PENGARUH BAHAN ORGANIK
CHITOSAN
DAN
PUPUK GUANO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANGGREK
Dendrobium
‘Woxinia’
TITIN SUNINGSIH
A24070085
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
The Effect of Chitosan and Guano on Growth and Development Dendrobium 'woxinia' Titin Suningsih 1, Dewi Sukma2 dan Sandra A. Aziz3
1
Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
2
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
3
Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Faperta IPB
Abstract
The purpose of this research was to study the effect of organic matter chitosan and fertilizer guano on the growth and development of the orchid Dendrobium 'Woxinia'. The experiment took place at the University Farm Green House, Cikabayan. The study lasted from February to August 2011. This study used a randomized design Completly Group with two factors with the first factor is the concentration of chitosan consisted of three levels of 0, 10 and 20 ppm/ plant. The second factor is the concentration of guano fertilizer with 3 levels of 0, 10 and 20 ml / l water. Observations performed every single week for 5 months. The result showed that treatment with 10 ppm chitosan gave is significantly increased the number of pseudobulb (1.4). Guano 10 ml/l increased plant height at 10-19 Weeks After Treatment (WAT) (23.64 cm average an 19 WAT). At 9 Weeks After Treatment (WAT), leaf length at 9 Weeks After Treatment.
RINGKASAN
TITIN SUNINGSIH. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano
terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’.
(Dibimbing oleh DEWI SUKMA dan SANDRA A. AZIZ).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bahan organik
chitosan dan pupuk guano terhadap pertumbuhan dan perkembangan anggrek
Dendrobium ‘Woxinia’. Penelitian ini dilaksanakan di Green House University
Farm Institut Pertanian Bogor, Darmaga Bogor pada bulan Februari sampai Agustus 2011.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman anggrek
Dendrobium ‘Woxinia’ yang berumur ± 1.5 tahun, media tanam (campuran pakis
dan arang sekam), chitosan, pupuk guano (0.93% N, 2.13% P, 2.80% Ca, 1.73% Mg, 1.11% K), pestisida (Curacron), fungisida (Dithane-M 45), bakterisida
(Plantomycin), pupuk slow release (Dekastar (18:9:10)), Hyponex merah (25:5:20), Hyponex biru (10:40:15), dan asam asetat. Alat yang digunakan adalah
timbangan, gelas ukur, labu takar, spatula, pipet, penggaris, ruang asam, spayer,
pot, meteran, dan alat tulis.
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama adalah pemberian chitosan yang terdiri atas tiga taraf yaitu konsentrasi 0, 10 dan 20 ppm/tanaman. Faktor kedua
yaitu pupuk guano dengan 3 taraf yaitu konsentrasi 0, 10 dan 20 ml/l air. Aplikasi
chitosan dilakukan satu minggu sekali. Aplikasi pupuk guano dilakukan satu
minggu dua kali, pemeliharaan dilakukan satu minggu sekali. Pengamatan
dilakukan satu minggu sekali dengan peubah yang diamati meliputi tinggi
tanaman, jumlah daun, lebar daun, panjang daun, jumlah pseudobulb baru yang terbentuk, jumlah kuntum, jumlah bunga yang mekar, panjang tangkai bunga, dan
gejala serangan hama dan penyakit.
Data dianalisis dengan sidik ragam, pada pengaruh yang nyata maka uji
Khusus untuk peubah generatif karena tidak semua tanaman berbunga, maka
analisis data untuk beberapa parameter pengamatan menggunakan uji t-student.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor tunggal bahan organik
chitosan tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, tinggi pseudobulb
yang baru terbentuk, panjang dan lebar daun pseudobulb yang baru terbentuk. Perlakuan chitosan dengan konsentrasi 10 ppm nyata memberikan hasil tertinggi untuk peubah jumlah pseudobulb yang baru terbentuk pada akhir pengamatan 19MSP (Minggu Setelah Perlakuan).
Faktor tunggal pupuk guano tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah
pseudobulb yang baru terbentuk dan tinggi pseudobulb yang baru terbentuk,
jumlah daun, panjang dan lebar daun, jumlah kuntum bunga, jumlah mekar bunga
dan panjang tangkai bunga. Perlakuan pupuk guano 10 ml/l memberikan hasil
terbaik terhadap tinggi tanaman pada 10-19 MSP, jumlah daun dan panjang daun
pada 9 MSP.
Interaksi konsentrasi bahan organik chitosan dan pupuk guano berpengaruh nyata meningkatkan terhadap tinggi tanaman yaitu pada perlakuan
kombinasi chitosan 20 ppm + pupuk guano 10 ml/l pada 10-19 MSP, sedangkan untuk perlakuan chitosan 10 ppm + pupuk guano 20 ml/l berpengaruh nyata meningkatkan jumlah daun pseudobulb yang baru terbentuk pada 16-17 MSP dan jumlah pseudobulb yang baru terbentuk pada 19 MSP.
PENGARUH BAHAN ORGANIK
CHITOSAN
DAN
PUPUK GUANO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANGGREK
Dendrobium
‘Woxinia’
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
TITIN SUNINGSIH
A24070085
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul :
PENGARUH BAHAN ORGANIKCHITOSAN
DAN
PUPUK GUANO TERHADAP PERTUMBUHAN DAN
PERKEMBANGAN ANGGREK
Dendrobium
’Woxinia’
Nama :
TITIN SUNINGSIH
NIM : A24070085
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Dewi Sukma, SP. MSi. Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS.
NIP 19700404 1997 02 2 001 NIP 19591026 1985 03 2 001
Mengetahui.
Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura
Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr
NIP 19611101 1987 03 1 003
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Titin Suningsih dilahirkan di Garut pada tanggal
7 Februari 1989, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara keluarga Bapak
Wawan dan Ibu Dedeh. Pendidikan formal dimulai dari SD, masuk tahun 1995 di
SDN Cikarag 3, dan lulus tahun 2001. Pada tahun tersebut penulis diterima di
SLTP Negeri 1 Malangbong, dan lulus pada tahun 2004. Selanjutnya tahun 2007
penulis menyelesaikan studi di SMA Negeri 1 Malangbong, Garut. Pada tahun
2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Agronomi dan
Hortikultura di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi
Mahasiswa IPB (USMI).
Selama masa studi penulis aktif dalam organisasi Mahasiswa Daerah
(OMDA) yaitu Himpunan Mahasiswa Garut (HIMAGA). Penulis aktif menjadi
panitia Domba Cup Garut tahun 2008 dan Panitia Masa Perkenalan Departemen
MPD pada tahun 2009.
Penulis melakukan Kuliah Kerja Profesi di desa Kretek, Kecamatan
Paguyangan, Brebes, Jawa Tengah pada tahun 2010 selama dua bulan. Penulis
melakukan magang selama 3 bulan di Indoflowers Nursery pada tahun 2011,
kemudian magang di bagian Administrasi di Indoflowers Nursery. Tahun 2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Judul dari penelitian ini adalah Pengaruh Bahan Organik
Chitosan dan Pupuk Guano terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
anggrek Dendrobium ‘Woxinia’.
Ucapan terimakasih penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah
membantu selama penyusunan usulan penelitian ini, antara lain :
1. Dr. Dewi Sukma, SP, MSi dan Dr. Ir. Sandra Arifin Aziz, MS selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan pengarahan dan penjelasan
berkaitan dengan penelitian ini.
2. Ir. Megayani Sri Rahayu, MS yang telah memberikan masukan untuk perbaikan
skripsi.
3. Dr. Edi Santosa, SP, MSi selaku dosen pembimbing akademik.
4. Para Staf Dosen atas segala ilmu yang diberikan selama perkuliahan.
5. Bapak, Ibu, teteh, adik, Aa, bibi, paman, nenek, serta segenap keluarga besar
penulis yang telah memberi doa, semangat, dan dorongan kepada penulis dalam
menjalani hidup dan menimba ilmu dengan penuh ikhlas dan kesabaran.
6. Beasiswa POM (2007) dan Beasiswa Supersemar (2010) atas bantuan dana yang
sangat membantu penulis selama kuliah di IPB.
7. Ir. Hermanu Triwidodo, MSc, Ph.D yang telah memberikan saran.
8. Seluruh staf dan karyawan University Farm, Lab pascapanen, Klinik Tanaman atas bantuannya selama penelitian.
9. Ira dan Prima teman seperjuangan penelitian, Anne, Rani, Cutrisni, Enen dan Ida
Parida yang sabar menjelaskan, masukan dan memberikan semangat.
10.Sahabatku Dian Kharisnawati dan Elvi Pebri Hasibuan.
11.Indoflowers Nursery yang telah memberikan pengetahuan tentang tanaman hias.
