• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analysis of Relationship between GHG emissions and with per capita income in develop and developing country

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analysis of Relationship between GHG emissions and with per capita income in develop and developing country"

Copied!
256
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS HUBUNGAN

EMISI GAS RUMAH KACA

DAN PENDAPATAN

PER KAPITA DI NEGARA MAJU DAN

BERKEMBANG

DIDA MIGFAR RIDHA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Juli 2011

(4)
(5)

ABSTRACT

DIDA MIGFAR RIDHA. Analysis of Relationship between GHG emissions and with per capita income in develop and developing country. Under supervision of NUNUNG NURYARTONO and DEDI BUDIMAN HAKIM.

Relationship between national income (GDP) in a country and the resulting GHG emissions is a paradox, where the increase in national income (GDP) will have an impact on rising emissions. This research examines relationship between emission of green houses gasses and income per capita for develop and developing countries with various economic performances over the period of 1970-2006. Using the Environmental Kuznets Curve hypothesis and panel data models, emission of green houses gasses are expressed as quadratic logarithmic function of income per capita, squared income per capita. As a result, the coefficient of income per capita is positive and greater than one and the coefficient of income per capita squared that is negative in developed countries are reviewed to explain that the emissions per capita have a relationship with per capita income in the form of inverted-U curve. The estimation results are consistent with the EKC hypothesis. The coefficient of income per capita is is negative and the coefficient of income per capita squared are positive in developing countries that were examined to explain that the emissions per capita have a relationship with per capita income in the form of a U-curve. The estimation results are not consistent with the EKC hypothesis.

(6)
(7)

RINGKASAN

DIDA MIGFAR RIDHA. Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang. Dibimbing oleh DR. NUNUNG NURYARTONO dan DR. DEDI BUDIMAN HAKIM.

Perkembangan peningkatan emisi GRK yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan peningkatan pendapatan (PDB) yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang, mendasari pentingnya mengetahui dinamika peningkatan emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju.

Setiap negara memerlukan input sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa. Sumber daya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses produksi yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi.

Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan residual atau limbah (waste). Residual hasil kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga mengalir ke dalam sistem lingkungan. Akumulasi aliran residual yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan menimbulkan pencemaran lingkungan. Perman et al. (1996) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut.

Residual yang dihasilkan diantaranya berupa emisi gas seperti carbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (NO2) yang terakumulasi dan

menjadi stock pollutan, dikenal dengan istilah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau

Greenhouse Gas (GHG). Emisi GRK berperanan besar dalam meningkatnya peristiwa efek rumah kaca yang dalam skala besar akan mengakibatkan terjadinya pemanasan global (global warming).

Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi GRK, lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change). Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Selain itu, hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) sekaligus juga dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan pada suatu negara.

(8)

Penelitian bertujuan menganalisis hubungan antara peningkatan emisi GRK dan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju. Secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk: (1) Menganalisis dinamika emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat PDB per kapita di negara maju dan negara berkembang yang dikaji; (2) Menganalisis perubahan emisi GRK per Unit PDB dari waktu ke waktu di negara maju dan negara berkembang yang dikaji; dan (3) Mengetahui apakah EKC yang menunjukkan hubungan antara emisi GRK per kapita dan pendapatan per kapita masih relevan dan sesuai dengan situasi saat ini. Penelitian ini menggunakan Hipotesis EKC untuk menjelaskan dinamika perekonomian melalui suatu tahapan pembangunan. Ruang lingkup penelitian adalah, Pertama, menggunakan model ekonometrika berbasis data panel untuk menguji hubungan kuadratik emisi gas rumah kaca dan pendapatan per kapita;

Kedua, melakukan telaah dan analisis hasil estimasi serta kesimpulan dari model ekonometrika.

Variabel yang digunakan untuk menyatakan pendapatan adalah pendapatan per kapita rata-rata. Sedangkan variabel yang digunakan untuk menyatakan indikator lingkungan yaitu emisi GRK adalah rata-rata eksplisit kadar polutan tahunan, yang diperoleh dari laporan konsentrasi polutan per jam suatu negara dalam satu tahun kemudian dihitung rata-ratanya.

Sementara itu, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, dimana emisi GRK yang dikaji difokuskan pada emisi karbon dioksida (CO2). Penyederhanaan ini,

dikarenakan keterbatasan data untuk jenis emisi GRK lainnya dalam rentang waktu yang cukup panjang (1970-2006). Selain itu, karbon dioksida (CO2) juga

merupakan jenis emisi GRK terbesar, yang dalam beberapa penelitian terdahulu EKC menunjukkan pola yang beragam.

Penelitian ini memfokuskan pada negara-negara dengan tingkat pendapatan nasional yang berbeda. Negara-negara maju diwakili oleh 10 Negara Bependapatan Tinggi Kelompok OECD dan 10 Negara Bependapatan Tinggi Kelompok Non OECD. Sedangkan negara berkembang diwakili oleh 10 Negara Bependapatan Menengah dan 10 Negara Bependapatan Rendah. Fokus terhadap kelompok-kelompok negara dikaji tersebut memiliki peranan penting dalam perkembangan emisi global, sehingga analisis mengenai hubungan emisi per kapita dan pendapatan per kapita sebagaimana tercermin dalam EKC menjadi menarik untuk dianalisis.

Berdasarkan hasil penelitian, dapat diambil beberapa kesimpulan bahwa Emisi gas rumah kaca dan pendapatan (PDB) per kapita memiliki keterkaitan yang erat. Hal ini ditunjukkan oleh negara-negara yang memiliki tingkat pertumbuhan pendapatan per kapita yang tinggi juga memiliki tingkat pertumbuhan emisi per kapita yang tinggi. Secara agregat juga terlihat bahwa tren peningkatan pendapatan (PDB) selama periode 1970-2006 di kelompok negara-negara yang dikaji diiringi oleh peningkatan emisi.

(9)

Perubahan emisi per unit PDB dari negara-negara yang dikaji terjadi selama periode 1980-2006. Negara-negara maju dengan pendapatan per kapita relatif tinggi cenderung mengalami penurunan emisi per PDB seiring dengan peningkatan pendapatan per kapita. Namun demikian, jumlah emisi absolut di negara maju tidak menurun dan relatif masih tinggi. Adapun peningkatan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang selama periode tersebut cenderung belum dapat menurunkan tingkat emisi per unit PDB.

Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang positif dan lebih besar dari satu serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai negatif di negara maju yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurva-U terbalik. Hasil estimasi ini konsisten dengan hipotesis EKC.

Tanda estimasi koefisien pendapatan per kapita yang negatif serta koefisien pendapatan per kapita kuadrat yang bernilai positif di negara berkembang yang dikaji menjelaskan bahwa emisi per kapita memiliki hubungan dengan pendapatan per kapita dalam bentuk kurva-U. Hasil estimasi ini tidak konsisten dengan hipotesis EKC.

Bentuk hubungan antara emisi dan pendapatan (PDB) memiliki implikasi kebijakan penting. Perbedaan hasil analisis EKC di negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa fenomena yang terjadi di negara maju saat ini tidak dapat diterapkan di negara berkembang. Kebijakan mempercepat pertumbuhan ekonomi agar dapat melampaui titik balik (turning point) berdasarkan interpretasi dari hipotesis EKC, akan memiliki efek negatif yang serius terhadap lingkungan di masa depan.

(10)
(11)

@ Hak Cipta milik IPB tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(12)
(13)

ANALISIS HUBUNGAN

EMISI GAS RUMAH KACA DAN PENDAPATAN

PER KAPITA DI NEGARA MAJU DAN BERKEMBANG

DIDA MIGFAR RIDHA

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(14)
(15)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang

Nama : Dida Migfar Ridha

N I M : H151064114/EKO

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. Ketua Anggota

Diketahui Ketua Program Studi

Ilmu Ekonomi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nunung Nuryartono, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(16)
(17)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah. Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis dengan judul: “Analisis Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan Per Kapita di Negara Maju dan Berkembang”.

Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi Gas Rumah kaca (GRK), lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change). Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Selain itu, hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) sekaligus juga dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan pada suatu negara. Fenomena mengenai hubungan antara berbagai indikator degradasi lingkungan dengan tahapan pembangunan yang tercermin melalui pendapatan per kapita dapat dijelaskan melalui Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis EKC menyatakan bahwa negara-negara berkembang yang umumnya merupakan negara-negara tipikal agraris, masih bertumpu pada sektor pertanian. Namun, seiring dengan berjalannya pembangunan, degradasi lingkungan (seperti tingkat emisi, polusi, intensitas energi, dan sebagainya) akan meningkat dengan cepat. Kondisi ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang yang sedang memacu industri.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Emisi gas rumah kaca dan pendapatan (PDB) per kapita memiliki keterkaitan yang erat. Bentuk hubungan antara emisi dan pendapatan (PDB) memiliki implikasi kebijakan penting. Perbedaan hasil analisis EKC di negara maju dan negara berkembang menunjukkan bahwa fenomena yang terjadi di negara maju saat ini tidak dapat diterapkan di negara berkembang. Kebijakan mempercepat pertumbuhan ekonomi agar dapat melampaui titik balik (turning point) berdasarkan interpretasi dari hipotesis EKC, akan memiliki efek negatif yang serius terhadap lingkungan di masa depan.

Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan tesis ini begitu banyak bantuan berupa tenaga, materi, informasi, waktu, maupun dorongan yang tidak terhingga dari berbagai pihak. Karena itu dengan ketulusan dan kerendahan hati, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Dr.Ir.Nunung Nuryartono, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, petunjuk serta saran-saran yang sangat berarti dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB, Dr. Ir. R.Nunung Nuryartono, M.Si selaku ketua program studi dan Dr. Ir. Lukywati Anggraeni, M.Si selaku sektetaris program studi.

(18)

Terimakasih dan penghargaan juga disampaikan kepada semua dosen yang telah mengajar penulis selama mengikuti perkuliahan di Program Studi Ilmu Ekonomi dan rekan-rekan kuliah yang telah memberikan sumbang saran dan pemikiran dalam penyusunan tesis ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada istri tercinta Widayati dan anak-anakku Pradipta Fadhli Nugraha, Praditya Fauzan Ghifari dan Pramaditya Fajri Migfar yang telah memberikan dukungan moril dan materiil.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih belum sempurna, namun demikian mudah-mudahan tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan kontribusi bagi dunia pendidikan, pembangunan ekonomi dan lingkungan hidup.

Bogor, Juli 2011

(19)

RIWAYAT HIDUP

(20)
(21)

DAFTAR ISI

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Gas Rumah Kaca ... 9

2.2 Teori Environmental Kuznets Curve (EKC) ... 10

2.3 Tinjauan Literatur dan Hasil-hasil Penelitian Empiris ... 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 17

3.1 Kerangka Konseptual ... 17

4.3 Dinamika PDB per Kapita dan Emisi Gas Rumah Kaca per Kapita ... 37 4.4 Dinamika Emisi per Unit PDB ... 43

4.5 Dinamika Kinerja Ekonomi Sektoral terhadap PDB ... 49

4.6 Dinamika Konsumsi Energi ... 65

V. HASIL ANALISIS ... 73

5.1 Hasil Estimasi ... 73

5.2 Hubungan Emisi Gas Rumah Kaca dan Pendapatan per Kapita 78 5.3 Implikasi Kebijakan ... 84

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

6.1 Kesimpulan ... 93

6.2 Saran Penelitian Lebih Lanjut ... 94

DAFTAR PUSTAKA ... 95

(22)
(23)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terhadap Perubahan

Emisi ... 10 Tabel 2.2 Hasil-hasil Penelitian Empiris Studi EKC CO2 ... 14 Tabel 3.1 Daftar 20 Negara Maju yang Dikaji Berdasarkan Atlas

Bank Dunia Tahun 2010 ... 19 Tabel 3.2 Daftar 20 Negara Berkembang yang Dikaji Berdasarkan

Atlas Bank Dunia Tahun 2010 ... 20 Tabel 3.3 Variabel-variabel yang Digunakan dalam Analisis ... 22 Tabel 4.1 Perkembangan PDB per Kapita di Negara Maju

Berpendapatan Tinggi (OECD) ... 27 Tabel 4.2 Perkembangan PDB per Kapita di 10 Negara Maju

Berpendapatan Tinggi (Non OECD) ... 28 Tabel 4.3 Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang

Berpendapatan Menengah ... 30 Tabel 4.4 Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang

Berpendapatan Rendah ... 31 Tabel 4.5 Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju

Berpendapatan Tinggi (OECD) ... 32 Tabel 4.6 Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju

Berpendapatan Tinggi (Non OECD) ... 34 Tabel 4.7 Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Berkembang

Berpendapatan Menengah ... 35 Tabel 4.8 Perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara

Berkembang Berpendapatan Rendah ... 36 Tabel 4.9 Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi per Kapita di

Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD) ... 37 Tabel 4.10 Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per

Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non

OECD) ... 39 Tabel 4.11 Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per

Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah 40 Tabel 4.12 Perkembangan PDB per Kapita dan Emisi GRK per

Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah .... 42 Tabel 4.13 Emisi per Unit PDB di Negara Maju Berpendapatan

Tinggi Kelompok OECD , 1980-2006 ... 44 Tabel 4.14 Emisi per Unit PDB di Negara Maju Berpendapatan

Tinggi Non OECD, 1980-2006 ... 45 Tabel 4.15 Emisi per Unit PDB di Negara Berkembang

Berpendapatan Menengah, 1980-2006 ... 46 Tabel 4.16 Emisi per Unit PDB di Negara Berkembang

Berpendapatan Rendah, 1980-2006 ... 47 Tabel 4.17 Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Maju

Berpendapatan Tinggi OECD ... 49 Tabel 4.18 Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Maju

(24)

Halaman

Tabel 4.19 Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara Berkembang Berpendapatan Menengah ...

50 Tabel 4.20 Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB Negara

Berkembang Berpendapatan Rendah ...

51 Tabel 4.21 Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara

Maju Berpendapatan Tinggi OECD ...

52 Tabel 4.22 Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara

Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD ...

53 Tabel 4.23 Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara

Berkembang Berpendapatan Menengah ...

54 Tabel 4.24 Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap PDB Negara

Berkembang Berpendapatan Rendah ...

54 Tabel 4.25 Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara Maju

Berpendapatan Tinggi OECD ...

56 Tabel 4.26 Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara Maju

Berpendapatan Tinggi Non OECD ...

56 Tabel 4.27 Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara

Berkembang Berpendapatan Menengah ...

57 Tabel 4.28 Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB Negara

Berkembang Berpendapatan Rendah ...

57 Tabel 4.29 Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap PDB Negara

Maju Berpendapatan Tinggi OECD ...

58 Tabel 4.30 Kinerja Ekspor terhadap PDB Negara Maju

Berpendapatan Tinggi Non OECD ...

59 Tabel 4.31 Kinerja Ekspor terhadap PDB Negara Berkembang

Berpendapatan Menengah ...

60 Tabel 4.32 Kinerja Ekspor terhadap PDB Negara Berkembang

Berpendapatan Rendah ...

61 Tabel 4.33 Kinerja Impor terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan

Tinggi OECD ...

62 Tabel 4.34 Kinerja Impor terhadap PDB Negara Maju Berpendapatan

Tinggi Non OECD ...

62 Tabel 4.35 Kinerja Impor terhadap PDB Negara Berkembang

Berpendapatan Menengah ...

63 Tabel 4.36 Kinerja Impor terhadap PDB Negara Berkembang

Berpendapatan Rendah ...

64 Tabel 4.37 Penggunaan Energi di Negara Maju Berpendapatan

Tinggi OECD Tahun 1970-2006 ...

65 Tabel 4.38 Penggunaan Energi di Negara Maju Berpendapatan

Tinggi Non OECD Tahun 1970-2006 ...

66 Tabel 4.39 Penggunaan Energi di Negara Berkembang

Berpendapatan Menengah Tahun 1970-2006 ...

67 Tabel 4.40 Penggunaan Energi di Negara Berkembang

Berpendapatan Rendah Tahun 1970-2006 ...

67 Tabel 4.41 Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi

Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi OECD Tahun 1970-2006 ...

