STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum
gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA
(N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN
TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum
TESIS
Oleh
SYAMSAFITRI
067001006/AGR
SEKOLAH PASCA SARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum
gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK EKSTRA
(N,K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN
TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Pertanian dalam Program Studi
Agronomi pada Sekolah Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SYAMSAFITRI
067001006/AGR
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis : STUDI VIRULENSI ISOLAT Colletotrichum
gloeosporioides Penz.dan PEMBERIAN PUPUK
EKSTRA ( N, K) PADA KLON KARET DAN KETAHANAN TERHADAP PENYAKIT GUGUR DAUN Colletotrichum
Nama Mahasiswa : Syamsafitri
Nomor Pokok : 067001006
Program Studi : Agronomi
Menyetujui
Komisi Pembimbing
( Dr. Ir. Rosmayati, MS )
Ketua
( Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS ) ( Dr. Ir. Karyudi, MS )
Anggota Anggota
Ketua Program Studi Direktur
( Prof. Dr. Ir. Sengli J. Damanik, MSc ) ( Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc)
Telah di uji pada
Tanggal : 9 September 2008
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua :
Dr.Ir. Rosmayati, MS
Anggota : 1. Dr. Ir. Hasanuddin, MS
2. Dr. Ir. Karyudi, MS
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena Rahmat dan Hidayah-Nya akhirnya penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis dengan judul “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap
Penyakit Gugur Daun Colletotrichum” dilaksanakan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai derajad Magister pada Program Studi Agronomi, sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, Medan.
Tesis ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis karena dukungan dari berbagai pihak di bawah ini, untuk itu penulis mengucapka terima kasih kepada; 1. Dr. Ir. Rosmayati, MS., Dr. Ir. H. Hasanuddin, MS, dan Dr. Karyudi
Berturut-turut adalah pembimbing utama dan pembimbing pendamping yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis secara sabar, tulus dan ikhlas dalam penelitian dan penulisan tesis.
2. Dr. Ir. Edy Batara Mulya, MS dan Prof. Ir. Jenimar sebagai penguji. 3. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Pasca Sarjana USU.
4. Prof. Dr. Ir. B. S .J. Damanik, MSc, selaku Ketua Prodi. Agronomi beserta staf. 5. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara yang memberikan
izin kepada penulis untuk menempuh Program S2.
6. Dr. Karyudi, sebagai Kepala Balit. Karet Sungei Putih beserta staf yang telah memberikan ijin pemakaian laboratorium dan lahan juga telah memberikan sumbangan berharga berupa ide dan pemikiran yang sangat membantu penelitian dan penulisan tesis.
8. Amangboru H.Abdul Hamid Siregar dan Bou Hj.Cholina Harahap atas pengertian dan doa buat penulis.
9. Kepada suami tercinta Ir. H. Joni Raja Siregar dan anakku, Sultan wafii Raja Siregar, Utman Farisi Raja Siregar yang telah memotivasi, mencurahkan kasih sayang , perhatian, dan memberikan waktu selama proses pendidikan ini.
10. Rekan -rekan angkatan 2006/2007 Program Pascasarjana S-2 Jurusan Agronomi ( Kak Dona, kak Julia, Pak Nasir, Pak Iwan, Ira dan Erly) yang menjadi mitra diskusi selama kuliah dan penelitian.
11. Rekan kerja di Fak.Pertanian UISU, Medan yang membantu selama penulisan tesis ini.
12. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.
Semoga atas budi baik yang telah diberikan menjadi amal ibadah dan mendapat rahmat dari Allah SWT, Amin.
”Tidak ada gading yang tak retak”untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekurangan tesis ini. Sungguhpun demikian, penulis berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan, khususnya di bidang pertanian.
Medan, September 2008
RIWAYAT HIDUP
SYAMSAFITRI dilahirkan di Medan, 16 Maret 1973, anak ketiga dari tujuh
bersaudara dari Bapak H. Syahrial Ams, SH.Mhum dan Ibu Hj. Siti Aminah Lubis.
Tahun 1997 menikah dengan Ir. H. Joni Raja Siregar dan telah beri karunia oleh
Allah SWT dua orang putra yaitu Sulthan Wafii Raja Siregar dan Uthman Farisi Raja
Siregar.
Pendidikan yang telah dijalani adalah Sekolah Dasar Negeri 101778 Medan
lulus pada tahun 1986, SMPN 1 Stabat lulus tahun 1989, SMAN 1 Medan lulus tahun
1992, Program S1 pada Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU) Medan
jurusan Hama Penyakit Tumbuhan lulus tahun 1997 dan mengikuti Program S2 di
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (USU) Medan Program Studi
Agronomi mulai tahun 2006 – 2008. Penulis merupakan dosen tetap Fakultas
Pertanian Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan sejak tahun 1998 –
sekarang.
Organisasi yang diikuti saat ini adalah anggota IIKK PTPN IV unit Kebun
Laras, bendahara BKMT ( Badan Kontak Majelis Ta’lim) Kab. Simalungun, dan
ABSTRAK
Syamsafitri, 2008. “Studi Virulensi Isolat Colletotrichum gloeosporioides Penz.dan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) pada Klon Karet dan Ketahanan terhadap Penyakit Gugur Daun Colletotrichum”
(
Ketua pembimbing Dr. Ir. Rosmayati, MS Dr. Ir. Hasanuddin, MS dan Dr. Karyudi sebagai anggota pembimbing).Penelitian bertujuan untuk mendapatkan isolat C.gloeosporiodes yang virulen dari dua daerah yang berbeda ( Langkat dan Deli Serdang) dan mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N, K) terhadap pertumbuhan klon karet dan ketahanan terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporiodes. Penelitian I. Uji Virulensi Isolat
C.gloeosporiodes bahan yang digunakan adalah tanaman karet asal klon K1 ( BPM 1),
K2 (GT1), K3 (BPM 24), K4 (PB260), dan isolat C.gloeosporioides asal Langkat dan
D.Serdang menggunakan rancangan RAL Faktorial dengan 2 faktor perlakuan di Laboratorim Penyakit Balit. Karet Sungei Putih dari bulan November 2007 – Desember 2008.
Hasil penelitian tahap I. menunjukkan bahwa dari klon BPM24 rentan terhadap isolat C.gloeosporioides asal Deli Serdang dengan periode laten yang paling cepat yaitu 2 hsi,laju perkembangan bercak 0,31 dan intensitas penyakit 92,50%. Disusul oleh klon K3I11 (BPM 24 dan isolat Langkat) dengan periode laten 2,60 hsi, laju
perkembangan bercak 0,19 dan intensitas penyakit 64,38% . Perlakuan K4I11 ( PB
260 dan isolat Langkat) menunjukkan periode laten yang paling lama yaitu 3,2 hsi, laju perkembangan bercak 0,15, dan intensitas penyakit 45,35%. Perlakuan K4I2 ( PB
260 isolat Deli Serdang) periode laten 2,8 hsi, laju perkembangan bercak 0,17, dengan intensitas penyakit 50,63% . Berdasarkan peubah periode laten, laju perkembangan penyakit, dan intensitas penyakit maka dapat dikatakan bahwa klon K1 (BPM1) agak resisten dan K4 ( PB260) moderat terhadap I1( isolat Langkat )
sedangkan klon K1 agak rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang) dan Klon K4 moderat
terhadap I2. Klon K2 (GT1) agak rentan terhadap isolat I2 (Isolat D.Serdang ), tetapi
klon K3 ( BPM 24) rentan terhadap I2 (isolat Deli Serdang). Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa isolat C.gloeosporioides Deli Serdang lebih virulen dalam menyebabkan penyakit gugur daun pada tanaman karet
Penelitian II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian pupuk Ekstra (N,K) dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei 2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih ddengan bahan penelitian Klon karet PB260, GT1,BPM 1 dan BPM 24 ,Isolat C.gloeosporioides
Deli Serdang pupuk TSP,KCl dan Urea. Metode penelitian yang digunakan adalah Rak Faktorial, dimana: Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N, K) P0= 0 % (Kontrol) P1= 25% dari rekomendasi P2 = 50% dari rekomendasi P3= 75% dari rekomendasi. Faktor II adalah Klon Karet K1 = BPM1, K2 = GT1, K3 =
panjang akar,bobot kering akar, bobot kering tajuk,nisbah akar tajuk,laju pertumbuhan nisbi akar, laju assimilasi bersih, panjang ruas, diameter batang, total luas daun, intensitas penyakit, dan laju infeksi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan pemberian pupuk ekstra (N,K) dan klon secara statistik menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap peubah tinggi tanaman, panjang akar, bobot kering tajuk, bobot kering akar, intensitas penyakit dan laju infeksi. Tanaman yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K4 ( 75% pupuk
ekstra dan klon PB 260) yaitu 62,54 cm. Panjang akar dan bobot kering tajuk yang paling tinggi pada perlakuan P2K1 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 44,92
cm dan 29,17 g. Bobot kering akar yang paling tinggi pada perlakuan P2K3 ( 50%
pupuk ekstra dan klon BPM24). Intensitas penyakit yang tertinggi pada perlakuan P2K3 ( 50% pupuk ekstra dan klon BPM 24 ) yaitu 36,63 % dan intensitas penyakit
yang terkecil pada pelakuan P0K1 ( 0% pupuk ekstra dan klon BPM1) yaitu 16,44 %, sedangkan laju infeksi yang paling tinggi terdapat pada perlakuan P3K2 ( 75% pupuk
ekstra dan klon BPM24) yaitu 0,186 dengan tingkat ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang dan laju infeksi yang paling rendah pada perlakuan P3K3 ( 75% pupuk ekstra dan klon BPM24 ) yaitu 0,002 dengan tingkat
ketahanan agak resisten terhadap Isolat C.gloeosporioides Deli Serdang.
