SECARA
IN VITRO
IIN SYAHNURI BARUS
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Induksi Multiplikasi Tunas dan Aplikasi AgNO3 pada Planlet Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz.) secara In Vitro adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya teks dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
RINGKASAN
IIN SYAHNURI BARUS. Induksi Multiplikasi Tunas dan Aplikasi AgNO3 pada Planlet Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz) secara In Vitro. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA dan SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Ubi kayu (Mannihot esculenta Crantz.) merupakan salah satu sumber pangan penting di Indonesia bahkan di dunia. Permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan produksi ubi kayu adalah ketersediaan bibit yang terbatas. Salah satu strategi mengatasi masalah tersebut yaitu peningkatan produksi ubi kayu dengan menggunakan teknologi in vitro.
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama terdiri atas dua bagian yaitu induksi multiplikasi ubi kayu secara in vitro bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa taraf konsentrasi sitokinin terhadap multiplikasi ubi kayu dan mengetahui pertumbuhan bahan tanam berupa setek mini ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4 dan UJ 5. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama merupakan komposisi zat pengatur tumbuh kinetin (0, 3, 6, 9 ppm) dan BAP (0, 3, 6, and 9 ppm) dan faktor kedua varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4, dan UJ 5). Hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah daun tertinggi (4.50 helai daun) terjadi pada varietas UJ 5 yang dikulturkan pada media MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P. Hari muncul tunas tercepat (3 HSP) varietas Adira 4 dan Malang 4 terjadi pada planlet yang dikulturkan pada media MS0, sedangkan varietas UJ 5 terjadi pada planlet yang dikulturkan pada media MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P. Berdasarkan hasil analisis kontras diketahui penggunaan BAP lebih sesuai untuk Adira 4 karena menghasilkan jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kinetin. Kinetin lebih sesuai untuk UJ 5 karena menghasilkan jumlah buku dan jumlah tunas, yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan BAP. Sebagai pembanding, perbanyakan tanaman menggunakan setek mini 2-3 buku (in vivo) juga dilakukan dalam sub percobaan terpisah. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4 dan UJ 5). Hasil percobaan menunjukkan bahwa varietas ubi kayu tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek mini ubi kayu. Berdasarkan hasil uji-t diketahui bahwa jumlah daun dan jumlah tunas ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 yang diperbanyak dengan setek mini (in vivo) lebih tinggi dibandingkan pada percobaan in vitro saat 5 minggu setelah tanam.
Cassava Planlet (Mannihot esculenta Crantz.). Supervised by NURUL KHUMAIDA and SINTHO WAHYUNING ARDIE.
Cassava in one of an important source of carbohydrate in Indonesia and in the world. Increasing cassava production has a very important role of world food sufficiency. The problem that is faced in the expansion of cassava production is the limited seedling availibility. One of the strategy to solve that problem is increasing the cassava production by using modern technologhy that can help the continuation availibility and the production. In vitro technology is one of modern technology that is growing in Agriculture.This research was conducted in the in vitro laboratory, Bogor Agriculture University, from October 2011 until March 2013. This research was consisted of two experiments. The objective of the first experiment was to determine the suitable cytokinin type and concentration in the in vitro shoot multiplication of three cassava varieties. The first experiment was arranged in the randomized complete design with two factors and eight replications. The first factor was type of cytokinin,i .e kinetin (0, 3, 6, 9 ppm) and BAP (0, 3, 6, and 9 ppm). The second factor was cassava variety consisted of Adira4 , Malang 4, and UJ 5. The result showed that the higher number of leave (4.50) produced by UJ 5 were obtained in MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P.
The emerging shoot of Adira 4 and Malang 4 was occured in MS0 medium three days after cultured, whereas emerging shoot of UJ 5 was occured in MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm CA-P. Based on contrast anlysis, BAP is more appropriate for Adira 4 because it produced a higher number of leaves than the use of kinetin. Kinetin is more appropriate for UJ 5, especially in generating the number of nodes and number of shoots. In vivo propagation using mini stem cutting 2-3 nodes) was also conducted in a separate experiment. This experiment was arraged in the randomized complete design with one factor. The factor was type of varieties (Adira 4, Malang 4 and UJ 5). The result showed that cassava varieties had no significant effect on the growth of in vivo propagation of cassava mini stem cutting. Student analysis was conducted to compare the efficiency of in vitro and in vivo propagation method. The result showed that in vivo propagation using mini stem cutting resulted in higher number of leaves and shoot on Adira 4, Malang 4 and UJ 5 varieties compared to those on in vitro propagation method at 5 weeks after planting.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
SECARA
IN VITRO
IIN SYAHNURI BARUS
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Nama
NP
: lin Syahnuri
: A2531 00211
. '
Dr Ir Nurul Khumaida MSi Ketua
Ketua Progrm Studi
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr.Sintho Ardie SP MSi Anggota
Dikethui oleh
Dekn Sekolh Pascasarjna
Pemulin dan Bioteknologi Tnmn
Dr Ir Yudiwnti Whyu EK MS Dr Ir Drul Syah MSc Agr
PRAKATA
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan kasihNya sehingga tesis yang berjudul “Induksi Multiplikasi Tunas dan Aplikasi AgNO3 pada Planlet Ubi Kayu (Mannihot esculenta Crantz.) secara In vitro” dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr Ir Nurul Khumaida MSi dan Dr Sintho Wahyuning Ardie SP MSi selaku komisi pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama perencanaan, pelaksanaan, dan penulisan tesis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dosen penguji Dr Dewi Sukma SP MSi dan kepada Ketua Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK MS. Terimakasih kepada yang tercinta kedua orang tua Bapak Syaban Barus dan Ibu Nurhayati Limbeng dan adikku Andreas Barus serta seluruh keluarga atas doa, restu, dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan pascasarjana di IPB. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Chandra Catur Nugroho, Siti Kholifah dan Vina Novita serta seluruh teman-teman di Laboratorium Kultur Jaringan III, kemudian kepada teman-teman S2 dan S3 PBT angkatan 2010 dan teman-teman Life Youth GSJA Betlehem atas kebersamaan, doa, dukungan dan motivasinya selama ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Hibah Pascasarjana DP 2 M DIKTI untuk dana penelitian. Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, 28 Agustus 2014
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR LAMPIRAN vii
1 PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 3
Hipotesis Penelitian 3
Ruang Lingkup Penelitian 3
2 TINJAUAN PUSTAKA 6
Botani Ubi Kayu 6
Kultur Jaringan Tanaman 7
Media Kultur Jaringan 8
Perbanyakan Ubi kayu 9
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) 9
AgNO3 (Perak nitrat) 10
3 INDUKSI MULTIPLIKASI TUNAS UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.) secara IN VITRO dan IN VIVO 11 Abstrak 11 Abstract 12 Pendahuluan 12
Bahan dan Metode 13
Analisis Data 14
Hasil dan Pembahasan 15
Simpulan 25 4 APLIKASI AgNO3 PADA TUNAS UBI KAYU (Manihot esculenta Crantz.)
