QUR’AN
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan (S.Pd.)
Oleh RINA OKTALIN NIM1112011000020
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIDAYATULLAH
Berdasarkan permasalahan zaman sekarang banyak orang yang tidak sempat meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an karena sibuk dengan urusan duniawi. Selain itu, isi dan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an pun kini semakin hilang. Banyak orang Muslim yang belum mengetahui makna, fungsi, ataupun kandungan Al-Qur’an yang sebenarnya. Terutama para remaja yang tidak lepas dari gadget nya. Mereka juga disibukkan dengan tontonan tak bermutu seperti sinetron dan sebagainya yang jelas-jelas tidak akan mampu menambah pengetahuan kepada mereka, apalagi menambah amal kebaikan. Tontonan yang jauh dari karakter Islam seperti menampilkan kekerasan jika terus disaksikan juga akan berakibat kedalam jiwa si penonton dan akhirnya akan meniru kelakuan jelek tersebut. Maka mendorong penulis untuk melakukan penelitian tentang persepsi siswa kelas VIII SMP Islam HarapanIbuPondok Pinang terhadap pentingnya belajar membaca Al-Qur’an. Penulis melakukan penelitian di SMP Islam Harapan Ibu Pondok Pinang untuk mengetahui persepsi mereka mengenai pentingnya belajar membaca Al-Qur’an.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa kelas VIII SMP Islam Harapan Ibu terhadap pentingnya belajar membaca Al-Qur’an. Penelitian ini memakai metode deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang bertujuan menggambarkan keadaan sebenarnya, dan menggunakan teknik pengolahan data observasi, wawancara, dan alat bantu kuesioner. Selanjutnya diuji keabsahannya dengan triangulasi dan terakhir menganalisa data yang merupakan bagian penting dalam metode ilmiah untuk menjawab masalah penelitian.
SMP Harapan Ibu Islamic Pondok Pinang to The Importance of
Reading the Qur’an.
Based on the problems nowadays many people who could not take the time to read the Qur'an because it was busy with worldly affairs. In addition, the content and the content contained in the Qur'an are now increasingly lost. Many Muslims who do not know the meaning, function, or the content of the Qur'an truth. Especially the youth who can not be separated from his gadget. They are also busy with trashy spectacle such as soap operas and so that obviously will not be able to add to their knowledge, let alone add good deeds. Spectacle away from the character of Islam as violent displays if continued presence would also result into the mind of the audience and will eventually imitate the bad behavior. Then prompted the authors to conduct research on the perception of class VIII SMP Harapan Ibu Islamic Pondok Pinang on the importance of learning to read the Qur'an. The author conducted research in SMP Harapan Ibu Islamic Pondok Pinang to determine their perception of the importance of learning to read the Qur'an.
The purpose of this study was to determine the perception of class VIII SMP Islam Harapan Ibu on the importance of learning to read the Qur'an. The study used the descriptive method qualitative research that aims to describe the actual state, and uses data processing techniques of observation, interviews, questionnaires and tools. Further tested its validity by triangulation and final data analysis is an important part of the scientific method to answer the research problem.
hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah SAW, keluarga dan sahabat, dan para pengikutnya.
Proses penulisan skripsi ini tentu saja banyak menemui masalah dan kendala. Faktor-faktor tersebut tidak akan teratasi tanpa bantuan dan dukungan dari beberapa pihak baik secara moral maupun materil. Oleh karena itu pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati dan dari lubuk hati yang paling dalam, penulis ingin mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Drs. Abdul Haris, M.Ag selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran di sela-sela kesibukannya untuk memberikan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Tanenji, MA selaku dosen Pembimbing Akademik yang senantiasa memberikan nasehat, pengalaman, serta bimbingannya kepada penulis.
5. Pimpinan dan seluruh staff karyawan perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dengan meminjamkan buku-buku yang penulis butuhkan selama penyusunan skripsi ini.
6. Ibu Dra. Hj. Budi Suci Nurani, M.Pd selaku kepala sekolah SMP Islam Harapan Ibu yang telah memberikan izin untuk mengadakan penelitian di sekolah tersebut. 7. Ayahanda Muhammad Thamrin dan Ibunda Suma Wati yang telah memberikan
kasih sayang, doa, dukungan serta pengertiannya kepada penulis. Mereka adalah sosok terbaik yang memberikan motivasi dalam menjalani kehidupan ini.
8. Kakakku Diah Fitiphaldi, S.Kom dan Adikku Muhammad Kashgar Satrio yang aku sayangi dan telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, hal ini tidak lepas dari keterbatasan pada diri penulis yang masih dalam proses belajar. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun mengenai isi penelitian skripsi ini sangat diharapkan oleh penulis.
Jakarta, 24 November 2016 Penulis
KATA PGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR TABEL... vii
DAFTAR GAMBAR`... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I : PENDAHULUAN A.LatarBelakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 8
C. Pembatasan Masalah ... 8
D.Rumusan Masalah ... 9
E. TujuanPenelitian ... 9
F. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II : KAJIAN TEORI A.Konsep Persepsi Siswa 1. PengertianPersepsi Siswa ... 11
2. Komponen Persepsi ... 12
3. Faktor-faktor Persepsi ... 13
B. Konsep Belajar 1. Defenisi Belajar ... 14
2. Teori Belajar... 17
3. Ciri-ciri Proses Belajar ... 18
4. Unsur Belajar ... 19
5. Prinsip-prinsip Belajar ... 19
4. Tata Cara Membaca Al-Qur’an ... 27
5. Adab Membaca Al-Qur’an ... 30
6. Keistimewaan Al-Qur’an ... 32
7. Keutamaan Membaca Al-Qur’an ... 33
BAB III :METODOLOGI PENELITIAN A.Jenis Penelitian ... 35
B.Tempat dan Waktu Penelitian ... 35
C.Prosedur Pengumpulan Data dan Pengolahan Data ... 36
D.Pemeriksaan Keabsahan Data ... 40
E.Analisis Data ... 41
BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Umum Tentang SMP Islam Harapan Ibu 1. Sejarah Perkembangan SMP Islam Harapan Ibu ... 42
2. Profil SMP Islam Harapan Ibu ... 43
3. VisidanMisi dan Tujuan Sekolah ... 43
4. Kondisi Guru dan Karyawan ... 44
5. KondisiSiswa SMP Islam Harapan IBu ... 46
6. Fasilitas Sarana dan Prasarana ... 47
7. Kegiatan Ekstra Kulikuler ... 49
B.Pelaksanaan Belajar Membaca Al-Qur’an di SMP Islam HarapanIbu ... 49
1. Pelaksanaan Belajar Membaca Al-Qur’an di SMP Islam Harapan Ibu ... 52
BAB V : PENUTUP
A.Kesimpulan ... 72 B.Implikasi ... 73 C.Saran-saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ...
