• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahaternal sapi perah pada anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahaternal sapi perah pada anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHA

TERNAK SAPI PERAH PADA ANGGOTA KAUM-MANDIRI

DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN

BANDUNG JAWA BARAT

SKRIPSI

AYU TRIWIDYARATIH H34070040

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

RINGKASAN

AYU TRIWIDYARATIH. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri, Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat . Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan WAHYU BUDI PRIATNA).

Susu sapi merupakan salah satu bahan pangan yang penting untuk dikonsumsi oleh manusia. Kandungan gizinya yang baik dapat memenuhi kebutuhan protein manusia. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan meningkatnya kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka konsumsi susu sapi pun terus meningkat setiap tahunnya. Namun, produksi susu dalam negeri belum dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri. Produksi susu dalam negeri hanya mampu memenuhi sebesar 26 persen konsumsi susu dalam negeri sedangkan 74 persen lainnya dipenuhi dari impor susu luar negeri. Hal ini dapat mengakibatkan Indonesia ketergantungan akan impor. Padahal gap antara konsumsi susu dalam negeri dengan produksi susu dalam negeri dapat menjadi peluang untuk meningkatkan produksi susu dalam negeri. Produksi susu dalam negeri yang rendah diakibatkan oleh rendahnya populasi sapi perah dan rendahnya produktivitas sapi perah. Rendahnya populasi sapi perah bisa diatasi dengan mengimpor sapi perah dari luar negeri. Namun, impor sapi perah selama ini masih belum dapat memenuhi target populasi sapi perah. Rendahnya produktivitas sapi perah diantaranya diakibatkan oleh bibit unggul yang terbatas, rendahnya teknologi yang diterapkan peternak, rendahnya dairy management di tingkat peternak, dan pakan yang berkulaitas rendah.

Salah satu koperasi di Kecamatan Pasirjambu, yaitu Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) bekerjasama dengan perusahan pakan PT. Cargill dalam penyediaan pakan konsentrat bagi anggotanya. Dengan adanya program tersebut, peneliti bertujuan untuk (1) menganalisis perubahan penggunaan pakan yang dilakukan oleh peternak responden dalam peningkatan pendapatan peternak, (2) mengetahui apakah dengan adanya perubahan penggunaan pakan akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis, dan (3) menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efisiensi usahaternak sapi perah. Penelitian dilakukan di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Kegiatan penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2011.

(3)

peternak terletak di belakang rumah peternak atau berada pada komplek perkandangan sapi perah disekitar rumah peternak.

Hasil dari analisis pendapatan usahaternak sapi perah menunjukkan bahwa pendapatan atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya tunai peternak kelompok I lebih besar daripada peternak kelompok II dan III. Namun, untuk pendapatan atas biaya total dan R/C rasio atas biaya total bagi peternak kelompok I, II, dan III bernilai negatif dan di bawah satu. Hal ini berarti bahwa usahaternak yang dilakukan oleh peternak responden tidak layak apabila peternak menggunakan tenaga kerja luar keluarga, membeli hijauan, dan menyewa lahan milik orang lain. Hasil estimasi dari parameter Maximum Likelihood untuk fungsi produksi Cobb-Douglass Stochastic Frontier menunjukkan variabel yang berpengaruh nyata bagi peternak kelompok I adalah jumlah sapi laktasi, pakan Cargill per jumlah sapi laktasi, air per jumlah sapi laktasi, dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi. Semua variabel berpengaruh positif kecuali variabel tenaga kerja. Bagi peternak kelompok II, variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah sapi laktasi, pakan Cargill per jumlah sapi laktasi, pakan rumput per jumlah sapi laktasi dan tenaga kerja per jumlah sapi laktasi. Semua variabel berpengaruh positif kecuali variabel rumput. Bagi peternak kelompok III, variabel yang berpengaruh nyata adalah jumlah sapi laktasi dan pakan rumput per jumlah sapi laktasi. Hanya variabel jumlah sapi laktasi dan air per jumlah sapi laktasi saja yang berpengaruh positif.

Tingkat efisiensi teknis rata-rata peternak kelompok I adalah 0,73 atau 73 persen dari produksi maksimum. Tingkat efisiensi teknis rata-rata peternak kelompok II adalah 0,69 atau 69 persen dari produksi maksimum. Tingkat efisiensi teknis rata-rata peternak kelompok III adalah 0,74 atau 74 persen dari prduksi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa peternak kelompok III lebih efisien secara teknis daripada peternak kelompok I dan II. Peternak kelompok II dinilai masih belum efisien secara teknis karena nilai efisiensi teknis yang kurang dari 0,7. Hasil pendugaan efek inefisiensi teknis menunjukkan bahwa hanya faktor pendidikan dan pengalaman yang berpengaruh nyata pada peternak kelompok II sedangkan pada peternak kelompok I dan III tidak ada faktor yang berpengaruh nyata yang artinya bahwa tidak ada variabel independen yang berpengaruh secara langsung terhadap perubahan efek inefisiensi.

(4)

ANALISIS PENDAPATAN DAN EFISIENSI TEKNIS USAHA

TERNAK SAPI PERAH PADA ANGGOTA KAUM-MANDIRI

DI KECAMATAN PASIRJAMBU KABUPATEN

BANDUNG JAWA BARAT

AYU TRIWIDYARATIH H34070040

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat

Nama : Ayu Triwidyaratih

NIM : H34070040

Menyetujui, Pembimbing

Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si

NIP . 19670410 199103 1 001

Mengetahui,

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS

NIP. 19580908 198403 1 002

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat“ adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bekasi pada tanggal 21 Januari 1989. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Ayahanda Bambang Triwidigdo dan Ibunda Dewi Widyowati. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Bani Saleh I pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMP Negeri 01 Bekasi. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMA Negeri 1 Bekasi diselesaikan pada tahun 2007. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Pendapatan dan Efisiensi Teknis Usahaternak Sapi Perah pada Anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasirjambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis keragaan usahaternak, efisiensi teknis, dan pendapatan usahaternak sapi perah pada anggota KAUM-Mandiri di Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Penulis berharap semoga penelitian ini dapat mengantarkan pembaca kepada gambaran mengenai usahaternak sapi perah serta bermanfaat bagi semua pihak termasuk penulis serta bagi peternak di daerah penelitian. Tak ada gading yang tak retak, begitu pun karya tulis ini masih memiliki kekurangan dan keterbatasan. Oleh karena itu penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Syukur Alhamdulilah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah, rahmat, dan anugerah-Nya serta jalan dan kemudahan yang Engkau tunjukkan kepada penulis. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak atas bimbingan dan doanya. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Wahyu Budi Priatna, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, dukungan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

3. Ir. Narni Farmayanti, MSc selaku dosen penguji Departemen atas segala kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Dra. Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing akademik selama masa perkuliahan di Departemen Agribisnis atas dukungan dan bimbingan akademik penulis.

5. Dr Ir. Nunung Kusnadi, MS, Yeka Hendra Fatika, SP, dan seluruh dosen yang telah memberikan banyak pencerahan bagi penulis dalam penyusunan skripsi.

6. Bu Ida, Mba Dian, Bu Yoyoh, Mas Arif serta seluruh staf Departemen Agribisnis yang telah membantu penulis dalam kegiatan administrasi selama menjadi mahasiswa di Agribisnis hingga lulus.

7. Mama, Bapak, dan Windy atas perhatian, doa, serta dorongan moral dan material yang penulis butuhkan dalam penyelesaian skripsi ini.

8. Anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) yang telah bersedia menjadi responden penelitian ini.

9. Tia, Milky, dan Uci atas dukungan, semangat, serta doanya selama waktu kita bersama-sama di Agribisnis.

(10)

11.Bio, Lingga, Dinda, Ka Eta, Mba Nina, dan teman-teman penghuni Salsabilah atas segala dukungannya selama ini.

12.Dita, Mitra, Vidya, Wulan, dan Tiara atas semangat persahabatan yang tak pernah hilang.

