• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN KONSEP DIRI PEREMPUAN PENDERITA KANKER PAYUDARA TERHADAP KECEMASAN

MENGHADAPI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Oleh ELYSABET 107032191/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

(2)

2012

THE INFLUENCE OF KNOWLEDGE AND SEL-CONCEPTION OF THE WOMEN AFFECTED BY BREAST CANCER ON THE

APPREHENSIVENESS IN USING CHEMOTHERAPY IN Dr. PIRNGADI REGIONAL GENERAL

HOSPITAL, MEDAN

THESIS

By

ELYSABET 107032191/IKM

MAGISTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH

(3)
(4)

PENGARUH PENGETAHUAN DAN KONSEP DIRI PEREMPUAN PENDERITA KANKER PAYUDARA TERHADAP KECEMASAN

MENGHADAPI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ELYSABET 107032191/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

(5)

Judul Tesis : PENGARUH PENGETAHUAN DAN KONSEP DIRI PEREMPUAN PENDERITA KANKER PAYUDARA TERHADAP KECEMASAN MENGHADAPI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

Nama Mahasiswa : Elysabet Nomor Induk Mahasiswa : 107032191

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D) (dr. Yusniwarti Yusad, M.Si)

Ketua Anggota

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)

(6)

2

Telah diuji

Pada Tanggal : 07 Agustus 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D Anggota : dr. Yusniwarti Yusad, M.Si

(7)

3

PERNYATAAN

PENGARUH PENGETAHUAN DAN KONSEP DIRI PEREMPUAN PENDERITA KANKER PAYUDARA TERHADAP KECEMASAN

MENGHADAPI KEMOTERAPI DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. PIRNGADI MEDAN

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Oktober 2012

(8)

4

ABSTRAK

Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan menunjukkan jumlah kasus penderita kanker berjumlah 839 kasus diantaranya kanker payudara merupakan kasus terbanyak 607 orang (73,4%). Salah satu cara pengobatan kanker payudara melalui kemoterapi. Banyak pasien kanker payudara yang cemas menghadapi kemoterapi, hal ini diduga karena kurangnya pengetahuan dan konsep diri penderita.

Jenis penelitian ini adalah survei eksplanatori (explanatory research) yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel yang diteliti. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan dengan sampel 607 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan pasien penderita kanker payudara dalam menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam kategori sedang (62,2%). Ada pengaruh pengetahuan perempuan penderita kanker payudara dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan (p=0,0001<0,05). Ada pengaruh konsep diri penderita kanker payudara dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan (p=0,0001<0,05). Secara bersama-sama pengetahuan dan konsep diri perempuan penderita kanker payudara berpengaruh signifikan terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jika pengetahuan penderita kanker payudara kurang baik, konsep diri negatif, maka kemungkinan mengalami kecemasan berat menghadapi kemoterapi sebesar 98,47%, sebaliknya jika pengetahuan baik dan konsep diri positif kemungkinan mengalami kecemasan berat hanya 6,04%.

Disarankan kepada petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan untuk memberikan penyuluhan dan dukungan (konseling) kepada penderita kanker payudara agar dapat mengurangi rasa cemas menghadapi kemoterapi.

(9)

5

ABSTRACT

Based on the medical records in RSUD (Regional General Hospital) Dr. Pirngadi, Medan, it is found out that there are 839 cancer patients, and 607 of them (73.4%) are affected by breast cancer. One the method in curing breast cancer is by using chemotherapy. The problem is that there are many breast cancer patients who are apprehensive in using chemotherapy; it is probably because of their lack of knowledge and self-conception.

The type of the research was an explanatory research which was aimed to explain the clause correlation among the variables being studied. The research was conducted in RSUD Dr. Pirngadi, Medan with 607 samples of respondents. The data were analyzed by using multivatriate analysis with multiple linear regression tests.

The result of the research showed that the breast cancer patients’ apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan, was in the moderate category (59.5%). There was the influence of the knowledge of the women affected by breast cancer on the level of apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan (p=0.0001<0.05). There was also the influence of the self-conception of the breast cancer patients on the level of apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan (p=0.0001<0.05). Both knowledge and self-conception of the women affected by breast cancer had significant influence on the level of apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan. If the knowledge of breast cancer patients not good, self-conception, so it will be apprehensiveness weight using chemotherapy 98.47%, if good knowledge and positive self-conception it will make apprehensive 6.04%.

It is recommended that the health workers in RSUD Dr. Pirngadi, Medan, should provide counseling and support to the breast cancer patients in order to decrease their apprehensiveness in using chemotherapy.

(10)

6

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan KaruniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Pengaruh Tingkat Pengetahuan dan Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker terhadap Tingkat Kecemasan Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.”

Penulis menyadari penulisan ini tidak dapat terlaksana tanpa bantuan dan kerja sama dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih yang tidak terhingga kepada:

1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc, (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

3. Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si, selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

5. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes dan Drs. Tukiman, M.K.M, selaku Tim Pembanding yang telah bersedia menguji guna penyempurnaan tesis ini.

6. Namora Lumongga Lubis, M.Sc, Ph.D, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang

(11)

7

7. dr. Yusniwarti Yusad, M.Si, selaku Pembimbing Kedua yang memberikan

masukan dan saran-saran perbaikan.

8. Seluruh staf pengajar Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berarti selama penulis mengikuti pendidikan.

9. Keluarga tercinta yang selalu memberikan motivasi, dukungan pada penulis

dalam penyusunan tesis ini.

10. Seluruh teman-teman satu angkatan yang telah menyumbangkan masukan dan saran serta kritikan untuk kesempurnaan tesis ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih terdapat kekurangan, untuk itu kritik dan saran yang konstruktif sangat penulis harapkan. Akhirnya penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2012 Penulis

(12)

8

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Elysabet, perempuan, berumur 27 tahun, lahir tanggal 25 Nopember 1985, beragama Katholik, tinggal di Jalan Sempurna No.6 Medan. Penulis merupakan anak dari pasangan Alm. Ir.Bonar Eddy-Edison Sinaga dan Almh. Regina Silitonga. Penulis telah menikah dengan Elyin Butar-Butar.

Jenjang pendidikan formal penulis mulai di SD Katolik Sanjaya Banjarbaru pada tahun 1991 dan tamat tahun 1997. Pada tahun 2000, penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 1 Banjarbaru. Pada tahun 2003 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 2 Banjarbaru. Pada tahun 2006, penulis menyelesaikan pendidikan D-III Kebidanan di Akademi Kebidanan Sari Mutiara Medan. Pada tahun 2008, penulis menyelesaikan pendidikan D-IV Bidan Pendidik Poltekkes Medan. Pada tahun 2010-2012 penulis menempuh pendidikan di Program Studi S-2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Reproduksi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

(13)
(14)

10

4.3. Analisis Bivariat ... 78

4.4. Analisis Multivariat ... 85

BAB 5. PEMBAHASAN ... 88

5.1. Kecemasan Penderita Kanker Payudara Menghadapi Kemoterapi ... 88

5.2. Pengaruh Pengetahuan Perempuan Penderita Kanker Payudara terhadap Kecemasan Menghadapi Kemoterapi ... 90

5.3. Pengaruh Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker Payudara terhadap Kecemasan Menghadapi Kemoterapi ... 94

5.4. Pengaruh Pengetahuan dan Konsep Diri Perempuan Penderita Kanker Payudara terhadap Kecemasan Menghadapi Kemoterapi ... 104

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 108

6.1. Kesimpulan ... 108

6.2. Saran ... 109

DAFTAR PUSTAKA ... 111

(15)

11

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman 2.1. Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan

Davidson ... 42 3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner ... 55 3.2. Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 61 4.1. Distribusi Frekuensi Umur Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 71 4.2. Distribusi Frekuensi Pendidikan Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 71 4.3. Distribusi Frekuensi Status Pernikahan Responden di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 72 4.4. Distribusi Frekuensi Agama Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 72 4.5. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 73 4.6. Distribusi Frekuensi Riwayat Penyakit Kanker Payudara yang

Diderita Responden di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.

