• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti Plasma (Studi Kasus Plasma Agus Suhendar di Desa Patambran, Kecamatan Bogor, Kabupaten Bogor).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Kelayakan Usaha Peternakan Ayam Broiler Pola Kemitraan Inti Plasma (Studi Kasus Plasma Agus Suhendar di Desa Patambran, Kecamatan Bogor, Kabupaten Bogor)."

Copied!
221
0
0

Teks penuh

(1)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian nasional yaitu sebagai penyedia lapangan pekerjaan, sumber devisa negara dan penyedia bahan pangan.

Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

No. Lapangan Pekerjaan 2011 Persentase (%)

1. Peternakan dan pertanian 39.328.915 36

2. Pertambangan 1.465.376 1,5

3. Industri pengolahan 14.542.081 13

4. Listrik, gas dan air 239.636 0,7

5. Bangunan 6.339.811 5

6. Perdagangan dan perhotelan 23.396.537 21

7. Transportasi dan komunikasi 5.078.822 5

8. Keuangan 2.633.362 3

9. Jasa Kemasyarakatan dan sosial 16.645.859 15

Total 109.670.399

Sumber: BPS Indonesia (2011)

Tabel 1 menunjukkan tenaga kerja yang bekerja di bidang peternakan dan pertanian pada tahun 2011 berjumlah 39.328.915 jiwa atau 36 persen dari total tenaga kerja yang bekerja di bidang lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa peternakan merupakan salah satu bidang penyedia lapangan pekerjaan di Indonesia.

(2)

2

Tabel 2. Ekspor Pertanian Indonesia Menurut Sektor pada Bulan Oktober 2011

No. Sektor Oktober 2011

Volume (Kg) Nilai (US$)

1. Tanaman Pangan 53.275.710 55.301.104

2. Holtikultura 40.277.942 48.836.472

3. Perkebunan 2.257.739.662 3.183.129.268

4. Peternakan 91.725.895 147.386.267

5. Pertanian 2.443.019.209 3.434.653.111

Sumber: BPS Indonesia (2011)

Indonesia melakukan ekspor peternakan pada Oktober 2011 sebesar 91.725.895 kg yang bernilai US$ 147.386.267,00. Nilai tersebut menunjukkan peternakan merupakan salah satu sektor sumber devisa negara yang menghasilkan pemasukan cukup besar bagi Indonesia.

Peternakan juga berperan sebagai penghasil produk pangan sumber protein hewani yang berperan dalam pembangunan sumber daya manusia dari pemenuhan kebutuhan gizi rakyat Indonesia. Jumlah produksi peternakan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Produksi Pangan Nasional Tahun 2009

No. Jenis Komoditi Produksi

(ton)

Persentase (%)

1. Perikanan 556.123 1,7

2. Sayur-sayuran 11.863.919 35

3. Buah-buahan 16.672.519 50

4. Peternakan

(daging, telur, susu) 4.627.060 13,3

Total 33.719.621

Sumber: Deptan dan BPS (2009)

(3)

3 Peranan penting peternakan seperti yang disebutkan di atas menyebabkan peternakan menjadi salah satu sektor yang diminati pengusaha untuk dijadikan bisnis sumber penghasilan utama maupun sampingan. Hal tersebut terlihat dari jumlah populasi ternak yang terus meningkat setiap tahunnya (Tabel 4).

Tabel 4. Populasi Peternakan Nasional Berdasarkan Komoditi-komoditinya Tahun 2008-2010

No. Komoditi 2008

(ekor)

2009 (ekor)

2010 (ekor)

1. Ayam buras 243.432.000 249.963.400 257.544.000

2. Ayam broiler 902.052.400 1.206.378.500 1.386.872.000 3. Ayam petelur 107.955.100 111.417.600 105.210.000

4. Babi 6.837.529 6.974.732 7.477.000

5. Domba 9.605.338 10.198.766 10.725.000

6. Itik 39.839.500 40.679.500 44.302.000

7. Kambing 15.147.433 15.815.317 16.620.000

8. Kerbau 1.930.716 1.932.927 2.000.000

9. Kuda 392.864 398.758 419.000

10. Sapi perah 457.577 474.701 488.000

11. Sapi potong 12.256.604 12.759.838 13.582.000

Jumlah 1.339.907.061 1.656.994.039 1.845.239.000 Sumber: Departemen Pertanian (2011)

Berdasarkan data di atas dapat dilihat jumlah populasi ternak tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 terus meningkat. Peningkatan tersebut menunjukkan semakin meningkatnya kegiatan dalam bisnis peternakan.

Salah satu komoditi peternakan yang terus meningkat dan memiliki populasi terbanyak berdasarkan data di atas adalah ayam broiler. Hal tersebut dikarenakan permintaan masyarakat akan ayam broiler cukup tinggi di setiap daerahnya.

(4)

4 broiler yang tinggi. Permintaan rata-rata daging kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Permintaan Rata-rata Daging di Kota Bogor pada Tahun 2009

No. Daging Jumlah Permintaan (kg/bulan)

1. Sapi 150.000

2. Kerbau 20.000

3. Kambing 275.000

4. Domba 250.000

5. Ayam broiler 550.000

Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kota Bogor 2009

Dinas Perikanan dan Peternakan kota Bogor pada tahun 2009 mencatat permintaan rata-rata daging ayam broiler adalah 550.000 kg/bulan. Harga daging ayam broiler di Bogor juga lebih rendah dari harga daging lainnya (Tabel 6).

Tabel 6. Harga Rata-rata Daging di Kota Bogor

Daging Harga Konsumen (Rp/Kg)

2007 2008 2009

Sapi 50.200,00 51.600,00 52.500,00

Kerbau 50.200,00 51.600,00 52.500,00

Kambing 39.700,00 40.100,00 30.000,00

Domba 39.700,00 40.100,00 30.000,00

Ayam Broiler 15.000,00 16.000,00 17.000,00

Sumber: Dinas Perikanan dan Peternakan Kota Bogor Tahun 2007-2009

(5)

5 Usaha peternakan ayam broiler juga memiliki permasalahan. Permasalahan dalam usaha peternakan ayam broiler yaitu : (1) Persaingan pemasaran produk; (2) Kenaikan harga input; (3) Penurunan harga produk.

Permasalahan-permasalahan di atas sering membuat usaha peternakan terutama peternakan rakyat yaitu peternakan dengan modal kecil yang memiliki populasi ternak sampai dengan 15.000 ekor mengalami kebangkrutan. Melihat kondisi ini pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan, salah satunya adalah kebijakan mengenai kerjasama kemitraan. Kemitraan adalah suatu kerjasama bisnis antara peternak dan pengusaha untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut harus dilakukan secara adil sehingga masing-masing pihak yang terlibat harus mempunyai posisi dan kepentingan yang sama (Suharno, 1999).

Kerjasama dalam perusahaan kemitraan dibagi menjadi tiga jenis menurut Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 472/Kpts/TN/330/6/1996 yaitu Perusahaan Inti Rakyat (PIR) atau pola inti plasma, perusahaan pengelola dan perusahaan penghela.

(6)

6

1.2. Perumusan Masalah

Peternakan Agus Suhendar adalah usaha peternakan rakyat yang didirikan pada tahun 2004 awal oleh Agus Suhendar di Bogor. Pada awal mulanya peternakan Agus Suhendar berdiri sendiri dengan kapasitas produksi peternakan 9.000 ekor ayam. Setelah beberapa periode, di tahun yang sama dengan berdirinya usaha peternakan, peternakan Agus Suhendar mengalami permasalahan persaingan pemasaran. Sebagai usaha peternakan rakyat yang baru merintis, peternakan Agus Suhendar belum memiliki tujuan pasar sasaran yang tetap. Modalnya yang terbatas menyebabkan pemilik kesulitan dalam memasarkan produknya, beliau tidak memiliki tujuan pasar tetap dan tidak memiliki alokasi dana untuk mendistribusikan produknya ke pasar yang jauh dari area peternakan. Akibatnya, pemilik mengalami kerugian penurunan kualitas, karena ayam broilernya tidak dapat segera dipasarkan. Pemilik akhirnya menjual ayam broiler dengan harga yang murah untuk menghindari kerugian yang lebih besar kepada pengumpul.

Masalah juga timbul dari harga input utama yaitu DOC dan pakan yang terus meningkat, dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Peningkatan Harga DOC dan Pakan Peternakan Agus Suhendar 2009

Input Periode

Rata-rata

kenaik-an

Rata-rata Harga

(Rp)

1 2 3 4 5

DOC

(Rp/ekor) 3.100,00 3.300,00 3.310,00 3.500,00 3.500,00 4.3 % 3.303,00 Pakan

(Rp/kg) 4.400,00 4.500,00 4.650,00 4.710,00 4.710,00 2 % 4.565,00 Sumber: Peternakan Agus Suhendar (2009)

(7)

7 Farm juga menetapkan sistem harga kontrak tetap, sehingga peternakan Agus Suhendar tidak perlu mengkhawatirkan penurunan harga jual di pasar.

Pada tahun 2009, peternakan Agus Suhendar mulai merasakan penurunan pendapatan. Penetapan sistem harga kontrak tetap pada Rp 12.350,00-13.230,00/kg yang mencegah usaha peternakan Agus Suhendar mengalami kerugian akibat penurunan harga pasar, seringkali menjadi halangan bagi pemilik untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal saat harga pasar ayam broiler meningkat (Tabel 6).

