• Tidak ada hasil yang ditemukan

Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

This study aims was to analyze the self-esteem, self-efficacy, learning motivation, and academic achievement of high school students in various learning models. The study involved 26 students of the acceleration class, 30 students of the international class and 30 students of the regular class in the city of Bogor. Primary data in this study were self-esteem, self-efficacy, and learning motivation which include internal and external motivatio. Students achievement data was collected through report card. Data was collected by observation techniques and self-report with the help of a questionnaire. The Study using descriptive analysis and inference analysis. The results showed different intrinsic motivation between the three classes (p < 0,05) where the regular class has the best intrinsic motivation, the second is the SBI and the third is the acceleratio n class. The results also indicated a difference in the report value of the three classes (p<0,05) where accelerated class have the highest value of cognitive and psychomotor, the second is the SBI and the last is the regular class. The highest affective value owned by the regular classroom. The study also found a positive relationship between self-esteem with self-efficacy (r=0,567), intrinsic motivation (r=0,520), and extrinsic motivation (r=0,289). In addition it also found a positive relationship between self-efficacy with intrinsic motivation (r=0,451) and extrinsic motivation (r=0,420). The results also showed a negative relationship between intrinsic motivation with cognitive value (r=-0,217) and the psychomotor (r=-0,256).

Key words: self-esteem, self-efficacy, motivation to learn, and academic achievement

ABSTRAK

DINDA AYU NOVARIANDHINI. Self-Esteem, Self-Efficacy, Motivasi Belajar dan Prestasi Akademik Siswa SMA pada Berbagai Model Pembelajaran. Dibimbing oleh MELLY LATIFAH.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik siswa SMA pada berbagai model pembelajaran. Penelitian melibatkan 26 siswa kelas akselerasi, 30 siswa kelas internasional dan 30 Siswa kelas reguler di Kota Bogor. Data primer dalam penelitian ini adalah self-esteem, self-efficacy, serta motivasi belajar yang meliputi motivasi internal dan eksternal, sedangkan untuk data sekunder adalah nilai rapor yang meliputi nilai kognitif, nilai psikomotorik, dan nilai afektif. Pengambilan data dilakukan dengan teknik observasi dan self-report dengan alat bantu kuesioner. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan inferensia. Hasil penelitian menunjukan adanya perbedaan motivasi intrinsik pada ketiga kelas (p<0,05) dengan kelas reguler memiliki motivasi intrinsik paling baik, kedua adalah kelas SBI dan ketiga adalah kelas akselerasi. Hasil penelitian pun menunjukan adanya perbedaan nilai rapor di ketiga kelas (p<0,05) dengan kelas akselerasi memiliki nilai kognitif dan psikomotorik paling tinggi, kedua adalah kelas SBI dan terakhir adalah kelas reguler. Nilai afektif tertinggi dimiliki oleh kelas reguler. Penelitian ini juga menemukan hubungan yang postif antara self-esteem dengan self-efficacy (r=0,567), motivasi intrinsik (r=0,520), dan motivasi ekstrinsik (r=0,289). Selain itu ditemukan pula hubungan yang positif antara self-efficacy dengan motivasi intrinsik (r=0,451) dan ekstrinsik (r=0,420). Hasil penelitian pun menunjukan adanya hubungan yang negatif antara motivasi intrinsik dengan nilai kognitif (r=-0,217) dan nilai psikomotorik (r=-0,256).

(2)

Sumberdaya yang berkualias merupakan salah satu modal penting untuk

pembangunan suatu bangsa. Bangsa yang memiliki sumberdaya yang bermutu

tinggi maka akan lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain.

Untuk mengukur kualitas sumberdaya yang terdapat di dalam suatu negara

menggunakan suatu indikator yang dikenal dengan HDI (Human Development

Index). Menurut Human Development Report (2008) HDI Indonesia menempati

urutan yang rendah yaitu urutan ke 119 dari 179 negara. Hal ini menunjukkan

bahwa Indonesia harus mengejar ketinggalannya dibandingkan negara lain di

dunia. Untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain, perlu

dikembangkan sumberdaya manusia yang berkualitas, yang mampu

menggerakkan roda pembangunan bangsa sehingga bangsa Indonesia mampu

bersaing di tingkat global.

Sumberdaya manusia yang berkulitas bisa didapatkan apabila sektor

pendidikannya diperhatikan. Sejak tahun 2001 otonomi daerah sudah

diberlakukan dan menjadikan sektor pendidikan mengalami perubahan dalam

aspek pendanaan dan aspek penyelenggaraan pendidikan. Hal tersebut

menyebabkan adanya desentralisasi pendidikan meliputi pemberian kewenangan

yang lebih luas di bidang kebijakan pendidikan dan aspek pendanaannya dari

pemerintah pusat ke pemerintah lokal (Alisjahbana 2000). Pemerintah daerah

berhak menuntukan model pembelajaran untuk sekolah yang ada di daerahnya

seperti dengan membuka kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

Kelas akselerasi merupakan kelas yang dikhususkan untuk anak-anak yang

memiliki nilai dan IQ di atas rata-rata dan hanya menempuh masa pendidikannya

selama dua tahun sedangkan kelas SBI adalah kelas yang mengunakan standar

internasional dengan menggunakan dua bahasa pengantar yaitu bahasa inggris dan

indonesia. Fasilitas di kedua kelas tersebut juga sangat memadai seperti adanya

pendingin ruangan, kelas yang cukup luas, dan kenyamanan lainnya. Berbeda

sekali dengan keadaan kelas reguler yang biasa-biasa saja sarana prasarananya.

(3)

diduga akan mempengaruhi pencapaian berbagai macam prestasi baik itu prestasi

akademik maupun prestasi non akademik. Prestasi yang baik dapat dilihat dari

bagaimana seseorang dapat meyakinkan dirinya sendiri bahwa ia mampu dan bisa

mendapatkan hasil yang baik serta memuaskan. Pengenalan akan diri sendiri dapat

meningkatkan prestasi seseorang. Pengenalan terhadap diri sendiri dan keyakinan

kuat yang dimiliki oleh seseorang dapat terbentuk dari lingkungan terkecilnya

yaitu keluarga. Keluarga merupakan suatu unit terkecil dalam suatu ekosistem.

Selain dari keluarga hal tersebut juga bisa terbentuk karena pengaruh lingkungan

lebih besarnya lagi yaitu teman sebaya dan sekolah tempat mereka mencari ilmu.

Penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri, baik berupa

penilaian negatif maupun penilaian positif yang akhirnya menghasilkan perasaan

keberhargaan atau kebergunaan diri dalam menjalani kehidupan disebut dengan

self-esteem. Individu dengan self-esteem tinggi tidak mudah terpengaruh pada

penilaian orang lain mengenai sifat dan kepribadiannya, baik itu positif maupun

negatif. Penilaian terhadap diri sendiri dapat membantu seseorang untuk dapat

lebih mengenal dirinya sendiri dan potensi apa yang menonjol dari diri sendiri

sehingga seseorang dapat mengetahui sejak dini potensi yang dimilikinya dan

dapat mengasah poensi tersebut untuk membentuk manusia yang memiliki

kualitas sumberdaya yang tinggi.

Selain penilaian terhadap diri sendiri hal lain yang penting dalam

peningkatan kualitas sumberdaya manusia untuk pencapaian prestasi yang tinggi

adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan

hasil (outcomes) yang positif (Santrock 2002). Keyakinan seseorang dalam

penguasaan situasi ini disebut dengan Self-efficacy. Self-efficacy merupakan suatu

keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa mereka dapat mengontrol

hasil dari usaha yang telah dilakukan. Dengan adanya kepercayaan tersebut,

pretasi dan potensi yang dimiliki dapat dikontrol dengan baik sehingga

pengoptimalan potensi tersebut dapat meningkatan kualitas sumberdaya manusia

yang ada di Indonesia. Hal ini dapat menyebabkan kekuatan pemikirannya dan

kebergunaan pemikirannya sehingga dapat menyebabkan pencapaian segala

(4)

kekuatan penilaian terhadap dirinya sendiri dan juga keyakinan akan kemampuan

dirinya sendiri.

Self-esteem dan self-efficacy yang berada didalam diri seseorang akan

menciptakan suatu motivasi yang baik sehingga dapat meningkatkan pencapaian

prestasi seseorang. Motivasi bukan merupakan suatu kondisi namun motivasi

timbul dari dalam diri manusia sendiri yaitu dengan adanya keinginan untuk dapat

mengerjakannya dan menyelesaikan sesuatu dengan baik dan benar. Motivasi

dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan faktor dari dalam maupun luar,

untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi atau memuaskan suatu kebutuhan.

Peran motivasi dalam proses belajar dapat dianalogikan sebagai bahan bakar

untuk menggerakkan mesin, motivasi belajar yang memadai akan mendorong

siswa berperilaku aktif untuk berprestasi, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru

dapat berpengaruh negatif terhadap keefektifan usaha belajar dan yang nantinya

akan mempengaruhi pencapaian prestasi yang akan didapatkan oleh anak.

Berdasarkan pemikiran yang dipaparkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan

penelitian self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar dan prestasi akademik

siswa-siswi SMA pada berbagai model pembelajaran.

