PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN
MASALAHMATEMATIK DAN MOTIVASI BELAJAR SISWA
SMPMELALUI MODEL PEMBELAJARAN
BERBASIS MASALAH
TESIS
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH:
IRMA SARI DAULAY NIM :8136171030
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
MEDAN
i ABSTRAK
Irma Sari Daulay, (2015). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematikdan Motivasi Belajar Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Studi Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa, (2) interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa (3) proses penyelesaian jawaban siswa saat menyelesaikan soal pemecahan masalah pada masing-masing pembelajaran. Penelitian ini dilaksanakan di SMP Negeri 4 Padang Bolak. Jenis penelitian yang digunakan adalah kuasi eksperimen dengan pre-test-post-test control group design. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Padang Bolak, sedangkan sampelnya terdiri 30siswa pada kelas VIII-1 sebagai kelas eksperimen dan 30 siswa pada kelas VIII-3 sebagai kelas kontrol. Pengambilan sampel dilakukan melalui teknik random sampling. Instrumen penelitian yang digunakan adalah tes kemampuan pemecahan masalah matematik, angket motivasi belajar siswa. Pengujian hipotesis statistic dalam penelitian ini menggunakan uji ANAVA dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi dari pada pembelajaran biasa. Hasil rerata peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika yang diberi pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa masing-masing sebesar 0,69 dan 0,53, dan rerata peningkatan motivasi belajar siswa masing-masing sebesar 0,32 dan 0,17. (2) tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa. (3) proses penyelesaian jawaban soal pemecahan masalah matematika siswa yang diberi pembelajaran berbasis masalah lebih baik dibandingkan siswa yang diberi pembelajaran biasa.
ii ABSTRACT
Irma Sari Daulay, (2015). Improvementof Mathematical Problem Solving Skill and Learning Motivation of SMP StudentsThrough Problem-Based Learning Model. A Thesis. Medan : Post Graduate Program. University Of Medan, 2015.
This research aims to determine: (1) the improvement of mathematical problem solving skill and learning motivation of students who received problem-based learning and conventional learning, (2) the interaction between learning model and prior knowledge of the mathematical problem solving skill and student motivation (3) the completion process of the students' answers for solving problem. The research conducted in SMP Negeri4 Padang Bolak. The researchtype is quasi-experimental pre-test-post-test control group design. The population in this study was all eighth grade students of SMP Negeri 4 Padang Bolak and sample was 30 students in class VIII-1 as an experimental class and 30 students in class VIII-3 as a control class. Sampling was carried out through random sampling technique. The research instrument used is a mathematical problem solving skill test, questionnaire, student motivation. The hypothesis testing in this study usedtwo wayANOVA. The results showed that (1) the improvement of mathematical problem solving skill and motivation students learning who received problem-based learning is higher than conventional learning. The average of problem solving skill improvementused problem-based learning and conventional learning respectively 0.69 and 0.53, and the improvement of student motivation respectively 0.32 and 0.17. (2) There is no interaction between learning and prior knowledge of mathematical problem solving skill and student motivation. (3) thecompletion process of studentsanswer used problem based learning more varied than the students who used conventional learning.
iii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirobbil’alamin penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberi rahmat, kesehatan dan hidayah kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik sesuai dengan waktu yang direncanakan. Tesis yang berjudul “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Motivasi Belajar Siswa SMP Melalui Model Pembelajaran Berbasis Masalah” disusun untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan Matematika Pascasarjana Universitas Negeri Medan.
Sejak mulai dari persiapan sampai selesainya penulisan tesis ini, penulis mendapatkan semangat, dorongan, dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas kebaikan tersebut. Terima kasih dan penghargaan khusunya penulis sampaikan kepada :
1. Ayahanda Bangun Daulay dan Ibunda Badaria Sihombing serta abang-abangku Bahril Daulay, SAP dan istrinya Diani Hairiah Nasution, S.Sos; Azwar Sajuli Daulay, S.Pd.I dan istrinya Hasnah Agustina Nasution, S.Pd; kakakku Sri Hafni Daulay, Am.Keb dan adik-adikku tersayang Ferdi Hasan Daulay, AMK, Lily Elyda Daulay, Am.Keb dan Angdina Daulay yang selalu memberikan do’a dan dukungan yang besar selama dalam pendidikan hingga terselesaikannya tesis ini.
2. Bapak Dr. Waminton Rajagukguk, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd sebagai dosen pembimbing tesis yang telah banyak memberikan bimbingan, saran serta motivasi kepada penulis sejak awal penyusunan proposal sampai terselesaikannya tesis ini.
3. Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd dan Bapak Prof. Dr. Hasratuddin Siregar, M.Pd selaku ketua prodi dan sekretarisprodi pendidikan matematika program pascasarjana UNIMED serta Bapak Dapot Tua Manullang, S.E, M.Si, yang telah memberi kemudahan, arahan dan nasihat yang sangat berharga bagi penulis.
4. Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd, Bapak Dr. Edy Surya, M.Si dan Bapak Dr. Kms. Muhammad Amin Fauzi, M.Pd, selaku Narasumber yang telah banyak memberikan saran dan masukan-masukan dalam penyempurnaan tesis ini. 5. Direktur, Asisten I dan II beserta Staf Program Pascasarjana UNIMED yang
telah memberikan bantuan dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan tesis ini.
iv
7. Bapak Pangondian, S.Pd selaku Kepala SMP Negeri 4 Padang Bolak beserta seluruh dewan guru yang telah memberikan kesempatan dan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian.
8. Sahabat seperjuangan angkatan XXII Prodi Matematika khususnya di A.3 yang telah memberikan dorongan, semangat, serta bantuan lainnya kepada penulis terkhusus kepada Mustika Fitri Larasati Sibuea, Suci Dahlya Narpila, Siti Aminah Nababan dan Henra Saputra Tanjung (Komting).
9. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta arahan dalam penyelesaian tesis ini yang tidak mungkin disebut satu-persatu.
Penulis menyadari bahwa sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhir kata penulis berharap semoga tesis ini dapat memberi manfaat bagi mahasiswa di lingkungan program studi Pendidikan Matematika Program Pascasarjana UNIMED dalam memperkaya khasanah ilmu pendidikan.
