LAMPIRAN A
Data radiasi matahari pengukuran pada tanggal 1,2,5, dan 6 maret 2013
1 Maret 2 Maret 5 Maret 6 Maret
LAMPIRAN B
Data temperatur udara lingkungan, plat absorber, ruang pengering, dan inti singkong (cassava) pada tanggal 1 maret 2013
13:34 31.26 42.38 36.50 37.30
13:35 31.38 42.65 36.70 37.00
13:36 31.38 42.84 36.90 36.80
13:37 31.38 42.95 37.00 36.70
13:38 31.36 43.33 37.30 36.70
13:39 31.36 43.79 38.00 36.50
13:40 31.20 44.27 38.70 36.50
13:41 31.05 45.10 39.10 36.40
LAMPIRAN C
Data temperatur udara lingkungan, plat absorber, ruang pengering, dan inti singkong (cassava) pada tanggal 2 maret 2013
16:06 31.10 51.50 42.80 40.00
16:07 31.03 52.70 42.90 41.00
16:08 31.15 55.50 43.40 41.00
16:09 31.38 57.70 43.70 41.00
16:10 31.46 59.20 44.30 41.00
16:11 31.54 59.70 45.00 41.00
16:12 31.36 57.60 43.90 41.00
16:13 31.23 54.60 43.10 41.00
16:14 31.13 52.90 43.00 42.00
16:15 31.05 51.30 42.30 41.00
LAMPIRAN D
Data temperatur udara lingkungan, plat absorber, ruang pengering, dan inti singkong (cassava) pada tanggal 5 maret 2013
LAMPIRAN E
Data temperatur udara lingkungan, plat absorber, ruang pengering, dan inti singkong (cassava) pada tanggal 6 maret 2013
LAMPIRAN F
DAFTAR PUSTAKA
[1] Ambarita, Himsar.2011. Perpindahan Panas Konveksi dan Pengantar Alat Penukar Kalor. Medan : Departemen Teknik Mesin FT USU.
[2] A.S. Ajala, dkk. 2012. Drying Characteristics and Mathematical
Modelling of Cassava Chips. Chemical and Process Engineering Research
www.iiste.org ISSN 2224-7467 (Paper) ISSN 2225-0913 (Online) Vol 4,
2012.
[3] Duffle, A. John.2006. Solar Engineering of Thermal Processes,Third Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York.
[4] Holman, J.P., 1986. Heat Transfer, Sixth Edition. Mc Graw-Hill, Book Company, Inc : Singapore.
[5] Jansen, J. Ted. 1995. Teknologi Rekayasa Surya. Alih bahasa,
Arismunandar, Wiranto, Prof. Cetakan Pertama.Jakarta: Pradnya Paramita.
[6] Incropera, Frank P., David P. Dewitt. 1985. Fundamentals of Heat and Mass Transfer, Second Edition. John Wiley & Sons Inc. : New York. [7] Reddy, T.A., Bouix, Ph. 1985. Solar thermal component and system
testing. Division of energy technology asian institute of technology Bangkok : Thailand.
[8] Rohanah, Ainun. 2006. Teknik pengeringan (TEP421). Buku ajar, Departemen teknologi pertanian fakultas pertanian USU 2006 : Medan.
[9] S.T.A.R. Kajuna, Silayo,V.C.K., Mkenda,A.,Makungu,P.J.J. 2001. Thin-Layer Drying Of Diced Cassava Roots. African Journal of Science and Technology (AJST),Science and Engineering Series Vol. 2, No. 2, pp.
94-100.
[11] T.Y. Tunde-Akintunde and A.A. Afon. 2009. Modelling of Hot-Air Drying of Pretreated Cassava Chips. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal. Manuscript 1493 Vol. August, 2009.
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN
3.1 Waktu dan Tempat Pengujian
Waktu pengujian: Desember 2012 - Maret 2013
Lokasi pengujian: Laboratorium Teknik Pendingin, Fakultas Teknik, USU.
3.2 Metode Pengujian Performansi
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan performansi mesin
pengering yaitu membangun model matematik karakteristik pengeringan
untuk cassava serta mendapatkan efisiensi rata-rata dari mesin pengering, selama proses pengujian diperlukan parameter-parameter yang diukur untuk
menentukan performansi mesin pengering tersebut. Parameter utama yang
diukur selama pengujian meliputi :
1. Massa (berat)
Pengukuran massa cassava adalah menggunakan alat ukur load cell.
2. Temperatur
Pengukuran temperatur dilakukan terhadap : plat, udara lingkungan, ruang
pengering, dan inti cassava. Pengukuran temperatur adalah menggunakan alat
ukur agilent. 3. Intensitas matahari
Pengukuran radiasi menunjukkan seberapa besar radiasi matahari yang
masuk ke bumi. Biasanya data di hitung setiap jam,dari jam 08:00 Wib -
17:00 Wib. Pengukuran radiasi adalah menggunakan alat ukur hobo microstation data logger.
4. Aliran Fluida
Pada mesin pengering kolektor surya ini perpindahan panas yang terjadi
adalah perpindahan panas konveksi natural, sehingga aliran fluida (udara)
yang terjadi melalui kolektor adalah adalah akibat perpindahan panas konveksi
Untuk melihat secara rinci parameter-parameter yang diukur, kita dapat
melihat pada sub bab experimental set up pada gambar 3.16 halaman 43.
3.3 Alat dan Bahan yang Digunakan
3.3.1 Alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah:
1. Mesin Pengering Tenaga Surya
Gambar 3.1 Mesin pengering
Spesifikasi :
Kolektor : Tipe : Plat datar
Luas : 1 m2
Sudut Kemiringan : 60o
Bak Pengering : Panjang bak pengering = 0.5 m
Lebar bak pengering = 0.5 m
Tinggi bak pengering = 0.7 m
Tinggi kaki bak pengering = 1.1 m
2. Laptop
Digunakan untuk menyimpan dan mengolah data yang telah didapatkan dari
Hobo Microstation data logger dan Agilient 34972 A.
Gambar 3.2 Laptop
Spesifikasi :
a. MSi VR440 series
b. Intel pentium dual-core processor
c. 14"widescreen
d. Os: Microsoft windows xp
3. Agilient 34972 A
Alat ini dihubungkan dengan termokopel yang dipasang pada titik-titik yang
akan diukur temperaturnya. Pencatatan data pengukuran disimpan pada
flashdisk yang dicolokkan pada bagian belakang alat ini.
Dengan Spesifikasi :
a. Daya 35 Watt
b. Jumlah saluran termokopel 20 buah
c. Tegangan 250 Volt
d. Mempunyai 3 saluran utama
e. Dapat memindai data hingga 250 saluran per detik
f. Mempunyai 8 tombol panel dan sistem kontrol
g. Fungsional antara lain pembacaan suhu termokopel, Resistance Temperature Detector (RTD), dan termistor, serta arus listrik AC
Gambar 3.4 Spesifikasi Agilient 34972 A
4. Hobo Micro station Data Logger
Alat ini di hubungkan ke data logger untuk kemudian dihubungkan ke
komputer untuk diolah datanya. Dengan Spesifikasi :
Spesifikasi :
Skala Pengoperasian : 200– 500C dengan baterai alkalin
400– 700C dengan baterai litium
Ukuran : 8,9 cm x 11,4 cm x 5,4 cm
Berat : 0,36 kg
Memori : 512Kb Penyimpanan data nonvolatile flash.
Interval Pengukuran : 1 detik – 18 jam (tergantung penggunaan)
Akurasi waktu : 0 - 2 detik
Gambar 3.5 Hobo Microstation data logger
Terdapat beberapa alat ukur pada Hobo Microstation data logger yaitu :
1. Pyranometer
Alat ini digunakan untuk mengukur radiasi matahari pada suatu lokasi.
Satuan alat ukur ini adalah W/m2.
