• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan"

Copied!
130
0
0

Teks penuh

(1)

EKONOMI KREATIF DALAM STRATEGI NAFKAH

MASYARAKAT NELAYAN

MOHAMAD IYOS ROSYID

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Mohamad Iyos Rosyid

(4)

ABSTRAK

MOHAMAD IYOS ROSYID. Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan. Dibimbing oleh SAHARUDDIN.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis perkembangan ekonomi kreatif di masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun. Menganalisis peran modal nafkah terhadap ekonomi kreatif sebagai strategi nafkah masyarakat nelayan. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat hubungan antara karakteristik ekonomi, karakteristik sosial, dengan bentuk strategi nafkah. Penelitian dilakukan menggunakan metode kuantitatif dengan didukung metode kualitatif. Secara umum, perkembangan ekonomi kreatif di Desa Muara Binuangeun sudah berlangsung lama. Namun, sektor ini baru teridentifikasi pada tahun 2000. Bagi masyarakat nelayan laut merupakan sumberdaya yang bersifat milik bersama (common property) dan memungkinkan siapapun untuk memanfaatkan ruang untuk berbagai kepentingan (open access), sehingga sektor laut dalam sumber ekonomi mengalami ketidakpastian. Hal itu yang menjadikan masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun memilih sektor ekonomi kreatif sebagai sumber pendapatan tambahan. Apalagi sektor ekonomi kreatif yang berkembang didukung oleh sektor pariwisata, karena Desa Muara Binuangeun merupakan tempat pariwisata yang menampilkan keindahan pantainya.

Kata kunci: ekonomi kreatif, masyarakat nelayan, strategi nafkah

ABSTRACT

MOHAMAD IYOS ROSYID Creative Economy in Fisherman’s Society Livelihoods Strategy. Supervised by SAHARUDDIN.

The purpose of this study is to analyze the development of creative economy in Muara Binuangeun's fisherman’s society. Analyzing the role of capital income to the creative economy as a livelihood strategy of fisherman’s society. Besides, the aim of this study is to examine the relationship between economic characteristics, social characteristics, to form a living strategy. The study was conducted using quantitative methods and supported by qualitative methods. In general, the development of the creative economy in the village of Muara Binuangeun longstanding. However, this new sector identified in the 2000. Marine fisherman’s society is a resource that is common property and allow anyone to utilize the space for various purposes (open access), so that the marine sector in the economy sources of uncertainty. That's the reason why the fisherman’s society of Muara Binuangeun choose the creative economy as a source of additional income. Moreover, a growing sector of the creative economy supported by tourism sector, because Muara Binuangeun a tourism spot featuring the beautiful beaches.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

EKONOMI KREATIF DALAM STRATEGI NAFKAH

MASYARAKAT NELAYAN

MOHAMAD IYOS ROSYID

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan Nama : Mohamad Iyos Rosyid

NIM : I34090044

Disetujui oleh

Dr Ir Saharuddin, MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah Livelihood Asset (Strategi Nafkah) dengan judul Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan.

Proses yang dilalui penulis dalam menyusun skripsi ini cukup panjang dan membutuhkan kerja keras. Penulis tidak luput dengan berbagai hambatan dan kesulitan yang menerpa di kala proses penyusunannya. Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan karena adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih yang setulus-tulusnya kepada berbagai pihak yang telah turut membantu dan mendukung dalam menyelesaikan skripsi ini. Sebagai bentuk penghargaan yang mendalam, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr Ir Saharuddin, MSi, selaku dosen pembimbing yang dengan telaten dan penuh kesabaran membantu penulis menyusun skripsi penelitian ini. Memberikan masukan yang berguna agar tercipta sebuah tulisan yang memiliki reliabilitas yang cukup baik. Bersedia meluangkan waktunya untuk berkonsultasi dan berdiskusi terkait dengan topik penulisan skripsi penelitian. 2. Ayah (Hanapi), Ibu (Rostiani, SPdI) serta adik-adik (Hasyrotul Hikmah dan

Piramadhani) yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta motivasi baik moril dan materil.

3. Iqbaludin Akbar dan Rizka Andini, teman satu bimbingan yang selalu memberikan semangat dan dukungan. Berbagi cerita terkait dengan penulisan skripsi penelitian, suka duka menulis.

4. Sahabat terbaikku Kang Nurul Hayat, MSi, Kang Yayan Saryani, SKPm, Indra Setiadi, Lulu Hanifah, Ajeng, Arif Rachman, Siska Oktavia, Lansa S, Rina Khaerunisa, Rahayu Arizona, Herma, Kak Elysa, Dewi, Ida, Kang Ramdhan, Kak Turasih, Kang Uu, Teh Ria, Ikna, dan Eka Daud yang senantiasa membantu dan mendukung serta menemani di kala penulis menghadapi dilema penulisan skripsi.

5. Masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun yang ikut membantu dalam kelancaran proses penelitian yaitu Kang Endang, Kang Olot, Kang Ucok, langsung yang tidak mungkin saya sebutkan satu persatu.

Semoga apa yang penulis tuliskan dalam tulisan ini bisa memberikan manfaat baik bagi pembaca maupun bagi penulis sendiri.

Bogor, Agustus 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 5

Konsep Ekonomi Kreatif 5

Ruang Lingkup Ekonomi Kreatif 6

Konsep Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan 10

Karakteristik Sosial Masyarakat Nelayan 13

Karakteristik Ekonomi Masyarakat Nelayan 15

Permasalahan Ekonomi Masyarakat Nelayan dan Potensi Ekonomi Kreatif Masyarakat Nelayan

16 Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan 17

Kerangka Pemikiran 19

Hipotesis 20

Definisi Konseptual 21

Definisi Operasional 21

PENDEKATAN LAPANGAN 25

Metode Penelitian 25

Lokasi dan Waktu Penelitian 25

Teknik Pemilihan Informan dan Pemilihan Responden 26

Teknik Sampling 26

Teknik Pengumpulan Data 26

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 27

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 29

Sejarah Desa Muara Binuangeun 29

Desa Muara Binuangeun Saat Ini 31

(11)

Kondisi Geografis 32

Luas Wilayah 33

Potensi Sumber Daya Manusia 34

Penduduk dan Mata Pencaharian 34

Kondisi Sosial-Ekonomi 35

Potensi Kelembagaan 36

Lembaga Pemerintah dan Kemasyarakatan 36

Lembaga Ekonomi Masyarakat 36

Lembaga Pendidikan 37

Lembaga Adat 37

Lembaga Keamanan Desa 37

Potensi Prasarana dan Sarana 37

KARAKTERISTIK EKONOMI DAN SOSIAL MASYARAKAT NELAYAN DESA MUARA BINUANGEUN

39

Karakteristik Ekonomi 39

Tingkat Pendapatan Masyarakat Nelayan Desa Muara Binuangeun

39 Tingkat Alokasi Waktu Kerja Masyarakat Nelayan Desa

Muara Binuangeun

40

Karakteristik Sosial 40

Tingkat Interaksi Masyarakat Nelayan Desa Muara Binuangeun

40 Tingkat Relasi Patron-Klien Masyarakat Nelayan Desa

Muara Binuangeun

41 BENTUK STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT NELAYAN

DESA MUARA BINUANGEUN

43

Bentuk Strategi Nafkah 43

Rekayasa Sumber Nafkah Masyarakat Nelayan Desa Muara Binuangeun

Kerajinan Miniatur Kapal Hias 47

(12)

Kerajinan Kelapa (Asbak Kelapa) 53

Kerajinan Terumbu Karang 56

Perkembangan Kuliner 59

Kuliner Abon Ikan 59

Kuliner Baso Ikan 62

Kuliner Ikan Asin dan Ikan Dengdeng 64

PERAN MODAL NAFKAH DALAM EKONOMI KREATIF 67

Modal Manusia 67 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Bentuk Strategi Nafkah 73

Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Rekayasa Sumber Nafkah

74 Hubungan Tingkat Pendapatan dengan Pola Nafkah Ganda 74 Hubungan Tingkat Alokasi Waktu Kerja dengan Bentuk Strategi

Nafkah

75 Hubungan Tingkat Alokasi Waktu Kerja dengan Rekayasa

Sumber Nafkah

75 Hubungan Tingkat Alokasi Waktu Kerja dengan Pola Nafkah

Ganda

76 ANALISIS HUBUNGAN KARAKTERISTIK SOSIAL DENGAN

BENTUK STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT NELAYAN

77 Hubungan Tingkat Interaksi dengan Bentuk Strategi Nafkah 77

Hubungan Tingkat Interaksi dengan Rekayasa Sumber Nafkah

78 Hubungan Tingkat Interaksi dengan Pola Nafkah Ganda 78 Hubungan Tingkat Relasi Patron-Klien dengan Bentuk Strategi

Nafkah

78 Hubungan Tingkat Relasi Patron-Klien dengan Rekayasa

Sumber Nafkah

79 Hubungan Tingkat Relasi Patron-Klien dengan Pola Nafkah

Ganda

(13)

