• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Adversity Quotient Dengan Penyesuaian Diri Sosial Pada Mahasiswa Perantauan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Adversity Quotient Dengan Penyesuaian Diri Sosial Pada Mahasiswa Perantauan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

PADA MAHASISWA PERANTAUAN

DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam memperolah gelar Sarjana Psikologi

OLEH:

RANY FITRIANY

/NIM. 104070002403

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS !SLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Kesarjanaan Psikologi

Oleh

RANY FITRIANY NIM. 104070002403

Dibawah Bimbingan

Pembimbing II

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(3)

Skripsi yang berjudul HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN PENYESUAIAN DIRI SOSIAL PADA MAHASISWA PERANTAUAN DI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA telah diujikan dalam sidang

munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 11 Agustus 2008. Skripsi ini telah cliterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi.

Jakarta, 11 Agustus 2008

Sidang Munaqasyah

artati, M.Si 938

artati M.Si 938

Sekretaris Merangkap Anggota

Pembimbing II

セ@

(4)

TerRhusus uV1-tt.tR sciuclcirci-sciuclcirci Rt.<. t:JC!Vvg sciv.,gcit Rt.<.SC!t:JC!""gL •

IA.clC! i=cijrL, IA.Vl-L ZIA.LRC! clC!VI- cicleRRt.t Rt!Hh

sertci

Relucirgci bescir t:JC!""g

(5)

Semua kesulitan sesungguhnya merupakan kesempatan bagi jiwa kita untuk

tumbuh dan berkembang.

Jangan pernah mengukur tinggi sebuah gunung sebelum anda mencapai

puncaknya. Karena, dan kemudian akan melihat betapa rendahnya gunung

ih!.

Tak ada satu pun didunia ini yang dapat menggantikan ketekunan.

Bakat tak akan bisa menggantikan ; ban yak sekali orang berbakat yang tidak

sukses.

Jenius tak akan bisa menggantikan; orang jenius tidak mendapat pendidikan

hampir menjadi pepatah.

Pendidikan pun tidak; dunia sudah penuh dengan orang-orang

berpendidikan yang tidak melakukan apa-apa.

Ketekunan dan keteguhan hatilah yang berkuasa.

Slogan "Maju Terus" telah dan akan selalu memecahkan masalah-masalah

umat manusia.

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, Maka apabila kamu

telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh

(urusan) yang lain. Dan hanya kepada tuhan mulah hendaknya kamu

(6)

(B). Agustus 2008 (C). Rany Fitriany

(D). Hubungan Adversity Quotient Dengan Penyesuaian Diri Sosial Pada Mahasiswa Perantauan Di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(E). 158 Halaman (termasuk Lampiran)

(F). Adversity Quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang individu dalam menghadapi kesulitan, kepercayaan diri dalam menguasai hidup dan kemampuan untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam memperoleh sebuah kesuksesan. Dimensi Adversity Quotient dapat dilihat dari lima indikator yaitu Control (C), Origin (0),

Ownership (0), Reach (R), dan Endurance (E). Penyesuaian diri sosial adalah keberhasilan individu dalam mengubah perilaku sehingga dapat menyesuaikan diri dengan orang lain, keluarga, teman, kelompok dan orang asing yang baru di kenal serta masyarakat luas pada umumnya, dengan dua indikator yang berasal dari aspek-aspek penyesuaian diri yaitu penyesuaian pribadi dan penyesuaian diri sosial.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode penelitian korelasional. Jumlah populasi dalarn penelitian ini adalah 65 orang mahasiswa perantauan di Fakultas

Psikologi. Karena keterbatasan dari jumlah populasi maka peneliti menggunakan semua responden sebagai sampel penelitian dengan menggunakan Purposive Sampling, jadi penelitian ini di namakan

penelitian populasi. lnstrumen pengumpulan data adalah menggunakan skala Adversity Response Profile untuk Adversity Quotient dan skala

(7)

Moment dari Pearson dan untuk menguji reliabilitas instrument dengan

Alpha Cronbach. Dan untuk menguji hipotesis penelitian menggunakan

Product Moment. Jumlah item yang valid untuk ska la Adversity Response· Profile adalah 26 item dan 14 item yang tidak valid. Reliabilitas skala Adversity Response Profile adalah 0,865. sedangkan item yang valid pada skala penyesuaian diri sosial terdapat 47 item yang valid dan 7 item yang tidak valid. Reliabiltas skala penyesuaian diri sosial adalah 0.937. berdasarkan analisis Korelasi Product Moment dari Pearson terhadap hipotesis yang diajukan, diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan penyesuaian diri sosial pad a mahasiswa perantauan. Karena r hitung (0.458) > r tabel (0,317) yang berarti mahasiswa perantauan memiliki Adversity Quotient yang tinggi dan penyesuaian diri sosial yang baik, sebaliknya mahasiswa perantauan yang memiliki Adversity Quotient yang rendah memiliki penyesuaian diri sosial yang tidak baik. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan lebih memperhatikan kontrol budaya dan dapat mengambil sampel dalam jumlah yang lebih banyak dan umum, agar penelitian ini lebih

representatif.

(8)

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur yang mendalam penulis ucapkan kepada Allah SWT, Tuhan Rabbul lzzati yang selalu melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepadei penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat dan salam selalu tercurahkan untuk nabi junjungan alam Muhammad Saw, yang telah membawa umat manusia menuju alam yang berilmu pengetahuan.

Banyak hal yang penulis dapatkan dari sebuah karya tulis ini, tidak hanya sebuah hasil karya, juga pengalaman hidup yang beragam yang melatih penulis untuk menjadi lebih baik dan dewasa menjalani hidup. Penulis menyadari sekali penulisan ini jauh dari kesempunaan seperti yang

diharapkan, walaupun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menghasilkan yang terbaik.

Penulis sangat berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat selesai, yang merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana Psikologi di Fakultas Psikologi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tak ternilai kepada :

1. lbu Ora. Hj. Netty Hartati, M.Si, selaku Oekan Fakultas Psikologi yang turut berperan dalam penyelesaian karya tulis ini.

2. lbu Ora. Hj. Zahrotun Nihayah, M.Si, Bapak Bamban9 Suryadi, Bapak Abdur Rahman Shaleh, M.Si, selaku Pembantu Dekan, Ors. Ahmad Syahid, M.Ag selaku Penasehat Akademik yang turut berperan dalam

(9)

Pembimbing I dalam penelitian ini, yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dengan penuh perhatian dan l<eikhlasan serta selalu mendorong penulis sehingga karya tulis ini selesai.

4. Bapak H. lkhwan Lutfi M.Si selaku pembimbing II yang menghadapi penulis dengan penuh kesabaran, keikhlasan dan mengorbankan

waktunya tiap hari untuk selalu membimbing penulis sehingga terwujudlah sebuah karya tulis ini.

5. Kepada kedua orang tua yang tersayang dan tercinta papa Ors. Ruswan Atra dan mama Nisma Seda S.Pd yang selalu memberikan nasehat, dan memotivasi penulis sehingga menjadi sumber inspirasi bagi penulis. Semoga Allah Swt selalu memberikan rahmat dan kesehatan serta membalas atas jasa dan kebaikan mereka berdua.

6. Kepada Saudara-saudara ku uda fajri, Uni Zulka, dan adekku Ratih yang selalu memberikan semangat, mendengarkan keluhan-keluhan penulis, dan cinta kasih penulis, semoga Allah memberikan yang terbaik untuk kita semua.

(10)

kelas D (putri, meta, anggi, dwi, efi, tri, niken, ratih, rini, ranil, fenty, alif, Qibo, darma, triple siti, grandong, andi, bayu, adi, dendi, yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu)

9. Mahasiswa Psikologi yang telah membantu penulis dalam pengisian angket sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.

Akhirnya dengan segala perjuangan karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini dapat berguna khususnya bagi peneliti dan pembaca pada umumnya. Amin.

Wassalamua'laikum Warrahmatullah Wabarokatuh.

Jakarta, Agustus 2008

(11)

Judul ... .

Halaman Persetujuan .. . .. ... ... . . .. . ... ... .. . ... .. ... ... .. . . . ... . .. ... ... . . . .. . . .. . . ii

Halaman Pengesahan .. ... .. ... .. ... . .. . .. .. ... . .. .. . ... .. . .. . .. . . . .. . . .. . . .. .. . .. iii

Pesembahan .. . .. .. ... .. . .. ... .. .. . .. . .. . .. . .. . .. . ... .. . .. . . . .. . .. .. . . .. .. . .. .. . . .. . .. . . .. . . 1v

Motto ... v

Abstrak ... vi

Kata Pengantar .. ... . . .. .. . .. . . . .. . .. . .. . .. . .. ... .. . . .. . . .. . .. .. . . ... . . viii

Daftar lsi .. .. . .. .. . ... .. . .... .. . .. . .. ... ... .. .. . .. . .. ... ... ... . . . .. . . .. . . .. . ... .. ... .. . . xii

Daftar Tabel ... xv

Daftar Garn bar ... . .. . . . .. . . ... .. . . .. .. . . .. . .. . .. . .. . .. . . .. . .. ... . . .. . .. . . .. ... . . . xv11

Daftar Lampiran . ... .. . .. .. . .. . .. .. . ... ... ... . . . .. . .. ... . .. ... ... . . . ... ... .. . .. . ... ... .. ... . .. . xviii

BABI :PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . . . . .. .. ... ... .. .. .. ... . .. . . .... ... .. . ... .. . ... . . .. .. . . .... . ... .. 1