Perumusan Masalah

Sistem umum pendidikan yang sedang dijalankan di Indonesia saat ini

memiliki berbagai model pembelajaran yaitu, kelas akselerasi dan kelas SBI. Di

Indonesia, terdapat terdapat 311 sekolah dari 126.000 sekolah umum yang ada dan

12 sekolah madrasah di seluruh Indonesia yang mewadahi kelas akselerasi

(Anonim 2010). Untuk tingkat SMA terdapat sebanyak 1.329 kelas SBI yang

izinnya diberikan pada 2006-2010 (Amang 2011). Program-program tersebut

memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing. Keunggulan tersebut

bisa berupa keungulan dalam bidang prestasi akademik maupun dalam bidang

prestasi non akademik, selain itu pada kelas akselerasi dan kelas SBI didukung

oleh fasilitas dan sarana penunjang yang sangat memadai berbeda dengan kelas

reguler yang biasa-biasa saja. Kelemahan dari kelas akselerasi dan kelas SBI

adalah terkadang siswa pada kedua kelas tersebut merasa lebih eksklusif dari

(5)

Ketiga kelas tersebut yaitu kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler

memiliki lingkungan serta metode pembelajaran yang berbeda-beda sehingga

menghasilkan prestasi akademik yang didapatkan oleh siswa pada ketiga kelas

tersebut pun berbeda. Pencapain prestasi akademik tersebut dapat dilihat pada

hasil penguasaan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Matematika, dan Bahasa Inggris

yang merupakan kunci dalam menguasai dan mengembangakan iptek.

Pencapaian prestasi yang berbeda-beda tersebut diduga karena motivasi

yang mendorongnya untuk mencapai prestasi tersebut pun berbeda pada setiap

kelas. Motivasi merupakan dorongan baik dalam diri sendiri ataupun dari luar

untuk pencapaian suatu hasil. Untuk mendapatkan motivasi tersebut seseorang

harus memiliki penilian terhadap diri sendiri atau yang sering disebut dengan

self-esteem. Pada jurnal Self-Esteem and Self-Motivational Needs of Disabled and

Non-Disabled oleh Omolayo 2009 menyebutkan bahwa self-esteem memiliki

hubungan dengan motivasi seseorang. Keyakinan terhadap diri sendiri atau yang

sering disebut dengan self-efficacy pun diduga memiliki hungan dengan motivasi

yang akan meningkatkan prestasi akademik. Seperti pada jurnal self-efficacy for

Learning and Achivment oleh Schunk Pajares 2001 menyebutkan bahwa

self-efficacy baik secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi prestasi

akademik yang diperoleh oleh anak.

Karakteristik siswa, karakteristik keluarga, penilaian terhadap diri sendiri

(self-esteem) serta keyakinan kemampuan diri sendiri (self-efficacy) diduga akan

berbeda pada setiap siswa di berbagai model pembelajaran tersebut. Self-esteem

dan self-efficacy pada setiap model pembelajaran akan mempengaruhi motivasi

mereka dalam belajar. Untuk itu permasalahan-permasalahan yang akan diteliti

untuk mendapatkan jawabannya adalah

1. Bagaimana karakteristik siswa dan karakterisik keluarga dari berbagai

model pembelajaran?

2. Bagaimana perbedaan self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan

prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran?

3. Bagaimana hubungan karakteristik siswa dan karakterisik keluarga

(6)

4. Bagaimana hubungan self-esteem dan self-efficacy terhadap motivasi

belajar siswa serta motivasi dengan prestasi akademik siswa?

Tujuan Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis self-esteem,

self-efficacy dan motivasi berprestasi terhadap prestasi akademik siswa SMA pada

kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis karakteristik siswa dan keluarga pada kelas akselerasi, kelas

SBI, dan kelas reguler.

2. Menganalisis self-esteem, self-efficacy, motivasi, dan prestasi akademik

siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

3. Menganalisis hubungan karakteristik siswa dengan self-esteem dan

self-efficacy.

4. Menganalisis hubungan self-esteem dan self-efficacy dengan motivasi.

5. Menganalisis hubungan motivasi dengan prestasi akademik siswa.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak terkait.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan wawasan bagi

pihak sekolah, dan orangtua mengenai self-esteem, self-efficacy dan motivasi

belajar terhadap prestasi akademik siswa pada kelas akselerasi, kelas SBI, dan

kelas reguler. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang perkembangan anak dan

menjadi landasan bagi pengembangan penelitian-penelitian sejenis di masa yang

(7)

TINJAUAN PUSTAKA  

Karakteristik Keluarga

Keluarga merupakan unit terkecil dalam masyarakat dan merupakan

tempat paling utama bagi pembentukan kepribadian anak. Dalam teori

brofenbrener seorang pakar ekologi keluarga menyebutkan bahwa keluarga

merupakan lingkungan meso bagi anak atau lingkungan paling terdekat bagi anak

yang mempengaruhi tumbuh kembangnya. (Berns 1997). Selain itu menurut teori

struktural fungsional keluarga merupakan sebuah sistem yang terkait anggota

dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap anggota keluarga memiliki peran dan

tugas yang harus dijalankan oleh anggota keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan

peran tersebut dimiliki oleh setiap angota keluarga. Tanpa pembagian peran dan

tugas yang jelas maka fungsi keluarga akan terganggu dan akan mempengaruhi

sistem yang lebih besar.

Dalam teori struktural fungsional terdapat dua aspek yang saling berkaitan

yaitu aspek struktural dan aspek fungsional. Megawangi (1999) menjelaskan

bahwa aspek struktural melihat keseimbangan yang diciptakan oleh sistem sosial

yang tertib. Ketertiban tersebut dapat tercipta bila keluarga memiliki struktur

sehingga mengetahui posisi dan patuh pada sistem yang berlaku dalam keluarga.

Terdapat tiga elekmen dalam struktur keluarga yaitu status sosial, fungsi sosial,

dan norma sosial (Megawangi 1999). Aspek yang kedua adalah aspek fungsional,

aspek fungsional dapat diartikan sebagai bagaimana subsistem dalam keluarga

dapat berhubungan dan dan dapat menjadi sebuah kesatuan (Megawangi 1999).

Salah satu subsistem yang menjadi sebuah kesatuan adalah karakteristik

keluarga yang mendukung untuk perkembangan anak dikeluarga tersebut.

Karakteristik keluarga tersebut diantaranya adalah tingkat pendidikan orangtua,

pendapatan keluarga, jenis pekerjaan orangtua, dan besar keluarga.

Tingkat Pendidikan Orangtua

Dari segi jenis dan kualitas, setiap orang memiliki tinkap pendidikan yang

berbeda-beda. Tingkat pendidikan orangtua baik secara langsung ataupun tidak

langsung akan mempengaruhi komunikasi antara orangtua dan anak dalam

(8)

bahwa orang yang memiliki pendidikan formal yang rendah dan tidak bekerja

memiliki partisipasi yang sedikit pada segala sesuatu yang berhubungan dengan

aktivitas sekolah anaknya dibandingkan dengan orangtua yang berpendidikan

tinggi, hal ini terjadi karena orantua berperan sebagai pengetahuan,

pengembangan karir, dan memberikan fasilitas belajar.

Pendapatan Keluarga

Keadaan sosial ekonomi merupakan salah satu faktor penting pada

kehidupan keluarga. Ekonomi keluarga akan digunakan sebagai salah satu

pemelihara anak dalam keluarga. Gunarsa dan Gunarsa (2004) menyatakan

kondisi keluarga yang memiliki tingkat pendapatan rendah menyebabkan orangtua

memperlakukan anak dengan kurang perhatian, penghargaan, pujian untuk

berbuat baik dan mengikuti peraturan, kurangnya latihan dari penanaman nilai

moral.

Jenis Pekerjaan Orangtua

Salah satu yang mempengaruhi pengasuhan terhadap anak adalah peran

orangtua. Untuk membimbing anak sebaiknya tidak hanya dilakukan oleh seorang

ibu saja tetapi ayah sebaiknya juga mengambil peranan. Ibu masa kini banyak

yang tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga saja namun mereka bekerja di

sektor publik ataupun di organisasi tertentu untuk menambah pendapatan

keluarga.

Besar Keluarga

Interaksi interpersonal yang semakin kompleks disebabkan oleh semakin

banyaknya jumlah anggota keluarga (Hastuti 2008). Adanya kepadatan dalam

keluarga akan mempengaruhi pola hubungan antar anggota keluarga sehingga

komunikasi antara anggota keluarga tidak berjalan sebagaimana mestinya.

Remaja

Masa remaja merupakan suatu masa transisi antara masa kanak-kanak

dengan msa dewasa (Santrock 2003). Rentan usia masa remasa adalah dari usia 12

(9)

yaitu remaja awal (usia 11 tahun sampai 15 tahun) dan remaja akhir (usia 16 tahun

sampai 19 tahun). Masa remaja adalah masa yang penting dalam kehidupan

karena pada masa ini merupakan peralihan, masa perubahan dan dimana saat

individu mencari identitas diri. Remaja disebut juga sebagai suatu masa

perkembangan yang rawan karena tugas utama remaja adalah membentuk suatu

identitas untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari

dalam diri. Mencari identitas diri mencakup hal memutuskan apa yang penting

dan patut dikerjakan serta memformulasikan standar tindakan dalam

mengevaluasi perilaku dalam dirinya.

