• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KOTA

TANGERANG DAN PENCAPAIAN STANDAR

PELAYANAN MINIMUM TAHUN 2011

ANDRA VIDYARINI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Tahun 2011” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2013

(3)

ABSTRACT

ANDRA VIDYARINI. Food and Nutrition Security Situation at Tangerang City and Its Minimum Service Standards (MSS) in 2011. Supervised by DRAJAT MARTIANTO and IKEU EKAYANTI.

The objective of this research is to identify the problem of food and nutrition security at Tangerang City and evaluate the achievement of Minimum Service Standards (MSS) in 2011. This is descriptive analysis study. Secondary data which collected within period September to November 2012 and data used were obtained from various offices at the local government of Tangerang City. The indicators used to analyze the achievement of SPM consist of Food Security and Nutrition, including availability of energy and protein per capita, strengthening food reserves, availability of information supply, prices and access to food in the area, price stability and food supply, achieving a score of PPH, food safety supervision and guidance and handling of food-insecure areas. Four out of seven indicators were exceed the minimum service standar, while others hasn’t reach target in 2015. Four indicator which exceed MSS target in 2015 are availability of energy and protein per capita, availability of information supply, prices and access to food in the area, food safety supervision and guidance andhandling of food-insecure areas.

(4)

RINGKASAN

ANDRA VIDYARINI. Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Tahun 2011. Dibimbing oleh DRAJAT MARTIANTO dan IKEU EKAYANTI.

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk melakukan identifikasi masalah ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang berdasarkan data tahun 2011 dan mengevaluasi pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1) Mempelajari situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang tahun 2011 berdasarkan indikator ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan serta penanganan kerawanan pangan dan (2) menganalisis pencapaian SPM Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang selama tahun 2011 mengacu pada Permentan Nomor 65 Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan.

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat deskriptif yang dilakukan dengan mengolah data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pengolahan data dilaksanakan di Bogor, Jawa Barat pada bulan September hingga November 2012. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang menggambarkan situasi ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang, dan diperoleh dari berbagai instansi terkait. Pencapaian SPM bidang ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang selama tahun 2011 dianalisis secara deskriptif menggunakan indikator – indikator SPM yang terdapat dalam Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) tahun 2010. Indikator yang digunakan dalam menganalisis pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan dan Gizi adalah ketersediaan energi dan protein per kapita, penguatan cadangan pangan, ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah, stabilitas harga dan pasokan pangan, pencapaian skor PPH, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan daerah rawan pangan. Data – data tersebut kemudian diolah menggunakan Microsoft Excel 2007 for Windows.

Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun 2011 kuantitasnya sudah melebihi angka rekomendasi hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG). Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun 2011 adalah angka kebutuhan energi (AKE) sebesar 97.7% dan 122.6% angka kebutuhan protein (AKP). Hal ini berarti, ketersediaan energi dan protein telah memenuhi target pada tahun 2015, yaitu 90%. Cadangan pangan untuk kota/kabupaten berdasarkan Permentan tahun 2010 adalah sebesar 150 ekuivalen cadangan pangan. Target capaian SPM indikator penguatan cadangan pangan adalah 60% dan Kota Tangerang belum memenuhi target karena Kota Tangerang belum memiliki cadangan pangan. Kota Tangerang memiliki stok beras yang dikelola oleh Perum Bulog SubDivre Tangerang. Stok beras yang dikelola Perum BULOG dimanfaatkan untuk tiga kebutuhan yaitu saat darurat, kerawanan pangan pasca bencana dan stabilisasi harga.

(5)

stabilitas harga pangan di Kota Tangerang belum memenuhi target capaian yang diharapkan.

Target capaian skor PPH pada tahun 2015 berdasarkan Permentan 2010 adalah 90. Skor PPH Kota Tangerang pada tahun 2011 sebesar 77.3 dari 100. Hal ini berarti bahwa konsumsi pangan masyarakat Kota Tangerang pada tahun 2011 belum memiliki mutu yang baik, artinya konsumsi pangan di Kota Tangerang masih belum beragam dan seimbang antara kelompok pangan serta belum mencapai target yang diharapkan. Target capaian indikator pengawasan dan pembinaan keamanan pangan adalah 90% dan persentase pangan yang aman untuk dikonsumsi di Kota Tangerang adalah 96.0%, sehingga target capaian tahun 2015 telah dapat dipenuhi.

Penanganan kerawanan pangan dengan pendekatan Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) dapat diketahui melalui indeks komposit beberapa indikator dalam FSVA. Adapun indikator yang digunakan dalam FSVA adalah ketersediaan pangan, kemiskinan, akses jalan, akses listrik, angka harapan hidup, status gizi, angka buta huruf, akses air bersih dan sarana kesehatan. Nilai indeks komposit suatu daerah diperoleh dari nilai indeks komposit sembilan indikator FSVA (IFI). Persentase daerah yang rawan pangan di Kota Tangerang adalah 96.3% dan telah memenuhi target capaian pada tahun 2015.

Dari tujuh indikator yang digunakan dalam analisis pencapaian SPM bidang Ketahanan Pangan dan Gizi, Kota Tangerang memiliki empat indikator yang telah mencapai target pencapaian tahun 2015, yaitu ketersediaan energi dan protein per kapita, ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan kerawanan pangan.

(6)

SITUASI KETAHANAN PANGAN DAN GIZI KOTA

TANGERANG DAN PENCAPAIAN STANDAR

PELAYANAN MINIMUM TAHUN 2011

ANDRA VIDYARINI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi

dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(7)

Judul : Analisis Pencapaian Standar Pelayanan Minimum (SPM) Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011

Nama : Andra Vidyarini

NIM : I14104009

Menyetujui : Dosen Pembimbing I

Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si NIP. 19640324 198903 1 004

Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes NIP. 19660725 199002 2 001

Mengetahui : Ketua

Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah member kekuatan dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulisan penelitian dengan judul “Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Kota Tangerang dan Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Tahun 2011” ini dilakukan sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari arahan, masukan, dan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Drajat Martianto, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, saran serta semangat kepada penulis selama penulis menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi.

2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku dosen pembimbing atas bimbingan, masukan, saran serta semangat kepada penulis selama penulis menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi.

3. Prof. Dr. Ir. Siti Madanijah, MS selaku dosen pembimbing akademik atas bimbingan, masukan, saran serta semangat kepada penulis selama menjalankan studi alih jenis Ilmu Gizi di IPB

4. Dr. Ir. Ikeu Tanziha, M.S selaku dosen pemandu dan penguji ujian atas segala saran yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.

5. Kedua orang tua (ibu – papi) dan adik-adik tersayang (Ninis, Ara dan Salsa) yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh kasih sayang.

6. Oma atas semua dukungan dan pertanyaannya kepada penulis

7. Seseorang yang telah menemani, A Endang, atas segala doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan skripsi.

8. Pemerintah Kota Tangerang atas pemberian izin menggunakan data yang digunakan dalam penulisan skripsi.

9. Teman – teman tersayang (Anna, Vilia, Yudhi, Wilda, Dwi N, Ojan, Mona, Tias, Siti) atas semua dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi.

(9)

11. Teman – teman seperjungan (Anggrisya, Aldi, Euis, Devi) atas semua masukan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Teman-teman seperjuangan di MIJMG 44 dan alih jenis Gizi Masyarakat

(GM) angkatan ke-4 atas semangat dan dukungannya.

13. Seluruh teman-teman dan pihak yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan dan doa kepada Penulis.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih banyak kekurangan serta keterbatasan dalam penyusunannya. Namun, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membacanya, khususnya penulis pribadi dan semua pihak pada umumnya.

Bogor, Maret 2013

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Palembang, Sumatera Selatan pada tanggal 9 Desember 1989. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Indra Surya dan Ibu Alice Yasmin.

Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak pada tahun 1995 di TK Pembina Palembang lalu melanjutkan ke SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung hingga tahun 2001. Pada tahun 2001 – 2004, penulis melanjutkan pendidikan di SMPN 2 Bandar Lampung. Penulis menempuh pendidikan SMA di SMA Al Kautsar Bandar Lampung pada program IPA dan lulus pada tahun 2007.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... XII daftar lampiran ... XIII PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 4

Ketahanan Pangan ... 4

Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan ... 6

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ... 7

Distribusi Pangan dan Akses Pangan ... 8

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan ... 8

Penanganan Kerawanan Pangan ... 10

Kemiskinan dan Ketahanan Pangan ... 11

Status Gizi dan Ketahanan Pangan ... 13

KERANGKA PEMIKIRAN ... 15

METODOLOGI PENELITIAN ... 17

Waktu dan Tempat Penelitian ... 17

Jenis dan Sumber Data ... 17

Pengolahan dan Analisis Data ... 18

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ... 19

Distribusi dan Akses Pangan ... 20

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan ... 22

Penanganan Kerawanan Pangan ... 22

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Gambaran Umum Kota Tangerang ... 26

Keadaan Geografis dan Administratif ... 26

Kondisi Perekonomian ... 28

Analisis Situsi Ketahanan Pangan dan Gizi ... 29

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ... 29

Distribusi dan Akses Pangan ... 34

(12)

Penanganan Daerah Rawan Pangan ... 44

Pencapaian Standar Pelayanan Minimum Kota Tangerang ... 46

Ketersediaan dan Cadangan Pangan ... 46

Distribusi dan Akses Pangan ... 46

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan ... 47

Penanganan Kerawanan Pangan ... 48

Capaian Standar Pelayanan Minimum bidang Ketahanan Pangan dan Gizi ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

Kesimpulan ... 51

Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 53

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Jenis dan sumber data yang digunakan. ... 17

2. Indikator SPM Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota... 18

3. Indikator penanganan kerawanan pangan menggunakan pendekatan FSVA ... 23

4. Wilayah administratif dan jumlah penduduk Kota Tangerang ... 27

5. Produksi pangan Kota Tangerang tahun 2011 ... 30

6. Ketersediaan pangan per kapita Kota Tangerang tahun 2011 ... 31

7. Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang tahun 2011 ... 32

8. Koefisien keragaman (CV) bahan pokok di Kota Tangerang selama tahun 2011 ... 38

9. Skor PPH berdasarkan konsumsi Kota Tangerang tahun 2011 ... 40

10. Hasil uji operasi pasar keamanan pangan di pasar tradisional dan modern Kota Tangerang ... 42

11. Hasil uji keamanan pangan di Kota Tangerang selama tahun 2011 ... 43

12. Data FSVA Kota Tangerang pada tahun 2011 ... 45

13. Indeks komposit FSVA Kota Tangerang selama tahun 2011 ... 48

(14)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Kerangka pemikiran analisis pencapaian standar pelayanan

minimal (SPM) ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada

tahun 2011 ... 16 2. Peta Kota Tangerang ... 26 3. Penyebaran penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur

dan jenis kelamin tahun 2011 ... 28 4. Perkembangan harga beras, gula pasir dan minyak goreng di

Kota Tangerang selama tahun 2011 ... 35 5. Perkembangan harga bahan pangan hewani di Kota Tangerang

selama tahun 2011 ... 36 6. Perkembangan harga cabe merah dan kacang kedelai di Kota

Tangerang selama tahun 2011 ... 37 7. Prevalensi balita dengan status gizi buruk di Kota Tangerang

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses jalan Kota

Tangerang tahun 2011 ... 57

2. Pola Pangan Harapan (PPH) Kota Tangerang tahun 2011 ... 58

3. Jumlah balita di Kota Tangerang tahun 2011 ... 59

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Undang – Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan Pasal 1 ayat (17) menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Untuk itu, ketersediaan pangan wilayah harus selalu terjaga untuk mewujudkan masyarakat yang tahan pangan. Ketahanan pangan berperan penting dalam membentuk manusia yang berkualitas, mandiri, dan sejahtera melalui ketersediaan pangan yang cukup, aman, bergizi dan tersebar merata di seluruh wilayah serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ketahanan pangan terwujud apabila aksesibilitas fisik dan ekonomi masyarakat terhadap pangan cukup untuk memenuhi kebutuhan gizinya.

Ketahanan pangan dengan prinsip kemandirian dan berkelanjutan senantiasa harus diwujudkan dari waktu ke waktu, sebagai prasyarat bagi keberlanjutan eksistensi bangsa Indonesia. Pada era desentralisasi, ketahanan pangan telah menjadi salah satu urusan wajib pemerintah sebagaimana dinyatakan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten Kota. Urusan yang menjadi kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintah wajib adalah urusan pemerintah yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic service) dalam pemenuhan kebutuhan hidup minimal bagi masyarakat (Kemenkumham 2007).

(17)

Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota (Kementan 2010)

SPM Bidang Ketahanan Pangan disusun sebagai pedoman/acuan bagi pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam menyelenggarakan urusan wajib di bidang ketahanan pangan. Analisis SPM menggunakan indikator – indikator SPM bidang ketahanan pangan dan beberapa aspek terkait. SPM bidang ketahanan pangan memiliki 4 (empat) jenis pelayanan dasar, yaitu ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan; serta penanganan kerawanan pangan. Indikator – indikator yang digunakan disesuaikan dengan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah dalam Millenium Development Goals (MDGs) 2015 (Kementan 2010).

Ketahanan Pangan bagi Kota Tangerang menjadi sangat penting mengingat Kota Tangerang memiliki letak yang strategis sebagai kota penunjang ibukota negara dan memiliki beberapa lokasi yang menunjang kegiatan perekonomian. Peningkatan kondisi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang dapat dinilai dari pencapaian SPM bidang ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang. Untuk itu, perlu adanya suatu analisis situasi ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang. Hasil analisis situasi ketahanan pangan dan gizi diharapkan dapat digunakan untuk mewujudkan ketahanan pangan Kota Tangerang melalui kerjasama yang efektif antar subsistem ketahanan pangan.

Tujuan

Secara umum, tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada Tahun 2011. Sedangkan tujuan khusus dari penelitian ini adalah :

1. Mempelajari situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang tahun 2011 berdasarkan indikator ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan serta penanganan kerawanan pangan.

(18)

Kegunaan Penelitian

1. Bagi pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi situasi ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang dan gambaran tentang pencapaian standar pelayanan minimum (SPM) ketahanan pangan dan gizi Kota Tangerang pada tahun 2011.

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Ketahanan Pangan

Pada World Food Summit (1996), ketahanan pangan didefinisikan sebagai: ”Situasi dimana semua orang secara terus menerus, baik secara fisik, sosial, dan ekonomi mempunyai akses untuk pangan yang memadai/cukup, bergizi dan aman, yang memenuhi kebutuhan pangan mereka dan pilihan makanan untuk hidup secara aktif dan sehat”. Di Indonesia, Undang-undang No. 7 tahun 1996 tentang Pangan mengartikan Ketahanan Pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Konsep dasar ketahanan pangan dimaknai sebagai situasi dimana terdapat ketersediaan pangan yang cukup dan dengan harga yang stabil sepanjang waktu. Ketersediaan pangan yang cukup diartikan sebagai situasi dimana jumlah bahan pangan yang dibutuhkan oleh seluruh penduduk tersedia cukup baik dari sisi kuantitas maupun dari sisi kualitas.

Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal, teknologi inovatif dan peluang pasar, serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan. Pemerintah propinsi, pemerintah kabupaten/kota dan pemerintah desa melaksanakan kebijakan ketahanan pangan dan bertanggungjawab terhadap penyelengaraan ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan pedoman, norma, standar dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat (DKP 2009a).

(20)

tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh.

Ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan diartikan sebagai jumlah yang cukup dari makanan yang tersedia secara konsisten untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan (WHO 2013). Ketersediaan pangan di suatu daerah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi penduduk (Suhardjo 1989). Berdasarkan Bappenas (2008b), ketersediaan pangan memiliki beberapa acuan yang dapat digunakan, yaitu Angka Kecukupan Gizi (AKG) dan Pola Pangan Harapan (PPH). Kinerja keragaman ketersediaan pangan pada suatu waktu dapat dinilai dengan metode perhitungan skor PPH.

