• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, Dan Kesejahteraan Keluarga Di Daerah Aliran Sungai Cimanuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, Dan Kesejahteraan Keluarga Di Daerah Aliran Sungai Cimanuk"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

TEKANAN EKONOMI, STRATEGI NAFKAH, DAN

KESEJAHTERAAN KELUARGA DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI CIMANUK

HAMIRA SABANIA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

HAMIRA SABANIA. Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Dibimbing oleh HARTOYO.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tekanan ekonomi, strategi nafkah, dan kesejahteraan keluarga yang berada di Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Sebanyak 72 keluarga dari kalangan menengah ke bawah (ditentukan berdasarkan Garis Kemiskinan BPS 2013) yang mempunyai anak balita dan anak usia sekolah dipilih secara sengaja sebagai contoh penelitian. Penelitian dilakukan di Kabupaten Garut dan Indramayu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun dalam keadaan miskin, hanya satu dari tiga keluarga yang merasa tekanan ekonominya tinggi, dan satu dari sepuluh keluarga yang merasa kesejahteraannya rendah. Tekanan ekonomi keluarga dipengaruhi oleh perbedaan wilayah, pendidikan kepala keluarga, dan kepemilikan modal finansial. Sementara itu, kesejahteraan keluarga dipengaruhi oleh pendidikan kepala keluarga, modal finansial, modal sosial, akses terhadap lingkungan, tekanan ekonomi, dan pola nafkah ganda. Pola nafkah ganda merupakan strategi nafkah yang paling banyak dilakukan keluarga miskin di DAS Cimanuk. Pola nafkah ganda yang dilakukan keluarga dipengaruhi oleh usia istri, pengeluaran per kapita, modal sosial, dan akses terhadap lingkungan.

Kata kunci: daerah aliran sungai, kesejahteraan, strategi nafkah, tekanan ekonomi

ABSTRACT

HAMIRA SABANIA. Economic Pressure, Livelihood Strategies, dan Family Well-being in Cimanuk Watershed. Supervised by HARTOYO.

The objective of this study is to analyze economic pressure, livelihood strategies, and well-being of families in Cimanuk Watershed. This study used a cross-sectional study design. The study involved 72 sample of lower middle class families (determined base on Poverty Line of BPS 2013) who have toddler and school age children. This study was conducted in Garut and Indramayu District. The results showed that only one of the three families feel highly economic pressure, and one of the ten families perceive poorly welfare. The state of family economic pressure is influenced by regional differences, the education level, and the ownership of financial capital. Meanwhile, the well-being of families affected by education level, financial capital, social capital, access to the environment, economic pressure, and livelihood diversification. Livelihood diversification is a strategy that most poor families do in the Cimanuk Watershed. Livelihood diversification of families affected by the age of the wife, expenditure per capita, social capital, and access to the environment.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

TEKANAN EKONOMI, STRATEGI NAFKAH, DAN

KESEJAHTERAAN KELUARGA DI DAERAH ALIRAN

SUNGAI CIMANUK

HAMIRA SABANIA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk.

Nama : Hamira Sabania

NIM : I24110026

Disetujui oleh

Dr Ir Hartoyo, MSc Dosen Pembimbing

Diketahui oleh,

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, MSc Ketua Departemen

(8)
(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas karunia dan nikmat-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyusun tugas akhir ini. Adapun judul dalam penelitian ini yaitu Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Proses penulisan tugas akhir ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2015 di DAS Cimanuk. Penulis menyadari dalam penyusunan tugas akhir ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr Ir Hartoyo, MSc selaku dosen pembimbing skripsi penulis yang telah memberi nasihat, saran, bimbingan, dan motivasi kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini

2. Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi dan Dr Ir Diah K. Pranadji, MS selaku dosen penguji yang telah memberi banyak masukan kepada Penulis

3. Para responden di Garut dan Indramayu, beserta aparatur pemerintahan setempat yang telah memberikan informasi kepada Penulis

4. Ir MD Djamaludin, MSc Selaku pembimbing akademik dan dosen pemandu seminar yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

5. Seluruh dosen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan banyak ilmu dan pemahamannya kepada Penulis

6. Orang tua (Eri Mansur dan Emi Mariam) dan adik (M. Syahril Miladi) atas doa, dorongan, motivasi, dan semangat selama Penulis menempuh dan menyelesaikan studi di IPB

7. Teman-teman IKK 48, UKM Merpati Putih, Bina Desa BEM KM dan HIMAIKO atas kebersamaan, semangat, dan dukungannya selama 4 tahun di IPB

8. Teman- teman satu bimbingan Ajat, Mulvi, Windy dan Kak Maya yang telah berjuang bersama-sama

9. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Kesempurnaan hanya milik Allah swt. Penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa. Masukan, saran, dan arahan sangat Penulis harapkan untuk menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga penelitian ini bermanfaat.

(10)
(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE 6

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian 6

Contoh dan Metode Penarikan Contoh 6

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 8

Definisi Operasional 11

HASIL 12

Karakteristik Keluarga 12

Kondisi Lingkungan 14

Modal Aset Keluarga 15

Tekanan Ekonomi 20

Strategi Nafkah 21

Kesejahteraan Keluarga 23

Faktor-faktor yang Memengaruhi 24

Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga 24

PEMBAHASAN 26

SIMPULAN DAN SARAN 31

Simpulan 31

Saran 32

DAFTAR PUSTAKA 32

LAMPIRAN 37

(12)

DAFTAR TABEL

1. Keluarga berdasarkan karakteristik sosio demografi dan wilayah 12 2. Keluarga berdasarkan karakteristik sosio ekonomi dan wilayah 13

3. Suami berdasarkan pekerjaan dan wilayah 13

4. Istri berdasarkan pekerjaan dan wilayah 14

5. Keluarga berdasarkan kepemilikan modal alam dan wilayah 16

6. Keluarga berdasarkan modal sosial dan wilayah 17

7. Keluarga berdasarkan jenis kepemilikan modal finansial dan wilayah 17 8. Keluarga berdasarkan sumber dana darurat wilayah 18 9. Keluarga berdasarkan kepemilikan rumah dan wilayah 19 10.Keluarga berdasarkan karakteristik rumah dan wilayah 19 11.Keluarga berdasarkan jenis kepemilikan modal fisik dan wilayah 20 12.Keluarga berdasarkan tekanan ekonomi dan wilayah 21 13.Keluarga berdasarkan jenis strategi nafkah dan wilayah 22 14.Keluarga berdasarkan kesejahteraan dan wilayah 23 15.Hasil uji regresi linear berganda mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi tekanan ekonomi 24

16.Hasil uji regresi linear berganda mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi strategi nafkah 25

17.Hasil uji regresi linear berganda mengenai faktor-faktor yang

memengaruhi kesejahteraan 26

DAFTAR LAMPIRAN

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kemiskinan merupakan salah satu masalah yang paling sering dialami oleh negara berkembang, tak tercuali Indonesia. Indonesia merupakan negara yang subur dan kekayaan alamnya melimpah, namun sebagian besar rakyatnya tergolong miskin (Wahyudi dan Sismudjito 2007). Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang tidak luput dari permasalahan tersebut. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Jawa Barat 2014 jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada bulan September 2013 sebanyak 4 382 648 orang (9.61 %). Jumlah ini mengalami kenaikan sebesar 85 610 orang (0.09 %) dibandingkan kondisi pada bulan Maret 2013 yang berjumlah 4 297 038 orang (9.52 %). Sebanyak 40.08 persen dari penduduk miskin bertempat tinggal di wilayah perdesaan. Di daerah perdesaan masalah kemiskinan yang terjadi disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: pertumbuhan penduduk, rendahnya kualitas sumber daya manusia, dan rendahnya produktivitas (Ihsannudin dan Wijayanti 2013). Merujuk pada hal tersebut, masih banyak keluarga di Indonesia yang hidup dalam kondisi kemiskinan yang menyebabkan kurangnya keberfungsian keluarga.

Setiap keluarga mempunyai cara tersendiri dalam menghadapi himpitan ekonomi dan mencapai kesejahteraannya. Namun, tingginya tekanan ekonomi yang dirasakan akan memperbesar resiko ketidak-tahanan pada suatu keluarga (Hartoyo 2009). Scoones (1998) menyebutkan bahwa keluarga yang tidak mampu untuk mengatasi berbagai masalah dan melakukan adaptasi terhadap perubahan lingkungan akan sulit untuk mencapai keberlanjutan strategi nafkah (sustainable livelihood).