Santrock (2003) meyebutkan tugas perkembangan anak sesuai periode

kehidupan manusia. Tugas perkembangan masa remaja antara lain : 1) mencapai

hubungan pertemanan atau hubungan dengan lawan jenis yang lebih stabil, 2)

mencapai peran sosial maskulin dan feminim, 3) menerima kondisi fisik diri

sendiri dan menggunakan atau memanfaatkannya secara efektif, 4) menginginkan,

menerima, dan mencapai perilaku bertanggung jawab, 5) mencapai kemandirian

emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya, 6) mempersiapkan karir

ekonomi, 7) mempersiapkan perkawinan dan kehidupan keluarga, 8)

menggunakan sistem nilai dan etika sebagai panduan perilaku, dan

mengembangkannya sebagai ideologi.

Self-esteem

Salah satu faktor yang penting dalam perkembangan kepribadian remaja

adalah self-esteem. Self-esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap

dirinya sendiri, baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif yang

akhirnya menghasilkan perasaan keberhargaan atau kebergunaan diri dalam

menjalani kehidupan (Coopesmith 1967).

Masa remaja merupakan masa dimana seseorang dapat mengalami krisis

identitas (Santrock 2002). Terjadinya krisis identitas tersebut maka remaja

melakukan pencarian identitas diri, dalam hal ini remaja berusaha mencari

orientasi hidup yang memenuhi atribut diri yang sesuai dengan harapan sosial.

Remaja berusaha menemukan suatu peran yang dapat memenuhi tuntutan

biologis, psikologi dan sosial hidupnya serta menemukan apa saja yang mereka

(10)

mereka. Kemudian remaja menyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan

masyarakat sesuai peran yang dimainkannya tersebut, jika remaja berhasil

mencapai identitas ini, maka self-esteem juga akan tercapai. Self-esteem yang

dicapai ini akan mempengaruhi kehidupan selanjutnya (Heseelbein 1997).

Pentinganya perkembangan diri pada remaja dapat dilihat dari pengaruh

self-esteem tersebut pada remaja. Remaja yang identitas dirinya lemah atau

self-esteem maka akan sulit untuk menyesuaikan diri dan cendrung menarik diri dalam

pergaulan serta mudah dipengaruhi oleh orang lain (Robinson 1991). Individu

yang memiliki self-esteem yang tinggi pada masa kanak-kanak cenderung akan

menjadi remaja yang memiliki self-esteem yang tinggi. Beberapa studi

menunjukan bahwa sejak masa remaja pertengahan dan masa remaja akhir, dan

menuju dewasa muda, self-esteem akan cendrung stabil atau mungkin meningkat.

Menurut Heider (1958) faktor yang memperngaruhi self-esteem pada diri

seseorang adalah jenis kelamin, atribusi, dan pengasuhan orang tua. Jenis kelamin

perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh pola asuh orangtua dan tinggi dalam

pelajaran bahasa (Harter 1983), sedangkan self-esteem pada laki-laki biasanya

dipengaruhi oleh teman sebaya dan lebih tinggi pada bidang olah raga dan

matematika (Harter 1983).

Faktor yang mempengaruhi keadua adalah atribusi. Menurut Heider (1958)

atribusi merupakan penyimpulan terhadap kejadian-kejadian yang lalu. Konsep

atribusi ini sangat penting kaitannya dengan cara anak dalam mencari penyebab

dari kegagalan dan keberhasilan yang mereka alami. Atribusi ini pun dapat

mempengaruhi motivasi seseorang dalam melakukan tingkah laku tertentu.

Faktor yang ketiga adalah pola asuh dan sikap orangtua. Pada usia yang

rendah proses pembentukan self concept serta self-esteem terjadi. (Baron dan

Bryne 1994). Pola asuh dan sikap orangtua serta apa yang dialami anak sangat

berpengaruh terhadap pembentukan tersebut. Menurut Baron & Bryne (2000)

anak-anak cenderung untuk mengevaluasi dirinya berdasarkan pada evaluasi

orangtua terhadap diri mereka. Self-esteem yang dimiliki anak adalah fungsi dari

refleksi penghargaan orangtua terhadap keberadaan diri mereka.

Selain terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi self-esteem menurut

(11)

self-esteem pada dirinya yaitu sumber dari dalam diri individu (inner source) yang

merupakan perasaan mampu atau kompetisi diri dan sumber dari luar diri individu

(outer source) yang merupakan persepsi diri terhadap penerimaan orang lain atas

dirinya.

Menurut Coopersmith (1967) karakteristik individu berdasarkan

self-esteem yang dimilikinya berbeda-beda. Karakteristik individu dengan self-esteem

yang tinggi adalah aktif dan dapat mengekspresikan diri dengan baik, berhasil

dalam bidang akademik dan dalam mengadakan hubungan sosal, dapat menerima

kritik dengan baik, tidak terpaku pada dirinya sendiri atau tidak hanya

memikirkan kesulitannya sendiri, yakin pada diri sendiri karena memang memiliki

kemampuan, kecakapan sosial dan kualitas diri yang baik, tidak terpengaruh pada

penilaian orang lain tentang sifat atau kepribadiannya yang positif ataupun

negatif, mudah menyesuaikan diri, lebih banyak menghasilkan suasana yang

berhubungan dengan kesukaan sehingga tercipta tercipta tingkat kecemasan yang

rendah serta memiliki daya pertahanan yang seimbang.

Individu yang memiliki self-esteem yang rendah memiliki karakteristik

memiliki perasaan yang inferior, takut dan mengalami kegagalan dalam hubungan

sosial, terlihat seperti orang yang putus asa dan depresi, merasa dirinya diasingkan

dan tidak diperhatikan, kurang dapat mengekspresikan diri, tidak konsisten, sangat

tergantung pada lingkunganm secara pasif akan mengikuti apa yang berada

dilingkungannya atau tidak memiliki pendirian, rentan terhadap kritik dan

penolakan, serta sulit berkomunikasi dengan orang lain.

Self-Efficacy

Selain Self-esteem, salah satu yang menjadi faktor penting dalam

kepribadian remaja adalah self-efficacy. Menurut Bandura dalam Santrock (2002)

self-efficacy adalah belief atau keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai

situasi dan menghasilkan hasil yang positif, sedangkan menurut Pajares 2006

self-efficacy adalah suatu keadaan dimana seseorang yakin dan percaya bahwa

mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan. Siswa dengan

self-efficacy yang rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya,

(12)

self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar untuk mengerjakan

tugas-tugasnya.

Menurut Bandura dalam Santrok (2002) self-efficacy memiliki empat

macam fungsi yaitu menentukan pilihan tingkah laku, kedua adalah menentukan

berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha, ketiga

adalah mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosional, dan yang terakhir adalah

menentukan standar yang akan dilakukan selanjutnya.

Menentukan pilihan tingkah laku. Setiap individu cenderung memilih tugas yang mampu diselesaikan dengan baik, serta menghindari tugas yang sulit

untuk dikerjakan. Perbedaan yang besar antara penilaian seseorang akan

kemampuannya dengan kemampuannya yang sebenarnya akan menimbulkan

berbagai konsekuensi. Orang yang memiliki overestimate terhadap

kemampuannya makan akan melakukan aktivitas-aktivitas yang jauh di atas

kemampuannya, akibatnya ia akan menemui berbagai kesulitan, hambatan, dan

kegagalan. Sebaliknya, orang yang memiliki underestimate terhadap

kemampuannya akan membatasi diri mereka terhadap aktivitas-aktivitas yang ia

lakukan. Anak-anak selalu meragukan kemampuannya dan selalu memikirkan

hambatan-hambatan yang sebenarnya belum tentu ada (Bandura 1986).

Disebutkan pula bahwa orang yang memiliki self-efficacy yang rendah berusaha

untuk menghindari tugas-tugas yang sulit sedangkan untuk orang yang memiliki

self-efficacy yang tinggi akan sangat termotivasi untuk menyelesaikan tugas-tugas

yang sulit.

Menentukan berapa besar level komitmen, usaha yang dilakukan, dan ketekunan usaha. Self-efficacy dapat mempunyai efek terhadap komitmen seseorang akan tugas dan goal yang dia inginnkan. Seseorang yang memiliki

self-efficacy tinggi pada suatu tugas, maka akan berusaha secara maksimal dalam

menyelesaikan tugas itu dengan baik. Apabila ia menemukan hambatan maka ia

tidak akan cepat putus asa dan menyerah. Ia malah akan memperbesar dan lebih

semangat dalam usaha yang dilakukannya. Pada orang yang memiliki self effiacy

yang rendah terhadap suatu tugas maka ia tidak akan berusaha keras dan bila ia

menemukan kesulitan maka akan menyerah begitu saja tanpa mau

(13)

orang yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan menggunakan strategi belajar

yang lebih besar dibandingkan dengan orang yang memiliki self-efficacy yang

rendah.

Mempengaruhi pola berpikir dan reaksi emosional. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan pola pikir seseorang. Orang yang memiliki

self-efficacy yang rendah akan mengalami level stres dan kecemasan yang lebih

banyak selama mengerjakan tugasnya daripada orang yang memiliki self-efficacy

yang tinggi (Pervin 1996). Orang yang meliki self-efficacy yang rendah pun akan

lebih banyak memikirkan kekurangan dirinya dibandingkan untuk

memperbaikinya (Pervin 1996). Ketika dihadapkan dengan pengambilan

keputusan yang kompleks, maka orang dengan self-efficacy yang rendah maka

cara berpikirnya menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan.

Menentukan standar yang akan diterapkan selanjutnya. Self-efficacy dapat mempengaruhi reaksi emosional dan kognitif seseorang atas jarak antara

stadard yang telah ditetapkan sebelumnya dengan performance. Oleh sebab itu

seseorang dapat termotivasi atau tidak dalam menentukan standar selanjutnya.

