• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi Dan Status Gizi Lansia Peserta Dan Bukan Peserta Program Home Care Di Tegal Alur, Jakbar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi Dan Status Gizi Lansia Peserta Dan Bukan Peserta Program Home Care Di Tegal Alur, Jakbar"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

KERAGAAN KONSUMSI PANGAN, STATUS KESEHATAN,

TINGKAT DEPRESI DAN STATUS GIZI LANSIA PESERTA

DAN BUKAN PESERTA PROGRAM

HOME CARE

DI TEGAL ALUR, JAKBAR

Anne Puspitasari

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

ANNE PUSPITASARI. Food Consumption, Health Status, Depression Level and Nutritional Status of Elderly Participant and Non Participants Home Care in Tegal Alur, West Jakarta. Under direction CLARA M KUSHARTO.

Home care is a service system which is used to overcome problems arising from the increasing number of elderly population, such as malnutrition. The purpose of this study was to identify food consumption, health status, depression level and nutritional status of elderly participants and non participants Home Care, as well as to analyze the relationship. A cross sectional study was conducted on elderly people aged 60 years and above in Tegal Alur, West Jakarta. A total of 60 elderly (30 participant and 30 non participants) were actively followed as participants. They were interviewed on demography and social economic status, one-month semi-quantitative food frequency questionnaire, health status, geriatric depression scale (GDS) short version, and assessed by anthropometric measures. Average level of adequacy energy, protein, calcium, phosphorus dan vitamin C of participant relatively lower than non participants (87,5% vs 95,5%; 80% vs 90%; 51,4% vs 59,2%; 104% vs 116,1% and 73,1% vs74,9%, respectively). The study showed that no significant difference in term food consumption, health status, depression level, and nutritional status between the elderly participant vs non participants. And as much as 63,3 % participant and 53,3% non participants experienced more than one type of health complaince and most of them are well nourished and not depressed. The statistical analysis with correlation test showed that health status of elderly significantly positive with the level of depression. While other variables such as duration of illness

significantly negative with level of adequacy of energy, protein, minerals, and nutritional status. Percent RDA of energy, protein and minerals are positively associated with nutritional status.

(3)

RINGKASAN

ANNE PUSPITASARI. Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi dan Status Gizi Lansia Peserta dan Bukan Peserta Program Home Care di Tegal Alur, Jakbar. Dibawah bimbingan CLARA M KUSHARTO.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mempelajari keragaan konsumsi pangan, status kesehatan, tingkat depresi dan status gizi lansia peserta dan bukan peserta program home care di Tegal Alur, Jakbar. Adapun tujuan khususnya adalah 1) mengidentifikasi penyelenggaraan home care di Tegal Alur; 2) mengidentifikasi karakteristik lansia peserta dan bukan peserta home care; 3) membandingkan konsumsi pangan lansia peserta dan bukan peserta home care; 4) membandingkan status kesehatan lansia peserta dan bukan peserta home care, 5) membandingkan tingkat depresi lansia pesertadan bukan peserta home care; 6) membandingkan status gizi lansia peserta dan bukan peserta home care; 7) menganalisis hubungan konsumsi pangan, status kesehatan, tingkat depresi, dan status gizi lansia.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat pada bulan September sampai November 2010 dengan menggunakan desain cross sectional study. Contoh dalam penelitian ini diambil secara purposive dengan kriteria inklusi lansia berusia 60 tahun atau lebih, tidak mengidap stroke atau gangguan ingatan (masih dapat mengingat kejadian lampau dengan cukup baik), dapat berkomunikasi dengan baik, dan bersedia diwawancara sebagai responden. Jumlah contoh dalam penelitain ini adalah 60 orang lansia, masing-masing 30 orang untuk lansia peserta dan bukan peserta home care.

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder yang dikumpulkan melalui wawancara dan pengukuran langsung. Data primer meliputi data karakteristik responden (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, status pernikahan, living arrangement), konsumsi pangan, status kesehatan (keluhan kesehatan, lama sakit, frekuensi sakit, dan tindakan pengobatan) sebulan terakhir, tingkat depresi satu minggu terakhir dan data status gizi. Data sekunder meliputi pelaksanaan home care di Tegal Alur. Data kemudian dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007 dan SPSS for Windows versi 16.

Home care adalah bentuk pelayanan pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah sebagai wujud perhatian terhadap lansia lansia yang rentan, sakit, kesepian, dan tinggal sendiri dengan mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga. Proses/ tahapan penyelenggaraan home care di Tegal Alur meliputi sosialisasi, seleksi calon pendamping, pemantapan pendamping, pendataan lansia calon penerima layanan, implementasi program serta monitoring, evaluasi dan pelaporan. Pelayanan yang diberikan berkembang tiap tahunnya, tahun 2004 pelayanan yang diberikan hanya pelayanan sosial berupa kunjungan pendamping 1x/minggu kemudian berkembang pada tahun 2009 dengan program pelayanan kesehatan, ramah lansia, senam lansia, pemberian sembako 1x/bulan dan pinjaman modal UEP (Usaha Ekonomi Produktif). Tahun 2010, bantuan JSLU (Jaminan Sosial Lanjut Usia) dari Depsos dan perbaikan kamar lansia dari PT Sido Muncul dapat dilaksanakan.

(4)

Status pernikahan lansia peserta dan bukan peserta sebagain besar berstatus cerai mati sehingga lansia lebih banyak yang tinggal bersama keluarga.

Lansia pada kedua kelompok mengonsumsi nasi lebih dari satu kali dalam 1 hari dengan lauk tempe dan tahu. Pangan sumber protein hewani, sayur-mayur dan buah-buahan hanya dikonsumsi secara mingguan oleh lansia pada kedua kelompok. Jenis pangan lainnya yang dikonsumsi satu kali dalam satu hari adalah kopi (lansia peserta) dan bakwan (lansia bukan peserta).

Rata-rata konsumsi nasi pada lansia bukan peserta home care (386,7 gram/hari) jumlahnya lebih banyak dibandingkan lansia peserta home care (375 gram/hari) dengan lauk tempe dan tahu. Ikan basah, telur, dan susu dikonsumsi sebagai protein hewani yang terbesar jumlahnya dikonsumsi. Sayur berdaun hijau dan sayur lain dikonsumsi dengan kuantitas terbesar. Buah-buahan yang dikonsumsi dengan kuantitas terbesar adalah mangga (198,4 g/minggu) pada lansia peserta dan pepaya (298,6 g/minggu) pada lansia bukan peserta. Selain itu, pangan lainnya yang dikonsumsi dengan kuantitas terbesar pada lansia peserta dan bukan peserta adalah bakwan.

Rata-rata tingkat kecukupan energi dan protein lansia peserta temasuk defisit tingkat ringan dan normal pada lansia bukan peserta. Tingkat kecukupan kalsium pada kedua kelompok termasuk dalam kategori kurang, sedangkan tingkat kecukupan fosfor pada kedua kelompok cukup. Tingkat kecukupan vitamin A pada kedua kelompok cukup, sedangkan tingkat kecukupan vitamin C termasuk dalam kategori kurang. Uji T menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata tingkat kecukupan gizi antara kedua kelompok (p>0,05).

Lebih dari separuh lansia peserta (63,3%) dan bukan peserta (53,3%) mengalami lebih dari satu jenis keluhan kesehatan dalam satu bulan terakhir. Uji Mann Whitney menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata keluhan kesehatan yang dialami lansia peserta dan bukan peserta (p>0,05). Jenis penyakit infeksi yang paling banyak diderita lansia peserta dan bukan peserta adalah ISPA (infeksi saluran pernapasan akut). Penyakit non infeksi yang paling banyak diderita lansia peserta adalah hipertensi, katarak dan rematik, sedangkan pada lansia bukan pesertaadalah hipertensi, asam urat dan maag. Jenis keluhan yang paling banyak dirasakan lansia peserta dan bukan peserta adalah pegal-pegal. Rata-rata lama sakit terpanjang pada lansia peserta adalah penyakit ISPA, sedangkan pada lansia bukan peserta adalah TBC. Frekuensi sakit yang paling sering diderita dalam satu bulan terakhir, baik oleh peserta maupun bukan peserta adalah demam. Berdasarkan tindakan pengobatan, persentase terbesar lansia peserta memilih pergi ke puskesmas, sedangkan lansia bukan peserta memilih untuk menggunakan obat warung dalam mengatasi gangguan kesehatan yang dialami.

Menurut kategori tingkat depresi, sebanyak 73,3% lansia peserta dan 66,7% lansia bukan peserta tergolong kategori normal. Hasil uji Mann Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) tingkat depresi pada kedua kelompok. Bagian terbesar status gizi lansia peserta (46,7%) dan lansia bukan peserta (56,7%) berstatus gizi normal. Hasil uji T menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata (p>0,05) status gizi pada kedua kelompok.