Harga input DOC dan pakan yang terus mengalami peningkatan dan harga kontrak tetap menyebabkan penurunan pendapatan peternakan Agus Suhendar, kenyataan yang cukup membuat pemilik mulai mengkhawatirkan bagaimana kelangsungan usahanya di masa yang akan datang dengan sistem kemitraan inti plasma bersama CV. Tunas Mekar Farm (Tabel 8).

Tabel 8. Biaya dan Pendapatan Peternakan Agus Suhendar 2009

No

. Keterangan Periode

Rata-rata Persen (%) 1 (000) 2 (000) 3 (000) 4 (000) 5 (000) Jumlah

(000) (000) Biaya

variabel 8.800 9.000 9.000 9.000 5000

1 DOC 27.280 29.700 29.790 31.500 17.500 135.770 27.154 18,3 2 Pakan 137.000 116.500 137.250 116.000 64.325 571.075 114.215 74 3 Obat-obatan 485 628,1 2.170 818 370,2 4.471,8 894 0,6

4 Sekam 1.760 1.800 1.800 1.800 1.000 8.160 1.632 1

5 Gas 3.080 3.150 3.150 3.150 1.750 14.280 2.856 1,8

Biaya tetap 1 Gaji kepala

karyawan 675 675 675 675 675 3.375 675 0,4

2 Gaji

karyawan 5.400 5.400 5.400 5.400 5.400 27.000 5.400 3,5

3 Listrik 500 500 500 500 500 2.500 500 0,3

4 Sewa lahan 167 167 167 167 167 835 167 0,1

Total

pendapatan 40.225 33.894 39.353 30.146 11.601 767.466

Sumber: CV. TMF 2009

(8)

8 sensitivitas terhadap variabel kenaikan harga DOC dan pakan karena variabel tersebut merupakan biaya terbesar dari keseluruhan biaya operasional yaitu biaya DOC sebesar 18,3 persen dan pakan pakan sebesar 74 persen (Tabel 8) serta penurunan harga jual ayam.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut :

1) Bagaimana kelayakan usaha peternakan ayam broiler Agus Suhendar sistem kemitraan pola inti plasma dilihat dari aspek-aspek dalam studi kelayakan yaitu aspek non finansial yang terdiri dari aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan produksi, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum serta ekonomi dan sosial serta aspek finansial ?

2) Bagaimana sensitivitas usaha peternakan ayam broiler Agus Suhendar terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan harga input DOC dan pakan serta penurunan harga jual ayam?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian di atas maka tujuan penelitian ini adalah :

1) Menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam broiler Agus Suhendar sistem kemitraan pola inti plasma.

2) Menganalisis sensitivitas usaha peternakan ayam broiler Agus Suhendar terhadap kemungkinan terjadinya peningkatan harga input DOC dan pakan serta penurunan harga jual.

1.4. Kegunaan Penelitian

Penelitian mengenai analisis kelayakan usaha ini diharapkan berguna bagi pihak-pihak :

1) Perusahaan : sebagai bahan masukan bagi peternakan untuk mengadakan evaluasi dan bahan pertimbangan untuk melanjutkan kerjasama pola kemitraan atau mandiri.

2) Perusahaan inti : agar tercipta kerjasama yang lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak.

(9)

9 4) Penulis : sebagai sarana pembelajaran untuk meningkatkan pengetahuan

dalam usaha peternakan ayam broiler.

5) Peneliti selanjutnya : sebagai bahan masukan bagi peneliti selanjutnya untuk penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

(10)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gambaran Umum Usaha Peternakan Ayam Broiler

2.1.1. Usaha Peternakan Ayam Broiler

Menurut Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 940/Kpts/OT.210/10/97, usaha peternakan adalah suatu usaha pembibitan atau budidaya peternakan dalam bentuk perusahaan peternakan atau peternakan rakyat, yang dilakukan secara terus-menerus pada suatu tempat dan dalam jangka waktu tertentu untuk tujuan komersial atau sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan bibit/ternak potong, telur, susu, serta menggemukkan suatu jenis ternak termasuk mengumpulkan, mengedarkan dan memasarkan.

Dalam rangka membantu mewujudkan tujuan komersil dari usaha peternakan, pemerintah mengeluarkan Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Usaha Peternakan Ayam Broiler dalam bentuk SK Menteri Pertanian No. 472/Kpts/TN.330/6/96, yang isinya antara lain tentang pengelompokan usaha peternakan menjadi tiga kategori yaitu peternakan rakyat, pengusaha kecil peternakan, dan pengusaha peternakan. Peternakan rakyat yaitu usaha peternakan ayam yang jumlahnya tidak melebihi 15.000 ekor ayam pedaging per siklus. Pengusaha kecil peternakan adalah usaha budidaya ayam ras yang jumlahnya tidak melebihi dari 65.000 per siklus. Pengusaha peternakan adalah perusahaan budidaya ayam pedaging yang jumlahnya lebih besar dari 65.000 ekor per siklus.

2.1.2. Kemitraan

(11)

11 meningkatkan produksi ternak atau daging dan meningkatkan pendapatan peternak.

Program tersebut tertuang dalam Ketentuan Umum Pasal 1 ayat (8) Undang-Undang Nomor 9 tahun 1995 yaitu : “Kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling

menguntungkan.”1

Keputusan Menteri Pertanian Nomor 472/Ktps/TN.330/6/1996 membagi tiga jenis perusahaan kemitraan yaitu:

1) Perusahaan Inti Rakyat (PIR) atau pola inti plasma yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengolahan dan pemasaran hasil tani yang dibimbing sambil menjalankan usahatani yang memiliki dan dikelola sendiri.

2) Perusahaan pengelola, yaitu perusahaan yang melakukan fungsi perencanaan bimbingan dan pelayanan sarana produksi, kredit, pengelolaan dan pemasaran hasil usahatani yang dibimbingnya tetapi tidak menyelenggarakan usahatani sendiri.

3) Perusahaan penghela yaitu perusahaan yang hanya melakukan fungsi perencanaan, bimbingan dan pemasaran hasil.

Fadilah (2007) mengartikan kemitraan sebagai usaha beternak ayam dengan cara menjalin kerjasama baik dengan pemodal, perusahaan pakan, maupun perusahaan pembibitan. Beberapa pola kemitraan yang sering dilakukan sebagai berikut :

1) Pola simpan pinjam yaitu peternak meminjam sejumlah modal untuk usaha budidaya ayam kepada pihak pemodal seperi bank. Pada akhir periode jangka waktu tertentu, pinjaman harus dikembalikan dengan tambahan persentase bunga atau persentase keuntungan yang besarnya telah disepakati lebih dahulu.

--- 1

(12)

12 2) Pola kemitraan dengan perusahaan pakan yaitu pola kemitraan dimana peternak hanya bermitra sebatas suplai pakan untuk usaha ayam tersebut. Selebihnya peternak yang menyediakan. Peternak memiliki wewenang sepenuhnya untuk mengelola usahanya, tetapi biasanya peternak memberikan jaminan kepada perusahaan pakan senilai pakan yang digunakan.

3) Pola kemitraan bagi hasil yaitu pola kemitraan yang terjadi antara peternak dan pihak lain, seperti pemodal atau perusahaan peternakan dengan sistem sharing. Contohnya peternak hanya memiliki sejumlah kandang, semua biaya

operasional dan sarana produksi ternak disuplai dari pemodal atau perusahaan peternakan.

4) Pola kemitraan inti plasma yaitu pola kemitraan dimana peternak bermitra dengan perusahaan peternakan selaku inti. Banyak pola kerjasama yang ditawarkan, seperti bagi hasil atau sistem harga kontrak. Namun, prinsipnya semua sama, yaitu perusahaan peternakan berperan sebagai inti untuk membina peternak yang menjadi plasmanya agar lebih maju dan bisa mandiri. Suharno (1999) menyatakan bahwa kemitraan adalah suatu kerjasama bisnis antara peternak dan pengusaha untuk mencapai tujuan bersama. Kerjasama tersebut harus dilakukan secara adil sehingga masing-masing pihak yang terlibat harus mempunyai posisi dan kepentingan yang sama. Saragih (1998) mengemukakan syarat yang harus dipenuhi dalam pola kemitraan, yaitu syarat keharusan yang menginvestsasikan dalam wujud kebiasaan yang kuat antara mereka yang bermitra dan bersyarat kecukupan berupa adanya peluang saling menguntungkan bagi pihak-pihak yang bermitra melalui pelaksanaan kemitraan.

2.1.3. Karakteristik Ayam Broiler

(13)

13 sulit dijual. Ciri khas ayam broiler adalah: (a) Rasanya khas dan enak; (b) dagingnya empuk dan banyak; dan (c) Pengolahannya mudah tetapi cepat hancur dalam perebusan terlalu lama. Selain itu, Fadillah (2004) menyatakan bahwa keunggulan ayam ras pedaging (broiler) terlihat dari pertumbuhan berat badan yang cepat. Pertumbuhan berat badan yang cepat tersebut didukung oleh: (a) Temperatur udara di lokasi peternakan stabil dan ideal untuk ayam (23-26˚C); (b) Kuantitas dan kualitas pakan terjamin sepanjang tahun; (c) Teknik pemeliharaan yang tepat guna (dihasilkan produk yang memberikan keuntungan maksimal); dan (d) Kawasan peternakan terbebas dari penyakit.

2.2. Faktor-faktor Produksi

Fadilah (2004) menyatakan bahwa faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha peternakan ayam ras pedaging adalah bibit ayam, pakan, tenaga kerja, obat-obatan, vaksin, dan vitamin serta bahan penunjang (sekam, listrik, dan bahan bakar).

