• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Untuk Kegiatan Ekowisata Selam Di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang Untuk Kegiatan Ekowisata Selam Di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK

KEGIATAN EKOWISATA SELAM

DI PULAU BIAWAK, INDRAMAYU, JAWA BARAT

PRASEPTA WIDIKURNIA

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang untuk Kegiatan Ekowisata Selam di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

(4)

ABSTRAK

PRASEPTA WIDIKURNIA. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang untuk Kegiatan Ekowisata Selam di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA

Potensi ekosistem terumbu karang di Pulau Biawak dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata bahari, salah satunya adalah wisata selam. Upaya pengendalian dampak kegiatan wisata dapat menggunakan pendekatan ekowisata. Kajian ini dilakukan untuk menganalisis kesesuaian wisata dan daya dukung kawasan serta merumuskan arahan strategi pengelolaan dan pengembangan ekowisata selam. Identifikasi karang dikaji menggunakan metode LIT (Line Intercept Transect) sedangkan kelimpahan jenis ikan karang dikaji menggunakan metode fish visual cencus. Analisis data yang digunakan adalah analisis potensi terumbu karang, analisis kesesuaian lahan, analisis daya dukung dan analisis SWOT. Tutupan komunitas karang hidup berkisar antara 49,82%-66,4% dengan keragaman jenis ikan karang berkisar antara 16–29 jenis. Indeks kesesuaian wisata (IKW) selam di Pulau Biawak termasuk dalam kategori sesuai (S2) dan sangat sesuai (S1) dengan nilai daya dukung kawasan adalah 84 orang/hari. Strategi prioritas yang perlu dilakukan di kawasan Pulau Biawak adalah strategi pengelolaan WT (Weaknees Threat) , yaitu dengan penentuan zonasi kawasan konservasi di Pulau Biawak.

Kata kunci : ekowisata, pengelolaan, Pulau Biawak, selam, terumbu karang

ABSTRACT

PRASEPTA WIDIKURNIA. Management of Coral Reef Ecosystem for Diving Ecotourism on Biawak Island, Indramayu, West Java. Supervised by FREDINAN YULIANDA.

The potential of coral reef ecosystem on Biawak Island can be used for marine tourism activities, one of which is dive tourism. To control the impact of tourism on Biawak Island, can use ecotorism approach. This study was conducted to analyze the suitibility and regional carrying capacity and formulate the strategic direction and management of dive ecotourism development. Coral identification was assessed using LT (Line Transect) methods and the abundance of reef fish species examined using fish visual cencus. Analysis of data used coral reefs potential analysis, land suitibility, carrying capacity analysis and SWOT analysis. Cover of live coral communities ranged from 49,82%-66,4% with diversity of reef fish species ranged between 16-29 species. Tourism suitability index (TSI) of diving in Biawak Island was suitable (S2) and very suitable (S1) with carrying value was 84 people/day. Strategic priorities that need to be done on the Biawak Island is a WT (Weaknees Threat) management strategy with zoning of protected areas in Biawak Island.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan

PENGELOLAAN EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK

KEGIATAN EKOWISATA SELAM

DI PULAU BIAWAK, INDRAMAYU, JAWA BARAT

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Mahaesa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2015 ini ialah Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang untuk Kegiatan Ekowisata Selam di Pulau Biawak, Indramayu, Jawa Barat.

Pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan karya ilmiah ini terutama kepada :

1 IPB yang telah memberikan kesempatan untuk studi.

2 Conoco Phillips yang telah memberikan beasiswa selama studi di IPB. 3 Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu dan Dinas Pemuda,

Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Indramayu atas izin dan data pendukung yang telah diberikan.

4 Prof Dr Ir Sulistiono, MSc selaku dosen pembimbing akademik. 5 Dr Ir Fredinan Yulianda, MSc selaku dosen pembimbing.

6 Zulhamsyah Imran SPi, MSi selaku Komisi Pendidikan Program S1 dan Ir Agustinus M Samosir MPhil selaku dosen penguji yang telah memberikan arahan dan masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7 Ayahanda dan Ibunda serta keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan kasih sayangnya.

8 Keluarga besar MSP angkatan 48, teman-teman semuanya.

9 Sahabat seperjuangan Radifa, Ciputra, Agung, Cita, Bayu, Irma, Risma, Pedryn, Ceppy, dan Amir.

10 Tim penelitian Pulau Biawak Sigit, Ridho, Vio, dan Cicilia.

11 Sukma Violina Pelawi atas dukungan dan semangatnya untuk Penulis 12 Semua pihak yang membantu dalam proses penyusunan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

METODE 2

Waktu dan Lokasi 2

Alat dan Bahan 3

Teknik Pengumpulan Data 3

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 9

Hasil 9

Pembahasan 16

KESIMPULAN 19

Kesimpulan 19

DAFTAR PUSTAKA 20

LAMPIRAN 22

(10)

DAFTAR TABEL

1 Bentuk pertumbuhan terumbu karang menurut versi AIMS 5 2 Kriteria persen tutupan terumbu karang menurut Keputusan Menteri

Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2001 6

3 Matriks kesesuaian ekowisata wisata kategori wisata selam 7 4 Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal kawasan. 8 5 Parameter – parameter dalam penentuan kesesuaian ekowisata selam

di KKLD Pulau Biawak 12

6 Indeks kesesuaian wisata pada setiap stasiun pengamatan di KKLD

Pulau Biawak, Indramayu 13

7 Strategi pengelolaan untuk pengembangan ekowisata selam di Pulau

Biawak berdasarkan rangking SWOT 16

DAFTAR GAMBAR

1 Lokasi penelitian di pesisir perairan Pulau Biawak, Indramayu 3 2 Ilustrasi teknik pengambilan data Line Intercept Transect dan Fish

Visual Census 5

3 Persentase tutupan karang hidup di setiap stasiun pengamatan 9 4 Persentase tutupan setiap bentuk pertumbuhan (lifeform) karang di

setiap stasiun pengamatan 10

5 Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap famili 11 6 Persentase kelimpahan famili ikan yang terdapat pada stasiun

pengamatan 11

7 Kepadatan individu ikan karang di setiap stasiun pengamatan 12 8 Peta penyebaran kesesuaian wisata kategori selam di Pulau Biawak 14 9 Diagram analisis SWOT pengembangan ekowisata selam di KKLD

Pulau Biawak 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuisioner penelitian untuk masyarakat Indramayu 22 2 Analisis SWOT dalam perumusan strategi pengelolaan dan

pengembangan ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak 24 3 Persen tutupan lifeform pada setiap stasiun pengamatan Pulau Biawak 31 4 Jenis dan kelimpahan ikan karang di setiap stasiun pengamatan 32

5 Data kecerahan perairan di Pulau Biawak 33

6 Matriks analisis kesesuaian lahan untuk wisata bahari kategori wisata

selam 34

7 Daya Dukung Kawasan Pulau Biawak untuk ekowisata bahari

kategori selam 35

(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pulau Biawak termasuk ke dalam wilayah administrasi Kabupaten Indramayu, Jawa Barat yang terletak pada koordinat 06°56’022’’ LS dan

108°22’015’’ BT dengan luas sebesar sekitar 120 ha. Kawasan Pulau Biawak dan sekitarnya telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut daerah (KKLD) dan wisata laut menurut keputusan Bupati Indramayu nomor 556/Kep.528-Diskanla/2004. KKLD Pulau Biawak memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi, termasuk salah satunya potensi ekosistem terumbu karang. KKLD Pulau Biawak memiliki potensi terumbu karang seluas sekitar 1.225 ha dengan 45,4% dalam kondisi baik, 27,3% dalam kondisi cukup baik, dan 27,4% berada dalam kondisi kurang baik (Salsabiela et al. 2014).

Terumbu karang merupakan salah satu komponen ekosistem laut yang penting dengan nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi. Nilai ekologis tersebut antara lain sebagai habitat, tempat mencari makanan, tempat asuhan dan tumbuh, serta sebagai tempat pemijahan berbagai biota laut. Nilai ekonomis penting terumbu karang, yaitu sebagai tempat penangkapan berbagai jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, dan sebagai daerah wisata, serta rekreasi yang menarik (Dewi 2006).

Manfaat ekonomi tersebut menyebabkan ekosistem terumbu karang rentan menerima tekanan dari kegiatan manusia akibat penangkapan ikan secara destruktif dan kegiatan wisata. Degradasi terumbu karang secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap ketidakseimbangan ekosistem di sekitarnya (Natsir 2010). Ekosistem terumbu karang di Pulau Biawak telah mengalami penurunan luas habitat sebesar 30% hingga 50% (Taufiqurohman 2013). Kegiatan wisata bahari seperti aktivitas snorkeling dan selam juga dapat memberikan tekanan terhadap ekosistem terumbu karang.

