• Tidak ada hasil yang ditemukan

FORMAL CAREGIVER STRAIN DENGAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FORMAL CAREGIVER STRAIN DENGAN SUBJECTIVE WELL BEING PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

FORMAL CAREGIVER STRAIN

DENGAN

SUBJECTIVE WELL

BEING

PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS

SKRIPSI

Oleh :

Fajrul Islam

201110230311313

FAKULTAS PSIKOLOGI

(2)

FORMAL CAREGIVER STRAIN

DENGAN

SUBJECTIVE WELL

BEING

PADA GURU PEMBIMBING KHUSUS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang

sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Psikologi

Oleh :

Fajrul Islam

201110230311313

FAKULTAS PSIKOLOGI

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru Pembimbing Khusus

Nama Peneliti : Fajrul Islam

NIM : 201110230311333

Fakultas : Psikologi

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Malang Waktu Penelitian : 18 September – 29 Desember 2015 Skripsi ini telah diuji oleh dewan penguji pada tanggal Dewan Penguji

Ketua Penguji : Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si Anggota Penguji : 1. Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si ( )

2. Hudaniah, S.Psi, M.Si ( ) 3. Tri Muji Ingarianti, S.Psi, M.Psi ( )

Pembimbing I Pembimbing II

Ni'matuzahroh, S.Psi, M.Si Yuni Nurhamida, S.Psi, M,Si

Malang, 29 Januari 2016 Mengesahkan,

Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang

(4)

SURAT PERNYATAAN

Yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Fajrul Islam

Nim : 201110230311333

Fakultas : Psikologi

PerguruanTinggi : Universitas Muhammadiyah Malang

Menyatakan bahwa skripsi/karya ilmiah ini yang berjudul :

Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru Pembimbing Khusus

1. Adalah bukan karya orang lain baik sebagian maupun keseluruhan kecuali dalam bentuk kutipan yang digunakan dalam naskah ini dan telah disebutkan sumbernya. 2. Hasil tulisan karya ilmiah/skripsi dari penelitian yang saya lakukan merupakan hak

bebas royalti noneksklusif, apabila digunakan sebagai sumber pustaka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia mendapat sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Mengetahui, Malang, 29 Januari 2016

Ketua Program Studi Yang Menyatakan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul "Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru Pembimbing Khusus", sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang.

Peneliti menyadari bahwa laporan penelitian ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga dibutuhkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai ahli dan praktisi psikologi, khususnya psikologi pendidikan.

Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi, M.Si selaku dosen wali kelas Psikologi G dan dosen pembimbing yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingannya hingga selesainya skripsi ini.

3. Ibu Yuni Nurhamida, S.Psi, M.Si selaku dosen pembimbing yang memberikan bimbingan dan dukungan hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

4. Para dosen dan staff Tata Usaha Fakultas Psikologi yang telah banyak memberikan pembelajaran serta proses pendewasaan.

5. Kedua orang tua penulis, Zaenal Abidin dan Basyaroh. Terimakasih atas kesabaran, ketekunan serta keuletan untuk merawat dan membimbing penulis tanpa keluh kesah, walaupun penulis tahu di setiap perjalanan hidupnya, keletihan dan kesakitan kerap kali menyerangnya.

(6)

7. Keluarga besar Imroatuz Zakiyah yang telah memberikan dukungan, motivasi, dan dukungan aspek lainya untuk membantu penulis menyelesaikan skripsi. 8. Teman-teman Fakultas Psikologi angkatan 2011 khususnya kelas G yang

memberikan semangat, dukungan serta berbagi ilmu dan saling melengkapi kekurangan masing-masing.

9. Keluarga di kontrakan perumahan Joyo Grand, terimakasih sudah banyak memotivasi, memberikan dukungan dan do’a.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan pada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, dan semoga menjadi amal ibadah yang diterima oleh Allah SWT. Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 29 Januari 2016

Penulis

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

SURAT PERNYATAAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

TINJAUAN TEORI ... 4

METODE PENELITIAN... ... 9

1. Rancangan Penelitian ... 9

2. Subyek Penelitian ... 9

3. Variabel dan Instrumen Penelitian ... 9

4. Validitas Instrumen ... 10

5. Reliabilitas Instrumen ... 10

6. Prosedur dan Analisa Data Penelitian ... 11

HASIL PENELITIAN ... 12

DISKUSI ... 14

SIMPULAN DAN IMPLIKASI... ... 17

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian ... 11

Tabel 2 Indeks Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ... 12

Tabel 3 Deskripsi Subjek ... 12

Tabel 4 Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain ... 13

Tabel 5 Perhitungan T-Score Skala Subjective Well Being ... 13

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Blue Print Skala (Try Out) ... 22

LAMPIRAN 2 Kuesioner Try Out ... 24

LAMPIRAN 3 Tabulasi Data Try Out ... 30

LAMPIRAN 4 Output Hasil Try Out Skala Caregiver Strain ... 33

LAMPIRAN 5 Output Hasil Try Out Skala Subjective Well Being ... 35

LAMPIRAN 6 Blue Print Skala Penelitian ... 37

LAMPIRAN 7 Kuesioner Uji Coba ... 39

LAMPIRAN 8 Kuesioner Setelah Uji Coba ... 45

LAMPIRAN 9 Output Hasil Penelitian Skala Caregiver Strain ... 50

LAMPIRAN 10 Output Hasil Penelitian Skala Subjective Well Being (item gugur) ... 52

LAMPIRAN 11 Output Hasil Penelitian Skala Subjective Well Being ... 54

LAMPIRAN 12 Output Hasil deskripsi Data Penelitian ... 56

LAMPIRAN 13 Output Hasil Uji Korelasi Product Moment ... 58

LAMPIRAN 14 Output Hasil Uji Nilai Koefisien Determinasi... 60

LAMPIRAN 15 Tabulasi Data Penelitian ... 62

(10)

Hubungan Formal Caregiver Strain dengan Subjective Well Being Pada Guru Pembimbing Khusus

Fajrul Islam

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang islamjrul@gmail.com

Guru Pembimbing Khusus merupakan guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa yang bertugas menjembatani kesulitan anak disabilities, guru kelas dan guru mata pelajaran dalam proses pembelajaran. Tantangan yang masih terus dihadapi oleh Guru Pembimbing Khusus hingga saat ini adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan dalam menangani anak disabilities, sedangkan anak-anak tersebut membutuhkan banyak perhatian dan perawatan selama di sekolah. Keadaan tersebut menimbulkan reaksi subjektif yang bermacam-macam bagi Guru Pembimbing Khusus. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara formal caregiver strain terhadap subjective well being pada guru pembimbing khusus di sekolah inklusi. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah kuantitatif korelasi dengan skala caregiver strain dan skala subjective well being. Jumlah subjek 50 orang Guru Pembimbing Khusus di wilayah Malang, dengan menggunakan teknik purposive sampling. Metode analisa data yang digunakan adalah korelasi product moment. Hasil penelitian menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara caregiver strain dan subjective well being.

Kata kunci : formal caregiver strain, subjective well being, guru pembimbing khusus, anak berkebutuhan khusus, pendidikan Inklusif.

Special guidance teacher is teacher with disabilities educational background that having job to bridge the difficulties of disability children, classroom teachers and subject teachers in the learning process. The challenge still faced by Special guidance teacher to the present is the lack of knowledge and skills in handling disabilities children, whereas these children need a lot of attention and care during the school day. The situations cause various subjective reactions for the Special Guidance Teacher. The purpose of this study is to know the relationship between the formal caregiver strain toward subjective well being on Special Guidance Teacher in school inclusion. The data collection methods used in this study is a quantitative correlation with caregiver strain scale and the scale of subjective well being. The subjects are 50 Special Guidance Teachers in Malang, using purposive sampling technique. The Data analysis method used in this study is the product moment correlation. The result of this study states that there is a significant negative relationship between caregiver strain and subjective well being.

(11)

Pendidikan inklusi merupakan pendidikan yang mengakomodasi semua anak tanpa melihat multidimensi perbedaan baik itu status sosial, budaya, keturunan dan lain-lain untuk memperoleh pendidikan yang ideal, dimana sistem tersebut menyesuaikan dengan kebutuhan setiap anak. Hal tersebut sejalan dengan konsep inklusi menurut UNESCO (1994) yang didasarkan pada prinsip bahwa semua anak tanpa memandang kemampuan atau kecacatan memiliki hak dasar untuk dididik bersama teman-teman mereka di sekolah lokal. UNESCO mendefinisikan pendidikan inklusi sebagai sebuah pendekatan untuk mencari cara bagaimana mengubah sistem pendidikan guna menghilangkan hambatan yang menghalangi siswa untuk terlibat secara penuh dalam pendidikan. Hambatan tersebut dapat berhubungan dengan latar belakang suku, gender, status sosial, kemiskinan dan kecacatan.