Tabel 3.1 Spesifikasi pyranometer Parameter
pengukuran
intensitas radiasi dengan interval 1 detik
Rentang
Pengukuran 0 sampai 1280 W/m
2
Temperatur kerja Temperature: -40°C to 75°C (-40°F to 167°F)
Akurasi
±10.0 W/m2 or ±5% . Tambahan temperatur error 0.38 W/m2/°C from 25°C (0.21 W/m2/°F
from 77°F)
Resolusi 1.5 W/m2
Penyimpangan <±2% per Year
Spektrum cahaya 300 to 1100 nm
±10%: 70° to 80° dari Vertical
Error Azimuth ±2% Error pada 45° dari Vertical, 360° Rotation
Housing Anodized Aluminum Housing with Acrylic Diffuser and O-Ring Seal
Panjang kabel 3 Meters (9.8 ft)
Berat 120 grams (4.0 oz)
Dimensi 41mm Height x 32mm Diameter (1 5/8" x 1 1/4")
Data yang diperoleh dari alat ukur ini akan dibandingkan dengan
data intensitas radiasi matahari dari BMKG Medan.
2. Wind Velocity Sensor
Alat ini digunakan untuk mengukur kecepatan angin. Satuan alat
ukur ini adalah m/s. Berikut adalah spesifikasi wind velocity sensor.
Tabel 3.2 Spesifikasi Wind Velocity sensor Parameter
pengukuran
Kecepatan angin rata-rata
Kecepatan angin terttinggi
Data Channels 2 Channel, 1 Port
Rentang pengukuran 0 to 45 m/s (0 to 100 mph)
Operasi kerja Temperatur: -40C to 75C (-40F to 167F)
Akurasi ±1.1 m/s (2.4 mph) atau 4%
Resolusi 0.38 m/s (0.85 mph)
Ambang batas awal 1 m/s (2.2 mph)
Kecepatan angin
maksimum 54 m/s (120 mph)
Housing
3 buah Anemometer dengan bantalan TEFLON Bearings dan poros Hardened
Beryllium
Panjang kabel 3.0 Meters (10 ft)
Dimensi 190 cm x 51 cm (7.5" x 3.2")
Berat 300 gram (10 oz)
3. Ambient Measurement apparatus
Alat ini digunakan untuk mengukur temperatur lingkungan sekitar.
Satuan alat ukur ini adalah °C. Dengan spesifikasi:
Tabel 3.3 Spesifikasi Measurement apparatus Rentang
pengukuran -40°C to 125°C (-40°F to 257°F)
Akurasi ±0.22°C at 25°C (±0.4°F at 77°F) see Diagram
Resolusi 0.02°C @ 25°C (0.04°F @ 77°F)
Penyimpangan 0.05°C/yr + 0.1°C/1000 hrs above 100°C
Waktu Respon
Water: 3.5 minutes to 90%
Air: 10 minutes to 90% ( Moving at 1m/sec)
Akurasi Waktu ±2 Minutes per Month at 25°C (77°F)
Sampling Rate 1 Second to 18 Hours
kapasitas
penyimpanan data 43,000 12-bit Samples/Readings
Konstruksi housing 316L Stainless Steel with O-ring seal
Tekanan/kedalaman
kerja 2200 psi (1500 m/4900 ft) maximum
Lingkungan kerja Air, Water, Steam (0 to 100% RH)
Berat 72 g (2.5 oz)
4. T and RHSmart Sensor
Alat ini digunakan untuk mengukur kelembaban. Besarnya nilai yang
diukur oleh alat ini dalam persen (%).
Tabel 3.4 Spesifikasi T and RH smart sensor
Channel 1 Channel kelembapan
Waktu Respon kurang 2.5 Menit sampai RH 90% dalam 1 m/det gerakan udara
Housing Stainless Steel Sensor Tip Pilihan operasi pengukuran Tersedia
Kondisi Lingkungan kabel dan Sensor Tahan air selama 1 tahun dengan Temperatur sampai 50°C
Berat w/ 17 Meter Cable: 880 grams (12.0 oz)
Dimensi 7 mm x 38 mm (.28" x 1.50") - (Sensor saja)
Gambar 3.6 Alat ukur Hobo Microstation data logger
5. Load cell
Load Cell digunakan untuk mengukur berat produk yang akan dikeringkan
secara real time dengan menggunakan data aquistion (agilent). Alat ini
digunakan selama pengeringan. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa
besar pengurangan berat produk setelah mengalami proses pengeringan
dengan alat pengering.
Gambar 3.7load cell
Tabel 3.5 Spesifikasi load cell
capacity 12 kg/ 25 lb
Operating temp. range -20 to +60º C
Accuracy 3 gr/0,1 oz
Zero balance ±0,1000mv/V
Safe overload 150% R.C.
Cable length 42 cm
3.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pengujian ini adalah:
1. Cassava
Gambar 3.8 Cassava
2. Triplek
Bahan ini digunakan sebagai kerangka luar dari pada solar collector yang akan dibuat. Juga digunakan sebagai isolator.
Gambar 3.9 Triplek
3. RockWool
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator,digunakan untuk mencegah
panas dari solar collector hilang keluar. Jenis Rock Wool yang dipakai adalah jenis Wire Mesh yang memiliki konduktivitas 0.043
.
4. Kaca
Bahan ini digunakan sebagai jalur masuknya radiasi matahari. Digunakan
jenis double glasses,untuk meningkatkan performance dari solar collector.
Gambar 3.11 Kaca
5. Styrofoam
Bahan ini digunakan sebagai lapisan isolator,digunakan untuk mencegah
panas dari solar collector hilang keluar.
Gambar 3.12Styrofoam
6. Plat Seng
Bahan ini digunakan sebagai absorber. Plat Seng yang memiliki konduktivitas yang bagus dan di beri cat hitam agar radiasi yang masuk pada solar collector
Gambar 3.13 Pelat Seng
7. Lem kaca
Bahan ini digunakan untuk merekatkan kaca paka kolektor agar kaca dapat
menempel dengan kuat pada kolektor.
Gambar 3.14 Lem Kaca
8. Cat
Bahan ini digunakan untuk mencat pelat seng. Cat yang digunakan adalah
cat berwarna gelap (hitam).
3.4 Experimental Set Up
Pengujian dimulai dengan menghubungkan kabel-kabel termokopel yang
terhubung ke agilent ditempelkan ke plat absorber, inti ubi kayu, dan ruang pengering (drying chamber) unutk memperoleh data-data temperatur dalam setiap menitnya (interval waktu perekaman dapat disesuaikan). Lalu pada bagian belakang agilent dipasang flash disk untuk merekam data-data temperatur dari setiap kabel-kabel tersebut, kemudian tekan tombol scan pada agilent. Pada load cell alat untuk mencatat data perubahan massa dari sampel dipasang di dalam ruang pengering, lalu dihubungkan ke laptop menggunakan kabel data USB.
Setelah itu program load cell kit dijalankan untuk merekam perubahan dari massa dari sampel. Setelah proses perekamam selesai, data dari kedua alat ukur ini dapat
dilihat pada laptop dalam bentuk Microsoft excel
.
3.5 Prosedur Pengujian
Adapun prosedur pengujian yang dilakukan adalah :
1. Siapkan komponen-komponen mesin pengering (kolektor, bak
pengering, dan kaki bak pengering).
2. Pasang mesin pengering dalam posisi yang baik dan benar.
3. Pasang kabel-kabel termo couple dari agilient pada plat absorber, ruang pengering dan inti ubi kayu.
4. Hidupkan Load cell sebelum merekam data load cell ditare kan terlebih dahulu agar di layar laptop massa berada pada posis 0 gr.
5. Hubungkan parameter-parameter yang akan diukur ke data logger dan laptop.
6. Timbang Cassava dan masukkan kedalam ruang pengering. 7. Proses perekaman data dimulai.
8. Pengeringan dilakukan sampai massa cassava mencapai titik equilibrium.
9. Hasil dari pengujian dianalisis.
10.Selesai.
