• Tidak ada hasil yang ditemukan

Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game (Studi Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Mengenai Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita 2014 Versi Game)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game (Studi Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough Mengenai Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita 2014 Versi Game)"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Dalam Menempuh Ujian Sidang Sarjana Strata Satu

Pada Program Studi Ilmu Komunikasi

Oleh: RYAN GRYADI

NIM. 41807001

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI JURNALISTIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

(2)
(3)

Identitas Diri

Nama : Ryan Gryadi

Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 7 Mei 1989 Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 25 Tahun

Agama : Islam

Nama Ayah : Slamet Witono

Pekerjaan : Pensiunan Pegawai negeri Sipil Nama Ibu : Sri Sugiarni

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Kewarganegaraan : Indonesia

Status : Belum Menikah

Tinggi Badan : 170 cm Berat Badan : 57 kg Golongan Darah : O

Hobi : Olahraga, Musik dan Fotografi Alamat : Jln. Subang V No. 14 RT. 05 RW. 02

Kec. Antapani Kel. Antapani Tengah, Bandung Handphone : 089622375565

(4)

Riwayat Pendidikan dan Pelatihan Pendidikan Formal

No. Tahun Deskripsi Keterangan

1 2007-2014 Universitas Komputer Indonesia Lulus/Berijazah 2 2004-2007 SMA PGII 1 Bandung Lulus/Berijazah 3 2001-2004 SMP Muhammadiyah 8 Bandung Lulus/Berijazah 4 1995-2001 SDN Griba V/II Bandung Lulus/Berijazah 5 1994-1995 TK Pertiwi Bandung Lulus/Berijazah

Seminar/Pelatihan/Workshop

No. Tahun Deskripsi Keterangan

1 2008 Peserta “Pendidikan jurnalistik Dasar IV Unit Kegiatan Pers Mahasiswa BIRAMA” UNIKOM

Bersertifikat

2 2008 Peserta “Mentoring Agama Islam” UNIKOM

Bersertifikat 3 2008 Peserta” Pelatihan Personal Development

& Brain Management” UNIKOM

Bersertifikat 4 2008 Peserta “Pelatihan Master of Ceremony

UNIKOM

Bersertifikat 5 2009 Peserta “Workshop Pembuatan Program”

TV UNIKOM

Bersertifikat 6 2009 Peserta “Study Tour Mass Media 2009”

UNIKOM

Bersertifikat 7 2010 Peserta “Seminar Fotografi, Lomba Foto

Essay dan Apresiasi Seni (Teknik dan Bahasa Foto)” UNIKOM

Bersertifikat

8 2013 Peserta “Pelatihan Membuat Toko Online” UNIKOM

Bersertifikat

9 2014 Peserta “Table Manner Course” UNIKOM Bersertifikat

Pengalam Kerja

No. Tahun Deskripsi

1 2013-Sekarang Kail.Picture

2 2012 Praktek Kerja Lapangan Sebagai Jurnalis di Harian Umum Galamedia Bandung

Keahlian

No. Deskripsi

1 Berbahasa Indonesia dan Inggris (passive)

(5)

Bandung, April 2014

(6)

vi DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSEMBAHAN ... iii

ABSTRAK ... iv

ABSTRACT ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Rumusan Masalah ... 8

1.2.1 Pertanyaan Makro ... 8

1.2.2 Pertanyaan Mikro ... 9

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian... 9

1.3.1 Maksud Penelitian ... 9

1.3.2 Tujuan Penelitian ... 10

1.4Kegunaan Penelitian ... 10`

1.4.1 Kegunaan Teoritis ... 10

1.4.2 Kegunaan Praktis ... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 12

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 12

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi ... 15

(7)

vii

2.1.4.1 Pengertian Iklan ... 25

2.1.4.2 Pengertian Iklan Politik ... 26

2.1.4.3 Sasaran Periklanan ... 27

2.1.4.4 Daya Tarik Iklan ... 28

2.1.5 Tinjauan Tentang Wacana ... 29

2.1.5.1 Wacana dan Ideologi ... 30

2.1.6 Tinjauan Tentang Analisis Wacana ... 32

2.1.7 Tinjauan Tentang Analisis Wacana Kritis ... 33

2.1.7.1 Karakteristik Analisis Wacana kritis ... 34

2.1.8 Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia ... 37

2.2 Kerangka Pemikiran ... 40

2.2.1 Representasi ... 40

2.2.2 Counter Hegemoni ... 41

2.2.3 Alur Kerangka Pemikiran ... 42

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian... 47

3.1.1 Profil Gita Wirjawan ... 50

3.2 Metode Penelitian ... 53

3.2.1 Desain Penelitian ... 54

3.2.1.1 Paradigma Kritis ... 54

3.2.1.2 Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ... 55

3.2.2 Teknik Pengumpulan Data ... 66

3.2.2.1 Studi Pustaka ... 66

3.2.2.2 Studi Lapangan ... 66

3.2.2.2.1 Wawancara Mendalam ... 66

(8)

viii

3.2.3 Teknik Penentuan Informan ... 67

3.2.4 Teknik Analisis Data... 68

3.2.5 Uji Keabsahan Data ... 70

3.2.5.1 Meningkatkan Ketekunan ... 70

3.2.5.2 Menggunakan Bahan Referensi ... 71

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 71

3.3.1 Lokasi Penelitian ... 71

3.3.2 Waktu Penelitian ... 71

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Identitas Informan ... 74

4.1.1 Informan Penelitian ... 74

4.1.1.1 Rino Andrianto. S.H ... 74

4.1.1.2 Centurion C. Priyatna, S.S, M.Si, Ph.d ... 75

4.1.1.3 Andrias Darmayadi, S. IP, P. hd ... 76

4.2 Hasil Penelitian ... 77

4.2.1 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Teks ... 78

4.2.1.1Representasi Dalam Anak Kalimat ... 80

4.2.1.2Representasi Dalam Kombinasi Anak Kalimat ... 86

4.2.1.3Representasi Dalam Rangkaian AnakKalimat ... 90

4.2.1.4Relasi ... 92

4.2.1.5Identitas ... 93

4.2.2 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Discourse Practice ... 94

4.2.3 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Sociocultural Practice ... 100

4.2.3.1Situasional ... 100

(9)

ix

2014 Versi Game dalam Dimensi Teks ... 106

4.3.1.1Representasi Dalam Anak Kalimat ... 106

4.3.1.2Representasi Dalam Kombinasi Anak Kalimat ... 109

4.3.1.3Representasi Dalam Rangkaian AnakKalimat ... 111

4.3.1.4Relasi ... 112

4.3.1.5Identitas ... 113

4.3.2 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Discourse Practice ... 104

4.3.3 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Sociocultural Practice ... 118

4.3.3.1Situasional ... 118

4.3.3.2Institusional ... 121

4.3.3.3Sosial ... 122

BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan ... 124

5.1.1 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita 2014 Versi Game dalam Dimensi Teks ... 124

5.1.2 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Discourse Practice ... 125

5.1.3 Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game Dalam Dimensi Sociocultural Practice ... 125

5.2 Saran ... 125

(10)

x

5.2.2 Saran Bagi Pengiklan ... 126

5.2.3 Saran Bagi Khalayak ... 126

5.2.4 Saran Bagi Peneliti Selanjutnya ... 126

DAFTAR PUSTAKA ... 127

LAMPIRAN ... 130

(11)

xi

Versi Game ... 47

Tabel 3.2 Tiga Elemen Dasar Struktur Teks Model Norman Fairclough ... 57

Tabel 3.3 Informan Penelitian ... 67

Tabel 3.4 Analisa Wacana Norman Fairclough ... 68

Tabel 3.5 Waktu Penelitian ... 72

Tabel 4.1 Scene 1-3 Konteks Dalam Teks Iklan ... 79

Tabel 4.2 Representasi Dalam Anak Kalimat ... 82

Tabel 4.3 Representasi Dalam Kombinasi Anak Kalimat ... 87

Tabel 4.4 Representasi Dalam Kombinasi Anak Kalimat ... 89

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Alur Pemikiran Penelitian ... 46

Gambar 3.1 Model Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough ... 58

Gambar 4.1 Rino Andrianto, S.H ... 74

Gambar 4.2 Centurion C. Priyatna, S.S, M.Si, Ph. d ... 75

(13)

xiii

Lampiran 2 Lembar Revisi Sidang Skripsi ... 132

Lampiran 3 Surat Izin Penelitian ... 133

Lampiran 4 Berita Acara Bimbingan ... 134

Lampiran 5 Surat Rekomendasi Pembimbing Untuk Sidang Sarjana ... 135

Lampiran 6 Surat Pengajuan Pendaftaran Sidang Sarjana ... 136

Lampiran 7 Biodata Informan 1 ... 137

Lampiran 8 Biodata Informan 2 ... 138

Lampiran 9 Biodata Informan 3 ... 139

Lampiran 10 Pedoman Wawancara ... 140

(14)

127

DAFTAR PUSTAKA

Ardianto & Erdinaya, Lukiati Komala. 2007. Komunikasi massa: suatu pengantar. Bandung. Simbiosa Rekatama Media.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di masyarakat. Jakarta. Kencana.