13.Ka Najmi yang selalu memberikan dukungan dan semangat untuk penyelesaian skripsi ini. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Agustus 2011

(11)

DAFTAR ISI

2.1. Tinjauan Empiris Manajemen Pakan Sapi Perah ...………… 10

2.2. Kajian Empiris Usahaternak Sapi Perah ...…… 11

2.3. Kajian Empiris Analisis Efisiensi Fungsi Produksi Stochastic Frontier ...………. 13

3.1.5. Konsep Efisiensi dan Inefisiensi ……… 24

3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ………. 27

IV METODE PENELITIAN ...……… 30

4.1. Lokasi dan Waktu ………. 30

4.2. Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel ... 30

4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……….…. 31

4.3.1. Analisis Pendapatan Usahatani ... ………… 32

4.3.2. Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) ...…... 32

4.3.3. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier (SF) ..…. 34

4.3.4. Analisis Efisiensi dan Inefisiensi Teknis ....…………... 35

4.3.5. Uji Hipotesis ... 36

4.4. Definisi Operasional ...……… 38

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN………. 40

5.1. Keadaan Umum, Geografis, dan Iklim Kecamatan Pasir Jambu 40 5.2. Kondisi Perekonomian Kecamatan Pasir Jambu ……… 41

5.3. Gambaran Umum KAUM-Mandiri ... 41

5.4. Karakteristik Responden ...…… 43

5.4.1. Jenis Kelamin Responden ... 43

5.4.2. Tingkat Pendidikan Responden ... 44

5.4.3. Usia Peternak Responden ... 45

5.4.4. Kondisi Keluarga ... 46

(12)

5.4.6. Pengalaman Beternak ... 47

5.4.7. Penggunaan Konsentrat ... 48

VI ANALISIS USAHATERNAK SAPI PERAH ... ... 49

6.1. Tata Laksana Usahaternak ………...…………... 49

6.2. Analisis Pendapatan Usahaternak Sapi Perah ...…..………... 54

VII EFISIENSI USAHATERNAK SAPI PERAH ………… 66

7.1. Analisis Fungsi Stochastic Production Frontier Usahaternak Sapi Perah ...………... 66

7.1.1. Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Kelompok I .. 66

7.1.2. Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Kelompok II . 72

7.1.3. Fungsi Produksi Usahaternak Sapi Perah Kelompok III 75 7.2 Analisis Efisiensi Teknis ...………... 79

7.3 Sumber-Sumber Inefisiensi Teknis ... 81

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ………. 84

8.2. Kesimpulan ...……… 84

8.2. Saran ...………..………... 85

DAFTAR PUSTAKA ……….. 86

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Produksi Daging, Telur, dan Susu Tahun 2005 – 2009

dalam ribu ton...…………...………….. 1

2. Efisiensi berbagai jenis hewan ternak dalam mengubah pakan menjadi protein hewani ………. 2

3. Konsumsi Susu di Indonesia ...……….. 3

4. Populasi Sapi Perah Tahun 2005 – 2009 (Per Provinsi) .... 4

5. Perbandingan Penerimaan dan Biaya ...……… 33

6. Jumlah Penduduk Kecamatan Pasirjambu Tahun 2010 ... 40

7. Perubahan Harga Pembelian Susu ... 43

8. Sebaran Responden menurut Tingkat Pendidikan ... 44

9. Sebaran Responden berdasarkan Usia ... ... 45

10. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Tanggungan Anggota Keluarga ... 46

11. Sebaran Responden Berdasarkan Jumlah Sapi Laktasi ... 47

12. Sebaran Peternak Berdasarkan Pengalaman ... 48

13. Sebaran Responden Berdasarkan Penggunaan Pakan ..…. 48

14. Kepemilikan Ternak ... 49

15. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja ... 51

16. Sebaran Responden Berdasarkan Cara Perolehan Hijauan... 52

17. Produktivitas Rata-Rata Susu Sapi Perah Peternak Responden ...………. 54

18. Penerimaan Usahaternak Sapi Perah Peternak Responden .. 55

19. Biaya Usahaternak Sapi Perah Peternak Responden ...… 62

20. Rata-Rata Pendapatan Usahaternak dan R/C Ratio Peternak Responden ...……… 65

21. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model 1 ... 67

22. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model 2 ... 67

23. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak Sapi Perah Peternak Kelompok I Model 3 ... 68

(14)

25. Pendugaan Fungsi Produksi Cobb Douglass Usahaternak

Sapi Perah Peternak Kelompok III ... 76 26. Sebaran Efisiensi Teknis Peternak Kelompok I, Kelompok

II, dan Kelompok III ... 80 27. Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Usahaternak Sapi

Perah Peternak Kelompok I, Kelompok II, dan Kelompok

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Peta Wilayah Kecamatan Pasirjambu ……… 89

2. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok I ... 90

3. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok II ... 91

4. Rata-Rata Biaya Penyusutan Peternak Kelompok III ... 92

5. Output Frontier Peternak Kelompok I ... 93

6. Output Frontier Peternak Kelompok II ... 97

7. Output Frontier Peternak Kelompok III ... 100

8. Kuesioner Penelitian ... 103

9. Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok I ... 108

10.Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok II ... 109

11.Data Primer Produksi dan Penggunaan Faktor Produksi dalam 15 Hari pada Peternak Sapi Perah Kelompok III ... 110

(17)

I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertanian memiliki peranan penting bagi masyarakat di Indonesia. Di Indonesia sebagian besar penduduk miskin tinggal di pedesaan dan menggantungkan perekonomiannya di bidang pertanian. Pertanian memberikan lapangan pekerjaan bagi mereka dan secara langsung dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga setiap keluarga. Sektor pertanian masih akan terus memberikan keuntungan bagi pelakunya selama manusia masih butuh makan karena sumber pangan utama bagi manusia berasal dari hasil pertanian. Selain beras, sumber pangan bagi manusia juga bisa berasal dari protein hewani. Kebutuhan protein hewani dapat dipenuhi dari hasil sektor peternakan.

Hasil-hasil peternakan berupa telur, daging, dan susu merupakan bahan makanan yang penting karena kandungan gizi yang terkandung di dalamnya dapat memenuhi kebutuhan potein hewani manusia. Peternakan memiliki peran dalam pemenuhan kebutuhan manusia dalam pangan, memberikan lapangan pekerjaan, dan meningkatkan pendapatan rumah tangga keluarga. Produksi hasil ternak di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Produksi Daging, Telur, dan Susu Tahun 2005 – 2009 dalam ribu ton

No Jenis 2005 2006 2007 2008 2009*)

1. Daging 1.817,0 2.062,9 2.069,5 2.136,6 2.181,3 2. Telur 1.051,5 1.204,4 1.370,1 1.323,6 1.404,6

3. Susu 536,0 616,5 567,7 647,0 679,3

Keterangan : *) Angka sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009)

Kebutuhan manusia akan produk peternakan seperti daging dan susu terus meningkat. Kondisi ini terutama karena terus meningkatnya populasi penduduk di Indonesia. Selain itu kesadaran manusia akan kebutuhan pangan yang bergizi juga meningkat terutama yang berasal dari produk peternakan. Hal ini menunjukkan bahwa sektor peternakan memiliki peluang yang besar untuk dikembangkan.

(18)

dapat menghasilkan protein tertinggi adalah susu sapi. Sapi perah merupakan hewan ternak yang dapat mengubah pakan menjadi protein tertinggi yang terkandung dalam susunya (Sudono 2005). Efisiensi berbagai jenis hewan ternak dalam mengubah pakan menjadi protein hewani dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Efisiensi berbagai jenis hewan ternak dalam mengubah pakan menjadi protein hewani

No Jenis Ternak Persentase Efisiensi pada Protein (%)

1. Sapi Perah 33,6

2. Ayam Broiler 16,7

3. Ayam Petelur 15,6

4. Babi 12,7

5. Kalkun 12,3

6. Sapi Pedaging 8,5

7. Biri-Biri 5,4

Sumber: Esminger, M.E., Dairy Cattle Science, 1971 diacu dalam Sudono, 2005 Perbandingan yang sangat jauh terjadi apabila kita lihat tingkat konsumsi susu Indonesia dengan Kamboja, Malaysia, Singapura, dan India yang merupakan negara-negara tetangga kita di Asia. Tingkat konsumsi susu Indonesia pada tahun 2003 hanya 6,5 kg/kapita/tahun hanya separo dari Kamboja yaitu 12,5 kg/kapita/tahun, Malaysia yang saat itu telah mencapai 23 kg/kapita/tahun sementara Singapura 26 kg/kapita/tahun, India sudah mencapai 75 kg/kapita/tahun. Tahun 2007 disebutkan bahwa konsumsi susu di Indonesia saat itu telah mencapai 11 kg/kapita/tahun1. Walaupun tingkat konsumsi susu masyarakat Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara Asia lainnya, permintaan susu segar tidak sepenuhnya dipenuhi oleh susu segar dalam negeri. Menurut Dirjen Peternakan (2007) seperti ditunjukkan pada Tabel 3, konsumsi susu di Indonesia tahun 2007 mencapai 1.430.258 ton. Seiring dengan semakin tingginya pendapatan masyarakat yang diikuti dengan peningkatan kesadaran akan kesehatan serta semakin bertambahnya jumlah penduduk

1

(19)

Indonesia, dapat dipastikan bahwa konsumsi produk-produk susu oleh penduduk Indonesia akan terus meningkat.

