• Tidak ada hasil yang ditemukan

Aktivitas antioksidan dan mutu sensori formulasi minuman fungsional sawo (Achras sapota L.) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Aktivitas antioksidan dan mutu sensori formulasi minuman fungsional sawo (Achras sapota L.) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii)"

Copied!
123
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN MUTU SENSORI

FORMULASI MINUMAN FUNGSIONAL SAWO (Achras sapota

L.) DAN KAYU MANIS (Cinnamomum burmannii)

FATHONAH NUR ANGGRAINI

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN MUTU SENSORI FORMULASI

MINUMAN FUNGSIONAL SAWO (Achras sapota L.) DAN KAYU MANIS

(Cinnamomum burmannii)

Oleh:

FATHONAH NUR ANGGRAINI NIM 109096000023

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

PROGRAM STUDI KIMIA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN MUTU SENSORI FORMULASI

MINUMAN FUNGSIONAL SAWO (Achras sapota L.) DAN KAYU MANIS

(Cinnamomum burmannii)

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains

Program Studi Kimia

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Islam Negeri Syarif HidayatullahJakarta

Oleh:

Fathonah Nur Anggraini 109096000023

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Anna Muawanah, M.Si. NIP : 19740508 199903 2 002

Drs. Dede Sukandar, M. Si NIP. 19650104 199103 1 004

Mengetahui,

Ketua Program Studi Kimia

(4)

PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul “Aktivitas Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi Minuman Fungsional Sawo (Achras sapota L.) dan Kayu Manis (Cinnamomum Burmannii) telah diuji dan dinyatakan lulus pada sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Jum’at, 21 Maret 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Kimia.

Menyetujui,

Penguji I Penguji II

Sandra Hermanto, M.Si. NIP : 19750810 200501 1 005

Nurhasni, M. Si NIP. 19740618 200501 2 005

Pembimbing I Pembimbing II

Anna Muawanah, M.Si. NIP : 19740508 199903 2 002

Drs. Dede Sukandar, M. Si NIP. 19650104 199103 1 004

Mengetahui,

Dekan

Fakultas Sains dan Teknologi Ketua Program Studi Kimia

Dr. Agus Salim, M.Si. NIP : 19720816 199903 1 003

(5)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN

Jakarta, Maret 2014

(6)

ABSTRAK

FATHONAH NUR ANGGRAINI, Aktivitas Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi Minuman Fungsional Sawo (Achras sapota L) dan Kayu Manis (Cinnamomum burmannii). Di bawah bimbingan ANNA MUAWANAH dan

DEDE SUKANDAR.

Penelitian mengenai aktivitas antioksidan dan mutu sensori formulasi minuman fungsional sawo (Achras sapota L) dan kayu manis (Cinnamomum burmannii) telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui formulasi minuman yang paling disukai berdasarkan uji organoleptik dan aktivitas antioksidannya serta kualitasnya berdasarkan standar mutu sari buah SNI 01-3719-1995. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu penentuan formulasi minuman fungsional, analisis antioksidan yang meliputi aktivitasnya (IC50), serta komponen

antioksidan vitamin C dan total fenolik, dan terakhir analisis produk meliputi sifat fisik, sifat kimia, cemaran logam dan cemaran mikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula 561 merupakan produk yang paling disukai panelis berdasarkan uji organoleptik. Formulasi 561 menunjukkan aktivitas antioksidan (IC50) 54,1 μL/mL, yang berbeda nyata dengan aktivitas antioksidan (IC50)

komponen penyusunnya sawo 72,04 μL/mL pada taraf signifikansi 5%. Kandungan total fenolik formulasi 561 yaitu sebesar 459,69 (mg/L) EAG, vitamin C 70,4 mg/100 mL, kadar air 88,32 % (b/b), pH 3,94, total padatan terlarut 10 %, total asam 7,68 %, dan kadar abu 0,48 % (b/b), logam Zn 0,95 mg/L, logam Cu 0,285 mg/L serta total mikroba kurang dari 1,0 × 101 koloni/mL. Formulasi 561 memiliki kualitas yang sesuai dengan standar SNI sari buah (SNI 01-3719-1995).

(7)

ABSTRACT

FATHONAH NUR ANGGRAINI, Antioxidant Activity and Sensory Quality In Sapota (Achras sapota L) and Cinnamon (Cinnamomum burmannii) Functional Drink Formulation. Advisor ANNA MUAWANAH dan DEDE SUKANDAR.

The antioxidant activity and sensory quality in sapota (Achras sapota L) and cinnamon (Cinnamomum burmannii) functional drink formulation was studied. The objective of this study was to determine the most preffered formulation based on organoleptic, to determine antioxidant activity and quality of sapota-cinammon functional drink formulation based on SNI 01-3719-1995. The research consisted of three stages, which were determinating of sapota-cinammon drink formulation, analysis of antioxidant covering the activity (IC50) and the component of

antioxidant were asorbic acid and phenolic total compounds, and lastly analysis of products covering the physical properties, chemical properties, metal contaminations and microbial contamination. The results showed that the 561 formula was the most preferred formulation by panelists based on the organoleptic test. In the formulation 561 indicates antioxidant activity (IC50) of 54,1 μL/mL

which were significantly different to antioxidant activity (IC50) the constituent

components sapota of 72,04 μL/mL on level of significance 5%. Phenolic total content the 561 formula of 459,69 (mg/L) EAG, asorbic acid content of 70,4 mg/100 ml, moisture 88,32 % (w/w), pH 3,94, TSS of 10%, acid total acidity of 7,68 %, level of ash 0,48 % (w/w), Zn level of 0,95 mg/L, Cu level of 0,285 mg/L, and total microbial was less than 1,0 × 101 colony/mL of product. The quality of 561 formulation heve met the standards of SNI (SNI 01-3719-1995).

(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan pada Allah SWT karena berkat rahmat dan

hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aktivitas

Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi Minuman Fungsional Sawo

(Achras sapota L.) dan Kayu Manis (Cinnamomum burmannii)yang disusun

dalam rangka memenuhi mata kuliah tugas akhir sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Sains Program Studi Kimia di Fakultas Sains dan

Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif hidayatullah Jakarta.

Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada

semua pihak yang telah membantu secara ikhlas dalam penyelesaian skiripsi ini,

yakni kepada:

1. Ibu Anna Muawanah, M.Si., selaku pembimbing I yang telah dengan sabar

membimbing dan memberikan saran kepada penulis selama proses penulisan

skripsi ini.

2. Bapak Drs. Dede Sukandar, M.Si., selaku pembimbing II dan juga selaku

Ketua Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam

Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan perhatian dan

bimbingannya kepada penulis.

3. Dr. Agus Salim, M.Si., selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Dr.Thamzil Laz selaku penasihat akademik yang selalu memberikan

(9)

viii 5. Ayah, Bunda, dan juga Kakak yang tidak pernah mengenal lelah dalam

memberikan perhatian dan dukungannya kepada penulis sampai sekarang.

6. Keluargaku di Solo Mbah Putri, Pakde, Om, Bulek, Sepupu yang senantiasa

selalu mendoakan penulis dalam setiap kesulitan dan perjuangan. Semoga

Allah SWTmembalas kebaikan kalian.

7. Ade, Diah, Lina, Ayya, Nur, Dita, Adaw, Puput, Chitta, Rafi, Hafiz serta

teman-teman kimia 2009 yang sudah banyak partisipasinya, dalam membantu

penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

8. Kak pipit selaku laboran kimia yang telah sabar membantu dan mendukung

dalam proses penelitian.

9. Adik- adik kimia angkatan 2010 dan 2011 yang juga telah membantu dalam

proses penelitian.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena

itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari

berbagai pihak. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan

pengetahuan bagi para pembacanya. Aamiin.

Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis berserah diri,

mudah-mudahan semua bentuk perhatian, bantuan dan partisipasi yang sudah diberikan

mendapatkan pahala yang setimpal dari-Nya.