Effendi, Mansyur. 1993. Dimensi-Dinamika: Hak Asasi Manusia. Bogor. Ghalia Indonesia.

Effendy, Onong Uchjana, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.

Eriyanto, 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Text Media. Yogyakarta. PT. LKIS Pelangi Aksara.

Fairclough, Norman. 1989. Language and Power, Relasi Bahasa, Kekuasaan dan Ideologi. Penerjemah Mulyadi. Malang: Boyan Publishing.

Hardiman, F. Budi. 1993a. Menuju Masyarakat Komunikatif: Ilmu, Masyarakat, Politik, & Posmodernisme Menurut Jurgen Habermas. Yogyakarta: Kanisius.

Mulyana, Deddy. 2008. Metodologi Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya

Rakhmat, Jalaluddin. 1998. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

(15)

128

Sobur, Alex. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.

Soehino. 2013. Hak Asasi Manusia: Perkembangan Pengaturan dan Pelaksanaan Hak Asasi Manusia di Indonesia, Sejak kelahirannya Sampai Waktu Ini. Yogyakarta. BPFE.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantiatif Kualitatif dan R&D. Bandung. Alfabeta.

Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia 2000 & Undang-Undang HAM 1999. Diperbanyak oleh Direktorat Jenderal HAM & Departemen Hukum dan HAM-RI.

INTERNET SEARCHING www.gitawirjawan.com

http://newmedia.com/ 2013/ 05/ iklan- politik_1594.html diakses pada tanggal 13 Maret 2014 pukul 11.53 WIB

http://profil.merdeka.com/ indonesia/ g/ gita- wirjawan/ diakses pada tanggal 18 februari 2014 pukul 11.47 WIB

http://politikbersihcerdassantun.wordpress.com/ 2013/ 03/ 17/ gagasan- keadilan-sosial- dalam- pidato- soekarno/ (diakses pada tanggal 18 februari 2014 pada pukul 22.23 WIB)

http://www.cuplik/ read/ opini/ 2013/ 01/ 362/ bagaimana– masyarakat– ditundukkan –perspektif –antonio -gramsci.html (diakses pada tanggal 10 Maret 2014 pukul 18.51 WIB)

(16)

129

http://id.berita.yahoo.com/ blogs/ newsroom– blog/ gita– wirjawan- --i –am –here –to –make –it -094909828.html (diakses pada hari Jumat tanggal 20 Juni 2014 pukul 19.10 WIB)

http://m.republika.co.id/ berita/ nasional/ politik/ 14/ 01/ 07/ mz11am- gita-wirjawan- demokrasi- bukan- hanya- suara- mayoritas (diakses pada tanggal 10 April 2014 pada pukul 20.15 WIB)

http://politik.kompasiana.com/ 2013/ 05/ 11/ permasalahan- demokrasi- di-indonesia- 559279.html (diakses pada tanggal 25 Juli 2014 pada pukul 21.13 WIB)

KARYA ILMIAH

Prakoso, Dannu. 2010. Pencitraan Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola (Studi Wacana Kritis Norman Fairclough Mengenai Iklan Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola). Bandung. UNIKOM.

Faurina, Resti. 2008. Citra Politisi Local Dalam Iklan Politik {Analisis Wacana Citra Mardjoko-Husein (Marhein) Dalam Iklan Politik Di Banyumas Televisi (Bmstv) Pada Pilkada Banyumas Tahun 2008}. Universitas Sebelas Maret.

(17)

1 1.1 Latar Belakang Masalah

Setiap manusia pada dasarnya memiliki perbedaan kepentingan yang ia bawa sebagai bentuk pemenuhan hak sebagai manusia. Hak asasi setiap manusia diciptakan semata-mata demi kepentingan manusia itu sendiri, dengan kata lain setiap manusia berhak untuk menikmati hak asasi manusianya tanpa terkecuali. Manusia merupakan satu pribadi yang utuh dalam suatu masyarakat dan mempunyai hak atas dirinya sendiri, terlepas dari orang lain.

Manusia diciptakan sebagai mahluk multidimensional. Artinya, dalam kehidupannya manusia adalah mahluk individu sekaligus mahluk sosial dalam ruang yang berbeda.1 Ketika manusia diposisikan sebagai mahluk individu yang bebas, pada dasarnya ia memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk hidup. Disisi lain dalam ruang berbeda, manusia adalah mahluk sosial yang berkewajiban untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak dari setiap individu di masyarakat. Ketika individu dihadapkan dengan berbagai perbedaan yang meliputi, suku, ras, agama, jenis kelamin, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya, perbedaan tersebut justru kemudian menimbulkan pembedaan yang menciptakan sekat pemisah antar individu dimasyarakat, dengan membangun stratifikasi sosial antar golongan maupun antar individu yang justru dianggap sensitif menimbulkan pertentangan. Perbedaan dalam relitas sosial inilah yang

1

(18)

2

kemudian memicu adanya golongan mayoritas dan minnoritas. Pandangan terhadap mayoritas-minoritas mempunyai aspek yang beragam, bukan hanya tentang sekelompok yang orang bisa menjadi mayoritas dan minoritas pada aspek yang lain, seseorang bisa mengalami hal yang sama dalam ruang yang berbeda. Dengan kata lain, seseorang yang yang berada dalam kelompok mayoritas, dalam ruang aspek yang berbeda dapat diposisikan sebagai bagian dari kelompok yang dianggap sebagai minoritas.

Peneliti memandang bahwa, jika dilihat dari aspek pekerjaan, buruh di Indonesia merupakan mayoritas, akan tetapi disisi lain dalam ruang yang berbeda buruh adalah minoritas dari segi ekonomi. Terminologi mayoritas-minoritas di dalam masyarakat sering kali menimbulkan kesenjangan dan diskriminasi. Jika dikaitkan dengan aspek ekonomi, masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah dianggap sebagai minoritas yang rentan mengalami diskriminasi terhadap hak asasi manusianya. Dalam beberapa bidang kehidupan, pandangan terhadap mayoritas-minoritas di maysarakat seringkali menimbulkan permasalahan, seperti hal nya diskriminasi dibidang kesehatan, diskriminasi dibidang pendidikan, hingga konflik yang melibatkan agama. Pemahaman yang keliru ini-lah yang kemudian dapat menggiring pola pikir masyarakat bahwa

“mayoritas adalah kelompok yang memiliki kuasa dan selalu menindas”,

sedangkan “minoritas adalah kelompok yang lemah dan selalu ditindas”.

(19)

beranggapan bahwa ketika mayoritas dan minoritas dihubungkan dengan politik, pesan yang ingin disampaikan melalui iklan Gita Wirjawan 2014 tidak dapat dipisahkan dari unsur kekuasaan yang terdapat didalamnya.

Iklan politik Gita Wirjawan 2014 digagas oleh tim sukses Gita Wirjawan guna pemenangan bursa calon presiden 2014 melalui konvensi partai Demokrat. Dalam iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game, wacana hak asasi manusia yang ditampilkan dan difokuskan pada tindak penindasan dan diskriminasi yang dilakukan oleh kelompok mayoritas terhadap minoritas sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak hidup. Dalam penelitian ini peneliti mengambil beberapa scene yang dianggap mewakili representasi wacana hak asasi manusia. terdapat beberapa adegan penindasan terhadap hak hidup. Pesan mengenai hak

asasi manusia dikemas kedalam bentuk tampilan “game” sebagai latarnya. Dalam

iklan ini digambarkan bahwa “kelompok mayoritas” yang ditampilkan sebagai

tokoh game berbadan besar dan berwarna hitam melakukan beberapa tindak penindasan terhadap “kelompok minoritas” yang divisualkan oleh sosok dengan

ukuran badan yang lebih kecil.

Pola pikir terhadap mayoritas dan minoritas adalah pemikiran yang bertentangan dengan konstitusi dan dasar negara kita. Dalam konstitusi dan hukum di Indonesia tidak dikenal adanya terminologi mayoritas dan minoritas, karena pada dasarnya semua memiliki hak hidup yang sama sebagai warga negara.

Masyhur Effendi dalam bukunya “Dimensi-Dinamika, Hak Asasi

(20)

4

kodrat mutlak milik umat manusia, orang per orang, dimiliki umat manusia sejak lahir sampai meninggal dunia… (1993:143)

Negara wajib melindungi hak-hak setiap warganya tanpa memandang identitas seseorang sebagai mayoritas atau minoritas. Terminologi mayoritas dan minoritas mencerminkan adanya ketimpangan dan ketidak setaraan, yang dianggap lebih banyak menimbulkan dampak negatif.

