• Tidak ada hasil yang ditemukan

Performa Kambing Peranakan Etawah Muda dan Produktivitas Induk Laktasi dengan Sistem Pemberian Pakan yang Berbeda di Lahan Pasca Galian Pasir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Performa Kambing Peranakan Etawah Muda dan Produktivitas Induk Laktasi dengan Sistem Pemberian Pakan yang Berbeda di Lahan Pasca Galian Pasir"

Copied!
161
0
0

Teks penuh

(1)

i

RINGKASAN

Euis Widaningsih. D14080222. 2012. Performa Kambing Peranakan Etawah Muda dan Produktivitas Induk Laktasi dengan Sistem Pemberian Pakan yang Berbeda di Lahan Pasca Galian Pasir. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Muhamad Baihaqi, S.Pt., M.Sc. Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Asnath Maria Fuah, M.S.

Kambing Peranakan Etawah (PE) merupakan kambing dwiguna, yakni sebagai penghasil susu dan daging. Kambing PE muda jantan yang sedang dalam fase pertumbuhan sangat penting diperhatikan oleh peternak untuk meningkatkan nilai jualnya. Pertumbuhan ternak muda dapat dilihat dari Peningkatan Bobot Badan Hariannya (PBBH) yang cukup tinggi. Sementara induk laktasi juga sangat penting untuk diperhatikan terutama dalam pemenuhan kebutuhan energi dan protein salah satunya untuk menghasilkan produksi susu yang optimal. Performa ternak selain dilihat dari faktor genetiknya juga bisa dari pengaruh lingkungan dan interaksi dari genetik dan lingkungan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari performa kambing PE muda dan produktivitas induk laktasi yang dipelihara di lahan pasca galian pasir dengan menggunakan jenis pakan dan waktu pemberian yang berbeda. Penelitian mengenai performa ternak menggunakan 12 ekor ternak yang berjenis kelamin jantan dengan dua faktor perlakuan. Perlakuan pertama adalah perbedaan waktu pemberian pakan (W1 = 08.00 WIB dan 16.00 WIB serta W2 = 14.00 WIB dan 16.00 WIB). Perlakuan kedua adalah perbedaan pakan (P1 = 100 gram/ekor/hari konsentrat ditambah hijauan dan P2 = hijauan). Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, konsumsi kandungan nutrisi pakan, PBBH, efisiensi pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kecuali untuk PBBH dianalisis dengan rancangan acak lengkap pola dua arah. Penelitian selanjutnya mengenai produktivitas induk laktasi menggunakan 15 ekor ternak betina dewasa pada laktasi ke-2 dan ke-3. Perlakuan pada penelitian ini terdiri atas P1 (hijauan) dan P2 (hijauan ditambah pakan tambahan berupa limbah industri pangan). Peubah yang diamati adalah konsumsi pakan, konsumsi kandungan nutrisi pakan, produksi dan kualitas susu. Data konsumsi pakan dan konsumsi kandungan nutrisi pakan dianalisis secara deskriptif sedangkan produksi dan kualitas susu dianalisis dengan uji t, yakni dengan membandingkan sebelum dan setelah pemberian pakan tambahan yang dilakukan.

(2)

ii produktivitas induk laktasi menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan tambahan limbah industri pangan berupa ampas tahu dan kulit kacang kedelai mampu meningkatkan kualitas susu ternak kambing yaitu: bahan kering susu sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) sedangkan lemak dan protein susu nyata lebih tinggi (P<0,05) dengan penambahan bahan pakan. Kandungan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), laktosa dan berat jenis tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P>0,05) setelah adanya pemberian pakan tambahan pada ternak kambing PE induk laktasi. Produksi susu juga memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) setelah adanya pemberian limbah industri pangan.

(3)

iii

ABSTRACT

Performance of Young Peranakan Etawah Goat and Lactation Productivity of Etawah Ewe With Different Feeding Systems

On Sand Post-mining Land

Widaningsih, E., M. Baihaqi. and A. M. Fuah

This study aimed to examine the effect of different feeding systems on post-mining of sand land performance of young Peranakan Etawah goat and lactation productivity of Etawah ewe The study used 12 goats (12,592 ± 1,326 kg) within 3-6 months of age. There were two factor of treatment. Treatment one was differences of eating time (W1 = 08.00 a.m to 04.00 p.m and W2 = 02.00 p.m to 04.00 p.m). Treatment two was type of feed (P1 = 100 g/day concentrate and forage, P2 = forage). Protein content of concentrate was 19,32% and forage affered ad libitum. The data were analyzed descriptevely for dry matter intake, feed eficiency and Income Over Feed Cost (IOFC) but the method for daily Body Weight Gain (BWG) used in this study was 2x2 factorial completely randomized design. The results showed that BWG of goats was significantly different among treatment (P<0,01). There was interaction betwent W & P trial. Daily BWG was significantly higher in trial W1 and P1 as well as IOFC with average daily BWG is 74,41 ± 11,89 and IOFC is Rp. 249.666,67. Subsequent study on the lactation productivity Etawah ewe of different feeding systems. This study used 15 goats within 10 goats in lactation two and 5 goats in lactation three. Treatment was differences type of feed (P1 = forage, P2 = forage and food industry waste). The data feed consumption were analyzed descriptevely. Data production and milk quality were analyzed using t test. Dry matter of milk was very significant higher (P<0,01) in ration added food industry waste than ration without food industry waste adition, while protein content and fat in milk was significant (P<0,05).

(4)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemeliharaan kambing perah merupakan alternatif usaha ternak penghasil susu disamping sapi perah dalam pemenuhan kebutuhan susu di Indonesia. Anak kambing perah jantan yang tidak dijadikan bibit bisa dijadikan sumber pemenuhan kebutuhan produk daging. Kambing perah merupakan ternak dengan karakteristik mudah dipelihara, mampu beradaptasi dengan lingkungan yang kurang menguntungkan, cepat berkembang biak dan efisien dalam penggunaan pakan. Jenis kambing perah di Indonesia umumnya adalah Peranakan Etawah (PE), yang merupakan hasil persilangan antara kambing Etawah dengan kambing kacang, dengan karakteristik fisik mirip kambing Etawah.

Populasi kambing di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2007 adalah 1.294.453 ekor, khusus untuk wilayah Kabupaten Sumedang total populasi kambing adalah 33.224 ekor (BPS Provinsi Jawa Barat, 2008) yang tersebar di beberapa kecamatan yang berada di Kabupaten Sumedang. Kambing PE terpusat di Kecamatan Cimalaka dengan jumlah ternak 650 ekor. Masyarakat umumnya memelihara ternak hanya sebagai usaha sampingan untuk menghasilkan daging disamping usaha pokoknya yaitu bertani. Kambing yang dipelihara untuk produksi susu jumlahnya hanya sedikit dan terpusat di Kelompok Ternak Simpay Tampomas dengan jumlah ternak 52,8 % dari total populasi di wilayah Kecamatan Cimalaka.

Pemeliharaan ternak kambing PE di Kelompok Ternak Simpay Tampomas Sumedang dilakukan di lahan marjinal pasca galian pasir. Usaha ini dilakukan untuk memperbaiki kondisi lahan rusak setelah kegiatan penambangan melalui pupuk yang dihasilkan dan juga mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat. Upaya untuk mencukupi kebutuhan pakan ternak kambing di kelompok tersebut dilakukan penanaman gamal (Gliricidia sepium) dan kaliandra (Calliandra calothyrsus) yang mampu hidup pada lahan marjinal serta mampu memperbaiki lahan tersebut. Tanaman tersebut mampu hidup pada tanah tandus dan gersang serta pada tanah berbatu seperti pada lahan marjinal pasca galian pasir.

(5)

2 kesempatan yang lebih lama lagi bagi mikroorganisme dalam rumen untuk mengurai zat makanan yang dikonsumsinya. Waktu ideal yang diberikan peternak untuk pemberian pakan yakni 7-10 jam (Padang, 2005). Peternak jarang memberikan pakan tambahan untuk ternak mereka. Pakan tambahan lain tidak diberikan karena keterbatasan dana yang dialami oleh peternak. Padahal kambing perah induk laktasi yang diberikan hijauan saja hanya mencukupi kebutuhan hidup pokoknya dengan produksi yang rendah. Oleh karena itu perlu diberikan sejumlah konsentrat untuk mencapai produksi susu yang tinggi.

Kelompok Ternak Simpay Tampomas sebagai pusat dari peternakan kambing PE di Kabupaten Sumedang memiliki peranan yang sangat penting dalam keberlangsungan usaha ternak kambing di daerah ini terutama dalam penyediaan produk ternak yakni daging dan susu. Ternak kambing muda diharapkan meningkat performanya melalui peningkatan bobot badan atau kecepatan tumbuh ternak untuk mencapai bobot badan yang dapat dipasarkan. Kambing induk laktasi diharapkan meningkat performanya melalui peningkatan produksi susu dan kualitas susu yang dihasilkan. Produksi susu yang dihasilkan kambing sangat beragam, dipengaruhi oleh: faktor bangsa, ketinggian tempat dan tatalaksana pemeliharaan yaitu kandang, pakan, pemerahan, penanganan reproduksi dan penyakit.

Salah satu faktor yang mempengaruhi rendahnya performa ternak adalah kualitas nutrisi bahan pakan tersebut terutama rendahnya kandungan protein dan serat sehingga laju pertumbuhan lambat dan pertambahan bobot hidup rendah pada kambing muda (Zurriyati, 2005) sedangkan pada kambing laktasi terlihat dari adanya penurunan produksi susu. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas ternak dapat dilakukan dengan memperbaiki manajemen termasuk manajemen pemeliharaan, penentuan jenis, jumlah dan waktu pemberian pakan pada ternak. Kebutuhan pakan sangat penting diperhatikan karena sangat diperlukan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan, produksi dan reproduksi.