ABSTRACT
Syamsafitri, 2008. “A Study of the Virulence of Isolated Collectotrichum gloeosporioides Penz and Application of Extra Fertilizer (N, K) on Rubber Clones and the Resistance against Leaf-Falling Disease Colletotrichum.
(The Co-Counselor Dr. Ir.Rosmayati, MS, Dr. Ir. Hasanuddin, MS and Dr. Karyudi as counselor).
The research intends to find the isolated virulent C. gloeosporiodes of two different regions (Langkat and Deli Serdang) and the effect of application of extrafertilizer (N,K) on the growth of rubber clone and the resistance against leaf-falling disease C. gloeosporiodes. The First Research. The Virulence Test of the isolated C. gloeosporiodes, the materials included close K1of rubber (BPM 1), K2(GT1), K3(BPM 24), K4(PB260) and the isolated C. gloeosporiodes of both Langkat and Deli Serdang.The research was arranged by using Factorial experiment in Completely Randomized Design of 4x2 factorial treatment with 4 replication at the Laboratory of Research Agency of Rubber, Sungei Putih since November 2007 to December 2008.
The result of experiment in first stage showed that the clone BPM 24 was vulnerable against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang with the quickest latent period of 2hsi, the development rate of spot of 0.31 and intensity rate of disease of 92.50%, followed by the clone K3I1 (BPM 24) and the isolated of Langkat) with the latent period of 2.60 his, the development rate of spot of 0.19 and intensity rate of disease of 64.38%. The treatment K4I1(PB 260) isolated Deli Serdang), the latent period of 2.80 his, the development rate of spot of 0.17 and intensity rate of disease of 50.63%. Based on the variables of latent period, the development rate of spot of and intensity rate of disease, it can be said that the clone K1(BPM1) was more resistant and K4(PB260) was moderate against I1(the isolated Langkat) whereas the clone K1 was slightly vulnerable against2( the isolated Deli Serdang) and clone K4 was moat against I2. The clone K2 (GT1) was slightly vulnerable against the isolated (Deli Serdang) but the clone K3 (BPM 24) was vulnerable against I2 (D. Serdang). Thus, it can be said that the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang was more virulent to lead leaf falling disease on rubber.
The second research. Test of Resistance of Clone Against C. gloeosporiodes
variables of observation included the height of plant, number of leaves,length of root, dry weight of root, dry weight of crown, ratio of crown root, relatively growth of root, net assimilation rate, length of node, diameter of stem, total number of leaves, intensity rate of disease, and infection rate. The result of the research showed that the treatment of application of extra fertilizer (N, K) of the clones statistically showed the significant effect on the variables of height of plant, length of root, dry weight of root, dry weight of crown, and intensity rate of disease, and infection rate the heights plant was at P3K4(75% of the extra fertilizer and the clone PB 260) of 62.54cms. The length of root and the largest dry weight of crown was at P2K2 (50% of the extra and clone BPM1) of 44.92 cm and 29.17 g. The largest dry weight of root was at P2K( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24). The largest intensity rate of disease was at P2K3( 50% of the extra fertilizer and clone BPM24) of 3663% and the lowest intensity of disease was at PoK1 (0% of the extra fertilizer and BPM1 of 16.44%, whereas the largest infection rat was at P3K2 (754% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of 0.186 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang and the lower infection rate at P3K3 (75% of the extra fertilizer and clone BPM 24) of0.002 with the slightly resistance against the isolated C. gloeosporiodes of Deli Serdang
DAFTAR ISI Sejarah dan perkembangan tanaman karet di Indonesia………..……. Botani karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg)………..…. Syarat Tumbuh Tanaman Karet ………..……. Peranan daun, Akar,dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……….…..……. Biologi Patogen. C.gloeosporioides………...……. Gejala Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides……….…….…
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit ... Respon Tanaman terhadap Penyakit Gugur Daun C.gloeosporioides
Virulensi Patogen... 20 METODA PENELITIAN... 22 I. Uji Virulensi isolat C.gloeosporioides...
Tempat dan Waktu Penelitian... II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan Penyakit... 25
2. Nilai Bercak atau cacat daun C.gloeosporioides... 31
3. Rataan Periode Laten (Hari)... 33
4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)... 34
5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun klon dan Isolat... 35
6. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubahTinggi Tanaman (cm) pada umur 6 bulan ... 36
7. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Jumlah daun (helai) pada umur 6 bulan... 38
8. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Akar (cm) pada umur 6 bulan... 39
9. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Akar (gr) pada umur 6 bulan... 41
10. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Bobot Kering Tajuk (gr) pada umur 6 bulan... .42
11. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Nisbah Akar Tajuk (gr) pada umur 6 bulan... 43
12. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju pertumbuhan Nisbi Akar ( g.g-1.minggu) pada umur bulan... 44
Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Laju Assimilasi Bersih
(g/dm2/minggu) pada umur 6 bulan... 46
15.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Panjang Ruas (cm) pada umur
6 bulan... 47
16.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Diameter Batang ( mm) pada
umur 6 bulan... 49 17.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan
Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Total Luas daun (cm2) pada
umur 5 bulan... 50
18. Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit pada umur
97 hsi... 52 19.Rataan Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan
Pemberian Pupuk Ekstra (N, K) peubah laju Infeksi pada umur 97 hsi 53
20. Rataan uji virulensi isolat C.gloeosporioides terhadap rataan periode laten (hari), laju perkembangan bercak (r), intensitas penyakit (IS),
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. Kerangka Penelitian... 7
2. Konidia C. gloeosporioides A.Isolat Deli Serdang dan B. Isolat Langkat 16
3. Gejala serangan C.gloeosporioides... 18
4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun... 25
5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi ... 35
6. Pertumbuhan klon karet pada umur 4 bulan... 37
7. Hubungan tinggi tanaman karet (cm) dengan interval dosis pupuk eks- tra (N,K)... 37
8. Hubungan dosis pupuk dengan klon terhadap panjang akar umur 6 bulan... 40
9. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra dengan klon karet terhadap bobot kering akar (gr) pada umur 6 bulan... 41
10. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap berat kering tajuk (gr) pada umur 6 bulan... 42
11. Perakaran klon karet yang diberi perlakuan pupuk ekstra (N, K) 0%, 25%, 50%, dan 75% ( searah jarum jam)... 45
13. Hubungan panjang ruas dengan interval % dosis pupuk ekstra (N, K)... 48
14. Hubungan interaksi antara interval % dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap luas daun (cm2) pada umur 4 bulan... 50
15. Hubungan interaksi antara interval dosis pupuk ekstra (N, K) dengan klon karet terhadap intensitas penyakit umur 97 hsi... 52
16. Hubungan interaksi interval dosis pupuk ekstra (N, K) dan klon terhadap laju infeksi... 54
17. Pertambahan tinggi tanaman dari umur 3 - 6 bulan... 59
DAFTAR LAMPIRAN
No. Judul Halaman 1. Lampiran Sidik Ragam Periode Laten... 77 2. Lampiran Sidik Ragam Laju Perkembangan Bercak umur 2 hsi -10 hsi... 77 3. Lampiran sidik ragam intensitas serangan umur 2 hsi – 10 hsi... 79 4. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Tinggi Tanaman umur 3 bulan – 6 bulan... 81 5. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Jumlah Daun umur 6 bulan... 83 6. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Panjang Akar umur 4 bulan -6 bulan... 83 7. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Bobot Kering Akar umur 4 bulan – 6 bulan... 85 8. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Bobot Kering Tajuk umur 4 bulan – 6 bulan... 86 9. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Nisbah Akar tajuk umur 4 bulan – 6 bulan... 88 10. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Laju Pertumbuhan Nisbi Akar umur 4 -6 bulan... 89 11. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Laju Pertumbuhan Nisbi Tajuk umur 4 -6 bulan... 90 12. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah
Laju Asimilasi Bersih umur 4-6 bulan………... 91 13. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap
Panjang Ruas umur 6 bulan... 92
14. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Diameter Batang umur 3- 6 bulan... 92
15. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Total Luas Daun umur 4-6 bulan... 94
16. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Intensitas Penyakit umur 91-97 hsi... ... 95
17. Lampiran Sidik Ragam Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan pemberian Pupuk ekstra (N, K) peubah Laju infeksi umur 93-97 ... ... 97
18. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... 99
19. Lampiran Rataan Pengujian Pertumbuhan Klon dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... 100
20. Matrik Korelasi Parameter Pengujian Ketahanan Klon dengan Pem- berian Pupuk Ekstra (N,K)... 101
21. Deskripsi Klon... 102
22. Tata letak Penelitian I. Uji Virulensi Isolat C.gloeosporioides... ... 105
23. Tata Letak Penelitian II. Pemberian Pupuk Ekstra (N,K)... .. 106
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet merupakan komoditi ekspor yang mampu memberikan kontribusi di
dalam upaya peningkatan devisa Indonesia. Konsumsi karet alam sampai dengan
tahun 2020 diperkirakan terus meningkat sampai mencapai 2,829 juta ton, sedangkan
proyek produksi karet alam sebesar 7,8 juta ton. Dipastikan terjadi kekurangan
pasokan karet alam ± hampir 5,654 juta ton.