12.Teman-teman terbaik di Agronomi dan Hortikultura atas dukungan dan doa yang
diberikan, serta semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Semoga skripsi ini bermanfaat, khususnya bagi penulis.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………..…….. ix
DAFTAR GAMBAR……… x
PENDAHULUAN Latar Belakang……….. 1
Tujuan………... 3
Hipotesis………... 3
TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Anggrek secara Umum……….. 4
Botani dan Syarat Tumbuh………... 5
Bahan Organik……….. 7
Pupuk……….…………... 8
Metabolisme Asam Crassulacean (CAM)……….... 10
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu……… 12
Alat dan Bahan………... 12
Metode Penelitian………. 12
Pelaksanaan Percobaan………. 13
Pengamatan………... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum………. 16
Hasil……….. 20
Pembahasan………... 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan……….. 36
Saran………. 36
DAFTAR PUSTAKA………... 37
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman Anggrek Dendrobium
‘Woxinia……….. 20
2. Persentase Tanaman yang Terserang Penyakit pada berbagai
Perlakuan Pupuk Guano……….
21
3. Pengaruh Pupuk Guano terhadap Jumlah Pseudobulb dan Tinggi
Pseudobulb yang Baru Terbentuk pada Tanaman yang memiliki
2 atau 3 Pseudobulb pada Awal Percobaan……… 22
4. Perkembangan Bunga Tanaman Anggrek Dendrobium
‘Woxinia’………. 23
5. Rata-rata Tinggi Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’ pada berbagai Perlakuan Chitosan………... 25
6. Rata-rata Tinggi Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada
berbagai Perlakuan Pupuk Guano………... 25
7. Rata-rata Tinggi Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’ Hasil Perlakuan Chitosan dan Pupuk Guano ………... 26 8. Rata-rata Jumlah Pseudobulb yang Baru Terbentuk pada
Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’………. 27
9. Jumlah Pseudobulb Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’
pada 19 MSP Hasil Interaksi Perlakuan Chitosan dan Pupuk
Guano………... 27
10. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano terhadap
Tinggi Pseudobulb yang Baru Terbentuk……… 29 11. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano terhadap
Jumlah Daun Pseudobulb Baru……… 30
12. Rata-rata Jumlah Daun Pseudobulb TanamanAnggrek
Dendrobium‘Woxinia’……… 30
13. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano terhadap
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Bunga Anggrek Dendrobium………... 5
2. Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ yang Diletakkan diatas Meja Besi
didalam Green House Berparanet 55% ………... 17
3. Gejala Serangan Hama dan Penyakit pada Tanaman Anggrek
Dendrobium ‘Woxinia : (a) Cendawan Bercak Kuning Phylostica
(b) Bercak Kelabu Cendawan Pestalotia sp. (c) Curvularia palescens
(d) Erwinia carotovora (e) Gejala Serangan Red Spider
(Tetranychus urlacae)………...
18
4. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Anggrek
Dendrobium ‘Woxinia’ (a) Membuang Seluruh Daun, (b) Daun yang
Telah Dirontokkan (c) Kondisi Tanaman Anggrek Tanpa Daun…… 19
5. Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada 3 MSP, (a) Kontrol (b) Pupuk Guano 10 ml/l (c) Pupuk Guano β0 ml/l………... 24
6. Kondisi Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada 19 MSP (a) Kontrol, (b) Kontrol Chitosan + Pupuk Guano 10 ml/l, (c) Kontrol
Chitosan + Pupuk Guano 20 ml/l, (d) Chitosan 10 ppm + Pupuk
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Data Iklim Bogor Bulan Agustus 2010- Agustus β011 ……… 42
2. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anggrek
Dendrobium‘Woxinia’ pada bulan Maret-Mei 2011…………...…..
43
3. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anggrek
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggrek adalah tanaman hias yang diminati oleh banyak orang.
Bey et al. (2006) menyatakan bahwa anggrek memiliki nilai ekonomis tinggi
dibandingkan dengan tanaman hias lainnya, baik untuk bunga potong maupun
untuk bunga pot. Anggrek adalah tanaman hias yang sangat populer karena
memiliki jenis yang beragam. Selain itu anggrek digunakan untuk berbagai
keperluan misalnya hiasan dan dekorasi ruangan, upacara keagamaan, ucapan
selamat maupun dukacita.
Solvia (2008) menyatakan anggrek Dendrobium sangat diminati oleh masyarakat dibandingkan dengan jenis anggrek lainnya, hal ini disebabkan
Dendrobium menghasilkan bunga yang cantik dengan warna menawan dan
mahkota bunganya tidak mudah rontok. Dendrobium merupakan jenis bunga yang banyak dijual dalam bentuk bunga potong maupun pot dengan permintaan yang
cukup tinggi. Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ adalah jenis bunga yang banyak dimanfaatkan sebagai bunga potong dengan karakteristik bunga berwarna putih
dengan batang dan tangkai bunga yang kuat.
Produksi anggrek Indonesia pada tahun 2009 sebanyak 16 205 949
tangkai, sedangkan pada tahun 2010 sebanyak 14 050 445 tangkai, dari data
tersebut terlihat bahwa produksi anggrek Indonesia mengalami penurunan
(Badan Pusat Statistik, 2010). Widiastoety et al. (2010) menyatakan bahwa kendala pengembangan anggrek di Indonesia antara lain adalah terbatasnya bibit
unggul, teknologi yang digunakan masih sederhana, dan kurangnya dukungan
kebijakan pemerintah. Pengembangan tanaman hias anggrek memerlukan
perhatian yang khusus dalam hal teknik budidaya dan teknologi baru untuk
meningkatkan produksi dan kualitas anggrek. Kualitas dan produksi berkaitan
dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anggrek diperlukan
teknik budidaya yang intensif. Pertumbuhan dan perkembangan tanaman
adalah iklim yang meliputi suhu, kelembaban dan cahaya, serta faktor lain
diantaranya penambahan bahan organik, media tanam, dan pupuk.
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui,
dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur-unsur yang dapat digunakan
oleh tanaman. Bahan organik dapat berasal dari limbah tanaman, hewan, dan
beberapa biota laut (Redaksi Agromedia, 2007b). Bahan organik yang dapat
membantu pertumbuhan dan perkembangan anggrek misalnya chitosan. Chitosan
merupakan turunan kitin yang berasal dari cangkang kepiting atau udang, melalui
proses deproteinasi. Chitosan dapat digunakan dalam berbagai industri, diantaranya dimanfaatkan untuk penyembuhan luka, pengawet makanan, bahan
organik bagi tanaman, dan lain-lain. Dalam bidang pertanian chitosan umumnya dapat membantu meningkatkan efisiensi nutrisi atau pupuk. Chandrkrachang et al.
(2005) menyatakan bahwa aplikasi chitosan dengan dosis 3-4 ppm dapat mendorong dan mempercepat pembentukan tunas bunga dan kesehatan tanaman
anggrek Dendrobium Sensational Purple. Mawgoud et al. (2010) menyatakan bahwa aplikasi chitosan dengan konsentrasi 2 ml/l dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman strawberi.
Pemupukan pada anggrek merupakan salah satu cara untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan serta meningkatkan produktivitas tanaman. Jenis
pupuk yang digunakan untuk anggrek beragam. Berdasarkan komponen
penyusunannya pupuk dibagi menjadi dua yaitu pupuk organik dan anorganik.
Hadisuwito (2007) menyatakan bahwa berdasarkan bentuknya pupuk organik
dibagi menjadi dua, yakni pupuk cair dan padat. Pupuk guano merupakan pupuk
organik yang diaplikasikan pada tanaman anggrek yang diperlukan untuk
mendukung pertumbuhan dan perkembangan anggrek. Sugianto (2010)
menyatakan bahwa pupuk guano merupakan pupuk yang berasal dari kotoran
kelelawar, sudah mengendap lama di dalam gua dan telah bercampur dengan
tanah dan bakteri pengurai. Pupuk guano mengandung nitrogen, fosfor dan kalium
yang sangat baik untuk mendukung pertumbuhan, merangsang akar serta kekuatan
batang tanaman. Mulyono (2008) menyatakan bahwa penyemprotan ekstrak
kerusakan oleh hama thrips, kutu daun, dan Helicoverpa armigera dibandingkan dengan penyemprotan insektisida deltamatrin.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh pemberian
bahan organik chitosan dan pupuk guano terhadap pertumbuhan dan perkembangan anggrek Dendrobium‘Woxinia’.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan yaitu :
1. Terdapat konsentrasi chitosan yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anggrek Dendrobium ‘Woxinia’.
2. Terdapat konsentrasi pupuk guano yang dapat meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan anggrek Dendrobium ‘Woxinia’.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Anggrek Dendrobium Secara Umum
Anggrek memiliki morfologi tanaman yang sama dengan jenis tanaman
yang lain yaitu terdiri dari batang, akar, daun, dan bunga. Sutiyoso dan Sarwono
(2002) menyatakan bahwa batang anggrek terdiri dari dua macam tipe
pertumbuhan yaitu monopodial dan simpodial. Anggrek monopodial memiliki batang utama yang ujungnya terus tumbuh dan tidak terbatas panjangnya seperti
anggrek jenis Vanda, Phalaenopsis, Renanthera, dan Arachnis. Berbagai jenis anggrek yang termasuk batang simpodial yaitu Dendrobium, Cattleya, dan
Oncidium. Gunawan (2006) menyatakan bahwa anggrek sympodial yaitu anggrek
dengan pertumbuhan ujung batang terbatas. Batang ini tumbuh terus akan berhenti
setelah mencapai batas maksimum. Pertumbuhan ini akan dilanjutkan oleh anakan
baru (pseudobulb) yang tumbuh disampingnya.