Jakarta, Januari 2014

(10)

ix

DAFTAR ISI

Hal

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Hipotesis Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sawo Manila ... 5

2.2. Kayu Manis... 11

2.3. Pangan Fungsional ... 14

2.4. Minuman Sari Buah ... 15

2.4.1. Komposisi Sari Buah ... 19

2.5. Antioksidan ... 22

2.6. Analisis Sensori ... 28

(11)

x

2.7.1. Spektrofotometri Serapan Atom... 30

2.7.2. Spektrofotometri UV-Vis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 35

3.2. Alat dan Bahan ... 35

3.3. Prosedur Penelitian ... 36

3.3.1. Pembuatan Minuman Fungsional ... 36

3.3.2. Analisis Sensori ... 37

3.3.3. Analisis antioksidan ... 38

3.3.4. Uji Sifat Fisik dan Kimia ... 39

3.3.5. Uji Cemaran Logam ... 42

3.3.6. Uji Cemaran Mikroba... 42

3.3.7. Analisis Data ... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Sensori ... 45

4.2. Analisis Antioksidan ... 57

4.3. Uji Sifat Fisik dan Kimia ... 67

4.4. Uji Cemaran Logam ... 70

(12)

xi

BAB V PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 74

5.2. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 76

(13)

xii

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Sawo Manila (Achras Sapota L) ... 5

Gambar 2. Struktur Beberapa Fenolat ... 9

Gambar 3. Kulit Dan Bubuk Kayu Manis ... 11

Gambar 4. Sukrosa ... 21

Gambar 5. Mekanisme Antioksidan Primer ... 23

Gambar 6. Asam Askorbat ... 24

Gambar 7. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida Dan Hidrogen Peroksida ... 26

Gambar 8. Reduksi DPPH dari Senyawa Peredam Radikal Bebas ... 27

Gambar 9. Skema Peralatan SSA ... 31

Gambar 10. Komponen Spektrofotometer UV-Vis ... 33

Gambar 11. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Warna ... 46

Gambar 12. Formulasi Minuman Fungsional ... 47

Gambar 13. Reaksi Antara dalam Pembentukan Melanin ... 49

Gambar 14. Reaksi Pembentukan Melanin dari O-Kuinon atau O-Difenol ... 50

Gambar 15. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Aroma ... 51

Gambar 16. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Rasa Manis dan Asam ... 54

Gambar 17. Skema Teori Kemanisan ... 55

Gambar 18. Histogram Rata-Rata Skor Hedonik Penerimaan Keseluruhan ... 57

(14)

xiii

Gambar 20. Kurva Korelasi Aktivitas Antioksidan dengan Kadar Fenolik

Total Buah Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis ... 62

Gambar 21. Mekanisme Kerja Antioksidan Golongan Fenol ... 64

Gambar 22. Mekanisme Kerja Vitamin C Sebagai Antioksidan ... 65

Gambar 23. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida dan

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Kandungan Sawo dalam 100 g Sawo Masak Segar ... 8

Tabel 2. Standar Mutu Minuman Sari Buah (SNI 01-3719-1995) ... 16

Tabel 3. Formulasi Minuman Sari Buah Sawo ... 37

Tabel 4. Hasil Pengujian Organoleptik Minuman Fungsional ... 45

Tabel 5. Kandungan Total Fenolik, Vitamin C, dan Antioksidan pada Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis ... 58

Tabel 6. Kandungan Total Fenolik, Vitamin C, dan Antioksidan pada Minuman Fungsional 561 ... 63

Tabel 7. Sifat Kimia dan Fisik Minuman Fungsional Tersukai... 67

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Bagan Skema Penelitian ... 88

Lampiran 2. Bagan Proses Pembuatan Minuman Fungsional Sawo-Kayu Manis ... 89

Lampiran 3. Formulir Uji Organoleptik ... 90

Lampiran 4. Skor Hedonik Panelis Terhadap Minuman Fungsional Sawo-Kayu Manis ... 91

Lampiran 5. Hasil SPSS Warna ... 96

Lampiran 6. Hasil SPSS Aroma ... 97

Lampiran 7. Hasil SPSS Rasa Manis ... 98

Lampiran 8. Hasil SPSS Rasa Asam ... 99

Lampiran 9. Hasil SPSS Penerimaan Keseluruhan ... 100

Lampiran 10. Hasil Uji T-Student Aktivitas Antioksidan Perasan Sawo dan Minuman Formula 561 ... 101

Lampiran 11. Hasil Uji T-Student Kandungan Total Fenolik Perasan Sawo dan Minuman Formula 561 ... 102

Lampiran 12. Pengujian Aktivitas Antoksidan Sawo, Kayu Manis, dan Jeruk Nipis ... 103

Lampiran 13. Perhitungan Minuman Fungsional 561 ... 104

Lampiran 14. Hasil Analisis Total Fenol ... 105

Lampiran 15. Hasil Uji Logam... 106

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Buah sawo (Achras sapota L.) selama ini dianggap sebagai buah asli

Indonesia karena sudah lama dikenal dan ditanam di Indonesia terutama di Pulau

Jawa. Buah sawo disukai karena memiliki rasa yang manis dan biasa dikonsumsi

sebagai buah segar dalam keadaan matang (Rukmana, 1997). Namun, buah sawo

sebagai produk hortikultura merupakan komoditas yang mudah rusak terutama

setelah pemanenan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa kerusakan fisik,

mekanis, maupun mikrobiologis (Ratule, 1999), sehingga tidak dapat disimpan

lama dan umumnya hanya dapat bertahan selama lima sampai tujuh hari jika

disimpan pada kondisi normal (Aryati, 2006). Kondisi buah sawo yang demikian,

maka diperlukan teknologi pengolahan sehingga buah sawo tidak hanya

dikonsumsi dalam bentuk segar, melainkan dapat dimanfaatkan menjadi bahan

olahan lain yang memiliki nilai tambah. Pengolahan ini merupakan salah satu cara

untuk mempertahankan mutu produk dan memperpanjang masa simpan buah

sawo (Aryati, 2006). Salah satu bentuk pengolahan yang dapat dijadikan sebagai

alternatif yaitu diolah menjadi pangan fungsional berupa minuman fungsional sari

buah.

Pangan fungsional merupakan pangan yang mempunyai efek fisiologis

bagi tubuh, seperti dapat menurunkan tekanan darah, meningkatkan kondisi umum

(18)

2 digunakan untuk menyembuhkan beberapa penyakit (Astawan, 2003; Siro et al.,

2008). Efek fisiologis tersebut karena adanya komponen aktif yang terkandung

didalam bahan pangan tersebut (Winarti et al., 2005).

Komponen aktif yang terkandung didalam buah sawo dan bermanfaat bagi

kesehatan yaitu vitamin C, fenolik, dan karotenoid yang diketehui memilik efek

antioksidan (Kulkarni et al.,2006). Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai

struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal

bebas dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih,

2006). Radikal bebas yang berlebih dapat menyerang senyawa apa saja terutama

yang rentan seperti lipid dan protein dan berimplikasi pada timbulnya berbagai

penyakit degeneratif (Middleton, 2000).

Pengolahan sawo selain untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang

masa simpan, juga dapat menghasilkan minuman fungsional yang dapat dijadikan

sebagai sumber gizi terutama sumber antioksidan. Selain itu, pembuatan minuman

fungsional dapat juga dipadukan dengan bahan lain seperti kayu manis sebagai

flavor dalam formulasi minuman. Kayu manis merupakan tanaman rempah yang

telah lama dimanfaatkan sebagai pewangi atau peningkat cita rasa pada makanan

atau minuman (Rismunandar et al.,2001). Komponen-komponen bioaktif dalam

kayu manis, seperti sinamaldehid, asam sinamat, dan sineol diketahui memiliki

aktivitas antioksidan yang bermanfaat bagi kesehatan (Jayapprakasha, 2003).

Dengan demikian, perpaduan antara sawo dengan rempah-rempah dalam

formulasi diharapkan akan menghasilkan suatu formulasi yang dapat diterima dari

(19)

3

1.2. Rumusan Masalah

a. Apakah formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis berpengaruh

terhadap tingkat kesukaan panelis berdasarkan pengujian organoleptik?

b. Bagaimana aktivitas antioksidan formulasi minuman fungsional

sawo-kayu manis yang tersukai?

c. Apakah kualitas formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis

tersukai telah memenuhi standar mutu sari buah sesuai SNI

01-3719-1995.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu:

a. Mendapatkan formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis yang

paling disukai oleh panelis berdasarkan pengujian organoleptik.

b. Mengetahui aktivitas antioksidan formulasi minuman fungsional

sawo-kayu manis yang paling disukai.

c. Mengetahui kualitas formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis

(20)

4

1.4. Hipotesis

a. Terdapat pengaruh formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis

terhadap tingkat kesukaan panelis berdasarkan pengujian

organoleptik.

b. Formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis yang tersukai

memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.

c. Kualitas formulasi minuman fungsional sawo-kayu manis telah

memenuhi standar mutu sari buah sesuai SNI 01-3719-1995.