(25)

Halaman

Tabel 4.42 Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi Energi di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Non OECD Tahun 1970-2006 ... 69 Tabel 4.43 Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi

Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah

Tahun 1970-2006 ... 70 Tabel 4.44 Konsumsi Energi Bahan Bakar Fosil dari Total Konsumsi

Energi di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah

Tahun 1970-2006 ... 71 Tabel 5.1 Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara

Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD ... 73 Tabel 5.2 Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara

Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD ... 74 Tabel 5.3 Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara

Berkembang Berpendapatan Menengah ... 76 Tabel 5.4 Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk Negara

Berkembang Berpendapatan Rendah ... 78 Tabel 5.5 Hasil Estimasi Koefisien Model Data Panel untuk 40

(26)
(27)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Emisi Global CO2 dari Bahan Bakar Fosil 1990-2000 ... 4 Gambar 1.2 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca di Dunia pada Tahun

2025 ... 5 Gambar 1.3 Pendapatan per Kapita dan Emisi Gas Rumah Kaca di

beberapa Negara ... 5 Gambar 1.4 Profil Emisi Gas Rumah Kaca di Negara Maju dan

Berkembang ………. 7

Gambar 2.1 Environmental Kuznets Curve (EKC) ... 11 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian ... 17 Gambar 4.1 Perkembangan Nilai Tambah Sektor Industri terhadap PDB

(%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun

1970-2006 ... 52 Gambar 4.2 Perkembangan Nilai Tambah Sektor Pertanian terhadap

PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun

1970-2006 ... 55 Gambar 4.3 Perkembangan Nilai Tambah Sektor Jasa terhadap PDB

(%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun

1970-2006 ... 58 Gambar 4.4 Perkembangan Kinerja Ekspor Barang dan Jasa terhadap

PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun

1970-2006 ……….... 61

Gambar 4.5 Perkembangan Kinerja Impor Barang dan Jasa terhadap PDB (%) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun

1970-2006 ……….... 64

Gambar 4.6 Perbandingan Penggunaan Energi di Negara Maju dan

Negara Berkembang Tahun 1970-2006 ... 68 Gambar 4.7 Konsumsi Energi Bersumber Bahan Bakar Fosil (% dari

Total) di Negara Maju dan Negara Berkembang Tahun

(28)
(29)

DAFTAR LAMPIRAN

(30)
(31)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap negara menghasilkan output perekonomian yang dikuantifikasi sebagai pendapatan nasional atau Produk Domestik Bruto (PDB). PDB yang dihasilkan pada suatu periode tertentu merupakan salah satu indikator pembangunan di suatu negara. PDB merupakan nilai barang dan jasa akhir berdasarkan harga pasar, yang diproduksi oleh sebuah perekonomian dalam suatu periode tertentu (kurun waktu) dengan menggunakan faktor-faktor produksi yang berada (berlokasi) dalam perekonomian tersebut (Case and Fair, 1996).

PDB disebut bertumbuh apabila jumlah permintaan total terhadap barang dan jasa dalam suatu perekonomian tertentu dan jumlah produksi total barang dan jasa dalam suatu perekonomian selama periode tertentu makin baik dibanding periode sebelumnya. Oleh karena itu, setiap negara memerlukan input sumber daya alam untuk menghasilkan barang dan jasa untuk proses produksi yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi.

Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan residual atau limbah (waste). Residual hasil kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga mengalir ke dalam sistem lingkungan. Akumulasi aliran residual yang diproduksi melebihi kapasitas penyerapan lingkungan menimbulkan pencemaran lingkungan. Perman et al. (1996) melihat bahwa residual merupakan bagian intrinsic atau bagian yang tidak terpisahkan dari aktivitas ekonomi dan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas tersebut.

Residual yang dihasilkan diantaranya berupa emisi gas seperti carbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrous oksida (NO2) yang terakumulasi dan

menjadi stock pollutan, dikenal dengan istilah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) atau

(32)

pemanasan global (global warming), lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change).

Hasil kajian International Panel on Climate Change atau IPCC (2007) menunjukkan bahwa 11 dari 12 tahun terpanas sejak tahun 1850 terjadi dalam waktu 12 tahun terakhir. Kenaikan temperatur total dari tahun 1850-1899 sampai dengan tahun 2001-2005 adalah 0,76oC. Agar kenaikan temperatur dapat dibatasi dibawah 2oC, harus disepakati target global penurunan emisi sebesar 50% pada tahun 2050 dan komitmen negara maju untuk mereduksi emisi sekurang-kurangnya 80% pada tahun 2050 dengan base year tahun 1990.

Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi GRK. Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Selain itu, hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) sekaligus juga dapat dijadikan tolak ukur kualitas lingkungan pada suatu negara.

Fenomena mengenai hubungan antara berbagai indikator degradasi lingkungan dengan tahapan pembangunan yang tercermin melalui pendapatan per kapita dapat dijelaskan melalui Environmental Kuznets Curve (EKC). Hipotesis EKC menyatakan bahwa negara-negara berkembang yang umumnya merupakan negara-negara tipikal agraris, masih bertumpu pada sektor pertanian. Namun, seiring dengan berjalannya pembangunan, degradasi lingkungan (seperti tingkat emisi, polusi, intensitas energi, dan sebagainya) akan meningkat dengan cepat. Kondisi ini umumnya terjadi di negara-negara berkembang yang sedang memacu industri.

(33)

dan ramah lingkungan, sehingga peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi akan menurunkan tingkat degradasi lingkungan.

Negara maju dan negara berkembang terus mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa kurun waktu terakhir. Banyak industri baru tumbuh dan berkembang yang tidak hanya memberikan imbas bagi perekonomian negara itu sendiri namun juga perekonomian regional bahkan perekonomian dunia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri di negara-negara maju dan berkembang menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya emisi GRK.

Perkembangan negosiasi penurunan emisi GRK dibahas dalam Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim atau United Natios Framework on Climate Change Convention (UNFCCC). Perkembangan negosiasi di fora internasional tidak terlepas dari dinamika perkembangan peningkatan emisi GRK yang cukup pesat dalam beberapa tahun terakhir seiring dengan peningkatan pendapatan (PDB) yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang. Hal ini mendasari pentingnya mengetahui dinamika peningkatan emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju, serta relevansinya dengan hipotesis EKC.

1.2 Permasalahan

Fenomena hubungan peningkatan emisi dan pendapatan per kapita dapat digambarkan melalui kurva U terbalik (inverted-U shaped) atau dikenal sebagai

Environmental Kuznets Curve (EKC). Pada fase awal pembangunan ekonomi, negara-negara cenderung menggunakan sumber daya alam dan materialnya pada tingkat yang lebih besar, hingga mencapai suatu nilai kritis (turning point) tertentu. Emisi GRK akan meningkat seiring meningkatnya pendapatan sampai mencapai nilai kritis, dan setelah itu emisi GRK akan menurun seiring meningkatnya pendapatan.

(34)

Sebaliknya, negara-negara berkembang dan terbelakang mengalami materialisasi, yang berarti masih berada pada suatu fase pembangunan ekonomi di mana penggunaan material per unit output masih relatif tinggi.

Negara-negara maju dan berkembang terus mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa kurun waktu terakhir. Banyak industri baru tumbuh dan berkembang yang tidak hanya memberikan imbas bagi perekonomian negara itu sendiri namun juga perekonomian regional bahkan perekonomian dunia. Pesatnya pertumbuhan ekonomi dan perkembangan industri di negara-negara tersebut menjadi salah satu pemicu utama meningkatnya emisi GRK.

Sejalan dengan meningkatnya populasi penduduk, kemajuan teknologi, meningkatnya proses industrialisasi, dan terus berlangsungnya proses pembangunan telah mendorong peningkatan emisi GRK. Selama periode 1990-2000 peningkatan emisi GRK, terutama CO2 yang dihasilkan dari bahan bakar fosil terus mengalami peningkatan sebagaimana disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1 Emisi Global CO2 dari Bahan Bakar Fosil 1990-2000 Sumber: World Resources Institute(2008)

Kecenderungan peningkatan emisi gas rumah kaca dunia pada tahun-tahun mendatang diperkirakan akan terus meningkat. Proyeksi emisi dunia pada tahun 2025 diperkirakan akan mencapai 57%. Pada tahun 2025 negara-negara berkembang diperkirakan memberikan kontribusi peningkatan emisi sebesar 35 % dan negara-negara maju sebesar 84%. Proyeksi emisi gas rumah kaca di dunia pada tahun 2025 sebagaimana pada Gambar 1.2.