1.2 ldentifikasi Masalah . .. .. . .. .. ... ... .. . .. . ... . .. . . .. .. .. .. . .. ... . .. . .. .. . . 6

1.3 Batasan dan Rumusan Masalah . . ... . . ... . .. ... ... .. .. .. .. . .. .. . .. . .. 7

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 8

1.5 Sistematika Penulisan ... 9

BAB II : TINJAUAN TEORI 2.1 Adversity Quotient 2.1.1 Pengertian Adversity Quotient Menu rut Bahasa ... .. . 12

2.1.2 Pengertian Adversity Quotient Menu rut lstilah ... .. 12

2.1.3 Teori Dasar Pembentukan Adversity Quotient .... .. .. 13

2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehiclupan ... .... 19

(12)

2.2.1 Pengertian .. ... .. . .. ... ... ... ... ... .. . .. . .. . .. . . . .. . .. ... . . .. . . 30

2.2.2 Macam-macam Penyesuaian Diri . . .. . . .. . . .. . . .. . . 32·

2.2.3 Ciri-Ciri Penyesuaian Diri yang Baik . ... ... 34

2.2.4 Aspek-Aspek Penyesuaian Diri ... ... 36

2.2.5 Kriteria Penyesuaian diri Sosial ... ... 40

2.2.6 Pembentukan Penyesuaian Diri.. .. . .. . . .. . ... . . . .. ... ... . .. 41

2.2.7 Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri ... 43

2.3 Mahasiswa Perantauan 2.3.1 Pengertian ... ... 46

2.3.2 Faktor-faktor dari Merantau ... ... 51

2.3.3.Karakteristik Umum Mahasiswa Perantauan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ... 54

2.4 Kerangka Berfikir ... ... 56

2.5 Hipotesis ... ... 58

BAB Ill : METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian 3.1.1 Pendekatan Penelitian dan Metode penelitian . . . 59

3.1.2 Variabel Penelitian dan Defenisi Operasional ... 59

3.2 Pengambilan Sampel 3.2.1 Populasi dan Sampel . .. ... . . . .. . . .. . .. . . .. . .. . . .. . . .. . .. . . 60

3.2.2 Tehnik Pengambilan Sampel ... 61

3.3. Pengumpulan Data 3.3.1 Metoda dan lnstrumen ... ... ... ... 62

3.3.2 Ala! Pengumpulan Data ... ... 63

(13)

4.1. Gambaran Umum Responden ... 72 4.2. Pengujian lnstrumen Penelitian

4.2.1. Hasil Uji Validitas Adversity Quotient... 75 4.2.2. Hasil Uji Validitas Penyesuaian Diri Sosial... 75 4.2.3. Hasil Uji Reliabelitas Skala Adversity Quotient dan

Penyesuaian Diri Sosial .. . ... .. . .. . .. . . .. . .. . . 76 4.3. Uji Pesyaratan

4.3.1. Uji Normalitas ... ... ... .. 78 4.3.2. Hasil Uji Variabel ... 80 4.3.3. Pengujian Hipotesis... 86

BAB V. PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... ... ... 88 5.2. Diskusi . . . .. ... . . ... .. . .. . .. . .. . . .. . .. . .. . .. . .. . .. . . .. . . .. . .. . . 88 5.3. Saran ... ... 93

(14)

Tabel 2.1 Mahasiswa perantauan fakultas psikologi

UIN syarif hidayatullah jakarta menurut daerah asal ... 55

Tabel 3.1 Blue Print Skala Adversity Response Profile... 66

Tabel 3.2 Blue Print Skala penyesuaian diri sosial ... 68

Table 4.1 Distribusi respond en berdasarkan jenis kelamin . . . 72

Table 4.2 Distribusi responden berdasarkan usia . . . 73

Table 4.3 Distribusi responden berdasarkan tingkatan (Semester) ... 73

Table 4.4 Distribusi responden berdasarkan lndeks prestasi (IP) . . . 73

Table 4.5 Distribusi responden berdasarkan Alamat Asal... 74

Tabel 4.6. Hasil uji instrumen yang valid dari skala ARP ... 75

Tabel 4.7 Blue Print Skala penyesuaian diri sosial pasca uji instrument... 76

Tabel 4.8 Norma Reliabilitas . . . .. . ... . . . .. . . .. . . .. . . 78

Tabel 4.9 Prosentase skor adversity quotient... 80

Tabel 4.1 O Prosentase skor penyesuaian diri social . . . 81

[image:14.595.34.448.160.518.2]
(15)
[image:15.595.57.450.167.490.2]

Tabel 4.13 Hasil mean dan standar deviasi AQ dan

penyesuaian diri sosial berdasarkan angkatan (semester) .. 84

Tabel 4.14 Hasil mean dan standar deviasi AQ dan penyesuaian diri

sosial berdasarkan indeks prestasi . . . 85

Tabel 4.15 Korelasi AQ dengan penyesuaian diri sosial mahasiswa

(16)
[image:16.595.51.450.148.489.2]

Bagan 2.1 Bagan Hubungan AQ dengan Penyesuaian diri Sosial .. ... . .. . ... 58

Gambar 4.1 Histogram Adversity Quotient ... ... 79

(17)

Lampiran 1 Data hasil try out

Lampiran 2

Hasil uji validitas skala adversity response profile dan penyesuaian diri sosial

Lampiran 3

Reliabiltas skala adversity response profile dan penyesuaian diri sosial

Lampiran 4

Hasil Uji Normalitas

Lampiran 5

Hasil Uji Hipotesis

Lampiran 6 Hasil Uji Variabel

Lampiran 7

(18)

1.1 Latar Belakang

Setiap individu mempunyai keinginan untuk merubah dirinya menjadi lebih baik. Hal ini bisa dikarenakan tempat sebelumnya mempunyai lingkungan yang kurang baik, ingin menuntut ilmu pengetahuan serta mencari

pengalaman baru. Untuk menuntut ilmu pengetahuan dan mencari

pengalaman, berbagai cara yang dilakukan oleh individu salah satunya pergi ke negeri (daerah) lain. Pindah atau pergi dari satu daerah ke daerah lain meninggalkan daerahnya bisa dikatakan merantau (Partanto dan Al Barry, 2004)

Adapun alasan atau faktor-faktor yang mempengaruhi sieseorang untuk merantau, menurut Dr. Mochtar Nairn (1979, h. 232) aclalah: faktor fisik (ekologi dan /okasi) maksudnya yakni karena terpencilnya daerah tempat tinggal dan susah di jangkau sehingga membuat seseorang merasa tertinggal dan tidak mengalami perkembangan, faktor ekonomi (tekanan ekonomi, sulitnya hidup di daerah, kurang kesempatan kerja di daerah, mencari

pekerjaan, pergi berdagang, tidak dapat membangun masa depan yang lebih baik di daerah, di pindahkan, lebih banyak lowongan ー・ャセ・イェ。。ョ@ di rantau),

(19)

pengalaman, mencari ketrampilan, kurangnya fasilitas pendidikan di

kampung), faktor sosial (tekanan adat dan kebiasaan, aclat terlalu sempit dan menjadi penghambat, pertikaian dalam keluarga, terlalu banyak tanggung jawab sosial, sistem sosial yang tertutup), faktor kejiwaan (tidak merasa lega ·

hidup di daerah, mencari kebebasan emosi, di pengaruhi dan meniru orang lain, tradisi merantau, menurut kata hati, ingin bersaing, ingin bertanggung jawab dan hidup mandiri)

Menurut DL Mochtar Nairn (1979, h.3) istilah merantau atau perantauan ini mengandung enam unsur pokok yaitu : meninggalkan kampung halaman, dengan kemauan sendiri, untuk jangka waktu yang lama atau tidak, dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu dan mancari pengalaman serta biasanya dengan maksud kembali pulang. Para perantau dengan alasan pendidikan seperti melanjutkan studi, menambah ilmu pengetahuan, mencari pengalaman, mencari ketrampilan, kurangnya fasilitas pendidikan di kampung pada umumnya adalah pelajar (mahasiswa). Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi.

(20)

pada mahasiswa berkisar pada perbedaan sifat pendidikan di SL TA-Perguruan Tinggi I Akademi (kurikulum, disiplin, hubungan antara dosen dengan mahasiswa), hubungan sosial, masalah ekonomi, pemilihan bidang studi atau jurusan, mencari tempat tinggal (kost/kontrakkan) (Gunarsa, 2000 ' dan Kamal, 2007).

Selain itu, kesulitan penyesuaian diri yang di hadapi mahasiswa (Hurlock. 1980. h. 213) adalah kesulitan dalam meningkatkan pengaruh kelompok sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru dalam mencari teman, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial serta nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin.

Kesulitan-kesulitan yang dihadapi mahasiswa tersebut di pengaruhi oleh rendahnya penyesuaian diri. Efek dari rendahnya penyesuaian diri adalah kurangnya pergaulan sosial, tidak dapat menempatkan emosi, ada perasaan rendah diri (merasa dirinya kurang mampu/kurang menarik), perasaan yang kurang dihargai, suka menyendiri, muncul frustasi, konflik dan kecemasan (Fahmy, 1982 dan zakiah Daradjat, 1968).

(21)

Menurut Dr. Mochtar Nairn (1979, h. 5) rnahasiswa perantauan

rnenyesuaikan dirinya dengan berkornunikasi dan berinteraksi dengan

lingkungan yang berbeda etnis dan kebudayaannya. Berbeda halnya dengan rnahasiswa non perantauan yang rnenyesuaikan diri tetapi berada

dilingkungan sendiri dan telah rnengetahui akan aturan, adat dan kebiasaan daerah tersebut. Selain itu, rnahasiswa perantauan menyesuaikan diri dengan bersosialisasi (mengikuti gaya hidup dan pemilihan teman sesuai dengan minat dan nilai-nilai yang sama), partisipasi (kegiatan) sosial, dan penerimaan sosial (Hurlock, 1980)

Penyesuaian diri dalam ilrnu jiwa (Fahmy, 1982. h, 14) adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah kelakuannya, agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dengan lingkungan.