1.5. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat

kepada masyarakat mengenai pemanfaatan buah sawo sebagai bahan baku

alternatif minuman fungsional yang memiliki aktivitas antioksidan, bermanfaat

bagi kesehatan dan juga sebagai upaya dalam peningkatan mutu produk buah

(21)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sawo Manila (Achras sapota L)

Sawo manila, Achras sapota L.yang biasa dikenal sebagai chikku

merupakan salah satu buah lezat daerah tropis yang merupakan keluarga dari

Sapotaceae. Sawo disukai karena rasanya yang manis dan lezat. Sawo biasa

dikonsumsi sebagai makanan pencuci mulut (Hiremath et al., 2012).

Tanaman sawo diduga berasal dari daerah Amerika Tengah, terutama

kawasan Guatemala. Namun, tanaman sawo selama ini dianggap sebagai tanaman

asli Indonesia karena sudah lama dikenal dan ditanam di Indonesia terutama di

Pulau Jawa (Rukmana,1997). Sawo diketahui merupakan salah satu tanaman buah

utama di India, Meksiko, Guatemala, dan Venezuela (Kulkarni et al., 2006; Maya

et al., 2003). Bentuk tanaman dan buah sawo dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sawo Manila ( Candra, 2011)

Di Indonesia, sawo merupakan tanaman buah-buahan yang berbuah tanpa

musim. Tanaman sawo ini dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik mulai dari

dataran rendah sampai ketinggian 700 meter diatas permukaan laut. Tanaman

(22)

6 (Rukmana, 1997). Buah sawo yang cukup tua memiliki ukuran buah yang

maksimal, kulit buah berwarna coklat muda, daging buah agak lembek, bila

dipetik mudah terlepas dari tangkainya, serta bergetah relatif sedikit (Aryati,

2006).

Matangnya buah dapat diberi batasan sebagai perubahan berturut-turut

warna buah, aroma, tekstur kearah kondisi buah yang siap untuk dikonsumsi

(Kartasapoetra, 1989). Sawo tidak dapat disimpan lama dan umumnya buah hanya

dapat bertahan selama lima sampai tujuh hari jika disimpan pada kondisi biasa

(Aryati, 2006). Buah sawo umumnya dikonsumsi sebagai buah segar dalam

keadaan matang atau biasa dinamakan buah meja (Rukmana, 1997).

Sawo memiliki beberapa nama umum lainnya yang berbeda pada setiap

negara, seperti sawo manila (Indonesia), baramasi (Bengal dan Bihar), buah chiku

(Malaya, India), chicle (Meksiko), chico (Filipina), korob (Kosta Rika), Mespil

(Virgin Islands), muy (Guatemala), muyozapot (El Salvador), neeseberry (British

West Indies), nispero (Puerto Rico, Amerika Tengah), nispero quitense (Ekuador),

sapotí (Brasil), sapotille (French West Indies), zapota (Venezuela)(Morton, 1987).

Menurut Heyne (1987), tanaman sawo manila (gambar 1) memiliki

taksonomi sebagai berikut.

Kingdom : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Ericales

Famili : Sapotaceae

Genus : Chrysophyllum

(23)

7 Menurut Rukmana (1997), sawo termasuk buah klima-terik yaitu buah

yang proses fisiologisnya berlangsung terus walau sudah dipetik atau dipanen.

Proses fisiologis yang dimaksud yaitu akan mengadakan perubahan dari tua

(mature) setelah panen menjadi masak (ripening) dan akan berlanjut ke fase lewat

matang (decaying) atau pembusukan juga disertai terbentuk aroma khas. Oleh

karena itu, buah sawo sebagai produk hortikultura merupakan komoditas yang

mudah rusak terutama setelah pemanenan. Kerusakan yang terjadi dapat berupa

kerusakan fisik, mekanis, maupun mikrobiologis (Ratule, 1999), sehingga tidak

dapat disimpan lama dan umumnya buah hanya dapat bertahan selama 5-7 hari

jika disimpan pada kondisi biasa (Aryati, 2006). Kondisi buah sawo yang

demikian, perlu diperkenalkan kepada petani khususnya dan masyarakat

umumnya mengenai teknologi pengolahannya sehingga buah sawo tidak hanya

dikonsumsi dalam bentuk segar, melainkan dapat dimanfaatkan menjadi bahan

olahan lain yang memiliki nilai tambah besar. Selain itu, pengolahan merupakan

salah satu cara untuk mempertahankan mutu produk pertanian (Aryati, 2006).

.Tanaman sawo, selain menghasilkan buah yang rasanya manis dan

menyegarkan, juga mengandung gizi cukup tinggi dengan komposisi lengkap

(24)

8

Tabel 1.Kandungan Sawo dalam 100 g Sawo Masak Segar oleh Direktorat Gizi Depkes (1981).

No Kandungan Gizi Jumlah

1. Kalori 92.00 kal

Buah sawo juga diketahui mengandung flavonoid, saponin, dan tanin

(Sukandar et al., 2012). Selain itu, sawo diketahui merupakan sumber yang baik

dari asam askorbat, karetenoid, dan fenolik yang dilaporkan memiliki banyak

manfaat pada kesehatan (Kulkarni et al., 2006). Hasil penelitian Sukandar et al

(2012) menunjukkan ekstrak etanol buah sawo memiliki aktivitas antioksidan

yang cukup tinggi yaitu dengan IC50 sebesar 29,20 ppm, sedangkan Kulkarni et al

(2006) menyebutkan dalam penelitiannya perasan sari sawo memiliki aktivitas

antioksidan (IC50) sebesar 87,53 μL/mL.

Buah sawo dilaporkan juga mengandung gula (Siddappa et al., 1954),

asam (Shanmugavelu et al.,1973), protein, asam amino (Selvaraj et al.,1984),

fenolat (gambar 2), yaitu, asam galat (1), asam chlorogenic (2), catechin (3),

leucodelphinidin (4), leucocyanidin (5).dan leucopelargonidin (6) (Mathew et

al.,1969), karotenoid, asam askorbat, dan mineral seperti kalium, kalsium dan zat

(25)

9

1

3

5

2

4

6

Gambar 2. Struktur Beberapa Fenolat

Shanmugavelu et al (1973) menyebutkan buah sawo juga merupakan

sumber yang baik dari gula yang dapat dicerna, yaitu berkisar antara 12 sampai 20

persen dan juga memiliki banyak kandungan mineral seperti zat besi dan kalsium.

Buah juga memiliki jumlah yang cukup protein, lemak, kalsium, serat, fosfor,

karoten, zat besi, dan vitamin C. Selain itu, sawo diketahui kaya akan bio-besi

(26)

10 Sumeru (1995) menyebutkan buah sawo adalah buah berdaging buah tebal

dengan rasa manis yang memiliki kandungan gula sebesar 14%, sakarosa 7,02%,

dektrosa 3,7%, levulosa 3,4%, dan mengandung sedikit asam serta abu 1%. Selain

itu, sawo mengandung gizi cukup tinggi dengan komposisi lengkap, yaitu kalori

92,0 kkal, protein 0,5 gram, lemak 0,10 gram, karbohidrat 26,4 gram dan vitamin

sekitar 60,00 SI (Rukmana, 1997). Buah sawo memiliki kandungan mineral cukup

baik. Buah ini merupakan sumber kalium yang baik, yaitu 193 mg/100 g. Di lain

pihak, sawo juga memiliki kadar natrium yang rendah, 12 mg/100g. Perbandingan

kandungan kalium dan natrium yang mencapai 16:1 menjadikan sawo sangat baik

untuk jantung dan pembuluh darah (Candra, 2010).

Logam transisi, besi, tembaga, dan seng, juga merupakan nutrisi penting

yang terkandung dalam sawo (Kulkarni et al., 2006). Kekurangan ion logam ini

dilaporkan telah menjadi gangguan defisiensi gizi yang paling umum terjadi di

dunia yang mempengaruhi sekitar dua milyar orang, sebagian besar mereka

tinggal di negara berkembang (Lynch, 2005). Menurut Kulkarni et al (2006)

dalam Kwong et al (2004), kekurangan zat besi memiliki dampak yang merusak

yakni menurunnya imunitas sel dan menyebabkan perubahan perilaku dan

kognitif. Kekurangan tembaga juga telah dikaitkan dengan gangguan metabolisme

karbohidrat (Davis et al.,1987), sedangkan kekurangan seng menyebabkan

kekurangan atau ketidak sempurnaan dari pertumbuhan, kematangan seksual,

(27)

11

2.2. Kayu Manis

Menurut Heyne (1987), pohon kayu manis merupakan tumbuhan asli Asia

Selatan, Asia Tenggara dan daratan Cina, Indonesia termasuk didalamnya.