(35)

Tahun

Gambar 1.2 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca di Dunia pada Tahun 2025 Sumber: World Resources Institute(2008)

Sebagaimana diuraikan pada bahasan terdahulu bahwa emisi GRK memiliki keterkaitan erat dengan perekonomian (PDB) suatu negara. Gambaran pendapatan per kapita dan emisi GRK di berbagai negara sebagaimana disajikan pada Gambar 1.3

Gambar 1.3. Pendapatan per Kapita dan Emisi Gas Rumah Kaca di beberapa Negara

Sumber: World Resources Institute(2008)

(36)

dematerialisasi, yang berarti negara-negara tersebut telah mampu mereduksi emisi GRK dan materialnya per unit output dalam suatu fase pembangunan ekonomi.

Berdasarkan uraian di atas, beberapa permasalahan yang hendak dijawab dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimanakah dinamika peningkatan emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju yang dikaji?

2. Bagaimanakah perubahan emisi GRK per unit PDB dari waktu ke waktu di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji?

3. Apakah EKC yang menunjukkan hubungan antara emisi GRK dan pendapatan per kapita masih relevan dan sesuai dengan situasi di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji?

1.3. Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan menganalisis hubungan antara peningkatan emisi GRK dan pendapatan per kapita di negara-negara berkembang dan maju. Secara lebih rinci, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menganalisis dinamika emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat PDB per kapita di negara maju dan negara berkembang yang dikaji.

2. Menganalisis perubahan emisi GRK per Unit PDB dari waktu ke waktu di negara maju dan negara berkembang yang dikaji.

3. Mengetahui kesesuaian hipotesis EKC dengan situasi di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji.

1.4 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

(37)

Variabel yang digunakan untuk menyatakan pendapatan adalah pendapatan per kapita rata-rata. Sedangkan variabel yang digunakan untuk menyatakan indikator lingkungan yaitu emisi GRK adalah rata-rata eksplisit kadar polutan tahunan, yang diperoleh dari laporan konsentrasi polutan per jam suatu negara dalam satu tahun kemudian dihitung rata-ratanya.

(a) Negara Maju (b) Negara Berkembang

Gambar 1.4. Profil Emisi Gas Rumah Kaca di Negara Maju dan Berkembang Sumber: World Resources Institute(2008)

Sementara itu, penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan, dimana emisi GRK yang dikaji difokuskan pada emisi karbon dioksida (CO2).

Penyederhanaan ini, dikarenakan keterbatasan data untuk jenis emisi GRK lainnya dalam rentang waktu yang cukup panjang (1970-2006). Selain itu, karbon dioksida (CO2) juga merupakan jenis emisi GRK terbesar sebagaimana disajikan

(38)
(39)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Emisi Gas Rumah Kaca

Salah satu pendekatan untuk analisis emisi adalah formula yang mengungkapkan emisi sebagai fungsi dari beberapa faktor yang berkontribusi. Sebagai contoh, emisi dapat dinyatakan sebagai fungsi dari populasi, pendapatan (PDB per kapita), dan intensitas (emisi per unit GDP). Hubungan ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

PDB Emisi CO2

Emisi CO2 = Populasi x

Populasi x PDB

Herzog, Baumert dan Pershing (2006) menggambarkan pendekatan bagaimana berbagai faktor ekonomi dapat mempengaruhi tingkat emisi absolut. Sebagai contoh, jika penduduk suatu negara dan intensitas emisi (Emisi/PDB) tetap konstan, sementara PDB per Kapita meningkat, maka emisi juga akan meningkat. Intensitas emisi (Emisi/PDB) dapat dinyatakan sebagai fungsi dari dua faktor: intensitas energi (energi per unit PDB) dan campuran bahan bakar (emisi per unit energi).

Emisi CO2 Konsumsi Energi Emisi CO2

PDB = PDB x Konsumsi Energi

(40)

Formula ini dikenal menunjukkan bahwa faktor yang berbeda dapat memberikan kontribusi pada emisi total. Misalnya, peningkatan pendapatan yang relatif kecil, populasi, dan campuran bahan bakar dapat menyebabkan peningkatan besar dalam emisi total. Sebaliknya, peningkatan besar dalam pertumbuhan pendapatan dapat setidaknya sebagian diimbangi oleh intensitas energi ditingkatkan atau campuran bahan bakar.

Baumen, Herzog dan Pershing (2005) menunjukkan bagaimana keempat faktor memberikan kontribusi terhadap perubahan emisi dari waktu ke waktu untuk negara-negara yang dipilih, sebagaimana disajikan pada Table 2.1.

Tabel 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi terhadap Perubahan Emisi

Perubahan CO2

(1990-2002) Kontribusi terhadap Perubahan CO2 (%) No Negara

Sumber: Baumen, Herzog dan Pershing (2005)

Dalam pendekatan ini, perubahan emisi dari waktu ke waktu dipengaruhi oleh pendapatan (PDB per Kapita), populasi, intensitas energi (energi/PDB), dan campuran bahan bakar (fuel mix).

2.2 Teori Environmental Kuznets Curve (EKC)

Ide dasar dari Environmental Kuznets Curve (EKC) adalah bahwa degradasi lingkungan meningkat seiring dengan pendapatan sampai ke tingkat pendapatan melampaui ambang batas yang meningkatkan kualitas lingkungan seiring dengan pendapatan yang terus tumbuh.

(41)

(Gambar 2.1). Dikenal sebagai Environmental Kuznets Curve karena kemiripannya dengan Kurva Kuznets's U terbalik yang menggambarkan hubungan antara ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi.

Gambar 2.1. Environmental Kuznets Curve (EKC)

Sumber: Panayotou (1993)

Di sini degradasi lingkungan digambarkan sebagai fungsi kurva-U terbalik (inverted-U shaped) dari pendapatan per kapita. Pada fase pembangunan pra-industri di mana tingkat pendapatan per kapita masih rendah, degradasi lingkungan pada suatu negara juga cenderung rendah. Kemudian degradasi lingkungan lambat laun meningkat seiring dengan meningkatnya pendapatan per kapita.

Aslanidis (2009) menyampaikan tiga kekuatan utama di balik EKC.

Pertama, pertumbuhan memberikan dampak negatif pada lingkungan, dimana kegiatan ekonomi dalam skala yang lebih besar akan menyebabkan meningkatnya kerusakan lingkungan. Kedua, pertumbuhan pendapatan dapat memiliki dampak positif terhadap lingkungan melalui efek komposisi, dimana perubahan struktur ekonomi dari ekonomi yang berbasis manufaktur ke ekonomi berbasis jasa di negara berkembang akan mengurangi kerusakan lingkungan seiring dengan peningkatan pendapatan.

Seiring dengan pendapatan nasional yang semakin meningkat, akan meningkatkan kesadaran lingkungan, dan begitu juga dengan permintaan untuk

(42)

peraturan yang lebih ketat di bidang lingkungan. Hal ini akan mengarah pada penggantian teknologi lama yang kotor menjadi teknologi yang bersih sehingga meningkatkan kualitas lingkungan. Dampak negatif terhadap lingkungan cenderung terjadi dalam tahap awal pertumbuhan di suatu negara, namun akhirnya sebanding dengan dampak positif yang cenderung menurunkan tingkat emisi.

Konsep EKC muncul pada awal 1990-an dengan tiga studi yang muncul secara independen. Grossman dan Krueger (1991) dalam kertas kerja NBER, diterbitkan kemudian pada tahun 1993 (Grossman dan Krueger, 1993), diuji hipotesis EKC di konteks Amerika Utara yang banyak diperdebatkan dalam kerangka Free Trade Agreement (NAFTA). Di saat itu, banyak orang takut bahwa dengan membuka pasar dengan perusahaan Meksiko akan bergegas melintasi perbatasan untuk menghindari standar lingkungan ketat di Kanada dan Amerika Serikat.