Jika merujuk pada konsep demokrasi pancasila yang dikemukakan dalam sidang BPUPKI tahun 1945, terminologi terhadap mayoritas dan minoritas jelas dianggap menyimpang dari konsep keadilan sosial. Dalam hal ini, Soekarno

sebagai salah satu “Bapak” pendiri Bangsa memprioritaskan asas keadilan sosial,

dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia sebagai konsep hidup berbangsa dan bernegara dalam berbagai hal. Lahirnya gagasan tentang keadilan sosial ini merupakan refleksi para pendiri bangsa tentang masa kelam sejarah Bangsa Indonesia, ketika Bangsa Indonesia mengalami penderitaan, penindasan, penghinaan, serta penghisapan yang dilakukan oleh para penjajah. Hal tersebut membuktikan bahwa para pendiri Bangsa ingin menanamkan keadilan sosial sebagai warisan dan etika Bangsa Indonesia yang harus diraih.2

Akan tetapi, pada kenyataannya harapan para pendiri Bangsa tersebut justru tidak terwujud sebagaimana mestinya, jauh lebih memprihatinkan ketika ketidak adilan tersebut justru terjadi setelah Bangsa Indonesia berhasil mengecap kemerdekaan dan terbebas dari belenggu bangsa lain.

2

(21)

Hak asasi setiap manusia dalam suatu negara diatur dan disesuaikan dengan ciri dan karakter yang dimiliki oleh negara itu sendiri. Ciri dan karakter suatu negara ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya ialah faktor geografis. Faktor georafis mempengaruhi kultur dan corak suatu bangsa, yang merupakan identitas yang tidak dapat dipungkiri sebagai sebuah kesatuan dari suatu negara.

Konstitusi negara kita mengatur hak asasi setiap manusia melalui Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No.39 Pasal 1 Tahun 1999, yang menegaskan bahwa:

“Hak Asasi Manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

Melalui bahasa dalam hal ini wacana, suatu objek dapat ditampilkan secara baik atau buruk kepada khalayak. Melalui wacana pula suatu objek dapat diposisikan sebagai objek yang dimarjinalkan, begitu pula sebaliknya. Bahasa sebagai manifestasi dari teks, merupakan proses dialektika dari struktur sosial yang dipengaruhi oleh konteks sosial.

Eriyanto (2001:36) melihat media membantu kelompok dominan menyebarkan gagasannya, mengontrol kelompok lain dan membentuk konsensus antaranggota komunitas. melalui media-lah, ideologi dominan, apa yang baik dan apa yang buruk dimapankan.

(22)

6

keadaan yang sebenarnya melainkan sudah bermuatan kekuasaan. Dalam politik, bahasa digunakan sebagai praktik kekuasaan, dimana wacana digunakan sebagai sarana untuk memperbesar pengaruh kekuasaan.

Mengacu pada pemahaman diatas dapat dilihat bahwa terdapat kesenjangan antara teks yang mikro dan sangat sempit dengan konteks masyarakat yang besar dan luas. Dilihat dari sudut pandang kritis, media bukan hanya diposisikan sebagai alat dari kelompok tertentu, tetapi juga digunakan untuk memproduksi ideologi tertentu dengan tujuan tertentu.

Melalui iklan televisi, pesan-pesan yang disampaikan iklan menjadi semakin hidup, bergairah dan memenuhi sasaran secara lebih efektif bila dibandingkan dengan iklan melalui medium lainnya. Berdasarkan pemahaman tersebut, iklan politik dalam pengertian iklan televisi mengacu pada penggunaan ruang iklan, membayar untuk rating komersil dengan tujuan untuk mentransmisikan pesan-pesan politik kepada khalayak. Dengan demikian, iklan politik memiliki keutungan yang jelas, yaitu kemampuannya dalam menjangkau khalayak sebagai audiens secara luas dan dalam melakukan persuasi. Selain itu, keuntungan lain yang jauh lebih besar adalah, kontrol atas materi publikasi berada ditangan politikus atau pengiklan dan bukan pada media. Dengan kata lain, pengiklan memegang kendali atas wacana yang dihasilkan/dipublikasikan.3

Gramsci (Sobur, 2001:30) memandang media sebagai ruang dimana ideologi disampaikan. Di satu sisi media bisa menjadi alat resistensi terhadap kekuasaan. Media digunakan sebagai sarana untuk membangun kultur dan

3

(23)

ideologi bagi kelas dominan, sekaligus juga digunakan sebagai alat bagi kaum tertindas untuk membangun ideologi tandingan.

Merujuk pada iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game, peneliti mengaris bawahi bahwa teks yang ditampilkan mentitik beratkan fokusnya

terhadap permasalahan “Mayoritan-Minoritas” dan “Hak Hidup” yang merupakan

bagian tak tepisahkan dari hak asasi setiap manusia. Adapun teks yang dimunculkan dalam iklan tersebut, sebagai berikut:

“JANGAN MENTANG-MENTANG MAYORITAS, MENINDAS

MINORITAS.” “SEMUA PUNYA HAK HIDUP YANGSAMA.” “SAYA

PERCAYA, KITA SEMUA PUNYA HAK HIDUP YANG SAMA.”“GITA 2014 BERANI LEBIH BAIK.”

Untuk menganalisis dan mengkaji lebih dalam mengenai Representasi Wacana Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game, peneliti mencoba menganalisis menggunakan teori analisis wacana kritis Norman Fairclough.

Dalam model analisis Fairclough, teks di analisis secara linguistik dengan melihat kosakata, semantik, dan tata kalimat. Ia juga memasukan koherensi dan kohesifitas, bagaimana antar kalimat tersebut digabung sehingga menimbulkan pengertian.

(24)

8

Dengan kata lain, model ini sering disebut sebagai model perubahan sosial (social change).

Fairclough memusatkan perhatian pada bahasa. Fairclough menggunakan wacana menunjuk pada pemakaian bahasa sebagai praktik sosial, lebih dari aktivitas individu atau untuk merefleksikan sesuatu. Memandang bahasa sebagai praktik sosial semacam ini, mengandung sejumlah implikasi.

Fairclough membagi analisis wacana menjadi tiga dimensi. Yaitu: Teks, Discourse Practice (produksi dan konsumsi teks) dan Sosiocultural Practice (situasional, institusional, sosial). (Eriyanto, 2001:286)

Peneliti berasumsi bahwa wacana hak asasi manusia yang terkandung dalam iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game memiliki makna implikatif dan kompleks terutama terkait dengan mayoritas-minoritas serta kesetaraan hak hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia.

Berdasarkan pada asumsi diatas, peneliti ingin membedah lebih dalam mengenai makna dibalik teks yang terdapat dalam iklan politik Gita 2014 versi game. Hal ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pesan teks yang mikro dalam iklan dikaitkan dengan konteks masyarakat yang luas dan besar melalui analisis praktik kewacanaan dalam sebuah iklan televisi.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Pertanyaan Makro

(25)

“Bagaimana Representasi Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita

Wirjawan 2014 Versi Game?”

1.2.2 Pertanyaan Mikro

Berdasarkan judul penelitian serta rumusan masalah pada latar belakang masalah penelitian, maka peneliti dapat merumuskan tiga pertanyaan mikro dalam penelitin ini sebagai berikut:

1. Bagaimana Representasi Wacana Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game dalam Dimensi Teks?

2. Bagaimana Representasi Wacana Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game dalam Dimensi Discourse Practice (Produksi dan Konsumsi Teks)?

3. Bagaimana Representasi Wacana Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi Game dalam Dimensi Sosiocultural Practice (Situasional, Institusional, Sosial)?

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

(26)

10

1.3.2 Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini memperoleh hasil yang optimal, peneliti menentukan tujuan penelitian sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui representasi wacana hak asasi manusia melalui iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game dalam dimensi teks ditinjau dari teori analisis wacana kritis Norman Fairclough.

2. Untuk mengetahui representasi wacana hak asasi manusia melalui iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game dalam dimensi discourse practice (produksi dan konsumsi) ditinjau dari teori analisis wacana kritis Norman Fairclough.

3. Untuk mengetahui representasi wacana hak asasi manusia melalui iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game dalam dimensi sosiocultural practice (situasional, institusional, sosial) ditinjau dari teori analisis wacana kritis Norman Fairclough.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Teoritis

(27)

1.4.2 Kegunaan Praktis

1.4.2.1Kegunaan Bagi Peneliti

Kegunaan penelitian ini bagi peneliti adalah memberikan tambahan wawasan pengetahuan ilmu komunikasi tentang analisis wacana, bahwa memahami suatu teks tidak hanya sebagai suatu bentuk tulisan yang tak bernyawa dan tanpa maksud apa-apa, oleh karena setiap teks itu memiliki wacana tersembunyi.