Pirngadi Kota Medan ... 73 4.7. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 74 4.8. Distribusi Frekuensi Gambaran Diri Responden di Rumah Sakit

Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 74 4.9. Distribusi Frekuensi Ideal Diri Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 75 4.10. Distribusi Frekuensi Harga Diri Responden di Rumah Sakit Umum

(16)

12

4.11. Distribusi Frekuensi Peran Diri Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 76 4.12. Distribusi Frekuensi Identitas Diri Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 76 4.13. Distribusi Frekuensi Konsep Diri Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 77 4.14. Distribusi Frekuensi Kecemasan Responden di Rumah Sakit Umum

Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 77 4.15. Tabel Silang Pengaruh Pengetahuan terhadap Kecemasan Responden

di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 78 4.16. Tabel Silang Pengaruh Konsep Diri terhadap Kecemasan Responden

di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi Kota Medan ... 79 4.17. Tabel Silang Pengaruh Gambaran Diri terhadap Kecemasan

Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.

Pirngadi Kota Medan ... 80 4.18. Tabel Silang Pengaruh Ideal Diri terhadap Kecemasan Menghadapi

Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi

Kota Medan ... 81 4.19. Tabel Silang Pengaruh Harga Diri terhadap Kecemasan Menghadapi

Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi

Kota Medan ... 82 4.20. Tabel Silang Pengaruh Peran Diri terhadap Kecemasan Menghadapi

Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Pirngadi

Kota Medan ... 83 4.21. Tabel Silang Pengaruh Identitas Diri terhadap Kecemasan

Menghadapi Kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr.

Pirngadi Kota Medan ... 84 4.22. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Untuk Sub Variabel Konsep Diri

terhadap Kecemasan Menghadapi Kemoterapi ... 86 4.23. Hasil Uji Regresi Logistik Ganda Variabel Pengetahuan dan Konsep

(17)

13

DAFTAR GAMBAR

(18)

14

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kisi-kisi kuesioner ... 116

2. Kuesioner Penelitian ... 118

3. Ujicoba Validitas Kuesioner Pengetahuan ... 128

4. Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Pengetahuan ... 129

5. Ujicoba Validitas Kuesioner Konsep Diri ... 131

6. Output Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Konsep Diri ... 132

5. Master Data ... 135

6. Output SPSS Master Data ... 137

(19)

4

ABSTRAK

Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan menunjukkan jumlah kasus penderita kanker berjumlah 839 kasus diantaranya kanker payudara merupakan kasus terbanyak 607 orang (73,4%). Salah satu cara pengobatan kanker payudara melalui kemoterapi. Banyak pasien kanker payudara yang cemas menghadapi kemoterapi, hal ini diduga karena kurangnya pengetahuan dan konsep diri penderita.

Jenis penelitian ini adalah survei eksplanatori (explanatory research) yang bertujuan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel yang diteliti. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan dengan sampel 607 orang. Analisis data dilakukan menggunakan analisis univariat, analisis bivariat dengan uji Chi-square, dan analisis multivariat dengan uji regresi linier berganda.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa kecemasan pasien penderita kanker payudara dalam menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan dalam kategori sedang (62,2%). Ada pengaruh pengetahuan perempuan penderita kanker payudara dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan (p=0,0001<0,05). Ada pengaruh konsep diri penderita kanker payudara dengan tingkat kecemasan dalam menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan (p=0,0001<0,05). Secara bersama-sama pengetahuan dan konsep diri perempuan penderita kanker payudara berpengaruh signifikan terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi di RSUD Dr. Pirngadi Medan. Jika pengetahuan penderita kanker payudara kurang baik, konsep diri negatif, maka kemungkinan mengalami kecemasan berat menghadapi kemoterapi sebesar 98,47%, sebaliknya jika pengetahuan baik dan konsep diri positif kemungkinan mengalami kecemasan berat hanya 6,04%.

Disarankan kepada petugas kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan untuk memberikan penyuluhan dan dukungan (konseling) kepada penderita kanker payudara agar dapat mengurangi rasa cemas menghadapi kemoterapi.

(20)

5

ABSTRACT

Based on the medical records in RSUD (Regional General Hospital) Dr. Pirngadi, Medan, it is found out that there are 839 cancer patients, and 607 of them (73.4%) are affected by breast cancer. One the method in curing breast cancer is by using chemotherapy. The problem is that there are many breast cancer patients who are apprehensive in using chemotherapy; it is probably because of their lack of knowledge and self-conception.

The type of the research was an explanatory research which was aimed to explain the clause correlation among the variables being studied. The research was conducted in RSUD Dr. Pirngadi, Medan with 607 samples of respondents. The data were analyzed by using multivatriate analysis with multiple linear regression tests.

The result of the research showed that the breast cancer patients’ apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan, was in the moderate category (59.5%). There was the influence of the knowledge of the women affected by breast cancer on the level of apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan (p=0.0001<0.05). There was also the influence of the self-conception of the breast cancer patients on the level of apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan (p=0.0001<0.05). Both knowledge and self-conception of the women affected by breast cancer had significant influence on the level of apprehensiveness in using chemotherapy in RSUD Dr. Pirngadi, Medan. If the knowledge of breast cancer patients not good, self-conception, so it will be apprehensiveness weight using chemotherapy 98.47%, if good knowledge and positive self-conception it will make apprehensive 6.04%.

It is recommended that the health workers in RSUD Dr. Pirngadi, Medan, should provide counseling and support to the breast cancer patients in order to decrease their apprehensiveness in using chemotherapy.

(21)

15

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit kanker kini telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang kompleks di Indonesia, yang perlu ditanggulangi secara menyeluruh, terpadu, efisien, ekonomis dan manusiawi. Kanker dapat menyerang seluruh lapisan masyarakat dari anak-anak sampai usia lanjut, dari tingkat pendidikan rendah sampai pendidikan yang tinggi dan dari sosial ekonomi rendah sampai sosial ekonomi yang mapan. Bahkan di negara-negara maju penyebab kematian karena kanker menduduki urutan kedua setelah penyakit kardiovaskuler (Sukarjo, 2001).

Menurut WHO (2006) pada tahun 2006 proportional mortality rate (PMR) kanker di seluruh dunia sebesar 13%. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tercatat PMR kanker semakin meningkat, dari 4,8% dari tahun 1992 menjadi 5% pada tahun 1995 dan meningkat lagi menjadi 6% pada tahun 2001. Survei kanker global di Indonesia kanker paru mencapai 28 per 100.000 penduduk, kanker payudara 26 per 100.000 penduduk, kanker colorectum 23 per 100.000 penduduk, kanker leher rahim 16 per penduduk, dan kanker hati 13 per 100.000 penduduk.

(22)

16

493.243 jiwa per tahun penderita kanker payudara baru di dunia dengan angka kematian sebanyak 275.505 jiwa per tahun (Emilia, 2010).

Indonesia sebagai salah satu negara penduduk terbesar di dunia, diperkirakan terdapat 15.000 kasus baru kanker payudara terjadi setiap tahunnya, sedang angka kematiannya diperkirakan 7.500 kasus per tahun (Emilia, 2010). Menurut data Yayasan Kanker Indonesia (YKI), penyakit ini telah merenggut lebih dari 250.000 perempuan di dunia dan terdapat lebih 15.000 kasus kanker payudara baru, yang kurang lebih merenggut 8.000 kematian di Indonesia setiap tahunnya (Diananda, 2009). Angka kejadian kanker payudara adalah 100.000 per penduduk. Kanker payudara berdasarkan laporan program Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota pada tahun 2005 di Indonesia tertinggi daerah Provinsi Jawa Tengah dari 10.546 kasus kanker terdapat 3.884 kasus kanker payudara.

Pada tahun 2004 di Indonesia jumlah pasien kanker yang berkunjung ke Rumah Sakit mencapai 6.511 dengan proporsi pasien kanker payudara yang rawat jalan adalah 16,47% dan rawat inap adalah 10,9%, selain itu lebih dari 70% kasus kanker payudara dalam keadaan stadium lanjut (Depkes RI, 2005).