Akses pangan. Berdasarkan FAO (2006), akses pangan adalah akses individu untuk sumber daya yang memadai (hak) untuk memperoleh makanan yang tepat untuk pola makan bergizi. Hak didefinisikan sebagai himpunan semua komoditas di mana seseorang dapat membangun instruksi yang diberikan dalam pengaturan hukum politik, ekonomi dan sosial dari masyarakat di mana mereka hidup (termasuk hak-hak tradisional seperti akses ke sumber daya umum). Menurut Hanani (2009), akses pangan (food access) adalah kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumberdaya yang dimilikinya untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan gizinya yang dapat diperoleh dari produksi pangannya sendiri, pembelian ataupun melalui bantuan pangan. Akses rumah tangga dan individu terdiri dari akses ekonomi, fisik dan sosial. Akses ekonomi tergantung pada pendapatan, kesempatan kerja dan harga. Akses fisik menyangkut tingkat isolasi daerah (sarana dan prasarana distribusi), sedangkan akses sosial menyangkut tentang preferensi pangan.

(21)

Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota. SPM bidang ketahanan pangan memiliki 4 (empat) jenis pelayanan dasar, yaitu ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan; serta penanganan kerawanan pangan (Kementan 2010).

Penyelenggaran SPM Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting ketahanan pangan, yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian standar pelayanan ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan pangan, yang diartikan bahwa pangan tersedia cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, baik jumlah maupun mutunya serta aman, (b) distribusi pangan, adalah pasokan pangan yang dapat menjangkau keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah tangga, dan (c) konsumsi pangan, adalah setiap rumah tangga dapat mengakses pangan yang cukup dan mampu mengelola konsumsi yang beragam, bergizi dan seimbang serta preferensinya. Indikator kinerja SPM Bidang Ketahanan Pangan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di bidang ketahanan pangan yang digunakan untuk menggambarkan besaran yang hendak di penuhi dalam pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di Provinsi dan kabupaten/kota berupa masukan proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan.

Dari ketiga aspek ketahanan pangan tersebut di atas, maka Standar Pelayanan Minimal Bidang Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota, terdiri dari 4 (empat) jenis pelayanan dasar : bidang ketersediaan dan cadangan pangan, bidang distribusi dan akses pangan, bidang penganekaragaman dan keamanan pangan, bidang penanganan kerawanan pangan. Keempat jenis pelayanan dasar SPM memiliki standar pencapaian minimal yang disesuaikan dengan Kementan (2010) dan MDGs 2015.

(22)

capaian tahun 2015 adalah 60%). Pelayanan dasar bidang distribusi dan akses pangan didukung oleh indikator ketersediaan informasi pasokan, harga, dan akses pangan di daerah (target capaian tahun 2015 adalah 90%) dan stabilisasi harga dan pasokan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 90%). Jenis pelayanan dasar yang ketiga adalah penganekaragaman dan keamanan pangan yang memiliki indikator pencapaian skor PPH (target capaian tahun 2015 adalah 90%) dan pengawasan dan pembinaan keamanan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 80%). Pelayanan dasar bidang ketahanan pangan yang terakhir adalah penanganan kerawanan pangan dengan indikator penanganan daerah rawan pangan (target capaian tahun 2015 adalah 60%).

Ketersediaan dan Cadangan Pangan

Ketersediaan Pangan. Ketersediaan pangan berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber yaitu: (1) produksi dalam negeri; (2) pemasokan pangan; (3) pengelolaan cadangan Pangan (Kementan 2010). Salah satu indikator dari pencapaian SPM pada suatu daerah adalah cadangan pangan yang memenuhi kebutuhan masyarakat.

(23)

Distribusi Pangan dan Akses Pangan

Distribusi pangan. Distribusi pangan adalah suatu kegiatan yang berfungsi mewujudkan sistem distribusi yang efektif dan efisien, sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumah tangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang cukup sepanjang waktu dengan harga yang terjangkau (Kementan 2010).

Akses Pangan. Menurut Bappenas (2010), akses pangan adalah kondisi penguasaan sumberdaya (sosial, teknologi, finansial, alam, manusia) yang cukup untuk memperoleh dan atau ditukarkan untuk memenuhi kecukupan pangan. Ketersediaan pangan di suatu daerah mungkin mencukupi, akan tetapi tidak semua rumah tangga mampu baik secara ekonomi maupun fisik dan memiliki akses yang memadai baik secara kuantitas maupun keragaman pangan melalui mekanisme tersebut. Akses pangan setiap individu sangat tergantung pada ketersediaan pangan dan kemampuan untuk mengaksesnya secara kontinu (Bappenas 2007). Aksesibilitas pangan atau keterjangkauan pangan oleh masyarakat dipengaruhi oleh berbagai hal, antara lain: harga pangan, tingkat pendapatan atau daya beli, kestabilan keamanan sosial, anomali iklim, bencana alam, lokasi dan topografi wilayah, keberadaan sarana dan prasarana transportasi, kondisi jalan perhubungan, dan lainnya (DKP 2011).

Permasalahan yang dihadapi dalam peningkatan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan umumnya bersifat kronis yang meliputi aspek fisik, ekonomi, dan sosial. Aspek fisik berupa infrastruktur jalan dan pasar, dan aspek ekonomi berupa daya beli yang masih rendah karena kemiskinan dan pengangguran, serta aspek sosial berupa tingkat pendidikan yang rendah (Bappenas 2010).

Pencapaian standar pelayanan minimal distribusi pangan dan akses pangan, dioperasionalkan melalui indikator ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan, dan indikator stabilisasi harga dan pasokan pangan. Indikator yang digunakan adalah apabila ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah telah mencapai 100% pada tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah satu poin dari MDGs.

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan

(24)

pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu. Pengertian penganekaragaman pangan dilihat dari dua aspek, yaitu 1) penganekaragaman horizontal (upaya untuk menganekaragamkan konsumsi dengan memperbanyak macam komoditas pangan dan upaya meningkatkan produksi dari masing-masing komoditas) dan 2) penganekaragaman vertikal, (upaya untuk mengolah komoditas pangan, terutama non beras, sehingga mempunyai nilai tambah dari segi ekonomi, nutrisi maupun sosial).

Penganekaragaman pangan dapat dilihat melalui skor pola pangan harapan (PPH). Pola pangan harapan merupakan suatu metode yang digunakan untuk menilai jumlah dan komposisi atau ketersediaan pangan. Pola pangan harapan biasanya digunakan untuk perencanaan konsumsi, kebutuhan dan penyediaan pangan wilayah.

Aspek keamanan pangan menjadi salah satu yang terpenting dalam ketahanan pangan, dimana pangan tidak hanya tersedia dalam jumlah yang cukup, tetapi juga dalam kondisi yang aman untuk dikonsumsi. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Parameter utama yang paling mudah dilihat untuk menunjukkan tingkat keamanan pangan di suatu negara adalah jumlah kasus keracunan yang terjadi akibat pangan (Bappenas 2007).

Keamanan pangan menjadi salah satu elemen kecukupan pangan (food adequacy) dalam mewujudkan hak atas pangan bagi setiap individu (FAO2006). Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh langsung terhadap kesehatan manusia, tetapi juga terhadap produktifitas ekonomi dan perkembangan sosial, baik individu, masyarakat, maupun negara. Selain itu, persaingan internasional yang semakin ketat di bidang perdagangan makanan menuntut produk-produk makanan lebih bermutu dan aman. Mutu dan keamanan pangan terkait erat dengan kualitas pangan yang dikonsumsi sehingga berpengaruh kepada kualitas kesehatan serta pertumbuhan fisik dan intelegensi manusia (BBKP 2003).