Menyesuaikan diri dalam arti luas adalah mengubah diri sesuai dengan keadaan lingkungan, tetapi juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan yang diinginkan (DR. W. A Gerungan, Dipl. Psych, psikologi Sosial, 2004, h. 58).

(22)

kondisi yang kurang mendukung, keadaan fisik I ャゥョァォオョセゥ。ョ@ maupun keadaan psikologi keluarga (Gunarsa, 2000).

Untuk mengatasi dan memperbaiki kesulitan dan masalah yang dihadapi tersebut maka dibutuhkan daya juang. Daya juang yang ada dalam diri individu dapat terlihat dengan adanya sifat pengendalian dan penyesuaian diri akan situasi yang mempengaruhi berbagai bidang kehidupan.

Pengendalian dan penyesuaian diri dapat memotivasi seseorang untuk berprestasi dan bersaing dalam mencapai kesuksesan (Stoltz 2005 h.179).

Ukuran daya juang dalam istilah psikologi adalah Adversity Quotient (AQ).

Adversity Quotient mempunyai tiga bentuk (Stoltz, 2005 h. 9) pertama : AQ adalah kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan

meningkatkan semua segi kesuksessan. Kedua : suatu ukuran untuk

mengetahui respons anda terhadap kesulitan. Ketiga : serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respons anda terhadap

kesulitan.

Stoltz (2005) juga memaparkan bahwa orang yang memiliki AQ tinggi tidak akan pernah takut dalam menghadapi berbagai tantangan dalam proses mencapai kesuksesan. Bahkan dia akan mampu untuk mengubah tantangan yang dihadapinya dan menjadikannya sebuah peluang. Sementara itu,

(23)

merasa diri paling malang, sulit untuk melihat hikmah di balik semua

persoalan. Ketika orang lain lebih berhasil membuatnya merasa sangat tidak berguna, sulit untuk berhubungan dengan orang lain.

Lantas bagaimana dengan mahasiswa perantauan ? Apakah mereka memiliki daya juang (AQ) yang tinggi ? Sebab sebagaimana dipaparkan pada

pemaparan diatas bahwa mahasiswa perantauan dihadapkan pada kondisi harus menyesuaikan diri dengan lebih keras, jika ingin mencapai

keberhasilan di tanah perantauan tempatnya menimba ilmu pengetahuan. Untuk itulah penulis merasa tertarik untuk mengetahui h3bih lanjut "Apakah Ada Hubungan Adversity Quotient (AQ) dengan Penyesuaian Diri Sosial Pada Mahasiswa Perantauan di UIN Syarif Hidayatulllah Jakarta?".

Apakah mahasiswa perantauan dengan AQ yang tinggi maka penyesuaian dirinya juga baik atau sebaliknya.

1.2 ldentifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengidentifikasikan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Apakah mahasiswa perantauan Fakultas Psikologi rnemiliki daya juang (AQ) yang tinggi?

(24)

3. Sejauhmana hubungan Adversity Quotient dengan penyesuaian diri sosial pada mahasiswa perantauan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatul1ah

Jakarta?

1.3 Batasan Dan Rumusan Masalah 1.3.1 Batasan Masalah

Agar Penelitian ini tidak mengalami pelebaran dan tetap fokus pada masalah yang diungkap maka dalam penelitian ini dibatasi dengan meneliti hubungan

Adversity Quotient dengan penyesuaian diri sosial pada mahasiswa perantauan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penelitian ini, variable-variable yang berkaitan dengan judul penelitian diberi batasan sebagai berikut :

a. Adversity Quotient adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang individu dalam menghadapi kesulitan, kepercayaan diri dalam menguasai hidup dan kemampuan untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam memperoleh sebuah kesuksesan.

b. Penyesuaian diri sosial adalah keberhasilan individu dalam mengubah perilaku sehingga dapat menyesuaikan diri dengan orang lain, keluarga, teman, kelompok dan orang asing yang baru di kenal serta masyarakat luas pada umumnya.

(25)

sehingga memperoleh statusnya dalam ikatan perguruan tinggi tersebut. Dalam penelitian ini subyek penelitian adalah mahasiswa yang berasal dari daerah di luar pulau Jawa dan merantau ke Jakarta untuk menuntut ilmu pengetahuan di Fakultas Psikologi Universitas Islam Syarif

Hidayatullah Jakarta.

1.3.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah "Apakah ada hubungan antara Adversity Quotient dengan penyesuaian diri sosial pad a mahasiswa perantauan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?"

1.4 Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin diperoleh dalam penelitian ini adalah : untuk mengetahui hubungan antara adversity quotient dengan penyesuaian diri sosial pada mahasiswa perantauan di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoritis

(26)

Memberikan suatu wacana baru tentang Adversity Quotient dengan penyesuaian diri sosial yang dikaitkan dengan kehidupan mahasiswa.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat secara praktisnya adalah untuk mahasiswa memberikan informasi mengenai hubungan antara Adversity Quotient dengan penyesuian diri sosial di Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Serta agar dapat membantu peneliti selanjutnya untuk mengemban9kan penelitian.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan yang akan digunakan oleh penulis dalam penyusunan skripsi ini adalah :

BABI : Pendahuluan; Latar Belakang Masalah, identifikasi masalah, Batasan Masalah dan Rumusan Masalah; Tujuan penelitian, Manfaat Penelitian dan Sitematika Penulisan.

\BAB II : Tinjauan Teoritis. Adversity quotient ; Pengertian adversity dan quotient menurut bahasa, Pengertian adversity quotient, T eori dasar pembentuk adversity quotient, Peran adversity quotient dalam kehidupan, Teori pohon kesuksesan, Dimensi-dimensi

(27)

BAB Ill

BABIV

Penyesuaian Diri, Pembentukan Penyesuaian Diri, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri. Mahasiswa perantauan. Kerangka berfikir. Hipotesis.

: Metode Penelitian; Jenis penelitian ; Pendekatan penelitian dan metode penelitian, Variabel penelitian dan defenisi operasional. Pengambilan sampel ; Populasi dan sampel, Tehnik pengambilan sampel, Pengumpulan data. Metoda dan instrumen; Alat pengumpulan data, Tehnik uji instrumen, Tehnik analisa data.

Presentasi dan Analisa Data; Gambaran Umum Responden, Pengujian lnstrumen Penelitian, Hasil Uji Validitas Adversity Quotient, Hasil Uji Validitas Penyesuaian Diri Sosial, Hasil Uji Reliabelitas Skala Adversity Quotient dan Penyesuaian Diri Sosial, Uji Pesyaratan, Uji Normalitas, Hasil Uji Variabel, Pengujian Hipotesis.

BAB V : PENUTUP; Kesimpulan, Diskusi, Saran

DAFTAR PUST AKA

(28)

2.1 Adversity Quotient

2.1.1 Pengertian Adversity Quotient menurut Bahasa

Dalam kamus bahasa inggris adversity berasal dari kata adverse yang artiny:i kesengsaraan, kondisi tidak menyenangkan, kamalangan. Jadi dapat

diartikan bahwa adversity adalah kesulitan, masalah, musibah, hambatan. Sedangkan quotient menurut kamus bahasa lnggris adalah hasil bagi dari kualitas I karakteristik dengan kata lain yaitu mengukur kemampuan seseorang.

2.1.2 Pengertian Adversity Quotient

Menurut YusufYudi Prayudi, Adversity Quotient (AQ) adalah penentu kesuksesan seseorang untuk mencapai puncak pendakian. Stoltz (2005), mendefinisikan AQ dalam tiga bentuk:

(29)

Kedua : AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu terhadap kesulitan. pセ@ \ Hセ」@

·

Ketiga AQ adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah, untuk memperbaiki respon individu terhadap kesulitan.

Dari ketiga definisi di atas penulis menyimpulkan bahwa Adversity Quotient

(AQ) adalah suatu ukuran untuk mengetahui daya juang individu dalam menghadapi kesulitan, kepercayaan diri dalam menguasai hidup dan

kemampuan untuk mengatasi tantangan dan hambatan yang dihadapi dalam memperoleh sebuah kesuksessan,·

2.1.3 Teori Dasar Pembentuk Adversity Quotient

Stoltz (2005), AQ adalah faktor utama yang menentukan kemampuan individu untuk maju, didasarkan pada tiga bidang pengetahuan yang berbeda yang dibentuk menjadi sebuah batu pembangun yang merupakan dasar

keberhasilan seseorang. Batu pembangun AQ tersebut adalah:

Batu 1 : Psikologi Kognitif

(30)

a. Teori Ketidakberdayaan yang Dipelajari (Learned Helplesness).

Definisi Learned Helplessness menurut Woolfolk (1995) adalah harapan yang berdasarkan atas pengalaman yang dialami oleh seseorang yang akan

if)

berakhir pada kegagalan:Teori ini dipelopori oleh Martin Seligman (Presiden the American Psychological Association), ia berusaha menjelaskan mengapa banyak orang menyerah atau gagal ketika dihadapkan pada tantangan hidup. Dari penelitian-penelitiannya, Seligman dkk, (dalam Stoltz, 2005, h. 74), menemukan bahwa ketidakberdayaan yang dipelajari itu menginternalisasi keyakinan bahwa apa yang dikerjakan tidak ada manfaatnya. Hal inilah yang melenyapkan kemampuan seseorang untuk hidup dan rnemegang kendali atas dirinya.

