• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran darah kucing kampung, Felis domestica di daerah Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran darah kucing kampung, Felis domestica di daerah Bogor"

Copied!
73
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

FINA NOER TRIASTUTY. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor. Dibimbing oleh GUNANTI dan ENDANG RACHMAN.

(2)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kucing kampung (Felis domestica) merupakan salah satu contoh hewan kesayangan yang digemari dan dipelihara banyak orang. Selain penampilan dan perilaku yang menarik, kucing kampung merupakan hewan kesayangan yang memiliki kemampuan beradaptasi cukup baik, sehingga dapat mempertahankan diri di lingkungannya. Selain itu alasan lain memilih kucing kampung sebagai hewan kesayangan adalah biaya pemeliharaan yang cukup murah.

Bagi pemilik hewan, kesehatan hewan kesayangan merupakan hal yang sangat penting. Begitu pula sama halnya dengan pemilik kucing kampung. Beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemilik hewan, dapat berupa pencegahan maupun pengobatan. Tindakan pencegahan merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya serangan penyakit. Beberapa usaha yang termasuk dalam tindakan pencegahan antara lain melalui pemberian pakan yang berkualitas, pemberian vaksin, pemeliharaan kesehatan dan sanitasi kandang serta mengontrol kesehatan hewan kesayangan secara periodik kepada dokter hewan. Tetapi terkadang usaha pencegahan tidak dapat melindungi hewan terhindar dari penyakit, untuk itu diperlukan tindakan pengobatan .

Salah satu cara yang sering dilakukan dalam tindakan pengobatan maupun pencegahan adalah pemeriksaan terhadap status kesehatan hewan. Untuk mengetahui status kesehatan hewan, diperlukan data status fisiologis yang tepat dan akurat. Dalam penegakan diagnosis diperlukan beberapa data yang dapat diperoleh baik melalui pemeriksaan secara klinis maupun laboratoris.

(3)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran darah kucing kampung yang sehat secara klinis dan laboratoris di wilayah Bogor.

Manfaat

(4)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing Kampung

Kucing kampung (Felis domestica) merupakan salah satu jenis hewan kesayangan yang dimiliki banyak orang. Hewan ini dimasukan dalam ordo karnivora (pemakan daging). Populasi kucing kampung banyak terdapat di Indonesia.

Fowler (1993) mengklasifikasikan kucing kampung (Felis domestica)

sebagai berikut :

kingdom : Animalia phylum : Chordata subphylum : Vertebrata kelas : Mamalia ordo : Carnivora subordo : Conoidea famili : Felidae subfamily : Felinae genus : Felis

spesies : Felis domestica

Darah

Darah merupakan jaringan yang mengalir dan bersirkulasi melalui saluran vascular. Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan menerima produk buangan hasil metabolisme untuk diekskresikan melalui organ ekskresi (Jain 1993).

(5)

Volume darah umumnya mencapai 6-8 % berat badan, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan volume plasma. Volume darah kucing berkisar antara 4.7 % - 9.6% berat badan (Mitruka and Rawnsley 1977). Darah terdiri dari kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau kumpulan sel yang terendam dalam plasma darah (William 1987).

Warna merah pada darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit (Dellman and Brown 1989). Cairan plasma darah bewarna kuning sampai tidak bewarna tergantung kuantitas, spesies dan makanan. Beberapa spesies seperti anjing, kucing, kambing dan domba cairan plasmanya tidak bewarna (Swenson 1984).

Darah terdiri dari sel-sel darah (eritrosit, platelet dan lima tipe besar leukosit) dan plasma (Stockham and Scott 2002). Adapun nilai darah kucing kampung normal terdapat dalam tabel 1. Pembentukan darah disebut hematopoiesis mencakup eritropoiesis, leukopoiesis, dan trombopoiesis.

Tabel 1 Gambaran normal darah kucing

(Jain 1993)

Parameter Range Rata-rata

(6)

Hematopoiesis

Hematopoiesis atau haemopoiesis merupakan pembentukan dan perkembangan sel-sel darah (Dorland 1995). Secara umum aktivitas hematopoeisis pada kucing dapat dideteksi pada minggu ketiga kehidupan prenatal. Selama kehidupan postnatal, hematopoiesis pada hampir semua mamalia terikat pada sumsum tulang. Hati dan limpa biasanya tidak aktif tetapi potensial terjadi hematopoiesis (Jain 1993). Hematopoiesis terjadi di jaringan seluruh tubuh dan melibatkan beberapa organ yang memiliki fungsi dalam sirkulasi darah (Schalm 1975). Menurut Jain (1993) sumsum tulang memiliki fungsi hematopoiesis yaitu memproduksi eritrosit, granulosit, monosit, platelet dan limposit B serta menyimpan stem cell untuk produksi limfosit di lain tempat. Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut PluripotenHemapoeitik Stem Cell (PHSC), yang merupakan awal dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah. PHSC tersebut mengalami beberapa pembelahan untuk membentuk bermacam-macam sel tepi. Sebagian besar dari beberapa stem cell yang direproduksi akan berdeferensiasi membentuk sel-sel lain. Sel yang pada mulanya tidak dikenali asalnya merupakan sel yang berbeda dengan sel stem pluripoten, sel-sel tersebut telah membentuk jalur khusus yang disebut stem cell commited.

Berbagai stem cell commited, tumbuh dan menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel stem committed yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) demikian pula unit yang membentuk granulosit dan monosit disebut CFU-GM dan seterusnya. Pertumbuhan dan reproduksi berbagai stem cell diatur oleh beberapa macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Sedangkan penginduksi diferensiasi merupakan penginduksi yang membedakan sel-sel. Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi dikendalikan oleh faktor-faktor di luar sumsum tulang (Guyton and Hall 1992).

Eritropoiesis

(7)

glikoprotein dalam sirkulasi yaitu eritropoeitin atau disebut juga EPO (Guyton

and Hall 1992).

Eritropoeitin merupakan glikoprotein yang diproduksi secara primer oleh ginjal sebagai hasil rangsangan dari hipoksia jaringan renal. Beberapa eritropoetin juga disintesis oleh hati (Jain 1993).

Sel pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah

proeritroblast, dengan rangsangan dari eritropoeitin maka dari sel-sel stem CFU-E dapat dibentuk banyak sekali sel ini. Sekali proeritroblast terbentuk maka sel tersebut akan membelah terus sampai banyak sel darah yang matur. Generasi pertama sel-sel ini disebut basofil eritroblast karena keberadaan ribosom menjadi lebih basofilik. Pada tahap ini, sedikit sekali sel mengumpulkan hemoglobin. Untuk generasi berikutnya, setelah mengumpulkan banyak hemoglobin maka nukleus akan memadat dan mengecil dan sisa akhirnya terdorong dari sel, pada saat yang sama retikulum endoplasma diabsorbsi, tahap ini disebut juga tahap retikulosit karena mengandung sedikit bahan basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa aparatus golgi, mitokondria dan sedikit organel sitoplasmik lainnya. Selama tahap retikulosit sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke kapiler darah dengan cara diapedesis. Bahan basofilik yang tersisa dalam retikulosit normal akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan sel kemudian menjadi eritrosit matur. Karena waktu hidup eritrosit ini pendek, maka konsentrasinya di antara seluruh sel darah merah dalam keadaan normal kurang dari satu persen (Guyton and Hall 1992).

Hematopoiesis memerlukan banyak nutrisi seperti vitamin B12 (cyanocobalamin) dan asam folat (pteroyglutamic acid). Kedua vitamin tersebut berperan sebagai koenzim dalam sintesis asam nukleat dan unsur-unsurnya yaitu basa purine dan pyrimidine (Swenson 1984).

Leukopoiesis

Leukopoiesis merupakan pembentukan sel darah putih (Dorlan 1995). Leukopoiesis merupakan bagian dari hematopoiesis yang melibatkan stem cell

(8)

Selain sel-sel commited membentuk sel darah merah, terbentuk pula dua silsilah utama dari sel darah putih. Dua silsilah tersebut adalah mielositik yang dimulai dengan mieloblas dan limfositik yang dimulai dengan limfoblast (Guyton

and Hall 1992). Sel darah putih terutama granulosit dan monosit dibentuk dan disimpan di sumsum tulang (Schalm 1975). Hormon yang mengatur dan merangsang pembentukan sel darah merah dan sel darah putih disebut Colony Stimulatinf Faktor (CSF). Proses pembentukan sel granulosit dipengaruh interleukin-3 (IL-3) dan Granulosit Coloni Stimulating Factor (G-CSF). Sedangkan pembentukan monosit dipengaruhi oleh Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Jain 1993). Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila kebutuhannya meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan.(Guyton and Hall1992)

Proses pembentukan limfosit (lymphopoiesis), ditemukan pada jaringan yang berbeda seperti sumsum tulang, thymus, limpa dan limfonoduli (Jain 1993). Limfosit dan sel plasma diproduksi oleh berbagai organ limfogen, termasuk kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai jaringan limfoid yang terdapat di berbagai di dalam tubuh. Proses pembentukan limfosit dirangsang oleh timus dan paparan antigen (Guyton and Hall 1992).