Selam (diving) merupakan salah satu aktivitas bahari yang mulai banyak diminati masyarakat, namun kegiatan dari diver (penyelam) dibawah air berdampak lebih besar tehadap terumbu karang dibandingkan snorkeler, hal ini dapat dikarenakan snorkeler mengapung di permukaan air dan berada diatas terumbu karang sehingga dampak terhadap karang hanya terbatas pada area yang dangkal (SFCRI 2007)

(12)

2

Perumusan Masalah

Ekosistem terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pesisir yang memiliki nilai ekologis dan ekonomis serta tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi. Hal tersebut mendorong pemanfaatan yang tinggi terhadap ekosistem terumbu karang. Salah satu bentuk pemanfaatan manusia terhadap ekosistem terumbu karang adalah kegiatan wisata bahari.

Selam merupakan salah satu aktivitas wisata bahari yang mulai digemari oleh masyarakat saat ini. Kegiatan selam merupakan aktivitas wisata yang menjadikan keindahan bawah laut sebagai daya tarik utama. Namun, kegiatan selam juga dapat memberikan dampak buruk terhadap kondisi terumbu karang. Peran kelembagaan dan kegiatan manusia dapat menjadi ancaman terhadap kondisi ekosistem terumbu karang di Pulau Biawak. Oleh sebab itu, konsep ekowisata dibutuhkan untuk dapat mengelola, mengembangkan, dan menjaga kestabilan ekosistem terumbu karang di KKLD Pulau Biawak.

Pembatasan jumlah pengunjung dengan pendekatan daya dukung merupakan salah satu bentuk upaya pengendalian dampak terhadap tekanan pada ekosistem terumbu karang di dalam kegiatan ekowisata. Selain itu perlu dilakukan pengkajian mengenai langkah strategis untuk menghindarkan kerusakan ekosistem terumbu karang dan untuk mengembangkan kegiatan ekowisata selam di Pulau Biawak. Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) dapat menjadi salah satu perangkat dalam penentuan langkah strategis yang tepat untuk mengembangkan ekowisata selam di Pulau Biawak.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan arahan strategi pengelolaan dan pengembangan ekowisata selam didasarkan kepada Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) dan Daya Dukung Kawasan (DDK) Pulau Biawak, Indramayu.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kesesuaian ekosistem terumbu karang Pulau Biawak, jumlah pengunjung maksimum yang dapat diterima oleh kawasan, dan arahan strategi yang tepat untuk mengembangkan kegiatan ekowisata selam di Pulau Biawak.

METODE

Waktu dan Lokasi

(13)

3 data terumbu karang dilakukan di pesisir perairan KKLD Pulau Biawak. Stasiun yang ditetapkan sebagai area pengamatan di KKLD Pulau Biawak terdiri atas lima stasiun. Penetapan stasiun pengamatan diawali dengan melakukan manta tow di sekitar lima titik pengamatan yang sudah menjadi rekomendasi penyelam. Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian di Pulau Biawak, Indramayu.

Gambar 1 Lokasi penelitian di pesisir perairan Pulau Biawak, Indramayu Pengambilan data sosial masyarakat dilakukan di Kabupaten Indramayu. Data sosial masyarakat digunakan untuk mengkaji persepsi masyarakat terhadap keadaan sumberdaya dan sarana yang ada di Pulau Biawak dan untuk mengkaji langkah strategis pengembangan ekowisata selam di Pulau Biawak.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan selama penelitian meliputi pita berskala (roll meter), kamera digital bawah air, alat selam SCUBA, dan alat tulis bawah air digunakan sebagai alat bantu pengambilan data terumbu karang dan ikan karang. Secchi disk digunakan untuk mengukur kecerahan perairan. GPS (Global Positioning System) digunakan untuk pengambilan data titik lokasi pengamatan dan buku identifikasi ikan karang (Allen et al. 2003) digunakan untuk membantu dalam mengidentifikasi jenis spesies ikan karang.

Teknik Pengumpulan Data

(14)

4

contoh dilakukan satu kali di setiap stasiun. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Indramayu dan Departemen Kelautan dan Perikanan Kabupaten Indramayu. Data tersebut meliputi kecepatan arus dan hasil-hasil penelitian terkait.

Persentase tutupan terumbu karang

Metode pengukuran tutupan terumbu karang yang digunakan adalah metode LIT (Line Intercept Transect) (English et al. 1997). Pengukuran tutupan karang dengan metode LIT didasarkan pada bentuk pertumbuhan (lifeform) terumbu karang. Penentuan lifeform pada penelitian ini didasarkan pada data identifikasi lifeform terumbu karang menurut versi AIMS (Australian Institute of Marine Science). Jenis-jenis lifeform karang menurut versi AIMS disajikan pada Tabel 1.

Transek garis berupa roll meter dibentangkan sepanjang 50 meter sejajar dengan garis pantai. Panjang setiap lifeform dan substrat yang bersinggungan dengan transek garis di sepanjang 50 meter dicatat menggunakan alat tulis bawah air. Pengambilan data panjang lifeform terumbu karang dilakukan pada kedalaman 6-7 meter sebanyak satu kali pada setiap stasiun pengamatan.

Perhitungan persentase tutupan terumbu karang menggunakan rumus menurut Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup (KABAPEDAL) No.47 Tahun 2001 tentang Pedoman Pengukuran Kondisi Terumbu Karang. Rumus yang digunakan untuk menghitung persentase tutupan setiap bentuk pertumbuhan (lifeform) adalah sebagai berikut:

C =A ×100%a

Keterangan :

C : Angka persentase tutupan (%)

a : Panjang total suatu kategori biota ke-i (cm) A : Panjang total transek (cm)

Kelimpahan ikan karang

Jenis dan jumlah ikan karang yang ada di perairan Pulau Biawak dikaji menggunakan metode FVC (Fish Visual Census) (Halford dan Thompson 1994). Metode pengambilan data jenis dan jumlah ikan karang dilakukan sepanjang 50 meter pada kedalaman yang sama dengan pengambilan data panjang lifeform terumbu karang. Jumlah dan jenis spesies ikan karang dicatat hingga batas 2,5 meter ke kiri dan 2,5 ke kanan dari transek garis. Kelimpahan ikan karang dapat dihitung dengan rumus (Odum 1971) sebagai berikut:

Xi =Ni A Keterangan :

Xi : Kelimpahan ikan karang (ind/m2)

(15)

5 Tabel 1 Bentuk pertumbuhan terumbu karang menurut versi AIMS

VERSI AIMS

AA Algae Assemblage CM Coral Massive

ACB Acropora Branching CME Coral Meliopora

ACD Acropora Digitate CMR Coral Mushroom

ACE Acropora Encrusting CS Coral Submassive

ACS Acropora Submassive DC Dead Coral

ACT Acropora Tabulate DCA Dead Coral with Algae

CA Corallinealgae HA Halimeda

CB Coral Branching MA Macro Algae

CE Coral Encrusting OT Others

CF Coral Foliose R Rubble

CHL Coral Heliopora RCK Rock

S Sand TA Turf Algae

SC Soft Coral WA Water

SI Silt ZO Zoanthids

SP Sponge

Gambar 2 Ilustrasi teknik pengambilan data Line Intercept Transect (English et al. 1997) dan Fish Visual Census (Halford dan Thompson 1994)

Kecerahan perairan

Di bawah ini merupakan rumus dalam menghitung kecerahan perairan. N =d +d

Keterangan :

N : Kecerahan perairan (cm)

d1 : Kedalaman pada saat Secchi disk tidak tampak (cm) d2 : Kedalaman pada saat Secchi disk mulai tampak (cm)

Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan untuk mengetahui persentase kecerahan perairan pada stasiun pengamatan:

X=ND x %

Keterangan :

X : Kecerahan perairan (%) N : Kecerahan perairan (cm)

(16)

6

Analisis Data

Tingkat kesehatan terumbu karang

Persentase tutupan karang hidup dapat mereprentasikan kriteria kondisi dari ekosistem terumbu karang. Kondisi terumbu karang dapat dinilai berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2011 yang menerangkan mengenai kriteria persen tutupan terumbu karang. Tabel 2 menunjukkan kriteria kesehatan terumbu karang.

Tabel 2 Kriteria persen tutupan terumbu karang menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No.4 Tahun 2001

Kategori % tutupan karang hidup

Buruk 0-24,9%

Sedang 25-49,9%

Baik 50-74,9%

Baik Sekali 75-100%

Indeks kesesuaian wisata kategori selam

Indeks kesesuaian wisata (IKW) merupakan indeks untuk menilai kelayakan kawasan sebagai kawasan ekowisata. Kajian mengenai kesesuaian ekowisata bahari selam dihitung berdasarkan kondisi biofisik di lokasi pengamatan. Tabel 3 menunjukkan matriks kesesuaian ekowisata kategori wisata selam.