(31)

b. Teori Atribusi, Gaya Penjelasan, dan Optimisme

Teori ini berkaitan dengan teori ketidakberdayaan yang dipelajari, dimana kesuksesan seseorang akan ditentukan oleh cara ia menjelaskan atau merespon peristiwa-peristiwa dalam kehidupan.

Menurut Seligman dkk (dalam Stoltz, 2005 h. 81), seseorang yang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang sifatnya tetap, internal dan dapat

digeneralisasi ke bidang-bidang kehidupan lainnya cenderung menderita di semua bidang kehidupan. Sedangkan orang-orang yang menanggapi situasi sulit sebagai sesuatu yang sifatnya ekstemal, sementara dan terbatas

cenderung menikmati banyak manfaat, mulai dari kinerja sampai kesehatan.

Carol Dweck dari University of lllionis (dalam Stoltz, 200!5 h.82), menemukan anak-anak yang menganggap kesulitan sebagai hal ケ。ョセゥ@ bersifat tetap ("saya bodoh"), belajar lebih sedikit. Anak-anak yang tidak berdaya, memusatkan perhatiannya pada penyebab kegagalan (biasanya diri sendiri). Sementara anak-anak lain yang berorientasi pada penguasaan materi memusatkan perhatiannya pada cara untuk memperbaiki kegagalan. Hespen anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan terhadap situasi yang sulit. Anak

(32)

cenderung mengaitkan kegagalan dengan sesuatu yang sifatnya sementara dan tidak menerima situasi sebagai kesalahan mereka.

Seligman menjelaskan perbedaan tersebut sebagai pesimisme versus optimisme, mereka menjelaskan kesulitan sebagai sesuatu yang sifatnya permanen, meluas dan pribadi memiliki gaya penjelasan yang pesimistis, sedangkan individu yang merespon kesulitan sebagai sesuatu yang sifatnya sementara, eksternal dan terbatas memiliki gaya-gaya penjelasan yang optimistik. Dari penelitian Seligman dkk (dalam Stoltz, 2005 h. 84) ditemukan bahwa orang-orang optimis lebih unggul dibandingkan orang-orang yang pesimis di berbagai bidang dalam kehidupan sehari-hari.

c. Tahan banting dan kemampuan menghadapi kesutitan

(33)

menghindari ketidakberdayaan yang dipelajari, mengembangkan sifat tahan banting, dan meningkatkan AO manusia.

Batu 2: llmu Kesehatan yang Baru

Dalam penelitian psikoneuriomunologi terbukti bahwa ada kaitan yang langsung dan dapat diukur antara apa yang seseorang pikirkan dan rasakan dengan apa yang terjadi di dalam tubuh orang tersebut. Gara seseorang merespon peristiwa-peristiwa dalam hidup dapat menimbulkan akibat-akibat yang mendalam terhadap kesehatan dan kemampuan seseorang untuk maju.

Hasil penelitian Paterson, vaillant, dan Seligman menunjukkan bahwa orang yang menderita penyakit ketidakberdayaan yang telah dipelajari, suatu respon dasyat terhadap kesulitan, akan lebih cepat mati (Stoltz, 2005)

Psikoneuroimunologi yang mempelajari antara psikologis, syaraf dan daya tahan membuktikan melalui berbagai penelitian, bagaimana faktor psikologis seseorang mempengaruhi fungsi syaraf dan sistem kekebalan. Kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai penelitian tersebut adalah :

a. Ada hubungan yang langsung antara bagaimana sesEiorang berespon pada kesulitan dengan kesehatan mental dan fisik.

(34)

c. Bagaimana seseorang berespon kesulitan (AQ) mempengaruhi kekebalan, kesembuhan dari operasi, dan kerawanan terhadap penyakit yang

mengancam nyawa.

d. Pola respon yang lemah terhadap kesulitan dapat menimbulkan depresi.

Batu 3 : llmu Pengetahuan Tentang Otak (Neurofisioi'ogis)

Nuwer (dalam Stoltz, 2005.h.114) menjelaskan bahwa pembelajaran perilaku dapat terjadi di otak. inti dari penelitian neufofisiologis tersebut adalah :

• Otak idealnya diperlengkapi untuk membentuk kebiasaan-kebiasaan.

• Kebiasaan-kebiasaan dapat secara mendadak dihentikan dan diubah

• Kebiasaan seseorang dalam merespon kesulitan dapat dihentikan dan segera dirubah.

• Jika diganti, kebiasaan-kebiasaan lama akan lenyap, sementara kebiasaan yang lama akan berkembang.

Manusia dikaruniai dengan kecerdasan yang terdapat di otaknya. Makanya didalam otak manusia terdapat kecerdasan adversity. K.ecerdasan adversity

(Adversity Quotient) adalah kesanggupan seseorang untuk melihat dan mengubah persoalan menjadi sebuah kesempatan. Adapun kegunaan kecerdasan adversity adalah :

(35)

• Menolong orang untuk mengolah ketahanan diri.

• Menolong orang untuk melihat setiap peristiwa dari sudut pandang yang berbeda untuk mencari hal yang berguna.

2.1.4 Peran Adversity Quotient dalam Kehidupan

Faktor-faktor kesuksesan dipengaruhi oleh kemampuan pengendalian individu serta cara individu tersebut merespon kesulitan, diantaranya berkaitan dengan

1. Daya Saing

Jason Sattefield dan Martin Seligman (dalam Stoltz, 2005. h.93), menemukan individu yang merespon kesulitan secara lebih optimis dapat diramalkan akan bersikap lebih agresif dan mengambil lebih banyak resiko, sedangkan reaksi yang lebih pesimis terhadap kesulitan menimbulkan lebih banyak sikap pasif dan hati-hati.

(36)

oleh cara seseorang menghadapi tantangan dan kegagalan dalam kehidupan.

2. Produktivitas

Penelitian yang dilakukan Stoltz, menemukan korelasi yang kuat antara kinerja dan cara-cara pegawai merespon kesulitan. Seligman (1996) membuktikan bahwa orang yang tidak merespon kesulitan dengan baik kurang berproduksi, dan kinerjanya lebih buruk daripada mereka yang merespons kesulitan dengan baik.

3. Kreativitas

Joel Barker (dalam Stoltz, 2005, h. 94), kreativitas muncul dari keputusasaan. Kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang

ditimbulkan oleh hal-hal yang tidak pasti. Joel Barker menemukan orang-orang yang tidak mampu menghadapi kesulitan menjadi tidak mampu bertindak kreatif. Oleh karena itu kreativitas menuntut kemampuan untuk mengatasi kesulitan yang ditimbulkan oleh hal-hal yang ltidak pasti.

4. Motivasi

(37)

5. Mengarnbil resiko

Satterfield dan Seligman (dalarn Stoltz, 2005) rnenernukan bahwa individu yang rnerespon kesulitan secara lebih konstruktif, berseclia rnengarnbil banyak resiko. Risiko rnerupakan aspek esensial pendakian.

6. Perbaikan

Perbaikan terus rnenerus perlu dilakukan supaya individu bisa bertahan hidup dikarenakan individu yang rnerniliki AQ lebih tinggi rnenjadi lebih baik.

Sedangkan individu yang AO-nya rendah rnenjadi lebih buruk.

7. Ketekunan

Ketekunan rnerupakan inti untuk rnaju (pendakian) dan AQ individu. Ketekunan adalah kernarnpuan untuk terus rnenerus berusaha walaupun dihadapkan pada kernunduran-kernunduran dan kegagalan.

8. Belajar

(38)

9. Merangkul Perubahan

Perubahan adalah bagian dari hidup sehingga setiap individu harus

menentukan sikap untuk menghadapinya. Stoltz (2005), menemukan individu .. yang memeluk perubahan cenderung merespon kesulitan secara lebih

konstruktif. Dengan memanfaatkannya untuk memperkuat niat, individu merespons dengan merubah kesulitan menjadi peluang. Orang-orang yang hancur oleh perubahan akan hancur oleh kesulitan.

2.1.5

Teori Pohon Kesuksesan

Teori pohon memperjelas peran penting yang dimainkan oleh AQ dalam melepaskan semua aspek potensi yang dimiliki sepanjang hidup. Stoltz (2005) mengambil perumpamaan sebuah pohon untuk rnenggambarkan bagaimana AQ mempengaruhi kehidupan seseorang. individu yang sukses digambarkan sebagai pohon yang tinggi, yang menghadapi angin yang se:alu menerpa, cuaca yang sangat dingin, matahari yang menyengat, namun dapat tumbuh berkembang di mana tidak ada pohon yang lain yang dapat tumbuh.

a.

Daun: Kinerja
(39)

hasil kerja seseorang karena bagian inilah yang paling sering dievaluasi atau dinilai dalam berbagai bidang kehidupan.

b. Dahan : Bakat dan Kemauan

Stoltz (2005, h. 42) cabang pertama merujuk pada apa yang disebut faktor

resume. Resume menggambarkan ketrampilan, kompetensi, pengalaman, dan pengetahuan individu yaitu apa yang individu ketahui dan mampu

kerjakan. Stoltz menyebut gabungan pengetahuan dan kemampuan sebagai bakat. Sedangkan hasrat mengambarkan motivasi, antuisme, gairah,

dorongan, ambisi, semangat yang bernyala, dan mata yang bersinar. Bakat dan hasrat dibutuhkan untuk mencapai kesuksesan.

c.