VARIETAS UJ 5 SECARA IN VITRO 25 Abstrak 25 Abstract 26 Pendahuluan 26
Bahan dan Metode 27
Analisis Data 27
Hasil dan Pembahasan 28
Simpulan 33
PEMBAHASAN UMUM 33
SIMPULAN DAN SARAN 34
Simpulan 34 Saran 34
DAFTAR PUSTAKA 35
LAMPIRAN 39
DAFTAR TABEL
1. Interaksi varietas ubi kayu dan komposisi media pada peubah jumlah
daun saat 7 MSP 16
2. Pengaruh komposisi media terhadap peubah jumlah buku, jumlah daun, dan jumlah tunas pada kultur in vitro ubi kayu hingga 8 MSP 17 3. Pengaruh varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 terhadap
peubah jumlah buku, jumlah daun, dan jumlah tunas pada kultur in
vitro hingga 8 MSP 18
4. Uji korelasi pada kultur in vitro ubi kayu saat 8 MSP 20 5. Pengaruh komposisi media terhadap peubah jumlah daun gugur pada
kultur in vitro hingga 8 MSP 21
6. Pengaruh varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 terhadap peubah jumlah daun gugur pada kultur in vitro hingga 8 MSP 21 7. Uji kontras ortogonal antar jenis sitokinin 22 8. Hasil analisis uji-t varietas Adira 4 22 9. Pengaruh varietas ubi kayu terhadap tinggi tanaman (cm) 23 10. Pengaruh varietas ubi kayu terhadap jumlah tunas 24 11. Pengaruh varietas ubi kayu terhadap jumlah daun pada beberapa
varietas ubi kayu 24
12. Analisis uji t pada perlakuan in vitro dan in vivo ubi kayu saat 5 MSP 25 13. Pengaruh komposisi media terhadap jumlah buku dan jumlah
daun pada 8 MSP serta jumlah daun baru dan jumlah daun senesen
selama 8 MSP 29
14. Uji kontras ortogonal antar MS0 dan MS + AgNO3 29
15. Uji kontras ortogonal antar MS0 dan MS + AgNO3 + BAP 29
16. Uji kontras ortogonal antar MS + AgNO3 tunggal dan MS + AgNO3
+ BAP 29
17. Jumlah dan persentase eksplan bertunas dan berkalus 31 18. Pengaruh komposisi media terhadap skor warna planlet berdasarkan
analisis Kruskal wallis 32
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka berpikir penelitian induksi multiplikasi tunas dan aplikasi AgNO3 pada planlet ubi kayu secara in vitro 5
2. Eksplan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) varietas Adira 4 a) eksplan awal berupa single node, b) eksplan berumur 1 minggu
setelah kultur (MSK) 14
3. Setek mini ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) varietas Adira 4,
Malang 4, dan UJ 5 pada bak tanam 14
4. Eksplan ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) yang terkontaminasi. Tanda panah menunjukkan (a) cendawan dan (b) bakteri. 15 5. Rata-rata hari muncul tunas ubi kayu varietas UJ 5, Malang 4, dan
6. Gugur daun (senesen) yang terjadi pada: (a) Adira 4, (b) Malang 4, (c)
UJ 5 21
7. Keragaan planlet ubi kayu varietas Adira 4 (a) Planlet Nugroho (2010)
dan (b) Planlet pada penelitian ini 23
8. Pertumbuhan tunas pada setek mini ubi kayu pada 5 MST 24 9. Skor warna planlet ubi kayu: (0) Putih; (1) Hijau muda; (2) Hijau tua;
(3) Coklat 27
10. Keragaan planlet ubi kayu genotipe UJ 5 pada semua media kultur
pada 0 MSP 30
11. Keragaan planlet ubi kayu genotipe UJ 5 pada semua media kultur
pada 8 MSP 31
12. Planlet pada 8 MSP A) Planlet pada media MS0 (kontrol); B) Planlet pada media MS + 80 ppm AgNO3; C) Planlet pada media MS + 3
ppm BAP + 80 ppm AgNO3 32
DAFTAR LAMPIRAN
1. Komposisi Media Murashige-Skoog 40
2. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas, komposisi media dan interaksinya terhadap peubah pertumbuhan pada varietas Adira 4, Malang 4, UJ 5 secara in vitro 41 3. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh varietas ubi kayu secara in vivo 42 4. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh komposisi media terhadap peubah
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan merupakan salah satu hal yang sangat dibutuhkan dalam kehidupan manusia. Meningkatnya jumlah manusia menyebabkan tingkat konsumsi pangan juga meningkat. Upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan harus terus dilakukan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah melalui penganekaragaman pangan. Penganekaragaman pangan adalah suatu proses mengembangkan produk pangan yang tidak tergantung hanya pada suatu bahan pangan saja, tetapi juga memanfaatkan berbagai macam bahan pangan (Suryana 2009). Diversifikasi atau penganekaragaman pangan bukan merupakan isu baru, karena sudah disosialisasikan sejak dikeluarkan Inpres No. 14 tahun 1974 tentang Perbaikan Menu Makanan Rakyat (UPMMR). Inti dari instruksi tersebut adalah untuk lebih meningkatkan keanekaragaman jenis dan meningkatkan mutu gizi makanan rakyat, baik kualitas maupun kuantitasnya (Ariani 2003). Hal ini berarti orientasi pangan utama tidak hanya beras tetapi juga memanfaatkan bahan pangan lain seperti umbian sebagai sumber pangan alternatif. Salah satu jenis umbi-umbian yang dapat dijadikan sumber pangan alternatif adalah ubi kayu.
Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz.) menjadi salah satu sumber pangan penting bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di dunia. Ubi Kayu merupakan bahan pangan pokok terpenting kedua di Afrika, dimana banyak petani berpenghasilan rendah menanam ubi kayu ini di lahan marjinal dengan biaya murah dan dapat menghidupi lebih dari 300 juta orang di daerah tersebut (Nweke et al. 2002). Ubi Kayu merupakan tanaman pangan non beras yang memiliki kandungan gizi yang baik. Kandungan karbohidrat ubi kayu sebesar 34.7 g (100g)-1 dan mengandung protein 1.2 g(100g)-1 (Soetanto 2008). Menurut Suwarto (2009), di Indonesia banyak klon-klon unggul ubi kayu yang telah dilepas diantaranya adalah Adira 1, Adira 2, Adira 4, Malang 1, Malang-2, dan Darul Hidayah.
Dewasa ini ubi kayu tidak hanya digunakan sebagai bahan baku industri pangan, tetapi juga sudah banyak digunakan sebagai sumber energi alternatif berbahan nabati (bioenergi). Industri bahkan berkembang sangat baik terutama setelah negara-negara maju mulai mengaplikasikan bioenergi sebagai sumber energi alternatif selain sebagai bahan baku industri dalam bentuk alkohol (Night 2009). Indonesia memilih ubi kayu sebagai komoditas utama penghasil bahan bakar nabati salah satunya adalah untuk menjaga kestabilan harga ubi kayu (Prihardana 2007). Ubi Kayu juga dijadikan sumber pakan nabati oleh para peternak seperti parutan ubi kayu mentah yang digunakan untuk pakan ayam buras di DKI Jakarta (Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian 1996). Oleh sebab itu, ubi kayu memiliki prospek pemanfaatan dan pengembangan yang besar.
2
dalam jumlah yang besar dan memenuhi kualitas yang ditetapkan. Para petani sebagai produsen bahan baku industri membutuhkan banyak bibit yang berkualitas untuk dapat memenuhi permintaan industri. Petani biasanya menggunakan setek batang ubi kayu musim sebelumnya. Akan tetapi, penggunaan setek batang secara berulang-ulang dapat mengakibatkan terjadinya penurunan hasil pada ubi kayu.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa pada
tahun 2011-2013 produksi ubi kayu di Indonesia secara berturut-turut adalah 24 044 025 ton, 24 177 372 ton, dan 23 824 008 ton (BPS 2013). Produksi yang
tinggi tersebut tidak didukung dengan pertambahan luas panen yang signifikan. Luas lahan panen ubi kayu pada tahun 2013 (1 061 254 ha) menurun dibandingkan pada tahun 2011 (1 184 696 ha) (BPS 2013). Hal ini mengakibatkan kurangnya ketersediaan ubi kayu, sehingga pada tahun 2012 Indonesia mengimpor ubi kayu hingga 2 023 000 ton dari Thailand (FAO 2011) untuk memenuhi kebutuhan ubi kayu di Indonesia.
Penggunaan setek batang sebagai bahan tanam bukan merupakan cara yang efektif dan efisien. Adanya hama dan penyakit, seperti virus ubi kayu yang sering disebut Cassava Mosaic virus (CMV), yang sering menyerang ubi kayu ini merupakan ancaman yang dapat menurunkan tingkat produksi ubi kayu. Meskipun masalah ini belum menjadi masalah serius di Indonesia, hal ini tentu saja perlu diwaspadai petani ubi kayu. Meskipun dengan teknologi konvensional telah mampu menciptakan varietas unggul berproduksi tinggi, namun teknologi ini belum mampu untuk menghasilkan varietas yang tahan terhadap hama dan penyakit. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan adalah dengan teknologi kultur jaringan. Teknologi kultur jaringan (in vitro) dapat melengkapi teknologi konvensional yang sudah ada.
Hampir semua tanaman dapat diperbanyak dengan kultur jaringan dan dapat menghasilkan tanaman dalam jumlah banyak dalam waktu yang singkat. Bahan tanaman yang digunakan untuk kultur jaringan berukuran lebih kecil dan tidak banyak bila dibandingkan dengan perbanyakan konvensional (Gunawan 1992). Penelitian perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan telah banyak dilakukan. Penelitian yang dilakukan mencakup pembentukan tunas baru (multiplikasi tunas) melalui kombinasi media dan zat pengatur tumbuh (Joseph et al. 1999; Onuoch dan Onwubiku 2007; Nugroho 2011; Khumaida dan Fauzi 2013).
Teknik perbanyakan secara kultur jaringan biasanya menggunakan zat pengatur tumbuh (ZPT) untuk merangsang percepatan pertumbuhan eksplan. Menurut Wattimena (1989) peranan ZPT sangat besar dalam perbanyakan secara kultur jaringan. Gunawan (1992) menambahkan bahwa auksin dan sitokinin merupakan dua golongan ZPT yang sering dipergunakan untuk mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ.
dalam perbanyakan in vitro tanaman adalah 6-benzylaminopurine (BAP) dan kinetin. Hal ini dikarenakan BAP lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia, dapat disterilisasi, dan efektif.
Penelitian multiplikasi tunas ubi kayu telah banyak dilakukan namun terdapat kendala yang dihadapi salah satunya yaitu tingginya tingkat senesen pada planlet ubi kayu. Tingkat senesen yang tinggi ini menjadi penghambat dalam penyediaan mother stock ubi kayu. Penggunaan AgNO3 dalam penelitian ini
diharapkan mampu menekan laju senesen pada planlet ubi kayu.
Tujuan Penelitian
1. Mempelajari pengaruh beberapa taraf konsentrasi BAP dan kinetin terhadap multiplikasi tunas ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5.
2. Mempelajari aplikasi konsentrasi AgNO3 dalam menghambat laju senesen
planlet ubi kayu varietas UJ 5.
3. Mempelajari perbanyakan ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 dengan menggunakan setek mini secara in vivo.
Hipotesis Penelitian
1. Terdapat konsentrasi BAP dan kinetin yang optimal dalam menginduksi multiplikasi ubi kayu pada varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5. 2. Terdapat konsentrasi AgNO3 yang optimal dalam menekan laju senesen ubi
kayu varietas UJ 5.
3. Terdapat varietas ubi kayu yang memiliki pertumbuhan yang baik dengan bahan tanam stek mini.
Manfaat Penelitian
1. Diperoleh informasi konsentrasi BAP dan kinetin yang optimum dalam menginduksi multiplikasi ubi kayu.
2. Diperoleh informasi konsentrasi AgNO3 yang optimum dalam menghambat
laju senesen planlet ubi kayu.