Kesejahteraan suatu wilayah dapat dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di wilayah tersebut. Rusli (2013) menyebutkan bahwa aspek-aspek yang menjadi prioritas dalam pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yaitu: pendidikan, kesehatan, dan daya beli. Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan, antara lain: tingkat pendapatan, pendidikan, akses tehadap barang dan jasa, lokasi geografis, gender, dan kondisi lingkungan (Afandi 2011). Oleh karena itu, untuk menganalis mengenai kemiskinan diperlukan pendekatan yang komprehensif dan holistik. Menurut Widiyanto, Setyowati dan Suwarto (2010) salah satu pendekatan untuk memahami kemiskinan adalah sustainable livelihood. Pendekatan ini tidak hanya membahas pendapatan (income poverty) dan pekerjaan (jobs) tetapi lebih holistik. Strategi nafkah atau livelihood strategy merupakan upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga untuk dapat bertahan hidup dapat berupa rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan spasial (Scoones 1998).

(14)

alam dan sumber daya manusia akan memengaruhi cara keluarga dalam melakukan strategi nafkahnya. Setiap keluarga mempunyai akses yang berbeda terhadap sumber daya sehingga memiliki strategi penghidupan (livelihood strategy) yang berbeda pula (Saragih et al. 2007).

Kajian dan penelitian mengenai variabel tekanan ekonomi, strategi nafkah dan kesejahteraan keluarga sebenarnya telah banyak dilakukan di Indonesia bahkan di dunia. Untuk tekanan ekonomi penelitian banyak dilakukan oleh Sunarti (2005;2009) dan Elder et al. (1992;1994;1995). Sementara itu, penelitian terkait strategi nafkah banyak dilakukan oleh Dharmawan (2007), Scoones (1998;2009), Farrington et al. (2002) dan kesejahteraan oleh Dienner (1999;2005). Meskipun telah banyak penelitian terkait ketiga permasalahan tersebut, kajian secara khusus di daerah aliran sungai masih jarang dilakukan. Menurut Kementerian Lingkungan Hidup DAS Cimanuk sebagai salah satu modal alam merupakan penopang utama bagi sumber daya air di Jawa Barat. Sebagai wilayah yang sebagian besar penduduknya bergantung pada pertanian, DAS Cimanuk mempunyai peranan penting sebagai sumber irigasi. Namun sayangnya, fluktuasi debit pada musim kemarau dan hujan membuat daerah sekitar aliran sungai menjadi rawan banjir ketika musim penghujan dan mengalami kekeringan ketika musim kemarau. Kondisi ini sejalan dengan penelitian Sulaksana et al. (2013) yang menyebutkan bahwa DAS Cimanuk terutama pada bagian hulu merupakan wilayah yang rawan terhadap erosi. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung akan memengaruhi tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga dan strategi mata pencahariannya yang pada akhirnya berdampak pula pada kesejahteraan keluarga.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tekanan ekonomi, strategi nafkah, dan kesejahteraan keluarga di dua wilayah yang berbeda. Dengan demikian dapat terlihat pengaruh perbedaan karakteristik wilayah terhadap tekanan ekonomi, strategi nafkah, dan kesejahteraan keluarga.

Perumusan Masalah

(15)

3

Kabupaten Garut merupakan hulu dari Sungai Cimanuk. Di kabupaten ini terdapat 22 kecamatan dan 263 desa yang dilalui oleh Sungai Cimanuk (Kabupaten/Kota dalam Angka 2006 dalam Kementerian Pekerjaan Umum 2010). Sebagai kabupaten yang mayoritas penduduknya bekerja disektor pertanian Sungai Cimanuk sebagai salah satu sumber irigasi mempunyai peranan yang sangat penting bagi keberlanjutan hidup masyarakat sekitar (Lestari 2012). Sungai Cimanuk diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi perekonomian masyarakat Kabupaten Garut sehingga dapat meningkatkan kemampuan ekonomi masyarakat mengingat jumlah keluarga fakir miskin pada tahun 2013 masih cukup banyak dengan jumlah 266 515 (BPS Kab. Garut 2014). Dengan jumlah penduduk 2 502 410 jiwa pada tahun 2013 (BPS Kab. Garut 2014), Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di kabupaten ini menempati peringkat ke 19 dari 27 kota dan kabupaten lainnya di Provinsi Jawa Barat dengan skor 72.43 (BPS Jawa Barat 2014b).

Selain Kabupaten Garut, Kabupaten Indramayu juga merupakan salah satu kabupaten yang dilalui Sungai Cimanuk. Kabupaten Indramayu merupakan hilir dari Sungai Cimanuk. Di Kabupaten Indramayu terdapat 18 kecamatan dan 203 desa yang dilalui sungai ini. Namun berbeda dengan Kabupaten Garut, di Kabupaten Indramayu terdapat 13 lokasi rawan banjir seluas 8 834 ha yang perlu mendapat perhatian dan penanganan lebih lanjut. Lokasi kritis sungai-sungai di wilayah Indramayu mencapai 30 tempat. Wilayah yang terkena dampak banjir di Kabupaten Indramayu meliputi wilayah kecamatan-kecamatan yang berada di daerah pesisir terutama wilayah yang dialiri sungai, seperti Kecamatan Indramayu, Balongan, Losarang, Kandanghaur, Sukra, dan Patrol. Banjir yang terjadi di Kabupaten Indramayu berdampak terhadap gagal panennya lahan pertanian dan perikanan tambak. Selain itu dampak lainnya adalah munculnya berbagai macam penyakit kulit dan demam berdarah (Kementerian Pekerjaan Umum 2010).

Menurut data dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Indramayu 2011-2015 tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Indramayu saat ini baru mencapai 38.6 persen sedangkan sisanya 61.4 persen merupakan masih berada pada taraf belum sejahtera. Hal ini dapat terlihat pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Kabupaten Indramayu yang menempati posisi terakhir (27) pada tahun 2013 dengan skor 69.52 (BPS Jawa Barat 2014b). Jika dibandingkan dengan kota dan kabupaten lainnya, rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf di Kabupaten Indramayu menempati peringkat terendah pada tahun 2012-2013. Meskipun demikian, jika dibandingkan dengan Kabupaten Garut Angka Harapan Hidup di Kabupaten Indramayu masih lebih tinggi pada tahun 2012-2013. Dalam hal ini, ada beberapa faktor penyebab yang perlu diteliti lebih lanjut.

(16)

merupakan upaya yang dilakukan oleh keluarga untuk terus bertahan hidup yang terdiri dari kemampuan, aset, dan aktivitas (Chambers dan Conway 1991). Tujuan keluarga melakukan strategi nafkah adalah untuk memperoleh keamanan nafkah (livelihood security), yaitu suatu keadaan yang menunjukkan keberlanjutan dan kecukupan keluarga terhadap akses untuk memenuhi kebutuhan dasar (Frankenberger 1996 dalam Frankenberger et al. 2002). Dengan terciptanya livelihood security diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan keluarga secara luas.

Berdasarkan pemaparan rumusan permasalahan di atas, penelitian ini dijabarkan dalam beberapa poin pertanyaan sebagai berikut:

1.Bagaimana tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga miskin di wilayah yang berbeda?

2.Bagaimana keluarga melakukan strategi nafkah dengan memanfaatkan modal aset yang dimiliki pada wilayah yang berbeda?

3.Bagaimana kesejahteraan keluarga miskin pada wilayah yang berbeda?

4. Apa sajakah faktor-faktor yang memengaruhi tekanan ekonomi, strategi nafkah, dan kesejahteraan keluarga di DAS Cimanuk?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tekanan ekonomi, strategi nafkah, dan kesejahteraan keluarga di Daerah Aliran Sungai Cimanuk. Secara khusus tujuan dari penelitian ini diantaranya:

1.Mengidentifikasi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga miskin di wilayah yang berbeda.

2.Mengidentifikasi strategi nafkah yang dilakukan keluarga miskin dengan memanfaatkan modal aset yang dimiliki pada wilayah yang berbeda.

3.Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga miskin pada wilayah yang berbeda. 4.Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tekanan ekonomi, strategi

nafkah, dan kesejahteraan keluarga di DAS Cimanuk. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa informasi di bidang pengembangan keilmuan keluarga mengenai tekanan ekonomi dan strategi nafkah keluarga di daerah hulu dan hilir Sungai Cimanuk. Selanjutnya, informasi tersebut juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pemerintah setempat dalam menanggulangi kemiskinan dan membuat kebijakan terkait kehidupan keluarga secara luas sehingga kesejahteraan keluarga dapat terwujud.