Lopez (1994) dan Selden dan Song (1995) menganggap perubahan teknologi merupakan faktor eksogen dan bahwa polusi dihasilkan oleh produksi dan bukan oleh konsumsi. John dan Pecchenino (1994), John et al. (1995), dan McConnell (1997) mengembangkan model berdasarkan tumpang tindih dari polusi yang dihasilkan oleh konsumsi bukan oleh kegiatan produksi. Stokey (1998) memungkinkan faktor endogen berubah.

Sepertinya cukup mudah untuk mengembangkan model yang menghasilkan EKCs sesuai asumsi namun tidak satupun dari model-model teoritis telah diuji secara empiris. Selain itu, jika sebenarnya EKC untuk emisi adalah monoton sebagai bukti lebih baru menunjukkan, kemampuan model untuk menghasilkan kurva Ushaped terbalik tidak selalu berarti hasil yang diinginkan.

(43)

Perhatikan Persamaan (2.3), derivatif pertama dan derivatif kedua dari persamaan ini dapat dituliskan sebagai

Dari persamaan (2.7), kondisi orde kedua yang mencukupi agar fungsi pada Persamaan (2.3) bernilai maksimum, dipenuhi pada saat ß2 <0 , yang berarti bila kondisi ini dipenuhi, hubungan antara indikator lingkungan dan pendapatan per kapita sesuai dengan bentuk kurva U terbalik (inverted-U).

Sedangkan turning point, yakni nilai pendapatan per kapita yang memaksimukan nilai indicator lingkungan dipenuhi pada saat Persamaan (2.6) bernilai nol, yakni

Variasi turning point ini bergantung pada jenis indikator degradasi lingkungan seperti deforestasi, pencemaran air, pencemaran udara, atau intensitas energi.

2.3 Tinjauan Literatur dan Hasil-hasil Penelitian Empiris

Meskipun bukti adanya EKC telah ditemukan untuk beberapa polutan, temuan-temuan tidak dengan suara bulat diterima dalam literatur, terutama untuk kasus emisi CO2. Dalam penelitian awal, Shafik (1994) untuk panel 149 negara selama periode 1960-1990 menemukan bahwa emisi karbon tidak membaik dengan meningkatnya pendapatan.

(44)

dukungan untuk EKC. Namun, diperkirakan titik balik terjadi pada tingkat pendapatan per kapita yang sangat tinggi ($ 35,428 per kapita 1.986 dolar AS). Model EKC untuk emisi CO2 juga diperkirakan oleh Tucker (1995) pada bagian-silang dari 131 negara untuk setiap tahunnya selama periode 1971-1991. Hasil penelitian menunjukkan kurva-U terbalik, meningkat secara signifikan statistik dari waktu ke waktu, dan terutama selama tahun 1980-an.

Tabel 2.2. Hasil-hasil Penelitian Empiris Studi Environmental Kuznets Curve

untuk CO2

No Peneliti Data sampel Periode waktu Bentuk EKC

1. Shafik (1994) 149 negara 1960-1990 Hubungan Linear

(positif)

2. Holtz-Eakin and Selden (1995) 130 negara 1951-1986 Inverse U-shaped (Tapi titik balik adalah terlalu tinggi)

3. Tucker (1995) 131 negara 1971-1991 Inverse U-shaped

(Lebih kuat dari waktu ke waktu)

4. Cole et al. (1997) 7 regional

dunia

1960-1991 Inverse U-shaped

(Tapi titik balik adalah terlalu tinggi)

5. de Bruyn et al. (1998) 4 negara

OECD

1961-1990 Hubungan Linear

(positif)

7. Friedl dan Getzner (2003) Austria 1960-1999 N-shaped

(45)

Hill dan Magnani (2002) menemukan emisi karbon yang ditemukan sangat sensitif terhadap dataset yang digunakan. Mereka menggunakan data 156 negara dan tiga tahun terpisah, 1970, 1980 dan 1990. Penampang estimasi mendukung hipotesis EKC, meskipun titik balik sangat tinggi dan dekat ujung atas dari distribusi pendapatan. Namun, ketika negara dibagi menjadi pendapatan rendah, menengah dan tinggi, emisi karbon tampaknya meningkat dengan pendapatan untuk ketiga kelompok negara.

de Bruyn et al. (1998) berpendapat bahwa estimasi EKC dari data panel tidak bisa menangkap dinamika hubungan antara pendapatan dan emisi. Dengan menggunakan model dinamik dan termasuk harga energi kedalam perhitungan untuk intensitas penggunaan bahan baku, mereka menganggap hubungan emisi dan pendapatan secara terpisah untuk negara Belanda, Inggris, Amerika Serikat dan Jerman Barat selama periode 1961-1990. Hasil mereka menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif langsung pada emisi dan pengurangan emisi yang dapat dicapai sebagai hasil dari perubahan struktural dan teknologi dalam perekonomian.

(46)
(47)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual penelitian diawali dengan pemikiran bahwa aktivitas perekonomian pada suatu negara menghasilkan produk barang dan jasa, dan disisi lain menghasilkan emisi. Kerangka konseptual penelitian sebagaimana disajikan berikut ini.

Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian

Gambar 3.1 menunjukkan bahwa untuk melakukan aktivitas perekonomian, setiap negara memerlukan input sumber daya alam. Sumber daya alam menghasilkan barang dan jasa untuk proses produksi yang berbasis sumber daya alam maupun yang langsung dikonsumsi oleh rumah tangga. Dari proses industri, dihasilkan barang dan jasa yang kemudian dapat digunakan oleh rumah tangga untuk konsumsi. Kegiatan produksi oleh industri dan konsumsi oleh rumah tangga menghasilkan residual atau limbah (waste), diantaranya berupa emisi gas, dan d isisi lainnya menghasilkan pendapatan nasional (PDB).

Dinamika Hubungan Emisi GRK dan PDB Negara Maju dan Berkembang

Dinamika Kinerja Ekonomi Sektoral terhadap PDB Negara Maju dan Berkembang

Analisis dan Implikasi Kebijakan Hubungan Emisi GRK dan PDB Negara Maju dan Berkembang

Dinamika

Emisi GRK dan Kinerja Ekonomi Negara Maju dan Berkembang

Aktifitas Perekonomian Negara Maju dan Berkembang

Pendapatan Domestik Bruto (PDB)

(48)

Dinamika yang terjadi di negara-negara maju dan berkembang terus mengalami perkembangan cukup pesat dalam beberapa kurun waktu terakhir. Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara merupakan suatu paradoks, dimana peningkatan pendapatan nasional (PDB) berdampak pada meningkatnya emisi GRK, lebih jauh lagi menyebabkan terjadinya perubahan iklim global (climate change).

Hubungan antara emisi GRK yang dihasilkan dan pendapatan nasional (PDB) di suatu negara menunjukkan seberapa besar kemampuan negara dalam mengelola penggunaan sumber daya secara efektif untuk setiap satu satuan PDB yang dihasilkan. Penelitian ini selanjutnya akan menganalisis hubungan antara emisi GRK dan pendapatan per kapita yang terjadi di negara maju dan negara berkembang.

3.2 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan, tujuan dan alur kerangka konseptual di atas maka hipotesis dari penelitian ini adalah:

1. Terjadi pergeseran tren emisi gas rumah kaca di negara-negara yang dikaji, dimana emisi gas rumah kaca cenderung menurun seiring meningkatnya pendapatan per kapita.

2. Negara-negara maju sudah mencapai fase dematerialisasi, sedangkan negara-negara berkembang masih mengalami fase materialisasi.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan merupakan data panel dengan time series tahunan periode 1970-2006 dan cross section di 40 negara yang menjadi subyek kajian. Negara-negara yang menjadi subyek kajian ditentukan berdasarkan metode Atlas Bank Dunia, yang mengelompokkan negara-negara kedalam 4 kelompok yaitu: (1) Negara Maju, berpendapatan tinggi, sebesar $ 11.906; (2) Negara berpendapatan menengah atas, sebesar $ 3,856 - $ 11,905; (3) Negara berpendapatan menengah ke bawah, sebesar $ 976 - $ 3.855; dan (4) Negara berpendapatan rendah, sebesar $ 975 atau kurang.

(49)

terdiri dari 20 negara meliputi 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok

Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD); dan 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok Non OECD.