3. Diperoleh informasi pertumbuhan ubi kayu dengan menggunakan setek mini.
Ruang Lingkup Penelitian
4
Tujuan dari sub percobaan pertama adalah mempelajari beberapa taraf BAP dan kinetin terhadap multiplikasi ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 secara in vitro. Eksplan yang digunakan adalah setek tunas dua buku yang berasal dari kultur asenik yang berumur 14-21 hari setelah tanam. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor pertama yaitu konsentrasi zat pengatur tumbuh (3, 6, dan 9) ppm BAP dan (3, 6, dan 9) ppm kinetin. Faktor kedua yaitu varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4, dan UJ 5). Ketiga varietas ubi kayu tersebut merupakan varietas unggul nasional yang dikeluarkan oleh BALITKABI. Tujuan dari sub percobaan kedua adalah mempelajari perbanyakan ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 dengan menggunakan setek mini secara in vitro Percobaan in vivo disusun berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu varietas ubi kayu Adira 4, Malang dan UJ.
Percobaan kedua, aplikasi AgNO3 pada planlet ubi varietas UJ 5. Tujuan
dari percobaan ini adalah mempelajari pengaruh AgNO3 dalam menekan laju
senesen pada kultur jaringan ubi kayu. Eksplan pada penelitian ini adalah setek tunas satu buku yang berasal dari kultur asenik. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu konsentrasi AgNO3 yang
P
ncukupi saat utuhkan. itnya ngindentifika elasan variet i setek batan sulitan dalam nsportasi kare atnya yang
uminous. uasan areal t
ar 1. Keran nlet ubi kayu
terhadap ecara in vitro
Peningkatan
n induksi mu u secara in yakan cepat d
se
ibit melalui t dengan penu enesen
Perbaikan
unas dan ap
n ketegaran anlet
entrasi optimum
teknik undaan masa
n varietas
6
2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani Ubi Kayu
Ubi kayu (Manihot esculenta Crantz.) merupakan tanaman perdu berasal dari Benua Amerika. tepatnya Brasil (Lingga et al. 1986; Purwono dan Purnamawati 2007). Ubi kayu banyak dikenal sebagai ketela pohon atau singkong, dalam Bahasa Inggris bernama cassava, adalah pohon tahunan tropika dan subtropika dari keluarga Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran.
Daun ubi kayu tumbuh di sepanjang batang dengan tangkai yang panjang. Daunnya mudah gugur dan yang berdaun biasanya adalah batang bagian atas dekat pucuk. Ubi kayu berbuah tetapi ter batas pada tanaman yang ditanam di dataran tinggi. Bunganya berumah satu dan kematangan bunga jantan dan bunga betina berbeda waktunya, sehingga penyerbukan berlangsung dengan persilangan (Lingga et al.1986). Umbi ubi kayu merupakan umbi akar atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan panjang 50-80 cm. tergantung dari jenis ubi kayu yang ditanam. Umbi ubi kayu berasal dari pembesaran sekunder akar adventif (Purwono dan Purnamawati 2007). Umbi ubi kayu tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida (HCN) yang bersifat racun bagi manusia. Umbi ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Lingga et al. (1986) menyatakan bahwa ubi kayu, mulai dari umbi, batang, dan daun umumnya mengandung (HCN). Bagian yang banyak mengandung HCN adalah kulit umbi. Menurut Bourdoux (1982), kadar racun umbi ubi kayu dapat dibedakan menjadi 3 golongan. yaitu:
1. Kadar racun ≤ 50 mg/kg umbi (tidak beracun) 2. Kadar racun 50-100 mg/kg umbi (cukup beracun) 3. Kadar racun ≥ 100 mg/kg umbi (beracun).
Varietas ubi kayu sudah tersebar luas di masyarakat. Berdasarkan laporan tahunan Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi) Malang pada tahun 2000 menyebutkan bahwa telah diperoleh 28 kombinasi persilangan dan 3 kombinasi silang bebas klon-klon ubi kayu dalam rangka pembentukan varietas unggul ubi kayu yang rendah HCN dan toleran terhadap serangan hama tungau merah. Varietas unggul ubi kayu yang saat ini banyak ditanam dikalangan masyarakat diantaranya adalah Adira 1, Adira 2, Adira 4, Darul Hidayah, Malang 1, Malang 2, Malang 4, Malang 6., UJ 3, dan UJ 5 (Purwono dan Purnamawati 2007).
gula dan etanol di Indonesia dengan produktivitas 2 000 - 7 000 L etanol ha-1 (Purwono dan Purnamawati 2007).
Kultur Jaringan Tanaman
Tanaman merupakan suatu organisme multiseluler yang kompleks dengan organ-organ yang mempunyai fungsi masing-masing. Perkembangan dalam bidang fisiologi menyebutkan bahwa setiap bagian tanaman dapat beregenerasi menjadi tanaman baru. Hal inilah yang disebut teori totipotensi. Totipotensi merupakan potensi suatu sel untuk dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap dan dewasa bila ditempatkan dalam lingkungan yang sesuai, karena dalam tiap sel terkandung rangkaian gen yang lengkap (Wetherell 1982). Menurut Gunawan (1992), teknik mengisolasi bagian-bagian tanaman (sel, protoplasma, tepung sari, ovari, dan sebagainya), ditumbuhkan secara tersendiri, dipacu untuk memperbanyak diri, akhirnya diregenerasikan kembali menjadi tanaman lengkap dalam suatu lingkungan yang aseptik dan terkendali, dikenal dengan teknik kultur jaringan (tissue culture).
Kultur jaringan tanaman merupakan sejumlah teknik untuk menumbuhkan organ, jaringan dan sel tanaman (Wetter dan Constabel 1982 atau1991). Teknik perbanyakan tanaman ini dapat dilakukan sepanjang waktu tanpa tergantung musim. Selain itu, perbanyakan tanaman dengan teknik in vitro mampu mengatasi kebutuhan bibit dalam jumlah besar, serentak, dan bebas penyakit sehingga bibit yang dihasilkan lebih sehat serta seragam. Oleh sebab itu, kini perbanyakan tanaman secara kultur jaringan merupakan teknik alternatif yang tidak dapat dihindari bila penyediaan bibit tanaman harus dilakukan dalam skala besar dan dalam waktu relatif singkat (Hambali et al. 2006).
Multiplikasi tunas merupakan salah satu metode yang dapat dilakukan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro. Multiplikasi tunas dapat diinduksi dari mata tunas aksilar atau pun dari benih yang ditanam pada media yang mengandung sitokinin. Tunas aksilar atau tunas adventif akan tumbuh dan selanjutnya di subkultur. Tahapan dalam perbanyakan melalui multiplikasi tunas secara langsung diawali dengan tahap inisiasi yang dilanjutkan dengan tahap multiplikasi tunas. Kedua tahap tersebut dapat dilakukan pada media yang sama tanpa melalui pemindahan ke media baru. Tahap selanjutnya adalah pengakaran tunas yang telah dihasilkan untuk mendapatkan planlet. Perbanyakan melalui multiplikasi tunas merupakan metode yang banyak digunakan dalam perbanyakan tanaman secara in vitro karena selain cepat juga memiliki peluang yang kecil untuk terjadinya penyimpangan secara genetik (Wiendi et al. 1991).
8
untuk memperoleh jumlah tanaman yang meningkat secara eksponensial melalui multiplikasi yang cepat (Hartmann dan Kester 1983).
Media Kultur Jaringan
Media tumbuh dalam kultur jaringan merupakan salah satu faktor yang penting dalam keberhasilan perbanyakan secara in vitro. Media dasar sebagai tempat tumbuhnya tanaman, harus sesuai dengan karakteristik eksplan yang akan ditanam. Media kultur jaringan merupakan media yang aseptik dan bersifat heterotrof karena menyediakan berbagai unsur hara dan mineral yang dibutuhkan untuk pertumbuhan eksplan. Unsur hara yang ditambahkan ke dalam media diantaranya adalah unsur hara makro, mikro, vitamin, serta karbohidrat berupa gula sebagai sumber karbon yang penting untuk metabolisme sel. Menurut Wetter dan Constabel (1982) komposisi media hara untuk kultur jaringan tanaman mengandung 5 kelompok senyawa yaitu garam organik, sumber karbon, vitamin, pengatur tumbuh, dan pelengkap organik. Menurut Beyl (2005) media kultur jaringan meliputi air, hara makro dan mikro, zat-zat pengatur tumbuh,vitamin, gula (karena tanaman in vitro umumnya tidak mampu berfotosintesis), dan terkadang menggunakan bahan-bahan organik baik yang sederhana sampai yang komplek. Semuanya terdiri sekitar 20 komponen berbeda yang biasa digunakan dalam media.
Dalam medium kultur jaringan juga sering digunakan senyawa organik sebagai sumber vitamin, zat pengatur tumbuh, atau asam amino yang berharga murah jika dibandingkan dengan harga bahan sintetiknya. Contoh senyawa organik yang umum digunakan dalam multiplikasi in vitro adalah air kelapa, ekstrak buah pisang, tomat dan lain-lain. Ekstrak dari buah-buahan ini mempunyai karena konsentrasi vitamin, mineral, dan zat pengatur tumbuh yang dikandungnya sangat bervariasi tergantung pada lokasi tumbuh, cara budidayanya, varietas tanaman, dan umur buah. Banyak media dasar yang sering digunakan dalam teknik kultur jaringan. Beberapa media dasar tersebut diantaranya adalah media dasar Murashige and Skoog, White, Vacin and Went, WPM, B5, dan Nitsch and Nitsch (Gunawan 1992). Media yang digunakan disesuaikan dengan jenis tanaman yang digunakan serta tujuan akhir yang diharapkan dari eksplan yang ditumbuhkan secara in vitro (Chawla 2002).