Pada umumnya, sekolah-sekolah umum hanya menyelenggarakan pendidikan reguler, dimana siswa-siswanya adalah anak normal yang tidak mengalami kebutuhan khusus dalam pendidikannya. Hal ini sudah berjalan sangat lama dan menjadi kebiasaan umum bahwa anak-anak normal biasanya belajar di sekolah umum, sementara anak-anak berkebutuhan khusus belajar di Sekolah Luar Biasa (SLB). Keadaan ini bisa terjadi karena pola pikir masyarakat sudah mengarah kepada pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhan yang menempatkan mereka berbeda dengan siswa lain yang normal. Banyak hal yang dapat mempengaruhinya, mulai dari sikap orang tua yang tidak menerima kehadirannya, atau menerima tetapi menjadi overprotective, hingga stigma masyarakat yang menempatkan dalam kelas terpinggirkan, yang menjadikan anak-anak berkebutuhan khusus kurang dapat mengakses pendidikan yang luas. Perlakuan yang seperti inilah yang kemudian membuat sebagian anak berkebutuhan khusus di Indonesia mempunyai sensitivitas yang sangat tinggi, minder, tertutup, dan mengganggap dirinya hanya menjadi beban orang lain serta tidak berguna. Dalam kondisi seperti ini, pendidikanlah yang mampu menjembatani segala pola pikir kita untuk berubah dan mencoba memahami bahwa setiap anak mempunyai potensi masing-masing untuk berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya.

(12)

berkesinambungan dengan penelitian tersebut dikemukakan oleh Hansen dkk (2013) yang menyebutkan bahwa status pengasuh sebagian besar berhubungan dengan aspek-aspek kesejahteraan, dan efek ini lebih ditandai pada pengasuh perempuan dengan tingkat pendidikan yang rendah. Cramm & Nieboer (2011) juga memaparkan bahwa stres yang terjadi pada orang tua dan perasaan depresi pada anak sangat dipengaruhi oleh kesejahteraan psikologis dari pengasuh/perawat. Oleh karena itu, untuk melindungi kesejahteraan psikologis dari pengasuh/perawat, layanan dukungan harus membahas mengenai perasaan depresi di kalangan anak-anak cacat intelektual, memfasilitasi kegiatan sosial dari pengasuh/perawat, dan mengurangi stres mereka. Anak-anak berkebutuhan khusus yang kita tahu pada umumnya memiliki banyak kesulitan. Pada kemampuan interaksi sosial, mereka mengalami keterbatasan mengenai social awareness. Hal tersebut membuat anak-anak menjadi sulit untuk merasakan perasaan timbal balik, berbagi aktivitas atau kesenangan dengan orang lain, memahami perasan orang lain, serta dapat memunculkan berbagai perilaku yang tidak sesuai. Selain itu, mereka juga ada yang memiliki kesulitan untuk mengembangkan kemampuan bahasa, kesulitan melakukan percakapan timbal balik dan mengalami kesulitan dalam beberapa mata pelajaran tapi menunjukkan prestasi di bidang pelajaran lainnya. Dari fenomena tersebut, tampaklah bahwa anak-anak berkebutuhan khusus tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari mereka secara mandiri. Mereka membutuhkan orang lain yang dapat memahami kebutuhan mereka. Mereka juga membutuhkan orang lain untuk menentukan penanganan yang tepat dan sesuai dengan kondisi mereka. Kondisi tersebut membuat individu membutuhkan cargiver dalam menjalani kehidupan sehari-hari, terutama dalam bidang pendidikan sewaktu di sekolah. Cargiver merupakan seseorang yang dapat memberikan perawatan dan bantuan kepada anggota keluarga yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis atau anggota keluarga yang berusia lanjut (Duxbury, 2009). Caregiver dibutuhkan untuk memberikan bantuan dalam menjalankan aktivitas sehari-hari, memberikan dukungan dan memantau kondisi kesehatan seseorang. Menurut Alliance (2012), caregiver dibagi menjadi dua kategori yaitu formal caregiver dan informal caregiver. Formal caregiver merupakan individu yang berasal dari organisasi kesehatan yang dipekerjakan untuk membantu merawat dan memenuhi kebutuhan seseorang dengan dua situasi, yaitu formal caregiver berada di suatu tempat untuk melakukan perawatan dan orang yang membutuhkan datang ke tempat tersebut atau formal caregiver memberikan perawatan dengan cara mendatangi rumah orang yang membutuhkan, sedangkan informal caregiver merupakan individu (pasangan, teman, anggota keluarga atau tetangga) yang terlibat dalam kegiatan membantu aktivitas kehidupan sehari-hari dan/atau tugas medis orang lain tanpa dibayar.

(13)

caregiver strain.

Bagi setiap orang, tak terkecuali bagi guru pembimbing khusus di sekolah inklusi yang menangani anak berkebutuhan khusus, kebahagiaan dianggap sebagai suatu hal yang utama karena kebahagiaan sangat penting bagi kehidupan manusia. Winarsih (2006) mengungkapkan bahwa pakar psikologi membagi kebahagiaan menjadi dua macam, yaitu kebahagiaan yang bersifat objektif dan subjektif. Kebahagiaan objektif diukur dengan menggunakan sebuah standar, misalnya aturan agama, sedangkan kebahagiaan subjektif tidak didasarkan pada ketentuan manapun, melainkan mengacu pada masing-masing pribadi, sehingga pada setiap orang dapat berbeda. Kebahagiaan subjektif inilah yang disebut sebagai subjective well-being.

Linley (2004) menjelaskan bahwa individu dikatakan memiliki subjective well-being tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.

Berdasarkan dari fenomena itulah peneliti merasa tertarik untuk mengetahui mengenai hubungan antara formal caregiver strain terhadap subjective well being pada guru pembimbing khusus di sekolah inklusi, sehingga penyelenggaraan pendidikan inklusi nantinya diharapkan mampu mencetak generasi penerus yang dapat memahami dan menerima segala bentuk perbedaan sehingga tidak menciptakan diskriminasi dalam kehidupan masyarakat ke depannya.

Subjective Well-being

Menurut Diener (1999), definisi dari subjective well-being dapat dibuat menjadi tiga kategori. Pertama, subjective well-being bukanlah sebuah pernyataan subjektif tetapi merupakan beberapa keinginan berkualitas yang ingin dimiliki setiap orang. Kedua, subjective well-being merupakan sebuah penilaian secara menyeluruh dari kehidupan seseorang yang merujuk pada berbagai macam kriteria. Arti ketiga dari subjective well-being jika digunakan dalam percakapan sehari-hari yaitu dimana perasaan positif lebih besar daripada perasaan negatif. Merujuk pada pendapat Diener (1999) tersebut, dapat disimpulkan bahwa subjective well-being menurutnya terletak pada pengalaman setiap individu yang merupakan pengukuran positif dan secara khas mencakup pada penilaian dari seluruh aspek kehidupan seseorang.

Linley (2004) mendefinisikan subjective well-being sebagai penilaian seseorang terhadap diri mereka sendiri, dan penilaian tersebut dapat berdasarkan kepada respon kognitif dan emosional. Menurutnya, individu dikatakan memiliki subjective well-being tinggi jika mengalami kepuasan hidup, sering merasakan kegembiraan, dan jarang merasakan emosi yang tidak menyenangkan seperti kesedihan atau kemarahan. Sebaliknya, individu dikatakan memiliki subjective well-being rendah jika tidak puas dengan kehidupannya, mengalami sedikit kegembiraan dan afeksi, serta lebih sering merasakan emosi negatif seperti kemarahan atau kecemasan.

(14)

persepsi seseorang terhadap pengalaman hidupnya, yang terdiri dari evaluasi kognitif dan afeksi terhadap hidup dan merepresentasikan dalam kesejahteraan psikologis. Aspek Subjective Well-being

Pengukuran subjective well-being mengacu pada konsep Diener, Suh & Oishi (1997), Kahneman dan Krueger (2006) yang menyatakan bahwa subjective well-being terdiri atas tiga buah aspek umum. Ketiga aspek tersebut merupakan faktor global dari variabel-variabel yang salingberinterelasi. Tiga aspek tersebut adalah :

1. Afek Positif

Afek positif mempresentasikan mood dan emosi yang menyenangkan seperti kasih sayang. Emosi positif atau menyenangkan adalah bagian dari subjective well-being karena emosi-emosi tersebut merefleksikan reaksi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa yang menunjukkan bahwa hidup berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan. Afek positif terlihat dari emosi-emosi spesifik seperti tertarik atau berminat akan sesuatu (interested), gembira (excited), kuat (strong), antusias (enthusiastic), waspada atau siap siaga (alert), bangga (proud), bersemangat (inspired), penuh tekad (determined), penuh perhatian (attentive), dan aktif (active).