Orang yang menganggap keberhasilannya disebabkan oleh kemampuannya dalam

menyelesaikan tugas cendrung menetapkan standard yang lebih tinggi

dibandingkan dengan orang yang mengangga keberhasilnannya adalaha faktor

keberuntungan. Standard yang tinggi dianggap sebagai tantangan yang

menghasilkan motivasi baru untuk meyelesaikan tugas dan tantangan tersebut.

Self-efficacy dapat mempengarui reaksi seseorang dalam menapai standard yang

telah ia buat. Jika memiliki self-efficacy yang tinggi maka ia akan termotivasi

untuk memperbesar usahanya untuk meraih hasil yang optimal. (Pervin 1996).

Bandura merangkum perbedaaan ciri-ciri antara orang yang memiliki

self-efficacy yang tinggi dengan orang yang memiliki self-efficacy yang rendah dalam

(14)

Tabel 1 Ciri-ciri orang yang memiliki self-efficacy tinggi dan rendah

Self-efficacy Tinggi Self-efficacy Rendah Menetapkan target yang tinggi Menetapkan target yang rendah Menunjukan komitmen yang tinggi Menunjukan komitmen yang rendah Mengerahkan banyak usaha Mengerahkan sedikit usaha

Tidak mudah menyerah ketika menemukan hambatan

Mudah menyerah ketika menemukan hambatan

Membayangkan skenario keberhasilan yang optimis

Membayangkan skenario kegagalan yang pesimis

Menerima tugas-tugas yang sulit Menghindari tugas-tugas yang sulit Bersedia mencoba hal-hal baru Tidak mau mencoba hal-hal baru Selalu mengembangkan diri Selalu membatasi kemampuan diri Melihat kemampuan diri merupakan hal

yang dapat ditingkatkan

Melihat kemampuan diri merupakan hal yang sudah menetap

Mengatribusikan kegagalan sebagai kurangnya keterampilan atau usaha

Melihat kegagalan sebagai ketidakmampuan

Menekankan pada pengembangan diri dan penyelesaian tugas

Menekankan pada perbandingan dengan orang lain

Tahan saat menemui kesulitan Tidak dapat mengatasi ancaman Merasa mampu mengatasi masalah lebih

baik dari orang lain

Merasa tidak mampu mengatasi masalah lebih baik dari orang lain

Memikirkan kelebihan yang dimiliki Mengeluhkan kekurangan yang dimiliki Tidak mudah mengalami gangguan

emosional, stres, depresi, dan cemas

Lebih rentan terhadap stres, kecemasan dan depresi

Sumber : Efficacy Mecahanism on Human Agenc, Albert Bandura

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self-efficacy

Menurut Bandura (1995) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

self-efficacy yaitu pengalaman keberhasilan, pengalaman orang lain, Persuasi Sosial,

dan terakhir adalah keadan fisiologis dan emosional.

Pengalaman Keberhasilan. Keberhasilan yang sering didapatkan akan meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang sedangkan kegagalan akan

menurunkan self-efficacynya. Apabila keberhasilan yang didapat seseorang

seseorang lebih banyak karena faktor-faktor di luar dirinya, biasanya tidak akan

membawa pengaruh terhadap peningkatan self-efficacy. Akan tetapi, jika

keberhasilan tersebut didapatkan dengan melalui hambatan yang besar dan

merupakan hasil perjuangannya sendiri, maka hal itu akan membawa pengaruh

pada peningkatan self-efficacynya.

Pengalaman Orang Lain. Pengalaman keberhasilan orang lain yang memiliki kemiripan dengan individu dalam mengerjakan suatu tugas biasanya

(15)

Self-efficacy tersebut didapat melalui social models yang biasanya terjadi pada diri

seseorang yang kurang pengetahuan tentang kemampuan dirinya sehingga

mendorong seseorang untuk melakukan modeling. Namun self-efficacy yang

didapat tidak akan terlalu berpengaruh bila model yang diamati tidak memiliki

kemiripan atau berbeda dengan model. Orang yang melihat keberhasilan orang

memiliki karakteristik sama seperti model akan meningkatkan harapan individu

tersebut untuk melaksanakan aktivitas yang serupa.

Persuasi Sosial. Informasi tentang kemampuan yang disampaikan secara verbal oleh seseorang yang berpengaruh biasanya digunakan untuk meyakinkan

seseorang bahwa ia cukup mampu melakukan suatu tugas.

Keadaan fisiologis dan emosional. Kecemasan dan stress yang terjadi dalam diri seseorang ketika melakukan tugas sering diartikan sebagai suatu

kegagalan. Pada umumnya seseorang cenderung akan mengharapkan keberhasilan

dalam kondisi yang tidak diwarnai oleh ketegangan dan tidak merasakan adanya

keluhan atau gangguan somatic lainnya. Self-efficacy biasanya ditandai oleh

rendahnya tingkat stress dan kecemasan sebaliknya self-efficacy yang rendah

ditandai oleh tingkat stress dan kecemasan yang tinggi pula.

Strategi untuk Meningkatkan Self-efficacy

Bandura 1995 menyebutkan untuk meningkatkan self-efficacy siswa, ada

beberapa strategi yang dapat kita lakukan yaitu Mengajarkan siswa suatu strategi

khusus sehingga dapat meningkatkan kemampuannya untuk fokus pada

tugas-tugasnya, memandu siswa dalam menetapkan tujuan, khususnya dalam membuat

tujuan jangka pendek setelah mereka mebuat tujuan jangka panjang, memberikan

reward untuk performa siswa, mengkombinasikan strategi training dengan

menekankan pada tujuan dan memberi timbal balik pada siswa tentang hasil

pembelajarannya, memberikan support atau dukungan pada siswa, meyakinkan

bahwa siswa tidak terlalu aroused dan cemas karena hal itu justru akan

menurunkan self-efficacy siswa, dan menyediakan siswa model yang bersifat

positif. Modelling efektif untuk meningkatkan self-efficacy khususnya ketika

siswa mengobservasi keberhasilan teman sebayanya yang sebenarnya mempunyai

(16)

Motivasi Belajar

Self-esteem dan self-efficacy merupakan faktor penting dalam

perkembangan remaja, namun ada lagi yang tidak kalh penting yaitu motivasi.

Motivasi adalah keadaan internal yang menyebabkan kita bertindak, mendorong

kita pada arah tertentu, dan menjaga kita tetap bekerja pada aktivitas

tertentu(Santrock 2008). Pentingnya peranan motivasi dalam proses belajar perlu

dipahami oleh pendidik agar dapat melakukan berbagai bentuk tindakan atau

bantuan kepada siswa. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan, baik diakibatkan

faktor dari dalam maupun luar, untuk mencapai tujuan tertentu guna memenuhi

atau memuaskan suatu kebutuhan.

Ada beberapa perspektif dari motivasi, diantaranya adalah perspektif

behavioral. Perspektif ini menekankan tentang pentingnya motivasi ekstrinsik

dalam achievement. Menurut perspektif ini, rewards dan punishment eksternal

merupakan kunci yang menentukan motivasi siswa. Hal itu disebabkan karena

insentif merupakan suatu stimulus baik positif maupun negatif yang dapat

memotivasi tingkah laku siswa.

Motivasi dapat juga berfungsi sebagai pendorong usaha dan pencapaian

prestasi. Dengan adanya motivasi belajar yang kuat maka akan menunjukan hasil

yang baik pula. Dengan usaha yang tekun dan rajin dan didasari oleh motivasi

yang kuat, maka akan memangun siswa untuk mencapai hasil prestasi yang baik.

Motivasi belajar dapat dipengaruhi oleh pribadi siswa, pribadi guru, struktur

jaringan hubungan sosial di sekolah, sekolah sebagai institusi pendidikan situasi

dan kondisi sekolah. (Winkel 1989).

Motivasi yang ada pada setiap orang dalam melakukan suatu kegiatan atau

dalam mengejar suatu prestasi berbeda-beda setiap orang. Menurut Santrock 2008

motivasi dibedakan menjadi motif intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motif

interinsik, yaitu motif yang dapat berfungsi tanpa harus dirangsang dari luar dan

dapat mendorong mendorong seseorang melakukan suatu kegiatan tertentu. Dalam

diri individu sendiri memang telah ada dorongan itu. Seseorang melakukan

sesuatu karena ia ingin melakukannya. Misalnya, orang yang gemar membanca

(17)

Motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang berfungsi karena ada

perangsangan dari luar. Motivasi ini mendorong seseorang melakukan kegiatan

tertentu, tetapi motivasi itu terlepas atau tidak berhubungan langsung dengan

kegiatan yang ditekuninya.

Strategi untuk Meningkatkan Motivasi

Ada beberapa strategi untuk mengkatkan motivasi siswa. Strategi yang

dapat dilakukan untuk meningkatkan motivasi siswa, yaitu menyediakan model

yang kompeten yang dapat memotivasi mereka untuk belajar, menciptakan

atmosfer yang menantang dan tingkat harapan yang tinggi, mengkomunukasikan

pada siswa bahwa mereka akan menerima dukungan akademik dan emosional,

mendorong motivasi intrinsik siswa untuk belajar, bekerja sama dengan siswa

untuk membantu mereka menetapkan tujuan dan rencana serta memonitor

perkembangannya, menyeleksi tugas-tugas pembelajaran yang merangsang

ketertarikan dan keingintahuan siswa, dan menggunakan teknologi secara efektif.