PENUTUP 83

Kesimpulan 83

Saran 84

DAFTAR PUSTAKA 85

LAMPIRAN 89

(14)

DAFTAR TABEL

1 Data etnis penduduk Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2012

32 2 Luas lahan menurut penggunaannya Desa Muara Binuangeun, Kecamatan

Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2012

33 3 Data tingkat pendidikan masyarakat Desa Muara Binuangeun berdasarkan

jenis kelamin sampai tahun 2012

34 4 Jenis pekerjaan masyarakat Desa Muara Binuangeun berdasarkan jenis

kelamin tahun 2012

35 5 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan di Desa

Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

39

6 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat alokasi waktu kerja masyarakat nelayan di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

40

7 Jumlah dan persentase responden rumahtangga masyarakat nelayan yang mengembangkan sektor ekonomi kreatif Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

44

8 Matriks interaksi antara masyarakat nelayan dengan modal sosial 69 9 Korelasi antara tingkat pendapatan dengan bentuk strategi nafkah 73 10 Korelasi antara tingkat alokasi waktu kerja dengan bentuk strategi nafkah 75 11 Korela antara tingkat interaksi dengan bentuk strategi nafkah 77 12 Korelasi antara tingkat relasi patron-klien dengan bentuk strategi nafkah 79

DAFTAR GAMBAR

1 Transformasi perekonomian dunia menurut Alvin Toffler (1980) sumber: DEPERDAG (2008)

5

2 Ekonomi kreatif 6

3 Kerangka pemikiran 20

4 Persentase responden berdasarkan pengeluaran masyarakat nelayan di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

40

5 Persentase responden berdasarkan tingkat interaksi masyarakat nelayan di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

41

6 Persentase responden berdasarkan tingkat relasi patron-klien masyarakat nelayan di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

41

7 Persentase responden berdasarkan rekayasa sumber nafkah masyarakat nelayan di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

43

8 Persentase responden berdasarkan pola nafkah ganda (diversifikasi nafkah) masyarakat nelayan di Desa Muara Binuangeun, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten tahun 2013

45

(15)

10 Hasil produk kerajinan miniatur kapal hias yang dikembangkan oleh masyarakat nelayan

50 11 Perahu bagang yang digunakan masyarakat nelayan bagang dalam

mencari ikan di laut

51 12 Proses pembuatan kerajinan rombong yang dilakukan oleh masyarakat

nelayan disela-sela waktu kosong

52 13 Hasil produk kerajinan rombong yang telah dikerjakan oleh masyarakat

nelayan

53 14 Hasil produk kerajinan kelapa (berupa asbak rokok yang memiliki

keunikan karena menggunakan media kelapa dan media karang) yang telah dikerjakan oleh masyarakat nelayan

54

15 Pembudidayaan terumbu karang di Desa Muara Binuangeun yang dilakukan oleh masyarakat nelayan

57 16 Hasil produk kerajinan terumbu karang untuk hiasan akuarium 57 17 Hasil produk kuliner abon ikan yang telah dikerjakan oleh masyarakat

nelayan

60

18 Mekanisme proses pembuatan kuliner abon ikan 61

19 Responden kelompok kuliner baso ikan 62

20 Aktivitas kelompok kuliner ikan asin dan ikan dengdeng 64 21 Hasil produk kuliner ikan asin dan ikan dengdeng 65

DAFTAR LAMPIRAN

1 Denah lokasi penelitian 89

2 Jadwal pelaksanaan penelitian tahun 2013 90

3 Kuesioner 91

4 Panduan pertanyaan wawancara mendalam 102

5 Kerangka sampling dan responden 106

6 Hasil Rank Spearman dengan SPSS for Windows versi 17.0 107

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan masih menjadi masalah yang mengancam Bangsa Indonesia. BPS (2011) menyatakan bahwa sebanyak 29.89 juta orang atau 12.36% dari seluruh penduduk Indonesia pada tahun 2011 masih termasuk kategori miskin1. Penduduk miskin tersebar dan umumnya tinggal di daerah pedesaan, termasuk desa-desa pesisir. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP 2011), wilayah desa pesisir meliputi 10 640 desa dan menampung 7.87 juta jiwa penduduk yang 25.14% diantaranya termasuk kategori penduduk masyarakat nelayan miskin2.

Sobari et al. (2010) menjelaskan bahwa kehidupan masyarakat nelayan dihadapkan dengan ketidakpastian dan tidak selalu menentu serta selalu mengalami perubahan dalam menghadapi sumberdaya. Apalagi akses sumberdaya laut bersifat terbuka (open access), sehingga kondisi lingkungan wilayah masyarakat nelayan menentukan keberlanjutan kondisi sosial-ekonomi mereka. Artinya bahwa nelayan lebih dipengaruhi oleh kondisi alam dan produktivitas tempat mereka mencari nafkah. Solihin (2010) menjelaskan bahwa ketidakjelasan masyarakat nelayan semakin menjadi-jadi, hal ini dikarenakan musim paceklik atau yang dikenal masyarakat nelayan sebagai “musim barat”, dimana datangnya gelombang besar disertai dengan hujan dan angin. Tentu saja, semua ini terkait dengan keterbatasan teknologi armada tangkap nelayan dalam melakukan penangkapan ikan, sehingga mereka harus mengalah kepada kehendak alam tersebut.

Solihin (2010) juga menyebutkan bahwa masyarakat nelayan akan senantiasa berada dalam kungkungan jebakan kemiskinan. Musim paceklik yang biasanya terjadi selama tiga bulan kini bertambah panjang hingga empat bulan. Musim paceklik yang terjadi pada musim barat adalah siklus tahunan yang harus diterima masyarakat nelayan, terlebih nelayan kecil, dan tingkat penderitaan nelayan pada musim barat tidak lain disebabkan keterbatasan teknologi. Artinya, rendahnya penguasaan terhadap teknologi penangkapan ikan menyebabkan mereka harus tunduk pada cuaca yang tidak kondusif. Itu bukan kemauan nelayan, tetapi disebabkan ketidakmampuan mereka membeli alat tangkap yang ideal untuk dapat digunakan pada semua musim3. Selain itu juga, kawasan pesisir sebagai kawasan yang sangat rentan mengalami dampak perubahan iklim. Kelompok masyarakat yang bekerja sebagai nelayan merupakan kelompok yang akan mengalami dampak langsung perubahan iklim. Hal tersebut disebabkan karena

1

[tidak ada penulis]. Profil kemiskinan di Indonesia September 2011. [internet]. [Diunduh tanggal

11 November 2012 pkl 08.00 WIB]. Diunduh dari

http://www.bps.go.id/brs_file/kemiskinan_02jan12.pdf 2

Humas BPPP Medan. Pelatihan peningkatan kehidupan nelayan bidang penangkapan dengan alat tangkap Gill Net di Kabupaten Aceh Timur Provinsi Aceh. [internet]. [Diunduh tanggal 11

November 2012 pkl 08.30 WIB]. Diunduh dari

http://www.puslat.kkp.go.id/index.php?p=berita&sp=detil-berita&id-berita=243 3

(17)

2

nelayan sangat tergantung pada keadaan laut yang merupakan sumber mata pencaharian mereka.

Strategi menjadi hal yang sangat penting bagi masyarakat nelayan ditengah ketidakpastian (uncertainty) agar mereka dapat bertahan hidup dan bisa mencukupi kebutuhan hidupnya yang berulang-ulang sesuai siklus kehidupan. Salah satunya yaitu ekonomi kreatif sebagai strategi nafkah mereka ketika menghadapi setiap musim. Berdasarkan data BPS (2006) dan pandangan secara makro bahwa setiap tahun ekonomi kreatif mampu menyumbang Produk Domestik Bruto (PDB) nasional secara signifikan dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 15%. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Menteri Perdagangan Maria Elka Pangestu (2008) bahwa pertumbuhan ekonomi kreatif diatas rata-rata nasional pada 2006 mencapai 7.3%, pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional hanya 5.6%. Tiga sub kategori ekonomi kreatif yang terbesar adalah fashion 30%, kerajinan 23%, dan periklanan 18%. Pandangan mikro juga menjelaskan bahwa adanya pertumbuhan ekonomi kreatif ditengah-tengah masyarakat ini mampu meningkatkan tingkat pendapatan mereka dan sekaligus menjadi nilai tambah ekonomi dalam mencukupi kebutuhannya. Ekonomi kreatif juga mampu menyerap lapangan pekerjaan dan memberikan ruang untuk berkreatifitas dengan menghasilkan suatu karya, salah satunya di subsektor kerajinan (furnitur dan souvenir,) kuliner, dan fesyen memiliki daya serap tenaga kerja yang tinggi dengan tingkat keterampilan pekerja yang mampu dikuasai oleh segala lapisan masyarakat. Subsektor ini berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan dan turut serta mengurangi angka kemiskinan.