(23)

17

menimbulkan gejala dan rendahnya kesadaran wanita untuk memeriksakan kesehatan dirinya. Padahal sekarang penyakit apapun sudah dapat diobati dan ditangani dengan cepat apabila deteksi dini dilakukan secara berkala sehingga dapat mengurangi risiko angka kematian (Septiyaningsih, 2010).

Penyebab langsung kanker payudara hingga saat ini belum diketahui, namun hasil penelitian Simanjuntak dalam Hawari (2004) bahwa ternyata banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kanker payudara yang diantaranya yakni wanita yang berumur 25 tahun ke atas, wanita tidak kawin, wanita yang memiliki anak pertama setelah usia 35 tahun, wanita yang mengalami menstruasi pertama pada usia kurang dari 12 tahun, pernah mengalami penyinaran / radiasi, serta mengalami masa menopause yang terlambat lebih dari 55 tahun dan masih banyak faktor-faktor lain terkait dengan gaya hidup wanita tersebut.

Menurut Tjahjadi (2003) kanker payudara (carcinoma mamae) adalah suatu penyakit neoplasma yang ganas yang berasal dari parenchyma. Kanker payudara ini merupakan penyakit yang dapat dialami oleh wanita di seluruh dunia, dan tetap merupakan masalah yang dapat menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia.

(24)

18

zat-zat yang dapat menghambat proliferasi sel-sel kanker (Widyawati, 2008). Tujuan intervensi kemoterapi pada pasien kanker antara lain: pengobatan, mengurangi massa tumor selain pembedahan atau rediasi, meningkatkan kelangsungan hidup dan memperbaiki kualitas hidup dan mengurangi komplikasi akibat metastase dan efek samping kemoterapi (Suzanne, 2002).

Namun demikian intervensi medis kemoterapi memiliki efek samping yang perlu dicermati antara lain: mual-muntah, mielosupresi (menekan produksi darah), kelelahan, rambut rontok dan sariawan. Efek samping terjadi, akibat obat kemoterapi tidak hanya membunuh sel kanker tapi juga sel normal yang ikut membelah cepat seperti: sel saluran pencernaan, kulit, rambut dan sperma. Pada umumnya kecemasan penderita kanker akibat terjadinya perubahan konsep diri, body image, kesakitan dan kematian. Banyak penderita kanker payudara yang mengalami kecemasan, terutama yang baru pertama kali akan menjalani kemoterapi disebabkan kurangnya pengetahuan dan memiliki konsep diri yang negatif (Carbonel, 2004).

(25)

19

Meskipun reaksi psikologis terhadap diagnosis penyakit dan penanganan kanker sangat beragam dan keadaan serta kemampuan masing-masing penderita tergantung pada banyak faktor, namun ada enam reaksi psikologis yang utama (Prokop, 1991) yaitu kecemasan, depresi, perasaan kehilangan kontrol, gangguan kognitif atau status mental (impairment), gangguan seksual serta penolakan terhadap kenyataan (denial). Jay, Elliot & Varni (1986) menyatakan bahwa profil psikologis pasien yang datang pada pemeriksaan medis menunjukkan tingginya tingkat kecemasan, rasa marah, dan keterasingan. Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang parah seperti kanker, umumnya pasien yang memiliki penerimaan diri yang rendah, harga diri yang rendah, merasa putus asa, bosan, cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Lubis dan Hasnida, 2009).

Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh penderita kanker dipandang dan segi harapan hidup, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya pengobatan, bahkan efek samping yang dapat terjadi menimbulkan kecemasan pada pasien dan keluarga (Bustan, 2007). Kecemasan yang dialami seseorang dapat menimbulkan kelelahan, ketidaknyamanan, gelisah, tidak bisa tidur nyenyak, mudah tersinggung, mudah sesak, tidak mampu memusatkan perhatian, ragu-ragu, tertekan dan ingin lari dari kenyataan. Jika kekhawatiran dan kecemasan ibu berlebihan dapat memengaruhi kesehatan ibu (Dagum, 2002).

(26)

20

sejak penderita diberitahukan tentang penyakitnya, tetapi juga setelah menjalani operasi (pengobatan) kecemasan tersebut lazimnya mengenai finansial, kekhawatiran tidak diterima di lingkungan keluarga atau masyarakat (Hawari, 2004).

Kecemasan yang dialami penderita kanker seperti kanker payudara yang diteliti Setyowati (2006) menyimpulkan bahwa kemoterapi membuat penderita kanker payudara merasa cemas, kecemasan ini ditunjukkan melalui respon fisiologis, perilaku, kognitif, dan afektif. Reaksi fisiologis seperti tangan berkeringat dan terasa dingin, detak jantung berdetak lebih cepat, wajah pucat dan tegang, kehilangan nafsu makan, gerakan yang janggal, rasa tidak nyaman pada perut, rasa tertekan pada dada dan sering buang air kecil. Respon perilaku berupa gugup, menarik diri dari hubungan interpersonal dan melarikan diri dari masalah. Respon kognitif seperti takut pada kematian dan cedera. Sedangkan respon afektif berupa kurang sabar, merasa tegang, gugup, dan merasa takut.

Konsep diri merupakan suatu gagasan kompleks yang memengaruhi cara seseorang dalam berfikir, berbicara, bertindak, cara seseorang dalam memandang dan memperlakukan orang lain, pilihan yang harus diambil seseorang, kemampuan untuk memberi dan menerima cinta, serta kemampuan untuk bertindak dan mengubah sesuatu. Terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan

identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004).

(27)

21

pengalaman pasien menjalani pengobatan, konsep diri dan peran, dan faktor ekstrinsik, antara lain: kondisi medis (diagnosis penyakit), tingkat pendidikan, akses informasi, proses adaptasi, tingkat sosial ekonomi, jenis tindakan kemoterapi, dan komunikasi terapeutik.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Lutfa (2008) di RSUD Dr. Moewardi Surakarta bahwa dari empat variabel penelitian yang diteliti, hanya tiga variabel penelitian yaitu umur, pendidikan dan frekuensi menjalani kemoterapi berhubungan dengan tingkat kecemasan penderita, dan tingkat adaptasi penderita tidak berhubungan dengan tingkat kecemasan penderita kanker. Penemuan berbeda ditemukan oleh Saraswati (2009) di RSUP Kariadi Semarang diperoleh korelasi negatif antara kecemasan penderita kanker yang mendapat kemoterapi dengan konsep diri. Konsep diri penderita kanker yang menjalani kemoterapi digolongkan sedang (87%) dan kecemasan penderita kanker juga tergolong sedang (90%).

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan merupakan salah satu rumah sakit yang memiliki kapasitas tindakan medis kemoterapi bagi penderita kanker payudara. Data rekam medik pada tahun 2011 menunjukkan frekuensi kasus penderita kanker berjumlah 839 kasus diantaranya kanker payudara merupakan kasus terbanyak 607 orang (73,4%).

(28)

22

1.2. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan diteliti adalah apakah ada pengaruh tingkat pengetahuan dan konsep diri perempuan penderita kanker payudara terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tingkat pengetahuan dan konsep diri perempuan penderita kanker payudara terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

1.4. Hipotesis

Ada pengaruh tingkat pengetahuan dan konsep diri perempuan penderita kanker payudara terhadap kecemasan menghadapi kemoterapi di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan.

1.5. Manfaat Penelitian

(29)

23

2. Manfaat bagi ilmu pengetahuan sebagai bahan kajian dalam menerapkan program kesehatan reproduksi khususnya pasien kanker payudara.

3. Sebagai bahan referensi dalam penelitian selanjutnya tentang tingkat kecemasan penderita kanker payudara yang menjalani kemoterapi.