Perbanyakan Ubi kayu
Perbanyakan bibit ubi kayu secara umum diperbanyak dengan menggunakan setek batang. Bibit ubi kayu tidak mempunyai masa dormansi sehingga petani biasanya menggunakan setek dari batang tanaman tanpa melalui penyimpanan atau langsung ditanam kembali setelah panen. Kondisi ini biasanya dilakukan di daerah beriklim basah. Ubi kayu umumnya dipanen pada musim kemarau dan bibitnya ditanam kembali pada musim hujan. Dengan demikian, bibit perlu disimpan terlebih dahulu 3-4 bulan sampai musim hujan tiba (Effendi 2002). Penggunaan setek batang sebagai bahan tanam mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Beberapa kelebihannya diantaranya adalah setek batang mudah diperoleh dan harganya relatif murah, sedangkan kekurangan adalah ketersediaannya yang tidak selalu mencukupi saat dibutuhkan setiap saat dan sulitnya mengidentifikasi kejelasan varietas dari setek batang yang diperoleh (Effendi 2002).
Seiring dengan terus meningkatnya permintaan ubi kayu perbanyakan yang dilakukan secara konvensional saja tidak cukup. Kultur jaringan adalah salah satu teknik yang bisa dipilih untuk produksi bibit ubi kayu dalam skala besar dengan sifat tanaman yang sama dengan induknya atau sedikit terjadi penyimpangan secara genetik (Tim Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman 1991).
Penelitian perbaikan tanaman melalui kultur jaringan ubi kayu telah banyak dilakukan. Onuoch dan Onwubiku (2007) melaporkan bahwa pertumbuhan varietas
ubi kayu terbaik pada parameter yang diamati (tinggi,jumlah daun, dan jumlah buku)
terdapat pada perlakuan tanpa pemberian BAP (BAP 0 ppm) untuk varietas TMS
98/0379 dan TMS 98/0581.Penelitian Medina (2006) terhadap 29 klon ubi kayu
menyatakan bahwa penambahan auksin dan sitokinin berpengaruh sangat nyata terhadap regenerasi akar tanaman ubi kayu. Induksi kalus embriogenik pada ubi kayu genotipe Indonesia sudah pernah dilakukan (Sudarmonowati 1994), namun prosedur ini masih dipengaruhi banyak faktor terutama genotipe. Khumaida dan Fauzi (2013) menyatakan bahwa media dasar MS merupakan media yang efektif untuk induksi tunas in vitro ubi kayu varietas Adira 2 dan penambahan BAP sampai dengan 3 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap beberapa peubah yang diamati, namun nyata menunrunkan peubah jumlah akar. Nugroho (2010) mengemukakan bahwa jumlah tunas total tertinggi varietas Adira 2 dan Adira 4 dihasilkan oleh perlakuan MS + 3 ppm BAP, namun di sisi lain menurunkan jumlah akar.
Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
10
Setiap tipe ZPT mempunyai pengaruh masing-masing terhadap tanaman. Kelima tipe tersebut mempunyai kesamaan yaitu mempengaruhi pertumbuhan tanaman.
Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada spesies tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Pengaruh penambahan ZPT pada media kultur sangatlah penting. Akan tetapi, ZPT yang sering ditambahkan pada media adalah auksin dan sitokinin. Menurut Hartmann dan Kester (1983) auksin dan sitokinin berpengaruh dalam pembentukan akar, tunas, dan kalus. Auksin berperan dalam mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Selain itu, auksin juga berperan dalam pemanjangan batang, pertumbuhan, diferensiasi, dan percabangan akar. Jenis auksin yang sering digunakan adalah IAA (indol asetic acid) yang dihasilkan secara alami oleh tanaman.
Sitokinin adalah senyawa yang dapat meningkatkan pembelahan sel pada jaringan tanaman serta mengatur pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Menurut Wetherell (1982) sitokinin mempunyai dua peran yang penting untuk propagasi secara in vitro, yaitu merupakan perangsang pembelahan sel dalam jaringan pada eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas. Sitokinin berperan merangsang pertumbuhan sel dalam jaringan yang disebut eksplan dan merangsang pertumbuhan tunas daun (Wetherell 1987). Menurut Hartmann dan Kester (1983) sitokinin digunakan untuk merangsang pembentukan tunas dan memecah dormansi sel dan mempunyai peranan dalam morfogenesis dan pembelahan sel. Akan tetapi, proses-proses pembelahan sel pada sel-sel meristem akan dihambat oleh pemberian sitokinin eksogen tergantung dari adanya fitohormon lainnya, terutama auksin (Wattimena 1989).
Tiga jenis sitokinin sintetik yang terkenal diantaranya adalah BAP (6-benzylaminopurine), kinetin (6-furfurylaminopurine), dan BPA (6 benzylamino)-9-(2-tetrahydro-pyranyl)-9H-purine) (Harjadi 2009). BAP merupakan sitokinin sintetik turunan adenine yang disubtitusi pada posisi 6 yang strukturnya serupa dengan kinetin (Wattimena 1998). Sitokinin sangat aktif dalam mendorong pertumbuhan kalus. BAP adalah salah satu sitokinin sintesis yang mempunyai peran fisiologis untuk mendorong pembelahan sel, sehingga penambahan BAP ke dalam media dapat merangsang pembentukan tunas majemuk (Lizawati et al. 2009). Kinetin (6-furfurylaminopurine) merupakan suatu turunan dari basa adenine yang berfungsi meningkatkan pembelahan sel (cytokinesis) (Wattimena 1989; Dwijoseputro 1980). Menurut Wetherell (1982) kinetin bersifat memacu pertumbuhan tunas lateral yang biasanya tidak terlihat nyata akibat pengaruh dari tunas apikal pucuk. Hal inilah yang selanjutnya menjadi dasar fisiologi dalam upaya meningkatkan jumlah cabang lateral. yang seperti diketahui sangat penting artinya bagi pembiakan secara in vitro.
AgNO3 (Perak nitrat)
Perak nitrat merupakan sebuah senyawa anorganik dengan rumus kimia AgNO3. AgNO3 banyak digunakan dalam kultur jaringan tanaman.
Beberapa penelitian yang menggunakan AgNO3 diantaranya, Balkhande et al.
(2013) melaporkan bahwa penambahan AgNO3 pada media MS yang
kombinasi 33 µM BAP dan 5.3 µM a-naphthaleneacetic acid (NAA) mampu memberikan pertumbuhan tunas yang terbaik pada tanaman Arachis hypogaea L. Zhu et al. (2008) melaporkan bahwa pematangan dan regenerasi embrio somatik sekunder dari satu kultivar ubi kayu dapat ditingkatkan dengan menggunakan 16 mg L-1 AgNO3 dan 0.25 mg L-1ABA.
Perak nitrat berperan sebagai kompetitif inhibitor pada sintesis etilen. Zhang et al. (2001) melaporkan bahwa aksi perak nitrat dalam kultur jaringan diasumsikan berasosiasi dengan efek fisiologi etilen. Fuentes et al. (2000) pada penelitian proliferasi tanaman Coffea canephora mengemukakan bahwa pada konsentrasi rendah AgNO3 dapat menunda senesen atau penuaan yang terjadi pada
pertumbuhan dan proliferasi tunas. Sofia (2010) mengemukakan bahwa penambahan AgNO3 ke dalam media kultur jaringan dapat menghambat
pertumbuhan kalus menjadi tunas dan mengurangi jumlah tunas yang terbentuk, tetapi dapat mencegah terjadinya browning pada tanaman Jatropha curcas L.
3 INDUKSI MULTIPLIKASI TUNAS UBI KAYU
(
Manihot esculenta
Crantz.) SECARA
IN VITRO
DAN
IN VIVO
Abstrak
Penelitian ini terdiri atas dua percobaan yaitu induksi multiplikasi tunas ubi kayu secara in vitro dan perbanyakan ubi kayu menggunakan setek mini secara in vivo. Percobaan pertama bertujuan untuk mempelajari pengaruh beberapa taraf konsentrasi sitokinin terhadap multiplikasi ubi kayu varietas Adira 4, Malang 4, dan UJ 5. Percobaan ini disusun berdasarkan rancangan acak lengkap dua faktor dengan delapan ulangan. Faktor pertama merupakan komposisi zat pengatur tumbuh kinetin (0, 3, 6, dan 9 ppm) dan BAP (0, 3, 6, dan 9 ppm) dan faktor kedua varietas ubi kayu yang digunakan (Adira 4, Malang 4, dan UJ 5). Hasil menunjukkan jumlah daun tertinggi terdapat pada varietas UJ 5 yang dikulturkan pada MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P. Hari muncul tunas tercepat (3HSP) pada Adira 4 dan Malang 4 terjadi pada saat kedua varietas dikulturkan pada media MS0, sedangkan pada UJ 5 adalah saat dikulturkan pada media MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P. Percobaan kedua bertujuan untuk mengetahui respon pertumbuhan setek mini ubi kayu secara in vivo. Percobaan ini disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) satu faktor yaitu varietas ubi kayu (Adira 4, Malang 4, dan UJ 5). Hasil penelitian menunjukan bahwa varietas tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek mini ubi kayu. Berdasarkan hasil uji t diketahui bahwa jumlah daun dan jumlah tunas varietas Adira 4, Malang 4 dan UJ 5 pada perbanyakan menggunakan setek mini (in vivo) lebih tinggi dibandingkan pada percobaan in vitro pada 5 minggu setelah tanam.