Akar pada tanaman anggrek memiliki ciri-ciri yaitu lunak, mudah patah,
agak licin, dan lengket. Akar anggrek ini dapat berfungsi untuk fotosintesis karena
mengandung klorofil. Bunga anggrek terdiri dari dua tipe yaitu tumbuh di ujung
tanaman (Acranthe) dan tumbuh diantara helai daun (Pleuranthe) (Redaksi Agromedia, 2006). Subhan (2011) menyatakan bahwa bunga
Dendrobium terdiri dari (Gambar 1):
Sepal (kelopak bunga) berjumlah 3 helai, berbentuk lanset, meruncing, bulat
dengan ukuran bervariasi tergantung spesiesnya. Sepal tengah disebut dengan
sepallum dorsalis atau kelopak punggung. Sementara dua sepal samping
disebut sepallum lateralis atau kelopak samping.
Petal (mahkota bunga) berjumlah tiga helai. Petal ke tiga di bagian tengah
adalah bagian yang menyatu dan membentuk bibir bunga. Warna petal hampir
sama dengan sepal, kecuali petal ketiga warnanya lebih cerah.
Pollinia atau polen (alat kelamin jantan) berjumlah 4, tersusun dalam 2
rostellum kecil dan berbentuk bulat dengan ukuran beragam mulai besar, kecil
bahkan sangat halus, berwarna kuning pucat hingga kuning cerah.
Gymnostemium atau putik (alat kelamin betina), putik berada dibalik dalam
Ovary (bakal buah).
Bibir (labellum) bagian ini merupakan perkembangan dari petal ke tiga. Pada beberapa spesies ukuran bibir biasanya membesar dan berwarna lebih cerah.
Gambar 1. Struktur Bunga Anggrek Dendrobium
Daun anggrek muncul pada ruas-ruas batang dengan posisi berhadapan
atau berpasangan. Bentuk daun anggrek ada yang berukuran kecil memanjang dan
bulat lebar. Anggrek dengan daun lebar lebih cepat berbunga karena fotosintesis
berlangsung lebih cepat (Redaksi Agromedia, 2006).
Purwantoro et al. (2005) menyatakan bahwa variasi pada anggrek
merupakan salah satu keunggulan yang memungkinkan untuk dibuat
hibrida-hibrida baru. Variasi yang ada pada anggrek terletak pada bentuk bunga,
ada yang mirip kalajengking (Arachnis), kupu-kupu (Phalaenopsis) dan kantung
(Paphiopedilum), selain itu jumlah kuntum, ukuran dan warna kuntum juga
memperlihatkan keragaman yang cukup banyak.
Botani dan Syarat Tumbuh
Setiawan (2005) menyatakan bahwa Dendrobiumberasal dari kata dendro
yang artinya pohon dan bios yang berarti hidup. Subhan (2011) menyatakan bahwa Dendrobium adalah jenis anggrek yang memiliki tidak kurang dari 1 700 spesies, menyebar dari Jepang dan sebagian Cina, India, Semenanjung Malaka,
Indonesia di hampir semua pulau-pulau besar, Papua menyimpan kurang lebih
450 species dan Kalimantan 150 species.
Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ adalah jenis bunga yang banyak dimanfaatkan sebagai bunga potong, dengan karakteristik bunga berwarna putih
batang daunnya yang kuat. Berikut taksonomi anggrek Dendrobium sp. menurut Sutiyoso dan Sarwono (2002) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Family : Orchidaceae
Subfamily : Epidendroideae
Tribe : Epidendrae dendrobieae
Subtribe : Dendrobiinae
Genus : Dendrobium sp.
Anggrek dapat tumbuh pada berbagai ketinggian tempat. Kencana (2007)
menyatakan bahwa anggrek Dendrobium dapat tumbuh pada ketinggian 0-650 mdpl (meter di atas permukaan laut), dengan suhu siang 26-30ºC dan suhu
malam 21ºC. Anggrek Dendrobium termasuk jenis epifit, dengan intensitas cahaya matahari berkisar 50-60%. Anggrek Dendrobium memerlukan kelembaban sekitar 50% (Redaksi Agromedia, 2006).
Ashari (1995) menyatakan bahwa berdasarkan tempat tumbuhnya, anggrek
dibagi menjadi dua jenis yaitu epifit dan terestrial. Anggrek epifit yaitu anggrek
yang tumbuh menumpang pada batang tanaman lainnya tetapi tidak merugikan
pada tanaman yang ditumpanginya. Genus anggrek yang termasuk epifit adalah
Aerides, Angraecum, Cattleya, Brassavola, Dendrobium, Epidendrum, Laelia,
Odontoglossum, Oncidium, Phalaenopsis, dan Vanda. Terestrial yaitu anggrek
yang seluruh perakarannya berkembang di dalam tanah, rawa atau daratan. Genus
anggrek yang termasuk terrestrial adalah Arachnis, Arundina, Calanthe,
Bahan Organik
Bahan organik merupakan bahan-bahan yang dapat diperbaharui,
dirombak oleh bakteri-bakteri tanah menjadi unsur-unsur yang dapat digunakan
oleh tanaman. Bahan organik dapat berasal dari limbah tanaman, hewan, dan
beberapa biota laut (Redaksi Agromedia, 2007b).
Sutanto (2002) menyatakan bahwa bahan organik yang berada di dalam
tanah seperti mikroorganisme tanah (fungi, aktinomisetes dan bakteri)
bertanggungjawab dalam proses dekomposisi residu organik. Tanah yang kaya
bahan organik lebih sarang sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah
mengalami pemadatan, warna tanah lebih kelam, serta sedikit hara yang terfiksasi
mineral tanah.
Ma’shum et al. (2003) menyatakan bahwa bahan organik dapat berasal dari jaringan tanaman dan binatang. Bahan organik yang berasal dari jaringan
binatang lebih mudah terdekomposisi daripada yang berasal dari jaringan tanaman
disebabkan karena perbedaan komposisi bahan penyusun sel masing-masing
organisme. Sel binatang mengandung senyawa N tinggi sehingga mudah
terdekomposisi, sedangkan pada sel tanaman tersusun atas senyawa karbon dalam
bentuk selulosa, hemisellulosa, lignin, dan kandungan protein 10 %.
Chitosan
Sugita et al. (2009) menyatakan bahwa chitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-B-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus molekul (C6H11NO4)nyang dapat
diperoleh dari deasetilasi kitin. Chitosan diperoleh secara komersial melalui proses deasetilasi kitin, yang merupakan elemen struktur dalam exoskeleton
krustasea (kepiting, udang dll).
Kadar kitin dalam berat udang berkisar 60-70% dan bila diproses menjadi
chitosan menghasilkan 15-20%. Chitosan mempunyai bentuk mirip selulosa, dan
bedanya terletak pada gugus rantai C-2. Ma’shum et al. (2003) menyatakan bahwa selulosa adalah senyawa penyusun dinding sel tumbuhan. Proses utama dalam
pembuatan chitosan meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut deproteinasi dan demineralisasi yang
Sugita et al. (2009) menyatakan bahwa dalam bidang pertanian chitosan dapat digunakan untuk pestisida, herbisida, deasidifikasi buah-buahan, sayuran dan
penjernih sari buah. Chitosan dapat larut pada berbagai asam organik diantaranya HCl (konsentrasi 0.15%-1.1%), HNO3 (0.15%-1.1%), asam asetat 10%.
Nurrachman (2004) menyatakan bahwa pelapisan chitosan 1.5% dapat memberikan hasil yang terbaik dalam mempertahankan kualitas apel dan
memperpanjang masa simpan buah. Suzatmika (2008) menyatakan bahwa aplikasi
chitosan 2% memberikan mortalitas rendah dibandingkan 4 dan 6% dengan
persentase rata-rata mortalitas rayap Coptotermes curvignathus yang tinggi dan meningkatkan ketahanan pada kayu P. merkusii. Boonlertnirun et al. (2008) menyatakan bahwa aplikasi chitosan polimer 80 ppm, dengan merendam benih sebelum penanaman diikuti dengan aplikasi tanah selama empat kali pada seluruh
musim tanam, dapat merangsang pertumbuhan dan hasil padi secara signifikan.
Pupuk
Hadisuwito (2007) menyatakan bahwa pupuk merupakan bahan yang
ditambahkan ke dalam tanah untuk menyediakan unsur-unsur esensial bagi
pertumbuhan tanaman. Penggolongan pupuk didasarkan pada sumber bahan yang
digunakan, cara aplikasi, bentuk, dan kandungan unsur haranya.