1.4.2.2Kegunaan Bagi Pengembangan Akademik

Semoga penelitian ini dapat pula berguna bagi bidang kajian ilmu komunikasi, dan juga sebagai tambahan koleksi penelitian ilmiah di universitas. Diharapkan pula dapat menjadi bahan penerapan dan pengembangan dalam kajian ilmu komunikasi, dan juga sebagai bahan perbandingan dan pengembangan referensi tambahan bagi penelitian dengan tema sejenis tentang analisis wacana.

1.4.2.3 Kegunaan Bagi Masyarakat

(28)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu

Tinjauan penelitian bertujuan memperkuat kajian pustaka berupa penelitian yang telah ada, dengan menelaah penelitian terdahulu yang memiliki keterkaitan serta relevansi dengan penelitian yang dilakukan. Mengingat bahwa pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif yang menghargai setiap bentuk perbedaan yang ada serta cara pandang mengenai objek-objek yang ada, sehingga meskipun terdapat kesamaan maupun perbedaan merupakan suatu hal yang wajar dan dapat di sinergikan untuk saling melengkapi.

Berikut merupakan tabel judul penelitian terdahulu yang melakukan penelitian mengenai wacana dalam iklan politik dengan menggunakan teori analisis wancana kritis:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Uraian Nama Peneliti

Dannu Prakoso Resti Fauriana Puji Rahayu Universitas Universitas

computer Indonesia

Universitas Sebelas Maret

(29)

Penelitian Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola (Studi Wacana

Kritis Norman Fairclough Mengenai Iklan

Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi

Sepak Bola)

Dalam Iklan Politik {Analisis Wacana

Citra Mardjoko-Husein (MARHEIN) Dalam Iklan Politik

Di Banyumas Televisi (BMSTV) Pada Pilkada Banyumas Tahun 2008} Dalam Iklan (Analisis Wacana Kritis Iklan Layanan

Msyarakat Nasional Demokrat) Tujuan Penelitian Untuk mengetahui bagaimana Pencitraan Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola (Studi Wacana

Kritis Norman Fairclough Mengenai Iklan

Partai Politik Nasional Demokrat Melalui Iklan Versi Sepak Bola) ditinjau

dari struktur teks, Discourse Practic (Produksi dan Konsumsi Teks), Sosiocultural Practice Untuk Mengetahui Wacana Apa Saja

Yang Diangkat Dalam Iklan Kampanye Televisi

Local Terutama Citra Diri Serta

Isu-Isu Local Yang Mempengaruhi Pemilih (Voters) Ditinjau Dari Level

Teks, Kognisi Sosial Dari Pembuat Iklan Dalam Level Kognisi Sosial, Serta Konteks Sosiokultural Yang Berkembang Pada Masyarakat Untuk Mendeskripsikan Isi Pesan Iklan Layanan Masyarakat Nasional

Democrat Tahun 2010-2011 Dan Mendeskripsikan Wacana Apa Yang Muncul Dalam Iklan Layanan Masyarakat Nasional Democrat

(30)

14 (Situasional, Institusional, Sosial) Indonesia Saat Inisebagai Level Terakhir Dalam Level Analisis Van Dijk Yaitu Kognisi

Sosial. Metode Penelitian Metode penelitian kualitatif dengan desain penelitian analisis kritis Norman Fairclough. Metode Penelitian Kualitatif Dengan Desain Penelitian Analisis Kritis Teun A. van Dijk.

Metode Penelitian Kualitatif Dengan Desain Penelitian Analisis Wacana Kritis Teun A. Van

Dijk. Hasil

Penelitian

Teks menunjukan koherensi pada titik tertentu menunjukan

ideology, Discourse Practice prmbuat

iklan hanya menjalankan ide dari

partai Nasdem itu sendiri, Sociocultural Practice badai politik yang membuat partai penguasa menurun.

Dalam Level Teks, Iklan Kampanye Milik Mardjoko-Husein Berhasil Mengangkat Isu Krisis Yang Melanda Masyarakat Banyumas Mengenai Lapangan Pekerjaan Dengan Investasi. Pada Level Kognisi Sosial, Diketahui Latar Belakang Pembuat Iklan Secara Implisist

Hasil Penelitian Ini Menunjukan Adanya

Pergeseran Makna Dari Isi Pesan Layanan Masyarakat

Nasional Democrat. Dan Usaha Pencitraan Sang

Komunikator Melalui Iklan Serta

Ideologi Baru “Restorasi” Yang

(31)

Mempengaruhi Wacana Yang Berkembang Dalam

Setiap Ide Pembuatan Iklan.

Konteks Sosial Yang Berada Dalam Masyarakat

Indonesia Menganggap Bahwa Iklan Kampanye Politik

Menjadi Sebuah Paradigm Budaya

Popular. Sumber: Peneliti 2014

2.1.2 Tinjauan Tentang Komunikasi 2.1.2.1Pengertian Komunikasi

Istilah komunikasi berasal dari bahasa latin yaitu “communicatio”,

yang bersumber dari kata “communis” yang berarti sama. Sama dalam hal

ini adalah persamaan makna. Tujuan dari komunikasi ini ialah pertukaran pesan yang berorientasi pada pengaruh terhadap orang lain.

(32)

16

Senada dengan apa yang diutarakan oleh Fiske, menurut Dan Nimmo (1978:7) komunikasi merupakan proses interaksi sosial yang digunakan orang untuk menyusun makna yang merupakan citra mereka mengenai dunia (yang berdasarkan itu mereka bertindak), selain itu komunikasi juga digunakan untuk bertukar citra itu melalui simbol-simbol. Menurut Carl I. Hovland (Effendy, 1984:10) ilmu komunikasi adalah upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan pendapat dan sikap.

Definisi Hovland diatas menunjukan bahwa yang dijadikan objek studi ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude), yang dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting. Bahkan dalam definisinya secara khusus mengenai pengertian komunikasinya sendiri, Hovland mengatakan bahwa,

“komunikasi adalah proses mengubah prilaku orang lain” (communication

is the process to modify behavior of others individuals).

Menurut Onong Uchjana Effendy (1984:10) unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi sebagai berikut:

1. Komunikator (communicator) 2. Pesan (message)

3. Media (chanel)

(33)

Sedangkan unsur-unsur yang ada dalam proses komunikasi antara lain adalah adalah sebagai berikut:

1. Sender: Komunikator yang menyampaikan pesan kepada orang lain.

2. Encoding: Penyandian, proses pengalihan pikiran kedalam bentuk lambang.

3. Message: Pesan yang merupakan sekumpulan dari lambang yang mengandung makna, disampaikan oleh komunikator.

4. Media: Alat atau saluran yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan.

5. Decoding: Pemaknaan pesan oleh komunikan atas pesan yang disampaikan komunikator.

6. Receiver: Komunikan yang menerima pesan dari komunikator. 7. Response: Reaksi yang ditimbulkan oleh komunikan atas pesan

yang disampaikan oleh komunikator.

8. Feedback: Umpan balik yang diberikan oleh komunikan kepada komunikator.

(34)

18

Proses komunikasi terbagi menjadi dua tahapan, yaitu secara primer dan secara sekunder.

a. Proses Komunikasi Primer

Proses komunikasi secara primer adalah proses penyampaian pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang (symbol) sebagai media. Lambang sebagai media primer dalam proses komunikasi adalah bahasa, kial, isyarat, gambar warna dan lain sebagainya. Dalam proses komunikasi primer lambang sebagai media yang paling sering digunakan ialah bahasa.

b. Proses Komunikasi Sekunder

(35)

2.1.3 Tinjauan Tentang Komunikasi Massa 2.1.3.1Pengertian Komunikasi Massa

Komunikasi massa yang paling sederhana dikemukakan oleh Bitner. Menurut Bitner (Rahmat, 2003:188) komunikasi massa adalah dimana sebuah pesan dikomunikasikan melalui media massa dan ditujukan pada sejumlah besar orang (mass communication is message communicated through a mass medium to a large number of people).

Dari pengertian diatas dapat diketahui bahwa komunikasi massa itu harus menggunakan media massa sebagai alatnya dalam menyampaikan pesan kepada khalayak luas. Jadi, sekalipun komunikasi itu disampaikan kepada khalayak yang banyak, seperti rapat akbar dilapangan luas yang dihadiri oleh ribuan, bahkan puluhan ribu orang, tetapi jika tidak menggunakan media massa, maka itu bukan komunikasi massa.

Media komunikasi yang termasuk komunikasi massa adalah radio siaran dan televisi, keduanya dikenal sebagai media elektronik, surat kabar dan majalah, keduanya disebut media cetak, serta media film. Film sebagai media komunikasi massa adalah film bioskop (Adrianto dkk, 2007:3).