Medan, Maret 2015 Penulis
v
2.1.2Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ...22
2.1.3 Hakekat Motivasi ...26
2.1.4 Motivasi Belajar Siswa ...29
2.1.5 Pembelajaran Berbasis Masalah ...36
2.1.6 Pembelajaran Biasa ...44
2.1.7 Perbedaan Pedagogik antara Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Biasa ... 48
2.1.8 Teori Belajar yang Mendukung ...49
2.1.9 Kemampuan Awal Matematika ...53
2.1.10 Proses Jawaban Siswa ...54
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 68
3.4 Variabel Penelitian ... 69
3.5 Desain Penelitian ...69
3.6 Instrumen Penelitian ... 71
vi
3.8 Prosedur Penelitian ...85
3.9 Teknik Analisa Data ...89
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 99
4.1.1 Deskripsi Kemampuan Awal Matematika ... 99
4.1.2 Deskripsi Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 104
4.1.3 Deskripsi Motivasi Belajar Siswa ... 110
4.1.4 Analisis Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah ... 114
4.1.5 Uji Hipotesis ... 123
4.1.6 Analisis Proses Penyelesaian Masalah Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 131
4.2 Pembahasan Hasil Penelitian ...146
4.2.1 Faktor Pembelajaran...146
4.2.2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ...149
4.2.3 Interaksi Pembelajaran dan KAM terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 151
4.2.4 Skala Motivasi Belajar Siswa... 153
4.2.5 Interaksi Pembelajaran dan KAM terhadap Motivasi Belajar Siswa ... 154
4.2.6 Keterbatasan Penelitian ... 156
BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 158
5.2 Implikasi ... 160
5.3 Saran ... 161
DAFTAR PUSTAKA ...163
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar1.1 Jawaban Siswa Pada Kemampuan Pemecahan Masalah ...4
3.1 Prosedur Penelitian... 88
4.1 Rata-rata Skor Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 105
4.2 Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik ... 106
4.3 Peningkatan N-Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Berdasarkan Kategori KAM ... 109
4.4 Rata-Rata Skor Motivasi Belajar Siswa ... 111
4.5 Peningkatan Motivasi Belajar Siswa ... 111
4.6 Peningkatan N-Gain Motivasi Belajar Siswa Berdasarkan KAM ... 114
4.7 Diagram Rerata Gain Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik... 115
4.8 Diagram Rerata Gain Motivasi Belajar Siswa ... 120
4.9 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa ... 126
4.10 Interaksi antara Pembelajaran dan KAM terhadap Motivasi Belajar ... 129
4.11 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen ... 130
4.12 Jawaban Butir Soal Nomor 1 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Kontrol ... 130
4.13 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen ... 133
4.14 Jawaban Butir Soal Nomor 2 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Kontrol ... 133
4.15 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen ... 136
4.16 Jawaban Butir Soal Nomor 3 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Kontrol ... 136
4.17 Jawaban Butir Soal Nomor 4 Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Kelas Eksperimen ... 139
x
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN A
1. RencanaPelaksanaanPembelajaranKelasEksperimen ... 162
2. RencanaPelaksanaanPembelajaranKelasKontrol ... 204
3. LembarAktivitasSiswa ... 220
LAMPIRAN B 1. SoalTesKemampuanAwalMatematika (KAM) ... 240
2. JawabanAlternatifKemampuanAwalMatematika (KAM) ... 241
3. PedomanPenskoranPemecahanMasalahMatematik ... 243
4. Kisi-kisitesKemampuanPemecahanMasalahMatematik ... 244
5. SoalPretesKemampuanPemecahanMasalahMatematik ... 245
6. JawabanAlternatifPretesKemampuanPemecahanMaslah ... 248
7. SoalPostesKemampuanPemecahanMasalahMatematik ... 255
8. JawabanAlternatifPostesKemampuanPemecahanMaslah ... 258
9. Kisi-kisiAngketMotivasiBelajar ... 264
10.AngketMotivasiBelajar ... 265
LAMPIRAN C 1. HasilValidasiRencanaPelaksanaanPembelajaran ... 273
2. HasilValidasiLembarAktivitasSiswa ... 275
3. HasilUjicobaTeskemapuanPemecahanMasalahMatematik ... 284
4. HasilUjicobaAngketMotivasiBelajar ... 299
LAMPIRAN D 1. Data HasilTesKemampuanAwalMatematika (KAM) ... 308
2. Pengolahan Data Tes KAM ... 311
3. Data HasilTesKemampuanPemecahanMasalahMatematik ... 314
4. Pengolahan Data TesKemampuanPemecahanMasalahMatematik ... 316
5. Data HasilAngketMotivasiBelajar ... 321
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Matematikamerupakanpelajaran yang penting, banyakaktivitas yang
dilakukanmanusiaberhubungandenganmatematika,
contohnyamenghitunguangjajan, berbelanja, berjalan, dan
lain-lain.Matematikamerupakansalahsatudarisekianbanyakpelajaran yang
diberikansejakpendidikandasarsampaipendidikantinggi.Tujuanpembelajaranmate
matika, yaitu : (1) memahamikonsepmatematika,
menjelaskanketerkaitanantarakonsepdanmengaplikasikankonsepataualgoritmaseca
raluwes, akurat, efisiendantetapdalampemechanmasalah, (2)
menggunakanpenalaranpadapoladansifat,
melakukanmanipulasimatematikadalammembuatgeneralisasi,
menyusunbuktiataumenjelaskangagasandanpenyelesaianmatematika, (3)
memecahkanmasalah yang meliputikemampuanpemahamanmasalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model danmenemukansolusi, (4)
mengkomunikasikangagasanmatematikadengan symbol, diagram atau media lain
untukmemperjelaskeadaanataumasalah, (5)
memilikisikapmenghargaikegunaanmatematikadalamkehidupan, yaitumemiliki
rasa
ingintahuperhatiandanminatdalammempelajarimatematikasertasikapuletdanpercay
2
Hal di atas sesuai dengan tujuan umum pembelajaran matematika yang
dirumuskan National Council of Teacher of Mathematics atau NCTM (Wahyudin,
2008:62) yaitu: (1) daya matematis bagi semua dalam masyarakat teknologi; (2)
matematika sebagai sesuatu yang seseorang lakukan menyelesaikan masalah,
berkomunikasi, bernalar; (3) suatu kurikulum untuk semua yang meliputi rentang
luas muatan, beraneka ragam konteks, dan koneksi-koneksi yang terencana; (4)
belajar matematika sebagai proses aktif yang konstruktif; (5) pembelajaran
didasarkan pada masalah-masalah yang nyata.