2.2.1. Bibit Ayam (Day Old Chick)

Abidin (2002), menyatakan bahwa ayam ras pedaging merupakan hasil perkawinan silang dan sistem yang berkelanjutan sehingga mutu genetiknya bisa dikatakan baik. Mutu genetik yang baik akan muncul secara maksimal sebagai penampilan produksi jika ternak tersebut diberi faktor lingkungan yang mendukung, misalnya pakan yang berkualitas tinggi, sistem perkandangan yang baik, serta perawatan kesehatan dan pencegahan penyakit.

Cahyono (2004) menyatakan bahwa umumnya jenis-jenis ayam ras yang banyak beredar di Indonesia adalah jenis ayam ras unggul yang merupakan turunan terakhir hasil perkawinan silang dari pejantan ras White cornish yang berasal dari Inggris dengan induk betina ras Plymouth rock yang berasal dari Amerika. Hasil perkawinan silang yang dikembangbiakan dari kedua ras tersebut menghasilkan DOC yang mempunyai daya tumbuh dan produksi yang tinggi terutama dalam hal kemampuannya mengubah ransum menjadi daging dengan sangat cepat dan hemat.

(14)

14 ukuran atau bobot ayam yaitu bobot normal DOC sekitar 35-40 gram, mata cerah dan bercahaya, aktif dan tampak segar, DOC tidak memperlihatkan cacat fisik seperti kaki bengkok, mata buta atau kelainan fisik lainnya yang mudah dilihat serta tidak ada lekatan tinja di duburnya. Adapun keuntungan yang diperoleh apabila bibit yang digunakan berkualitas baik adalah tingkat mortalitas dan morbiditas yang rendah, lebih mudah dikelola, menghemat biaya pengobatan, dan keuntungan yang diperoleh akan baik.

Menurut Fadillah (2004), ada beberapa ciri bibit ayam ras pedaging yang berkualitas, yaitu : (a) Anak ayam yang sehat dan bebas dari penyakit; (b) Berasal dari induk yang matang umur; (c) Anak ayam yang terlihat aktif, mata cerah dan lincah; (d) Anak ayam memiliki kekebalan dari induk yang tinggi; (e) Bulu cerah, tidak kusam dan penuh; (f) Anus bersih, tidak ada kotoran atau pasta putih; (g) Keadaan tubuh ayam normal; dan (h) Berat anak ayam sesuai dengan standar strain, biasanya di atas 37 g/ekor. (Rasyaf, 2004).

2.2.2. Pakan

Menurut North dan Bell (1990), pakan ayam ras pedaging terdiri dari tiga bentuk, yaitu : (a) mash atau tepung, biasanya diberikan kurang dari dua minggu; (b) crumble atau butiran halus, diberikan untuk ayam ras pedaging saat masa awal sampai masa pertumbuhan; dan (c) pellet, pakan untuk ayam ras pedaging masa akhir (4 minggu) digunakan pellet finisher.

2.2.3. Obat-obatan, Vaksin, dan Vitamin

Antibiotika adalah jenis obat-obatan yang merupakan bahan kimia, dihasilkan dari bakteri, yang berfungsi mencegah datangnya penyakit dan sebagai pemacu pertumbuhan ayam (Ensminger, 1992). Adapun cara penggunaan obat-obatan yaitu melalui air minum, pakan dan suntikan (Rasyaf, 2004).

(15)

15 peternakan ayam ras pedaging, jenis vaksin yang sering dipakai hanya new castle disease (ND) atau tetelo atau gumboro (Fadilah, 2004).

2.2.4. Tenaga Kerja

Rasyaf (2004) menyatakan bahwa peternakan ayam ras pedaging mempunyai kesibukan yang temporer terutama pagi hari dan pada saat ada tugas khusus seperti vaksinasi. Oleh karena itu, di suatu peternakan dikenal beberapa jenis tenaga kerja, antara lain : tenaga kerja tetap, tenaga kerja harian, dan tenaga kerja harian lepas dan kontrak. Umumnya tenaga kerja tetap adalah staf teknis atau peternak itu sendiri, karena sifatnya sebagai tenaga kerja atau karyawan bulanan, maka gaji mereka dimasukkan ke dalam biaya tetap peternakan dan bukan biaya variabel. Tenaga kerja harian dibayar harian atau sejumlah hari yang ditekuni, sedangkan tenaga kerja harian lepas dan kontrak bekerja hanya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan dan setelah itu tidak ada ikatan lagi. Menurut Fadillah (2004), untuk peternakan dengan skala 4.000 ekor diperlukan tenaga kerja berilmu peternakan dan terampil (terbiasa bekerja di peternakan) dan satu tenaga kerja kasar harian untuk pekerjaan seperti vaksinasi, tangkap ayam, membersihkan brooder (tempat indukan), menjual ayam dan sebagainya.

2.2.5. Bahan Penunjang (sekam, listrik, dan bahan bakar)

Menurut Abidin (2002), cahaya terbaik bagi pertumbuhan ayam adalah bersumber dari cahaya matahari, yang secara langsung membantu membentuk vitamin D di dalam tubuh ayam dan secara tidak langsung membantu ayam dalam menemukan pakan dan minum di dalam kandang. Pada malam hari atau jika cuaca sedang gelap, dibutuhkan sumber cahaya buatan baik berupa listrik maupun lampu minyak. Selanjutnya, Fadillah (2004), mengatakan bahwa intensitas cahaya pada malam hari yang diperlukan dari lampu harus setara dengan satu lampu bohlam 150 watt untuk luas lantai 93 m². Selama masa pemeliharaan awal (21 hari) per 1.000 ekor bibit ayam dibutuhkan gas LPG 50 kg sebanyak 5-7 tabung, minyak tanah 100-120 liter dan batubara 100-130 kg.

(16)

16 beraktifitas ayam serta tempat menampung kotoran yang dikeluarkan ayam. Sekam harus selalu dijaga agar tetap kering, tidak basah dan menggumpal.

2.3. Hasil Penelitian Terdahulu

Berikut adalah hasil penelitian terdahulu mengenai kemitraan untuk mengetahui bagaimana pola kemitraan pada usaha-usaha lain dan analisis kelayakan usaha, selanjutnya dibandingkan untuk melihat apa saja metode analisis yang digunakan oleh peneliti-peneliti dalam usaha yang berbeda dan bagaimana hasil penelitian terhadap kelayakan usaha yang telah diteliti dilihat dari aspek-aspek studi kelayakan untuk menjadi referensi dalam penelitian. Selain itu juga menekankan penelitian yang akan dilakukan memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya.

2.3.1. Kemitraan

(17)

17 Peraturan terdiri dari peraturan tertulis dan tidak tertulis. Peraturan tertulis tercantum pada Surat Perjanjian kerjasama, yaitu:

1) Pembinaan dan pengawalan teknis yaitu PT. SHS diwajibkan untuk melakukan pembinaan dan pengawalan teknis produksi tiap hari.

2) Pembayaran benih pokok dimana petani diwajibkan membeli benih pokok 25 kg per hektar per musim dari PT. SHS.

3) Pembayaran bagi hasil dimana petani mitra diwajibkan untuk membayar bagi hasil sebesar 1.200 kg per hektar per musim sebagai biaya sewa atas lahan yang digunakan.

4) Pembayaran biaya operasional yang terdiri dari roguing, sanitasi, materai dan PHT, jumlahnya sebesar Rp 130.000,00 per hektar per musim dibayarkan setelah panen.

5) Penjualan hasil panen yaitu petani diharuskan menjual hasil tani pada PT. SHS sesuai kebutuhan PT. SHS.

6) Pengelolaan areal lahan oleh petani mitra tidak boleh dipindah tangankan tanpa prosedur dan harus sepengetahuan PT. SHS.

7) Sanksi terhadap pelanggaran aturan bagi petani adalah diberhentikan kerjasama.

Peraturan tidak tertulis yaitu kesepakatan antara PT. SHS dan petani mitra yang tidak tercantum di Surat Perjanjian Kerjasama terdiri dari :

1) Penerapan jadwal tebar, tanam dan panen semuanya ditetapkan oleh PT. SHS. 2) PT. SHS menyediakan sarana produksi selain bibit seperti pupuk dan

obat-obatan dalam bentuk pinjaman.

3) Kerjasama pembasmian tikus yang dilakukan 2 kali seminggu.

4) Pembagian resiko budidaya, resiko yang diakibatkan bencana alam, iklim, cuaca dan serangan hama ditanggung bersama.

(18)

18 penyediaan sarana transportasi panen, harga beli hasil panen dan dan ketepatan waktu pembayaran hasil panen. Secara umum diketahui bahwa petani merasa cukup puas, karena nilai CSI yang diperoleh adalah 62,08. Analisis pendapatan usahatani menunjukkan usahatani sudah layak untuk dijalankan karena nilai R/C petani mitra maupun non mitra lebih besar dari 1.

Putra (2011) dalam Pola Kemitraan antara Petani dengan UBH-KPWN dalam Usaha Hutan Rakyat Jati Unggul Nusantara di Desa Ciaruteun Ilir, Kabupaten Bogor menggunakan metode analisis deskriptif dan analisis kelayakan non finansial menganalisis aspek ekonomi, teknis dan sosial, dan finansial dengan alat analisis NPV.

Pola kemitraan yang diterapkan UBH-KPWN dengan petani yaitu pola yang dilaksanakan melalui kerjasama antara investor, pemilik lahan, petani penggarap, perangkat desa dan UBH-KPWN yang bertindak sebagai lembaga fasilitator dan lembaga penjamin, dengan pembagian hasil panen secara proporsional dan menguntungkan para pihak.

