• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN

PETANI UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN

YUVITA ALFANURANI

DEPARTEMENAGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

1

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2015

Yuvita Alfanurani

NIM H34124015

1Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus

(4)

ABSTRAK

YUVITA ALFANURANI. Pengaruh Kemitraan terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan. Dibimbing oleh NUNUNG KUSNADI.

Kemitraan idealnya dijalankan atas prinsip saling menguntungkan karena adanya transfer input, pasar, dan teknologi. Jumlah petani mitra didominasi oleh petani yang baru menjalin kemitraan kurang dari 2 tahun dan masih dalam kategori coba-coba, sehingga dengan adanya manfaat kemitraan tersebut diharapkan petani mitra akan bertahan. Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan pelaksanaan kemitraan dengan standar yang ada, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam bermitra, dan menganalisis pendapatan petani ubi jalar. Berdasarkan hasil analisis, faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan bermitra adalah tingkat pendidikan, pengalaman, luas tanam, dan pendapatan luar usahatani. Hasil analisis juga menunjukan bahwa tingkat produktivitas, nilai rata-rata pendapatan, dan nilai R/C ratio antara petani mitra dan petani non-mitra berbeda dimana petani mitra lebih rendah. Sehingga kemitraan dapat dikatakan tidak memberikan manfaat jika dilihat dari indikator ekonomi, oleh karena itu petani cenderung tidak akan melanjutkan kemitraannya.

Kata Kunci : faktor-faktor, kemitraan, pendapatan

ABSTRACT

YUVITA ALFANURANI. The Impact of Partnership on Farmers Income In

Kabupaten Kuningan. Supervised byNUNUNG KUSNADI.

The importance of partnership in agriculture is understood in term of a share mechanism among partners for input, resource, market, technology, and benefit. However, majority of PT Galih Estetika’s partners has become participan partner of the partnership less than two years. This study was aims to describe the mechanism of partnership, to analyze the determinant of partnership, and to analyze farmers income. The result showed that the partnership of farmers and PT Galih Estetika was affected significantly by education and experience of farmers in farm, planting area of sweet potatoes, and non-farm income. In addition the result showed productivity, income, and R/C ratio of both partner and non-partnerss were significantly different. The indicator of economic was showed that partnership unuseful, so the participant partner will stop their partnership.

(5)

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN

PETANI UBI JALAR DI KABUPATEN KUNINGAN

YUVITA ALFANURANI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

LEMBAR PENGESAHASAN

Judul : Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di

Kabupaten Kuningan

Nama : Yuvita Alfanurani

NIM : H34124015

Disetujui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2014 ini adalah Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar di Kabupaten Kuningan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Nunung Kusanadi, MS selaku pembimbing, Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen evaluator. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Deny dari BP3K wilayah Kuningan, warga Desa Gandasoli, serta bagian divisi penanaman PT Galih Estetika. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sudradjat, Ibu Yeyet, Om Uus, Fahdila Beta, Anggi Wiranata, Anika Kania, Dwi Risa serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada seluruh sahabat, alumni Diploma SJMP 46 dan rekan-rekan Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015

(9)

DAFTAR ISI

Pengaruh Kemitraan Terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani 9

Pengaruh Kemitraan Terhadap Nilai Imbangan Penerimaan dan Biaya 11

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Konsep Kemitraan 12

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan 14

Pendapatan Petani 15

Metode Pengolahan dan Analisis Data 21

Skala Likert 22

Regresi Logistik 23

Perhitungan Produktivitas 25

Analisis Pendapatan 26

Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Ratio R/C) 28

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

RESPONDEN 31

Gambaran Umum Desa Gandasoli, Kecamatan Karamatmulya, Kabupaten

Kuningan 31

Sumber Daya Manusia 32

Karakteristik Sosial Petani Responden 33

HASIL DAN PEMBAHASAN 38

Pelaksanaan Kemitraan PT Galih Estetika dengan Petani Ubi Jalar 38

Bentuk Kemitraan 38

Kontrak Kerjasama 40

Pandangan Petani Terhadap Kemitraan 41

Alasan Petani Menjalin Kemitraan 41

(10)