(5)
(6)

KERAGAAN KONSUMSI PANGAN, STATUS KESEHATAN,

TINGKAT DEPRESI DAN STATUS GIZI LANSIA PESERTA

DAN BUKAN PESERTA PROGRAM

HOME CARE

DI TEGAL ALUR, JAKBAR

ANNE PUSPITASARI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Gizi pada

Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(7)

Judul : Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi dan Status Gizi Lansia Peserta dan Bukan Peserta Program Home Care di Tegal Alur, Jakbar

Nama : Anne Puspitasari NIM : I14061204

Disetujui : Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Drh. Clara M. Kusharto, M.Sc NIP 19510719 198403 2 001

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001

(8)

PRAKATA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Keragaan Konsumsi Pangan, Status Kesehatan, Tingkat Depresi dan Status Gizi Lansia Peserta dan Bukan Peserta Program Home Care di Tegal Alur, Jakbar” dilakukan sebagai salah satu syarat guna

memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. drh. Clara M Kushatro, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi. 2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pemadu seminar dan penguji

atas masukan dan kritikan yang telah diberikan.

3. Dra. Eva A. J. Sabdono, MBA selaku ketua Yayasan Emong Lansia (YEL) beserta staff lainnya, terutama Ibu Dida Soerodjo, yang telah memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian

4. Drs. Sofyan Manurung selaku koordinator lapang YEL, Ibu Suciati selaku koordinator pendamping, ibu-ibu pendamping home care yang telah membantu kelancaran penelitian serta para lansia yang telah bersedia diwawancarai.

5. Bapak, mamah, adik, kakak serta keluarga tercinta atas doa, dukungan dan nasihat yang tiada henti diberikan.

6. Fitria Dwinanda dan Sulastri yang telah meluangkan waktu dan membantu penulis saat pengambilan data.

7. Karlina, Merita, Siti Masturoh dan Lutfhi selaku pembahas seminar

8. Teman-teman Pondok Assalamah (Mba Tatik, Dewi, Ninda, Evi, Siti, Mey, Mai, Fathin, Ayu) yang telah memberikan dukungan dan bantuannya selama penulisan skripsi serta terima kasih atas kehangatan seperti keluarga yang telah dihadirkan selama kebersamaan kita.

(9)

10. Teman – teman Gizi Masyarakat 43 atas segala dukungan yang telah diberikan serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberikan informasi baru dan bermanfaat bagi semua.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bogor, Mei 2010

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Garut, Jawa Barat pada tanggal 9 Mei 1988. Penulis merupakan anak ke empat dari lima bersaudara dari keluarga Bapak Dede Setiawan dan Ibu Ai Sumiati. Pendidikan SD ditempuh pada tahun 1994 – 2000 di SDN Tarogong 2. Penulis melanjutkan sekolah di SLTPN 1 Garut pada tahun 2000 – 2003. Pendidikan menengah atas ditempuh penulis pada tahun 2003 – 2006 di SMA 1 Tarogong Kidul.

Penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Pada tahun 2007, penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai staf Divisi Klub Peduli Pangan dan Gizi (KPPG) HIMAGIZI 2007/2008. Penulis juga tercatat sebagai sekertaris OMDA (Organisasi Mahasiswa Daerah) Garut 2008/2009. Selain itu, penulis aktif dalam berbagai kepanitiaan yang diselenggarakan oleh HIMAGIZI, BEM Fakultas Ekologi Manusia dan OMDA Garut.

(11)

DAFTAR ISI

Latar Belakang Penyelenggaraan Home Care ... 29

Tahapan Penyelenggaraan Home Care ... 30

Frekuensi, Jumlah, dan Jenis Konsumsi Pangan ... 44

(12)

Status Kesehatan ... 53

Keluhan Kesehatan ... 53

Jenis Penyakit dan Keluhan Kesehatan ... 54

Lama dan Frekuensi Sakit ... 55

Tindakan Pengobatan ... 56

Tingkat Depresi ... 57

Status Gizi ... 60

Hubungan Antarvariabel ... 61

Hubungan Status Kesehatan (Penyakit Infeksi) dengan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 61

Hubungan Status Kesehatan (Keberadaan Keluhan) dengan Tingkat Depresi ... 61

Hubungan Tingkat Depresi dengan Tingkat Kecukupan Zat Gizi ... 62

Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Gizi dengan Status Gizi ... 62

Hubungan Status Kesehatan (Penyakit Infeksi) dengan Status Gizi ... 62

KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

Kesimpulan ... 63

Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Angka kecukupan gizi untuk lansia per orang per hari ... 7 2 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT pada populasi Asia ... 15 3 Variabel dan indikator data yang dianalisis ... 24 4 Perbedaan pelayanan yang diperoleh lansia peserta dan

bukan peserta home care ... 37 5 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut usia .... 40 6 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

jenis kelamin ... 40 7 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

tingkat pendidikan ... 41 8 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

pekerjaan ... 41 9 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

sumber pendapatan ... 42 10 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

status pernikahan ... 43 11 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

living arrangement ... 43 12 Frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber karbohidrat

peserta dan bukan peserta home care ... 44 13 Frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber protein hewani

peserta dan bukan peserta home care ... 45 14 Frekuensi dan jumlah konsumsi pangan sumber protein nabati

peserta dan bukan peserta home care ... 46 15 Frekuensi dan jumlah konsumsi sayur-mayur peserta dan

bukan peserta home care ... 47 16 Frekuensi dan jumlah konsumsi buah-buahan peserta dan

bukan peserta home care ... 49 17 Frekuensi dan jumlah konsumsi pangan lainnya peserta dan

bukan peserta home care ... 50 18 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi peserta dan

bukan peserta home care ... 51 19 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut

keberadaan keluhan kesehatan ... 53 20 Sebaran peserta dan bukan peserta home care menurut jenis

(14)

Nomor Halaman 21 Rata-rata lama dan frekuensi sakit selama satu bulan

terakhir ... 56 22 Tindakan pengobatan yang dilakukan peserta dan bukan

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Alat pengukur tinggi lutut, kaliper (kiri) dan papan kayu

pembentuk 900 ... 14 2 Posisi lutut membentuk 900 ... 14 3 Cara pengukuran tinggi lutut posisi terlentang ... 14 4 Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi status gizi

pada lansia ... 20 5 Sebaran jawaban SDG per pertanyaan ... 57 6 Sebaran tingkat depresi lansia peserta dan bukan peserta

home care ...

59

7 Sebaran status gizi lansia peserta dan bukan peserta

home care menurut IMT ...

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Jenis pangan yang biasa dikonsumsi peserta dan bukan

peserta home care ... 68 2 Rata-rata konsumsi, angka kecukupan dan tingkat kecukupan

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan sumberdaya manusia di Indonesia, terutama di bidang kesehatan berdampak pada penurunan angka kelahiran, penurunan kematian bayi, penurunan fertilitas dan peningkatan usia harapan hidup. Peningkatan usia harapan hidup menyebabkan bertambahnya jumlah penduduk usia lanjut. Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2010) melaporkan bahwa Indonesia memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena pada tahun 2000 jumlah penduduk yang berusia diatas 60 tahun sebesar 7,18 persen. Pada tahun 2010 diperkirakan usia harapan hidup penduduk Indonesia adalah 67,4 tahun dengan jumlah lansia mencapai 23,9 juta jiwa (9,77%) dan diperkirakan akan menjadi 28 juta lebih pada tahun 2020.

Namun di satu sisi, adanya peningkatan jumlah lansia berdampak timbulnya berbagai masalah jika tidak ditangani dengan segera. Salah satu masalah yang mungkin terjadi adalah terkait gizi. Beberapa kelompok dalam populasi lansia beresiko terkena malnutrisi. Malnutrisi pada lansia sama halnya seperti pada balita atau dewasa, lansia dapat mengalami gizi kurang maupun gizi lebih. Boedhi-Darmoyo (1995) diacu dalam Muis (2006) melaporkan bahwa lansia di Indonesia yang ada dalam keadaan kurang gizi sejumlah 3,4 persen, berat badan kurang sebesar 28,3 persen, berat badan ideal berjumlah 42,4 persen, berat badan lebih ada 6,7 persen dan obesitas sebanyak 3,4 persen.

Masalah gizi pada lansia dapat disebabkan oleh perubahan lingkungan dan status kesehatan mereka. Secara alamiah lansia akan mengalami kemunduran (degenerasi) fungsi organ-organ tubuh. Sari (2006) menambahkan dengan semakin bertambahnya usia maka kemampuan indera penciuman dan pengecapan mulai menurun. Selain itu, hilangnya sebagian geligi sering menimbulkan lansia tidak nafsu makan dan menyebabkan berkurangnya asupan makanan pada lansia. Faktor kesehatan yang berperan dalam masalah gizi adalah naiknya insidensi penyakit degeneratif dan nondegeneratif yang berakibat pada perubahan asupan makanan, perubahan absoprsi dan utilisasi zat-zat gizi pada tingkat jaringan serta penggunaan obat-obat tertentu yang harus diminum lansia karena penyakit yang sedang diderita (Muis 2006).