Tabel 4.1 Kualifikasi Pendidikan, Status, Jenis Kelamin, dan Jumlah. . 44
Tabel 4.2 Keadaan Guru SMP Islam Harapan Ibu ... 45
Tabel 4.3 Daftar Tenaga Kependidikan SMP Islam Harapan Ibu ... 46
Tabel 4.4 Keadaan Siswa/i SMP Islam Harapan Ibu ... 46
Tabel 4.5 Fasilitas Sarana ... 47
Tabel 4.6 Fasilitas Prasarana ... 48
Tabel 4.7 Presentase persepsi siswa tentang pentingnya tadarus pagi dan belajar tajwid untuk kelancaran membaca Al-Qur’an mereka ... 58
Tabel 4.7 Presentase persepsi siswa tentang pentingnya tadarus pagi dan belajar tajwid untuk kelancaran membaca Al-Qur’an mereka ... 58
Tabel 4.8 Presentase persepsi siswa tentang ilmu pengetahuan yang didapat dari Al-Qur’an serta mengamalkannya ... 58
Tabel 4 .9 Presentase persepsi siswa tentang hati menjadi damai dan tentram ketika membaca Al-Qur’an ... 59
Tabel4.10 Presentase persepsi siswa tentang nilai mata pelajaran PAI meningkat karena lancar membaca Al-Qur’an ... 59
Tabel4.11 Presentase persepsi siswa tentang akhlak menjadi baik karena setiap hari membaca Al-Qur’an ... 60
Gambar 4.2 Pelaksanaan Belajar Membaca Al-Qur’an ... 51 Gambar 4.3 Buku Cetak/panduan ... 52
Lampiran2 Pedoman ObservasiTadarus
Lampiran3 Pedoman Observasi Guru
Lampiran4 Pedoman Observasi Siswa
Lampiran5 Pedoman Wawancara Kepala Sekolah
Lampiran6 Pedoman Wawancara Guru BTQ
Lampiran7 Pedoman Wawancara Guru BTQ
Lampiran 8 Pedoman Wawancara Siswa
Lampiran 9 Pedoman Wawancara Siswa
Lampiran10 Pernyataan Angket
Lampiran11 Skor Jawaban Siswa/i Kelas VIII SMP Islam Harapan Ibu
Lampiran 12 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran12 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran13 Surat Keterangan Mengadakan Penelitian
Lampiran 14 Uji Referensi
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an adalah firman atau wahyu yang diturunkan Allah kepada
Nabi Muhammad dengan perantaraan Malaikat Jibril.1 Al-Qur’an diturunkan kepada umat Islam untuk memberi petunjuk ke arah jalan hidup yang lebih lurus dalam arti memberi bimbingan dan petunjuk kearah jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.2
Sebagaimana firman Allah SWT.:
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 2)3
Akan tetapi, bilamana petunjuk dan tuntunannya itu tidak diikuti secara seksama, maka Al-Qur’an tidak akan memberi arti apa-apa bagi manusia.4
Al-Qur’an dapat memecahkan problem-problem kemanusiaan dalam
berbagai segi kehidupan, baik rohani, jasmani, sosial, ekonomi maupun politik dengan pemecahan yang bijaksana, karena ia diturunkan oleh yang Maha Bijaksana dan Maha Terpuji.5
Al-Qur’an merupakan Kitab suci yang istimewa. Karena tidak hanya
mempelajari dan mengamalkan isinya saja yang menjadi keutamaannya, tetapi membacanya juga sudah bernilai ibadah.6
1Mukni’ah,
Materi Pendidikan Agama Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), Cet. I, h. 201.
2
Ridjaluddin F.N., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Pusat Kajian Islam FAI UHAMKA, 2008), h. 122.
3Al-Qur’an dan Terjemahannya. 4
Umar Shihab, Kontekstualitas Al-Qur’an, (Jakarta: PT. Penamadani, 2008), h. 63. 5
Manna Khalil Al-Qattan, Study Ilmu-ilmu Qur’an, (terj.) Mudzakir AS., dari judul asli
Mabahis fi ‘Ulumil Qur’an, (Bogor: Litera Antar Nusa, 2011), Cet. XIV, h. 14. 6Mukni’ah,
op. cit., h. 201.
Di dalam Al-Qur’an terkandung ajaran yang dibutuhkan manusia untuk mengatur totalitas kehidupannya. Karena peradaban Al-Qur’an sebagai petunjuk abadi dan menyeluruh (universal) dalam menetapkan hukum suatu masalah, maka Al-Qur’an senantiasa memperhatikan kondisi sosial yang berkembang dalam masyarakat.7
Hal ini dapat disimpulkan bahwa Al-Qur’an berisi norma-norma yang menyangkut keseluruhan aspek kehidupan manusia, sehingga Al-Qur’an dapat dijadikan petunjuk dalam mengatasi problema kehidupan.
Islam merupakan agama yang membawa misi agar umatnya menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran. Ajaran Al-Qur’an sarat dengan nilai-nilai pengetahuan yang menuntut pengikutnya untuk mengetahui berbagai fenomena alam yang harus dipikirkan. Dengan adanya simbol tuntutan berpikir itu terbersit makna bahwa manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan untuk mengetahui berbagai fenomena alam yang diciptakan Tuhan Yang Agung itu.8
Penurunan Al-Qur’an yang dimulai dengan ayat-ayat yang mengandung konsep pendidikan dapat menunjukkanbahwa tujuan Al-Qur’an yang terpenting adalah mendidik manusia melalui metode yang bernalar serta sarat dengan kegiatan meneliti, membaca, mempelajari, dan observasi ilmiah terhadap manusia sejak manusia masih dalam bentuk segumpal darah dalam rahim ibu sebagaimana firman Allah berikut ini:9
7Umar, op. cit., h. 206. 8
Djunaidatul Munawwaroh dan Tanenji, Filsafat Pendidikan: Perspektif Islam dan Umum, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2003), Cet. I, h. 113.
9
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan (1). Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (2). Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah (3). Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam (4). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya (5)”(Q.S. Al-‘Alaq [96]: 1-5)10
Pada permulaan surat ini, kalimat pertamanya di awali dengan fi'il amr (kata kerja perintah) yaitu Iqra’. Iqra' memiliki beragam makna antara lain: membaca, menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti, mengetahui ciri-ciri sesuatu.11
Dalam Ayat ketiga ini, Allah menjanjikan bahwa pada saat seseorang membaca dengan ikhlas karena Allah, Allah akan menganugerahkan kepadanya ilmu pengetahuan, pemahaman-pemahaman, dan wawasan-wawasan baru.12
Hamalik, sebagaimana dikutip oleh Djunaidatul dan Tanenji mengungkapkan bahwa makna yang dapat diungkap dari kata Iqra’ yaitu proses membaca. Tentunya dalam proses membaca ini melibatkan proses mental yang tinggi, melibatkan proses pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), daya kreasi (creativity), dan proses phisiology.13
Dari Q.S. Al-‘Alaq ayat 1 sampai 5 di atas di jelaskan bahwa Allah mengajarkan manusia melalui perantara membaca. Maka dari itu Allah memerintahkan manusia untuk membaca agar terhindar dari kebodohan.
Membaca Al-Qur’an adalah salah satu sunah dalam Islam, dan dianjurkan memperbanyaknya agar setiap Muslim hidup kalbunya dan cemerlang akalnya karena mendapat siraman cahaya Kitab Allah yang dibacanya. Membaca Al-Qur’an dengan niat ikhlas dan maksud baik adalah suatu ibadah yang karenanya seorang Muslim mendapatkan pahala. Ibnu
Mas’ud meriwayatkan:
10Al-Qur’an dan Terjemahannya. 11
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an, Vol. 15 (Jakarta: Lentera Hati, 2011), h. 454.
12
Ibid.,h. 463. 13
ْنِم اًفْرَح َأَرَ ق ْنَم :َلاَق َمَلَسَو ِهْيَلَع ُها ىَلَص ِها ُلْوُسَر َنَأ
.اَِِاَثْمَأ ِرْشَعِب ُةَنَسَحْاَو ,ٌةَنَسَح ِهِب ُهَلَ ف ِها ِباَتِك
Bahwa Rasulullah bersabda: “Barang siapa membaca satu huruf dari Kitab Allah, maka ia akan mendapatkan satu kebaikan dan setiap kebaikan itu akan dibalas dengan sepuluh kali lipat” (H.R. At-Tirmidzi).14
Para pakar pendidikan sepakat bahwa Al-Qur’an adalah materi pokok dalam pendidikan Islam yang harus diajarkan kepada anak didik.
Al-Ghazali, sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid Khon dalam kitab Ihya Ulum al-Din, menjelaskan bahwaseharusnya anak kecil diajari
Al-Qur’an, Hadis-hadis, biografi orang-orang baik dan sebagian hukum Islam.
Ibnu Rusyd, sebagaimana dikutip oleh Abdul Majid Khon dalam buku al-Tarbiyah al-Islamiyah wa-Falsatuha, menjelaskan bahwa Al-Qur’an seharusnya diajarkan pertama kali kepada anak kecil. Tujuannya semata untuk mempersiapkan secara fisik dan intelektual dalam pengajaran ini agar ia mereguk bahasa aslinya dan agar jiwanya tertanam ajaran-ajaran keimanan.15
Belajar membaca Al-Qur’an sangat penting, mengingat manfaat mempelajari Al-Qur’an yaitu: (1) agar mampu dan terampil membaca Al
-Qur’an dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah tajwid, (2) mampu dan
terampil menghafal ayat-ayat pendek yang sering digunakan untuk kepentingan ibadah sehari-hari, (3) mampu memimpin shalat sebagai imam, terutama shalat dengan bacaan suara keras (jahr), dan (4) sebagai motivasi yang kuat untuk selalu mengkaji, menghayati, dan mengamalkan kandungan
Al-Qur’an dalam kehidupan.16
14
Al-Qattan, op. cit., h.267. 15
Abdul Majid Khon, Hadis Tarbawi: Hadis-hadis Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2012), Cet. I, h. 13.