Hal ini sesuai dengan kurikulum 2013 yaitu kurikulum 2013 bertujuan
untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup
sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan
afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara, dan peradaban dunia (Permendikbud, 2013). Beberapa uraian di atas,
menunjukkan pentingnya mempelajari matematika dalam menata kemampuan
berpikir para siswa, bernalar, memecahkan masalah, berkomunikasi, mengaitkan
materi matematika dengan keadaan sesungguhnya, serta mampu menggunakan
dan memanfaatkan teknologi. Sumarno (dalam Saragih, 2007:2) menyatakan
bahwa kemampuan-kemampuan dalam tujuan pembelajaran matematika itu
disebut dengan daya matematik (mathetamtical power) atau keterampilan
matematika (doing math).
Salah satu keterampilan matematika yang erat kaitannya dengan
karakteristik matematika (berpikir tingkat rendah dan berpikir tingkat tinggi)
adalah kemampuan pemecahan masalah. Pemecahan masalah merupakan hal yang
3
sebagai jantungnya matematika. NCTM (Wahyudin, 2008:67) menekankan
pemecahan masalah sebagai fokus sentral dari kurikulum matematika. Tidak saja
kemampuan untuk memecahkan masalah menjadi alasan untuk mempelajari
matematika, tetapi pemecahan masalah pun memberikan suatu konteks dimana
konsep-konsep dan kecakapan-kecakapan dapat dipelajari. Selain itu, pemecahan
masalah merupakan wahana utama untuk membangun kecakapan-kecakapan
berpikir tingkat tinggi. Oleh karena itu, kemampuan pemecahan masalah
matematik bukan hanya sebagai tujuan dari pembelajaran matematika tetapi juga
merupakan kegiatan yang penting dalam pembelajaran matematika, karena selain
siswa mencoba memecahkan masalah dalam matematika, mereka juga termotivasi
untuk bekerja dengan sungguh-sungguh untuk menyelesaikan permasalahan
dalam matematika dengan baik.
Pentingnya kemampuan pemecahan masalah ini juga dikemukakan oleh
Hudojo (2005:133) yang menyatakan bahwa pemecahan masalah merupakan
suatu hal yang esensial dalam pembelajaran matematika di sekolah, disebabkan
antara lain: (1) siswa menjadi terampil menyeleksi informasi yang relevan,
kemudian menganalisanya dan kemudian meneliti hasilnya; (2) kepuasan
intelektual akan timbul dari dalam, yang merupakan masalah intrinsik; (3) potensi
intelektual siswa meningkat; (4) siswa belajar bagaimana melakukan penemuan
dengan melalui proses melakukan penemuan. Dengan demikian, sudah
sewajarnyalah pemecahan masalah ini harus mendapat perhatian khusus, melihat
peranannya sangat strategis dalam mengembangkan potensi intelektual siswa.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan
4
ini sesuai dengan hasil observasi awal peneliti terhadap siswa SMP Negeri 4
Padang Bolak. Rendahnya kemampuan pemecahan masalah tersebut dapat dilihat
pada hasil kerja siswa terhadap soal sebagai berikut:
“Harga 5 mangkokbaksodan 4 gelas jus jeruk di rumahmakan “Sedap”
adalahRp 50.000,00. Sedangkanharga 2 mangkokbaksodan 3 gelas jus jeruk di
tempat yang samaadalahRp 27.000,00. JikaAndrimembeli 3 mangkokbaksodan 2
jus jeruk, berapauang yang harusdibayarnya ?
Soal tersebut diberikan kepada 32 siswa, 10 orang (31,25%) diantaranya
tidak menjawab soal tersebut, 16 orang (50%) menjawab dengan jawaban yang
salah dan 6 orang (18,75%) yang menjawab benar, dari hasilnya menunjukkan
kemampuan pemecahan masalah rendah, dapat dilihat dari salah satu jawaban
siswa berikut:
Gambar. 1.1 Jawaban Siswa pada Kemampuan Pemecahan Masalah
Berdasarkan jawaban siswa tersebut menunjukkan banyak siswa
mengalami kesulitan untuk memahami maksud soal tersebut, merumuskan apa
yang diketahui serta yang ditanyakan dari soal tersebut, merencanakan
penyelesaian soal tersebut serta proses perhitungan atau strategi penyelesaian dari
5
jawaban yang dibuat siswa tidak benar juga siswa tidak memeriksa kembali
jawabannya.
Selain dari hasil observasi di atas, berdasarkan laporan nilai rata-rata UN
siswa di tahun 2013 menunjukkan bahwa nilai matematika siswa masih rendah
berada di bawah KKM matematika yang ditetapkan oleh SMP Negeri 4 Padang
Bolak. Dimana KKM untuk pelajaran matematika adalah 70.
Nilai rata-rata matematika siswa saat UN pada tahun 2013 berada di
bawah KKM yang ditetapkan di SMP Negeri 4 Padang Bolak, yaitu 6,43 atau
6,43<70. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap guru matematikanya
dikatakan bahwa hasil belajar dan nilai UN matematika siswa tersebut berada di
bawah KKM yang ditentukan disebabkan siswa kurang mampu menyelesaikan
masalah matematika jika soal tersebut diluar contoh yang biasanya diajarkan guru
dalam kelas. Siswa kurang terbiasa dalam menyelesaikan soal-soal pemecahan
masalah, sehingga bila dihadapkan padasoal-soal pemecahan masalah, siswa
cenderung kurang bisa.
Ketidakmampuan siswa menyelesaikan masalah seperti di atas
dipengaruhi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematik siswa,
oleh karena itu kemampuan pemecahan masalah dalam matematika perlu
dilatihkan dan dibiasakan kepada siswa. Kemampuan ini diperlukan siswa sebagai
bekal dalam memecahkan masalah matematika dan masalah yang ditemukan
dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu faktor penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah
adalah dipengaruhi oleh pembelajaran yang digunakan oleh guru. Pembelajaran
6
memotivasi siswa untuk belajar dan memacu siswa untuk belajar, belum mampu
membantu siswa dalam menyelesaikan soal-soal berbentuk masalah. Rendahnya
kemampuan siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika adalah wajar
jika dilihat dari proses pembelajaran yang dilakukan, kebanyakan guru
mengajarkan matematika dengan menerangkan konsep matematika, memberikan
contoh cara menyelesaikan soal, sedikit tanya jawab (jika ada), dilanjutkan
dengan meminta siswa mengerjakan soal yang sejenis dengan soal yang diberikan
guru.