Thrombositopoiesis

(9)

Eritrosit

Menurut Jain (1993) secara biokimia membran eritrosit terdiri dari protein (48%), lemak (44%) dan karbohidrat (8%). Membran sel darah merah bersifat

flexible tetapi tidak elastis. Beberapa materi esensial yang mempengaruhi produktivitas eritrosit adalah protein, mineral dan vitamin. Masing-masing dari materi tersebut memiliki peranan tersendiri yang menentukan produktivitas eritrosit (Schalm 1975). Eritrosit dihasilkan dalam sumsum tulang merah dari hemositoblast (Craigmyle 1994).

Fungsi utama dari sel darah merah (eritrosit) adalah mengangkut hemoglobin dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain itu beberapa fungsi lainnya adalah eritosit ini memiliki banyak sekali karbonik anhidrase yang mengkatalis antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik. Kecepatan reaksi tersebut akan membuat air dalam darah bereaksi dengan karbondioksida dalam jumlah yang cukup banyak, maka hal tersebut akan mengakibatkan terangkutnya ion bikarbonat (HCO3-) dari jaringan menuju paru-paru (Guyton and Hall1992). Eritrosit kucing lokal berbentuk cakram bikonkaf tanpa inti dan ada dalam sirkulasi sekitar 120 hari (Craigmyle 1994). Menurut Mitruka and Ranswley (1977) jumlah eritrosit pada kucing adalah 7.3 juta per mm3 dan berkisar antara 5-9 juta per mm3.

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pembawa oksigen dalam darah dan merupakan salah satu molekul protein yang dikenal oleh banyak orang (Dickerson and Geis 1983). Hemoglobin adalah komponen yang penting dalam eritrosit yang menyebabkan warna merah pada eritrosit. Jumlah Hemoglobin darah sebagian besar mamalia adalah diantara 13-15 g/dl darah (Swenson 1984).

(10)

hemoglobin A, yang merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta (Guyton and Hall 1992).

Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfe (Guyton and Hall 1992). Dellman and Brown (1989) membagi leukosit menjadi dua golongan, yaitu : granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit). Fungsi dari sel darah putih (leukosit) yaitu menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang mungkin ada. (Guyton and Hall 1992).

Granulosit Neutrofil

Neutrofil atau yang disebut juga microphages, memiliki aktivitas terhadap tahap inflamasi dan menghancurkan materi yang bersifat phagosit (Schalm 1975). Menurut Jain (1993) neutrofil merupakan garis depan dalam pertahanan seluler terhadap infeksi mikrobial. Peradangan akut akan meningkatkan jumlah dan migrasi neutrofil ke dalam jaringan (Meyer et al 1992).

Fungsi yang terpenting dari neutrofil adalah fagositosis, yaitu proses pencernaan seluler terhadap zat yang mengganggu (Guyton and Hall 1992). Sel neutrofil memiliki kemampuan membunuh bakteri dan mencernakan reruntuhan jaringan. (Meyer et al 1992). Sebagian besar efek tersebut adalah hasil dari beberapa bahan pengoksidasi kuat yang dibentuk oleh enzim fagosom atau oleh organel lainnya seperti perioksisom (Guyton and Hall 1992).

(11)

Eosinofil

Eosinofil merupakan sel darah putih yang memiliki fungsi detoksifikasi dan berperan dalam reaksi antigen antibody. Eosinofil ditemukan pada saat material asing masuk ke dalam tubuh di bagian subkutis dan sepanjang traktus respiratorius. (Schalm 1975).

Menurut Guyton and Hall (1992) dalam keadaan normal eosinofil merupakan 2 % dari leukosit darah. Eosinofil seringkali diproduksi dalam jumlah besar pada penderita infeksi parasit. Eosinofil bermigrasi ke jaringan yang menderita infeksi parasit lalu melekatkan diri pada parasit bentuk muda dan membunuh banyak parasit dengan berbagai cara yaitu: (1) dengan melepaskan enzim hidrolitik dan granulanya, yang dimodifikasi lisosom; (2) dengan melepaskan bentuk oksigen yang sangat reaktif yang khususnya mematikan; (3) dengan melepaskan suatu polipeptida yang sangat larvasidal. Stockham and

Scott (2002) menyatakan bahwa eosinofil memiliki kemampuan fagosit dan bakterisidal dan juga merupakan mediator inaktif dari sel mast. Selain itu eosinofil juga menyerang beberapa larva dan parasit dewasa.

Jumlah eosinofil rata-rata pada kucing berkisar 2-12 % dari total leukosit (Rukmono 1996). Dellman and Brown (1989) menyatakan bahwa eosinofil memiliki inti bilobus dan sitoplasma penuh dengan butir asidofil yang besar, eosinofil juga memiliki ukuran diameter berkisar antara 10-12 mikron.

Basofil

Basofil berasal dari sumsum tulang. Produksi dan diferensiasinya dikendalikan oleh IL-3 dan sitokenes lain. Waktu transit dalam sumsum setidaknya 2,5 hari dan basofil dapat bertahan hidup selama dua minggu dalam jaringan (Stockham and Scott 2002).

(12)

Basofil dapat bermigrasi menuju tempat terjadinya perlukaan, dengan menembus endotel kapiler untuk berkumpul pada jaringan yang rusak. Kemudian basofil melepaskan respon inflamasi pada lokasi perlukaan (Martini et al 1992).

Diameter basofil 10-12μm dengan inti dua gelambir atau tidak teratur. Butirnya bewarna biru tua sampai ungu sering menutupi inti yang bewarna agak cerah. Butir-butir tersebut mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik (Dellman and Brown 1989). Pada kucing butir basofil berjumlah sedikit, berbentuk lonjong dan bewarna biru ungu kotor dan dalam sitoplasmanya tampak vakuola, yang diduga sebagian butir bersifat mudah larut dalam air (Hartono 1989).

Agranulosit Limfosit

Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid khusus, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal dan sumsum tulang (Guyton and Hall 1992). Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar yang merupakan bentuk belum dewasa dan limfosit kecil yang merupakan bentuk limfosit dewasa. Pada limfosit dewasa ditemukan lebih banyak sitoplasma, nukleus lebih besar dan sedikit pucat dari limfosit kecil. Sedangkan limfosit kecil nukleus besar dan kuat mengambil zat warna, dikitari sitoplasma bewarna biru pucat (Dellman and Brown 1989). Pada kucing limfosit yang paling banyak ditemukan adalah limfosit kecil (Jain 1993).

Limfosit sebagai pertahanan terdiri dari 2 sel yaitu : limfosit T bertindak sebagai pertahanan seluler sedangkan limfosit B sebagai pertahanan humoral (Martini at al 1992). Menurut Guyton and Hall (1992) limfosit T bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantai sel. Sedangkan limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan imunitas humoral.

Monosit

(13)

granulomatosa. Respon tersebut disebabkan oleh fungi, protozoa dan bakteri (Schalm 1975).

Diameter monosit 15-20 μm, inti berbentuk tapal kuda atau oval (Dellman

and Brown 1989). Dalam sirkulasi darah kucing, jumlah monosit berkisar 1-4 % dari total leukosit (Jain 1993). Monosit mempunyai siklus hidup 2.5- 3 hari dan dibentuk dalam sumsum tulang (Breazile 1971).

Trombosit

Trombosit atau keping darah (platelets) adalah benda darah yang paling kecil, berukuran 2 sampai 4 μm, berasal dari bagian sitoplasma sel besar dalam sumsum tulang yang disebut megakariosit (Dellman and Brown 1989).

Ukuran trombosit bervariasi, memiliki bentuk yang besar menyerupai eritrosit sampai dengan berukuran eritrosit. Terkadang mereka tampak seperti tabung yang berdampingan dan terdapat kecenderungan untuk membentuk massa

amorphus (Schalm 1975).

Fungsi utama trombosis adalah mencegah pendarahan ketika terjadi kerusakan pembuluh darah (Swenson 1984). Membran sel trombosit juga memiliki fungsi yang cukup penting. Membran trombosit mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan berbagai hal dalam proses pembekuan darah (Guyton and Hall 1992).