Nilai yang didapatkan dari setiap parameter kesesuaian ekowisata selam di Pulau Biawak kemudian dikalkulasi menggunakan rumus Indeks Kesesuaian Wisata. Pengkajian mengenai indeks kesesuaian pemanfaatan wisata selam menurut Yulianda (2007) di formulasikan sebagai berikut:

IKW = [∑ Ni/Nmaks] x 100 %

Keterangan :

IKW : Indeks Kesesuaian Wisata (%) Ni : Nilai parameter ke-I (Bobot x skor) Nmaks : Nilai maksimum (selam = 54)

(17)

7 Tabel 3 Matriks kesesuaian ekowisata wisata kategori wisata selam

No Parameter Bobot Kategori

S1

Daya dukung kawasan (DDK) adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Daya dukung kawasan dihitung berdasarkan formulasi Yulianda (2007) sebagai berikut:

DDK = K×LLp t×

Wt Wp Keterangan :

DDK : Daya dukung kawasan (orang/hari)

K : Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp : Luas area atau panjang area yang dimanfaatkan Lt : Unit area untuk kategori tertentu

Wt : Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan (hari) Wp : Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan

Luas area yang dimanfaatkan (Lp) didapatkan melalui informasi persentase tutupan karang dan hasil pengamatan terumbu karang di atas kapal pada daerah di sekitar stasiun pengamatan. Data tersebut dikonversikan menjadi area luas pemanfaatan (Lp) dalam satuan meter melalui software GIS (Geographic Information System).

(18)

8

Analisis SWOT

Analisis SWOT digunakan untuk mengkaji langkah strategis pengelolaan dan pengembangan kawasan ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak, Indramayu. Identifikasi faktor internal dan eksternal kawasan diperlukan sebagai langkah dari formulasi pengelolaan strategis kawasan. Faktor internal kawasan meliputi kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weakness) yang terdapat di Pulau Biawak, sedangkan faktor eksternal meliputi kesempatan (Oppprtunity) dan ancaman (Threat).

Penetapan faktor-faktor internal dan eksternal didapatkan melalui hasil wawancara dengan panduan kuisioner (Lampiran 1) dan pengamatan langsung di lapangan. Analisis SWOT menggunakan pendekatan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisis data secara kualitatif dilakukan terhadap penentuan faktor-faktor internal dan eksternal yang dikaji berdasarkan data wawancara dan pengamatan di lokasi penelitian. Analisis secara kuantitatif dilakukan terhadap pembobotan, penetapan rating, pemberian skor pada hingga penentuan rangking pada strategi pengelolaan (Lampiran 2).

Penentuan bobot dilakukan dengan mengidentifikasi masing masing faktor internal dan eksternal (Tabel 4). Penentuan bobot setiap variabel menggunakan skala 1,2,3, dan 4 (Jayanti 2009) , yaitu :

1 = Jika faktor horizontal kurang penting dibandingkan faktor vertikal 2 = Jika faktor horizontal sama penting dibandingkan faktor vertikal 3 = Jika faktor horizontal lebih penting dibandingkann faktor vertikal 4 = Jika faktor horizontal sangat penting dibandigkan faktor vertikal Tabel 4 Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal kawasan.

Faktor Internal/

(19)

9 Penentuan peringkat rating merupakan pengukuran terhadap masing-masing variabel terhadap kondisi objek wisata dengan skala 1 hingga 4 terhadap masing-masing faktor strategi. Skala yang digunakan , yaitu:

1 = Variabel tidak penting terhadap pengembangan wisata 2 = Variabel kurang penting terhadap pengembangan wisata 3 = Variabel penting terhadap pengembanagn wisata

4 = Variabel sangat penting terhadap pengembangan wisata

Selanjutnya perkalian antara nilai bobot faktor dengan peringkat menghasilkan skor yang digunakan dalam penentuan rangking pada matriks SWOT. Menurut Panuju (2010) matriks SWOT akan menghasilkan empat alternatif strategi pengelolaan, , yaitu:

1. SO (Strenghts-Opportunities), yaitu kolaborasi strategi kekuatan untuk memperoleh dan memanfaatkan peluang sebesar-besarnya.

2. ST (Strengths-Threats), yaitu kolaborasi strategi kekuatan untuk mitigasi dan mengatasi ancaman

3. WO (Weaknesses-Opportunities), yaitu strategi kolaborasi kelemahan yang dapat diminimalkan dengan adanya peluang

4. WT (Weaknesses-Threahts), yaitu strategi kolaborasi defensif dan usaha meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kondisi ekologi ekosistem terumbu karang Pulau Biawak

Tutupan karang hidup merupakan salah satu aspek penting dalam kegiatan ekowisata selam. Tutupan karang hidup juga menggambarkan kondisi kesehatan terumbu karang di suatu kawasan perairan. Gambar 3 menunjukkan kondisi tutupan karang hidup di lima stasiun pengamatan di Pulau Biawak.

Gambar 3 Persentase tutupan karang hidup di setiap stasiun pengamatan

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

(20)

10

Persentase tutupan karang hidup pada stasiun pengamatan di Pulau Biawak berkisar antara 49,82% sampai dengan 66,40%. Persentase tutupan karang hidup terbesar terdapat pada Stasiun 5 dengan persentase sebesar 66,40% sedangkan persentase tutupan karang hidup terkecil terdapat pada Stasiun 3 yakni sebesar 49,82% (Lampiran 3). Berdasarkan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, persentase tutupan karang yang ada di Pulau Biawak termasuk dalam kriteria sedang hingga baik.

Keanekaragaman jenis biota dan substrat menjadi salah satu parameter dan daya tarik dalam pengembangan ekowisata selam. Semakin beragam lifeform terumbu karang, semakin beragam atraksi yang dapat dilihat oleh penyelam. Hal tersebut berdampak baik bagi pengembangan kawasan ekowisata selam di Pulau Biawak. Gambar 4 menunjukkan persentase jenis biota dan substrat yang terdapat di setiap stasiun pengamatan di Pulau Biawak.

Gambar 4 Persentase tutupan setiap bentuk pertumbuhan (lifeform) karang di setiap stasiun pengamatan

Gambar 4 menunjukkan bahwa coral massive (CM) merupakan lifeform yang dominan ditemui di setiap stasiun pengamatan dan cenderung memiliki persentase yang tinggi dibandingkan dengan lifeform lain. Jumlah lifeform yang terdapat di Stasiun 1 adalah 13 lifeform dengan yang tertinggi adalah coral massive (CM) , yaitu sebesar 29,88%. Pada Stasiun 2 terdapat 13 lifeform dengan persentase jenis lifeform tertinggi adalah rock (RC) yakni sebesar 22,24%. Pada Stasiun 3 dan 4 lifeform tertinggi adalah coral masisve dengan persentase masing masing 28% dan 36%.

(21)

11

Gambar 5 Jumlah jenis spesies ikan karang pada setiap famili

Terdapat 12 famili ikan karang yang ditemukan pada lima titik stasiun pengamatan. Jumlah spesies yang didapatkan di Stasiun 1 sebanyak 16 spesies, Stasiun 2 sebanyak 29 spesies, Stasiun 3 sebanyak 22 spesies, Stasiun 4 sebanyak 18 spesies dan Stasiun 5 sebanyak 23 spesies ikan karang. Pomacentrus alexanderae merupakan spesies dari famili Pomacentridae dengan jumlah individu terbanyak dan ditemukan di seluruh stasiun pengamatan (Lampiran 4).

Persentase kelimpahan famili ikan karang yang didapatkan pada stasiun pengamatan di Pulau Biawak menggambarkan perbandingan jumlah individu spesies pada setiap famili ikan karang. Gambar 6 menunjukkan persentase kelimpahan famili ikan karang yang terdapat pada stasiun pengamatan.

Gambar 6 Persentase kelimpahan famili ikan yang terdapat pada stasiun pengamatan

Famili ikan karang Pomacentridae merupakan famili ikan karang yang memiliki persentase terbesar pada stasiun pengamatan di Pulau Biawak sebesar 73%. Kepadatan jenis ikan karang dihitung berdasarkan jumlah individu ikan karang yang ditemukan di sepanjang transek pengamatan. Gambar 7 menunjukkan kepadatan ikan karang pada stasiun pengamatan di Pulau Biawak.

(22)

12

Gambar 7 Kepadatan individu ikan karang di setiap stasiun pengamatan Stasiun 1 merupakan stasiun pengamatan dengan kepadatan individu ikan karang terbesar, yaitu sebesar 1,27 individu/m2. Stasiun 2 dan Stasiun 4 merupakan stasiun pengamatan dengan kepadatan individu ikan karang terkecil, yaitu sebesar 0,82 individu/m2.

Indeks kesesuaian wisata kategori selam dan daya dukung kawasan Pulau Biawak

Beberapa parameter lingkungan pada ekosistem terumbu karang dibutuhkan untuk menganalisis kesesuaian suatu kawasan untuk ekowisata selam. Parameter fisika perairan seperti kecerahan perairan, kecepatan arus dan kedalaman perairan menjadi parameter yang juga perlu diperhitungkan dalam menetapkan kesesuaian kawasan sebagai kawasan ekowisata selam. Selain itu, parameter biologi seperti persentase tutupan karang, lifeform dan jumlah jenis ikan karang juga dianalisa untuk menilai kesesuaian area untuk wisata kategori selam. Tabel 5 menunjukkan parameter–parameter yang digunakan untuk penentuan kesesuaian wilayah untuk kategori ekowisata selam.