KERANGKA PEMIKIRAN

(17)

5

yang dialami suatu keluarga dipengaruhi oleh karakteristik keluarga tersebut terutama usia, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran per kapita, dan besar keluarga. Selain karakteristik keluarga kondisi dan kualitas lingkungan yang juga akan memengaruhi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga. Hal ini berkaitan dengan modal fisik dan modal alam yang dimanfaatkan oleh keluarga untuk bertahan hidup. Selanjutnya, tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga akan membentuk persepsi keluarga terhadap aspek-aspek yang terkait dengan kualitas hidup keluarga dan kesejahteraannya. Keluarga yang merasakan tekanan ekonomi akan melakukan mekanisme tertentu dengan memanfaatkan sumber daya yang ada untuk mengurangi tekanan tersebut hingga dapat terwujudnya kualitas hidup yang lebih baik (kesejahteraan keluarga).

Upaya yang dilakukan keluarga untuk mengatasi tekanan ekonomi demi memperoleh keberlanjutan hidup yang lebih baik disebut juga strategi nafkah. Pada strategi nafkah, karakteristik keluarga di dua kabupaten yang berbeda namun sama-sama dilewati oleh Sungai Cimanuk akan memengaruhi tipe modal yang digunakan keluarga untuk melakukan strategi nafkah. Terdapat lima tipe modal keluarga yang biasa dimanfaatkan oleh keluarga, yaitu: 1) modal finansial, 2) modal manusia, 3) modal fisik, 4) modal sosial, dan 5) modal alam. Strategi nafkah yang sesuai dengan sumber daya yang dimiliki keluarga akan mempermudah keluarga dalam mencapai tujuannya yaitu keberlanjutan strategi nafkah. Selanjutnya kelima modal keluarga tersebut diduga akan memengaruhi tipe strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga. Strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: 1) rekayasa sumber nafkah, 2) pola nafkah ganda, dan 3) spasial.

Terciptanya kesejahteraan keluarga merupakan tujuan dari semua keluarga. Untuk sampai pada tahap sejahtera, keluarga harus dapat mengelola sumber daya yang dimiliki untuk mengatasi tekanan ekonomi yang dihadapi dan mewujudkan keberlanjutan strategi nafkahnya. Selain faktor ekonomi (faktor internal), kondisi lingkungan tempat keluarga tinggal sebagai faktor eksternal juga diduga dapat memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan keluarga. Keberadaan sungai merupakan salah satu aset yang dapat dimanfaatkan oleh keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun, disisi lain ketika kondisi lingkungan tidak stabil keberadaan sungai dapat memberikan dampak negatif terhadap mata pencaharian keluarga dan kehidupan keluarga.

(18)

Gambar 1 Kerangka pemikiran tekanan ekonomi, strategi nafkah, kesejahteraan keluarga di DAS Cimanuk

METODE

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross-sectional study. Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk. DAS Cimanuk merupakan salah satu penopang utama sumber daya air di Jawa Barat. Selain itu, Sungai Cimanuk merupakan sungai terpanjang kedua di Jawa Barat (Kementerian Lingkungan Hidup 2013). Penelitian ini dikhususkan pada wilayah hulu dan hilir sungai yang terletak di Kabupaten Garut dan Indramayu. Selanjutnya untuk pemilihan kecamatan dan desa akan dipilih secara purposive dengan pertimbangan kecamatan dan desa tersebut dilalui oleh Sungai Cimanuk, dan sebagian besar masyarakatnya memanfaatkan sungai untuk kehidupan sehari-hari. Proses pengambilan data dilaksanakan tanggal 5 April sampai 2 Mei 2015.

Contoh dan Metode Penarikan Contoh

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung dengan tema

“Strategi Nafkah dan Dinamika Kemiskinan antargenerasi pada Keluarga di DAS

Cimanuk”. Populasi penelitian ini adalah keluarga yang memiliki anak balita dan

Tekanan Ekonomi yang Dirasakan Keluarga

Tipe Strategi Nafkah

- Rekayasa nafkah - Pola nafkah ganda - Spasial

Karakteristik Keluarga

Sosio Demografi

- Usia

- Besar Keluarga

Sosial Ekonomi

- Pendidikan ayah ibu - Pekerjaan ayah ibu - Pengeluaran perkapita

Kondisi Lingkungan Keluarga

- Daerah Hulu Sungai - Daerah Hilir Sungai

Tipe Modal Keluarga

- Modal Finansial

- Modal Manusia

- Modal Alam

- Modal Fisik

- Modal Sosial

(19)

7

anak usia sekolah yang tinggal di sekitar daerah aliran Sungai Cimanuk, baik hulu maupun hilir, yaitu di Kabupaten Garut dan Indramayu. Data terkait contoh diperoleh melalui pendekatan tempat tinggal dan wawancara mendalam. Secara rinci, proses pengambilan contoh adalah sebagai berikut:

1.Dari setiap wilayah terpilih dua sampai tiga kecamatan secara purposive dengan pertimbangan jarak terdekat dengan Sungai Cimanuk dan pemanfaatan sungai sebagai modal alam. Kecamatan Cikajang dan Cisurupan dipilih mewakili wilayah hulu, sedangkan Kecamatan Jatibarang, Sindang, dan Indramayu dipilih mewakili wilayah hilir.

2.Dari lima kecamatan terpilih masing-masing satu desa. Lima desa dipilih secara purposive dengan pertimbangan jarak terdekat dengan Sungai Cimanuk dan pemanfaatan sungai sebagai modal alam. Kelima desa tersebut diantaranya: Desa Simpang (Kec. Cikajang), Sukatani (Kec. Cisurupan), Pilangsari (Kec. Jatibarang), Kenanga (Kec. Sindang), dan Dukuh (Kec. Indramayu).

3.Pengambilan contoh dari setiap desa dilakukan secara purposive dengan pertimbangan mempunyai anak balita dan anak usia sekolah. Dari masing-masing desa diperoleh 17 – 45 keluarga sehingga dari kelima desa diperoleh contoh sejumlah 142 keluarga. Khusus untuk penelitian ini contoh yang akan dianalisis lebih lanjut berjumlah 72 keluarga (hulu=40 dan hilir=32) yang berasal dari kalangan menengah ke bawah berdasarkan kriteria Garis Kemiskinan BPS 2013 dengan pengeluaran pangan dan non pangan sebagai tolak ukur.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

(20)

data kependudukan yang didapatkan dari dokumen yang dimiliki pemerintah setempat digunakan sebagai referensi.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh diolah melalui proses editing, coding, scoring, entry data ke komputer, dan analisis data. Semua data diolah menggunakan Microsoft Excel for Windows dan analisis data dilakukan dengan menggunakan program SPSS 22.0 for Windows. Pertanyaan dari setiap dimensi variabel dikuantitatifkan lalu dijumlahkan dan dikonversi dalam bentuk indeks sehingga diperoleh nilai minimum 0 dan nilai maksimum 100. Indeks dihitung dengan rumus:

Indeks = –

× 100

Keterangan:

Indeks = skala nilai 0-100

Nilai aktual = nilai yang diperoleh responden

Nilai maksimal = nilai tertinggi yang seharusnya dapat diperoleh responden Nilai minimal = nilai terendah yang seharusnya dapat diperoleh responden Setelah itu, skor indeks yang dicapai dimasukkan ke dalam kategori kelas. Skor dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Selanjutnya, dibutuhkan interval kelas untuk menentukan cut off variabel. Rumus interval kelas adalah sebagai berikut (Puspitawati dan Herawati 2013):

Interval Kelas = = 33.33

Cut off yang diperoleh untuk pengkategorian adalah sebagai berikut: 1. Rendah: 0.00 - 33.33

2. Sedang: 33.34 - 66.67 3. Tinggi: 66.68 – 100

Secara rinci analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masig tujuan adalah sebagai berikut:

1. Tekanan ekonomi keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait persepsi istri terhadap kondisi ekonomi keluarga. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan sehingga diperoleh skor total. Jawaban “tidak tidak pernah”

diberikan skor 1, jawaban “kadang-kadang” diberikan skor 2, jawaban

“sering” diberikan skor 3, dan jawaban “sangat sering” diberikan skor 4.

Dengan demikian akan diperoreh skor berkisar 10 – 40. Skor tersebut kemudian diubah dalam bentuk indeks dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan cut off.

2. Strategi nafkah keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait aktivitas strategi nafkah keluarga. Skoring dilakukan terhadap semua

pertanyaan sehingga diperoleh skor total. Jawaban “tidak tidak pernah” diberikan skor 1, jawaban “kadang-kadang” diberikan skor 2, jawaban

(21)

9

Variabel strategi nafkah terdiri dari tiga sub variabel yaitu rekayasa nafkah (5 pertanyaan), pola nafkah ganda (3 pertanyaan), dan spasial (4 pertanyaan). Masing-masing sub variabel tersebut dijumlahkan dan diubah dalam bentuk indeks dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan cut off.