Keluhan dan Saran Petani Mitra terhadap Kemitraan 44

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan 45

Pengaruh Kemitraan Terhadap Produktivitas Ubi Jalar 50

Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Petani Ubi Jalar 51

SIMPULAN DAN SARAN 58

Simpulan 58

Saran 58

DAFTAR PUSTAKA 59

LAMPIRAN 61

RIWAYAT HIDUP 69

DAFTAR TABEL

1 Konsumsi ubi jalar tahun 2009-2012 2

2 Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar

seluruh propinsi di Indonesia tahun 2013 2

3 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di

Jawa Barat tahun 2009-2013 3

4 Jumlah produksi ubi jalar pada daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat tahun

2008-2012 3

5 Persentase jumlah petani mitra berdasarkan lamanya waktu kerjasama 6

6 Jenis data dan sumber data penelitian 21

7 Analisis biaya, pendapatan, dan R/C ratio usahatani ubi jalar 29

8 Persentase penduduk berdasarkan kategori umur di Desa Gandasoli tahun

2011 32

9 Persentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Gandasoli

tahun 2011 32

10 Persentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan pada tahun 2011 33

11 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok umur 34

12 Persentase jumlah petani responden berdasarkan jumlah keluarga petani 34

13 Persentase jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan

terakhir petani responden 35

14 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok luas lahan

tanam 35

15 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok status

penguasaan lahan 36

16 Persentase jumlah petani responden berdasarkan kelompok pengalaman

usatani ubi jalar 37

17 Persentase petani responden berdasarkan kelompok pendapatan petani

non ubi jalar dan pendapatan non usahatani 37

18 Alasan Petani bermitra berdasarkan jumlah petani mitra 41

19 Penilaian persepsi petani mitra terhadap kemitraan 42

20 Hasil pendugaan model regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi

(11)

21 Analisis penerimaan usahatani ubi jalar di Desa Gandasoli 52 22 Analisis biaya tunai dan biaya diperhitungkan petani mitra dan petani

non-mitra 53

23 Pendapatan petani ubi jalar mitra dan non-mitra 55

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis Indeks Simpson 61

2 Data terkait alasan petani menjalin kemitraan 62

3 Data terkait persepsi petani mengenai manfaat kemitraan 63

4 Data variable terikat dan variable bebas model regresi logistik faktor-faktor

yang mempengaruhi kemitraan 64

5 Hasil analisis regresi logistik 66

(12)
(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang dicirikan dengan mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Salah satu subsektor pertanian yang memiliki peranan strategis dalam pembangunan pertanian di Indonesia adalah subsektor tanaman pangan. Tanaman pangan merupakan semua jenis tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan protein. Subsektor pertanian tanaman pangan mempunyai fungsi sosial ekonomi yang sangat strategis, yaitu disamping dapat menunjang kesempatan berusaha, kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan para petani, juga sangat besar artinya untuk kepentingan ketahanan pangan masyarakat, baik masyarakat di pedesaan maupun masyarakat di perkotaan.

Jawa Barat merupakan salah satu kawasan padat penduduk sehingga perlu diadakannya program yang dapat menopang ketersediaan pangan. Program pembangunan pertanian tanaman pangan di Jawa Barat diarahkan pada pencapaian tujuan bersama yaitu peningkatan ketahanan pangan. Diversifikasi

pangan merupakan upaya penganekaragaman produksi tanaman pangan non beras

dan merupakan salah satu upaya pemerintah dalam mengembangkan program ketahanan pangan. Fokus utama diversifikasi pangan adalah tanaman palawija. Tanaman palawija merupakan tanaman semusim yang dapatditanam di lahan kering. Salah satu sumber karbohidrat non beras yang bergizi tinggi dan sangat potensial untuk dikembangkan sebagai penunjang dalam pengembangan program diversifikasi pangan adalah ubi jalar.

(14)

Tabel 1 Konsumsi ubi jalar nasional tahun 2009-2012

Tahun Pakan Konsumsi (Ton) Pangan

2009 41 1 805

2010 41 1 799

2011* 44 1 928

2012** 49 2 176

Sumber : Pusdatin (2013)

Keterangan : *) Angka Sementara **) Angka sangat sementara

Pengembangan potensi ubi jalar tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya yaitu Jawa Barat. Data statistik menunjukan bahwa Jawa Barat merupakan sentra ubi jalar terbesar pertama di Indonesia pada tahun 2013, dengan luas panen 26 443 hektar, produksi total sebesar 471 334 ton, dan produktivitas sebesar 178 25 kuintal per hektar. Daerah penghasil ubi jalar terbesar kedua di Indonesia adalah Jawa Timur, selanjutanya ada Papua, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Nusa Tenggara Timur, Jambi, Sulawesi Selatan, dan Bali. Data perkembangan luas lahan, produksi, dan produktivitas ubi jalar di beberapa propinsi di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar seluruh propinsi di Indonesia tahun 2013

Provinsi Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ku/Ha)