Tabel 5 Parameter – parameter dalam penentuan kesesuaian ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak dengan jumlah 15 lifeform, sedangkan jenis lifeform karang terkecil terdapat pada Stasiun 4 dengan 12 lifeform.

1,27

Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5

(23)

13 Indeks Kesesuaian Wisata merupakan analisis yang digunakan untuk menentukan kelayakan suatu kawasan untuk dijadikan daerah ekowisata. Indeks Kesesuaian Wisata (IKW) kategori selam dihitung berdasarkan parameter – parameter biologi dan fisika perairan di KKLD Pulau Biawak. Tabel 6 menunjukkan kategori indeks kesesuaian wisata (IKW) dari setiap stasiun pengamatan di KKLD Pulau Biawak.

Tabel 6 Indeks kesesuaian wisata pada setiap stasiun pengamatan di KKLD Pulau Biawak, Indramayu

Stasiun Latitude Longitude

Indeks

Kategori kesesuaian wisata selam di Pulau Biawak termasuk kedalam kategori sesuai (S2) hingga sangat sesuai (S1). Persentase kategori sangat sesuai (S1) tertinggi tedapat di Stasiun 2 dengan nilai IKW sebesar 79,63%. Persentase kategori sesuai (S2) tertinggi terdapat pada Stasiun 1 dengan IKW sebesar 74,07% (Lampiran 6). Gambar 8 menunjukkan peta penyebaran kesesuaian wisata kategori selam di KKLD Pulau Biawak

Kelima stasiun pengamatan berpotensi untuk dijadikan lokasi wisata selam. Luas daerah pemanfaatan yang dapat dimanfaatkan sebagai area wisata selam di Pulau Biawak sekitar 20.291,42 m2. Luas yang termasuk dalam kategori sangat sesuai (S1) sebesar 13.224,98 m2 dan kategori sesuai (S2) sebesar 7.066,44 m2. Daya dukung dihitung untuk mendapatkan jumlah pengunjung maksimum yang dapat diterima oleh kawasan yang berbeda-beda pada setiap stasiun pengamatan. Daya dukung untuk kategori sangat sesuai (S1) didapatkan sebesar 54 orang/hari sedangkan untuk kategori sesuai (S2) didapatkan jumlah pengunjung maksimum sebesar 30 orang/hari (Lampiran 7).

Strategi pengelolaan kawasan Pulau Biawak untuk ekowisata selam

Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor untuk merumuskan strategi pengelolaan di kawasan Pulau Biawak. Faktor faktor yang diidentifikasi terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor-faktor internal dan eksternal yang terdapat di KKLD Pulau Biawak dikaji untuk mendapatkan strategi yang terkait dengan pengembangan dan pengelolaan ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak (Lampiran 2).

(24)

14

Ga

mbar

8 P

eta p

enye

ba

ra

n ke

se

sua

ia

n wisa

ta ka

te

gori se

lam di P

ulau Bi

awa

(25)

15 Hal ini dikarenakan faktor kelemahan dan ancaman yang terdapat di Pulau Biawak lebih tinggi dibandingkan dengan faktor faktor lain yang ada, sehingga dibutuhkan suatu stretegi pengelolaan yang dapat meminimalkan kelemahan untuk menghindarkan ancaman terhadap ekosistem terumbu karang yang ada di KKLD Pulau Biawak. Gambar 9 menunjukkan diagram analisis SWOT untuk pengembangan ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak.

Gambar 9 Diagram analisis SWOT pengembangan ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak

Analisis pengelolaan strategis didapatkan melalui penyesuaian faktor-faktor internal dengan faktor-faktor eksternal. Penentuan rangking dalam strategi pengelolaan didapatkan dari penjumlahan setiap skor dari faktor internal dan eksternal yang terkait. Tabel 7 menunjukkan urutan stretegi pengelolaan yang perlu dilakukan di Pulau Biawak.

Ranking pada setiap alternatif strategi menunjukkan urutan prioritas yang perlu dilakukan untuk dapat mengembangkan kegiatan wisata selam di Pulau Biawak. Tiga prioritas utama yang perlu untuk dilakukan dalam pengembangan kawasan ekowisata di Pulau Biawak adalah penentuan zonasi kawasan konservasi, promosi kawasan Pulau Biawak serta pembentukan regulasi dan kelompok masyarakat pengawas dalam kaitannya pemanfaatan terumbu karang.

S W

O

(26)

16

Tabel 7 Strategi pengelolaan untuk pengembangan ekowisata selam di Pulau Biawak berdasarkan rangking SWOT

Ranking Strategi Pengelolaan

1 Penentuan zonasi kawasan konservasi sebagai upaya perlindungan terhadap kegiatan pemanfaatan perikanan dan wisata di Pulau Biawak

2 Promosi kawasan Pulau Biawak sebagai kawasan wisata alam dan bahari

3

Pembentukan peraturan mengenai pemanfaatan terumbu karang dan pembentukan kelompok pengawas yang melibatkan masyarakat pesisir Indramayu

4 Pembentukan rencana tata ruang dalam pemanfaatan pulau Biawak sebagai kawasan wisata

5 Mengedukasi nelayan mengenai kegiatan pemanfaatan yang ramah lingkungan

6 Rehabilitasi terumbu karang untuk memperbaiki kondisi karang yang rusak

7 Pelibatan masyarakat dalam pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Biawak

8 Pembangunan dan perbaikan sarana, prasarana dan infrastruktur Pulau Biawak.

Pembahasan

Ekosistem terumbu karang pada stasiun pengamatan masih tergolong baik (Gambar 2). Kelima stasiun pengamatan memiliki tutupan karang berkisar pada 49,82%-66,40%. Menurut Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001, kondisi persentase tutupan karang yang ada di stasiun pengamatan Pulau Biawak termasuk dalam kriteria sedang hingga baik. Terjadi peningkatan persentase tutupan karang pada penelitian ini (2015) jika dibandingkan dengan hasil penelitian Darmansyah (2010). Persentase tutupan karang hidup pada tahun 2010 berkisar antara 22,73%-45,72%. Hal ini dimungkinkan karena adanya perbedaan persentase tutupan karang oleh perbedaan lokasi pengamatan.

Persentase jumlah karang keras hidup di suatu lokasi dapat mempengaruhi minat penyelam untuk melakukan kegiatan wisata selam (Williams dan Polunin 2000 in Darmansyah 2010). Ekosistem terumbu karang di stasiun pengamatan Pulau Biawak memiliki 20 lifeform. Jenis yang paling banyak ditemukan terdapat di setiap stasiun pengamatan adalah karang masif (coral massive/CM). Karang masif merupakan kelompok karang konservatif yang sebagian besar energinya digunakan untuk pertumbuhan dan metabolisme sehingga dapat hidup selama puluhan hingga ratusan tahun (Sunarto 2006).

(27)

17 penangkapan ikan secara destruktif dengan menggunakan bom dan penambangan terumbu karang oleh nelayan dari luar Indramayu.

Ikan karang merupakan kelompok taksa ikan yang hidup berasosiasi dengan ekosistem terumbu karang (Adrim et al. 2012). Ikan karang juga merupakan salah satu indikator dalam penentuan kawasan ekowisata selam. Pada penelitian ini didapatkan jumlah famili ikan karang di stasiun pengamatan sebanyak 12 famili dengan 50 total jenis spesies yang ditemukan di sekitar perairan pulau Biawak.

Famili Pomecantridae merupakan famili ikan karang yang dominan ditemukan hampir di setiap stasiun pengamatan dengan total kelimpahan sebesar 73% dari kelimpahan total ikan karang yang ditemukan di Pulau Biawak. Famili Pomacentridae pada penelitian di Pulau Biawak terdiri dari 27 jumlah spesies atau 54% dari jumlah total spesies yang ditemukan di Pulau Biawak. Hal ini menunjukkan bahwa famili Pomecantridae merupakan kelompok ikan yang dapat berasosiasi kuat dengan terumbu karang dengan menjadikan terumbu karang sebagai habitat dan tempat mencari makan. Selain itu, kelompok ikan ini dapat mengikis lendir pada koloni karang Selarectiniia (Haruddin et al. 2011).

Ikan karang yang terdapat di Pulau Biawak ditemukan juga famili Chaetodontidae dengan spesies Chaetodon octofasciatus yang ditemukan pada setiap stasiun pengamatan. Jumlah spesies dari famili Chaetodontidae ditemukan sebanyak 2 spesies atau 4% dari jumlah total spesies ikan yang ditemukan di Pulau Biawak. Adrim et al. (2012) menyatakan bahwa kelompok ikan Chaetodontidae memiliki asosiasi yang sangat kuat dengan ekosistem terumbu karang dan dapat digunakan sebagai ikan indikator kesehatan karang. Keberadaan famili Chaetodontidae mengindikasikan bahwa kondisi kesehatan terumbu karang di Pulau Biawak masih tergolong dalam kondisi baik.