(18)

menyebabkan memburuknya keadaan gizi lansia (Muis 2006). Perubahan-perubahan pada tingkat demografi, lingkungan fisik serta sosial dapat menempatkan lansia pada posisi yang sulit sehingga memungkinkan lansia mengalami gejala depresi. Harris (2004) menyatakan bahwa depresi dapat mempengaruhi nafsu makan, asupan makanan, berat badan dan kesejahteraan secara keseluruhan.

Home care atau pelayanan berbasis keluarga merupakan salah satu sistem pelayanan yang dicoba oleh Depsos untuk mengatasi keterbatasan PSTW (Panti Sosial Tresna Werdha) dalam memberikan pelayanan pada lansia terlantar. Saat ini home care sudah berjalan di 10 provinsi di Indonesia, salah satunya di Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat. Home care di Tegal Alur telah menyelenggarakan berbagai pelayanan untuk meningkatkan kualitas hidup lansia peserta home care seperti pelayanan sosial, pelayanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan lansia. Akan tetapi karena keterbatasan pendamping, belum seluruhnya lansia terlantar di Tegal Alur mendapatkan pelayanan yang sama. Berkaitan dengan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mempelajari konsumsi pangan, status kesehatan, tingkat depresi dan status gizi lansia peserta dan bukan peserta home care di Tegal Alur, Jakarta Barat.

Tujuan

Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah mempelajari keragaan konsumsi pangan, status kesehatan, tingkat depresi dan status gizi lansia peserta dan bukan peserta home care.

Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi penyelenggaraan home care di Tegal Alur

2. Mengidentifikasi karakteristik contoh, meliputi usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, status pernikahan, dan living arrangement lansia peserta dan bukan peserta home care

3. Membandingkan konsumsi pangan lansia peserta dan bukan peserta home care

4. Membandingkan status kesehatan lansia peserta dan bukan peserta home care

(19)

6. Membandingkan status gizi lansia pesertadan bukan peserta home care 7. Menganalisis hubungan antara konsumsi pangan, status kesehatan, dan

tingkat depresi dengan status gizi lansia.

Kegunaan

(20)

TINJAUAN PUSTAKA

Lansia

Istilah usia lanjut menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. World Health Organization (WHO) diacu dalam Komnas Lansia (2008) menggolongkan lansia berdasarkan aspek kronologis (batasan usia) menjadi:

1. usia pertengahan (middle age): usia 45-59 tahun 2. usia lanjut (elderly): 60-74 tahun

3. usia tua (old): 75-90 tahun

4. usia sangat tua (very old): diatas 90 tahun

Dahlan diacu dalam Arisman (2004) menyatakan bahwa di Indonesia orang dikatakan lansia jika telah berumur di atas 60 tahun. Jika mengacu pada usia pensiun, lansia ialah mereka yang telah berusia di atas 56 tahun.

Proses Penuaan

Penuaan merupakan proses yang terjadi dari awal kelahiran hingga kematian. Penuaan, periode hidup setelah usia 30 tahun, adalah proses yang melibatkan seluruh tubuh. Selama periode pertumbuhan, proses anabolik melebihi perubahan katabolik. Ketika tubuh mencapai kedewasaan fisiologis, laju katabolik atau perubahan degeneratif mungkin lebih tinggi dibanding laju anabolik. Hasil akhir berkurangnya sel dapat membawa pada penurunan efisiensi dan gangguan fungsional pada berbagai tingkat. (Harris 2004).

Secara alami fungsi fisiologis dalam tubuh lansia menurun seiring pertambahan usianya. Perubahan fungsi fisiologis yang terjadi pada lansia pada dasarnya meliputi penurunan kemampuan sistem syaraf, yaitu pada indera penglihatan, pendengaran, peraba, perasa, dan penciuman. Selanjutnya perubahan ini juga mengakibatkan penurunan sistem pencernaan, sistem syaraf, sistem pernapasan, sistem endokrin, sistem kardiovaskular hingga penurunan kemampuan muskuloskeletal (Fatmah 2010).

(21)

kemampuan melawan infeksi berkurang dan meningkatnya kejadian penyakit infeksi pada lansia. (Harris 2004).

Susunan makanan yang tidak memenuhi kebutuhan gizi tubuh, dapat menciptakan dua kemungkinan, yaitu keadaan gizi kurang dan keadaan gizi lebih (kegemukan/ obesitas). Keadaan obesitas ini banyak dipengaruhi oleh kegiatan yang berlebihan dari kelenjar hipotalamus, banyaknya sel-sel lemak tubuh, umur para lanjut usia, aktivitas jasmani yang kurang, faktor psikologis, faktor keturunan, dan faktor endokrin. Keadaan ini sering pula menimbulkan gangguan dalam tubuh secara mekanis, secara metabolik, traumata/ kecelakaan, maupun gangguan kardiovaskuler (Astawan & Wahyuni 1988).

Menurut Arisman (2004) terjadi beberapa kemunduran dan kelemahan yang bisa diderita oleh lansia yaitu:

1. pergerakan dan kelemahan lansia 2. intelektual terganggu (demensia) 3. isolasi diri (depresi)

4. inkontinensia dan impotensia 5. defisiensi imunologis

6. infeksi, konstipasi, dan malnutrisi 7. latrogenesis dan insomnia

8. kemunduran penglihatan, pendengaran, pengecapan, pembauan, komunikasi, dan integritas kulit

9. kemunduran proses penyembuhan.

Konsumsi Pangan dan Zat Gizi

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau sekelompok orang tertentu dengan jumlah tertentu. Konsumsi pangan erat kaitannya dengan masalah gizi dan kesehatan serta perencanaan produksi pangan. Jenis dan jumlah pangan merupakan hal yang penting dalam menghitung jumlah zat gizi yang dikonsumsi (Hardinsyah & Briawan 1994). Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi, pada gilirannya zat gizi tersebut berfungsi untuk menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses dalam tubuh, dan pertumbuhan serta memperbaiki jaringan tubuh.

(22)

susunan zat gizi jenis makanan yang lain sehingga diperoleh asupan yang seimbang. Selain itu, konsumsi makanan yang lebih beragam dapat memperbaiki kecukupan akan zat-zat gizi dan menunjukkan perlindungan terhadap serangan berbagai penyakit kronik yang berhubungan dengan proses penuaan (Wirakusumah 2001).

Metode Food Frequency Questionnaire (FFQ)

Food Frequency Questionnaire (FFQ) bertujuan untuk menilai frekuensi pangan atau kelompok pangan yang dikonsumsi pada selang waktu tertentu. Sebenarnya FFQ didisain untuk menyediakan data mengenai pola konsumsi pangan secara deskriptif kualitatif. Akan tetapi dengan menambahkan perkiraan jumlah porsi yang dikonsumsi, metode menjadi semi-kuantitatif sehingga memungkinkan penghitungan energi dan zat gizi terpilih (Gibson 2005). Metode ini terdiri dari dua komponen dasar yaitu daftar makanan dan frekuensi konsumsi untuk melaporkan seberapa sering suatu makanan dikonsumsi.

Keuntungan FFQ terletak pada beban kerja yang relatif rendah bagi responden disamping analisis kuesioner ini yang cukup sederhana dan murah karena dapat dilakukan sendiri serta dapat dipindai dengan mesin. Kerugian FFQ terdapat pada keharusan responden melakukan tugas kognitif yang levelnya cukup tinggi untuk memperkirakan frekuensi dan ukuran takaran saji yang lazim (Pietinen & Patterson 2009).

Pengukuran asupan makanan pada lansia secara retrospektif yang memerlukan konfirmasi kurang tepat dilakukan. Tidak satupun metode dietary assessment menghasilkan estimasi kebutuhan energi umum yang akurat pada lansia karena adanya defisit memori atau gangguan lainnya. Dietary history dan dietary record tampaknya menghasilkan nilai under-estimate pada makanan yang dikonsumsi lansia. Penggunaan FFQ lebih tepat digunakan bagi lansia untuk menilai rata-rata asupan zat gizi daripada metode food weighing yang memerlukan waktu lama dan biaya yang mahal. Metode FFQ yang menggunakan ukuran porsi (semi-kuantitatif) dapat memberikan estimasi jumlah makanan atau zat gizi yang dikonsumsi pada masa lampau (Sanjur & Maria 1997 dalam Fatmah 2010).

(23)

penggunaan vitamin dan mineral tambahan serta makanan bermerek lain. (Arisman 2004).