(25)

organisme patogen. Penyakit semacam ini masih sering terjadi di Indonesia. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh pangan dapat digolongkan ke dalam dua kelompok utama, yaitu infeksi dan intoksifikasi. Istilah infeksi digunakan bila setelah mengkonsumsi pangan atau minuman yang mengandung bakteri patogen, timbul gejala-gejala penyakit. Intoksifikasi adalah keracunan yang disebabkan karena mengonsumsi pangan yang mengandung senyawa beracun (Anwar 2006).

Dua hal dalam aspek keamanan pangan yang menjadi penyebab permasalahan yang memerlukan penanganan lebih lanjut, yaitu: (1) residu pestisida pada beberapa produk pertanian yang sudah melampaui batas toleransi, dan meninggalkan residu di atas ambang batas maksimum, baik pada produk maupun pada lingkungan usaha tani; dan (2) perilaku produsen makanan jajanan (banyak yang belum terdaftar), yang dalam proses produksinya belum menggunakan standar yang ditetapkan, bahkan kadang menggunakan zat pengawet, zat pewarna, dan zat pemanis buatan yang tidak sesuai ketentuan. Kedua hal tersebut dapat menimbulkan keracunan pada makanan, bahkan dapat menjadi salah satu penyebab Penyakit Bawaan Makanan atau PBM (food borne disease) bagi konsumen (DKP 2011). Indikator yang digunakan adalah apabila pengawasan dan pembinaan keamanan pangan di masyarakat mencapai 80% pada tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah satu poin dari MDGs.

Penanganan Kerawanan Pangan

(26)

ketidakstabilan pasokan pangan sebagai akibat bencana alam, kerusuhan, penyimpangan musim, konflik sosial, dan lain-lain (BBKP 2003).

Tingginya proporsi rumah tangga rawan pangan dan anak balita kurang gizi menunjukkan bahwa tingkat ketahanan pangan pada tingkat nasional atau wilayah tidak selalu berarti bahwa tingkat ketahanan pangan pangan di rumah tangga dan individu juga terpenuhi. Masalah-masalah distribusi dan mekanisme pasar yang berpengaruh terhadap harga, daya beli rumah tangga yang berkaitan dengan kemiskinan dan pendapatan rumah tangga, dan tingkat pengetahuan tentang pangan dan gizi sangat berpengaruh kepada konsumsi dan kecukupan pangan dan gizi rumah tangga (DKP 2009). Kurang beragamnya pangan yang dipilih dan tidak cukupnya jumlah yang dikonsumsi merupakan masalah konsumsi pangan dan gizi yang sering terjadi. Indikator yang digunakan adalah apabila penanganan daerah yang mengalami rawan pangan mencapai 60 pada tahun 2015, maka pencapaian nilai SPM telah sesuai untuk mnendukung salah satu poin dari MDGs (Kementan 2010).

Kerawanan pangan dan kelaparan sering terjadi pada petani skala kecil, nelayan, dan masyarakat sekitar hutan yang menggantungkan hidupnya pada sumberdaya alam yang miskin dan terdegradasi. Kerawanan pangan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat pendapatannya. Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk konsumsi energi dan protein (DKP 2006).

Berdasarkan Depkes (1996), jika tingkat konsumsi energi <70% dikatakan defisit tingkat berat, 70-79% dikatakan defisit tingkat sedang, 80-89% dikatakan defisit tingkat ringan, 90-119% dikatakan normal dan ≥120% dikatakan berlebihan. Penduduk rawan pangan juga didefinisikan sebagai mereka yang rata-rata tingkat konsumsi energinya antara 71–89% dari kecukupan energi, sedangkan penduduk sangat rawan pangan hanya mengkonsumsi energi kurang dari 70% dari kecukupan energi (Bappenas 2007).

Kemiskinan dan Ketahanan Pangan

(27)

menunjukkan bahwa apabila jumlah penduduk miskin dalam suatu wilayah meningkat maka peluang terjadinya kasus gizi buruk akan semakin tinggi. Untuk itu, kemiskinan merupakan sebuah indikator untuk kemajuan suatu bangsa. Menurut Suhardjo (1998), kemiskinan sebagai penyebab gizi kurang menduduki posisi pertama pada kondisi yang umum. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan untuk memenuhi kebutuhan makanan, di mana untuk keluarga-keluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya.

BKKBN (1996) menerapkan ukuran kemiskinan dengan pendekatan kesejahteraan. Keluarga dapat dibagi dalam beberapa kategori: prasejahtera, sejahtera I, sejahtera II, sejahtera III, dan sejahtera III plus. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga, mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya. Miskin menurut BKKBN (1996) adalah keluarga yang termasuk dalam kategori prasejahtera dan sejahtera I. Keluarga dimasukkan dalam kategori prasejahtera apabila tidak dapat memenuhi satu dari lima syarat berikut: melaksanakan ibadah menurut agamanya, makan dua kali sehari atau lebih, pakaian yang berbeda untuk berbagai keperluan, lantai rumah bukan dari tanah, dan bila anggota keluarga sakit dibawa ke sarana kesehatan. Sedangkan keluarga sejahtera II adalah keluarga yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan tabungan, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi bersama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi. Keluarga sejahtera III sudah dapat memenuhi kebutuhan berupa tabungan keluarga, makan bersama sambil berkomunikasi, rekreasi selama 6 bulan sekali, menggunakan sarana transportasi dan tidak aktif memberikan sumbangan materil secara teratur. Keluarga sejahtera III plus adalah keluarga yang sudah mampu memberikan sumbangan materil secara aktif dan teratur serta aktif sebagai pengurus organisasi kemasyarakatan (BKKBN 1996).

(28)

dan garis kemiskinan non makanan (GKNM). Garis kemiskinan makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kkal per kapita per hari yang diwakili oleh 52 jenis komoditas. Garis kemiskinan non makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan yang diwakili oleh 51 jenis komoditi untuk perkotaan dan 47 jenis komoditi untuk pedesaan (BPS 2008).

World Bank menggunakan garis kemiskinan absolut yang sama untuk membandingkan angka kemiskinan antar negara. Hal ini bermanfaat dalam menentukan arah penyaluran sumber daya finansial dan menganalisis kemajuan dalam memberantas kemiskinan. Ukuran yang digunakan oleh Bank Dunia ada dua, yaitu pendapatan US$ 1 per kapita per hari dan pendapatan US$ 2 per kapita per hari (BPS 2008).

Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah gizi buruk. Masalah gizi berkaitan dengan masalah kemiskinan merupakan “lingkaran setan” yang menjadi penghambat bagi pembangunan negara. Situasinya adalah kemiskinan menyebabkan makanan tidak seimbang sehingga menjadi kurang gizi yang pada akhirnya akan sakit. Keadaan tersebut menyebabkan pertumbuhan badan terhambat dan proses belajar menjadi lambat yang mengakibatkan individu dewasa menjadi kecil dan produktivitasnya rendah. Rendahnya produktivitas berdampak pada kemampuan bekerja yang rendah sehingga akan menimbulkan pengangguran. Pada akhirnya kondisi tersebut menyebabkan kemiskinan kembali, dan akan seperti itu seterusnya (Suhardjo 1989).

Menurut Herawati et al (2011), kemiskinan menyebabkan banyak keluarga mengalami kesulitan menjalani kehidupan yang layak, sehingga pemenuhan kebutuhan pendidikan, kesehatan dan pangan menjadi tidak memadai. Ketahanan pangan merupakan salah satu unsur penting dari pengentasan kemiskinan. Hal ini dikarenakan ketersediaan pangan yang menjadi salah satu penyebab tak langsung dari masalah gizi merupakan bagian dari ketahanan pangan. apabila ketersediaan pangan disuatu rumah tangga rendah, maka rumah tangga tersebut dapat dikategorikan rawan pangan.