Kecerahan perairan merupakan faktor penting selain kondisi ekosistem terumbu karang dan ikan karang. Kecerahan perairan juga menggambarkan tingkat sedimentasi yang terjadi di sekitar kawasan (Ketjulan 2010). Semakin cerah suatu perairan, semakin jelas keindahan taman laut yang dapat dinikmati wisatawan (Yudasmara 2010). Kondisi kecerahan perairan di Pulau Biawak tergolong sangat baik untuk kegiatan ekowisata selam dengan kecerahan perairan sebesar 88%-100% (Lampiran 5).

Kesesuaian wisata untuk kategori selam di Pulau Biawak termasuk kedalam kategori sesuai (S2) hingga sangat sesuai (S1) (Lampiran 6). Perbedaan kategori kesesuaian wisata tersebut didapatkan karena nilai kesesuaian dari setiap potensi sumberdaya berbeda untuk kegiatan wisata selam. Kategori sesuai (S2) mengindikasikan bahwa masih terdapat beberapa faktor kesesuaian wisata yang tergolong minim dan menjadi faktor pembatas pada stasiun yang tergolong S2 (Adi et al. 2013). Kategori sesuai (S2) di Pulau Biawak terdapat pada Stasiun 1, Stasiun 3 dan Stasiun 4. Faktor pembatas pada Stasiun 1 adalah jenis ikan karang, pada Stasiun 3 yang menjadi faktor pembatas adalah tutupan komunitas karang dan jenis ikan karang dan pada Stasiun 4 faktor pembatas dalam kesesuaian wisata selam adalah jenis ikan karang. Sementara Stasiun 2 dan 5 termasuk dalam kategori sangat sesuai tanpa adanya faktor yang membatasi indeks kesesuaian wisata.

(28)

18

kelestarian terumbu karang (Ketjulan 2010). Daya dukung kawasan di Pulau Biawak didapatkan sebesar 84 orang/hari dengan luas pemanfaatan sebesar sekitar 20.291,42 m2. Batasan jumlah wisatawan akan menghindari penurunan terhadap daya tarik lingkungan sekaligus sebagai sarana dalam pengelolaan wisata secara berkelanjutan (Romadon et al. 2013).

Kegiatan ekowisata yang baik harus mampu mengintegrasikan kegiatan pariwisata, konservasi dan pemberdayaan masyarakat lokal (Mukaryanti dan Saraswati 2013). Kegiatan pariwisata di Pulau Biawak saat ini masih belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah Kabupaten Indramayu. Kelestarian dan keindahan potensi sumberdaya alam ekosistem terumbu karang seharusnya dapat menjadi daya tarik wisata.

Langkah strategis pengelolaan dikaji menggunakan analisis SWOT dengan menyesuaikan faktor internal dan eksternal yang terdapat di Pulau Biawak (Lampiran 2). Prioritas strategi pengelolaan yang dilakukan di Pulau Biawak diambil berdasarkan ranking satu hingga tiga.

Strategi pertama, penentuan zonasi kawasan konservasi sebagai upaya perlindungan terhadap kegiatan pemanfaatan perikanan dan wisata di Pulau Biawak. Hingga saat ini KKLD pulau Biawak dan sekitarnya belum memiliki perencanaan pengelolaan terumbu karang baik dokumen tersendiri maupun yang terintegrasi dengan peraturan daerah tentang KKLD. Belum adanya zonasi kawasan yang membuat kegiatan penangkapan dan wisata dapat dilakukan diseluruh area perairan Pulau Biawak. Pada laporan rencana pengelolaan KKLD Pulau Biawak oleh DISKANLA Indramayu, zona perlindungan masih dapat dimanfaatkan untuk kegiatan wisata bahari dan pemancingan. Hal tersebut dapat menyebabkan area perairan pulau biawak mendapat tekanan ganda yang lama kelamaan akan berdampak terhadap menurunnya kesehatan dan tutupan komunitas karang di Pulau Biawak.

Perencanaan pengelolaan terumbu karang dapat terdiri dari rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi (Sudiono 2008). Saat ini berdasarkan data KKP, status KKLD Pulau Biawak masih dalam tahap inisiasi. Hal ini dikarenakan Pulau Biawak masih belum memiliki management plan terkait dengan pengelolaan KKLD. Sistem zonasi kawasan mampu menghindari tumpang tindih pemanfaatan dari berbagai pihak di perairan Pulau Biawak. Pembagian zonasi dalam sebuah kawasan konservasi perairan terbagi menjadi 4 zona , yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan dan zona lainnya (UU No. 27 Tahun 2007).

Strategi kedua, promosi kawasan Pulau Biawak sebagai kawasan wisata alam dan bahari. Letak Indramayu yang dekat dari kota kota besar seperti Cirebon, Bandung dan Jakarta membuat Pulau Biawak menjadi objek wisata alam yang berpotensi untuk dikembangkan. Saat ini promosi Pulau Biawak belum optimal dilakukan sehingga tidak dapat menarik jumlah wisatawan yang terdapat pada objek wisata lain di Indramayu. Promosi menjadi salah satu upaya dalam pengembangan daerah wisata dengan cara menarik minat wisatawan.

(29)

19 masukan, sementara dalam penentuan keputusan yang menyangkut pengelolaan tidak diikutsertakan. Dengan demikian, peningkatan kelembagaan pengelolaan dan pelibatan masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga keberlangsungan kawasan.

KESIMPULAN

Kesimpulan

(30)

20

DAFTAR PUSTAKA

Adi A B, Mustafa A, Ketjulan R. 2013. Kajian potensi kawasan dan kesesuaian ekosistem terumbu karang di Pulau Lara untuk pengembangan ekowisata bahari. J. Mina Laut Indonesia. 1(1):49-60

Adrim M, Harahap S A, Wibowo K. 2012. Struktur komunitas ikan karang di Perairan Kerndari. Ilmu Kelautan. 17(3):154-163

Bjork, P. 2000. Ecotourism from a conceptual perspective, an extended definition of a unique tourism form. International Journal Of Tourism Research. 2:189-202

Darmansyah S. 2010. Daya dukung ekosistem terumbu karang untuk wisata bahari di perairan Pulau Biawak dan sekitarnya, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Dewi ES. 2006. Analisis ekonomi manfaat ekosistem terumbu karang di Pulau Ternate provinsi maluku utara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

English S, Wilkinson C, Baker V. 1997. Survey Manual for Tropical Marine Resource. Austealia: Australia Institute of Marine Science

Halford AR, Thompson AA. 1994. Visual Census Surveys of Reef Fish. Australia: Australian Institute of Marine Science

Haruddin A, Purwanto E, Budiastuti S. 2011. Dampak kerusakan ekosistem terumbu karang terhadap hasil penangkapan ikan oleh nelayan secara tradisional di Pulau Siompu Kabupaten Buton Propinsi Sulawesi Tenggara. J. Ekosains. 3(3):29-41

Jayanti IK. 2009. Kajian sumberdaya danau Rawa Pening untuk pengembangan wisata bukit cinta, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Ketjulan R. 2010. Analisis kesesuaian dan daya dukung ekowisata bahari Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawa Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2011. Keputusan Mentri Lingkungan Hidup Nomor 4 Tahun 2011 tentang Kriteria Kesehatan Terumbu Karang. Jakarta (ID): KLH

Odum EP. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Edisi ketiga Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Rasdiana H. 2010. Kajian kondisi terumbu karang dan komunitas ikan karang di kawasan konservasi dan wisata laut Pulau Biawak dan sekitarnya, Kabupaten Indramayu Propinsi Jawa Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Romadon A, Yulanda F, Bengen D G, Adrianto L. 2013. Perencanaan pembangunan gugus Pulau Sapeken secara berkelanjutan: penilaian daya dukung kawasan bagi pengembangan wisata. Tata loka. 15(3):218-234 Salsabiela M, Anggoro S, Hartuti P. 2014. Kajian keefektifan pengelolaan

(31)

21 [SFCRI] Southeast Florida Coral Reef Initiative. 2007. Stressors to Coral Reef

Ecosystems. Miami (US): University of Miami

Soebiyantoro U. 2009. Pengaruh ketersediaan sarana prasaeana, sarana transportasi terhadap kepuasan wisatawan. J. Manajemen Pemasaran. 4(1):16-22

Solarbesain S. 2009. Pengelolaan sumberdaya pulau kecil untuk ekowisata bahari berbasis kesesuaian dan daya dukung [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sunarto. 2006. Keanekaragaman hayati dan degradasi ekosistem terumbu karang [artikel]. Bandung (ID): Universitas Padjajaran

Taofiqurohman, A. 2013.Penilaian tingkat risiko terumbu karang akibat dampak aktivitas penangkapan ikan dan wisata bahari di Pulau Biawak, Jawa Barat. Depik, 2(2): 50-57

Yudasmara G A. 2010. Model pengelolaan ekowisata bahari di kawasan Pulau Menjangan Bali Barat [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

(32)

22

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kuisioner penelitian untuk masyarakat Indramayu

PARTISIPASI MASYARAKAT/PENGUNJUNG UNTUK PENGEMBANGAN KEGIATAN WISATA SELAM DI PERAIRAN

PULAU BIAWAK 1. Berapa kali Anda pernah berkunjung ke P.Biawak?

a. 1 kali b. 2-5 kali c. Lebih dari 5 kali 2. Berapa lama Anda tinggal atau berkunjung di P.Biawak?

a. Kurang dari 1 hari b. 2-3 hari c. Lebih dari 3 hari

3. Dari mana Anda mengetahui informasi mengenai wisata di P. Biawak ? a. Travel agent b. Hotel c. Relasi d. Surat kabar/majalah e. Lain-lain

4. Kegiatan wisata bahari apa yang dilakukan di P. Biawak ?

a. Memancing b. Snorkeling c. Diving/menyelam d. Rekreasi e. Lain-lain

5. Apa Anda mempunyai pengetahuan tentang terumbu karang? a. Iya b. Tidak

6. Setiap orang memiliki pendapat yang berbeda untuk menilai terumbu karang. Untuk setiap hal dibawah ini, tolong ditandai dengan tanda centang (√). Apakah pernyataan berikut adalah tidak penting, kurang penting, sangat penting, tidak ada pendapat bagi Anda pribadi?