Desa Muara Binuangeun merupakan desa pesisir yang mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai nelayan. Namun, tanpa mereka sadari sejak turun-temurun terdapat aktivitas kegiatan ekonomi kreatif yang berkembang ditengah-tengah masyarakatnya. Adanya ekonomi kreatif yang sangat membantu pertumbuhan ekonomi ini, diharapkan mampu menjadi strategi masyarakat nelayan dalam menghadapi semua musim termasuk musim paceklik. Maka dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan.

Perumusan Masalah

Wilayah Desa Muara Binuangeun dengan topografi yang khas dan mendukung untuk kegiatan melaut menjadikan laut sebagai sumber penghidupan untuk mencukupi kebutuhannya. Meski laut merupakan sumberdaya alam yang bersifat open acces (terbuka dan semua kepentingan boleh masuk) dan common property (milik bersama). Disisi lain, Desa Muara Binuangeun memiliki potensi pesisir yang sangat melimpah dan kegiatan ekonomi kreatif sudah ada semenjak bertahun-tahun, meski masyarakat disana tidak menyadarinya. Oleh sebab itu, penelitian ini membahas tiga rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana perkembangan ekonomi kreatif di masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun?

2. Bagaimana peran modal nafkah terhadap ekonomi kreatif sebagai strategi nafkah masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun?

(18)

3 4. Bagaimana hubungan karakteristik sosial dengan bentuk strategi nafkah

masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian, peneliti ini memiliki tujuan diantaranya adalah untuk mengetahui, mengidentifikasi, dan menganalisis:

1. Perkembangan ekonomi kreatif di masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun.

2. Peran modal nafkah terhadap ekonomi kreatif sebagai strategi nafkah masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun.

3. Hubungan karakteristik ekonomi dengan bentuk strategi nafkah masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun.

4. Hubungan karakteristik sosial dengan bentuk strategi nafkah masyarakat nelayan Desa Muara Binuangeun.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:

1. Bagi Penulis dan Akademisi, penelitian ini diharapkan menjadi proses pembelajaran dalam memahami fenomena sosial di lapangan. Selain itu diharapkan penelitian ini bisa menambah literatur di bidang pendidikan terutama yang terkait dengan topik strategi nafkah, ekonomi kreatif, dan masyarakat nelayan.

2. Bagi Masyarakat, hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi wacana dan menambah pengetahuan bagi masyarakat umum terkait dengan kondisi masyarakat Desa Muara Binuangeun.

(19)
(20)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Konsep Ekonomi Kreatif

DEPERDAG (2008) menjelaskan bahwa ekonomi kreatif merupakan era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan pada ide dan stock of knowledge dari SDM sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Struktur perekonomian dunia mengalami transformasi dengan cepat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, dari berbasis Sumberdaya Alam (SDA) ke berbasis Sumberdaya Manusia (SDM), dari era pertanian ke era industri dan informasi. Toffler (1980) dalam DEPERDAG (2008) teorinya melakukan pembagian gelombang. Gelombang pertama adalah gelombang ekonomi pertanian. Kedua, gelombang ekonomi industri, dan yang ketiga adalah gelombang ekonomi informasi. Kemudian diprediksikan gelombang keempat inilah merupakan gelombang ekonomi kreatif yang berorientasi pada ide dan gagasan kreatif.

Time

Romer (1993) dalam Moelyono (2010), ide adalah barang ekonomi yang sangat penting, lebih penting dari objek yang ditekankan kebanyakan model-model ekonomi. Di dunia dengan keterbatasan fisik ini, adanya penemuan ide-ide besar bersamaan dengan penemuan jutaan ide-ide kecillah yang membuat ekonomi tetap tumbuh. Ide adalah instruksi yang membuat kita mengkombinasikan sumber daya fisik yang penyusunannya terbatas menjadi lebih bernilai. Romer juga berpendapat bahwa suatu negara miskin karena masyarakatnya tidak mempunyai akses pada ide yang digunakan dalam perindustrian nasional untuk menghasilkan nilai ekonomi.

Gemiharto et al. (2009) menyatakan bahwa istilah ekonomi kreatif pertama kali diperkenalkan oleh tokoh bernama John Howkins, penulis buku “creative economy: how people make money from ideas” (2001). Dia seorang

yang multi profesi. Selain sebagai pembuat film dari Inggris ia juga aktif menyuarakan dan mengembangkan ekonomi kreatif kepada pemerintah Inggris sehingga dia banyak terlibat dalam diskusi-diskusi pembentukan kebijakan ekonomi kreatif dikalangan pemerintahan negara-negara Eropa. Menurut definisi Howkins, ekonomi kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input dan outputnya adalah gagasan. Menurut Howkins, creative economy adalah analisis komprehensif mengenai ekonomi baru berdasarkan creative people, creative industri dan creative city. Jadi esensi dari kreatifitas adalah gagasan. Bayangkan

Ekonomi

(21)

6

hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak.

Ekonomi kreatif dan industri kreatif mulai dibicarakan di Indonesia kira-kira mulai awal 2006. Menteri Perdagangan RI, Dr Mari Elka Pangestu pada tahun 2006 meluncurkan program Indonesia Design Power (IDP), yaitu suatu program pemerintah yang diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk-produk Indonesia dipasar domestik maupun ekspor. Ekonomi kreatif atau Industri Kreatif versi Departemen Perdagangan RI mengacu pada definisi: “industries which have their origin in individual creativity, skill & talent, and which have a potential for wealth and job creation through the generation and exploitation of intellectual property”, (Industri yang berasal dari kreativitas, keterampilan dan talenta individu, serta memiliki potensi kekayaan dan penciptaan lapangan kerja melalui generasi dan eksploitasi kekayaan intelektual) contoh: Industri batik, industri jasa arsitektur, industri jasa periklanan.

Gambar 2 Ekonomi kreatif Sumber: Simatupang (2007)

Simatupang (2007) dalam Nurhaeni et al. (2010) ekonomi kreatif adalah ekonomi yang unsur utamanya adalah kreativitas, keahlian, dan talenta yang berpotensi meningkatkan kesejahteraan melalui penawaran kreasi intelektual. Lebih jelasnya lagi Simatupang menggambarkan bahwa ekonomi kreatif bermodal intelektual yang memanfaatkan seni, budaya, teknologi, dan nilai-nilai bisnis. Anggraini (2008) mendefinisikan ekonomi kreatif sebagai ekonomi yang lebih mengedepankan kreativitas, dan inovasi sebagai motor penggerak ekonomi. Ekonomi kreatif merupakan pilar utama dalam mengembangkan sektor ekonomi yang memberikan dampak yang positif bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekonomi kreatif merupakan kegiatan atau usaha yang menggunakan kreativitas, ide, gagasan dan inovasi yang orisinal dalam menghasilkan suatu karya yang bernilai tambah ekonomis.

Ruang Lingkup Ekonomi Kreatif

DEPERDAG (2008) mendefinisikan ekonomi kreatif, yaitu kegiatan atau usaha yang menggunakan kreativitas, ide, gagasan dan inovasi yang orisinal dalam menghasilkan suatu karya yang bernilai tambah ekonomis. Ekonomi kreatif juga merupakan era baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari sumber daya manusia sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonomi. Ekonomi kreatif merupakan wujud dari upaya mencari pembangunan yang berkelanjutan melalui kreativitas. Berkelanjutan diartikan sebagai suatu iklim perekonomian yang berdaya saing dan

Ekonomi Kreatif: Modal Intelektual

Teknologi Seni

(22)

7 memiliki cadangan sumberdaya yang terbarukan. Pesan besar yang ditawarkan ekonomi kreatif adalah pemanfaatan cadangan sumberdaya yang bukan hanya terbarukan, bahkan tak terbatas, yaitu ide, talenta dan kreativitas. Ekonomi kreatif itu sendiri terdapat bagian yang tak terpisahkan dari ekonomi kreatif, yaitu industri kreatif.