Tujuan

(6)

3

TINJAUAN PUSTAKA

Reklamasi Lahan Tambang

Lahan merupakan sumberdaya yang sangat penting karena merupakan komponen dasar dari lingkungan alam. Pemanfaatan lahan yang tidak mengindahkan aspek lingkungan dapat menjadi pendorong terjadinya bencana yang akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Lahan termasuk sumberdaya alam yang akan habis (exhaustible/stock resources) yang bersifat dapat pulih kembali atau tidak dapat pulih kembali (non renewable resources). Bahan tambang merupakan salah satu sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui karena berjumlah tetap atau diolah kembali serta untuk pembentukannya memerlukan waktu yang lama (Rani, 2004). Usaha-usaha untuk mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan akibat pertambangan pasir harus dilakukan dalam rangka melestarikan lingkungan. Usaha rehabilitasi lahan bekas tambang adalah usaha memperbaiki, memulihkan kembali dan meningkatkan kondisi lahan yang rusak agar dapat berfungsi kembali secara optimal, baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan (Zulfahmi, 1996).

Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral (2008) menyebutkan bahwa reklamasi dan penutupan tambang merupakan suatu kegiatan yang harus dilaksanakan dan wajib memenuhi prinsip-prinsip lingkungan hidup, keselamatan dan kesehatan kerja serta konservasi bahan galian. Menurut Soelarno (2007) tujuan utama dari penutupan tambang adalah sebagai berikut: pemulihan fungsi lahan menjadi lahan yang produktif dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, meminimumkan kerusakan lingkungan, melakukan konservasi terhadap beberapa obyek yang dilindungi serta melakukan pengentasan terhadap kemiskinan akibat dampak sosial ekonomi.

(7)

4 Masyarakat setempat yang peduli akan lingkungan sekitarnya melakukan reklamasi lahan dengan cara membeli lahan yang sudah tidak dilakukan penambangan kemudian mereka melakukan penanaman leguminosa, rerumputan dan kayu-kayuan. Legum dan rerumputan yang telah tumbuh tersebut digunakan oleh masyarakat sebagai pakan ternak kambing. Keberadaan kambing di lahan pasca tambang ini digunakan oleh peternak sebagai sumber pupuk kandang yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan lahan sekitar. Pemberian bahan organik mempunyai manfaat antara lain: memperbaiki sifat fisik tanah, hasil pelapukan bahan organik juga merupakan unsur hara yang cukup potensial dan terhadap sifat kimia tanah ialah menambah nilai kapasitas tukar kation serta sebagai gudang hara (Rani, 2004). Pupuk kandang mengandung unsur hara dengan konsentrasi yang bervariasi diantara ternak satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis ternak, umur, gizi dan kesehatan ternak. Ternak merupakan salah satu komponen pertanian sehingga sangat diperlukan oleh kalangan petani sebagai sumber pupuk yang ekonomis dan bersifat organik (Abdurachman et al., 1999). Sabihan et al. (1989) menyatakan bahwa dosis pupuk kandang yang diperlukan dalam pemupukan tergantung dari jenis tanah, jenis tanaman yang diusahakan, bentuk usaha tani dan jumlah pupuk kandang yang tersedia.

(8)

5 Bulldozer (Handoyo et al., 1999). Menurut Fauzan (2002), Kegiatan penambangan pasir dimulai dengan pembersihan lahan dari semak-semak, pohon dan tumbuhan lainnya. Pembersihan lahan bisa dilakukan secara manual maupun menggunakan Bulldozer. Selanjutnya dilakukan pengupasan tanah penutup. Tahap pertama pembuangan yaitu berupa top soil kemudian lapisan tufa. Setelah itu dilakukan penggalian dan pemuatan galian pasir.

Kambing Peranakan Etawa (PE)

Pengembangan ternak kambing terutama di daerah marjinal dalam rangka menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas dan sekaligus membantu memecahkan masalah kemiskinan di pedesaan. Kambing PE adalah hasil persilangan antara kambing Etawah dengan kambing Kacang dengan bentuk fisiknya lebih mirip kambing Etawah (Sutama dan Budiarsana, 1997). Menurut Badan Standarisasi Nasional (2008), kambing PE memiliki ciri khusus, antara lain telinga yang panjang, menggantung dan terkulai serta bulu rewos yang panjang pada ke dua kaki belakang. Kambing PE dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kambing PE Muda

(9)

6 yang cukup besar sehingga sering digunakan untuk mendukung program perbaikan mutu bibit kambing di Indonesia (Atabany, 2001).

Produktivitas Kambing PE

Menurut Heriyadi (2004), kambing memiliki adaptasi yang sangat tinggi terhadap berbagai jenis hijauan, mulai dari rumput-rumputan, leguminosa, rambanan, daun-daunan, bahkan semak belukar yang biasanya tidak dapat dikonsumsi oleh ternak ruminansia lain, seperti: sapi perah, sapi potong, kerbau dan domba. Kambing mempunyai kebiasaan makan yang khusus dimana dengan lidah yang cekatan, kambing dapat mengkonsumsi rumput-rumputan yang sangat pendek dan makan daun pohon-pohonan atau semak-semak yang biasa dimakan oleh ternak ruminansia lainnya. Ternak ini mampu mengkonsumsi makanan yang mengandung serat yang tinggi pada keadaan tertentu sehingga mampu mempergunakan zat makanan jauh lebih baik daripada kebanyakan ternak ruminansia lainnya. Selain itu kambing juga mempunyai sifat yang serba ingin tahu sehingga makanan yang diberikan kepada kambing bisa beraneka ragam dan tidak hanya terfokus pada satu macam pakan saja. Penyusunan ransum sendiri harus realistis dan didasarkan pada bahan makanan yang murah seperti daun tanaman semak, padang rumput dan makanan hasil limbah pertanian serta industri (Devendra dan Burns, 1994).

Produktivitas kambing cukup baik apabila dipelihara dengan baik. Berat lahir kambing PE berkisar 2-4 kg dimana berat lahir anak jantan lebih tinggi dari betina. Pencapaian bobot badan kambing PE betina lebih tinggi pada awal dewasa tubuh dan lebih cepat dibandingkan kambing jantan. Kambing PE jantan mampu mencapai 90 kg dan betina 60 kg. Selanjutnya, kambing PE memiliki ukuran tubuh yang sangat tinggi (65-86 cm), ramping dan relatif lebih besar jika dibandingkan dengan kambing kacang (Heriyadi, 2004).

(10)

7 menyatakan bahwa tinggi rendahnya bobot lahir anak kambing sangat dipengaruhi oleh kondisi induknya selama kebuntingan. Faktor utama yang paling menentukan adalah pakan yang berkaitan dengan jumlah dan mutu pakan yang dikonsumsi kambing. Kekurangan pakan umumnya akan mengakibatkan lemahnya fisik calon induk, produksi air susu rendah menjelang kelahiran, kondisi fisik anak lemah dan bobot lahir rendah. Bobot lahir anak jantan lebih besar dibandingkan betina dengan nilai masing-masing bobot lahir adalah sebagai berikut: jantan 3,15 kg dan betina 2,90 kg. Sementara itu persyaratan kuantitatif kambing PE bibit menurut Badan Standarisasi Nasional (2008) dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Persyaratan Kuantitatif Kambing PE Jantan No. Parameter Satuan

Umur (tahun)

0,5 sampai 1 >1 sampai 2

1 Bobot badan (kg) 29 ± 5 40 ± 9

2 Tinggi pundak (cm) 67 ± 5 75 ± 8

3 Panjang badan (cm) 53 ± 8 61 ± 7

4 Lingkar dada (cm) 71 ± 6 80 ± 8

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2008

Tabel 2. Persyaratan Kuantitatif Kambing PE Betina No. Parameter Satuan

Umur (tahun)

>1 sampai 2 >2 sampai 4

1 Bobot badan (kg) 34 ± 6 41 ± 7

2 Tinggi pundak (cm) 71 ± 5 75 ± 5

3 Panjang badan (cm) 57 ± 5 60 ± 5

4 Lingkar dada (cm) 76 ± 7 81 ± 3

Sumber: Badan Standarisasi Nasional, 2008

(11)

8 penyakit. Faktor iklim lainnya yang penting diperhatikan pada ternak adalah kecepatan angin dan radiasi sinar matahari. Kambing yang dipelihara pada ketinggian tempat 300 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu 15,7oC sampai 35,1oC menghasilkan kecepatan tumbuh sebesar 40 gram/hari sedangkan pada ketinggian 700 meter di atas permukaan laut dengan kisaran suhu 22,4oC sampai 28,4oC kecepatan tumbuh ternak 50 gram/hari (Tomaszewska et al., 1993).

Produksi karkas seekor ternak dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain jenis kelamin dan umur disamping nutrisi yang diberikan terhadap ternak tersebut (Usmiati dan Setiyanto, 2008). Soeparno (1994) menyatakan bobot potong yang tinggi menghasilkan karkas yang makin besar. Bertambahnya umur ternak dan pertambahan bobot hidup maka bobot karkas akan semakin bertambah. Ternak jantan mempunyai lebih banyak daging dan tulang dibandingkan ternak betina pada bobot tubuh dan bobot karkas yang sama. Hal ini disebabkan oleh perbedaan laju pertumbuhan pada umur yang sama antara ternak jantan dan betina. Usmiati dan Setiyanto (2008) menyatakan bahwa kambing yang berusia dibawah dua tahun dengan bobot hidup 17,50 kg akan menghasilkan bobot karkas sebesar 7,37 kg dengan persentase karkas 40,49%.