Pernyataan penilaian tetang terumbu karang

Tidak

Pemanfaatan terumbu karang untuk wisata Perlindungan terumbu karang

Manfaat ekonomi yang berhungan dengan rekreasi dan parawisata

Habitat bagi ikan dan hewan laut lainnya

Perlindungan terumbu karang untuk generasi selanjutnya

Pemanfaatan terumbu karang sebagai alat pendidikan berwawasaan lingkungan

Pemanfaatan terumbu karang oleh penduduk lokal Memberitahukan kepada orang lain untuk dapat menggunakan dan menikmati terumbu karang

(33)

23 Untuk setiap hal dibawah ini, tolong ditandai dengan tanda centang (√). Apakah pernyataan berikut termasuk dalam kategori baik, kurang baik, buruk.

Pernyataan penilaian tetang kondisi SDA

dan fasilitas Baik

8. Berikut faktor terhadap pengembangan kawasan ekowisata di P. Biawak. Untuk setiap hal dibawah ini, tolong ditandai dengan tanda centang (√). Apakah pernyataan berikut adalah tidak penting, kurang penting, penting, dan sangat penting, bagi Anda pribadi?

Faktor terhadap pengembangan kawasan ekowisata bahari Keberadaan dan kealamian lingkungan dan

ekosistem terumbu karang

P.Biawak ditetapkan sebagai kawasan konservasi laut

Keradaan sarana-prasarana dan fasilitas penunjang

Transportasi laut dan aksesibilitas

Keterlibatan pemerintah dalam pengembangan dan pengelolaan kawasan Keterlibatan masayarakat dalam pengembangan danpengelolaan kawasan Promosi kawasan sebagai kawasan wisata Jumlah pengunjung

Pembentukan regulasi/hukum kawasan untuk kegiatan pemanfaatan(zonasi kawasan) dan hukum lainnya

(34)

24

Lampiran 2 Analisis SWOT dalam perumusan strategi pengelolaan dan pengembangan ekowisata selam di KKLD Pulau Biawak

Identifikasi faktor intenal dan eksternal pengembangan selam di KKLD Pulau Biawak

1. Kekuatan (strength)

a. Potensi ekosistem terumbu karang yang tinggi pada stasiun pengamatan. Pulau Biawak memiliki ekosistem pesisir yang masih lengkap meliputi ekosistem mangrove, lamun dan terumbu karang. Pada penelitian ini kondisi ekosistem terumbu karang memiliki tutupan karang hidup berkisar antara 49,82% - 66,4% dengan keanekaragaman jenis lifeform karang keras yang tinggi. Berdasarkan kondisi tersebut, sesuai dengan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 4 Tahun 2001 kondisi kesehatan terumbu karang Pulau

Biawak termasuk dalam kriteria “sedang” hingga “baik”. Menurut Kementrian

Kelauatan dan Perikanan, komponen penyusun terumbu karang di Pulau Biawak sangat padat dan banyak di dominasi oleh karang-karang keras seperti acropora digitata, acropora branching, acropora tabulate, coral heliopora, coral millepora, coral massive, coral encrusting, coral foliose, dan coral mushroom dan juga ditemukan beberapa karang lunak. Keanekaragaman jenis ikan hias yang umum ditemukan di perairan Pulau Biawak adalah ikan kiper (Scatophagus argus), ikan dokter (Labroides dmidiatus), ikan kupu-kupu (Chaetodon chrysurus), dan ikan sersan mayor (Abudefduf sexfasciatus). b. Kealamian ekosistem di KKLD Pulau Biawak

Pulau Biawak merupakan salah satu pulau yang memiliki keaslian, kealamian sumberdaya alam, dan ekosistem pesisir yang masih terjaga. Pulau Biawak merupakan pulau yang hampir keseluruhan luasannya merupakan area hutan hujan tropis. Ekosistem mangrove di Pulau Biawak merupakan ekosistem terlengkap di daerah Pantai Utara Jawa karena ditemukan berbagai jenis mangrove yang sudah jarang ditemukan di daerah Pantai Utara Jawa. Biawak merupakan salah satu hewan yang terdapat di pulau ini dan merupakan hewan endemik dari Pulau Biawak. Keindahan dan keanekaragaman jenis biota laut dapat ditemukan di kawasan pesisir Pulau Biawak. Hal tersebut menjadi daya tarik wisatawan untuk dapat melakukan berbagai jenis wisata. 2. Kelemahan (weakness)

a. Keterbatasan sarana, prasarana dan infrastruktur dalam pengembangan wisata di KKLD Pulau Biawak

Kenyamanan merupakan salah satu alasan wisatawan berkunjung ke suatu tempat. Penginapan, akses transportasi, klinik, pondok informasi, dan sarana pemenuhan kebutuhan wisata (dive center) menjadi salah satu faktor kenyamanan yang menjadi pertimbangan wisatawan. Pulau Biawak saat ini memiliki fasilitas penginapan yang kondisinya cenderung kurang terawat. Penginapan tersebut merupakan bangunan mess dari Dinas Perhubungan Indramayu yang digunakan untuk kegiatan pemantauan kondisi mercusuar di Pulau Biawak. Wisatawan saat akan mengunjungi Pulau Biawak juga harus membawa perlengkapan perbekalan (obat-obatan dan makanan) dan alat-alat kebutuhan wisata sendiri karena tidak tersedianya fasilitas tersebut untuk wisatawan di Pulau Biawak.

(35)

Satu-25 satunya transportasi yang dapat diakses untuk menuju Pulau biawak adalah transportasi laut.Transportasi laut yang tersedia saat ini adalah kapal cepat dari Dinas Pariwisata Indramayu dan kapal nelayan yang dapat diakses melalui Karangsong dan Brondong. Hal tersebut disebabkan karena di Pulau Biawak masih belum tersedia kapal khusus wisatawan yang berangkat setiap hari.Saat ini kapal nelayan cenderung menjadi pilihan utama wisatawan dibandingkan dengan kapal cepat karena biayanya yang lebih terjangkau. Kekurangan yang terdapat pada jasa kapal nelayan adalah belum adanya penerapan standar keamanan dalam pelayaran seperti ketersediaan lifejacket.

Pondok informasi ataupun dive center juga penting di dalam kawasan wisata karena dapat membantu wisatawan dalam pemenuhan keperluan wisata ataupun informasi wisata di sekitar kawasan. Pondok informasi ataupun dive center yang belum tersedia di Pulau Biawak membuat wisatawan yang berkunjung sulit untuk memenuhi keperluan wisata dan informasi wisata di Pulau Biawak.

b. Pulau Biawak sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) belum memiliki sistem penzonasian kawasan.

Pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan dan kawasan tersebut harus memiliki zonasi kawasan. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. Pembentukan sistem zonasi dalam kawasan konservasi merupakan salah satu upaya untuk mengatur dan mengelola pemanfaatan sumberdaya alam. Pulau Biawak sebagai salah satu kawasan yang telah ditetapkan sebagai KKLD belum memiliki sistem penzonasian yang secara langsung dapat membatasi jenis pemanfaatan terhadap sumberdaya alam sesuai dengan peruntukannya di kawasan Pulau Biawak. Hal ini dalam jangka panjang dapat mengancam kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam karena aktivitas pemanfaatan oleh pengunjung maupun nelayan yang akan menyebabkan tumpang tindih kepentingan di suatu area.

c. Lemahnya penegakan hukum dan pengawasan

Upaya penegakan hukum dan pengawasan merupakan salah satu langkah penting dalam mengurangi pelanggaran hukum dan pemanfaatan yang merusak di kawasan konservasi. Pengawasan dan penegakan hukum di Pulau Biawak masih lemah. Belum optimalnya kegiatan pengawasan yang melibatkan masyarakat menyebabkan pengawasan Pulau Biawak hanya dilakukan oleh pemerintah atau instansi terkait. Selain itu keterbatasan sarana, prasarana serta dana menyebabkan pengawasan tidak dilakukan secara berkelanjutan.

(36)

26

Patahan karang yang ada pada area penyelaman dapat mengurangi estetika area penyelaman.