12
Abstract
In vitro multiplication is a rapid and massive propagation method that can be used to support cassava seedling production. This research was consisted of two experiments, i.e in vitro shoot multiplication of cassava and AgNO3
application on cassava planlet (Manihot esculenta crantz.) and in vivo mass propagation of cassava by mini cutting. The objective of the first experiment was to determine the suitable cytokinin type and concentration in the in vitro shoot multiplication of three cassava varieties. The first experiment was arranged in the randomized complete design with two factors and eight replications. The first factor was type of cytokinin, i.e kinetin (0, 3, 6, and 9 ppm) and BAP (0, 3, 6, and 9 ppm). The second factor was cassava variety consisted of Adira 4, Malang 4, and UJ 5. The result showed that the higher number of leave (4.50) produced by UJ 5 were obtained in MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P. Based on contrast analysis BAP is more appropriate for Adira 4 because it produced a higher number of leaves than the use of kinetin. Kinetin is more appropriate for UJ 5, especially in generating the number of nodes and number of shoots. The objective of the second experiment was to know growth response cassava mini cutting. The second experiment was arranged in the randomized complete design with one factor and five replications, i.e varieties of cassava (Adira 4, Malang 4, and UJ5). The result showed varieties of cassava had no significant effect on the growth of in vivo propagation of cassava cuting. Based on student analysis in vivo propagation using mini stem cutting resulted in higher number of leaves and shoot on Adira 4, Malang 4 and UJ 5 varieties compared to those on in vitro propagation method at 5 weeks after planting.
Keywords : BAP, cytokinin, kinetin, mini cutting
Pendahuluan
Bibit ubi kayu umumnya diperoleh dari perbanyakan vegetatif secara setek dibandingkan dengan perbanyakan generatif. Hal tersebut dikarenakan biji ubi kayu memiliki pertumbuhan yang sangat lambat dan sering kali mengalami dormansi (Beyene 2009). Perbanyakan bibit ubi kayu yang diperbanyak menggunakan setek juga masih terhambat oleh ketergantungan terhadap musim. ancaman infeksi penyakit (Acedo dan Labana 2008), serta turunnya daya tumbuh saat bibit disimpan dalam jangka waktu yang lama (Effendi 2002). Perbanyakan ubi kayu melalui kultur jaringan (in vitro) menawarkan peluang besar untuk menghasilkan bibit tanaman yang banyak dalam waktu relatif singkat. Pembudidayaan ubi kayu melalui teknik kultur in vitro memberikan peluang untuk melakukan perbanyakan secara massal dan menghindari resiko bibit terkena penyakit. Selain itu, melalui kultur jaringan pemenuhan ketersediaan bibit sepanjang tahun tanpa tergantung musim serta terjaganya kualitas bibit selama masa penyimpanan (George et al. 2008).
vitro menggunakan zat pengatur tumbuh dari golongan sitokinin yang banyak digunakan untuk memacu pembentukan tunas (George dan Sherington 1984). Salah satu jenis sitokinin yang sering digunakan dalam teknik in vitro adalah BAP (6-benzylaminopurine) dan kinetin. Hu & Wang (1983) mengemukakan bahwa BAP merupakan senyawa sitokinin yang biasa dipakai dalam kultur jaringan. Wattimena (1989) juga mengemukakan bahwa BAP lebih sering digunakan karena lebih stabil, tidak mahal, mudah tersedia, bisa disterilisasi, dan efektif. Maulida (2005) menyatakan bahwa pada tanaman jarak kaliki (Ricinus communis L.) BAP cenderung merangsang multiplikasi tunas dan mempunyai pengaruh mempercepat induksi tunas.
Induksi multiplikasi ubi kayu dilakukan dengan menggunakan 3 ppm BAP sebagai konsentrasi terbaik. Namun demikian, hasil yang didapatkan belum maksimal (Nugroho 2010). Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan 2 jenis sitokinin yaitu BAP dan kinetin dengan konsentrai 3, 6, dan 9 ppm, yang diharapkan mampu memberikan hasil yang lebih baik sehingga meningkatkan multiplikasi tunas ubi kayu secara optimal. Tujuan dari penelitian ini adalah 1) mendapatkan jenis dan konsentrasi sitokinin terbaik untuk menginduksi pertumbuhan tunas pada masing-masing varietas yang digunakan, 2) mengetahui efisiensi penggunaan bahan tanam berupa setek mini ubi kayu.
Bahan dan Metode
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Oktober 2011 sampai dengan Maret 2013 di Laboratorium Kultur Jaringan Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini terdiri atas dua percoban terpisah yang terdiri atas induksi multiplikasi tunas ubi kayu secara in vitro dan induksi multiplikasi ubi kayu secara in vivo. Penelitian dilakukan pada tiga varietas ubi kayu yaitu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5.
1a. Percobaan multiplikasi tunas ubi kayu secara in vitro
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan jenis dan konsentrasi sitokinin terbaik untuk menginduksi pertumbuhan tunas pada masing-masing varietas yang digunakan. Sumber eksplan pada percobaan ini berupa tunas ubi kayu dari kultur asenik (Gambar 2). Eksplan berupa tunas dengan ukuran 2-3 buku disterilisasi dengan menggunakan Menkozeb 80%, Streptomisin sulfat 20%, alkohol 70%, Natrium hipoklorit 5.25%, kemudian dibilas dengan akuades steril. Tunas kemudian ditanam ke dalam media MS0 dengan jumlah 2 eksplan per botol. Tunas yang steril dan tumbuh setelah berumur 2-3 minggu setelah tanam (MST) kemudian disubkultur ke media perlakuan.
14 pa setek mi cm) ubi ka ia yang ber ). Setek kem
Percobaan faktor yait ri atas satu kayu. Peng ah daun yan
Gambar
Analisis d k ragam (A g berpengaru ge test (DMR ram SAS v ini ubi kayu ayu varieta risi campur mudian dita
n ini disusun tu varietas
bak tanam
uh nyata ke RT) dengan versi 9.1. U dilakukan p h Nugroho k pada varie
2. Eksplan u 4 a) eksp minggu
n ubi kayu aan ini adal u. Bahan ta as Adira 4, ran arang s
nam dengan
n dengan m ubi kayu d m dengan uk
lakukan ter an setiap min
ini ubi kayu 4, Malang 4, n tingkat kep Uji-t dilakuk pada percob (2011). Uji etas Adira 4
ubi kayu (Ma
plan awal be setelah kultu n posisi tid
menggunakan an setek mini
alisis Data
ap data ku etahui peng
uji dengan m percayaan 9 kan untuk baan ini de i kontras dil , Malang 4,
b
anihot escule
erupa single n
ur (MSK)
b
kan setek m tahui pertum
percobaan dan UJ 5
tanah deng dur pada bak
n rancangan ma ulangan. 34 cm yang ggi tanama ma 5 minggu
esculenta C setek mini p i
antitatif. D aruh antar menggunak
mini secara i mbuhan bah
ini berupa yang ditan gan perband k-bak tanam
n acak lengk Satu unit g berisi 24 an, jumlah u berturut-tu
Crantz.) varie pada bak tan
ata dianalis perlakuan. kan Duncan sis data men ngkan respo litian yang tuk menget
varietas Adi plan berumur
in vivo han tanam
setek mini nam dalam dingan 1:1 m (Gambar
kap (RAL) percobaan setek mini tunas dan urut.
etas nam,
sis dengan Perlakuan ’s multiple nggunakan on varietas
dilakukan tahui jenis
Pene
elitian ini Malang 4 da anah dan an, setek m unakan untu am kondisi 8-20 0C dan tuk ubi kay ksplan benar ntaminasi pl udah terjadi n eksplan ya adi akibat k
teril, lingk nasi merupa
dasarkan p asi bakteri nasi bakteri
yang di ngkan getah ada pada j rlihat di sek nasi yang di erlihat disel asal dari jar
splan.
4. Eksplan u Tanda pa yu varietas r-benar steri lanlet terjad i pada kultu ang digunak ilakukan s h pada tuna aringan tan keliling eks
isebabkan o limuti hifa b
mber konta l. Berdasar
erasal dari media, sedan
ingan di da
ubi kayu (M anah menunj
sil dan Pem
ari perbanya etek ditanam dengan pe
n tunas per vitro adala . Kultur ase pencahayaan Adira 4, M il dan siap u di mulai 1 m ur asenik y kan merupa si media, bo erja, serta
la yang cuk
n kontamin rapa oleh karena getah
sebelumnya as ubi kayu naman (Ha splan denga oleh jamur
berbentuk k
aminasi ju
akan setek m dalam pol erbandingan
rtama pada ah tunas yan enik ditemp n penuh sel Malang 4, da
untuk dipind minggu sete
ang dilakuk akan eksplan otol kultur
pelaksanaa n adanya le
terlihat jel an karena k
sculenta Cra cendawan d
b
batang ub lybag yang n 1:1 (v/v 7 hari setela ng telah me patkan di ru ama 24 jam an UJ 5 ada dahkan ke m
lah perlaku kan sebelum n steril, nam atau alat-al an yang k
dalam kul
terjadi d si cendawa luar dari t mampu se isebut konta
2002). K endir berwa las pada me warna putih,
dilihat be dan (b) bakte
bi kayu va berisi camp v). Berdas
ah tanam. T emiliki 3-4 uang kultur m. Periode k alah 2-3 mi media perlak uan. Kontam
m percobaa mun kontam
16
Kendala yang dihadapi selain kontaminasi bakteri yang tinggi adalah kematian eksplan. Eksplan yang mengalami kematian yang disebabkan oleh pencoklatan (browning) dan vitrous. Eksplan yang mengalami pencoklatan mulai menunjukan gejala menguning sejak berumur 1 minggu dan selanjutnya mengalami browning pada umur 2 minggu. Eksplan yang mengalami pencoklatan tidak mengalami pertumbuhan karena kematian jaringan pada eksplan tersebut. Sementara eksplan yang vitrous diduga terjadi karena adanya efek alat yang digunakan bersuhu tinggi yang mengakibatkan eksplan mengering selanjutnya memutih. Eksplan ini pada akhirnya mengalami kematian.