Tabel 3. Konsumsi Susu di Indonesia

Tahun Konsumsi (ton)

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan, 2007

Namun pada kenyataannya, produksi susu dalam negeri baru mencapai sekitar 567,7 ribu ton (Badang Pusat Statistik, 2009). Produksi ini hanya dapat memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri sebesar 26 persen dari kebutuhan nasional, sehingga harus mengimpor susu dan produk olahannya dari luar negeri sebesar 74 persen. Produksi susu dalam negeri sebagian besar (91%) dihasilkan oleh usaha rakyat dengan skala usaha 1 -3 ekor sapi perah per peternak.2 Populasi sapi perah yang ditunjukkan pada Tabel 4, belum mampu mencukupi kebutuhan konsumsi susu segar dalam negeri. Hal ini menunjukkan masih adanya kesenjangan antara antara konsumsi susu dalam negeri dan supply susu dalam negeri yang menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor susu.

Laju impor susu masih terbilang tinggi. Dalam setahun, nilai impor susu Indonesia mencapai sekitar US$ 600 juta. Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menunjukkan, tingginya impor susu. Menurut BPS, impor susu selama Januari- November 2010 mencapai 175.325 ton, kebanyakan berasal dari Selandia Baru, Amerika Serikat, Australia, Perancis dan Belanda.3 Adanya kesenjangan antara konsumsi dalam negeri dan supply dalam negeri memberikan peluang untuk terus meningkatkan produksi susu dalam negeri.

Untuk menekan impor, satu-satunya cara adalah dengan meningkatkan produksi susu dalam negeri. Apabila produksi susu dalam negeri tidak meningkat,

2

Daryanto, Arief. 2007. Peningkatan Dayasaing Industri Peternakan. PT. Permata Wacana Lestari: Jakarta

3

(20)

maka volume impor pun tidak akan menurun. Permasalahan dalam rendahnya produksi susu pada peternak sapi perah rakyat merupakan permasalahan yang sudah sering dijumpai.

Tabel 4. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2005 – 2009 (Per Provinsi)

No Provinsi Populasi Sapi (ekor)

2005 2006 2007 2008 2009*)

1. NAD 31 28 26 32 35

2. Sumut 6.421 6.526 2.093 2.290 2.505

3. Sumbar 714 608 688 768 779

4. Sumsel 262 188 109 59 76

5. Bengkulu 149 128 189 599 707

6. Lampung 129 198 230 263 265

7. DKI Jakarta 3.347 3.343 3.685 3.355 3.422 8. Jabar 92.770 97.367 103.489 111.250 114.588 9. Jateng 114.116 115.158 116.260 118.424 134.821 10. DI Yogyakarta 8.212 7.231 5.811 5.652 5.709 11. Jatim 134.043 136.497 139.277 212.322 221.944

12. Bali 62 70 105 126 130

13. Kalbar 33 33 33 173 178

14. Kalsel 119 133 135 124 132

15. Sulsel 774 1.398 1.784 1.919 1.444

16. Papua 69 63 45 30 31

17. Babel 0 0 40 73 75

18. Banten 0 0 7 14 22

19. Gorontalo 0 0 12 17 21

20. Sulbar 0 0 0 5 8

Jumlah Total 361.351 369.008 374.067 457.577 486.994 Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2009)

Keterangan : *) Angka sementara

(21)

oleh peternak, serta tidak adanya pakan yang berkualitas. Berbagai macam solusi sudah pernah ditawarkan. Salah satunya adalah dengan cara menambah jumlah populasi sapi. Tambahan sapi yang dibutuhkan adalah sekitar 10.000 ekor sapi per tahun. Namun, sampai saat ini populasi sapi tidak bertambah secara signifikan. Pada tahun 2010 impor sapi perah hanya sebanyak 1.000.4

Beberapa hasil penelitian membuktikan, bahwa pemberian pakan dengan kecukupan energi dan protein menyebabkan ternak cepat tumbuh, umur kawin dan beranak pertama akan lebih pendek (Vandepalssche,1982 dalam Mariyono, dkk, 1995). Apabila umur kawin sapi lebih pendek maka sapi pun akan lebih cepat menghasilkan susu. Selain itu kesehatan sapi yang terjaga akan menyebabkan produktivitas susu yang meningkat. Pada umumnya variasi dalam produksi susu pada beberapa peternakan sapi perah disebabkan oleh perbedaan dalam makanan dan tata laksananya (Sudono 1986). Selama ini rata-rata produktivitas susu nasional sekitar 10-12 liter per ekor per hari. Oleh karena itu perlu adanya manajemen pakan yang baik.

1.2. Perumusan Masalah

Kabupaten Bandung memiliki populasi sapi perah terbesar di Jawa Barat, yaitu sebanyak 30.936 (Direktorat Jenderal Peternakan, 2009). Sementara itu, Koperasi Aneka Usaha Mitra Mandiri (KAUM-Mandiri) di Kecamatan Pasirjambu merupakan salah satu koperasi penghasil susu segar. Selain daerah Lembang, daerah Pasirjambu juga berpotensi untuk dikembangkan sebagai sentra peternakan sapi perah karena memiliki sekitar 1.500 peternak rakyat sapi perah dan didukung oleh sumber daya yang melimpah.

Kecamatan Pasirjambu memiliki keunggulan wilayah terkait potensi agribisnis peternakan sapi perah, baik kondisi alam dan budaya masyarakatnya. Temperatur udara rata-rata tahunan sebesar 21,5°C. Temperatur terendah terjadi pada bulan Januari sebesar 20,5°C dan temeratur tertinggi sebesar 22,5°C. Topografi Kecamatan Pasirjambu merupakan daerah dengan topografi relatif bergelombang dan sedikit datar. Daerah ini terletak pada ketinggian kurang lebih 1.100 meter di atas permukaan air laut.

4

(22)

Semenjak tahun 1982 Kecamatan Pasirjambu memiliki satu koperasi khusus yang menampung susu segar dari peternak sapi perah yaitu KUD Pasirjambu. Pada zaman tersebut KUD Pasirjambu berkembang secara pesat. Namun karena tidak adanya manajemen yang baik akhirnya pada tahun 2003 KUD Pasirjambu bangkrut dan meninggalkan hutang kepada para peternak. Semenjak jatuhnya KUD Pasirjambu, di Kecamatan Pasirjambu bermunculan koperasi-koperasi susu atau perusahaan pengumpul susu. Sekarang, terdapat tiga koperasi dan satu milk collector. Salah satu koperasi yaitu KAUM Mandiri yang menjadi tempat penelitian, memiliki anggota 600 peternak yang berasal dari Kecamatan Pasirjambu. KAUM Mandiri ini mengumpulkan semua susu segar hasil perahan para peternak dan memasoknya kepada satu perusahaan dairy yaitu Danone Dairy Indonesia (DDI).

Dengan adanya kerjasama antara koperasi dengan Industri Pengolahan Susu (IPS), harga yang dibayarkan untuk satu liter susunya tergantung dari kualitas susu yang dihasilkan. Namun, harga susu yang diterima oleh peternak ditentukan oleh sistem tawar menawar antara peternak dengan pihak koperasi. Pendapatan peternak ditentukan oleh produksi susu yang dihasilkan sapi perah yang dimiliki. Produksi susu sapi yang dihasilkan bergantung dari beberapa faktor produksi yang berhubungan dengan usahaternak sapi perah. Penggunaan faktor produksi ini dapat mempengaruhi produksi susu sapi. Penggunaan faktor-faktor produksi yang optimal dapat meningkatkan produksi susu sapi.