16
Oleh karena itu, Al-Qur’an bukanlah merupakan barang antik yang harus disakralkan, tetapi bagaimana Al-Qur’an itu secara kultural dapat dihayati, dan secara sosiologis ajaran-ajarannya dapat diamalkan.17
Tuntunan dan anjuran untuk mempelajari Al-Qur’an dan menggali kandungannya serta menyebarkan ajaran-ajarannya dalam praktek kehidupan masyarakat merupakan tuntunan yang tak akan pernah ada habisnya. Menghadapi tantangan dunia modern yang bersifat sekuler dan matrealistis, umat Islam dituntut untuk menunjukkan bimbingan dan ajaran Al-Qur’an yang mampu memenuhi kekosongan nilai moral kemanusiaan dan spiritualitas.18
Namun pada kenyataannya, khususnya orang Muslim masih banyak terdapat kesalahan dalam membaca Al-Qur’an. Kesalahan tersebut yaitu membaca lafadz-lafadz Al-Qur’an yang menyalahi kaidah bahasa Arab sehingga mengakibatkan perubahan dalam makna. Kesalahan ini terjadi karena mengubah huruf, misalkan mengubah huruf د(dal) dengan ذ (dza). Atau, mengubah harakat. Misalkan yang seharusnya kasrah menjadi fathah. Para ulama sepakat bahwa hukum mengenai kesalahan ini adalah haram.19
Sejak zaman penjajahan hingga dewasa ini, tampak adanya perubahan drastis dalam masalah pemahaman ajaran Islam, yang berpangkal pada melemahnya atau berkurangnya minat dan gairah masyarakat mempelajari
Al-Qur’an.20
Banyak orang yang tidak sempat meluangkan waktu untuk membaca
Al-Qur’an. Banyak dari mereka yang sibuk dengan urusan duniawi.
Sehingga, Al-Qur’an tampaknya hanya menjadi pajangan cantik di rumah. Selain itu, isi dan kandungan yang terdapat dalam Al-Qur’an pun kini semakin hilang. Banyak orang Muslim yang belum mengetahui makna, fungsi, ataupun kandungan Al-Qur’an yang sebenarnya. Aturan-aturan yang
17
Umar, op. cit., h. 41. 18
Said Agil Husin Al-Munawar, Aktualisasi Nilai-Nilai Qur’ani: Dalam Sistem Pendidikan
Islam, (Jakarta: PT. Ciputat Press, 2005), h. 6. 19
Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an, (Jakarta: Qultum Media, 2008), h. 14. 20
terdapat dalam Al-Qur’an pun sedikit sekali penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.21 Terutama para remaja yang tidak lepas dari gadget nya. Mereka juga disibukkan dengan tontonan tak bermutu seperti sinetron dan sebagainya yang jelas-jelas tidak akan mampu menambah pengetahuan kepada mereka, apalagi menambah amal kebaikan. Tontonan yang jauh dari karakter Islam seperti menampilkan kekerasan jika terus disaksikan juga akan berakibat kedalam jiwa si penonton dan akhirnya akan meniru kelakuan buruk tersebut.
Sebagaimana diimpikan oleh banyak orang bahwa untuk menanggapi tema-tema pokok persoalan umat, sudah saatnya slogan kembali ke
Al-Qur’an perlu digalakkan kembali, agar penataan kualitas umat, sejalan dengan
slogan itu. Padahal, Al-Qur’an sejak semula menegaskan bahwa perlunya pembinaan kualitas manusia di kalangan umat Islam melalui kreativitas
berpikir dan berkarya secara Qur’ani.22
Kemampuan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, yang sesuai dengan ilmu tajwid, tidak lagi menjadi kewajiban kolektif tapi menjadi keharusan bagi setiap kaum Muslimin. Ini berarti, bahwa meski secara teoritis tidak menguasai, namun keterampilan membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar mutlak dimiliki. Tentu kemampuan tersebut tidak mungkin diperoleh tanpa upaya yang dilakukan guru, pembimbing, instruktur, dan lain sebagainya.23
Isi pendidikan merupakan materi-materi yang dijadikan sebagai bahan dalam memberikan pengajaran kepada manusia, yang sering juga disebut dengan kurikulum. Dalam kurikulum pendidikan Islam, materi pelajaran harus mencerminkan idealitas Al-Qur’an.24
Al-Qur’an merupakan dasar pengajaran bagi seluruh kurikulum
sekolah di negara Islam, sebab Al-Qur’an merupakan Syi’ar al-Din yang menguatkan akidah dan meresapkan keimanan.25
21Mukni’ah,
op. cit., h. 199-200. 22
Umar, op. cit., h. 41. 23
Supriyadi, op. cit., h. 11. 24
Djunaidatul, op. cit., h. 122-123. 25
Peserta didik atau siswa merupakan sasaran utama dari proses belajar mengajar di sekolah. Peserta didik memiliki tugas menerima konsep pendidikan, agar dirinya terbentuk Insan Muslim. Yang kenal dan tahu akan Tuhan dan agamanya. Memiliki akhlak Al-Qur’an. Bersifat, bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah Al-Qur’an. Berfikir dan berbuat demi kepentingan umat. Serta selalu turut ambil bagian dalam kegiatan pembangunan manusia seutuhnya.26
Maka dari itu, belajar membaca
Al-Qur’an sangatlah penting bagi siswa agar terbentuknya nilai-nilai Qur’ani di
dalam diri siswa.
Agar belajar membaca Al-Qur’an ini mendapat apresiasi yang menarik oleh siswa, maka perlu diketahui persepsi siswa terhadap pentingnya belajar membaca Al-Qur’an. Dengan demikian dapat diketahui pemahaman siswa mengenai pentingnya belajar membaca Al-Qur’an bagi seorang Muslim.
Siswa memiliki persepsi yang berbeda-beda mengenai pelajaran yang diterima. Mengingat latar belakang siswa yang juga berbeda-beda. Hal ini sangat menarik, karena bisa saja persepsi siswa negatif dan sebaliknya bisa saja persepsi siswa positif.
Persepsi adalah sesuatu yang pernah kita amati/alami selalu tertinggal jejaknya atau kesannya di dalam jiwa kita. Hal itu dimungkinkan oleh kesanggupan chemis dari jiwa kita. Bekas jejak/kesan yang tertinggal pada
kita itu dapat kita timbulkan kembali (reproduksi) sebagai tanggapan”.27
SMP Islam Harapan Ibu merupakan salah satu sekolah Islam yang terletak di Jl. H. Banan No. 01, Pondok Pinang, Jakarta.Di sekolah ini, pelajaran Al-Qur’an masuk pada kurikulum sekolah.Jadi, di sekolah ini menargetkan siswa agar dapat membaca Al-Qur’an dengan lancar, menghafal sebagian surah dari juz 30, dan menghafal doa sehari-hari. Mata pelajaran ini
26
Ridjaluddin, op. cit., h.126. 27
di harapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap kelancaran para siswa dalam membaca Al-Qur’an.28
Alasan peneliti memilih SMP Islam Harapan Ibu karena berdasarkan pengalaman dan pengamatan selama melakukan observasi. Siswa kelas VIII SMP Islam Harapan Ibu terlihat acuh terhadap pelajaran membaca Al-Qur’an. Sebagian besar siswa belum bisa membaca Al-Qur’an dan malas membaca
Al-Qur’an di rumah.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti termotivasi ingin mengetahui pentingnya belajar membaca Al-Qur’an menurut persepsi siswa melalui penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah: “PERSEPSI SISWA KELAS VIII SMP ISLAM HARAPAN IBU TERHADAP PENTINGNYA
BELAJAR MEMBACAAL-QUR’AN”.