Harga karet alam yang membaik saat ini dijadikan momentum yang mampu
mendorong percepatan pembenahan dan peremajaan karet yang kurang produktif
dengan menggunakan klon-klon unggul dan perbaikan tehnologi budaya lainnya.
Pemerintah telah menetapkan sasaran pengembangan produksi karet alam Indonesia
sebesar 3 - 4 juta ton/tahun pada karet ( rakyat ) yang saat ini kurang produktif
berhasil diremajakan dengan menggunakan klon karet unggul secara
berkesinambungan (Anwar, 2006).
Pengembangan karet Indonesia dalam kurun waktu 3 dekade mengalami
pertumbuhan yang sangat pesat. Pada tahun 1968, luas areal karet baru 2,2 juta ha dan
pada tahun 2005 meningkat menjadi 3,2 juta ha atau meningkat sekitar 50% dimana
sekitar 85%diusahakan oleh rakyat dan selebihnya oleh perkebunan besar. Dari
luasan tersebut, produkasi yang dihasilkan mencapai 2,2 juta ton dengan
produktivitas rata-rata sebesar 840 kg/ha/th (Ditjen Perkebunan, 2006). Meskipun
masih berada di bawah Thailand. Luas areal karet di Indonesiamencapai sekitar 3,3
juta hektare, dan 2,6 juta hektare di antaranya lahan milik petani atau sekitar 80
persen dari total perkebunan karet. Indonesia berpotensi meningkatkan ekspor karet
dengan merebut pasar di negara Tirai Bambu karena diperkirakan sampai tahun 2020
Cina akan terus mengalami pertumbuhan. Produk karet menyumbang devisa sebesar
US$ 1,4 miliar pada 2003 itu berarti 20 persen dari ekspor produk pertanian. Volume
produksi karet pada 2003 sebesar 1,8 juta ton dengan volume sebesar itu Indonesia
menjadi produsen karet kedua terbesar di dunia setelah Thailand
(Http://www.Sinarharapan.file ).
Rendahnya produktivitas ini selain penerapan teknologi budidaya seperti
pemupukan dan pemeliharaan yang kurang, yang lebih pokok adalah masalah
penggunaan bahan tanamnya. Telah terbukti bahwa penggunaan bahan tanam klon
unggul dalam pengusahaan perkebunan karet merupakan komponen teknologi utama
yang memberikan peningkatan produktivitas yang cukup nyata
( Http://www.IRR39&42.htm ).
Soepadmo, (1975) dalam Pawirosoemardjo, ( 2006 ) , mengatakan bahwa
terjadinya epidemi penyakit gugur daun Colletotrichum pada tanaman karet di Jawa
tahun 1974 dikarenakan adanya a). penyimpangan iklim dari pola iklim normal, b).
tersedianya tanaman karet dengan stadia kritis, c). Pembagian hujan yang merata
selama musim hujan.
Undang-Undang No 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman pasal
pertanaman harus berupa benih bina yang dilepas secara resmi oleh Menteri Pertanian
Republik Indonesia. Oleh karena itu klon-klon karet anjuran yang terakhir sebelum
digunakan secara luas harus dilakukan pelepasan oleh Menteri Pertanian. Selain itu
upaya pengendalian penyakit saat ini juga diarahkan pada pengendalian secara
terpadu (PHT) yaitu dengan menggabungkan beberapa komponen pengendalian,
dimana salah satu diantaranya adalah menggunakan bahan tanam yang resisten.
Anwar (2006), mengatakan bahwa pengembangan klon-klon karet unggul
pengguna harus memilih dengan cermat klon-klon yang sesuai agroekologi wilayah
pengembangan dan jenis-jenis produksi karet yang dihasilkan, sedangkan klon-klon
lama yang sudah dilepas seperti GT1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, RRIM
600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, dan RRIC 100
masih memungkinkan untuk dikembangkan tetapi harus dilakukan secara hati-hati
baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya.
Budidaya karet sering mendapat gangguan, diantaranya adalah hama,
penyakit,kebakaran dan cuaca atau iklim. Dewasa ini, salah satu gangguan yang
dirasakan sebagai ancaman bagi budidaya perkaretan adalah penyakit gugur daun.
Adanya perbedaan tingkat kerusakan oleh penyakit pada suatu klon disentra
perkebunan karet disebabkan oleh perbedaan tingkat virulensi atau ras patogen,
disamping pengaruh faktor lingkungan abiotik.
Penyakit tanaman karet merupakan kendala yang dominan dibanding
gangguan lainnya. Di samping dapat menyebabkan terjadinya penurunan produksi,
tanaman karet. Pada tanaman karet dikenal berbagai jenis penyakit baik yang
menyerang akar, batang, cabang dan daun.Serangan penyakit gugur daun
Colletotrichum gloeosporioides pada daerah beriklim basah terutama dengan curah
hujan lebih dari 3000 mm/th umumnya sangat tinggi, dan serangan penyakit ini
menyebabkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman rendah, biaya produksi tinggi ,
umur ekonomis tanaman menjadi singkat dan menimbulkan kerugian bagi petani
karet dan pengusaha. Sehingga pathogen C . gloeosporioides menjadi semakin
penting untuk mendapat perhatian.
Unsur Nitrogen dalam tanah jumlahnya sedikit dan mudah hilang dalam air
drainase, sedangkan nitrogen diperlukan tanaman terutama untuk merangsang
pertumbuhan di atas tanah dan memberikan warna hijau pada daun. Disamping
nitrogen unsur Kalium adalah satu-satunya kation monovalen yang esensial pada
tanaman dalam pembentukan klorofil dan menjamin ketegaran tanaman
(Wuryaningsih dan Sutaler,1992).