Prestasi Akademik

Dalam kehidupan manusia tidak terlepas dari yang namanya belajar baik

secara formal ataupun non formal. Belajar adalah proses aktif untuk menentukan

atau memperoleh kemajuan dalam perkembangan intelektual, baik pada bayi

maupun pada pada anak dan hal ini dilakukan karena adanya dorongan yang

timbul dari dirinya sendiri (Gunarsa & Gunarsa 2004).

Semenjak manusia melakukan usaha untuk mendidik anak-anaknya, usaha

untuk menilai hasil usaha mereka dilakukan penilaian yang bermacam-macam.

Maksud dari penilaian tersebut adalah untuk mengetahui sejauh mana kemajuan

dari anak. Dalam hal belajar penilaian yang dilakukan dengan melihat prestasi

akademik yang didapatnya. Penilaian prestasi akademik yang dilakukan disekolah

dengan melihat hasil rapor. Rapor merupakan perumusan terakhir yang diberikan

guru mengenai kemajuan atau hasil akademik murid-muridnya selama masa

tertentu (Suryabrata 2005).

Ahmadi dan Supriyono (2004) mengatakan prestasi akademik yang

(18)

mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor internal) yaitu faktor jasmaniah dan

psikologis maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu yaitu faktor sosial,

budaya dan lingkungan.

Goleman (1999) mengatakan bahwa kecerdasan kognitif dan kecerdasan

emosional merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kemampuan belajar.

Berbagai perubahan terjadi pada diri remaja baik fisik maupun psiskis

mempengaruhi keseluruhan pola perilakunya termasuk dalam pencapaian prestasi

akademik. Remaja dalam masa perkembangannya memiliki kebutuhan yang

berbeda dengan taraf perkembangan lainnya. Slameto (2003) mengemukakan

bahwa kebutuhan untuk berprestasi merupakan salah satu kebutuhan yang ada

pada masa remaja. Menurunnya motivasi belajar pada remaja erat hubungannya

dengan masa perkembangan remaja itu sendiri dalam menghadapi lingkungan

sekitarnya yaitu peer group, guru dan orangtua.

Motivasi berprestasi salah satu faktor yang sangat berperan dalam

pencapaian prestasi seseorang. Menurut Mc. Clelland (1995), motivasi berprestasi

berhubungan dengan kebutuhan untuk berprestasi yang mempengaruhi tigkah laku

seseorang dalam bertindak. Untuk mendapatkan prestasi yang baik. Motivasi

berprestasi pun merupakan kekuatan yang berhubungan dengan pencapaian

beberapa standar keunggulan yang merupakan suatu dorongan yang terdapat di

dalam diri seseorang untuk hasil yang baik.

Model Pembelajaran Akselerasi

Pengertian akselerasi adalah suatu proses percepatan pembelajaran yang

dilakukan oleh peserta didik yang memiliki kemampuan luar biasa dalam rangka

mencapai target kurikulum Nasional dengan mempertahankan mutu pendidikan

sehingga mencapai hasil yang optimal. Dalam program akselerasi ini peserta didik

dapat menyesuaikan cara belajarnya lebih cepat dari siswa lainnya yang mengikuti

program reguler.

Menurut Munandar (2004) akselerasi berarti belajar dimungkinkan untuk

diterapkan sehingga siswa yang memiliki kemampuan di atas rata-rata dapat

menyeleseakan pelajarannya lebih cepat dari masa belajar yang ditentukan.

(19)

setiap siswa tetap harus mempelajari seluruh bahan yang seharusnya dipelajari.

Akselerasi dapat dilakukan dengan bantuan modul atau lembar kerja yang

disediakan sekolah. Melalui akselerasi belajar peserta didik yang berkemampuan

tinggi dapat mempelajari seluruh bahan pelajaran dengan lebih cepat

dibandingkan peserta didik yang lain.

Perbedaan kurikulum akselerasi dengan reguler terletak pada penyusunan

kembali struktur program pengajaran dalam alokasi waktu yang lebih singkat.

Program akselerasi ini akan menjadikan kurikulum standar yang biasanya

ditempuh siswa SMA dalam tiga tahun menjadi hanya dua tahun. Pada tahun

pertama, siswa akan mempelajari seluruh materi kelas satu ditambah dengan

setengah materi kelas dua. Di tahun kedua, mereka akan mempelajari materi kelas

dua yang tersisa dan seluruh materi kelas tiga.

Kurikulum yang digunakan pada program akselerasi adalah kurikulum

nasional dan muatan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi yang

dikembangkan melalui sistem pembelajaran yang dapat memacu dan mewadahi

integrasi pengembangan spiritual, logika, etika, dan estetika serta

mengembangkan kemampuan berfikir holistik, kreatif, sistemik, linier, dan

konvergen utuk memenuhi tuntutan masa kini dan masa depan. Kurikulum

program akselerasi adalah kurikulum yang diberlakukan untuk satuan pendidikan

yang bersangkutan, sehingga lulusan program akselerasi memiliki kualitas dan

standar kompetensi yang sama dengan lulusan program reguler. Perbedaannya

hanya terletak pada waktu keseluruhan yang ditempuh dalam menyelesaikan

pendidikannya lebih cepat bila dibanding dengan program reguler.

Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)

Pengertian Sekolah Bertaraf SBI menurut Permendiknas No. 78 Tahun

2009 yaitu sekolah yang sudah memenuhi seluruh SNP yang diperkaya dengan

keunggulan mutu tertentu yang berasal dari negara anggota OECD atau negara

maju lainnya. OECD (Organisation for Economic Co-Operation and

Development) adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk membantu

pemerintahan negara anggotanya menghadapi tantangan globalisasi dalam hal

(20)

Sekolah bertaraf internasional merupakan sekolah yang sudah memenuhi

dan melaksanakan standar nasional pendidikan yang meliputi standar input,

standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga

kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar

pembiayaan dan standar penilaian.

Untuk dapat memenuhi karakteristik dari konsep SBI tersebut, maka

sekolah dapat melakukan antara lain dengan dua cara, yaitu adaptasi dan adopsi.

Adaptasi, yaitu penyesuaian unsur-unsur tertentu yang sudah ada dalam SNP

dengan mengacu dengan standar pendidikan salah satu negara OECD atau negara

maju lainnya yang memiliki keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan,

diyakini telah memilki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya

memiliki kemampuan daya saing internasional.

Cara yang kedua adalah adopsi, yaitu penambahan dari unsur-unsur

tertentu yang belum ada diantara delapan unsur SNP dengan tetap mengacu pada

standar pendidikan salah satu negara anggota OECD dan negara maju lainnya

yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan, diyakini telah

memiliki reputasi mutu yang diakui secara SBI, serta lulusannya memiliki

kemampuan daya saing internasional.

Penyelenggaraan kelas SBI meliputi output, proses, dan input.

Output/lulusan kelas SBI memiliki kemampuan-kemampuan bertaraf nasional

plus SBI sekaligus, yang ditunjukkan oleh penguasaan SNP Indonesia dan

penguasaan kemampuan-kemampuan kunci yang diperlukan dalam era global.

Proses penyelenggaraan kelas SBI mampu mengakrabkan, menghatatkan dan

menerapkan nilai-nilai (religi, ekonomi, seni, solidaritas, dan teknologi). Input

adalah segala hal yang diperlukan untuk berlangsungnya roses dan harus memiliki

tingkat kesiapan yang memadai meliputi peserta didik baru yang diseleksi secara

ketat dan masukan instrumental yaitu kurikulum, pendidik, kepala sekolah, tenaga

pendukung, sarana dan prasarana, dana dan lingkungan sekolah. Peserta didik

baru diseleksi secara ketat melalui saringan rapor, ujian akhir sekolah, scholactic

(21)

KERANGKA PEMIKIRAN

Menurut seorang pakar ekologi keluarga yaitu Bronfenbrener menyatakan

bahwa anak adalah salah sebuah unsur dalam lingkungan. Hal tersebut ditinjau

dari sudut pandang dalam perpsektif ekologi, karena seorang anak dipengaruhi

oleh lingkungan fisik dan sosial yang langsung yaitu orangtua, saudara, sekolah,

kemudian lingkungan luar lain yang lebih luas seperti tetangga, teman orangtua

dan lainnya. Teori tersebut tertuang dalam suatu model yang dikenal dengan An

Ecological Model of Child Development yang menjelaskan interaksi antar

lingkungan dengan anak, sebagai hasil interaksi lingkungan mikro, meso, ekso,

dan makro (Berns 1997).

Keluarga adalah tempat pertama setiap anak untuk melakukan proses

tumbuh dan berkembang. Menurut teori struktural fungsional keluarga merupakan

sebuah sistem yang terkait anggota dalam keluarganya. Dalam hal ini setiap

anggota keluarga memiliki peran dan tugas yang harus dijalankan oleh anggota

keluarga (Megawangi 1999). Fungsi dan peran tersebut dimiliki oleh setiap angota

keluarga. Proses tersebut dapat membentuk seorang anak hingga mempunyai

penilaian terhadap dirinya sendiri yang sering disebut dengan self-esteem.

Penilaian yang timbul dalam dirinya bisa berupa penilaian yang negatif ataupun

penilaian yang positif. Baron dan Bryne (1994) menyatakan bahwa pola asuh

orangtua serta apa yang dialami oleh anak pada masa kecil merupakan hal yang

penting karena anak mengalami proses pembentuk self-esteem yang pertama dan

utama di dalam lingkungan keluarga.