Kebutuhan gizi pada lansia secara umum sedikit lebih rendah dibandingkan kebutuhan gizi di usia dewasa. Kondisi ini merupakan konsekuensi terjadinya penurunan tingkat aktivitas dan metabolisme basal tubuh para lansia. Angka kecukupan gizi yang dianjurkan merupakan patokan bagi lansia yang sehat. Akibatnya, kecukupan gizi tersebut bersifat fleksibel dan tidak mutlak (Wirakusumah 2001). Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII (2004) mengelompokkan angka kecukupan yang dianjurkan untuk usia 50-64 tahun dan diatas 65 tahun sebagai berikut:

Tabel 1 Angka kecukupan zat gizi untuk lansia per orang per hari

Zat Gizi

Angka Kecukupan Gizi

Pria Wanita

50-64 tahun >65 tahun 50-64 tahun >65 tahun

Energi (Kal) 2250 2050 1750 1600

Protein (g) 60 60 50 45

Kalsium (mg) 800 800 800 800

Fofor (mg) 600 600 600 600

Vitamin A (RE) 600 600 500 500

Vitamin C (mg) 90 90 75 75

Energi

Manusia membutuhkan energi untuk mempertahankan hidup, menunjang pertumbuhan dan melakukan aktivitas fisik. Energi yang dibutuhkan lansia berbeda dengan energi yang dibutuhkan oleh orang dewasa karena perbedaan aktivitas fisik yang dilakukan. Selain itu, energi juga dibutuhkan oleh lansia untuk menjaga sel-sel maupun organ-organ dalam tubuh agar bisa tetap berfungsi dengan baik walaupun fungsinya tidak sebaik seperti saat masih muda (Fatmah 2010).

Energi diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein yang ada di dalam makanan. Kandungan karbohidrat, lemak dan protein suatu bahan makanan menentukan nilai energinya. Sumber energi berkonsentrasi tinggi adalah bahan makanan sumber lemak seperti lemak dan minyak, kacang-kacangan dan biji-bijian. Selain itu bahan makanan sumber karbohidrat seperti padi-padian, umbi-umbian, dan gula murni (Almatsier 2004).

Protein

(24)

tubuh akan berubah menjadi asam amino yang sangat berguna bagi tubuh yaitu untuk membangun dan memelihara sel, seperti sel otot, tulang, enzim, dan sel darah merah (Fatmah 2010).

Rekomendasi asupan protein pada lansia tidak berubah, beberapa studi menunjukkan bahwa asupan protein 1g/kg berat badan dibutuhkan untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen tubuh. Akan tetapi konsumsi protein 1-1,25g/kg berat badan secara umum aman untuk lansia. Kebutuhan akan protein akan meningkat sejalan dengan adanya penyakit akut dan kronis (Harris 2004).

Bahan makanan hewan merupakan sumber protein yang baik, dalam jumlah maupun mutu seperti telur, susu, daging, unggas, ikan, dan kerang. Sumber protein nabati adalah kacang kedelai dan hasilnya, seperti tahu dan tempe serta kacang-kacangan lainnya. Kacang kedelai merupakan sumber protein nabati yang mempunyai mutu tertinggi (Almatsier 2004).

Mineral

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat di dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau sekitar 1 kg. Lebih dari 99 persen, berada di tulang dan gigi bersama fosfor membetuk kalsium fosfat, zat keras yang memberikan kekakuan pada tubuh. Kalsium juga hadir dalam serum darah dalam jumlah kecil namun memegang peranan penting (Latham 1997). Secara umum, fungsi kalsium bagi lansia adalah sebagai komponen utama tulang dan gigi, berperan dalam kontraksi dan relaksasi otot, fungsi saraf, proses penggumpalan darah, menjaga tekanan darah agar tetap normal serta sistem imunitas tubuh (Fatmah 2010).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitata, dan oksalat (Almatsier 2004).

(25)

makanan, terutama makanan kaya protein seperti daging, ayam, ikan, telur, susu dan hasil olahannya, kacang-kacangan dan hasil olahannya, serta serealia (Almatsier 2004).

Vitamin

Vitamin merupakan senyawa kimia yang sangat esensial bagi tubuh walau ketersediaannya dalam tubuh dalam jumlah sedemikian kecil dan diperlukan bagi kesehatan dan pertumbuhan tubuh yang normal. Terdapat beberapa jenis vitamin yang bermanfaat bagi sistem imunitas tubuh dan mencegah timbulnya radikal bebas pada lansia, misalnya vitamin A dan vitamin C (Fatmah 2010).

Vitamin A adalah vitamin larut lemak yang pertama ditemukan. Vitamin A esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi tubuh seperti penglihatan, diferensiasi sel, fungsi kekebalan, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi, pencegahan kanker dan penyakit jantung, dan lain-lain (Almatsier 2004).

Sumber vitamin A yang sudah terbentuk (performed) hanya terdapat pada pangan hewani seperti hati, minyak hati ikan, kuning telur sebagai sumber utama. Sayuran, terutama sayuran berdaun hijau dan buah berwarna kuning-jingga mengandung karotenoid provitamin A (Gibson 2005).

Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Pada lansia, vitamin C bermanfaat menghambat berbagai penyakit. Fungsinya antara lain meningkatkan kekebalan tubuh, melndungi dari serangan kanker, melindungi arteri, meremajakan dan memproduksi sel darah putih, mencegah katarak, memperbaiki kualitas sperma, dan mencegah penyakit gusi (Fatmah 2010).

Vitamin C pada umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam seperti, nenas, rambutan, jeruk, pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga terdapat di dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2004).

Status Kesehatan

(26)

(Smet 1994). Secara umum, status kesehatan pada lansia tidak sebaik saat usia muda. Seringkali lansia menderita berbagai penyakit yang umumnya terjadi akibat penurunan fungsi organ tubuh (McKenzie et. al. 2008).

Penyakit adalah kegagalan tubuh dalam beradaptasi. Secara jelas penyakit adalah terganggu atau tidak berlangsungnya fungsi-fungsi psikis dan fisik, yaitu ada kelainan dan penyimpangan yang mengakibatkan kerusakan dan bahaya pada organ/ tubuh sehingga bisa mengancam kehidupan (Sarafino 1994). Beberapa pengarang membagi pengertian penyakit ini menjadi penyakit communicable (yang dapat menular) dan non-communicable (yang tidak dapat menular) (WHO-SEARO 1986, Diekstra 1989). Akan tetapi ada juga yang membagi penyakit menjadi penyakit infeksi dan penyakit kronis (Smet 1994).

Penyakit-penyakit infeksi adalah penyakit-penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri atau virus di dalam tubuh (Sarafino 1994). Sebagai contoh malaria, cacar air, diare, influenza, tipus, dll. Penyakit-penyakit kronis adalah penyakit-penyakit degeneratif yang berkembang selama kurun waktu yang lama seperti jantung, kanker dan stroke. Umumnya, penyakit kronis adalah non-communicable (tidak menular) sedangkan penyakit infeksi adalah communicable (menular). Akan tetapi, tidak semua penyakit ini cocok untuk kategori penyakit infeksi maupun kronis seperti AIDS. AIDS adalah penyakit infeksi (communicable) karena disebabkan oleh virus dan penyakit kronis (ciri-ciri degeneratif dan waktu lama) (Smet 1994).

Penyakit atau gangguan kesehatan pada orang usia lanjut umumnya berupa penyakit-penyakit kronik-menahun dan degeneratif, seperti penyakit hipertensi, diabetes mellitus, osteoporosis, demensia, gangguan jantung, gangguan pencernaan, gangguan pernapasan, gangguan keseimbangan, gangguan penglihatan, gangguan pengunyahan dan sebagainya. Selain itu, pada usia lanjut di Indonesia penyakit-penyakit infeksi akut juga masih sering terjadi, misalnya infeksi saluran pernapasan atas (radang tenggorokan, influenza) atau infeksi saluran pernapas bawah (pneumonia, tbc), infeksi saluran kemih, infeksi kulit (Rahardjo et al. 2009).

(27)

sisi lain keberadaan penyakit, penyakit infeksi, akan meningkatkan kebutuhan tubuh terhadap zat gizi. Seseorang yang mengalami peyakit akan kehilangan nafsu makan sehingga berdampak pada menurunnya asupan energi dan zat gizi. Hal ini akan memperburuk kondisi tubuh dan membawa pada kondisi kurang gizi. Suhardjo (2008) menambahkan bahwa antara infeksi dan status gizi kurang terdapat pola interaksi bolak-balik. Infeksi menimbulkan efek langsung pada katabolisme jaringan. Walaupun hanya terjadi infeksi ringan sudah menimbulkan kehilangan nitrogen.