Gunawan (2006) menyatakan bahwa pupuk menyediakan unsur-unsur hara
yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk majemuk yang dibutuhkan oleh anggrek
mengandung 10% N, 4% P, 6% K, 15% S, dan 7% Ca. Pertumbuhan
anggrek muda lebih baik diberikan pupuk N lebih tinggi misalnya pupuk daun
dengan komposisi unsur hara 30-10-10 selama 6 bulan sampai 1 tahun. Setelah
tanaman berbunga untuk kesinambungan kesehatan tanaman dan bunga, pupuk
yang diberikan adalah pupuk yang mengandung N, P, dan K seimbang misalnya
pupuk daun dengan komposisi unsur hara 20-20-20.
Pupuk Guano
Hadisuwito (2007) menyatakan bahwa berdasarkan bentuknya pupuk
organik dibagi menjadi dua, yakni pupuk cair dan padat. Pupuk cair merupakan
oleh tanaman. Kelebihan dari pupuk cair adalah dapat memberikan hara sesuai
dengan kebutuhan tanaman, pemberiannya lebih merata dan kepekatannya dapat
diatur sesuai dengan kebutuhannya.
Pupuk guano yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk guano
dalam bentuk cair. Sugianto (2010) menyatakan bahwa pupuk guano merupakan
pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar, sudah mengendap lama di dalam gua
dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri pengurai. Pupuk Guano
mengandung nitrogen, fosfor dan kalium yang sangat bagus untuk mendukung
pertumbuhan, merangsang akar serta kekuatan batang tanaman. Komposisi unsur
hara yang terkandung dalam pupuk guano adalah 0.93% N, 2.13% P, 2.80% Ca,
1.73% Mg, 1.11% K. Suwarno dan Idris (2007) menyatakan bahwa komponen
utama guano adalah unsur N, P, Ca dan komponen tambahannya K, Mg, serta S.
Manfaat pupuk guano menurut Seta (2009) adalah aktifator pembuatan
kompos, mengendalikan nematoda yang ada di dalam tanah, kaya unsur makro
fosfor (P) dan nitrogen (N), mengandung mikrobiotik flora dan bakteri yang
bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman, memperbaiki struktur tanah, fungisida
alami, daya kapasitas tukar kation (KTK) yang tinggi sehingga tanaman mudah
menyerap unsur hara, mengoptimalkan pertumbuhan daun muda, dapat digunakan
pada semua jenis tanaman yang berada di dalam atau di luar ruangan, produk
pupuk ramah lingkungan, baik digunakan untuk pertumbuhan rumput, rendah
kandungan mercuri dan zat berbahaya lain.
Sasmito (2007) menyatakan bahwa aplikasi pupuk guano pada konsentrasi
2.5 % (w/w), 5% (w/w), dan 10% (w/w) berturut-turut dapat meningkatkan tinggi
tanaman, pembungaan, mempercepat peningkatan buah pada tomat. Hal lain
dikemukakan oleh Munawaroh (2010) bahwa pemberian Plant Growth Promoting
Rizhobacteria (PGPR), khamir antagonis, dan pupuk guano dengan dosis 10 ml/l
dapat menekan keparahan penyakit karat putih dan meningkatkan pertumbuhan
tinggi pada tanaman krisan.
Media Tanam
Darmono (2007) menyatakan bahwa media tumbuh yang baik untuk
drainase baik, mampu menyimpan dan mengikat hara dengan baik. Media yang
berongga menyimpan banyak oksigen yang diperlukan untuk proses respirasi.
Jenis media tanam yang dapat digunakan untuk menanam anggrek antara lain
moss, pakis, sabut kelapa, dan pecahan arang (Redaksi Agromedia, 2007a).
Gunawan (2006) menyatakan bahwa moss adalah media tanam yang
berasal dari akar paku-pakuan. Media ini mempunyai banyak rongga sehingga
akar anggrek tumbuh dan berkembang dengan lebih leluasa. Sifat moss adalah
tidak cepat lapuk, mempunyai aerasi dan drainase yang baik, daya mengikat dan
menyimpan air yang baik.
Media tanam yang digunakan untuk Dendrobium adalah media tanam pakis Alsophilaglauca. Pakis tersebut memiliki daya mengikat air, aerasi, dan drainase yang baik (Redaksi Agromedia, 2007a). Gunawan (2006) menyatakan
bahwa media tanam sabut kelapa mempunyai daya simpan air yang baik, mudah
lapuk, perlu disterilkan sebelum digunakan agar tidak ditumbuhi mikroorganisme,
dan busuk, sehingga dikhawatirkan menyebabkan busuk akar terutama di musim
penghujan. Media tanam arang memiliki sifat-sifat antara lain tahan lama, tidak
mudah ditumbuhi fungi dan bakteri, cocok untuk daerah yang kelembaban tinggi
tetapi kurang mampu mengikat air.
Metabolisme Asam Crassulacean (CAM)
Lakitan (2004) menyatakan bahwa anggrek termasuk jenis tanaman CAM.
Tumbuhan CAM umumnya merupakan tumbuhan jenis sukulen yang tumbuh di
daerah kering. Setyamidjaja (1986) menyatakan bahwa mekanisme masuknya
unsur hara melalui daun berhubungan dengan menutup dan membukanya stomata.
Pupuk yang diaplikasikan pada saat stomata banyak terbuka, akan lebih
meningkatkan efektivitas pemupukan.
Fitriansyah (2011) menyatakan bahwa berdasarkan tipe fotosintesis,
tumbuhan dibagi ke dalam tiga kelompok besar, yaitu C3, C4, dan CAM.
Tumbuhan C4 dan CAM lebih adaptif di daerah panas dan kering dibandingkan
dengan tumbuhan C3, tetapi tanaman C3 lebih adaptif pada kondisi kandungan
CO2 atmosfer tinggi. Sebagian besar tanaman pertanian, seperti gandum, kentang,
Lakitan (2004) menyatakan bahwa tanaman yang membuka stomata pada
malam hari sedangkan menutup stomata pada siang hari mempengaruhi
metabolisme CO2, sehingga CO2 akan diserap pada malam hari disebut dengan
Metabolisme Asam Crassulacean (CAM). Contoh tanaman yang termasuk CAM
seperti Cactaceae, Orchidaceae, Bromeliaceae, Liliaceae, dan Euphorbiaceae.
Campbell et al. (2002) menyatakan bahwa selama malam hari ketika stomata tumbuhan ini terbuka, tumbuhan ini mengambil CO2 dan memasukannya
ke dalam berbagai asam organik. Sel mesofil tumbuhan CAM menyimpan asam
organik yang dibuatnya selama malam hari di dalam vakuolanya hingga pagi,
ketika stomata tertutup. Pada siang hari, ketika reaksi terang dapat memasok ATP
dan NADPH untuk siklus Calvin, CO2 dilepas dari asam organik yang dibuat pada
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Green House University Farm, Cikabayan, dan Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari hingga Agustus
2011.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan antara lain timbangan, gelas ukur, ruang asam,
thermo-hygrometer, labu takar, spatula, penggaris, spayer dan pot. Bahan-bahan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ yang berumur ± 1.5 tahun, media tanam (campuran pakis dan arang sekam), chitosan, pupuk guano (0.93% N, 2.13% P, 2.80% Ca, 1.73% Mg, 1.11% K), pestisida (Curacron), fungisida (Dithane-M45), bakterisida
(Plantomycin), Dekastar (18:9:10), Hyponex merah (25:5:20), Hyponex biru
(10:40:15), dan asam asetat.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
(RKLT) dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu pemberian chitosan yang terdiri atas tiga taraf yaitu konsentrasi 0, 10 dan 20 ppm/tanaman. Faktor kedua yaitu
pupuk guano dengan 3 taraf yaitu konsentrasi 0, 10 dan 20 ml/ l air, dengan
demikian terdapat 9 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali
sehingga terdapat 27 satuan percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri atas 2
tanaman contoh sehingga terdapat 54 tanaman contoh.
Model linier aditif yang digunakan sebagai berikut :
Yijk = µ +αi + ßj + (α )ij + k+ εijk
µ = rataan umum
αi = Pengaruh konsentrasi chitosan ke-i, i = 1,2,3 ßj = Pengaruh konsentrasi pupuk guano ke-j, j = 1,2,3
(α )ij = Pengaruh interaksi antara perlakuan konsentrasi chitosan ke-i, pupuk guanoke-j, dan kelompok ke-k
k = Pengaruh kelompok ke- k, k = 1,2,3
εijk = Galat pada perlakuan konsentrasi chitosan ke-i, pupuk guano ke-j, dan kelompok ke-k
Data dianalisis dengan sidik ragam, pada pengaruh yang nyata maka uji
dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Khusus untuk peubah generatif karena tidak semua tanaman berbunga, maka analisis data
untuk beberapa parameter pengamatan menggunakan uji t-student.