2. Afek Negatif

Afek negatif adalah pravelensi dari emosi dan mood yang tidak menyenangkan dan merefleksikan respon negatif yang dialami seseorang sebagai reaksinya terhadap kehidupan, kesehatan, keadaan, dan peristiwa yang mereka alami. Afek negatif terlihat dari emosi-emosi spesifik seperti sedih atau susah (distressed), kecewa (disappointed), bersalah (guilty), takut (scared), bermusuhan (hostile), lekas marah (irritable), malu (shamed), gelisah (nervous), gugup (jittery), khawatir (afraid).

3. Kepuasan hidup

Kepuasan hidup merupakan komponen kognitif dalam subjective well-being, yang mengacu pada penilaian global tentang kualitas hidup dan dapat menilai kondisi hidupnya. Mempertimbangkan kondisi dan mengevaluasi kehidupan dari tidak puas hingga menjadi atau merasakan puas akan hidup.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa aspek subjective well-being terdiri dari komponen afektif yang menggambarkan pengalaman emosi berdasarkan kesenangan dan kegembiraan, dan juga komponen kognitif yang sesuai dengan kepuasan yang mengacu pada kepercayaan atau perasaan subjektif yang dijalani dengan baik.

Faktor yang Mempengaruhi Subjective Well-Being

Beberapa faktor yang mempengaruhi subjective well-being menurut Diener et al (1997); Kashdan (2004); dan Kahneman dan Krueger (2006) adalah :

1. Tempramen

Tempramen memiliki pengaruh yang kuat terhadap subjective well-being. Sifat-sifat kepribadian khusus merupakan prediktor tingkat subjective well-being tertentu.

2. Faktor biososial atau demografik

(15)

pendidikan, aktifitas sosial juga turut memiliki pengaruh terhadap subjective well-being

3. Faktor psikososial

Adanya subjective well-being dalam jangka waktu yang relatif pendek akan berpengaruh pada aktifitas social yang dilakukan

4. Faktor budaya

Konstruksi budaya tempat tinggal individu berpengaruh cukup signifikan dalam membentuk pola pikir (mind set)

Dalam hal ini terdapat empat faktor yang dapat dikaitkan dengan subjective well-being, yaitu tempramen, faktor biososial atau demografik, faktor psikososial dan faktor budaya.

Formal Caregiver Strain

Menurut Duxbury (2009), caregiver adalah seseorang yang dapat memberikan perawatan dan bantuan secara fisik, kognitif maupun mental kepada orang yang menderita ketidakmampuan fisik, gangguan mental, penyakit kronis, atau anggota keluarga yang berusia lanjut. Menurut Alliance (2012), caregiver dibagi menjadi dua kategori yaitu formal caregiver dan informal caregiver. Formal caregiver merupakan individu yang berasal dari organisasi kesehatan yang dipekerjakan untuk membantu merawat dan memenuhi kebutuhan seseorang dengan dua situasi, yaitu formal caregiver berada di suatu tempat untuk melakukan perawatan dan orang yang membutuhkan datang ke tempat tersebut atau formal caregiver memberikan perawatan dengan cara mendatangi rumah orang yang membutuhkan, sedangkan informal caregiver merupakan individu (pasangan, teman, anggota keluarga atau tetangga) yang terlibat dalam kegiatan membantu aktivitas kehidupan sehari-hari dan/atau tugas medis orang lain tanpa dibayar.

Dari beberapa definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa formal caregiver adalah individu yang dapat memberikan perawatan sehari-hari, menyediakan kebutuhan medis, dan membantu menjalankan aktivitas kehidupan sehari-hari secara fisik, kognitif, maupun mental kepada anggota keluarga yang sakit atau memiliki kebutuhan khusus.

(16)

individu yang dirawat.

Walker (2007) membagi caregiver strain menjadi dua kategori, yaitu :

a. Physical strain, muncul karena adanya kebutuhan fisik dalam proses caregiving. Faktor utama yang dapat menyebabkan physical strain adalah banyaknya kebutuhan fisik selama proses caregiving dan kurangnya waktu tidur.

b. Emotional strain, adalah perasaan kelelahan dan kekhawatiran mengenai bagaimana cara untuk menghadapi masalah yang muncul. Penyebab terjadinya emotional strain adalah kelelahan, beban kerja yang terlalu banyak dan kekhawatiran akan masa depan orang yang mereka rawat.

Caregiver strain dapat dipengaruhi oleh karakteristik individu maupun karakteristik orang yang dirawat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhinya diantaranya adalah : a. Usia

Ha, Hong, Seltzer, dkk (2008) mengatakan usia caregiver dapat mempengaruhi bagaimana ia dapat menerima kondisi anak dan dapat menangani masalah yang timbul selama proses caregiving.

b. Jenis kelamin caregiver

Penelitian pada pria dan wanita yang menjadi caregiver menunjukkan bahwa wanita mengalami tekanan dan strain yang lebih tinggi dibandingkan pria (Hoyert dan Seltzer, 1992)

c. Durasi perawatan

Ha, Hong, Seltzer, dkk (2008) mengatakan bahwa ada dua kemungkinan mengenai dampak negatif caregiving yang dialami caregiver berkaitan dengan durasi perawatan. Pertama, semakin lama durasi perawatan maka dampak negatif yang dirasakan menjadi berkurang. Hal ini dapat terjadi karena adanya adaptasi selama proses caregiving. Kedua, semakin lama durasi perawatan maka dampak negatif yang dirasakan semakin bertambah. Hal ini dapat terjadi karena adanya efek kumulatif dari berbagai dampak negatif yang dirasakan caregiver.

Caregiver strain penting untuk diperhatikan karena dapat berdampak pada terganggunya kesehatan fisik dan kesehatan mental, seperti stres, depresi, hingga dapat menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan hidup (Duxbury, 2009). Strain yang dapat diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan caregiver termasuk mempengaruhi kondisi well-being caregiver (Wu, Cho, Li, Chen, Tse, 2010).

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa formal caregiver strain merupakan tuntutan tambahan yang dirasakan oleh individu yang memberikan perawatan sehari-hari, menyediakan kebutuhan medis dan membantu menjalankan aktifitas kehidupan sehari-hari secara fisik, kognitif maupun mental untuk anak-anak berkebutuhan khusus.

(17)

Keterbatasan yang dimiliki oleh siswa inklusi membutuhkan bantuan dari orang lain dalam melakukan aktifitas sehari-harinya di sekolah, dan bantuan tersebut dapat diberikan oleh seorang caregiver. Pada umumnya, peran caregiver pada siswa inklusi dilakukan oleh guru pembimbing khusus, karena guru pembimbing khusus dianggap memiliki tugas untuk merawat anak didiknya dan lebih mengerti akan kebutuhan mereka. Selama proses perawatan siswa inklusi, nyatanya guru pembimbing khusus sering mendapatkan dampak negatif seperti caregiver strain. Terdapat dua kategori caregiver strain, yaitu physical strain dan Emotional strain. Caregiver strain penting untuk diperhatikan karena dapat berdampak pada terganggunya kesehatan fisik dan kesehatan mental, seperti stres, depresi, hingga dapat menyebabkan rendahnya tingkat kepuasan hidup.

(18)

Kerangka Berpikir

Hipotesa

Ada hubungan yang negatif antara formal caregiver strain dengan subjective well being. Semakin tinggi formal caregiver strain maka akan semakin rendah subjective well being, sebaliknya semakin rendah formal caregiver strain maka akan semakin tinggi subjective well being

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif korelasi. Menurut Azwar (2013), penelitian kuantitatif korelasi merupakan jenis metode penelitian yang

Subjective Well Being Rendah

Ketegangan fisik 1. Kecamasan yang berlebihan

2. Kekhawatiran akan masa

depan anak didik

2. Merasa pesimis dalam menjalankan

aktifitas

3. Tidak memiliki kontrol diri yang

baik

4. Merasa tidak memiliki dukungan

sosial dari lingkungan sekitar

Keterangan :

: Diteliti

(19)

menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi, dengan begitu peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi diantara formal caregiver strain dan subjective well being, bukan mengenai ada tidaknya efek variabel diantara keduanya.