Tingkat Depresi

Lansia merasa khawatir dengan kesehatan mental mereka, khususnya mereka fokus pada mulai menurunnya ingatan. Menurunnya ingatan memungkinkan berdampak negatif mempengaruhi kemampuan merawat diri dari hari ke hari dan berfungsi secara independen. Salah satu masalah mental yang dialami lansia adalah depresi (Mezey et. al 1993). Depresi adalah istilah yang akrab digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Depresi adalah penyakit medis yang ditandai dengan kesedihan terus menerus, kekecewaan dan hilangnya harga diri. Depresi mungkin disertai dengan menurunnya energi dan konsentrasi, masalah tidur (insomnia), menurunnya nafsu makan, kehilangan berat badan, dan sakit jasmani (Medical Encyclopedia 2010).

Depresi bukanlah bagian normal dari penuaan. Depresi merupakan sakit yang dapat menimbulkan dampak serius jika tidak dikenali dan diobati. Depresi merupakan masalah yang meluas diantara lansia, akan tetapi seringkali tidak dapat secara baik dikenali atau dideteksi pada lansia. Gejala seperti rasa sedih, gangguan tidur dan nafsu makan atau perubahan suasana hati mungkin dianggap sebagai bagian normal pada lansia. Orang-orang terakadang menganggap bahwa masalah dengan ingatan atau konsentrasi disebabkan oleh perubahan berpikir terkait penuaan dibandingkan karena depresi. Lansia mengalami kesulitan untuk berbicara mengenai perasaan sedih atau depresi (Better Health Channel 2010).

Smith (2010) menyebutkan beberapa faktor risiko yang dapat memicu depresi. Namun, tidak semua depresi dapat ditelusuri penyebabnya. Faktor risiko depresi pada lansia diantaranya:

(28)

2. Hilangnya tujuan hidup. Perasaan hilangnya tujuan hidup atau identitas diri karena masa pensiun atau keterbatasan aktivitas fisik

3. Masalah kesehatan. Sakit, disabilitas, penyakit kronis, menurunnya fungsi kognitif, serta berbagai penyakit lain yang mengakibatkan perubahan tubuh 4. Pengobatan. Penggunaan beberapa obat dapat meningkatkan risiko

terkena depresi

5. Takut. Rasa takut akan kematian atau kekhwatiran tentang masalah keuangan serta kesehatan

6. Kehilangan mendadak. Kehilangan pasangan hidup, teman, keluarga bahkan binatang peliharaan dapat memicu rasa tertekan pada lansia

Wirakusumah (2001) menyebutkan bahwa perubahan lingkungan sosial, kondisi yang terisolasi, kesepian dan berkurangnya aktivitas menjadikan para lansia mengalami rasa frustasi dan kurang bersemangat. Akibatnya, selera makan terganggu dan pada akhirnya dapat mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan. Oleh karena itu, kondisi mental yang tidak sehat secara tidak langsung dapat memicu terjadinya status gizi yang buruk.

Skala Depresi Geriatrik

Skala depresi dapat bermanfaat untuk memeriksa depresi atau distres psikologi menyeluruh. Skala Depresi Geriatrik (SDG) didisain sebagai alat tes skrining depresi pada lansia. Konsep dasar dari SDG, depresi pada lansia sama halnya seperti pada orang muda (gangguan tidur, hilangnya berat badan, pesimis akan masa depan) sebagai efek penuaan atau karena sakit jasmani. Skala depresi geriatrik (SDG) didisain secara sederhana, jelas, dan skala pelaporan sendiri. Meskipun secara normal, SDG didisain sebagai skala pelaporan sendiri, SDG juga dapat dibacakan oleh pewawancara dan wawancara melalui telepon.

(29)

klinis dan penelitian. Validasi dibandingkan dengan SDG versi panjang dengan nilai r=0,84 (McDowell 2006). Penelitian Matsubayashi et al. (2003) yang dilakukan di Bandung dan Karawang menyebutkan bahwa SDG versi pendek memiliki nilai sensitivitas (88% - 92%) dan spesifisitas (62% - 81%) yang cukup tinggi.

Status Gizi

Status gizi merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk ke dalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient output) akan zat gizi tersebut. Kebutuhan akan zat gizi ditentukan oleh banyak faktor, seperti tingkat metabolisme basal, tingkat pertumbuhan, aktivitas fisik dan faktor yang bersifat relatif yaitu gangguan pencernaan (ingestion), perbedaan daya serap (absorption), tingkat penggunaan (utilization), dan perbedaan pengeluaran dan penghancuran (excretion and destruction) dari zat gizi tersebut dalam tubuh (Supariasa et al. 2001).

Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi pada dasarnya merupakan proses pemeriksaan keadaan gizi seseorang dengan cara mengumpulkan data penting, baik yang bersifat objektif maupun subjektif, untuk kemudian dibandingkan dengan baku yang telah tersedia. Data objektif dapat diperoleh dari data pemeriksaan laboratorium perorangan serta sumber lain (Arisman 2004). Penilaian status gizi dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Penilaian secara langsung dapat dibagi menjadi empat yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik sedangkan secara tidak langsung dibagi menjadi tiga yaitu, survei konsumsi pangan, statistika vital, dan faktor ekologi (Supariasa et al. 2001).

Pemeriksaan antropometri adalah pengukuran variasi berbagai dimensi fisik dan komposisi tubuh secara umum pada bebagai tahapan umur dan derajat kesehatan. Pengukuran yang dilakukan meliputi berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas dan tebal lemak di bawah kulit dan khusus pada lansia adalah pola distribusi lemak (Muis 2006).

(30)

pengukuran tinggi lutut (menggunakan kaliper tinggi lutut) atau pengukuran rentang lengan (arm span) (Sari 2006). Tinggi lutut memiliki korelasi yang tinggi dengan tinggi badan dan mungkin digunakan untuk memprediksi tinggi badan seseorang dengan kifosis atau seseorang yang tidak mampu berdiri (Gibson 2005).

Tinggi lutut direkomendasikan oleh WHO (1995) untuk digunakan sebagai prediktor dari tinggi badan pada seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih (lansia). Tinggi lutut diukur dengan sebuah kaliper berupa tongkat pengukur yang dilengkapi dengan papan kayu untuk membentuk sudut 90 derajat. Gambar di bawah menunjukkan alat pengukur tinggi lutut:

Gambar 1 Alat pengukur tinggi lutut, kaliper (kiri) dan papan kayu 900(kanan) Tinggi lutut terlentang diukur pada kaki kiri yang dibengkokan pada lutut dengan sudut 90 derajat (Gambar 2). Salah satu ujung kaliper diposisikan di bawah, dibagian tumit, sedangkan yang satu lagi diposisikan di bagian atas bagian lutut (Gambar 3). Batang kaliper disejajarkan dengan tibia dan kemudian sedikit ditekan pada bagian ujung atas (tempurung lutut).

Gambar 2 Posisi lutut membentuk sudut 900

(31)

Indeks massa tubuh (IMT) merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan, maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Penggunaan IMT hanya berlaku bagi orang dewasa berumur di atas 18 tahun. Indeks massa tubuh (IMT) tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Selain itu, IMT juga tidak bisa diterapkan pada keadaan khusus (penyakit) lainnya seperti adanya edema, aitesis dan hepatomegalia (Supariasa et.al 2001). Nilai IMT diperoleh dengan membagi berat badan dalam kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter. Berikut merupakan kategori ambang batas IMT menurut WHO:

Tabel 2 Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT pada populasi Asia

Klasifikasi IMT kg/m2)

Underweight <18,5

Normal 18,5-25

Overweight >25

Obesitas >30

Sumber: WHO 2004 diacu dalam PDGKI 2008

Keadaan Gizi Lansia

Lansia merupakan golongan yang rawan mengalami malnutrisi. Azad (2002) mendefinisikan malnutrisi sebagai keadaan yang diakibatkan oleh terlalu rendahnya intake makronutrien (defisiensi protein, mineral, vitamin), terlalu banyak intake makronutrien (obesitas) atau berlebihannya jumlah zat-zat yang tidak diperlukan, seperti alkohol. Malnutrisi secara nyata dapat mempengaruhi kesejahteraan lansia, menyebabkan penurunan status fungsional dan membuat masalah medis semakin buruk.

Terjadinya kekurangan gizi pada lansia oleh karena sebab-sebab yang bersifat primer maupun sekunder. Sebab-sebab primer meliputi ketidaktahuan, isolasi sosial, hidup seorang diri, baru kehilangan pasangan hidup, gangguan fisik, gangguan indera, gangguan mental, dan kemiskinan hingga kurangnya asupan makanan. Sebab-sebab sekunder meliputi malabsorpsi, penggunaan obat-obatan, peningkatan kebutuhan zat gizi serta alkoholisme (Muis 2006). Faktor-faktor ini dapat menyebabkan malnutrisi pada lansia dan jika bergabung maka akan mengakibatkan keburukan nutrisi yang akhirnya dapat membahayakan status kesehatan mereka (Watson 2003).