Selain kemampuan pemecahan masalah, motivasi siswa juga merupakan
fokus peneliti. Motivasi adalah faktor yang mempunyai arti penting bagi seorang
siswa.Beberapa faktor atau unsur yang mempengaruhi timbulnya motivasi
(Dimyati dan Mudjiono, 2013:97) diantaranya, pertama cita-cita atau aspirasi
siswa, timbulnya cita-cita dibarengi oleh perkembangan akal, moral, kemauan,
bahasa, dan nilai-nilai kehidupan. Timbulnya cita-cita juga dibarengi oleh
perkembangan kepribadian. Kedua kemampuan siswa, keinginan seorang anak
perlu dibarengi dengan kemampuan atau kecakapan mencapainya. Keinginan
membaca perlu dibarengi dengan kemampuan mengenal dan mengucapkan bunyi
huruf-huruf. Ketiga kondisi siswa, kondisi siswa yang meliputi kondisi jasmani
dan rohani mempengaruhi motivasi belajar. Keempat kondisi lingkungan siswa,
lingkungan siswa dapat berupa keadaan alam, lingkungan tempat tinggal
pergaulan sebaya, dan kehidupan bermasyarakat. Sebagai anggota masyarakat
maka siswa dapat terpengaruhi oleh lingkungan sekitar. Kelima unsur-unsur
dinamis dalam belajar dan pembelajaran, siswa memiliki perasaan, perhatian,
7
hidup. Keenam upaya guru dan membelajarkan siswa, guru adalah seorang
pendidik profesional. Upaya guru membelajarkan siswa terjadi di sekolah dan
diluar sekolah.
David Mc Cleeland dalam Dimyati dan Mudjiono (2013:82) berpendapat
bahwa setiap orang memiliki tiga jenis kebutuhan dasar, yaitu : (i) kebutuhan akan
kekuasaan, (ii) kebutuhan untuk berafiliasi, dan (iii) kebutuhan berprestasi.
Ada 3 unsur motivasi yang harus diperhatikan dalam melihat pengaruhnya,
yaitu: pertama tujuan, manusia adalah makhluk bertujuan, meski tidak ada
manusia yang mempunyai tujuan yang benar-benar sama. Demikian juga sama
halnya dengan organisasi. Idealnya semua manusia organisasional memiliki
motivasi tinggi dan ada kesadaran dalam diri mereka bahwa tujuan organisasi
adalah bagian dari tugas keorganisasian dan juga tujuan hidupnya. Kedua
kekuatan diri dalam diri individu, manusia adalah insan yang memiliki energi,
apakah itu energi fisik, otak, mental dan spiritual dalam arti luas. Kekuatan ini
berakumulasi dan menjelma dalam bentuk dorongan batin seseorang untuk
melakukan sesuatu dengan baik dan benar. Ketiga keuntungan, manusia bekerja
ingin mendapatkan keuntungan adalah manusiawi, meski harus dihindari sikap
yang hanya ingin bekerja manakala ada keuntungan langsung (direct profit) yang
akan diperolehnya. Rasa dekat terhadap kebutuhan, keinginan memperoleh
imbalan, rasa ingin meningkatkan diri dan seperangkat keinginan mencari
keuntungan adalah bagian yang tidak terpisahkan dari keseluruhan aktivitas
manusia.
Menurut Gagne dan Berliner (dalam Dimyati dan Mudjiono, 2013:42)
8
aktivitas seseorang. Rendahnya motivasi membuat siswa malas belajar bahkan
acuh terhadap pelajaran matematika. Dalam pelaksanaan sering dijumpai guru
yang gagal membawa siswanya belajar yang mungkin dikarenakan menggunakan
metode pembelajaran yang kurang tepat. Dalam proses pembelajaran, motivasi
merupakan salah satu aspek dinamis yang sangat penting. Sering terjadi siswa
yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kemampuan yang kurang, tetapi
dikarenakan tidak adanya motivasi untuk belajar sehingga ia tidak berusaha untuk
menggerakkan segala kemampuannya. Dengan demikian siswa yang berprestasi
rendah belum tentu disebabkan oleh kemampuannya yang rendah pula, tetapi
kemungkinan disebabkan oleh tidak adanya dorongan atau motivasi. Motivasi
kegiatan belajar adalah suatu keadaan yang terdapat dalam diri seseorang yang
menyebabkan seseorang melakukan kegiatan tertentu untuk mencapai tujuan
tertentu. Motivasi dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam
diri siswa yang membangkitkan minat siswa, yang menjamin kelangsungan dari
kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki oleh siswa akan dapat tercapai,
karena dengan pemberian motivasi yang positif akan menambah semagat belajar
siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sardiman (2007:75) yang menyatakan
bahwa “hasil belajar itu dikatakan optimal bila ada motivasi yang tepat”.
Pengetahuan dan pehamanan tentang motivasi belajar pada siswa sangat
bermanfaat bagi guru untuk membangkitkan, meningkatkan, dan memelihara
semangat siswa untuk belajar sampai berhasil.
Namun fakta dilapangan berdasarkan hasil observasi terhadap guru dalam
proses pelaksanaan pembelajaran matematika, memperlihatkan bahwa guru hanya
9
menyelesaikan setiap pokok bahasan tanpa memperhatikan kompetensi yang
dimiliki oleh siswa, serta contoh masalah yang diberikan tersebut terlebih dahulu
diselesaikan secara demonstrasi kemudian siswa diberikan soal sesuai dengan
contoh tersebut, guru masih beranggapan yang demikian dilakukan akan
meningkatkan kemampuan siswa padahal kebalikannya siswa hanya mencontoh
apa yang dikerjakan guru, karena dalam menyelesaikan soal tersebut siswa hanya
mengerjakan seperti apa yang dicontohkan oleh guru tanpa perlu menggunakan
kemampuan sendiri dalam menyelesaikannya.
Proses pembelajaran tidak hanya memindahkan pengetahuan dari guru ke
siswa tetapi juga menciptakan situasi yang dapat membawa siswa aktif dan kreatif
belajar mencapai perubahan tingkah laku. Dalam proses pembelajaran di dalam
kelas, siswa juga belum terlibat secara aktif. Guru berperan aktif sementara siswa
hanya menerima pengetahuan yang disampaikan oleh guru. Pola pembelajaran
seperti ini harus dirubah dengan cara menggiring siswa untuk mencari ilmunya
sendiri.