Dalam skripsi ini, penulis melalui beberapa proses, dapat dilihat pada
Gambar 3.17 Diagram Blok Proses Pengerjaan Skripsi
Selesai Kesimpulan Analisa hasil
pengujian
Perbandingan Hasil
Ya
Tidak Data Radiasi
BMKG Pengukuran
Radiasi
Pengujian Mengeringkan
Cassava
Buku Referensi, Jurnal & internet Studi
literatur
BAB VI
DATA DAN ANALISA DATA
4.1 Analisa Intensitas Radiasi Matahari
4.1.1 Analisa Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 1 Maret 2013
a) Analisa Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada Pengujian
Kita dapat menghitung data radiasi matahari secara pengukuran dengan
menggunakan sensor radiasi. Sensor radiasi yang digunakan pada penelitian ini
adalah Hobo Micro station Data Logger. Alat ukur Hobo Micro station Data Logger ini dapat menghitung data radiasi matahari, kecepatan angin, temperatur, dan RH. Sehingga kita dapat melihat data-data dari sensor tersebut secara
bersamaan dalam bentuk Microsoft Excel. Sensor ini dapat mencatat data-data dalam interval waktu 1 menit. Alat ukur Hobo Micro station Data Logger ini berada di Laboratorium Teknik Pendingin Departemen Pasca Sarjana Teknik
Mesin Fakultas Teknik Mesin.
Data radiasi matahari pada tanggal 1 Maret 2013 adalah :
Tabel 4.1 Data Radiasi Matahari Pengukuran pada tanggal 1 Maret 2013
Pukul
NB : Untuk data yang lebih lengkap (data permenit) lihat pada lampiran.
Dari data intensitas radiasi matahari pengukuran, radiasi pada pukul 9:00 Wib
b) Perbandingan Data Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada
Pengujian Dengan Data BMKG Kota Medan
Data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada pengujian diambil
di Laboratorium Teknik Pendingin, Fakultas Teknik, USU. Sedangkan data
intensitas radiasi matahari hasil pengukuran BMKG Kota Medan diambil di
Stasiun Klimatologi Sampali, Medan.
Perbandingan antara data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengujian dengan radiasi surya dengan data intensitas radiasi matahari hasil
pengukuran BMKG Kota Medan pada tanggal 1 Maret 2013 dapat dilihat pada
tabel 4.2 di bawah ini.
Tabel 4.2 Perbandingan Data Hasil Pengujian Dengan BMKG Kota Medan
Pukul
Grafik perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran
pada pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 1 Maret 2013
Grafik 4.1 perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 1 Maret 2013
Pada grafik 4.1 kita melihat penurunan intensitas radiasi matahari
pengukuran pada pengujian pukul 13:00 Wib ke pukul 14:00 Wib, hal ini
dikarenakan cuaca mulai mendung sehingga mengakibatkan intensitas matahari
pengukuran menurun dari 605,103 W/m² menjadi 214,877 W/m². Sedangkan pada
intensitas radiasi matahari pengukuran BMKG nilai intensitas menurun pada
pukul 12:00 Wib ke pukul 13:00 Wib. Namun pada pukul 14:00 Wib nilai
intensitas kembali naik, hal ini terjadi karena kemungkinan jarak antara
Laboratorium Teknik Pendingin, Fakultas Teknik, USU dengan Stasiun
Klimatologi Sampali, Medan mempunyai jarak yang cukup jauh sehingga cuaca
pada kedua tempat ini kemungkinan ada perbedaan.
4.1.2 Analisa Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 2 Maret 2013
a) Analisa Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada Pengujian
Data radiasi surya pada tanggal 2 Maret 2013 adalah :
Tabel 4.3 Data Radiasi Matahari Pengukuran pada tanggal 2 Maret 2013
Pukul (Wib)
Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran Pada Pengujian (W/m²)
8:00 99.1267
9:00 178.527
11:00 684.653
b) Perbandingan Data Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada
Pengujian Dengan Data BMKG Kota Medan
Perbandingan antara data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengujian dengan radiasi surya dengan data intensitas radiasi matahari hasil
pengukuran BMKG Kota Medan pada tanggal 2 Maret 2013 dapat dilihat pada
tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4 Perbandingan Data Hasil Pengujian Dengan BMKG Kota Medan
Pukul
Grafik perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran
pada pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 2 Maret 2013
Grafik 4.2 perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 2 Maret 2013
4.1.3 Analisa Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 5 Maret 2013
a) Analisa Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada Pengujian
Data radiasi surya pada tanggal 5 Maret 2013 adalah :
Tabel 4.5 Data Radiasi Matahari Pengukuran pada tanggal 5 Maret 2013
Pukul (Wib)
Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran Pada Pengujian (W/m²)
8:00 105.165
9:00 308.085
10:00 447.522
11:00 517.752
12:00 621.788
13:00 381.482
14:00 284.273
15:00 399.625
16:00 415.702
17:00 105.813
b) Perbandingan Data Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada
Pengujian Dengan Data BMKG Kota Medan
Perbandingan antara data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengukuran BMKG Kota Medan pada tanggal 5 Maret 2013 dapat dilihat pada
tabel 4.6 di bawah ini.
Tabel 4.6 Perbandingan Data Hasil Pengujian Dengan BMKG Kota Medan
Pukul (Wib)
Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran Pada Pengujian
(W/m²)
Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran BMKG Kota Medan
(W/m²)
8:00 105.165 130
9:00 308.085 390
10:00 447.522 510
11:00 517.752 390
12:00 621.788 450
13:00 381.482 800
14:00 284.273 670
15:00 399.625 600
16:00 415.702 520
17:00 105.813 200
Grafik perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran
pada pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 5 Maret 2013
ditunjukkan pada grafik 4.3 di bawah ini.
Grafik 4.3 perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
4.1.4 Analisa Intensitas Radiasi Matahari Tanggal 6 Maret 2013
a) Analisa Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada Pengujian
Data radiasi surya pada tanggal 6 Maret 2013 adalah :
Tabel 4.7 Data Radiasi Matahari Pengukuran pada tanggal 6 Maret 2013
Pukul (Wib)
Intensitas Radiasi Matahari Pengukuran Pada Pengujian (W/m²)
b) Perbandingan Data Intensitas Radiasi Matahari Hasil Pengukuran Pada
Pengujian Dengan Data BMKG Kota Medan
Perbandingan antara data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengujian dengan radiasi surya dengan data intensitas radiasi matahari hasil
pengukuran BMKG Kota Medan pada tanggal 6 Maret 2013 dapat dilihat pada
tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8 Perbandingan Data Hasil Pengujian Dengan BMKG Kota Medan
Grafik perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran
pada pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 6 Maret 2013
ditunjukkan pada grafik 4.4 di bawah ini.
Grafik 4.4 perbandingan data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada
pengujian dengan data BMKG Kota Medan pada tanggal 6 Maret 2013
4.2 Laju Aliran Massa Udara Di Dalam Kolektor Surya ( ̇ ) Dan
Temperatur Rata-Rata Keluar Dari Kolektor ( ̅out )
a) Perhitungan laju aliran massa udara dan temperatur udara keluar dari
kolektor untuk pengujian sampel 1
Pada mesin pengering kolektor surya ini perpindahan panas yang terjadi
adalah perpindahan panas konveksi natural, sehingga aliran udara yang terjadi
melalui kolektor adalah akibat perpindahan panas konveksi natural.