Perumusan Masalah
Produktivitas klon karet sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu genetik,
lingkungan, dan manajemen. Salah satu respon faktor genetik terhadap lingkungan
adalah sifat resistensinya terhadap penyakit. Dalam tiga dasa warsa terakhir, hampir
di semua negara penghasil karet, penyakit gugur daun dikenal sebagai faktor yang
dapat menimbulkan kerugian besar dan bahkan berkelanjutan. Oleh karena itu
daun. Sebagian besar diantara klon yang ada resisten terhadap satu jenis penyakit
tertentu saja atau bersifat ketahana vertical sehingga ketahanannya dapat dipatahkan
oleh pathogen yang muncul. Pada sentra perkebunan yang mengalami kerusakan
berat diduga telah terbentuk atau terdapat isolat atau ras baru yang virulen, hal ini
ditunjukkan oleh terjadinya peningkatan jumlah klon karet yang terserang
C.gloeosporioides dinegara produsen karet termasuk Indonesia. Kerugian
ekonomi akibat kerusakan oleh penyakit karet bernilai triliunan rupiah setiap
tahunnya, dimana penyakit gugur daun dapat mengakibatkan kehilangan financial
lebih dari 220 miliar rupiah per tahun dengan asumsi penurunan produksi sebesar 30
% akibat kerusakan berat oleh penyakit gugur daun Colletotrichum yang menyerang
2-5 % luas perkebunan Indonesia ( Situmorang dkk , 2005).
Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui dan mendapatkan
isolat C.gloeosporioides yang virulen dan usaha untuk menpertahankan ketahanan
klon unggul tanaman karet terhadap penyakit gugur daun C.gloeosporioides tersebut
dengan pemberian pupuk ekstra (N,K).
Tujuan Penelitian
1. Untuk mendapatkan isolat C. gloesporioides yang virulen dari dua daerah
berbeda
2. Mengetahui pengaruh pemberian pupuk ekstra (N,K) terhadap pertumbuhan
Hipotesa Penelitian
1. Isolat C. gloeosporioides dari dua daerah yang diuji mempunyai tingkat
virulensi yang berbeda
2. Pemberian pupuk ekstra (N,K) mempengaruhi pertumbuhan klon karet dan
ketahanan terhadap penyakit gugur daun C. gloesporioides
Kegunaan Penelitian
Sebagai bahan informasi bagi pihak yang berkepentingan bahwa ketahanan
tanaman karet terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum dapat dipengaruhi oleh
inokulasi Pengumpulan sampel daun
terinfeksi C.gloeosporioides dari 2 daerah berbeda
Penanaman klon unggul rentan dan tahan terhadap C.gloeosporioides
Pengujian virulensi isolat
Isolat virulen
Interval pemberian dosis pupuk ekstra (N,K)
Masalah
1. Penyakit gugur daun C.gloeosporioides
2. Virulensi Patogen yang berbeda
3. Ketahanan klon unggul terhadap Penyakit gugur daun
C.gloeosporioides berbeda 4. Produksi Karet menurun
Tingkat ketahanan klon karet terhadap penyakit gugur daun
meningkat dan pertumbuhan klon karet yang optimal
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Karet
Sejarah dan Perkembangan Tanaman Karet di Indonesia
Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon
karet pertama kali hanya tumbuh di Brasil, Amerika Selatan, namun setelah
percobaan berkali-kali oleh Henry Wickham, pohon ini berhasil dikembangkan di
Asia Tenggara, di mana sekarang ini tanaman ini banyak dikembangkan sehingga
sampai sekarang Asia merupakan sumber karet alami. Di Indonesia, Malaysia dan
Singapura tanaman karet mulai dicoba dibudidayakan pada tahun 1876.
Tanaman karet sendiri mulai dikenal di Indonesia sejak zaman penjajahan
Belanda. Awalnya, karet ditanam dikebun Raya Bogor sebagai tanaman baru untuk
dikoleksi. Selanjutnya, karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan
tersebar di beberapa daerah. Perkebunan karet dibuka oleh Hofland pada tahun
tersebut di daerah Pamanukn dan Ciasem, Jawa Barat. Pertama kali jenis yang
ditanam adalah karet rambung atau Ficus elastica. Jenis karet Hevea (Hevea
brasiliensis) baru ditanam tahun 1902 didaerah Sumatera Timur, jenis ini ditanam di
pulau Jawa pada tahun 1906.
Perusahaan asing pertama yang menanam karet dan mengelolanya di
Indonesia adalah Harrison and Crossfield Company yang sebelumnya juga telah
membuka perkebunan serupa di Malaysia. Setelah Harrison and Crossfield,
Sociente Financieredes Caoutchouses dari Belgia pada tahun 1909 dan perusahaan
patungan Belanda-Amerika Serikat bernama Holland amerikaanse Plantage
Maatschappij pada tahun 1910-1911 (Setiawan dan Andoko, 2006).
Indonesia merupakan negara dengan perkebunan karet terluas didunia,
meskipun tanaman tersebut diintroduksi pada tahun 1864. Hanya dalam kurun waktu
sekitar 150 tahun sejak dikembangkan pertama kali, luas areal perkebunan karet di
Indonesia telah mencapai 3.262.291 hektar tersebar merata di 22 provinsi perkebunan
karet Indonesia.dengan areal terluas di dunia, sejak dekade 1920-an merupakan
pemasok utama karet dunia.Puncak kejayaan karet Indonesia terjadi antara tahun
1926 sampai menjelang Perang Dunia II. Tetapi setelah kemerdekaan produksi karet
Indonesia justru merosot, sehingga posisi sebagai pemasok karet utama digeser oleh
Malaysia yang sejak awal membayangi Indonesia pada urutan kedua.
Pada awal dekade 1990-an produksi karet Indonesia kembali naik setelah
dilakukan peremajaan tanaman sejak 1970-an. Produksi karet Indonesia segera
melampaui malaysia yang selama hampir empat dekade setelah Perang Dunia II
menjadi produsen utama karet dunia.
Botani Karet ( Hevea brasilliensis Muell. Arg )
Tanaman karet merupakan pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter
dengan diameter batang cukup besar. Umumnya, batang karet tumbuh lurus ke atas
dengan percabangan dibagian atas. Dibagian batang terkandung getah yang lebih
Klasifikasi botani tanaman karet adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Hevea
Spesies : Hevea brasiliensis.
Daun karet terdiri dari tangkai utama sepanjang 3-20 cm dan tangkai anak
daun sepanjang 3-10 cm dengan kelenjar diujungnya. Setiap daun karet biasanya
terdiri dari tiga anak daun yang berbentuk elips memanjang dengan ujung runcing.
Daun karet ini berwarna hijau dan menjadi kuning atau merah menjelang rontok.
Karet termasuk tanaman sempurna karena memiliki bunga jantan dan betina dalam
satu pohon, terdapat dalam malai payung yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk
lonceng dan di ujungnya terdapat lima taju yang sempi. Bunga betina berambut vilt
dengan ukuran sedikit lebih besar dibandingkan dengan jantannya dan mengandung
bakal buah yang beruang tiga.
Kepala putik yang merupakan organ kelamin betina dalam posisi duduk
berjumlah tiga buah. Organ kelamin jantan berbentuk tiang yang merupakan
gabungan dari 10 benang sari. Kepala sari terbaggi menjadi dua ruangan, yang satu
letaknya lebih tinggi daripada yang lainnya.
Buah karet dengan diameter 3-5 cm, terbentuk dari penyerbukan bunga karet
berbentuk setengah bola. Jika sudah tua, buah karet akan pecah dengan sendirinya
dan setiap pecahan akan tumbuh menjadi individu baru jika jatuh ke tempat yang
tepat (Setiawan dan Andoko, 2006).
Syarat tumbuh tanaman Karet
S
SeebbaaggaaiittaannaammaannyyaannggbbeerraassaallddaarriiwwiillaayyaahhAAmmeerriikkaattrrooppiiss,,kkaarreettbbiissaattuummbbuuhh
d
diiIInnddoonneessiiaayyaannggjjuuggaabbeerriikklliimmttrrooppiiss..
I
Ikklliimm
Curah hujan minimum bagi tanaman karet adalah 1500 mm/tahun dengan
distribusi merata (Djikman, 1951 dan William et al,1980). Secara umum tanaman
karet dapt tumbuh dengan baik pada kisaran curah hujan 1500-3000 mm/tahun
dengan distribusi merata.Curah hujan 100-150 mm akan dapat mencukupi kebutuhan
air tanaman karet selama 1 bulan (Rao dan Vijayakumar, 1992).
Secara umum iklim yang dibutuhkan oleh tanaman karet adalah sebagai berikut:
a) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24-28 derajat C.
b) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.
c) Curah hujan optimal antara 1.500 - 2.000 mm/tahun
d) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5-7
jam/hari.
T
Taannaahh
Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih
mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini
dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat
fisiknya. Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik
tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis
mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman
air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik
karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat
fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara
pH 3, 0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH, 3,0 dan > pH 8,0.
(http://www..Karet-profilsingkat.pdf).