Pelaksanaan Percobaan
Tahap persiapan dimulai dengan menyiapkan bahan tanaman. Bahan
tanaman yang digunakan adalah tanaman berumur sekitar 1.5 tahun ditanam
dengan menggunakan pot tanah liat berukuran 15 cm, dengan media tanam yaitu
arang sekam dan pakis (1:2 v/v). Tanaman diperoleh dari Kelompok Tani
Anggrek di Gunung Sindur, Parung Bogor. Tanaman dipilih dengan ukuran yang
seragam dan dikelompokkan (dilihat dari jumlah pseudobulb dan berbunga atau tidak berbunga). Green House yang digunakan sebagai tempat penanaman anggrek menggunakan paranet 55%, dilengkapi dengan meja besi, lantai disemen,
dan tempat irigasi. Pot diletakkan di atas meja besi di dalam ruangan
Green House. Pot diberi label sesuai kombinasi perlakuan. Tanaman
diadaptasikan selama 4 minggu sebelum perlakuan.
Pembuatan larutan chitosan dilakukan dengan melarutkan chitosan bentuk lembar tipis dalam asam asetat untuk membantu kelarutan dan dibuat stok
chitosan dengan konsentrasi pemberian chitosan 10 dan 20 ppm sesuai dengan
kebutuhan perlakuan. Pemberian chitosan dilakukan setiap 1 minggu sekali selama penelitian. Pemberian chitosan diberikan dengan cara menyemprotkan ke seluruh daun dan media tanam, dengan volume semprot sekitar 55 ml/tanaman
Pupuk guano dalam bentuk cair dilarutkan dalam air sesuai konsentrasi
10 dan 20 ml/l dengan jumlah sesuai kebutuhan perlakuan. Pemberian guano
dilakukan satu minggu dua kali selama 5 bulan dengan waktu pemberian 3 hari
setelah perlakuan chitosan. Pemberian pupuk guano diberikan dengan cara menyemprotkan ke seluruh daun dan media tanam, dengan volume semprot
sekitar 55 ml/tanaman atau 70 kali semprotan per pot tanaman, menggunakan
hand sprayer.
Pemberian pupuk lepas lambat (slow release) Dekastar (18:9:10) dilakukan satu kali selama penelitian dengan dosis 5 g/tanaman. Pemberian pupuk
daun Hyponex merah (25:5:20) dan Hyponex biru (10:40:15) dengan konsentrasi
2 g/l dengan cara penyemprotan pada tajuk dan akar tanaman yang dilakukan
seminggu sekali pada pagi hari. Penyemprotan pupuk daun dilakukan pada hari
yang berbeda dengan perlakuan chitosan dan pupuk guano.
Pengendalian gulma dilakukan setiap minggu, dengan cara mencabut
gulma dari pot hingga ke akar-akarnya. Pengendalian hama dilakukan satu
minggu sekali, yaitu dengan menyemprotkan larutan insektisida Curacron 2 ml/l.
Pengendalian penyakit dilakukan satu minggu sekali, yaitu dengan
menyemprotkan larutan fungisida Dithane M-45 dengan konsentrasi 1.5 g/l, dan
pemberian chitosan dengan konsentrasi 1 dan 1.5% pada 1-9 MSP yaitu setiap seminggu sekali yang diberikan ke semua tanaman. Cara lain yang dapat
dilakukan untuk mengendalikan hama dan penyakit adalah membuang bagian
daun tanaman yang terkena hama dan penyakit.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada awal dan selanjutnya setiap satu minggu
sekali selama 5 bulan.Peubah yang diamati adalah:
1. Tinggi Tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap minggu, dimulai saat kondisi
awal sebelum perlakuan hingga minggu akhir pengamatan. Tinggi tanaman
diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman.
2. Jumlah daun
3. Panjang dan lebar daun
Panjang daun diukur pada daun yang sudah berkembang sempurna (3 daun
terbesar) dan pertambahan panjang atau lebar daun diamati pada daun yang
paling atas yang baru muncul.
4. Jumlah pseudobulb yang baru terbentuk
Jumlah pseudobulb yang baru terbentuk dihitung pada tanaman setiap minggu. 5. Tinggi pseudobulb yang baru terbentuk
Tinggi pseudobulb yang baru terbentuk diukur dari permukaan tanah hingga titik tumbuh tanaman setiap minggu.
6. Jumlah daun pseudobulb yang baru terbentuk
Jumlah daun pseudobulb yang baru terbentuk dihitung pada tanaman setiap minggu.
7. Panjang dan lebar daun pseudobulb yang baru terbentuk
Panjang daun pseudobulb yang baru terbentuk diukur pada daun yang sudah berkembang sempurna (3 daun terbesar) dan pertambahan panjang atau lebar
daun pseudobulb yang baru terbentuk diamati pada daun yang paling atas yang
baru muncul.
8. Waktu muncul tunas bunga dan panjang tangkai bunga. Dihitung pada saat
tunas bunga pertama muncul sekurang-kurangnya berukuran 0.5 cm. Panjang
tangkai bunga diukur dari dasar tangkai hingga ujung tangkai bunga setiap
minggu.
9. Jumlah kuntum bunga per tangkai.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Penelitian ini dilakukan di dalam Green House kebun percobaan Cikabayan Darmaga Bogor dengan ketinggian sekitar 250 mdpl. Data iklim
diperoleh dari Stasiun Klimatologi Dramaga, Bogor. Kondisi iklim pada bulan
Februari-Mei 2011 merupakan musim hujan. Kondisi iklim rata-rata dengan suhu
maksimum 32ºC, minimum 22.6ºC, kelembaban berkisar antara 82-84%,
intensitas cahaya matahari 282-254 cal/cm²/menit, lama penyinaran 3.84-5.36
jam, curah hujan sebesar 86-361.7 mm/bulan. Kondisi iklim pada bulan
Mei-Agustus 2011 merupakan bulan pergantian musim, dari musim hujan menjadi
kemarau. Kondisi iklim (Juni-Agustus) adalah suhu maksimum sebesar 32.5ºC
dan minimum sebesar 21.2ºC, kelembaban berkisar antara 76-80% dengan
intensitas penyinaran matahari 253-368 cal/cm²/menit (Lampiran 1).
Anggrek Dendrobium pada umumnya memerlukan kelembaban sekitar 50% (Redaksi Agromedia, 2006). Gunawan (2006) menyatakan bahwa pada
umumnya anggrek yang dibudidayakan memerlukan suhu 28±2ºC, suhu minimum
15ºC. Kencana (2007) menyatakan bahwa anggrek membutuhkan intensitas
cahaya matahari berkisar 50-60%. Dengan demikian selamapenelitian ini kondisi
lingkungan tidak mencapai kondisi optimal, karena suhu yang diterima relatif
tinggi.
Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ diadaptasikan di dalam Green House
selama 4 minggu sebelum diberi perlakuan. Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’
diletakkan pada meja besi disusun berdasarkan ulangan. Tanaman diberi naungan
paranet 55% untuk menghindari sinar matahari yang berlebih, seperti terlihat pada
Gambar 2. Widiastoety dan Bahar (1995) menyatakan bahwa pemberian intensitas
cahaya 55%, dapat meningkatkan pertumbuhan lebar daun dan pembentukan
Gambar 2. Anggrek Dendrobium‘Woxinia’ yang Diletakkan di atas Meja Besi di dalam Green House Berparanet 55%
Kondisi tanaman anggrek Dendrobium‘Woxinia’ pada awal penyimpanan
secara umum baik. Setelah 1 minggu adaptasi sekitar 20% pot tanaman anggrek
terserang hama dan penyakit. Daun tanaman anggrek menguning, kemudian daun
menjadi kering, mengakibatkan kerusakan yang parah. Hal ini disebabkan adanya
penyakit berupa cendawan yaitu bercak kuning Phylostica, bercak kelabu cendawan Pestalotia sp., dan Curvularia palescens. Selain itu hama yang menyerang tanaman anggrek adalah gejala Red Spider (Tetranychus urlacae), dengan tingkat serangan yang rendah bila dibandingkan dengan cendawan.
Pada 2 MSP ada beberapa tanaman anggrek terinfeksi bakteri. Bakteri yang
menyerang pada daun dan batang tampak bercak kehitaman, mengeluarkan cairan
berbau kurang sedap dan akhirnya mati.