Batang: Kecerdasan, Kesehatan dan Karakter

Howard Gardner (dalam Stoltz, 2005) menunjukkan bahwa kecerdasan mempunyai tujuh bentuk: Linguistik, kinestetik, spasial, logik matematis, musik, interpersonal dan intrapersonal. Setiap manusia rnemiliki semua bentuk kecerdasan sampai tahap tertentu, beberapa diantaranya ada yang Jebih dominan. Kecerdasan individu yang lebih dominan mempengaruhi karir yang dikejar, pelajaran-pelajaran yang dipilih, dan hobi yang dinikmati.

(40)

membantu pendakian individu. Karakter individu dengan unsur sepertl perhatian, kejujuran, keadilan, kelurusan hati, kebijaksanaan, kebaikan, keberanian dan kedermawanan adalah hal dasar penting bagi seseorang untuk meraih kesuksesan.

d. Akar. Genetika, pendidikan dan keyakinan

Semua faktor yang telah dibahas di atas penting bagi kesuksesan, namun tak satupun dari faktor tersebut bisa tumbuh tanpa faktor akar. Meskipun warisan genetis tidak menentukan nasib individu, faktor ini tetap mempengaruhi pertumbuhan individu. Faktor pendidikan diyakini dapat rnempengaruhi kecerdasan pembentukan kebiasaan yang sehat perkernbangan watak, keterampilan, hasrat, dan kinerja yang dihasilkan. Sedangkan keyakinan merupakan faktor yang sangat penting dalam harapan, tindakan, moralitas. kontribusi, dan bagaimana individu memperlakukan sesamanya. Penelitian Herbert Benson tentang peran keyakinan dalam kesehatan individu,

mengatakan, "cetak biru genetis kita telah membuat keyakinan pada hal-hal yang mutlak dan tidak terbatas menjadi bagian dari sifat dasar kita.

(41)

kesuksesan dalam hidup ada Piramida kebutuhan Jiwa yang bahagia yang urutannya terdiri dari

5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri 4. Kebutuhan untuk dihargai

3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi 2. Kebutuhan akan rasa aman dan tentram 1. Kebutuhan fisiologis I dasar

Jika manusia mencapai kebutuhan untuk aktualisasi maka manusia tersebut akan mencapai sebuah kesuksesan hidup. Dalam Piramida Kebutuhan Jiwa yang Bahagia terdapat proses sebuah perjalanan Jiwa berjalan, mulai dari pengenalan jiwa dengan memenuhi Kebutuhan Didengar, mendapatkan Jiwa dengan mengalahkan ego yaitu terbebas dari Ambisi, memberi makan Jiwa dengan menyembuhkan atau berbuat kebaikan, mengembangkan

kebijaksanaan dengan mengerti kebenaran, mengisi hidup Jiwa kita dengan Mengikuti Kata hati, menguatkan identitas sosok Jiwa kita dengan Mencari jati diri, mencapai kesempurnaan Jiwa dengan mencapai kemuliaan

(Goenawan).

Menurut Alva hendi (2008) bahwa untuk mencapai sebuah kesuksesan itu tergantung bagaimana motivasi manusia tersebut. Setiap manusia

(42)

motivasi yang berbeda-beda. Motivasi adalah gagasan buatan manusia, sehingga sangat sulit untuk menguji kebenarannya.

2.1.6 Dimensi-dimensi Adversity Quotient

Stoltz (2005) menjelaskan bahwa AQ terdiri atas empat dimensi yang disingkat menjadi C02RE. (Control, Origin dan Ownership, Reach, dan Endurance) yang merupakan akronim bagi keempat 'dirnensi AQ individu.

1. C =Control (pengendalian)

(43)

2. O= origin dan Ownership (asal usu/ dan pengakuan)

Dimensi ini mempertanyakan: siapa atau apa yang menjadi asa/-usu/

kesulitan? Dan sampai sejauh manakh saya mengakui akibat-akibat kesulitan itu?. individu yang AQ nya rendah cenderung menempatkan rasa bersalah yang tidak semestinya atas peristiwa-peristiwa buruk yang terjadi, melihat

dirinya sendiri sebagai penyebab atau asal usul kesulitan. Rasa bersalah

dapat membantu individu untuk belajar dengan cenderung merenungkan diri,

belajar dan menyesuaikan tingkah laku (melakukan perbaikan diri). Bersalah

dapat juga menjurus pada penyesalan dengan meneliti z1pa yang telah

melukai orang Jain. Mempermasalahkan diri sendiri itu penting dan efektif,

tapi hanya sampai tahap tertentu yaitu jangan sampai m13Jampaui peran

individu dalam menimbulkan kesulitan. lndividu yang AQ nya tinggi akan

mengelak dari peristiwa-peristiwa buruk, selalu menyalahkan orang Jain, dan

tidak akan belajar apa-apa.

Ownership menyatakan bahwa individu tidak terlalu menyalahkan diri sendiri, tetapi tetap merasa bertanggung jawab untuk mengatasi kesulitan yang

dialami. lndividu yang memiliki skor ownership tinggi akan mengambil

tanggung jawab untuk memperbaiki keadaan, apapun pEmyebabnya. Adapun

individu yang memiliki skor ownership sedang memiliki cukup tanggung jawab atas kesulitan yang terjadi, tapi mungkin akan menyalahkan diri sendiri atau

(44)

yang rendah akan menyangkal tanggung jawab dan menyalahkan orang lain atas kesulitan yang terjadi.

3. R= Reach (Jangkauan)

Dimensi ini mempertanyakan : sejauh manakah kesulitan akan menjangkau bagian-bagian lain dari kehidupan individu? Respon-respon dengan AQ yang rendah akan membuat kesulitan memasuki segi-segi lain dari kehidupan seseorang. Semakin rendah skor Randa, semakin besar kemungkinannya anda mengangap peristiwa-peristiwa buruk sebagai benc:ana. Semakin tinggi R, semakin besar kemungkinannya anda membatasi jannkauan masalahnya pada peristiwa yang sedang dihadapi.

4. E= Endurance (Daya tahan)

Dimensi ini mempertanyakan dua hal yang berkaitan: Berapa lamakah

kesulitan akan berlangsung? Dan berapa /amakah penyE1bab kesulitan itu

akan berlangsung?

(45)

kegagalan dengan usaha (penyebab yang sifatnya sementara) yang mereka lakukan.

Jadi Untuk mengukur seberapa besar ukuran AQ kita, maka dapat dihitung lewat uji ARP (Adversity Response Profile). Terdapat sejumlah pertanyaan yang kemudian dikelompokkan kedalam unsur Control, Origin and

Ownership, Reach dan Endurance, atau dengan akronim C02RE, barulah kemudian akan didapat skor AQ kita, dimana bila skor (0-59) adalah AQ rendah, (95-134) adalah AQ sedang, (166-200) adalah AQ tinggi. Skor (60-94) adalah kisaran untuk peralihan dari AQ rendah ke AQ sedang dan kisaran (135-165) adalah peralihan dari AQ sedang ke AQ tinggi.

2.1.7 Perbedaan individu dalam Menghadapi Kesulitan

Stoltz (2005) mengemukakan bahwa setiap orang dilahirkan dengan

dorongan untuk mendaki karena memang hidup ini bagaikan mendaki sebuah gunung. Tetapi walaupun begitu, setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda pada pendakian, sehingga sukses yang didapat dalam hidupnya juga bervariasi. Maka berdasarkan AQ, terdapat tiga kelompok manusia yaitu :

1. Quitters (Pecundang

a

tau mereka yang berhenti).
(46)

memilih jalan yang lebih datar dan lebih mudah. lndividu umumnya bekerja sekedar untuk hidup, semangat kerja yang minim, tidak berani mengambil resiko, dan cenderung tidak kreatif, menolak kesempatan, mengabaikan, menutupi, atau meninggalkan dorongan inti yang manusiawi untuk mendaki, meninggalkan hal yang ditawarkan oleh kehidupan. Tidal< memiliki visi dan misi yang jelas serta berkomitmen rendah ketika menghadapi tantangan dihadapan.

2. Campers (Pekemah)

Adalah individu yang berhenti dan tinggal di tengah pendakian. Mendaki secukupnya lalu berhenti kemudian mengakhiri pendakiannya. Umumnya setelah mencapai tingkat tertentu dari pendakiannya maka mencari tempat datar yang nyaman sebagai tempat persembunyian dari situasi yang tidak bersahabat. Fokusnya berpaling untuk kemudian menikmati kenyamanan dari hasil pendakiannya. Maka banyak kesempatan untuk maju menjadi lepas karena fokus sudah tidak lagi pada pendakian. Sifatnya adalah satisficer,

(47)

3. Climbers (Pendaki)

Climbers adalah individu yang seumur hidup membaktikan dirinya pada pendakian, tanpa menghiraukan latar belakang, keuntungan atau kerugian, nasib buruk atau nasib baik, dan terus mendaki. Climbers adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinandan tidak pernah

membiarkan umur, jenis kelamin, ras, cacat fisik atau m1:mtal, atau hambatan lainnya menghalangi pendakiannya.

2.2 IPenyesuaian Diri Sosial

2.2.1 Pengertian

Menurut bahasa penyesuaian adalah kata yang menunjukkan keakraban, pendekatan, dan kesatuan kata. Penyesuaian adalah lawan dari perbedaan, kerenggangan dan benturan.

Menurut Hurlock (1999, h. 257) penyesuaian adalah seberapa jauhnya kepribadian individu berfungsi secara efisien dalam masyarakat.

(48)

ability of organisms to suNive, reproduce, and, in animals, raise offspring, this

process is called adaptation".(Microsoft Encarta Encyclopedia 2002).