Karakteristik Reproduksi Kambing Betina

(12)

9 Gambar 2. Kambing PE Betina Dewasa

Atabany (2001) menyatakan bahwa kambing PE yang dipelihara di daerah Bogor memiliki karakteristik reproduksi sebagai berikut: lama kebuntingan 148,87 hari dan lama hari kosong 110,09 hari. Selang beranak adalah periode antara dua beranak yang berurutan, terdiri atas periode perkawinan dan periode bunting (Devendra dan Burns, 1994). Selang beranak kambing PE di Kecamatan Caringin yaitu 259,36 hari (Atabany, 2001). Smith dan Mangkoewidjojo (1987) menyatakan bahwa ternak kambing betina dikawinkan pertama kali pada umur 9-12 bulan sedangkan Taylor dan Field (2004) menyatakan bahwa kambing dapat dikawinkan pada umur 6-10 bulan. Hal ini tergantung pada pertumbuhan betina tersebut. Umumnya kambing betina dikawinkan pada saat bobot tubuhnya mencapai 40-45 kg (Blakely dan Blade, 1992). Kambing PE yang dipelihara di Kecamatan Caringin, umur kawin pertama yakni pada usia 403,22 hari dan umur beranak pertama 643,24 hari. Lama bunting pada ternak kambing adalah 144-157 hari (Smith dan Mangkoewidjojo, 1987), 142-156 hari (Bogard dan Taylor, 1983) dan 146 hari (Devendra dan Burns, 1994). Waktu kawin setelah beranak 64,195 hari atau sering disebut dengan masa kosong. Masa kosong adalah waktu sejak kambing beranak sampai dikawinkan kembali dan terjadi kebuntingan (Atabany, 2001).

Produksi dan Kualitas Susu Kambing

(13)

10 kering 2 bulan. Produksi susu yang dihasilkan setiap hari akan meningkat sejak induk melahirkan dan akan menurun secara berangsur-angsur hingga berakhirnya masa laktasi (Blakely dan Blade, 1992). Puncak produksi susu akan dicapai pada hari 48-72 setelah beranak (Devendra dan Burns, 1994).

Susu yang dihasilkan dari ternak kambing akan menghasilkan kualitas yang berbeda dibandingkan dengan kualitas susu ternak ruminansia lainnya. Bangsa yang berbeda pada ternak kambing juga akan menghasilkan kualitas yang berbeda, karena kualitas susu merupakan sifat kuantitatif dari seekor ternak yang dipengaruhi oleh genetik, lingkungan serta interaksi antara genetik dan lingkungan. Kualitas susu kambing PE yang berada di Daerah Caringin-Bogor dengan ketinggian tempat 720 meter dari permukaan laut dengan suhu rata-rata harian 22oC dan kelembaban 70%-80% berturut-turut sebagai berikut: berat jenis 1,0292, bahan kering 16,38%, lemak 6,68%, protein 2,93%, SNF 9,69%, gross energi 3305 kkal (Atabany, 2001). Greppi et al. (2008) menyatakan bahwa komposisi susu dari kambing yakni 29-31 gram/liter protein, 35-45 gram/liter lemak dan 41-44 gram/liter laktosa.

Jenis dan Cara Pemberian Pakan

(14)

11 bungkil kelapa), limbah pertanian (jerami kacang tanah, jerami kedelai, daun kacang panjang dan daun buncis), pakan penguat dan silase (Devandra dan Burns, 1994).

Kaliandra (Calliandra calothyrsus) digunakan secara luas untuk pakan ternak karena 1) daun, bunga dan tangkai memiliki kandungan protein 20%-25% dan 2) cepat tumbuh dan kemampuan bertunas tinggi setelah pemangkasan. Kaliandra digunakan dalam sistem tebang dan angkut (cut and carry system) maupun sistem pengembalaan (Roshetko, 2000). Wina dan Budi (2000) menyatakan bahwa domba dan kambing akan tumbuh lebih baik bila disuplementasi dengan kaliandra dibandingkan bila hanya diberi rumput. Tingkat suplementasi yang baik adalah 30% dari total ransum karena pemberian yang lebih tinggi tidak mempunyai pengaruh lagi. Kadar tanin yang tinggi dalam daun kaliandra akan mengikat protein lebih kuat bila kaliandra dikeringkan daripada dalam bentuk segar. Karda (2000) menyatakan bahwa kambing dilaporkan mempunyai kemampuan mencerna tanin karena memiliki enzim tannase pada mukosa ruminal. National Academy of Science (1980) menyatakan bahwa hijauan kaliandra memiliki PK 22%, SK 34%-75%, lemak 2%-3%, abu 4,5%-5% serta produksi 1-10 ton bahan kering/ha/tahun. Kaliandra tumbuh optimal pada daerah basah dengan curah hujan 1000 mm/tahun dan dapat tumbuh pada ketinggian 150-1500 m dpl.

Piper aduncum merupakan perdu yang tumbuh tegak atau pohon kecil dengan tinggi 3-8 meter, memiliki sifat tahan bakar, tajuknya rimbun dan selalu hijau, cepat tumbuh dan tahan pangkas berat sehingga banyak dijadikan sebagai jalur hijau dalam pencegahan kebakaran hutan. Masyarakat sunda sering menyebut tanaman Piper aduncum dengan sebutan gedebong atau seuseureuhan. Tumbuhan ini berasal dari Amerika dan ada di Indonesia pada tahun 1860, dapat tumbuh pada ketinggian 90-1000 m dpl. Batang dari gedebong ini bisa juga dimanfaatkan sebagai tongkat dan mengandung minyak atsiri sebesar 0,1%. (Heyne, 1987). P. aduncum atau seuseureuhan tumbuh baik di hutan belukar dan hutan-hutan sekunder juga di berbagai tempat seperti tepi sungai dan lereng gunung. Kelebihannya adalah mudah dalam perkembangbiakannya karena bisa dilakukan dengan cara stek (Nurhayati, 2000).

(15)

12 tinggi, sehingga tanaman ini diharapkan dapat mengatasi kekurangan pakan hijauan terutama rumput di musim kering. Pemanfaatan Gliricidia telah banyak dilakukan oleh peternak di pedesaan sebagai suplemen terutama untuk ternak ruminansia hal ini sangat tepat karena Gliricidia mempunyai kandungan gizi yang tinggi terutama protein, yaitu 23,5% (Yulistiani et al., 2000). Daun gamal ketika diberikan kepada kambing dapat meningkatkan pertumbuhan bobot badan dua kali lebih besar. Namun, pemberian daun gamal harus dilayukan terlebih dahulu sebelum diberikan kepada ternak (Asnah, 1997).

Rumput gajah (Pennisetum purpureum) adalah rumput yang banyak digunakan oleh peternak di Indonesia karena mudah dibudidayakan dan dapat dipanen dengan interval pemotongan 40 hari. Jenis rumput ini mudah tumbuh di kondisi basah maupun kering. Rumput gajah yang terdegradasi dalam rumen sebesar 45% untuk bahan kering dan 48% protein (Widiawati et al., 2007).

Cahyadi (2009) menyatakan bahwa kedelai merupakan protein nabati yang efisien dan protein kedelai merupakan satu-satunya leguminosa yang mengandung semua asam amino esensial. Kedelai termasuk kedalam famili Leguminosae dengan nama ilmiahnya yakni Glycine max (L) Merill. Kedelai sering digunakan sebagai bahan pokok dalam industri pembuatan tahu. Tahu adalah ekstrak protein kedelai yang telah digumpalkan dengan asam dan ion kalsium. Widowati (2007) menyatakan bahwa prinsip pembuatan tahu ada dua tahap yakni pembuatan susu kedelai dan penggumpalan protein. Proses pembuatan tahu tersebut menghasilkan limbah kulit kacang kedelai dan ampas tahu. Adie dan Krisnawati (2007) menyatakan bahwa kulit biji kedelai terdiri dari tiga lapisan yaitu epidermis, hipodermis dan parenkim. Kulit kacang kedelai dari limbah industri tahu memiliki kandungan protein kasar 26,79%, lemak kasar 12,73% dan serat kasar 26,93%.

(16)

13 Kebutuhan nutrisi ternak bervariasi antar spesies ternak dan umur fisiologis ternak tersebut. Faktor lain yang juga menentukan adalah jenis kelamin, tingkat produksi, aktivitas ternak dan kondisi lingkungan ternak (Haryanto, 1992). Devendra (1993) menyatakan bahwa kambing perah membutuhkan bahan kering yang terkandung di dalam bahan pakan adalah 5%-7% dari berat hidupnya. Tabel 3 menyajikan kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh ternak kambing.

Tabel 3. Kebutuhan Nutrisi Ternak Kambing Berat Badan

(kg)

Kebutuhan Nutrisi Harian

BK (g) BK (%BB) TDN (g) Protein (g)

10 500 5,0 278 38

20 840 4,2 467 64

30 1140 3,8 634 87

Sumber : National Research Council, 1981

Kandungan lemak dalam pakan yang diberikan pada ternak kambing PE betina dewasa yakni berkisar 1,51%–10,37%. Pemberian konsentrat pada induk kambing laktasi sebesar 0,5 kg, ampas tahu 3 kg, rumput 5,5 kg dan singkong sebanyak 0,5 kg akan menghasilkan produksi susu harian sebesar 0,99 kg/ekor/hari dengan lama laktasi 170,07 hari. Rataan konsumsi zat makanan per ekor induk laktasi kambing PE yakni konsumsi bahan kering sebanyak 1759 gram/ekor/hari, protein kasar 215 gram/ekor/hari, lemak 52 gram/ekor/hari, serat kasar 386 gram/ekor/hari, BETN 817 gram/ekor/hari dan abu 119 gram/ekor/hari (Atabany, 2001).

Performa Produksi Ternak Kambing

(17)

14 sama diantara ternak kambing disebabkan oleh keragaman individu (variasi genetik), tatalaksana pemeliharaan dan kondisi lingkungan yang berbeda. Namun, umumnya pertumbuhan anak jantan pra sapih lebih tinggi dibandingkan anak betina, selain itu anak dengan kelahiran tunggal akan memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak tipe kelahiran anak kembar (Budiarsana, 2005). Tabel 4 memperlihatkan data pertumbuhan kambing PE.