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor luar yang dapat mempengaruhi kawasan Pulau Biawak. Faktor eksternal terdiri dari peluang dan ancaman. Berikut dibawah ini merupakan identifikasi faktor eksternal yang terdapat di kawasan Pulau Biawak :

1. Peluang (Opportunity)

a. Terciptanya alternatif mata pencaharian yang dapat meningkatkan pendapatan masayarakat

Pengembangan pulau Biawak menjadi kawasan wisata dapat memberikan keuntungan bagi masyarakat khususnya masyarakat pesisir. Keuntungan tersebut , yaitu terciptanya lapangan kerja baru bagi masyarakat yang dapat membantu dalam peningkatan ekonomi masyarakat Indramayu. Alternatif lapangan pekerjaan yang dapat muncul dari kawasan wisata di Pulau Biawak seperti pemandu wisata atau selam, jasa pengantar wisatawan dan lain lain. Lapangan pekerjaan baru di bidang wisata diharapkan mampu tidak hanya meningkatkan perekonomian masyarakat tetapi juga dapat merubah perilaku atau pandangan masyarakat terhadap keberadaan sumberdaya alam di Pulau Biawak.

b. Aksesibilitas yang mudah dari kota-kota besar.

Akses untuk mencapai lokasi wisata merupakan salah satu pertimbangan yang penting bagi wisatawan. Kota indramayu secara geografis berada disekitar dengan kota-kota besar dan memiliki jarak dan waktu tempuh yang tidak terlalu jauh seperti dengan kota Bandung, Cirebon dan Jakarta. Akses yang mudah tersebut saat ini didukung pula dengan adanya tol Cikopo - Palimanan yang baru dibuka sehingga dapat memperpendek jarak tempuh dan mempercepat waktu tempuh untuk mencapai Indramayu.

c. Peningkatan kenyamanan akses transportasi

Perbaikan sarana dan prasarana transportasi merupakan salah satu peluang untuk mendatangkan wisatawan. Rencana perbaikan armada, pembuatan pelabuhan khusus penyebrangan ke Pulau Biawak di Pantai Tirtamaya dan perbaikan dermaga di Pulau Biawak agar kapal besar dapat bersandar oleh dinas pariwisata akan dapat meningkatkan kenyamanan serta keamanan wisatawan. Hal ini juga akan berpengaruh dalam peningkatan kunjungan wisatawan ke Pulau Biawak.

d. Jumlah pengunjung yang berkunjung ke Pantai Tirtamaya.

Pantai Tirtamaya merupakan salah satu objek wisata pantai yang terkenal di Indramayu. Minat wisatawan yang datang ke Pantai Tirtamaya sangat tinggi yang dibuktikan dengan jumlah kunjugan menurut data Dinas Pariwisata Indramayu pada tahun 2013 mencapai 44 496 orang wisatawan. Pantai Tirtamaya juga merupakan salah satu pintu gerbang untuk mencapai Pulau Biawak. Armada yang tersedia di Pantai Tirtamaya adalah kapala cepat Dinas Pariwisata sebanyak 2 buah. Tingginya minat kunjungan wisatawan ke objek wisata Pantai Tirtamaya dapat memberikan peluang terhadap peningkatan minat wisatawan atau kunjungan wisatawan untuk kawasan Pulau Biawak. e. Pulau Biawak dan sekitarnya sudah menjadi salah satu wilayah KKLD

(37)

27 Pulau Biawak telah ditetapkan menjadi salah satu Kawasan Konservasi Laut Daerah menjadikan pemanfaatan sumberdaya alam dilakukan secara lestari sehingga Pulau Biawak menjadi lebih terlindungi dari upaya pemanfaatan yang berlebih dan bersifat destruktif. Oleh sebab itu penetapan kawasan menjadi KKLD dapat berdampak terhadap terjaganya dan kealamian ekosistem pesisir yang ada di Pulau Biawak.

2. Ancaman (Threat)

a. Pemanfaatan sumberdaya alam laut secara destruktif

Kegiatan pemanfaatan secara destruktif dapat menyebabkan degradasi habitat terumbu karang dan menurunkan estetika terumbu karang untuk kegiatan wisata. Penangkapan ikan secara destruktif yang dilakukan di Pulau Biawak seringkali dilakukan oleh nelayan dari luar Indramayu. Kegiatan tersebut jika tidak dihentikan, maka akan mampu merusak terumbu karang di Pulau Biawak dan menurunkan daya tarik wisatawan terhadap Pulau Biawak. b. Dampak kegiatan wisata

Salah satu kelemahan dari kegiatan wisata alam adalah kegiatan atau aktivitas manusia terhadap alam yang tidak terkendali. Belum adanya pengawasan terhadap kegiatan wisatawan di Pulau Biawak membuka peluang rusaknya ekosistem terumbu karang. Sumberdaya manusia dalam hal pengawasan wisata seperti pemandu wisata atau selam yang mampu mengedukasi wisatawan serta mengawasi perilaku wisatawan di alam masih kurang. Perilaku seperti pengambilan biota yang ada di pesisir dapat menyebabkan rusaknya tatanan ekologi yang ada di suatu ekosistem. Hal tersebut dapat memicu kerusakan dari sumberdaya alam yang ada. Kegiatan wisata bahari yang tidak terkendali di Pulau Biawak akan memicu kerusakan dari ekosistem khususnya terumbu karang. Kegiatan wisata selam dan snorkeling jika tidak dilakukan dengan hati-hati dapat merusak terumbu karang. c. Kebijakan pemerintah yang belum maksimal dalam mendukung kegiatan

konservasi dan wisata di KKLD Pulau Biawak

Perhatian pemerintah terhadap lingkungan menjadi sangat penting.Kebijakan-kebijakan yang mendukung upaya perlindungan lingkungan dan pengembangan wisata di Pulau Biawak perlu dilakukan. Saat ini perhatian pemerintah Indramayu terhadap lingkungan dan pengembangan Pulau Biawak masih kurang. Hal ini dapat dilihat dengan belum adanya integrasi antara lembaga atau instansi terkait dalam upaya pengelolaan dan pengawasan kawasan. Tidak adanya kebijakan yang mengatur mengenai pengelolaan dan pengawasan kawasan membuat Pulau Biawak rentan terhadap segala bentuk pemanfaatan yang akan merusak kelestarian dan sumberdaya alamnya.

d. Kegiatan penambatan jangkar kapal

(38)

28

Penilaian bobot strategis faktor internal dalam pengelolaan ekosistem pesisir dalam pengembangan ekowisata selam di Pulau Biawak

Faktor Strategis

Internal

S1 S2 W1 W2 W3 W4 Total Bobot Tingkat

kepentingan Rating Skor

S1 0 2 2 2 2 2 10 0,17 Sangat penting 4 0,67

Selisih total skor kekuatan – kelemahan -1,34

Penilaian bobot strategis faktor eksternal dalam pengelolaan ekosistem pesisir dalam pengembangan ekowisata selam di Pulau Biawak

Faktor Strategis Eksternal

O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 Total Bobot Tingkat

kepentingan Rating Skor

O1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8 0,05

(39)

29 Matriks evaluasi faktor internal

Faktor - faktor strategis internal Bobot Rating Skor Kekuatan (S)

S1 Potensi ekosistem terumbu karang yang

tinggi pada stasiun pengamatan 0,17 4 0,67 S2 Kealamian ekosistem di Pulau Biawak 0,17 4 0,67

Konservasi Laut Daerah (KKLD) belum memiliki sistem penzonasian kawasan

0,17 4 0,67

W3 Lemahnya penegakan hukum dan

pengawasan 0,17 4 0,67

W4 Tingginya persentase patahan karang

pada stasiun pengamatan 0,20 4 0,80

Matriks evaluasi faktor eksternal

Faktor-faktor strategis eksternal Bobot Rating Skor Peluang (O)

O1

Terciptanya alternatif mata pencaharian yang dapat meningkatkan pendapatan masayarakat

0,05 4 0,22

O2 Aksesibilitas yang mudah dari

kota-kota besar 0,10 3 0,29

O3 Peningkatan kenyamanan akses

transportasi 0,12 3 0,37

O4 Jumlah pengunjung yang

berkunjung ke Pantai Tirtamaya. 0,12 3 0,35

O5

Pulau Biawak sudah menjadi salah satu wilayah KKLD (Kawasan Konservasi Laut Daerah) sesuai

dengan SK Bupati

No.556/Kep.528 Diskanla/2004

0,10 3 0,41

Ancaman (T)

T1 Pemanfaatan sumberdaya alam laut

secara destruktif 0,13 4 0,52

T2 Dampak kegiatan wisata 0,11 4 0,44

T3

Kebijakan pemerintah yang belum maksimal dalam mendukung kegiatan konservasi

0,15 4 0,60

T4 Aktivitas penambatan jangkar

(40)

30

prasarana dan infrastruktur

dalam pengembangan

wisata di Pulau Biawak (W1)

 Pulau Biawak sebagai

Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) memiliki sistem penzonasian kawasan yang belum optimal (W2)

 Lemahnya penegakan

hukum dan pengawasan

(W3)