Subjek Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah guru pembimbing khusus di sekolah inklusi di kota Malang. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini akan menggunakan teknik non-probability sampling. Teknik non-probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberikan peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2008). Teknik non-probability sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik purposive sampling, dimana peneliti hanya akan meminta informasi dari individu yang dinilai memiliki kriteria yang sesuai dengan karakteristik partisipan penelitian yang sebelumnya telah ditetapkan. Jumlah subjek dalam penelitian ini sebanyak 50 Guru Pembimbing Khusus dari tingkat PAUD sampai SMA/SMK dari 18 sekolah di kota Malang.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah formal caregiver strain dan subjective well being. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah subjective well-being. Subjective well-being adalah penilaian seseorang terhadap diri mereka sendiri, dan penilaian tersebut didasarkan pada respon kognitif dan emosional yang diukur dengan indikator afek positif, afek negatif dan kepuasan hidup. Sedangkan variabel bebas adalah formal caregiver strain, yaitu tuntutan tambahan yang diterima oleh pengasuh akibat memberikan perawatan dan pemenuhan kebutuhan pada anak berkebutuhan khusus, sehingga mengakibatkan terjadinya ketegangan fisik seperti kelelahan, dan ketegangan emosional yang diukur dengan indikator physical strain dan emotional strain.

Metode pengumpulan data variabel caregiver strain dengan menggunakan skala caregiver strain yang disusun berdasarkan aspek-aspek caregiver strain, yakni physical strain dan emotional strain. Variabel subjective well being diukur dengan skala subjective well being yang juga disusun berdasarkan aspek-aspek subjective well being yaitu : afek positif, afek ngatif dan kepuasan hidup.

(20)

Validitas Instrumen

Menurut Arikunto (2006), validitas merupakan ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan suatu instrumen, dengan kata lain validitas mengukur seberapa jauh alat ukur dapat mengungkap gejala atau bagian yang akan diukur. Sugiyono (2008) membagi pengujian validitas menjadi tiga jenis, yaitu validitas konstrak, validitas isi dan validitas eksternal.

Pada penelitian ini validitas yang digunakan adalah validitas konstrak, yaitu validitas yang menunjukkan sejauh mana item-item tes mengukur konstrak teoritik yang hendak diukur. Uji validitas konstrak dilakukan dengan cara mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total yang merupakan jumlah dari tiap skor total. Syarat yang harus dipenuhi agar aitem dapat dinyatakan memuaskan menurut Azwar (2010) adalah memiliki koefisien minimal 0,30, dengan begitu jika terdapat aitem yang bernilai kurang dari 0,30 maka aitem tersebut dianggap tidak memuaskan, tidak akan dibetulkan atau tidak akan diteliti lebih lanjut. Aitem yang valid ditentukan dari skor correction item total correlation yang lebih besar dari 0,30. Pengujian terhadap hasil tes dilakukan dengan analisis aitem dengan menggunakan alat bantu program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.00 for windows. Berikut hasil pengujian validitas instrument.

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian

Alat ukur validitas Jumlah item Diujikan strain yang diujikan. Indeks validitas dari skala caregiver strain berkisar antara 0.322 - 0.869, sedangkan dari 24 item skala subjective well being yang diujikan, terdapat 21 item valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan program SPSS. Indeks validitas dari skala subjective well being berkisar antara 0.373 - 0.769

Reliabilitas Instrumen

Arikunto (2006) menjelaskan reliabilitas sebagai suatu instrumen yang cukup dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrumen tersebut dapat dikatakan sudah baik. Dalam penelitian ini, reliabilitas yang digunakan adalah teknik Alpha Cronbach. Hasil uji reliabilitas dinyatakan oleh koefisien reliabilitas yang angkanya berada dalam rentang 0 hingga 1,00. Jadi semakin tinggi koefisien reliabilitas yang mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitasnya, sebaliknya jika koefisien yang semakin rendah mendekati 0 berarti reliabilitasnya juga semakin rendah (Azwar, 2010). Perhitungan akan dilakukan dengan menggunakan bantuan dari program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 16.00 for windows.

(21)

a. Nilai Aplha Cronbach > 0,20 berarti reliabel sangat rendah. b. Nilai Aplha Cronbach 0,20 – 0,399 berarti reliabel rendah. c. Nilai Aplha Cronbach 0,40 – 0,599 berarti reliabel cukup. d. Nilai Aplha Cronbach 0,60 – 0,799 berarti reliabel tinggi. e. Nilai Aplha Cronbach 0,80 – 1,00 berarti reliabel sangat tinggi

Tabel 2. Indeks Reliabitas Alat Ukur Penelitian

Alat Ukur (Cronbach’s Alpha)Nilai Reliabilitas Keterangan

Skala caregiver strain 0,928 Reliabel

Skala subjective well being 0,913 Reliabel

Hasi uji reliabilitas pada skala caregiver strain yang telah disebar memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,928, sedangkan skala subjective well being memiliki nilai reliabilitas sebesar 0,913. Menurut Wibowo (2012), apabila nilai Alpha Cronbach berada dalam rentang 0,80 – 1,00 maka reliabilitas skala tersebut tergolong sanggat tinggi. Jadi sesuai dengan kriteria tersebut maka skala caregiver strain dan subjective well being tergolong dalam kriteria sangat reliabel.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan analisa. Tahap persiapan terdiri dari mempersiapkan instrumen berupa skala yaitu skala caregiver strain dan skala subjective well being. Setelah kedua skala siap untuk digunakan, kemudian peneliti melakukan try out (uji coba) pada 24 guru pembimbing khusus di sekolah inklusi di wilayah Malang, Jawa Timur. Berdasarkan hasil yang telah didapatkan dari uji coba, peneliti melakukan beberapa perbaikan pada aitem skala caregiver strain juga skala subjective well being. Perbaikan ini dimaksudkan agar penelitian pada tahap selanjutnya dapat mengungkap hasil yang sebenarnya, dan mendapat hasil terbaik dari penelitian terhadap guru pembimbing khusus. Penelitian dilakukan mulai tanggal 18 September – 29 Desember 2015. Analisis terhadap data hasil penelitian akan dilakukan setelah semua data yang diperlukan terkumpul. Pada penelitian ini analisis data yang akan digunakan adalah analisis assosiatif (hubungan) yang bertujuan untuk mengatahui hubungan variabel bebas dengan varibel terikat. Analisis akan dilakukan dengan menggunakan product moment dengan bantuan program SPSS versi 16.00 for Windows.

HASIL PENELITIAN

Berdasarkan hasil penelitian yang terdiri dari 50 orang guru pembimbing khusus, sebanyak 37 subjek berjenis kelamin perempuan, dan 13 subjek berjenis kelamin laki-laki. Hasil penelitian menunjukan adanya variasi sampel yang meliputi usia, jenis kelamin, dan lamanya bekerja sebagai guru pembimbing khusus (GPK).

Tabel 3. Deskripsi Subjek

(22)

Usia perempuan (74%). Sedangkan usia guru pembimbing khusus dibagi dalam 3 rentang usia. Rentang usia 18 – 28 tahun terdiri dari 30 orang (60%), 29 – 39 tahun terdiri dari 14 orang (28%) dan usia 40 – 50 tahun terdiri dari 6 orang (12%).

Tabel 4. Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain

Kategori Interval Frekuensi Prosentase

Tinggi T-skor > 50 14 28%

Rendah T-skor < 50 36 72%

Total 50 100%

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa subjek yang memiliki caregiver strain rendah lebih banyak dari pada subjek yang memiliki caregiver strain tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat 14 subjek yang memiliki caregiver strain tinggi atau setara dengan 28% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk dalam caregiver strain rendah berjumlah 36 atau setara dengan 72% dari total subjek.

Tabel 5. Perhitungan T-Score Skala Subjective Well Being

Kategori Interval Frekuensi Prosentase

Tinggi T-skor > 50 49 98%

Rendah T-skor < 50 1 2%

Total 50 100%

Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa subjek yang memiliki subjective well being tinggi lebih banyak dari subjek yang memiliki subjective well being rendah. Hal tersebut dikarenakan terdapat 49 subjek yang memiliki subjective well being tinggi atau setara dengan 98% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk dalam subjective well being rendah berjumlah 1 atau setara dengan 2% dari total subjek.