Tabel 4. Bobot Badan Kambing PE pada Berbagai Sistem Pemeliharaan Sumber

Berat badan

PBBH (g) Keterangan Lahir Sapih 12 bln

Astuti (1984) 2,50 - 15,4 65,4 di desa

Setiadi & Sitorus (1984) 2,51 10,7 16,6 27,0 st. pembibitan

Seiadi et al. (1987) - 8,6 - - st. percobaan

Seiadi et al. (1989) 2,50 9,9 - - di desa

Triwulanningsih (1989) 2,85 8,9 20,5 - st. percobaan Sutama et al. (1984) 2,90 12,7 - 38,4 st. percobaan Sutama et al. (1955) 3,25 11,1 - 62,4 st. percobaan

Rataan 2,75 10,2 17,5 48,3

Sumber: Sutama dan Budiarsana, 1997

PBBH umumnya digunakan sebagai peubah yang dapat digunakan untuk menilai kualitas bahan makanan ternak yang diberikan. Pengukuran bobot tubuh ternak berguna untuk menentukan tingkat konsumsi pakan, efisiensi pakan dan harga (Parakkasi, 1999). Menurut Heriyadi (2004), performa produksi berupa ukuran– ukuran tubuh dan bobot badan sebagai bagian dari sifat kuantitatif memiliki hubungan erat dengan komponen dan kondisi tubuh ternak serta dapat menggambarkan ciri khas suatu bangsa tertentu.

(18)

15 Efisiensi penggunaan pakan diperoleh dari perhitungan rataan PBBH (gram/ ekor/hari) dibagi dengan rataan bahan kering yang dikonsumsi (gram/ekor/hari) (Ensminger dan Parker, 2002). Semakin banyak pakan yang dikonsumsi maka nilai konversi pakan semakin tinggi sedangkan efisiensi pakannya menurun. Faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan antara lain laju perjalanan pakan dalam saluran pencernaan, bentuk fisik, bahan makanan dan komposisi nutrisi ransum (Anggordi, 1990). Efisiensi penggunaan pakan mengukur efisiensi hewan dalam mengubah pakan menjadi produk. Crampton dan Harris (1969) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan makanan tergantung pada kebutuhan ternak akan energi dan protein yang digunakan untuk pertumbuhan, hidup pokok dan fungsi lainnya seperti kemampuan ternak dalam mencerna zat makanan, jumlah zat makanan yang hilang dalam proses metabolisme serta jenis makanan yang dikonsumsi.

Jumlah konsumsi pakan merupakan faktor penting dalam menentukan jumlah zat-zat makanan yang dapat dikonsumsi oleh ternak yang nantinya akan mempengaruhi tingkat produksi (Tomaszewska et al., 1993). Ternak kambing induk laktasi dan muda yang sedang bertumbuh dimana harus diberikan pakan dengan kualitas yang baik dan ditambahkan konsentrat serta pakan yang diberikan sebaiknya mengandung 15% sampai 20% protein (Taylor dan Field, 2004).

Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa kematian ternak sangat mempengaruhi keuntungan peternak yang disebabkan oleh faktor genetik, lingkungan dan interaksi antara keduanya. Anak tunggal dengan bobot lahir rata-rata 2,6 kg dan anak kembar 2,0 kg mempunyai angka kematian berturut-turut yakni 17%-18%. Kematian anak kambing terbanyak pada hari pertama kelahiran. Adiati et al. (2001) menyatakan bahwa kematian anak kambing pra sapih tergantung dari susu induk sedangkan yang dijauhkan dari induk setelah lahir tergantung dari sistem pemeliharaan.

Potensi Ekonomi Kambing Peranakan Etawah

(19)

16 dikurangi oleh biaya pakan yang digunakan selama beternak. Wahju (1997) menyatakan bahwa pertumbuhan bobot badan yang tinggi belum menjadi patokan peternak akan mendapatkan keuntungan yang maksimum ketika tidak diikuti dengan efisiensi dan konversi pakan yang baik serta biaya pakan yang minimum.

Manajemen Pemeliharaan

Ternak kambing umumnya dipelihara oleh peternak di pedesaan secara tradisional, sistem produksinya merupakan tambahan dari produksi tanaman pangan terutama untuk memanfaatkan lahan sisa, limbah tanaman maupun limbah pertanian. Ternak kambing dianggap sebagai tabungan oleh peternak, karena mudah dijual. Produksi dengan sistem yang intensif memerlukan sistem perkandangan secara terus menerus atau tanpa pengembalaan (zero grazing), dimana faktor lingkungan dapat terkontrol dengan baik serta tingkah laku kambing yang merusak bisa diatasi dengan baik (Devendra, 1993). Heriyadi (2004) menyatakan bahwa kandang yang digunakan di Daerah Sumedang yakni kandang koloni dengan dinding terbuat dari kayu, atap genting dan lantai tanah yang beralaskan sisa pakan.

Menurut Devendra (1993), kandang yang baik adalah perkandangan yang disediakan harus ringan, ventilasi baik, drainase baik serta mudah untuk dibersihkan. Kandang kambing yang banyak digunakan adalah kandang yang lantainya rata dengan tanah dan kandang kaku (stilted housing) yang lantainya ditinggikan 1 meter sampai 1,5 meter diatas tanah sehingga mudah dibersihkan dan pengumpulan kotoran pun menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Usaha peternakan kambing pada hakikatnya akan menghasilkan limbah. Limbah dari ternak yaitu kotoran yang dihasilkan oleh ternak sedangkan dari pakan yang diberikan adalah pakan sisa yang tidak dimakan oleh ternak.

Penyakit dan Penanganan Kesehatan

(20)
(21)

18

MATERI DAN METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian dilakukan di Kelompok Ternak Simpay Tampomas, Kampung Golempang RT 01 RW 03, Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka, Kabupaten Sumedang yang dimulai pada bulan Juli 2011 sampai Mei 2012. Penelitian terdiri dari dua tahap yakni: tahap satu penelitian mengenai performa kambing Peranakan Etawah (PE) muda yang diberi pakan berbeda dan tahap dua adalah menghitung produktivitas induk laktasi kambing PE yang mendapatkan perlakuan penelitian.

Materi

Ternak

Jenis ternak yang diamati adalah kambing PE sebanyak 12 ekor dengan jenis kelamin jantan dan Bobot Hidup (BH) awal 12,592±1,326 kg (KK = 10,533) dengan kisaran umur 3-6 bulan yang ditempatkan pada kandang koloni. Penelitian mengenai produktivitas induk laktasi, ternak yang digunakan adalah kambing betina laktasi dengan usia 2-3 tahun, pada periode laktasi ke-2 dan ke-3 sebanyak 15 ekor yang ditempatkan pada kandang koloni.

Pakan

Penelitian pertama, pakan yang diberikan kepada ternak muda adalah kaliandra, Piper aduncum dan konsentrat yang dapat dilihat pada Gambar 3. Konsentrat yang digunakan diperoleh dari ketua Sarjana Membangun Desa (SMD) Kab. Sumedang dengan komposisi kimia (lihat Tabel 5) dan protein kasar 19,32%. Konsentrat yang diberikan kepada ternak adalah 100 gram/ekor/hari sedangkan hijauannya diberikan secara ad libitum.

(22)

19 Penelitian kedua mengenai produktivitas induk laktasi kambing PE, pakan yang digunakan terdiri dari hijauan dan limbah industri pangan. Limbah industri pangan terdiri dari kulit kacang kedelai dan ampas tahu sedangkan hijauan terdiri dari rumput gajah, gamal dan kaliandra yang dapat dilihat pada Gambar 3, 4 & 5. Ampas tahu dan kulit kacang kedelai diberikan terbatas yakni 2 kg/ekor/hari dengan persentase bahan segar yang diberikan kepada ternak yakni 70% ampas tahu dan 30% kulit kacang kedelai.

Gambar 4. Kulit Kacang Kedelai dan Ampas Tahu

Gambar 5. Rumput Gajah dan Gamal Tabel 5. Komposisi Kimia Pakan Penelitian

Bahan Pakan BK PK LK SK Abu Beta-N

---%(g/100

BK)---Konsentrat* 33,56 19,32 5,71 22,35 22,24 30,38

Kaliandra* 21,84 22,36 5,40 31,78 12,31 28,15

Piper aduncum* 35,41 24,93 3,24 17,32 8,57 45,94

Gamal** 23,48 18,95 2,85 28,96 14,82 34,41

Rumput Gajah** 13,54 18,76 1,55 35,30 14,84 29,54 Kulit Kacang Kedelai** 14,37 26,79 12,73 26,93 0,70 32,85 Ampas Tahu** 12,06 24,71 16,75 23,38 3,40 31,76 Keterangan: *=Hasil analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB, 2011

(23)

20

Kandang

Kandang yang ada di Kelompok Ternak Simpay Tampomas umumnya koloni dengan satu petak kandang berisi tiga ekor anak atau tiga ekor induk sedangkan untuk pejantan hanya berisi satu ekor ternak. Kandang yang digunakan pada penelitian performa ternak kambing PE muda adalah kandang panggung dengan ukuran satu petak kandang kambing jantan muda yakni panjang 1 meter dengan lebar 1,5 meter. Bangunan kandang terbuat dari kayu dengan alas dari bambu. Jarak antara bambu pada alas kandang adalah 1 cm. Hal ini bertujuan mempermudah dalam penanganan kotoran ternak. Atap kandang PE muda terbuat dari tanah yakni berupa atap genting. Atap genting dipakai dengan tujuan untuk mengurangi panas pada siang hari karena ketinggian Peternakan Simpay Tampomas yang terletak di lahan pasca galian pasir cukup tinggi dan berada di kaki gunung Tampomas. Upaya yang dilakukan untuk menghindari tiupan angin dan gangguan predator maka pinggir kandang diberi penghalang dari bambu dengan jarak antara bambu adalah 2 cm. Kandang yang digunakan untuk penelitian kambing muda dibutuhkan empat kandang. Kandang yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Kandang PE Jantan Muda

(24)

21 Gambar 7. Kandang PE Induk Laktasi

Peralatan

Peralatan yang digunakan adalah timbangan gantung merek Token dengan ketelitian 100 g untuk penimbangan bobot badan ternak, penimbangan pakan hijauan dan sisa pakan hijauan. Timbangan duduk kapasitas 10 kg dengan ketelitian 50 g digunakan untuk penimbangan konsentrat. Peralatan lain adalah baskom, termohigrometer, kartu jadwal pemberian pakan, ember, timbangan digital dengan ketelitian 1 g, gelas ukur, plastik, coolbox, milkco tester, freezer, alat tulis serta kamera digital.