UBH-KPWN memiliki hak bagi hasil panen 15 persen dari total pohon yang ditanam, kewajibannya adalah melakukan inventarisasi dan identifikasi calon lokasi dan pemilik lahan serta petani penggarap peserta budidaya JUN, merencanakan dan melaksanakan kegiatan budidaya JUN, melaksanakan pendampingan kepada petani penggarap, menarik calon investor, mengelola dana, memasarkan pohon jati siap panen, melaksanakan pembagian hasil.

Investor memiliki hak bagi hasil panen 40 persen dari total pohon yang ditanam, tidak menanggung resiko jika ada tanaman yang mati karena kelalaian. Kewajibannya adalah menanamkan modal minimal 100 pohon.

Pemilik lahan memiliki hak bagi hasil 10 persen dari total pohon yang ditanam, tidak menanggung resiko jika ada tanaman yang mati karena kelalaian. Kewajibannya adalah memberikan ijin lahannya untuk dikelola selama enam tahun dan turut mengawasi tanaman dari gangguan.

(19)

19 dikurangi 0,5 persen per tanaman yang mati atau hilang. Pemerintah desa memiliki hak bagi hasil 10 persen dari total pohon yang ditanam.

Hasil penelitiannya adalah usaha JUN yang dilaksanakan oleh petani dan UBH-KPWN layak, dengan nilai NPV Rp 1.678.390.947,00 dan hubungan kemitraannya termasuk kemitraan prima madya.

Saputra (2011) dalam Analisis Kepuasan Peternak Plasma Terhadap Pola kemitraan Ayam Broiler Studi Kasus Kemitraan Dramaga Unggas Farm di Kabupaten Bogor, analisis kepuasan menggunakan importance performance analysis (IPA) dan costumer satisfaction index (CSI).

Mekanisme pelaksanaan kemitraan, perusahaan inti menyeleksi petani berdasarkan lokasi kandang, kondisi, serta kelengkapan kandang dengan kapasitas minimal 1.500 ekor, milik sendiri atau pinjaman, peternak diharuskan memiliki pengalaman dan menyerahkan jaminan berupa bukti kepemilikan tanah, BPKB atau uang tunai.

Pihak inti memiliki hak menentukan harga sapronak dan hasil panen ayam, jadwal pengiriman DOC, pakan dan panen ayam. Kewajiban inti adalah menentukan dan menyusun program pemeliharaan, memberikan bimbingan teknis, dan memberikan pelayanan kesehatan ternak.

Pihak plasma yaitu peternak memiliki hak bantuan modal berupa sapronak, mendapatkan bimbingan teknis dan pelayanan ternak. Kewajiban peternak adalah mengelola usaha ternaknya dengan baik.

Peternak tidak diperbolehkan menggunakan sapronak yang berasal dari pihak lain dan juga dilarang menjual hasil panen ke pihak lain, sehingga keuntungan yang diperoleh peternak adalah selisih antara penjualan ayam dengan pengeluaran sapronak dari perusahaan inti. Harga jual ayam adalah harga kontrak tetap yaitu Rp 15.000,00/kg.

Hasil penelitian menunjukkan peternak merasa puas dengan pola kemitraan Dramaga Unggas Farm.

2.3.2. Analisis Kelayakan Usaha

(20)

20 penelitiannya adalah pola kemitraan Cikahuripan sudah cukup baik, namun tidak tertulis sehingga kekuatan hukumnya lemah. Karakteristik peternak terbanyak berumur 25-45 tahun (74,07 persen), dengan tingkat pendidikan terbanyak adalah lulusan SD (44,44 persen), pengalaman beternak selama 5-10 tahun (74,07 persen) dan usaha peternakan dijalankan sebagai usaha sampingan (77,78 persen). Kemitraan yang dijalankan berhasil, karena hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa keuntungan peternak yang berproduksi pada bulan September-Oktober Rp 3.111,92/ekor atau Rp 1.618,34/kg.

Sugiarti (2008) dalam Analisis Kelayakan Finansial Usaha Peternakan Ayam Broiler Abdul Djawad Farm, di Desa Banu Resmi, Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor menggunakan metode analisis kelayakan NPV, IRR, BCR, PBP, dan Analisis sensitivitas. Hasil penelitiannya adalah usaha peternakan Abdul Djawad Farm tahun 2007-2017 bahwa dengan menggunakan modal sendiri (tingkat suku bunga 6,25 persen) maka didapat NPV sebesar Rp 931.398.142,05, BCR 1,04, dan payback period 3 tahun 6 bulan, serta IRR 29,27 persen. Jika menggunakan modal pinjaman (tingkat suku bunga 14,5 persen) maka didapat NPV sebesar Rp 438.192.975,74 dan BCR 1,03 dan payback period 4 tahun 4 bulan, serta IRR sebesar 29,27 persen. Berdasarkan kriteria kelayakan, dimana NPV bernilai positif, BCR lebih dari satu dan IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, maka usaha peternakan Abdul Djawad Farm layak dijalankan. Hasil analisis sensitivitas menunjukkan Abdul Djawad Farm rentan terhadap peningkatan harga DOC cateris paribus lebih dari 19,50 persen (modal sendiri) dan lebih dari 13,04 persen (modal pinjaman), peningkatan harga pakan cateris paribus lebih dari 7,00 persen (modal sendiri) dan lebih dari 4,68 persen

(modal pinjaman) serta penurunan harga jual ayam broiler cateris paribus lebih dari 4,34 persen (modal sendiri) dan lebih dari 2,90 persen (modal pinjaman) akan menyebabkan kerugian.

(21)

21 berukuran 3-5 cm dengan harga jual Rp 13.300,00/ekor, NPV sebesar Rp 1.395.344,00, IRR 94 persen, Net B/C 1,06, dan PBP 5 tahun, berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, Net B/C lebih dari satu, usaha tersebut layak secara finansial dan non-finansial. Skenario 2 (pembesaran) produk yang dihasilkan adalah ikan kerapu macan ukuran 0,5 kg (ukuran konsumsi) dari benih yang berukuran 3-5 cm dengan harga jual Rp 110.000,00/kg berdasarkan harga yang berlaku pada saat penelitian, NPV sebesar Rp 11.755.487,00, IRR 54 persen, Net B/C 1,58 dan PBP 3,17, berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, Net B/C lebih dari satu usaha tersebut layak secara finansial dan non-finansial. Skenario 3 adalah pendederan dan pembesaran ikan kerapu macan, NPV sebesar Rp 17.012.251,00, IRR 72 persen, Net B/C 2,02 dan PBP 2,48, berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, usaha tersebut layak secara finansial dan non-finansial. Hasil analisis sensitivitas skenario 1 rentan terhadap penurunan harga jual di bawah 21,08 persen, kenaikan harga bibit di atas 32,44 persen dan penurunan SR di bawah 31,61 persen. Hasil analisis sensitivitas skenario 2 rentan terhadap penurunan harga jual di bawah 3,43 persen, kenaikan harga bibit di atas 50 persen, dan penurunan SR di bawah 3,5 persen. Hasil analisis sensitivitas skenario 3 rentan terhadap penurunan harga jual di bawah 4,96 persen, kenaikan harga bibit di atas 38,28 persen dan penurunan SR 4,09 persen.

(22)

22 bangunan pengomposan dan alat produksi, modal pinjaman dengan suku bunga kredit 16 persen, NPV Rp 164.690.803,00, Net B/C 4,09, IRR 68 persen PBP 3,18, berdasarkan kriteria kelayakan dimana NPV bernilai positif, IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku usaha tersebut layak secara finansial dan non-finansial. Hasil analisis sensitivitas skenario 1 rentan terhadap kenaikan harga biaya bahan baku/tahun di atas 4,41 persen, kenaikan upah kerja/tahun di atas 19,2 persen dan penurunan harga jual di bawah 14,4 persen. Hasil analisis sensitivitas skenario 2 rentan terhadap kenaikan harga biaya bahan baku/tahun di atas 4,16 persen, kenaikan upah kerja/tahun di atas 17,85 persen dan penurunan harga jual di bawah 11,25 persen.

(23)

23

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1. Studi Kelayakan Proyek

Proyek adalah kegiatan-kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan mempergunakan sumber daya untuk mendapatkan benefit. Proyek juga berarti kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumberdaya-sumberdaya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat. Rangkaian dasar dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek adalah siklus proyek yang terdiri dari identifikasi, persiapan, dan analisis penilaian, pelaksanaan dan evaluasi (Gittingger, 1986). Evaluasi proyek sangat penting, evaluasi ini dapat dilakukan beberapa kali selama pelaksanaan proyek.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Studi kelayakan proyek merupakan suatu analisis yang dapat menunjukkan apakah suatu proyek pembangunan yang direncanakan atau yang sedang berjalan layak untuk dilaksanakan atau dipertahankan kelangsungan hidupnya. Hal tersebut dapat dilihat dari hasil perhitungan manfaat dan biaya yang diakibatkan oleh bisnis atau proyek pembangunan tersebut.

Tujuan analisis proyek adalah untuk mengetahui tingkat keuntungan yang dapat dicapai melalui investasi dalam suatu proyek, menghindari pemborosan sumber-sumber yaitu dengan menghindari pelaksanaan proyek yang tidak menguntungkan, mengadakan penilaian terhadap peluang investasi yang ada sehingga kita dapat memilih alternatif proyek yang paling menguntungkan, dan menentukan prioritas investasi. Untuk mengetahui tingkat keuntungan suatu calon proyek perlu dihitung benefit dan biaya yang diperlukan sepanjang umur proyek (Gray, et. al,. 1999).