Status Gizi dan Ketahanan Pangan

(29)

dan kesehatan merupakan indikator kesehatan yang ada kaitannya dengan kualitas hidup. Berdasarkan kerangka pikir UNICEF(1998), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi buruknya keadaan gizi disuatu daerah baik penyebab langsung maupun tidak langsung. Masalah dasar yang timbul adalah masalah politik dan ekonomi yang dapat menimbulkan berbagai masalah utama salah satunya ketersediaan pangan yang rendah. Ketersediaan pangan nasional yang rendah dapat mempengaruhi rendahnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga. Rendahnya ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga dapat secara tidak langsung mempengaruhi kurangnya asupan gizi sehingga dapat meyebabkan meningkatnya prevalensi kurang gizi di daerah tersebut.

(30)

KERANGKA PEMIKIRAN

Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi suatu daerah atau rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Ketahanan pangan memiliki beberapa aspek penting yang mendukungnya, yaitu ketersediaan pangan (produksi pangan, distribusi pangan, impor dan ekspor pangan serta harga yang berlaku dipasar) dan konsumsi pangan rumah tangga. Tujuan pembangunan ketahanan pangan adalah menjamin ketersediaan dan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang pada tingkat rumah tangga, daerah, nasional sepanjang waktu dan merata melalui pemanfaatan sumberdaya dan budaya lokal; teknologi inovatif dan peluang pasar; serta memperkuat ekonomi pedesaan dan mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota. Penyelenggaran SPM Ketahanan pangan mencakup tiga aspek penting ketahanan pangan, yang dapat digunakan sebagai indikator pencapaian standar pelayanan ketahanan pangan, yaitu (a) ketersediaan pangan (b) distribusi pangan dan (c) konsumsi pangan. Indikator kinerja SPM Bidang ketahanan pangan adalah tolok ukur prestasi kuantitatif dan kualitatif di bidang ketahanan pangan yang digunakan untuk menggambarkan besaran yang hendak di penuhi dalam pencapaian SPM bidang ketahanan pangan di provinsi dan kabupaten/kota berupa masukan proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan.

(31)

pangan, pengawasan dan pembinaan keamanan pangan dan penanganan daerah rawan pangan. Kerangka pemikiran analisis pencapaian standar pelayanan minimal (SPM) ketahanan pangan dan gizi Provinsi Kota Tangerang pada tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

Pelayanan Dasar Ketahanan Pangan dan Gizi

Jenis pelayanan Indikator Output

Keterangan :

: bagian yang diteliti : bagian yang tidak diteliti • Ketersediaan dan

cadangan pangan

• Distribusi dan akses pangan

• Penganekaragaman dan keamanan pangan

• Penanganan kerawanan pangan.

• Pemenuhan hak akses pangan

a. Ketersediaan

informasi harga dan pasokan

b. Stabilitas harga dan pasokan

• Sumberdaya manusia berkualitas

a. Status gizi baik

• Ketahanan pangan nasional

• Terpenuhinya target MDGs

• Ketersediaan Energi dan Protein per kapita • Penguatan cadangan

pangan

• Ketersediaan informasi pasokan, harga dan akses pangan di daerah • Stabilitas harga dan

pasokan pangan

• Pencapaian skor PPH • Pengawasan dan

pembinaan keamanan pangan

• Penanganan daerah rawan pangan melalui indikator pertanian, sosial ekonomi dan kesehatan

(32)

METODOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah analisis deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan dengan mengolah data sekunder yang berkaitan dengan indikator – indikator SPM dan diperoleh dari instansi – instansi terkait di lingkungan Kota Tangerang. Pengolahan data dilakukan di Bogor, Jawa Barat pada bulan September – November 2012.

Jenis dan Sumber Data

[image:32.595.105.509.259.745.2]

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder yang digunakan menggambarkan situasi ketahanan pangan dan gizi di Kota Tangerang. Data yang digunakan diperoleh dari berbagai instansi terkait. Jenis dan sumber data yang akan digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan. Jenis

Pelayanan Dasar

Indikator SPM Jenis Data Tahun Data Sumber Data

Ketersediaan dan Cadangan Pangan

Ketersediaan Energi dan Protein Per Kapita

Neraca Bahan Makanan (NBM) Kota Tangerang

1 tahun terakhir (2011)

Dinas Pertanian, Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang Penguatan Cadangan Pangan Data Stok Pangan Kota Tangerang

1 tahun terakhir (2011)

Perum Bulog SubDiv.

Tangerang

Distribusi dan Akses Pangan

Ketersediaan Informasi Harga, pasokan dan akses pangan di daerah

• Data dan informasi kelembagaan dan

• Data dan Informasi harga Pangan Strategis

Tahun 2011 (per hari dan per pasar)

Bappeda Biro Perekonomian Kota Tangerang.

Stabilitas Harga &Pasokan Pangan

Penganekara-gaman dan Keamanan Pangan

Skor Pola Pangan Harapan/PPH

Data konsumsi pangan (SUSENAS)

1 tahun terakhir (2011)

Kantor Litbang dan Statsitik Kota Tangerang

Pengawasan & Pembinaan

Keamanan Pangan

• Data presentase pangan aman.

• Data kasus keamanan pangan

1 tahun terakhir (2011) Dinas Kesehatan Kota Tangerang Penanganan Kerawanan Pangan Penanganan daerah rawan pangan

• Daerah rawan pangan

1 tahun terakhir (2011)

BKP Kota

(33)

Jenis pelayanan ketahanan pangan dilihat berdasarkan ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi dan akses pangan, penganekaragaman dan keamanan pangan serta penanggulangan kerawanan pangan. Variabel ketersediaan dan cadangan pangan yang digunakan berupa Neraca Bahan Makanan (NBM) dan cadangan pangan Kota Tangerang selama tahun 2011. Variabel distribusi dan akses pangan dilihat berdasarkan ketersediaan bahan pangan di pasar, harga dan sarana prasarana dalam mendapatkan bahan pangan serta stabilitas harga dan pasokan pangan di Kota Tangerang. Variabel penanekaragaman dan keamanan pangan menggunakan data berupa skor PPH untuk penganekaragaman pangan. Data keamanan pangan diperoleh dari data keracunan makanan selama satu tahun terakhir di Kota Tangerang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jumlah hasil operasi pasar dan uji keamanan pangan di Kota Tangerang. Variabel penanganan kerawanan pangan dilihat dari peta ketahanan dan kerawanan pangan Kota Tangerang selama tahun 2011.

Pengolahan dan Analisis Data

[image:33.595.107.513.543.751.2]

Data yang telah diperoleh kemudian diolah dengan menggunakan program komputer untuk analisis menggunakan program Microsoft Excel 2007. Situasi ketahanan pangan dan gizi dianalisis secara deskriptif menggunakan indikator-indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) Ketahanan Pangan Provinsi dari beberapa aspek pelayanan antara lain ketersediaan, distribusi, konsumsi, dan status gizi. Indikator yang digunakan dalam analisis ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Indikator SPM Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota

Jenis Pelayanan Dasar Bid. KP

SPM

Sumber Data Indikator Acuan baku

Target Capaian 2015 (%) Ketersediaan dan Cadangan Pangan Ketersediaan Energi dan Protein per kapita

WNPG (energi 2200 kkal dan

protein 57 g) 90%

Dinas Pertanian, Bappeda Kota Tangerang Penguatan

cadangan pangan 100 ton 60%

Distribusi dan Akses Pangan

Ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan di daerah

100% 90% Bappeda

Kota Tangerang Stabilitas harga dan

(34)

Jenis Pelayanan Dasar Bid. KP

SPM

Sumber Data Indikator Acuan baku

Target Capaian 2015 (%) Penganekaragaman dan Keamanan Pangan

Pencapaian skor

PPH 100 90% Kantor

Litbang dan Statistik, Dinas Kesehatan Pengawasan dan

pembinaan

keamanan pangan 100% 80%

Penanganan Kerawanan Pangan

Penanganan daerah rawan pangan

100% 60%

BKPD

Sumber : Kementan (2010)

Ketersediaan dan Cadangan Pangan

Data ketersediaan pangan menggunakan komponen dari penyediaan pangan yang terdiri dari komponen produksi, perubahan stok, impor dan ekspor. Secara umum, penyediaan pangan dapat dirumuskan sebagai berikut:

Keterangan : Ps = Total penyediaan dalam negeri Pr = Produksi

∆St = Stok akhir – stok awal Im = Impor

Ek = Ekspor

Ketersediaan pangan per kapita dihitung kandungan gizinya menggunakan satuan kkal energi dan gram protein. Data ketersediaan pangan per kapita per hari dapat diperoleh dari Neraca Bahan Makanan (NBM). Sedangkan kandungan zat gizi (kalori dan protein) diperoleh dari daftar komposisi bahan makanan (DKBM). Ketersediaan energi dalam bentuk Kkal/kapita/hari dihitung menggunakan rumus:

Sedangkan untuk ketersediaan protein dalam bentuk gram/kapita/hari dihitung menggunakan rumus:

Data penguatan cadangan pangan dapat diperoleh dari jumlah cadangan pangan provinsi, yaitu data stok pangan kota/kabupaten. Pencapaian penguatan cadangan pangan tingkat provinsi dapat dihitung menggunakan rumus:

Ps = Pr - St + Im – Ek

/ /

X kandungan energi X BDD

/ /

X kandungan protein X BDD

/

(35)

Distribusi dan Akses Pangan

Data distribusi dan cadangan pangan diperoleh dari data informasi pasokan, harga, dan akses pangan disuatu daerah serta data stabilitas harga dan pasokan pangan. Data informasi pasokan, harga, dan akses pangan disuatu daerah dapat dihitung menggunkana nilai capaian ketersediaan informasi. Data ketersediaan informasi (K) adalah rata-rata dari nilai ketersediaan informasi berdasarkan komoditas (K1), nilai ketersediaan informasi berdasarkan lokasi (K2) dan nilai ketersediaan informasi berdasarkan waktu (K3). Ketersediaan informasi dapat dihitung menggunakan rumus:

• Nilai capaian ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan (K)

• Ketersediaan informasi menurut i (i = 1,2,3)

Keterangan :

Ki = Ketersediaan informasi menurut i

Dimana : i = 1 = Harga; i = 2 = Pasokan; i = 3 = Akses

Realisasi (j) = banyaknya informasi yang terealisasi pengumpulannya menurut j, dimana

j = 1 = komoditas, j = 2 = lokasi, j = 3 = waktu

Target (j) = sasaran banyaknya informasi yang akan dikumpulkan menurut j, dimana

j = 1 = komoditas, j = 2 = lokasi, j = 3 = waktu

Data stabilitas harga dan pasokan pangan dilihat dari peningkatan atau penurunan harga dan pasokan pangan. Harga dinyatakan stabil jika gejolak harga pangan di suatu wilayah kurang dari 25 % dari kondisi normal. Pasokan pangan dinyatakan stabil jika penurunan pasokan pangan di suatu wilayah berkisar antara 5 % - 40 %. Stabilitas harga dan pasokan pangan dapat dihitung dengan beberapa tahapan, yaitu:

1. Stabilitas Harga (SH) dan Stabilitas Pasokan Pangan (SP) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

(36)

H untuk Harga

P untuk Pasokan

H untuk Harga

P untuk Pasokan

% 100 _____ x HKi SDKRi CVKRi =

Realisasi Pasokan komoditas ke i (PRi)

Rata-rata realisasi Harga komoditas ke i (

_____

HRi

) Realisasi Harga komoditas ke i (HRi)

Rata-rata realisasi Harga komoditas ke i (

_____

PRi

) Keterangan:

K =

{

SHi = Stabilitas Harga komoditas ke i

SPi = Stabilitas Pasokan komoditas ke i

I = 1,2,3...n

n = jumlah komoditas

dimana:

• Stabilitas Harga (SH) di gambarkan dengan koefisien keragaman (CV)

StabilitasPasokan (SP) di gambarkan dengan koefisien keragaman (CV)

2. Stabilitas Harga dan Pasokan komoditas ke i (SKi) dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

K =

{

CVKRi = Koefisien keragaman realisasi untuk harga dan pasokan komoditas ke i

CVKTi = Koefisien keragaman target untuk harga dan pasokan komoditas ke i

3. CVKRi dihitung dari rumus sebagai berikut:

Dimana :

Keterangan :

SDKRi = standar deviasi realisasi untuk harga dan pasokan komoditas ke i

KRi =

{

_____

KRi

=

{

% 100

2 x

CVKTi CVKRi SKi = − 

(37)

n KRi KRi

n

i

=

= 1 ____

4. Rata-rata harga dan pasokan komoditas pangan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Penganekaragaman dan Keamanan Pangan

Data penganekaragaman dan keamanan pangan menggunakan data konsumsi pangan dan data keamanan pangan. Data konsumsi pangan diukur dengan skor Pola Pangan Harapan (PPH). Pencapaian skor PPH dapat diukur dengan:

Skor PPH lalu diukur dengan rumus :

Perhitungan konsumsi pangan memiliki beberapa ketentuan, yaitu :

1. Jika hasil perkalian % AKG x bobot lebih besar dari skor maksimum, maka menggunakan skor maksimum

2. Jika hasil perkalian % AKG x bobot lebih kecil dari skor maksimal, maka menggunakan hasil perkalian.

Data keamanan pangan diperoleh dari data pengawasan mutu dan keamanan pangan dan kasus keracunan makanan. Persentase pangan aman dapat dihitung menggunakan rumus:

Keterangan :

A : jumlah sampel pangan yang aman dikonsumsi di pedagang pengumpul di satu tempat sesuai standar yang berlaku dalam kurun waktu tertentu. B : jumlah total sampel pangan yang diambil dipedagang pengumpul di suatu

wilayah menurut ukuran yang telah ditetapkan dalam kurun waktu tertentu.

Penanganan Kerawanan Pangan

Data kerawanan pangan diperoleh dari situasi pangan dan gizi suatu daerah. Daerah rawan pangan dapat diketahui melalui pendekatan SKPG dan FSVA (

Food Security and Vulnerability Atlas

). Pendekatan ini dilakukan

untuk menganalisis tingkat ketahanan pangan adalah berdasarkan

indikator yang telah terseleksi dengan penyusunan indeks tingkat

Nilai capaian peningkatan = % AKG x bobot masing-masing kelompok pangan

Prosentase (%) AKG =

X 100%

Pangan Aman = !

(38)

ketahanan pangan pada masing-masing indikator. Indikator dalam

penanganan kerawanan pangan menggunakan pendekatan FSVA dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Indikator penanganan kerawanan pangan menggunakan pendekatan FSVA

No Indikator

I Ketersediaan Pangan

1. Rasio konsumsi normatif per kapita terhadap ketersediaan bersih “padi + jagung + ubi kayu + ubi jalar”

II Akses Terhadap

Pangan dan

Penghidupan

2. Persentase penduduk hidup di bawah garis kemiskinan

3. Persentase desa yang tidak memiliki akses penghubung yang memadai

4. Persentase rumah tangga tanpa akses listrik

III Pemanfaatan Pangan

5. Angka harapan hidup saat lahir

6. Berat badan balita di bawah standar (underweight)

7. Perempuan buta huruf

8. Rumah tangga tanpa akses ke air bersih

9. Persentase rumah tangga yang tinggal lebih dari 5 km dari fasilitas kesehatan

IV Kerentanan terhadap kerawanan pangan

10. Deforestasi hutan

11. Penyimpangan curah hujan 12. Bencana alam

13. Persentase daerah puso

Untuk menentukan nilai akan dilakukan dengan menghitung indeks dimana rumus indeks adalah : Indeks

Χ

ij=

min max min i i i ij

X

X

X

X

Dimana :

1.