B.
Identifikasi Masalah
Dari rangkaian latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Banyak orang yang tidak sempat meluangkan waktu untuk membaca
Al-Qur’an karena disibukkan urusan duniawi
2. Sebagian besar siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu belum bisa
membaca Al-Qur’an
3. Siswa acuh terhadap pelajaran membaca Al-Qur’an.
4. Siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu malas membaca Al-Qur’an di
rumah.
C.
Pembatasan Masalah
Agar pembahasan tidak terlalu luas, maka perlu adanya pembatasan masalah. Untuk itu penulis membatasi masalah pada:
1. Pelaksanaan belajar membaca Al-Qur’an siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu Pondok Pinang, yang meliputi:
28
a. Upaya yang dilakukan Guru PAI dalam mengajarkan Al-Qur’ansiswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu.
b. Faktor-faktor penghambat dan penunjang belajar Al-Qur’ansiswa kelas di SMP Islam Harapan Ibu.
2. Persepsi siswa kelas VIII SMP Islam Harapan Ibu terhadap pentingnya belajar membaca Al-Qur’an. Persepsi disini yaitu melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.
D.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi di atas, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan belajar membaca Al-Qur’an siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu?
2. Bagaimana persepsi siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan terhadap pentingnya belajar membaca?
3. Apa kegunaan kemampuan membaca Al-Qur’an siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu?
E.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan penelitian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan pelaksanaan belajar membaca Al-Qur’ansiswa kelas VIIIdi SMP Islam Harapan Ibu.
2. Untuk mengetahui persepsi siswa kelas VIII di SMP Islam Harapan Ibu terhadap pentingnya belajar membaca Al-Qur’an.
F.
Manfaat Penelitian
Manfaat diadakan penelitian ini antara lain sebagai berikut:
1. Bagi sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada sekolah sehingga dijadikan masukan dan pertimbangan bagi sekolah dalam mengambil kebijakan-kebijakan terhadap pelaksanaan pembelajaran
Al-Qur’an terutama di sekolah yang bersangkutan.
2. Bagi guru
Sebagai subyek pembelajaran maka dengan hasil penelitian ini diharapkan akan memberikan masukan kepada guru dalam kaitannya dengan pelaksanaan pembelajaran seperti penentuan metode pembelajaran, penilaian, dan lainnya.
3. Bagi siswa
11
A.
Konsep Persepsi Siswa
1.
Pengertian Persepsi Siswa
Secara Etimologis, persepsi atau dalam bahasa inggris perception berasal dari bahasa Latin perceptio; dari percipere, yang artinya menerima atau mengambil.1
Secara Terminologis, pengertian persepsi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca inderanya.2
Menurut Sarlito W. Sarwono, “Persepsi adalah kemampuan untuk
membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan dan sebagainya itu, yang selanjutnya diinterpretasikan.3
Menurut Sardiman, “Persepsi atau tanggapan adalah gambaran/bekas
yang tinggal dalam ingatan setelah orang melakukan pengamatan. Tanggapan itu akan memiliki pengaruh terhadap perilaku belajar setiap
siswa”.4
Menurut Abdul Rahman Shaleh, “Persepsi adalah proses yang
menggabungkan dan mengorganisir data-data indra kita (pengindraan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri”.5
1
Alex Sobur, Psikologi Umum: dalam Lintasan Sejarah, (Bandung: Pustaka Setia, 2003), h. 445.
2
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Cet. II, h. 863.
3
Sarlito W. Sarwono, Pengantar Psikologi Umum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), Cet. IV, h. 86.
4
Sardiman, op. cit., h. 43. 5
Menurut M. Alisuf Sabri, “persepsi atau tanggapan adalah sesuatu
yang pernah kita amati/alami selalu tertinggal jejaknya atau kesannya di dalam jiwa kita. Hal itu dimungkinkan oleh kesanggupan chemis dari jiwa kita. Bekas jejak/kesan yang tertinggal pada kita itu dapat kita timbulkan
kembali (reproduksi) sebagai tanggapan”.6
Siswa merupakan salah satu komponen dalam pengajaran, disamping faktor guru, tujuan, dan metode pengajaran. Sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa siswa adalah komponen yang terpenting di antara komponen lainnya. Pada dasarnya ia adalah unsur penentu dalam proses belajar mengajar. Tanpa adanya siswa, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran.7
Peserta didik memiliki tugas menerima konsep pendidikan, agar dirinya terbentuk Insan Muslim. Yang kenal dan tahu akan Tuhan dan agamanya. Memiliki akhlak Al-Qur’an. Bersifat, bersikap dan bertindak sesuai dengan kaidah Al-Qur’an. Berfikir dan berbuat demi kepentingan umat. Serta selalu turut ambil bagian dalam kegiatan pembangunan manusia seutuhnya.8
Jadi, Persepsi siswa adalah tanggapan mengenai sesuatu yang pernah siswa amati atau alami yang memberikan kesan dalam jiwa mereka sebagai bahan evaluasi.
2.
Komponen Persepsi
Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama, yakni:
a. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indera terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
b. Interpretasi adalah proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai
6
M. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2010), Cet. V, h. 60.
7
Oemar Hamalik,Proses Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2014), h. 99. 8
faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian, dan kecerdasan.
c. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk jadi tingkah laku sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai.9
3.
Faktor-Faktor Persepsi
Karena persepsi lebih bersifat psikologis daripada merupakan proses pengindraan saja maka ada beberapa faktor yang mempengaruhi:
a. Perhatian yang selektif
Dalam kehidupan manusia setiap saat akan menerima banyak sekali rangsang dari lingkungannya. Meskipun demikian, ia tidak harus menanggapi semua rangsang yang diterimanya untuk itu, individunya memusatkan perhatiannya pada rangsang-rangsang tertentu saja. Dengan demikian, objek-objek atau gejala lain tidak akan tampil ke muka sebagai objek pengamatan.
b. Ciri-ciri rangsang
Rangsang yang bergerak di antara rangsang yang diam akan lebih menarik perhatian. Demikian juga rangsang yang paling besar di antara yang kecil, yang kontras dengan latar belakangnya dan intensitas rangsangannya paling kuat.
c. Nilai dan kebutuhan individu
Seorang seniman tentu punya pola dan cita rasa yang berbeda dalam pengamatannya dibanding seorang bukan seniman. Penelitian juga menunjukkan, bahwa anak-anak dari golongan ekonomi rendah melihat koin lebih besar daripada anak-anak orang kaya.
d. Pengalaman dahulu
Pengalaman-pengalaman terdahulu sangat mempengaruhi bagaimana seseorang mempersepsi dunianya.10
9
Alex Sobur, op. cit., h.447. 10
e. Set
Set adalah kesiapan mental seseorang untuk menghadapi sesuatu rangsangan yang akan timbul dengan cara tertentu. Misalnya, pada
seorang pelari yang siap di garis “start” terdapat set bahwa akan
terdengar bunyi pistol di saat mana ia harus mulai berlari, perbedaan set dapat menyebabkan perbedaan persepsi.
f. Tipe kepribadian
Tipe kepribadian akan mempengaruhi pula persepsi sepertidua orang yang bekerja di kantor yang sama berada dibawah pengawas satu orang atasan, orang yang pemalu danorang yang tinggi kepercayaaan dirinya akan berbeda dalammempersepsikan atasannya.
g. Gangguan kejiwaan
Sebagai gejala normal, ilusi berbeda dari halusinasi dan delusi, yaitu kesalahan persepsi pada penderita gangguan kejiwaan (biasanya pada penderita schizophrenia.11
B.
Konsep Belajar
1.