Prosedur Performa Kambing PE Muda

Penelitian dilakukan dalam dua periode yaitu periode adaptasi (satu minggu) dan periode perlakuan (8 minggu). Periode perlakuan diawali dengan penimbangan bobot badan ternak untuk mengetahui bobot awal kambing. Penimbangan selanjutnya dilakukan dua minggu sekali pada pagi hari sebelum ternak diberi pakan. Perlakuan terdiri dari dua faktor yakni waktu pemberian pakan (W) dan jenis pakan yang berbeda (P). Perlakuan perbedaan waktu pemberian pakan dibedakan sebagai berikut: W1 = 08.00 dan 16.00 WIB serta W2 = 14.00 dan 16.00 WIB. Perlakuan metode pemberian pakan sebagai berikut: P1 = konsentrat dan hijauan (kaliandra 1200 g dan Piper aduncum 800 g = 2000 gram) serta P2 = hijauan (kaliandra 1260 g dan Piper aduncum 840 g = 2100 gram). Pemberian konsentrat diberikan secara terbatas (100 g/ekor/hari) pada perlakuan P1. W2 dan P2 merupakan kebiasaan peternak dalam pemberian pakan terhadap ternaknya.

(25)

22 diberikan secara ad libitum. Penimbangan sisa pakan dilakukan sebelum pakan yang baru diberikan kepada ternak. Pakan yang digunakan dalam penelitian ini ditampilkan pada Tabel 5, yang terdiri dari konsentrat, kaliandra dan Piper aduncum. Pengambilan data suhu dan kelembaban lingkungan dalam kandang dilakukan setiap hari pada pukul 08:00 WIB, 14:00 WIB dan 16:00 WIB. Pertambahan bobot badan harian ditentukan dengan cara menghitung selisih bobot awal dengan bobot akhir dibagi lama pengamatan.

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH). Pengukuran PBBH dilakukan dengan cara mengurangi bobot akhir dengan bobot awal ternak dalam satuan gram dibagi jumlah hari dalam periode pengamatan (56 hari). Penimbangan ternak menggunakan timbangan berkapasitas 50 kg dengan ketelitian 200 gram.

Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan diukur dengan menghitung jumlah pakan yang diberikan (gram/ekor/hari) dan pakan yang tersisa (gram/ekor/hari) dalam gram. Penimbangan pakan menggunakan timbangan berkapasitas 25 kg dengan ketelitian 1 gram.

Kualitas Pakan. Pakan yang diberikan selama penelitian diambil sampelnya untuk dilakukan analisa komposisi kandungan pakan yang dilakukan oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Efisiensi Pakan. Efisiensi pakan diukur dengan membagi nilai PBBH dengan konsumsi bahan kering yang kemudian dikalikan 100%.

Income Over Feed Cost (IOFC). Rumus yang digunakan untuk menghitung IOFC adalah pendapatan peternak dikurangi pengeluaran pakan yang digunakan selama penelitian.

Produktivitas Induk Laktasi

(26)

23 Produksi dan kualitas susu diperoleh dari kambing yang diberi pakan yang berbeda (P). Perlakuan pemberian pakan dibedakan sebagai berikut: P1 (sebelum diberikan pakan tambahan limbah industri pangan (ampas tahu dan kulit kacang kedelai) yakni pakan yang biasanya diberikan peternak sehari-hari) dan P2 (setelah diberikan pakan tambahan limbah industri pangan). Pakan tambahan limbah industri pangan terdiri dari ampas tahu dan kulit kacang kedelai yang diberikan kepada ternak setelah pakan hijauan. Proporsi pakan tambahan segar yang diberikan kepada induk laktasi adalah 1,4 kg/ekor/hari ampas tahu dan 0,6 kg/ekor/hari kulit kacang kedelai. Pemberian pakan tambahan dilakukan dengan cara mencampurkan ampas tahu dengan kulit kacang kedelai. Waktu pemberian terdiri dari dua yakni pagi (08.00 WIB) sebanyak 1 kg/ekor pakan tambahan dan sore hari (16.00 WIB) sebanyak 1 kg/ekor pakan tambahan.

Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah:

Konsumsi Pakan. Konsumsi pakan diukur dengan menghitung jumlah pakan yang diberikan (gram/ekor/hari) dan pakan yang tersisa (gram/ekor/hari) dalam gram. Penimbangan pakan menggunakan timbangan berkapasitas 25 kg dengan ketelitian 1 gram.

Kualitas Pakan. Pakan yang diberikan selama penelitian diambil sampelnya untuk dilakukan analisa komposisi kandungan pakan yang dilakukan oleh Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Produksi Susu. Pengukuran produksi susu dilakukan pada setiap ekor ternak dengan menggunakan gelas ukur. Pemerahan hanya dilakukan sekali dalam sehari. Data yang diperoleh setiap harinya dicatat dalam logbook penelitian.

(27)

24 dimasukan kedalam freezer. Jarak yang cukup jauh dari tempat penelitian menuju laboratorium analisa, sehingga pada saat membawa sampel digunakan coolbox untuk mencegah terjadinya pencairan susu dalam perjalanan. Setelah di laboratorium, sampel susu tersebut dilakukan thawing kurang lebih satu jam (mencapai suhu ruang), kemudian dihomogenisasi dan dianalisa menggunakan Milkco tester. Data yang muncul dari Milkco tester kemudian dicatat sebagai hasil analisa kualitas susu. Sampel susu diambil untuk analisa kualitas susu dilakukan dua kali. Pengambilan sampel pertama yakni susu yang dihasilkan dari pemberian pakan tanpa adanya pakan tambahan limbah industri pangan (P1) dan kedua untuk susu yang dihasilkan setelah 8 minggu perlakuan pemberian pakan tambahan limbah industri pangan (P2) pada ternak induk laktasi. Perhitungan bahan kering susu dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

BK = L + BKTL Keterangan: BK = Bahan kering

L = Kandungan lemak susu BKTL = Bahan kering tanpa lemak

Income Over Feed Cost (IOFC). IOFC merupakan perhitungan yang dilakukan untuk mengetahui pendapatan yang diperoleh oleh peternak dengan adanya peningkatan produksi susu setelah adanya pemberian pakan tambahan. Rumus yang digunakan untuk menghitung IOFC adalah pendapatan peternak dikurangi pengeluaran pakan yang digunakan selama penelitian.

Rancangan dan Analisis Data

Performa Kambing PE Muda

(28)

25

̅ =

∑ni i

n

Keterangan:

̅ = nilai rerata

= ukuran ke i dari peubah X

n = jumlah contoh yang diambil dari populasi

Perhitungan PBBH, menggunakan rancangan rancangan acak lengkap pola dua arah (2x2) dengan model matematis sebagai berikut:

Yij = µ+Ai+Bj+ +(AB)ij+εij

Keterangan:

Yij =Nilai pengamatan parameter PBBH ternak pada pakan ke-i dan waktu

pemberian pakan ke-j.

µ =Nilai rataan PBBH ternak PE.

Ai =Pengaruh perlakuan pemberian pakan pada taraf ke-i.

Bj =Pengaruhperlakuan waktu pemberian pakan pada taraf ke-j.

(AB)ij =Pengaruh interaksi antara antara pemberian pakan ke-i dan waktu

pemberian pakan ke-j.

Εij =Pengaruh galat percobaan pada pemberian pakan ke-i dan waktu

pemberian pakan ke-j.

Uji lanjut yang digunakan yaitu BNT/LSD dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(29)

26

Produktivitas Induk Laktasi

Penelitian selanjutnya mengenai produktivitas induk laktasi menggunakan analisis deskriptif untuk data konsumsi pakan, konsumsi kandungan nutrisi pakan dan IOFC, sedangkan produksi dan kualitas susu selama penelitian dihitung menggunakan uji t yang digunakan untuk membedakan hasil sebelum pemberian pakan tambahan dengan setelah pemberian pakan tambahan. Rumus perhitungan deskriptif yang digunakan sebagai berikut:

̅ =

Keterangan:

̅ = nilai rerata

= ukuran ke i dari peubah X

n = jumlah contoh yang diambil dari populasi

Uji t hitung untuk perhitungan menganalisis produksi dan kualitas susu menggunakan rumus sebagai berikut:

̅ ̅

̅ ̅

Dimana ̅ ̅ √ Dengan derajat bebas efektif sebesar dbeff, dimana

( )

( ( )

( )

)

Keterangan:

t = Nilai t hitung

̅ = Nilai rataan S = Simpangan baku

(30)

27

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Peternakan Kambing Perah di Sumedang

Heriyadi (2004) menyebutkan bahwa Kabupaten Sumedang memiliki topografi yang berbukit-bukit dengan kemiringan berkisar antara 15%-30%, dengan perbedaan ketinggian antara 50-200 meter. Wilayah Kabupaten Sumedang memiliki ketinggian tempat antara 700-750 meter dari permukaan laut dengan temperatur harian antara 20-29oC, serta kelembaban relatif antara 68%-80%. Curah hujan berkisar antara 1.500-2.200 mm/tahun pada tahun 2002. Kabupaten Sumedang secara geografis terletak antara 107o44’ sampai 08o2 ’ BT dan 6o40’ sampai 7o83’ LS dengan luas wilayah 152.219,95 hektar (Rani, 2004). Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Letak Penelitian (Sumber: Google maps)

Lokasi penelitian berada 15 km dari Ibu Kota Kabupaten Sumedang. Kecamatan Cimalaka-Sumedang memiliki akses yang baik karena dekat dengan jalan utama Sumedang-Tomo. Wilayah Cimalaka dapat dilihat di peta berbatasan dengan wilayah Paseh, Legok Kidul, Mandalaherang dan Legok Kaler.