Plasma darah

Plasma adalah campuran protein anion kation yang sangat kompleks. Plasma protein terdiri dari beberapa kelompok. Kelompok pertama yaitu kelompok protein yang dapat menyediakan nutrisi sel-sel, kelompok kedua yaitu kelompok protein yang terlibat dalam transpor bahan kimia lainnya termasuk hormon, mineral dan intermediet dan yang terakhir adalah kelompok protein yang berkaitan dengan pertahanan terhadap penyakit. Plasma didapat dengan mencampurkan darah segar dengan antikoagulan dan disentrifugasi, maka supernatannya adalah plasma (Williams 1987).

(14)

protein bisa diturunkan kemudian beberapa hari akan normal kembali (Copenhaver et.al 1978). Protein plasma yang telah diidentifikasi adalah albumin, globulin dan fibrinogen (Swenson 1984) . Jumlah plasma darah yaitu 55-70 % total darah Hati mensintesa dan melepaskan lebih dari 90% protein plasma (Martini et al 1992).

Selain terdapat protein, dalam plasma juga terdapat air. Interaksi antara protein yang ada dalam plasma dan molekul protein yang mengelilinginya membuat plasma relatif lengket, kohesif dan tetap mengalir. Sifat ini menentukan viskositas cairan (Martini et al 1992).

Hematokrit

Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV) adalah suatu ukuran yang mewakili volume eritrosit di dalam 100 ml darah (Duncan and Prase 1977). Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga bagian yaitu : (1) masa eritrosit bagian bawah atau yang disebut PCV (Packed Call Volume), (2) lapisan leukosit dan trombosit yang bewarna putih atau abu-abu, yang muncul di atas sel darah merah, (3) plasma darah pada bagian paling atas (Schalm 1975). Pada saat pendarahan jumlah eritrosit yang hilang berbanding lurus dengan plasma darah sehingga nilai hematokrit tidak berubah. Namun anemia menyebabkan nilai hematokrit turun (Duncan and Prase 1977).

Indeks Eritrosit

Menurut Nordenson (2002) indeks sel darah merah digunakan untuk mndefinisikan ukuran dan kandungan hemoglobin dari sel darah merah yang terdiri dari Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemaglobin

(MCH), Mean Corpuscular Hemaglobin Concentration (MCHC) dan Red Cell distribution Width (RDW).

MCV (Mean Corpuscular Volume )

(15)

MCV (dalam satuan femtoliter/fl)= (PCV/RBC) x 10

MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin )

MCH merupakan perhitungan massa hemoglobin dalam eritrosit (Schalm 1975). Menurut Raphael (1987) MCH adalah jumlah perbandingan antara kadar Hemoglobin dengan jumlah Eritrosit dengan satuan pg ( pica gram ).

MCH (dalam satuan pica gram/pg) = (Hb/RBC) X 10

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration)

MCHC merupakan perhitungan yang menjelaskan persen volume hemoglobin dalam eritrosit (Schalm 1975). Sedangkan menurut Brown (1980) MCHC merupakan nilai konsentrasi hemoglobin di dalam sebuah sel darah merah. Bila nilai MCHC berada di atas kisaran normal maka disebut hiperkromik, sedangkan bila nilai MCHC berada di bawah kisaran normal disebut hipokromik (Nordenson 2002)

MCHC (%) = (Hb / PCV) X 100

RDW (Red Cell Distribution Width)

RDW merupakan nilai yang mendeskripsikan variasi ukuran eritrosit dalam suatu populasi eritrosit (Nordenson 2002).

(16)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mendatangi rumah pemilik kucing kampung di daerah sekitar Cimanggu-Darmaga dan dari hewan percobaan praktikum Imu Bedah Khusus Veteriner I. Pemeriksaan sample dilakukan di laboratorium Patologi klinik bagian klinik veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Lab Rumah Sakit Hewan Darmaga. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2004.

Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan darah adalah alkohol 70%, Heparin, Kassa, Tissue, dysposable syringue 3 ml dan alat pemeriksa darah Hemavet.

Hewan yang digunakan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 ekor kucing kampung sehat secara klinis, berumur lebih dari sama dengan 1 tahun. Data hewan yang dipakai dilampirkan pada lampiran 1.

Metode Penelitian

Pengambilan darah dilakukan dengan mengunakan dysposable syringue

(17)

Parameter yang Diamati

(18)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit

Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi dan laktasi, pengaruh tekanan udara dan peranan limpa (Jain 1993). Schalm (1975) berpendapat bahwa jumlah eritrosit dipengaruhi oleh nutrisi dan temperatur lingkungan. Selain itu jumlah eritrosit dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Swenson 1984). Hasil penelitian yang didapat jika dibandingkan dengan parameter nilai rata-rata yang terdapat di dalam Jain (1993) dapat dilihat pada tabel 2.

Perbedaan umur hewan percobaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam darah. Secara umum pada saat fetus, jumlah RBC, hemoglobin dan hematokrit meningkat secara progresif dan paling tinggi pada saat kelahiran, tetapi menurun secara cepat pada waktu berikutnya. MCV dan MCH menurun secara bertahap. Namun jumlah eritrosit tersebut mengalami peningkatan seiring pertambahan umur dan relatif stabil pada umur satu tahun ( Jain 1993). Menurut Schalm (1975) pada saat kelahiran sel darah merah hampir berjumlah 12 kali lipat dari dewasa. Pada saat fetus, jumlah hemoglobin lebih kecil dari pada saat dewasa. Pada saat periode menyusui, MCHC dapat menurun karena kekurangan asupan Fe.

Perbedaan jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam darah. Schlam (1975) menyatakan pada jantan jumlah eritrosit sedikit lebih tinggi daripada betina. Pembentukan eritrosit dipengaruhi juga oleh hormon kelamin. Androgen atau hormon kelamin jantan diketahui meningkatkan produksi eritropoietin, namun mekanismenya pada eritropoiesis belum diketahui secara pasti (Navarro 1993). Sementara estrogen cenderung menekan produksi eritropoietin (Spence and Mason 1987). Dari hasil penelitian jika dikelompokan berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel 3.

(19)

pematangan dalam proses eritropoiesis, hal tersebut mengakibatkan jumlah eritrosit dalam darah rendah (Guyton and Hall 1992).

Menurut Guyton and Hall (1992) pada suatu daerah dengan ketinggian yang sangat tinggi, jumlah oksigen dalam udara sangat rendah sehingga jumlah oksigen yang diangkut ke dalam jaringan tidak cukup dan produksi sel darah merah meningkat. Jadi, bukan konsentrasi sel darah merah yang mengatur kecepatan produksi sel, melainkan kemampuan fungsional sel untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehubungan dengan kebutuhannya akan oksigen. Jain (1993) berpendapat bahwa tekanan oksigen yang dikurangi dapat mengakibatkan peningkatan produksi dan pelepasan eritrophoietin.

RDW merupakan status keseragaman ukuran eritrosit. Nilai RDW dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya variasi ukuran eritrosit diantaranya: defisiensi zat besi, vitamin B12, asam folat dan fragmen-fragmen hasil hemolisis (Nordenson 2002). Nilai RDW yang dihasilkan dari hasil penelitian berdasarkan kisaran normal hemavet yang terdapat pada lampiran 3 menunjukan bahwa nilai RDW hasil penelitian berada di atas rata-rata kisaran normal. Hal ini menunjukan keadaan anisocytosis yaitu adanya eritrosit dalam darah yang menunjukan variasi ukuran yang besar. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya variasi ukuran eritrosit seperti yang telah dijelaskan pada pernyataan di atas.

Tabel 2 Perbandingan rata-rata parameter eritrosit hasil dengan literatur Jain (1993)

Parameter Hasil penelitian Jain 1993

RBC (106/ ±µl) 6.12 7.5

(20)

Parameter Jantan

Hematokrit(%) 26.50 ± 10.55 25.84 ± 10.83

MCV (fl) 41.42 ± 8.34 42.64 ± 11.19

MCH (pg) 14.94 ± 2.64 15.82 ± 4.98

MCHC (g/dl) 36.37 ± 3.65 36.95 ± 4.68

RDW 21.28 ± 1.08 20.22 ± 1.39

Leukosit

Jumlah leukosit dalam darah dipengaruhi oleh umur, perbandingan neutrofil dan limfosit dipengaruhi oleh keadaan leukositosis fisiologis. Sedangkan perbedaan jenis kelamin antara kelamin jantan dan kelamin betina tidak terlalu mempengaruhi jumlah leukosit (Jain 1993). Menurut Schalm (1975) jumlah leukosit dalam darah dipengaruhi oleh umur dan pelepasan ephineprin. Jumlah leukosit pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah sel neutrofil ataupun limfosit di dalam sirkulasi darah, karena kedua tipe sel darah putih tersebut jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan leukosit tipe lainnya (Kelly 1984). Hasil penelitian yang didapat jika dibandingkan dengan parameter nilai rata-rata yang terdapat di dalam Jain (1993) dapat dilihat pada tabel 4.