Adapun definisi yang lebih terperinci mengenai komunikasi massa dikemukakan oleh Garbner. Menurut Garbner (Rahmat, 2003:188):

(36)

20

Penyampaian pesan melalui komunikasi masa bersifat satu arah, artinya umpan balik (feed back) yang disampaikan oleh komunikan kepada komunikator tidak secara langsung dapat tersampaikan. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Meletzke mengenai sifat dan ciri komunikasi massa. Menurut Meletzke (Rakhmat, 2003:189), komunikasi massa bersifat satu arah dan tidak langsung sebagai akibat dari penggunaan komunikasi massa, juga sifatnya yang terbuka untuk semua orang.

Dalam definisi Meletzke, komunikasi massa diartikan sebagai segala macam bentuk komunikasi yang menyampaikan pernyataan secara terbuka melalui media penyebaran teknis secaca tidak langsung dan satu arah pada publik yang tersebar.

2.1.3.2Ciri-ciri Komunikasi Massa

Berdasarkan pada pengertian diatas adapun ciri-ciri yang terdapat dalam komunikasi massa antara lain sebagai berikut:

1. Komunikator Terlembagakan

Ciri komunikasi massa yang pertama adalah komunikatornya. Komunikasi massa melibatkan lembaga, dan komunikatornya bergerak dalam organisasi yang kompleks. Sebelum pesan diterima oleh komunikan, pesan melalui proses dan menggunakan peralatan yang kompleks.

(37)

Selanjutnya pesan tersebut diperiksa oleh penanggung jawab rubrik, dari penanggung jawab rubrik diserahkan kepada redaksi untuk diperiksa layak tidaknya pesan itu dibuat dengan pertimbangan utama tidak menyalahi kebijakan media massa itu. Ketika sudah layak pesan dibuat setting-nya, lalu diperiksa oleh korektor, disusun oleh lay-out man agar komposisinya bagus, dibuat plate, kemudian dimasukan mesin cetak. Tahap akhir setelah dicetak merupakan tugas dari distribusi untuk mendistribusikan surat kabar yang berisi pesan itu kepada pembacanya.

Apabila media komunikasi yang digunakan adalah media televisi, tentu akan lebih banyak lagi orang yang terlibat, seperti juru kamera, (lebih dari satu), juru lampu, pengarah acara, bagian make-up, floor manager, dan lain-lain. Selain itu peralatan yang digunakan lebih banyak serta dana yang diperlukan lebih besar. 2. Pesan Bersifat Umum

(38)

22

Dengan demikian kriteria pesan yang penting dan menarik itu sendiri mempunyai ukuran tersendiri, yakni bagi sebagian besar komunikan. Pesan yang diangggap menarik, unik, dan mempunyai sesuatu yang khas, pesan tersebut layak untuk dimuat kedalam surat kabar atau ditayangkan di televisi atau disiarkan melalui siaran radio.

3. Komunikannya Bersifat Anonim dan Heterogen

Komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim dan heterogen. Pada komunikasi antarpersona, komunikator akan mengenal komunikannya, mengetahui identitasnya, seperti: nama, pendidikan, tempat tinggal, pekerjaan, bahkan mengenal sikap dan perilakunya. Sedangkan dalam komunikasi massa, komunikator tidak mengenal komunikan (anonim), karena komunikasinya menggunakan media dan tidak tatap muka, selain anonim, komunikan komunikasi massa adalah heterogen, karena terdiri dari berbagai lapisan masyarakat yang berbeda, yang dapat dikelompokan berdasarkan faktor: usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, latar belakang budaya, agama, dan faktor ekonomi. 4. Media Massa Menimbulkan Keserempakan

(39)

komunikannya yang banyak secara serempak pada waktu yang bersamaan mendapatkan pesan yang sama.

Effendy (1981), mengartikan keserempakan media massa itu sebagai keserempakan kontak dengan sejumlah besar penduduk dengan jarak yang jauh dari komunikator dan penduduk tersebut antara satu sama lainnya berada dalam keadaan yang terpisah. 5. Komunikasi Mengutamakan Isi Ketimbang Hubungan

Salah satu prinsip komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dimensi isi dan dimensi hubungan. Dimensi isi menunjukan muatan atau isi komunikasi, yaitu apa yang dikatakan, sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya, yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu.

6. Komunikasi Bersifat Satu Arah

(40)

24

7. Stimulasi Alat Indra terbatas

Ciri komunikasi massa lainnya yang dapat dianggap kelemahannya, adalah stimulasi indra yang terbatas. Pada komunikasi antarpersona yang bersifat tatap muka, maka seluruh alat indra pelaku komunikasi, komunikator dan komunikan, dapat digunakan secara maksimal. Kedua pihak dapat melihat, mendengar secara langsung, bahkan mungkin merasa. Dalam komunikasi massa, stimulasi alat indra tergantung pada jenis media massa. Pada surat kabar dan majalah, pembaca hanya melihat. Pada siaran radio dan rekaman auditif, khalayak hanya mendengar, sedangkan pada media televisi dan film, kita menggunakan indra pengelihatan dan pendengaran. 8. Umpan Balik Tertunda (delayed) dan Tidak Langsung (indirect)

(41)

2.1.4 Tinjauan Tentang Iklan 2.1.4.1Pengertian Iklan

Iklan adalah media penyampai informasi yang digunakan oleh komunikator baik berupa lembaga, organisasi, maupun perorangan kepada khalayak luas sebagai komunikannya. Pesan yang disampaikan dalam iklan mengandung berbagai muatan yang disisipkan oleh si pembuat iklan dengan tujuan-tujuan tertentu. Tujuan iklan ialah untuk memperkenalkan, mengingatkan, mempengaruhi, dan menggiring khalayak luas untuk ikut berpartisipasi terhadap pesan yang disampaikan.

Menurut Bolland (McNair, 2011) yang mendefinisikan bahwa periklanan sebagai penempatan pesen-pesan terorganisir pada media dengan membayar.1

Pernyataan diatas senada dengan yang dikemukakan oleh Durianto (Durianto, 2003:1) yang berpendapat bahwa iklan merupakan suatu proses komunikasi yang bertujuan untuk membujuk dan mengiring orang untuk mengambil tindakan yang menguntungkan bagi pihak pembuat iklan.

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa iklan adalah salah satu produk komunikasi massa dengan membayar ruang atau waktu untuk menyiarkan informasi tentang nilai-nilai yang sampaikan oleh si pemasang iklan.

Menurut sifatnya iklan terbagi menjadi dua jenis, yaitu iklan standar dan iklan sosial. Iklan standar atau iklan komersil adalah iklan

1

(42)

26

yang ditata secara khusus untuk keperluan memperkenalkan barang, jasa, dan pelayanan untuk konsumen melalui media periklanan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan keuntungan-keuntungan ekonomi. Jenis yang kedua adalah iklan sosial atau iklan layanan masyarakat, yaitu iklan yang bersifat non-profit, dengan kata lain bukan ditujukan untuk mendapatkan keuntungan dari segi ekonomi, namun iklan jenis ini bertujuan untuk mencari keuntungan yang bersifat sosial, dengan membentuk citra baik di tengah masyarakat.

2.1.4.2Pengertian Iklan Politik

Berdasarkan pengertian diatas, dimana iklan didefinisikan sebagai penempatan pesan dan nilai yang terorganisir pada media dengan membayar, iklan politik dalam pengertian iklan televisi mengacu pada pembelian dan penggunaan ruang iklan, membayar untuk rating komersil, dengan tujuan untuk mentransmisikan pesan-pesan politik kepada khalayak. Iklan politik itu sendiri meliputi semua bentuk aktifitas untuk menghadirkan dan mempromosikan baik partai maupun individu secara non-personal melalui media berbayar, yang berisikan muatan-muatan politik tertentu. Kemampuan iklan politik dalam mempengaruhi khalayak berlangsung dalam dua tingkatan.

Menurut Brian McNair dalam bukunya yang berjudul “An

(43)

iklan politik sebagai iklan dalam dunia komersil, iklan tidak hanya ditujukan untuk memberi informasi pada audiens, tetapi juga dirancang untuk membujuk (to persuade).

Dengan demikian, iklan politik memiliki keutungan yang jelas bagi pihak tertentu, yaitu kemampuannya dalam menjangkau khalayak sebagai audiens yang luas dan dalam melakukan persuasi terhadap mereka. Selain itu, diatas segalanya, kontrol atas materi publikasi berada ditangan politikus dan bukan pada media.2

2.1.4.3Sasaran Periklanan

Sasaran dalam periklanan ditentukan berdasarkan klasifikasi, apakah iklan tersebut bertujuan untuk informasi, membujuk, atau mengingatkan.

1. Iklan informatif

Iklan dirancang sedemikian rupa agar hal-hal penting mengenai produk dapat disampaikan dalam pesan iklan. Iklan yang menonjolkan aspek manfaat produk biasanya digolongkan sebagai iklan yang bersifat informatif.

2. Iklan membujuk

Kategori ini biasanya digunakan untuk membujuk konsumen dan berperan penting bagi perusahaan dengan tingkat persaingan yang tinggi. Dimana perusahaan berusaha meyakinkan konsumen bahwa produk yang ditawarkan adalah pilihan tepat bagi konsumen.