(31)

28 penambangan pasir. Oleh karena itu keberadaan kambing PE di daerah ini diawali dengan upaya untuk memanfaatkan lahan kritis yakni lahan bekas galian pasir yang sudah tidak dipakai lagi. Daerah penelitian khususnya yang terdapat lokasi galian pasir adalah di Desa Cibeureum Wetan, Kabupaten Sumedang.

Desa Cibeureum Wetan terletak pada 107o60’45” BT di sebelah utara berbatasan dengan Gunung Tampomas, di sebelah selatan dengan Desa Ciuyah Kecamatan Cisarua, di sebelah barat dengan Desa Cibeureum Kulon dan di sebelah timur dengan Desa Legok Kecamatan Paseh. Luas Desa Cibeureum Wetan 394 Ha. Desa Cibeureum Wetan berada pada ketinggian 500-600 m di atas permukaan laut karena berada di kaki Gunung Tampomas, curah hujan rata-rata 2000-2500 mm/tahun dan keadaan suhu rata-rata berkisar antara 23 -31oC.

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap kondisi ternak selain faktor genetik. Interaksi antara genetik dan lingkungan juga memiliki peranan yang penting. Oleh karena itu pengetahuan mengenai kondisi lingkungan sangat diperlukan. Berikut ini merupakan data suhu dan kelembaban yang diamati selama penelitian.

Tabel 6. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Pengamatan di Dalam Kandang

Waktu Suhu (oC) Kelembaban %

Pagi 23,04 68,46

Siang 30,11 37,07

Sore 28,60 43,16

Keterangan : Pagi (08.00 WIB), siang (14.00 WIB), sore (16.00 WIB)

(32)

29 Menurut Ensminger (2002), suhu yang ideal untuk kambing perah berkisar 12,7oC sampai 21,11oC, sementara Smith dan Mangkoewidjojo (1988) melaporkan suhu nyaman bagi kambing berkisar antara 18oC sampai 30oC. Sumedang memiliki temperatur yang berkisar antara 23-30oC, masih berada pada kisaran suhu yang nyaman bagi ternak kambing. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa kisaran suhu yang nyaman bagi ternak kambing cukup besar yakni diantara suhu 20oC sampai 33,5oC.

Daerah tropika basah seperti Indonesia memiliki kelembaban rata-rata harian atau bulanan relatif tetap sepanjang tahun dan umumnya kelembaban lebih dari 60%. Kelembaban udara merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kenyamanan ternak. Udara yang terlalu kering ataupun terlalu basah dapat mempengaruhi keadaan fisiologis ternak dan ternak membutuhkan kelembaban yang ideal yakni berkisar 60%-70%. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa pada pagi hari memiliki kelembaban 68,46%, siang hari 37,07% dan sore hari 43,16%. Oleh karena itu pada siang dan sore hari kondisi ternak tidak nyaman. Kelembaban yang rendah ini karena tempat penelitian berada di lahan kritis bekas galian tambang yang kondisinya gersang dan jarang pohon yang tinggi karena kebanyakan adalah hamparan batu-batuan yang sudah ditelantarkan oleh pengusaha galian pasir.

Sejarah Pengembangan Kambing di Cimalaka

Desa Cibeureum Wetan menjadi daerah penambangan galian pasir telah berlangsung sejak awal tahun 1980. Kegiatan penambangan pasir setelah habis dikuras, lahan galian tersebut dibiarkan begitu saja oleh pengguna. Oleh karena itu, kerusakan lingkungan tidak terelakkan lagi. Lahan bekas galian pasir menjadi tidak produktif dan kondisi tanahnya rusak. Produktivitas lahan di sekitar lahan pasca penambangan menurun akibat adanya penurunan kesuburan tanah. Terlihat adanya perubahan bentang lahan, terdapat banyak gundukan batu-batuan dan cekungan, hilangnya vegetasi serta terjadinya perubahan iklim mikro yakni suhu yang terasa lebih panas dari sebelumnya.

(33)

30 optimal seperti sebelum adanya penambangan baik sebagai unsur produksi, media pengatur tata air maupun sebagai unsur perlindungan alam lingkungan (Zulfahmi, 1996). Kegiatan pemanfaatan lahan kritis ini dipelopori oleh seorang petani pelestari lingkungan yaitu Uha Juhari dari Desa Cibeureum Wetan, Kecamatan Cimalaka.

Tahun 1983, sang perintis atas nama Uha Juhari memulai pemanfaatan lahan kritisnya dengan membeli lahan bekas galian pasir (Tipe C) seluas 100 Bata. Bahan galian Tipe C yaitu bahan galian yang dianggap tidak langsung mempengaruhi hajat hidup orang banyak karena kecilnya jumlah letakan (deposit) bahan galian itu. Upaya untuk mereklamasi lahan tersebut pun sangat lama dilakukan oleh Uha Juhari beserta Keluarga karena lahan yang dibeli dipenuhi dengan batuan tanpa lapisan top soil. Oleh karena itu upaya perataan lahan dan penanaman pohon yang mampu hidup pada lahan seperti itu mulai dilakukan pada tahun 1985. Lahan bekas galian pasir dapat dilihat pada Gambar 9 sedangkan Gambar 10 menunjukkan beberapa penanaman tanaman yang dilakukan untuk mereklamasi lahan bekas tambang.

(34)

31 Gambar 10. Reklamasi dengan Tanaman Gamal dan Reklamasi dengan Buah Naga

Cara yang dilakukan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi tersebut yakni dengan penanaman tanaman yang mampu hidup pada lahan tersebut. Pertumbuhan tanaman tersebut bisa dibantu dengan adanya pemberian bahan amelioran. Bahan amelioran adalah bahan untuk mengkondisikan tanah agar baik untuk tanaman tertentu. Bahan amelioran yang banyak diberikan pada kegiatan rehabilitasi lahan pasca galian tambang adalah pupuk kandang.

Pupuk kandang mempunyai kelebihan diantaranya adalah mudah didapat, harganya murah dan mudah dalam penanganannya. Menurut Abdurahman dan Agus (2001) pupuk kandang mengandung unsur hara dengan konsentrasi yang bervariasi diantara ternak satu dengan yang lainnya tergantung dari jenis ternak, umur, gizi dan kesehatan ternak tersebut. Sabihan et al. (1989) menyatakan bahwa dosis pupuk kandang yang diperlukan dalam pemupukan tergantung dari jenis tanah, jenis tanaman yang diusahakan, bentuk usaha tani dan jumlah pupuk kandang yang tersedia.

Keberadaan kambing di lahan pasca galian pasir ini digunakan oleh peternak sebagai sumber pupuk kandang yang dapat digunakan sebagai pupuk organik untuk menyuburkan lahan sekitar. Pemberian bahan organik mempunyai manfaat antara lain: memperbaiki sifat fisik tanah, hasil pelapukan bahan organik juga merupakan unsur hara yang cukup potensial dan terhadap sifat kimia tanah ialah menambah nilai kapasitas tukar kation dan gudang hara (Abdurachman et al., 1999).

(35)

32 memanfaatkan tanaman gamal tersebut dengan memelihara kambing pada lokasi tersebut dimana kambing yang dipelihara adalah PE.

Pemeliharaan ternak kambing dimulai dengan empat ekor tenak kambing PE gaduhan. Setelah usaha dirasakan bermanfaat dan mendapatkan keuntungan yang cukup baik dari hasil kambing dan susu kambing serta pupuk kandang yang mampu digunakan sebagai penyubur lahan, akhirnya usaha ini dijadikan sebagai mata pencaharian yang tetap. Keberhasilannya tersebut menyebabkan peternak yang lain pun ikut bergabung dengan Uha Juhari membentuk satu Kelompok Ternak Simpay Tampomas pada tahun 1994 dengan jumlah anggota 24 peternak dimana setiap peternak memiliki kambing antara 5-30 ekor.

Sistem Pemeliharaan Terintegrasi

Pemberian pakan di Kecamatan Cimalaka yakni Kelompok Ternak Simpay Tampomas dilakukan secara cut and serve (cut and carry) dimana jenis pakan yang diberikan adalah hijauan tanpa diberikan konsentrat. Hijauan yang diberikan antara lain leguminosa (Gliricidia sepium dan Calliandra sp.) dan rumput lapangan yang tumbuh disekitar kandang–kandang kelompok. Jumlah pakan yang diberikan antara 4-6 kg yang disesuaikan dengan ukuran bobot badan dan jumlah kambing yang terdapat pada kandang kelompok.

Rumput gamal diberikan kepada ternak hanya pada musim penghujan dimana keberadaan tanaman gamal sangat banyak sedangkan pada musim kering tanaman gamal tidak banyak diberikan karena terbatas. Kaliandra merupakan hijauan yang banyak diberikan kepada ternak kambing karena keberadaan kaliandra cukup banyak di kaki gunung Tampomas. Banyaknya kaliandra juga didukung dari berbagai bantuan yang datang untuk Peternakan Simpay Tampomas dalam memenuhi kebutuhan pakan kambing oleh Dinas terkait.