3. Kesejahteraan keluarga diukur dengan cara mengumpulkan data terkait persepsi istri terhadap kondisi ekonomi, psikologis, sosial, dan fisik keluarga. Skoring dilakukan terhadap semua pertanyaan sehingga diperoleh skor total.

Jawaban “tidak puas” diberikan skor 1, jawaban “kurang puas” diberikan skor

2, jawaban “puas” diberikan skor 3, dan jawaban “sangat puas” diberikan skor

4. Dengan demikian akan diperoreh skor berkisar 21 – 84. Skor tersebut kemudian diubah dalam bentuk indeks dan dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan cut off.

4. Karateristik keluarga, modal keluarga, tekanan ekonomi, dan strategi nafkah, dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif. Data karateristik keluarga mencakup usia, pendidikan, pekerjaan, pengeluaran rata-rata keluarga per kapita, dan besar keluarga. Analisis deskriptif yang digunakan meliputi uji crosstab, nilai minimal – maksimal, frekuensi, nilai rata-rata, dan standar deviasi.

5. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tekanan ekonomi digunakan uji regresi linier berganda dengan model sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 + b9 X9 +

X4= pengeluaran per kapita (Rp/bulan)

X5= pendidikan suami (tahun)

X6= pendidikan istri (tahun)

X7= modal alam (skor)

X8= lingkungan (skor)

X9= modal sosial (skor)

X10= modal fisik (skor)

X11= modal finansial (skor)

X12= wilayah (0=hilir, 1=hulu)

6. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi strategi nafkah digunakan uji regresi linier berganda dengan model sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 + b9 X9 +

(22)

Keterangan:

X4= pengeluaran per kapita (Rp/bulan)

X5= pendidikan suami (tahun)

X6= pendidikan istri (tahun)

X7= modal alam (skor)

X8= lingkungan (skor)

X9= modal sosial (skor)

X10= modal fisik (skor)

X11= modal finansial (skor)

X12= wilayah (0=hilir, 1=hulu)

X13= tekanan ekonomi (skor)

7. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesejahteraan digunakan uji regresi linier berganda dengan model sebagai berikut:

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 + b4 X4 + b5 X5 + b6 X6 + b7 X7 + b8 X8 + b9 X9 +

b10 X10 + b11 X11 + d12 X12 + b13 X13 + b14 X14 + b15 X15 + b16 X16 + e

Keterangan:

Y = kesejahteraan keluarga (skor) a = konstanta

X4= pengeluaran per kapita (Rp/bulan)

X5= pendidikan suami (tahun)

X6= pendidikan istri (tahun)

X7= modal alam (skor)

X8= lingkungan (skor)

X9= modal sosial (skor)

X10= modal fisik (skor)

X11= modal finansial (skor)

X12= wilayah (0=hilir, 1=hulu)

X13= rekayasa nafkah (skor)

X14= nafkah ganda (skor)

X15= spasial (skor)

(23)

11

8. Uji beda Independent Samples T-Test digunakan untuk melihat perbedaan karateristik keluarga, modal aset, strategi nafkah, tekanan ekonomi, dan kesejahteraan keluarga menurut wilayah yang berbeda (hulu dan hilir Sungai Cimanuk).

Definisi Operasional

Responden merupakan suami dan istri keluarga yang tinggal di wilayah hulu dan hilir Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk, Provinsi Jawa Barat.

Karakteristik keluarga merupakan semua informasi yang terkait dengan identitas contoh meliputi usia (suami, istri, dan anak), lama pendidikan (suami dan istri), pekerjaan (suami dan istri), besar keluarga, pengeluaran keluarga per kapita, dan kepemilikan aset.

Besar keluarga merupakan banyaknya anggota keluarga inti baik yang tinggal dalam satu rumah maupun tidak yang masih menjadi tanggungan keluarga. Jenis pekerjaan merupakan usaha tertentu yang dilakukan oleh anggota keluarga

dalam rangka memperoleh penghasilan berupa uang.

Lama pendidikan merupakan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh contoh semasa hidupnya dalam hitungan tahun.

Usia merupakan lama hidup contoh terhitung sejak lahir hingga tahun 2015 yang dinyatakan dalam tahun, dengan pengkategorian: [1] dewasa awal: 22 – 40 tahun, [2] dewasa madya: 41 – 60 tahun, dan [3] dewasa akhir: ≥61.

Pengeluaran per kapita keluarga merupakan jumlah pengeluaran pangan dan non pangan keluarga dinilai dalam bentuk rupiah dalam kurun waktu satu bulan terakhir.

Pengeluaran rata-rata per kapita keluarga banyaknya biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan konsumsi keluarga dalam kurun waktu satu bulan dibagi besar keluarga.

Tekanan ekonomi merupakan suatu keadaan yang memengaruhi kestabilan keuangan keluarga yang diukur berdasarkan persepsi keluarga terhadap kesulitan ekonomi yang dihadapi.

Kepemilikan aset Banyaknya kekayaan yang dimiliki oleh keluarga contoh berupa kepemilikan modal sumber daya alam, modal finansial, modal sosial, modal fisik, dan modal manusia.

Modal alam merupakan sumber daya yang terdapat di alam dan dimanfaatkan oleh keluarga untuk kelangsungan hidup, dalam penelitian ini berupa Sungai Cimanuk atau hutan.

Modal finansial merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan kepemilikan uang tunai, kepemilikan tabungan, arisan, kepemilikan kredit/hutang, kepemilikan sumber dana darurat, dan kepemilikan asuransi (hasil berupa skor) dan pendapatan keluarga (dilihat dari pengeluaran per kapita).

(24)

Modal manusia merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang dilihat dari aspek usia dan pendidikan suami dan istri sebagai pencari nafkah juga jumlah anggota keluarga.

Modal sosial merupakan modal yang dimiliki oleh keluarga contoh yang diukur berdasarkan adanya bantuan yang diberikan oleh pihak luar, keterlibatan dalam aktivitas sosial di masyarakat, dan adanya manfaat setelah bergabung dengan kelompok sosial tertentu.

Strategi nafkah upaya yang dilakukan individu untuk mencari nafkah dalam rangka bertahan hidup yang terdiri dari rekayasa nafkah, pola nafkah ganda, dan spasial.

Rekayasa nafkah merupakan usaha keluarga untuk bertahan hidup dengan cara meragamkan nafkah, meminjam modal, menggunakan teknologi modern, memperluas usaha, menambah jam kerja/pekerja.

Pola nafkah ganda merupakan usaha keluarga untuk bertahan hidup dengan cara mempekerjakan seluruh anggota keluarga atau memiliki banyak pekerjaan. Spasial merupakan usaha yang dilakukan keluarga untuk bertahan hidup dengan

cara pindah ke daerah lain baik permanen maupun sementara.

Kesejahteraan merupakan kondisi kualitas hidup keluarga yang dilihat dari aspek ekonomi, sosial, fisik, dan psikologis.

Kondisi lingkungan merupakan persepsi keluarga dalam hal kemudahan akses terhadap SDA dan fasilitas yang tersedia.

HASIL

Karakteristik Keluarga

Karakteristik keluarga pada penelitian ini dibedakan menjadi dua bagian, yaitu karakteristik sosio demografi dan sosio ekonomi. Karakteristik sosio demografi yang diteliti meliputi besar keluarga, usia suami, dan usia istri. Selanjutnya untuk karakteristik sosio ekonomi yang diteliti meliputi pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, dan pengeluaran rata-rata per kapita keluarga (pengeluaran total dibagi besar keluarga). Hasil uji deskriptif mengenai karakteristik sosio demografi dan sosio ekonomi keluarga tersaji pada Tabel 1 – 5.

Tabel 1 Keluarga berdasarkan karakteristik sosio demografi dan wilayah

Variabel Hulu Hilir Total P-value

Rataan ± SD Rataan ± SD Rataan ± SD

Besar keluarga (orang) 5.5±1.6 4.9±1 5.2 ± 1.4 0.050*

Usia suami (tahun) 40.2±7.3 39.8±6.8 40.1 ± 7.03 0.821

Usia istri (tahun) 34.2±6.1 34.4±4.9 34.3 ± 5.55 0.877

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

(25)

13

BKKBN menggolongkan keluarga menjadi tiga, yaitu: keluarga kecil, keluarga sedang, dan keluarga besar. Keluarga kecil merupakan keluarga dengan jumlah anggota tidak lebih dari empat orang. Keluarga sedang memiliki jumlah anggota sebanyak lima hingga tujuh orang sedangkan keluarga besar memiliki jumlah anggota lebih dari tujuh orang. Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa rata-rata contoh, baik di wilayah hulu maupun hilir termasuk dalam keluarga sedang (Tabel 1). Terdapat perbedaan antara besar keluarga di hulu dan hilir, jumlah anggota keluarga di hulu lebih banyak jika dibandingkan dengan wilayah hilir.