Tabel 3.1. Daftar 20 Negara Maju yang Dikaji Berdasarkan Atlas Bank Dunia Tahun 2010

Regional

No Negara dan Kelompok

(50)

Negara Maju Bependapatan Tinggi Kelompok OECD yang dikaji, yaitu: Australia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Korea, Selandia Baru, Inggris, dan Amerika Serikat. Adapun Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD yang dikaji, yaitu: Barbados, Brunei Darussalam, Cyprus, Kuwait, Malta, Qatar, Saudi Arabia, Singapore, Trinidad dan Tobago, serta United Arab Emirates.

Tabel 3.2. Daftar 20 Negara Berkembang yang Dikaji Berdasarkan Atlas Bank Dunia Tahun 2010

Regional

No Negara dan Kelompok

Negara Kode

A Negara Berkembang Berpendapatan

(51)

Negara berkembang terdiri dari 20 Negara meliputi: 10 Negara Berpendapatan Menengah dan 10 Negara Berpendapatan Rendah. Negara Berkembang Berpendapatan Menengah yang dikaji, yaitu Brazil, China, Mesir, India, Indonesia, Malaysia, Meksiko, Africa Selatan, Thailand, dan Turki. Adapun Negara Berkembang Berpendapatan Menengah yang dikaji, yaitu Afghanistan, Bangladesh, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik Kongo, Ghana, Lao PDR, Nepal, Tanzania, Uganda, dan Zimbabwe.

Jumlah amatan data panel untuk setiap variabelnya adalah 37 x 40 = 1.480 amatan. Data tersebut terdiri dari populasi penduduk, PDB riil (untuk merepresentasikan tingkat pendapatan), PDB riil per kapita, dan emisi gas rumah kaca per kapita yang dikaji yaitu karbon dioksida (CO2).

Data populasi penduduk diperoleh dari EIA dan Penn World Table (PWT), sedangkan PDB riil, dan PDB riil per kapita diperoleh dari PWT. Data PDB riil per kapita yang digunakan disesuaikan dengan Purchasing Power Parity (PPP) menggunakan US Dollar tahun dasar 2000, sehingga dapat dikomparasikan antara negara. Sedangkan data emisi gas rumah kaca yang dikaji yaitu karbon dioksida (CO2). diperoleh dari World Resources Institite (WRI).

3.4 Spesifikasi Model

Model yang umumnya digunakan untuk menguji hipotesis EKC adalah model logaritma kuadratik (Grossman & Krueger 1991). Model tersebut diekspresikan sebagai fungsi indikator degradasi lingkungan terhadap pendapatan per kapita. Seluruh variabel dalam model dinyatakan dalam logaritma natural, sebagaimana persamaan berikut:

ln(E/P)it = α0 + α1ln(PDB/P)it + α2ln(PDB/P) it)2 + εit, dimana:

a. (E/P)it menyatakan emisi gas rumah kaca (CO2) per kapita negara ke-i pada

tahun ke-t

b. (PDB/P)it menyatakan pendapatan (PDB riil) per kapita negara ke-i pada

tahun ke-t

(52)

Berdasarkan persamaan tersebut di atas, varibel-variabel yang akan digunakan sebagai analisis dalam penelitian ini, dirangkum dalam tabel berikut:

Tabel 3.3 Variabel-variabel yang Digunakan dalam Analisis

No Variabel Keterangan Satuan Sumber

1. E/P Emisi Gas Rumah Kaca per kapita

Metrik ton emisi CO2

WRI, PWT

2. PDB/P PDB Riil Per Kapita US Dollar per jiwa (PPP 2000=100)

PWT

Dalam pendugaan terhadap model dengan data panel, dimana data cross section yang sama akan diobservasi menurut waktu (time series). Data panel (atau

longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama maka disebut sebagai balanced panel. Sebaliknya jika jumlah observasi berbeda untuk setiap unit cross section maka disebut unbalanced panel.

Aplikasi metode estimasi dengan menggunakan data panel banyak digunakan baik secara teoritis maupun aplikatif dalam berbagai literature mikroekonometrik dan makroekonometrik. Popularitas penggunaan data panel ini merupakan konsekuensi dari kemampuan dan ketersediaan analisis yang diberikan oleh data jenis ini. Penggabungan data cross section dan time series dalam studi data panel digunakan untuk mengatasi kelemahan dan menjawab pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section dan time series murni.

(53)

data panel meningkatkan jumlah derajat bebas (degree of freedom) dan mengurangi kolinieritas di antara variable penjelas, yang dalam hal ini meningkatkan efisiensi dari penduga ekonometrik. Keunggulan kedua dari penggunaan model data panel adalah mampu mengurangi masalah identifikasi. Dalam banyak kasus, data panel melibatkan identifikasi dari keberadaan regresor endogenous atau measurement error, ketahanan terhadap variabel yang dihilangkan dan identifikasi dinamika individual.

Secara umum keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik antara lain: (i) mampu mengontrol heterogenitas individu; (ii) memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinieritas (collinearity), meningkatkatkan jumlah derajat bebas dan lebih efisien; (iii) data panel lebih baik dalam mengukur dan mengidentifikasi dan mengukur efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan data cross section atau time series murni; dan (iv) data panel dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section

atau time series murni.

3.5 Prosedur Analisis

Analisis data panel akan dilakukan terhadap 5 kelompok data yaitu: (1) data panel 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok OECD; (2) data panel 10 negara maju berpendapatan tinggi kelompok Non OECD; (3) data panel 10 negara berkembang berpendapatan menengah; (4) data panel 10 negara berkembang berpendapatan rendah; dan (5) data panel gabungan 40 negara maju dan berkembang.

(54)

Sebagaimana dibahas sebelumnya bahwa data panel memiliki jumlah observasi lebih banyak dibandingkan data cross section dan time series murni. Akibatnya, ketika data digabungkan menjadi pool data, regresi yang dihasilkan cenderung lebih baik dibandingkan regresi yang menggunakan data cross section

dan time series murni.

Akan tetapi, dengan mengabungkan data, maka variasi atau perbedaan baik antara individu dan waktu tidak dapat terlihat. Hal ini tentunya kurang sesuai dengan tujuan dari digunakannya model data panel. Lebih jauh lagi, dalam beberapa kasus, penduga yang dihasilkan melalui least square dapat menjadi bias akibat kesalahan spesifikasi data. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, digunakan 2 (dua) metode yang biasanya digunakan dalam pemodelan data panel yaitu Model Efek Tetap atau Fixed Effects Model (FEM), dan Model Efek Random atau Random Effects Model (REM).

Pada Model FEM, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan melalui intercept. Adanya variabel-variabel yang tidak semuanya masuk dalam persamaan model memungkinkan adanya intercept yang tidak konstan. Atau dengan kata lain, intercept ini mungkin berubah untuk setiap individu dan waktu.

Bila pada FEM, perbedaan antar individu dan atau waktu dicerminkan dengan intercept, maka pada Model REM, perbedaan tersebut diakomodasi dengan error. Mengingat ada dua komponen yang mempunyai kontribusi pada pembentukan error, yaitu individu dan waktu, maka random error pada model REM juga perlu diuraikan menjadi error untuk komponen individu, error

komponen waktu dan error gabungan.

Selanjutnya, dari hasil estimasi ketiga model tersebut, akan dilakukan beberapa uji statistik untuk melihat model yang lebih valid di antara ketiga model data panel yang dipergunakan yaitu PLS, FEM, dan REM. Hausman Tests dan

Redundant Fixed Effects Tests dipergunakan untuk menentukan model yang lebih valid diantara model data panel yang dipergunakan.

(55)

negatif untuk pendapatan per kapita kuadrat menunjukkan hasil sesuai dengan tanda harapan teoritis dan menjelaskan bahwa emisi memiliki hubungan yang non-linier (kuadratik) dengan pendapatan per kapita. Hasil ini konsisten dengan hipotesis EKC berbentuk kurva U terbalik. Namun jika hasil estimasi dari model yang memperlihatkan tanda koefisien yang negatif untuk pendapatan per kapita, dan positif untuk pendapatan per kapita kuadrat, maka hasil ini tidak konsisten dengan hipotesis EKC.