(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan

pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behaviour). Berdasarkan pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

Simon-Morton, dkk., (1995) dalam Azwar (2003), mengatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil stimulasi informasi yang diperhatikan dan diingat. Informasi dapat berasal dari berbagai bentuk termasuk pendidikan formal maupun non formal, percakapan harian, membaca, mendengar radio, menonton TV dan dari pengalaman hidup. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner berisi materi yang ingin diukur dari responden.

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo, 2007), yaitu:

1. Tahu (know)

(31)

terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang I pelajari atau rangsangan yang telah di terima. Oleh sebab itu, “tahu” ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, dan sebagainya terhadap objek yang telah dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa harus makan yang bergizi.

3. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang riil (sebenarnya). Aplikasi ini dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam penghitungan-penghitungan hasil penelitian, dapat menggunakan prinsip-prinsip siklus pemecahan masalah (problem solving cycle) di dalam pemecahan masalah kesehatan dari kasus yang diberikan.

4. Analisis (analysis)

(32)

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain, sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya.

6. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan dengan tingkatan-tingkatan di atas.

Menurut Taufik (2007), sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni:

1. Awareness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

(33)

3. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya.

4. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang di kehendaki oleh stimulus

5. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.

2.2. Konsep Diri 2.2.1. Definisi

Konsep diri merupakan semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan yang membuat seseorang mengetahui siapa dirinya dan memengaruhi hubungannya dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 2005).

Cara individu melihat pribadinya secara utuh, menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan spiritual. Termasuk di dalamnya persepsi individu tentang sifat dan potensi yang dimilikinya, interaksinya dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan objek tertentu, serta tujuan, harapan, dan keinginan individu itu sendiri (Sunaryo, 2004).

(34)

2.2.2 Komponen Konsep Diri

Terdapat lima komponen konsep diri, yakni gambaran diri/citra tubuh (body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran diri (self role), dan

identitas diri (self identity) (Sunaryo, 2004). 1. Gambaran diri/citra tubuh (body image)

Citra tubuh adalah bagaimana cara individu mempersepsikan tubuhnya, baik secara sadar maupun tidak sadar, yang meliputi ukuran, fungsi, penampilan, dan potensi tubuh berikut bagian-bagiannya. Dengan kata lain, citra tubuh adalah kumpulan sikap individu, baik yang disadari ataupun tidak, yang ditujukan terhadap dirinya (Sunaryo, 2004).

Hal-hal penting yang terkait dengan gambaran diri adalah sebagai berikut: Fokus individu terhadap fisik lebih menonjol, bentuk tubuh, TB dan BB serta tanda-tanda pertumbuhan kelamin sekunder (mammae, menstruasi, perubahan suara, pertumbuhan bulu), menjadi gambaran diri, cara individu memandang diri berdampak penting terhadap aspek psikologis, Gambaran yang realistik terhadap menerima dan menyukai bagian tubuh, akan memberi rasa aman dalam menghindari kecemasan dan meningkatkan harga diri, individu yang stabil, realistik, dan konsisten terhadap gambaran dirinya, dapat mendorong sukses dalam hidupnya.

2. Ideal diri (self ideal)

(35)

Ideal diri bisa bersifat realistis, bisa juga tidak. Saat ideal diri seseorang mendekati persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut cenderung tidak ingin berubah dalam kondisi saat ini. Sebaliknya jika ideal diri tersebut tidak sesuai dengan persepsinya tentang diri sendiri, orang tersebut akan terpacu untuk memperbaiki dirinya, Tetapi jika ideal diri terlalu tinggi justru dapat menyebabkan harga diri rendah (Stuart & Sundeen, 2005).

Beberapa hal yang berkaitan dengan ideal diri antara lain: pembentukan ideal diri pertama kali pada masa anak-anak dan masa remaja terbentuk melalui proses identifikasi terhadap orang tua, guru dan teman, ideal diri individu dipengaruhi oleh orang-orang yang dianggap penting dalam memberikan tuntutan dan harapan, ideal diri mewujudkan cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma keluarga dan sosial.

Faktor yang memengaruhi ideal diri yaitu; kecenderungan individu untuk menetapkan ideal diri pada batas kemampuan, faktor budaya yang memengaruhi individu yang menetapkan ideal diri yaitu standar yang terbentuk ini kemudian akan dibandingkan dengan standar kelompok teman, ambisi dan keinginan untuk sukses dan melampaui orang lain, kebutuhan yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan, perasaan cemas dan rendah diri.

3. Harga diri (self esteem)

(36)

pada penerimaan diri sendiri tanpa syarat. Walaupun orang tersebut melakukan kesalahan, kekalahan, dan kegagalan, ia tetap merasa sebagai seseorang yang penting dan berharga. Harga diri ini dapat menjadi rendah saat seseorang kehilangan kasih sayang atau cinta kasih dari orang lain, kehilangan penghargaan dari orang lain, atau saat ia menjalani hubungan interpersonal yang buruk.

Beberapa cara untuk meningkatkan harga diri seseorang antara lain dengan memberikan kesempatan untuk berhasil, memberinya gagasan, mendorongnya untuk beraspirasi serta membantunya membentuk koping.

4. Peran diri (self role)

(37)

serta sikapnya. Peran berlebih terjadi ketika individu mengalami banyak peran dalam kehidupannya (Mubarak, 2007).

5. Identitas diri (self identity)

Identitas diri adalah kesadaran akan diri pribadi yang bersumber dari pengamatan dan penilaian, sebagai sintetis semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh (Stuart & Sundeen, 2005). Identitas mencakup konsistensi seseorang sepanjang waktu dan dalam berbagai keadaan serta menyiratkan perbedaan atau keunikan dibandingkan dengan orang lain. Pembentukan identitas sangat diperlukan demi hubungan yang intim karena identitas seseorang dinyatakan dalam hubungan dengan orang lain (Hidayat, 2006).

2.2.3 Faktor yang Memengaruhi Konsep Diri

Konsep diri dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Tingkat perkembangan dan kematangan

Dukungan mental, pertumbuhan, dan perlakuan terhadap anak akan memengaruhi konsep diri mereka. Seiring perkembangannya, faktor-faktor yang memengaruhi konsep diri individu akan mengalami perubahan. Sebagai contoh, bayi membutuhkan lingkungan yang mendukung dan penuh kasih sayang, sedangkan anak membutuhkan kebebasan untuk belajar dan menggali hal-hal baru.

2. Keluarga dan budaya

(38)

banyak mendapat pengaruh nilai dari budaya dan keluarga tempat ia tinggal. Selanjutnya perasaan akan diri (sense of life) mereka akan banyak dipengaruhi oleh teman sebayanya. Sense of self ini akan terganggu saat anak harus membedakan harapan orang tua, budaya, dan harapan teman sebaya.

3. Faktor eksternal dan internal

Kekuatan dan perkembangan individu sangat berpengaruh terhadap konsep diri mereka. Pada dasarnya, individu memiliki dua sumber kekuatan, yakni sumber eksternal meliputi dukungan masyarakat yang ditunjang dengan kekuatan ekonomi yang memadai. Sedangkan sumber internal meliputi kepercayaan diri dan nilai-nilai yang dimiliki.

4. Pengalaman

Ada kecenderungan bahwa konsep diri yang tinggi berasal dari pengalaman masa lalu yang sukses. Demikian pula sebaliknya, riwayat kegagalan masa lalu akan membuat konsep diri rendah. Sebagai contoh, individu yang mengalami kegagalan cenderung memandang diri mereka sebagai orang yang gagal. Sedangkan individu yang pernah mengecap kesuksesan akan mengalami konsep diri yang lebih positif.

5. Penyakit

(39)

6. Stresor

Stresor dapat memperkuat konsep diri seseorang apabila ia mampu

mengatasinya dengan sukses. Di sisi lain, stresor juga dapat menyebabkan respons maladaptif, seperti menarik diri, ansietas, bahkan penyalahgunaan zat. Mekanisme koping yang gagal dapat menyebabkan seseorang merasa cemas, menarik diri, depresi, mudah tersinggung, rasa bersalah, dan marah, dan hal ini akan memengaruhi konsep diri mereka (Mubarak, 2007).