Perbedaan umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi jumlah leukosit dalam darah. Pada umumnya jumlah leukosit pada tahap awal fetus rendah kemudian meningkat lagi hingga stabil pada umur kurang lebih satu tahun (Jain 1993).

(21)

Jumlah leukosit pada kucing dapat meningkat sebagai hasil dari reaksi stres emosional. Oleh karena itu, salah satu hal yang harus diperhatikan ketika pengambilan darah dilakukan adalah mengetahui apakah kucing tersebut dalam keadaan stres atau takut. Hal tersebut dapat menyebabkan jumlah total leukosit menjadi sedikit lebih tinggi dari keadaan normalnya (Schalm 1975).

Leukositosis fisiologis sering terjadi pada hewan yang mengalami stres akut. Stres tersebut dapat berupa fisik, emosional atau dipicu oleh penyakit. Perubahan WBC pada kondisi seperti stres tersebut dikarenakan oleh pelepasan ephineprin dan kortikosteroid. Ephineprin bekerja dengan meningkatkan sirkulasi darah dan limfe serta menyebabkan demarginasi neutrofil sehingga meningkatkan jumlah sel dalam sirkulasi (Jain 1993). Sedangkan kortikosteroid menyebabkan peningkatan pelepasan neutrofil dari dalam sumsum tulang, menurunkan kemampuan diapedesis, dan meningkatkan jumlah neutrofil dalam sirkulasi yang bersumber dari marginal pool (Stockham dan Scott 2002).

Tabel 4 Perbandingan rata-rata leukosit hasil penelitian dengan rata-rata leukosit pada literatur (Jain 1993)

Parameter Hasil penelitian Jain 1993

Leukosit (103/µl)* 11.59 12.5

(*)belum termasuk nilai monosit dan basofil

Tabel 5 Nilai leukosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin

(22)

WBC (103/μl)* 10.13 ± 4.24 10.27 ± 3.79

Neutrofil (103/μl) 0.49 ± 0.22 0.63 ± 0.34

Lymfosit (103/μl) 9.60 ± 4.01 9.57 ± 3.48

Monosit (103/μl)

Eosinofil (103/μl) 0.05 ± 0.04 0.06 ± 0.06

Basofil (103/µl)

(*)belum termasuk nilai monosit dan basofil

Trombosit

Jumlah trombosit dalam sirkulasi darah hewan normal selalu dalam keadaan dinamis. Hal tersebut terjadi karena adanya mekanisme positif dan

negative feedback. Peningkatan jumlah trombosit disebabkan oleh adanya gangguan-gangguan seperti neoplasia, gangguan gastrointestinal dan hormonal (Jain 1993). Pada saat terjadi penurunan jumlah trombosit yang beredar dalam sirkulasi, maka tubuh akan berespon dengan menghasilkan trombopoietin (Jain 1993). Menurut Harrison (2005) penurunan jumlah trombosit dapat disebabkan oleh adanya gangguan pada pembentukan trombosit dan juga dikarenakan adanya distribusi trombosit yang abnormal. Menurut Kelly (1984) jumlah trombosit dalam sirkulasi darah pada hewan normal selalu berfluktuasi beberapa waktu setiap hari karena adanya pengaruh kelelahan, exercise dan temperatur lingkungan. Hasil penelitian yang didapat jika dibandingkan dengan parameter nilai rata-rata yang terdapat di dalam Jain (1993) dapat dilihat pada tabel 6. Perbedaan jenis kelamin pada kucing kampung tidak mempengaruhi jumlah trombosit dalam darah. Hasil penelitian terhadap nilai trombosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 7.

(23)

Tabel 6 Perbandingan rata-rata trombosit hasil penelitian dengan literatur (Jain 1993)

Parameter Hasil penelitian Jain 1993

Trombosit (103/µl) 283.84 ±194.61 450

Tabel 7 Nilai trombosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin

Parameter Jantan

(rata-rata±standar deviasi)

Betina (rata-rata±standar

deviasi)

Jumlah kucing 5 9

(24)

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Gambaran darah kucing kampung yang sehat secara klinis didapat kisaran sebagai berikut : RBC: 6.12 ± 2.03 x106/μl, hemoglobin: 9.69 ± 4.09 g/dl, hematokrit: 26.08 ± 10.32 %), MCV: 42.21 ± 9.94 fl, MCH: 15.51 ± 4.20 pg, MCHC: 36.74 ± 4.21 g/dl, RDW: 6.12 ±2.03 %, WBC: 11.59 ± 6.21 x103/μl, neutrofil: 0.68 ± 0.56 x103/μl, limfosit: 10.95 ± 5.98 x103/μl, eosinofil: 0.06 ± 0.06 x103/μl. Trombosit : 283.84 ± 194.61 x103/μl

Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2006. What Is Normal In Cat. [terhubung berkala]. http://www. petplace.com/cats/what-is-normal-in-cats/page1.aspx. [7 Februari 2006].

Breazile JE. 1971. Textbook of Veterinary Physiology, Philadelphia : Lea and

Febiger.

Brown BA. 1980. Hematology : principles and procedures. Ed ke-3. Philadelphia : Lea and Febiger

Craigmyle S. 1994. A color atlas of histology. New York : Harper Collins Collage Publishers.

Delmann HD and Brown EM. 1989. Histologi Veteriner. Ed ke-3. Jakarta : UI-Press.

Dickerson and Geis. 1983. Hemoglobin. California : The Benjamin/Cummings Publishing Company Inc.

Duncan JR and Prase KW.1977. Veterinary Laboratory Medicine. Ame. Lowa Clinical Pathology. The Lowa State University press.

Dorland. 1995. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Ed ke-25. Jakarta : Penerbit

(26)

Mitruka BM and Rawnsley HM.1977. Clinical Biochemical and Haematological Refference Value in Normal Experimental Animals. USA : Mason Publishing.

Nordenson JN. 2002. Gale Encyclopedia of Medicine. Red Blood Cell Indices.

[terhubung berkala]. http://www.healthatoz.com/healthatoz/Atoz/ency/red blood_cell_indices. jsp. [29 Mei 2005]

Raphael SS. 1987. Medical Laboratory technology. Ed ke-4. W.B. London : Saunders Company.

Rukmono. 1996 . Patologi. Jakarta : Bagian Patologi Anatomik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Schalm OW.1975. Veterinary Hematology. Ed ke-2. Philadelphia : Lea & Febiger.

Spence AP and Mason EB. 1987. Human Anatomy and Physiology. Ed ke-3. California : the Benjamin/Cummings Publishing Company.inc

Stockham SL and Scott MA. 2002. Fundamental of Veterinary Clinical Pathology. Ed ke-1. USA : Iowa state press.

Swenson MJ. 1984. Dukes Physiology of Domestic Animals. Ed ke-10. Ithaca and London : Cornell University Press.

(27)

GAMBARAN DARAH KUCING KAMPUNG (Felis domestica) DI DAERAH BOGOR

FINA NOER TRIASTUTY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(28)

ABSTRAK

FINA NOER TRIASTUTY. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor. Dibimbing oleh GUNANTI dan ENDANG RACHMAN.

(29)

GAMBARAN DARAH KUCING KAMPUNG (Felis domestica) DI DAERAH BOGOR

FINA NOER TRIASTUTY

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(30)

Lampiran 1 Data kucing penelitian

(31)

Lampiran 2 Parameter normal status kesehatan kucing

Parameter Keadaan normal

Suhu (oC) 37.0 - 39.1

Frekuensi nafas (x/menit) 20 - 30 Frekuensi nadi (x/menit) 140 - 220

Mukosa rose

Limfonodus Tidak ada kelainan khusus seperti

(32)

Lampiran 3 Data nilai gambaran darah kucing yang digunakan sebagai sampel

No Leukosit

(33)

Lampiran 4 Kisaran normal parameter darah menurut hemavet

Parameter Kisaran normal

RBC (M/μl) 5.0-11.0

Hemoglobin (g/dl) 8.0-15.0

Hematokrit (%) 24.0-45.0

MCV (fL) 39.0-52.0

MCH ( pg ) 12.5-17.5

MCHC (%) 30.0-37.0

RDW (%) 12.0-19.0

Leukosit (K/μl) 5.5-19.5

Neutrofil (K/μl) 2.5-13.9

Limfosit (K/μl) 1.5-7.0

Monosit (K/μl) 0.0-1.4

Eosinofil (K/μl) 0.0-1.5

Basofil (K/μl) 0.0-0.5

(34)

GAMBARAN DARAH KUCING KAMPUNG (Felis domestica) DI DAERAH BOGOR

FINA NOER TRIASTUTY

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(35)

ABSTRAK

FINA NOER TRIASTUTY. Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor. Dibimbing oleh GUNANTI dan ENDANG RACHMAN.