(32)

dalam 6 bulan, 7,5 persen dalam 3 bulan atau 5 persen dalam 1 bulan dianggap sangat serius, karena berhubungan langsung dengan kesakitan dan kematian (Morley et al. 2009).

Kelebihan gizi pada lansia biasanya berhubungan dengan kemakmuran dan gaya hidup pada usia sekitar 50 tahun. Kondisi ekonomi yang makin membaik dan tersedianya makanan siap saji yang enak terutama sumber lemak, asupannya melebihi kebutuhan tubuh. Keadaan kelebihan gizi yang dimulai awal usia 50 tahun ini akan membawa lansia pada keadaan obesitas dan dapat pula disertai dengan munculnya berbagai penyakit metabolisme seperti diabetes mellitus dan dislipidemia (Muis 2006).

Home care

Home care adalah bentuk pelayanan pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah sebagai wujud perhatian terhadap lanjut usia dengan mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga (Depsos 2009a). Sabdono (2010) menambahkan bahwa home care merupakan pelayanan yang diberikan di rumah dan bukan di panti maupun di rumah sakit. Home care dapat dilakukan oleh anggota keluarga ataupun masyarakat. Home care pun dapat dilakukan oleh tenaga profesional atau tenaga sukarela. Akan tetapi meskipun dilakukan oleh masyarakat, hal ini bukanlah bermaksud untuk mengambil alih fungsi keluarga.

Home care dapat dilakukan siang ataupun malam hari. Hal ini memungkinkan lanjut usia untuk tetap tinggal di lingkungannya sendiri selama mungkin. Fungsi home care (Depsos 2009a) antara lain pencegahan, promosi, rehabilitasi, dan perlindungan serta pencegahan. Penyelenggaraan home care ditujukan bukan hanya bagi lansia itu sendiri, akan tetapi juga bagi keluarga lansia.

Depsos (2009b) menyebutkan bahwa tujuan penyelenggaraan home care antara lain:

1. meningkatkan kemampuan lanjut usia untuk menerima kondisi kemunduran fisik, fisiologis dan psikis

2. memenuhi kebutuhan dasar lanjut usia secara wajar

3. meningkatkan peran serta keluarga dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kesejahteraan lanjut usia

(33)

Penyelenggara home care adalah lembaga/yayasan/lembaga sosial/badan sosial/lembaga swadaya masyarakat/organisasi sosial/lembaga kesejahteraan sosial lainnya berstatus badan hukum maupun tidak berbadan hukum. Sebagai lembaga swadaya masyarakat, home care lanjut usia membangun kemitraan lintas disiplin dan lintas sektoral. Kemitraan lintas disiplin antara lain dengan pekerja sosial, dokter, perawat, ahli gizi, psikolog, rohaniawan, guru, pemadu kebugaran jasmani. Kemitraan lintas sektor antara lain pemerintah (dinas sosial, dinas kesehatan, pemerintah provinsi /kabupaten/ kota/ kecamatan/ kelurahan/ desa), perguruan tinggi dan dunia usaha (Depsos 2009a). Till (2001) menambahkan bahwa penyelenggara home care bisa individu, organisasi sosial, dan pemerintah seperti departemen kesehatan dan departemen sosial.

Bentuk pelayanan yang perlu disediakan dalam home care berupa perawatan sosial, pendampingan, dan pemenuhan kebutuhan lanjut usia. Perawatan sosial adalah bentuk pelayanan sosial kepada lanjut usia yang membutuhkan perawatan dengan jangka waktu lama. Bentuk perawatan sosial umumnya secara fisik maupun emosional yang bersifat non medis. Pendampingan sosial lanjut usia di rumah merupakan upaya membantu lanjut usia dan keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan lanjut usia yang bersangkutan (Depsos 2009b).

Till (2001) menyebutkan bahwa secara umum home care dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu pelayanan sosial dan perawatan kesehatan. Perawatan sosial mncakup dukungan emosional dan praktek. Hal ini termasuk bantuan merawat rumah, mengantar atau menyiapkan makanan, menemani lansia ke tempat-tempat penting, beberapa bantuan perawatan pribadi, dan pertemanan. Pelayanan sosial biasanya diberikan oleh anggota keluarga, teman, tetangga, sukarelawan dan pekerja sosial baik terlatih ataupun tidak. Perawatan kesehatan meliputi pemeriksaan kesehatan, pendidikan kesehatan, perawatan, dan terapi. Perawatan kesehatan biasanya diberikan oleh orang-orang terlatih dibawah pengawasan pekerja kesehatan profesional seperti dokter, perawat, terapis, atau pekerja sosial.

Terdapat beberapa jenis model penyelenggaraan home care, yaitu volunteer-based home help services, paid home help services, home nursing

(34)
(35)

KERANGKA PEMIKIRAN

Home care adalah bentuk pelayanan pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah sebagai wujud perhatian terhadap lansia lansia yang rentan, sakit, kesepian, dan tinggal sendiri dengan mengutamakan peran masyarakat berbasis keluarga. Home care memberikan pelayanan lanjut usia seperti pelayanan sosial, pelayanan kesehatan, dan pelayanan gizi. Lansia peserta home care mendapatkan seluruh pelayanan yang disediakan, tetapi bagi lansia bukan peserta home care hanya mendapatkan pelayanan kesehatan. Diduga, dengan pemberian berbagai pelayanan tersebut maka kondisi konsumsi pangan, status kesehatan, tingkat depresi dan status gizi lansia peserta home care akan lebih baik dibanding lansia bukan peserta home care.

(36)

Gambar 4 Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi status gizi pada lansia Karakteristik responden:

- Usia

- Jenis kelamin - Tingkat pendidikan - Pekerjaan

- Sumber pendapatan - Status pernikahan - Living arrangement

 Pelayanan sosial  Pelayanan kesehatan  Pelayanan gizi

peserta

Konsumsi Pangan

Status Gizi (IMT): Berat badan

Tinggi lutut Status Kesehatan: - Keluhan kesehatan - Lama sakit

- Frekuensi - Pengobatan

Tingkat Depresi bukan peserta

 Pelayanan kesehatan

Keterangan:

(37)

METODE

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian mengenai keragaan konsumsi pangan, status kesehatan, kondisi mental dan status gizi pada lansia peserta dan bukan peserta home care menggunakan disain cross sectional study. Peneliti melakukan observasi pada lansia tanpa melakukan intervensi. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive. Penelitian dilaksanakan di Kelurahan Tegal Alur untuk lansia peserta (binaan Yayasan Emong Lansia) dan bukan peserta home care. Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai November 2010.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Contoh dalam penelitian ini adalah lansia berusia 60 tahun ke atas. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Contoh yang diambil harus memenuhi kriteria lansia berusia 60 tahun atau lebih, tidak mengidap stroke atau gangguan ingatan (masih dapat mengingat kejadian lampau dengan cukup baik), dapat berkomunikasi dengan baik dan bersedia diwawancara sebagai responden.

Lansia peserta dan bukan peserta home care yang telah memenuhi kriteria inklusi kemudian diambil secara purposive, masing-masing 30 orang lansia. Penentuan lansia peserta dan bukan peserta home care yang dijadikan contoh atas bantuan pendamping (caregiver), disesuaikan dengan kriteria inklusi sama seperti lansia peserta home care. Jumlah seluruh responden adalah 60 orang lansia.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang akan dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data karakteristik responden (nama, umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, sumber pendapatan, status pernikahan, living arrangement), konsumsi pangan (jumlah, jenis dan frekuensi) satu bulan, data status gizi (berat badan dan tinggi lutut), status kesehatan (keluhan kesehatan, lama sakit, frekuensi sakit, dan tindakan pengobatan) sebulan terakhir, dan tingkat depresi satu minggu terakhir. Data sekunder meliputi data keadaan umum Yayasan Emong Lansia (YEL) serta pelaksanaan home care di Tegal Alur.

(38)

kuesioner. Konsumsi pangan dinilai dengan kuesioner FFQ semikuantitatif berisi bahan pangan yang telah disusun sebelumnya, lansia ditanyakan mengenai kebiasaan makan selama satu bulan terakhir sebelum wawancara serta bahan pangan lainnya yang mungkin dikonsumsi lansia tetapi tidak terdapat di dalam kuesioner. Hasil jawaban lansia kemudian akan dikonfirmasi ulang kepada keluarga atau pendamping yang menemani. Data status kesehatan yang terdiri dari keluhan kesehatan, lama sakit, frekuensi sakit, dan tindakan pengobatan ditanyakan satu bulan terakhir sebelum wawancara. Data status kesehatan diperoleh dengan penilaian subjektif berdasarkan hasil wawancara tanpa melakukan pemeriksaan klinis.