Tumbuhan ini termasuk famili Lauraceae yang memiliki nilai ekonomi dan

merupakan tanaman tahunan yang memerlukan waktu lama untuk diambil

hasilnya. Hasil utama kayu manis (gambar 3) adalah kulit batang dan dahan,

sedang hasil samping adalah ranting dan daun. Komoditas ini selain digunakan

sebagai rempah, hasil olahannya seperti minyak atsiri dan oleoresin banyak

dimanfaatkandalam industri-industri farmasi, kosmetik, makanan, minuman,

rokok, dan lain-lain.

Gambar 3. Kulit dan Bubuk Kayu Manis (Rusli et al., 1988).

Dari 54 spesies kayu manis (Cinnamomum sp.) yang dikenal di dunia, 12

di antaranya terdapat di Indonesia. Tiga jenis kayu manis yang menonjol di pasar

dunia yaitu Cinnamomum burmannii (di Indonesia) yang produknya dikenal

dengan nama cassiavera, Cinnamomum zeylanicum (di Sri Lanka dan Seycelles)

dan Cinnamomum cassia (di China) yang produknya dikenal dengan Cassia

China. Jenis-jenis tersebut merupakan beberapa tanaman rempah yang terkenal di

pasar dunia. Tanaman kayu manis yang selama ini banyak dikembangkan di

(28)

12 terutama diusahakan di Sumatera Barat, Jambi dan Sumatera Utara. Jenis

Cburmanii BL atau cassiavera ini merupakan produk ekspor tradisional yang

masih dikuasai Indonesia sebagai negara pengekspor utama di dunia.Tanaman

kayu manis memiliki klasifikasi sebagai berikut:

Kerajaan : Plantae

Divisio : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Laurales

Suku : Lauraceae

Marga : Cinnamomum

Spesies : Cinnamomum burmanii Bl

Tanaman kayu manis merupakan jenis tanaman rempah yang tergolong

dalam famili Lauraceae, yaitu salah satu famili dari ordo Ranales. Famili ini

memiliki 45 genera dan 1100 spesies. Pertanaman kayu manis umumnya

merupakan perkebunan rakyat, terutama tersebar di daerah Sumatera Barat,

Kerinci, dan Tapanuli Selatan. Dewasa ini kayu manis juga sudah mulai

dikembangkan di Jawa, Kalimantan, Flores, dan Lombok. Jenis tanaman yang

diusahakan sebagaian besar adalah Cinnamomum burmannii BI. dan sedikit

Cinnamomum zeylanicum BI. dan Cinnamomum cassia BI, terutama di daerah

Jawa Barat (Rusliet al., 1985). Kulit kayu manis kering yang bermutu baik pada

umumnya mengandung minyak atsiri, pati, getah, resin, fixed oil, tanin, selulosa,

(29)

13 Komponen utama flavor dalam kayu manis adalah sinamaldehid gmbar

struktur, yang bukan merupakan fenol. Tetapi komponen minor flavor, kumarin

mengandung gugus fenol dan penting untuk memberi ciri khas flavor alami kayu

manis (Ho et al., 1992).

Eugenol yang merupakan komponen utama flavor cengkeh, juga

ditemukan pada kayu manis dalam jumlah kecil. Eugenol ditemukan pada kayu

manis sebesar 0,04-0,2 %, pada oleoresin kayu manis sebesar 2-6 %, dan pada

minyak kayu manis sebesar 70-90 % (Ho et al., 1992). Kayu manis dapat berperan

sebagai antioksidan karena mengandung senyawa tanin dan eugenol (King, 2000).

Selain sebagai rempah, hasil olahan kulit kayu manis seperti minyak atsiri

dan oleoresin banyak digunakan dalam industri-indusri farmasi, kosmetik,

makanan dan minuman, rokok, dan sebagainya. Tanaman ini juga digunakan

sebagai tanaman penghijauan dan konservasi tanah-tanah yang miring pada daerah

aliran sungai. Cinnamomum burmannii juga banyak ditanam sebagai tanaman hias

karena warna pucuknya yg merah terlihat indah (Rusli et al., 1985).

Minyak atsiri kayu manis sudah sejak lama dimanfaatkan sebagai

antiseptik. Minyak kayu manis ini juga memiliki efek untuk mengeluarkan angin

(karminatif), membangkitkan selera atau menguatkan lambung (stomakik),

sebagai obat sariawan, encok, masuk angin, dan sebagai antidiare. Untuk

pengolahan makanan dan minuman, minyak kayu manis sudah lama dimanfaatkan

sebagai pewangi atau peningkat citarasa, diantaranya untuk minuman keras,

minuman ringan, agar-agar, kue, kembang gula, bumbu gulai, dan sup

(30)

14

2.3. Pangan Fungsional

Menurut Badan POM (2011), pangan fungsional adalah pangan olahan

yang mengandung satu atau lebih komponen pangan yang berdasarkan kajian

ilmiah mempunyai fungsi fisiologis tertentu diluar fungsi dasarnya, terbukti tidak

membahayakan dan bermanfaat bagi kesehatan. Menurut Winarti & Nurdjanah

(2005), berbagai jenis pangan fungsional telah beredar di pasaran, mulai dari

produk susu probiotik tradisional seperti yoghurt, kefir dan coumiss sampai

produk susu rendah lemak siap dikonsumsi yang mengandung serat larut.

Berbagai minuman telah tersedia dan berkhasiat menyehatkan tubuh yang

mengandung komponen aktif rempah-rempah seperti kunyit asam, minuman sari

jahe, sari temulawak, beras kencur, serbat, dan bandrek.

Pangan fungsional dikonsumsi layaknya makanan atau minuman,

mempunyai karakteristik sensori berupa penampakan, warna, tekstur, dan cita rasa

yang dapat diterima oleh konsumen, serta tidak memberikan kontraindikasi dan

tidak memberikan efek samping terhadap metabolisme zat gizi lainnya jika

digunakan pada jumlah penggunaan yang dianjurkan. Meskipun mengandung

senyawa yang bermanfaat bagi kesehatan, pangan fungsional tidak berbentuk

kapsul, tablet atau bubuk yang berasal dari senyawa alami (Winarti et al.,2005

dalam Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), 2001).

Pangan fungsional mempunyai tiga fungsi dasar antara lain sensory

(warna dan penampilan menarik, citarasanya enak), nutritional (bernilai gizi), dan

physiological (memberikan pengaruh fisiologis, menguntungkan bagi tubuh).

(31)

15 yang berhubungan dengan konsumsi pangan, b) meningkatkan daya tahan tubuh

(regulating bio-defensiveness), c) meregulasi rithme kondisi fisik tubuh, d)

memperlambat proses penuaan (aging), dan e) penyehatan kembali (recovery)

tubuh setelah menderita penyakit tertentu (Muchtadi, 2004).

Dewasa ini produk pangan fungsional yang bermanfaat bagi kesehatan

mulai banyak diminati oleh konsumen karena kesadaran akan pentingnya hidup

sehat semakin meningkat. Senyawa fitokimia sebagai senyawa kimia yang

terkandung dalam tanaman mempunyai peranan yang sangat penting bagi

kesehatan termasuk fungsinya dalam pencegahan terhadap penyakit degeneratif.

Beberapa senyawa fitokimia yang diketahui mempunyai fungsi fisiologis adalah

karotenoid, fitosterol, saponin, glikosinolat, polifenol, inhibitor protease,

monoterpen, fitoestrogen, sulfide dan asam fitat (Winarti et al., 2005). Komponen

fenolik dalam tanaman diketahui dapat menghambat pertumbuhan kanker dan

mempunyai aktivitas antimutagenik. Pertumbuhan kanker yang dapat ditekan oleh

senyawa fenolik antara lain kanker usus, payudara, paru-paru, dan kulit (Craig,

1999).

2.4. Minuman Sari Buah

Minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan

air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan

yang diizinkan (SNI 01-3719-1995). Minuman sari buah yang diproduksi harus

memiliki mutu yang sesuai dengan yang ada dalam SNI 01-3719-1995 yang

(32)

16

Tabel 2. Standar Mutu Minuman Sari Buah (SNI 01-3719-1995)

No Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan:

3. Bahan tambahan makanan:

3.1 Pemanis buatan - tidak boleh ada

3.2 Pewarna tambahan sesuai SNI 01-0222-1987*)

3.3 Pengawet sesuai SNI 01-0222-1987*)

4. Cemaran logam:

6.4 Salmonella koloni/25ml Negatif

6.5 S.Aureus koloni/ml 0

6.6 Vibrio.sp koloni/ml Negatif

6.7 Kapang koloni/ml maks. 50

6.8 Khamir koloni/ml maks. 50

CATATAN: *) dan revisinya

**) untuk yang dikemas dalam

kaleng

Menurut Pollard et al (1974), sari buah merupakan hasil pengepresan atau

ekstraksi buah yang sudah disaring. Buah yang digunakan sebagai sari buah harus

dalam keadaan matang dan mempunyai cita rasa yang enak. Buah-buahan yang

(33)

17 berasal dari daerah penanaman yang sama. Sedangkan faktor yang mempengaruhi

cita rasa sari buah adalah perbandingan antara gula dan asam, jenis dan jumlah

komponen aroma, serta jenis vitamin (Kusumawati, 2008).