(36)

GAMBARAN DARAH KUCING KAMPUNG (Felis domestica) DI DAERAH BOGOR

FINA NOER TRIASTUTY

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan pada

Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(37)

Judul : Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor

Nama Mahasiswa : Fina Noer Triastuty Nomor Pokok : B04101009

Program Studi : Kedokteran Hewan

Disetujui :

Dr. drh. Hj. Gunanti, MS drh.Endang Rachman S, MS

Pembimbing I Pembimbing II

Diketahui :

Dr. drh. I Wayan Teguh Wibawan, MS Wakil Dekan

(38)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Gambaran Darah Kucing Kampung (Felis domestica) di Daerah Bogor”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. drh. Gunanti, MS dan drh Endang Rachman S, MS atas segala perhatian dan bimbingannya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Kepada penguji Dr. Drh Susd Derthi Widyari, MS penulis ucapkan terimakasih. Terimakasih pula penulis ucapkan kepada drh. Muhamad Kusdiantoro MS selaku pembimbing akademik penulis. Kepada keluarga tercinta (Bapak, Ibu, Ka Erwin, Teh Iyut, Teh Weni, Ka Ikram, dan para keponakan yang lucu), Teman sepenelitian (Mba Helni, Wira, Dwi) atas kerjasama, bantuan, pengertian dan kekompakannya. Arie yang selalu sabar dan terus menyemangati “Thanks 4 all honey”. Kepada teman-temanku ( Ka2, Piet, Ory, Wini, Ning, Achiet, Indah) yang telah mewarnai ”perjalanan” selama ini. Gastro 38 yang telah memberikan pengalaman hidup bagi penulis. Dan tak lupa kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitan dan pembuatan skripsi ini.

Penulis mengaharapkan semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2006

(39)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Wamena pada tanggal 11 Februari 1983 dari ayah Wawan Hendrawan dan ibu Wike Noerwiyatun. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Ibu Jenab 1 Cianjur Jawa Barat pada tahun 1995 dan SLTP Negeri 1 kalianda Lampung Selatan pada tahun 1998. Pada tahun 2001 penulis menyelesaikan pendidikan di SMU Negeri 1 Sukabumi Jawa Barat dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur undangan seleksi masuk IPB. Penulis memilih Program Studi Kedokteran Hewan di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

(40)
(41)

Metode Penelitian ... Parameter yang diamati...

(42)

DAFTAR TABEL

Hal 1

2 3 4

5 6

7

Gambaran normal darah kucing ... Perbandingan rata-rata parameter eritrosit hasil dengan literatur Jain (1993) Nilai eritrosit dan indeks eritrosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin... Perbandingan rata-rata leukosit hasil penelitian dengan rata-rata leukosit pada literatur (Jain 1993) ... Nilai leukosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin... Perbandingan rata-rata trombosit hasil penelitian dengan literatur Jain (1993)... Nilai trombosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin...

4 18 19

20 21

(43)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

(44)
(45)

PENDAHULUAN

Latar belakang

Kucing kampung (Felis domestica) merupakan salah satu contoh hewan kesayangan yang digemari dan dipelihara banyak orang. Selain penampilan dan perilaku yang menarik, kucing kampung merupakan hewan kesayangan yang memiliki kemampuan beradaptasi cukup baik, sehingga dapat mempertahankan diri di lingkungannya. Selain itu alasan lain memilih kucing kampung sebagai hewan kesayangan adalah biaya pemeliharaan yang cukup murah.

Bagi pemilik hewan, kesehatan hewan kesayangan merupakan hal yang sangat penting. Begitu pula sama halnya dengan pemilik kucing kampung. Beberapa tindakan yang dilakukan oleh pemilik hewan, dapat berupa pencegahan maupun pengobatan. Tindakan pencegahan merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya serangan penyakit. Beberapa usaha yang termasuk dalam tindakan pencegahan antara lain melalui pemberian pakan yang berkualitas, pemberian vaksin, pemeliharaan kesehatan dan sanitasi kandang serta mengontrol kesehatan hewan kesayangan secara periodik kepada dokter hewan. Tetapi terkadang usaha pencegahan tidak dapat melindungi hewan terhindar dari penyakit, untuk itu diperlukan tindakan pengobatan .

Salah satu cara yang sering dilakukan dalam tindakan pengobatan maupun pencegahan adalah pemeriksaan terhadap status kesehatan hewan. Untuk mengetahui status kesehatan hewan, diperlukan data status fisiologis yang tepat dan akurat. Dalam penegakan diagnosis diperlukan beberapa data yang dapat diperoleh baik melalui pemeriksaan secara klinis maupun laboratoris.

(46)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran darah kucing kampung yang sehat secara klinis dan laboratoris di wilayah Bogor.

Manfaat

(47)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kucing Kampung

Kucing kampung (Felis domestica) merupakan salah satu jenis hewan kesayangan yang dimiliki banyak orang. Hewan ini dimasukan dalam ordo karnivora (pemakan daging). Populasi kucing kampung banyak terdapat di Indonesia.

Fowler (1993) mengklasifikasikan kucing kampung (Felis domestica)

sebagai berikut :

kingdom : Animalia phylum : Chordata subphylum : Vertebrata kelas : Mamalia ordo : Carnivora subordo : Conoidea famili : Felidae subfamily : Felinae genus : Felis

spesies : Felis domestica

Darah

Darah merupakan jaringan yang mengalir dan bersirkulasi melalui saluran vascular. Darah membawa berbagai kebutuhan hidup bagi semua sel-sel tubuh dan menerima produk buangan hasil metabolisme untuk diekskresikan melalui organ ekskresi (Jain 1993).

(48)

Volume darah umumnya mencapai 6-8 % berat badan, jumlahnya lebih sedikit dibandingkan dengan volume plasma. Volume darah kucing berkisar antara 4.7 % - 9.6% berat badan (Mitruka and Rawnsley 1977). Darah terdiri dari kumpulan elemen dalam bentuk suspensi atau kumpulan sel yang terendam dalam plasma darah (William 1987).

Warna merah pada darah segar disebabkan oleh adanya hemoglobin dalam eritrosit (Dellman and Brown 1989). Cairan plasma darah bewarna kuning sampai tidak bewarna tergantung kuantitas, spesies dan makanan. Beberapa spesies seperti anjing, kucing, kambing dan domba cairan plasmanya tidak bewarna (Swenson 1984).

Darah terdiri dari sel-sel darah (eritrosit, platelet dan lima tipe besar leukosit) dan plasma (Stockham and Scott 2002). Adapun nilai darah kucing kampung normal terdapat dalam tabel 1. Pembentukan darah disebut hematopoiesis mencakup eritropoiesis, leukopoiesis, dan trombopoiesis.

Tabel 1 Gambaran normal darah kucing

(Jain 1993)

Parameter Range Rata-rata

(49)

Hematopoiesis

Hematopoiesis atau haemopoiesis merupakan pembentukan dan perkembangan sel-sel darah (Dorland 1995). Secara umum aktivitas hematopoeisis pada kucing dapat dideteksi pada minggu ketiga kehidupan prenatal. Selama kehidupan postnatal, hematopoiesis pada hampir semua mamalia terikat pada sumsum tulang. Hati dan limpa biasanya tidak aktif tetapi potensial terjadi hematopoiesis (Jain 1993). Hematopoiesis terjadi di jaringan seluruh tubuh dan melibatkan beberapa organ yang memiliki fungsi dalam sirkulasi darah (Schalm 1975). Menurut Jain (1993) sumsum tulang memiliki fungsi hematopoiesis yaitu memproduksi eritrosit, granulosit, monosit, platelet dan limposit B serta menyimpan stem cell untuk produksi limfosit di lain tempat. Pada sumsum tulang terdapat sel-sel yang disebut PluripotenHemapoeitik Stem Cell (PHSC), yang merupakan awal dari seluruh sel-sel dalam sirkulasi darah. PHSC tersebut mengalami beberapa pembelahan untuk membentuk bermacam-macam sel tepi. Sebagian besar dari beberapa stem cell yang direproduksi akan berdeferensiasi membentuk sel-sel lain. Sel yang pada mulanya tidak dikenali asalnya merupakan sel yang berbeda dengan sel stem pluripoten, sel-sel tersebut telah membentuk jalur khusus yang disebut stem cell commited.

Berbagai stem cell commited, tumbuh dan menghasilkan koloni tipe sel darah yang spesifik. Suatu sel stem committed yang menghasilkan eritrosit disebut unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) demikian pula unit yang membentuk granulosit dan monosit disebut CFU-GM dan seterusnya. Pertumbuhan dan reproduksi berbagai stem cell diatur oleh beberapa macam protein yang disebut penginduksi pertumbuhan. Sedangkan penginduksi diferensiasi merupakan penginduksi yang membedakan sel-sel. Pembentukan penginduksi pertumbuhan dan penginduksi diferensiasi dikendalikan oleh faktor-faktor di luar sumsum tulang (Guyton and Hall 1992).