Usia suami dan istri dalam penelitian ini dikategorikan menjadi tiga menurut Santrock (2011) yaitu: dewasa awal (22 – 40 tahun), dewasa madya (41 – 60 tahun), dan dewasa akhir (>60 tahun). Keluarga contoh dalam penelitian ini merupakan keluarga muda dengan rata-rata usia suami dan istri yang masih tergolong dewasa awal. Hasil uji beda menunjukkan tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia suami dan istri di kedua wilayah.

Tabel 2 Keluarga berdasarkan karakteristik sosio ekonomi dan wilayah

Variabel Garut hilir Total

P-value

Rataan ± SD Rataan ± SD Rataan ± SD

Pend. Suami (th) 5.9±2.1 7.5±3 6.7 ± 2.8 0.015**

Pend. Istri (th) 5.7±1.3 7±3 6.3 ± 2.2 0.026**

Pengeluaran (Rp) 273.874±80.752 357.735±106.550 311.145±101.487 0.001***

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Keluarga contoh dalam penelitian ini rata-rata tidak memiliki pendidikan yang tinggi (hanya tamat SD). Hasil uji deskriptif pada Tabel 2 menunjukkan capaian rata-rata lama pendidikan suami dan istri wilayah hulu kurang dari 6 tahun atau setara dengan tidak tamat SD, sedangkan pada wilayah hilir rata-rata lama pendidikan suami dan istri lebih dari 7 tahun atau setara dengan tidak tamat SMP. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara lama pendidikan suami dan istri di wilayah hulu dan hilir. BPS (2012) menyebutkan bahwa rumah tangga miskin cenderung memiliki anggota keluarga yang lebih banyak sehingga peningkatan sumber daya manusia menjadi terhambat. Pendidikan yang rendah membuat anggota keluarga memiliki keahlian dan pengetahuan yang rendah pula sehingga produktivitasnya pun rendah.

Tabel 3 Suami berdasarkan pekerjaan dan wilayah

Pekerjaan suami Hulu Hilir Total

(26)

Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar keluarga contoh berprofesi sebagai buruh, baik buruh tani maupun non tani. Di wilayah hulu, pekerjaan sebagai petani dan buruh tani biasanya dilakukan oleh keluarga secara bersamaan. Sementara itu, pekerjaan sebagai buruh non tani biasanya berupa buruh angkut sayuran dan ojek sayuran. Hal tersebut mendukung hasil penelitian BPS (2008) yang menyebutkan bahwa kemiskinan seringkali melekat dengan mereka yang bekerja di sektor pertanian, seperti petani gurem, nelayan, buruh tani dan perkebunan, serta pencari kayu dan madu di hutan. Berbeda dengan wilayah hulu, pekerjaan suami di wilayah hilir lebih beragam. Walaupun demikian, sebagian besar tetap didominasi oleh kaum buruh. Pekerjaan buruh non tani yang dilakukan berupa buruh bata, buruh pabrik tahu, dan buruh bangunan. Namun, pada saat musim panen biasanya banyak para kepala keluarga yang merangkap profesi menjadi buruh tani musiman.

Tabel 4 Istri berdasarkan pekerjaan dan wilayah

Pekerjaan istri Hulu Hilir Total

n % n % n %

Tidak bekerja 20 50.0 20 62.5 40 55.6

Buruh tani 10 25.0 0 0.0 10 13.9

Buruh non tani 7 17.5 4 12.5 11 15.3

Wiraswasta 2 5.0 7 21.9 9 12.5

Pekerjaan lain 0 0.0 1 3.1 1 1.4

Total 40 100 32 100 72 100

Hasil uji deskriptif pada Tabel 4 mengenai pekerjaan istri menunjukkan bahwa lebih dari separuh istri berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau tidak bekerja. Hal ini dikarenakan pada saat penelitian berlangsung keluarga mempunyai anak balita dan anak yang masih sekolah. Puspitawati (2012) menyebutkan bahwa keluarga dengan anak balita dan usia sekolah memiliki tuntutan pekerjaan domestik yang lebih tinggi, sehingga istri biasanya memutuskan berhenti bekerja di sektor publik. Sementara itu, pada kasus istri yang bekerja biasanya mereka memanfaatkan kerabat dalam hal mengasuh anak. Bahkan pada keluarga di wilayah hulu, istri yang bekerja sebagai buruh tani sudah terbiasa untuk membawa anaknya ke kebun ketika bekerja.

Kondisi Lingkungan

(27)

15

hal akses terhadap sanitasi, fasilitas kesehatan, pendidikan, informasi, dan penggunaan bahasa di wilayah hilir lebih mudah. Perbedaan dalam hal akses ini berpengaruh terhadap kehidupan keluarga terutama dalam hal mata pencaharian dan kesejahteraan keluarga.

Modal Keluarga

Keberhasilan strategi nafkah yang dilakukan keluarga akan dipengaruhi oleh livelihood asset atau modal keluarga yang dimiliki keluarga. Livelihood asset atau modal keluarga tersebut terdiri dari lima aspek, diantaranya: modal finansial, modal manusia, modal fisik, modal sosial, dan modal sumber daya alam finansial (FAO dan ILO 2009; Ellis 2000, Ellis dan Allison 2004; dan Frankenberger et al. 2002).

Modal Manusia

Menurut Moser (2005) modal manusia terdiri dari investasi dalam hal pendidikan, kesehatan, dan status gizi. Sementara itu Farrington, Ramasut, dan Walker (2002) berpendapat bahwa modal manusia terdiri dari keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan seorang individu dalam bekerja. Modal manusia dalam penelitian ini diukur berdasarkan tingkat pendidikan orang tua (suami dan istri), jumlah anggota keluarga, dan usia orang tua (suami dan istri). Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara lama pendidikan suami dan istri, dan besar keluarga di kedua wilayah. Pada Tabel 1 dan 2 mengenai karakteristik sosio demografi dan sosio ekonomi dapat terlihat lama pendidikan suami istri di wilayah hilir lebih tinggi jika dibandingkan hulu. Hal ini berarti dari segi pendidikan, modal manusia di hulu lebih rendah jika dibandingkan dengan hilir. Sementara itu, dalam hal sumber daya manusia (dilihat dari besar keluarga) rata-rata besar keluarga di wilayah hulu lebih tinggi jika dibandingkan dengan hilir. Selanjutnya dalam hal usia suami dan istri, hasil uji menunjukkan tidak ada perbedaan antara kedua wilayah. Rata-rata usia suami istri di kedua wilayah termasuk dalam kategori dewasa muda (Santrock 2011).

Rendahnya pendidikan keluarga di wilayah hulu disebabkan karena wilayah penelitian terletak di perdesaan. Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Pramudita (2014) dan BPS (2012) menunjukkan bahwa pendidikan keluarga miskin di perdesaan lebih rendah jika dibandingkan dengan keluarga miskin diperkotaan. Hasil uji hubungan terhadap lama pendidikan dan akses terhadap lingkungan menunjukkan bahwa keterbatasan akses membuat pendidikan menjadi rendah (p<0.01).

Modal Alam

(28)

keluarga di wilayah hilir, selain digunakan untuk irigasi sawah Sungai Cimanuk juga digunakan sebagai sumber air untuk membuat tahu.

Selanjutnya untuk pemanfaatan hutan, lebih dari separuh keluarga di wilayah hulu memanfaatkan hutan untuk kepentingan memasak sebagai salah satu strategi untuk mengurangi pengeluaran pangan keluarga. Selain itu, keluarga juga memanfaatkan hutan untuk kepentingan membuat rumah sehingga hampir seluruh rumah keluarga miskin berbahan dasar dari kayu. Hal ini berbeda jauh dengan wilayah hilir, di wilayah ini keluarga yang memanfaatkan hutan hanya kurang dari 10 persen. Hutan digunakan oleh keluarga miskin untuk mencari kayu bakar. Sama halnya seperti di wilayah hulu, penggunaan kayu bakar bertujuan untuk mengurangi biaya penggunaan gas LPG. Secara lebih rinci sebaran modal alam di kedua wilayah tersaji dalam Tabel 5.