Perpindahan panas pada kolektor dianalisa dengan plat absorber adalah plat
Gambar 4.1 Konveksi natural pada plat absorber
Profil kecepatan dalam lapisan batas adalah:
………. (4.1)
Dengan adalah tebal lapisan batas (m) dan Vc(y) adalah kecepatan karakteristik yang merupakan fungsi jarak searah panjang plat (sumbu-y). Pada posisi y yang
sama, kecepatan karakteristik ini sama sepanjang x. persamaan untuk mencari
kecepatan karakteristik adalah:
( ⁄ ) ………...…... (4.2)
Dan tebal lapisan batas,
……….. (4.3)
Konstanta percepatan gravitasi pada persamaan diatas adalah percepatan gravitasi
yang searah dengan plat miring (g cos ).
Perhitungan untuk pengujian hari pertama dengan temperatur udara
temperatur rata-rata plat absorber (Ts) adalah 39,5 oC, ditampilkan sebagai berikut
ini.
Maka, = 1.130624; =1.34 x 10-5; Pr = 0.7051662;
sudut kemiringan kolektor, = 60o
bilangan Grashof :
tebal lapisan batas :
=
= 0,03577843 m
karena tebal lapisan batas, = 3,577843 cm, lebih kecil dari jarak antara plat
absorber dengan kaca (10 cm) maka asumsi kolektor sebagai plat miring dapat
digunakan.
Kecepatan karakteristik :
Vc(y) =
( ⁄ )
Vc(y) = 2,106516
Profil kecepatan di sisi keluar kolektor adalah :
Dari gambar 4.1 laju aliran massa udara keluar dari kolektor dapat dihitung
dengan persamaan:
(Yunus A. cengel, 2002)
̇ ∫ ……….……….. (4.4)
Luas penampang kolektor (Ak) adalah :
……….. (4.5)
Dengan Ak = luas penampang kolektor (m2)
D = lebar kolektor (0,5 m)
= tebal lapisan batas (0,03577843 m)
Dari persamaan 4.4 kita dapat membuat persamaan menjadi persamaan
berikut :
∫ ………..………….. (4.6a)
∫ ……….……...……….. (4.6b)
∫
……….…..……….. (4.6c)
∫ ……….. (4.6d)
Maka persamaan laju alir massa udara keluar kolektor dapat kita bentuk dengan
memasukkan persamaan 4.6d ke dalam persamaan umum laju alir massa udara
sehingga persamaannya menjadi seperti berikut :
̇ ……….………..……….. (4.7a)
̇ ∫ ……….….……...……….. (4.7b)
̇ ∫ ……….……...……….. (4.7d)
Maka kita dapat mencari nilai laju alir massa udara keluar kolektor yaitu :
̇ ∫
̇ ∫
̇ ∫ ̇ | | ̇ { }
̇ { } ̇
Nilai dari temperatur rata-rata udara keluar kolektor ditentukan dari
persyaratan prinsip konservasi energi. Artinya, energi diangkut oleh udara melalui
luas penampang aliran yang sebenarnya harus sama dengan energi yang akan
diangkut melalui luas penampang yang sama jika udara berada pada temperatur
konstan. Hal ini dapat dinyatakan secara matematis sebagai berikut :
(Yunus A. cengel, 2002)
̇ ̇ ̅ ∫ ……….. (4.8)
Sehingga temperatur rata-rata udara keluar kolektor dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut :
̇ ̅ ∫ ……….……….. (4.9a)
̅ ∫ ̇ ……….…………..…...….. (4.9b)
̅ ∫
̅ ∫ ̇ ……….………...….. (4.9d)
̅ ̇ ∫ ……….….………... (4.9e)
Profil kecepatan menurut persamaan (4.1) dan profil temperatur adalah :
………...…………... (4.10)
Dengan Ts = Temperatur plat (oC)
Ti = Temperatur udara lingkungan (oC)
= tebal lapisan batas (m)
Dengan mensubstitusikan nilai temperatur udara lingkungan, temperatur
plat, dan tebal lapisan batas kedalam persamaan 4.10:
Dari persamaan 4.9e, maka temperatur rata-rata udara keluar dari kolektor adalah
sebagai berikut :
̅ ̇ ∫
̅ ∫
̅ ∫
̅ | | ̅ { }
Dengan cara yang sama hasil perhitungan laju aliran massa udara dan
temperatur udara keluar kolektor dengan konveksi natural untuk pengujian sampel
1 pada 1 Maret 2013 ditunjukkan dalam tabel 4.9 berikut ini.
Tabel 4.9 Laju aliran massa udara dan temperatur udara keluar kolektor untuk sampel 1 pada 1 Maret 2013
No Pukul
ditunjukkan pada grafik 4.5 di bawah ini.
Temperatur plat absorber sangat berpengaruh terhadap laju alir massa, jika
nilai temperatur plat absorber tinggi maka laju alir massa udara pada kolektor
akan tinggi. Nilai laju alir massa udara paling tinggi pada tanggal 1 maret 2013
terjadi pada pukul 12:16 Wib -12:30 Wib yaitu 0.00547 kg/s.
Dengan cara yang sama, hasil perhitungan laju aliran massa udara dan
temperatur udara keluar kolektor untuk pengujian sampel 1 pada 2 Maret 2013
ditunjukkan dalam tabel 4.10 berikut ini.
Tabel 4.10 Laju aliran massa udara dan temperatur udara keluar kolektor untuk
sampel 1 pada 2 Maret 2013
29 15:31-15:45 61.4 31.644 46.522 2.34E+10 0.02723 3.929 0.00487 43.546
30 15:46-16:00 56 31.179 43.59 2.03E+10 0.02821 3.590 0.00465 41.107
31 16:01-16:16 53.9 31.227 42.563 1.88E+10 0.02875 3.431 0.00454 40.296
Grafik laju aliran massa udara keluar dari kolektor dan temperatur udara
keluar dari kolektor untuk pengujian sampel 1 pada tanggal 2 Maret 2013
ditunjukkan pada grafik 4.6 di bawah ini.
Grafik 4.6 ̇ dan ̅ untuk pengujian sampel 1 pada tanggal 2 Maret 2013
Pada grafik 4.6 laju alir massa udara dan temperatur udara keluar kolektor
sekitar pada pukul 12:00 Wib terjadi penurunan nilai laju alir massa, hal ini
dikarenakan temperatur plat pada absorber rendah. Misalnya pada pukul
12:16 Wib -12:30 Wib temperatur plat hanya mencapai 56.827oC sehingga laju
alir massanya hanya bernilai 0.00463 kg/s.
b) Perhitungan laju aliran massa udara dan temperatur udara keluar dari
kolektor untuk pengujian sampel 2.
Dengan cara yang sama, hasil perhitungan laju aliran massa udara dan
temperatur udara keluar kolektor untuk pengujian sampel 2 pada 5 Maret 2013
Tabel 4.11 Laju aliran massa udara dan temperatur udara keluar kolektor untuk
sampel 2 pada 5 Maret 2013
No Pukul
Grafik 4.7 ̇ dan ̅ untuk pengujian sampel 2 pada tanggal 5 Maret 2013
Dengan cara yang sama, hasil perhitungan laju aliran massa udara dan
temperatur udara keluar kolektor untuk pengujian sampel 2 pada 6 Maret 2013
ditunjukkan dalam tabel 4.12 berikut ini.