3.1.2. Analisis Biaya dan Manfaat

(24)

24 adalah biaya-biaya yang langsung berpengaruh terhadap suatu investasi, antara lain seperti biaya operasional dan biaya investasi.

Biaya investasi adalah biaya yang pada umumnya dikeluarkan pada awal kegiatan proyek dalam jumlah yang cukup besar, sedangkan biaya operasional adalah biaya yang rutin dikeluarkan setiap tahun pada umur proyek. Biaya operasional terdiri dari biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variabel cost). Biaya tetap adalah banyaknya biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan produksi yang jumlah totalnya tidak berubah atau tetap pada volume kegiatan tertentu, penyusutan pajak dan sebagainya. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan cenderung berubah sesuai dengan bertambahnya volume produksi, meliputi biaya-biaya bahan baku, tenaga kerja langsung dan sebagainya.

Menurut Nurmalina et al. (2009), manfaat proyek dapat dibagi menjadi dalam tiga bagian yaitu : Tangible benefit, indirect benefit, dan intangible benefit. Tangible benefit adalah manfaat yang dapat diukur, misalnya disebabkan oleh

adanya peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk, perubahan waktu dan lokasi penjualan, perubahan bentuk produk, mekanisasi pertanian, pengurangan biaya transportasi dan penurunan atau menghindari kerugian. Indirect benefit adalah manfaat yang dirasakan di luar bisnis itu sendiri, sehingga mempengaruhi keadaan eksternal di luar bisnis. Intangible benefit adalah manfaat yang riil yang ada tetapi sulit diukur, seperti bisnis pertamanan dimana manfaat keindahan kenyamanan dan kesegaran, kesehatan serta pendidikan.

3.1.3. Laba Rugi

Menurut Nurmalina et al. (2009), laporan laba rugi berisi tentang total penerimaan, pengeluaran dan kondisi keuntungan yang diperoleh suatu usaha dalam satu tahun produksi. Laporan laba rugi menggambarkan kinerja perusahaan dalam upaya mencapai tujuannya selama periode tertentu. Laporan laba rugi merupakan ringkasan dari empat jenis kegiatan dalam suatu bisnis, meliputi : a) Penerimaan dari penjualan produk dan jasa.

b) Beban produksi untuk mendapatkan barang atau jasa yang akan dijual.

(25)

25 d) Beban keuangan dalam menjalankan bisnis, contohnya bunga yang

dibayarkan bank, penyusutan dan lainnya.

Adapun laba rugi akan memudahkan untuk menentukan besarnya aliran kas tahunan yang diperoleh suatu perusahaan, untuk menghitung berapa penjualan minimum baik dari kuantitas ataupun nilai uang dari suatu aktivitas bisnis, nilai produksi atau penjualan minimum tersebut merupakan titik impas (break even point), dan untuk menaksir pajak yang akan dimasukkan ke dalam cash flow.

3.1.4. Aspek-Aspek Analisis Kelayakan

Studi kelayakan atas suatu proyek harus dilakukan untuk semua aspek yang terkait sehingga penilaian kelayakan terhadap suatu proyek tidak hanya berdasarkan kelayakan finansial saja. Untuk melakukan studi kelayakan perlu memperhatikan aspek-aspek yang secara bersama-sama menentukan bagaimana keuntungan yang diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Haming dan Basalamah (2010), mengklasifikasikan aspek-aspek tersebut menjadi enam aspek yaitu aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan produksi, aspek manajemen dan organisasi, aspek hukum, aspek ekonomi dan sosial, dan aspek finansial. Menurut Gittinger (1986), aspek pasar, aspek sosial, aspek ekonomi dan aspek finansial.

Menurut Husnan dan Suwarsono (2000), aspek-aspek studi kelayakan proyek terdiri aspek pasar, aspek teknis, keuangan, hukum dan ekonomi negara. Namun tergantung pada besar dan kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, maka juga terkadang ditambah dengan studi dampak sosial.

1) Aspek pasar dan pemasaran

Menurut Nurmalina et al. (2009), aspek pasar dan pemasaran mencoba mempelajari tentang :

a) Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan perlu diperkirakan tentang proyeksi permintaan tersebut.

(26)

26 c) Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi

dalam negeri lainnya.

d) Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk (product life cycle), pada tahap apa produk yang akan dibuat.

e) Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan, market share yang biasa dikuasai perusahaan.

2) Aspek teknis dan produksi

Analisis secara teknis dan produksi berhubungan dengan penyediaan input proyek dan output (produksi) berupa barang dan jasa (Gittinger, 1986). Input dari usaha peternakan ayam broiler adalah pakan, bibit, obat-obatan, vaksin dan vitamin, tenaga kerja dan bahan penunjang lainnya. Bagaimana strategi dalam mendapatkan bahan baku di atas dalam hal kualitas dan kuantitas, dan juga manajemen produksinya agar penggunaan input-input tersebut menghasilkan output yang berkualitas dengan tingkat kuantitas maksimal. Output dari usaha ini adalah ayam broiler dan kotoran ayam, bagaimana peternak dapat menghasilkan produk yang berkualitas yaitu ayam yang bebas penyakit, bersih dan higienis, segar, dan memiliki bobot yang sesuai dengan keinginan konsumen. Analisis secara teknis juga dapat mengidentifikasikan perbedaan-perbedaan yang terdapat dalam informasi yang harus dipenuhi baik sebelum perencanaan proyek atau pada tahap awal pelaksanaan.

3) Aspek manajemen dan organisasi

(27)

27 masing-masing jabatan, berapa banyak jumlah tenaga kerja yang digunakan dan menentukan siapa-siapa anggota direksi dan tenaga-tenaga inti.

Kadariah et al. (1999), menyatakan bahwa keahlian manajemen hanya dapat dievaluasi secara subjektif, meskipun demikian jika hal ini tidak mendapat perhatian yang khusus, ada banyak kemungkinan terjadi pengambilan keputusan yang kurang realistis dalam proyek yang direncanakan.

4) Aspek hukum

Studi aspek hukum harus mampu menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan msalah ligitasi, kesepakatan-kesepakatan; hubungan industrial; perizinan; status perusahaan; desain mengenai hak dan kewajiban pendiri; pemegang saham, tim manajemen dan karyawan (Haming, 2010). 5) Aspek ekonomi dan sosial

Aspek sosial menyangkut dampak sosial, budaya dan lingkungan yang disebabkan adanya bisnis yang akan dilaksanakan dan kesesuaian dengan pola sosial budaya dan lingkungan masyarakat setempat. Gittinger (1986), menyatakan bahwa pertimbangan-pertimbangan sosial harus difikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut. Sebab tidak ada proyek yang akan bertahan lama bila tidak tanggap terhadap sosial. Aspek sosial juga dapat berkenaan dengan kontribusi bisnis terhadap manfaat ekonomi seperti penyerapan tenaga kerja, pemerataan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

6) Aspek finansial

(28)

28 permodalan, sumber pinjaman yang diharapkan dan persyaratan, serta kemampuan proyek memenuhi kewajiban finansial.

Husnan dan Suwarsono (2000), pada umumnya ada lima metode yang biasa dipertimbangkan untuk dipakai dalam penilaian investasi, metode tersebut yaitu metode avarage rate of return, payback period, internal rate return, net benefit and cost ratio, dan profitability indeks. Selain itu Gittinger

(1986) menyebutkan bahwa dana yang diinvestasikan itu layak atau tidak akan diukur melalui kriteria investasi net present value, gross benefit cost ratio, dan internal rate of return.

a) Net Present Value (NPV)

Net present value merupakan nilai selisih antara nilai sekarang investasi

dengan nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas bersih dari masa yang akan datang (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Gittinger (1986), net present value adalah nilai sekarang dari arus pendapatan yang ditimbulkan

oleh penanaman investasi, untuk menghitung NPV, perlu ditentukan tingkat bunga yang relevan.

Terdapat tiga penilaian investasi dalam metode NPV, yaitu jika NPV lebih besar dari nol berarti layak untuk dilakukan. Sebaliknya, jika NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dilaksanakan, hal ini dikarenakan manfaat yang diperoleh tidak cukup untuk menutup biaya yang dikeluarkan. Jika NPV sama dengan nol, berarti proyek dapat dilaksanakan tetapi dengan konsekuensi hanya dapat memberikan manfaat atau keuntungan yang cukup untuk menutupi biaya yang dikeluarkan.

b) Net benefit and cost ratio (Net B/C)

(29)

29 i) Net B/C > 1, maka proyek layak atau menguntungkan.

ii) Net B/C = 1, maka proyek layak tetapi proyek tidak memberikan keuntungan.

iii) Net B/C < 1, maka proyek tidak layak atau tidak menguntungkan. c) Internal rate of return (IRR)

Perhitungan internal rate of return (tingkat pengembalian internal) adalah tingkat bunga maksimal yang dapat dibayar oleh proyek untuk sumberdaya yang digunakan karena proyek membutuhkan dana lagi untuk biaya-biaya operasi dan investasi dan proyek baru sampai pada tingkat pulang modal (Gittinger, 1986). Perhitungan IRR digunakan untuk mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan menunjukkan kemampuan proyek dalam mengembalikan pinjaman. Suatu investasi dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku, apabila IRR lebih kecil dari tingkat suku bunga berarti investasi tidak layak untuk dilaksanakan karena tidak menguntungkan.

d) Payback period (PP)

Menurut Gittinger (1986), payback period adalah jangka waktu kembalinya keseluruhan jumlah investasi modal yang ditanamkan, dan dihitung mulai dari permulaan proyek sampai dengan arus nilai netto produksi tambahan, sehingga mencapai jumlah keseluruhan investasi modal yang ditanamkan.

e) Analisis switching value

(30)

30 dapat diketahui tingkat kenaikan dan penurunan maksimum yang boleh terjadi pada usaha peternakan ayam broiler agar memperoleh keuntungan.