Yudiarti (2007) menyatakan bahwa penyebab penyakit tanaman ada dua
yaitu patogen dan non patogen. Patogen adalah organisme yang mempunyai
kemampuan menyebabkan penyakit dan biasanya dalam bentuk organisme hidup
(jamur, bakteri, virus, mikroplasma, spiroplasma, dan riketsia). Non patogen
adalah penyebab penyakit yang tidak termasuk ke dalam jenis patogen, yaitu
bukan dari jenis organisme hidup (kekurangan hara, penyakit akibat keracunan,
penyakit karena pengaruh lingkungan). Gejala serangan hama dan penyakit antara
Gambar 3. Gejala Serangan Hama dan Penyakit pada Tanaman Anggrek
Dendrobium ‘Woxinia’ : (a) Cendawan Bercak Kuning Phylostica
(b) Bercak Kelabu Cendawan Pestalotia sp. (c) Curvularia palescens
(d) Erwinia carotovora (e) Gejala Serangan Red Spider
(Tetranychus urlacae)
Pengendalian cendawan Phylostica, bercak kelabu cendawan
Pestalotia sp., dan Curvularia palescens yaitu dengan menggunakan fungisida
Dithane M-45. Aplikasi Dithane M-45 dilakukan dua minggu sekali pada awal
serangan dan ditingkatkan menjadi satu minggu sekali. Tingkat serangan
cendawan meningkat pada 1 MSP mencapai 46.67%, kemudian diaplikasikan
chitosan dengan konsentrasi 1 dan 1.5% yang diberikan ke semua tanaman pada
1-9 MSP. Pengendalian hama tungau merah menggunakan insektisida yaitu
Curacron dengan konsentrasi 2 ml/l. Aplikasi Curacron dilakukan setiap dua
minggu sekali, karena hanya menyerang dengan intensitas yang rendah.
Pengendalian bakteri menggunakan bakterisida yaitu Plantomycin dengan aplikasi
2 minggu sekali, konsentrasi 2 ml/l.
Pada 8 MSP tanaman anggrek mengalami peningkatan keparahan penyakit
sebanyak ± 98%, dengan tanda-tanda daun mengalami bercak kuning, kering, dan
mati. Daun pada tanaman yang terserang dipotong semua untuk menghindari
serangan hama dan penyakit dan akhirnya tanaman tidak mempunyai daun, seperti
terlihat pada Gambar 4.
a b c
[image:30.595.110.508.80.676.2]Gambar 4. Pengendalian Hama dan Penyakit pada Tanaman Anggrek
Dendrobium ‘Woxinia’ (a) Membuang Seluruh Daun, (b) Daun
yang Telah Dirontokkan (c) Kondisi Tanaman Anggrek Tanpa Daun
Perlakuan pupuk guano dan chitosan diberikan mulai 1-19 MSP, namun karena serangan hama dan penyakit yang cukup parah maka perlakuan chitosan
diberikan pada konsentrasi yang sama untuk semua tanaman, yaitu konsentrasi 1%
pada 1-4 MSP, dan 1.5% pada 5-9 MSP. Sehubungan dengan kondisi tersebut,
pengolahan data hasil pengamatan untuk 1-9 MSP menggunakan 1 faktor
perlakuan yaitu pupuk guano (0, 10, dan 20 ml/l), dan pada 10-19 MSP
menggunakan 2 faktor perlakuan yaitu chitosan (0, 10, dan 20 ppm ) dan pupuk guano (0, 10, dan 20 ml/l).
[image:31.595.114.472.83.489.2]Hasil
Pengaruh Pupuk Guano
A. Peubah Vegetatif
Pengukuran peubah vegetatif pada percobaan ini meliputi tinggi tanaman,
jumlah daun, panjang dan lebar daun, seperti tercantum pada Tabel 1. Tinggi
tanaman merupakan peubah suatu pertumbuhan dan untuk mengetahui respon
tanaman terhadap lingkungannya. Faktor tunggal pupuk guano pada aplikasi
1-9 MSP tidak berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman anggrek Dendrobium ‘Woxinia’. Perlakuan pupuk guano dengan konsentrasi 10 ml/l merupakan perlakuan terbaik yang memberikan pertambahan tinggi tanaman berkisar antara
0.4-1.2 cm,bila dibandingkan dengan kontrol yaitu 0.1-0.5 cm.
Tabel 1. Rata-rata Pertumbuhan Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’
Guano (ml/l) MSP
1 3 5 7 9
---Tinggi
(cm)---kontrol 16.1 16.4 16.5 16.6 17.1
10 19.8 20.7 21.1 22.3 22.7
20 18.6 18.9 19.0 19.4 19.7
---Jumlah Daun
---kontrol 3.6 2.6 1.7 1.3 0.8b
10 4.1 3.0 2.3 1.6 1.7a
20 3.9 2.2 1.7 1.3 1.1ab
---Panjang Daun
(cm)---kontrol 11.40 9.82 6.98 5.27 4.04b
10 11.74 10.01 8.58 7.10 7.55a
20 11.14 7.93 7.67 6.21 5.82ab
---Lebar Daun
(cm)---kontrol 3.13 2.88 2.07 1.83 1.59
10 3.19 2.92 2.55 2.31 2.08
20 3.13 2.24 2.15 2.09 1.76
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Jumlah daun yang telah membuka sempurna dihitung setiap minggu per
tanaman. Daun-daun pada tanaman sebagai organ vegetatif sangat menentukan
terbentuknya organ generatif selanjutnya, yaitu munculnya bunga. Hasil
terhadap pertambahan jumlah daun kecuali pada 9 MSP seperti tercantum pada
Tabel 1. Perlakuan pupuk guano 10 ml/l pada 9 MSP berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun sebesar 1.7 helai, bila dibandingkan dengan kontrol dan perlakuan
pupuk guano 10 ml/l. Rata-rata jumlah daun sampai akhir percobaan mengalami
penurunan.
Perlakuan pupuk guano tidak berpengaruh nyata pada 1-8 MSP terhadap
peubah panjang daun, tetapi berpengaruh nyata pada 9 MSP. Perlakuan pupuk
guano 10 ml/l menghasilkan panjang daun nyata paling panjang (7.55 cm), bila
dibandingkan dengan kontrol (4.04 cm) dan perlakuan pupuk guano 20 ml/l
(5.82 cm).
Berdasarkan hasil analisis diperoleh bahwa kontrol, perlakuan pupuk
guano 10 dan 20 ml/l tidak pengaruh nyata terhadap peubah lebar daun. Rata-rata
lebar daun sampai akhir percobaan mengalami penurunan.
Tanaman anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ terlihat menunjukkan adanya serangan penyakit mulai dari 1 MSP. Perkembangan keparahan penyakit pada
tanaman anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ terus meningkat secara gradual dari setiap minggu. Perlakuan pupuk guano 0, 10 dan 20 ml/l tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap penekanan penyakit, seperti tercantum pada Tabel 2.
Tabel 2. Persentase Tanaman yang Terserang Penyakit pada berbagai Perlakuan Pupuk Guano
Peubah Minggu Setelah
Perlakuan (MSP)
Guano (ml/l)
0 10 20
Keparahan Penyakit ---% Jumlah Tanaman Terserang--
1 47.22 50.00 41.67
2 63.89 50.00 50.00
3 69.45 50.00 55.55
4 72.22 55.56 61.11
5 77.78 61.11 63.89
6 77.78 63.89 66.66
7 91.67 77.78 75.00
8 100.0 100.0 88.88
Perkembangan keparahan penyakit pada tanaman kontrol dari 1-4 MSP,
mengalami peningkatan secara gradual yaitu sebesar 47.22-72.22%, tetapi
pupuk guano 10 dan 20 ml/l, perkembangan keparahan penyakit relatif rendah
dari 1-4 MSP berkisar antara 41.67-61.11%.
Pada 1-9 MSP untuk peubah jumlah pseudobulb dan tinggi pseudobulb
baru yang terbentuk, dianalisis menggunakan uji t-student seperti tercantum pada
Tabel 3. Uji t-student membandingkan kontrol dengan perlakuan pupuk guano
10 ml/l, dan kontrol dengan pupuk guano 20 ml/l.
Tabel 3. Pengaruh Pupuk Guano terhadap Jumlah Pseudobulb dan Tinggi
Pseudobulb yang Baru Terbentuk pada Tanaman yang memiliki 2 atau
3 Pseudobulb pada Awal Percobaan
Peubah MSP Pseudobulb Guano (ml/l)
0 10 20
Jumlah Pseudobulb yang
Baru Terbentuk 1 2 0.0 0.0 0.2
3 0.2 0.2 0.0
3 2 0.0 0.0 0.2
3 0.3 0.3 0.0
5 2 0.0 0.0 0.7
3 0.3 0.3 0.2
7 2 0.0 0.2 1.0
3 0.3 0.3 0.2
9 2 0.0 0.2 1.0
3 0.3 0.3 0.2
Tinggi Pseudobulb yang
Baru Terbentuk(cm) 1 2 0.00 0.00 0.17
3 0.72 1.67 0.00
3 2 0.00 0.00 0.37
3 1.25 1.83 0.00
5 2 0.00 0.00 0.72
3 1.67 2.00 0.17
7 2 0.00 0.17 1.25
3 2.17 2.00 0.17
8 2 0.00 0.25 1.43
3 2.50* 2.00 0.17
9 2 0.00 0.25 1.52
3 2.75* 2.00 0.17
Keterangan : * berbeda nyata pada taraf 5% berdasarkan uji t-student MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Analisis Statistik lengkap tidak dilakukan karena jumlah tanaman yang
[image:34.595.103.503.138.759.2]tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah pseudobulbbaru yang terbentuk, seperti tercantum pada Tabel 3. Perlakuan pupuk guano 20 ml/l mengalami peningkatan
penambahan pseudobulb sebesar 0.7 pseudobulb dari tanaman yang memiliki jumlah pseudobulb awal 2 buah, bila dibandingkan dengan kontrol yang tidak mengalami penambahan jumlah pseudobulbpada 5 MSP.