2.2.4 Rentang Respon Konsep Diri

Respon konsep diri sepanjang rentang sehat sakit berkisar antara status aktualisasi diri yang paling adaptif dan status keracunan identitas yang lebih maladaptif serta depersonalisasi. Keracunan identitas merupakan suatu bentuk kegagalan individu dalam mengintegrasikan berbagai proses identifikasi pada masa kanak-kanak ke dalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis. Depersonalisasi adalah suatu bentuk perasaan tidak realistis dan keterasingan dari diri sendiri (Mubarak, 2007).

(40)

Sebaliknya, seseorang yang konsep diri positif (respon adaptif) akan terlihat lebih optimis, penuh percaya diri dan selalu bersikap positif terhadap segala sesuatu termasuk terhadap kegagalan yang dialaminya, mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa yang akan datang. Individu dengan konsep diri yang positif dapat berfungsi lebih efektif yang terlihat dari kemampuan interpersonal, kemampuan intelektual dan penguasaan lingkungan (Calhoun & Acocella, 1990).

Rentang Respon Konsep Diri

Respon adaptif Respon maladaptif

Aktualisasi Konsep diri Harga diri rendah Keracunan Depersonalisasi identitas Gambar 2.1. Rentang Respon Konsep-Diri

2.3. Kanker Payudara

(41)

Penyebaran kanker terjadi melalui pembuluh getah bening, deposit dan tumbuh di kelenjar aksila ataupun supraklavikula, kemudian melalui pembuluh darah kanker menyebar ke organ lain seperti paru, hati, tulang dan otak (Luwia, 2004). 2.3.1. Penyebab Kanker Payudara

Penyebab langsung kanker payudara hingga saat ini belum diketahui, namun Djindarbumi, (2003) dalam Hawari, (2004) merujuk hasil penelitian Simanjuntak T.M (1977), yang telah melakukan penelitiannya di bagian bedah FKUI/RSCM periode 1971-1973, menemukan beberapa faktor resiko pada kanker payudara yang sudah diterima secara luas oleh kalangan pakar kanker (Onkologist) di dunia yakni meliputi:

1. Wanita yang berumur lebih dari 25 tahun mempunyai kemungkinan yang lebih

besar untuk mendapat kanker payudara dan resiko ini akan bertambah sampai umur 50 tahun dan setelah menopause;

2 Wanita yang tidak kawin resikonya 2-4 kali lebih tinggi daripada wanita yang

kawin dan mempunyai anak;

3 Wanita yang melahirkan anak pertama setelah berumur 35 tahun resikonya 2 kali

lebih besar;

4 Wanita yang mengalami menstruasi pertama (menarche) yang usianya kurang dari 12 tahun atau resikonya 1,7 hingga 3,4 kali lebih tinggi daripada wanita dengan menarche yang datang pada usia normal atau lebih dari 12 tahun;

5 Wanita yang mengalami masa menopause-nya terlambat lebih dari 55 tahun,

(42)

6 Wanita yang pernah mengalami infeksi, trauma atau tumor jinak payudara,

resikonya 3 hingga 9 kali lebih besar;

7 Wanita dengan kanker pada payudara kontra-lateral, resikonya 3 hingga 9 kali lebih besar;

8 Wanita yang pernah mengalami penyinaran (radiasi) di dinding dada, resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi;

9 Wanita dengan riwayat keluarga ada yang menderita kanker payudara pada ibu, saudara perempuan ibu, saudara perempuan, adik/kakak, resikonya 2 hingga 3 kali lebih tinggi; dan

10 Wanita yang memakai kontrasepsi oral pada penderita tumor payudara jinak akan meningkatkan kanker payudara 11 kali lebih tinggi.

2.3.2. Gejala Klinis Kanker Payudara

(43)

sedang menyusui; (f) Puting susu tertarik ke dalam; (g) Kulit payudara mengerut seperti kulit jeruk (Peaud de orange).

2.3.3. Tipe Kanker Payudara

Menurut Smeltzer & Bare (2001) beberapa tipe kanker payudara adalah sebagai berikut:

1. Karsinoma duktal menginfiltrasi

Karsinoma ini adalah tipe histologis yang paling umum, merupakan 75% dari semua jenis kanker payudara. Prognosis tipe ini lebih buruk dibandingkan dengan tipe lainnya (Bonadonna, 1984).

2. Karsinoma lobular menginfiltrasi.

Karsinoma lobular invasif adalah tipe kanker payudara yang tersering kedua. Walaupun tingkat kejadian menurut literatur antara 1% dan 20%, tetapi jumlahnya sampai 15% dan semua kasus kanker payudara. Tipe ini biasanya terjadi pada suatu area penebalan yang tidak baik pada payudara bila dibandingkan dengan tipe duktal menginfiltrasi. Lebih umum multisentris dengan demikian dapat terjadi penebalan beberapa area pada salah satu atau kedua payudara.

3. Karsinoma Medular

(44)

4. Kanker Musinus

Karsinoma ini menempati sekitar 3% dari kanker payudara. Menghasilkan lendir pertumbuhannya lambat sehingga kanker ini juga mempunyai prognosis yang lebih baik dari lainnya (Smeltzer & Bare, 2001; Bonadonna, 1984)

(5). Kanker duktal-tubular

Kanker ini jarang terjadi, yakni hanya menempati 2% dari kanker, karena metastase aksilaris secara histologi tidak lazim.

2.3.4 Pencegahan Kanker Payudara

Menurut Sutjipto (2001), pencegahan penyakit kanker payudara masih sulit diterapkan karena faktor penyebabnya masih dalam penelitian. Saat ini, yang dapat dicegah adalah aspek "life style" serta mengurangi faktor risiko yang memungkinkan timbulnya kanker payudara. Usaha satu-satunya untuk meningkatkan angka penyembuhan pasien kanker payudara adalah dengan mendeteksi secara dini keberadaan kanker payudara tersebut.

(45)

nabati (phytoestrogen). Estrogen nabati ini akan menempel pada reseptor estrogen sel-sel epitel saluran kelenjar susu, sehingga akan menghalangi estrogen asli untuk menempel pada saluran susu yang akan merangsang tumbuhnya sel kanker; (g)Mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat. Serat akan menyerap zat-zat yang bersifat karsinogen dan lemak, yang kemudian membawanya keluar melalui feses. Serat yang dibutuhkan menurut National Cancer Institut, USA adalah 20-30 gram setiap hari; (h) Memperbanyak mengkonsumsi buah-buahan dan sayuran, terutama yang mengandung vitamin C, zat anti oksidan dan fitokimia, seperti jeruk, wortel tomat, labu, pepaya, mangga, brokoli, bayam, kangkung, kacang-kacangan dan biji-bijian; (i) Penggunaan obat-obat hormonal harus dengan sepengetahuan.

2.3.5. Faktor-faktor yang Memengaruhi Wanita Mengalami Kanker Payudara Menurut Moningkey dan Kodim dalam (Berthold, 2000), penyebab spesifik kanker payudara masih belum diketahui, tetapi terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya kanker payudara diantaranya: 1. Faktor reproduksi: Karakteristik reproduktif yang berhubungan dengan risiko

terjadinya kanker payudara adalah nuliparitas, menarche pada umur muda, menopause pada umur lebih tua, dan kehamilan pertama pada umur tua. Risiko utama kanker payudara adalah bertambahnya umur. Diperkirakan, periode antara terjadinya haid pertama dengan umur saat kehamilan pertama merupakan window of initiation perkembangan kanker payudara. Secara anatomi dan fungsional,

(46)

kanker payudara terjadi pada masa sebelum menopause sehingga diperkirakan awal terjadinya tumor terjadi jauh sebelum terjadinya perubahan klinis.

2. Penggunaan hormon: Hormon eksogen berhubungan dengan terjadinya kanker payudara. Berbagai penelitian menyatakan bahwa terdapat peningkatan kanker payudara yang bermakna pada para pengguna terapi estrogen replacement. Suatu metaanalisis menyatakan bahwa walaupun tidak terdapat risiko kanker payudara pada pengguna kontrasepsi oral, wanita yang menggunakan obat ini untuk waktu yang lama mempunyai risiko tinggi untuk mengalami kanker ini sebelum menopause.