(36)

33 Usaha peternakan kambing pada hakikatnya akan menghasilkan limbah ternak yakni kotoran. Limbah tersebut dijadikan pupuk. Pupuk tersebut lebih banyak digunakan untuk tanaman buah naga. Peternakan Simpay Tampomas memiliki sekitar 5 hektar lahan bekas galian pasir yang khusus untuk budidaya buah naga. Produktivitas buah naga yang dihasilkannya pun sangat tinggi karena dari 3 hektar lahan akan menghasilkan buah naga konsumsi sebanyak 36 ton per tahun.

Gambar 11. Budidaya Buah Naga

Pemeliharaan kambing PE di Kabupaten Sumedang dilakukan secara intensif dimana kambing-kambing ditempatkan sepanjang hari pada kandang tertutup dan dikeluarkan pada hari-hari tertentu, seperti pada waktu menjelang beranak, perawatan rutin, sakit dan bila akan dijual. Pemeliharaan secara intensif ini dilakukan untuk melaksanakan proteksi maksimal dari faktor lingkungan yang tidak terkontrol dan memberikan kontrol yang lengkap terhadap kebiasaan kambing yang merusak. Devendra (1993) menambahkan bahwa kambing perah di daerah tropis dikelola dengan produksi intensif (tanpa pengembalaan).

(37)

34 Penyakit yang menyerang ternak pada waktu penelitian yaitu penyakit kembung dan mencret, tindakan yang dilakukan yakni penyembuhan dengan pemberian obat. Tomaszewska et al. (1993) menyatakan bahwa perut kembung (bloat) terjadi karena ternak memakan pakan yang cepat terfermentasi, tetapi pengeluaran gas tidak mampu diimbangi. Makanan yang bisa menyebabkan hal ini adalah golongan leguminosa dan hijauan basah. Pakan yang banyak diberikan selama penelitian ini adalah kaliandra. Kaliandra tersebut tidak dibedakan antara yang muda dan yang tua, semuanya dicampur oleh peternak atau tergantung dari ketersediaan di lapangan. Kaliandra dan Piper aduncum yang diberikan pada penelitian ini diberikan dalam keadaan segar sehingga bisa jadi ternak yang terkena penyakit ini memakan pakannya dengan lahap dan cepat. Pencegahan yang bisa dilakukan adalah dengan memberikan pakan yang sudah kering dari embun pagi, pemberian leguminosa jangan terlalu banyak dan pemberian daun muda harus dihindari. Tindakan lainnya yang bisa dilakukan jika terjadi bloat adalah dengan mencekokkan minyak kelapa kepada ternak tersebut. Penyakit kembung pada penelitian ini diberi pengobatan per oral (melalui air minum) yakni dengan pemberian air minum Lasegar. Hal ini dilakukan karena ketersediaan obat tradisional pada lahan seperti bekas galian pasir sulit ditemukan dan lebih praktis dilakukan oleh peternak.

Mencret pada kambing diobati dengan pemberian obat dalam yakni pemberian obat Diapet satu kapsul dan air gula merah untuk menstabilkan kembali kondisinya akibat konsumsi pakan yang sedikit. Penyakit diare dialami oleh ternak kambing pada awal perlakuan pemberian konsentrat. Hal ini terjadi karena ternak belum beradaptasi dengan pakan baru yang diberikan. Diare menyerang kambing Etawah yang disebabkan makanan sejenis yang berlebihan atau karena kambing memakan hijauan makanan ternak yang berupa daun yang masih terlalu muda yang berlebihan (Tomaszewska et al., 1993).

(38)

35 pemerahan diberikan antibiotik. Hal lainnya yang menyebabkan kesehatan ternak induk laktasi terjaga adalah selektifnya peternak dalam menjaga kesehatan ternak induk laktasi. Tindakan kebersihan yang terjaga tersebut dikarenakan peternak memahami akan adanya penyakit yang dapat menyerang pada ternak perah seperti penyakit mastitis jika kebersihan tidak terjaga.

Keterbatasan air yang dialami Kelompok Ternak Simpay Tampomas disebabkan penambangan pasir yang semakin banyak dilakukan pada lahan yang bersebelahan dengan peternakan. Wardoyo et al. (1999) menyatakan bahwa dampak fisik akibat penambangan pasir adalah terganggunya jalur aquifer air tanah akibat dari adanya kegiatan pemotongan bukit yang akan diambil pasirnya. Aquifer air tanah merupakan sumber air tanah bagi masyarakat. Posisi Kelompok Ternak Simpay Tampomas lebih tinggi dari lahan yang sekarang masih aktif dilakukan penggalian sehingga jalur aquifer semakin rendah dan bisa juga berubah. Oleh karena itu pasokan air sangat terbatas.

Keterbatasan air menyebabkan ternak kambing di Kelompok Ternak Simpay Tampomas tidak diberikan air minum. Kebutuhan air didapatkan oleh ternak hanya dari pakan yang diberikan. Air yang ada hanya cukup untuk digunakan sebagai air cucian untuk ternak kambing perah induk laktasi sebelum dilakukan pemerahan. Padahal air bagi ternak berfungsi sebagai komponen utama dalam metabolisme tubuh dan sebagai faktor utama dalam kontrol temperatur tubuh. Oleh karena itu, peternak mengupayakan pembuatan kolam-kolam penampungan air hujan sehingga diharapkan mampu memenuhi kebutuhan air untuk musim kemarau.

Performa Kambing PE Muda

Penelitian pertama mengenai performa kambing PE muda menggunakan kambing PE jantan sebanyak 12 ekor. Bobot tubuh awal kambing PE sebelum mendapatkan perlakuan yaitu berkisar antara 10,5-14,5 kg dengan rataan 12,6 kg. Devendra (1993) menyatakan bahwa berat badan mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi daging. Salah satu faktor yang mempengaruhi berat badan adalah pakan yang diberikan kepada ternak, sehingga respon yang baik akan diperoleh ketika ternak diberikan pakan yang memiliki kualitas dan kuantitas yang baik.

(39)

36 (2008) untuk kambing jantan pada usia 0,5 tahun sampai 1 tahun bobot badannya mecapai 29±5 kg sedangkan menurut Sutama dan Budiarsana (1997) berat badan sapih pada kambing PE berkisar antara 8,6-12,7 kg dan pada umur 12 bulan akan meningkat sampai berat badan 15,4-20,5 kg.

Zurriyati (2005) menambahkan bahwa adanya Pertambahan Bobot Badan Harian (PBBH) pada umur yang relatif sama diantara ternak kambing disebabkan oleh keragaman individu (variasi genetik), tatalaksana pemeliharaan dan kondisi lingkungan yang berbeda. Ternak mempunyai kemampuan yang berbeda dalam beradaptasi dengan perubahan lingkungan sekitarnya yakni dengan adanya perubahan pakan sehingga dapat menyebabkan adanya pertambahan bobot badan ternak kambing yang berbeda pula.

Performa ternak dapat dilihat dari nilai PBBH. PBBH erat hubungannya dengan pertumbuhan karena dengan adanya PBBH menggambarkan kondisi ternak untuk tumbuh. Hasil yang diperoleh dari 56 hari terhadap kambing PE jantan, didapatkan rataan PBBH dari masing-masing ternak tersebut yang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7. Rataan PBBH Berdasarkan Pakan dan Waktu Pemberian yang Berbeda

Waktu Pemberian Jenis Pakan Rata-rata

P1 P2

W1 74,41a±11,89 44,64b±2,73 59,52±18,10

W2 43,45b±3,57 38,69b±5,16 41,07±4,52

Rata-rata 58,93±18,63 41,66±5,13

Keterangan: P1 = Hijauan & Konsentrat, P2 = Hijauan, W1 = P & So, dan W2 = Si & So. P = pagi

(08.00 WIB), Si = Siang (14.00 WIB), So = Sore (16.00 WIB). Superscript yang berbeda

(a,b) pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

PBBH ternak sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ternak dan lingkungannya. Pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu jenis ternak, umur, keadaan genetik, lingkungan, kondisi ternak, manajemen tata laksana dan total protein yang diperoleh ternak dari pakan yang dikonsumsi.

(40)

37 mendapatkan tambahan pakan konsentrat. Ternak yang diberikan pakan pada waktu pemberian W1 nilai PBBHnya sangat nyata lebih tinggi (P<0,01) bila dibandingkan dengan ternak yang diberikan pakan pada waktu pemberian W2. Interaksi antara pengaruh pemberian pakan (P) dan waktu yang berbeda (W) pada ternak kambing PE menunjukkan hasil yang significant (P<0,05) berdasarkan analisis rancangan acak lengkap pola dua arah. Hal ini dapat dilihat dari tingginya PBBH ternak kambing jantan muda yang diberikan perlakuan pakan P1 pada waktu pemberian W1 dibandingkan dengan ternak yang diberikan perlakuan pakan P2 pada waktu pemberian pakan W2. Selanjutnya, rataan PBBH kambing PE berkisar antara 38,69-74,41 gram/ekor/hari (lihat Tabel 7) dan grafik rataan pertambahan bobot badan kambing selama perlakuan dapat dilihat pada Gambar 12.

Hasil pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian Anastasia (2007) dengan pemberian pakan komplit yang mengandung Protein Kasar (PK) 12,05% menghasilkan PBBH pada kambing sebesar 78,70 gram/ekor/hari. Namun, PBBH yang diperoleh pada penelitian jauh lebih tinggi bila dibandingkan dengan data yang diperoleh Sutama dan Budiarsana (1997), dimana pada pemeliharaan yang berbeda pada kambing PE menghasilkan PBBH sebesar 27-65,4 gram/ekor/hari. Hasil yang diperoleh pada penelitian ini juga memiliki nilai yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil yang diperoleh Hastono (2003) yakni kambing usia disapih sampai 6 bulan memiliki PBBH jantan dan betina berturut-turut yakni 39,3 gram/hari dan 39,4 gram/hari sedangkan pada usia 6 bulan sampai 9 bulan PBBH berturut-turut untuk jantan dan betina yakni 43 gram/hari dan 30 gram/hari.