Tabel 6. Korelasi Caregiver Strain Dengan Subjective Well Being

Koefisien Korelasi (r) Indeks Analisis

Koefisien korelasi (r) -0.30

(23)

Taraf kemungkinan kesalahan 5% (0.05)

P (nilai siginifikan) 0.03

Berdasarkan penghitungan koefisien korelasi dengan SPSS, diperoleh angka korelasi (r) -0,302 yang menunjukkan arah hubungan yang negatif antara kedua variabel. Nilai signifikansi 0.03 yang ditunjukkan pada tabel 3 lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan, yaitu 0.05 (0.033 < 0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara caregiver strain dan subjective well being pada guru pembimbing khusus. Hal ini menunjukkan semakin tinggi caregiver strain maka semakin rendah subjective well being pada guru pembimbing khusus, atau semakin rendah caregiver strain maka semakin tinggi subjective well being pada guru pembimbing khusus. Demikian dapat disimpulkan bahwa hipotesis penelitian diterima.

DISKUSI

(24)

Faktor penentu keberhasilan pendidikan inklusif yang terpenting adalah adanya tenaga pendidik atau guru yang professional dalam bidangnya masing-masing, sehingga mereka dapat melakukan tugas dan tanggung jawabnya secara maksimal, untuk membina dan mengayomi anak berkebutuhan khusus. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif didalamnya terdapat tenaga pendidik meliputi guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing khusus, dan salah satu aspek penting ketika sebuah sekolah akan dikembangkan menjadi sekolah model inklusif adalah tersedianya guru pembimbing khusus sebagai pendamping di sekolah tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Malak (2013) menghasilkan salah satu cara terbaik untuk menghasilkan guru yang berkualitas, yakni guru harus memperkaya pengetahuan, sikap, pengalaman dan keterampilan dalam pendidikan inklusif dengan mengefektifkan program pendidikan guru ketika mereka selama di universitas, dengan begitu pengalaman belajar ketika selama di universitas memiliki pengaruh besar bagi guru pembimbing khusus terhadap anak berkebutuhan khusus. Perilaku guru di kelas menentukan bagaimana siswa akan belajar, sehingga guru yang tidak memiliki pengalaman dalam mengajar anak berkebutuhan khusus akan mengalami frustasi dan stress yang mengakibatkan guru tidak bisa mengajar dengan baik.

Sejalan dengan penelitian tersebut, hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa aspek yang mendominasi terjadinya caregiver strain adalah aspek emosional, dimana aspek emosional merupakan perasaan kelelahan dan kekhawatiran mengenai bagaimana cara untuk menghadapi masalah yang muncul, sedangkan penyebab terjadinya emotional strain adalah kelelahan, beban kerja yang terlalu banyak dan kekhawatiran akan masa depan orang yang mereka rawat. Berdasarkan keterangan pada tabel 4, diketahui bahwa subjek yang memiliki caregiver strain rendah lebih banyak dari pada subjek yang memiliki caregiver strain tinggi. Hal tersebut dikarenakan terdapat 14 subjek yang memiliki caregiver strain tinggi atau setara dengan 28% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk dalam caregiver strain rendah berjumlah 36 atau setara dengan 72% dari total subjek. Guru Pembimbing Khusus menyadari bahwa mendidik kelas inklusi merupakan tanggung jawab yang tidak mudah, dan salah satu yang harus dipersiapkan dalam menghadapi kelas inklusi adalah fisik yang kuat, karena diperlukan banyak tenaga untuk menghadapinya. Keadaan ini menurut mereka cukup menguras tenaga sehingga membuat mereka merasa kelelahan.

Menurut Duxbury (2009), kelelahan fisik, tekanan secara emosional, kurangnya waktu untuk beristirahat cenderung dapat menyebabkan caregiver strain. Strain yang dialami oleh guru pembimbing khusus tidak hanya berasal dari karaketristik anak didik melainkan juga dapat berasal dari karakteristik guru pembimbing khusus itu sendiri dan juga lingkungan sekitar. Strain yang dimiliki guru pembimbing khusus dapat menjadi penghambat dalam pelaksanaan proses caregiving. Wu (2010) menambahkan bahwa strain yang tidak dapat diatasi dapat mempengaruhi aspek-aspek lain dalam kehidupan caregiver termasuk mempengaruhi kondisi subjective well being caregiver. Situasi yang dialami oleh guru pembimbing khusus ini juga memberikan pengaruh pada kondisi kesehatan fisik dan psikologisnya.

(25)

keseluruhan. Dalam konsep ini individu yang memiliki subjective well being yang tinggi adalah mereka yang merasakan afek positif yang lebih sering, dan merasakan kepuasan terhadap kehidupannya secara keseluruhan.

Berdasarkan hasil penelitian, aspek yang mendominasi subjective well being pada penelitian ini adalah kepuasan hidup, yang merupakan komponen kognitif dalam subjective well-being. Kepuasan hidup mengacu pada penilaian global tentang kualitas hidup dan dapat menilai kondisi hidupnya. Dalam penelitian ini, didapatkan bahwa subjek yang memiliki subjective well being tinggi lebih banyak dari subjek yang memiliki subjective well being rendah. Hal tersebut dikarenakan terdapat 49 subjek yang memiliki subjective well being tinggi atau setara dengan 98% dari total subjek, sedangkan subjek yang termasuk dalam subjective well being rendah berjumlah 1 atau setara dengan 2% dari total subjek. Guru pembimbing khusus mengaku lebih merasa bersyukur dengan apa yang sudah mereka dapatkan dan tidak ingin menukarnya dengan kehidupan orang lain, karena walaupun mereka merasa lelah dalam mendidik anak berkebutuhan khusus selama di sekolah, namun mereka berusaha mencari hikmah dari semua aktifitas dan kegiatan yang mereka lakukan. Menurut Woo (2009), keadaan tersebut bisa saja terjadi karena setiap orang menerima situasi secara berbeda. Mereka dikondisikan oleh pendidikan yang berbeda serta pengalaman hidup yang berbeda yang dibentuk oleh budaya. Oleh karena itu latar belakang budaya seseorang memainkan peran yang sangat penting dalam mempertajam sikap dan perilakunya.

Schimack (2002) berpendapat bahwa kepuasan individu terhadap kehidupannya merupakan hasil evaluasi individu terhadap kehidupannya secara umum dan khusus. Aspek afektif memiliki pengaruh yang besar terhadap proses kognitif yang terjadi, sedangkan afek afektif sendiri sangat dipengaruhi oleh situasi dan lingkungan dimana individu berada. Menurut Smith (1983) dalam konteks lingkungan kerja, keberadaan lingkungan kerja yang positif terlihat dengan adanya dukungan yang berasal baik dari rekan kerja, anak didik, ketersediaan dukungan emosional, pemberian identitas sosial dan peningkatan kepuasan kerja serta komitmen organisasi.

Subjective well being yang didapatkan oleh guru pembimbing khusus ketika berada dalam sekolah merupakan tolak ukur sejauh mana mereka berhasil atau gagal dalam mengelola dan menyikapi strain yang sedang mereka alami. Hal ini dikarenakan guru pembimbing khusus memiliki tugas untuk membantu individu dengan anak berkebutuhan khusus menjalankan kegiatan sehari-hari selama di sekolah. Schoeder & Remer (2007) mengatakan bahwa selama membantu melakukan kegiatan sehari-hari, caregivers berhadapan dengan kebiasaan interaksi sosial, komunikasi dan perilaku stereotip yang muncul. Kebiasaan pada interaksi sosial dan komunikasi membuat caregivers mengalami kesulitan memahami apa yang diinginkan anak, seperti tidak mampu memahami apa yang dikatakan oleh caregivers. Keadaan ini terkadang membuat mereka merasa kesal karena anak tidak dapat mengerti.

(26)

khusus juga harus menyediakan waktu lebih banyak untuk merawat mereka selama di sekolah. Hal tersebut terkadang cukup menyita waktu Guru pembimbing khusus untuk melakukan aktifitasnya yang lain. Di sisi lain, guru pembimbing khusus dituntut untuk dapat mengontrol emosi dan mencari cara untuk dapat memahami kondisi anak. Selain membantu menjalankan kegiatan sehari-hari selama di sekolah dan menghadapi berbagai kemungkinan yang dimiliki anak, guru pembimbing khusus juga bertugas untuk menyediakan penanganan seperti tempat terapi yang sesuai dengan kebutuhan anak (Howlin, 1998). Sementara penelitian lain yang telah dilakukan oleh Serrata (2012) mengatakan bahwa perawatan anak berkebutuhan khusus yang cukup banyak pada akhirnya akan dapat menimbulkan stress.