Defenisi Belajar
Banyak pendapat para ahli mengenai pengertian belajar, diantaranya sebagai berikut:
Hintzman, sebagaimana dikutip Muhibbin Syah dalam bukunya The Psychology of Learning and Memory berpendapat Learning is a change in organism due to experience which can affect the organism’s behavior. Artinya, belajar adalah suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme (manusia atau hewan) disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi tingkah laku organisme tersebut. Jadi, dalam pandangan Hintzman, perubahan yang ditimbulkan oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organisme.12
11
Sarlito,op. cit., h. 104-106. 12
Menurut Jamaluddin dkk., “Belajar merupakan kegiatan yang
bertujuan dan di dalamnya terjadi perubahan dari tidak tahu menjadi tahu, dari tahu menjadi lebih tahu, dari belum bisa menjadi bisa dan bisa menjadi
terampil. Jadi, perubahan yang terjadi pada manusia itu akibat belajar”.13
Menurut Tutik dan Daryanto, “Belajar adalah suatu proses untuk
merubah tingkah laku sehingga diperoleh pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya. Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi di dalam diri seseorang setelah melakukan aktifitas
tertentu”.14
Menurut Sardiman, “Belajar adalah rangkaian kegiatan jiwaraga,
psiko-fisik untuk menuju ke perkembangan pribadi manusia seutuhnya, yang berarti menyangkut unsur cipta, rasa dan karsa, ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik”.15
Jadi, kesimpulan dari berbagai defenisi di atas adalah bahwa belajar itu sangat penting. Karena dengan belajar dapat merubah tingkah laku seseorang serta menambah ilmu pengetahuannya.
Belajar berperan penting dalam mempertahankan kehidupan sekelompok umat manusia (bangsa) di tengah-tengah persaingan yang semakin ketat di antara bangsa-bangsa lainnya yang lebih dahulu maju karena belajar. Meskipun ada dampak negatif dari hasil belajar sekelompok manusia tertentu, kegiatan belajar tetap memiliki arti penting. Alasannya, karena belajar berfungsi sebagai alat mempertahankan kehidupan manusia.16
Dalam perspektif Islam, belajar merupakan kewajiban bagi setiap Muslim dalam rangka memperoleh ilmu pengetahuan sehingga derajat kehidupannya meningkat. Sebagaimana firman Allah SWT.:17
13
Jamaluddin, Acep Komarudin, dan Koko Khaerudin, Pembelajaran Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), h. 9.
14
Tutik Rachmawati dan Daryanto, Teori Belajar dan Proses Pembelajaran yang Mendidik, (Yogyakarta: Gava Media, 2015), h. 36.
15
Sardiman, op. cit., h. 21. 16
Muhibbin, op. cit., h. 93. 17
“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”(Q.S. Al-Mujadalah [58]: 11)18
Ilmu dalam hal ini tentu saja harus berupa pengetahuan yang relevan dengan tuntutan zaman dan bermanfaat bagi kehidupan orang banyak.19 Jadi, belajar atau menuntut ilmu itu sangat penting. Maka dari itu, Islam mewajibkan bagi setiap Muslim atau Muslimat untuk belajar.
Belajar pada hakikatnya untuk menghadapi dan beradapatasi dengan berbagai tantangan, seperti yang kita ketahui, dewasa ini terjadi perkembangan yang amat cepat dalam berbagai aspek kehidupan, baik di bidang politik, ekonomi, kebudayaan, pertahanan, komunikasi, dan sebagainya yang berdampak kepada pendidikan dan pembelajaran. Maka dari itu UNESCO memberikan resep berupa apa yang disebut empat pilar belajar, yaitu:
a. Learning to know
Belajar untuk mengetahui (learning to know), berkaitan dengan perolehan, penguasaan dan pemanfaatan pengetahuan. Belajar untuk mengetahui dipahami sebagai cara dan tujuan dari eksistensi manusia.20 b. Learning to do
Belajar untuk bekerja (learning to do) adalah belajar atau berlatih menguasai keterampilan dan kompetensi kerja.
c. Learning to live together
Belajar untuk hidup bersama (learning to live together), mengisyaratkan keniscayaan interaksi berbagai kelompok dan golongan
18Al-Qur’an dan Terjemahannya. 19
loc. cit.
20
dalam kehidupan global yang dirasakan semakin menyempit akibat kemajuan teknologi komunikasi dan informasi.
d. Learning to be
Belajar untuk menjadi manusia yang utuh (learning to be), mengharuskan tujuan belajar dirancang dan diimplementasikan sedemikian rupa, sehingga pembelajar menjadi manusia yang utuh, paripurna.21
Untuk menghadapi semua tantangan yang berdampak pada pendidikan dan pengajaran maka kuncinya adalah dengan belajar. Dengan belajar kita akan memperoleh pengetahuan, menguasai keterampilan, dapat bekerja sama, dan menjadi manusia bermoral.
2.
Teori Belajar
Berdasarkan perkembangan yang ada hingga saat ini, paling kurang ada empat macam teori pembelajaran. Keempat macam teori ini dapat dikemukakan sebagai berikut:
a. Teori Constructivism
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku seseorang tidak hanya dokontrol oleh reward dan reinforcement. Peserta didik memiliki kemampuan mengarahkan diri (self-direction), dan pengendalian diri (self control) yang bersifat kognitif. Teori ini beranggapan bahwa pengetahuan yang dimiliki manusia adalah hasil dari konstruksi dan usaha manusia sendiri.22
b. Teori Operant Conditioning
Teori ini berpendapat bahwa tingkah laku manusia selalu dikendalikan oleh faktor dari luar, yaitu berupa lingkungan, rangsangan atau stimulus.23
c. Teori Conditioning
21
Ibid., h. 31-33. 22
Abuddin Nata, Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran, (Jakarta: Kencana, 2009), Cet. I, h. 87.
23
Teori pembelajaran conditioning ini bersumber pada kajian tentang psikologi manusia, sebagaimana halnya pada teori operant conditioning. Jika pada teori operant conditioning, lingkungan yang diciptakan sangat berpengaruh, maka pada teori conditioning, penciptaan kondisi yang sama secara berulang-ulang menjadi hal yang sangat menentukan teradinya kegiatan proses belajar mengajar.24
d. Teori Connectinism
Menurut teori ini, bahwa belajar pada dasarnya merupakan sebuah proses asosiasi antara kesan panca indera (sense of impression) dengan impuls (tekanan) untuk bertindak (impuls to action). Dengan ungkapan lain, bahwa pada dasarnya belajar itu adalah suatu proses pembentukan hubungan yang intens dan interaktif antara stimulus dan respons, atau antara aksi dan reaksi.25
3.
Ciri-ciri dari Proses Belajar
Ciri-ciri dari proses belajar sebagai berikut:
a. Belajar adalah kegiatan fisik dan mental yang menghasilkan perubahan kemampuan pada diri seseorang yang belajar.
b. Perubahan tersebut merupakan kemampuan baru yang berlaku relatif lama, dapat berupa segala aspek kepribadian manusia.
c. Perubahan disebabkan adanya interaksi dengan lingkungan, pengalamandan bimbingan dengan pelibatan aspek kognitif, afektif dan psikomotor.
d. Perubahan bukan hal-hal yang tidak wajar/negatif, secara kebetulan atau disebabkan kematangan atau insting.
e. Belajar dapat terjadi kapan dan di mana pun seseorang berada.26
24
Ibid., h. 92. 25
Ibid., h. 93. 26
4.
Unsur Belajar
Para Konstruktivis memaknai unsur-unsur belajar sebagai berikut: a. Tujuan Belajar
Tujuan belajar yaitu membentuk makna. Makna diciptakan para pembelajar dari apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan alami. Konstruksi makna dipengaruhi oleh pengertian terdahulu yang telah dimiliki siswa.
b. Proses Belajar
Proses belajar adalah proses konstruksi makna yang berlangsung terus menerus, setiap kali berhadapan dengan fenomena atau pengalaman baru diadakan rekonstruksi, baik secara kuat atau lemah. Proses belajar bukanlah hasil perkembangan, melainkan perkembangan itu sendiri.
Proses belajar yang sebenarnya terjadi pada waktu skema seseorang dalam keraguan (disonansi kognitif) yang merangsang pemikiran lebih lanjut.
c. Hasil Belajar
Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman pelajar sebagai hasil interaksi dengan dunia fisik dan lingkungannya. Hasil belajar seorang tergantung kepada apa yang telah diketahui pembelajar. Konsep-konsep, tujuan dan motivasi yang mempengaruhi interaksi dengan bahan yang dipelajari.27
5.