K
KeettiinnggggiiaannTTeemmppaatt
Karet termasuk tanaman dataran rendah, yaitu bisa tumbuh baik di dataran
dengan ketinggian 0 – 400 meter dari permukaan laut (dpl) ( Setiawan dan Andoko,
2006). Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah dan
tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang, tanaman karet tumbuh
dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl (http://www..Karet-profilsingkat.pdf).
Pemupukan
Pupuk sebagai salah satu faktor produksi diyakini mampu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman karet. Bagi pengusaha perkebunan
karet.Pemupukan yang tepat nyata mempersingkat masa TBM. Penggunaan pupuk
sebagai sumber unsur hara bagi tanaman karet sudah menjadi kebutuhan rutin
pemupukan secara berkelanjutan pada tanaman karet dilakukan dengan dosis yang
seimbang dua kali pemberian dalam setahun (Puslit Karet, 2004).
Kekurangan unsur K (kalium) kelihatannya tidak memberikan pengaruh
langsung terhadap sistem perakaran, dibanding unsur N dan P namun demikian unsur
K tersedia dalam jumlah yang kurang mencukupi kebutuhan tanaman, maka akan
berakibat lemahnya sistem translokasi. Pengaruh unsur K dan juga unsur-unsur lainya
adalah tidak secara langsung. Pertumbuhan akar akan meningkat setelah terjadinya
peningkatan pertumbuhan pucuk.
Peranan Daun, Akar dan Klon dalam Proses Pertumbuhan Tanaman
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman merupakan proses yang penting
dalam kehidupan dan perkembangbiakan suatu spesies. Pertumbuhan dan
perkembangan berlangsung secara terus-menerus sepanjang daur hidup, tergantung
pada tersedianya meristem, hasil asimilasi, hormon dan substansi pertumbuhan
lainnya, serta lingkungan yang mendukung (Gardner et al., 199). Pertumbuhan dan
perkembangan tanaman, menurut Dalimoenthe (1990) merupakan resultan proses
fisiologis yang terjadi di dalam tubuh tanaman. Misalnya proses fotosintesis yang
menghasilkan karbohidrat digunakan sebagai energi untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Selama pertumbuhan vegetatif, akar, daun dan batang
merupakan daerah-daerah pemanfaatan asimilat yang kompetitif. Proporsi hasil
asimilasi yang didistribusikan ke ketiga organ ini dapat mempengaruhi pertumbuhan
sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman yang
maksimal. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa suatu aspek penting
dalam proses pertumbuhan tanaman adalah penyediaan substrat, dalam hal ini adalah
karbohidrat, yang digunakan tanaman untuk membentuk bahan baru. Karbohidrat
diperoleh melalui proses fotosintesis di dalam daun. Daun dan jaringan hijau lainnya
merupakan sumber asal hasil asimilasi. Sebagian hasil asimilasi tetap tertinggal dalam
jaringan untuk pemeliharaan sel. Sisa hasil asimilasi ditranslokasikan ke daerah
pertumbuhan vegetatif, yang terdiri dari fungsi-fungsi pertumbuhan, pemeliharaan
dan cadangan makanan. Dalam proses fotosintesis, peranan daun erat kaitannya
dengan akar. Akar yang pertumbuhannya baik akan memberikan pertumbuhan tajuk
yang cepat, karena akar merupakan organ vegetatif utama yang memasok air, mineral
dan bahan-bahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman
(Gardner, et al., 1991). Dalam proses pertumbuhan tanaman, akar memegang peranan
yang sangat penting. Disamping berfungsi sebagai organ tanaman yang menopang
agar tanaman dapat berdiri tegak sehingga dapat melaksanakan aktivitas fisiologi
dengan baik, akar juga berfungsi untuk transport, penyimpanan, perbanyakan, sumber
energi dan sebagai sumber hormon pertumbuhan. Selain itu akar juga merupakan
organ utama tanaman yang mengerjakan absorbsi hara dan air. Bersama-sama dengan
proses sintesa senyawa organik pada bagian hijau dari tanaman, kecepatan absorbsi
hara dan air akan sangat menentukan pertumbuhan tanaman, baik bagian tanaman
yang berada di atas tanah (shoot) maupun yang berada di dalam tanah (Islami dan
H.brasiliensis dalam pengembangannya digunakan klon yang merupakan
hasil pemuliaan. Dengan klon diharapkan adanya keseragaman dalam produktivitas,
pertumbuhan, ketahanan penyakit dan kualitas produk. Wulan, dkk (2006),
mengatakan bahwa untuk mendapatkan pertumbuhan dan produktifitas yang optimum
di daerah sentra – sentra produksi karet perlu dipilih klon yang tepat dan beradaptasi
pada lingkungan tumbuhnya.Keunggulan klon akan terekspresi apabila ditanam
sesuai dengan lingkungan tumbuhnya.
Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides
Jamur patogen C.gloeosporioides (Penz.) Penz. & Sacc. (teleomorph dari
Glomerella cingulata) adalah pathogen daun yang menyerang sejumlah besar
tanaman buah trofik sampai sub trofik (Prusky dkk,1992).
Di Indonesia, penyakit gugur daun C. gloeosporioides merupakan penyakit
pada tanaman karet. Penyakit gugur daun menyebabkan pengguguran daun yang
terus-menerus, terutama jika pathogen menyerang pada periode pembentukan daun
muda setelah gugur daun alami. Pembentukan daun baru yang berulang-ulang
menyebabkan mati ujung, terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa
setelah sadap, pembentukan daun muda yang jelek disebabkan oleh penyakit gugur
daun seringkali menyebabkan stress fisiologis, sekaligus menyebabkan kehilangan
lateks sampai 45% (Achuo et al., 2001). Serangan penyakit gugur daun
mm/tahun (Basuki,1990). Patogen penyebab gugur daun Colletotrichum, diduga tidak
memiliki keragaman isolat dari wilayah ataupun dari inang/klon berasal
(Prawirosoemardjo, 1976 & 1984 dalam Prawirosoemardjo, 2006).
Biologi Patogen C. gloeosporioides
C. gloeosporioides merupakan jamur yang mempunyai hypa yang bersepta,
mula-mula hialin dan kelak akan menjadi gelap. Konidium hialin, berbentuk jorong
atau bulat telur dengan ujung ujung yang membulat. Konidium tidak bersepta, dengan
ukuran rata-rata 12-16 x 4-5 µm.
A B Sumber : Koleksi Pribadi
Gambar 2. Konidia C. gloeosporioides. A.Isolat Deli Serdang. dan B. Isolat Langkat
Spora umumnya berkecambah pada permukaan kulit daun, kemudian
membentuk appresoria dan hifa untuk menginfeksi dan tetap tinggal dalam lapisan sel
pada kulit dalam kondisi laten. Spora C. gloeosporioides berkecambah dipermukaan
daun yang sedang berkembang dan setelah beberapa saat ujung hifa menggelembung
membentuk alat yang dapat menembus kutikula secara mekanik dan jamur masuk ke
dalam daun serta akan dorman dibawah kutikula
( http://www.deptan.go.id/ditlintan/buku_ perkebunan ).
Gejala Penyakit Gugur Daun C. gloeosporioides
Antraknose gejala penyakit yang disebabkan oleh jamur C. gloeosporioides
dapat menyebabkan kerugian hingga mencapai 90 % pada daerah perkebunan
tanaman buah. Patogen menyerang daun, cabang, bunga dan buah dan menyebabkan
terjadinya busuk buah berwarna hitam pada permukaan buah, terutama pada saat
musim hujan.Gejala dari penyakit yang disebabkan oleh pathogen ini diawali dengan
adanya bintik hitam/gelap pada jaringan tanaman dan diikuti dengan terbentuknya
bercak yang sedikit terang disekeliling nya dengan adanya halo (lingkaran cahaya
gelap) (Alvarez et al, 2007).
C. gloeosporioides merupakan penyebab penyakit daun yang semakin serius
dan mempengaruhi pertumbuhan daun-daun baru yang diproduksi pada musim
berikutnya , pohon karet akan kehilangan daun-daun nya sepanjang musim.Jaringan
tisu tanaman inang menghasilkan daun-daun baru yang peka terhadap infeksi dan
kondisi basah menyebabkan epidemi penyakit semakin berkembang (Wastie, 1972
dalam Waller , 1992).