Tabel 5 Keluarga berdasarkan kepemilikan modal alam dan wilayah

Modal alam Hulu Hilir Total

n % n % n %

Keberadaan sungai 40 100.0 32 100.0 72 100.0

Keberadaan hutan 35 87.5 10 31.3 45 52.5

Pemanfaatan sungai 36 90.0 13 40.6 48 66.7

Pemanfaatan hutan 31 77.5 3 9.4 34 47.2

Min - Maks 50 – 100 25 – 100 25 – 100

Rataan ± SD 88.13 ± 19.6 45 ± 22.4 69.1 ± 29.8

P-value 0.000***

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Modal Sosial

Modal sosial yang diteliti dalam penelitian ini berupa keterlibatan anggota keluarga dalam aktivitas sosial di masyarakat baik secara materi maupun non materi, manfaat yang dirasakan setelah bergabung dalam kelompok sosial tertentu, dan penerimaan bantuan/pertolongan dari lingkungan sekitar (Grootaert et al. 2003). Hasil pada Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata keluarga sering mengikuti dan berpartisipasi dalam kegiatan bermasyarakat dan aktivitas sosial. Aktivitas sosial yang diikuti keluarga di hulu adalah pengajian. Semua ibu rumah tangga di wilayah ini ikut serta dalam kegiatan pengajian. Namun karena mempunyai anak balita dan bekerja, status keanggotaan istri menjadi tidak aktif. Meskipun tidak aktif, keluarga tetap membayar iuran atau berpartisipasi jika ada kegiatan-kegiatan besar. Berbeda dengan wilayah hulu, di wilayah hilir jenis kegiatan yang diikuti keluarga adalah arisan.

(29)

17

Tabel 6 Keluarga berdasarkan modal sosial dan wilayah

Modal sosial Sebaran jawaban P-value

Hulu Hilir

1.Anggota keluarga berpartisipasi dalam beberapa aktivitas kelompok masyarakat

sering sering 0.224

2.Anggota keluarga berkontribusi secara materi

dalam kelompok masyarakat sering sering

0.725

3.Anggota keluarga berkontribusi non materi dalam kelompok masyarakat

sering sering 0.966

4.Mendapatkan manfaat setelah bergabung ke

dalam kelompok masyarakat sering sering

0.417

5.Mendapatkan kemudahan akses pelayanan masyarakat setelah bergabung ke kelompok masyarakat

sering sering 0.708

6.Mendapatkan pertolongan uang dari orang lain ketika membutuhkan

jarang jarang 0.356

7. Mendapatkan pertolongan berupa menjaga anak dari orang lain ketika membutuhkan

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Modal Finansial

Moser (2005); Farrington, Ramasut, dan Walker (2002); Belcher et al. (2012) menilai modal finansial sebagai sumber uang yang dapat diakses keluarga, misalkan tabungan atau hutang, sedangkan Kamarrudin dan Samsudin (2014) modal finansial sebagai total pendapatan keluarga dari pekerjaan utama dan pekerjaan sampingan. Modal finansial dalam penelitian ini dilihat dari kepemilikan uang tunai, tabungan, arisan, hutang konsumtif, hutang produktif, asuransi, dan sumber dana darurat yang tersaji dalam Tabel 7. Selain itu modal finansial juga dilihat dari pendapatan keluarga yang diukur berdasarkan pengeluaran per kapita keluarga. Secara keseluruhan hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara kepemilikan modal finansial di kedua wilayah. Capaian skor rata-rata wilayah hulu yang lebih rendah jika dibandingkan dengan wilayah hilir.

Tabel 7 Keluarga berdasarkan jenis kepemilikan modal finansial dan wilayah

Jenis Modal finansial Hulu Hilir Total

(30)

Lebih dari separuh keluarga di kedua wilayah mempunyai hutang konsumtif. Hutang konsumtif dalam penelitian ini adalah pengeluaran keluarga berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang dibayar di masa mendatang. Untuk memenuhi kebutuhan pokoknya keluarga biasanya berhutang pada warung terdekat. Berhutang pada warung banyak dilakukan oleh keluarga di wilayah hulu, terutama untuk memenuhi jajan anak. Selanjutnya hutang produktif adalah pengeluaran keluarga untuk kepentingan nafkah (modal). Di wilayah hulu hutang produktif dilakukan oleh keluarga (buruh tani) untuk modal menggarap kebun. Sementara di wilayah hilir hutang produktif digunakan sebagai modal usaha untuk berdagang atau membeli motor untuk kepentingan pekerjaan (menjadi tukang ojek). Hasil uji menunjukkan bahwa kepemilikan hutang produktif di wilayah hilir lebih besar jika dibandingkan dengan wilayah hulu. Kepemilikan tabungan, arisan, dan asuransi merupakan salah satu aset keluarga yang dapat dimanfaatkan ketika kondisi tekanan ekonomi tinggi. Dalam hal ini kepemilikan kepemilikan tabungan, arisan, dan asuransi keluarga di hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan hulu. Bahkan, tidak ada satu pun keluarga di wilayah hulu yang memiliki asuransi (Tabel 7).

Tabel 8 menggambarkan sebaran sumber dana darurat keluarga berdasarkan wilayah. Sumber dana darurat yang dimiliki keluarga secara umum adalah keluarga atau kerabat, menjual perhiasan, meminjam ke bank, dan mengambil tabungan. Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar sumber dana darurat keluarga di kedua wilayah berasal dari keluarga dan kerabat. Di wilayah hulu tidak ada keluarga yang memiliki sumber dana darurat yang berasal dari peminjaman di bank atau dari tabungan, 90 persen lebih berasal dari keluarga. Selanjutnya untuk wilayah hilir sebagian kecil keluarga melakukan peminjaman ke bank sebagai sumber dana darurat. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar dana darurat keluarga di kedua wilayah berupa hutang.

Tabel 8 Keluarga berdasarkan sumber dana darurat wilayah

Sumber dana darurat Hulu Hilir Total

(31)

19

di wilayah hulu disebabkan karena lebih dari 80 persen keluarga telah memiliki rumah. Tabel 9 menyajikan tentang gambaran kepemilikan rumah di kedua wilayah.

Tabel 9 Keluarga berdasarkan kepemilikan rumah dan wilayah

Kepemilikan rumah Hulu Hilir

n % n %

Milik orang tua 5 12.5 19 59.4

Milik sendiri 34 85.0 12 37.5

Lainnya 1 2.5 1 3.1

Berdasarkan uji deskriptif pada Tabel 9 lebih dari 80 persen keluarga di wilayah hulu mempunyai rumah sendiri. Hal ini dikarenakan rata-rata orang tua di wilayah hulu memberikan warisan berupa tanah kepada anaknya. Untuk biaya membangun rumah mereka biasanya mengambil kayu perhutani sebagai bahan dan memanfaatkan sanak saudara sebagai pekerja. Berbeda dengan wilayah hulu, di wilayah hilir lebih dari setengah keluarga masih menumpang pada orang tua. Hasil uji beda menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara status kepemilikan rumah di wilayah hulu dan Indramayu (signifikan pada p-value<0.01). Namun, meskipun sebagian besar keluarga di wilayah hulu telah memiliki rumah sendiri jika dilihat dari kualitas, rumah yang dimiliki masih jauh dari kategori layak ditinggali (Tabel 10).

Tabel 10 Keluarga berdasarkan karakteristik rumah dan wilayah

Karakteristik rumah Hulu Hilir

n % n %

1.Dinding rumah terbuat dari bambu, rumpia, kayu berkualitas rendah, atau tembok tanpa diplester.

26 76.5 4 33.3

2.Jenis lantai bangunan terbuat dari tanah bambu/kayu murahan. dari setengah keluarga juga tidak mempunyai kamar mandi dan toilet. Sementara itu, di wilayah hilir, meskipun keluarga yang memiliki rumah sendiri kurang dari 50 persen, namun jika dilihat dari kualitasnya masih lebih layak jika dibandingkan dengan keluarga di wilayah hulu, terutama dalam hal kepemilikan kamar mandi dan WC.

(32)

termasuk dalam kategori rendah (<33.33 %). Hanya sebagian kecil yang mempunyai lahan/sawah/kebun. Selanjutnya untuk kepemilikan motor, sebagai alat transportasi motor juga sering dijadikan peralatan kerja. Hal ini dikarenakan banyak keluarga yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai tukang ojek, baik ojek yang mengangkut sayuran (hulu) ataupun ojek pada umumnya (hilir).