Peternak sapi di Kecamatan Pasirjambu masih tergolong peternakan rakyat. Mereka hanya menggunakan peralatan seadanya untuk budidaya sapi perah. Dapat dilihat dari bentuk kandangnya yang masih sederhana dan tidak adanya penggunaan teknologi dalam pemerahan susu sapinya. Selain itu, skala usaha yang masih rendah dilihat dari kepemilikan sapi yang rata-rata hanya memiliki satu sampai dua sapi laktasi. Hal ini dikarenakan pengetahuan peternak yang masih rendah terhadap budidaya sapi perah yang modern serta tidak adanya modal untuk meningkatkan skala usaha mereka.

(23)

budidaya sapi perah. Hal ini mengakibatkan kualitas susu yang tidak baik. Susu yang dihasilkan hanya mengandung protein sebanyak 2,5 persen padahal yang dibutuhkan adalah lebih dari 2,7 persen. Protein yang rendah ini akan mempengaruhi harga jual susu sapi.

Dampak lain dari manajemen budidaya yang masih rendah adalah kuantitas susu yang dihasilkan sedikit sehingga penghasilan yang didapat pun juga sedikit. Sapi perah di Kecamatan Pasirjambu rata-rata menghasilkan susu sebanyak 10 liter. Produksi ini masih terbilang sedikit dibandingkan dengan produksi susu sapi di daerah Lembang yang bisa mencapai 15 liter per hari (Anisa 2008).

Manajemen budidaya yang tidak baik pun menyebabkan kesehatan sapi dalam jangka panjang akan semakin menurun. Kesehatan sapi yang semakin menurun akan mempengaruhi produktivitas susudan daya reproduksinya. Apabila sapi sudah tidak dapat bereproduksi dengan baik yaitu setiap satu tahun sekali bisa menghasilkan anak, penghasilan peternak pun otomatis akan berkurang. Peternak jadi terlambat untuk mendapatkan bibit sehingga anak yang seharusnya dilahirkan tidak dapat dijual atau dipelihara untuk dijadikan bibit. Selain itu apabila sapi tidak dapat bereproduksi dengan baik dan tidak dapat melahirkan anak, maka susu yang dihasilkan pun tidak akan sebanyak susu yang dihasilkan pada saat setelah sapi melahirkan.

Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas susu sapi yang dapat dikontrol oleh peternak adalah pakan. Peternak dapat melakukan manajemen pakan terhadap sapinya. Mulai dari cara pemberiannya, jenis pakan yang diberikan, dan jumlah pakan yang diberikan. Selama ini pakan yang digunakan hanya mampu menghasilkan susu dengan rata-rata 10 liter/hari. Pakan yang digunakan oleh peternak adalah pakan hijauan dan konsentrat. Pakan konsentrat utama yang digunakan oleh peternak pada umumnya adalah pakan yang dikenal dengan nama HBM. Pakan merupakan input utama dalam usahaternak sapi perah yang berpengaruh terhadap produktifitas. Jika pakan yang digunakan baik maka produktifitas susu juga baik.

(24)

Indonesia untuk membuatkan pakan baru yang berkualitas dan dapat meningkatkan produksi serta kualitas susu. Sebagai konsumen atau pembeli, perusahaan IPS menginginkan produk susu yang berkualitas. Maka perusahaan menawarkan kepada peternak anggota koperasi KAUM Mandiri untuk menggunakan pakan baru ini untuk meningkatkan produksi dan kualitas susu yang dihasilkan. Setelah melalui proses penyuluhan dan pembinaan sudah ada beberapa peternak yang beralih menggunakan pakan yang baru.

Berdasarkan permasalahan yang ada di atas maka dapat disimpulkan bahwa permasalahan yang dapat diteliti adalah sebagai berikut:

1. Apakah perubahan penggunaan pakan yang dilakukan oleh peternak dari pakan lama ke pakan baru dapat meningkatkan pendapatan peternak ?

2. Apakah dengan adanya perubahan penggunaan pakan akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi teknis usahaternak sapi perah ?

3. Faktor-faktor apa saja yang mempengarahi efisiensi teknis usahaternak sapi perah?

1.3 Tujuan

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis perubahan penggunaan pakan yang dilakukan oleh peternak dari pakan lama ke pakan baru terhadap peningkatan pendapatan peternak.

2. Menganalisis tingkat efisiensi teknis usahaternak sapi perah.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahaternak sapi perah.

1.4 Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Peternak sapi perah di Kecamatan Pasirjambu sebagai bahan masukan dan tambahan informasi dalam upaya peningkatan produktivitas dan pendapatan usahaternak pada pengelolaan usahaternak sapi perah.

(25)

3. Sebagai informasi bagi para peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut pada bidang yang sama.

1.5 Ruang Lingkup

(26)

II TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi usahatani atau usahaternak sudah cukup banyak dilakukan. Pada umumnya tujuan peneliti-peneliti yang mengkaji peneliti-penelitian mengenai analisis pendapatan dan efisiensi teknis usahatani adalah untuk (1) mengetahui tingkat pendapatan usahatani yang dilakukan, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani, (3) menganalisis tingkat efisiensi teknis usahatani yang dilakukan. Terdapat beberapa penelitian terdahulu baik yang terkait dengan analisis pendapatan dan/atau analisis efisiensi teknis pada usahatani maupun pada usahaternak sapi perah. Beberapa penelitian tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:

2.1. Tinjauan Empiris Manajemen Pakan pada Sapi Perah

Dalam penelitian Siregar, dkk (1994) yang meneliti tentang penambahan pemberian konsentrat pada sapi perah laktasi dalam upaya peningkatan keuntungan usahatani sapi perah di daerah garut, Jawa Barat. Penembahan pemberian konsentrat pada sapi-sapi perah laktasi dalam upaya peningktan keuntungan usahatani sapi perah, telah dilakukan di daerah Garut. Penelitian dilakukan pada peternak-petaernak dengan menggunakan 10 ekor sapi perah laktasi yang telah diperah sekitar 3-5 bulan. Sapi-sapi tersebut dibagi dalam dua kelompok dengan masing-masing kelompok terdiri dari 10 ekor sapi. Perlakuan yang diberikan berupa penambahan pemberian konsentrat sebanyak 3 kg/ekor/hari terhadap pakan yang biasa diberikan peternak. Penambahan pemberian konsentrat tersebut berakibat pada peningkatan produksi susu rata-rata harian dengan sangat nyata (p<0,01). Apabila diperhitungkan terhadap biaya penambahan konsentrat tersebut, ternyata penambahan pemberian konsentrat pada sapi-sapi perah laktasi di daerah Garut memberikan dampak ekonomis karena dapat meningkatkan keuntungan usahatani sapi perah. Peternak mendapatkan keuntungan sebesar Rp 685,231 ekor/hari. Penambahan tersebut dapat pula meninkatkan kandungan lemak susu dan bahan kering tiada lemak secara nyata (p<0,05), sedangkan berat jenis susu tidak mengalami perubahan yang nyata (p.0,05).

(27)

tampilan produktivitas dan efisiensi ekonomis ditingkat peternakan rakyat., telah dilaksanakan secara on farm di daerah dataran tinggi, yaitu di Desa Tlogosari dan Gendro, Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan. Dua puluh sembilan ekor sapi perah dara milik peternak (umur 9-13 bulan) dibedakan ke dalam dua kelompok perlakuan pemberian pakan, yaitu kelompok yang mendapatkan tambahan pakan berupa konsentrat sebanyak 1,5-1,6 kg/ekor/hari dan kelompok kontrol: yaitu sapi-sapi yang memperoleh pakan sesuai dengan kondisi pemeliharaan peternak rakyat. Parameter yang diamati meliputi konsumsi pakan, pertambahan berat badan, perubahan harga ternak, umur dan berat badan pada saat pubertas. Data yang diperoleh dianalisis denagn uji-t. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa perlakuan penambahan konsentrat sebanyak 1,5-1,6 kg/ekor/hari pada ransum yang telah umum diberikan terhadap sapi perah dara dalam kondisi usaha peternakan rakyat secara nyata (P<0,05) dapat meningkatkan pertambahan berat badan dan mempercepat umur pubertas dibandingkan perlakuan kontrol; sedangkan keuntungan ekonomis dari pertambahan harga ternak tidak berbeda nyata. Namun penambahan berat badan merupakan salah satu faktor penunjang produksi susu. Oleh karena itu perlakuan pemberian konsentrat dalam pertumbuhan sapi dara sangat dianjurkan terutama bagi sapi-sapi yang akan digunakan sebagai ternak pengganti (replacement stock) di dalam usaha peternakannya.