Χ

ij = nilai ke – j dari indikator ke i

2. min danmax = nilai minimum dan maksimum dari indikator Selanjutnya indeks ketahanan pangan komposit diperoleh dari penjumlahan seluruh indeks indikator (9 indikator) kerentanan terhadap kerawanan pangan. Indeks komposit kerawanan pangan dihitung dengan cara sebagai berikut :

=

IFI

1/9

(

I

AV

+

I

BPL

+

I

ROADP

+

I

LIT

+

I

LEX

+

I

NUT

+

I

WATER

+

I

HEALTH

}

Persentase penanganan kerawanan pangan dapat dihitung menggunakan rumus:

(39)

Keterangan :

A : jumlah daerah yang termasuk kedalam prioritas 4 hingga prioritas 6 B : Jumlah total seluruh daerah/kecamatan pada suatu provinsi,

kota/kabupaten

Definisi Operasional

Cadangan pangan adalah cadangan pangan yang dimiliki dan dikuasai oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kota/kabupaten.

Distribusi pangan adalah

pasokan pangan yang dapat menjangkau

keseluruh wilayah sehingga harga stabil dan terjangkau oleh rumah

tangga.

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak dapat memenuhi

kebutuhan dasar hidupnya seperti sandang, pangan, tempat tinggal bahkan pendidikan.

Ketahanan pangan adalah suatu kondisi dimana terpenuhinya pangan bagi suatu daerah atau rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merat dan terjangkau. Ketersediaan pangan wilayah adalah tersedianya pangan dari hasil produksi

domestik atau dari sumber lain untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi lainnya di suatu wilayah tertentu.

Kerawanan pangan dapat diartikan sebagai kondisi suatu daerah, masyarakat, atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan

Konsumsi pangan adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu.

(40)

pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan atau pembuatan makanan atau minuman (UU No. 7/1996).

Penganekaragaman pangan adalah upaya peningkatan konsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip gizi seimbang.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal.

Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang Ketahanan Pangan adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal, yang kualitas pencapaiannya merupakan tolok ukur kinerja pelayanan ketahanan pangan yang diselenggarakan oleh daerah provinsi dan kabupaten/kota.

(41)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Kota Tangerang Keadaan Geografis dan Administratif

Kota Tangerang merupakan salah satu dari 8 kabupaten/kota di Provinsi Banten dan secara geografis terletak antara 606’ – 6013’ Lintang Selatan dan 1060 36’ – 1060 42’ Bujur Timur. Kota Tangerang yang terbentuk pada tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan Undang-undang No.2 Tahun 1993 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Tangerang, merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang.

Luas wilayah Kota Tangerang sebesar 183,78 km2 (termasuk luas Bandara Soekarno-Hatta sebesar 19,69 km2). Kota Tangerang memiliki batas-batas wilayah, yaitu sebelah utara berbatas-batasan dengan Kecamatan Teluk Naga, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pondok Aren, Kabupaten Tangerang, sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Kota Tangerang dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Pasar Kemis dan Cikupa, Kabupaten Tangerang.

[image:41.595.109.434.415.644.2]

Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012a) Gambar 2 Peta Kota Tangerang

(42)
[image:42.595.112.521.159.374.2]

perekonomian Kota Tangerang. Kota Tangerang secara adminsitratif terdiri dari 13 kecamatan,104 kelurahan yang terdiri dari 960 RW (Rukun Warga) dan 4.721 RT (Rukun Tetangga).

Tabel 4 Wilayah administratif dan jumlah penduduk Kota Tangerang

No Kecamatan Jumlah

Kelurahan RW RT Penduduk

1 Ciledug 8 98 339 147.023

2 Larangan 8 89 401 163.901

3 Karangtengah 7 74 358 118.473

4 Cipondoh 10 95 571 216.346

5 Pinang 11 76 443 160.206

6 Tangerang 8 78 397 152.145

7 Karawaci 16 127 528 171.317

8 Jati Uwung 6 86 446 142.479

9 Cibodas 6 41 216 120.216

10 Periuk 5 60 373 129.384

11 Batu Ceper 7 50 213 103.504

12 Neglasari 7 44 241 90.590

13 Benda 5 42 195 83.017

Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012c)

Berdasarkan data Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang, jumlah penduduk Kota Tangerang pada tahun 2011 adalah 1.847.341 jiwa. Penduduk berjenis kelamin laki-laki (946.091 jiwa) lebih banyak dibandingkan dengan penduduk berjenis kelamin perempuan (901.250 jiwa) sedangkan untuk kelompok umur, umur 25-29 tahun lebih mendominasi baik jenis kelamin laki-laki (107.488 jiwa) maupun jenis kelamin perempuan (104.960 jiwa). Rasio beban ketergantungan sebesar 39.71 atau setiap 100 penduduk usia produktif (15-64 tahun) menanggung 39.71 penduduk usia non produktif. Angka ini menurun dari tahun sebelumnya, hal ini dipengaruhi meningkatnya jumlah penduduk usia produktif yang mengisi lowongan kerja pada industri di Kota Tangerang (Kantor Litbang dan Statistik 2012a).

Jumlah kepala keluarga di Kota Tangerang tahun 2011 adalah 452.990 dan rata-rata setiap keluarga di Kota Tangerang terdiri dari 3.97 anggota keluarga. Menurut Kantor Litbang dan Statistik (2012c), suatu daerah dikategorikan padat penduduk bila suatu daerah dihuni oleh > 2000 jiwa per km2, sedang bila 1000 – 2000 jiwa per km2 dan rendah bila suatu daerah dihuni oleh >

(43)

merupakan kecamatan yang paling tidak padat dengan penghuni sebanyak 6.437 jiwa untuk setiap kilometer perseginya (Kantor Litbang dan Statistik 2012c). Pembagian penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur tahun 2011 dapat dilihat pada Gambar 1.

[image:43.595.114.508.165.333.2]

Sumber: Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2012a)

Gambar 3 Penyebaran penduduk Kota Tangerang menurut kelompok umur dan jenis kelamin tahun 2011

Kondisi Perekonomian

Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari total produksi barang dan jasa yang dihasilkan dari aktivitas ekonomi yang tergambar dalam besaran nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). PDRB dihitung dalam dua cara, yaitu Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) dan Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) tahun dasar 2000. Besarnya PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kota Tangerang tahun 2010 adalah sebesar 56.96 triliun rupiah, atau meningkat 15.47% dari tahun 2009. Pada tahun 2009 PDRB Kota Tangerang sebesar 49.33 triliun rupiah meningkat 10.39% dari tahun 2008. Sedangkan berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan 2000, besarnya nilai tersebut pada tahun 2010 adalah 29,40 triliun rupiah (Kantor Litbang dan Statistik 2011).

Sektor pertanian bukanlah menjadi sektor unggulan di Kota Tangerang. Namun, sektor ini masih menjadi salah satu mata pencarian utama dari sebagian kecil penduduk Kota Tangerang pada tahun 2011, yaitu sekitar 1.2% dari total penduduk Kota Tangerang. Sektor pertanian meliputi pertanian tanaman pangan dan tanaman pertanian lainnya, peternakan, jasa pertanian, dan perikanan darat. Adapun lahan yang dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian, peternakan dan perikanan antara lain sawah (sawah irigasi teknis 656 Ha, sawah irigasi sederhana 131 Ha, dan sawah tadah hujan 314 Ha), lahan pekarangan (12947 Ha), lahan kosong yang belum dimanfaatkan (332 Ha).

0 20,000 40,000 60,000 80,000 100,000 120,000

Tahun

Laki-laki

(44)

Pada tahun 2011, luas lahan pertanian di Kota Tangerang sebesar 832 hektar dan sekitar 65% menggunakan irigasi dalam pengairannya, baik irigasi teknis maupun setengah teknis. Dari 832 hektar lahan pertanian yang ada, petani di Kota Tangerang bisa memproduksi hingga 6 ton hasil panen untuk setiap hektar lahan pertanian yang digarap. Angka produksi ini semakin menurun dari tahun ke tahun seiring dengan menurunnya luas lahan sawah di Kota Tangerang (Kantor Litbang dan Statistik 2012c).