Prinsip-prinsip Belajar
Belajar sebagai kegiatan sistematis dan kontinyu memiliki prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
a. Belajar berlangsung seumur hidup;
b. Proses belajar adalah kompleks namun terorganisir;
c. Belajar berlangsung dari yang sederhana menuju yang kompleks; d. Belajar dari mulai yang fatual menuju konseptual;
27
e. Belajar mulai dari yang kongkrit menuju abstrak; f. Belajar merupakan bagian dari perkembangan;
g. Keberhasilan belajar dipengaruhi 4 faktor, yaitu faktor-faktor bawaan, lingkungan, kematangan, serta usaha keras peserta didik;
h. Belajar mencakup semua aspek kehidupan yang penuh makna; i. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu; j. Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru;
k. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang tinggi; l. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan internal; m.Kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan dari orang lain.28
6.
Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Belajar
Faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi belajar, termasuk ke dalam faktor internal atau intern, yakni faktor dari dalam diri siswa. Faktor ini terdiri atas dua aspek, yaitu aspek fisiologis (bersifat jasmaniah) dan faktor psikologis (bersifat rohaniah), dan kelelahan (bersifat jasmaniah dan rohaniah).
a. Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis yang memengaruhi belajar berkenaan dengan keadaan atau kondisi umum jasmani seseorang, misalnya menyangkut kesehatan atau kondisi tubuh, seperti sakit atau terjadinya gangguan pada fungsi-fungsi tubuh. Aspek ini juga menyangkut kebugaran tubuh. Tubuh yang kurang prima, akan mengalami kesulitan belajar.29
b. Aspek Psikologis
Faktor-faktor yang termasuk aspek psikologis yang dipandang esensial menurut Slameto sebagaimana dikutip Tohirin adalah: intelegensi, perhatian, minat,bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. 1) Intelegensi
28
Cucu Suhana, Konsep Strategi Pembelajaran, (Bandung: PT. Refika Aditama, 2014), Cet. IV, h. 16-18.
29
Merupakan kecakapan yang terdiri atas tiga jenis, yaitu:
a) Kecakapan untuk menghadapi dan menyesuaikan diri ke dalam situasi yang baru dengan cepat dan efektif;
b) Mengetahui atau menggunakan konsep-konsep yang abstrak secara efektif;
c) Mengetahui relasi dan mempelajarinya dengan cepat.
Intelegensi juga merupakan kemampuan psikofisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang tepat.30
2) Perhatian
Supaya timbul perhatian siswa terhadap bahan pelajaran, usahakanlah bahan pelajaran selalu menarik perhatian dengan cara mengusahakan pelajaran itu sesuai denan hobi atau bakatnya. Islam memandang perhatian sebagai tindakan penting dan sikap acuh (tidak mau memperhatikan) merupakan aktivitas yang tidak terpuji dan merupakan tanda tidak bersyukur kepada Allah SWT.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memerhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.31
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena apabila bahan pelajaran yang dipelajari tidak sesuai dengan minat siswa atau tidak diminati siswa, maka siswa yang bersangkutan tidak akan belajar sebaik-baiknya, karena tidak ada daya tarik baginya. Sebaliknya bahan pelajaran yang diminati siswa, akan lebih mudah dipahami dan disimpan dalam memori kognitif siswa karena minat dapat menambah kegiatan belajar.
4) Bakat
Bakat merupakan kemampuan untuk belajar. Secara umum bakat merupakan kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk
30
Ibid.,h. 128-129. 31
mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang. Kemampuan potensial itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Setiap orang (siswa) pasti memiliki bakat dalam arti berpotensi untuk mencapai prestasi sampai ke tingkat tertentu sesuai dengan kapasitasnya masing-masing.32
5) Motivasi Siswa
Motivasi merupakan keadaan internal organisme yang mendorongnya untuk berbuat sesuatu.Motivasi dapat dibedakan ke dalam motivasi intrinsik dan ekstrinsik. Motivasi Intrinsik merupakan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya untuk belajar, misalnya perasaan menyenangi materi dan kebutuhannya terhadap materi tersebut. Motivasi Ekstrinsik merupakan keadaan yang datang dari luar individu siswa yang juga mendorongnya untuk melakukan kegiatan belajar. Pujian dan hadiah, peraturan atau tata tertib sekolah, keteladanan orang tua, guru merupakan contoh konkrit motivasi ekstrinsik yang dapat mendorong siswa untuk belajar.33
6) Sikap Siswa
Sikap merupakan gejala internal yang berdimensi afektif, berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara yang relatif tetap terhadap objek tertentu, seperti orang, barang dan sebagainya, baik secara positif maupun negatif.34
7) Kematangan dan Kesiapan
Kematangan merupakan suatu tingkatan atau fase dalam pertumbuhan seseorang, dimana seluruh organ-organ biologisnya sudah siap untuk melakukan kecakapan baru.35
32
Ibid.,h. 131. 33
Ibid.,h. 133. 34
Ibid.,h. 134. 35
Kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi respons atau bereaksi.Kesediaan itu datang dari dalam diri siswa dan juga berhubungan dengan kematangan.
c. Faktor Kelelahan
Kelelahan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelelahan jasmani (fisik) dan kelelahan rohani (bersifat psikis). Kelelahan jasmani terlihat dengan lemah lunglainya tubuh dan muncul kecenderungan untuk membaringkan tubuh (beristirahat). Kelelahan rohani dapat dilihat dengan adanya kelesuan dan kebosanan, sehingga minat dan dorongan untuk berbuat sesuatu termasuk belajar menjadi hilang.36
d. Lupa
Lupa adalah hilangnya kemampuan untuk menyebut atau memproduksi kembali apa-apa yang sebelumnya telah dipelajari.37
e. Kejenuhan dalam Belajar
Istilah kejenuhan akar katanya adalah “jenuh”. Kejenuhan bisa
berarti padat atau penuh sehingga tidak mampu lagi memuat apapun. Jenuh bisa berarti jemu atau bosan. Kejenuhan belajar adalah rentang waktu tertentu yang digunakan untuk belajar, tetapi tidak mendatangkan hasil.38
C.
Konsep Membaca Al-
Qur’an
1.
Defenisi Membaca
Secara Etimologi kata “baca” adalah bentuk kata benda dari kata
kerja “membaca”. Menurut Bahasa Arab dalam kamus Al-Munawwir adalah Iqra’-yaqra’u yang berarti membaca.39
Menurut Kamus Besar Bahasan Indonesia, membaca diartikan melihat tulisan dan mengerti atau dapat melisankan apa yang tertulis itu.40
36
Ibid.,h. 136. 37
Ibid.,h. 137. 38
Ibid.,h. 140-141. 39
Kamus Al-Munawwir Versi Indonesia-Arab,(Surabaya: Pustaka Progressif, 2007),h. 75. 40
Membaca berasal dari kata dasar “baca” yang artinya memahami arti tulisan. Membaca adalah salah satu proses yang sangat penting untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan. Tanpa bisa membaca, manusia dapat dikatakan tidak bisa hidup di zaman sekarang ini. Sebab hidup manusia sangat tergantung pada ilmu pengetahuan yang dimilikinya.dan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan itu, salah satunya dengan cara membaca.41
Membaca adalah kegiatan fisik dan mental yang dapat berkembang menjadi suatu kebiasaan. Sebagaimana halnya dengan kebiasaan-kebiasaan lainnya, membentuk kebiasaan membaca juga memerlukan waktu yang relatif lama. Dalam usaha pembentukan kebiasaan membaca, dua aspek yang perlu diperhatikan, yaitu minat (perpaduan antara keinginan, kemauan, dan motivasi) dan keterampilan membaca. Kalau minat tidak berkembang (tidak ada), maka kebiasaan membaca sudah tentu tidak akan berkembang. Jadi, yang perlu dicapai ialah kebiasaan membaca yang efesien, yaitu kebiasaan membaca yang disertai minat yang baik dan keterampilan membaca yang efesien telah sama-sama berkembang dengan maksimal.42
Persiapan sebelu membaca di antaranya sebagai berikut:
a. Pilihlah waktu yang menurut kita sesuai untuk membaca. Waktu yang sesuai adalah waktu dimana tidak terdapat gangguan, baik dari luar maupun dari dalam diri kita;
b. Pilihlah tempat dan suasana yang sesuai untuk membaca, yaitu tempat yang terang, sejuk, bersih, nyaman, tenang, dan rapi menurut kita sendiri; c. Pastikan posisi membaca kita adalah posisi yang benar;
d. Siapkan juga hal-hal yang biasanya membantu kita dalam membaca, seperti pensil atau spidol;
e. Ada baiknya sebelum belajar kita berdoa terlebih dahulu.43
41
Tutik, op. cit., h.103. 42
D.P. Tampubolon, Kemampuan Membaca: Teknik Membaca Efektif dan Efesien,
(Bandung: Angkasa, 1987), h. 227-228. 43
2.