Dalam istilah psikologi, penyesuaian (adaptation dalam istilah Biologi) disebut

dengan istilah adjusmentyang berarti suatu proses untuk rnencari titik temu

antara kondisi diri sendiri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991 ).

Penyesuaian diri merupakan suatu proses dinamis yang bertujuan untuk

mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara diri

individu dengan lingkungannya. ( Mu'tadin. 2002).

Penyesuaian diri adalah proses dinamika yang bertujuan untuk mengubah

kelakuannya agar terjadi hubungan yang lebih sesuai antara dirinya dan

lingkungan (Fahmy, 1982 :14). Dalam kamus Psikologi ,I. P. Chaplin, penyesuaian diri adalah (1). Variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan. (2).

Menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkun£1an fisik dan sosial.

Menurut Hurlock (1978 h. 286) penyesuaian sosial adalah keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan

(49)

Penyesuaian sosial merupakan keberhasilan seseorang untuk menyesuaikan diri terhadap orang lain pada umumnya dan terhadap kelompok pada

khususnya (Qoidah, 2002).

Penyesuaian sosial adalah keberhasilan anak dalam menyesuaikan diri dengan orang lain, khususnya teman sebaya dan teman-teman kelompok serta dengan orang asing yang baru dikenal (Kartini Kartono. 1985 hal 12).

Dalam psikologi sosial yang dikatakan sebagai penyesuaian sosial terjadi dalam lingkungan sosial, tempat individu hidup dan berinteraksi dengannya, baik hubungan dengan masyarakat, keluarga, sekolah, teman-teman atau masyarakat luas secara umum.

Dari pengertian diatas maka penulis mengambil kesimpulan bahwa penyesuaian diri sosial adalah : keberhasilan individu dalam mengubah perilaku untuk dapat menyesuaikan diri dengan orang lain, keluarga, teman, kelompok dan orang asing yang baru di kenal serta masyarakat luas pada umumnya.

2.2.2 Macam-macam Penyesuaian Diri

Penyesuaian diri sebagai suatu proses dan hasil telah menimbulkan

(50)

lingkungannya. Berkaitan dengan tuntutan lingkungan maka penyesuaian diri itu dapat dibagi menjadi tiga macam yaitu :

a. Penyesuaian diri secara fisik. Dalam dunia kemahasiswaan dimana beban tugas perkuliahan lebih banyak, maka mahasiswa dituntut untuk dapat membagi waktu, energi atau fikiran secara lebih efisiem agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan tingginya.

b. Penyesuaian psikis (Ward dan Kennedy, 1993) meng.emukakan bahwa penyesuaian psikologis ini menghasilkan kepuasan sehubungan dengan stres dan proses coping yang dilakukan individu. Penyesuaian diri disini lebih difokuskan kepada bagaimana cara mengatasi stress, misalnya tinggal jauh dari rumah untuk pertama kali, meyakinkan diri ketika

menghadapi tes, menyiapkan diri menghadapi tugas-tugas yang

bertumpuk, dan lain-lain. Untuk itu dibutuhkan ウエイ。エ・セjゥ@ coping yang tepat agar proses penyesuaian diri yang dilakukannya dapat berhasil dan tidak mempengaruhi proses belajar di lingkungan akademiknya.

c. Penyesuaian diri secara sosial budaya. Penyesuaian diri secara sosial budaya umumnya terjadi bila seseorang masuk kedalam lingkungan baru yang sedikit banyaknya berbeda dengan lingkungan sebelumnya.

(51)

adat istiadat, bertingkah laku sesuai standar perilaku yang terima dilingkungan setempat, dan lain-lain.

2.2.3 Kriteria Penyesuaian diri Sosial

Kriteria penyesuaian diri sosial (Hurlock 2005, h. 287) adalah :

a. Penampilan nyata. Bila perilaku sosial yang dinilai berdasarkan standar kelompoknya, memnuhi harapan kelompok, dia akan menjadi anggota yang diterima kelompok.

b. Penyesuaian diri terhadap berbagai kelompok. lndividu yang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap berbagai kelompok, baik kelompok teman sebaya atau kelompok orang dewasa secara sosial dianggap sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik. c. Sikap sosial. lndividu harus menunjukkan sikap yang menyenangkan

terhadap orang lain, terhadap partisipasi sosial, dan terhadap perannya dalam kelompok sosial, bila ingin dinilai sebagai orang yang dapat menyesuaikan diri dengan baik secara sosial.

(52)

2.2.4 Ciri-Ciri Penyesuaian Diri yang Baik

Ciri-ciri orang yang berpenyesuaian diri baik (Hurlock (1!)99, h. 258) adalah

1.

Mampu dan bersedia menerima tanggung jawab yang sesuai dengan usia.

2. Berpartisipasi dengan gembira dalam kegiatan yang sesuai untuk tiap tingkat usia.

3. Bersedia menerima tanggung jawab yang berhubun£1an dengan peran mereka dalam hidup.

4. Segera menangani masalah yang menuntut penyelesaian. 5. Senang memecahkan dan mengatasi berbagai hambatan yang

mengancam kebahagiaan.

6. Mengambil keputusan dengan senang, tanpa konflik dan banyak meminta nasihat.

7. Tetap pada pilihannya sampai diyakinkan bahwa pilihan itu salah.

8. Lebih banyak memperoleh kepuasan dari prestasi yang nyata ketimbang dari prestasi yang imajiner.

9. Dapat menggunakan pikiran sebagai alat untuk merencanakan tindakan, bukan sebagai akal untuk menunda atau menghindari suatu tindakan.

(53)

11. Tidak membesar-besarkan keberhasilan atau menerapkannya pada bidang yang tidak berkaitan.

12. Mengetahui bagaimana bekerja bila saatnya bekerja dan bermain bila saatnya bermain.

13. Dapat mengatakan "Tidak" dalam situasi yang membahayakan kepentingan sendiri.

14. Dapat mengatakan "ya" dalam situasi yang pada akhirnya akan menguntungkan.

15. Dapat menunjukkan amarah secara langsung bila tersinggung atau bila hak-haknya dilanggar.

16. Dapat menunjukkan kasih sayang secara langsung clengan cara dan takaran yang sesuai

17. Dapat menahan sakit clan frustasi emosional bila pertu. 18. Dapat berkompromi bila menghadapi kesulitan

19. Dapat memusatkan energi pada tujuan yang penting

20. Menerima kenyataan bahwa hidup adalah perjuangan yang tak kunjung berakhir.

Menurut Hurlock (2005 h.287) melakukan penyesuaian diri sosial yang baik bukanlah hal yang mudah. Banyak individu yang kesulitan dalam

(54)

(Maladjument). Kondisi yang menimbulkan kesulitan individu untuk menyesuaikan diri dengan baik antara lain :

1. Bila pola perilaku sosial yang buruk dikembangkan dirumah, individu akan menemui kesulitan untuk melakukan penyesuaian diri sosial yang baik diluar rumah, meskipun dia diberi motivasi kuat untuk melakukannya. 2. Bila rumah kurang memberikan model perilaku untuk ditiru, individu akan

mengalami hambatan serius dalam penyesuaian diri sosialnya diluar rumah.

3. Kurangnya motivasi untuk belajar melakukan penyesuaian diri sosial sering timbul dari pengalaman sosial awal yang tidak menyenangkan dirumah atau diluar rumah.

4. Meskipun memiliki motivasi kuat untuk belajar melakukan penyesuaian diri sosial yang baik, individu tidak mendapatkan bimbingan dan bantuan yang cukup dalam proses belajar ini.

2.2.5 Aspek-Aspek Penyesuaian Diri Sosial

Menurut Mu'tadin dan Fahmy (2002, 1982) Pada dasarnya penyesuaian diri sosial memiliki dua aspek yaitu:

a. Penyesuaian pribadi

(55)

sekitarnya. lndividu menyadari sepenuhnya siapa dirinya sebenarnya, apa

kelebihan dan kekurangannya dan mampu bertindak obyektif sesuai dengan

kondisi dirinya tersebut.

Keberhasilan penyesuaian pribadi ditandai dengan tidak aclanya rasa benci, lari

dari kenyataan atau tanggungjawab, kecewa, atau tidak percaya pada kondisi

dirinya. Kehidupan kejiwaannya ditandai dengan tidak adanya kegoncangan atau

kecemasan yang menyertai rasa bersalah, rasa cemas, rasa tidak puas, rasa

kurang dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya.

Sebaliknya kegagalan penyesuaian pribadi ditandai dengan keguncangan emosi,

kecemasan, ketidakpuasan dan keluhan terhadap nasib yang dialaminya,

sebagai akibat adanya gap antara individu dengan tuntutan yang diharapkan oleh

lingkungan. Gap inilah yang menjadi sumber terjadinya konflik yang kemudian

terwujud dalam rasa takut dan kecemasan, sehingga untuk: meredakannya

indiviclu harus melakukan penyesuaian diri.

b. Penyesuaian sosia/

Setiap individu yang hidup bermasyarakat saling ュ・ュー・ョAセ。イオィゥ@ satu sama

lainnya. Hal ini menimbulkan suatu pola kebudayaan dan tingkah laku sesuai

dengan aturan, hukum, adat dan nilai-nilai yang dipatuhi untuk mencapai

(56)

sosial, proses ini dikenal dengan proses penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial terjadi dalam lingkup hubungan sosial ternpat individu hidup dan berinteraksi dengan orang lain. Hubungan-hubungan tersebut mencakup hubungan dengan masyarakat di sekitar ternpat tinggalnya, keluarga, sekolah, teman atau

masyarakat luas secara urnum.

lndividu dan masyarakat sarna-sama mernberikan dampak bagi masyarakat. lndividu menyerap berbagai informasi, budaya dan adat istiadat yang ada, masyarakat diperkaya oleh eksistensi atau karya yang diberikan oleh individu. Apa yang diserap atau dipelajari individu dalam proses interaksi dengan masyarakat masih belum cukup untuk menyempurnakan penyesuaian diri yang memungkinkan individu untuk mencapai penyesuaian pribadi dan sosial dengan cukup baik. Selain itu, hal yang harus dilakukan individu dalam

penyesuaian sosial adalah kemauan untuk mematuhi norma-norma dan peraturan sosial kemasyarakatan.