Lapangan usaha yang menjadi sumber penghasilan utama penduduk Kota Tangerang tahun 2011 adalah sektor industri pengolahan, jasa, dan perdagangan besar/eceran dan rumah makan. Dari 104 kelurahan yang ada di Kota Tangerang, terdapat 55 kelurahan (52.88% kelurahan) memiliki penduduk yang berpenghasilan utama di sektor industri pengolahan, 25 kelurahan di sektor jasa dan 20 kelurahan di sektor perdagangan besar/eceran dan rumah makan. Sektor-sektor lain yang tidak menjadi sektor unggulan yaitu sektor angkutan, pergudangan, komunikasi dan gas, listrik, perbankan, dll.

Bahan pangan di Kota Tangerang berasal dari hasil produksi Kota Tangerang dan didistribusikan dari daerah lain. Salah satu bahan pangan yang menjadi potensi Kota Tangerang adalah jagung, ubi kayu dan ubi jalar. Pasokan bahan pangan Kota Tangerang diimpor dari berbagai daerah di sekitar Kota Tangerang, seperti Lampung dan beberapa daerah di Jawa Barat.

Analisis Situasi Ketahanan Pangan dan Gizi Ketersediaan dan Cadangan Pangan

(45)

itu, diperlukan pasokan bahan pangan yang baik dari dalam (produksi) maupun luar (impor) Kota Tangerang. Produksi Kota Tangerang diketahui berdasarkan hasil panen atau hasil mentah dikali dengan faktor konversi. Produksi pangan dapat digunakan untuk mengetahui swasembada pangan daerah tersebut. Produksi pangan merupakan salah satu faktor penentu dari ketahanan pangan suatu daerah. Produksi pangan Kota Tangeran tahun 2011 dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Produksi pangan Kota Tangerang tahun 2011

No. Kelompok pangan Produksi (Ton)

1 Padi-padian 4.096

2 Umbi-umbian 132

3 Gula -

4 Buah/biji berminyak -

5 Sayur-sayuran 16.531

6 Buah-buahan 1.231

7 Daging 1.532

8 Telur 1.065

9 Susu -

10 Ikan-ikanan 433

11 Minyak dan lemak 40

Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2011b)

Produksi tertinggi Kota Tangerang adalah sayur-sayuran dan padi-padian. Hal ini dikarenakan masih banyak masyarakat yang memanfaatkan lahan untuk berkebun dan bertani. Namun, Kota Tangerang tidak memiliki hasil produksi kelompok pangan gula, buah/biji berminyak dan susu. Hasil produksi pangan di Kota Tangerang mempengaruhi penyediaan pangan domestik di Kota Tangerang.

(46)
[image:46.595.112.510.90.283.2]

Tabel 6 Ketersediaan pangan per kapita Kota Tangerang tahun 2011

No. Kelompok pangan Penyediaan Domestik (Ton)

Ketersediaan Per Kapita Kg/tahun Gram/ hari

1 Padi-padian 271.479 143,81 394,01

2 Umbi-umbian 7.830 4,02 11,01

3 Gula 11.380 6,11 16,73

4 Buah/biji berminyak 19.545 7,78 21,32

5 Sayur-sayuran 123.101 64,15 175,75

6 Buah-buahan 54.463 28,28 77,49

7 Daging 25.721 13,23 36,24

8 Telur 23.610 12,48 34,18

9 Susu 98.326 44,87 122,93

10 Ikan-ikanan 59.349 31,16 85,38

11 Minyak dan lemak 17.996 9,59 26,28

Sumber : Kantor Litbang dan Statistik Kota Tangerang (2011b)

Penyediaan domestik adalah penyediaan pangan dalam negeri yang merupakan hasil dari produksi ditambah dengan impor lalu dikurangi dengan stok dan ekspor. Penyediaan domestik tertinggi di Kota Tangerang terdapat pada komoditas padi-padian sebesar 271.479 ton. Penyediaan domestik terendah di kota Tangerang adalah komoditas umbi-umbian sebesar 7.830 ton. Penyediaan domestik umbi-umbian rendah dapat disebabkan karena konsumsi umbi-umbian yang rendah sehingga produksi dan impor umbi-umbian di Kota Tangerang yang rendah bila dibandingkan dengan komoditas lainnya.

Ketersediaan domestik (gram/hari) kelompok pangan padi-padian Kota Tangerang sudah memenuhi anjuran konsumsi padi-padian yang disarankan dalam PUGS (350 gram). Selain kelompok padi-padian, ketersediaan domestik kelompok pangan hewani di Kota Tangerang sebanyak 155.8 gram dan telah memenuhi ketentuan konsumsi PUGS, yaitu 150 gram per hari. Selain padi – padian dan pangan hewani, ketersediaan sayur –sayuran telah mencukupi rekomendasi konsumsi PUGS. Berdasarkan PUGS, rekomendasi konsumsi buah – buahan per hari adalah 150 gram dan ketersediaan buah – buahan di Kota Tangerang belum mencukupi rekomendasi tersebut (77.49 gram).

(47)
[image:47.595.109.511.134.403.2]

meningkat. Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang tahun 2011

No Kelompok Pangan

Gram/ Kap/

Hari

Tingkat Ketersediaan Energi

Tingkat Ketersediaan Protein

kkal/Kap/ Hari % AKE Gram/Kap/Hari %AKP

1 Padi-padian 394,01 1402 63,7 35,1 61,6

2 Umbi-umbian 11,01 18 0,8 0,08 0,1

3 Gula 16,73 61 2,8 0,01 0,0

4 Buah/biji

berminyak 21,32 72 3,3 6,3 11,1

5 Sayur-sayuran 175,75 44 2,0 3,1 5,4

6 Buah-buahan 77,49 33 1,5 0,4 0,7

7 Daging 36.,24 102 4,6 6,4 11,2

8 Telur 34,18 47 2,1 3,8 6,7

9 Susu 122,93 75 3,4 3,9 6,8

10 Ikan-ikanan 85,38 59 2,7 10,8 18,9

11 Minyak dan

lemak 26,28 237 10,8 0,02 0,0

Total 2150 97,7 69,91 122,6

Sumber : Neraca Bahan Makanan Kota Tangerang (2012b)

Keterangan:

– Angka Kecukupan Energi (AKE) WNPG VIII Tahun 2004 = 2.200 kkal/kapita/hari

– Angka Kecukupan Protein (AKP) WNPG VIII Tahun 2004 = 57 gram/kapita/hari

Secara kuantitas, tingkat ketersediaan energi dan protein Kota Tangerang pada tahun 2011 sudah mencukupi angka rekomendasi hasil

Gambar

Gambaran Umum Kota Tangerang ........................................................
Tabel 1 Jenis dan sumber data yang digunakan.
Tabel 2 Indikator SPM Ketahanan Pangan Kabupaten/Kota
Gambar 2 Peta Kota  Tangerang
+7

Referensi

Dokumen terkait

(1) Tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran IIA Angka (10)

KEBON JERUK KEC.KEBON..

Selain kebijakan mengenai pelaksanaan prinsip kehati-hatian, Bank Syariah Mandiri Kantor Area Jember juga harus membuat kebijakan sebagai tindakan yang akan

Penelitian eksperimental ini dilakukan pada 12 ekor tikus putih dengan berat badan 200-250 gram yang dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif (hanya

Relay phase protection yang digunakan pada OPTP (Open Phase Transformator Protection) dapat melepas MCCB (Moulded Case Circuit Braket) melalui shunt trip dengan

Kata dasar atau bentuk dasar yang menjadi dasar segala bentukan kata diperlakukan sebagai lema atau entri, sedangkan bentuk derivasinya (kata turunan, kata ulang, dan gabungan

Karakteristik fisiko-kimia 99m Tc-CTMP dibandingkan dengan 99m Tc-MDP yang sudah stabil dan telah lama digunakan di kedokteran nuklir untuk mengetahui kelayakan

Penampilan Sangat rapi, kostum sesuai dengan acara, tidak gugup, gesture mendukung penjelasan, menguasai panggung dan audiens. Rapi, kostum sesuai dengan acara, tidak