Kepemilikian subjective well being pada guru pembimbing khusus nyatanya menjadi faktor yang cukup penting karena secara tidak langsung, mereka menjadi orang terdekat yang melakukan interaksi atau komunikasi yang cukup sering dengan anak berkebutuhan khusus. Kondisi subjective well being yang baik menjadi penting untuk dimiliki oleh caregiver karena subjective well being yang baik dapat menjadi faktor protektif terhadap berbagai macam psychological distress yang dapat dialami oleh individu dan dapat membantu meningkatkan daya juang individu setelah mengalami kesulitan atau kejadian tertentu (Linley, 2004). Hal tersebut dapat mendukung Guru Pembimbing Khusus sebagai caregiver dari anak berkebutuhan khusus untuk menjalankan kegiatan perawatan sehari-hari dan membuat keputusan mengenai penanganan yang dibutuhkan.

Di sisi lain, terdapat beberapa alternatif untuk dapat meningkatkan subjective well being seseorang. Secara singkat, psikologi positif mengungkapkan bahwa individu dapat memperoleh SWB dengan meningkatkan emosi positif dan melakukan kegiatan positif yang mengerahkan kekuatan-kekuatan diri dalam area-area utama kehidupan. Hal serupa juga disampaikan oleh Seligman (2002), yang mengungkapkan bahwa SWB seseorang dapat bertambah dengan meningkatnya emosi dan kegiatan positif, serta melatih kekuatan karakter yang sesuai dengan diri individu. Dengan demikian penerapan kekuatan individu dalam hidup merupakan jalan untuk mencapai kebahagiaan.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Berdasarkan hasil penelitian dari 50 orang guru pembimbing khusus dalam sekolah inklusi yang berpartisipasi dalam penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara caregiver strain dengan subjective well being. Hal ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif antara caregiver strain dengan subjective well being. Hal tersebut diperkuat dengan nilai korelasi sebesar -0.30 dengan nilai signifikasi 0.03.

(27)
(28)

REFERENSI

Abbeduto, L., Seltzer, M. M., Shattuck, P., dkk (2004). Psychological well being and coping in mothers of youths with autism, down syndrome, or fragile x syndrome. American journal on mental retardation. 109, 3, 237-254

Alliance, F. C. (2012). Fact sheet : Selected caregiver statistics. (online) http://www.caregiver.org. diakses pada 14 Novermber 2014

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian ( Susunan Pendekatan Praktek ) Revisi VI. Jakarta: Rineka Cipta

Azwar, S. (2010). Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Azwar. S. (2013). Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Compton, W.C. (2005). Introduction to Positive Psychology. New York : Thomson Wodsworth. (online). http://www.mheducation.co.uk. diakses pada 23 November 2014

Cramm, J. M. and A. P. Nieboer. (2011). Psychological well-being of caregivers of children with intellectual disabilities : Using parental stress as a mediating factor. Journal of Intellectual Disabilities. 15(2) 101–113. (online). http://www.researchgate.net. diakses pada 23 November 2014

Diener, ED., Scollon, CN., Oishi, S., Dzukoto, V., dan Suh, M. (1997). Recent Findings on Subjective Well-Being. Indian Journal of Clinical Psychology. 1. 159-76. (online). http://siteresources.worldbank.org. diakses pada 14 Januari 2015

Diener, E. dkk. (1999). Subjective Well Being : Three Decades of Progress. Psychological Bulletin, 2: 276-302. (online). http://doi.apa.org. diakses pada 23 November 2014

Duxbury, L., Higgins, C. & Schroeder. B. (2009). Balancing paid work and caregiving responsibilities : A closer look at family caregiver in Canada. (online) http://www.cprn.org, diakses pada 12 Januari 2015

Given, B., Given, C.W., & Sherwood, P. R. (2008). What knowledge and skills do caregivers need. American journal of nursing, 108, (9), 28-34.

Ha, J., Hong, J., Seltzer, M. M., dkk. (2008). Age and gender differences in the well-being of midlife and aging parents with children with mental health or developmental problems : Report of a national study. Journal of health and social behavior, 49 (3), 301-316. (online). http://www.ncbi.nlm.nih.gov.diakses pada 14 Januari 2015

(29)

Howlin, P. (1998). Children with autism and asperger syndrome : A guide for practitioners and carers. West Sussex : John Wiley & Sons

Kahneman, D and Krueger, A.B (2006). Developments in the Measurement of Subjective Well-Being. Journal of Economic Perspectives. 20(1), 3–24. (online). http://international.ucla.edu.diakses pada 14 November 2014

Kashdan, T.B (2004). The assessment of subjective well-being (issues raised by the Oxford Happiness Questionnaire). University at Bu.alo, Department of Psychology, State University of New York : Park Hill. (online). http://mason.gmu.edu.diakses pada 24 November 2014

Linley, P.A & Joseph S. (2004). Positive Psychology in Practice. New Jersey: John Wiley & Sons. Inc. (online). http://www.imd.inder.cu. diakses pada 14 Januari 2015

Liu, J. (2013). Caregiver Strain Among Chinese Adult Children of Oldest Old Parents. Dissertation. University of Lowa : Lowa Research Online. (online). http://ir.uiowa.edu/etd/2568 diakses pada 11 Desember 2015

Malak, M. (2013). Inclusive education reform in Bangladesh: pre-service teacher’s responses to include students with special educational needs in regular classrooms. International Journal of Instruction. 6 (1), 210-211.

Newton, N. G. L., Janelle C. J. (2014). What does teachers' perception have to do with inclusive education : A bahamian context. International journal of special education. 29(1).

Putri, G. K. R. (2013). Hubungan antara caregiver strain dan psychological well-being pada ibu sebagai caregiver dari anak dengan autism spectrum disorders. Skripsi. Depok : Universitas Indonesia

Shaffer, C. M (2012). Dissertation : Parenting stress in mothers of preschool children recently diagnosed with autism spectrum disorder. New Jersey : The state university of New Jersey

Seligman, M.E.P. (2002). Autenthic Happiness. Bandung : Mizan Media Utama Serrata, C. S. (2012). Psychosocial aspects of parenting a child with autism. Journal

of applied rehabilitation counseling. 43, 4, 29-35

Schimmack, U., Oishi, S., Diener, E. (2002). Cultural influences on the relation between pleasant emotions and unpleasant emotions : Asian dialectic philosophies or individualism-collectivism?. Cognition and Emotion Volume 16 p705-719. Psychology Press. http://www.tandf.co.uk/journals /pp/02699931.html Schoeder, C.E. & Remer, R. (2007). Perceived Social Support and Caregiver Strain in

Caregivers of Children with Tourette's Disorder. Journal of Child and Family Study, 16, 888-901.

(30)

Suryabrata, S. (2005). Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta : Penerbit ANDI

Smith, C. A., Dennis, W. O., Janet, P. N. (1983). Organizational Citizenship Behavior: Its nature and antecedent. Indiana University : School of Business

Thornton, M. & Travis, S. S. (2003). Analysis of reliability of the modified caregiver strain index. Journal of gerontology, 58B, 2, 127-132

Walker, J. (2007). Teens in Distress Series Adolescent Stress and Depression, Minnesota University. (online) http://www.extension.umn.edu di akses pada 26 April 2015

Wibowo, A. E. (2012). Aplikasi praktis SPSS dalam penelitian. Yogyakarta : Gaya Media

Winarsih, Tri. (2006). Subjective Well-Being pada Wanita Menopause. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta : Fakultas Psikologi

Woo, B. (2009). Cultural effects on Work Attitudes & Behavior: The case of American and Korean fitness employees. Desertation The Ohio State University

(31)
(32)

Blue Print Skala (Try Out)

a. Skala Caregiver Strain

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1. Physical Strain 5,6,13,14,21,22,29, 30

3,4,11,12,19,20

14 2. Emotional Strain 1,2,9,10,17,18,25,2

6

7,8,15,16,23,24,2

7,28 16

Total 16 14 30

b. Skala Subjective Well Being

No Aspek Favorable Unfavorable Total

1. Afek Positif 5,6,17,18,23,24,29,

30 8

2. Afek Negatif 9,10,19,20,25,26,31

,32 8

3. Kepuasan hidup 1,2,13,14,21,22,27, 28

3,4,7,8,11,12,15,1

6 16

(33)
(34)

Instrumen Penelitian : Kuesioner Try Out

Di tengah kesibukan Saudara saat ini, perkenankanlah saya memohon bantuan Saudara untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi skala yang saya lampirkan. Hal-hal yang perlu saya jelaskan dalam skala ini adalah sebagai berikut :

1. Bahwa skala ini saya buat murni untuk tujuan penelitian yang bersifat ilmiah, maka saya mengharapkan kejujuran Saudara dalam mengisinya

2. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, sehingga Saudara tidak perlu ragu-ragu untuk menentukan pilihan jawaban

3. Semua jawaban yang Saudara berikan kami jamin kerahasiaannya

4. Kami mohon jangan sampai ada satu nomorpun yang terlewati jawabannya Bacalah baik-baik setiap pernyataan berikut dan pilihlah salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan diri Saudara dengan memberi tanda check list

(√) pada salah satu jawaban yang sudah tersedia, yaitu :

(35)

SKALA X

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya tidak tahu bagaimana rasanya hidup tentram, karena kegiatan ini membuat saya gelisah. 2

Saya merasa kelelahan sehingga mudah sekali menganggap takdir yang diterima oleh siswa berkebutuhan khusus tidak adil

3

Saya tidak membutuhkan banyak tenaga ketika mendidik siswa inklusi karena saya memiliki metode yang efektif bagi mereka

4 Saya tidak merasa lelah walaupun harus seharian membimbing siswa inklusi

5

Membimbing siswa inklusi cukup menguras tenaga saya sehingga membuat saya mudah merasa lelah

6 Saya merasa bahwa tugas sebagai guru pembimbing khusus menguras banyak tenaga 7

Saya terbiasa berterima kasih dalam hati/lisan, karena takjub dengan kebesaran Tuhan atas perbedaan pada anak-anak didik saya

8

Saya menerima tanggung jawab sebagai guru pembimbing khusus dengan rasa percaya diri yang tinggi

Ketika kelas inklusi belum menunjukkan perkembangan yang signifikan, saya semakin bekerja keras untuk memberikan bimbingan khusus pada mereka karena diperlukan banyak tenaga untuk menghadapinya.

14 Saya merasa mudah lelah jika kelas inklusi membuat kegaduhan

15 Saya yakin bisa menjalankan tugas saya sebagai guru pembimbing khusus dengan baik

16 Mendidik kelas inklusi merupakan tanggung jawab yang cukup mudah bagi saya

(36)

menemukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan dan potensi kelas inklusi

19 Saya tidak merasa letih dan lesu ketika berinteraksi dengan kelas inklusi

20

Saya rela kehilangan sedikit waktu istirahat saya demi mempersiapkan kebutuhan bagi kelas inklusi

21

Saya menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah bersama dengan siswa inklusi daripada dirumah sehingga saya secara fisik menjadi mudah lelah

22

Mempersiapkan segala sesuatu untuk kebutuhan kelas inklusi membuat waktu tidur saya menjadi berkurang

23 Saya senang bisa beraktifitas dengan kelas inklusi, bebas tanpa beban

24 Saya bersemangat ketika harus berinteraksi dengan kelas inklusi

25

Saya tidak mengerti apa yang ada di balik kehidupan ini, mengapa Tuhan mentakdirkan saya sebagai guru pembimbing khusus.

26

Dengan menjadi guru pembimbing khusus, beban kerja saya semakin berat yang membuat saya merasa khawatir tidak mampu melakukan tugas dan kewajiban saya dengan baik

27 Waktu yang saya miliki, akan sepenuhnya saya dedikasikan untuk mendidik kelas inklusi

28 Saya tidak merasa lelah ketika harus mendidik kelas inklusi

29 Berkurangnya waktu istirahat saya membuat pekerjaan saya terbengkalai

(37)

SKALA Y

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya bersyukur dengan kehidupan saya dan tidak ingin menukarnya dengan kehidupan orang lain 2 Saya menemukan pelajaran berharga dari banyak

aktifitas dan peristiwa khidupan

3 Saya ingin menukar hidup saya dengan hidup orang lain yang lebih menyenangkan

4 Kehidupan saya berisi aktifitas yang monoton dan membosankan

5 Saat bangun di pagi hari, saya tidak sabar memulai hari dan melakukan aktifitas

6

Rutinitas yang saya lakukan membuat saya bersemangat dan ingin menambah pengalaman baru

7 Saya merasa tidak beruntung dan iri, karena orang lain diberi lebih banyak reeki oleh Tuhan

8 Saya rasa apa yang sudah saya lakukan tidak sebanding dengan apa yang saya dapatkan

9 Kehidupan ini terasa mengecewakan, karena jauh dari kehidupan yang saya impikan

10 Saya jarang semangat menjalani hari-hari karena kecewa dengan keadaan hidup saat ini.

11 Saya merasa beban kerja saya sangat berat

12 Status pekerjaan yang saya dapatkan saat ini tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan

13 Dalam banyak hal, hidup saya mendekati kehidupan ideal yang saya inginkan

14 Hidup ini indah, dengan cerita sedih dan bahagia, saya berusaha mencari hikmah positif terancam dan terbebani, hingga saya mudah tahut dan cemas

20 Saya sedih dan kecewa karena hal-hal yang terjadi dalam hidup ini

21 Saya menerima apapun yang Tuhan berikan untuk saya

(38)

pekerjaan, termasuk tempat tinggal yang membuat saya nyaman

23 Karena bangga menjadi diri sendiri, saya merasa dilimpahi kasih sayang Tuhan

24 Hal kecil pun bisa membuat saya gembira, karena hal tersebut adalah anugerah dari Tuhan

25 Saya tidak tahu bagaimana merasa tentram, karena hidup ini membuat saya gelisah

26 Dalam satu hari, ada saja sesuatu yang membuat saya gelisah atau jengkel

27

Saya merasakan anugerah yang besar karena keluarga dan lingkungan tempat tinggal saya mendukung apa yang saya lakukan tetapi tetap bertanggung jawab sebagai pribadi yang mandiri

30

Saya menunjukkan kepedulian dan saling perhatian dengan orang-orang terdekat setiap harinya.

31 Karena merasa rendah diri, saya sedih dan merasa tidak beruntung

(39)
(40)
(41)

TABULASI DATA TRY OUT

SKALA CAREGIVER STRAIN

NO IDENTITAS

SUBJEK 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Jumlah

1 UP 3 2 3 3 4 4 2 3 2 3 2 2 4 3 2 4 2 3 3 2 3 3 2 2 3 4 2 3 3 3 84

2 JK 2 2 2 2 1 1 1 1 1 2 4 2 1 3 1 1 1 1 1 2 2 1 2 1 1 1 2 2 1 1 46

3 RM 1 1 3 3 3 3 1 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 1 3 2 2 3 2 3 2 3 3 68

4 ASF 4 2 2 2 4 3 2 1 2 2 1 2 4 3 2 3 1 1 3 2 2 2 2 1 1 3 1 4 2 2 66

5 AB 2 3 1 3 3 3 1 1 2 2 2 1 2 3 1 3 1 3 1 2 3 2 2 1 4 3 3 1 4 3 66

6 MS 2 2 1 2 3 2 1 1 1 2 1 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 2 59

7 FR 2 2 1 3 2 2 2 1 1 2 1 2 3 3 1 4 1 1 2 2 1 3 2 1 1 2 4 2 2 2 58

8 MK 1 2 3 3 3 3 2 1 2 2 2 2 3 3 2 3 1 1 2 2 2 2 2 2 2 1 2 2 2 1 61

9 MG 2 2 3 3 2 2 1 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 2 66

10 MM 3 1 2 1 1 2 1 2 2 2 1 2 2 3 1 3 1 3 2 2 2 2 1 2 4 2 2 2 1 2 57

11 M 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 3 2 2 3 2 3 68

12 SP 2 1 3 3 3 2 1 1 2 2 2 2 3 3 2 3 2 2 3 3 2 3 2 2 2 2 2 3 3 2 68

13 FK 1 1 2 4 3 1 2 2 1 1 2 3 3 2 2 2 1 2 2 3 1 2 2 2 1 2 4 3 2 2 61

14 IEBE 2 3 2 1 3 2 1 1 2 2 1 1 4 2 1 1 2 2 1 1 2 3 1 1 2 2 1 1 3 3 54

15 KH 2 2 3 2 2 3 1 1 2 1 2 2 2 3 2 3 1 1 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 2 63

16 G 2 1 1 3 3 3 1 2 3 3 2 3 3 3 2 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 69

17 NQ 2 1 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 3 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 2 65

18 MAI 2 1 3 2 2 2 2 2 2 1 3 2 2 3 2 3 2 2 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 1 63

19 NM 2 2 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 68

20 AZ 1 1 4 3 3 2 1 1 1 1 2 3 3 3 2 3 2 1 4 2 2 3 2 2 3 2 2 2 2 3 66

(42)
(43)

Output Hasil Try Out Skala Caregiver Strain

a. Validitas

(44)
(45)