Eritropoiesis

(50)

glikoprotein dalam sirkulasi yaitu eritropoeitin atau disebut juga EPO (Guyton

and Hall 1992).

Eritropoeitin merupakan glikoprotein yang diproduksi secara primer oleh ginjal sebagai hasil rangsangan dari hipoksia jaringan renal. Beberapa eritropoetin juga disintesis oleh hati (Jain 1993).

Sel pertama yang dapat dikenali dari rangkaian sel darah merah adalah

proeritroblast, dengan rangsangan dari eritropoeitin maka dari sel-sel stem CFU-E dapat dibentuk banyak sekali sel ini. Sekali proeritroblast terbentuk maka sel tersebut akan membelah terus sampai banyak sel darah yang matur. Generasi pertama sel-sel ini disebut basofil eritroblast karena keberadaan ribosom menjadi lebih basofilik. Pada tahap ini, sedikit sekali sel mengumpulkan hemoglobin. Untuk generasi berikutnya, setelah mengumpulkan banyak hemoglobin maka nukleus akan memadat dan mengecil dan sisa akhirnya terdorong dari sel, pada saat yang sama retikulum endoplasma diabsorbsi, tahap ini disebut juga tahap retikulosit karena mengandung sedikit bahan basofilik, yaitu terdiri dari sisa-sisa aparatus golgi, mitokondria dan sedikit organel sitoplasmik lainnya. Selama tahap retikulosit sel-sel berjalan dari sumsum tulang masuk ke kapiler darah dengan cara diapedesis. Bahan basofilik yang tersisa dalam retikulosit normal akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan sel kemudian menjadi eritrosit matur. Karena waktu hidup eritrosit ini pendek, maka konsentrasinya di antara seluruh sel darah merah dalam keadaan normal kurang dari satu persen (Guyton and Hall 1992).

Hematopoiesis memerlukan banyak nutrisi seperti vitamin B12 (cyanocobalamin) dan asam folat (pteroyglutamic acid). Kedua vitamin tersebut berperan sebagai koenzim dalam sintesis asam nukleat dan unsur-unsurnya yaitu basa purine dan pyrimidine (Swenson 1984).

Leukopoiesis

Leukopoiesis merupakan pembentukan sel darah putih (Dorlan 1995). Leukopoiesis merupakan bagian dari hematopoiesis yang melibatkan stem cell

(51)

Selain sel-sel commited membentuk sel darah merah, terbentuk pula dua silsilah utama dari sel darah putih. Dua silsilah tersebut adalah mielositik yang dimulai dengan mieloblas dan limfositik yang dimulai dengan limfoblast (Guyton

and Hall 1992). Sel darah putih terutama granulosit dan monosit dibentuk dan disimpan di sumsum tulang (Schalm 1975). Hormon yang mengatur dan merangsang pembentukan sel darah merah dan sel darah putih disebut Colony Stimulatinf Faktor (CSF). Proses pembentukan sel granulosit dipengaruh interleukin-3 (IL-3) dan Granulosit Coloni Stimulating Factor (G-CSF). Sedangkan pembentukan monosit dipengaruhi oleh Granulocyte/Monocyte Colony Stimulating Factor (GM-CSF) (Jain 1993). Sel darah putih yang dibentuk dalam sumsum tulang terutama granulosit, disimpan dalam sumsum sampai diperlukan dalam sistem sirkulasi. Bila kebutuhannya meningkat maka akan menyebabkan granulosit tersebut dilepaskan.(Guyton and Hall1992)

Proses pembentukan limfosit (lymphopoiesis), ditemukan pada jaringan yang berbeda seperti sumsum tulang, thymus, limpa dan limfonoduli (Jain 1993). Limfosit dan sel plasma diproduksi oleh berbagai organ limfogen, termasuk kelenjar limfe, limpa, timus, tonsil dan berbagai jaringan limfoid yang terdapat di berbagai di dalam tubuh. Proses pembentukan limfosit dirangsang oleh timus dan paparan antigen (Guyton and Hall 1992).

Thrombositopoiesis

(52)

Eritrosit

Menurut Jain (1993) secara biokimia membran eritrosit terdiri dari protein (48%), lemak (44%) dan karbohidrat (8%). Membran sel darah merah bersifat

flexible tetapi tidak elastis. Beberapa materi esensial yang mempengaruhi produktivitas eritrosit adalah protein, mineral dan vitamin. Masing-masing dari materi tersebut memiliki peranan tersendiri yang menentukan produktivitas eritrosit (Schalm 1975). Eritrosit dihasilkan dalam sumsum tulang merah dari hemositoblast (Craigmyle 1994).

Fungsi utama dari sel darah merah (eritrosit) adalah mengangkut hemoglobin dan mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan. Selain itu beberapa fungsi lainnya adalah eritosit ini memiliki banyak sekali karbonik anhidrase yang mengkatalis antara karbon dioksida dan air, sehingga meningkatkan kecepatan reaksi bolak-balik. Kecepatan reaksi tersebut akan membuat air dalam darah bereaksi dengan karbondioksida dalam jumlah yang cukup banyak, maka hal tersebut akan mengakibatkan terangkutnya ion bikarbonat (HCO3-) dari jaringan menuju paru-paru (Guyton and Hall1992). Eritrosit kucing lokal berbentuk cakram bikonkaf tanpa inti dan ada dalam sirkulasi sekitar 120 hari (Craigmyle 1994). Menurut Mitruka and Ranswley (1977) jumlah eritrosit pada kucing adalah 7.3 juta per mm3 dan berkisar antara 5-9 juta per mm3.

Hemoglobin

Hemoglobin merupakan pembawa oksigen dalam darah dan merupakan salah satu molekul protein yang dikenal oleh banyak orang (Dickerson and Geis 1983). Hemoglobin adalah komponen yang penting dalam eritrosit yang menyebabkan warna merah pada eritrosit. Jumlah Hemoglobin darah sebagian besar mamalia adalah diantara 13-15 g/dl darah (Swenson 1984).

(53)

hemoglobin A, yang merupakan kombinasi dari dua rantai alfa dan dua rantai beta (Guyton and Hall 1992).

Leukosit

Leukosit merupakan unit yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh. Leukosit sebagian dibentuk dalam sumsum tulang dan sebagian lagi dibentuk di jaringan limfe (Guyton and Hall 1992). Dellman and Brown (1989) membagi leukosit menjadi dua golongan, yaitu : granulosit (neutrofil, eosinofil dan basofil) dan agranulosit (limfosit dan monosit). Fungsi dari sel darah putih (leukosit) yaitu menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang mungkin ada. (Guyton and Hall 1992).

Granulosit Neutrofil

Neutrofil atau yang disebut juga microphages, memiliki aktivitas terhadap tahap inflamasi dan menghancurkan materi yang bersifat phagosit (Schalm 1975). Menurut Jain (1993) neutrofil merupakan garis depan dalam pertahanan seluler terhadap infeksi mikrobial. Peradangan akut akan meningkatkan jumlah dan migrasi neutrofil ke dalam jaringan (Meyer et al 1992).

Fungsi yang terpenting dari neutrofil adalah fagositosis, yaitu proses pencernaan seluler terhadap zat yang mengganggu (Guyton and Hall 1992). Sel neutrofil memiliki kemampuan membunuh bakteri dan mencernakan reruntuhan jaringan. (Meyer et al 1992). Sebagian besar efek tersebut adalah hasil dari beberapa bahan pengoksidasi kuat yang dibentuk oleh enzim fagosom atau oleh organel lainnya seperti perioksisom (Guyton and Hall 1992).

(54)

Eosinofil

Eosinofil merupakan sel darah putih yang memiliki fungsi detoksifikasi dan berperan dalam reaksi antigen antibody. Eosinofil ditemukan pada saat material asing masuk ke dalam tubuh di bagian subkutis dan sepanjang traktus respiratorius. (Schalm 1975).

Menurut Guyton and Hall (1992) dalam keadaan normal eosinofil merupakan 2 % dari leukosit darah. Eosinofil seringkali diproduksi dalam jumlah besar pada penderita infeksi parasit. Eosinofil bermigrasi ke jaringan yang menderita infeksi parasit lalu melekatkan diri pada parasit bentuk muda dan membunuh banyak parasit dengan berbagai cara yaitu: (1) dengan melepaskan enzim hidrolitik dan granulanya, yang dimodifikasi lisosom; (2) dengan melepaskan bentuk oksigen yang sangat reaktif yang khususnya mematikan; (3) dengan melepaskan suatu polipeptida yang sangat larvasidal. Stockham and

Scott (2002) menyatakan bahwa eosinofil memiliki kemampuan fagosit dan bakterisidal dan juga merupakan mediator inaktif dari sel mast. Selain itu eosinofil juga menyerang beberapa larva dan parasit dewasa.