1a.Percobaan multiplikasi tunas ubi kayu secara in vitro
Interaksi varietas dan komposisi media hanya berpengaruh nyata pada peubah jumlah daun saat 7 MSP (Tabel 1). Jumlah daun terbanyak pada varietas UJ 5 yang dikulturkan dalam media MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P dengan jumlah 4.50 helai daun. Respon berbeda diperlihatkan pada varietas Adira 4 dan Malang 4. Jumlah daun terbanyak pada varietas Adira 4 dan Malang 4 dihasilkan oleh planlet yang dikulturkan dalam komposisi media berturut-turut MS + 9 ppm BAP + 2 ppm Ca-P (2.75 helai daun) dan MS + 6 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P (2.50 helai daun). Hal ini menunjukkan bahwa masing-masing varietas membutuhkan jenis dan konsentrasi sitokinin yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan daun. Varietas dan komposisi media tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah buku dan jumlah tunas mulai minggu pertama pengamatan hingga 8 MSP (Lampiran 2, Tabel 2 dan Tabel 3).
Tabel 1. Interaksi varietas ubi kayu dan komposisi media pada peubah jumlah daun saat 7 MSP
Komposisi Media
Varietas
Adira 4 Malang 4 UJ 5 Rata-rata
MS0 1.50 aA 1.83 aA 1.75 bcA 1.67 b
MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.50 aB 0.87 aB 4.25 abA 1.80 b
MS + 6 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.12 aA 2.50 aA 1.00 cA 1.56 b
MS + 9 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 0.75 aA 1.00 aA 0.50 cA 0.75 b
MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 1.50 aA 0.00 aA 4.50 aA 5.90 a
MS + 6 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 2.17 aA 0.00 aA 1.75 bcA 2.00 b
MS + 9 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 2.75 aA 1.25 aA 1.00 cA 1.80 b
Rata-rata 1.56 A 1.50 A 4.27 A
Keterangan : Angka yang diikuti huruf kecil yang sama pada kolom varietas yang sama dan angka yang diikuti huruf besar pada baris yang sama artinya tidak berbeda nyata berdasarkan uji DMRT pada taraf α = 5%
Menurut Wijaya (2008) fungsi nitrogen pada tanaman adalah mendorong pembentukan organ tanaman yang berkaitan dengan fotosintesis yaitu daun. Shani et al. (2010) mengemukakan bahwa pembentukan daun merupakan proses yang fleksibel tergantung genetik, hormonal dan lingkungan. Hal tersebut terkait pemberian sitokinin eksogen yang memiliki peran dalam perkembangan kloroplas dari proplastid dengan cara merangsang sintesis klorofil (Polanska et al. 2006).
Tabel 2. Pengaruh komposisi media terhadap peubah jumlah buku, jumlah daun, dan jumlah tunas pada kultur in vitro ubi kayu hingga 8 MSP
Komposisi Media Minggu Setelah Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Buku
MS0 2.20 2.38 2.74 3.08 2.94 3.09 3.31 3.40
MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 2.40 3.15 2.94 2.97 2.96 3.00 2.92 2.77
MS + 6 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 2.30 2.83 2.94 3.03 2.80 2.59 2.57 2.82
MS + 9 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 2.20 2.25 2.36 2.50 2.53 2.70 2.58 2.62
MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 2.10 2.24 2.34 2.23 2.68 2.27 2.32 2.39
MS + 6 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 1.90 2.12 2.21 2.29 2.29 2.21 2.31 2.21
MS + 9 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 2.00 2.25 2.27 2.29 2.42 2.13 2.25 2.25
Rataan 2.16 2.46 2.54 2.63 2.66 2.57 2.61 2.64
StDev 0.17 0.38 0.32 0.38 0.26 0.38 0.39 0.41
Jumlah Daun
MS0 0.69 1.19 1.09 1.26 1.56 1.57 1.67 1.63
MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.08 1.40 1.69 1.69 2.14 1.80 1.80 1.55
MS + 6 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 0.85 1.33 1.29 1.45 1.54 1.54 1.56 1.56
MS + 9 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 0.86 1.03 1.18 1.50 0.95 0.88 0.75 0.83
MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 1.00 1.06 1.25 1.44 1.88 2.60 5.90 2.67
MS + 6 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 0.00 0.90 1.14 1.50 1.43 1.42 2.00 2.13
MS + 9 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 0.75 0.81 0.94 1.75 1.50 1.60 1.80 2.33
Rataan 0.75 1.10 1.23 1.51 1.57 1.63 2.21 1.81
StDev 0.36 0.22 0.23 0.16 0.37 0.51 1.68 0.61
Jumlah Tunas
MS0 1.00 1.50 1.50 1.70 1.70 1.78 2.00 2.22
MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.00 1.33 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67 1.67
MS + 6 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.00 1.00 1.00 1.22 1.33 1.33 1.44 1.44
MS + 9 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.00 1.30 1.30 1.33 1.38 1.29 1.29 1.29
MS + 3 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.17
MS + 6 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 1.00 1.00 1.00 1.00 1.14 1.14 1.14 1.14
MS + 9 ppm BAP + 2 ppm Ca-P 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00
Rataan 1.00 1.16 1.21 1.27 1.32 1.32 1.36 1.42
18
Tabel 3. Pengaruh varietas ubi kayu Adira 4, Malang 4, dan UJ 5 terhadap peubah jumlah buku, jumlah daun, dan jumlah tunas pada kultur in vitro hingga 8 MSP
Varietas Minggu Setelah Perlakuan
1 2 3 4 5 6 7 8
Jumlah Buku
Adira 4 2.20 2.50 2.71 2.83 2.76 2.71 2.71 2.81
Malang 4 2.20 2.40 2.37 2.38 2.50 2.47 2.47 2.54
UJ 5 2.20 2.40 2.62 2.80 2.76 2.62 2.62 2.57
Rataan 2.20 2.43 2.57 2.67 2.67 2.60 2.60 2.64
StDev 0.00 0.06 0.18 0.25 0.15 0.12 0.12 0.15
Jumlah Daun
Adira 4 0.73 1.00 1.19 1.46 1.44 1.50 1.57 1.48
Malang 4 1.00 1.22 1.24 1.48 1.34 1.42 1.58 1.58
UJ 5 0.93 1.27 1.37 1.50 1.95 1.88 2.12 2.04
Rataan 0.89 1.16 1.27 1.48 1.58 1.60 1.76 1.70
StDev 0.14 0.14 0.09 0.02 0.33 0.25 0.31 0.30
Jumlah Tunas
Adira 4 1.00 1.00 1.06 1.05 1.10 1.11 1.17 1.33
Malang 4 1.00 1.26 1.26 1.39 1.45 1.47 1.53 1.53
UJ 5 1.00 1.25 1.35 1.50 1.50 1.50 1.56 1.56
Rataan 1.00 1.17 1.22 1.31 1.35 1.36 1.42 1.47
StDev 0.00 0.15 0.15 0.23 0.22 0.22 0.22 0.13
Gambar 5. R
Khu kayu secar kondisi fi perbedaan korelasi p hanya pad
Rata-rata hari komposisi m ta tunas) sem ) menyatak nginduksi t ak ditemuk peningkatan da varietas M
muncul tunas tunas dan a an pada buk n jumlah b Malang 4 (T
s ubi kayu vari angan: S0 (MS 2 ppm Ca-P) ah apabila s potongan b akar pada k
ku yang me
atakan bahw eh posisi bu
et al. 20 uku pada tun
06 mengem oleh posis i eksplan. D uh dari pucu
20
Tabel 4. Uji korelasi pada kultur in vitro ubi kayu saat 8 MSP
Varietas Jumlah buku Jumlah daun Jumlah tunas
Adira 4 Jumlah buku 0.23 0.19
Jumlah daun 0.06
Jumlah tunas
Malang 4 Jumlah buku 0.58* -0.29
Jumlah daun 0.00
Jumlah tunas
UJ 5 Jumlah buku 0.15 0.07
Jumlah daun -0.07
Jumlah tunas
Keterangan: * = berpengaruh nyata (p<5%).
Beberapa perlakuan menunjukan bahwa terjadi penguningan dan terdapat daun yang gugur (senesen) (Gambar 6). Interaksi varietas dan komposisi media tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah jumlah daun gugur. (Tabel 5 dan 6). Pengguguran daun terjadi akibat proses absisi yang ada hubungannya dengan aktivitas auksin di daerah absisi (Wattimena 1989). Senesen juga dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi dan akumulasi racun pada kultur in vitro (Cachita dan Cracium 1990). Menurut Lizawati et al. (2009) gugurnya daun diduga karena adanya ketidakseimbangan kandungan auksin-sitokinin endogen di dalam jaringan tanaman. Kandungan auksin endogen dalam tanaman sangat tinggi sehingga meningkatkan aktivitas etilen yang menyebabkan daun menjadi gugur. Senesen daun mulai tampak pada 4 MST.