Output Hasil Try Out Skala Subjective Well Being

a. Validitas

(46)
(47)

Blue Print Skala Penelitian

a. Skala Caregiver Strain

b. Skala Subjective Well Being

No Aspek Item

Favorable Unfavorable

1 Physical strain 2, 3, 7, 8, 14, 15 1, 13, 18, 19 2 Emotional strain 5, 6, 11, 12, 17 4, 9, 10, 16

No Aspek Item

Favorable Unfavorable

1 Afek positif 5, 13, 14, 17, 18, 21 2 Afek negatif 23, 24, 19, 20, 22

(48)
(49)

Instrumen Penelitian : Kuesioner uji coba

Di tengah kesibukan Saudara saat ini, perkenankanlah saya memohon bantuan Saudara untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi skala yang saya lampirkan. Hal-hal yang perlu saya jelaskan dalam skala ini adalah sebagai berikut :

1. Bahwa skala ini saya buat murni untuk tujuan penelitian yang bersifat ilmiah, maka saya mengharapkan kejujuran Saudara dalam mengisinya

2. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, sehingga Saudara tidak perlu ragu-ragu untuk menentukan pilihan jawaban

3. Semua jawaban yang Saudara berikan kami jamin kerahasiaannya

4. Kami mohon jangan sampai ada satu nomorpun yang terlewati jawabannya Bacalah baik-baik setiap pernyataan berikut dan pilihlah salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan diri Saudara dengan memberi tanda check list

(50)

SKALA X

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya tidak merasa lelah walaupun harus seharian membimbing siswa inklusi

2

Membimbing siswa inklusi cukup menguras tenaga saya sehingga membuat saya mudah merasa lelah

3 Saya merasa bahwa tugas sebagai guru pembimbing khusus menguras banyak tenaga 4

Saya menerima tanggung jawab sebagai guru pembimbing khusus dengan rasa percaya diri yang tinggi karena diperlukan banyak tenaga untuk menghadapinya.

8 Saya merasa mudah lelah jika kelas inklusi membuat kegaduhan

9 Saya yakin bisa menjalankan tugas saya sebagai guru pembimbing khusus dengan baik

10 Mendidik kelas inklusi merupakan tanggung jawab yang cukup mudah bagi saya

11 Saya mengajar kelas inklusi dengan setengah hati karena mudah bosan dan tidak menikmatinya. 12

Saya merasa putus asa ketika tidak bisa menemukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan dan potensi kelas inklusi

13 Saya tidak merasa letih dan lesu ketika berinteraksi dengan kelas inklusi

14

Saya menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah bersama dengan siswa inklusi daripada dirumah sehingga saya secara fisik menjadi mudah lelah

15

Mempersiapkan segala sesuatu untuk kebutuhan kelas inklusi membuat waktu tidur saya menjadi berkurang

16 Saya bersemangat ketika harus berinteraksi dengan kelas inklusi

17

(51)

18 Saya tidak merasa lelah ketika harus mendidik kelas inklusi

(52)

SKALA Y

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya bersyukur dengan kehidupan saya dan tidak ingin menukarnya dengan kehidupan orang lain 2 Saya menemukan pelajaran berharga dari banyak

aktifitas dan peristiwa khidupan bersemangat dan ingin menambah pengalaman baru

6 Saya merasa tidak beruntung dan iri, karena orang lain diberi lebih banyak reeki oleh Tuhan 7 Saya rasa apa yang sudah saya lakukan tidak

sebanding dengan apa yang saya dapatkan 8 Saya merasa beban kerja saya sangat berat

9 Status pekerjaan yang saya dapatkan saat ini tidak sesuai dengan apa yang saya inginkan 10 Dalam banyak hal, hidup saya mendekati

kehidupan ideal yang saya inginkan

11 Hidup ini indah, dengan cerita sedih dan bahagia, saya berusaha mencari hikmah positif

12 Saya iri ketika membandingkan hidup saya dengan hidup orang lain.

13 Saya jarang menganggur, karena selalu aktif dan semangat ingin melakukan kegiatan pekerjaan, termasuk tempat tinggal yang membuat saya nyaman

17 Karena bangga menjadi diri sendiri, saya merasa dilimpahi kasih sayang Tuhan

18 Hal kecil pun bisa membuat saya gembira, karena hal tersebut adalah anugerah dari Tuhan

19 Dalam sehari, ada saja yang membuat saya terbebani, hingga saya mudah merasa cemas 20 Saya sedih dan kecewa karena hal-hal yang

terjadi dalam hidup saya 21

(53)

22 Saya jarang semangat menjalani hari-hari karena kecewa dengan keadaan hidup saat ini.

23 Karena merasa rendah diri, saya sedih dan merasa tidak beruntung

(54)
(55)

Instrumen Penelitian : Kuesioner setelah uji coba

Di tengah kesibukan Saudara saat ini, perkenankanlah saya memohon bantuan Saudara untuk meluangkan waktu sejenak guna mengisi skala yang saya lampirkan. Hal-hal yang perlu saya jelaskan dalam skala ini adalah sebagai berikut :

1. Bahwa skala ini saya buat murni untuk tujuan penelitian yang bersifat ilmiah, maka saya mengharapkan kejujuran Saudara dalam mengisinya

2. Tidak ada jawaban yang benar atau salah, sehingga Saudara tidak perlu ragu-ragu untuk menentukan pilihan jawaban

3. Semua jawaban yang Saudara berikan kami jamin kerahasiaannya

4. Kami mohon jangan sampai ada satu nomorpun yang terlewati jawabannya Bacalah baik-baik setiap pernyataan berikut dan pilihlah salah satu alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaan diri Saudara dengan memberi tanda check list

(√) pada salah satu jawaban yang sudah tersedia, yaitu :

(56)

SKALA X

NO PERNYATAAN SS S TS STS

1 Saya tidak merasa lelah walaupun harus seharian membimbing siswa inklusi

2

Membimbing siswa inklusi cukup menguras tenaga saya sehingga membuat saya mudah merasa lelah

3 Saya merasa bahwa tugas sebagai guru pembimbing khusus menguras banyak tenaga 4

Saya menerima tanggung jawab sebagai guru pembimbing khusus dengan rasa percaya diri yang tinggi karena diperlukan banyak tenaga untuk menghadapinya.

8 Saya merasa mudah lelah jika kelas inklusi membuat kegaduhan

9 Saya yakin bisa menjalankan tugas saya sebagai guru pembimbing khusus dengan baik

10 Mendidik kelas inklusi merupakan tanggung jawab yang cukup mudah bagi saya

11 Saya mengajar kelas inklusi dengan setengah hati karena mudah bosan dan tidak menikmatinya. 12

Saya merasa putus asa ketika tidak bisa menemukan metode pembelajaran yang tepat untuk mengembangkan kemampuan dan potensi kelas inklusi

13 Saya tidak merasa letih dan lesu ketika berinteraksi dengan kelas inklusi

14

Saya menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah bersama dengan siswa inklusi daripada dirumah sehingga saya secara fisik menjadi mudah lelah

15

Mempersiapkan segala sesuatu untuk kebutuhan kelas inklusi membuat waktu tidur saya menjadi berkurang

16 Saya bersemangat ketika harus berinteraksi dengan kelas inklusi

17

Gambar

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Tabel 2. Indeks Reliabitas Alat Ukur Penelitian
Tabel 4. Perhitungan T-Score Skala Caregiver Strain

Referensi

Dokumen terkait

Sehingga hipotesis yang diajukan diterima, dapat dikatakan ada hubungan positif yang sangat signifikan antara subjective well-being dengan kepuasan kerja guru honorer.

indeks subjective well-being nya rendah adalah orang yang kurang puas dengan.. hidupnya, jarang merasa bahagia, dan lebih sering merasakan emosi yang

Kelompok well-being (N=76 ), merasa puas hampir pada semua ranah kehidupannya yaitu kondisi keluarganya, kehidupan beragama (spiritual), kesempatan untuk berbagi

mereka dengan cara yang lebih positif dan adaptif. Penelitian Terry et al

positif antara perilaku prososial dengan psychological well-being pada pelayan.. khusus

Subjek pada kelompok well-being tinggi merasa sangat puas dengan 6 domain satisfaction yaitu mendapatkan prestasi yang sesuai dengan harapan, dapat membahagiakan

Peran guru pembimbing khusus dalam membantu anak autisme belajar bermain dengan teman- temannya dikategorikan sangat baik, karena guru pembimbing khusus memberikan

Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan melalui uji korelasi pearson-product moment dengan menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0,421 dan nilai signifikan