2.2 Kajian Empiris Usahaternak Sapi Perah

(28)

konsentrat adalah yang paling besar. Rata- rata pendapatan peternak atas biaya total adalah Rp 10.602.237,74 per tahun pada tahun 2009.

Khaidar (2009) melakukan penelitian mengenai pendapatan usahaternak sapi perah anggota KPS Bogor di Kelurahan Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang, menganalisis tingkat kelayakan harga susu koperasi bagi peternak, menganalisis tingkat kepuasan anggota aktif terhadap pelayanan koperasi. Hasil penelitian Khaidar menunjukkan bahwa pada usahaternak skala satu sampai sembilan ekor, pendapatan terbesar diterima oleh peternak yang melakukan diversifikasi penjualan ke koperasi dan ke luar koperasi. Pada usahaternak dengan skala kepemilikan di atas 9 ekor, nilai pendapatan dan R/C peternak yang menjual susu ke koperasi dan ke luar koperasi juga lebih tinggi dari peternak yang hanya menjual susu ke koperasi. Analisis kelayakan harga susu menunjukkan bahwa harga yang diterima peternak anggota hanya layak bagi peternak dengan skala kepemilikan di atas 9 ekor sapi perah yang menjual susu produksinya ke koperasi dan ke luar koperasi. Berdasarkan analisis tingkat kepuasan, secara umum kepuasan anggota aktif KPS Bogor di Kebon Pedes dan KUNAK Cibungbulang berada pada kriteria cukup.

Hermanto (2010) melakukan penelitian tentang analisis kelayakan usaha sapi perah kelompok ternak baru Sireum di Desa Cibeureum Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Analisis kelayakan finansial usaha sapi perah ini menggunakan tiga skenario. Skenario satu terdiri dari peternak usaha skala kecil dengan kepemilikan sapi perah sebanyak tiga ekor, skenario dua terdiri dari peternak skala menengah dengan kepemilikan sapi perah sebanyak tujuh ekor dan skenario tiga terdiri dari peternak skala besar dengan kepemilikan sapi perah sebanyak 20 ekor. Berdasarkan kriteria kelayakan investasi, semua skenario yang dilakukan layak untuk dijalankan. Namun, yang mengahsilkan nilai NPV paling besar adalah skenario tiga yaitu dengan NPV sebesar 904.982.084 dengan Payback Period selama dua thaun lima bulan.

(29)

susu segar adalah Rp 787,9/liter susu dan keuntungan sosial usahaternak sapi perah oleh peternak anggota KPGS yang ditunjukkan dengan niai yaitu Rp 1.706,5/liter. Berdasarkan hasil analisis keuntungan per bulan menunjukkan bahwa usahaternak sapi perah menguntungkan baik secara finansial maupun ekonomi.

2.3. Kajian Empiris Analisis Efisiensi Fungsi Produksi Stochastic Frontier

Maryono (2008) melakukan penelitian tentang analisis usahatani efisiensi teknis dan dan pendapatan usahatani padi program benih bersertifikast melalui pendekatan stochastic frontier. Menganalisis faktor produksi usahatani padi dengan menggunakan alat analisis untuk menduga fungsi produksi dengan menggunakan fungsi produksi linier berganda. Faktor – faktor produksi yang diduga mempengengaruhi produksi padi adalah benih, urea, TSP, obat-obatan, dan tenaga kerja. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa pada masa tanam I faktor produksi urea dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya, koefisien jumlah benih negatif serta memiliki pengaruh nyata terhadap produksi. Sedangkan pada masa tanam II diperoleh hasil bahwa urea, obat-obatan, dan tenaga kerja bernilai positif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. Sebaliknya koefisien jumlah benih dan TS bernilai negatif serta berpengaruh nyata terhadap produksi. Pengukuran efisiensi teknis menghasilkan bahwa rata-rata efisiensi teknis petani pada masa tanam I adalah 0,966 dan efisiensi teknis petani pada masa tanam II adalah 0,899. Dari angka tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya program benih bersertifikat ini justru menurunkan efisiensi teknis rata-rata sebesar 6,70 persen. Hal ini dikarenakan penggunaan benih bersertifikat oleh petani tidak didukung oleh penggunaan teknologi sehingga produksi yang dihasilkan tidak optimal. Faktor-faktor yang nyata berpengaruh dalam menjelaskan inefisiensi teknis di dalam proses produksi pada masa tanam I adalah dummy bahan organik dan dummy legowo. Sedangkan pada masa tanam II adalah pengalaman, pendidikan, dan rasio penggunaan urea-TSP.

(30)

produksi Stochastic Frontier menunjukkan bahwa variabel luas lahan, benih, pupuk KCl, pupuk TSP dan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata pada α = 0,01 sedangkan pupuk urea berpengaruh nyata dan positif pada α = 0,10 yang berarti penambahan variabel tersebut akan menambah produksi padi secara nyata. Variabel pupuk kandang dan pestisida berpengaruh nyata dan negatif pada α = 0,01. Pengurangan penggunaan pupuk kandang dan pestisida secara nyata akan menambah produksi padi. Hal ini disebabkan pengetahuan petani dalam pemberian pupuk tersebut. Efisiensi teknis rata-rata pada usahatani padi di Desa Tanggeung adalah 0,71. Hasil estimasi model fungsi produksi menunjukkan nilai δR galat satu sisi lebih besar dari pada nilai χ2 dengan derajat bebas 9 pada α =

0,05, yang berarti terdapat efek inefisiensi teknis pada model fungsi produksi Stochastic Frontier. Pengujian model inefisiensi teknis menunjukkan bahwa

tingkat pendidikan dan pendapatan merupakan faktor yang berpengaruh nyata dan negatif terhadap inefisiensi teknis, penyuluhan berpengaruh nyata dan positif, dan umur petani berpengaruh nyata dan positif terhadap tingkat inefisiensi teknis. Pengalaman, banyaknya hari kerja petani, dan istri di luar usahatani tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat inefisiensi.

(31)

Podesta (2009) tentang pengaruh penggunaan benih bersertifikat terhadap efisiensi dan pandapatan usahatani padi pandan wangi di Kabupaten Cianjur menggunakan pendekatan Cobb-Douglas Stochastic Frontier. Hasil fungsi produksi Stochastic Frontier menunjukan pada usahatani benih bersertifikat faktor produksi yang berpengaruh hanya pupuk P, sedangkan pada usahatani non sertifikat hanya variabel tenaga kerja yang berpengaruh nyata. Hasil analisis fungsi produksi dan efisiensi menunjukkan bahwa petani benih sertifikat lebih efisien secara teknis daripada petani benih non sertifikat. Hal ini tercermin dari nilai rata-rata efisiensi teknis yang lebih besar dari 0,7.

(32)

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

3.1.1 Konsep Usahatani

Menurut Suratiyah (2006), ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin.

Menurut Soekardono (2009), usahatani dapat dibedakan antara usahatani besar dan usahatani kecil. Usahatani besar atau juga disebut usahatani komersial adalah usahatani yang telah menggunakan prinsip ekonomi perusahaan dalam pengelolaannya. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan perusahaan, yiatu memperoleh keuntungan maksimum. Usahatani kecil umumnya tidak menggunakan prinsip ekonomi perusahaan tetapi lebih menggunakan prinsip teknik produksi untuk mencapai produksi yang maksimum.

3.1.2 Konsep Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), banyak istilah yang digunakan untuk menyatakan ukuran pendapatan dan keuntungan usahatani, tetapi kadang-kadang membingungkan karena tidak jelasnya penggunaan istilah. Oleh karena itu uraian berikut akan menjelaskan penggunaan beberapa istilah dan artinya.

1. Pendapatan Kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. Nisbah seperti pendapatan kotor per hektar atau per unit kerja dapat dihitung untuk menunjukkan intensitas operasi usahatani.