Tingkat depresi diukur dengan menggunakan kuesioner SDG versi pendek yang berisi 15 pertanyaan bersifat tertutup. Lansia ditanyakan mengenai kondisi sesuai dengan kuesioner SDG selama satu minggu terakhir sebelum wawancara. Jawaban diperoleh dengan menyanyakan pertanyaan kuesioner secara langsung maupun tidak langsung (sesuai dengan cerita yang disampaikan lansia selama proses wawancara). Pertanyaan terbuka diajukan untuk mengetahui berbagai alasan yang melatarbelakangi jawaban setiap pertanyaan sehingga dapat mendukung jawaban yang diberikan lansia.

Penilaian status gizi ditentukan berdasarkan pengukuran berat badan dan tinggi lutut. Pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak Health Scale yang memiliki ketelitian 1kg. Lansia berdiri di atas timbangan dan pandangan lurus kedepan tanpa menggenggam atau menyentuh apapun, sepatu, tas, barang lain dilepas, kemudian angka penunjuk dibaca. Tinggi lutut dipergunakan sebagai prediktor tinggi badan, diukur dengan menggunakan kaliper pengukur tinggi lutut (terbuat dari alumunium yang diberi pita meteran) dengan ketelitian 0,1cm. Tinggi lutut diukur dengan posisi berbaring (terlentang) pada kaki kiri, antara tulang tibia dan tulang paha membentuk 900, kemudian kaliper pengukur tinggi lutut ditempatkan sejajar tulang tibia, di antara tumit sampai bagia proksimal dari tulang platela, kemudian skala dibaca. Pengukuran tinggi lutut dilakukan dua kali pengukuran, kemudian diambil nilai rata-ratanya, untuk meningkatkan ketelitian pengukuran.

Pengolahan dan Analisis Data

(39)

dan cleaning data untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis dengan menggunakan program SPSS version 16.0 for Windows.

Pengolahan data konsumsi pangan menggunakan data yang diperoleh dari wawancara dengan kuesioner FFQ (food frequency questionnaire) semi kuantitatif. Data konsumsi dalam ukuran gram per hari kemudian dikonversi dengan program Microsoft Excel 2007 untuk mendapatkan kandungan energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan fosfor. Jumlah konsumsi energi dan zat gizi kemudian dibandingkan dengan Angka Kecukupan Gizi (WNPG 2004) untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi. Tingkat kecukupan dapat dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1990):

���� = ���� ��� 100%

Keterangan: TKGi = tingkat kecukupan zat gizi individu Ki = konsumsi zat gizi individu

AKGi = angka kecukupan zat gizi individu yang dianjurkan

Status kesehatan responden meliputi keluhan kesehatan, lama sakit, frekuensi sakit, dan tindakan pengobatan. Keluhan kesehatan dikelompokkan menjadi penyakit infeksi, non infeksi, dan berbagai keluhan lain. Lama sakit dan frekuensi sakit dianalisis berdasarkan rata-rata dan standar deviasi. Penyakit infeksi dikelompokkan menjadi penyakit diare, ISPA, demam, dan infeksi lainnya.

Tingkat depresi diukur dengan menggunakan Skala Depresi Geriatrik (SDG) versi pendek berisikan 15 pertanyaan. Jawaban dari pertanyaan diberi skor 1 dan 0 dengan skor maksimal 15. Beberapa pertanyaan ada yang bersifat invers (kebalikannya). Tingkat depresi dikelompokkan menjadi 4 kategori, yaitu normal (0-4), depresi ringan (5-8), depresi sedang (9-11), depresi berat (12-15) (McDowell 2006).

Pengolahan data status gizi menggunakan data hasil pengukuran berat badan dan tinggi lutut. Tinggi lutut digunakan sebagai prediksi tinggi badan. Fatmah et al.(2008) merekomendasikan model prediksi tinggi badan lansia, yaitu: Laki-laki : Prediksi TB = 56,343 + 2,102 tinggi lutut

Perempuan : Prediksi TB = 62,682 + 1,889 tinggi lutut

(40)

(IMT ≥ 25,0 kg/m2

), obesitas (IMT ≥ 30,0 kg/m2) (WHO 2004 diacu dalam PDGKI 2008).

Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan inferensia. Analisis deskriptif disajikan berupa tabel frekuensi, rata-rata dan standar deviasi pada variabel penyelenggaraan home care, karakteristik contoh, konsumsi pangan per golongan pangan, status kesehatan, tingkat depresi, dan status gizi. Uji statistik yang digunakan yaitu:

1. Uji beda, uji yang digunakan adalah uji T sampel independen (independent-sampel t test) untuk data rasio dan uji Mann Whitney untuk data ordinal. Perbedaan konsumsi dan tingkat kecukupan zat gizi serta status gizi lansia peserta dan bukan peserta home care dianalisis dengan uji T, sedangkan perbedaan tingkat depresi dan status kesehatan lansia peserta dan bukan peserta home care dianalisis dengan uji Mann Whitney.

2. Uji hubungan, Uji korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan tingkat kecukupan zat gizi dengan status gizi, hubungan lama sakit infeksi dengan tingkat kecukupan zat gizi, dan hubungan lama sakit infeksi dengan status gizi. Uji Person digunakan karena data kedua variabel bersifat rasio. Selain itu, untuk variabel data ordinal digunakan uji korelasi Spearman untuk menganalisis hubungan keluhan kesehatan dengan tingkat depresi dan hubungan tingkat depresi dengan tingkat kecukupan zat gizi.

Pengkategorian variabel disajikan pada tabel di bawah:

Tabel 3 Variabel dan indikator data yang dianalisis

No Variabel Kategori variabel

(41)

No Variabel Kategori variabel - Living arrangement 1. Tinggal sendiri

2. Tinggal bersama keluarga

1. Defisit tingkat berat (<70% AKG) 2. Defisit tingkat sedang (70-79% AKG) 3. Defisit tingkat ringan (80-89%AKG)

4. Normal (90-119% AKG)

2. Terdapat 1 jenis keluhan

3. Terdapat lebih dari 1 jenis keluhan

- Jenis penyakit dan

keluhan

1. Infeksi 2. Non infeksi 3. Keluhan

- Lama sakit Dianalisis berdasarkan rata-rata dan standar

deviasi

- Frekuensi sakit Dianalisis berdasarkan rata-rata dan standar

deviasi

- Tindakan pengobatan 1. Puskesmas

2. Dokter

(42)

Home care adalah bentuk pelayanan sosial bagi lansia, dibawah naungan

Yayasan Emong Lansia (YEL), yang dilakukan oleh pendamping berupa pelayanan minimal kunjungan satu kali dalam satu minggu, bantuan sembako perbulan, pelaksanaan kegiatan ramah lansia serta pelayanan kesehatan.

Peserta home care adalah lansia yang terdaftar sebagai lansia binaan YEL, mendapatkan pelayanan kunjungan minimal 1kali seminggu dari pendamping, bantuan sembako perbulan, serta pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dokter minimal 1kali dalam 1bulan di kegiatan ramah lansia, serta pelayanan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan setempat jika mengalami sakit diluar pemeriksaan rutin.

Bukan peserta home care adalah lansia yang tidak terdaftar sebagai lansia binaan YEL, mendapatkan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan dokter 1kali dalam 1bulan di kegiatan ramah lansia.

Tingkat pendidikan adalah tingkat pendidikan formal terakhir yang dijalani

lansia diukur dengan lamanya tahun pendidikan atau jenjang pendidikan Sumber pendapatan adalah asal biaya yang diperoleh atau dipergunakan lansia

untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya meliputi sandang, pangan, dan papan, tidak selalu dalam bentuk uang namun dapat dalam bentuk lain.

Living arrangement adalah pengaturan tempat tinggal lansia yang menunjukkan

keberadaan tinggal lansia.

Pekerjaan adalah aktifitas yang dilakukan oleh lansia dengan tujuan untuk

mendapatkan uang.

Status penikahan adalah status hubungan lansia dengan lawan jenisnya yang sah secara hukum (adat, agama, negara, dan sebagainya).

Konsumsi pangan adalah jumlah dan frekuensi pangan per kelompok pangan yang dikonsumsi lansia, diukur satu bulan terakhir dari waktu wawancara dengan menggunakan FFQ semi-kuantitatif.

Status kesehatan adalah kondisi lansia yang meliputi keluhan kesehatan, lama

sakit, frekuensi sakit dan tindakan pengobatannya selama 1 bulan terakhir.