Tabel 5. P
Pengaruh k kultur in vitr
Komposisi M
pm kinetin + pm kinetin + pm kinetin + pm BAP + 2 n, yaitu kine
an BAP be gunakan unt h tinggi dib lkan jumlah
saat 6 MS . Jumlah da bih tinggi MSP. Berdas
komposisi m ro hingga 8
Media
arietas ubi k n gugur pada
2 nda panah m
as dilakukan etin dan BA erbeda-beda tuk varietas
andingkan k h buku yan
P. Kinetin j aun varietas
kayu Adira 4 a kultur in v
n) yang terja menunjukka ng lebih tin
juga mendo s Malang 4 kan dengan
lah daun da
adap peubah n daun yang
mbandingk 7). Respon erupakan su arena dapat da 7 dan 8 M
nggi diband orong terjad 4 yang meng media yan an jumlah tu
h jumlah d
kan dua jeni varietas ub umber sitok menghasilk MSP. Aplik dingkan BA
dinya senes galami sene ng mengand unas varieta
c
daun gugur
6 7
22
dan 8 MSP. Media kinetin merupakan sumber sitokinin yang lebih sesuai dibandingkan BAP.
Uji t dilakuan untuk membandingkan respon varietas Adira 4 pada percobaan ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Nugroho (2011) (Tabel 8). Jumlah buku dan jumlah daun varietas Adira 4 yang diperoleh pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan pada penelitian sebelumnya (Nugroho 2011) (Gambar 7). Hal ini diduga karena perbedaan posisi buku eksplan yang digunakan. Nugroho (2011) menggunakan eksplan setek tunas mikro yang berada pada buku kedua sampai buku keempat, sedangkan pada penelitian ini eksplan tunas mikro berasal dari buku pertama (pangkal) sampai buku terakhir (ujung). Perbedaan posisi buku tersebut diduga memberikan pengaruh terhadap respon pertumbuhan eksplan.
Tabel 7. Uji kontras ortogonal antar jenis sitokinin
Perlakuan
Jumlah Buku 6 7 8
Jumlah Daun 6 7 8
Jumlah Daun Senesen 6 7 8
Jumlah Tunas 6 7 8 Adira 4
kinetin 2.7 2.6 2.7 1.2 1.1 1.0 3.4 2.9 2.9 1.3 1.3 1.3
BAP 2.6 2.7 2.6 1.9 2.5 2.4 3.7 3.5 3.5 1.0 1.0 1.1
P Value tn tn tn * * * tn tn tn * tn tn
Malang 4
kinetin 2.7 2.7 2.8 1.3 1.4 1.5 2.4 3.1 3.1 1.3 1.5 1.5
BAP 2.0 2.1 2.1 1.1 1.2 1.5 2.1 1.3 1.5 1.0 1.0 1.0
P Value * tn tn tn tn tn tn * * tn tn tn
UJ 5
kinetin 3.0 3.0 3.0 2.0 2.0 1.6 5.0 4.6 3.1 1.7 1.7 1.7
BAP 1.8 1.7 2.8 2.9 2.9 2.9 5.5 5.5 5.5 1.0 1.0 1.0
P Value ** * * tn tn tn tn tn tn * * *
Ket: tn = tidak berpengaruh nyata (p>5%); * = berpengaruh nyata (p<5%); ** berpengaruh sangat nyata (p>1%)
Tabel 8. Hasil analisis uji-t varietas Adira 4
Komposisi Media
Jumlah Buku Umur (MSP) 7 8
Jumlah Daun Umur (MSP) 7 8
MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1.50 1.50 1.35 1.35 MS + 3 ppm kinetin + 2 ppm Ca-P 1) 6.33 6.25 2.41 2.31
P Value tn * * *
tunas ubi k Perb
il analisis m aman, juml
10, 11). Se memunculk terhadap ju asi ubi kayu tahui bahw yata dengan Adira 4, Ma
silkan pada ua varietas kayu secara bedaan pert ondisi fisiol buh dari se g dikulturka dipengaruhi n.
abel 9. Peng
s
nyakan ubi
menunjukan lah tunas, d etiap buku p an tunas ( umlah daun u varietas A wa jumlah n jumlah da lang 4, dan a percobaan
yang digun a in vivo leb
umbuhan tu ogi kedua b etek mini ub an secara in
oleh kom
garuh variet
± 0.88 1.95
± 0.53 1.25 ± 0.69 1.17
et ubi kayu ) dan (b) Pla
i kayu meng
n bahwa var dan jumlah pada setek m
(Gambar 8 dan jumlah Adira 4, Mal daun yang aun dan jum n UJ 5 (Tab n in vivo leb nakan. Hal bih baik diba unas ubi ka bahan tana ubi kayu be vitro bersif mposisi me
tas ubi kayu
U
u varietas A anlet pada p
ggunakan se
rietas tidak b daun yang mini yang d 8). Berdasa h tunas yang lang 4, dan g dihasilkan mlah tunas p bel 12). Jum bih tinggi di
ini menunj andingkan i ayu secara m yang dig rsifat autotr fat heterotro edia dan z
u terhadap t
Umur (MST
etek mini se
berpengaruh mlah daun d bandingkan ukkan bahw in vitro.
in vitro dan gunakan be
rof, sedang of dimana ar at pengatu
ecara in vivo
24
el 11. Penga ubi kay
etas
a 4 1
ang 4 0
0
el 10. Penga
1
ar 8. Pertum mini u ubi kayu pa
terhadap jum
mlah daun p
(MST)
0.59 2.98
0.65 2.38
0.80 2.56
as pada sete da 5 MST
apa varietas
Tabel 12. Analisis uji t pada perlakuan in vitro dan in vivo ubi kayu saat 5 MSP
Varietas Jumlah daun Jumlah tunas
Adira 4 In vitro 1.44 1.16
In vivo 3.04 2.56
P value ** **
Malang 4 In vitro 1.30 1.30
In vivo 2.88 2.36
P value ** **
UJ 5 In vitro 1.93 1.49
In vivo 2.88 2.28
P value * **
Keterangan: ; tn = tidak berpengaruh nyata (p>5%); * = berpengaruh nyata (p<5%); ** berpengaruh sangat nyata (p>1%)
Simpulan
Berdasarkan uji kontras penggunaan BAP lebih sesuai untuk Adira 4 karena menghasilkan jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan kinetin. Kinetin lebih sesuai untuk UJ 5 karena menghasilkan jumlah buku dan jumlah tunas yang lebih tinggi dibandingkan dengan BAP. Kontaminasi pada kultur jaringan ubi kayu didominasi oleh kontaminasi bakteri. Varietas ubi kayu yang digunakan tidak memberikan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan setek mini ubi kayu.
4 APLIKASI AgNO
3PADA TUNAS UBI KAYU
(
Manihot esculenta
Crantz.) VARIETAS UJ 5 SECARA
IN VITRO
Abstrak
Laju senesen yang tinggi pada ubi kayu merupakan hambatan dalam perbanyakan ubi kayu secara in vitro. Laju senesen ditunjukkan pada gugurnya daun dan berubahnya warna planlet. Percobaan ini bertujuan untuk mempelajari aplikasi AgNO3 dalam menghambat laju senesen planlet ubi kayu. Percobaan ini disusun
berdasarkan rancangan acak lengkap satu faktor yaitu konsentrasi AgNO3,
Konsentrasi yang digunakan (0, 20, 40, dan 80 ppm) AgNO3 tunggal dan MS di
tambah 3 ppm BAP dengan (0, 20, 40, dan 80 ppm) AgNO3. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan AgNO3 ke dalam media MS tidak berpengaruh
nyata dalam menekan laju senesen. Berdasarkan analisis Kurskal Wallis penambahan AgNO3 mampu mempertahankan ketegaran planlet ubi kayu yang
ditunjukkan dengan warna daun yang tetap hijau dan tampak segar.
26
Abstract
High senescence rate of in vitro cultured cassava is one of the main obstacle in cassava multiplication. The objective of this experiment was to study the effect of AgNO3 aplication on the in vitro growth of cassava UJ 5 variety. This experiment
was arranged in the randomized complete design with one factor and eight replications. The factor was type of culture media, MS with AgNO3 (0, 20, 40,
and 80 ppm) and MS with 3 ppm BAP and AgNO3 (0, 20, 40, and 80 ppm). The
result showed that AgNO3 could not significantly inhibit senescence and it was
more appropriate for slow growth on cassava planlets. Base on Kruskal Wallis anaysis the result showed that AgNO3 aplication could maintain the vigor cassava
planlet as indicated by the leaves color
Keywords: AgNO3, senesence, slow growth
Pendahuluan
Penuaan daun atau yang disebut senesen merupakan suatu regulasi normal yang terjadi pada tanaman dan beberapa dikontrol oleh genentik. Karakteristik utama yang nampak pada proses penuaan daun adalah perubahan warna daun yang terjadi akibat berkurangnya klorofil. Senesen pada planlet ditandai dengan berubahnya warna planlet. Hormon yang mempengaruhi proses senesen adalah asam absisat (ABA) dan etilen. Taiz dan Zeiger (2002) menyatakan bahwa ABA memiliki peran dalam proses senesen dengan cara menginduksi pembentukan etilen dan zona absisi. Pada tahap selanjutnya selama proses senesen, etilen banyak menginduksi sitesis serta sekresi enzim hidrolitik yang berperan dalam pemecahan protein seluler, karbohidrat dan asam nukleat pada daun. Komponen gula, nukleosida dan asam amino kemudia diangkut kembali ke bagian tubuh utama tanaman melalui floem dan akan digunakan untuk menyuplai kebutuhan nutrisi untuk sintesis daun yang baru pada tunas (Taiz dan Zeiger 2002).
Berdasarkan penelitian sebelumnya diketahui bahwa tingkat senesen pada kultur jaringan ubi kayu cukup tinggi. Nugroho (2011) mengemukakan bahwa hampir setiap minggu ada daun yang mengalami penguningan dan akhirnya gugur (senesen). Fauzi (2010) melaporkan bahwa pada 5 minggu setelah tanam (MST) daun pada beberapa perlakuan mengalami penguningan dan terdapat daun yang gugur, penguningan ini berlangsung sampai akhir pengamatan. Senesen dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi dan akumulasi racun pada kultur in vitro (Cachita dan Cracium 1990). Hal ini menjadi penghambat dalam usaha perbanyakan ubi kayu secara in vitro. Oleh karena itu, sangat diperlukan usaha untuk mengurangi tingginya tingkat senesen pada kultur jaringan ubi kayu.