(33)

3. Pendapatan kotor tidak tunai merupakan pendapatan bukan dalam bentuk uang, seperti hasi panen yang dikonsumsi, digunakan untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan digudang dan menerima pembayaran dalam bentuk benda.

4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala keluaran untuk keperluan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai.

6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun bukan dalam bentuk uang. Contoh keluaran ini adalah nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit.

7. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani disebut pendapatan bersih usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi.

8. Untuk mengukur atau menilai penampilan usahatani kecil adalah dengan penghasilan bersih usahatani. Ukuran ini diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan bersih dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman, biaya yang diperhitungkan dan penyusutan.

Bentuk penerimaan tunai dapat menggambarkan tingkat kemajuan ekonomi usahatani dalam spesilaisasi dan pembagian kerja. Besarnya pendapatan tunai atau proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan yang masuk dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap yang lainnya (Hernanto, 1991).

(34)

dengan: harga pembelian, nilai penjualan setelah waktu tertentu, nilai penjualan pada saat pencatatan atau perhitungan, dan harga pembelian dikurangi dengan penyusutan.

Penerimaan usahatani, yaitu penerimaan dari semua sumber usahatani yang meliputi: jumlah penambahan inventaris, nilai penjualan hasil, dan nilai pengunaan rumah serta barang yang dikonsumsi. Pengeluaran usahatani adalah semua biaya operasional dengan tanoa memperhitungkan bunga dari modal usahatani dan nilai kerja pengolahan usahatani. Pengeluaran meliputi: pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, pengurangan nilai inventaris, dan nilai tenaga kerja yang tidak dibayar.

3.1.3 Konsep Fungsi Produksi

Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara input-output dari proses produksi (Doll dan Orazem 1984). Input-input seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim dan sebagainya mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Jika misalnya Y adalah produksi/output dan Xi adalah input ke-I, maka besar kecilnya Y juga tergantung dari besar kecilnya X1, X2, X3,…….Xm yang

digunakan. Hubungan X dan Y secara aljabar dapat ditulis sebagai berikut :

Y = f (X1, X2, X3,…….Xm) Dimana :

Y = produksi/output

X1, X2, X3,…….Xm = input

Produksi yang dihasilkan dapat diduga dengan mengetahui berapa jumlah input yang digunakan dalam proses produksi. Selanjutnya fungsi produksi tersebut dapat dimanfaatkan untuk menentukan kombinasi input yang terbaik terhadap suatu proses produksi. Meskipun demikian, hal tersebut sulit untuk dilakukan mengingat informasi yang diperoleh dari analisis fungsi produksi tidak sempurna. Soekartawi (1990) menjelaskan biasanya petani menemui kesulitan untuk menentukan kombinasi tersebut karena :

1) Adanya faktor ketidaktentuan mengenai cuaca, hama dan penyakit tanaman. 2) Data yang digunakan untuk melakukan pendugaan fungsi produksi mungkin

(35)

3) Pendugaan fungsi produksi hanya dapat diartikan sebagai gambaran rata-rata suatu pengamatan.

4) Data harga dan biaya yang diluangkan (opportunity cost) mungkin tidak dapat diketahui secara pasti.

5) Setiap petani dan usahataninya mempunyai sifat yang khusus.

Persyaratan yang diperlukan untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik adalah : (1) terjadi hubungan yang logik dan benar antara variabel yang dijelaskan dengan variabel yang menjelaskan, dan (2) parameter statistik dari parameter yang diduga memenuhi persyaratan untuk dapat disebut parameter yang mempunyai derajat ketelitian yang tinggi.

Fungsi produksi melukiskan hubungan antara konsep Average Physical Product (APP) dengan Marginal Physical Productivity (MPP) yang disebut kurva

Total Physical Product (TPP) (Beattie dan Taylor, 1985). APP menunjukan kuantitas output produk yang dihasilkan.

Dimana :

APP = Average Physical Product Y = output

X = input

Sedangkan MPP mengukur banyaknya penambahan atau pengurangan total output dari penambahan input.

Dimana :

MPP = Marginal Physical Productivity dY = perubahan output

dX = perubahan input

(36)

Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III.

Daerah I terletak diantara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih besar

dari satu ( > 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi ketika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien.

Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang

berkisar antara nol dan satu (0 < < 1). Hal ini menunjukan bahwa setiap penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukan tingkat produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production).

(37)

Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Fungsi Sumber : Beattie dan Taylor (1985)

3.1.4 Konsep Produksi Stochastic Frontier

Menurut Seinford dan Trail (1990) diacu dalam Battese dan Coelli (1998) terdapat dua metode pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat efisiensi relatif suatu usahatani. Metode pertama, pendekatan stochastic frontier

input

X3 X2

X1

output

output

input

0

Produk Marjinal (MPP)

(38)

berkaitan dengan pengukuran kesalahan acak dimana keluaran dari usahatani merupakan fungsi dari faktor produksi, kesalahan acak dan inefisiensi. Sedangkan metode yang kedua, teknik linear programming (Data Envelopment Analysis, DEA) tidak mempetimbangkan adanya kesalahan acak sehingga efisiensi teknis dapat menjadi bias.

Menurut Aigner et al. (1997) dan Broeck dan Meeusen (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998) dalam fungi produksi stochastic frontier terdapat penambahan random error, vi, serta non negatif variabel acak, ui, yang secara

matematis dapat ditulis sebagai berikut :

yi = xi + vi– ui i = 1,β,γ,……ζ

dimana :

yi = produksi yang dihasilkan peternak pada waktu ke-t

xi = vektor masukan yang digunakan peternak pada waktu ke-t

= vektor parameter yag akan diestimasi

vi = variabel acak yang berkaitan dengan faktor eksternal (iklim, hama)

sebarannya simetris dan menyebar normal (vi ~ ζ (0, v2))

ui = variabel acak non negatif yang diasumsikan mempengaruhi tingkat

inefisiensi teknis dan berkaitan dengan faktor internal dengan sebaran bersifat setengah normal (ui ~ │ζ (0, v2)│)

Random error, vi, dihitung untuk mengukur error dan faktor random lain seperti efek cuaca, kesalahan, keberuntungan, dan lain-lain, di dalam nilai variabel output, yang secara bersamaan dengan efek kombinasi dari variabel input yang tidak terdefinisi dalam suatu fungsi produksi. Aigner et al. (1997), diacu dalam Coelli et al. (1998), vis merupakan variabel normal acak yang terdistribusi secara

bebas dan identik (independent and identically distributed, i.i.d) dengan rataan nol dan ragamnya konstan, v2, variabel bebas, uis, diasumsikan sebagai i.i.d

eksponensial atau variabel acak setengah normal. Variabel ui berfungsi untuk

menangkap inefisiensi teknis.

(39)

bernilai positif dan negatif dan begitu juga output stochastic frontier bervariasi sekitar bagian tertentu dari model frontier, exp (xi ).

Struktur dasar dari model stochastic frontier digambarkan seperti Gambar 2. Sumbu x mewakili input sedangkan sumbu y mewakili output. Komponen deterministik dari model frontier, Y = exp (xi ), digambarkan dengan asumsi bahwa berlaku hukum diminishing return to scale. Penjelasan Gambar 2 adalah terdapat dua peternak yaitu peternak i dan peternak j. Peternak i menggunakan input sebesar xi dan menghasilkan output yi. Nilai dari output stochastic frontier

adalah yi, melampaui nilai fungsi produksi yaitu f(xi; ). Hal ini dapat terjadi

karena aktifitas produksi peternak i dipengaruhi oleh kondisi yang menguntungkan dimana variabel vi bernilai positif.

Sementara itu peternak ke-j menggunakan input sebesar xj dan

memproduksi yj berada di bawah fungsi produksi karena aktifitas produksi

peternak j dipengaruhi oleh kondisi yang tidak menguntungkan dimana vj bernilai

negatif. Output stochastic frontier tidak dapat diamati karena nilai random error tidak teramati. Bagian deterministik dari model stochastic frontier terlihat diantara ouput stochastic frontier. Output yang diamati dapat menjadi lebih besar dari bagian deterministik dari frontier apabila random error yang sesuai lebih besar dari efek inefisiensinya (misalnya yj > exp (xj ) jika vj> uj) (Coelli et al. 1998).

Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier Sumber : Coelli et al (1998)

X

X

X X

x y

xi xj

Frontier output (yi*),

exp (xi + vi), jika vi>0

Frontier output (yj*),

exp (xj + vj), jika vj<0

yj

(40)

3.1.5 Konsep Efisiensi dan Inefisiensi

Tujuan dari produksi tidak hanya melihat seberapa besar output yang dihasilkan melainkan juga efisiensi dari sisi penggunaan input. Suatu metode dapat dikatakan lebih efisien apabila menggunakan sejumlah input yang sama namun memberikan hasil yang lebih banyak atau dengan menggunakan input yang lebih sedikit namun memberikan output yang sama banyaknya dengan asumsi harga input dan output sama dikedua metodenya.

Tujuan petani dalam mengelola lahannya adalah untuk meningkatkan produksi dan memperoleh keuntungan. Seorang petani yang rasional dalam proses pengambilan keputusan usahatani akan bersedia menggunakan input selama nilai tambah yang dihasilkan oleh tambahan input tersebut sama atau lebih besar dengan tambahan biaya yang diakibatkan oleh tambahan input tersebut. Dengan kondisi yang ada, beragam upaya untuk melihat tambahan produktivitas yang dapat dihasilkan dengan penggunaan input yang lebih efisien pada tingkat teknologi yang “given”.

Efisiensi merupakan perbandingan antara output dan input yang digunakan dalam proses produksi. Soekartawi (2002) menjelaskan bahwa terdapat berbagai konsep efisiensi yaitu efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga (price/allocative efficiency) dan efisiensi ekonomis (economic efficiency). Efisiensi teknis ditujukan dengan pengalokasian faktor produksi sedemikian rupa sehingga produksi yang tinggi dapat dicapai. Efisiensi harga dapat tercapai jika petani dapat memperoleh keuntungan yang besar dari usahataninya, misalnya karena pengaruh harga, maka petani tersebut dapat dikatakan mengalokasikan faktor produksinya secara efisiensi harga. Sedangkan efisiensi ekonomis tercapai pada saat penggunaan faktor produksi sudah dapat menghasilkan keuntungan maksimum. Dengan demikian apabila petani menerapkan efisiensi teknis dan efisiensi harga maka produktivitas akan semakin tinggi.

(41)

usahanya untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk marjinal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marjinalnya. Effisiensi teknis dianggap sebagai kemampuan untuk berproduksi pada isoquant batas.

Secara umum, efisiensi didekati dari dua sisi pendekatan yaitu alokasi pendekatan penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan. Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva isoquant yang menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan pendekatan dari sisi output merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah input yang digunakan.

Pada Gambar 3 kondisi pendekatan berorientasi input, isoquant yang menunjukan kondisi yang efisien penuh (fully efficient) digambarkan oleh kurva SS’. Jika perusahaan menggunakan input sejumlah P untuk memproduksi 1 unit output, maka nilai inefisiensi teknis dicerminkan oleh jarak QP. Pada ruas garis QP jumlah input yang digunakan dapat dikurangi tanpa harus mengurangi jumlah output yang dihasilkan.

Keterangan :

P = input

Q = efisiensi teknis dan inefisiensi alokatif Q’ = efisiensi teknis dan efisiensi alokatif AA’ = kurva rasio harga input

SS’ = isoquant fully efficient

(42)

Metode pendekatan yang didasarkan pada orientasi output (Gambar 4) dengan menggunakan kurva kemungkinan produksi ZZ’, sementara titik A menunjukan petani berada dalam kondisi inefisien. Pada gambar yang sama, ruas garis AB menggambarkan kondisi yang inefisien secara teknis dengan ditunjukan adanya tambahan output tanpa membutuhkan input tambahan. Secara matematis, pendekatan output rasio efisiensi teknis ditulis sebagai berikut :

TE0 = 0A/0B

Notasi o digunakan untuk menunjukan nilai efisiensi teknis dengan pendekatan orientasi output.

Keterangan :

ZZ’ = kurva kemungkinan produksi

DD’ = isorevenue

Gambar 4. Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi output) Sumber : Coelli et al. (1998)

Terdapat dua pendekatan alternatif untuk menguji sumber-sumber inefisiensi teknis (Daryanto 2002). Pendekatan pertama adalah prosedur dua tahap. Tahap pertama terkait pendugaan terhadap skor efisiensi (efek inefisiensi) bagi individu perusahaan. Tahap kedua merupakan pendugaan terhadap regresi dimana skor efisiensi (inefisiensi dugaan) dinyatakan sebagai fungsi dari variabel sosial ekonomi yang diasumsikan mempengaruhi efek inefisiensi. Sedangkan pendekatan kedua adalah prosedur satu tahap dimana efek inefisiensi dalam

y1/x

y2/x

0 Z’

Z

D’

C

B’

(43)

stochastic frontier dimodelkan dalam bentuk variabel yang dianggap relevan dalam menjelaskan inefisiensi dalam proses produksi.

Model inefisiensi teknis yang digunakan dalam penelitian ini merujuk pada model Coelli et al. (1998). Untuk mengukur inefisiensi teknis digunakan variabel ui yang diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N

(μ, 2). Untuk menentukan nilai parameter distribusi (μ) efek inefisiensi teknis digunakan rumus sebagai berikut:

μ = 0 + Zit + wit

dimana Zit adalah variabel penjelas yang merupakan vaktor dengan ukuran (1xM)

yang nilainya konstan, adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (1xM).

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Susu merupakan salah satu hasil ternak sapi perah yang mengandung nilai gizi tinggi bagi manusia. Susu sapi merupakan hasil ternak yang menghasilkan protein tertinggi yang dibutuhkan oleh manusia. Potensi pasar penjualan susu sapi sangatlah terbuka lebar terutama di Indonesia. Indonesia memiliki prospek pengembangan industri sapi perah yang relatif besar. Hal ini ditunjukkan dengan adanya permintaan potensial susu oleh 250 juta penduduk. Namun, produksi susu yang rendah hanya bisa mencukupi 30 persen kebutuhan permintaan efektif. Selama ini kekurangan kebutuhan susu dipenuhi dari impor. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan produksi susu dalam negeri.

Kecamatan Pasirjambu merupakan salah satu daerah yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai peternak. Produksi susu sapi di kecamatan Pasirjambu bisa mencapai 25 ton per hari. Pasokan susu ini berasal dari tiga koperasi dan satu milk collector yang berada di Kecamatan Pasirjambu. Seluruh pasokan susu dari koperasi ini diserap oleh IPS yang bekerjasama dengan masing-masing koperasi. Salah satu koperasi yang sukses di Kecamatan Pasirjambu adalah KAUM Mandiri. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi pasokan susu yang diberikan yaitu sebesar 8 ton per hari atau 32 persen dari keseluruhan pasokan susu di Kecamatan Pasirjambu.

(44)

manajemen budidaya sapi perah menyebabkan beberapa hal. Manajemen budidaya yang dimaksud diantaranya adalah pemberian pakan, pengelolaan pakan, dan informasi budidaya sapi perah lainnya. Manajemen budidaya yang tidak baik menyebabkan kualitas susu yang tidak baik. Kualitas susu ini berpengaruh terhadap harga susu. Apabila kualitasnya rendah berarti harga susu yang diperoleh juga rendah. Kuantitas susu yang dihasilkan juga sedikit sehingga penghasilan peternak dari penjualan susu juga akan sedikit. Kesehatan sapi dalam jangka panjang juga akan menurun. Hal ini akan menyebabkan produktivitasnya menurun. Sapi yang kesehatannya rendah pun juga akan berpengaruh terhadap terganggunya siklus reproduksi. Apabila sapi tidak dapat bereproduksi secara normal maka penghasilan peternak dari penjualan bibit juga akan berkurang. Untuk mengatasi hal ini pihak koperasi bekerjasama dengan perusahaan penerima suplai susu segar dan perusahaan pakan sapi perah mengadakan pemberian pakan baru bagi peternak sapi anggota KAUM Mandiri. Oleh karena itu penelitian ini menganalisis perubahan input produksi yang terjadi serta faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi susu sapi perah adalah jumlah sapi laktasi, pakan konsentrat utama, pakan rumput, air minum, dan tenaga kerja. Variabel-variabel ini dipilih sebagai penduga pengaruh terhadap produksi susu sapi perah berdasarkan studi literatur dari penelitian terdahulu serta informasi di lapangan.