(43)

Lama sakit adalah jumlah hari sakit yang dialami lansia sebulan terakhir dari waktu wawancara

Frekuensi sakit adalah jumlah pengulangan atau kekambuhan penyakit tertentu

yang dialami lansia sebulan terakhir dari waktu wawancara

Status gizi adalah keadaan gizi lansia yang ditentukan dengan pengukuran berat badan dan tinggi lutut untuk kemudian dihitung IIMT, dikategorikan menjadi, status gizi kurang (IMT < 18,5 kg/m2), normal (18,5 kg/m2 ≤ IMT ≤ 25 kg/m2), overweight (IMT > 25,0 kg/m2) dan obesitas (IMT ≥ 30,0 kg/m2).

(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Yayasan Emong Lansia

Yayasan Emong Lansia (YEL)- HelpAge Indonesia adalah organisasi non-profit berbasis masyarakat, didirikan pada tanggal 29 Mei 1996 di Jakarta oleh Steven King mewakili HelpAge Internasional, Mr. Cho Ki Dong (HelpAge Korea), Ibu Joyce Sosrohadikusumo dan Dr. Tony Setiabudhi, PhD. Terdaftar pada kantor Pemerintah Propinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Dinas Bina Mental Spiritual dan Kesejahteraan Sosial dengan nomor: 06.12160.118/076.6-B. Tujuan dari YEL untuk meningkatkan kualitas hidup warga usia lanjut yang memungkinkan mereka hidup secara terhormat. Visi dari YEL adalah lanjut usia sehat, mandiri, dan sejahtera sedangkan misi YEL adalah meningkatkan kualitas hidup warga lanjut usia secara berkesinambungan.

Program kerja yang dilakukan yaitu, home care, sponsor a grandparent, policy advokasi, access to helath services, pelatihan ITCOA, emergency relief and rehabilitation, dan informasi. Home care merupakan kunjungan ataupun pendampingan di rumah bagi lanjut usia yang rentan, sakit, kesepian, dan tinggal sendiri. Pilot project home care dilakukan di Tegal Alur yang kemudian diadopsi oleh Pemerintah, khususnya Departemen Sosial RI, menjadi Program Nasional pendampingan dan perawatan lanjut usia di rumah (Home Care) dengan SK Menteri Sosial RI No. 67/HUK/2006. Alasan diadopsinya program home care ini dikarenakan beberapa hal seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk mendirikan sebuah panti jompo (panti werdha), sumber daya manusia yang terbatas serta budaya Indonesia sendiri yang menganggap bahwa kurang pantas memasukan orangtua ke panti jompo. Hingga saat ini penyelenggaraan home care dibawah binaan YEL tidak saja dilakukan di Tegal Alur, tetapi juga dilakukan di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD).

Sponsor a grandparent berupa penggalangan dana untuk pelayanan sosial, terutama bagi lanjut usia yang kurang mampu di bidang pangan, sandang, kesehatan, spiritual, perbaikan tempat tinggal, olah raga dan rekreasi. Policy advokasi berupa Lokakarya Nasional yang menghasilkan Rencana Aksi Nasional (RAN) 2003-2008 dan Komisi Nasional Lanjut Usia dengan Keputusan Presiden No. 52 tahun 2004.

(45)

YEL sebagai fasilitator untuk membuka jejaring dengan puskesmas atau rumah sakit setempat sehingga lansia dapat melakukan pengobatan secara gratis. Pelatihan ITCOA (International Training Center on Aging) ditujukan bagi lanjut usia dan bagi mereka yang terlibat langsung dalam pelayanan baik lokal maupun internasional. Emergency relief and rehabilitation berupa bantuan sosial bencana dan sesudahnya sedangkan dalam bidang informasi, YEL menerbitkan majalah “Gerbang Lansia” secara berkala untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan lanjut usia itu sendiri untuk bersama-sama menanggulangi masalah yang dihadapi.

Struktur organisasi YEL:

Dewan Penangggung Jawab (Board of Trustees) 1. Ketua : Ibu Y.S. Nasution

2. Anggota : Ibu Soepardjo Roestam Ibu BRA Mooryati Soedibyo Dr. Tony Setiabudhi, PhD Dewan Penasehat (Board of Advisor)

1. Ibu Prof. Dr. Tri Budi W. Rahardjo 2. DR. Dr. Nugroho Abikusno, MSc. PhD 3. Bapak Dick S. Sapi-ie

Dewan Pelaksana

1. Ketua : Ibu Eva Sabdono, MBA 2. Wakil Ketua : Ibu Dida Soerodjo 3. Bendahara : Ibu Elfy B Santoso 4. Humas : Ibu Murniyati Arisandi Bidang Umum

1. Drs. Sofyan Manurung 2. H. Azhari

Sekertaris

1. Siti Rahmawati 2. Sundari

Home Care di Tegal Alur

Latar Belakang Penyelenggaraan Home Care

(46)

keluarga. Latar belakang diadakannya pilot project home care di Indonesia adalah mengingat kesepakatan antara pemerintahan Korea dan ASEAN Secretariat untuk mengembangkan home care sebagai pilot project di sepuluh negara anggota ASEAN melalui HeplAge Korea dan HelpAge Internasional. Pilot project home care di Indonesia dilaksanakan oleh YEL (HelpAge Indonesia), di Kelurahan Tegal Alur, Jakarta Barat mulai 1 Oktober 2003 hingga Maret 2006 dengan bantuan dana dari HelpAge Korea. Pemilihan tempat di Kelurahan Tegal Alur merupakan hasil rekomendasi Lokakarya Nasional tahun 2002 bersama Komnas Lansia. Lokakarya Nasional yang dihadiri kelompok sosial dan kelompok kesehatan memilih Tegal Alur sebagai daerah percontohan karena Tegal Alur merupakan daerah IDT (Inpres Desa Tertinggal). Lansia yang tinggal di daerah IDT rentan tinggal sendirian karena anak atau keluarga lainnya sibuk dengan aktivitas perekonomian.

Tahapan Penyelenggaraan Kegiatan Home Care

Proses penyelenggaraan home care di Tegal Alur meliputi sosialisasi, seleksi calon pendamping, pemantapan pendamping, pendataan lansia calon penerima layanan, implementasi program, serta monitoring, evaluasi, dan pelaporan. Penyelenggaraan home care diawali dengan proses sosialisasi. Sosialisasi dilakukan setelah penentuan lokasi, pada tahun 2004, kepada pihak pemerintah daerah mulai dari walikota, dinas sosial, kecamatan dan kelurahan serta organisasi-organisasi sosial yang peduli pada lansia seperti PSM (Pekerja Sosial Masyarakat), PMI (Palang Merah Indonesia) dan PKK. Tahapan kedua yang dilakukan adalah seleksi calon pendamping yang berasal dari masyarakat sekitar dan anggota organisasi-organisasi sosial peduli lansia. Awal pendataan terdaftar sejumlah 125 orang yang kemudian diseleksi dan diterima sebanyak 40 orang pendamping.

Selanjutnya pendamping yang telah terpilih diberikan pelatihan pertama oleh ITCOA. Pelatihan yang diberikan kepada pendamping dilakukan dengan dua cara yaitu berupa pemberian teori dan praktek lapang. Tenaga pendamping harus mempunyai pengetahuan dasar tentang teknik-teknik pendampingan dan perawatan lansia (non medis) untuk dapat memberikan pelayanan terhadap lansia antara lain:

a. permasalahan yang dihadapi lansia baik mental maupun fisik b. teknik komunikasi

Gambar

Gambar 3 Cara pengukuran tinggi lutut posisi terlentang
Gambar 4 Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi status gizi pada lansia
Tabel 3 Variabel dan indikator data yang dianalisis
Tabel 4 Perbedaan pelayanan yang diperoleh lansia peserta dan bukan peserta home care
+7

Referensi

Dokumen terkait

Diskusi kelas adalah sebuah rangkaian kegiatan pembelajaran kelompok di mana setiap kelompok mendapat tanggung jawab untuk mendiskusikan sesuai dengan tema/masalah/judul

1) Pemahaman siswa terhadap teknik dasar lompat jauh melalui media kardus membuat siswa bersemangat untuk melakukan pembelajaran dan semakin aktif untuk mencoba

Tabel 4.3 Gambaran indikator resiliensi remaja yang ditunjukkan oleh siswa SMKN 9 Bandung tahun akademik

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulisan skripsi dengan judul PENGARUH RASIO LIKUIDITAS, LEVERAGE,

Konsep tentang Locus of Control yang digunakan Rotter (1966) memiliki empat konsep dasar, yaitu a) Potensi perilaku yaitu setiap kemungkinan yang secara relatif

Universitas Sebelas Maret Surakarta dan Fakultas Seni Rupa dan

Dengan diketahuinya analisis rasio likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas (profitabilitas) yang dikemukakan sebelumnya, maka dapat diketahui kinerja keuangan

Secara spesifik penelitian ini bertujuan untuk: (1) mengetahui karakteristik individu masyarakat di Desa Bedoyo yang menyaksikan pertunjukan wayang purwa, (2) mengetahui