Kurangnya kegiatan yang menarik dalam pembelajaran dapat
menyebabkan rendahnya keinginan siswa untuk mengikuti pelajaran. Selain itu
pembelajaran yang hanya berpusat kepada guru juga mengakibatkan rendahnya
keinginan siswa untuk belajar.
Proses pembelajaran yang searah, monoton dan dimoniasi oleh guru
menyebabkan kurangnya motivasi siswa untuk belajar matematika yang dapat
mengarah pada proses pembelajaran yang tidak aktif. Siswa akan merasa jenuh
dan kurang tertarik untuk mengikuti pelajaran sehingga tidak ada motivasi untuk
10
penting dalam kegiatan belajar. Dalam kegiatan belajar, motivasi merupakan
keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar.
Motivasi belajar adalah merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual.
Seorang siswa yang mempunyai intelegensi yang tinggi bisa gagal karena
kurangnya motivasi dalam belajar. Motivasi mempunyai peran yang sangat
penting dalam proses belajar mengajar baik bagi guru maupun siswa.
Guru dalam penilaian terhadap suatu masalah hanya melihat pada hasil
akhirnya saja dan jarang memperhatikan proses penyelesaian masalah menuju
hasil akhir. Hal ini nampak dari hasil survei dari setiap soal yang diujicobakan
kepada setiap siswa ditemukan proses penyelesaian jawaban siswa yang tidak ada
perbedaannya, sehingga siswa tidak dapat meningkatkan aktivitas belajar
matematika untuk meningkatkan pengembangan kemampuannya.
Kegiatan belajar semacam itu jelas tidak memberikan kompetensi
matematika siswa sebagaimana dituntut dalam Permendiknas No. 22 (Depdiknas
2006) bahwa pembelajaran matematika yang diharapkan adalah munculnya
berbagai kompetensi yang dapat dikuasai oleh siswa, diantaranya adalah
kemampuan pemecahan masalah matematika yang merupakan kemampuan yang
sangat penting dalam mencapai hasil belajar matematika yang optimal. Selain
memberikan prioritas pada kemampuan pemecahan masalah sebagai upaya
mengembangkan pola pikir siswa, juga diperlukan adanya motivasi, karena
dengan adanya motivasi siswa akan berani aktif dalam mengungkapkan gagasan,
temuan atau bahkan perasaan siswa terhadap matematika.
Guru sebagai salah satu komponen penentu keberhasilan proses
11
meningkatkan kemampuan pemecahan masalah dan motivasi belajar serta
aktivitas siswa. Menurut Napitupulu (2008:9) bahwa model, pendekatan, strategi,
metode ataupun teknik yang digunakan guru diyakini berpengaruh besar terhadap
pencapaian hasil belajar anak. Untuk mendukung proses pembelajaran yang
mengaktifkan siswa diperlukan suatu pengembangan materi pelajaran matematika
yang difokuskan kepada aplikasi dalam kehidupan sehari-hari (kontekstual) dan
disesuaikan dengan tingkat kognitif siswa, serta penggunaan metode evaluasi
yang terintegrasi pada proses pembelajaran tidak hanya berupa tes pada akhir
pembelajaran saja.
Hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran di kelas selain
kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa adalah
kemampuan awal matematika siswa. Kemampuan awal matematika siswa
merupakan kecakapan yang dimiliki oleh siswa sebelum proses pembelajaran
matematika dilaksanakan di kelas. Kemampuan awal yang dimiliki oleh siswa
juga bervariasi antara siswa yang satu dengan yang lainnya jika ditinjau dari
tingkat penguasaan siswa maka dapat dibedakan antara siswa yang memiliki
kemampuan awal tinggi, sedang dan rendah. Hal ini dapat dilihat dari kemampuan
awal untuk seorang siswa mungkin saja baru mencapai tahap pengenalan,
sedangkan bagi siswa yang lain untuk tahap yang sama, sudah mencapai siap
ulang atau siap pakai sehingga kemampuan awal siswa sangat penting
diperhatikan oeh guru sebagai perancang pengajaran di dalam kelas (Uno,
2012:61).
Namun, kenyataan selama ini guru jarang memperhatikan kemampuan
12
bahwa pembelajaran matematika selama ini tidak efektif salah satu faktor
penyebabnya adalah guru dalam mengajar cenderung kurang memperhatikan
kemampuan awal siswa. Padahal menurut Achmad (2011:1) pengetahuan tentang
kemampuan awal siswa diperlukan guru untuk menetapkan strategi mengajar,
bahkan untuk mengajukan pertanyaan atau masalah kepada siswa juga diperlukan
pemahaman tentang kemampuan awal siswa.
Berdasarkan pemahaman kemapuan awal siswa tersebut guru dapat
membantu siswa memperlancar proses pembelajaran yang dilakukan dan
memperkecil peluang kesulitan yang dihadapi siswa dalam memahami materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan
awal akan mempengaruhi pembelajaran baik yang diajarkan dengan pembelajaran
berbasis masalah maupun pembelajaran biasa dan kemampuan awal juga nanti
tentunya akan mempengaruhi peningkatan kemampuan pemecahan masalah
matematik dan motivasi belajar siswa.
Selain kemampuan pemecahan masalah matematik, motivasi belajar dan
kemampuan awal matematika siswa, peneliti juga melakukan observasi terhadap
proses penyelesaian jawaban siswa. Proses jawaban siswa berkaitan dengan
kesalahan yang dilakukan siswa dalam mengerjakan soal yang dapat dijadikan
petunjuk untuk mengetahui sejauh mana penguasaan siswa terhadap materi agar
dapat diteliti lebih lanjut mengenai penyebab kesalahan siswa. Penyebab
kesalahan siswa tersebut harus mendapat pemecahan yang tuntas sehingga
kesalahan yang sama tidak terulang dikemudian hari (Hidayat dkk, 2013:40).
Selain itu, proses penyelesaian jawaban siswa juga berkaitan dengan
13
dikatakan bervariasi jika jawaban-jawaban yang diberikan siswa tampak berlainan
dan mengikuti pola tertentu (Saefuddin, 2012:42). Proses penyelesaian jawaban
siswa itu sangat penting untuk mengetahui bagaimana pola pikir seorang siswa,
yang mana pola pikir antara siswa yang satu dengan yang lainnya pada umumnya
berbeda ketika mereka dihadapi dengan sebuah permasalahan untuk diselesaikan.