Efek etilen pada kultur jaringan dapat dihindari dengan menambahkan beberapa macam bahan kimia ke dalam media kultur, misalnya dengan penambahan Perak Tiosulfat (PTS) untuk menghambat aksi fisiologi dari etilen yang diketahui merupakan salah satu penyebab terjadinya senesen pada kultur jaringan. Senyawa organik AgNO3 dapat digunakan untuk menekan aktivitas
penghamb tersebut d pada kultu aplikasi k varietas U
Per komposisi ppm) dan 80 ppm). B varietas U jumlah da
bat kerja eti urnamaning
n salah satu ingga dapat i media kult
media MS
alisis data d f dianalisis lakuan. Pe akan Dunca nalisis data
dengan Kr nlet ubi kay
1
ilen dalam sih et al. u senyawa a
t menekan g AgNO3 ke d
i disusun d tur yang ter
yang meng m yang dig ksplan per h daun sen et dilakukan
na planlet ub
dilakukan te yu varietas U
eksplan seh (1988) ju anti etilen y gugurnya da dalam media erosum L.).
s sp, dike as dari kal O3 telah te
Tujuan pe alam mengh
Bahan dan M
dengan ranc rdiri atas M gandung 3 p gunakan ada
botol seban nesen diam n untuk kuan
bi kayu: (0)
Analisis D
erhadap dat dik ragam (A ang berpen le range tes akan progr alah setek m nyak 8 ulan mati setiap m
ntifikasi kua gsi untuk m n (2004) me
i yaitu unt u senesen p
k lengkap s h AgNO3 (0
ditambah Ag mikro 1 buku ngan. Peuba minggu sel alitas planle
Hijau muda
tif dan data untuk meng ta kemudia dengan ting versi 9.1. pengaruh A
3 kan laju sen
tuk mempe planlet ubi
satu faktor y 0, 20, 40, d
gNO3 (0, 20
ku tunas ubi ah jumlah b lama 8 min et (Gambar
a; (2) Hijau
28
Hasil dan Pembahasan
Penambahan AgNO3 ke dalam media MS tidak berpengaruh nyata terhadap
laju senesen ubi kayu (Tabel 13). Berdasarkan hasil analisis kontras diketahui bahwa media MS0 memiliki jumlah buku dan jumlah daun dan juga jumlah daun gugur yang lebih tinggi dibandingkan media dengan penambahan AgNO3 (Tabel
14 dan Tabel 15), dan media dengan penambahan AgNO3 tunggal memiliki
jumlah daun yang lebih tinggi dibandingkan dengan media dengan AgNO3 dan
penambahan BAP (Tabel 16). Jumlah daun gugur terendah terjadi pada media dengan penambahan AgNO3 dan BAP. Gugur daun (senesen) terjadi sejak 3 MSP
sampai pada akhirnya planlet kehilangan daun dan menjadi layu lalu mengalami kematian (Gambar 10 dan 11).
Senesen terjadi karena akumulasi etilen yang tinggi dalam jaringan tanaman. Produksi gas etilen akan terakumulasi secara nyata dalam fase gas di dalam wadah kultur yang digunakan (Lizawati et al. 2009). Gugurnya daun diduga juga terjadi karena adanya ketidakseimbangan kandungan auksin-sitokinin endogen di dalam jaringan tanaman. Kandungan auksin endogen dalam tanaman sangat tinggi sehingga meningkatkan aktivitas etilen yang menyebabkan daun menjadi gugur. Wattimena (1988) menambahkan bahwa auksin merupakan salah satu faktor kunci dalam sintesis etilen, karena auksin merupakan prekursor dalam perubahan SAM menjadi ACC, yaitu senyawa antara dalam sintesis etilen. Pengguguran daun juga terjadi akibat proses absisi yang ada hubungannya dengan aktivitas auksin di daerah absisi (Wattimena 1989).
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa penambahan AgNO3 ke dalam
media MS mampu mengurangi jumlah buku dan jumlah daun yang dihasilkan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan AgNO3 tunggal mampu menghambat
pertumbuhan planlet. Mafla et al. (2000) melaporkan bahwa bahwa AgNO3
efektif menekan pertumbuhan tunas ubi kayu dan dapat dimanfaatkan untuk penyimpanan planlet selama kurang lebih 7 bulan. Mohiuddin et al. (1997) mengemukakan bahwa pada tanaman timun (Cucumis sativus L.) AgNO3 juga
Tabel 13. Pengaruh komposisi media terhadap jumlah buku dan jumlah daun pada 8 MSP serta jumlah daun baru dan jumlah daun senesen selama 8 MSP
Tabel 14. Uji kontras ortogonal antar MS0 dan MS + AgNO3
Perlakuan Jumlah Buku Jumlah Daun Jumlah Daun Gugur
MS0 4.00 4.00 1.87
AgNO3 2.43 1.37 0.37
P Value * tn *
Keterangan: tn= tidak berpengaruh nyata * = berpengaruh nyata (p<5%).
Tabel 15. Uji kontras ortogonal antar MS0 dan MS + AgNO3 + BAP
Perlakuan Jumlah Buku Jumlah Daun Jumlah Daun Gugur
MS0 4.00 4.00 1.87
AgNO3 + BAP 1.75 1.00 0.12
P value * * **
Keterangan: * = berpengaruh (p<5%); ** berpengaruh sangat nyata (p>1%)
Tabel 16. Uji kontras ortogonal antar MS + AgNO3 tunggal dan MS + AgNO3 +
BAP
Perlakuan Jumlah Buku Jumlah Daun Jumlah Daun Gugur
AgNO3 2.43 1.37 0.37
AgNO3 + BAP 1.75 1.00 0.12
P value ** tn tn
Keterangan: * = berpengaruh (p<5%); ** berpengaruh sangat nyata (p>1%) Komposisi
Media
Jumlah Buku
Jumlah Daun
Jumlah Daun baru
Jumlah Daun Senesen
MS 0 ( A0) 4.0 ± 0.0 4.0 ± 2.9 3.8 ± 5.0 2.2 ± 2.8
MS + 3 ppm BAP (A4) 2.0 ± 0.0 - 0.1 ± 0.3 0.0 ± 0.0
MS + 20 ppm AgNO3 (A1) 2.1 ± 0.4 2.0 ± 1.4 1.1 ± 1.8 0.3 ± 0.8
MS + 40 ppm AgNO3 (A2) 3.0 ± 1.1 1.3 ± 0.5 1.2 ± 1.2 0.2 ± 0.5
MS + 80 ppm AgNO3 (A3) 2.2 ± 0.5 1.2 ± 0.4 1.2 ± 1.0 0.0 ± 0.0
MS + 3 ppm BAP + 20 ppm AgNO3 (A5)
1.8 ± 1.0 - 0.3 ± 0.5 0.2 ± 0.5
MS + 3 ppm BAP + 40 ppm AgNO3 (A6)
1.8 ± 0.5 1.0 ± 0.0 0.6 ± 1.1 0.1 ± 0.4
MS + 3 ppm BAP + 80 ppm AgNO3 (A7)
30 khande et al
ginduksi pe
bar 10. Keraga MS0 na kalus sel
h sampai be
aan planlet ub m AgNO3 tunas baru bahwa Ag tybus. Selu emah. Selam
ama pengam rubah menj
i kayu genotip
A1
A4
dia kultur m MS0 dan
semua media S + 3 ppm BA ultiplikasi t erbentuk be
us remah i na kalus ter tnya menjad
ase jumlah sedangkan (Tabel 17).
S0 mampu alaria. Bias tunas pada
erdasarkan ini, terjadi rjadi mulai di coklat.
MSP AgNO3
AgNO3
Keterangan:
20 ppm AgNO 40 ppm AgNO 80 ppm AgNO
A6
anlet ubi kayu
n persentase
uan
genotipe UJ 5
eksplan be
Eksplan
ertunas dan b
bertunas
media kultur
32
Aplikasi A a setiap min
k berumur 5 let berwarn gamatan. Na l yang berb pai akhir p k hanya me bah warna ghambat laj
pm merupa kayu (Gamb ar) sampai a NO3 nyata m
na hijau tu amun, penam
beda. Planl pengamatan
nyebabkan . Penamba aju senesen akan konsen
bar 12). Ha akhir penga mengurangi
ase planlet y n warna pl sis Kruskal w
Media
. Planlet pad Planlet pa ntrasi yang
al ini ditunj amatan. Wu ada media M S + 3 ppm B kan hasil t jadi gugur t O3 tunggal sis (putih) m
adi putih a ubahan w an pada ja a tersebut
a terhadap
2 3
A) Planlet pa MS + 80 p BAP + 80 p
ang nyata te lorosis terja tetapi juga
ke dalam n ubi kayu. untuk menek gan warna p 06) melapor a planlet hal menjadi lebih
atau coklat warna plan
ada media M pm AgNO3 bukti bahw menyebabk media M Konsentra kan laju sen planlet yang rkan bahwa l tersebut d h sedikit.
mengindik nlet menja naman (San
upakan su
a planlet be
MSP)
rna planlet media MS0 nyebabkan mpai akhir enunjukkan
2 minggu wa senesen kan planlet MS mampu
asi AgNO3
nesen pada g hijau tua a 12 mgL-1 ditunjukkan
kasi bahwa adi coklat antoso dan
uatu tanda