Selain itu kemampuan seseorang seseorang yakin dan percaya bahwa

mereka dapat mengontrol hasil dari usaha yang telah dilakukan (self-efficacy)

Menurut Bandura (1986) self-efficacy mempengaruhi siswa dalam memilih

kegiatannya. Siswa dengan self-efficacy yang rendah mungkin menghindari

pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk tugas-tugas yang menantang,

sedangkan siswa dengan self-efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang

besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Bandura pun menyebutkan bahwa

self-efficacy memiliki hubungan yang sangat kuat dengan motivasi seseorang untuk

(22)

Self-esteem dan self-efficacy yang dimiliki oleh anak akan mempengaruhi

anak tersebut dalam memotivasi dirinya untuk mendapatkan suatu prestasi yang

baik dalam sekolahnya. Apabila anak tidak memiliki motivasi belajar, maka tidak

akan terjadi kegiatan belajar pada diri anak tersebut. Walaupun begitu hal itu

kadang-kadang menjadi masalah, karena motivasi bukanlah suatu kondisi.

Apabila motivasi anak itu rendah umumnya diasumsikan bahwa prestasi siswa

yang bersangkutan akan rendah. Mc. Cleland (1953) menyatakan bahwa orang

yang memiliki motivasi tinggi mempunyai sifat yang positif terhadap suatu situasi

yang mengacu kearah prestasi.

Prestasi belajar yang dicapai seorang individu merupakan hasil interaksi

antara berbagai faktor yang mempengaruhinya baik dari dalam diri (faktor

internal) maupun dari luar diri (faktor eksternal) individu. Pengenalan terhadap

faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar penting sekali artinya dalam

rangka membantu murid dalam mencapai prestasi belajar yang sebaik-baiknya.

Selain self-esteem, self-efficacy, dan motivasi berprestasi anak, prestasi

belajar anak pun dipengaruhi oleh pola dan fasilitas belajar yang disediakan

dirumah ataupun disekolah. Pola dan fasilitas belajar berhubungan dengan

karakteristik keluarga yang terdiri dari pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua,

pendapatan keluarga, dan besar keluarga. Menurut Slameto (2003) bahwa salah

satu yang mempengaruhi prestasi belajar anak adalah lingkungan keluarga. Hal ini

berkaitan dengan peran orangtua dalam memikul tugas dan tanggung jawab

sebagai pendidik, guru dan pemimpin bagi anak-anaknya.

Selain itu desentralisasi pendidikan yang sudah dilakukan di Indonesia

yang memungkinkan setiap daerah membuka berbagai model pembelajaran di

sekolah pada daerahnya seperti kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler itu

sendiri pun membuat perbedaaan antara self-esteem, self-efficacy, motivasi serta

prestasi yang di miliki oleh setiap anak pada berbagai model pembelajaran.

Model-model pembelajaran tersebut berbeda dari segi jam pelajaran, fasilitas

hingga cara belajar yang diterapkan sehingga di duga menimbulkan

perbedaan-perbedaan tersebut.

Kerangka pemikiran oprasional analisis self-esteem, self-efficacy, motivasi

(23)

Gambar 1 Kerangka pemikiran self-esteem, self-efficacy, motivasi belajar, dan prestasi akademik pada berbagai model pembelajaran Karakteristik Contoh :

• Umur

• Jenis kelamin • Urutan anak dalam

keluarga

Karakteristik Keluarga : • Pendidikan Orangtua • Pekerjaan Orangtua • Pendapatan Keluarga • Besar Keluarga

Self esteem

Prestasi Akademik

Self efficacy

• Motivasi Intrinsik • Motivasi

Ekstrinsik

Model Pembelajaran : • Kelas Akselerasi • Kelas SBI • Kelas Reguler

(24)

METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, yaitu

penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Pemilihan tempat dalam

penelitian ini dilakukan secara purposive yaitu di salah satu SMA di Bogor yang

memiliki kelas akselerasi dan kelas SBI, serta salah satu SMA di Bogor yang

memiliki kelas reguler. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan mulai bulan

April hingga Mei 2011.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Contoh dalam penelitian ini berjumlah 86 Siswa yang berasalah dari 26

siswa SMA kelas XI akselerasi, 30 siswa SMA kelas SBI, dan 30 siswa SMA

kelas reguler di Kota Bogor yang dipilih secara purposive. Sebelumnya di pilih

sekolah yang memiliki kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler yang ada di

kota Bogor secara purposive. Setalah terpilih sekolah yang di dalamnya terdapat

kelas-kelas tersebut maka di pilih kelas secara purposive juga. Jenis dan cara

pengumpulan data disajikan dalam Tabel 1.

Purposive

Purposive

Purposive

Gambar 1 Kerangka sampling penelitian Kota Bogor

SMA X Bogor SMA Y Bogor

Kelas Akselerasi n = 26 Siswa

Kelas SBI n = 224 Siswa

Kelas Reguler n = 195 Siswa

Kelas XI n = 26 Siswa

Kelas XI n = 30 Siswa

(25)

Jenis dan Cara Pengumpulan data

Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan

data skunder. Data primer yang digunakan untuk penelitian ini meliputi

karakteristik siswa, karakteristik Keluarga, self-esteem, self-efficacy, dan motivasi

belajar sedangkan data sekunder yang digunakan adalah data prestasi belajar yang

berada dalam rapor siswa serta profil sekolah SMA. Tabel 2.

Tabel 2 Peubah, skala, jenis data, dan cara pengumpulannya

Jenis Data Variabel Alat Bantu Skala Data

Primer

Karakteristik keluarga: - Besar keluarga - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua

Kuesioner Rasio Ordinal Nominal

Rasio

Primer

Karakteristik individu - Umur

- Jenis kelamin - Urutan kelahiran

Kuesioner Rasio Nominal Nominal Primer Self-esteem Kuesioner Oradinal

Primer Self-efficacy Kuesioner Ordinal

Primer Motivasi belajar Kuesioner Ordinal

Sekunder Prestasi belajar

Keadaan umum sekolah

Rapor siswa Rasio -

Self-esteem siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari

Ariyani yang mengacu pada Moris Rosenberg (1967) Texas Social Behavior

Inventory-Form dan kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini terdiri atas

15 pertanyaan dengan skala Likert 1-4 dengan STS=sangat tidak sesuai; TS=tidak

sesuai; S= sesuai SS=sangat sesuai.

Self-efficacy siswa diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari

Hambawany (2007) kemudian dimodifikasi oleh peneliti. Variabel ini terdiri dari

30 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert 1-4 dengan keterangan

(26)

Motivasi belajar diukur menggunakan kuesioner hasil adaptasi dari

Rahmaisya (2011) yang mengacu kepada Pelletier,et al. (1995) yang dimodifikasi

oleh peneliti, kuesioner motivasi belajar yang terdiri dari motivasi intrinsik dan

motivasi ekstrinsik. Variabel motivasi belajar ini terdiri atas 30 pertanyaan dengan

skala Likert dengan keterangan: STS=sangat sesuai; TS=tidak sesuai; S= sesuai

SS=sangat sesuai.

Reliabilitas alat ukur yang akan digunakan pada penelitian diketahui

reliabilitas nilai cronbach alpha untuk self-esteem adalah 0.646, self-efficacy

0.867, dan motivasi belajar 0,805.

Tabel 3 Jenis data dan pengkategorian data

Jenis Data Pengkategorian Data Karakteristik

keluarga:

- Besar keluarga - Umur orangtua - Pendidikan orangtua - Pekerjaan orangtua - Pendapatan orangtua

Keluarga kecil, Keluarga sedang, Keluarga besar

Dewasa Muda (18-40 tahun), Dewasa Madya (41-60 tahun), Dewasa Akhir (>60 tahun)

Tidak Tamat SD, SD/sederajat, SMP/sederajat, SMA/sederajat, D1/D2/D3, S1/S2/S3

Tidak Bekerja, Wiraswasta, PNS, Swasta, TNI/ABRI, Buruh, Pensiunan, Dokter, Supir

≤ Rp. 1 000 000,00 ; Rp 1 000 001.00 – Rp. 2 000 000.00 ; Rp 2 000 001.00 – Rp. 3 000 000.00 ; Rp 3 000 001.00 – Rp. 4 000 000.0 ; ≥ Rp. 5 000 000,00

Karakteristik individu - Umur

- Jenis kelamin - Urutan kelahiran

≤ 15 tahun, 16-17 tahun,  18 tahun Laki-laki, Perempuan

Anak Sulung, Anak tengah, Anak bungsu Self-esteem Tinggi : >80 %

Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Self-efficacy

Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Motivasi belajar

Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 % Prestasi belajar

Nilai Kognitif Nilai Psikomotorik Nilai Afektif

Tinggi : >80 % Sedang : 60 % - 80 % Rendah : < 60 %

(27)

Pengolahan dan Analisis data

Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis secara deskriptif dan

inferensial dengan menggunakan proses editing, coding, scoring, entry data,

cleaning data dan analisis data. Pengolahan dan analisis data menggunakan

program komputer yang sesuai. Uji coba kuesioner sebelum pengumpulan data

dilakukan, hal ini bertujuan untuk mengetahui pilihan bentuk kuesioner

(pernyataan atau pertanyaan), kedalaman pertanyaan, ketepatan pemilihan kata,

dapat tidaknya suatu pertanyaan ditanyakan, pilihan jawaban yang dimungkinkan,

serta lama maksimal wawancara dan mengukur reabilitas kuesioner (cronbach’s

Alpha).