Pengujian analisis switching value dilakukan sampai mencapai tingkat maksimum, dimana proyek dapat dilaksanakan dengan menentukan berapa besarnya proporsi manfaat yang akan turun akibat manfaat bersih sekarang menjadi nol (NPV=0). Nilai NPV sama dengan nol akan membuat IRR menjadi sama dengan tingkat suku bunga yang ditentukan (IRR=suku bunga) dan Net B/C rasio menjadi sama dengan satu (Net B/C = 1).

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional

Usaha peternakan ayam broiler mandiri skala kecil memilih untuk bekerjasama dengan perusahaan kemitraan dengan harapan bisa mengatasi masalah persaingan pemasaran produk, kenaikan harga input dan penurunan harga jual ayam, agar terhindar dari kerugian bahkan kebangkrutan. Dengan bekerjasama dengan perusahaan kemitraan peternak tidak perlu memikirkan bagaimana pemasaran produk dan penurunan harga jual ayam.

Namun, sebagai plasma dari sebuah perusahaan kemitraan pun, peternak tetap menghadapi beberapa tantangan dalam mempertahankan usahanya. Peternak plasma menghadapi harga jual ayam broiler tetap atau kontrak dari perusahaan inti sehingga penerimaan tetap, tetapi harus menutupi biaya produksi yang besar dan cenderung meningkat. Hal tersebut seringkali menyebabkan peternak plasma memperoleh keuntungan tetap bahkan berkurang dari periode sebelumnya, walaupun harga jual di pasar meningkat.

(31)

31 peternakan ayam broiler, apakah usaha peternakan ayam broiler layak dijalankan berdasarkan arus penerimaan dan biaya.

Kerangka pemikiran operasional digambarkan pada Gambar 1. Analisis kelayakan usaha peternakan ayam Agus Suhendar dilakukan berdasarkan aspek-aspek studi kelayakan, baik non finansial meliputi aspek-aspek pasar dan pemasaran, aspek teknik dan produksi, aspek hukum, aspek manajemen dan organisasi, serta aspek ekonomi dan sosial maupun finansialnya dengan menggunakan perhitungan NPV, Net B/C, IRR, Payback period, dan Switching value untuk menilai apakah usaha peternakan layak dan melanjutkan kerjasama dengan CV. TMF atau melakukan evaluasi. Analisis sensitivitas menggunakan pendekatan Switching value untuk melihat kelayakan usaha ayam broiler dalam menghadapi kenaikan

(32)
[image:32.595.70.540.69.764.2]

32

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional Kemitraan

Peternakan Agus Suhendar Mengalami Penurunan Pendapatan Akibat Penerimaan Tetap Harus Menutupi Biaya Meningkat

Kerjasama Dilanjutkan Evaluasi Kemitraan

Usaha Peternakan Ayam Broiler: - Persaingan pemasaran produk

- Kenaikan harga input - Penurunan harga jual ayam

Kemitraan Peternakan Agus Suhendar dengan CV. Tunas Mekar

Farm

- Harga Sapronak Meningkat - Harga jual ayam tetap

Analisis Kelayakan Usaha

Analaisis Kelayakan Non Finansial - Aspek pasar dan pemasaran

- Aspek teknik dan produksi - Aspek hukum

- Aspek manajemen dan organisasi - Aspek ekonomi dan sosial

Analisis Kelayakan Finansial - NPV

- Net B/C - IRR

- Payback period - Switching value

(33)

33

IV. METODE PENELITIAN

4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di usaha peternakan Agus Suhendar, Desa Patambran RT 02/04 Semplak Barat, Kemang Utara, Kecamatan Bogor, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, plasma dari CV. Tunas Mekar Farm (TMF). Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan berdasarkan data CV. Tunas Mekar Farm, peternakan Agus Suhendar adalah plasma yang mengalami permasalahan penurunan pendapatan akibat penerimaan tetap karena harga kontrak tetap tetapi harus menutupi biaya meningkat karena harga sapronak yang meningkat. Pengambilan data dilakukan pada bulan Februari 2011 hingga Maret 2011.

4.2. Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara dengan manajer CV.Tunas Mekar Farm, pemilik peternakan Agus Suhendar, dan karyawan peternakan dan pengamatan. Data Primer yang diperlukan antara lain penerimaan dan biaya yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian. Data sekunder diperoleh dari catatan peternakan Agus Suhendar Farm dan CV. Tunas Mekar Farm dan literatur lainnya seperti buku, majalah peternakan, Dinas Peternakan Kabupaten Bogor, Perpustakaan IPB, internet dan instansi lainnya. Data sekunder yang diperlukan antara lain keadaan geografis, demografis, dan data lain.

4.3. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data

(34)

34 mendukung penelitian dan wewenang untuk memberikannya. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.

4.3.1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran dari aspek-aspek berikut :

1) Aspek pasar dan pemasaran

Analisis pasar dan pemasaran akan memberikan gambaran mengenai permintaan dan penawaran ayam broiler di Bogor serta bagaimana peternakan Agus Suhendar menghadapi fluktuasi permintaan dan penawaran di pasar, harga pasar yang sedang terjadi dan harga jual kontrak, dan pemasaran produk yang dihasilkan.

2) Aspek teknik dan produksi

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana lahan dan kandang, pengadaan input, dan proses produksi peternakan Agus Suhendar.

3) Aspek hukum

Analisis aspek hukum harus mampu menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan masalah ligitasi, kesepakatan-kesepakatan; hubungan industrial; perizinan; status perusahaan; desain mengenai hak dan kewajiban pendiri; pemegang saham, tim manajemen dan karyawan (Haming dan Basalamah, 2010). Penilaian aspek hukum pada penelitian ini difokuskan pada bagaimana hubungan kemitraan antara peternakan Agus suhendar sebagai plasma dengan CV. Tunas Mekar Farm sebagai inti, kesepakatan-kesepakatan yang dibuat di dalamnya dan status hukum CV. Tunas Mekar Farm.

4) Aspek manajemen dan organisasi

Analisis mengenai aspek organisasi dan manajemen dilakukan untuk mengetahui apakah fungsi organisasi dan manajemen dapat diterapkan dengan baik pada kegiatan operasional usaha peternakan ayam broiler pada usaha peternakan Agus Suhendar.

5) Aspek ekonomi dan sosial

(35)

35 proyek, apakah proyek tanggap terhadap keadaan sosial masyarakat, seperti penciptaan lapangan kerja, distribusi pendapatan, pembangunan jasa-jasa umum seperti jalan raya.

4.3.2. Analisis Kuantitatif

Analisis kuantitatif pada penelitian ini dilakukan dengan menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam broiler dari aspek finansial. Dalam analisis aspek finansial terdapat beberapa metode yang akan digunakan untuk menganalisis kelayakan usaha peternakan ayam Agus Suhendar yaitu NPV, Net B/C, IRR, Payback period dan analisis sensitivitas menggunakan metode Switching value.

1) Net present value (NPV)

Net present value (NPV) adalah keuntungan yang akan diperoleh selama

umur investasi. Metode ini dihitung dengan cara mengurangi nilai penerimaan arus tunai pada waktu sekarang dengan biaya arus tunai pada waktu sekarang selama waktu tertentu. Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai NPV yaitu bila NPV>0, maka proyek tersebut menguntungkan dan layak didirikan. Rumus NPV adalah sebagai berikut :

Keterangan :

= Penerimaan total pada tahun tertentu. Penerimaan didapatkan dari ` perkalian harga ayam broiler dengan jumlah penjualan ayam

dijumlahkan dengan penerimaan dari penjualan kotoran ayam dan insentif.

= Biaya total pada tahun tertentu, biaya total didapatkan dari jumlah biaya variabel dan biaya tetap.

= Waktu (Tahun analisis)

= Suku bunga deposito karena menggunakan modal sendiri, yang merupakan Opportunity cost of capital (discount rate)

n = Jumlah umur ekonomis Kriteria :

(36)

36 NPV < 0, maka usaha peternakan ayam broiler merugi dan lebih baik tidak dilaksanakan.

NPV = 0, maka usaha peternakan ayam broiler tidak untung namun tidak juga merugi.

2) Net benefit cost ratio (Net B/C)

Net benefit cost ratio (Net B/C) adalah tingkat besarnya manfaat

tambahan pada setiap tambahan biaya sebesar satu satuan berupa perbandingan antara jumlah NPV yang positif (sebagai pembilang) dengan NPV yang negatif (sebagai penyebut). Kriteria kelayakan investasi berdasarkan nilai Net B/C yaitu semakin besar Net B/C, maka usaha tersebut semakin menguntungkan dan layak dijalankan.