Perlakuan pupuk guano 0, 10 dan 20 ml/l tidak berpengaruh nyata
terhadap tinggi pseudobulb yang baru terbentuk pada 1-7 MSP. Tanaman kontrol yang memiliki pseudobulb awal3, berpengaruh nyata terhadap tinggi pseudobulb
yang baru terbentuk bila dibandingkan dengan perlakuan pupuk guano 10 dan
20 ml/l yaitu pada 8 dan 9 MSP. Tinggi pseudobulb yang baru terbentuk 2.50 cm pada 8 MSP dan sebesar 2.75 cm pada 9 MSP seperti tercantum pada Tabel 3.
B. Pertumbuhan Generatif
Pada 1-9 MSP untuk peubah panjang tangkai bunga, jumlah kuntum bunga
dan jumlah mekar bunga dianalisis menggunakan uji t-student seperti tercantum
pada Tabel 4. Uji t-student membandingkan kontrol dengan perlakuan pupuk
guano 10 ml/l, dan kontrol dengan pupuk guano 20 ml/l.
Tabel 4 . Perkembangan Bunga Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’
Peubah MSP Guano (ml/l)
0 10 20
Panjang Tangkai Bunga (cm) 1 25.0 27.9 28.6
3 25.2 28.4 30.1
5 25.4 28.7 30.1
7 25.5 28.7 30.1
9 25.5 28.7 30.1
Jumlah Kuntum Bunga 1 5.2 6.0 6.3
3 5.5 6.8 7.0
5 5.5 6.5 7.0
7 4.0 4.7 6.2
9 1.7 0.7 0.5
Jumlah Mekar Bunga 1 0.7 1.2 0.7
3 2.7 4.2 2.0
5 5.2 5.5 5.7
7 2.7 5.5 5.7
9 1.2 0.7 0.5
Perlakuan pupuk guano tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata
terhadap peubah panjang tangkai bunga, jumlah kuntum bunga dan jumlah mekar
seperti tercantum pada Tabel 4. Rata-rata panjang tangkai bunga pada 9 MSP
mencapai 25.5-30.1cm. Perlakuan pupuk guano 20 ml/l merupakan perlakuan
yang memberikan pertambahan jumlah kuntum bunga lebih banyak berkisar
antara 0.5-7 kuntum bunga. Pada pengamatan 3-5 MSP perlakuan pupuk guano
20 ml/l memberikan pertambahan jumlah kuntum lebih banyak yaitu sebesar
7 kuntum bunga, bila dibandingkan dengan kontrol yang mencapai 5.5 kuntum
bunga.
Perlakuan pupuk guano 20 ml/l memberikan pertambahan jumlah mekar
bunga paling banyak sebesar 5.7 pada 5-7 MSP, bila dibandingkan dengan kontrol
yang mencapai 5.2 pada 5 MSP. Penampilan tanaman anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada fase generatif seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada 3 MSP, (a) Kontrol (b) Pupuk Guano 10 ml/l (c) Pupuk Guano 20 ml/l
Tanaman kontrol menghasilkan jumlah kuntum bunga paling sedikit
(5.2 kuntum) bila dibandingkan dengan pemberian pupuk guano 10 dan 20 ml/l
yang menghasilkan jumlah kuntum lebih banyak yaitu 6 dan 6.3 kuntum pada
1 MSP. Namun kondisi tersebut kemungkinan bukan karena perlakuan pupuk
guano, melainkan karena tanaman dari awal sebelum perlakuan sudah berbunga.
[image:36.595.113.511.77.832.2]Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Organik Guano
A. Tinggi Tanaman
Perlakuan chitosan baru diberikan pada 10 MSP karena kondisi tanaman pada awal perlakuan mengalami serangan penyakit yang parah. Perlakuan
chitosan pada 10-19 MSP, tidak memberikan pengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman seperti tercantum pada Tabel 5.
Tabel 5. Rata-rata Tinggi Tanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’ pada berbagai Perlakuan Chitosan
Perlakuan MSP
11 13 15 17 19
---(cm)---
Kontrol 21.4 21.8 21.9 21.9 22.0
Chitosan 10 ppm 20.1 20.5 20.5 20.5 20.5
Chitosan 20 ppm 20.9 21.5 21.6 21.8 21.7
Keterangan : MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Pengaruh pupuk guano nyata meningkatkan tinggi tanaman dari
10-19 MSP terlihat pada Tabel 6. Pemberian pupuk guano 10 ml/l menghasilkan
tinggi tanaman yang nyata pada 10-19 MS, dan tidak berbeda nyata bila
dibandingkan dengan perlakuan lain yaitu pupuk guano 0 dan 20 ml/l. Tanaman
kontrol pada 19 MSP memiliki tinggi rata-rata 20.7 cm, tidak berbeda nyata
dengan tanaman yang diberi pupuk guano 20 ml/l yang memiliki rata-rata tinggi
paling pendek yaitu 19.8 cm pada 19 MSP.
Tabel 6. Rata-rata Tinggi Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada berbagai Perlakuan Pupuk Guano
Perlakuan MSP
11 13 15 17 19
--- (cm)---
Kontrol 20.0ab 20.5ab 20.7ab 20.7ab 20.7ab
Guano 10 ml/l 23.0a 23.6a 23.6a 23.7a 23.7a
Guano 20 ml/l 19.4b 19.8b 19.8b 19.8b 19.8b
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom minggu pengamatan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, MSP= Minggu Setelah Perlakuan
pada Tabel 7. Interaksi antara konsentrasi chitosan dan pupuk guano yang terbaik, dalam meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman anggrek adalah perlakuan
chitosan 20 ppm + pupuk guano 10 ppm, bila dibandingkan dengan perlakuan
[image:38.595.112.483.205.552.2]lain.
Tabel 7. Rata-rata Tinggi Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ Hasil Perlakuan Chitosan dan Pupuk Guano
Guano (ml/l)
Chitosan (ppm)
0 10 20
Tinggi (cm)
---11 MSP---
0 18.5bc 22.0b 23.7ab
10 21.6bc 19.2bc 19.2bc
20 19.9bc 27.7a 15.2c
---13 MSP---
0 18.8bc 22.4ab 24.3ab
10 21.9bc 20.1bc 19.4bc
20 20.6bc 28.4a 15.6c
---15 MSP---
0 19.1bc 22.4ab 24.4ab
10 22.1abc 20.1bc 19.4bc
20 21.0bc 28.2a 15.7c
---17 MSP---
0 19.1bc 22.5b 24.4ab
10 22.0bc 20.1bc 19.5bc
20 21.0bc 28.7a 15.7c
---19 MSP---
0 19.1bc 22.5ab 24.4ab
10 22.abc 20.2bc 19.4bc
20 21.0bc 28.3a 15.7c
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Perlakuan chitosan 20 ppm + pupuk guano 10 ml/l pada peubah tinggi tanaman, memiliki hasil yang lebih baik dari 10-19 MSP yaitu 28.3 cm pada
19 MSP, bila dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Perlakuan chitosan 20 ppm + pupuk guano 20 ml/l pada 19 MSP menghasilkan tinggi tanaman yang
lebih rendah bila dibandingkan dengan kontrol yaitu sebesar 15.7 cm, sedangkan
B. Jumlah Pseudobulb yang Baru Terbentuk
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap peubah jumlah pseudobulb yang baru terbentuk. Baik perlakuan chitosan 0, 10, dan 20 ppm, pupuk guano 0, 10 dan 20 ml/l, seperti tercantum pada Tabel 8. Namun faktor tunggal chitosan 10 ppm berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah pseudobulb pada 19 MSP.
Tabel 8. Rata-rata Jumlah Pseudobulb yang Baru TerbentukpadaTanaman Anggrek Dendrobium‘Woxinia’
Perlakuan MSP
11 13 15 17 19
Chitosan (ppm)
0 0.9 1.1 1.1 1.2 1.2b
10 1.1 1.2 1.2 1.3 1.4a
20 0.9 1.0 1.0 1.2 1.2b
uji F tn tn tn tn *
Guano (ml/l)
0 0.9 1.0 1.1 1.2 1.2
10 0.9 1.0 1.0 1.1 1.2
20 1.1 1.2 1.2 1.3 1.4
uji F tn tn tn tn tn
Interaksi tn tn tn tn *
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Jumlah pseudobulb yang baru terbentuk pada perlakuan chitosan 10 ppm berbeda nyata dibandingkan kontrol dan perlakuan chitosan 20 ppm. Perlakuan
chitosan 10 ppm menghasilkan rata-rata jumlah pseudobulb yang baru terbentuk
sebanyak 1.4 pseudobulb seperti tercantum pada Tabel 8.