Gambar 12. Grafik Nilai Rataan PBBH

(41)

38 yaitu 74,41 gram/ekor/hari. Hal ini diduga karena adanya interaksi positif dari waktu yang panjang pada ternak untuk mengkonsumsi pakan yang diberikan dibandingkan dengan waktu pemberian pakan pada W2.

Perbedaan lama waktu makan memberikan perbedaan kecernaan komponen zat makanan pada kambing yang berbeda pula. Pemberian pakan yang lebih lama akan menyebabkan waktu yang lebih lama untuk meregurgitasi pakan lebih sempurna. Kondisi tersebut akan memberikan kesempatan yang lebih lama bagi mikroorganisme untuk mengurai zat makanan lebih sempurna. Hal ini yang menyebabkan PBBH ternak kambing jauh lebih tinggi daripada perlakuan pemberian pakan P2 dengan waktu pemberian pakan W2 yang biasa dilakukan oleh peternak. Semakin banyak pakan yang terkonsumsi maka semakin tinggi PBBH.

Pertambahan bobot badan yang tinggi akan menghasilkan bobot akhir yang tinggi pula. Selain adanya perbedaan waktu pemberian pakan Cheke (1999) mengemukakan bahwa jenis pakan dapat mempengaruhi PBBH ternak. Penambahan konsentrat sebanyak 100 gram/ekor/hari baik pada waktu pemberian pakan W1 maupun W2 memberikan peningkatan bobot badan yang jauh lebih tinggi dibandingkan tanpa adanya penambahan konsentrat. Menurut Ensminger (2002), untuk memacu pertumbuhan dapat dilakukan dengan pemberian pakan tambahan yang terdapat pada pakan, dalam pengkajian ini berupa konsentrat sebesar 100 g/ekor/ hari. Pakan tambahan akan berpengaruh terhadap asupan bahan kering ternak dan komponen nutrisi lainnya.

(42)

39 Gambar 12 memperlihatkan perbedaan antara waktu pemberian pakan yang sangat jelas. Perlakuan pemberian pakan pada waktu W1 baik pada perlakuan pakan P1 maupun P2 memiliki nilai PBBH yang lebih tinggi dibandingkan dengan waktu pemberian pakan W2. Hal ini terjadi karena pada waktu W1 keadaan suhu lingkungan ternak masih rendah sehingga energi ternak tidak banyak terbuang untuk menstabilkan kondisi tubuh dan ternak lebih nyaman untuk mengkonsumsi pakan yang diberikan. Oleh karena itu, energi yang masuk kedalam tubuh ternak kambing digunakan secara efektif untuk produksi daging dan terjadinya heat increament lebih kecil dibandingkan dengan waktu pemberian W2.

Taylor dan Field (2004) menyatakan bahwa ternak yang berada pada zona nyaman (thermal neutral zone) yakni pada temperatur yang sesuai dengan ternak tersebut maka akan terjadi efisiensi performa yang maksimal dan kesehatan yang optimal. Sebaliknya jika ternak berada pada zona tidak nyaman maka energi metabolis pertama kali akan digunakan oleh ternak untuk proses hemeostatis daripada untuk produksi.

Konsumsi Bahan Kering

Pakan adalah salah satu faktor yang sangat menentukan disamping mutu bibit dan tatalaksana dalam menghasilkan produksi ternak karena akan mampu memperbaiki performa ternak baik itu dari segi jumlah maupun mutu pakan yang diberikan. Pemberian pakan pada ternak kambing dalam penelitian ini disesuaikan dengan kebiasaan peternak dari segi hijauan yang diberikan sedangkan tambahannya berupa tambahan konsentrat untuk beberapa perlakuan.

Konsumsi merupakan faktor esensial yang merupakan dasar untuk ternak melangsungkan kehidupannya serta menentukan produksi. Tingkat konsumsi dapat menentukan kadar suatu zat makanan dalam ransum yang diberikan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Tingkat konsumsi pakan dapat menentukan kadar nutrien dalam ransum untuk memenuhi hidup pokok dan produksi (Parakkasi, 1999).

(43)

40 pencernaan juga meningkat (Ensminger, 1990). Rataan konsumsi bahan kering, efisiensi pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC) pada kambing PE jantan muda selama perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Konsumsi Bahan Kering, Efisiensi Pakan dan IOFC berdasarkan Pakan dan Waktu Pemberian yang Berbeda

Rataan konsumsi bahan kering pada penelitian ini berkisar antara 435,59– 473,87 gram/ekor/hari (Tabel 8). National Research Council (1981) menyatakan bahwa kebutuhan nutrisi ternak kambing yakni konsumsi bahan kering sebesar 500– 840 gram untuk bobot 10–20 kg. Hal ini menunjukkan bahwa pakan yang diberikan pada penelitian ini jika dibandingkan dengan National Research Council (1981), ternak kambing belum memenuhi kebutuhan bahan kering.

(44)

41 adanya aktivitas regurgitasi yang berbeda dimana pemberian waktu makan yang lebih lama akan meregurgitasi pakan lebih sempurna. Hal ini bisa terlihat jelas pada Gambar 13.

Konsumsi pakan pada waktu pemberian pakan W2 dan perlakuan pakan P2 (Tabel 8) menunjukkan konsumsi pakan kambing jantan muda sebanyak 435,59 gram/ekor/hari. Namun, ketika pemberian hijauan dilakukan pada waktu W1, konsumsi bahan kering ternak meningkat menjadi 459,01 gram/ekor/hari. Sehingga baik pada perlakuan pakan P1 maupun P2, nilai konsumsi bahan kering akan lebih banyak pada waktu pemberian pakan W1.

Rataan tingkat konsumsi pakan kambing pada penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan rataan tingkat konsumsi pakan pada penelitian Anastasia (2007) menghasilkan rataan konsumsi pakan sebesar 501,94 gram/ekor/hari. Hal ini disebabkan oleh perbedaan jenis ternak, kondisi lingkungan dan pakan yang digunakan. Konsumsi dipengaruhi oleh palatabilitas pakan hal ini dapat dilihat dari pakan tambahan konsentrat yang diberikan pada awalnya tidak disukai oleh ternak kambing. Namun dengan adanya waktu adaptasi yang diberikan kepada ternak dan pemberian lebih awal untuk konsentrat sebelum hijauan umumnya konsentrat habis dikonsumsi untuk hari berikutnya.

Konsumsi Kandungan Nutrisi Pakan

Kebutuhan nutrisi ternak bervariasi antar spesies ternak dan umur fisiologis ternak tersebut (Haryanto, 1992). Ternak memperoleh zat-zat makanan yang diperlukan bersumber dari pakan yang diberikan dimana komponen-komponen

473,87

Gambar 13. Grafik Rataan Konsumsi Bahan Kering

(45)

42 nutrisi yang diperlukan ternak secara garis besar adalah: energi, protein, mineral dan vitamin. Perlakuan pakan dengan pemberian pakan leguminosa yang nilai nutrisi protein lebih tinggi maka memungkinkan pertumbuhan ternak jantan muda akan lebih baik (Zurriyati, 2005). Ternak pada fase pertumbuhan lebih membutuhkan protein dibandingkan dengan energi dengan catatan bahwa energi bukan merupakan faktor pembatas.

Alasan diberikannya kaliandra dan Piper aduncum adalah ketersediaan yang cukup banyak pada musim kemarau karena penelitian ini dilakukan pada musim kemarau. Kaliandra sendiri banyak diberikan kepada ternak kambing karena palatabilitas dan kandungan nutrisinya disukai ternak. Menurut National Academy of Science (1980), hijauan kaliandra memiliki PK 22%, SK 34%-75%, lemak 2%-3%, abu 4,5%-5% serta produksi 1-10 ton bahan kering/ha/tahun. Namun berdasarkan analisa yang dilakukan pada pakan kaliandra yang diberikan pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai kandungan nutrisinya sebagai berikut: PK 21,84%, SK 17,32%, LK 3,24% dan abu 12,31%. Data tersebut memperlihatkan bahwa pada nilai kandungan PK tidak terlalu jauh perbedaannya dengan nilai kandungan nutrisi dari pakan yang terdapat di lahan pasca galian pasir dengan hasil National Academy of Science (1980). Konsumsi nutrien pakan pada penelitian ini antara lain konsumsi abu, protein kasar, serat kasar, lemak kasar dan Beta-N.

Gambar

Gambar 2.  Kambing PE Betina Dewasa
Tabel 4. Bobot Badan Kambing PE pada Berbagai Sistem Pemeliharaan
Gambar 5.  Rumput Gajah dan Gamal
Gambar 7.  Kandang PE Induk Laktasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegagalan material SA-210C ini dianalisa akibat tekanan internal maksimum fluida yang melewati pipa pada lokasi 1 melebihi perhitungan yang diizinkan, dengan penyebab

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasannya, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar kognitif yang signifikan antara Kelas Eksperimen

Selari dengan dapatan kajian, maka jelas menunjukkan bahawa di IPG , masalah transisi juga sewajarnya diberikan perhatian dalam kalangan pelajar kerana perubahan yang

Berdasarkan latar belakang penelitian dan landasan teori yang dikemukakan, maka hipotesis sementara penelitian ini adalah terdapat pengaruh antara motivasi dan kompetensi

Hasil analisis menunjukkan bahwa peringkat pertama dalam kasus sangat dipertimbangan investor dalam mengambil keputusan investasi adalah Analisis terhadap laporan keuangan

Analisis data dilakukan secara diskriptif dengan fokus ke atas pola belanjawan, amalan penelitian, penilaian perbelanjaan dan perancangan kewangan secara konsisten

3 Senada dengan hal tersebut Nasaruddin Umar yang menyatakan bahwa Islam memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual maupun urusan

Namun kemudian, sebagai- mana dikemukakan oleh Muhammad Hami- dullah, secara bertahap, berdasarkan wahyu (al-Qur’an) dan sunnah Nabi Muhammad, sistem sosial yang