengan K1I1 (BPM 1 dan isolate Langkat) yaitu

3,00 hsi. K2I2 (GT1 dan isolate Deliserdang) periode latennya adalah 2,25 hsi lebih

lama disbanding dengan K2I1 (GT1 dan isolat Langkat) yaitu 2,80 hsi.

2. Laju Perkembangan Bercak

Rataan laju perkembangan bercak dari umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 4,

sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 2.

Hasil analisis laju perkembangan bercak ( % ) menunjukkan bahwa perlakuan

daun klon dan isolat berpengaruh tidak nyata tetapi pada umur 4-6 hsi berpengaruh

sangat nyata terhadap laju perkembangan bercak.

Tabel 4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)

Umur 2 - 4 hari 4 - 6 hari

Perlakuan I1 I2 I1 I2

Daun Klon

BPM 1 0,03 0,03 0,14 bc 0,14 bc

GT 1 0,04 0,06 0,11 cd 0,10 c

BPM 24 0,06 0,07 0,19 b 0,31a

PB 260 0,04 0,07 0,15 bc 0,17 bc

(54)

Laju perkembangan bercak tertinggi pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan Isolat

asal Deli Serdang) yaitu 0,31 pada 4 -6 hsi, yang berbeda sangat nyata dengan semua

perlakuan , sedangkan laju perkembangan bercak yang paling rendah adalah pada

perlakuan K2I2 (GT1 dan isolat Deli Serdang).

3. Intensitas Penyakit ( disease severity )

Rataan intensitas serangan dari Umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 5, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 3.

Tabel 5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun Klon dan Isolat Perlakuan I1 ( Isolat Langkat) I2 ( Isolat Deli Serdang)

Umur 4 6 4 6

BPM 1 13,75 40,75 c 16,25 44,38 c

GT 1 30,63 bc 41,94 c 23,75 b 42,05 c

BPM 24 40 b 64,38 b 30,00 a 92,50 a

PB 260 30,21 b 45,53 c 16,94 cd 50,63 c

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Taraf 5% berdasarkan uji DMRT.

Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian isolat asal Deli Serdang (I2) pada

daun klon umur 4-6 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas penyakit dan

ada peningkatan persentase intensitas penyakit. Intensitas penyakit tertinggi pada

umur 6 hsi diperoleh pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan isolat Deli Serdang) yaitu

92,50 %, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. Intensitas serangan terendah

(55)

Sumber : Koleksi Penelitian

Gambar 5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi II. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides

dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K)

1. Tinggi Tanaman (cm)

Rataan tinggi tanaman umur 6 bulan terdapat pada Tabel 6, sedangkan hasil

sidik ragam pada Lampiran 4.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk dan klon karet

berpengaruh nyata, serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata secara

signifikan terhadap tinggi tanaman.

Pada umur 6 bulan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang

berbeda nyata. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan P3K4 (75 % dan PB 260)

yaitu 62,54 cm, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan dan tinggi tanaman

Gambar

Gambar 1. Kerangka Penelitian
Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan penyakit
Tabel 2.   Nilai bercak atau cacat daun C. glooesporiodes
Tabel 3. Rataan Periode laten  ( Hari)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sementara itu, hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan perlakuan pupuk organik cair yang dikombinasikan dengan pupuk standar nyata berpengaruh terhadap bobot segar

Pada perlakuan dosis pupuk NPK 15-15-15 berpengaruh tidak nyata terhadap peubah amatan panjang tanaman, jumlah daun ,jumlah cabang produktif panjang buah, diameter buah, bobot

Pemberian pupuk kotoran hewan dan pupuk organik cair berbagai jenis, tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, luas daun, panjang akar, bobot basah

54 rentan sampai dengan rentan lebih dipengaruhi oleh genetic tanaman tersebut, artinya bahwa klon seri IRR memiliki resistensi yang rendah terhadap penyakit gugur

[r]

Hasil penelitian menunjukkan bahwa macam pupuk kandang berbeda sangat nyata terhadap panjang akar terpanjang, jumlah akar, bobot tanaman tanpa akar, jumlah daun,

Penggunaan klon karet unggul yang resisten merupakan salah satu strategi pengendalian yang murah dan ramah lingkungan (Rahayu et al ., 2005)... Usaha yang dapat dilakukan untuk

Hasil analisis ragam tinggi tanaman kentang (Tabel 2) menunjukkan bahwa perlakuan berbagai jenis klon berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman kentang pada berbagi