Selanjutnya turning point, yakni nilai pendapatan per kapita yang memaksimukan nilai indikator lingkungan akan dapat dihitung berdasarkan data hasil estimasi dengan mempergunakan persamaan (2.8) sebagaimana telah dibahas sebelumnya.

Setelah diperoleh hasil estimasi dari model yang lebih valid, selanjutnya hasil estimasi akan dipergunakan menganalisis dinamika emisi GRK dalam hubungannya dengan tingkat PDB per kapita di negara maju dan negara berkembang yang dikaji, menganalisis perubahan emisi GRK per Unit PDB dari waktu ke waktu di negara maju dan negara berkembang yang dikaji, serta mengetahui kesesuaian hipotesis EKC dengan situasi di negara-negara maju dan berkembang yang dikaji.

(56)
(57)

IV. GAMBARAN UMUM

4.1. Dinamika PDB per Kapita

Dinamika PDB per Kapita di negara maju yang dikaji disajikan pada Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, sedangkan dinamika PDB per Kapita di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.1. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD)

PDB per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata-rata per

Tahun

1 Australia 16.646,1 35.002,6 110,3 3,1

2 Kanada 16.323,6 35.332,4 116,4 3,2

3 Perancis 14.878,9 29.238,0 96,5 2,7

4 Jerman 15.490,9 30.496,4 96,9 2,7

5 Italia 13.479,4 28.410,7 110,8 3,1

6 Jepang 13.972,8 30.529,3 118,5 3,3

7 Korea Selatan 3.029,7 22.972,6 658,3 18,3

8 Selandia Baru 14.651,1 24.817,1 69,4 1,9

9 Inggris 14.004,1 31.142,1 122,4 3,4

10 Amerika Serikat 19.696,6 42.683,4 116,7 3,2

Rata-rata 14.414,3 31.263,1 161,6 4,5

Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100

Tabel 4.1 memberikan gambaran perkembangan pendapatan (PDB) per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata sebesar 14.414,3. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Amerika Serikat (US$ 19.6969,6), diikuti Australia (US$ 16.646,1), Kanada (US$ 16,323,6), dan Jerman (US$ 15.490,9). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Korea Selatan (US$ 3.029,7).

(58)

menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu Korea Selatan (658,3 persen atau 18,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita yang terendah yaitu Selandia Baru (69,4 persen atau 1,9 persen per tahun).

Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 31.263,1 MtCO2. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Amerika Serikat (US$ 42.683,4), diikuti Kanada (US$ 35.332,4), dan Australia (US$ 35.002,6). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Korea Selatan (US$ 22.972,6), diikuti Selandia Baru (US$ 24.817,1.

Rendahnya tingkat pertumbuhan PDB per kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD lebih dikarenakan performansi serta fondasi perekonomian negara tersebut yang kokoh sejak era 1970-an. Negara-negara tersebut mampu mengoptimalkan kapasitas sumberdaya di dalam negerinya sejak era tersebut, sehingga tingkat PDB per kapita yang memang sudah tinggi di negara-negara tesebut, membuat pertumbuhannya menjadi relatif tidak meningkat secara signifikan.

Tabel 4.2. Perkembangan PDB per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD)

PDB per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata-rata per

Tahun

1 Barbados 14.548,2 24.719,7 69,9 1,9

2 Brunei Darussalam 58.060,7 50.222,6 -13,5 -0,4

3 Ciprus 6.383,7 24.075,2 277,1 7,7

4 Kuwait 97.643,2 41.960,5 -57,0 -1,6

5 Malta 4.299,9 20.093,7 367,3 10,2

6 Qatar 78.724,7 76.227,6 -3,2 -0,1

7 Saudi Arabia 22.099,2 20.340,9 -8,0 -0,2

8 Singapura 6.387,0 41.150,5 544,3 15,1

9 Trinidad dan Tobago 9.935,6 24.149,8 143,1 4,0

10 Uni Emirat Arab 15.736,6 49.794,7 216,4 6,0

Rata-rata 31.381,9 37.273,5 153,6 4,3

(59)

Tabel 4.2 memberikan gambaran perkembangan pendapatan (PDB) per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar US$ 31.381,9. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Kuwait (US$ 97.643,2), diikuti Qatar (US$ 78.724,7), dan Brunei Darussalam (US$ 58.060,7).

Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 153,6 persen atau 4,3 persen per tahun. Enam negara menunjukkan tingkat pertumbuhan PDB per Kapita yang positif dan 4 negara menunjukkan tingkat pertumbuhan PDB per Kapita yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu Singapura (544,3 persen atau 15,1 persen per tahun), diikuti Malta (367,3 persen atau 10,2 persen per tahun), Cyprus (277,1 persen atau 7,7 persen per tahun), dan Uni Emirat Arab (216,4 persen atau 6.0 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita terendah yaitu Kuwait (-57,0 persen atau -1,6 persen tahun), diikui Brunei Darussalam (-13,5 persen atau -0,4 persen per tahun), Saudi Arabia (-8,0 persen atau -0,2 persen per tahun), dan Qatar (-3,2 persen atau -0,1 persen per tahun).

Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar US$ 37.273,5. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Qatar (US$ 76.227,6), diikuti Brunei Darussalam (US$ 50.222,6). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Malta (US$ 20.093,7) dan Saudi Arabia (US$ 20.340,9).

(60)

Tabel 4.3. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah

PDB per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata-rata per

Tahun

Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100

Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 309,0 persen atau 8,6 persen per tahun. Sepuluh Negara Maju Berpendapatan Menengah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu China (1.226,3 persen atau 34,1 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita terendah yaitu Afrika Selatan (41,4 persen atau 1,2 persen per tahun), diikuti Meksiko (77,6 persen atau 2,2 persen per tahun), dan Brasil (94,9 persen atau 2.6 persen per tahun).

Pada tahun 2006, PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Menengah rata-rata menjadi sebesar US$ 8,533,8. Negara dengan tingkat PDB per kapita tertinggi yaitu Malaysia (US$ 17.140,3), diikuti Meksiko (US$ 10,953,9), Afrika Selatan (US$ 9.978,6), dan Thailand (US$ 9.069,5). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu India (US$ 3.578,9), diikuti Indonesia (US$ 5.035,9), dan Mesir (US$ 5.396,5).

(61)

dengan tingkat PDB per kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Zimbabwe (US$ 2,627,5). Negara dengan tingkat PDB per kapita terendah yaitu Tanzania (US$ 609,9) dan Lao PDR (US$ 705,4).

Tabel 4.4. Perkembangan PDB per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Rendah

PDB per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata2 per Thn

1 Afghanistan 862,8 695,8 -19,4 -0,5

2 Bangladesh 1.552,3 2.255,3 45,3 1,3

3 Rep. Afrika Tengah. 1.337,0 845,2 -36,8 -1,0

4 Rep. Dem. Kongo 1.789,8 377,4 -78,9 -2,2

5 Ghana 1.249,8 1.549,4 24,0 0,7

6 Lao PDR 705,4 2.161,7 206,4 5,7

7 Nepal 1.164,6 1.909,4 64,0 1,8

8 Tanzania 609,9 895,3 46,8 1,3

9 Uganda 1.103,0 1.168,8 6,0 0,2

10 Zimbabwe 2.627,5 2.015,1 -23,3 -0,6

Rata-rata 1.300,2 1.387,3 23,4 0,7

Sumber: PWY (Diolah), *) Milyar US$ PPP 2000=100

Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan PDB per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Rendah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 23,4 persen atau 0,7 persen per tahun. Enam negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif, dan 4 negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita tertinggi yaitu Lao PDR (206,4 persen atau 5,7 persen per tahun), diikuti Nepal (64,0 persen atau 1,8 persen per tahun), Tanzania (46,8 persen atau 1,3 persen per tahun), dan Bangladesh (45,3 persen atau 1,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan PDB per kapita terendah yaitu Republik Demokratik Kongo (-78,9 persen atau -2,2 persen per tahun), diikuti Republik Afrika Tengah (-36,8 persen atau -1,0 persen per tahun, Zimbabwe (-23,3 persen atau -0,6 persen per tahun), dan Afghanistan (-19,4 persen atau -0.5 persen per tahun).