Tabel 11 Keluarga berdasarkan jenis kepemilikan modal fisik dan wilayah

Kepemilikan modal fisik Hulu Hilir

n % n %

Kendaraan bermotor 16 40.0 18 56.3

Lahan/kebun/sawah 9 22.5 4 12.5

Hewan ternak 10 25.0 3 9.4

Perhiasan 9 22.5 10 31.3

Peralatan pertanian 33 82.5 16 50

Hampir semua keluarga di wilayah hulu pada penelitian ini tidak memiliki lahan secara pribadi, namun mereka menggarap lahan milik Dinas Perhutani dengan sistem sewa (Rp 20.000,- per patok per tahun). Hal ini merupakan salah satu bentuk bantuan dari pemerintah dalam upaya memberdayakan masyarakat sekitar. Walaupun mempunyai lahan garapan sendiri, ketika kebutuhan ekonomi meningkat biasanya anggota keluarga bekerja sebagai buruh tani untuk menambah pendapatan. Hal ini dikarenakan sebagai seorang petani mereka memperoleh penghasilan bersih rata-rata Rp 2.000.000,- per tiga bulan sedangkan sebagai buruh tani mereka memperoleh penghasilan Rp 17.000,- sampai Rp 20.000,- per hari. Hal ini menimbulkan permasalahan bagi keluarga dalam hal membagi waktu untuk menggarap lahan sendiri atau menggarap lahan orang lain agar memperoleh pendapatan harian. Sedangkan di wilayah hilir, untuk bidang pertanian para pemilik lahan berasal dari kalangan menengah atas dan mempunyai pekerjaan utama di luar bidang pertanian, sehingga dalam proses penggarapan lahan sepenuhnya dilakukan oleh buruh tani.

Tekanan Ekonomi

(33)

21

Tabel 12 Keluarga berdasarkan tekanan ekonomi dan wilayah

Tekanan ekonomi Hulu Hilir Total

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Hasil uji beda pada Tabel 12 terhadap variabel tekanan ekonomi menunjukkan tidak ada perbedaan antara tekanan ekonomi keluarga di kedua wilayah. Namun, jika dilakukan uji lebih lanjut pada setiap item maka ditemukan

perbedaan pada item “kesulitan memperoleh lapangan pekerjaan”. Rata-rata jawaban keluarga menunjukkan bahwa keluaga contoh di wilayah hilir lebih sulit dalam mencari pekerjaaan jika dibandingkan keluarga di wilayah hulu (p<0.01). Berdasarkan wawancara mendalam dengan salah satu responden di wilayah hulu, iklim di wilayah ini memang sangat mendukung terhadap mata pencaharian mayoritas warganya (petani dan buruh tani). Mencari pekerjaan di wilayah ini tidaklah sulit, tidak membutuhkan pendidikan yang tinggi asalkan mempunyai kemauan dan kondisi tubuh yang baik. Sementara itu, di wilayah hilir rata-rata keluarga miskin mempunyai pekerjaan yang tidak tetap dan tidak jarang suami bergantung pada istri ketika sedang menganggur.

Strategi Nafkah

Strategi nafkah terdiri dari usaha dan pilihan individu atau keluarga untuk mencapai tujuan strategi nafkahnya. Chambers dan Conway (1991) mendefinisikan strategi nafkah sebagai kemampuan, aset, dan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar. Sementara itu, Fofana (2009) memandang konsep strategi nafkah tidak hanya menyangkut pendapatan, akan tetapi membahas kesejahteraan sosial.

Secara keseluruhan, lebih dari setengah contoh di kedua wilayah melakukan strategi nafkah dengan kategori rendah. Tidak ada keluarga yang mencapai skor tinggi dalam hal strategi nafkah di kedua wilayah. Hasil uji beda menunjukkan secara umum tidak terdapat perbedaan antara strategi nafkah di kedua wilayah. Meskipun demikian jika dilihat dari skor rata-rata, strategi nafkah keluarga di wilayah hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan keluarga di wilayah hulu.

(34)

Tabel 13 Keluarga berdasarkan jenis strategi nafkah dan wilayah

Strategi nafkah Hulu Hilir Total p-value

Rataan ±SD Rataan ±SD Rataan ±SD

Rekayasa nafkah 22.5 22.6 24.8 20.8 23.5 21.7 0.659

Pola nafkah ganda 34.4 31.5 45.1 30.5 39.2 31.3 0.151

Spasial 5.8 11.5 12.5 15.7 8.8 13.8 0.049**

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Pola nafkah ganda merupakan salah satu bentuk adaptasi keluarga untuk mendapatkan pendapatan yang lebih dalam rangka mengatasi kesulitan berupa tekanan dan guncangan baik secara permanen maupun sementara, biasanya diluar sektor pertanian (non farm). Pola nafkah ganda dalam penelitian ini berupa usaha yang dilakukan keluarga untuk bertahan hidup dengan cara memanfaatkan semua sumber daya manusia (istri dan anak bekerja) atau melakukan berbagai pekerjaan (memiliki pekerjaan lebih dari satu). Rendahnya skor strategi nafkah di kedua wilayah di sebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya karena keluarga sedang memiliki anak balita sehingga ibu memiliki keterbatasan dalam alokasi waktu dan berhenti bekerja.

Rekayasa nafkah yang dilakukan oleh keluarga untuk bertahan hidup dalam penelitian ini berupa meragamkan satu sumber nafkah (melakukan sistem tumpang sari bagi petani), meminjam modal usaha, memperluas lahan, menambah tenaga kerja/jam kerja, dan menggunakan teknologi modern. Rekyasa nafkah di kedua wilayah secara umum masih termasuk dalam kategori rendah (<33.33 persen). Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan keluarga miskin sehingga jarang yang sudah menggunakan teknologi modern, memperluas lapangan pekerjaa, atau menambah pekerja.

Sistem tumpang sari sebagai salah satu bentuk rekayasa nafkah dilakukan oleh beberapa keluarga petani di wilayah hulu. Dalam sekali masa tanam mereka biasanya mengombinasikan tanaman kentang, wortel, cabai, kacang, atau ubi. Sistem tumpang sari dilakukan karena masing-masing holtikultura tersebut mempunyai masa panen yang berbeda sehingga keluarga dapat memperoleh pendapatan lebih sering. Selain melakukan tumpang sari, keluarga juga biasanya melakukan peminjaman modal kepada tengkulak untuk menggarap lahan. Namun, ketika sedang memegang uang, tak jarang keluarga juga mempekerjakan orang lain untuk menggarap lahan mereka. Selanjutnya untuk wilayah hilir rekayasa nafkah yang banyak dilakukan keluarga adalah melakukan peminjaman modal usaha. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 7 mengenai sebaran modal finansial keluarga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 43.8 persen keluarga di wilayah hilir memiliki hutang produktif (modal).

(35)

23

strategi spasial di wilayah hilir dikarenakan akses yang mudah, terutama untuk melakukan migrasi internasional. Selain itu, keluarga di wilayah hilir juga lebih suka merantau. Berbeda halnya dengan keluarga di wilayah hulu, seperti masyarakat sunda pada umumnya keluarga di wilayah ini lebih suka tinggal di daerah asal dan berkumpul dengan keluarga meskipun pekerjaan di daerah asal kurang menjanjikan.

Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan/kebahagiaan/kepuasan hidup dalam penelitian ini ditentukan dengan menilai persepsi istri terhadap kondisi ekonomi, fisik, sosial, dan psikologis. Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan kesejahteraan keluarga di kedua wilayah masuk dalam kategori sedang dengan skor rata-rata secara keseluruhan sebesar 51.76 persen. Hasil penelitian pada Tabel 14 menunjukkan bahwa persepsi keluarga terhadap kesejahteraan ekonomi menduduki peringkat terendah jika dibandingkan dengan aspek lainnya. Sedangkan peringkat tertinggi terletak pada aspek fisik. Dalam hal ekonomi dan fisik, tingkat kesejahteraan keluarga di wilayah hilir lebih tinggi. Sementara itu, untuk aspek psikologis dan sosial capaian skor rata-rata di wilayah hulu lebih tinggi.

Tabel 14 Keluarga berdasarkan kesejahteraan dan wilayah

Kesejahteraan Hulu Hilir Total p-value

Rataan ±SD Rataan ±SD Rataan ±SD

Ekonomi 45.00 26.95 52.43 27.69 48.30 27.34 0.255

Fisik 65.00 36.94 75.00 31.68 69.44 34.83 0.229

Psikologis 60.93 17.41 60.42 18.94 60.70 17.98 0.906

Sosial 63.19 11.30 60.94 11.42 62.19 11.33 0.405

Total 50.81 13.25 52.95 10.47 51.76 12.06 0.458

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Secara keseluruhan hasil menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kesejahteraan di wilayah hulu dan hilir Sungai Cimanuk. Namun, jika dilakukan uji lanjut per item terdapat perbedaan tingkat kepuasan pada kedua wilayah. Pada pertanyaan nomor pertama berkaitan dengan keuangan keluarga rata-rata keluarga di wilayah hulu menjawab “kurang puas” sedangkan di wilayah hilir rata-rata keluarga menjawab “cukup puas” (sig. pada p<0.1). Pada item pengetahuan dan keterampilan istri rata-rata keluarga di wilayah hulu menjawab

(36)

Faktor-faktor yang Memengaruhi

Tekanan Ekonomi, Strategi Nafkah, dan Kesejahteraan Keluarga

Uji regresi linear berganda digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi tekanan ekonomi. Variabel-variabel yang diteliti dan diduga memengaruhi persepsi terhadap tekanan ekonomi keluarga terdiri dari perbedaan wilayah, akses terhadap lingkungan, modal manusia, modal alam, modal sosial, modal fisik, dan modal finansial keluarga yang ditunjukkan dalam Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji regresi linear berganda mengenai faktor-faktor yang

Kondisi lingkungan(skor) -.138 .273 -.070 .616

F 2.388

R square 0.327

Adj R square 0.190

Sig. 0.014**

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Hasil uji regresi pada Tabel 15 menunjukkan bahwa variabel-variabel yang tercantum dalam model berpengaruh terhadap tekanan ekonomi keluarga sebesar 19 persen, sedangkan 81 persennya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti. Jika dikaji lebih lanjut, pendidikan kepala keluarga dan modal finansial berpengaruh negatif nyata terhadap tekanan ekonomi keluarga. Hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan pendidikan kepala keluarga dan modal finansial keluarga akan menurunkan tekanan ekonomi keluarga sebesar nilai B-nya. Selain itu, perbedaan wilayah juga terbuksi signifikan berpengaruh negatif terhadap tekanan ekonomi keluarga. Hal ini berarti tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga di wilayah hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah hulu.