Namun kenyataannya, berdasarkan hasil ujicoba yang dilakukan peneliti
terhadap proses penyelesaian jawaban yang mengerjakan soal kemampuan
pemecahan masalah matematik, setelah dianalisis proses penyelesaian jawaban
masih kurang bervariasi dimana banyak terdapat siswa yang memiliki jawaban
yang sama terhadap soal yang diberikan. Keadaan tersebut mungkin disebabkan
selama ini kebanyakan guru di sekolah pada saat pembelajaran selalu memberikan
maslah-masalah matematika yang tertutup yang mana prosedur yang
digunakannya sudah hampir dapat dikatakan standar. Jarang sekali siswa diajak
menganalisis serta mengunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Tidak
sedikit guru selesai mengajar hanya memberikan soal yang terdapat pada buku
ajar padahal buku ajar matematika yang ada saat ini sedikit sekali yang memuat
soal-soal non rutin.
Oleh karena itu, guru perlu menyusun soal yang berkaitan dengan
kehidupan nyata siswa selama kegiatan pembelajaran. Salah satu cara yang dapat
digunakan oleh guru yaitu dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah.
Pada pembelajaran berbasis masalah terdapat ciri khasnya berupa penilaian
autentik dimana guru dapat menilai hasil kerja siswa melalui
14
Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL) merupakan model pembelajaran
yang dapat merangsang berpikir tingkat tinggi serta memungkinkan terjadinya
pertukaran ide secara terbuka. Hal ini diungkapkan oleh Santrock (2008:374)
Pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang lebih menekankan pada
pemecahan masalah autentik seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan
sehari-hari. Demikian pula Piaget (Arends, 2008:47) mengatakan bahwa pembelajaran
berbasis masalah dimana guru memberikan berbagai situasi (masalah) yang
menempatkan permasalahan dalam dunia nyata sehingga siswa dapat
bereksperimen, mengujicobakan berbagai hal untuk melihat apa yang akan terjadi,
memanipulasi benda-benda, memanipulasi simbol-simbol, melontarkan
pertanyaan dan mencari jawaban sendiri, mengkonsilasikan apa yang ditemukan
dan membandingkannya dengan temuan siswa lain.
Pembelajaran berbasis masalah juga sejalan dengan tuntutan kurikulum
seperti yang terdapat pada tujuan mata pelajaran matematika Permendiknas No.
22 Tahun 2006 yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa pembelajaran berbasis masalah
memberikan dorongan kepada para peserta didik untuk tidak hanya sekedar
berpikir sesuai yang bersifat konkret tetapi lebih dari itu berpikir terhadap ide-ide
yang abstrak dan kompleks. Dengan kata lain, pembelajaran berbasis masalah
melatih peserta didik untuk berpikir tingkat tinggi yakni memecahkan masalah
sekaligus memotivasi belajar matematika siswa. Pembelajaran berbasis masalah
15
dengan bimbingan guru secara berulang-ulang. Karena itu judul penelitian ini
adalah: “Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Motivasi Belajar
Matematika SiswaMelalui Model Pembelajaran Berbassis Masalah”.
1.2Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan, diidentifikasi
masalah-masalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran di sekolah cenderung berpusat pada guru.
b. Pemilihan model pembelajaran terhadap peningkatan kemampuan
pemecahan masalah matematik siswa masih kurang tepat.
c. Kemampuan pemecahan masalah matematik siswa saat menyelesaikan
soal-soal pemecahan masalah rendah.
d. Kemampuan motivasi belajar yang dimiliki siswa rendah.
e. Guru dalam mengajar cenderung kurang memperhatikan kemampuan
awal matematika siswa.
f. Proses jawaban siswa ketika menjawab soal-soal berbentuk pemecahan
masalah kurang bervariasi dan sistematis.
1.3Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah di atas, maka
perlu adanya pembatasan masalah agar
penelitianinilebihterfokuspadapermasalahan yang akanditeliti. Peneliti hanya
meneliti kemampuan pemecahan masalah matematik, motivasi belajar,
kemampuan awal matematika, proses jawaban siswa, pembelajaran berbasis
16
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka masalah penelitian yang akan
diselidiki dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa
yang memperolehpembelajaran berbasis masalah lebih
tinggidaripadapeningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperolehpembelajaran biasa?
b. Apakah peningkatan motivasi belajar siswa yang
memperolehpembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada
peningkatanmotivasi belajar siswa yang memperolehpembelajaran biasa?
c. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajarandan kemampuan awal
siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa?
d. Apakah terdapat interaksi antaramodel pembelajarandan kemampuan awal
siswa terhadap kemampuan motivasi belajar siswa?
e. Bagaimana proses penyelesaianjawaban yang
dibuatsiswadalammenyelesaikanmasalahpadapembelajaran berbasis
masalah dan pembelajaran biasa?
1.5Tujuan Penelitian
Sejalan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah;
a. Untuk mengetahui apakah peningkatan kemampuan pemecahan masalah
17
tinggi daripada peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik
siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
b. Untuk mengetahui apakah peningkatan motivasi belajar siswa yang
memperoleh pembelajaran berbasis masalah lebih baik daripada
peningkatan motivasi belajar siswa yang memperoleh pembelajaran biasa.
c. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
dan kemampuan awal siswa terhadap kemampuan pemecahan masalah
matematik siswa.
d. Untuk mengetahui apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran
dan kemampuan awal siswa terhadap motivasi belajar siswa.
e. Untuk mengetahuiproses penyelesaian jawaban siswa saat menyelesaikan
soal-soal pemecahan masalah pada pembelajaran berbasis masalah dan
pembelajaran biasa.
1.6Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan informasi tentang alternatif pendekatan pembelajaran matematika dalam usaha-usaha perbaikan proses
pembelajaran. Secara rinci manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Sebagai masukan bagi guru mengenai pendekatan pembelajaran dalam
membantu siswa meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematik.
b. Bagi siswa, memberikan manfaat berupa variasi pembelajaran matematika
sehingga memahami dan memudahkan dalam memecahkan masalah yang
18
c. Bagi peneliti sebagai pengalaman langsung dan dapat menambah
cakrawala pengetahuan serta memberikan gambaran dan informasi.
d. Sebagai sumber informasi bagi sekolah tentang perlunya merancang
sistem pembelajaran berbasis masalah sebagai upaya mengatasi kesulitan
belajar siswa guna meningkatkan kemampuan pemecahan masalah
matematika siswa.