Tabel 4.12 Laju aliran massa udara dan temperatur udara keluar kolektor untuk
sampel 2 pada 6 Maret 2013
19 13:16-13:30 47.451 30.971 39.211 1.43E+10 0.03078 2.926 0.00419 37.563 20 13:31-13:45 46.631 30.571 38.601 1.40E+10 0.03091 2.890 0.00416 36.995 21 13:46-14:00 44.977 30.135 37.556 1.32E+10 0.03140 2.780 0.00408 36.072 22 14:01-14:15 45.992 29.604 37.798 1.45E+10 0.03065 2.924 0.00419 36.159 23 14:16-14:30 46.993 29.38 38.186 1.55E+10 0.03013 3.032 0.00426 36.425 24 14:31-14:45 52.549 29.802 41.175 1.93E+10 0.02856 3.444 0.00455 38.901 25 14:46-15:00 55.897 29.955 42.926 2.15E+10 0.02781 3.678 0.00471 40.332 26 15:01-15:15 66.266 30.996 48.631 2.71E+10 0.02626 4.282 0.00509 45.104 27 15:16-15:30 59.232 30.841 45.036 2.28E+10 0.02740 3.842 0.00481 42.197 28 15:31-15:34 52.235 30.773 41.504 1.81E+10 0.02904 3.340 0.00448 39.358
Grafik laju aliran massa udara keluar dari kolektor dan temperatur udara
keluar dari kolektor untuk pengujian sampel 2 pada tanggal 6 Maret 2013
ditunjukkan pada grafik 4.8 di bawah ini.
Grafik 4.8 ̇ dan ̅ untuk pengujian sampel 2 pada tanggal 6 Maret 2013
4.3 Hasil Pengukuran Temperatur Ruang Pengering dan Inti Cassava.
4.3.1 Hasil Pengukuran Temperatur Pengeringan Sampel 1
a) Pengukuran temperatur pengeringan sampel 1 pada tanggal 1 maret 2013
Temperatur ruang pengering bisa mencapai 58,9oC, temperatur ini cukup baik
untuk pengerigan produk hasil pertanian.Data temperatur inti cassava dan ruang pengering dapat dilihat pada lampiran. Begitu juga untuk sampel 2 setelah proses
pengeringan kadar air dari cassava bisa dikeringkan mencapai kadar air yang
sangat sedikit yaitu berkisar 9% - 8%.
Grafik 4. 9 Temperatur ruang pengering dan inti cassava sampel 1 hari 1
Berikut adalah data temperatur dan kelembaban relatif (RH) dari ruang
pengering dan inti singkong (cassava).
Tabel 4.13 Temperatur dan kelembaban relatif (RH) pada 1 Maret 2013
pukul Temp. Ruang RH udara Temp. inti RH inti (Wib) Pengering (oC) pengering Cassava (oC) cassava
10:30 33.50 0.59 28.80 0.74
11:00 40.30 0.38 32.40 0.63
11:30 45.20 0.35 35.20 0.5
12:00 49.70 0.25 39.80 0.46
12:30 53.10 0.19 45.60 0.36
13:00 48.80 0.29 46.70 0.32
Kelembaban relatif udara adalah tingkat kebasahan udara karena dalam
udara air selalu terkandung dalam bentuk uap air. Kandungan uap air dalam udara
hangat lebih banyak daripada kandungan uap air dalam udara dingin. Kalau udara
banyak mengandung uap air didinginkan maka suhunya turun dan udara tidak
dapat menahan lagi uap air sebanyak itu. Uap air berubah menjadi titik-titik air.
Udara yan mengandung uap air sebanyak yang dapat dikandungnya disebut udara jenuh. Jika kelembaban relatif udara ruang pengering lebih kecil dari pada kelembaban relatif inti singkong, maka akan terjadi proses penguapan (evaporasi)
dari singkong tersebut. Tetapi jika sebaliknya maka proses kondensasi akan terjadi
dimana singkong akan menyerap uap air dari udara sekitarnya sehingga kadar air
dari singkong tersebut akan bertambah. Pada tabel 4.13 proses kondensasi terjadi
pada pukul 13:30 Wib, hal ini terjadi dikarenakan suhu dari ruang pengering lebih
kecil dari suhu inti singkong tersebut.
b) Pengukuran temperatur pengeringan sampel 1 pada tanggal 2 maret 2013
Grafik 4.10 Temperatur ruang pengering dan inti cassava sampel 1 hari 2
Berikut adalah data temperatur dan kelembaban relatif (RH) dari ruang
Tabel 4.14 Temperatur dan kelembaban relatif (RH) pada 2 Maret 2013
pukul Temp. Ruang RH udara Temp. inti RH inti (Wib) Pengering (oC) pengering Cassava (oC) cassava
9:00 33.30 0.59 28.90 0.74
9:30 40.40 0.38 32.60 0.63
10:00 46.10 0.32 36.10 0.48
10:30 51.70 0.23 41.20 0.34
11:00 55.00 0.17 46.70 0.32
11:30 56.60 0.15 50.00 0.25
12:00 56.10 0.15 53.30 0.19
12:30 43.30 0.39 43.30 0.38
13:00 45.60 0.35 46.80 0.32
13:30 38.30 0.41 39.40 0.46
14:00 48.50 0.29 43.60 0.38
14:30 46.00 0.32 44.00 0.36
15:00 46.60 0.32 45.00 0.35
15:30 48.40 0.29 48.00 0.29
16:00 43.90 0.37 42.00 0.39
4.3.2 Hasil Pengukuran Temperatur Pengeringan Sampel 2
a) Pengukuran temperatur pengeringan sampel 2 pada tanggal 5 maret 2013
Grafik 4.11 Temperatur ruang pengering dan inti cassava sampel 2 hari 1
Berikut adalah data temperatur dan kelembaban relatif (RH) dari ruang
Tabel 4.15 Temperatur dan kelembaban relatif (RH) pada 5 Maret 2013
pukul Temp. Ruang RH udara Temp. inti RH inti (Wib) Pengering (oC) pengering Cassava (oC) cassava
9:00 37.40 0.45 29.70 0.70
9:30 42.10 0.38 31.10 0.64
10:00 45.70 0.35 32.10 0.63
10:30 47.90 0.29 33.20 0.62
11:00 46.90 0.32 33.30 0.61
11:30 52.10 0.24 38.00 0.44
12:00 49.10 0.27 39.10 0.42
12:30 49.60 0.27 40.50 0.40
13:00 45.60 0.35 37.80 0.47
13:30 41.90 0.34 36.80 0.48
14:00 43.40 0.38 38.70 0.45
b) Pengukuran temperatur pengeringan sampel 2 pada tanggal 6 maret 2013
Grafik 4.12 Temperatur ruang pengering dan inti cassava sampel 2 hari 2
Berikut adalah data temperatur dan kelembaban relatif (RH) dari ruang
pengering dan inti singkong (cassava).
Tabel 4.16 Temperatur dan kelembaban relatif (RH) pada 6 Maret 2013
pukul Temp. Ruang RH udara Temp. inti RH inti (Wib) Pengering (oC) pengering Cassava (oC) cassava
9:00 35.03 0.50 28.24 0.73
10:00 44.47 0.37 38.48 0.47
4.4 Analisa Model Matematik Karakteristik Pengeringan Cassava
4.4.1 Analisa Moisture Ratio (MR) Pada Pengeringan Cassava
Karakteristik pengeringan cassava dapat di tampilkan dalam bentuk kurva penurunan moisture ratio (MR) cassava terhadap waktu pengeringan. Dalam perhitungan teoritis moisture ratio telah dibuat di dalam literatur. Model persamaan yang paling sering digunakan untuk perhitungan teoritis moisture ratio
untuk lapisan tipis (thin layer) adalah persamaan Newton ( Liu and Bakker-Arkema, 1997; Kingsly et al., 2007 ). Moisture ratio selama proses pengeringan dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
……….……….…(4.11)
Perhitungan nilai moisture ratio dari hasil pengujian pengeringan cassava
pada sampel pertama yang telah dilakukan, didapat data seperti di bawah ini :
Massa awal : 421 gr
Massa akhir : 156 gr
Kadar air akhir massa : 9.69 %
Maka nilai MR pada awal pengujian yaitu 10:16 WIB adalah :
Nilai MR pengujian pada pukul 10:30 WIB adalah :
Dengan menggunakan cara yang sama nilai MR berikutnya pada sampel pertama
dapat dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini,
Tabel 4.17 Moisture ratiocassava sampel pertama
Hari Pukul
Grafik moisture ratio cassava terhadap waktu untuk sampel pertama yang diuji pada tanggal 1 Maret 2013 dan 2 Maret 2013 seperti pada grafik 4.13
dibawah ini.