Jumlah eosinofil rata-rata pada kucing berkisar 2-12 % dari total leukosit (Rukmono 1996). Dellman and Brown (1989) menyatakan bahwa eosinofil memiliki inti bilobus dan sitoplasma penuh dengan butir asidofil yang besar, eosinofil juga memiliki ukuran diameter berkisar antara 10-12 mikron.

Basofil

Basofil berasal dari sumsum tulang. Produksi dan diferensiasinya dikendalikan oleh IL-3 dan sitokenes lain. Waktu transit dalam sumsum setidaknya 2,5 hari dan basofil dapat bertahan hidup selama dua minggu dalam jaringan (Stockham and Scott 2002).

(55)

Basofil dapat bermigrasi menuju tempat terjadinya perlukaan, dengan menembus endotel kapiler untuk berkumpul pada jaringan yang rusak. Kemudian basofil melepaskan respon inflamasi pada lokasi perlukaan (Martini et al 1992).

Diameter basofil 10-12μm dengan inti dua gelambir atau tidak teratur. Butirnya bewarna biru tua sampai ungu sering menutupi inti yang bewarna agak cerah. Butir-butir tersebut mengandung heparin, histamin, asam hialuron, kondroitin sulfat, serotonin dan beberapa faktor kemotaktik (Dellman and Brown 1989). Pada kucing butir basofil berjumlah sedikit, berbentuk lonjong dan bewarna biru ungu kotor dan dalam sitoplasmanya tampak vakuola, yang diduga sebagian butir bersifat mudah larut dalam air (Hartono 1989).

Agranulosit Limfosit

Limfosit terletak secara tersebar dalam nodus limfe, namun dapat juga dijumpai dalam jaringan limfoid khusus, seperti limpa, daerah submukosa dari traktus gastrointestinal dan sumsum tulang (Guyton and Hall 1992). Sel limfosit memiliki dua bentuk, yaitu limfosit besar yang merupakan bentuk belum dewasa dan limfosit kecil yang merupakan bentuk limfosit dewasa. Pada limfosit dewasa ditemukan lebih banyak sitoplasma, nukleus lebih besar dan sedikit pucat dari limfosit kecil. Sedangkan limfosit kecil nukleus besar dan kuat mengambil zat warna, dikitari sitoplasma bewarna biru pucat (Dellman and Brown 1989). Pada kucing limfosit yang paling banyak ditemukan adalah limfosit kecil (Jain 1993).

Limfosit sebagai pertahanan terdiri dari 2 sel yaitu : limfosit T bertindak sebagai pertahanan seluler sedangkan limfosit B sebagai pertahanan humoral (Martini at al 1992). Menurut Guyton and Hall (1992) limfosit T bertanggung jawab dalam pembentukan limfosit teraktivasi yang dapat membentuk imunitas diperantai sel. Sedangkan limfosit B bertanggung jawab dalam pembentukan imunitas humoral.

Monosit

(56)

granulomatosa. Respon tersebut disebabkan oleh fungi, protozoa dan bakteri (Schalm 1975).

Diameter monosit 15-20 μm, inti berbentuk tapal kuda atau oval (Dellman

and Brown 1989). Dalam sirkulasi darah kucing, jumlah monosit berkisar 1-4 % dari total leukosit (Jain 1993). Monosit mempunyai siklus hidup 2.5- 3 hari dan dibentuk dalam sumsum tulang (Breazile 1971).

Trombosit

Trombosit atau keping darah (platelets) adalah benda darah yang paling kecil, berukuran 2 sampai 4 μm, berasal dari bagian sitoplasma sel besar dalam sumsum tulang yang disebut megakariosit (Dellman and Brown 1989).

Ukuran trombosit bervariasi, memiliki bentuk yang besar menyerupai eritrosit sampai dengan berukuran eritrosit. Terkadang mereka tampak seperti tabung yang berdampingan dan terdapat kecenderungan untuk membentuk massa

amorphus (Schalm 1975).

Fungsi utama trombosis adalah mencegah pendarahan ketika terjadi kerusakan pembuluh darah (Swenson 1984). Membran sel trombosit juga memiliki fungsi yang cukup penting. Membran trombosit mengandung banyak fosfolipid yang berperan dalam mengaktifkan berbagai hal dalam proses pembekuan darah (Guyton and Hall 1992).

Plasma darah

Plasma adalah campuran protein anion kation yang sangat kompleks. Plasma protein terdiri dari beberapa kelompok. Kelompok pertama yaitu kelompok protein yang dapat menyediakan nutrisi sel-sel, kelompok kedua yaitu kelompok protein yang terlibat dalam transpor bahan kimia lainnya termasuk hormon, mineral dan intermediet dan yang terakhir adalah kelompok protein yang berkaitan dengan pertahanan terhadap penyakit. Plasma didapat dengan mencampurkan darah segar dengan antikoagulan dan disentrifugasi, maka supernatannya adalah plasma (Williams 1987).

(57)

protein bisa diturunkan kemudian beberapa hari akan normal kembali (Copenhaver et.al 1978). Protein plasma yang telah diidentifikasi adalah albumin, globulin dan fibrinogen (Swenson 1984) . Jumlah plasma darah yaitu 55-70 % total darah Hati mensintesa dan melepaskan lebih dari 90% protein plasma (Martini et al 1992).

Selain terdapat protein, dalam plasma juga terdapat air. Interaksi antara protein yang ada dalam plasma dan molekul protein yang mengelilinginya membuat plasma relatif lengket, kohesif dan tetap mengalir. Sifat ini menentukan viskositas cairan (Martini et al 1992).

Hematokrit

Hematokrit atau Packed Corpuscular Volume (PCV) adalah suatu ukuran yang mewakili volume eritrosit di dalam 100 ml darah (Duncan and Prase 1977). Dalam pengukuran nilai hematokrit, darah dibagi menjadi tiga bagian yaitu : (1) masa eritrosit bagian bawah atau yang disebut PCV (Packed Call Volume), (2) lapisan leukosit dan trombosit yang bewarna putih atau abu-abu, yang muncul di atas sel darah merah, (3) plasma darah pada bagian paling atas (Schalm 1975). Pada saat pendarahan jumlah eritrosit yang hilang berbanding lurus dengan plasma darah sehingga nilai hematokrit tidak berubah. Namun anemia menyebabkan nilai hematokrit turun (Duncan and Prase 1977).

Indeks Eritrosit

Menurut Nordenson (2002) indeks sel darah merah digunakan untuk mndefinisikan ukuran dan kandungan hemoglobin dari sel darah merah yang terdiri dari Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemaglobin

(MCH), Mean Corpuscular Hemaglobin Concentration (MCHC) dan Red Cell distribution Width (RDW).

MCV (Mean Corpuscular Volume )

(58)

MCV (dalam satuan femtoliter/fl)= (PCV/RBC) x 10

MCH ( Mean Corpuscular Hemoglobin )

MCH merupakan perhitungan massa hemoglobin dalam eritrosit (Schalm 1975). Menurut Raphael (1987) MCH adalah jumlah perbandingan antara kadar Hemoglobin dengan jumlah Eritrosit dengan satuan pg ( pica gram ).

MCH (dalam satuan pica gram/pg) = (Hb/RBC) X 10

MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Consentration)

MCHC merupakan perhitungan yang menjelaskan persen volume hemoglobin dalam eritrosit (Schalm 1975). Sedangkan menurut Brown (1980) MCHC merupakan nilai konsentrasi hemoglobin di dalam sebuah sel darah merah. Bila nilai MCHC berada di atas kisaran normal maka disebut hiperkromik, sedangkan bila nilai MCHC berada di bawah kisaran normal disebut hipokromik (Nordenson 2002)

MCHC (%) = (Hb / PCV) X 100

RDW (Red Cell Distribution Width)

RDW merupakan nilai yang mendeskripsikan variasi ukuran eritrosit dalam suatu populasi eritrosit (Nordenson 2002).

(59)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan mendatangi rumah pemilik kucing kampung di daerah sekitar Cimanggu-Darmaga dan dari hewan percobaan praktikum Imu Bedah Khusus Veteriner I. Pemeriksaan sample dilakukan di laboratorium Patologi klinik bagian klinik veteriner Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan Lab Rumah Sakit Hewan Darmaga. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2004.

Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan darah adalah alkohol 70%, Heparin, Kassa, Tissue, dysposable syringue 3 ml dan alat pemeriksa darah Hemavet.