2

(44)

28

Biasanya iklan ini dituangkan dalam pesan-pesan perbandingan. Perusahaan berusaha membandingkan kelebihan produk yang ditawarkan dengan produk lain yang sejenis.

3. Iklan mengingatkan

Kategori ini biasanya digunakan untuk mengingatkan produk yang sudah mapan. Biasanya digunakan pada produk-produk lama yang dulu menguasai pasar namun dianggap terlupakan.

2.1.4.4Daya Tarik Iklan

Berdasarkan pada pengertian iklan diatas guna menarik perhatian para konsumen atau audience, sebuah iklan memiliki daya tarik sebagai berikut.

1. Daya tarik iklan rasional

(45)

bahwa isi iklan tersebut adalah bagian dari kehidupannya sehari-hari.

2. Daya tarik didasarkan perasaan dan emosi

Penggunaan daya tarik perasaan dan emosi banyak digunakan pada produk dengan segmentasi kelas-kelas tertentu. Hal ini akan mempengaruhi penjualan produk tertentu pada segmentasi tertentu. 3. Perencanaan media

Pemilihan media iklan dalam menyampaikan pesan memegang peranan penting dalam sebuah proses komunikasi. Tanpa media, pesan tidak akan sampai pada konsumen secara keseluruhan dan efektif. Oleh karena itu, memilih media yang tepat akan menentukan apakah pesan yang disampaikan tepat sasaran atau tidak.

2.1.5 Tinjauan Tentang Wacana

Kata wacana yang dalam bahasa inggris “discourse” berasal dari

bahasa latin “discursus” yang berarti “lari kian kemari”. Konsep mengenai

(46)

30

mempengaruhi pola pikir dan tindakan tertentu. Wacana tidak terlepas dari unsur kekuasaan didalamnya.

Foulcoult memandanng bahwa kuasa tidak dimiliki melainkan dipraktikan dalam suatu ruang lingkup dimana ada banyak posisi yang secara strategis berkaitan satu dengan yang lain.

Dalam pengertian yang lebih sederhana, menurut Lull (Sobur, 2001:11) wacana adalah cara objek atau ide diperbincangkan secara terbuka kepada publik sehingga menimbulkan pemahaman tertentu yang tersebar

luas”. Sedangkan Kleden berpendapat bahwa wacana sebagai ucapan yang

disampaikan seorang pembicara sesuatu tentang sesuatu kepada pendengar. Wacana selalu mengandaikan pembicara atau penulis, apa yang dibicarakan, dan pendengar atau pembaca. Seperti yang dikemukakan oleh Tarigan (Sobur, 2001:11) yang mengatakan bahwa wacana mengandung tujuan-tujuan tertentu dalam penggunaan bahasa, yaitu: ekspresi diri sendiri, eksposisi, sastra, dan persuasi.

Sedangkan menurut Alex Sobur (2001:11) wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur, sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental maupun non-segmental bahasa.

2.1.5.1Wacana dan Ideologi

(47)

percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu (Eriyanto, 2001:13).

Perkembangan teori komunikasi dan budaya kritis pada saat ini, telah mengikut-sertakan ideologi, kesadaran, dan hegemoni. Ideologi adalah sistem ide-ide yang diungkapkan dalam komunikasi. Kesadaran adalah esensi atau totalitas dari sikap, pendapat, dan perasaan yang dimiliki oleh individu-individu atau kelompok-kelompok. Sedangkan hegemoni adalah proses dimana ideologi disampaikan secara dominan. Istilah ideologi adalah istilah yang sering digunakan, terutama dalam ilmu-ilmu sosial.

Seperti diungkapkan oleh Fiske, berita dalam proses komunikasi secara keseluruhan pada dasarnya adalah proses sosial dan hampir selalu ideologis: interpelasi adalah bagian penting dari praktik ideologi tersebut.

(48)

32

Gramsci melanjutkan, salah satu strategi kunci dalam hegemoni adalah penalaran yang awam (common sense). Jika ide atau gagasan dari kelompok dominan/berkuasa diterima sebagai sesuatu yang common sense (jadi tidak didasarkan pada kelas sosial), kemudian ideologi itu diterima, maka hegemoni telah terjadi.

2.1.6 Tinjauan Tentang Analisis Wacana

Analisis wacana merupakan salah satu desain penelitian yang digunakan sebagai alternatif selain analisis isi kuantitatif yang telah banyak digunakan dalam banyak penelitian. Dalam analisis wacana, teks wacana tidak hanya dimaknai sebatas bagaimana isi teks tersebut, tetapi juga menganalisis bagaimana pesan tersebut disampaikan.

Menurut Stubbs (Darma, 2009:15) “wacana adalah suatu disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam komunikasi”.

Bahwa analisis merupakan suatu kajian yang meneliti dan menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik lisan maupun tulis. Analisis wacana menekankan kajian pada penggunaan bahasa dalam konteks sosial, khususnya dalam penggunaan antar penutur.

(49)

digunakan untuk mengetahui maksud tersembunyi dari subjek (penulis atau pembicara) yang mengemukakan suatu pernyataan.

2.1.7 Tinjauan Tentang Analisis Wacana Kritis

Analisis wacana kritis masuk kedalam paradigm kritis, pandangan ini mengkoreksi pandangan konstruktivisme yang kurang sensitif pada proses produksi dan reproduksi makna yang terjadi secara historis maupun institusional. Pandangan konstruktivisme dianggap masih belum menganalisis faktor-faktor hubungan kekuasaan yang inheren dalam setiap wacana, yang dalam gilirannya berperan dalam pembentukan jenis-jenis subjek tertentu berikut perilaku-perilakunya. Hal inilah yang melahirkan paradigma kritis.

(50)

batasan-34

batasan apa yang diperkenalkan menjadi wacana, perspektif yang mesti dipakai, topik apa yang dibicarakan.

Dengan pandangan semacam ini, wacana melihat bahwa bahasa selalu terlibat dalam hubungan kekuasaan, terutama pembentukan subjek, dan berbagai tindakan representasi yang terdapat dimasyarakat, karena memakai perspektif kritis, analisis wacana kategori ini disebut sebagai analisis wacana kritis (Critical Discourse Analisys). Ini untuk membedakan dengan analisis dalam kategori yang sudah terlebih dahulu ada.

2.1.7.1Karakteristik Analisis Wacana kritis

Dalam analisis wacana kritis (Critical Discourse Analisys), wacana disini tidak dipahami semata sebagai studi bahasa. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis disini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional. Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu digunakan untuk tujuan praktik tertentu, termasuk didalamnya praktik kekuasaan.

(51)

bisa jadi menampilkan efek ideologi, wacana dapat memproduksi dan mereproduksi hubungan kekuasaan yang tidak berimbang antara kelas sosial, laki-laki dan perempuan, kelompok mayoritas dan minoritas, melalui bagaimana perbedaan itu direpresentasikan dalam posisi sosial yang ditampilkan.

Sebagai contoh, melalui wacana, keadaan yang rasis, seksis, atau ketimpangan dari kehidupan sosial dipandang sebagai suatu common sense, suatu kewajaran atau alamiah, dan memang seperti itu adanya.

Analisis wacana kritis melihat bahwa bahasa digunakan untuk melihat ketimpangan kekuasaan dalam masyarakat. Seperti yang dikemukakan oleh Faiclough dan Wodak, analisis kritis menyelidiki bagaimana melalui bahasa kelompok sosial yang ada saling bertarung dan mengajukan versinya masing-masing. Berikut ini merupakan karakteristik penting dari analisis wacana kritis. Diambil dari tulisan Teun A. van Dijk, Fairclough, dan Wodak:

1. Tindakan

(52)

36

bukan sesuatu yang diluar kendali atau diekspresikan diluar kesadaran.

2. Konteks

Analisis wacana kritis mempertimbangkan konteks dari wacana, seperti latar, peristiwa, situasi, dan kondisi. Wacana disini dipandang, diproduksi, dimengerti, dan dianalisis pada konteks tertentu. Analisis wacana juga memeriksa konteks dari komunikasi, siapa yang mengkomunikasikan dengan siapa dan mengapa, dalam jenis khalayak dan situasi apa, melalui medium apa,bagaimana perbedaan tipe dari perkembangan komunikasi, dan hubungan bagi setiap masing-masing pihak. Wacana dianggap dibentuk sehingga harus ditafsirkan dalam situasi dan kondisi yang khusus. Wacana kritis mendefinisikan teks dan percakapan pada situasi tertentu dipengaruhi oleh situasi sosial tertentu.

3. Historis

Analisis wacana menempatkan wacana dalam konteks sosial tertentu, berarti wacana diproduksi dalam konteks tertentu dan tidak dapat dimengerti tanpa menyertakan konteks yang menyertainya. Salah satu aspek penting untuk bisa mengerti teks adalah dengan menempatkan wacana dalam historis tertentu.