Howkins dalam bukunya the creative economy how people make money from ideas, dalam Moelyono (2010) ekonomi kreatif diartikan sebagai segala kegiatan ekonomi yang menjadikan kreativitas (kekayaan intelektual), budaya dan warisan budaya maupun lingkungan sebagai tumpuan masa depan. Lebih lanjut Simatupang (2007) dalam Nurhaeni et al. (2010) menjelaskan bahwa ekonomi kreatif diartikan sebagai sistem kegiatan lembaga dan manusia yang terlibat dalam produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi barang dan jasa yang bernilai cultural, artistik, dan hiburan. Pelanggan mempunyai ikatan estetika, intelektual, dan emosional yang memberikan nilai terhadap produk kreatif di pasar.

United Nations Conference on Trade and Development/ UNCTAD (2008)

dalam Setiawan (2012), merumuskan enam definisi ekonomi kreatif, yaitu sebagai berikut:

1. Konsep yang berkembang berdasarkan aset kreatif yang berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan.

2. Mendorong kebangkitan generasi, penciptaan lapangan kerja dan ekspor produktif, serta mempromosikan inklusi sosial, keragaman budaya dan pembangunan manusia.

3. Mencangkup aspek ekonomi, budaya, dan sosial yang berinteraksi dengan teknologi, kekayaan intelektual, dan tujuan wisata.

4. Seperangkat kegiatan ekonomi berbasis pengetahuan sebagai sebuah dimensi pembangunan yang lintas sektoral, baik ditingkat makro maupun mikro ekonomi.

5. Pilihan pembangunan yang layak, menyerukan respon kebijakan inovatif dari berbagai disiplin dan kementerian.

6. Jantung dari ekonomi kreatif adalah industri kreatif.

Setiawan (2012) menjelaskan bahwa secara sosiologis, ekonomi kreatif memungkinkan masyarakat suatu bangsa berdaulat, dihargai, dan menghargai kearifan inovasi lokalnya. Selain itu, secara humanistik, dengan ekonomi kreatif juga dapat membebaskan suatu bangsa terbebas dari kolonisasi inovasi dan adaptif dengan perubahan-perubahan sehingga dapat terhindar dari kejenuhan dan kemandegan inovasi. Lapangan kerja dan usaha produktif akan terus tercipta sehingga pengangguran dapat diminimalkan. Secara spasial, ekonomi kreatif juga dapat meminimalkan ketimpangan pembangunan dan perkembangan sosial-ekonomi perkotaan dengan pedesaan.

Alisjahbana (2009) dalam BAPPEDA (2010) menyebutkan bahwa terdapat tiga hal potensial dalam ekonomi kreatif, yaitu Knowledge Creative (Pengetahuan yang kreatif), Skilled Worker (pekerja yang berkemampuan), Labor Intensive

(23)

8

kerajinan, periklanan, penerbitan dan percetakan, televisi dan radio, arsitektur, musik, desain, dan fesyen4.

DEPERDAG (2008) membagi ruang ekonomi kreatif menjadi 14 sektor antara lain: 1). Periklanan; 2). Arsitektur; 3). Pasar seni dan barang antik; 4). Kerajinan; 5). Desain; 6). Fesyen; 7). Video-film-dan fotografi; 8). Permainan interaktif; 9). Musik; 10). Seni pertunjukan; 11). Penerbitan dan percetakan; 12). Layanan komputer dan piranti lunak; 13). Televisi dan radio; dan 14). Riset dan pengembangan. Namun Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Maria Elka Pangestu pada tahun 2010 menambahkan satu sektor kuliner, sehingga jumlah ruang lingkup ekonomi kreatif menjadi 15 sektor5.

Adapun penjabaran dari ruang lingkup ekonomi kreatif yang dipetakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, antara lain:

1. Periklanan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa periklanan meliputi proses kreasi, produksi dan distribusi dari iklan yang dihasilkan, misalnya: riset pasar, perencanaan iklan, iklan luar ruang, produksi material iklan, kampanye relasi publik, promosi, tampilan iklan di media cetak dan elektronik, pemasangan berbagai poster dan gambar, penyebaran selembaran, pamphlet, edaran, brosur dan reklame sejenis, distribusi dan delivery advertising material atau samples, serta sewaan kolom iklan.

2. Arsitektur: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi secara menyeluruh dari level makro sampai ke level mikro (misalnya: arsitektur taman, desain interior, dan lainnya).

3. Desain: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, konsultasi identitas perusahaan dan jasa riset pemasaran serta produksi kemasan dan jasa pengepakan.

4. Pasar barang seni: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi melalui lelang, galeri, toko, pasar swalayan, dan internet, misalnya: alat musik, percetakan, kerajinan, automobile, film, seni rupa, dan lukisan.

5. Kerajinan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dan dihasilkan oleh tenaga pengrajin mulai dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam (emas, perak, tembaga, perunggu, besi), kaca, porselin, kain, marmer, tanah lihat, kapur, dan kerang. Produk kerajinan ini umumnya diproduksi dalam jumlah yang relatif kecil (bukan produksi massal).

6. Musik: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/ komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.

4

[tidak ada penulis]. Penyusunan Rencana Aksi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kota Salatiga. [internet]. [Diunduh tanggal 17 Desember 2012 pkl 08.00 WIB]. Diunduh dari http://www.stieykpn.ac.id/images/artikel/ekonomi_kreatif.pdf

5

(24)

9 7. Fesyen: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya, produksi pakaian mode dan aksesorisnya, konsultasi lini produk fesyen, serta distribusi produk fesyen. 8. Permainan interaktif: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi,

dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi. Subsektor permainan interaktif bukan didominasi sebagai hiburan semata-mata, tetapi juga sebagai alat bantu pembelajaran atau edukasi.

9. Video, film dan fotografi: kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film. Termasuk di dalamnya penulisan skrip, dubbing film, sinematografi, sinetron, dan eksibisi film.

10.Seni pertunjukan: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan (misal: pertunjukan balet, tari-tarian, drama, musik tradisional, musik teater, opera, termasuk tur musik etnik), desain dan pembuatan busana pertunjukan, tata panggung, dan tata pencahayaan.

11.Layanan komputer dan piranti lunak: kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembagan database, pengembangan piranti lunak, integrasi sistem, desain dan analisis sistem, desain arsitektur piranti lunak, desain prasarana piranti lunak dan keras, serta desain portal termasuk perawatannya.

12.Riset dan pengembangan: kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru, proses baru, material baru, alat baru, metode baru, dan teknologi baru yang dapat memenuhi kebutuhan pasar; termasuk yang berkaitan dengan humaniora seperti penelitian dan pengembangan bahasa, sastra, dan seni; serta jasa konsultasi bisnis dan manajemen.

13.Penerbitan dan percetakan: kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, tabloid, dan konten digital serta kegiatan kantor berita dan pencari berita. Subsektor ini juga mencakup penerbitan perangko, material, uang kertas, blanko cek, giro, surat andil, obligasi surat saham, surat berharga lainnya, passport, tiket pesawat terbang, dan terbitan khusus lainnya. Juga mencakup penerbitan foto-foto, grafir (engraving) dan kartu pos, formulir, poster, reproduksi, percetakan lukisan, dan barang cetakan lainnya, termasuk rekaman mikro film.

14.Televisi dan radio: kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi, produksi dan pengemasan acara televisi (seperti games, kuis reality show, infotainment, dan lainnya), penyiaran, dan transmisi konten acara televisi dan radio, termasuk kegiatan stasion relay (pemancar kembali) siaran radio dan televisi.

(25)

10

Konsep Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan

Konsep strategi nafkah pertama kali digunakan oleh Duque dan Pastrana (1973) dalam Widiyanto (2009). Konsep strategi nafkah seringkali dikaitkan dengan perilaku sosial-ekonomi masyarakat dalam menghadapi keadaannya dan sumberdaya yang dimilikinya yang cenderung terbatas. Namun, konsep ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat golongan menengah ke atas dalam mempertahankan posisi sosial-ekonomi mereka.6

Barret et al. (2001) dalam Rohyana (2012) mendefinisikan strategi secara harfiah adalah berbagai kombinasi dari aktivitas dan pilihan-pilihan yang harus dilakukan orang agar dapat mencapai kebutuhan dan tujuan kehidupannya. Crow (1989) dalam Dharmawan (2001) mengartikan strategi sebagai seperangkat pilihan di antara berbagai alternatif yang ada. Konsep stretegi ini merupakan bagian dari pilihan rasional, dimana dalam teori tersebut dikatakan bahwa setiap pilihan yang dibuat individu, termasuk pemilihan suatu strategi dibuat berdasarkan pertimbangan rasional dengan mempertimbangkan untung rugi yang akan diperoleh. Nafkah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara hidup, definisi ini biasanya disejajarkan dengan konsep livelihood (mata pencaharian), akan tetapi konsep livelihood mencakup pemahaman yang lebih luas bukan hanya sekedar bagaimana memperoleh pemasukan. Livelihood

didefinisikan sebagai cara dimana orang memenuhi kebutuhan mereka atau peningkatan hidup, Chambers et al. (1992) dikutip Dharmawan (2001).