Hewan yang digunakan

Hewan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 14 ekor kucing kampung sehat secara klinis, berumur lebih dari sama dengan 1 tahun. Data hewan yang dipakai dilampirkan pada lampiran 1.

Metode Penelitian

Pengambilan darah dilakukan dengan mengunakan dysposable syringue

(60)

Parameter yang Diamati

(61)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit

Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi dan laktasi, pengaruh tekanan udara dan peranan limpa (Jain 1993). Schalm (1975) berpendapat bahwa jumlah eritrosit dipengaruhi oleh nutrisi dan temperatur lingkungan. Selain itu jumlah eritrosit dipengaruhi oleh keadaan lingkungan (Swenson 1984). Hasil penelitian yang didapat jika dibandingkan dengan parameter nilai rata-rata yang terdapat di dalam Jain (1993) dapat dilihat pada tabel 2.

Perbedaan umur hewan percobaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam darah. Secara umum pada saat fetus, jumlah RBC, hemoglobin dan hematokrit meningkat secara progresif dan paling tinggi pada saat kelahiran, tetapi menurun secara cepat pada waktu berikutnya. MCV dan MCH menurun secara bertahap. Namun jumlah eritrosit tersebut mengalami peningkatan seiring pertambahan umur dan relatif stabil pada umur satu tahun ( Jain 1993). Menurut Schalm (1975) pada saat kelahiran sel darah merah hampir berjumlah 12 kali lipat dari dewasa. Pada saat fetus, jumlah hemoglobin lebih kecil dari pada saat dewasa. Pada saat periode menyusui, MCHC dapat menurun karena kekurangan asupan Fe.

Perbedaan jenis kelamin juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi jumlah eritrosit dalam darah. Schlam (1975) menyatakan pada jantan jumlah eritrosit sedikit lebih tinggi daripada betina. Pembentukan eritrosit dipengaruhi juga oleh hormon kelamin. Androgen atau hormon kelamin jantan diketahui meningkatkan produksi eritropoietin, namun mekanismenya pada eritropoiesis belum diketahui secara pasti (Navarro 1993). Sementara estrogen cenderung menekan produksi eritropoietin (Spence and Mason 1987). Dari hasil penelitian jika dikelompokan berdasarkan perbedaan jenis kelamin, dapat dilihat pada tabel 3.

(62)

pematangan dalam proses eritropoiesis, hal tersebut mengakibatkan jumlah eritrosit dalam darah rendah (Guyton and Hall 1992).

Menurut Guyton and Hall (1992) pada suatu daerah dengan ketinggian yang sangat tinggi, jumlah oksigen dalam udara sangat rendah sehingga jumlah oksigen yang diangkut ke dalam jaringan tidak cukup dan produksi sel darah merah meningkat. Jadi, bukan konsentrasi sel darah merah yang mengatur kecepatan produksi sel, melainkan kemampuan fungsional sel untuk mengangkut oksigen ke jaringan sehubungan dengan kebutuhannya akan oksigen. Jain (1993) berpendapat bahwa tekanan oksigen yang dikurangi dapat mengakibatkan peningkatan produksi dan pelepasan eritrophoietin.

RDW merupakan status keseragaman ukuran eritrosit. Nilai RDW dipengaruhi oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya variasi ukuran eritrosit diantaranya: defisiensi zat besi, vitamin B12, asam folat dan fragmen-fragmen hasil hemolisis (Nordenson 2002). Nilai RDW yang dihasilkan dari hasil penelitian berdasarkan kisaran normal hemavet yang terdapat pada lampiran 3 menunjukan bahwa nilai RDW hasil penelitian berada di atas rata-rata kisaran normal. Hal ini menunjukan keadaan anisocytosis yaitu adanya eritrosit dalam darah yang menunjukan variasi ukuran yang besar. Hal tersebut kemungkinan diakibatkan oleh beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya variasi ukuran eritrosit seperti yang telah dijelaskan pada pernyataan di atas.

Tabel 2 Perbandingan rata-rata parameter eritrosit hasil dengan literatur Jain (1993)

Parameter Hasil penelitian Jain 1993

RBC (106/ ±µl) 6.12 7.5

(63)

Parameter Jantan

Hematokrit(%) 26.50 ± 10.55 25.84 ± 10.83

MCV (fl) 41.42 ± 8.34 42.64 ± 11.19

MCH (pg) 14.94 ± 2.64 15.82 ± 4.98

MCHC (g/dl) 36.37 ± 3.65 36.95 ± 4.68

RDW 21.28 ± 1.08 20.22 ± 1.39

Leukosit

Jumlah leukosit dalam darah dipengaruhi oleh umur, perbandingan neutrofil dan limfosit dipengaruhi oleh keadaan leukositosis fisiologis. Sedangkan perbedaan jenis kelamin antara kelamin jantan dan kelamin betina tidak terlalu mempengaruhi jumlah leukosit (Jain 1993). Menurut Schalm (1975) jumlah leukosit dalam darah dipengaruhi oleh umur dan pelepasan ephineprin. Jumlah leukosit pada umumnya dipengaruhi oleh jumlah sel neutrofil ataupun limfosit di dalam sirkulasi darah, karena kedua tipe sel darah putih tersebut jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan leukosit tipe lainnya (Kelly 1984). Hasil penelitian yang didapat jika dibandingkan dengan parameter nilai rata-rata yang terdapat di dalam Jain (1993) dapat dilihat pada tabel 4.

Perbedaan umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi jumlah leukosit dalam darah. Pada umumnya jumlah leukosit pada tahap awal fetus rendah kemudian meningkat lagi hingga stabil pada umur kurang lebih satu tahun (Jain 1993).

(64)

Jumlah leukosit pada kucing dapat meningkat sebagai hasil dari reaksi stres emosional. Oleh karena itu, salah satu hal yang harus diperhatikan ketika pengambilan darah dilakukan adalah mengetahui apakah kucing tersebut dalam keadaan stres atau takut. Hal tersebut dapat menyebabkan jumlah total leukosit menjadi sedikit lebih tinggi dari keadaan normalnya (Schalm 1975).

Leukositosis fisiologis sering terjadi pada hewan yang mengalami stres akut. Stres tersebut dapat berupa fisik, emosional atau dipicu oleh penyakit. Perubahan WBC pada kondisi seperti stres tersebut dikarenakan oleh pelepasan ephineprin dan kortikosteroid. Ephineprin bekerja dengan meningkatkan sirkulasi darah dan limfe serta menyebabkan demarginasi neutrofil sehingga meningkatkan jumlah sel dalam sirkulasi (Jain 1993). Sedangkan kortikosteroid menyebabkan peningkatan pelepasan neutrofil dari dalam sumsum tulang, menurunkan kemampuan diapedesis, dan meningkatkan jumlah neutrofil dalam sirkulasi yang bersumber dari marginal pool (Stockham dan Scott 2002).

Tabel 4 Perbandingan rata-rata leukosit hasil penelitian dengan rata-rata leukosit pada literatur (Jain 1993)

Parameter Hasil penelitian Jain 1993

Leukosit (103/µl)* 11.59 12.5

(*)belum termasuk nilai monosit dan basofil

Tabel 5 Nilai leukosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin

Gambar

Tabel 1 Gambaran normal darah kucing
Tabel 3  Nilai eritrosit dan indeks eritrosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin
Tabel 1 Gambaran normal darah kucing
Tabel 3  Nilai eritrosit dan indeks eritrosit berdasarkan perbedaan jenis kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin baik persepsi wajib pajak terkait keadilan dari suatu kebijakan yang dalam hal ini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 46

Keempat : Surat Keputuusan ini berlaku sah sejak dikeluarkan SK ini, dan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruanakan segera dilakukan perubahan,.. DITETAPKAN : DI SUKALARANG

Tuli kongenital merupakan gangguan pendengaran yang timbul pada saat lahir dan merupakan salah satu masalah pada anak yang akan berdampak pada perkembangan

> STRUKTUR DINDING SEBAGAI PENDUKUNG PENAMPILAN BANGUNAN DIGUNAKAN SISTEM STRUKTUR BETON BERTULANG YANG MENGEKSPRESIKAN KESAN MODERN SISTEM INI DIGUNAKAN PADA RUANG MASJID

Es conveniente que en cada iteración se calcule el períme- tro y el área a la vez, de esta forma se puede comparar y ver que mientras que el perímetro aumenta el área disminuye, y

Sumber-sumber resiliensi pada remaja akhir yang mengalami kekerasan dari orang tua pada masa kanak-kanak.. The Sense of Well-Being

Produk metil ester yang terbentuk dari hasil tranesterifikasi dianalisis dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT). Plat dalam KLT berperan sebagai

Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa manfaat Customer Relationship Management dalam wujud membership yang meliputi financial benefits, social benefits dan structural