(62)

yaitu Republik Demokratik Kongo (US$ 377,4), diikuti Afghanistan (US$ 695,8), Republik Afrika Tengah (US$ 845,2), dan Tanzania (US$ 895,3).

4.2. Dinamika Emisi Per Kapita

Dinamika emisi per kapita di negara maju yang dikaji disajikan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6, sedangkan dinamika Emisi per Kapita di negara berkembang yang dikaji disajikan pada Tabel 4.7 dan Tabel 4.8.

Tabel 4.5. Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (OECD)

Emisi per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata-rata per

Tahun

1 Australia 1,1414 1,9488 70,7 2,0

2 Kanada 1,5375 1,6833 9,5 0,3

3 Perancis 0,8301 0,6140 -26,0 -0,7

4 Jerman 1,2909 1,0219 -20,8 -0,6

5 Italia 0,5484 0,8118 48,0 1,3

6 Jepang 0,7278 0,9784 34,4 1,0

7 Korea Selatan 0,1666 1,0463 528,2 14,7

8 Selandia Baru 0,5163 0,9144 77,1 2,1

9 Inggris 1,1335 0,8999 -20,6 -0,6

10 Amerika Serikat 2,0806 1,9336 -7,1 -0,2

Rata-rata 0,9973 1,1852 69,3 1,9

Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi dalam MtCO2

(63)

Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 69,3 persen atau 1,9 persen per tahun. Enam negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif, sedangkan 4 negara menunjukkan tingkat pertumbuhan yang negatif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita positif yaitu Korea Selatan (528,2 persen atau 14,7 persen per tahun), Selandia Baru (77,1 persen atau 2,1 persen per tahun), Australia (70,7 persen atau 2,0 persen per tahun), Italia (48 persen atau 1,3 persen per tahun), Jepang (34,4 persen atau 1,0 persen per tahun), dan Kanada (9,5 persen atau 0,3 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan emisi per kapita yang negatif yaitu Prancis (-26,0 persen atau -0,7 persen per tahun), Jerman (-20,8 persen atau -0,6 persen per tahun), Inggris (-20,6 persen atau -0,6 persen per tahun), dan Amerika Serikat (-7,1 persen atau -0,2 persen per tahun).

Pada tahun 2006, emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 1,1852 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi yaitu Australia (1,9488 MtCO2), diikuti Amerika Serikat (1,9336 MtCO2), Kanada (1.6833 MtCO2), Korea Selatan (1.0463 MtCO2), dan Jerman (1.0219 MtCO2). Negara dengan tingkat emisi per kapita terendah yaitu Prancis (0,6140 MtCO2), diikuti Italia (0,8118 MtCO2), Inggris (0.899 MtCO2), Selandia Baru (0.9144 MtCO2), dan Jepang (0.9784 MtCO2).

Tabel 4.6 memberikan gambaran perkembangan Emisi per Kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD selama periode 1970-2006. Pada tahun 1970, secara keseluruhan emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD rata-rata sebesar 0,0607 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Qatar (0,2082 MtCO2), diikuti Singapura (0,0877 MtCO2), Trinidad dan Tobago (0,0743 MtCO2), dan Kuwait (0,0562 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Barbados (0.0168 MtCO2), diikuti Malta (0,0215 MtCO2), Saudi Arabia (0,0273 MtCO2), dan Cyprus (0,0277 MtCO2).

(64)

pertumbuhan rata-rata sebesar 265,5 persen atau 7,4 persen per tahun. Sepuluh Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok Non OECD menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita tertinggi yaitu Uni Emirat Arab (583,4 persen atau 16,2 persen per tahun), Kuwait (410,7 persen atau 11,4 persen per tahun), Saudi Arabia (379,0 persen atau 10,5 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita terendah yaitu Singapura (9,4 persen atau 0,3 persen per tahun).

Tabel 4.6. Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Maju Berpendapatan Tinggi (Non OECD)

Emisi per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata-rata per

Tahun

Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi GRK dalam MtCO2

Pada tahun 2006, emisi per kapita di 10 Negara Maju Berpendapatan Tinggi Kelompok OECD rata-rata menjadi sebesar 1,1852 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi yaitu Qatar (0,5744 MtCO2), diikuti Uni Emirat Arab (0,2740 MtCO2), Trinidad dan Tobago (0.2414 MtCO2), dan Kuwait (0.2870 MtCO2). Negara dengan tingkat Emisi per Kapita terendah yaitu Barbados (0,0462 MtCO2), diikuti Malta (0,0625 MtCO2), Singapura (0.0959 MtCO2), Cyprus (0.1007 MtCO2), dan Saudi Arabia (0.1309 MtCO2).

(65)

Berpendapatan Menengah rata-rata sebesar 0,0145 MtCO2. Negara dengan tingkat Emisi per Kapita tertinggi pada tahun 1970 yaitu Afrika Selatan (0,0658 MtCO2), diikuti Meksiko (0,0198 MtCO2). Negara dengan tingkat emisi per kapita terendah yaitu Indonesia (0.0026 MtCO2), diikuti India (0,0035 MtCO2), Thailand (0,0042 MtCO2), Mesir (0.0059 MtCO2), dan Brasil (0,0096 MtCO2).

Tabel 4.7. Perkembangan Emisi per Kapita di Negara Berkembang Berpendapatan Menengah

Emisi per Kapita*) Pertumbuhan (%)

No Negara

1970 2006 1970-2006 Rata-rata per

Tahun

Sumber: WRI (Diolah). *) Emisi GRK dalam MtCO2

Selama periode 1970-2006, secara keseluruhan Emisi per Kapita di 10 Negara Berkembang Berpendapatan Menengah mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 302,0 persen atau 8,4 persen per tahun. Sepuluh Negara Maju Berpendapatan Menengah menunjukkan tingkat pertumbuhan yang positif. Negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita tertinggi yaitu Thailand (781,7 persen atau 21,7 persen per tahun), diikuti Indonesia (490,4 persen atau 13,6 persen per tahun), Malaysia (416,7 persen atau 11,6 persen per tahun), dan China (402,6 persen atau 11,2 persen per tahun). Adapun negara dengan tingkat pertumbuhan Emisi per Kapita terendah yaitu Afrika Selatan (10,4 persen atau 0,3 persen per tahun), diikuti Brasil (93,5 persen atau 2,6 persen per tahun, dan Meksiko (107,6 persen atau 3.0 persen per tahun).

Gambar

Gambar 1.2 Proyeksi Emisi Gas Rumah Kaca di Dunia pada Tahun 2025 Sumber: World Resources Institute(2008)
Gambar 1.4. Profil Emisi Gas Rumah Kaca di Negara Maju dan Berkembang Sumber: World Resources Institute(2008)
Gambar 2.1. Environmental Kuznets Curve (EKC) Sumber: Panayotou (1993)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Melaksanakan kegiatan introduksi praktikum tiap tahun 1 kali 1 kali 100 Melaksanakan kegiatan asistensi dengan praktikan tiap minggu 8 kali 8 kali 100 Melaksanakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kejelasan tujuan berpengaruh positif terhadap kegunaan sistem akuntansi keuangan daearah, sedangkan pelatihan dan dukungan atasan tidak

Vacutainer adalah tabung reaksi hampa udara yang terbuat dari kaca atau plastik, apabila dilekatkan pada jarum, darah akan mengalir masuk ke dalam tabung dan

Lepas dari khilaf dan segala kekurangan, penulis merasa sangat bersyukur telah menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Kinerja Keuangan Bank Syariah Sebelum dan

Padang penggembalaan adalah faktor penentu dalam mendukung pengembangan peternakan di Indonesia, yakni sebagai sumber daya dukung pakan ternak berupa hijauan pakan khususnya

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep desain produk berdasarkan kategori yang digunakan untuk merancang kursi dan meja ruang tamu yang berbasis

Berdasarkan nilai duga heritabilitas dan kemajuan genetik harapan pada famili A4 karakter yang dapat dijadikan bahan pertimbangan seleksi selanjutnya adalah umur

Peran birokrasi secara umu di dalam pembuatan dan pelaksanaan kebijakan antara lain sebagai faktor pendorong seluruh komponen masyarakat untuk turut serta dalam pelaksanaan