(37)

25

dan spasial masng-masing sebesar 20.9 persen, 24.5 persen, dan 24.1 persen sedangkan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti.

Tabel 16 Hasil uji regresi linear berganda mengenai faktor-faktor yang memengaruhi strategi nafkah

Variabel Rekayasa nafkah Nafkah ganda Spasial

B Sig. B Sig B Sig.

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

Hasil uji lanjutan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rekayasa nafkah menunjukkan bahwa modal sosial dan tekanan ekonomi berpengaruh positif nyata terhadap rekayasa nafkah yang dilakukan keluarga. Hal ini berarti tingginya tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga dan modal sosial yang tinggi akan membuat keluarga melakukan rekayasa nafkah yang banyak yang lebih banyak. Hasil juga menunjukkan bahwa modal finansial berpengaruh negatif nyata terhadap rekayasa nafkah, artinya semakin rendah modal finansial yang dimiliki maka semakin banyak rekayasa nafkah yang dilakukan keluarga.

Selanjutnya, hasil uji lanjutan mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pola nafkah ganda menunjukkan bahwa usia istri, modal sosial, dan akses terhadap lingkungan berpengaruh positif nyata terhadap pola nafkah ganda. Hal ini berarti setiap kenaikan satu satuan dari usia istri, modal sosial, dan akses terhadap lingkungan akan menaikan pola nafkah keuarga sebesar nilai beta-nya. Sementara itu, jumlah pengeluaran keluarga per kapita memiliki pengaruh negatif nyata terhadap pola nafkah ganda. Hal ini berarti semakin besar pengeluaran keluarga maka pola nafkah ganda yang dilakukan semakin sedikit.

(38)

usia istri berpengaruh positif nyata maka setiap kenaikan satu satuan dari skor modal alam dan usia istri akan menaikan strategi spasial keluarga sebesar nilai beta-nya. Penelitian ini juga menemukan bahwa strategi spasial di wilayah hilir lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah hulu.

Variabel-variabel yang diteliti dan diduga memengaruhi kesejahteraan keluarga terdiri dari karakteristik perbedaan wilayah, akses terhadap lingkungan, modal manusia, modal alam, modal sosial, modal fisik, modal finansial, tekanan ekonomi, dan jenis strategi nafkah (rekayasa nafkah, pola nafkah ganda, dan spasial). Hasil uji regresi terhadap variabel kesejahteraan keluarga yang tersaji dalam Tabel 17.

Kondisi lingkungan(skor) -.410 .192 -.289 .037**

Tekanan ekonomi(skor) -.211 .089 -.293 .022**

Ket: *signifikan pada p-value <0.1, **signifikan pada p-value <0.05, ***signifikan pada p-value

<0.01

(39)

27

PEMBAHASAN

Jordan’s (1996) dalam Robila (2006) menyebutkan bahwa kerentanan

terjadi ketika individu memiliki kapasitas sumber daya alam dan sumber daya manusia yang rendah. Hasil penelitian menunjukkan kepemilikan modal finansial berpengaruh negatif terhadap tekanan ekonomi keluarga. Menurut Farrington, Ramasut, dan Walker (2002) kepemilikan modal finansial akan bergantung pada kualitas modal manusia yang dimiliki keluarga. Sayangnya, sebagai salah satu komponen modal manusia, rata-rata lama pendidikan keluarga contoh di wilayah hulu justru kurang dari 6 tahun atau setara dengan tidak tamat SD, sedangkan rata-rata lama pendidikan di wilayah hilir lebih dari 7 tahun atau setara dengan tidak tamat SMP. Rendahnya pendidikan akan memengaruhi jenis pekerjaan yang dapat diakses oleh anggota keluarga. Hal tersebut dibuktikan dengan uji chi square antara pendidikan dan pekerjaan yang menunjukkan terdapat hubungan antara kedua variabel tersebut. Menurut Elder (1992) pekerjaan yang tidak stabil akan berdampak pada rendahnya pendapatan dan memunculkan tekanan ekonomi. Penelitian juga menemukan bahwa perbedaan tempat tinggal juga berpengaruh terhadap tekanan ekonomi yang dirasakan keluarga. Keluarga di wilayah hulu lebih merasa tertekan secara ekonomi jika dibandingkan dengan wilayah hilir. Tekanan ekonomi merupakan salah satu komponen yang memengaruhi kesejahteraan keluarga. Iskandar et al. (2006) menyebutkan bahwa salah satu faktor yang memengaruhi kesejahteraan persepsi adalah tempat tinggal.

Strategi nafkah merupakan kemampuan, aset, dan sumber daya yang dimiliki keluarga untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar (Chambers dan Conway 1991). Strategi nafkah dapat dikatakan berkelanjutan apabila individu dapat memelihara dan meningkatkan aset, sumber daya, dan kemampuannya untuk generasi selanjutnya. Menurut Fofana (2009) konsep strategi nafkah tidak hanya menyangkut pendapatan, akan tetapi membahas kesejahteraan sosial. Secara umum strategi nafkah keluarga miskin di DAS Cimanuk termasuk dalam kategori rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian Kamarrudin dan Samsudin (2014) menunjukkan bahwa keluarga dengan pendapatan di bawah Garis Kemiskinan memperoleh skor yang rendah dalam hal strategi nafkah.

Scoones (1998) menjelaskan bahwa strategi nafkah yang dilakukan oleh keluarga untuk dapat bertahan hidup dapat berupa kegiatan on farm (termasuk peternakan, perikanan, dan kehutanan), non farm (di luar sektor pertanian) atau kombinasi dari keduanya. Secara lebih rinci strategi nafkah terbagi menjadi tiga jenis, yaitu: rekayasa sumber nafkah, pola nafkah ganda, dan spasial.

Gambar

Gambar 1  Kerangka pemikiran tekanan ekonomi, strategi nafkah, kesejahteraan
Tabel 3  Suami berdasarkan pekerjaan dan wilayah
Tabel 5  Keluarga berdasarkan kepemilikan modal alam dan wilayah
Tabel 6  Keluarga berdasarkan modal sosial dan wilayah
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghadapi kerentanan tersebut keluarga memanfaatkan berbagai modal yang dimiliki seperti modal manusia, modal alam, modal finansial, modal fisik, serta modal sosial

Judul Artikel : Kondisi Sosial Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Keluarga: Kasus di Wilayah.. Pesisir

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sunarti (2012) menyebutkan bahwa keluarga dengan pekerjaan yang tidak stabil memiliki tekanan keluarga (meliputi ekonomi,

Hasil penelitian mendukung pernyataan Firdaus dan Sunarti (2009) bahwa semakin tinggi tekanan ekonomi maka semakin rendah kesejahteraan keluarga, dan semakin baik

ESTI ROHIMAH. Kajian Kesejahteraan Keluarga: Keragaan Pemenuhan Kebutuhan Pangan dan Perumahan pada Keluarga Nelayan di Daerah Rawan Bencana. Dibimbing Oleh EUIS SUNARTI. Bencana

Data primer berupa karakteristik keluarga contoh (besar keluarga, usia orang tua, tingkat pendidikan orangtua, pendapatan per kapita, pengeluaran keluarga, kepemilikan asset,

pendidikan ibu, nilai aset, pendapatan per kapita, dan pengeluaran per kapita keluarga merupakan variabel yang memiliki pengaruh yang berbeda terhadap kesejahteraan keluarga

Tujuan penelitian adalah (1) Mengidentifikasi dan mengkaji tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga di daerah perdesaan Provinsi Jamb i, (2) Mengetahui faktor- faktor