Menurut Makfoeld (1982), tahap-tahap pengolahan sari buah secara umum

adalah pemilihan dan penentuan kematangan buah, pencucian dan sortasi,

ekstraksi, homogenisasi, penyaringan, deaerasi, pengawetan, dan pengemasan.

Untuk buah-buahan tertentu, dapat dilakukan modifikasi terhadap proses

pengolahan tersebut, bergantung pada sifat buah dan sari buah yang diinginkan

(Kusumawati, 2008).

Pemilihan bahan merupakan hal yang penting dalam pembuatan formulasi

minuman ini, karena bahan yang baik akan menghasilkan kualitas minuman yang

baik pula. Pemilihan buah dilakukan berdasarkan bentuk buah, ukuran, warna, dan

banyak sedikitnya noda yang merupakan faktor dari kerusakan.

Penghancuran sari buah dilakukan dengan blender dan ekstraksi dilakukan

dengan cara pengepresan secara manual atau dengan pengepres alat dan kain

saring. Ekstraksi yang baik dapat menghindarkan tercampurnya kotoran dan

jaringan buah sehingga flavornya baik (Muchtadi, 1979).

Penambahan pengawet berperan penting dalam pembuatan sari buah untuk

meminimalkan pertumbuhan mikroorganisme. Salah satu pengawet yang dapat

digunakan yaitu natrium benzoat. Batas maksimum pengawet yang diperbolehkan

Menkes di dalam minuman yaitu 600 mg/kg (PP No. 722/ Menkes/ Per/ IX/

1988).Natrium benzoat dipilih sebagai pengawet minuman karena efektif mampu

(34)

18 natrium benzoat bekerja sebagai pengawet yaitu pada bahan pangan yang

memiliki pH ≤ 4.0 (Jay, 1978; Dunn, 1957). Oleh karena itu, perlu ditambahkan

asidulan atau zar pengatur keasaman yang berfungsi untuk menurunkan pH pada

minuman. Asidulan yang dapat ditambahkan yaitu asidulan alami seperti jeruk

nipis. Asidulan alami dapat dipilih agar meminimalkan penggunaan bahan

tambahan pangan (BTP) sintetis ke dalam minuman (Herold, 2007).

Pengemasan yang merupakan bagian penting dalam suatu proses

pembuatan produk pangan. Menurut Dwiari (2008), fungsi paling mendasar dari

kemasan adalah mewadahi dan melindungi produk dari kerusakan-kerusakan

sehingga lebih mudah disimpan, diangkut, dan dipasarkan. Jenis kemasan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu botol. Botol merupakan kemasan berbahan

gelas yang memiliki beberapa keuntungan, yaitu bersifat inert terhadap bahan

kimia, tahan terhadap tekanan dari dalam, tahan panas, dan relatif murah. Selain

itu, botol gelap yang digunakan dalam penelitian ini merupakan kemasan yang

tahan cahaya, tidak transparan atau tidak tembus cahaya, sehingga menghindarkan

produk dari reaksi oksidasi akibat terkena cahaya langsung yang dapat

menyebabkan kerusakan pada produk.

Setalah dilakukan proses pengemasan, dilakukan proses pasteurisasi.

Pasteurisasi adalah suatu proses pemanasan yang dapat membunuh atau

memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan dan

biasanya menggunakan suhu di bawah 100℃. Pasteurisasi membunuh semua

mikroorganisme mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik (Winarno, 1993).

(35)

19 patogen atau pembusuk, maka produk pangan yang sudah dipasteurisasi umumnya

masih mengandung mikroba lain seperti bakteri tidak berspora dari genera

Streptoccocus dan Lactobacillus, serta kapang dan khamir (Fardiaz, 1996).

Penyimpanan dingin (chilling storage) merupakan cara penyimpanan

bahan atau produk pangan di bawah suhu 15°C dan di atas titik beku

bahan/produk. Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat

turunnya mutu sari buah, disamping penambahan zat-zat pengawet kimia dan

konsentrasi gula yang tinggi. Pendinginan akan menurunkan laju pertumbuhan

mikroba pada bahan/produk yang disimpan. Penurunan ini disebabkan terjadinya

denaturasi enzim dan penghambatan sintesa enzim yang dibutuhkan mikroba.

Menurut Pollard & Timberlake (1974), suhu penyimpanan yang ideal bagi sari

buah adalah 35-40°F (1.67-4.44°C) (Kusumawati, 2008)..

2.4.1. Komposisi Sari Buah

Dalam penelitian ini, minuman fungsional sari buah dibuat dengan

beberapa komposisi diantaranya yaitu, buah sawo, kayu manis, air, gula pasir,

jeruk nipis, dan natrium benzoat.

Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat

mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa makanan (Winarno, 1992). Air

yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengekstraksi komponen-komponen

kimia dalam buah sawo hingga menjadi sari buah. Namun, air dalam

penggunaanya harus memenuhi beberapa persyarataan agar dapat digunakan,

(36)

20 a. Syarat fisik. Air tersebut bening (tak berwarna), tidak berasa, dan suhu

dibawah suhu diluarnya.

b. Syarat bakteriologis. Air harus terbebas dari segala macam bakteri, terutama

bakteri patogen. Untuk mengetahuinya dengan memeriksa melalui sampel

air, dalam per 100 ml sampel tidak dibolehkan terkandung bakteri E.Coli

dan total bakteri koliform (PMK No.492 tentang persyaratan kualitas air

minum).

c. Syarat kimia. Air tidak boleh mengandung zat-zat kimia berbahaya yang

dapat mempengaruhi kesehatan.

Gula atau sukrosa (gambar 4) adalah oligosakarida yang memiliki peran

penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit,

siwalan,dan kelapa kopyor. Untuk industri-industri makanan biasa digunakan

sukrosa dalam bentuk kristal halus atau kasar dan dalam jumlah yang banyak

dipergunakan dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula

pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian sukrosa akan terurai

menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 1992). Menurut

Buckle et al (1987), sukrosa dalam pembuatan makanan berfungsi untuk memberi

rasa manis dan sebagai pengawet dimana dalam konsentrasi tinggi dapat

menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan menurunkan aktivitas air dalam

(37)

21

7

Gambar 4. Sukrosa

Jeruk nipis adalah asidulan alami yang dapat ditambahkan dalam

pembuatan minuman fungsional sari buah. Jeruk nipis memiliki karakteristik

citarasa yang lembut, berair, dan sangat asam dengan aroma yang tajam (Fellers,

1985). Senyawa volatil dari buah jeruk juga sangat penting dalam membentuk

aroma dan flavor. Komponen-komponen ini mencakup hidrokarbon terpen,

komponen karbonil, alkohol, dan ester yang terdapat pada minyak kulit jeruk dan

sedikit pada kantung minyak yang terdapat dalam kantung sari buah (Ting et al.,

1971). Pemanfaatan jeruk nipis cukup luas antara lain ialah sebagai bahan obat

tradisional, untuk perawatan kecantikan, untuk penyedap makanan, dan untuk

menambah rasa segar pada minuman (Kordial, 2009).

Natrium benzoat merupakan butiran atau sebuk putih tidak berbau dan

bahan ini dapat ditambahkan langsung ke dalam makanan atau dilarutkan terlebih

dahulu di dalam air atau pelarut-pelarut lainnya. Dalam penggunaanya, asam

benzoat kurang kelarutannya dalam air dibandingkan dalam bentuk garamnya,

sehingga pemakaiannya sering digunakan dalam bentuk garamnya yaitu natrium

(38)

22 Natrium benzoat merupakan pengawat sintetis yang biasa ditambahkan

pada makanan atau minuman. Aturan menteri kesehatan menyebutkan bahwa

batas penggunaan natrium benzoat pada yaitu600 mg/kg, PP No. 722/ Menkes/

Per/ IX/ 1988. Mekanisme kerja natrium benzoat sebagai pengawet yaitu

berdasarkan permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam

benzoat tidak terdisosiasi. Molekul-molekul asam benzoat tersebut dalam suasana

asam dapat mencapai sel mikroba yang membran selnya mempunyai sifat

permeabel terhadap molekul-molekul asam benzoat yang tidak terdisosiasi. Sel

mikroba yang mempunyai pH cairan sel netral akan dimasuki molekul-molekul

asam benzoat, maka molekul asam benzoat akan berdisosiasi dan menghasilkan

ion-ion H+, sehingga akan menurunkan pH mikroba tersebut. Hal ini

mengakibatkan metabolisme sel akan terganggu dan akhirnya sel mikroba tersebut

mati (Winarno dan Laksmi, 1974)

2.5. Antioksidan

Menurut Kochhar & Rossel (1990), antioksidan sebagai senyawa yang

dapat menunda, memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti

khusus, antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya

reaksi antioksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid.