Pembentukan daun baru yang berulang-ulang menyebabkan mati ujung,
terutama pada tanaman muda. Pada tanaman dewasa/ telah sadap, pembentukan daun
stress fisiologis sekaligus menyebabkan kehilangan lateks sampai 45% ( Achuo dkk,
2001).
Patogen kadang-kadang juga menghasilkan gejala busuk berair lembut dengan
lingkaran halo. Penyebaran konidia oleh gerakan angin dan tetesan air hujan,
merupakan factor utama dalam penyebaran penyakit. Kepekaan berkurang dengan
meningkatnya umur daun-daun tersebut. Berkurangnya kepekaan ini adalah sebagai
hasil perkembangan formasi dari kutikila daun ( Wastie, 1970).
Sumber: Koleksi Pribadi
Gambar 3. Gejala serangan C.gloeosporioides
Menurut Varghese (1990), bercak pada daun biasanya bundar dengan
diameter 2 mm dan mula-mula berwarna coklat, selanjutnya bagian pusat menjadi
abu-abu sampai putih, nekrotis dan sering membelah. Daun-daun muda menjadi
kehitaman dan gugur, infekksi pada daun yang lebih tua akan mengakibatkan
defoliasi. Bercak dapat berkembang pada tangkai daun dan menginfeksi pada daun
terjadi pada keadaan yang lembab yang ditandai dengan koloni spora yang berwarna
merah jambu atau pink. Pada daun-daun yang lebih dewasa infeksi Colletotrichum
mengakibatkan tepi serta ujung daun berkeriput dan pada permukaannya terbentuk
bercak-bercak bulat berwarna coklat dengan tepi kuning bergaris tengah 1-2 mm. Bila
daun-daun bertambah umurnya maka bercak akan berlubang ditengahnya dan
bercak-bercak ini menonjol dari permukaan daun. Infeksi Colletotrichum yang hebat dapat
mengakibatkan matinya pucuk tanaman.
Faktor – faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
Soepena (1990), mengatakan bahwa daun yang terinfeksi kadang-kadang
menyebar pada semua tingkatan umur tanaman dan pohon dewasa disebabkan
pengaruh udara kering dan juga faktor ketahanan klon itu sendiri.Cendawan pada
bercak bagian atas daun menghasilkan perithecia dari pelepasan ascospora.
Ascospores memainkan suatu peran penting dalam kelangsungan hidup pathogen
dari satu musim ke musim yang berikutnya.
Dalam cuaca yang lembab masa spora menjadi lunak dan mudah tersebar
dengan perantara angin hingga ke jarak yang jauh. Kebun-kebun karet terletak di
dataran tinggi atau mempunyai curah hujan yang tinggi menderita serangan berat
penyakit gugur daun C. gloeosporioides. Demikian pula kebun-kebun yang lembab
gulmanya tidak dapat dikendalikan akan mendapat gangguan penyakit ini
(Semangun, 1992).
Anonim (2004), dilapangan yaitu pada tanamanyang belum menghasilkan
atau pada tanaman telah menghasilkan, serangan C. gloeosporioides terjadi pada
musim hujan pada tunas-tunas atau daun-daun muda yang baru tumbuh. Epidemi
penyakit timbul antara lain karena (a) terjadi penyimpangan pola iklim dari yang
normal, yaitu kemarau panjang yang diikuti musim hujan sepanjang tahun, (b)
tanaman karet yang lemah karena kurang perawatan, (c) ditanamnya klon-klon yang
rentan.Selain itu Baily dkk (1992), juga mengatakan bahwa perkembangan penyakit
gugur daun C. gloeosporioides berkorelasi dengan curah hujan dan klon yang peka.
Respon tanaman terhadap penyakit gugur daun C. gloeosporioides
Dalam suatu spesies tanaman ternyata terdapat perbedaan tingkat ketahanan
dari varietas tanaman terhadap suatu spesies patogen tertentu. Demikian juga, tingkat
virulensi dari ras satu spesies patogen tertentu sangat bervariasi sehingga
mempengaruhi kemampuan ras patogen tersebut dalam menyerang varietas
tanaman.Variasi kerentanan terhadap patogen diantara varietas tanaman disebabkan
adanya gen ketahanan yang berbeda, dan mungkin pula karena adanya jumlah gen
ketahanan yang berbeda dalam setiap varietas tanaman (Abadi, 2003).
Secara umum ada dua jenis resistensi tanaman terhadap penyakit yaitu
sejumlah gen (poligenik) resistensi, reaksinya terhadap patogen tidak diffrensial,
resisten terhadap semua ras dari satu atau beberapa species patogen dan reistensinya
relatif mantap. Varietas dengan ketahanan vertikal (monogenik atau oligogenik)
umumnya menunjukkan ketahanan lengkap terhadap patogen spesifik dibawah
berbagai kondisi lingkungan, tetapi mutasi tunggal atau sedikit mutasi dalam patogen
dapat memproduksi suatu ras baru yang dapat menginfeksi varietas yang sebelumnya
tahan. Dengan adanya ketahanan vertikal, inang dan patogen nampak tidak
kompatibel. Inang dapat merespon dengan reaksi hipersensitif, mungkin nampak
imun, atau mungkin menyebabkan reproduksi patogen menjadi lambat.
Virulensi Patogen
Virulensi adalah kemampuan suatu pathogen, seperti suatu cendawan, untuk
menyerang suatu tumbuhan tuan rumah dengan sukses. Ini tergantung pada
kemampuan cendawan untuk menghindarkan sistem pertahanan kimiawi dari
tumbuhan]tersebut yang merupakan suatu kemampuan yang diatur oleh gen. Jamur
mempunyai gen virulen, dan tumbuhan mempunyai gen tahan yang dapat mengenali
bahan kimia yang diproduksi oleh gen virulen. Jika tumbuhan tidak mengenali gen
virulen itu, maka tanaman akan terinfeksi (Thrall, 2003).Virulensi sutau patogen pada
umumnya ditentukan oleh faktor patogenitas seperti tife infeksi, jumlah koloni dan
METODA PENELITIAN
Penelitian dilakukan dalam dua tahap.
I. Uji virulensi Isolat C. Gloeosporioides
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian tahap I dilaksanakan dari bulan Nopember s/d Desember 2007, di
Laboratorium Proteksi Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian
tempat ± 80 m di atas permukaan laut.
Bahan Penelitian
Empat (4) klon daun karet dan masing-masing klon terdiri dari 10 daun, isolat
C.gloesporioides asal Kab. Langkat (Besitang), dan Kab. Deli Serdang (S. Putih),
PDA (Potato Dextro Agar), alkohol, bahan kimia, dll.
Alat Penelitian
Piring Petri , pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter,bor gabus
(dish)ø 1,2 cm, label dan alat tulis, laminar air flow, incubator , mikroskop , talam
plastik dll.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pengujian resistensi klon karet secara inokulasi
buatan dengan menggunakan metode cakram daun menurut Chee 1978.
Menggunakan Metode Penelitian dalam RAL Faktorial, dimana:
Faktor I adalah Daun Klon Karet (Klon Tahan dan Klon Rentan)
K2 = GT1 (rentan) K3 = BPM 24 (rentan) K4 = PB 260 (tahan)
Faktor II adalahIsolat C. gloeosporioides
I1 = Isolat Cgloeosporioides asal BesitangLangkat
I2 = Isolat C.Gloeosporioides asal Sungei Putih Deli serdang
Dengan kombinasi perlakuan 4x2 = 8, diulang sebanyak 4 kali dan tiap
ulangan terdiri dari 5 daun , sehingga jumlah daun klon karet yang dibutuhkan adalah
8x4x5 = 160 lembar
Jalannya Penelitian
1. Persiapan
Kegiatan persiapan dimulai dengan mengumpulkan data dan pustaka yang
berkaitan dengan topik penelitian agar diperoleh informasi yang memadai mengenai
hal-hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan guna tercapainya tujuan penelitian
yang diharapkan. Setelah itu dilakukan pemilihan lokasi penelitian yang diikuti oleh
penyedian isolat Cgloeosporioides yang akan diuji .
2. Pelaksanaan Penelitian
Isolasi Patogen
Inokulum patogen C gloeosporioides diisolasi dari daun tanaman karet yang
terinfeksi oleh C gloeosporioides dari masing-masing daerah yang diuji. Permukaan
daun yang terinfeksi patogen disteril dengan larutan clorox 10% selama 15-30 detik
anginkan dikertas tisu steril atau dicuci dengan aquadest steril dan kemudian
ditempatkan pada medium biakan yang telah disiapkan dalam cawan petri (Agrios,
1993).