Dharmawan (2007) menjelaskan bahwa livelihood memiliki pengertian yang lebih luas dari sekedar means of living yang bermakna secara sempit sebagai mata pencaharian semata. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah pada pengertian livelihood strategy (strategi nafkah) daripada means of living strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa indonesia), sesungguhnya dimaknai lebih besar daripada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi nafkah bisa berarti cara bertahan hidup ataupun memperbaiki status kehidupan. Dharmawan (2007) mengatakan bahwa Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Konsep strategi nafkah seringkali dikaitkan dengan perilaku sosial-ekonomi masyarakat dalam menghadapi keadannya dan sumberdaya yang dimiliki yang cenderung terbatas. Namun, konsep ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat yang taraf hidupnya terbatas (miskin) tetapi juga berlaku untuk masyarakat golongan menengah ke atas dalam mempertahankan posisi sosial-ekonomi mereka. Menurut Chambers (1992) dikutip Lestari (2005) strategi nafkah diartikan sebagai realitas jaminan hidup seseorang, suatu keluarga, kelompok, masyarakat atau negara yang memanfaatkan segenap kemampuan dan tuntutannya serta kekayaan yang dimilikinya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa strategi

6

(26)

11 nafkah merupakan aktivitas nafkah yang terkait dengan pemanfaatan akses dan aset.

Pilihan strategi nafkah sangat ditentukan oleh kesediaan akan sumberdaya dan kemampuan mengakses sumber-sumber nafkah tersebut. Dharmawan (2001) menjelaskan, sumbernafkah rumahtangga sangat beragam (multiple source of livelihood), karena rumahtangga tidak tergantung hanya pada satu pekerjaaan dan satu sumber nafkah tidak dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Secara konseptual menurut Chambers dan Conway (1992) dalam Ellis (2000), terdapat lima tipe modal yang dapat dimiliki/dikuasai rumahtangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu:

a. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.

b. Modal alam yang meliputi segala sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan, udara, pepohonan dan sumber lainnya.

c. Modal sosial yaitu modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya.

d. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.

e. Modal fisik yaitu berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrument dan berbagai benda fisik lainnya.

Konsep strategi nafkah seringkali dikaitkan dengan perilaku sosial-ekonomi masyarakat dalam menghadapi keadaannya dan sumberdaya yang dimilikinya yang cenderung terbatas. Namun, konsep ini tidak hanya berlaku untuk masyarakat yang taraf hidupnya terbatas (miskin) tetapi juga berlaku untuk masyarakat golongan menengah ke atas dalam mempertahankan posisi sosial-ekonomi mereka. Menurut Chambers (1992) dikutip Lestari (2005) strategi nafkah diartikan sebagai realitas jaminan hidup seseorang, suatu keluarga, kelompok, masyarakat atau negara yang memanfaatkan segenap kemampuannya dan tuntutannya serta kekayaan yang dimilikinya. Secara umum dapat disimpulkan bahwa strategi nafkah merupakan aktivitas nafkah yang terkait dengan pemanfaatan akses dan asset. Jadi dapat disimpulkan dari berbagai pengertian bahwa strategi nafkah merupakan cara bertahan hidup seseorang, keluarga, atau kelompok yang memanfaatkan segenap kemampuan dan tuntutannya serta kekayaan yang dimilikinya.

Satria (2009) menyatakan ada tiga strategi mata pencaharian yang bisa dilakukan untuk memutus rantai persoalan nelayan.

1. Mengembangkan strategi nafkah ganda. Strategi ini dilakukan agar nelayan tidak bergantung pada hasil penangkapan saja. Strategi ini biasanya dilakukan kaum nelayan diberbagai lapisan (atas, menengah, bawah) dengan tujuan berbeda.

(27)

12

3. Mengembangkan diversifikasi alat tangkap untuk mengantisipasi variasi musim. Diversifikasi alat tangkap ini memungkinkan nelayan bisa melaut sepanjang tahun.

Rumusan White (1990) dan Sayogyo (1991) dikutip Aristiyani (2003) menunjukkan bahwa arti dan alasan strategi nafkah ganda antara lapisan berbeda satu dan yang lain yaitu:

1. Lapisan atas: pola nafkah ganda merupakan strategi akumulasi (accumulation strategy), dimana surplus pertanian mampu membesarkan usaha luar pertanian dan sebaliknya;

2. Lapisan tengah: pola nafkah ganda merupakan strategi bertahan atau konsolidasi (consolidation strategy), dimana sektor luar pertanian dipertimbangkan sebagai potensi perkembangan ekonomi; dan

3. Lapisan bawah: pola nafkah ganda merupakan strategi “utamakan keselamatan” (survival strategy), dimana sektor luar pertanian merupakan sumber nafkah penting untuk menutup kekurangan dari sektor pertanian.

Strategi merupakan suatu pilihan yang digunakan terhadap beberapa alternatif pilihan yang tersedia. Aspek-aspek penting dari konsep strategi menurut Crows (1989) dikutip Dharmawan (2001), adalah:

1. Harus ada pilihan yang dapat seseorang pilih sebagai tindakan alternatif. 2. Kemampuan melatih “kekuatan”.

3. Merencanakan strategi yang mantap, ketidakpastian (posisi) yang dihadapi seseorang dapat dieliminir.

4. Strategi dibangun sebagai respon terhadap tekanan yang hebat yang menerpa seseorang.

5. Harus ada sumberdaya dan pengetahuan sehingga seseorang bisa membentuk dan mengikuti berbagai strategi yang berbeda.

Merujuk pada Scoones (1998) dalam Aristiyani (2003) penerapan strategi nafkah rumah tangga memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimiliki dalam upaya untuk dapat bertahan hidup. Scoones membagi tiga klasifikasi bentuk strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh rumah tangga atau masyarakat, yaitu:

1. Rekayasa sumber nafkah, merupakan usaha pemanfaatan sektor pendapatan baik secara pertanian maupun non pertanian yang efektif dan efisien baik melalui penambahan input eksternal seperti teknologi dan tenaga kerja (intensifikasi), maupun dengan memperluas lahan garapan (ekstensifikasi); 2. Pola nafkah ganda (diversivikasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan

mencari pekerjaan lain baik sektor pertanian maupun non pertanian untuk menambah pendapatan (diversifikasi pekerjaan).

3. Rekayasa spasial (migrasi), merupakan usaha yang dilakukan dengan melakukan mobilitas ke daerah lain di luar desanya, baik secara permanen maupun sirkuler untuk memperoleh pendapatan.

Berbeda halnya dengan Scoones, Kusnadi (2000) memaparkan klasifikasi strategi nafkah nelayan dapat dilakukan melalui7:

1. Peranan Anggota Keluarga Nelayan (istri dan anak)

7

(28)

13 Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh anggota rumahtangga nelayan (istri dan anak) merupakan salah satu dari strategi adaptasi yang harus ditempuh untuk menjaga kelangsungan hidup mereka.

2. Diversifikasi Pekerjaan

Dalam menghadapi ketidakpastian penghasilan, keluarga nelayan dapat melakukan kombinasi pekerjaan.

3. Jaringan Sosial

Melalui jaringan sosial, individu-individu rumahtangga akan lebih efektif dan efisien untuk mencapai atau memperoleh akses terhadap sumberdaya yang tersedia di lingkungannya. Jaringan sosial memberikan rasa aman bagi rumahtangga nelayan miskin dalam menghadapi setiap kesulitan hidup sehingga dapat mengarungi kehidupan dengan baik. Jaringan sosial secara alamiah bias ditemukan dalam segala bentuk masyarakat dan manifestasi dari hakikat manusia sebagai makhluk sosial. Tindakan sosial-budaya yang bersifat kreatif ini mencerminkan bahwa tekanan-tekanan atau kesulitan-kesulitan ekonomi yang dihadapi nelayan tidak direspon dengan sikap yang pasrah. Secara umum, bagi rumahtangga nelayan yang pendapatan setiap harinya berganung sepenuhnya pada penghasilan melaut, jaringan sosial berfungsi sangat strategis dalam menjaga kelangsungan kehidupan mereka. 4. Migrasi

Migrasi ini dilakukan ketika di daerah nelayan tertentu tidak sedang musim ikan dan nelayan pergi untuk bergabung dengan unit penangkapan ikan yang ada di daerah tujuan yang sedang musim ikan. Maksud migrasi adalah untuk memperoleh penghasilan yang tinggi dan agar kebutuhan hidup keluarga terjamin. Dalam waktu-waktu tertentu, penghasilan yang telah diperoleh, mereka bawa pulang kampong untuk diserahkan kepada keluarganya, tetapi kadang kala penghasilan itu dititipkan kepada teman-temannya yang sedang pulang kampong. Apabila di daerahnya sendiri telah musim ikan, atau keadaan hasil tangkapan nelayan setempat mulai membaik, merekapun akan kembali ke kampong halaman dan mencari ikan di daerah asalnya.