Defenisi Al-
Qur’an
Kata
َ نآْرُقْلا
adalah kata mashdar dari fi’il madhi.َ أ ر ق
yang artinyamembaca.
َأَرَ ق
-
ًةَءاَرِق
–
ًانآْرُ قَو
Allah SWT. berfirman:
“Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu”(Q.S.Al-Qiyaamah [75]: 17-18).44
Kata
َ نآْرُق
dalam ayat di atas artinya bacaan.Maka kata
َ نآْرُق
adalah mashdar dalam format kata “Fu’laan”. Lalupengertian dalam bentuk mashdar ini dijadikan nama bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Ada yang berpendapat, kata
َ نآْرُق
adalah kata sifat dalam format kata“Fu’lan” yang merupakan kata musytaq (pecahan kata) denganmakna kumpulan dan himpunan.
Ada juga yang berpendapat bahwa
َ نآْرُق
ini bukan kata musytaq,tetapi kata jamid (kata baku khusus bukan pecahan dari kata lain) bagi kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW.45
Adapun defenisi Al-Qur’an menurutistilah adalah: “Kalam Allah
Ta’ala yang mempunyai kekuatan mukjizat, yang diturunkan kepada
penutup para nabi dan rasul yakni Muhammad SAW.; melalui perantaraan Jibril, yang tertulis pada mushaf, yang sampai kepada kita secara mutawatir, membacanya merupakan ibadah,yang diawali dengan surat Al-Fatihah dan diakhiri dengan surat An-Nas.”46
44Al-Qur’an dan Terjemahannya.
45Sya’ban Muhammad Ismail, Mengenal Qira’at Al-Qur’an
, (Semarang: Dina Utama Semarang, 1993), Cet. I, h. 13.
46Sya’ban,
Para ulama menyebutkan defenisi Al-Qur’an yang mendekati maknanya dan membedakannya dari yang lain dengan menyebutkan bahwa
Al-Qur’an adalah kalam atau firman Allah yang diturunkan kepada
Muhammad SAW. yang pembacaannya merupakan suatu ibadah”.47
3.
Kandungan Al-
Qur’an
Di dalam Al-Qur’an terkandung nilai-nilai yang secara garis besar dapat dibagi menjadi beberapa hal pokok sebagai berikut:
a. Akidah
Al-Qur’an mengajarkan akidah tauhid kepada kita yaitu
menanamkan keyakinan terhadap Allah yang satu yang tidak pernah tidur dan tidak beranak-pinak.
b. Ibadah
Ibadah adalah taat, tunduk, ikut atau nurut dari segi bahasa. Para Fuqaha mengartikan ibadah adalah segala bentuk ketaatan yang dijalankan atau dikerjakan untuk mendapatkan ridha dari Allah SWT.
c. Akhlak
Akhlak adalah perilaku yang dimiliki oleh manusia, baik akhlak terpuji (mahmudah) maupun akhlak tercela (Madzmumah).48
d. Hukum-hukum
Hukum dalam Islam berdasarkan Al-Qur’an ada beberapa jenis,
seperti jinayat, mu’amalat, munakahat, faraidh, dan jihad.
e. Peringatan
Peringatan (tadzkir) adalah sesuatu yang memberi peringatan kepada manusia akan ancaman Allah SWT. berupa siksa neraka tetapi peringatan juga bisa berupa kabar gembira bagi orang yang beriman yaitu pahala dan surga.
47
Al-Qattan, op. cit., h. 17. 48Mukni’ah,
f. Sejarah dan kisah-kisah
Sejarah atau kisah-kisah adalah cerita orang-orang terdahulu yang mendapat kejayaan akibat ketaatannya dan kehancuran akibat keingkarannya yang dapat dijadikan pelajaran.
g. Dorongan untuk berpikir
Di dalam Al-Qur’an banyak ayat yang mengulas bahasan yang memerlukan pemikiran manusia untuk mendapatkan manfaat dan juga untuk membuktikan kebenarannya.49
4.
Tata Cara Membaca Al-
Qur’an
Untuk dapat membaca Al-Qur’an dengan baik dan benar, maka diperlukan pengetahuan mengenai ilmu tajwid. Secara bahasa, ilmu tajwid berasal dari kata jawwada yang mengandung arti tahsin, artinya memperindah atau memperelok. Sedangkan menurut istilah adalah ilmu yang menjelaskan tentang hukum-hukum dan kaidah-kaidah yang menjadi landasan wajib ketika membaca Al-Qur’an, sehingga sesuai dengan bacaan rasulullah SAW. tajwid pun biasa disebut sebagai ilmu yang mempelajari tentang bagaimana cara mengucapkan kalimat-kalimat Al-Qur’an.50
Tajwid yaitu memberikan kepada huruf akan hak-hak dan tertibnya, mengembalikan huruf kepada makhraj dan asalnya, serta menghaluskan pengucapannya dengan cara yang sempurna tanpa berlebihan, kasar, tergersa-gesa dan dipaksa-paksakan.
Tajwid sebagai suatu disiplin ilmu mempunyai kaidah-kaidah tertentu yang harus dipedomani dalam pengucapan huruf-huruf dari makhrajnya di samping harus pula diperhatikan hubungan setiap huruf dengan yang sebelum dan sesudahnya dalam cara pengucapannya.
Oleh karena itu tajwid tidak diperoleh hanya sekedar dipelajari namun juga harus melalui latihan, praktik dan menirukan orang yang baik
49
Ibid., h. 208. 50
membacanya. Dan kaidah tajwid itu berkisar pada cara waqaf, imalah, idgam, penguasaan hamzah, tarqiq, tafkhim dan makharijul huruf.51
Materi pembelajaran Al-Qur’an meliputi pengajian membaca Al
-Qur’an dengan tajwid sifat dan makhrajnya maupun kajian makna,
terjemahan dan tafsirnya.52
Metode yang digunakan dalam belajar membaca Al-Qur’an adalah Metode Iqra’ (membaca), Qiro’ati, baghdadiyah (atau yang dikenal dengan juz amma), Targhib dan Tarhib (Metode ini adalah cara memberikan
dorongan atau memperoleh kegembiraan bila mendapatkan sukses dalam kebaikan).53
Dari sisi tempo atau iramapembacaan Al-Qur’an, para ahli tajwid membagi empat tingkatan atau martabat bacaan Al-Qur’an, yakni :
a. Tahqiq, yaitu tempo bacaannya seperti tartil hanya saja lebih lambat dan perlahan, seperti membetulkan bacaan huruf dan makhraj-nya, menepatkan kadar bacaan mad, dan dengung. Tingkatan bacaan tahqiq ini biasanya dilakukan oleh mereka yang baru belajar membaca
Al-Qur’an agar mereka dapat melatih lidah untuk melafalkan huruf dan sifat
huruf dengan baik dan tepat.
b. Hadr, yaitu tempo bacaan yang cepat dan dalam saat yang sama tepat menjaga hukum-hukum bacaan tajwid. Tingkatan bacaan hadr ini biasanya dilakukan oleh mereka yang telah menghafal Al-Qur’an, supaya mereka dapat mengulang (taqrir) bacaannya dalam waktu yang relatif lebih singkat.
c. Tadwir, yaitu tempo bacaan yang berada pada pertengahan antara tempo bacaan tartil dan hadar, dan dalam waktu yang sama tetap memelihara hukum-hukum tajwid.