Biakan murni C gloeosporioides selanjutnya di inkubasi selama ± 7 hari kemudian dilakukan pembuatan suspensi konidia C gloeosporioides . Daun karet muda dari tiap –tiap klon dipotong dengan menggunakan bor gabus diameter 1,2 cm kemudian direndam kedalam suspensi konidia C gloeosporioides dari masing – masing isolat selama ± 1 menit, selanjutnya di inkubasikan dalam inkubator temperature 25 0C selama 6 hari.
Peubah Amatan Tahap I
1. Periode laten ( Masa inkubasi )
Pengamatan masa inkubasi sampai terjadinya sporulasi (perkecambahan
spora) setelah hari inokulasi konidia.
2. Laju perkembangan bercak
Perkembangan bercak diukur sejak terdapatnya bercak, dan diukur setiap 2
hari sekali. r = X2-X1/ t2– t1
3. Intensitas penyakit ( Disease severity )
Pengukuran intensitas penyakit patogen dilakukan laboratorium Pathology
Puslit. Karet Sungei Putih dengan mneggunakan daun muda dari masing – masing
klon yang di uji. Pengukuran tingkat keparahan penyakit dilakukan 12 hari setelah
inokulasi konidia. Pengukuran keparahan penyakit dilakukan dengan menggunakan
Pengukuran intensitas penyakit ( skala serangan) dimasukkan dalam rumus
Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut:
∑(ni x vi)
I = ---x 100% NxV
I = Intensitas serangan ni = jumlah daun ke-i vi = skala serangan ke-j N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6)
Penelitian tingkat serangan di laboratorium dilakukan dengan menghitung nilai
bercak daun yang ditetapkan menurut Chee ( 1978) dengan skala 0 – yakni sbb:
Skala 0 = tidak terdapat bercak (bebas) Skala 1 = terdapat bercak ≤1/4 bagian Skala 2 = terdapat bercak <1/2 bagian Skala 3 = terdapat bercak <3/4 bagian Skala 4 = terdapat bercak >3/4 bagian
Dari Skala diatas diklasifikasikan menjadi 5 kategori seperti Tabel 3 berikut:
Tabel 1. Klasifikasi Penilaian Tingkat Serangan penyakit
Klasifikasi Nilai
Sumber : Koleksi Penelitian
Gambar 4. Skala bercak C.gloeosporioides cakram daun
II. Pengujian Ketahanan Klon terhadap C.gloeosporioides dengan Pemberian
pupuk Ekstra (N,K)
Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian tahap II dilakukan pada bulan Desember 2007 sampai dengan Mei
2008 di Kebun Balai Pusat Penelitian Karet Sungei Putih, dengan ketinggian tempat ±
80 m diatas permukaan laut.
Bahan Penelitian
Klon karet PB260, GT1, BPM1 dan BPM 24,isolat virulen C.gloeosporioides,
pupuk rekomendasi TSP, KCl dan Urea , tanah dari jenis PMK, air, dll.
Alat Penelitian
Polibeg ukuran 15 x 20 cm, pisau, gunting, timbangan, penggaris, area meter,
Metode Penelitian
Menggunakan Metode Penelitian dalam Rak Faktorial, dimana:
Faktor I adalah Interval Dosis pemberian pupuk Ekstra (N,K)
P0= 0 % (Kontrol) yaitu N=5 gr, P= 5 gr K= 2 gr
P1= 25% dari rekomendasi yaitu N=5 + 1,25 gr, P= 5 gr K= 2 + 1,25 gr P2= 50% dari rekomendasi yaitu N=5 + 2,5 gr , P= 5 gr K= 2 + 2,5 gr P3= 75% dari rekomendasi yaitu N=5 + 3,75 gr, P= 5 gr K= 2 + 3,75 gr
Faktor II adalah Klon Karet
K1 = BPM 1 ( tahan) K2 = GT1 ( rentan) K3 = BPM 24 (rentan)
K4 = PB 260 (tahan)
Dengan demikian diperoleh 4x 4 = 16 kombinasi perlakuan (plot) dan tiap plot ada
10 tanaman diulang sebanyak 3 kali.sehingga jumlah klon karet yang diperlukan
adalah 16 x10x 3= 480 tanaman.
Jalannya Penelitian
1. Persiapan Bibit Tanaman/ Klon OMT karet
Persiapan bibit dilakukan dengan memilih secara selektif klon yang akan
ditanam untuk penelitian dari puslit karet Sungei Putih.
2. Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Media Tumbuh
Media tumbuh yang digunakan berupa tanah PMK dari arel Puslit Karet
tanah secara komposit untuk analisa hara tanah N, P dan K. Setelah itu tanah
dimasukkan kedalam polibek ukuran 10 kg. Masing-masing polibek diisi tanah
seberat 7 kg. Polibek , kemudian disusun petak-petak percobaan disesuaikan dengan
tata letak percobaan yang telah dibuat.
Penanaman Bibit/Klon Karet
Penanaman dilakukan dengan memilih klon karet yang sehat dilakukan secara
selektif untuk mendapatkan pertumbuhan klon yang seragam.
Pemupukan
Pemupukan tanaman dipolibek diberikan dengan cara manual circle,yaitu
dengan membuat saluran melingkar disekeliling batang dengan jarak disesuaikan
setelah tanaman berumur ± 2 bulan. Selanjutnya dilakukan pemupukan setiap bulan
sampai tanaman berumur 5 bulan.
Penyiangan
Penyiangan gulma dilakukan secara manual.
Pelaksanaan Inokulasi Patogen
Pelaksanaan penelitian dimulai setelah didapat isolat yang virulen dari
penelitian tahap I. Bahan stek berasal dari masing-masing klon sesuai perlakuan yang
tunasnya dibiarkan tumbuh dalam waktu ±2 bulan atau telah berpayung dua.
Suspensi konidia C gloeosporioides dengan kepekatan 7x104 konidia/ml
disemprotkan langsung ke permukaan daun yang baru terbentuk ( daun bewarna
Peubah Amatan Tahap II
.Pengamatan dilakukan terhadap komponen pertumbuhan, meliputi :
1. Tinggi tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman mulai dilakukan saat bibit berumur 3 bulan dan
berakhir saat bibit berumur 6 bulan. Pengukuran dilakukan setiap 1 bulan sekali
dengan cara mengukur pertumbuhan batang dari pangkal batang sampai ujung batang.
2. Jumlah daun (helai)
Jumlah daun dihitung pada saat bibit berumur 6 bulan. Daun yang dihitung
adalah daun yang telah membuka sempurna dan juga daun yang diamati untuk
pengukuran intensitas penyakit.
3. Panjang akar (m)
Pengukuran panjang akar terpanjang dilakukan 2 kali, yaitu pada saat bibit
berumur 3, bulan dan 6 bulan. Pengukuran panjang akar total dilakukan dengan
memasukkan ke dalam kantong plastik berukuran 15 x 20 cm. Kantong diisi air
secukupnya kemudian akar disebarkan dengan cara menggojok. Panjang akar
terpanjang dibaca dengan menggunakan penggaris.
4. Bobot kering akar dan tajuk (g)
Pengamatan bobot kering akar dan tajuk dilakukan pada saat bibit berumur 4
dan 6 bulan. Bobot kering diperoleh dengan menimbang bagian tanaman yang telah
5. Nisbah akar tajuk (NAT)
Pengamatan nisbah akar tajuk (NAT) dilakukan pada saat bibit berumur 4-6
bulan, dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Bobot kering akar NAT = ——————— Bobot kering tajuk
6. Laju pertumbuhan nisbi akar (LPNA) dan laju pertumbuhan nisbi
tajuk(LPNT)
Pengamatan dilakukan pada saat akhir penelitian, dengan menggunakan
rumus dalam Sitompul dan Guritno (1995) sebagai berikut :
ln WA2 – ln WA1
LPNA = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1
ln WT2 – ln WT1
LPNT = ——————— (g.g-1.minggu) T2 – T1
WA1 = bobot kering akar pada pengamatan 1 WA2 = bobot kering akar pada pengamatan 2 WT1 = bobot kering tajuk pada pengamatan 1 WT2 = bobot kering tajuk pada pengamatan 2 T1 = waktu pengamatan 1
T2 =waktu pengamatan 2
7. Laju assimilasi bersih (LAB)
Pengamatan dilakukan pada umur 3, 4, 5 dan 6 bulan, dengan menggunakan
W2 – W1 ln La2 – ln La1
LAB = ———— x ——————— (g/dm2/minggu) T2 – T1 La2 – La1
W1 = bobot kering tanaman pada pengamatan 1 W2 = bobot kering tanaman pada pengamatan 2 La1 =luas daun total pada pengamatan 1
La2 = luas daun total pada pengamatan 2 T1 = Waktu pengamatan 1
T2 = Waktu pengamatan 2
8. Panjang ruas (cm)
Panjang ruas diukur pada akhir penelitian yaitu pada saat tanaman berumur 6
bulan
9. Diameter batang (mm)
Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan 2 kali yaitu pada umur 4 dan
6 bulan.