Karakteristik Sosial Masyarakat Nelayan

Kusnadi (2009) mengatakan bahwa masyarakat pesisir bukanlah masyarakat yang homogen. Masyarakat pesisir terbentuk oleh kelompok-kelompok sosial yang beragam. Tingkat keragaman (heterogenitas) kelompok-kelompok sosial yang ada dipengaruhi oleh tingkat perkembangan desa-desa pesisir. Desa-desa pesisir atau desa-desa nelayan yang sudah berkembang lebih maju dan memungkinkan terjadinya diversifikasi kegiatan ekonomi, tingkat keragaman kelompok-kelompok sosialnya lebih kompleks dari pada desa-desa pesisir yang belum berkembang atau yang terisolasi secara geografis. Di desa-desa pesisir yang sudah berkembang biasanya dinamika sosial-ekonomi lokal berlangsung secara intensif.

(29)

patron-14

klien sangat kuat, etos kerja tinggi, memanfaatkan kemampuan diri dan adaptasi optimal, kompetitif dan berorientasi prestasi, apresiasi terhadap keahlian, kekayaan, dan kesuksesan hidup, terbuka dan ekspresif, solidaritas sosial tinggi, sistem pembagian kerja berbasis seks (laut menjadi ranah laki-laki dan darat adalah ranah kaum perempuan), dan berperilaku “konsumtif”.

Secara geografis, kawasan pesisir terletak pada wilayah transisi antara darat dan laut. Sebagian besar masyarakat yang hidup di wilayah tersebut disebut sebagai masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif masyarakat yang hidup dikawasan pesisir dengan mata pencahariannya menangkap ikan di laut, yang pola-pola perilakunya diikat oleh sistem nilai budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama. Sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sistem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan (Kusnadi, 2009).

Satria (2002) mendefinisikan bahwa secara sosiologis, karakteristik masyarakat nelayan berbeda dengan karakteristik masyarakat agraris seiring perbedaan karakteristik sumberdaya yang dihadapi. Nelayan menghadapi sumberdaya yang hingga saat ini masih bersifat open access. Karakteristik sumberdaya ini menyebabkan nelayan harus berpindah-pindah untuk memperoleh hasil yang maksimal sehingga memiliki elemen resiko yang tinggi. Kondisi sumberdaya yang beresiko inilah yang menyebabkan masyarakat nelayan memiliki karakter yang keras, tegas, dan terbuka.

Lebih lanjut, karakteristik masyarakat pesisir sebagai representasi komunitas desa-pantai dan desa terisolasi, dilihat dari berbagai aspek ialah sebagai berikut (Satria 2002):

1. Sistem pengetahuan, pengetahuan tentang teknik penangkapan ikan umumnya diperoleh secara turun temurun berdasarkan pengalaman empirik. Kuatnya pengetahuan lokal ini menjadi salah satu faktor penyebab terjaminnya kelangsungan hidup sebagai nelayan. Pengetahuan lokal (indigenous knowledge) tersebut merupakan kekayaan intelektual yang hingga kini terus dipertahankan.

2. Sistem kepercayaan, secara teologi nelayan masih memiliki kepercayaan yang kuat bahwa laut memiliki kekuatan khusus dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan agar keselamatan dan hasil tangkapan semakin terjamin. Namun, seiring berjalannya waktu berbagai tradisi dilangsungkan hanya sebagai salah satu instrument stabilitas sosial dan komunitas nelayan.

3. Peran wanita, umumnya selain banyak bergelut dalam urusan domestic rumah tangga, istri nelayan tetap menjalankan aktivitas ekonomi dalam kegiatan penangkapan di perairan dangkal, pengolahan ikan, maupun kegiatan jasa dan perdagangan. Istri nelayan juga dominan dalam mengatur pengeluaran rumahtangga sehari-hari sehingga sudah sepatutnya peranan istri-istri nelayan tersebut menjadi salah satu pertimbangan dalam setiap program pemberdayaan.

(30)

15 merupakan konsekuensi dari sifat kegiatan penangkapan ikan yang penuh dengan resiko dan ketidakpastian. Pada perikanan budidaya, patron

meminjamkan modal kepada para nelayan lokal untuk membudidayakan ikan. Konsekuensinya ialah hasil harus dijual kepada patron dengan harga yang lebih murah. Ciri kedua adalah stratifikasi sosial, bentuk stratifikasi masyarakat pesisir Indonesia sangat beragam. Seiring modernisasi akan terjadi diferensiasi sosial yang dilihat dari semakin bertambahnya jumlah posisi sosial atau jenis pekerjaan sekaligus terjadi pula perubahan stratifikasi karena sejumlah posisi sosial tersebut tidaklah bersifat horizontal, melainkan vertikal dan berjenjang berdasarkan ukuran ekonomi, prestise, dan kekuasaan. 5. Posisi sosial nelayan. Di kebudayaan masyarakat, nelayan memiliki status yang relatif rendah. Rendahnya posisi sosial nelayan ini merupakan akibat dari keterasingan nelayan sehingga masyarakat bukan nelayan tidak mengetahui lebih jauh cara hidup nelayan. Hal ini terjadi akibat sedikitnya waktu dan kesempatan nelayan untuk berinteraksi dengan masyarakat lain karena alokasi waktu yang besar untuk kegiatan penangkapan ikan disbanding untuk bersosialisasi dengan masyarakat bukan nelayan yang memang secara geografis relatif jauh dari pantai. Secara politis posisi nelayan kecil terus dalam posisi dependen dan marjinal akibat terbatasnya faktor kapital yang dimilikinya.

Karakteristik Ekonomi Masyarakat Nelayan

Kusnadi (2004) menjelaskan bahwa desa-desa nelayan bukanlah desa-desa yang memiliki struktur sumberdaya ekonomi lokal yang seragam (homogen). Ada desa nelayan dimana dinamika ekonomi lokal semata-mata digerakkan secara dominan oleh sektor pertanian, kehutanan, dan pesisir yang indah, di samping sumberdaya perikanan laut.

Demikian juga, dilihat dari segi geografis, ada desa-desa nelayan yang terisolasi dengan keterbatasan sarana dan prasarana ekonomi, transportasi, dan komunikasi, sehingga menyulitkan mobilisasi manusia, barang, modal, dan jasa. Di samping itu, ada desa-desa nelayan yang lebih dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan perekonomian lokal. Di desa-desa seperti ini, usaha ekonomi, perdagangan, dan jasa juga beragam. Sektor perikanan bukan satu-satunya penggerak kegiatan ekonomi lokal, karena sektor-sektor yang lain juga berfungsi sebagai penyanggah kegiatan ekonomi lokal.

Kusnadi (2009) menjelaskan aspek interaksi masyarakat dengan sumberdaya ekonomi yang tersedia di kawasan pesisir, masyarakat pesisir terkelompok sebagai berikut:

1. Pemanfaatan langsung sumberdaya lingkungan, seperti nelayan (yang pokok), pembudidaya ikan di perairan pantai (dengan aring apung atau keramba), pembudi daya rumput laut/mutiara, dan petambak;

2. Pengolah hasil ikan atau hasil laut lainnya, seperti pemindang, pengering ikan, pengasap, pengusaha terasi/ krupuk ikan/ baso ikan/ tepung ikan/ abon ikan/ dan sebagainya; dan

(31)

16

Kusnadi (2006) menjabarkan bahwa di desa-desa pesisir yang bergantung pada sumberdaya perikanan, aktivitas ekonominya sangat fluktuatif sesuai dengan rotasi musim-musim ikan. Musim ikan tidak berlangsung sepanjang tahun. Dalam masa satu tahun, musim ikan hanya berlangsung beberapa bulan. Produktivitas bersifat musiman ini berpengaruh terhadap kelangsungan usaha industri-industri rumah tangga berskala kecil, seperti industri-industri pemindangan, pembuatan petis, dan pembuatan kerupuk ikan yang bahan bakunya bergantung pada hasil perikanan. Hal ini mengakibatkan konsistensi usaha-usaha industri rumah tangga menjadi terganggu dan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterimanya. Sekalipun bersifat padat karya, jumlah tenaga kerja yang terserap ke dalam kegiatan industri-industri rumah tangga sangat terbatas. Oleh karena itu, gerak perekonomian desa pesisir dan tingkat daya beli masyarakatnya dipengaruhi oleh faktor musim dalam usaha perikanan laut.