Grafik 4.13moistureratiocassava sampel pertama
Perhitungan nilai moisture ratio dari hasil pengujian pengeringan cassava
pada sampel kedua yang telah dilakukan, didapat data seperti di bawah ini :
Massa awal : 448 gr
Massa akhir : 169 gr
Kadar air akhir massa : 8.52 %
Massa kering cassava : 154.6 gr
Dengan menggunakan cara yang sama pada sampel pertama nilai MR berikutnya
pada sampel kedua dapat dilihat pada tabel 4.14 di bawah ini,
Tabel 4.18 Moisture ratiocassava sampel kedua
Hari Pukul
(Wib)
Massa (gr)
kadar air (%)
kadar air (gr)
MR
I 8:49 448 65.49 293.4 1
5 Maret 2013 9:00 442 65.02 287.4 0.979550102
9:30 426 63.71 271.4 0.925017042
10:00 405 61.83 250.4 0.853442399
10:30 379 59.21 224.4 0.764826176
11:30 327 52.72 172.4 0.587593729
12:00 300 48.47 145.4 0.495569189
12:30 280 44.79 125.4 0.427402863
13:00 264 41.44 109.4 0.372869802
13:30 251 38.41 96.4 0.328561691
14:00 236 34.49 81.4 0.277436946
14:11 230 32.78 75.4 0.256987048
II 9:00 230 32.78 75.4 0.256987048
6 Maret 2013 9:30 212 27.08 57.4 0.195637355
10:00 201 23.08 46.4 0.158145876
10:30 190 18.63 35.4 0.120654397
11:00 181 14.59 26.4 0.08997955
11:30 174 11.15 19.4 0.066121336
12:00 170 9.06 15.4 0.052488071
12:30 170 9.06 15.4 0.052488071
13:00 169 8.52 14.4 0.049079755
13:30 169 8.52 14.4 0.049079755
14:00 169 8.52 14.4 0.049079755
14:30 169 8.52 14.4 0.049079755
15:00 169 8.52 14.4 0.049079755
15:30 169 8.52 14.4 0.049079755
NB : Untuk data yang lebih lengkap lihat pada lampiran.
Dari hasil pengujian penengeringan cassava pada sampel kedua yang telah dilakukan dapat ditampilkan kurva penurunan moisture ratio terhadap waktu seperti pada grafik 4.14 di bawah ini.
4.4.2 Analisa Koefisien Diffusifitas efektif ( Deff )
Persamaan diffusifitas Fick untuk benda dengan geometri slab ( lempeng ) digunakan untuk perhitungan diffusifitas efektif. Karena cassava yang akan dikeringkan kita bentuk dalam bentuk bujur sangkar, maka sampel dianggap
dalam bentuk geometri slab. Sehingga persamaan dapat dinyatakan sebagai
berikut ( Maskan et al. 2002 ) :
………...………(4.12)
Dimana :
MR = moisture ratio
Deff = diffusifitas kelembaban efektif (m2/menit)
t = waktu pengeringan (menit)
L = setengah dari ketebalan slab (ukuran cassava) (5. 10-3 m)
Koefisien diffusifitas kelembaban efektif biasanya dapat kita hitung
dengan memplot data pengeringan eksperimental dalam ln (MR) versus waktu pengeringan, sehingga persamaan 4.11 menjaadi :
……….………..…(4.13)
Maka kita dapat memplot data ln MR vs waktu untuk data sampel 1 yang ditunjukkan pada grafik dibawah ini,
Dengan menggunakan persamaan 4.12 dan memasukkan ke dalam
persamaan linear yang ada di dalam grafik maka didapatkan nilai dari koefisien
diffusifitas efektif dari cassava adalah :
⁄
Nilai diffusifitas efektif dari cassava adalah 5.066059182 x 10-8 m2/menit dengan temperatur rata-rata ruang selama pengeringan adalah 45.61 oC.
Dan untuk sampel yang ke-2 kita dapat memplot data ln MR vs waktu seperti yang ditunjukkan pada grafik dibawah ini.
Grafik 4.16 ln MR vs waktu sampel 2
Dengan menggunakan persamaan 4.12 dan memasukkan ke dalam
persamaan linear yang ada di dalam grafik maka didapatkan nilai dari koefisien
4.4.3 Analisa Slope (k)
Untuk mendapatkan nilai slope (k) kita dapat menggunakan persamaan berikut (Maskan et al. 2002; Doymaz, 2004).
……….……...…. (4.14)
Dimana:
slope (k) = drying constant (1 / menit)
Deff = diffusifitas kelembaban efektif (5.066059182 x 10-8 m2/menit)
L = setengah dari ketebalan slab (ukuran cassava) (5. 10-3 m) Dengan menggunakan persamaan 4.13 kita dapat mendapatkan nilai dari
slope (k), nilai dari slope (k) adalah sebagai berikut :
⁄
⁄
Dari nilai slope (k) di atas kita dapat membuat model matematik karakteristik pengeringan untuk cassava dengan bentuk produk bujur sangkar dengan ukuran (1cm x 1cm x 1cm) adalah sebagai berikut :
……...……….
(4.15)
4.5 Analisa Koefisien Perpindahan Massa (hm)
Hubungan empirik untuk koefisien perpindahan massa ini dinyatakan oleh
Gilliland (1934) dalam Holman (1981) dalam bentuk persamaan :
……….……. (4.16)
Dimana: hm = koefisien perpindahan massa (m/s)
D = diffusifitas efektif cassava (m2/s)
u = kecepatan udara dalam ruang pengering (m/s)
Sc = bilangan Schmidt
Bilangan Schmidt mempunyai persamaan seperti di bawah ini :
……….. (4.17)
Perhitungan koefisien perpindahan massa cassava dimana ukuran cassava di bentuk seperti bujur sangkar yaitu 1cm x 1cm x 1cm. Pada perhitungan koefisien
perpindahan massa ini diambil dari data sampel 1. Temperatur inti cassava pada sampel 1 diambil rata-rata selama pengujian yaitu, Tinti = 43.25oC. Dan temperatur
udara pengering diambil rata-rata selama pengujian, yaitu Tbox = 45.61 oC.
Sifat udara dievaluasi pada temperatur film Tf = 44.43 oC, sehingga didapat
data-data sebagai berikut dari tabel sifat :
ρ = 1.099201 kg/m3, cp = 1005.795 J/kg.K, μ = 1.387938E-05 N.s/m2,
k = 2.764125E-02 W/m.K, Pr = 0.703142, dan, α = 2.500179E-05 m2/s
Kecepatan udara ruang pengering dihitung dengan persamaan kontinuitas,
nilai dari laju aliran massa udara diambil dari rata-rata laju aliran massa udara
sampel 1 yaitu 0.00476 kg/s dan luas penampang dari ruang pengering adalah
(A = 0.5 x 0.5 = 0.25 m2) sehingga kecepatan udara pengering dalam ruang
pengering dapat dihitung seperti di bawah ini :
̇⁄ ⁄
Sehingga koefisien perpindahan massa hm dari persamaan 4.15 adalah:
hm (1,9739E+05) = 0,023(1,3701E+01)0,83(249,2458)0,44
hm = 1,1599.10-5 m/s.
koefisien perpindahan massanya (hm) adalah 1,1599.10-5 m/s.