3. Penyakit fibrokistik: Pada wanita dengan adenosis, fibroadenoma, dan fibrosis, tidak ada peningkatan risiko terjadinya kanker payudara. Pada hiperplasia dan papiloma, risiko sedikit meningkat 1,5 sampai 2 kali. Sedangkan pada hiperplasia atipik, risiko meningkat hingga 5 kali.

4. Obesitas: Terdapat hubungan yang positif antara berat badan dan bentuk tubuh

dengan kanker payudara pada wanita pasca menopause. Variasi terhadap kekerapan kanker ini di negara-negara barat dan bukan barat serta perubahan kekerapan sesudah migrasi menunjukkan bahwa terdapat pengaruh diet terhadap terjadinya keganasan ini.

5. Konsumsi lemak: Konsumsi lemak diperkirakan sebagai suatu faktor risiko

(47)

6. Radiasi: Paparan dengan radiasi ionisasi selama atau sesudah pubertas

meningkatkan terjadinya risiko kanker payudara. Dari beberapa penelitian yang dilakukan disimpulkan bahwa risiko kanker radiasi berhubungan secara linier dengan dosis dan umur saat terjadinya paparan.

7. Riwayat keluarga dan faktor genetik: Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita yang akan dilaksanakan skrining untuk kanker payudara. Terdapat peningkatan risiko keganasan ini pada wanita yang keluarganya menderita kanker payudara. Pada studi genetik ditemukan bahwa kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen kerentanan terhadap kanker payudara, probabilitas untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85% pada umur 70 tahun.

2.4. Kecemasan

2.4.1 Pengertian Kecemasan

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik) (Daradjat, 2009). Sedangkan menurut Stuart dan Sundeen (2005) kecemasan adalah respons emosional terhadap penilaian intelektual terhadap sesuatu yang berbahaya.

(48)

ketegangan motorik (gemetar, gelisah dan nyeri kepala), hiperaktifitas (sesak nafas, keringat berlebihan dan gejala gastrointestinal) yang menyebabkan gangguan dalam fungsi sosial dan pekerjaan pasien.

Taylor (1953) dalam Tailor Manifest Anxiety Scale (TMAS) mengemukakan bahwa kecemasan merupakan suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman.

Menurut Massion, Warshaw, & Keller (1993) kecemasan merupakan gangguan yang ditandai dengan perasaan ketakutan pada sesuatu yang akan terjadi secara berlebihan. Menurut Lang (1997) kecemasan dapat diartikan sebagai energi yang tidak dapat diukur, namun dapat dilihat secara tidak langsung melalui tindakan individu tersebut, misalnya berkeringat, sering buang air besar, kulit lembab, nafsu makan menurun, tekanan darah, nadi dan pernafasan meningkat (Trismiati, 2004).

(49)

Dari beberapa uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa kecemasan adalah suatu perasaan subyektif mengenai ketegangan mental yang menggelisahkan sebagai reaksi umum dari ketidakmampuan mengatasi suatu masalah atau tidak adanya rasa aman. Perasaan yang tidak menentu tersebut pada umumnya tidak menyenangkan yang nantinya akan menimbulkan atau disertai perubahan fisiologis (misal gemetar, berkeringat, detak jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi).

2.4.2 Gejala-gejala Kecemasan

Menurut Idrus (2006) gejala kecemasan baik yang sifatnya akut maupun kronik (menahun) merupakan komponen utama bagi hampir semua gangguan kejiwaan. Secara klinis menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder IV (DSM IV) gejala kecemasan dibagi atas:

a. Gangguan panik dengan atau tanpa agorafobia. b. Agorafobia tanpa riwayat gangguan panik. c. Fobia spesifik.

d. Fobia sosial. e. Obsesi kompulsif.

f. Gangguan stress pasca trauma.

g. Gangguan Cemas Menyeluruh(Generalized Anxiety Disorder).

(50)

i. Gangguan cemas yang disebabkan oleh subtansi zat (Substance Induced Anxiety

Disorder) (Idrus, 2006)

Ansietas dimasukkan dalam kelompok gangguan neurotik, gangguan yang berhubungan dengan stres dan somatoform. Kelompok ini terbagi dalam:

1) Gangguan Ansietas Fobik yang terdiri atas:

a. Agorafobia dengan atau tanpa gangguan panik. b. Fobia Sosial.

c. Fobia Spesifik.

2) Gangguan ansietas yang lain (other anxiety disorder) yang terdiri atas: a. Gangguan Panik (panic disorder).

b. Gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder). c. Gangguan campuran ansietas dan depresi (mixed anxiety disorder). 3) Gangguan obsesi kompulsif.

4) Gangguan reaksi menuju ke stres berat dan gangguan penyesuaian (reaction to

severe stress, and adjustment disorder).

(51)

1. Fase 1 (pertama)

Keadaan fisik sebagaimana pada fase reaksi peringatan, maka tubuh mempersiapkan diri untuk fight (berjuang), atau flight (lari secepat-cepatnya). Pada fase ini tubuh merasakan tidak enak sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon adrenalin dan nor adrenalin. Oleh karena itu, maka gejala adanya kecemasan dapat berupa rasa tegang di otot dan kelelahan, terutama di otot-otot dada, leher dan punggung. Dalam persiapannya untuk berjuang, menyebabkan otot akan menjadi lebih kaku dan akibatnya akan menimbulkan nyeri dan spasme di otot dada, leher dan punggung. Ketegangan dari kelompok agonis dan antagonis akan menimbulkan tremor dan gemetar yang dengan mudah dapat dilihat pada jari-jari tangan (Wilkie, 2000). Pada fase ini kecemasan merupakan mekanisme peningkatan dari sistem syaraf yang mengingatkan kita bahwa system syaraf fungsinya mulai gagal mengolah informasi yang ada secara benar (Asdie, 2000).

2. Fase 2 (kedua)

Disamping gejala klinis seperti pada fase satu, seperti gelisah, ketegangan otot, gangguan tidur dan keluhan perut, penderita juga mulai tidak bisa mengontrol emosinya dan tidak ada motivasi diri (Wilkie, 2000).

(52)

(Asdie, 2000). Kehilangan motivasi diri bisa terlihat pada keadaan seperti seseorang yang menjatuhkan barang ke tanah, kemudian ia berdiam diri saja beberapa lama dengan hanya melihat barang yang jatuh tanpa berbuat sesuatu (Asdie, 2000).

3. Fase 3 (ketiga)

Keadaan kecemasan fase satu dan dua yang tidak teratasi sedangkan stresor tetap saja berlanjut, penderita akan jatuh ke dalam kecemasan fase tiga.

Berbeda dengan gejala-gejala yang terlihat pada fase satu dan dua yang mudah di identifikasi kaitannya dengan stres, gejala kecemasan pada fase tiga umumnya berupa perubahan dalam tingkah laku dan umumnya tidak mudah terlihat kaitannya dengan stres. Pada fase tiga ini dapat terlihat gejala seperti: intoleransi dengan rangsang sensoris, kehilangan kemampuan toleransi terhadap sesuatu yang sebelumnya telah mampu ia tolerir, gangguan reaksi terhadap sesuatu yang sepintas terlihat sebagai gangguan kepribadian (Asdie, 2000).

Respon Fisiologis terhadap Kecemasan

1. Kardiovaskuler; peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut

nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syok dan lain-lain.

2. Respirasi; napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

3. Kulit: perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh

tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

4. Gastrointestinal; Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di

(53)

5. Neuromuskuler; refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip,

insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat. Respon Psikologis terhadap Kecemasan:

1. Perilaku: gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

2. Kognitif: gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,

blocking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, objektivitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

3. Afektif: tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

2.4.3 Penyebab Kecemasan

Menurut Daradjat (2009), bermacam-macam pendapat tentang sebab-sebab yang menimbulkan kecemasan itu adalah akibat tidak terpenuhinya keinginan-keinginan seksual, karena merasa diri (fisik) kurang dan karena pengaruh pendidikan waktu kecil atau sering terjadi frustasi karena tidak tercapainya yang diinginkan, baik material maupun sosial.