1.7Definisi Operasional
Untuk menghindari adanya perbedaan penafsiran, perlu adanya penjelasan
dari beberapa isttilah yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun defenisi
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kemampuan pemecahan masalah adalah kesanggupan atau kecakapan
siswa dalam menyelesaikan suatu masalah yang memuat indikator
kemampuan pemecahan masalah yaitu: siswa mampu memahami masalah,
merencanakan masalah, menyelesaikan masalah sesuai rencana,
memeriksa kembali hasil pemecahan masalah yang diperoleh.
b. Motivasi belajar adalah suatu kekuatan, tenaga, atau daya, baik yang
datang dari dalam (intrinsik) meliputi: 1) Senang menjalankan tugas
belajar, 2) Menunjukkan minat mendalami materi yang dipelajari lebih
jauh lagi, 3) Bersemangat dan bergairah untuk berprestasi, 4) Merasakan
pentingnya belajar, 5) Ulet dan tekun dalam menghadapi masalah belajar,
6) Mempunyai kegiatan untuk meraih cita-cita dengan cara belajar,
maupun dari luar (ekstrinsik) meliputi: 1) Hadiah (reward), 2) Hukuman
19
suatu keadaan yang kompleks dan kesiapsediaan dalam diri yang
mendorong individu untuk belajar, baik disadari maupun tidak disadari.
c. Pembelajaran berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
menuntut aktivitas siswa secara optimal dalam memahami konsep dan
memperoleh pengetahuan dengan mengacu pada langkah-langkah
pembelajaran, yaitu: (1) orientasi siswa pada masalah; (2)
mengorganisasikan siswa untuk belajar; (3) memberikan bantuan
menyelediki, menganalisa secara mandiri atau kelompok; (4)
mengembangkan dan menyajikan hasil karya; (5) menganalisa dan
mengevaluasi hasil pemecahan masalah.
d. Pembelajaranbiasamerupakansuatupembelajaran yang didalamnya guru
menerangkansuatukonsep, guru memberikancontohsoaldanpenyelesaian,
guru memberikansoal-soallatihandansiswamenyimak,
mencatatdanmengerjakantugas-tugassertaulangan/tes.
e. Proses penyelesaian jawaban siswa dalam memecahkan masalah
matematika adalah suatu rangkaian tahapan penyelesaian yang dibuat
siswa secara lebih rinci dan benar berdasarkan indikator pemecahan
masalah yaitu: 1) menuliskan apa yang diketahui dan ditanyakan serta
kecukupan data dengan benar, 2) menuliskan rencana strategi penyelesaian
dengan benar, 3) melakukan operasi perhitungan dengan benar, serta
mampu 4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan
dengan benar.
f. Kemampuan awal matematika siswa adalah kecakapan matematika yang
20
melalui pemberian tes mengenai materi yang telah dipelajari oleh siswa.
Dari hasil tes tersebut maka siswa akan dikelompokkan menjadi siswa
yang memiliki kemampuana awal rendah, sedang dan tinggi.
g. Interaksi antara model pembelajaran dengan KAM adalah hubungan timbal
balik antara model pembelajaran dengan KAM dalam proses pembelajaran
dalam bentuk saling memberikan aksi dan reaksi antara kedua belah pihak
158
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil analisis, pembelajaran matematika baik dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) maupun dengan pembelajaran biasa dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa. Berdasaran rumusan masalah, hasil penelitian, dan pembahasan seperti yang telah dikemukan pada bab sebelumnya diperoleh beberap simpulan yang berkaitan dengan faktor pembelajaran, kemampuan awal matematika, kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa, kesimpulan tersebut sebagai berikut:
1. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 42,80 sebelumnya 19,50 (N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 0,69), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa memperoleh rata-rata kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 37,73 sebelumnya 17,03(N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 0,53).
2. Peningkatan kemampuan motivasi belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran biasa. Siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah memperoleh rata-rata motivasi belajar sebesar
159
94,50 sebelumnya 85,63 (N-Gain motivasi belajar siswa sebesar 0,32), sementara siswa yang diajarkan dengan pembelajaran baisa memperoleh rata-rata motivasi belajar siswa sebesar 86,03 sebelumnya 83,60 (N-Gain kemampuan pemecahan masalah matematik sebesar 0,17).
3. Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematik siswa. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa.Perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik siswa disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena kemampuan awal matematika siswa.
4. Dalam hal ini diartikan bahwa interaksi antara pembelajaran (pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa) dan kemampuan awal matematika siswa (tinggi, sedang dan rendah) tidak memberikan pengaruh secara bersama-sama yang signifikan terhadap peningkatan motivasi belajar. Perbedaan peningkatan motivasi belajar disebabkan oleh pembelajaran yang digunakan bukan karena Tidak terdapat interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika (KAM) terhadap kemampuan motivasi belajar siswa kemampuan awal matematika siswa.
160
pembelajaran biasa. Dalam hal ini dapat ditemukan dari hasil kerja siswa baik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM) maupun pembelajaran biasa, kategori proses penyelesaian untuk kemampuan pemecahan masalah matematik hampir semua siswa yang mendapat pembelajaran berbasis masalah (PBM) memenuhi kategori langkah penyelesaian lengkap dan jawaban benar, sedangkan siswa yang memperoleh pembelajaran biasa ada yang memenuhi kriteria langkah penyelesaian lengkap dan jawaban benar, dan langkah penyelesaian tidak lengkap dan jawaban tidak benar.
5.2 Implikasi
Berdasarkan simpulan di atas diketahui bahwa penelitian ini berfokus pada pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa melalui pembelajaran berbasis masalah dan pembelajaran biasa. Terdapat peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Terdapat peningkatan kemampuan motivasi belajar siswa yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis masalah dengan pembelajaran biasa secara signifikan. Dtinjau dari interaksi antara pembelajaran dengan kemampuan awal matematika siwa, hasil ini dapat ditinjau dari pembelajaran yang diterapkan pada siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol dengan kategori KAM siswa.
161
1. Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif, dalam membangun semangat dan motivasi belajar siswa serta dapat menumbuhkembangkan kemampuan meliputi memahami masalah, merencanakan penyelesaian, menyelesaikan masalah dan memeriksa kembali daam pemecahan masalah matematika.
2. Diskusi dalam pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu sarana bagi siswa untuk peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa yang diharapkan mampu menumbuhkembangkan suasana kelas menjadi lebih nyaman, dan menimbulkan rasa keinginan dalam belajar matematika.