4. Kekuasaan

(53)

dan lain sebagainya, tidak dipandang sebagai sesuatu yang alamiah, wajar, dan netral, tetapi merupakan bentuk pertarungan kekuasaan. Konsep kekuasaan adalah salah satu kunci hubungan antara wacana dengan masyarakat.

5. Ideologi

Ideologi dianggap sebagai konsep yang sentral dalam analisis wacana kritis. Hal ini karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik dan cerminan ideologi tertentu. Teori-teori klasik tentang ideologi diantaranya mengatakan bahwa ideologi dibangun oleh kelompok yang dominan dengan tujuan untuk memproduksi dan melegitimasi dominasi mereka.

2.1.8 Tinjauan Tentang Hak Asasi Manusia

Setiap manusia pada dasarnya memiliki perbedaan kepentingan yang ia bawa sebagai bentuk pemenuhan hak sebagai manusia. Hak asasi setiap manusia diciptakan semata-mata demi kepentingan manusia itu sendiri, dengan kata lain setiap manusia berhak untuk menikmati hak asasi manusianya tanpa terkecuali. Manusia merupakan satu pribadi yang utuh dalam suatu masyarakat dan mempunyai hak atas dirinya sendiri, terlepas dari orang lain.

(54)

38

dalam ruang yang berbeda.3 Ketika manusia diposisikan sebagai mahluk individu yang bebas, pada dasarnya ia memiliki hak dan kesempatan yang sama untuk hidup. Disisi lain dalam ruang berbeda, manusia adalah mahluk sosial yang berkewajiban untuk saling menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak dari setiap individu di masyarakat. Ketika individu dihadapkan dengan berbagai perbedaan yang meliputi, suku, ras, agama, jenis kelamin, ekonomi, pendidikan, dan lain sebagainya, perbedaan tersebut justru kemudian menimbulkan pembedaan yang menciptakan sekat pemisah antar individu dimasyarakat, dengan membangun stratifikasi sosial antar golongan maupun antar individu yang justru dianggap sensitif menimbulkan pertentangan. Perbedaan dalam relitas sosial inilah yang kemudian memicu adanya golongan mayoritas dan minnoritas.

Pandangan terhadap mayoritas-minoritas mempunyai aspek yang beragam, bukan hanya tentang sekelompok yang orang bisa menjadi mayoritas dan minoritas pada aspek yang lain, seseorang bisa mengalami hal yang sama dalam ruang yang berbeda. Dengan kata lain, seseorang yang yang berada dalam kelompok mayoritas, dalam ruang aspek yang berbeda dapat diposisikan sebagai bagian dari kelompok yang dianggap sebagai minoritas.

Pola pikir terhadap mayoritas dan minoritas adalah pemikiran yang bertentangan dengan konstitusi dan dasar negara kita. Dalam konstitusi dan hukum di Indonesia tidak dikenal adanya terminologi mayoritas dan

3

(55)

minoritas, karena pada dasarnya semua memiliki hak hidup yang sama sebagai warga negara.

Masyhur Effendi dalam bukunya “Dimensi-Dinamika, Hak Asasi Manusia” memandang bahwa, Hak Asasi Manusia adalah hak asasi atau hak

kodrat mutlak milik umat manusia, orang per orang, dimiliki umat manusia

sejak lahir sampai meninggal dunia… (1993:143).

Negara wajib melindungi hak-hak setiap warganya tanpa memandang identitas seseorang sebagai mayoritas atau minoritas. Terminologi mayoritas dan minoritas mencerminkan adanya ketimpangan dan ketidak setaraan, yang dianggap lebih banyak menimbulkan dampak negatif.

Jika merujuk pada konsep demokrasi yang dikemukakan Presiden Soekarno dalam sidang BPUPKI tahun 1945, terminologi terhadap mayoritas dan minoritas jelas dianggap menyimpang dari konsep keadilan sosial. Dalam hal ini, Soekarno memprioritaskan keadilan sosial, dengan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia sebagai konsep hidup berbangsa dan bernegara. Lahirnya gagasan tentang keadilan sosial ini merupakan refleksi Soekarno tentang masa kelam sejarah Bangsa Indonesia, ketika Bangsa Indonesia mengalami penderitaan, penindasan, penghinaan, serta penghisapan yang dilakukan oleh para penjajah. Hal tersebut membuktikan bahwa Soekarno sebagai salah satu pendiri Bangsa ingin menanamkan keadilan sosial sebagai warisan dan etika Bangsa Indonesia yang harus diraih.4

4

(56)

40

Akan tetapi, pada kenyataannya harapan para pendiri Bangsa tersebut justru tidak terwujud sebagaimana mestinya, jauh lebih memprihatinkan ketika ketidak adilan tersebut justru terjadi setelah Bangsa Indonesia berhasil mengecap kemerdekaan dan terbebas dari belenggu bangsa lain.

Hak asasi setiap manusia dalam suatu negara diatur dan disesuaikan dengan ciri dan karakter yang dimiliki oleh negara itu sendiri. Ciri dan karakter suatu negara ditentukan oleh berbagai faktor, salah satunya ialah faktor geografis. Faktor georafis mempengaruhi kultur dan corak suatu bangsa, yang merupakan identitas yang tidak dapat dipungkiri sebagai sebuah kesatuan dari suatu negara.

Konstitusi negara kita mengatur hak asasi setiap manusia melalui Undang-Undang Dasar Republik Indonesia No.39 Pasal 1 Tahun 1999, yang menegaskan bahwa:

“Hak Asasi Manusia ialah seperangkat hak yang melekat pada hakikat

dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh Negara, Hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.

2.2Kerangka Pemikiran 2.2.1 Representasi

(57)

kelompok tertentu diberitakan apa adanya, ataukah diburukkan. Dalam hal ini yang dimunculkan adalah satu sisi dari suatu peristiwa sedangkan sisi lainnya luput dari pemberitaan atau bahkan sengaja disembunyikan. Kedua, bagaimana representasi itu ditampilkan. Baik dengan kata, kalimat, aksentuasi, dan bantuan foto macam apa seseorang, kelompok, atau gagasan tersebut ditampilkan dalam pemberitaan kepada khalayak. Persoalan utama dalam representasi adalah bagaimana realitas atau objek tersebut ditampilkan.

Menurut Fiske (Eriyanto, 2001:114) saat menampilkan objek, peristiwa, gagasan, kelompok, atau seseorang paling tidak ada tiga proses yang harus dilalui, Pertama, adalah peristiwa yang ditandai sebagai realitas. Bagaimana peristiwa dikonstruksi sebagai realitas. Kedua, bagaimana realitas itu digambarkan. Pemakaian kata-kata, kalimat, atau proposisi tertentu, misalnya, mengandung makna tertentu ketika diterima oleh khalayak. Ketiga, bagaimana peristiwa tersebut diorganisir kedalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis.

2.2.2 Counter Hegemoni

(58)

42

setiap orang sebenarnya adalah seorang intelektual akan tetapi tidak semua orang menjalankan fungsi intelektualnya dimasyarakat.5

Berdasarkan pada pemehaman diatas, dia membedakan kaum intelektual yang ada dalam masyarakat kedalam dua hal, yang pertama adalah Intelektual Tradisional. Intelektual ini terlihat independen, otonom, serta menjauhkan diri dari kehidupan masyarakat. Mereka hanya sekedar mengamati serta mempelajari kehidupan masyarakat dari kejauhan dan seringkali bersifat konservatif (anti terhadap perubahan). Contoh dari Intelektual Tradisional ini adalah para penulis sejarah, filsuf, dan para professor.

Sedangkan yang kedua adalah Intelektual Organik, mereka adalah intelektual yang sebenarnya, intelektual ini menanamkan ide dan menjadi bagian dari penyebaran ide-ide yang ada di masyarakat dari kelas yang berkuasa, serta turut aktif dalam pembentukan masyarakat sesuai dengan apa yang diinginkan.

2.2.3 Alur Kerangka Pemikiran

Dalam penelitian ini, peneliti bertujuan untuk meneliti teks pada iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game. Penelitian ini akan dilakukan dengan merujuk pada teori wacana yang dikemukakan oleh Norman Fairclough. Metode yang digunakan yaitu analisis wacana kritis (AWK) atau biasa disebut juga dengan Critical Discourse Analysis (CDA).

5

(59)

Dalam analisis wacana kritis, wacana disini tidak hanya dipahami sebagai studi bahasa semata. Pada akhirnya, analisis wacana memang menggunakan bahasa dalam teks untuk dianalisis, tetapi bahasa yang dianalisis disini agak berbeda dengan studi bahasa dalam pengertian linguistik tradisional.

Bahasa dianalisis bukan dengan menggambarkan semata dari aspek kebahasaan, tetapi juga menghubungkan dengan konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai untuk tujuan praktik tertentu, termasuk didalamnya praktik kekuasaan (Eriyanto, 2001:7).