Menurut Winarno (1997), antioksidan dibagi menjadi dua ketegori yaitu

antioksidan primer dan antioksidan sekunder. Antioksidan primer merupakan zat

yang dapat bereaksi dengan radikal bebas atau mengubahnya menjadi produk

yang stabil, sedangkan antioksidan sekunder atau antioksidan preventif dapat

(39)

23 primer (AH) bekerja dengan mekanisme seperti pada gambar 5. Antioksidan

primer (AH) bereaksi dengan oksida lipid dengan cara memberikan atom hidrogen

secara terus-menerus kepada radikal lipida (reaksi 1 dan 2). Reaksi berikutnya

berkompetisi dengan rantai reaksi propagasi (reaksi 5 dan 6).

(1) ROO*+AH ROOH + A*

(2) RO*+ AH ROH + A*

(3) ROO*+ A*ROOA

(4) RO*+ A*ROA

(5) RO*+ RH ROOH + R*

(6) ROO*+ RH R*+ ROOH

Gambar 5. Mekanisme Antioksidan Primer

Berdasarkan fungsinya, menurut Siagian (2002) antioksidan dapat dibagi

menjadi 4 tipe, yaitu:

a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan

atom H, misalnya vitamin E.

b. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat

pemulung, misalnya vitamin C.

c. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan Cu2+,

misalnya flavonoid.

d. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi

(40)

24

8

Gambar 6. Asam Askorbat

Vitamin C atau asam askorbat (gambar 6) merupakan nutrien dan vitamin

yang larut dalam air dan penting untuk kehidupan serta untuk menjaga kesehatan.

Vitamin ini juga dikenal dengan nama kimia dari bentuk utamanya yaitu asam

askorbat. Vitamin C dikenal sebagai antioksidan terlarut air paling dikenal,

vitamin C juga secara efektif memungut formasi ROS dan radikal bebas (Frei,

1994).

Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan

cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, vitamin C juga

dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dan

ekstraseluler. Vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen reaktif di dalam

sel netrofil, monosit, protein lensa, dan retina. Vitamin ini juga dapat bereaksi

dengan Fe-ferritin. Diluar sel, vitamin C mampu menghilangkan senyawa oksigen

reaktif, mencegah terjadinya LDL teroksidasi, mentransfer electron ke dalam

tokoferol teroksidasi dan mengabsorpsi logam dalam saluran pencernaan (Levine,

et al., 1995).

Askorbat dapat langsung menangkap radikal bebas oksigen, baik dengan

atau tanpa katalisator enzim. Secara tidak langsung, askorbat dapat meredam

(41)

25 terhadap senyawa oksigen reaktif lebih cepat dibandingkan dengan komponen

lainnya. Askorbat juga melindungi makromolekul penting dari oksidatif. Reaksi

terhadap radikal hidroksil terbatas hanya melalui proses difusi.

Vitamin C bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Vitamin E yang

teroksidasi radikal bebas dapat bereaksi dengan vitamin C kemudian akan berubah

menjadi tokoferol setelah mendapat ion hidrogen dari vitamin C

(Belleville-Nabeet,1996)

Sebagai zat penyapu radikal bebas, vitamin C dapat langsung bereaksi

dengan anion superoksida, radikal hidroksil, oksigen singlet dan lipid peroksida.

Sebagai reduktor asam askorbat akan mendonorkan satu elektron membentuk

semidehidroaskorbat yang tidak bersifat reaktif dan selanjutnya mengalami reaksi

disproporsionasi membentuk dehidroaskorbat yang bersifat tidak stabil.

Dehidroaskorbat akan terdegradasi membentuk asam oksalat dan asam treonat.

Oleh karena kemampuan vitamin C sebagai penghambat radikal bebas, maka

peranannya sangat penting dalam menjaga integritas membran sel (Suhartono et

al., 2007).

Menurut Asada (1992) reaksi askorbat dengan superoksida secara fisologis

mirip dengan kerja enzim SOD dan reaksi dengan hidrogen peroksida dikatalisis

(42)

26

Gambar 7. Mekanisme Reaksi Asam Askorbat dan Ion Superoksida (Atas) danHidrogen Peroksida (Bawah) (Asada, 1992)

Askorbat ditemukan dalam kloroplas, sitosol, vakuola, dan kompartemen

ekstraseluler. Kloroplas mengandung semua enzim yang berfungsi untuk

meregenerasi askorbat tereduksi dan produk-produk terioksidasi. Hidrogen

peroksida juga dihancurkan dalam kloroplas melalui reaksi redoks askorbat dan

pemanfaatan kembali glutation. Superoksida diubah menjadi hidrogen peroksida

secara spontan melalui reaksi dismutasi atau oleh enzim SOD. Hidrogen

peroksida ditangkap oleh askorbat dan enzim askorbat peroksidase (Asada, 1992).

Dalam hal ini monodehiroaskorbat memiliki 2 jalur regenerasi. Salah satunya

melalui monodehidrosiaskorbat reduktase, yang lainnya melalui dehidroaskorbat

reduktase dan glutation, sementara yang berperan sebagai donor elektron adalah

NADPH. Jalur ini juga memberikan 2 manfaat, yaitu detoksifikasi hidrogen

peroksida yang didiga berperan dalam reaksi Feton dan oksidasi NADPH.

Salah satu uji untuk menentukan aktivitas antioksidan penangkap radikal

adalah metode DPPH (1,1-Diphenyl-2-picrylhidrazyl).Metode DPPH memberikan

(43)

27 memberikan serapan kuat pada panjang gelombang 517 nm dengan warna violet

gelap. Penangkap radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang

kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah

elektron yang diambil (Sunarni, 2005).

Molekul 1,1-diphenyl-2-picrylhidrazil (DPPH) pada gambar 8, yang

bereaksi dengan atom hidrogen yang dilepaskan satu molekul komponen sampel

(antioksidan), pelepasan satu molekul sampel akan membentuk senyawa

1,1-diphenyl-2-21 picrylhidrazine dan radikal antioksidan yang menyebabkan

terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu ke kuning. Reaksi antara antioksidan

dengan molekul DPPH (Prakash, 2001).

N

Gambar8. Reaksi Radikal DPPHdengan Senyawa Antioksidan

Antioksidan alami yang paling umum adalah flavonoid (flavanol,

isoflavon, flavon, katekin, dan flavanon), turunan dari asam sinamat, kumarin,

tokoferol, dan asam organik polifungsional (Pratt et al.,1990). Secara alami,

(44)

28 bahan pangan tersebut diolah maka antioksidan yang terkandung di dalamnya

dapat mengalami degradasi kimia atau fisik sehingga fungsinya berkurang

(Fardiaz, 1980).

2.6. Analisis Sensori

Analisis sensori atau pengujian organoleptik penting dilakukan untuk

mendapatkan formulasi minuman yang tersukai sehingga dapat diketahui apakah

suatu produk dapat diterima oleh konsumen atau tidak (Muawanah et al., 2012).

Analisis sensori atau pengujian organoleptik adalah identifikasi, pengukuran

ilmiah, analisis, dan interpretasi dari karakteristik (atribut) produk berdasarkan

penerimaan melalui kelima indera manusia yaitu penglihatan, penciuman,

pencicipan, perabaan, dan pendengaran. Atribut sensori yang dianalisis dengan

pengindraan ini antara lain adalah penampilan, aroma, tekstur dan konsistensi,

citarasa, serta suara (Meilgaard, 1999).

Metode pengujian sensori melibatkan panelis dalam menilai suatu produk

pangan. Panelis adalah orang atau sekelompok orang yang menilai dan

memberikan tanggapan terhadap produk yang diuji. Panelis dapat dipilih dari

konsumen awam pengguna produk sampai seorang yang sangat ahli dalam

menilai menilai kualitas sensori. Penggunaan panelis diharapkan dapat

menjelaskan sensasi dan persepsi citarasa yang diterima oleh indra manusia

(Setyaningsih et al., 2010).