Data self-esteem, self effacacy, motivasi dan prestasi akademik diberi skor,

dipersentase kemudian masing-masing dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan

rendah. Setelah diberi skor untuk maing-masing pertanyaan dari tiap variabel lalu

variabel tersebut dikategorikan berdasarkan nilai skor yang didapat dengan

menggunakan teknik cut off point yaitu : a) Tinggi > 80 % , b) Sedang 60 % - 80

% , c) Rendah < 60 %.

Prestasi belajar dilihat dari rata-rata nilai rapor mata pelajaran B.Indonesia,

B.inggris, IPA, IPS, Matematika, Pendidikan Agama, PKN, TIK, dan olahraga

dari semester satu kelas sepuluh sampai semester 1 kelas sebelas. Nilai rapor

dilihat dari aspek kognitif, aspek psikomotorik dan aspek afektif.

Analisis hubungan antar variabel secara statistik deskriptif digunakan

tabulasi silang (Crosstab). Analisis secara statistik inferensial yang digunakan

sebagai berikut:

1. Uji beda one way anova digunakan untuk melihat perbedaan antara setiap

variabel yang ada pada contoh yaitu siswa kelas akselerasi, kelas SBI dan

kelas reguler.

2. Uji korelasi spearman dan pearson digunakan untuk melihat hubungan antara

karakteristik contoh, self-esteem, self-efficacy, motivasi dan prestasi

(28)

Definisi Operasional

Karakteristik Contoh adalah ciri-ciri khas contoh yang diteliti yang meliputi umur, jenis kelamin, dan urutan anak dalam keluarga.

Contoh adalah siswa-siswi kelas XI yang berada di kelas akselerasi dan kelas SBI SMA di Bogor.

Karakteristik Keluarga adalah keadaan keluarga yang meliputi pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan keluarga, dan besar keluarga.

Besar Keluarga adalah jumlah orang yang memiliki hubungan keluarga, yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang hidup dari sumberdaya yang sama.

Pendidikan Orangtua adalah pendidikan formal yang pernah ditempuh orangtua contoh (ayah dan ibu), dinyatakan dalam tamatan sekolah.

Pekerjaan Orangtua adalah pekerjaan utama yang dilakukan oleh orangtua yang memberikan penghasilan terbesar meliputi Wiraswasta/Pedagang, Swasta,

Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pensiunan, Buruh, ABRI, PNS, Dokter, Supir,

Ibu Rumah Tangga.

Pendapatan Keluarga adalah jumlah uang yang diterima oleh anggota keluarga, dapat berasal dari kepala keluarga, istri, anak ataupun anggota keluarga lain

yang berpenghasilan ataupun sumbangan setiap bulannya.

Model Pembelajaran adalah kondisi umum sekolah yang dibedakan dengan lingkungan, kurikulum dan metode pembelajaran. Dipakai tiga model

pembelajaran yaitu kelas akselerasi, kelas SBI, dan kelas reguler.

Self-Esteem adalah penilaian seseorang secara umum terhadap dirinya sendiri,

baik berupa penilaian negatif maupun penilaian positif.

Self-Efficacy adalah keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan

menghasilkan hasil yang positif.

Motivasi adalah dorongan yang bisa berasal dari dalam ataupun luar diri untuk melakukan suatu aktivitas tertentu. Motivasi dibagi kedalam dua kategori

yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik.

(29)

Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri, seperti dari orang lain, guru, teman atau lingkungan untuk menyelesaikan dan

mengerjakan sesuatu.

Prestasi Akademik adalah Hasil dari belajar siswa-siswi dilihat dari nilai rapor untuk mata pelajaran B.Indonesia, B.inggris, IPA, IPS, Matematika,

Pendidikan Agama, dan PKN dari semester satu kelas sepuluh sampai

semester 1 kelas sebelas.

Nilai Kognitif adalah nilai rapor untuk mata pelajaran yang bersifat akademis dan dinyatakan dengan angka.

Nilai Psikomotorik adalah nilai rapor yang diperoleh dari hasil praktikum mata pelajaran tertentu dan dinyatakan dengan angka.

(30)

HASIL PENELITIAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kelas Akselerasi

Kelas akselerasi bertujuan untuk memberikan layanan kepada anak

berbakat untuk mewujudkan bakat dan kemampuannya secara optimal,

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan pendidikan lebih

awal selama dua tahun, mengembangkan kemampuan intelektual, emosional dan

spiritual secara komprehensif dan optimal sesuai dengan potensi siswa, dan

mengembangkan kreativitas siswa secara optimal untuk melanjutkan pendidikan

pada jenjang yang lebih tinggi dan hidup di masyarakat secara mandiri. Untuk

kelas XI akselerasi dalam penelitian ini hanya terdapat satu kelas akselerasi yang

didalamnya terdapat 26 siswa.

Kelas SBI

Kelas SBI yang berada Bogor bertujuan untuk menghasilkan lulusan yang

berkelas Nasional dan SBI serta untuk meletakan dasar kecerdasan, pengetahuan,

kepribadian, akhlak mulia dan keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti

pendidikan lebih lanjut. Latar belakang penyelenggaraannya adalah adanya

keinginan untuk menjadi wadah dalam upaya mewujudkan inovasi di bidang

pendidikan yang mencetak lulusan berdaya saing tinggi, daya saing internasional. 

Program pendidikan yang akan dilaksanakan oleh kelas SBI meliputi lama peserta

didik belajar adalah tiga tahun; untuk mata pelajaran matematika, fisika, kimia,

biologi dan bahasa inggris menggunakan kurikulum nasional dan internasional;

menggunakan bahasa pengantar bilingual yaitu bahasa inggris dan bahasa

indonesia; dan menggunakan teknologi komunikasi informasi dan model

pembelajaran mendorong siswa kreatif, inovatif, dinamis dan Mandiri. Fasiltas

yang disediakan adalah ruang kelas yang memenuhi standar internasional,

pembelajaran berbasis ICT, laboratorium IPA dan bahasa, tersedia akses internet,

(31)

Karakteristik Keluarga Usia Orangtua

Pada penelitian usia orangtua mengacu pada pembagian usia menurut Papalia

dan Old (2001) yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu dewasa muda (18-40

tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa akhir (>60 tahun). Tabel 8

menunjukkan usia ayah contoh siswa kelas akselerasi yaitu 39-59 tahun, kelas SBI

yaitu 42-72 tahun dan kelas reguler yaitu 40-56 tahun. Lebih dari separuh contoh

orangtua siswa dalam kelas akselerasi, kelas SBI maupun kelas reguler berada

dalam kategori dewasa madya. Sebaran usia ayah kelas akselerasi dalam kategori

dewasa madya sebesar 96,2 persen, kelas SBI sebesar 96,4 persen dan kelas

reguler sebesar 93,3 persen seperti yang terlihat pada tabel 4. Hasil uji beda one

way menunjukan tidak terdapat perbedaaan usia ayah antara kelas akselerasi, kelas

SBI dan kelas reguler (p > 0,05).

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia ayah

Usia Ayah Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Dewasa Muda (18-40 tahun) 1 3,8 0 0 2 6,7 Dewasa Madya (41-60 tahun) 25 96,2 27 96,4 28 93,3 Dewasa Akhir (>60 tahun) 0 0,0 1 3,6 0 0,0

Total 26 100,0 28 100,0 30 100,0 Min-Max (tahun) 39-59 42-72 40-56

Mean±SD (tahun) 47,77±5,078 50,00±6,475 46,73±3,600

P Value 0,900

Keterangan : ayah siswa SBI dua orang sudah meninggal (n seharusnya 30 orang)

Sama dengan usia ayah, usia ibu dalam penelitian ini pun menggunakan

acuan pembagian usia menurut Papalia dan Old (2001) yang dibagi menjadi tiga

kategori yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (41-60), dan dewasa

akhir (>60 tahun). Untuk kategori usia ibu dapatdilihat pada tabel 4. Kisaran usia

ibu contoh untuk kelas akselerasi yaitu 36-54 tahun, kelas SBI yaitu 37-55 tahun

dan kelas reguler yaitu 36-48 tahun. Dari hasil penelitian ini pun didapatkan hasil

bahwa usia ibu contoh baik untuk kelas akselerasi, SBI maupun reguler usia ibu

lebih dari separuh berada dalam kategori dewasa madya. Untuk usia ibu kelas

akselerasi sebesar 92,3 persen, kelas SBI sebesar 93,3 persen dan kelas reguler

(32)

ibu antara kelas akselerasi, kelas SBI dan kelas reguler (p < 0,05) dengan usia ibu

contoh kelas SBI lebih tinggi dibandingkan dengan usi ibu contoh kelas reguler

[image:32.595.101.516.55.838.2]

dan akselerasi..