Permasalahan Ekonomi Masyarakat Nelayan dan Potensi Ekonomi Kreatif Masyarakat Nelayan

Pengelolaan sumberdaya perikanan memiliki dua pendapat tentang konsepsi laut yang sangat mendasar, terutama tentang permasalahan kepemilikannya (claim property). Pendapat pertama menyatakan bahwa laut adalah common property

(milik bersama), sedangkan pendapat lainnya menyatakan bahwa laut dapat dimiliki oleh suatu bangsa (state property). Atas dasar pemikiran laut adalah milik bersama (common property) menyebabkan suatu permasalahan yang sering dikenal sebagai suatu tragedy of the common, yaitu terjadinya pengelolaan berdasarkan prinsip-prinsip open access, sehingga yang terjadi adalah eksploitasi sumberdaya (Hardin diacu dalam Sobari et al. 2003).

Sumberdaya yang bersifat common property dan berada pada suatu tempat yang tidak mudah untuk dipisahkan atau dibagi-bagikan, pemanfaatan sumberdaya yang dilakukan seorang individu akan berpengaruh pada individu yang lain. Persoalan eksternalitas tetap akan muncul pada saat sumberdaya tersebut dimanfaatkan, walaupun sumberdaya tersebut terdistribusikan merata menurut waktu dan lokasi. Bagi kondisi sumberdaya perikanan, eksternalitas merupakan suatu dilema yang menjadikannya sebuah ciri khas sendiri dan membedakannya dari sumberdaya lainnya. Eksternalitas muncul ketika nelayan mengambil ikan dari laut tanpa memperhitungkan akibat pengambilan ikan tersebut bagi nelayan lain, dan dilema muncul karena keuntungan yang diperoleh oleh satu pihak akan menyebabkan kerugian bagi nelayan lain karena kurangnya stok ikan.

Prinsip pengelolaan open access biasanya menempatkan masing-masing

users sebagai pesaing, hal ini disebabkan oleh pemikiran, jika masyarakat tidak mengambilnya terlebih dahulu, maka orang lain yang akan mengambilnya. Sebuah ciri khas masyarakat komunal seperti yang dijelaskan oleh Durkheim diacu dalam Sobari et al. (2003) bahwa masyarakat komunal dicirikan oleh suatu semangat solidaritas mekanik. Solidaritas mekanik memiliki ciri-ciri seperti masih rendahnya pembagian kerja, kesadaran kolektif yang kuat dan memiliki sistem hukum yang represif.

(32)

17 Kusnadi (2007), mendefinisikan desa nelayan sebagai suatu desa dimana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai penangkap ikan di laut. Sementara Satria (2009), mendefinisikan masyarakat nelayan sebagai sekumpulan masyarakat yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan ketergantungannya pada pemanfaatan sumberdaya pesisir. Jadi, laut merupakan lahan sekaligus sumber mata pencaharian bagi mereka. Sebagian besar nelayan yang ada di Indonesia tergolong nelayan tradisional dan buruh nelayan (Kusnadi 2007). Posisi sebagai nelayan tradisional dan buruh ini membuat mereka menjadi sebagai masyarakat yang memiliki akses terbatas terhadap sumberdaya perairan (SDP) dan masih dikendalikan oleh nelayan besar. Misalnya saja nelayan besar yang memakai teknologi baru membuat nelayan tradisional kesulitan dalam menangkap ikan dan buruh nelayan yang bekerja pada nelayan besar, seolah dibuat tidak bisa lepas dari kekuasaan nelayan besar tersebut. Hal inilah yang kemudian menjadi masalah sosial-ekonomi yang sulit diselesaikan oleh para nelayan di Indonesia.

Masyarakat nelayan tradisional dan buruh yang terkena imbas dari keterbatasan akses sumberdaya perairan (SDP) ini, membuat berfikir keras agar mampu bertahan dalam menghadapi kebutuhan dan perekonomian. Mereka memanfaatkan potensi yang ada guna mencukupi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Disela-sela waktu masyarakat nelayan melakukan kegiatan membuat kerajinan dengan memanfaatkan potensi lokal pesisir, seperti kerang, limbah kayu, dsb, yang akhirnya membentuk souvenir. Souvenir tersebut menjadi nilai tambah bagi masyarakat nelayan. Departemen Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI (2010) sudah memetakan 15 sektor ekonomi kreatif yang terdiri dari: 1). Periklanan; 2). Arsitektur; 3). Pasar seni dan barang antik; 4). Kerajinan; 5). Desain; 6). Fesyen; 7). Video-film-dan fotografi; 8). Permainan interaktif; 9). Musik; 10). Seni pertunjukan; 11). Penerbitan dan percetakan; 12). Layanan komputer dan piranti lunak; 13). Televisi dan radio; 14). Riset dan pengembangan; dan 15) Kuliner. Kegiatan yang dilakukan masyarakat nelayan salah satunya termasuk kedalam ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif merupakan suatu usaha yang menggunakan kreativitas, ide, gagasan dan inovasi yang orisinal dalam menghasilkan suatu karya yang bernilai tambah ekonomis. Ekonomi kreatif ini dianggap menjadi solusi dalam strategi nafkah masyarakat nelayan untuk bertahan hidup.

Ekonomi Kreatif dalam Strategi Nafkah Masyarakat Nelayan

Manusia pada dasarnya mempunyai naluri kreatif dalam upaya mempertahankan hidupnya. Ditengah-tengah berbagai tekanan dan ancaman terhadap keberadaannya, biasanya cara dan strategi manusia agar tetap bisa

(33)

18

menentu, masih tergantung pada musim. Hal ini mengharuskan masyarakat nelayan untuk memiliki strategi nafkah agar dapat bertahan hidup atau survive.

Pertumbuhan ekonomi kreatif di Indonesia juga dirasakan diseluruh penjuru nusantara seperti di Jawa Barat, Bali, DI Yogyakarta, Semarang, Banten, Papua dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi kreatif ditengah-tengah masyarakat sangat membawa dampak positif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat. Apalagi di Indonesia pertumbuhan ekonomi kreatif menjadi basis yang sangat menguntungkan dan menjadi nilai tambah ekonomi. Salah satunya di pulau Wayag, Raja Ampat, Papua Barat. Dulu produk kerajinan ekonomi kreatif, seperti bayai, topi, snat (tikar), kotak pinang, kabulin (koper tradisional), dan piring anyaman, hanya dipakai sehari-hari. Tetapi, seiring perkembangan dan obyek pariwisata barang-barang tersebut diburu turis asing. Kerajinan tersebut sangat membantu masyarakat nelayan dalam menutupi kebutuhan hidupnya. Meski hasilnya tidak besar namun mereka mampu mencukupi kebutuhan hidupnya disetiap musim8.

Kuliner juga ikut membantu pertumbuhan ekonomi kreatif, pertumbuhan kuliner diberbagai daerah di Indonesia membawa dampak positif dan kemajuan ekonomi. Secara makro Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menyatakan bahwa pendapatan kuliner sekitar 32.2 % dari total kontribusi industri kreatif terhadap PDB pada 2011, atau nilainya sekitar Rp169 62 triliun9. Secara mikro juga adanya bahan makanan dan olahan dari setiap daerah, mampu menjadi daya tarik bagi para pengunjung atau turis asing dan membantu meningkatkan pendapatan masyarakat. Terutama kuliner di obyek pariwisata pesisir atau di lingkungan masyarakat nelayan. Adanya kehadiran olahan makanan dari bahan baku ikan dan disajikan dalam bentuk kuliner, sangat membantu masyarakat nelayan dalam mencukupi kebutuhannya.

Barret et al. (2001) dikutip Aristiyani (2003) bahwa adanya ekonomi kreatif ini sebagai strategi nafkah, yang mana merupakan berbagai kombinasi dari aktivitas dan pilihan-pilihan yang harus dilakukan orang agar dapat mencapai kebutuhan dan tujuan kehidupannya. Begitu pula dengan pernyataan Dharmawan (2007) bahwa Strategi nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu ataupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.