Keterangan :

Bt = Penerimaan yang diperoleh pada tahun ke-t

Ct = Biaya yang dikeluarkan pada tahun ke-t i = Tingkat suku bunga (discount rate) n = Jumlah Tahun

Kriteria :

Net B/C > 1, maka usaha peternakan ayam broiler layak dijalankan

Net B/C < 1, maka usaha peternakan ayam broiler merugi dan lebih baik tidak dijalankan

Net B/C = 1, maka usaha peternakan ayam tidak untung namun juga tidak merugi

3) Internal rate of return (IRR)

Internal rate of return (IRR) adalah kemampuan suatu proyek untuk

(37)

37

+

(

)

Keterangan : = discount rate yang menghasilkan NPV positif = discount rate yang menghasilakn NPV negatif = NPV positif

= NPV negatif

4) Payback period

Payback period (masa pembayaran kembali) didefinisikan sebagai jangka

waktu kembalinya keseluruhan investasi yang ditanamkan, melalui keuntungan yang diperoleh suatu proyek. Kriteria investasi semakin cepat tingkat pengembalian investasinya, maka investasi tersebut semakin baik dilaksanakan.

Payback period dihitung menggunakan metode arus kumulatif (Haming

dan Basalamah, 2010). Metode arus kumulatif :

Payback period = n +

x 1 tahun

Keterangan : n = Tahun terakhir dimana arus kas masih belum bisa menutupi investasi mula-mula

a = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke - n b = Jumlah kumulatif arus kas pada tahun ke - n+1 Usaha peternakan ayam broiler Agus Suhendar memiliki umur proyek 5 tahun. Hal tersebut berdasarkan umur ekonomis bangunan kandang ayam. Apabila selama umur proyek modal kembali sebelum berakhirnya umur proyek maka proyek tersebut masih dapat dilaksanakan. Akan tetapi, jika sampai saat proyek berakhir modal belum kembali, maka sebaiknya proyek tersebut tidak dilaksanakan.

5) Switching value

(38)

38 menggunakan variabel analisis kenaikan harga DOC dan pakan serta penurunan harga jual.

4.4. Asumsi-asumsi Dasar

Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Lahan yang digunakan adalah lahan sewa seluas 1.500 m².

2) Umur proyek adalah lima tahun yang ditetapkan berdasarkan umur ekonomis kandang yang konstruksinya sebagian besar terbuat dari bambu. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa kandang merupakan aset penting dalam usaha peternakan ayam broiler yang memerlukan biaya besar.

3) Sumber modal usaha peternakan Agus Suhendar berasal dari modal sendiri sehingga yang digunakan adalah suku bunga deposito rata-rata acuan Bank Indonesia pada tahun 2011 sebesar 6,5 persen.

4) Kapasitas kandang 9.000 DOC per periodenya.

5) Sumber penerimaan yang diperoleh dalam usaha ini berasal dari penjualan ayam hidup dan kotoran ayam serta insentif sebesar Rp 30,00/kg bobot hidup ayam jika angka mortalitas sama dengan 4,5 persen, dan Rp 190,00/kg bobot hidup jika angka FCR (feed convertion ratio) sama dengan 1,8.

6) Setiap ayam hidup yang dihasilkan terjual habis setiap periodenya, hal ini dikarenakan TMF menyalurkan semua hasil penjualan peternakan Agus Suhendar kepada pembeli.

7) Siklus produksi adalah 1,5 bulan per periode, dan hasilnya dijual pada akhir periode. Masa persiapan kandang dua minggu setelah panen. Dalam satu tahun terjadi enam kali panen.

8) Tingkat mortalitas 4,5 persen berdasarkan pengalaman peternakan Agus Suhendar, yang angka mortalitasnya tidak pernah melebihi 4,5 persen dan FCR tidak pernah melebihi 1,8.

9) Rata-rata hasil panen ayam broiler adalah 8.595 ekor. Angka ini didasarkan pada jumlah DOC yang dipelihara dikurangi angka mortalitas 4,5 persen. 10) Ayam dipanen pada saat umur 4-5 minggu dengan asumsi bobot rata-ratanya

adalah 1,6 kg/ekor berdasarkan rata-rata bobot panen pada peternakan Agus Suhendar pada periode tahun 2009.

(39)

39 12) Biaya yang dikeluarkan untuk usaha peternakan ayam broiler terdiri dari biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi yang dikeluarkan yaitu biaya pembangunan kandang, pembelian peralatan, instalasi listrik dan air, sedangkan biaya operasional per periode seperti pembelian DOC, pakan, obat-obatan dan vitamin, pembayaran gaji, listrik.

13) Harga DOC pada tahun pertama diasumsikan Rp 3.303,00/ekor, meningkat 4,3 persen setiap tahun. Harga pakan diasumsikan Rp 4.565,00/kg pada tahun pertama, meningkat 2 persen setiap tahun. Biaya pakan per DOC diasumsikan Rp 13.147,20, didapatkan dari bobot panen 1,6 kg dikalikan FCR 1,8 dikalikan harga pakan Rp 4.565,00/kg. Biaya obat-obatan diasumsikan tetap yaitu sebesar Rp 900.000,00 per periodenya. Harga dan persentase peningkatan didasarkan pada rata-rata harga yang terjadi pada tahun 2009, karena proyeksi cashflow dibuat sejak tahun 2009 hingga lima tahun ke depan. Biaya lain diasumsikan tetap.

(40)

40

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. CV. Tunas Mekar Farm

5.1.1. Sejarah CV. Tunas Mekar Farm

Tunas Mekar Farm (TMF) adalah perusahaan peternakan ayam broiler yang menerapkan sistem kemitraan pola inti plasma. Berdasarkan panduan mengenai pola kemitraan Direktorat Pengembangan Usaha, Departemen Pertanian (2002) tentang pola kemitraan inti plasma, TMF sebagai inti melakukan kegiatan-kegiatan menampung hasil produksi, membeli hasil produksi, memberikan bimbingan teknis dan pembinaan manajemen, memberikan pelayanan berupa permodalan atau kredit, menyediakan lahan, sarana produksi dan teknologi bagi plasmanya, serta mempunyai usaha budidaya.

TMF didirikan pada tanggal 10 April 2004 oleh Ir. Muslikin dengan kantor pusat terletak di jalan Kenari blok A2, Perum Ciluar Kecamatan Ciluar, Kabupaten Bogor. TMF didirikan dengan menggunakan modal milik sendiri. Tujuan didirikan TMF adalah untuk membantu peternak-peternak kecil mengembangkan usahanya dan mendapatkan keuntungan.

(41)

41 TMF pernah mengalami masa-masa sulit pada tahun 2005, isu flu burung merebak di bulan Februari. Isu tersebut menyebabkan tingkat permintaan lebih rendah daripada penawaran sehingga TMF kesulitan dalam memasarkan hasil-hasil panen plasmanya, ditambah lagi harga ayam broiler menurun pada titik paling lemah yaitu Rp 6.088,00/ekornya. TMF berhasil mendapatkan cara untuk mencegah terjadinya kerugian besar, yaitu bekerjasama dengan Rumah Pemotongan Ayam (RPA) yang memiliki fasilitas cold storage. TMF menyimpan ayam potongnya di cold storage, kemudian baru mendistribusikannya setelah harga ayam membaik.

5.1.2. Visi dan Misi CV. Tunas Mekar Farm

Menurut Wibisono (2006), visi adalah rangkaian kalimat yang menyatakan cita-cita atau impian sebuah organisasi atau perusahaan yang ingin dicapai di masa datang. Visi merupakan hal yang sangat krusial dalam menjaga kelestarian kesuksesan sebuah perusahaan atau organisasi untuk jangka panjang. Sedangkan misi adalah apa sebabnya sebuah perusahaan ada. Menurut Prasetyo dan Benedicta (2004), misi adalah bagaimana cara produk dan jasa dapat dihasilkan oleh perusahaan, kemana pasar sasaran dan teknologi apa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dalam pasar tersebut. Pernyataan misi harus mampu menentukan kebutuhan apa yang dipuaskan oleh perusahaan, siapa yang memiliki kebutuhan tersebut, dimana mereka berada dan bagaimana pemuasan tersebut dilakukan.

TMF memiliki visi membantu mencerdaskan bangsa dengan penyediaan protein hewani dan bersama-sama menjaga kontinuitas pasokan ayam pedaging di pasar. Misi CV. Tunas Mekar Farm adalah menjadi mitra terbaik bagi plasma-plasmanya dengan memberikan pelayanan yang memuaskan dan saling menguntungkan.

5.1.3. Struktur Organisasi CV. Tunas Mekar Farm

(42)

42 perusahaan dengan bawahannya, begitu juga sebaliknya, dan hubungan antar karyawan. Selain itu, struktur organisasi juga menunjukkan hak dan kewajiban setiap karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, sehingga tercipta harmoni pelaksanaan fungsi masing-masing sesuai dengan kedudukannya di dalam perusahaan.

(43)
[image:43.595.113.523.93.516.2]

43

Gambar 2. Struktur Organisasi CV.Tunas Mekar Farm Sumber: CV. Tunas Mekar Farm (2011)

Pimpinan utama CV. Tunas Mekar Farm yang juga adalah pemilik, memegang kendali dalam pengambilan seluruh keputusan penting yang berkaitan dengan kelangsungan usaha. Beliau bermusyarawah dengan Manajer, dan juga menerima masukan dari bagian pemasaran, administrasi serta penyuluh lapangan. Pimpinan menerapkan kepemimpinan yang terbuka terhadap segala ide maupun permasalahan yang dihadapi karyawan-karyawannya.