4.6 Efisiensi Kolektor Surya
Efisiensi kolektor surya ditentukan oleh besarnya panas yang diterima
kolektor (Qin) terhadap panas yang dapat dimanfaatkan (Qu). Efisiensi kolektor
Ti = temperatur udara lingkungan (K)
A = luas permukaan plat absorber kolektor (1 m2)
I = Intensitas radiasi matahari global (W/m2)
Data yang diambil dari pengujian hari kedua pada tanggal 2 maret 2013
pada pukul 08:46-09:00 WIB. Temperatur plat (Ts) adalah 40,373oC, dan
temperature udara lingkungan (Ti) adalah 27,663oC. Sedangkan intensitas radiasi
rata-rata pada pukul tersebut adalah 200,8 W/m2. Maka kita dapat menghitung
Dimana nilai dari A dan I sebagai berikut,
A = (0,5 m x 2 m)
I = 200,8 W/m2
Qin = 200,8 W/m2
Ketidakpastian pengukuran panas yang diterima oleh mesin pengering adalah :
Qin = A.I
maka ketidakpastian pengukuran panas yang diterima oleh kolektor surya adalah :
√
Maka nilai panas yang diterima oleh kolektor surya adalah :
Qin = 200,8 w ± 10,04 W
Nilai panas yang dimanfaatkan oleh kolektor surya pada pukul 08:46-09:00 WIB
adalah:
Qu = ̇ Cp (Ts- T)
Qu = 0,00393 kg/s . 1005,23 J/kg K. (313,373 - 300,663)K
Qu = 50,21154 J/s
Qu = 50,21154 W
Ketidakpastian pengukuran panas yang digunakan oleh kolektor surya
2.
Maka ketidakpastian pengukuran panas yang digunakan oleh kolektor surya
adalah :
√ √
0,9688 W
Maka nilai panas yang digunakan oleh kolektor surya adalah :
Qu = 50,21154 W ± 0,9688
Hasil perhitungan efisiensi kolektor surya pada sampel 1 dan sampel 2 untuk
hari pertama dan hari kedua dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.19 Efisiensi kolektor surya untuk sampel 1 tanggal 1 maret 2013
12 13:16 - 13:30 245.38 57.071 23.26
13 13:31 - 13:42 181.35 46.887 25.85
Efisiensi rata-rata yang dihasilkan oleh kolektor surya pada saat pengujian
tanggal 1 maret 2013 mulai pukul 10:16 Wib sampai 13:42 Wib adalah sebesar
27,26%.
Efisiensi rata-rata kolektor surya pada pukul 10:16 Wib sampai
10:30 Wib adalah 4.57%, nilai tersebut sangat rendah dikarenakan panas yang
dimanfaatkan sangat rendah yaitu 30,508 Watt, sedangkan radiasi yang ada sangat
tinggi yaitu 666,87 Watt/m2. Alasan panas yang dimanfaatkan sangat rendah
karena temperatur plat masih dalam proses pemanasan (proses pengujian baru
dimulai), karena temperatur plat rendah maka laju alir massa yang diterima juga
kecil sehingga efisiensi menjadi rendah.
Tabel 4.20 Efisiensi kolektor surya untuk sampel 1 tanggal 2 maret 2013
22 13:46-14:00 527.36 108.868 20.64
Pengujian hari kedua untuk sampel pertama dilakukan dikarenakan kadar
air dari cassava masih banyak, sehingga perlu dilakukan proses pengeringan lagi. Efisiensi rata-rata yang dihasilkan oleh kolektor surya pada saat pengujian
tanggal 2 maret 2013 mulai pukul 08:42 Wib sampai 16:16 Wib adalah sebesar
37,09%.
Tabel 4.21 Efisiensi kolektor surya untuk sampel 2 tanggal 5 maret 2013
20 13:31-13:45 284.21 105.535 37.13
21 13:46-14:00 318.13 90.609 28.48
22 14:01-14:05 414.38 153.967 37.16
Efisiensi rata-rata yang dihasilkan oleh kolektor surya pada saat pengujian
tanggal 5 maret 2013 mulai pukul 08:48 Wib sampai 14:05 Wib adalah sebesar
36,24%.
Tabel 4.22 Efisiensi kolektor surya untuk sampel 2 tanggal 6 maret 2013
Efisiensi rata-rata yang dihasilkan oleh kolektor surya pada saat pengujian
tanggal 6 maret 2013 mulai pukul 08:58 Wib sampai 15:34 Wib adalah sebesar
32,44%.
Efisiensi kolektor surya pada pukul 15:31 Wib -15:34 Wib adalah 59.29%,
nilai tersebut tinggi dikarenakan panas yang dimanfaatkan besar dari radiasi yang
ada, sedangkan radiasi rendah karena kondisi langit berawan. Alasan panas yang
dimanfaatkan besar karena temperatur plat masih dalam kondisi menyimpan panas
(temperatur plat tinggi) karena pada menit-menit sebelumnya radiasi yang yang
ada besar. Karena temperatur plat masih menyimpan panas yang cukup tinggi
maka laju alir massa yang diterima juga cukup besar sehingga efisiensi menjadi
tinggi.
4.7 Energi Untuk Pengeringan
4.7.1 Kalor Uap Untuk Singkong (Cassava)
Kebutuhan energi total untuk pengeringan singkong adalah jumlah dari
kebutuhan energi untuk memanaskan singkong, energi untuk memanaskan air
yang dikandung singkong dan energi untuk menguapkan air singkong. Massa
singkong yang dipergunakan dalam penelitian adalah 421 gr untuk sampel
pertama dan setelah mengalami pengeringan menjadi 156 gr. Untuk sampel kedua
adalah 448 gr dan setelah mengalami pengeringan menjadi 169 gr. Kadar air awal
singkong dalam penelitian adalah 66,54 % untuk sampel pertama dan 65,49 untuk
sampel kedua, kadar air yang dikandung singkong setelah mengalami pengeringan
adalah 9,69 % untuk sampel pertama dan 8,52 % untuk sampel kedua (dianggap
kering). Panas spesifik singkong adalah 1,45 kJ/kg.K.
Maka energi untuk pengeringan singkong dapat dihitung menggunakan
persamaan seperti dibawah ini :
Etot = Emd + Eair + Ept ……….………(4.19)
Dimana,
Etot = Energi total untuk pengeringan singkong (kJ)
Eair = Energi yang dipakai untuk memanaskan air yang dikandung singkong (kJ)
Ept = Energi yang dipakai untuk penguapan (kJ)
Untuk menghitung energi yang dibutuhkan dalam pengeringan singkong
selama pengujian kita ambil pada sampel pertama.