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu

Usia Ibu Akselerasi SBI Reguler n % n % n % Dewasa Muda (18-40 tahun) 2 7,7 2 6,7 8 26,7 Dewasa Madya (41-60 tahun) 24 92,3 28 93,3 22 73,3 Dewasa Akhir (>60 tahun) 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 Min-Max (tahun) 36-54 37-55 36-48

Mean±SD (tahun) 44,19±3,666 45,43±4,248 41,83±2,925

P value 0,001

Besar keluarga

Menurut BKKBN besar keluarga dibagi menjadi tiga kategori yaitu, keluarga

kecil (jumlah anggota keluarga kurang dari atau sama dengan empat orang),

keluarga sedang (jumlah anggota keluarga lima sampai dengan enam orang), dan

keluarga besar (jumlah anggota keluarga lebih dari atau sama dengan tujuh

orang). Sebaran contoh berdasarkan besar keluarga dapat dilihat pada gambar 3.

Hasil penelitian menunjukan lebih dari setengah persen contoh dalam kelas

akselerasi (57,7%), kelas SBI (73,3%) dan kelas reguler (53,3%) berasal dari

keluarga sedang yaitu dengan jumlah anggota keluarga 5-7 orang. Berdasarkan uji

beda one way tidak terdapat perbedaan besar keluarga antara kelas akselerasi,

kelas SBI dan kelas reguler (p > 0,05)

(33)

Pendidikan Orangtua

Pendidikan orangtua dilihat dari jenjang pendidikan terakhir yang ditempuh

oleh ayah dan ibu. Pendidikan orangtua pun menentukan seberapa luas pola pikir

yang dimiliki oleh orangtua dalam menjalankan kehidupan seperti memberikan

motivasi dan semangat kepada anak. Pendidikan orangtua contoh pada penelitian

ini sangat beragam dimulai dari tamatan SD, tamatan SMP, tamatan SMA ataupun

tamatan perguruan tinggi. Tabel 6 menunjukkan sebaran contoh berdasarkan

tingkat pendidikan ayah. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh contoh

(73,1%) contoh kelas akselerasi memiliki ayah yang tingkat pendidikannya tamat

S1/S2/S3. Hal yang sama pun terjadi pada kelas SBI, lebih dari separuh ayah

contoh (63,3%) berada di tingkat pendidikan tamatan S1/S2/S3. Berbeda dengan

kelas akselerasi dan kelas SBI, pada sebaran ayah contoh kelas reguler didapatkan

hasil separuh ayah contoh (50%) merupakan tamatan SMA/sederajat.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ayah

Tingkat Pendidikan Ayah Akselerasi SBI Reguler

n % n % n %

Tidak Tamat SD 0 0 2 6,7 0 0

SD/sederajat 0 0 0 0 2 6,7

SMP/sederajat 0 0 1 3,3 2 6,7

SMA/sederajat 3 11,5 6 20,0 15 50,0

D1/D2/D3 4 15,4 2 6,7 1 3,3

S1/S2/S3 19 73,1 19 63,3 10 33,3

Total 26 100 30 100 30 100

P value 0,003

Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi

perkembangan yang terjadi pada anak. Sebaran contoh berdasarkan tingkat

pendidikan ibu dapat lihat pada tabel 7. Pada penelitian ini pun pendidikan ibu

sangat beragam. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh contoh (69,2%)

kelas akselerasi memiliki ibu yang tingkat pendidikannya tamat S1/S2/S3.

Berbeda dengan pedidikan ayah pada kelas SBI, pendidikan ibu pada kelas SBI

memiliki persentase yang sama yaitu kurang dari separuh contoh (43,3%) berada

pada sebaran tamat SMA/sederajat dan tamat S1/S2/S3. Untuk sebaran ibu contoh

kelas reguler memiliki sebaran yang sama dengan sebaran ayah contoh yaitu

(34)
[image:34.595.68.510.45.840.2]

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu

Pendidikan ibu Akselerasi SBI Reguler

n % n % n %

Tidak Tamat SD 0 0 0 0 0 0

SD/sederajat 0 0 2 6,7 3 10,0

SMP/sederajat 0 0 0 0 7 23,3

SMA/sederajat 3 11,5 13 43,3 15 50,0

D1/D2/D3 5 19,2 2 6,7 2 6,7

S1/S2/S3 18 69,2 13 43,3 3 10,0

Total 26 100 30 100 30 100

P value 0,000

Pekerjaan Orangtua

Pekerjaan orangtua yang dimiki oleh orangtua contoh pada penelitian ini

antara lain wiraswasta, pegawai swasta, PNS, dokter, supir dan lain-lain.

Pekerjaan orangtua ini berbeda-beda daklam setiap kelas baik kelas akselerasi,

kelas SBI maupun kelas reguler. Persentase terbesar sebaran pekerjaan ayah

berdasarkan hasil penelitian menunjukan kurang dari separuh (46,3%) ayah

contoh kelas akselerasi, kurang dari separuh (36,7%) ayah contoh kelas SBI dan

kurang dari separuh contoh (40%) ayah contoh kelas reguler bekerja di swasta.

Tabel 8 Sebaran contoh bedasarkan pekerjaan ayah

Pekerjaan Ayah Akselerasi SBI Reguler

n % n % n %

Tidak Bekerja 0 0,0 3 10,0 0 0

Wiraswasta 1 3,8 6 20,0 3 10,0

PNS 11 42,3 7 23,3 9 30,0

Swasta 12 46,3 11 36,7 12 40,0

TNI/ABRI 0 0,0 2 6,7 3 10,0

Buruh 0 0,0 0 0,0 2 6,7

Pensiunan 1 3,8 1 3,3 0 0,0

Dokter 1 3,8 0 0 0 0,0

Supir 0 0 0 0 1 3,3

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0

Hasil penelitian menunjukan bahwa persentase terbesar sebaran pekerjaan ibu

contoh merupakan ibu tidak bekerja baik untuk kelas akselerasi, kelas SBI

maupun kelas reguler. Untuk kelas akselerasi persentase tertinggi untuk sebaran

pekerjaan ibu yaitu sebesar 30,8 persen merupakan ibu tidak bekerja. Lebih dari

setengah (56,7%) ibu contoh pada kelas SBI pun merupakan ibu tidak bekerja.

(35)

memiliki persentase terbesar untuk ibu tidak bekerja yaitu hampir seluruh (90%)

ibu contoh merupakan ibu tidak bekerja. Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan

ibu dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan ibu

Pekerjaan ibu Akselerasi SBI Reguler

n % n % n %

Tidak Bekerja 8 30,8 17 56,7 27 90,0

Wiraswasta 3 11,5 2 6,7 1 3,3

PNS 7 26,9 8 26,7 2 6,7

Swasta 7 26,9 2 6,7 0 0,0

TNI/ABRI 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Buruh 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Pensiunan 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Dokter 1 3,8 1 3,3 0 0,0

Supir 0 0,0 0 0,0 0 0,0

Total 26 100,0 30 100,0 30 100,0 Pendapatan orangtua

Pendapatan keluarga contoh yang diukur dalam penelitian ini

menggunakan rentang interval. Hasil penelitian menunjukan berdasarkan gambar

4, lebih dari separuh keluarga contoh kelas akselerasi (69,2%) dan kelas SBI

(60,0%) memiliki pendapatapan lebih dari Rp. 5.000.000.00. Sedangkan kurang

dari separuh (23,3%) keluarga contoh kelas reguler memiliki pendapatan dalam

rentang Rp 3.000.001.00 – Rp. 4.000.000.00. Hasil uji beda one way anova menunjukan terdapat perbedaan antara pendapatan keluarga kelas akselerasi, kelas

SBI dan kelas reguler (p < 0,05).

(36)

Karakteristik Contoh  

Jenis Kelamin

Persentase terbesar jenis kelamin contoh pada penelitian ini adalah

berjenis kelamin perempuan seperti yang terlihat pada tabel 10. Hasil penelitian

menunjukan bahwa lebih dari separuh contoh kelas akselerasi (61,5%), kelas SBI

(60%) dan kelas reguler (62,8%) berjenis kelamin perempuan.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan jenis kelamin

Usia Contoh

Usia contoh pada penelitian ini ditunjukkan pada Tabel 11. Usia

te

Gambar

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan usia ibu
Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan tingkat pendidikan ibu
Tabel 17 Sebaran contoh berdasarkan prestasi akademik (nilai kognitif dan nilai psikomotorik)
Tabel 18 Koefisien korelasi antara karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan self-esteem dan self-efficacy
+7

Referensi

Dokumen terkait

Calon Penyedia diharapkan membawa berkas-berkas asli sesuai dengan dokumen yang di- upload, Cap Stempel Perusahaan dan salinan dokumen penawaran sebagai dokumen pokja. Calon

Penerapan wasiat wajibah apabila diambil dari harta peninggalan pewaris, maka penerapan wasiat wajibah bisa ditoleransil, sedangkan apabila penerapan tersebut diambil dari

Pada saat tegangan melebihi atau sama dengan tegangan batas kristis lompatan api pada isolator sehingga terjadi fenomena BFO ( Back Flash Over ). Sehingga menimbulkan bentuk

Hakekat ilmu tasawuf adalah pengetahuan yang membahas pembersihan hati dari hal- hal selain Allah menurut jalan Islam cara dan tahapan-tahapannya dengan filosofi para tokoh

Efek dari mantra dingin yang intens pada kunjungan rawat jalan anak untuk asma.. pada

1) Penelitian bermanfaat bagi penulis untuk mengenal dan memahami kondisi psikologis para penderita kanker payudara. 2) Penelitian ini sangat bermanfaat sebagai bekal bagi penulis

Alat yang digunakan adalah Beam Balance Scale ( tidak dianjurkan memakai tibangan kamar mandi ).. Pengukuran tinggi badan dapat menggunakan alat pengukur tinggi badan dengan

[r]