 Tingginya persentase

patahan karang pada stasiun pengamatan (W4)

O

 Terciptanya alternatif mata

pencaharian yang dapat

meningkatkan pendapatan masyarakat (O1)

 Aksesibilitas yang mudah

dari kota-kota besar (O2)

 Peningkatan akses

transportasi (O3)

 Jumlah pengunjung yang

berkunjung ke Pantai

Tirtamaya. (O4)

 Pulau Biawak sudah

menjadi salah satu wilayah

KKLD (Kawasan

Konservasi Laut Daerah) sesuai dengan SK Bupati

 Pembentukan rencana tata

ruang dalam pemanfaatan

pulau Biawak sebagai

kawasan wisata (W1,W2, W3, O3, O4)

 Pembangunan dan

perbaikan sarana, prasarana

dan infrastrukturPulau

Biawak. (W1, O2, O3, O4)

 Rehabilitasi terumbu karang

untuk memperbaiki kondisi karang yang rusak (W3, W4, O4, O5)

T

 Pemanfaatan sumberdaya

(41)

31

Rangking alternatif strategis

No. Unsur SWOT Keterkaitan Jumlah

Skor

Ranking

1 Strategi SO

Promosi kawasan Pulau Biawak sebagai

kawasan wisata alam dan bahari

S1, S2, O2, O4

2,80 II

Pelibatan masyarakat dalam

pengembangan kawasan wisata bahari di Pulau Biawak

S1, S2, O1 1,87 VII

2 Strategi ST

Pembentukan peraturan mengenai

pemanfaatan terumbu karang dan

pembentukan kelompok pengawas yang melibatkan masyarakat pesisirIndramayu

S1,S2, T1,

T2, T4

2,76 III

Mengedukasi nelayan mengenai kegiatan

pemanfaatan yang ramah lingkungan

pemanfaatan pulau Biawak sebagai

kawasan wisata

W1,W2,W3, O3, O4

2,59 IV

Pembangunan dan perbaikan sarana,

prasarana dan infrastruktur Pulau Biawak.

W1, O2, O3, O4

1,54 VIII

Rehabilitasi terumbu karang untuk

memperbaiki kondisi karang yang rusak

W3, W4, O4, O5

2,23 VI

4 Strategi WT

Pembentukan zonasi kawasan konservasi

sebagai upaya perlindungan terhadap kegiatan pemanfaatan perikanan dan wisata di Pulau Biawak

W2,W3, W4, T1,T2, T4

3.56 I

Lampiran 3 Persen tutupan lifeform pada setiap stasiun pengamatan Pulau Biawak

Lifeform Persen Tutupan (%)

(42)

32

Lampiran 3 Persen tutupan lifeform pada setiap stasiun pengamatan Pulau Biawak (lanjutan)

Lampiran 4 Jenis dan kelimpahan ikan karang di setiap stasiun pengamatan

(43)

33 Lampiran 4 Jenis dan kelimpahan ikan karang di setiap stasiun pengamatan

(lanjutan)

Lampiran 5 Data kecerahan perairan di Pulau Biawak

(44)

34

Lampiran 6 Matriks analisis kesesuaian lahan untuk wisata bahari kategori wisata selam

Matriks analisis kesesuaian lahan untuk Stasiun 1.

No Parameter Bobot Hasil

Pengamatan Kategori Skor Nilai

1 Kecerahan perairan (%) 5 90 S1 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 55,92 S2 2 10

3 Jenis lifeform 3 13 S1 3 9

4 Jenis ikan karang 3 16 TS 0 0

5 Kecepatan arus (cm/dt) 1 7,4 S1 3 3

6 Kedalaman terumbu karang

(m) 1 6 S1 3 3

Total 40

IKW 74,07

SESUAI

Matriks analisis kesesuaian lahan untuk Stasiun 2

No Parameter Bobot Hasil

pengamatan Kategori Skor Nilai

1 Kecerahan perairan (%) 5 100 S1 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 53,16 S2 2 10

3 Jenis lifeform 3 13 S1 3 9

4 Jenis ikan karang 3 29 S3 1 3

5 Kecepatan arus (cm/dt) 1 7,4 S1 3 3

6 Kedalaman terumbu karang

(m) 1 7 S1 3 3

Total 43

IKW 79,63

SANGAT SESUAI

Matriks analisis kesesuaian lahan untuk Stasiun 3

No Parameter Bobot Hasil

pengamatan Kategori Skor Nilai

1 Kecerahan perairan (%) 5 100 S1 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 49,82 S3 1 5

3 Jenis lifeform 3 15 S1 3 9

4 Jenis ikan karang 3 22 S3 1 3

5 Kecepatan arus (cm/dt) 1 7,4 S1 3 3

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 7 S1 3 3

Total 38

IKW 70,37

(45)

35

Matriks analisis kesesuaian lahan untuk Stasiun 4

No Parameter Bobot Hasil

pengamatan Kategori Skor Nilai

1 Kecerahan perairan (%) 5 95 S1 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 64,8 S2 2 10

3 Jenis lifeform 3 12 S2 2 6

4 Jenis ikan karang 3 18 TS 0 0

5 Kecepatan arus (cm/dt) 1 7,4 S1 3 3

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 7 S1 3 3

Total 37

IKW 68,52

SESUAI

Matriks analisis kesesuaian lahan untuk Stasiun 5

Lampiran 7 Daya Dukung Kawasan Pulau Biawak untuk ekowisata bahari kategori selam

Stasiun 1

DDK= x , x = orang/hari

Stasiun 2

DDK= x , x = orang/hari

Stasiun 3

DDK= x , x = orang/hari

Stasiun 4

DDK= x , x = orang/hari

Stasiun 5

DDK= x , x = orang/hari

No Parameter Bobot Hasil

pengamatan Kategori Skor Nilai

1 Kecerahan perairan (%) 5 88 S1 3 15

2 Tutupan komunitas karang (%) 5 66,4 S2 2 10

3 Jenis lifeform 3 14 S1 3 9

4 Jenis ikan karang 3 23 S3 1 3

5 Kecepatan arus (cm/dt) 1 7,4 S1 3 3

6 Kedalaman terumbu karang (m) 1 7 S1 3 3

Total 43

(46)

36

Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan pengambilan data

Metode pengambilan data terumbu karang dan ikan karang

Metode pengambilan data Spesies ikan karang terumbu karang

Spirobranchus giganteus Anemon Laut (OT)

Nudibranchia Acropora submassive

(47)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama lengkap Prasepta Widikurnia lahir di Jakarta 9 September 1993, merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Putra dari Kukuh Budi Jatmiko dan Aan Sauchanah. Penulis mulai mengikuti pendidikan sekolah dasar di SDN Bambu Kuning Bojong Gede dan lulus pada tahun 2005. Melanjutkan di SMPN 12 Bogor dan lulus pada tahun 2008 serta dilanjutkan di SMA Bina Insani Bogor dan lulus pada tahun 2011. Penulis lulus seleksi menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan pada tahun 2011 sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Prestasi yang pernah diraih penulis dalam program kreativitas mahasiswa yang didanai Dikti, , yaitu PKM-M dengan judul Community Based Resource Management : Revitalisasi Pengelolaan Sumber Mata Air Untuk Meningkatan Kemandirian Masyarakat Desa Cihideung Udik, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor, dan berhasil memperoleh medali

Gambar

Gambar 1 menunjukkan peta lokasi penelitian di Pulau Biawak, Indramayu.
Tabel 1 Bentuk pertumbuhan terumbu karang  menurut versi AIMS
Tabel 2  Kriteria persen tutupan terumbu karang menurut Keputusan Menteri
Tabel 3  Matriks kesesuaian ekowisata wisata kategori wisata selam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah Kualitas Kehidupan Kerja ( Quality of Work Life ) dan

Data yang digunakan adalah data usia pakai trafo di PLN APJ Surabaya Barat dan faktor-faktor yang akan diteliti pengaruhnya terhadap reliabilitas dari trafo sebagai

Dalam masa yang sama, penulis juga menyiapkan transkip kajian temubual yang dilakukan oleh pengkaji terhadap responden yang terlibat.. Kaedah

Kesimpulan penelitian bahwa siswa lebih mudah mendapatkan informasi mengenai sekolah-sekolah menengah atasa yang ada di Banjarbaru dan siswa juga lebih mudah dalam

(PBL) adalah sebelum dan setelah siswa menggunakan model pembelajaran tersebut peneliti memberikan test berupa latihan Pretest-Posttest dan quesioner untuk melihat

Berdasarkan uraian teori dan beberapa hasil penelitian terdahulu maka dalam penelitian ini yang menjadi variable independen adalah Current Ratio, Debt to Equity

• Sumber daya perusahaan mengubah aliran informasi di dalam dan antara organisasi bisnis , karena sebuah sistem informasi antarorganisasi (IOS) menggunakan teknologi jaringan

Penilaian dalam tahap ini bukan lah sebagai penilaian pribadi atau subjektif saja, tetapi penilaian yang didasarkan pada analisis mendalam atas karya musik dan