Chambers (1992) dikutip Lestari (2005) bahwa strategi nafkah diartikan sebagai realitas jaminan hidup seseorang, suatu keluarga, kelompok, masyarakat atau negara yang memanfaatkan segenap kemampuannya dan tuntutannya serta kekayaan yang dimilikinya. Ekonomi kreatif yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyarakat menjadikan nilai tambah ekonomis yang berada dalam strategi nafkah, dan menjadi pilihan alternatif penghasilan untuk mencukupi kebutuhan dan bertahan hidup (survive). Jelas adanya pertumbuhan ekonomi kreatif tersebut masyarakat mampu terbantu dan tercukupi kebutuhannya.

(34)

19

Kerangka Pemikiran

Masyarakat nelayan didefinisikan sebagai kesatuan sosial kolektif masyarakat yang hidup di kawasan pesisir dengan mata pencahariannya menangkap ikan di laut, yang pola-pola perilakunya diikat oleh sistem nilai budaya yang berlaku, memiliki identitas bersama dan batas-batas kesatuan sosial, struktur sosial yang mantap, dan masyarakat terbentuk karena sejarah sosial yang sama. Sebagai sebuah entitas sosial, masyarakat nelayan memiliki sistem budaya yang tersendiri dan berbeda dengan masyarakat lain yang hidup di daerah pegunungan, lembah atau dataran rendah, dan perkotaan (Kusnadi, 2009).

Sistem mata pencaharian masyarakat nelayan yang umumnya tertuju pada sektor perikanan laut, memaksa mereka untuk selalu selaras dengan alam. Laut sebagai suatu sumberdaya yang bersifat milik bersama (common property) dan memungkinkan siapapun untuk memanfaatkan ruang untuk berbagai kepentingan (open access). Hal itulah yang menjadikan masyarakat nelayan mengalami ketidakpastian. Karakteristik tersebut yang kemudian berimplikasi pada karakteristik sosial dan ekonomi masyarakat nelayan. Kusnadi (2009) menjelaskan bahwa karakteristik sosial masyarakat nelayan memiliki ciri-ciri yang salah satunya yaitu tingkat interaksi dan tingkat relasi patron-klien. Karakteristik ekonomi yang dilihat yaitu tingkat pendapatan dan tingkat alokasi waktu kerja. Untuk mengatasi masalah tersebut maka diperlukan suatu strategi, yaitu strategi nafkah.

Strategi nafkah merupakan cara bertahan hidup seseorang, keluarga, atau kelompok yang memanfaatkan segenap kemampuan dan tuntutannya serta kekayaan yang dimilikinya. Scoones (1998) dalam Aristiyani (2003) membagi tiga klasifikasi bentuk strategi nafkah (livelihood strategy) yang mungkin dilakukan oleh masyarakat nelayan, yaitu rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan migrasi. Namun yang diselaraskan dengan kondisi dilapangan untuk melihat penelitian lebih lanjut, bentuk strategi nafkah yang digunakan hanya dua klasifikasi yaitu rekaya sumber nafkah, dan pola nafkah ganda. Hal tersebut diasumsikan karena kedua bentuk strategi nafkah tersebut memiliki relevansi dengan perkembangan ekonomi kreatif yang menjadi sumber pendapatan tambahan guna menjawab kebutuhan hidup masyarakat nelayan.

(35)

20

Modal nafkah tersebut berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi kreatif, yang mana memberikan manfaat besar dikalangan masyarakat guna menjawab sumber pendapatan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat nelayan. Kelima modal nafkah tersebut memiliki hubungan dengan perkembangan ekonomi kreatif. Ekonomi kreatif yang menjadi fokus penelitian yaitu kerajinan dan kuliner. Adanya pertumbuhan ekonomi kreatif dikalangan masyarakat nelayan sebagai suatu bentuk strategi nafkah yang mereka pilih. Mereka memilih ekonomi kreatif sebagai strategi dalam penghasilan tambahan. Ekonomi kreatif ini dapat memberikan manfaat besar dikalangan masyarakat guna menjawab sumber pendapatan dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat nelayan.

Keterangan:

: Hubungan

: Variabel yang diteliti secara kuantitatif

Hipotesis

1. Terdapat hubungan antara karakteristik ekonomi dengan bentuk strategi nafkah masyarakat nelayan.

(36)

21

Definisi Konseptual

1. Strategi nafkah dalam penelitian ini mengikuti pengertian dari Dharmawan (2007) yaitu taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok dalam rangka mempertahankan kehidupan mereka dengan tetap memperhatikan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial, dan sistem nilai budaya yang berlaku.

2. Modal Nafkah dalam penelitian ini mengikuti Chambers dan Conway (1992) dalam Ellis (2000), terdapat lima tipe modal nafkah yang dapat dimiliki/ dikuasai rumahtangga untuk pencapaian nafkahnya yaitu:

a. Modal manusia yang meliputi jumlah (populasi manusia), tingkat pendidikan dan keahlian yang dimiliki dan kesehatannya.

b. Modal alam yang meliputi segala sumberdaya alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Wujudnya adalah air, tanah, hewan, udara, pepohonan dan sumber lainnya.

c. Modal sosial yaitu modal yang berupa jaringan sosial dan lembaga dimana seorang berpartisipasi dan memperoleh dukungan untuk kelangsungan hidupnya.

d. Modal finansial yang berupa kredit dan persediaan uang tunai yang bisa diakses untuk keperluan produksi dan konsumsi.

e. Modal fisik yaitu berbagai benda yang dibutuhkan saat proses produksi, meliputi mesin, alat-alat, instrument dan berbagai benda fisik lainnya.

Definisi Operasional

Definisi operasional untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut: 1. Karakteristik ekonomi masyarakat nelayan pada penelitian ini dilihat dari

dua aspek, yaitu tingkat pendapatan dan alokasi waktu kerja.

a. Tingkat pendapatan adalah penghasilan yang diperoleh nelayan dari kegiatan melaut dan kegiatan ekonomi kreatif yang diperoleh dalam 1 bulan. Pengukuran menggunakan skala ordinal yang dibagi berdasarkan kategori:

i). Rendah (jika pendapatan responden kurang dari sama dengan Rp1 700 000) dicurahkan anggota rumahtangga untuk kegiatan mendapatkan penghasilan dari kegiatan usaha mencari ikan dan usaha ekonomi kreatif dalam kurun waktu sehari. Pengukuran menggunakan skala ordinal. Hasil yang diperoleh dilapangan dapat dikelompokan menjadi:

i). Rendah (jika alokasi waktu kerja kurang dari sama dengan 6 jam) ii). Sedang (jika alokasi waktu kerja antara 6 – 8 jam)

iii).Tinggi (jika alokasi waktu kerja lebih dari sama dengan 8 jam) 2. Karakteristik sosial masyarakat nelayan pada penelitian ini dilihat dari dua

Gambar

Gambar 3 Kerangka pemikiran
Tabel 4 Jenis pekerjaan masyarakat Desa Muara Binuangeun
Gambar 4 Persentase
Gambar 9 Mekanisme pembuatan kerajinan miniatur kapal hias
+7

Referensi

Dokumen terkait

Variabel-variabel yang diteliti, meliputi sosial ekonomi keluarga (besar keluarga, pendapatan per kapita), karakteristik anak balita (usia, jenis kelamin dan tinggi badan),

Dalam penelitian ini, penelitian deskriptif digunakan untuk menjelaskan keunikan masyarakat Sendang Biru yang berpengaruh terhadap kegiatan sosial ekonomi masyarakat

Variabel yang diteliti meliputi karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan orang tua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga), karakteristik contoh (usia, jenis

Karakteristik pasangan suami istri tergolong usia produktif, untuk tingkat pendidikan termasuk pada kategori sedang, profil gender yang terdiri atas tingkat profil aktivitas

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, (1) Strategi Bertahan Hidup Masyarakat Penambang Pasir, (2) Sosial Ekonomi (tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, jumlah

signifikansi variabel independen (pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli daerah, dana alokasi umum) yang kurang dari α = 5%. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi, pendapatan asli

Karakteristik sosial ekonomi yang dijabarkan dalam variabel berikut: Umur (tahun), Status perkawinan, Tingkat pendidikan, Pendapatan responden, Pendapatan keluarga per-bulan,

Faktor yang mempunyai hubungan nyata dengan tingkat pendapatan adalah luas lahan garapan dan sistem agroforestry yang diterapkan, sedang faktor sosial ekonomi yang tidak mempunyai