3. Peran guru sebagai teman belajar, mediator, dan fasilitator membawa konsekuensi hubungan guru dan siswa menjadi lebih akrab. Hal ini berakibat guru lebih memahami kelemahan dan kelebihan dari bahan ajar serta karakteristik kemampuan individual siswa.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan temuan-temuan dalam pelaksanaan penelitian, peneliti memberi saran sebagai berikut:
1. Kepada Guru
162
pemecahan masalah lebih baik khususnya materi sistem persamaan linear dua variabel. Peran guru sebagai fasilitator perlu didukung oleh sejumlah kemampuan antara lain kemampuan memandu diskusi di kelas, serta kemampuan dalam meniympulkan. Disamping itu kemampuan menguasai bahan ajar sebagai syarat mutlak yang harus dimiliki guru. Untuk menunjang keberhasilan implementasi pembelajaran berbasis masalah diperlukan bahan ajar yang lebih menarik dirancang berdasarkan permasalahan kontekstual yang merupakan syarat awal yang harus dipenuhi sebagai pembuka belajar mampu stimulus awal dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan.
2. Kepada Lembaga Terkait
Pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah (PBM), masih sangat asing bagi guru dan siswa terutama pada guru dan siswa di daerah, oleh karena itu perlu disosialisasikan oleh sekolah dengan harapan dapat meningatkan kemampuan belajar siswa, khususnya meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik dan motivasi belajar siswa yang tentunya akan berimplikasi pada meningkatnya prestasi siswa dalam penguasaan materi matematika.
3. Kepada Peneliti
163
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, Nuedin. (2011). Lima Kelemahan Mengajar Guru. (Online). (http://www.pusatartikel.com/, diakses 02 Oktober 2014).
Agus, Wiyanto, Supartono. W. (2012). Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMP, (online). http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/usej.pdf. diakses 15 Oktober 2014.
Arends, R. (2007). Learning to Teach Belajar untuk Mengajar Edisi Ketujuh/Buku Dua. Terjemahan oleh Helly Prajitno Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. 2008. Yokyakarta: Pustaka Belajar.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.Jakarta; Rineka Cipta.
__________. (2009). Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
__________. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dahar. R. W. (2011). Teori-teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Erlangga. Depdiknas. (2006). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Depdiknas
Dimyiati dan Mudjiono. (2013). Belajar dan pembalajaran. Jakarta : Direktoral Jenderal Perguruan Tinggi Dekdikbud.
Hake, R. R. (1998). Interaktive-engagement versus traditional methods: A six-thousand-student survey of mechanics test data for introductory physics courses. JurnalAmerican Association of Physics Teachers, 66 (1):64-74. (online).Tersedia:http://web.mit.edu/rsi/www/2005/minipaper/papers/Hake.df . Diakses: 21 September 2014.
Hidayat, Sugiarto. B, Pramesti. G. (2013). Analisis Kesalahan Siswa dalam Menyelesaikan Soal pada Ruang Dimensi Tiga Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa.Jurnal PendidikanMatematika Solusi, (online). Eprints.uns.ac.id/3896/1/1460-3258-1-PB.pdf, diakses 20 September 2014.
Hudojo, H. (2005). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Penerbit Universitas Malang.
Indrayana, I. D. 2009. Hubungan Interaksi Belajar Mengajar Guru Dan Siswa Dengan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Gambar Teknik Di Smk
164
Negeri 2 Kota Bandung. Skripsi S1. Bandung : Universitas Pendidikan Indonesia.
Khoiriyah, D. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Self-Efficacy Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah di MAN 1 Padangsidimpuan. Tesis Tidak Dipublikasikan. Medan : Program Pascasarjana UNIMED.
Napitupulu, E. (2008). Mengembangkan kemampuan menalar dan memecahkan masalah melalui pembelajaran berbasis masalah (PBM), Jurnal Pendidikan Matematika Paradigma Vol. 1 No. 1 Edisi Juni 2008.
Permendikbud. (2013). Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah atas/Madrasah Aliyah, Jakarta: Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Polya, G. (1973). How To Solve (2ndEd. Princeton University Press.
Rohantizani. (2014). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah dan Koneksi Matematis Siswa SMP Negeri 1 Lhoksukon Melalui Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM). Medan : Program Pascasarjana UNIMED.
Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru Edisi Dua. Jakarta : Rajawali Press.
Russeffendi, E.T. (1991). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetisinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Saefudin. A. A. (2012). Pengembangan Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa dalam Pembelajaran Matematika melalui Pendekatan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). Jurnal Nasional Al Bidayah, (Online), Vol 4 No.1, (journal.uin suka.ac.id/ Albidayah / article/ download/22/25, diakses 02 Oktober 2014).
Sanjaya. W. (2011). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar ProsesPendidikan, edisi I, cetakan ke-6. Jakarta: Kencana prenada Media group.
Santrock, W. (2008). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Terjemahan oleh Tri Wibowo. Jakarta: Kencana.
Saragih, S. (2007). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Logis dan Komunikasi Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pendekatan Matematika Realistik. Disertasi tidak dipublikasikan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
165
Sardiman, A. M. (2007). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta : PT Raja Grasindo Persada.
Simatwa dan Enose, N. W. (2010). Piagets Theory of Intelektual Development and its Implication for Instructional management at Pre-Secondary school Level. Educational Research and Reviews Vol 5(7).
Simorangkir, Frida. (2013). Perbedaan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika dan Berpikir Kritis Siswa yang Diajar dengan Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran Konvensional. Tesis tidak diterbitkan. Medan: UNIMED.
Sudijono, A. (2008). Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sudjana. (2005). Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suhery, D. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa SMA di Kabupaten Aceh Tenggara melalui Pembelajaran Berbasis Masalah, Tesis tidak diterbitkan, Medan: UNIMED.
Sutama. (2011). Pengelolaan Pembelajaran Matematika untuk Penamaan dan Pengembangan anti Korupsi. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 24 Juli.
Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep, Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Uno, B. Hamzah. (2012). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta : Bumi Aksara. _____________.(2013). Teori motivasi dan pengukurannya. Jakarta : Bumi
Aksara
Walpole , R, E. (1995). Pengantar Statistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wahyudin. (2008). Pembelajaran dan Model-model Pembelajaran. Jakarta: IPA
Abong.
Yamin, Martinis. (2008). Paradigma Pendidikan Kontruktivistik. Jakarta : Gaung Persada Press.