Setiap masyarakat biasanya memiliki aturan dan norma atau nifai-nilai

tertentu yang mengatur hubungan individu dengan kelompok. Dalam proses penyesuaian sosial individu diperkenalkan dengan kaidah-kaidah dan

(57)

individu dalam rangka penyesuaian sosial untuk menahan dan mengendalikan diri.

Ada dua alasan utama yang menyebabkan mengapa orang menyesuaikan diri yaitu :

1. Perilaku orang lain memberikan informasi yang bermanfaat.

Orang lain merupakan sumber informasi yang penting. Mereka mengetahui sesuatu yang tidak kita ketahui, dengan melakukan apa yang mereka lakukan kita akan memperoleh manfaat dari pengetahuan mereka. Seorang yang datang ke daerah lain yang belum mengetahui norma, aturan, adat dan kebiasaan yang berlaku di daerah tersebut. Dari hari ke hari dia selalu memperhatikan apa yang dilakukan oleh orang yang berdomisili di daerah tersebut. Perilaku orang lain tersebutlah yang memberikan informasi bagaimana keadaan di daerah tersebut. Dengan informasi itu ia dapat menyesuaikan dirinya di lingkungan

2. ingin di terima secara sosial dan menghindari celaan.

(58)

cemoohan dan tidak akan diterima oleh lingkungan sekitar. Berarti orang lrian ini tidak dapat menyesuaikan diri di lingkungan lain. Jika orang lrian ini

datang ke Jakarta dengan mematuhi aturan dan mengikuti kebiasaan

lingkungan Jakarta, maka dia akan di terima oleh lingkungan serta terhindar · dari celaan. (Sears. Freedman. Peplau. 1985. h.80)

2.2.6 Pembentukan Penyesuaian Diri

Menurut Fahmy (1982), Mu'tadin (2002), penyesuaian diri yang baik akan dapat diraih jika individu terhindar dari tekanan, kegoncangan dan

ketegangan jiwa yang bermacam-macam, mampu untuk menghadapi kesukaran dengan cara objektif serta berpengaruh bagi kehidupannya, serta menikmati kehidupannya dengan stabil, tenang, merasa senang, tertarik untuk bekerja, dan berprestasi. Pada dasamya penyesuaian diri melibatkan indiviclu dengan lingkungannya. Lingkungan yang dapat m13nciptakan

penyesuaian diri diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga

Semua permasalahan dan tekanan dapat diselesaikan, jika individu tersebut dibesarkan dalam keluarga yang aman, cinta, peduli, エッャセイ。ョウゥ@ dan

(59)

jiwa individu dan sangat berpengaruh terhadap kemampuan individu dalam menyesuaikan diri. Orang tua yang memperhatikan dan mengawasi anak-anaknya maka anak-anak-anaknya akan merasa mendapatkan kehangatan, kebahagiaan, dan rasa aman.

Lingkungan keluarga merupakan tempat untuk mengembangkan kemampuan melalui permainan, senda gurau, dan pengalaman sehari-hari bersama

keluarga. Banyak hal yang harus dipelajari dalam lingkungan keluarga seperti belajar agar tidak menjadi egois, terbuka dan berbagi dengan keluarga,

belajar untuk menghargai orang lain dengan cara menyesuaikan diri dengan anggota keluarga, belajar bagaimana cara bergaul dan berinteraksi dengan orang lain, mempelajari adat dan kebiasaan serta norma dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, dikeluarga juga dapat belajar untuk mempunyai rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, toleransi, kefanatikan, kerjasama, keeratan, kehangatan dan rasa aman karena semua hal tersebut akan berguna bagi masa depannya.

b. Lingkungan Teman Sebaya

(60)

dirinya. Masing-masing sama-sama mempunyai kemampuan untuk

mendengarkan dan memberikan pengertian, pendapat I :solusi. Pengertian yang diterima dapat membantu dirinya menerima keadaan dirinya sendiri, memahami pola-pola dan ciri-ciri yang menjadikan dirinya berbeda dengan orang lain. Semakin individu mengerti akan dirinya, maka ia akan

menemukan cara menyesuaikan diri sesuai dengan pote·nsi yang dimilikinya

c Lingkungan Sekolah

Sekolah adalah tempat untuk mencari pengetahuan, informasi, dan tanggung jawab pendidikan. Guru adalah pendidik dalam pembentukkan kehidupan

individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara menyusun program pendidikan sesuai dengan perkembangan. Proses pendidikan menciptakan penyesuaian individu dengan norma-norma yang berlaku di lingkungan sesuai kepentingan perkembangan dan spiritual individu.

2.2.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyesuaian Diri.

(61)

a. Frustasi (tekanan perasaan)

Frustasi adalah suatu proses yang menyebabkan orang merasa akan adanya hambatan terhadap terpenuhinya kebutuhan-kebutuhannya, atau menyangka bahwa akan terjadi sesuatu hal yang menghalangi keinginannya.

Orang yang menghadapi rasa frustasi berusaha mengatasinya dengan cara tanpa mengindahkan orang dan keadaan sekitar, mencari kepuasan dalam khayalan. Frustasi disebabkan oleh tanggapan terhadap situasi yang dipengaruhi oleh kepercayaan diri dan kepercayaan lingkungan.

Kepercayaan diri timbul bila setiap rintangan atau halangan dapat teratasi dengan sukses yang membawa kegembiraan dan menumbuhkan

kepercayaan diri sehingga tercipta rasa optimis dalam hidup. Hal ini dapat berpengaruh akan kesuksessan di masa depan.

Tanggapan situasi dapat mempengaruhi kepercayaan lingkungan jika individu mendapatkan kepuasaan dan tercapai keinginannya di lingkungan sehingga merasa optimis dan senang di lingkungan tersebut.

b. Konflik (Pertentangan batin)

(62)

" Pertentangan antara dua hal yang diingini yaitu dua hal yang sama di

ingini tapi tidak mungkin di ambil keduanya.

• Pertentangan antara dua hal, yang pertama diingini, sedang yang kedua

tidak diingini. Hal ini terjadi karena ada dua macam keinginan yang bertentangan satu sama lainnya.

• Pertentangan antara dua hal yang tidak diingini yaitu orang yang menghadapi situasi yang menimbulkan dua hal yang sama-sama tidak disenangi.

c.

Kecemasan (anxiety)

Kecemasan adalah manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur yang terjadi ketika orang sedang mengalami tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (konflik). Kecemasan ada yang disadari seperti rasa takut, terkejut, tidak berdaya, rasa berdosa I rasa bersalah, terancam dan kecemasan yang tidak disadari serta tidak bisa menghindariperasaan yang tidak menyenangakan. Macam-macam rasa cemas adalah :

a. Rasa cemas yang timbul akibat melihat dan mengetahui ada bahaya yang mengancam dirinya. Berbentuk rasa takut karena surnbernya terlihat.

(63)

hubungannyadengan apa-apa serta takut itu mempengaruhi keseluruhan diri pribadi.

c.

Cemas karena merasa berdosaatau bersalah, karena melakukan hal-hal yang berlawanan dengan keyakinan atau hati nurani.

2.3 Mahasiswa Perantauan

2.3.1. Pengertian

Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi . meski cakupan kategori mahasiswa sangat luas hingga jenjang S-3, penelitian ini membatasi mahasiswa pada jenjang 81 yang memiliki kategori dewasa muda.

Menurut (Santrock, 1995 h. 74) Dewasa muda terdiri da1·i dua tahap yaitu a. Transisi dewasa awal (17-22 tahun) ciri-cirinya adalah;

- Meninggalkan kehidupan remaja

- Mengurangi ketergantungan pada orang tua

- Perubahan eksternal yaitu mengemban tanggung jawab yang lebih besar, mandiri, dan mulai mengurangi ketergantungan financial

- Perubahan internal yaitu memperbesar jarak emosional antara diri dengan orang tua dan mengurangi ketergantungan emosional akan dukungan keluarga.

(64)

- Sebagai orang dewasa memasuki peran dan tanggung jawab sebagai orang dewasa.

- Menyesuaikan diri dengan harapan masyarakat. - Menjalankan peran yang telah ditentukan.

Sedangkan menurut Gunarsa (2000, h 129) mahasiswa termasuk kedalam remaja lanjut (memasuki masa dewasa muda). Adapun ciri-ciri

perkembangan remaja lanjut, dapat dilihat dalam tugas perkembangannya yaitu:

- Menerima keadaan fisiknya

- Memperoleh kebebasan emosional - Mampu bergaul

- Menemukan model untuk identifikasi

- Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri

- Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma. - Meninggalkan reaksi dan cara penyesuaian kekanak-kanakkan.

Mahasiswa adalah satu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya dalam ikatan dengan perguruan tinggi. Roeslan Abdul Gani dalam Cristina (1997; 22) mengatakan secara formal fungsionai, mahasiswa adalah individu yang sedang menuntut ilmu pengetahuan dalarn saiah satu

(65)

Dalam kamus llmiah Populer (Partanto dan Al Barry, 2004), Rantau adalah Pantai teluk ; lengkung teluk; susur pantai. Merantau adalah berjalan menyusuri rantau; pergi kenegeri lain (seberang).