Citarasa (flavor) merupakan kompleks sensasi yang ditimbulkan oleh

berbagai indra (penciuman, pengecap, penglihatan, peraba, dan pendengaran)

(45)

29 ditimbulkan dapat berupa sensasi rasa (manis, asam, asin, dan pahit) oleh papila

lidah (taste buds), sensasi aroma oleh rongga hidung (nasal cavity), dan sensasi

pain (sepat, panas atau pedas (pungency), dingin) oleh saraf-saraf trigeminal.

Sensasi tidak langsung, seperti penampakan, suara, dan emosi juga turut

berpengaruh terhadap persepsi citarasa makanan dan minuman yang dikonsumsi.

Oleh karena itu, sensasi tersebut dapat mempengaruhi aspek penerimaan

konsumen secara keseluruhan (Lindsay, 1996).

Secara umum, Meilgaard (1999) mengklasifikasikan analisis sensori

menjadi tiga bagian yaitu, uji pembedaan, uji deskripsi, dan uji afektif.

a. Uji Pembedaan

Uji pembedaan yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui perbedaan

diantara dua atau lebih contoh. Uji pembedaan biasanya digunakan dalam

konteks pengawasan mutu produk, studi umur simpan, dan investigasi bau atau

flavor asing.

b. Uji Deskriptif

Uji deskriptif yaitu uji yang digunakan untuk menentukan atau mengukur

karakter dan instensitas perbedaan dalam suatu produk. Uji ini lebih tepat

digunakan untuk pengembangan produk, reformulasi produk, dan untuk meneliti

perbedaan produk percobaan dengan produk komersial. Panelis yang digunakan

dalam uji ini yaitu yang sudah terlatih yang telah melalui proses seleksi dan

(46)

30 c. Uji Afektif

Uji afektif yaitu uji yang digunakan untuk mengetahui respon individu

berupa penerimaan ataupun kesukaan dari konsumen terhadap produk yang sudah

ada, produk baru, atau karakteristik khusus dari produk yang diuji. Menurut Poste

(1991), hasil uji afektif mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu

produk. Secara umum terdapat dua macam uji afektif yaitu uji afektif kualitatif

dan uji afektif kuantitatif. Metode uji afektif kualitatatif terdiri dari focus group,

focus panel, dan wawancara personal. Sedangkan, metode uji afektif kuantitatif

terdiri dari uji kesukaan atau uji hedonik dan uji penerimaan (Meilgaard, 1999).

Menurut Poste (1991), uji kesukaan atau uji hedonik merupakan metode

pengujian yang paling umum dilakukan untuk mengukur kesukaan suatu sampel

bila dibandingkan sampel lain. Skala hedonik kemudian digunakan utnuk

menunjukkan tingkat kesukaan atau ketidaksukaan terhadap suatu produk. Skala

yang dapat digunakan pada uji hedonik yaitu skala yang berkisar antara 1 sampai

5 antara 1 sampai 5, dimana (5) Sangat Suka, (4) Suka, (3) Agak Suka, (2) Tidak

Suka, dan (1) Sangat Tidak Suka (Akhtar et al., 2010).

2.7. Instrumentasi

2.7.1. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrometri serapan atom adalah bagian dari spektroskopi. Teknik

spektroskopi didasarkan pada emisi atau absorbsi radiasi elektromagnetik yang

merupakan sifat khas dari perubahan energi tertentu dalam suatu molekul atau

atom. Perubahan energi ini berupa tingkatan energi yang terkuantisasi yang

(47)

31 radiasi elektromagnetik, energi dari foton dapat dipindahkan ke atom atau

molekul sehingga dapat mengubah tingkatnya dari keadaan dasar ke keadaan

tereksitasi. Proses ini dikenal sebagai absorpsi (Anwar et al., 1989). Dalam garis

besarnya prinsip spektrofotometri serapan atom sama saja dengan

spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada bentuk

spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya (Rohman, 2007).

Metode spektrofotometri serapan atom, berprinsip pada absorbansi cahaya

oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang

tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tersebut

memiliki energi yang cukup untuk mengubah tingkat energi elektronik suatu

atom. Dengan absorpsi energi, berarti memperoleh lebih banyak energi, suatu

atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya ke tingkat eksitasi

(Khopkar, 2003). Skema peralatan AAS (gambar 9) yaitu:

(48)

32 1. Sumber radiasi, yaitu berupa lampu katoda berongga (hollow cathoda

lamp). Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutuo yang mengandung suatu

katida dan anoda.

2. Atomizer,yaitu yang terdiri dari pengabut dan pembakar.

3. Monokromator, yaitu untuk memisahkan dan memilih panjang gelombang

yang digunakan dalam analisis.

4. Detektor, yaitu untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat

pengatoman.

5. Rekorder, yaitu suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatatan hasil (Rohman, 2007).

2.7.2. Spektrofotemetri UV-VIS

Spektrofotometri merupakan suatu metode pengukuran yang digunakan

untuk mempelajari interaksi antara atom atau molekul dengan radiasi

elektromagnetik, dimana substansi kimia secara selektif menghamburkan

(scatter), menyerap atau mengemisi energi elektromagnetik pada panjang

gelombang yang digunakan dalam range ultraviolet (200-400 nm), sinar tampak

(400-700 nm), atau cahaya yang mendekati inframerah (Khopkar, 2003).

Prinsip spektrofotometri UV-Vis yakni radiasi pada rentang panjang

gelombang 200-800 nm dilewatkan melalui suatu larutan senyawa.

Elektron-elektron pada ikatan didalam molekul menjadi tereksitasi sehingga menempati

keadaan kuantum yang lebih tinggi dan dalam proses menyerap sejumlah energi

yang melewati larutan tersebut. Dua hukum empiris telah diformulasikan tentang

(49)

33 tidak tergantung terhadap intensitas sumber sinar. Hukum Beer’s menyatakan

bahwa serapan tergantung jumlah molekul yang terserap. Dari kedua hukum

tersebut dapat disajikan ke dalam persamaan berikut (Supratman, 2010):

A = log Io

I = kcb

Dimana :

A = absorbansi Io = intensitas sinar awal

I = intensitas sinar yang diteruskan c = konsentrasi sampel

b = tebal selyang dilalui sampel (cm) k = koefisien ekstingsi

Hukum Beer menyatakan bahwa absorbans berbanding langsung dengan

tebal larutan dan konsentrasi larutan. Dimana apabila suatu berkas radiasi dengan

intensitas Io dilewatkan melalui suatu larutan dalam wadah transparan setebal b

yang berisi sejumlah n partikel (atom, ion, atau molekul) maka sebagian radiasi

akan diserap sehingga intensitas radiasi yang diteruskan I menjadi lebih kecil dari

pada Io. Dimana berkurangnya intensitas radiasi tergantung dari luas penampang

yang menyerap partikel, dan luas penampang ini sebanding dengan jumlah

partikel (n). Ini menunjukkan bahwa larutan tersebut menyerap sejumlah sinar.

(50)

34 Sebuah spektrofotometer memiliki lima bagian penting (gambar 10), yaitu:

1. Sumber cahaya, untuk UV umumnya digunakan lampu deuterium (D2O),

untuk visibel digunakan lampu tungsten xenon (Auc).

2. Monokromator, suatu alat yang berfungsi mengubah cahaya polikromatik

menjadi cahaya monokromatik.

3. Sel penyerap / wadah pada sampel, cell dalam spektrofotometer disebut juga

dengan kuvet.

4. Photodetector, berfungsi untuk mengubah energi cahaya menjadi energi

listrik.

5. Analyzer (pengolah data), untuk spektrofotometer modern biasanya dilengkapi

(51)

35

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu (PLT) Kimia

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian inidilaksanakan

pada bulan Mei 2013 sampai November 2013.

3.2. Alat dan Bahan

3.2.1. Alat

Alat-alat yang digunakan pada penelitianini antara lain yaitu pisau, juice

extractor, alat penyaring, botol gelas, timbangan analitik, hot plate, tanur listrik,

peralatan gelas kimia, pH meter, refraktometri, spektrofotometer UV-Vis

(Lambda 25 merk Perkin Elmer), dan spektrofotometer serapan atom (Perkin

Elmer Analyst 800).