Selain itu penelitian ini menganalisis pendapatan usahaternak sapi perah yang menggunakan pakan baru, yang masih menggunakan pakan lama, serta peternak yang masih mencampurkan jenis pakan lama dengan pakan baru. Analisis pendapatan dalam penelitian ini meliputi pengukuran tingkat pendapatan dan analisis R/C.

(45)

Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Masalah Usahaternak Sapi Perah di Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri :

1. Produktivitas rendah 2. Pendapatan rendah 3. Kualitas susu rendah

Tidak adanya pakan berkualitas

Perbaikan manajemen pakan dengan penggunaan pakan baru

Kelompok Peternak I (yang hanya

menggunakan pakan baru)

Kelompok Peternak II (yang masih

menggunakan lama)

Kelompok Peternak III (yang menggunakan campuran pakan baru dengan pakan lama

Pendapatan usahatani : - Pendapatan tunai - Pendapatan total - R/C biaya tunai - R/C biaya total

- Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas

Stochastic Frontier

- Analisis Efisiensi Teknis

- Sumber-Sumber inefisiensi Teknis

(46)

IV METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Pasirjambu Bandung Jawa Barat. Pemilihan Kabupaten Bandung dipilih secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah pemasok susu sapi terbesar di Jawa Barat. Pemilihan lokasi kecamatan juga dilakukan secara purposive dengan pertimbangan kecamatan tersebut memiliki potensi agribisnis

sapi perah untuk dikembangkan karena sebagian besar masyarakatnya hidup sebagai peternak sapi perah. Sedangkan pemilihan anggota Koperasi Aneka Usaha Mitra (KAUM) Mandiri karena anggota pada koperasi ini menggunakan dua macam pakan konsentrat utama yang berbeda. Pengambilan data dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2011.

4.2 Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan dari peternak dengan pengamatan dan wawancara secara langsung menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Data primer yang dikumpulkan adalah karakteristik peternak responden dan karakteristik usahatani. Karakteristik responden seperti nama, umur, alamat, tingkat pendidikan, alasan beternak sapi perah, dan sebagainya. Data ini digunakan untuk memberikan gambaran umum mengenai kondisi peternak sapi perah di wilayah penelitian. Data mengenai karakteristik usahaternak sapi perah meliputi jumlah sapi yang ada dalam masa laktasi, lamanya menggunakan pakan cargill, input produksi yang digunakan dan alat-alat pertanian yang digunakan serta produksi susu sapi dan pertanyaan lainnya yang berguna untuk menganalisis pendapatan usahaternak sapi perah.

Data sekunder sebagai data penunjang diperoleh dari berbagai instansi antara lain perpustakaan LSI IPB, Perpustakaan Bogor, Pemerintah Kecamatan Pasirjambu, dan internet.

(47)

dengan jumlah peternak kelompok I, kelompok II, kelompok III masing-masing 20 orang. Pengelompokkan peternak responden ini didasarkan atas penggunaan pakan konsentrat utamanya. Peternak kelompok I merupakan kelompok peternak yang menggunakan konsentrat utama berupa pakan baru sebesar 100 persen. Peternak kelompok II merupakan kelompok peternak yang menggunakan konsentrat utama berupa pakan lama sebesar 100 persen. Peternak kelompok III merupakan kelompok peternak yang menggunakan campuran antara pakan baru dengan pakan lama yang komposisinya rata-rata sebesar 42 persen menggunakan pakan baru dan 58 persen menggunakan pakan lama. Pemilihan sampel pada tiap kelompok dilakukan secara purposive yaitu dengan cara mewawancarai peternak yang ditemui oleh peneliti di tempat penelitian sesuai dengan kriteria penggunaan pakan.

Metode pengambilan data adalah selama lima belas hari. Data yang dikumpulkan baik produksi maupun penggunaan input dihitung selama lima belas hari. Hal ini dilakukan karena peternak di daerah peneltian mendapatkan bayaran dari susu yang disetornya kepada koperasi setelah lima belas hari. Selain itu pembayaran pembelian pakan konsentrat serta bahan-bahan input lain yang dibeli di koperasi juga dibayarkan oleh peternak selama lima belas hari.

4.3 Metode Pengolahan dan Analisis Data

(48)

4.3.1 Analisis Pendapatan Usahatani

Menurut Soekartawi (1986), Usahatani adalah suatu kegiatan ekonomi yang ditujukan untuk menghasilkan penerimaan dengan input fisik, tenaga kerja, dan modal sebagai korbanannya. Penerimaan total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu. Pengeluaran total usahatani adalah semua nilai inout yang dikeluarkan dalam proses produksi. Pendapatan adalah selisih anatara total penerimaan dan total pengeluaran. Rumus penerimaan total, biaya, dan pendapatan adalah:

Y= PT – BT – BD PT = P X Q Keterangan :

Y = tingkat pendapatan usahatani PT = total penerimaan usahatani P = harga output

Q = jumlah output BT = total biaya tunai BD = total biaya tidak tunai

Pengeluaran total usahatani terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani secara tunai. Sedangkan biaya tidak tunai adalah biaya yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan hijauan, penyusutan alat-alat pertanian, serta imbangan sewa lahan.

Biaya penyusutan = Nb = nilai pembelian (Rp) n = jangka usia ekonomis (bulan)

4.3.2 Analisis Penerimaan dan Biaya (R/C)

(49)

sebaliknya jika R/C < 1, berarti usahaternak tersebut tidak layak untuk dilaksanakan. Adapun rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

R/C atas biaya tunai =

R/C atas biaya total =

Untuk menentukan nilai revenue (penerimaan) dan cost (biaya) yang diperlukan agar dapat menghitung nilai R/C dan seklaigus menghitung nilai pendapatan usahataninya, maka dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5. Perbandingan Penerimaan dan Biaya

Penerimaan Tunai (A) Harga x produksi susu yang dijual (liter)

Penerimaan yang Diperhitungkan (B) Harga x produksi susu yang dikonsumsi (liter)

Harga x jumlah karung bekas pakan konsentrat

Total Penerimaan (C) A + B

Biaya Tunai (D) Pakan Konsentrat

Pakan rumput Vaselin Transportasi Listrik Sewa lahan Biaya air

Biaya diperhitungkan (E) Tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) Penyusutan alat

Pakan hijauan

Sewa lahan milik sendiri

Total biaya (F) D + E

Pendapatan Atas Biaya tunai C – D Pendapatan atas biaya total C – F

Gambar

Tabel 4. Populasi Sapi Perah di Indonesia Tahun 2005 – 2009 (Per Provinsi)
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi dan Tiga Daerah Fungsi
Gambar 2. Fungsi Produksi Stochastic Frontier
Gambar 3.   Efisiensi Teknis dan Alokatif (orientasi input)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan penelitian ini bahwa setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 46/PUU-VIII/2010, setiap anak yang dilahirkan dari perkawinan yang

Jadi, level organisasi menunjukkan bahwa berita tentang kabut asap yang dikritik dalam Pojok Atan Sengat karena tujuan dari dibentuknya pojok tersebut adalah

CaCO3(s) → CaO(s) + CO2(g) …(1) Setelah proses kalsinasi, batu kapur didinginkan dalam furnance sampai suhu menunjukkan suhu ruang karena penurunan panas yang

Pembelajaran problem based learning merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menantang siswa untuk “belajar bagaimana belajar”, bekerja secara berkelompok untuk

Matriks SWOT dapat menggambarkan bagaimana peluang dan ancaman eksternal yang dihadapi oleh usaha peternakan sapi potong di Kabupaten Barru dapat disesuaikan

Sehubungan dengan Evaluasi Penawaran, Kami Panitia Pelelangan mengundang Saudara untuk dapat menghadiri Verifikasi dan Klarifikasi terhadap Perusahaan pada Kegiatan :. Pengadaan

kalangan, mulai dari anak – anak, remaja dan dewasa dengan konsep pesta ulang. tahun yang

Data curah hujan yang dipakai untuk perhitungan dalam debit banjir adalah hujan yang terjadi pada Daerah Aliran Sungai (DAS) pada waktu yang sama (Sosrodarsono, 1989).. Data