(60)

44

Berdasarkan pemahaman diatas, dapat ditarik keimpulan bahwa analisis wacana kritis tidak memandang teks sebagai sesuatu yang netral, tetapi teks dianggap memiliki tujuan tertentu, seperti persuasi atau argumentasi. Analisis wacana menganggap bahwa realitas dapat dikonstruksi sesuai dengan cara pandang tertentu dan memiliki maksud tersembunyi di dalamnya, termasuk bagimana wacana dibentuk untuk kemudian dijadikan sebagai alat penyebaran ideologi. Untuk mengetahui maksud tersembunyi itulah metode analisis wacana kritis digunakan.

Pendekatan yang dilakukan melalui iklan politik tidak hanya sekedar dimaknai sebagai bentuk pendekatan informatif, melainkan pendekatan secara emosional yang menyentuh, yang merepresentasikan suatu hal atau permasalahan yang ada dan erat kaitannya dengan masyarakat. Salah satunya ialah permasalahan yang berkaitan dengan hak asasi setiap manusia yang digambarkan dengan penindasan yang dilakukan oleh mayoritas terhadap minoritas sebagai bentuk pelanggaran terhadap hak hidup manusia.

(61)

melalui iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game menggunakan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough.

Proses bagaimana wacana dibentuk untuk kemudian dijadikan sebagai alat perlawanan terhapan kelompok dominan yang berlangsung dimasyarakat dalam suatu proses yang kompleks. Kelompok yang mendominasi dalam hal ini bisa dikonotasikan sebagai penguasa negara atau pemerintah, secara tidak langsung melakukan penanaman ideologi terhadap subordinatnya dalam hal ini masyarakat.

Gita Wirjawan merupakan salah satu calon presiden independen yang mengikuti konvensi calon presiden melalui Partai Demoktat, yang menggunakan media iklan sebagai bentuk kampanye politiknya, dalam penelitian ini iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game.

Dalam hal ini peneliti mencoba melakukan penelitian menggunakan Teori analisis wacana Norman Fairclough yang membagi analisis wacana kedalam tiga dimensi, yaitu: Dimensi Teks, Discourse Practice (Produksi dan Konsumsi Teks), serta Sociocultural Practice (Situasional, Institusional, Sosial).

(62)
[image:62.595.121.514.195.473.2]

46

Gambar 2.1

Kerangka Alur Pemikiran Penelitian

Sumber: Peneliti 2014

Stuktur Teks

Analisis Wacana Kritis Norman Fairclough

Sociocultural Practice (Institusional, Situasional, Sosial) Discourse Practice

(Produksi dan Konsumsi Teks)

Representasi Hak Asasi Manusia Iklan Politik Gita Wirjawan

2014 Versi Game

Counter Hegemoni (Intelektual Organik)

(63)

47 3.1Objek Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana analisis wacana kritis Representasi Wacana Hak Asasi Manusia Melalui Iklan Politik Gita Wirjawan 2014 Versi game. Objek dari penelitian ini adalah wacana hak asasi manusia dalam iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game.

Iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game ditayangkan di televisi sekitar bulan Februari 2014. Iklan ini berdurasi sekitar 20 detik yang menggambarkan permasalahan hak asasi manusia terkait mayoritas dan minoritas. Dalam iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game, pesan mengenai hak asasi

manusia dikemas kedalam bentuk tampilan “game” sebagai latarnya. Dalam iklan

ini ditampilkan bahwa “kelompok mayoritas” yang digambarkan sebagai tokoh

game berbadan besar dan berwarna hitam melakukan beberapa tindak penindasan terhadap “kelompok minoritas” yang divisualkan oleh sosok dengan ukuran badan

yang lebih kecil.

(64)

48

[image:64.595.122.503.276.653.2]

Peneliti mengambil Tujuh scene beserta teks dan konteks iklan yang ada dalam iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game sebagai objek penelitian yang dapat dijelaskan pada tabel 3.1 berikut ini:

Tabel 3.1

Scene dalam iklan politik Gita Wirjawan 2014 versi game

Time Line Scene Iklan

Scene Satu

Pada Durasi 00.01

“KONTEKS WACANA DALAM IKLAN”

Scene Dua

Pada Durasi 00.03

(65)

Scene Tiga

Pada Durasi 00.05

“KONTEKS WACANA DALAM IKLAN”

Scene Empat Pada Durasi 00.07

“JANGAN MENTANG-MENTANG

MAYORITAS, MENINDAS MINORITAS.”

Scene Lima Pada Durasi 00.10

(66)

50

Scene Enam Pada Durasi 00.11

“SAYA PERCAYA, KITA SEMUA PUNYA

HAK HIDUP YANG SAMA”

Scene Tujuh Pada Durasi 00.14

“GITA 2014 BERANI LEBIH BAIK” Sumber: Peneliti 2014

3.1.1 Profil Gita Wirjawan

(67)

Menempuh pendidikan S-1 di Kennedy School of Government, Harvard University, Amerika Serikat pada tahun 1992 dengan mengambil jurusan administrasi bisnis. Selepas S-1, ia memulai karieryna sebagai bankir di Citibank.

Pada tahun 2000, Gita berhasil menyelesaikan Studi S2 nya di Harvard lalu bekerja di Goldman Sachs Singapura hingga tahun 2004. Goldman Sachs adalah sebuah bank yang didirikan oleh Marcus Goldman. Pada tahun 2005 ia memutuskan untuk pindah bekerja ke ST Telekomunikasi, Singapura. Di perusahaan tersebut, ia bekerja selama kurang lebih satu tahun sebelum akhirnya berlabuh ke JP Morgan di Indonesia.

Dalam tugasnya sebagai Presdir JP Morgan Indonesia inilah Gita mencium gelagat bakal terjadinya resesi ekonomi di Amerika, yang dampaknya meluas ke seluruh dunia. Ia kemudian berusaha memberitahukan pandangannya tersebut kepada pemerintah, ekonom, serta para pengusaha, namun tidak ada satupun pihak yang menanggapinya. Karena itulah ia berancang-ancang mendirikan perusahaan investasi sendiri dan mulai mempersiapkan dana untuk membeli saham-saham perusahaan yang diperkirakan akan jatuh, imbas dari krisis global nantinya.

(68)

52

Pratama Duta Tbk, PT. Bumi Resources Tbk, PT. Multi Nitrat Kimia, perusahaan properti di Jakarta, dan sebuah perusahaan properti di Bali. Ancora Capital telah berhasil menghimpun dana investasi (private equity fund) dari para investor asal Timur Tengah, Malaysia, dan Brunei yang mencapai 300 juta dollar AS. Private equity fund yang dibentuk oleh Ancora Capital ini merupakan private equity fund pertama yang didirikan dan memenuhi ketentuan syariah (sharia-compliant private enquity fund).

Pada 11 November 2009, Gita bergabung dengan Kabinet Indonesia Bersatu jilid II sebagai Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM). Gita sukses membuktikan kepemimpinannya dengan meningkatnya realisasi investasi, dia dianggap sebagai pemasar andal bagi investor asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 2011, dia mendapatkan kepercayaan yang lebih besar dengan ditunjuk langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai Menteri Perdagangan menggantikan Amari Elka Pangestu. Baru beberapa hari menjabat, Gita terlihat memiliki sikap yang tegas dan jelas terkait masalah produk impor. Prinsipnya, ia tidak setuju jika impor justru menimbulkan ketergantungan. Selain itu, ia menyatakan akan berfokus pada perdagangan

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Gambar 2.1
Tabel 3.1
Gambar 3.1
+4

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran rata-rata kadar gula darah responden sebelum pemberian rebusan daun sirih merah pada kelompok eksperimen dengan dosis 125 mili liter dapat dilihat pada

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dari responden yang mendapatkan dukungan kurang hampir setengah responden (31,2%) mengalami tingkat stress sedang dan berat,

Diberikannya kebebasan oleh Spanyol kepada Rusia untuk turut serta mengembangkan sektor wisatanya yang dirancang dalam kerengka kerja strategic partnership tersebut juga merupakan

untuk membaca teks dalam LKS dan materi yang relevan dengan permasalahan garis singgung persekutuan dalam dua lingkaran serta meminta siswa untuk membuat catatan kecil

Untuk mendapatkan gambaran mengenai pengaruh antara model pembelajaran kontekstual dengan pendekatan inkuiri terhadap hasil belajar siswa dilakukan pengolahan data

Metode Double Exponential Smoothing.. Double Exponential Smoothing

Kuesioner ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi keputusan anda menginap di hotel Syariah Aceh House Medan terutama

Dari hasil penelitian tindakan yang dilaksanakan melalui dua siklus, diperoleh peningkatan yang sangat berarti, sehingga dapat disimpulkan bahwa dengan pemberdayaan