Menurut DR. Mochtar Nairn dalam bukunya Merantau Pola Migrasi suku Minangkabau, merantau berarti migrasi tetapi merantau adalah tipe khusus dari migrasi dengan konotasi budaya tersendiri. Rantau menurut Winstedt, lskandar dan Purwadarminta ialah kata benda yang berarti dataran rendah atau daerah aliran sungai, biasanya dekat ke- atau bahagian dari daerah pesisir. Merantau ialah kata kerja yang berawalan me- yang berarti pergi ke rantau. Menurut DR. Mochtar Nairn (1979), Dari sudut sosiologi, istilah ini mengandung enam unsur pokok yaitu :

1. Meninggalkan kampung halaman. 2. Dengan kemauan sendiri

3. Untuk jangka waktu lama atau tidak

4. Dengan tujuan mencari penghidupan, menuntut ilmu, atau mencari pengalaman.

5. Biasanya dengan maksud kembali pulang

6. Merantau ialah lembaga sosial yang membudaya.

(66)

lain untuk menuntut ilmu pengetahuan di perguruan tinggi sehingga memperoleh statusnya dalam ikatan perguruan tinggi tersebut.

Orang yang merantau harus bisa menyesuaikan dirinya clengan

berkomunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan yang berbeda etnis dan kebudayaannya. Tetapi merantau bukanlah perpindahan permanen dan bukan pula meninggalkan susunan sosial tertentu.

Mahasiswa perantauan pada masa remaja lanjut menghadapi berbagai kesulitan penyesuaian dan tidak mampu mengatasi sencliri. Banyak

mahasiswa yang membutuhkan bantuan baik dalam menyesuaikan diri ke statusnya sebagai mahasiswa dengan berbagai persoalan dalam pergaulan maupun dalam studi. Kesulitan penyesuaian diri pada m:ahasiswa berkisar pada (gunarsa, 2000 h. 132) :

1. Perbedaan Sifat di SL TA - Perguruan Tinggi I Akademi.

Kurikulum maksudnya isi kurikulum di PT/Akademi biasanya lebih sedikit dari pada SLTA tetapi mendalam. Jika mahasiswa senang akan bidang yang dipilihnya maka kelanjutan studi dan kegairahan belajar lebih lancar, jika tidak maka bisa menimbulkan gangguan pada kepribadian atau fungsi organiknya.

(67)

jawab. Longgranya disiplin jelas mengubah cara belajar yang lebih bebas dan bisa menyebabkan kesulitan tersendiri.

Hubungan dosen - mahasiswa. Mahasiswa harus menyesuaikan terhadap cara dosen memberikan kuliah yang kadan9 dosen

menerangkan tanpa mempedulikan apakah mahasiswa mengerti atau tidak. Mahasiswa harus rajin berdialog dengan dosen supaya terjadi hubungan baik antara dosen dengan mahasiswa.

2. Hubungan sosial

Mahasiswa lebih bebas untuk bergaul. Kebebasan tersebut kadang bisa menjadi masalah yang cukup sulit, baik mengenai percintaan, kesulitan penyesuaian diri dan keterlibatan terhadap pengaruh kelompok pergaulan yang bisa bersifat negatif.

3. Masalah ekonomi

(68)

4. Pemilihan bidang studi - jurusan

Antara bakat dan minat dengan kesempatan yang ada sering menimbulkan masalah. Mahasiswa sering mengorbankan apa yang diminati karena kesempatan tersebut sulit diperoleh, sehingga mahasiswa sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan kampus.

2.3.2 Faktor-Faktor dari Merantau

Faktor-faktor dari merantau adalah ada karena faktor lingkungan baik itu lingkungan ftsik, maupun sosial. Secara konseptual merantau itu adalah ;

a) Merantau sebagai Mobilitas Regional.

Mobilitas regional mencakup gerakan perorangan atau kelompok-kelompok individu melintasi batas-batas etnis atau batas nasional. l<onsep ini

memberikan wadah pengertian "step migration" (migrasi bertahap), "repeated migration" (migrasi berulang), yang keduanya adalah ba9ian dari pola

merantau dan oleh karena arahnya adalah ke pusat-pusat perkotaan, atau konsep yang mengandung pengertian gerakan ke kota.

b) Merantau adalah Mobilitas Ekonomi dan Sosial

(69)

daerah, yang keluarganya adalah pengelola pertanian dan dia pun pernah merasakan bekerja di pertanian, tetapi ketika dia merantau ke negeri orang hal itu tidak akan di ulanginya di perantauan. Mereka lebih banyak

berdagang, memberikan jasa-jasa dan melakukan pekerjaan otak yang dari sudut finansial dapat dipandang sebagai mobilitas ekonomi yang menaik. Merantau merupakan bentuk tingkah laku sosial yang sifatnya kolektif dan berulang, yang dapat diramalkan dan melembaga yang sebahagian timbul dari dalam dan sebahagian lagi dari motivasinya harus dicari dalam sistem sosial itu sendiri.

Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam proses pengambilan keputusan sebelum merantau adalah

• Deprivasi yang cukup gawat dirasakan dalam beberapa nilai penting tertentu.

• Kesadaran akan tidak mampunya menanggulangi kekurangan ini di tempat asal.

• Kemampuan untuk melihat cara-cara yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhan yang tidal< terpenuhi itu ditempat-tempat lain.

(70)

dengan orang tua, keluarga, teman-teman, hidup yang bertanggung jawab penuh alas diri pribadi baik dalam mengerjakan tugas-tugas dalam kegiatan sehari-hari.

Menurut Singgih (2004, h.131) mahasiswa yang berasal dari daerah lebih berupaya melakukan adaptasi yang cukup besar untuk menanggulangi stress yang mereka alami. Mahasiswa yang berasal dari daerah, terjadi perubahan-perubahan kondisi yang mereka alami. Kondisi yang pacla awalnya bagi mahasiswa yang berasal dari daerah mungkin clirasakan sebagai tantangan dan hambatan, lama kelamaan dapat menjadi sebuh beban yang melebihi kadar penyesuaian diri yang dimilikinya. Perubahan-perubahan kondisi tersebut adalah perubahan kondisi fisik, kondisi lingkungan atau budaya dan kondisi psikologis.

Merantau bisa dikatakan perpisahan dengan lingkungan utama yaitu keluarga dan lingkungan daerah asal. Mahasiswa perantauan dalam segi sosial harus lebih bisa dalam menguasai diri dengan lingkungan sekitarnya dan besikap lebih dewasa karena menghadapi lingkungan baru. Pengertian dewasa adalah kemampuan untuk berdiri sendiri, menentukan tindakan sesuai dengan kedewasaannya dan melepaskan diri dari ォ・エ・イセQ。ョエオョァ。ョ@ dengan orang lain.

2.3.3. Karakteristik Umum Mahasiswa Perantauan di Fakultas Psikologi

(71)
[image:71.595.24.463.182.643.2]

Dari keseluruhan mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sebanyak 9.49 % adalah mahasiswa perantauan yang berasal dari berbagai propinsi luar pulau Jawa di indonesia ( tabel 11:1)

Tabel 11.1

MAHASISWA PERANTAUAN FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA MENURUT DAERAH ASAL

No Propinsi Angkatan Jml %

2000-2003 2004 2005 2006 2007

1 N.Aceh Darussalam

-

- - 4

-

4 6.15 %

2 Sumatera Utara

-

2 2 1 2 7 10.77 %

3 Sumatera barat

-

4 4 4 2 14 21.53 %

4 Riau - 2 3 2 2 9 13.85 %

5 Bangka Belitung -

-

1 - - 1 1.54 %

6 Jambi - 1 2 3 1 7 10.77%

7 Sumatera Selatan

-

-

- 1 - 1 1.54 %

8 Bengkulu

-

1 3

-

- 4 6.15 %

9 Palembang - - - 2 1 3 4.61 %

10 Lampung - - 3 3

-

6 9.23%

11 Bali

-

- 1 - - 1 1.54 %

12 Nusa Tenggara Baral - - - -

-

- 0

__

.._

Gambar

Tabel 4.13 Hasil mean dan standar deviasi AQ dan
Gambar 4.1 Histogram Adversity Quotient ............................ ..................
Tabel 11.1
Tabel: 3.1 Blue Print Skala Adversity Response Profile (Adversity Quotient)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam metode ini tentu diperlukan kemampuan guru untuk menjelaskan pelajaran tauhid dengan dalil-dalil naqal dan dalil aka1, kemudian mengajak murid-muridnya untuk merenungkan

Penyebab piutang tak tertagih dari segi pemilik piutang karena kurangnya usaha penagihan, kurangnya kontrol atau kurangnya analisis seleksi dalam pemberian kredit dalam

Model regresi Zero Inflated Negative Binomial (ZINB) adalah model regresi yang dapat digunakan untuk memodelkan data dengan variabel respon yang memiliki sebaran Poisson ,

Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Lampiran

Finally, the experimental and control groups were given post-test again on listening of oral narrative text in order to know the significant difference in listening

Bahwa dalam rangka kelancaran proses Belajar Mengajar untuk Program Studi D-ll PGSD Penjas Swadana kelas B, E dan F FIK-UNY Kampus Yogyakarta perlu ditetapkan nama Dosen pengajar

[r]

menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN DAN KREATIVITAS GURU DALAM MENGAJAR DENGAN PRESTASI BELAJAR SEJARAH