Tabel 9. Jumlah Pseudobulb Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada 19 MSP Hasil Interaksi Perlakuan Chitosan dan Pupuk Guano
Chitosan (ppm) Guano (ml/l)
0 10 20
0 1.2b 1.2b 1.3ab
10 1.3ab 1.3ab 1.5a
20 1.2b 1.2b 1.3ab
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada 19 MSP terdapat interaksi
yang nyata, antara perlakuan chitosan dan pupuk guano terhadap jumlah
pseudobulb yang baru terbentuk seperti tercantum pada Tabel 9. Interaksi
perlakuan chitosan 10 ppm + pupuk guano 20 ml/l, memberikan pengaruh yang nyata meningkatkan jumlah pseudobulb yang baru terbentuk bila dibandingkan dengan perlakuan lain. Pada 19 MSP rata-rata jumlah pseudobulb baru yang terbentuk nyata paling banyak yaitu perlakuan chitosan 10 ppm + pupuk guano 20 ml/l sebesar 1.5 pseudobulb.
Gambar 6. Kondisi Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’ pada 19 MSP (a) Kontrol, (b) Kontrol Chitosan + Pupuk Guano 10 ml/l, (c) Kontrol
Chitosan + Pupuk Guano 20 ml/l, (d) Chitosan 10 ppm + Pupuk
Guano 20 ml/l.
Penampilan rata-rata jumlah pseudobulb baru yang terbentuk pada tanaman anggrek Dendrobium ‘Woxinia’, terlihat pada Gambar 6 di atas. Perlakuan chitosan 10 ppm + pupuk guano 20 ml/l menghasilkan jumlah
pseudobulb baru yang terbentuk lebih banyak.
C. Tinggi Pseudobulb yang baru Terbentuk
Berdasarkan hasil analisis didapatkan bahwa perlakuan tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap peubah tinggi pseudobulb yang baru terbentuk. Baik perlakuan chitosan 0, 10, dan 20 ppm, pupuk guano 0, 10 dan 20 ml/l, seperti tercantum pada Tabel 10.
Tanaman kontrol (chitosan 0 ppm) merupakan perlakuan yang meningkatkan pertambahan tinggi pseudobulb yang baru terbentuk lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan chitosan 10 dan 20 ppm. Tanaman kontrol memberikan tinggi pseudobulb yang baru terbentuk sebesar 2.20 cm pada
19 MSP, sedangkan perlakuan chitosan 10 ppm sebesar 2.09 cm dan perlakuan
chitosan 20 ppm sebesar 1.86 cm.
Tabel 10. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano terhadap Tinggi
Pseudobulb yang Baru Terbentuk
Perlakuan MSP
11 13 15 17 19
Chitosan (ppm)
0 1.51 1.59 1.68 2.06 2.20
10 1.51 1.57 1.62 2.04 2.09
20 1.45 1.50 1.56 1.83 1.86
uji F tn tn tn tn tn
Guano (ml/l)
0 1.48 1.52 1.57 1.83 1.79
10 1.49 1.56 1.64 2.01 2.20
20 1.51 1.57 1.64 2.09 2.16
uji F tn tn tn tn tn
Interaksi tn tn tn tn tn
Keterangan : MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Perlakuan pupuk guano 10 ml/l merupakan perlakuan yang memberikan
pertambahan tinggi pseudobulb yang baru terbentuk lebih tinggi, bila dibandingkan dengan perlakuan pupuk guano 0 dan 20 ml/l. Pupuk guano 10 ml/l
memberikan pertambahan tinggi pseudobulb yangbaru terbentuk sebesar 2.20 cm pada 19 MSP, sedangkan perlakuan pupuk guano 20 ml/l sebesar 2.16 cm dan
kontrol sebesar 1.79 cm.
D. Jumlah Daun Pseudobulb yang Baru Terbentuk
Berdasarkan hasil uji Duncan dengan taraf 5%, jumlah daun pseudobulb
yang baru tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan faktor
tunggal chitosan (0, 10, dan 20 ppm), pupuk guano (0, 10, dan 20 ml/l) pada 10-15 MSP dan 18-19 MSP seperti tercantum pada Tabel 11. Terdapat interaksi
yang nyata antara chitosan dan pupuk guano dalam meningkatkan jumlah daun
[image:41.595.108.520.167.387.2]Tabel 11. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Pupuk Guano terhadap Jumlah Daun Pseudobulb Baru
Perlakuan MSP
11 13 15 16 17 19
Chitosan (ppm)
0 1.2 1.3 1.4 1.7 1.7 1.8
10 1.1 1.2 1.3 1.7 1.7 1.7
20 1.1 1.1 1.3 1.7 1.7 1.6
uji F tn tn tn tn tn tn
Guano (ml/l)
0 1.1 1.2 1.3 1.7 1.7 1.5
10 1.1 1.2 1.4 1.7 1.7 1.8
20 1.2 1.3 1.4 1.7 1.7 1.7
uji F tn tn tn tn tn tn
Interaksi tn tn tn * * tn
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Pada Tabel 11 terlihat bahwa interaksi chitosan dan pupuk guano berpengaruh nyata terhadap jumlah daun pseudobulb yang baru terbentuk pada 16-17 MSP. Pada Tabel 12 terlihat bahwa pada 16 MSP perlakuan chitosan 20 ppm + pupuk guano 10 ml/l menghasilkan rata-rata jumlah daun pseudobulb 1.8 nyata terbesar dibandingkan dengan perlakuan lain.
Tabel 12. Rata-rata Jumlah Daun Pseudobulb Tanaman Anggrek Dendrobium ‘Woxinia’
Chitosan (ppm) Guano (ml/l)
0 10 20
---16 MSP---
0 1.7ab 1.7ab 1.7ab
10 1.7ab 1.6b 1.7ab
20 1.6b 1.8a 1.7ab
---17 MSP---
0 1.7ab 1.7ab 1.7ab
10 1.5ab 1.2b 1.9a
20 1.2b 2.1a 1.4ab
Keterangan : angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom perlakuan yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT taraf 5%, MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Pada 17 MSP perlakuan chitosan 10 ppm + pupuk guano 20 ml/l dan
jumlah daun pseudobulb yaitu berturut-turut sebesar 1.9 dan 2.1 seperti tercantum pada Tabel 12.
E. Panjang dan Lebar Daun Pada Pseudobulb yang Baru Terbentuk
Hasil analisis dengan uji Duncan pada taraf 5%, dari peubah yang diamati
yaitu panjang dan lebar daun pseudobulb yang baru terbentuk, tidak diperoleh adanya pengaruh yang nyata dari perlakuan bahan organik chitosan (0, 10, dan 20 ppm), pupuk guano (0, 10, dan 20 ml/l) seperti tercantum pada Tabel 13.
Tabel 13. Pengaruh Bahan Organik Chitosan dan Guano terhadap Panjang dan Lebar Daun Pseudobulb yang Baru Terbentuk
Perlakuan MSP
15 17 19
--- Panjang Daun Pseudobulb yang Baru Terbentuk---
Chitosan (ppm)
0 1.76 2.23 2.29
10 1.69 1.92 1.99
20 1.67 2.08 2.10
uji F tn tn tn
Guano (ml/l)
0 1.48 1.52 1.57
10 1.49 1.56 1.64
20 1.51 1.57 1.64
uji F tn tn tn
Interaksi tn tn tn
--- Lebar Daun Pseudobulb yang Baru Terbentuk--
Chitosan (ppm)
0 1.43 1.34 1.35
10 1.37 1.15 1.16
20 1.34 1.21 1.22
uji F tn tn tn
Guano (ml/l)
0 1.37 1.13 1.13
10 1.37 1.28 1.29
20 1.41 1.30 1.30
uji F tn tn tn
Interaksi tn tn tn
Keterangan : MSP= Minggu Setelah Perlakuan
Tanaman kontrol merupakan perlakuan terbaik yang memberikan
terbentuk yaitu sebesar 2.29 cm dan 1.35 cm pada 19 MSP, bila dibandingkan
dengan perlakuan lain yaitu chitosan 10 dan 20 ppm, pupuk guano 10 dan 20 ml/l.
F. Panjang Tangkai Bunga
Pada 16 MSP tumbuh tangkai bunga dari pseudobulb tanaman yang tidak memiliki daun. Dari keseluruhan tanaman 54 pot, hanya 2 pot yang tumbuh
tangkai bunga, yaitu 1 pot pada kontrol dan 1 pot pada perlakuan chitosan 10 ppm + kontrol. Panjang tangkai bunga pada 16, 17, 18, 19 MSP berturut-turut adalah
1, 1.05, 4.75, dan 6 cm, sedangkan pada perlakuan chitosan 10 ppm + kontrol pada 16, 17, 18, 19 MSP memiliki panjang tangkai bunga 1, 2.4, 3.7, dan 9.5 cm.
Pada 17 MSP satu pot pada perlakuan chitosan 20 ppm + kontrol tumbuh tangkai bunga. Panjang tangkai bunga pada 17, 18, dan