d. Tartil, yaitu tempo bacaan dengan perlahan-lahan, tenang, dan melafalkan setiap huruf dari makhraj-nya secara tepat serta menurut
51
Al-Qattan, op. cit., h. 265-273. 52
Abdul Majid, op. cit., h. 13. 53
hukum-hukum bacaan tajwid dengan sempurna, merenungkan maknanya, hukum, dan kandungan dari ayat tersebut. Tingkatan bacaan tartil ini biasanya bagi mereka yang sudah mengenal makharij al-huruf, sifat-sifat huruf, dan hukum-hukum tajwid. Tingkatan bacaan ini adalah lebih baik dan lebih utama (dianjurkan).54
Selain di atas, bisa juga menggunakan tempo bacaan Al-Qur’an di bawah ini :
a. Tilawah, berasal dari kata tala, yang berarti membaca secara tenang, berimbang dan menyenangkan. Pada masa pra-Islam, kata ini digunakan untuk merujuk pembacaan syair. Pembacaan semacam ini mencakup cara sederhana pendengungan atau pelaguan yang disebut tarannum.
b. Qira’ah, berasal dari kata qara’a, yang berarti “membaca” yang mesti
dibedakan penggunaannya untuk merujuk pada istilah yang berarti keragaman bacaan Al-Qur’an. Disini, pembacaan Al-Qur’an mencakup hal-hal yang ada dalam istilah-istilah lain, seperti titi nada tinggi rendah, penekanan pada pola-pola durasi bacaan dan lain-lain.55
Bagi para pendidik yang mengajarkan Al-Qur’an kepada anak didiknya, ada beberapa kewajiban yang semaksimal mungkin harus dilaksanakan, yaitu:
a. Melatih dan memfasihkan lidah siswa agar membaca Al-Qur’an dengan tajwid yang tepat.
b. Membina kekhusyukan membaca dan menjiwai bacaannya sehingga dalam jiwanya tertanam kerinduan pada surga atau kecintaan kepada Allah.
c. Membina anak agar memahani bacaannya sehingga terpatrilah tekad untuk mengamalkan ajaran Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari mereka.
d. Membina anak agar mereka biasa mengambil intisari Al-Qur’an, merenungkan apa yang ditunjukkan Al-Qur’an sebagai bukti keagungan
54
Supriyadi, op. cit., h. 15-16. 55
Al-Qur’an, dan mempersiapkan anak untuk aktif dan kritis ketika menemukan sesuatu yang tidak dipahami.56
5.
Adab Membaca Al-
Qur’an
Di anjurkan bagi orang yang membaca Al-Qur’an memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Membaca Al-Qur’an sesudah berwudhu karena ia termasuk zikir yang paling utama, meskipun boleh membacanya bagi orang yang berhadas; b. Membacanya di tempat yang bersih dan suci, untuk menjaga keagungan
membaca Al-Qur’an;
c. Membacanya dengan khusyu’, tenang dan penuh hormat;
d. Bersiwak (membersihkan mulut) sebelum memulai membaca;
e.
Membaca Ta’awwuz(
مْي ِجرلا ِناَطْيَشلا َنِم ِهاِاب ُذْوُعَأ
)
padapermulaannya, berdasarkan firman Allah:
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ
َ َ“Apabila kamu membaca Al-Qur’an hendaklah kamu meminta perlindungan kepada Allah dari syaitan yang terkutuk” (Q.S. An-Nahl [16]: 98)57
Bahkan sebagian ulama mewajibkan membaca ta’awwuz ini.
f. Membaca basmallah pada permulaansetiap surah, kecuali surah
Al-Bara’ah, sebab basmallah termasuk salah satu ayat Al-Qur’an menurut
pendapat yang kuat;
g. Membacanya dengan Tartil;
Yaitu dengan bacaan yang pelan-pelan dan terang serta memberikan kepada setiap huruf akan haknya seperti membaca panjang dan idgham. Allah SWT. berfirman:
56An-Nahlawi, op. cit., h. 104. 57
“dan bacalah Al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”(Q.S. Al-Muzammil [73]: 4)58
h. Menikmati ayat-ayat yang dibacanya. Cara pembacaan inilah yang sangat dikehendaki dan dianjurkan, yaitu dengan mengkonsentrasikan hati i. untuk memikirkan makna yang terkandung dalam ayat-ayat yang
j. dibacanya dan berinteraksi kepada setiap ayat dengan segenap perasaan dan kesadarannya;
k. Meresapi makna dan maksud ayat-ayat Al-Qur’an. Yang berhubungan dengan janji maupun ancaman, sehingga merasa sedih dan menangis ketika membaca ayat-ayat yang berkenaan dengan ancaman karena takut dan ngeri;
l. Membaguskan suara dengan membaca Al-Qur’an, karena Alquan adalah hiasan bagi suara dan suara yang bagus lagi merdu akan lebih berpengaruh dan meresap dalam jiwa;
m.Mengeraskan bacaan Al-Qur’an karena membacanya dengan suara jahr lebih utama.59
6.
Keistimewaan Al-
Qur’an
Manusia diwajibkan mengamalkan segala hal yang terdapat di dalamnya secara rinci sekaligus mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari Allah dan memiliki berbagai keistimewaan, di antaranya:
a. Al-Qur’an itu manusiawi dan alamiah serta menjadi acuan bagi seluruh
umat manusia. Sebaliknya, kitab-kitab samawi yang diturunkan sebelumnya hanya menjadi pedoman umat tertentu.
b. Al-Qur’an diturunkan dalam keadaan suci dan terbebas dari berbagai
penyimpangan. Seluruh umat Islam sepakat dalam kesahihannya karena penurunannya kepada manusia dilakukan melalui sanad yang juga
58Al-Qur’an dan Terjemahannya. 59
shahih. Tidak ada kitab samawi mana pun, selain Al-Qur’an, yang sampai kepada manusia dalam keadaan sempurna dan shahih.
c. Setiap kitab samawi terdahulu mencakup sebagian aspek kehidupan manusia. Sebaliknya, Al-Qur’an mencakup seluruh kehidupan manusia dan tampil dalam kondisi yang sempurna karena Allahlah yang telah menjadikan Al-Qur’an sebagai penyempurna muatan kitab-kitab samawi secara terinci.
d. Setiap kitab terdahulu menyuruh kepada pegacunya untuk mengikuti
Al-Qur’an. Namun, Al-Qur’an tidak menyuruh manusia untuk mengikuti
kitab-kitab samawi secara terinci.60
7.
Keutamaan Membaca Al-
Qur’an
Pentingnya membaca Al-Qur’an bagi seorang Muslim, dikarenakan banyak manfaat atau keutamaan-keutamaan membaca Al-Qur’an yang bisa diperoleh antara lain sebagai berikut:
a. Mengajarkan Al-Qur’an adalah fardhu kifayah, dan menghafalnya merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam agar dengan demikian tidak terputus jumlah kemutawatiran para penghafal Al-Qur’an di samping untuk menghindari timbulnya pembiasaan makna dan penyimpangan arti. Bila tugas ini telah dilakukan oleh sebagian orang, maka gugurlah kewajiban itu dari yang lain. Bila tidak ada satu pun yang melakukannya, maka semuanya berdosa. Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Usman dinyatakan:
ُهَملَعَو َناْرُقْلا َملَعَ ت ْنَم ْمُكُرْ يَخ
“Sebaik-baiknya kamu adalah orang yang belajar Al-Qur’an dan mengajarkannya” (H.R. Al-Bukhari).61b. Membaca Al-Qur’an adalah salah satu sunah dalam Islam, dan dianjurkan memperbanyaknya agar setiap Muslim hidup kalbunya dan
60
An-Nahlawi, op. cit., h. 99. 61
cemerlang akalnya karena mendapat siraman cahaya Kitab Allah yang dibacanya. Membaca Al-Qur’an dengan niat ikhlas dan maksud baik adalah suatu ibadah yang karenanya seorang Muslim mendapatkan
pahala. Ibnu Mas’ud meriwayatkan:
ىلَص ِها ُلْوُسَر