Manajer di TMF adalah tangan kanan dari pimpinan utama. Tugas manajer meliputi seluruh lini dari sistem yang ada di TMF, mulai dari pengadaan input, produksi, distribusi output, dan pemasaran. Memastikan seluruh kegiatan tersebut berjalan lancar, tepat waktu, sesuai dengan target dan berkualitas. Manajer juga sebagai figur yang mendengarkan serta menyampaikan segala keluhan-keluhan dan permasalahan yang dihadapi bawahan maupun plasmanya kepada pimpinan, serta mencari solusi dengan cara bermusyawarah dengan pimpinan dan pihak-pihak terkait. Manajer dibantu oleh bagian administrasi yang bertugas mencatat seluruh kegiatan administratif, bagian marketing yang bertugas memasarkan produk dan berhubungan langsung dengan pihak penangkap, serta penyuluh lapangan yang langsung ke peternak untuk mengawasi jalannya proses produksi di setiap peternakan.

Pimpinan utama

Manajer

Marketing Administrasi

PPL PPL

(44)

44

5.2. Peternakan Agus Suhendar

5.2.1. Sejarah Peternakan Agus Suhendar

Berawal dari PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) sebuah bank swasta, di pertengahan tahun 2003, Bapak Agus mendirikan peternakan sebagai mata pencaharian utama. Dengan uang pesangon, tabungan dan penjualan aset pribadi, Bapak Agus berhasil mengumpulkan modal untuk mendirikan peternakan yang memiliki dua kandang berkapasitas 9.000 ekor. Peternakan tersebut berdiri di atas lahan sewa seluas 1.500 m² yang terletak di Desa Patambran RT 02/04 Semplak Barat, Kemang utara, Kecamatan Bogor, Kabupaten Bogor.

Pengetahuan yang terbatas mengenai peternakan ayam broiler dan pemasarannya, tidak menghentikan langkah Bapak Agus untuk menjalankan peternakan secara mandiri. Keberanian, niat membuka lapangan kerja dan mencapai kesejahteraan menguatkan tekadnya. Prinsipnya adalah kegagalan merupakan hal yang tidak boleh ditakuti tetapi dihadapi dan dipelajari, sehingga ketakutan akan kebangkrutan yang sering menghinggapi pengusaha-pengusaha yang baru merintis menjadi hilang.

Dengan semangat di atas, periode pertama pun dimulai pada tahun 2004. Seperti burung yang baru belajar terbang, Bapak Agus pun mengalami kesulitan dalam menjalankan usaha peternakannya, mulai dari pengadaan input, manajemen produksi, distribusi dan pemasarannya. Tetap tegar dan berusaha memperbaiki keadaan dengan belajar dari kesalahan periode pertama, Bapak Agus melanjutkan hingga beberapa periode. Teapi juga tetap tidak memberikan hasil yang memuaskan, bahkan mengalami kerugian.

(45)

45

5.2.2. Lokasi Peternakan Agus Suhendar

Peternakan Agus Suhendar terletak di Desa Patambran RT 02/04 Semplak Barat, Kemang Utara, Kecamatan Bogor, Kabupaten Bogor. Luas lahannya ± 1.500 m², merupakan lahan sewa yang dulunya adalah lahan gambut. Lahan tersebut disewa dari penduduk sekitar seharga Rp 1.000.000,00/tahun selama lima tahun. Sebagian lahan yang tidak digunakan untuk kandang ayam, ditanami tanaman seperti ubi dan jagung.

5.2.3. Sumber Daya Manusia

Pada peternakan Agus Suhendar kepala karyawannya berumur 40 tahun pendidikan terakhir adalah SLTP, ketrampilan dalam usaha peternakan ayam broiler didapatkan dari pengalaman bekerja di usaha peternakan sejak berumur 25 tahun. Karyawan terdiri dari tiga orang yang berumur 25, 34 dan 24 tahun. Pendidikan terakhir adalah SD, dan tidak tamat SD. Ketrampilan dan pengetahuan dalam usaha peternakan ayam broiler didapatkan dari pengalaman bekerja di peternakan lain, dan arahan dari kepala kandang.

Kepala karyawan bertugas mengontrol manajemen pemeliharaan yang terjadi di peternakan Agus Suhendar dan memastikan karyawan menjalankan seluruh proses produksi sesuai dengan jadwal kegiatan yang ditetapkan CV. Tunas Mekar Farm. Kepala karyawan juga orang yang mengambil keputusan jika di dalam pemeliharaan terjadi permasalahan seperti jika terjadi angka mortalitas di atas yang ditetapkan (4,5 persen), maka harus segera melapor ke TMF untuk mendapat pelayanan bimbingan kesehatan. TMF biasanya akan mendatangkan petugas penyuluh lapangan dokter hewan. Kepala karyawan juga diwajibkan mencatat seluruh kegiatan produksi dan panen.

Karyawan merupakan ujung tombak dari usaha peternakan ayam broiler, karena mereka yang melakukan seluruh proses produksi. karyawan bertugas mengerjakan semua manajemen pemeliharaan sesuai dengan ketentuan dan jadwal, juga melaksanakan perintah dari kepala karyawan.

(46)

46

5.3. Pola Kemitraan antara CV. Tunas Mekar Farm dan Peternakan Agus Suhendar

5.3.1. Prosedur Penerimaan Plasma

CV. Tunas Mekar Farm (TMF) sebagai perusahaan kemitraan yang bertindak sebagai inti memiliki prosedur dalam proses penerimaan peternak menjadi plasma. Peternak yang ingin menjadi plasma datang ke kantor TMF, kemudian mendaftarkan diri dan membuat janji dengan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) TMF untuk melakukan seleksi dan survei lapangan. PPL akan melakukan seleksi terhadap peternak dengan beberapa pertimbangan yaitu:

1) Peternak memiliki pengetahuan mengenai usaha peternakan ayam broiler. 2) Peternak memiliki kandang beserta peralatan dengan kapasitas minimal 2.000

ekor ayam dengan kepadatan kandang maksimal 10 ekor/m2 pada lahan yang memiliki radius minimal 200 mdari rumah penduduk.

3) Lokasi kandang harus memiliki akses transportasi dan komunikasi, memiliki sumber air dan listrik, mudah mendapatkan faktor-faktor produksi yang tidak disuplai inti seperti sekam dan gas.

4) Peternak menyediakan karyawan yang memiliki pengalaman.

Pada tanggal yang telah disetujui PPL akan melakukan survei dan menyeleksi peternak berdasarkan pertimbangan di atas, hasilnya dicatat dalam bentuk form oleh PPL. Hasil catatan PPL akan diajukan ke Manajer TMF kemudian ditandatangani jika peternak memenuhi persyaratan untuk selanjutnya diminta datang kembali ke kantor TMF untuk membawa persyaratan administratif yaitu KTP, KK, BPKB kendaraan bermotor atau jaminan surat tanah.

Langkah selanjutnya adalah tandatangan kontrak perjanjian. Calon plasma dipersilahkan untuk membaca kontrak dan mengajukan secara lisan keinginan-keinginannya. Setelah kesepakatan terjadi dan keinginan calon plasma tertampung maka kedua belah pihak menandatangani kontrak perjanjian tersebut, dimulailah kerjasama kemitraan.

5.3.2. Isi Kontrak Perjanjian

(47)
[image:47.595.108.516.202.688.2]

47 dari data TMF sebagai inti dan peternak sebagai plasma, hak dan kewajiban kedua belah pihak dan sanksi bagi pihak yang tidak memenuhi kewajibannya. Hak dan kewajiban TMF sebagai Inti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hak dan Kewajiban CV. Tunas Mekar Farm dan Peternakan Agus Suhendar

Pihak No. Hak Kewajiban

TMF 1. Menentukan jadwal kedatangan DOC, pakan dan waktu panen.

Menyediakan sapronak berkualitas dan mengirimkan sapronak tepat waktu sesuai dengan jadwal.

2. Menentukan besarnya harga jual ayam (harga jual ayam t

Gambar

Tabel 1 menunjukkan tenaga kerja yang bekerja di bidang peternakan dan
Tabel 4.  Populasi Peternakan Nasional Berdasarkan Komoditi-komoditinya    Tahun 2008-2010
Gambar 1.  Kerangka Pemikiran Operasional
Gambar 2.  Struktur Organisasi CV.Tunas Mekar Farm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kontribusi inti terhadap plasma dalam pola kemitraan ayam broiler dan mengetahui profitabilitas plasma dalam pola kemitraan ayam

Tujuan penelitian ini adalah untuk Menganalisis biaya, pendapatan, penerimaan dan kelayakan usaha peternakan pola kemitraan di Kecamatan Karang Intan Kabupaten

Sampel digunakan sekaligus, merupakan keseluruhan dari jumlah peternak, hal tersebut dikarenakan peternak ayam broiler pola kemitraan di Kecamatan Sumberrejo

Sampel digunakan sekaligus, merupakan keseluruhan dari jumlah peternak, hal tersebut dikarenakan peternak ayam broiler pola kemitraan di Kecamatan Sumberrejo

Efektifitas pola kemitraan inti-plasma adalah menggambarkan kondisi hubungan antara peternak plasma dengan inti, diukur dengan : (a) jumlah produksi yang dijual ke

Adapun sebagai contoh perjanjian dalam pola kemitraan dan sistem bagi hasil usaha peternakan ayam broiler di PT Kenongo Perdana Pasuruan akan peneliti lampirkan sebagai acuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kondisi kelayakan usaha peternakan X dilihat dari aspek finansial dan untuk menganalisis kondisi sensitivitas terhadap

Berdasarkan persentase skor yang diperoleh, maka respons peternak terhadap sistem kemitraan pada usaha peternakan ayam broiler dapat diklasifikasikan sebagai berikut: a Positif, bila