10. Intensitas Penyakit (diseases severity) (%)
Pengamatan intensitas serangan penyakit dilakukan 10 hari setelah inokulasi
dengan mengamati 15 helai daun yang diambil dari 5 tangkai terbawah dari payung
teratas (Rahayu dkk, 2005), dan selanjutnya dilakukan pengukuran pada saat tanaman
telah berpayung dua ( umur 4 bulan ) dengan pengukuran 1x 2 hari sebanyak 5 kali
pengamatan dalam rumus Towsendt dan Hueberger (Unterstenhover, 1963) berikut:
∑(ni x vi)
I = Intensitas serangan n = jumlah daun ke-i v = skala serangan ke-j
N = jumlah daun yang diamati V = Nilai score tertinggi (6+6)
Tabel 2. Nilai bercak atau cacat daun C. glooesporiodes
Nilai/ Score Keterangan
0 Tidak terdapat bercak atau cacat pada daun
1 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/16 bagian 2 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/8 bagian 3 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/4 bagian 4 Terdapat bercak atau cacat pada daun 1/2 bagian 5 Terdapat bercak atau cacat pada daun >1/2 bagian 6 Daun gugur akibat C.gloeosporiodes
(Soekirman,2004).
11. Laju Infeksi (r)
Pengukuran dilakukan setelah inokulasi pada umur tanaman ± 3 bulan dan
selanjutnya pada saau tanaman telah berpayung 2 sampai tanaman berumur 6 bulan.
2,3 x2 x1
r = ---[log 10 - log 10 --- ]
t2 –t1 1 – x2 1 – x1
r = laju infeksi
t1 = waktu pengamatan pertama
t2 = waktu pengamatan kedua
x 1 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi
x2 = proporsi bagian tanaman/ bagian dari populasi tanaman yang terkena infeksi
pada pengamatan kedua (Oka,1993).
Analisis Data
Untuk mengetahui pertumbuhan antar 4 klon yang diuji dengan perlakuan
dosis pupuk ekstra (N, K) , dilakukan analisis statistik dengan menggunakan pola
Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dan dilanjutkan dengan uji F. Apabila
uji F menunjukkan adanya perbedaan yang nyata dari masing-masing perlakuan,
dilanjutkan dengan uji beda jarak berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test)
HASIL DAN PEMBAHASAN
I. Uji virulensi isolat C.gloeosporioides
Uji virulensi isolat C.gloeosporioides dilakukan berdasarkan periode laten
( masa inkubasi ), laju perkembangan bercak dan intensitas penyakit /disease severity
Ketiga parameter menunjukkan adanya korelasi dan hubungan dan dijelaskan satu
persatu sebagai berikut:
1. Periode Laten
Hasil analisis menunjukkan bahwa klon yang diuji dan isolat memiliki
perbedaan sangat nyata terhadap periode laten. Tetapi interaksi kedua perlakuan
berpengaruh tidak nyata terhadap periode laten. Hasil sidik ragam dapat dilihat pada
Lampiran 1, sedangkan rataan periode laten terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rataan Periode laten ( Hari)
I (Isolat) Rataan
Perlakuan
I1 (Isolat Langkat) I2( Isolat Deli Serdang)
BPM1 3.00 ab 2.40 de 2.70 b
GT1 2.80 cd 2.25 ef 2.53 bc
BPM 24 2.60 cde 2.00 f 2.30 c
PB 260 3.20 a 2.80 bc 3.00 a
Rataan 2.90 a 2.36 b 2.61
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama pada kelompok perlakuan yang sama berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji DMRT.
Periode laten yang paling lama pada perlakuan K4I1 (PB 260 dan Isolat asal
Langkat) yaitu 3,20 hsi yang berbeda sangat nyata dengan perlakuan K1I1( 3,00 hsi ),
(2,80 hsi). Periode laten yang paling cepat adalah perlakuan K3I2 (klon BPM 24 isolat
Deli Serdang) yaitu 2 hsi dibandingkan dengan K3I1 ( BPM 24 isolat Langkat ) yaitu
2,60 hsi, demikian juga dengan K1I2 (BPM 1 dan isolat Deliserdang) periode latennya
lebih cepat yaitu 2,40 hsi dibanding dengan K1I1 (BPM 1 dan isolate Langkat) yaitu
3,00 hsi. K2I2 (GT1 dan isolate Deliserdang) periode latennya adalah 2,25 hsi lebih
lama disbanding dengan K2I1 (GT1 dan isolat Langkat) yaitu 2,80 hsi.
2. Laju Perkembangan Bercak
Rataan laju perkembangan bercak dari umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 4,
sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 2.
Hasil analisis laju perkembangan bercak ( % ) menunjukkan bahwa perlakuan
daun klon dan isolat berpengaruh tidak nyata tetapi pada umur 4-6 hsi berpengaruh
sangat nyata terhadap laju perkembangan bercak.
Tabel 4. Rataan Laju Perkembangan Bercak (r)
Umur 2 - 4 hari 4 - 6 hari
Perlakuan I1 I2 I1 I2
Daun Klon
BPM 1 0,03 0,03 0,14 bc 0,14 bc
GT 1 0,04 0,06 0,11 cd 0,10 c
BPM 24 0,06 0,07 0,19 b 0,31a
PB 260 0,04 0,07 0,15 bc 0,17 bc
Laju perkembangan bercak tertinggi pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan Isolat
asal Deli Serdang) yaitu 0,31 pada 4 -6 hsi, yang berbeda sangat nyata dengan semua
perlakuan , sedangkan laju perkembangan bercak yang paling rendah adalah pada
perlakuan K2I2 (GT1 dan isolat Deli Serdang).
3. Intensitas Penyakit ( disease severity )
Rataan intensitas serangan dari Umur 4 - 6 hsi terdapat pada Tabel 5, sedangkan hasil sidik ragam pada Lampiran 3.
Tabel 5. Rataan Intensitas Penyakit pada Perlakuan Daun Klon dan Isolat Perlakuan I1 ( Isolat Langkat) I2 ( Isolat Deli Serdang)
Umur 4 6 4 6
BPM 1 13,75 40,75 c 16,25 44,38 c
GT 1 30,63 bc 41,94 c 23,75 b 42,05 c
BPM 24 40 b 64,38 b 30,00 a 92,50 a
PB 260 30,21 b 45,53 c 16,94 cd 50,63 c
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang tidak sama berbeda nyata pada Taraf 5% berdasarkan uji DMRT.
Pada tabel 5 dapat dilihat bahwa pemberian isolat asal Deli Serdang (I2) pada
daun klon umur 4-6 hsi berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas penyakit dan
ada peningkatan persentase intensitas penyakit. Intensitas penyakit tertinggi pada
umur 6 hsi diperoleh pada perlakuan K3I2 (BPM 24 dan isolat Deli Serdang) yaitu
92,50 %, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan. Intensitas serangan terendah
Sumber : Koleksi Penelitian
Gambar 5. Intensitas serangan C.gloeosporioides metode cakram pada 6 hsi II. Pertumbuhan dan Ketahanan Klon Karet terhadap C.gloeosporioides
dengan Pemberian Pupuk Ekstra (N, K)
1. Tinggi Tanaman (cm)
Rataan tinggi tanaman umur 6 bulan terdapat pada Tabel 6, sedangkan hasil
sidik ragam pada Lampiran 4.
Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan dosis pupuk dan klon karet
berpengaruh nyata, serta interaksi kedua perlakuan berpengaruh nyata secara
signifikan terhadap tinggi tanaman.
Pada umur 6 bulan interaksi kedua perlakuan menunjukkan pengaruh yang
berbeda nyata. Tanaman tertinggi diperoleh pada perlakuan P3K4 (75 % dan PB 260)
yaitu 62,54 cm, yang berbeda nyata dengan semua perlakuan dan tinggi tanaman