2.4.4 Tahapan Kecemasan

(54)

1. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui adanya bahaya yang

mengancam jiwanya. Cemas ini lebih dekat pada rasa takut, karena sumbernya jelas pada fikiran.

2. Rasa cemas yang berupa penyebab dan terlihat dalam beberapa bentuk yang paling sederhana adalah cemas yang umum, dimana orang merasa cemas (takut) yang kurang jelas, tidak tertentu dan tidak ada hubungan dengan apa-apa, serta takut itu memengaruhi kesehatan diri sendiri.

3. Cemas karena merasa berdosa atau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan akan hati nurani.

2.4.5. Gejala Kecemasan

Gejala kecemasan menurut Daradjat (2009) membagi menjadi 2 yaitu: 1. Gejala Fisik

Ujung-ujung jari terasa dingin, pencernaan tidak teratur, pukulan jantung cepat, keringat bercucuran, tidur tidak nyenyak, nafsu makin hilang, kepala pusing. 2. Gejala Mental

Sangat takut, merasa akan diterpa bahaya akan kecelakaan, tidak bisa memusatkan perhatian, tidak berdaya, hilang kepercayaan pada diri, tidak tenteram, ingin lari dari kenyataan hidup dan sebagainya.

2.4.6. Klasifikasi Kecemasan

(55)

Menurut Stuart dan Sundeen (2005) tingkatan kecemasan adalah sebagai berikut:

1. Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatif.

2. Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan perhatian pada hal penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih baik.

3. Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi seseorang. Seseorang cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik, dan tidak dapat berfikir tentang hal yang lain. Semua perilaku ditunjukkan untuk mengurangi ketegangan. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada satu area lain.

2.4.7. Teori Kecemasan

(56)

1. Teori Psikodinamik

(57)

2. Teori Perilaku

Menurut teori perilaku, kecemasan berasal dari suatu respon terhadap stimulus khusus (fakta), waktu cukup lama, seseorang mengembangkan respon kondisi untuk stimulus yang penting. Kecemasan tersebut merupakan hasil frustasi, sehingga akan mengganggu kemampuan individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

3. Teori Interpersonal

Menjelaskan bahwa kecemasan terjadi dari ketakutan akan penolakan antar individu, sehingga menyebabkan individu bersangkutan merasa tidak berharga.

4. Teori Keluarga

Menjelaskan bahwa kecemasan dapat terjadi dan timbul secara nyata akibat adanya konflik dalam keluarga.

e. Teori Biologik

Beberapa kasus kecemasan (5 - 42%), merupakan suatu perhatian terhadap proses fisiologis. Kecemasan ini dapat disebabkan oleh penyakit fisik atau keabnormalan, tidak oleh konflik emosional. Kecemasan ini termasuk kecemasan sekunder (Stuart and Sundeen, 2005).

2.4.8. Aspek-Aspek Kecemasan

(58)

1. Aspek kognitif

a. Kecemasan disertai dengan persepsi bahwa seseorang sedang berada dalam bahaya atau terancam atau rentan dalam hal tertentu, sehingga gejala fisik kecemasan membuat seseorang siap merespon bahaya atau ancaman yang menurutnya akan terjadi.

b. Ancaman tersebut bersifat fisik, mental atau sosial, diantaranya adalah:

1) Ancaman fisik terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan terluka secara fisik,

2) Ancaman mental terjadi ketika sesuatu membuat khawatir bahwa dia akan menjadi gila atau hilang ingatan.

3) Ancaman sosial terjadi ketika seseorang percaya bahwa ia akan ditolak, dipermalukan, merasa malu atau dikecewakan.

c. Persepsi ancaman berbeda-beda untuk setiap orang

d. Sebagian orang, karena pengalaman mereka bisa terancam dengan begitu mudahnya dan akan lebih sering cemas. Orang lain mungkin akan memiliki rasa aman dan keselamatan yang lebih besar. Tumbuh di lingkungan yang kacau dan tidak stabil bisa membuat seseorang menyimpulkan bahwa dunia dan orang lain selalu berbahaya.

(59)

kecemasan juga sering meliputi citra tentang bahaya. Pemikiran-pemikiran ini semua adalah masa depan dan semuanya memprediksi hasil yang buruh. 2. Aspek kepanikan

Panik merupakan perasaan cemas atau takut yang ekstrem. Rasa panik terdiri atas kombinasi emosi dan gejala fisik yang berbeda. Seringkali rasa panik ditandai dengan adanya perubahan sensasi fisik atau mental, dalam diri seseorang yang menderita gangguan panik, terjadi lingkaran setan dan saat gejala-gejala fisik, emosi, dan pemikiran saling berinteraksi dan meningkat dengan cepat. Pemikiran ini menimbulkan ketakutan dan kecemasan serta merangsang keluarnya adrenalin. Pemikiran yang katastrofik dan reaksi fisik serta emosional yang lebih intens yang terjadi bisa menimbulkan dihindarinya aktivitas atau situasi saat kepanikan telah terjadi sebelumnya.

2.4.9. Manajemen Kecemasan

Menurut Kaplan dan Sadock (1997), bahwa manajemen kecemasan terdiri atas 2 bagian yaitu:.

a. Manajemen Kecemasan dengan Penggunaan Obat

(60)

kebanyakan ahli klinis percaya bahwa hasil terbaik untuk gangguan kecemasan berasal dari kombinasi obat-obatan dengan satu atau lebih tipe psikoterapi.

b. Manajemen Kecemasan melalui Psikoterapi

Salah satu metode yang efektif untuk mengatasi gangguan kecemasan adalah pemberian psikoterapi untuk kognitif dan tingkah laku. Walaupun terdapat banyak klaim yang menyatakan bahwa sulit untuk mengganti perawatan psikologis dengan percobaan penyelidikan, ilmuwan telah mengembang kapasitas untuk menerapkan rancangan penelitian yang tepat termasuk randomisasi dan penilaian buta untuk terapi tingkah laku-kognitif. Sebagaimana penjelasan yang disampaikan oleh Lawrence Welkowitz, hasilnya telah didokumentasikan bahwa terapi tingkah laku kognitif itu efektif untuk mayoritas gangguan kecemasan. 2.4.10. Respon Kecemasan

Menurut Carnegie (2007) ada 2 respon kecemasan yaitu respon fisiologis dan respon psikologis terhadap kecemasan:

1. Respon Fisiologi terhadap Kecemasan a) Kardiovaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi menurun, syok dan lain-lain.

b) Respirasi

(61)

c) Kulit

Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

d) Gastro intestinal

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, nausea, diare.

e) Neuromuskuler

Refleks meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.

2. Respon Psikologis terhadap Kecemasan a) Perilaku

Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

b) Kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir, blocking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, objektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan lain-lain.

c) Afektif

(62)

Blackburn dan Davidson (2004), membuat analisis fungsional gangguan kecemasan yang menjelaskan reaksi terhadap kecemasan. Analisis tersebut digambarkan dalam Tabel 2.1. berikut:

Tabel 2.1. Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson

Simtom-simtom Psikologis Keterangan

Suasana hati Kecemasan, muda marah, perasaan sangat tegang

Motivasi Khawatir, sukar berkonsentrasi, pikiran kosong, membesar-besarkan ancaman, memandang diri sebagai sangat sensitif, tidak berdaya

Perilaku Gelisah, gugup, kewaspadaan berlebihan

Gejala biologis Gerakan otomatis meningkat: berkeringat, gemetar, pusing, berdebar-debar, mual, mulut kering

Sumber: Blackburn dan Davidson, 2004

2.4.11 Sumber Koping

Individu dapat mengatasi stres dan kecemasan dengan mengerahkan sumber koping di lingkungan, salah satu diantaranya adalah dengan dukungan sosial yang dapat membantu seseorang mengintegrasikan pengalaman yang menimbulkan kecemasan dan mengadopsi strategi koping yang berhasil (Stuart dan Sundeen, 2005).