Emd = Ms.Cps.( Ti-To ) ………(4.20)
Dimana,
Ms = Massa kering singkong ( 0,14088 kg)
Cps = Panas spesifik singkong (kJ/kg.K)
Ti = Suhu inti akhir singkong (410C = 314 K)
To = Suhu inti awal singkong (26,80C = 299,8 K)
Maka,
Emd = (0,14088 kg).(1,45 Kj/kg.K).( 314 K -299,8 K)
= 2,9 kJ
Eair = Mair Cpair ( Ti – To ) ……….…..…(4.21)
Dimana,
Eair = Energi yang digunakan untuk memanaskan air ( Kj )
Mair = Massa air yan dikandung singkong ( 0,2801334 kg )
Cp.air = Panas spesifik air ( 1,0059 kJ/kg.K)
Ti = Suhu inti akhir singkong (410C = 314 K)
To = Suhu inti awal singkong (26,80C = 299,8 K)
Maka,
Eair = (0,2801334 kg ). 1,0059 kj/kg K. ( 314 K -299,8 K)
= 4,00136 kJ
Ept = Mair x hfg ……….…….…………(4.22) Dimana, hfg= Enthalpy penguapan (2419 kJ/kg)
Dan selanjutnya harus diketahui berapa massa uap air yang akan
dikeluarkan dari 421 gr, yaitu dengan memakai persamaan :
……….………(4.23)
Dimana ,
Xo = Kadar air awal singkong
Xi = Kadar air akhir singkong
Mb = Massa singkong basah (kg)
Maka,
Maka,
Ept = (0,26502 kg) (2419 Kj/kg)
= 641,083 Kj
Maka kita dapat menghitung harga Etot yaitu :
Etot = 2,9 kJ + 4,00136 kJ + 641,083 kJ
= 647,984 kJ
Sehingga jumlah energi total yang dibutuhkan oleh singkong untuk
pengeringan pada sampel pertama adalah sebesar 647,984 kJ dengan massa
singkong 421 gr atau 0,421 kg. Maka kita dapat menghitung jumlah kalor yang
diperlukan untuk mengeringkan singkong per satuan berat untuk sampel pertama
yaitu :
⁄
Untuk sampel yang kedua dengan cara yang sama dengan sampel yang
pertama didapat jumlah energi total yang dibutuhkan oleh singkong untuk
0,448 kg. Maka kita dapat menghitung jumlah kalor yang diperlukan untuk
mengeringkan singkong per satuan berat untuk sampel kedua yaitu :
⁄
Maka nilai rata-rata dari jumlah kalor yang diperlukan untuk
mengeringkan singkong per satuan berat (kalor uap untuk singkong) adalah :
⁄ ⁄ ⁄
4.7.2 Kalor Yang Diterima Dari Kolektor
Kalor panas yang dimanfaatkan untuk pengeringan singkong dapat kita
hitung dari kalor panas yang dapat dialirkan oleh kolektor menuju ruang
pengering. Untuk sampel pertama kita dapat melihat tabel 4.15 dan tabel 4.16
untuk mencari kalor panas rata-rata yang dialirkan oleh kolektor. Nilai kalor
panas rata-rata yang dialirkan adalah sebesar 148,0194 W. Untuk sampel pertama
waktu pengeringannya adalah selama 21 jam 13 menit (76380 sekon). Maka kita
dapat menghitung berapa besar jumlah kalor panas yang dialirkan oleh kolektor
yaitu :
⁄
Untuk sampel yang kedua kita dapat menggunakan cara yang sama. Pada tabel
4.17 dan 4.18 nilai kalor panas rata-rata yang dialirkan oleh kolektor menuju
ruang pengering adalah sebesar 147,1547 W. Waktu pengeringannya adalah
selama 23 jam 21 menit (84060 sekon). Maka dengan cara yang sama kalor panas
yang digunakan oleh ruang pengering adalah :
⁄
Maka nilai rata-rata dari jumlah kalor panas yang dialirkan oleh kolektor
menuju ruang pengering untuk mengeringkan singkong adalah :
Dari jumlah kalor yang digunakan oleh mesin pengering maka dapat dihitung
berapa besar jumlah berat singkong maksimum yang dapat dikeringkan oleh
mesin pengering yaitu :
⁄
Jadi berat maksimum yang dapat dikeringkan oleh mesin pengering dengan
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dihasilkan dari pengujian ini adalah :
1. Data intensitas radiasi matahari hasil pengukuran pada saat pengujian
dengan BMKG terdapat perbedaan, perbedaan hasil pengukuran data yang
dilakukan tidak terlalu jauh. Hal ini terjadi karena jarak antara
Laboratorium Teknik Pendingin, Fakultas Teknik, USU dengan Stasiun
Klimatologi Sampali, Medan mempunyai jarak lumayan cukup jauh
sehingga cuaca dan kondisi awan pada kedua tempat ini pasti ada
perbedaan dan intensitasnya juga beda.
2. Model metematik karakteristik pengeringan cassava (singkong) adalah .
3. Nilai efisiensi rata-rata kolektor surya selama proses pengujian
pengeringan adalah :
Tanggal 1 maret 2013 adalah 27,26%
Tanggal 2 maret 2013 adalah 37,09%
Tanggal 5 maret 2013 adalah 36,24%
Tanggal 6 maret 2013 adalah 32,44%
4. Berat maksimum yang dapat dikeringkan oleh mesin pengering dengan
jumlah kalor yang digunakan dari kolektor adalah sebesar 7,717 kg.
5.2 Saran
1. Perlu penelitian lanjut untuk mengetahui pengaruh jarak antara kaca ke
plat agar mendapat jarak yang ideal antara kaca dan plat pada mesin
pengering kolektor surya tipe plat datar.
2. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai optimasi jumlah berat sampel yang
dapat dikeringkan oleh mesin pengering ini.
3. Perlu pengujian produk hasil pertanian dan perkebunan yang lain untuk
mendapatkan model persamaan pengeringannya menggunakan mesin
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengeringan Hasil Pertanian dan Perkebunan
Pengeringan hasil pertanian dan perkebunan merupakan salah satu unit
operasi energi paling intensif dalam pengolahan pasca panen. Unit operasi ini
diterapkan untuk mengurangi kadar air produk seperti berbagai buah-buahan,
sayuran, dan produk pertanian atau perkebunan lainnya setelah panen.
Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan yang
memerlukan panas untuk menguapkan air dari permukaan bahan tanpa mengubah
sifat kimia dari bahan tersebut. Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya
penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan uap air antara udara dan
bahan yang dikeringkan. Laju pemindahan kandungan air dari bahan akan
mengakibatkan berkurangnya kadar air dalam bahan tersebut.
Pada prinsipnya, pengeringan hasil pertanian dan perkebunan bertujuan
untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada bahan sampai pada kadar air
yang diinginkan. Tujuan mengurangi kadar air adalah untuk memperpanjang
kehidupan rak-produk bio-asal dengan mengurangi kadar air ke tingkat yang
cukup rendah sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme, reaksi
enzimatik, dan reaksi lainnya yang memperburuk produk pertanian dan
perkebunan tersebut.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses pengeringan adalah suhu,
kelembaban udara, laju aliran udara, kadar air awal bahan dan kadar air akhir
bahan.
2.2 Jenis - Jenis Pengeringan
Jenis-jenis pengeringan berdasarkan karakteristik umum dari beberapa
pengering konvensional dibagi atas 8 bagian, yaitu : (Arun S. Mujumdar, Chung
Lim Law. 2009)
a) Baki atau wadah
Pengeringan jenis baki atau wadah adalah dengan meletakkan material
pengering. Cara perpindahan panas yang umum digunakan adalah
konveksi dan perpindahan panas secara konduksi juga dimungkinkan
dengan memanaskan baki tersebut.
b) Rotary
Pada jenis ini ruang pengering berbentuk silinder berputar sementara
material yang dikeringkan jaruh di dalam ruang pengering. Medium
pengering, umumnya udara panas, dimasukkan ke ruang pengering dan
bersentuhan dengan material yang dikeringkan dengan arah menyilang.
Alat penukar kalor yang dipasang di dalam ruang pengering untuk
memungkinkan terjadinya konduksi.
c) Flash
Pengering dengan flash (flash dryer) digunakan untuk mengeringkan
kandungan air yang ada di permukaan produk yang akan dikeringkan.
Materi yang dikeringkan dimasukkan dan mengalir bersama medium
pengering dan proses pengeringan terjadi saat aliran medium pengering
ikut membawa produk yang dikeringkan. Setelah proses pengeringan
selesai, produk yang dikeringkan akan dipisahkan dengan menggunakan
hydrocyclone.
d) Spray
Teknik pengeringan spray umumnya digunakan untuk mengeringkan produk yang berbentuk cair atau larutan suspensi menjadi produk padat.
Contohnya, proses pengeringan susu cair menjadi susu bubuk dan
pengeringan produk-produk farmasi. Cara kerjanya adalah cairan yang
akan dikeringkan dibuat dalam bentuk tetesan oleh atomizer dan dijatuhkan dari bagian atas. Medium pengering (umumnya udara panas)
dialirkan dengan arah berlawanan atau searah dengan jatuhnya tetesan.
Produk yang dikeringkan akan berbentuk padatan dan terbawa bersama
medium pengering dan selanjutnya dipisahkan dengan hydrocyclone.
e) Fluidized bed
Pengeringan dengan menggunakan kecepatan aliran udara yang relatif