3.2.2. Bahan

Bahan-bahan utama yang digunakan adalah buah sawo, kayu manis, jeruk

nipis, C6H3COONa, dan C12H22O11 yang didapatkan dari Pasar Tradisional

Ciputat, Tangerang Selatan. Bahan-bahan lainnnya yaitu Na2CO3, C7H6O5 (asam

galat), reagen Folin-Cicalteau, KI, I2, NaOH, HNO3, CH3OH, DPPH, PCA dan

(52)

36

3.3. Prosedur Penelitian

3.3.1. Pembuatan minuman fungsional

Pembuatan minuman fungsional dilakukan dalam beberapa tahapan yaitu,

pemilihan bahan, ekstraksi, penambahan larutan gula, natrium benzoat, dan jeruk

nipis, pengemasan, dan pasteurisasi. Buah sawo dipilih berdasarkan bentuk buah,

ukuran, warna, banyak sedikitnya noda yang merupakan faktor dari kerusakan.

Buah yang memiliki gumpalan getah dan gorasan pada kulitnya tidak dipilih

karena menandakan kematangan buah yang tidak merata atau rusaknya buah.

Sortasi atau pemilihan ulang dilakukan yang bertujuan agar didapatkan hasil yang

seragam, lalu dilakukan pembersihan dan pencucian. Kemudian, dilakukan

ekstraksi untuk mendapatkan sari buah yang diinginkan dengan menggunakan alat

juice extractor. Dilakukan penyaringan dengan penyaring dan kainuntuk

memisahkan ampas dan sari buahnya. Selanjutnya, dilakukan ekstraksi kayu

manis dengan menggunakan airselama 15 menit yang dilakukan di dalam wadah

tertutup untuk meminimalkan teruapkannya komponen volatil. Selanjutnya,

minuman fungsional dibuat dengan lima macam formulasi (tabel 3) yaitu dengan

mencampurkan perasan sari sawo, ekstrak kayu manis 0,8 % (b/v), larutan gula 30

% (b/v), jeruk nipis, dan larutan natrium benzoat (konsentrasi akhir 500 ppm).

(Aturan Menkes batas maksimum pengawetyaitu 600 mg/kg, PP No. 722/

Menkes/ Per/ IX/ 1988).Minuman dibuat dalam volume total 100 mL untuk

(53)

37

Tabel 3. Formulasi minuman sari buah sawo

Bahan Komposisi per 100 mL

829 561 401 952 733

Sari sawo (mL) 40 45 50 55 60

Ekstrak kayu manis 0,8 % b/b 40 35 30 25 20

Larutan gula 30 % (b/b) 15 15 15 15 15

Larutan Na-Benzoat (konsentrasi akhir

500 ppm) 1 1 1 1 1

Jeruk nipis (mL) 4 4 4 4 4

Minuman fungsional yang telah diformulasi lalu dikemas ke dalam botol

kaca yang sebelumnya telah disterilkan. Setelah itu, botol di pasteurisasi didalam

penangas air selama 30 detik.

3.3.2. Analisis Sensori

Analisis sensori atau uji organoleptik dilakukan melalui uji hedonik yang

mengindikasikan pilihan, kesukaan, atau penerimaan suatu produk. Parameter uji

yang digunakan yaitu parameter warna, aroma, rasa manis, rasa asam, dan

penerimaan keseluruhan. Pengujian dilakukan terhadap 20 orang panelis semi

terlatih, yaitu panelis yang bukan ahli dan juga yang bukan awam yang tidak bisa

mengenali ciri-ciri organoleptik. Pengujian dilakukandalam sebuah kuesioner

(lampiran 3) dengan menggunakan skala hedonik yang berkisar antara 1 sampai 5,

dimana (5) Sangat Suka, (4) Suka, (3) Agak Suka, (2) Tidak Suka, dan (1) Sangat

Tidak Suka (Akhtar et al., 2010). Data yang didapatkan kemudian dianalisis

dengan menggunakan software SPSS versi 17 untuk menentukan formulasi yang

paling disukai panelis. Formulasi tersukai kemudian dianalisis antioksidannya

yang meliputi pengujian aktivitas antioksidan serta komponen kimia antioksidan,

(54)

38

3.3.3. Analisis Antioksidan

Analisis antioksidan meliputi pengujian aktivitas antioksidan dan

komponen kimia antioksidan yaitu pengujian total fenolik dan kandungan vitamin

C.

3.3.3.1.Uji Aktivitas Antioksidan (Kekuda et al., 2010)

Aktivitas penghambatan radikal sampel dilakukan berdasarkan

penghambatannya pada radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH).

Disiapkan larutan sampel pada varian konsentrasi (0,19 �L sampai 100 �L/mL)

dalam metanol. Dimasukkan masing-masing larutan sampel sebanyak 2 mL ke

dalam tabung reaksi. Setelah itu ditambahkan 2 mL larutan DPPH 0,002 % (dalam

metanol). Dilakukan inkubasi didalam ruang gelap selama 30 menit, lalu diukur

absorbansi sampel dengan spektrofotometer UV-Vis (panjang gelombang=518

nm). Besarnya aktivitas antioksidan diukur dengan parameter persen inhibisi lalu

diukur (IC50).

Persen inhibisi= � � − �

� � × 100 %

Nilai IC50 ditentukan dengan menggunakan rumus persamaan regresi

linear, dengan ekstrapolasi persen inhibisi sebagai ordinat (y) dan konsentrasi

sebagai absis (x).

3.3.3.2.Analisis Total Fenol (Heilerova et al., 2003 )

Pengukuran total fenol dilakukan dengan menggunakan reagen

Folin-Ciocalteu dan asam galat sebagai standar. Pertama-tama 0,2 mL sampeldiambil

dan kemudian ditambahkan 1 mL reagen Folin Ciocalteu 10 % (dalam air).

(55)

39 ditambahkan 3 mL larutan Na2CO32 % (dalam air). Sampel diinkubasi selama 1

jam dalam tempat gelap. Lalu absorsorbansinya diukur pada panjang gelombang

765 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Total fenolik ditentukan dalam

(�g/mL) berat ekuivalen asam galat (EAG) dengan menggunakan persamaan

regresi dari kurva standar asam galat (0–32 �g/mL).

3.3.3.3.Analisis Kadar Vitamin C (AOAC, 1999)

Kadar vitamin C ditentukan dengan cara titrasi Iod. Sebanyak 5 ml sampel

dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml. Ditambahkan 20 ml air destilat dan

beberapa tetes larutan pati sebagai indikator. Selanjutnya dititrasi dengan larutan

Iod 0,01 N sampai larutan berwarna biru. Tiap ml larutan Iod equivalen dengan

0,88 mg asam askorbat. Kadar vitamin C dapat dihitung sebagai asam askorbat

dengan rumus sebagai berikut :

=ml Iod 0,01 N x 0,88 x P x 100

dimana, merupakan mg asam askorbat per 100 ml sari buah dan P merupakan

faktor pengenceran.

3.3.4. Uji Sifat Kimia dan Fisik

Analisis sifat kimia dan fisik bertujuan untuk mengetahui komposisi nilai

gizi dari produk pangan. Uji sifat kimia dan fisik meliputi analisis kadar air, kadar

abu, pH, total padatan terlarut, dan total asam.

3.3.4.1. Kadar Air (AOAC, 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah

mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105°C selama 1 jam. Cawan

Gambar

Gambar 21. Mekanisme Kerja Antioksidan Golongan Fenol ...........................  64
Tabel 1.  Kandungan Sawo dalam 100 g Sawo Masak Segar .........................   8
Gambar 1. Sawo Manila ( Candra, 2011)
Tabel 1.Kandungan Sawo dalam 100 g Sawo Masak Segar oleh Direktorat Gizi Depkes (1981)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Akibat Hukum Tanah Yang Terindikasi Terlantar terancam akan dicabut haknya oleh Negara apabila tidak dikeluarkan dari Data Base, BPN Wilayah akan mengusulkan

Melakukkan asuhan kebidanan kebidanan pada masa nifas dengan melakukan pengkajian data subyektif dan data obyektif, membuat interpretasi data, mengidentifikasi

Pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti khususnya materi Haji dan Umroh di SMP sebagaimana di jelaskan pada kurikulum SMP, berdasarkan Permendikbud No 58

‘You look up,’ continued the Doctor, ‘you see in front of you the very thing you came here to get, the micro-circuit!’ Barbara rose and looked into the broken cabinet..

Telah dibuat perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membuktikan hasil penyelesaian permasalahan digital yang diselesaikan menggunakan metode Peta Karnaugh. Metode

[r]

Berdasarkan kadar amonia yang terdapat dalam lateks pekat kita mengenal : Lateks pekat amonia rendah ( Low Ammonia ) adalah lateks pekat yang mengandung

BAB XV I PSAKTER PESADIUH DAB MKBAEA8ABHTA.. wjtarssn* iram ri