(63)

‘’angst” yang berarti ‘’ketakutan yang tidak–perlu’’. Pada mulanya Freud

mengartikan ansietas itu sebagai transformasi lepasnya ketegangan seksual yang menumpuk melalui system saraf otonom dengan menggunakan saluran pernafasan. Kemudian ansietas ini diartikan sebagai perasaan takut atau khawatir yang berasal dari pikiran atau keinginan yang direpresi. Akhirnya ansietas diartikan sebagai suatu respon terhadap situasi yang berbahaya. Ansietas merupakan pengalaman yang bersifat subjektif, tidak menyenangkan, tidak menentu, menakutkan dan mengkhawatirkan akan adanya kemungkinan bahaya atau ancaman bahaya, dan seringkali disertai oleh gejala-gejala atau reaksi fisik tertentu akibat peningkatan aktifitas otonomik (Idrus, 2006).

Kecemasan merupakan salah satu emosi yang paling menimbulkan stress yang dirasakan oleh banyak orang. Menurut Bellack & Hersen (1988) kadang-kadang kecemasan juga disebut dengan ketakutan atau perasaan gugup. Setiap orang pasti pernah mengalami kecemasan pada saat-saat tertentu, dan dengan tingkat yang berbeda-beda. hal tersebut mungkin saja terjadi karena individu merasa tidak memiliki kemampuan untuk menghadapi hal yang mungkin menimpanya di kemudian hari. Dalam teori Behavior dijelaskan bahwa kecemasan muncul melalui classical conditioning, artinya seseorang mengembangkan reaksi kecemasan terhadap

hal-hal yang telah pernah dialami sebelumnya dan reaksi-reaksi yang telah dipelajari dari pengalamannya (Trismiati, 2004).

(64)

jantung meningkat) dan psikologis (misal panik, tegang, bingung, tidak bisa berkonsentrasi). Carlson (1992) menjelaskan kecemasan sebagai rasa takut dan antisipasi terhadap nasib buruk di masa yang akan datang, kecemasan ini memiliki bayangan bahwa ada bahaya yang mengancam dalam suatu aktivitas dan obyek, yang jika seseorang melihat gejala itu maka ia akan merasa cemas. Kecemasan merupakan respon emosional yang tidak menentu terhadap suatu obyek yang tidak jelas pengalamannya (Trismiati, 2004).

2.4.12. Faktor-Faktor yang Menimbulkan Kecemasan

Faktor-faktor yang menimbulkan kecemasan pada individu adalah sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi

Menurut Wibisono (2000) setiap perubahan dalam kehidupan atau peristiwa kehidupan yang dapat menimbulkan keadaan stres disebut stresor. Stres

yang dialami seseorang dapat menimbulkan kecemasan, atau kecemasan merupakan manifestasi langsung dari stres kehidupan dan sangat erat kaitannya dengan pola hidup. Selanjutnya Menurut Roan (1989) bahwa berbagai faktor

predisposisi yang dapat menimbulkan kecemasan yaitu faktor genetik, faktor organik dan faktor psikologi. Pada pasien yang akan menjalani operasi, faktor

predisposisi kecemasan yang sangat berpengaruh adalah faktor psikologis, terutama ketidakpastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani (Admin,

(65)

2. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sundeen (2005) ada 2 macam penyebab kecemasan yaitu:

a. Ancaman terhadap integritas fisik

Ketidakmampuan fisiologis untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, seperti kegagalan ginjal dan jantung. Dimana hal ini dapat menimbulkan kecemasan oleh karena jika gagal jantung akan memengaruhi aktivitas sehari-hari oleh karena akan menjalani operasi. Selain itu kecemasan dapat timbul karena tindakan operasi yang dapat memengaruhi integritas tubuh secara keseluruhan (Stuart, 2005).

b. Ancaman terhadap sistem terbuka

Pada dasarnya merugikan terhadap identitas seseorang, harga diri, dan fungsi sosial yang terkait. Ancaman ini dibagi atas sumber eksternal dan internal. Sumber eksternal adalah kehilangan etika yang timbul dari aspek religius. Sumber internal adalah kesulitan hubungan interpersonal dan asumsi terhadap peran baru tekanan dari kelompok sosial akan terjadi pada saat tindakan operasi dilakukan, sehingga akan menghasilkan kecemasan (Stuart, 2005).

(66)

1. Faktor Kognitif

Kecemasan dapat timbul sebagai akibat dari antisipasi harapan akan situasi yang menakutkan dan pernah menimbulkan situasi yang menimbulkan rasa sakit, maka perlu ia dihadapkan pada peristiwa yang sama ia akan merasakan kecemasan sebagai reaksi atas adanya bahaya.

2. Faktor Lingkungan

Salah satu penyebab munculnya kecemasan adalah dari hubungan-hubungan dan ditentukan langsung oleh kondisi-kondisi, adat-istiadat, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Kecemasan dalam kadar terberat dirasakan sebagai akibat dari perubahan sosial yang amat cepat, dimana tanpa persiapan yang cukup, seseorang tiba-tiba saja sudah dilanda perubahan dan terbenam dalam situasi-situasi baru yang terus menerus berubah, dimana perubahan ini merupakan peristiwa yang mengenai seluruh lingkungan kehidupan, sehingga seseorang akan sulit membebaskan dirinya dari pengalaman yang mencemaskan ini.

3. Faktor Proses Belajar

Kecemasan timbul sebagai akibat dari proses belajar. Manusia mempelajari respon terhadap stimulus yang memperingatkan adanya peristiwa berbahaya dan menyakitkan yang akan segera terjadi.

(67)

situasi di sekitarnya, apakah situasi di sekitar dipersepsi sebagai situasi mengancam atau tidak. Pengalaman-pengalaman tersebut berisi stimulus-stimulus yang dapat mengancam bagi dirinya dan menempatkan individu pada kecenderungan untuk bereaksi cemas, sehingga setiap orang memiliki rentang kecemasan yang berbeda-beda.

2.5. Kemoterapi

2.5.1. Pengertian Kemoterapi

Kemoterapi adalah penggunaan zat kimia untuk perawatan penyakit. Dalam penggunaan modernnya, istilah ini hampir merujuk secara eksklusif kepada obat sitostatik yang digunakan untuk merawat kanker. Kemoterapi memerlukan penggunaan obat untuk menghancurkan sel kanker. Walaupun obat ideal akan menghancurkan sel kanker dengan tidak merugikan sel biasa, kebanyakan obat tidak selektif. Malahan, obat didesain untuk mengakibatkan kerusakan yang lebih besar pada sel kanker daripada sel biasa, biasanya dengan menggunakan obat yang memengaruhi kemampuan sel untuk bertambah besar. Pertumbuhan yang tak terkendali dan cepat adalah ciri khas sel kanker. Tetapi, karena sel biasa juga perlu bertambah besar, dan beberapa bertambah besar cukup cepat (seperti yang di sumsum tulang dan garis sepanjang mulut dan usus), semua obat kemoterapi memengaruhi sel biasa dan menyebabkan efek samping.

2.5.2 Manfaat Kemoterapi

Gambar

Gambar 2.1.  Rentang Respon Konsep-Diri
Tabel 2.1.  Analisis Gangguan Fungsional Kecemasan dari Blackburn dan Davidson
Gambar 2.3. Kerangka Konsep Penelitian
Tabel 3.1. Hasil Uji Validitas Kuesioner
+7

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan segala rahmat, kasih dan karunianya sehingga penulis dapat

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon dan Koping

Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Respon dan Koping

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat limpahan rahmat-Nya dapat menyelesaikan tesis ini, yang disusun untuk memenuhi

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas segala rahmat kasih dan karunia-Nya penulis mampu menempuh dan menyelesaikan tesis

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Personal

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan berkatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis yang