Jawa Barat 26 443 471 334 178.25

Jawa Timur 18 596 391 807 210.69

Papua 30178 351 028 116.32

Jawa Tengah 10 323 185 605 179.80

Sumatera Utara 11 154 139 890 125.42

Sumatera Barat 4 618 134 128 290.45

Nusa Tenggara

Timur 12664 98 725 77.96

Jambi 2 851 74 432 261.07

Sulawesi Selatan 5 002 73 762 147.47

Bali 5 395 61 875 114.69

Sumber : BPS (2014)

(15)

produktivitas pada tiap tahunnya menunjukkan adanya perkembangan budidaya yang baik pada petani ubijalar dari 140.67 kuintal per hektar pada tahun 2009 menjadi 178.25 kuintal per hektar pada tahun 2013.

Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di Jawa Barat tahun 2009-2013

No Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Ku/Ha)

1 2009 33 387 469 646 140.67

2 2010 30 073 430 998 143.32

3 2011 27 931 429 378 153.73

4 2012 26 531 436 577 164.55

5 2013 26 443 471 344 178.25

Sumber : BPS (2014)

Salah satu daerah sentra budidaya ubi jalar di Jawa Barat adalah Kabupaten Kuningan. Dipilihnya Kabupaten Kuningan disebabkan wilayah ini sudah sejak lama terkenal sebagai penghasil ubi jalar bermutu tinggi di Jawa Barat. Kondisi tanah di Kabupaten Kuningan memang sangat cocok untuk ditanami ubi jalar. Jumlah produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan pada tahun 2012paling tinggi jika dibandingkan denganlima daerah penghasil ubi jalar lainnya di Propinsi Jawa Barat. Jumlah produksi total ubi jalar di daerah Kuningan pada tahun 2012 mencapai 119.626 ton, jauh diatas angka produksi ubi jalar di daerah Garut, Bogor, Bandung, Tasikmalaya, dan Cianjur. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 yang memuat data jumlah produksi ubi jalar di beberapa daerah sentar ubi jalar di Jawa Barat.

Tabel 4 Jumlah produksi ubi jalar pada daerah sentra ubi jalar di Jawa Barat tahun 2008-2012

Kabupaten/Kota 2008 2009 Produksi (Ton) 2010 2011 2012

Kuningan 110.428 115.406 96.857 96.61 119.626

Garut 68.363 81.322 90.827 91.880 88.453

Bogor 58.309 57.632 59.555 64.882 82.935

Bandung 15.22 48.87 29.122 32.14 19.240

Tasikmalaya 17.914 18.787 23.388 13.475 17.626

Cianjur 18.006 29.635 19.66 18.998 16.642

Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Jawa Barat (2013)

(16)

berkelanjutan (Bappeda Ciamis 2012). Pembangunan Kabupaten Kuningan dalam sektor pertanian terfokus pada subsistem pengolahan. Pembangunan tersebut

ditunjang dengan penyusunan masterplan Agropolitan oleh pemerintah

Kabupaten Kuningan yang ditargetkan akan tercapai pada tahun 2014.

Tingginya tingkat produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan dan upaya pengembangan kawasan agropolitan mendorongindustri pengolahan ubi jalar mulai berkembang diantaranya pabrik tepung ubi jalar, pasta ubi jalar, chip ubi jalar, industri pembuatan saus, industri pengolahan makanan berbahan baku tepung ubi jalar, industri pakan dan industri rumah tangga pengolahan aneka makanan yang barbahan baku ubi jalar. Perkembangan industri pengolahan ubi jalar merupakan salah satu upaya dalam mencapai tujuan pembentukan kawasan agropolitan yaitu untuk membangun ekonomi berbasis pertanian yang diwujudkan dengan cara mendorong berkembangnya sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berbasis kerakyatan, berkelanjutan, dan terdesentralisasi.

Adanya industri pengolahan ubi jalar mendorong adanya kerjasama antara petani ubi jalar dengan beberapa perusahaan pengolahan ubi jalar. Salah satu kerjasama tersebut adalah kerjasama dalam bentuk kemitraan.Bentuk kemitraan antara petani dan perusahaan pengolahan dinilai akan mampu mendorong pengembangan agribisnis. Hal ini disebabkan karena industri sebagai pemilik modal dan manajemen yang lebih kuat diharapkan dapat menjadi salah satu solusi bagi permasalahan yang masih dihadapi oleh para petani seperti sulitnya pengembangan usaha karena terbatasnya modal, pengetahuan, dan teknologi yang masih sederhana. Selain itu, kemitraan diharapkan akan memungkinkan terjadinya nilai tambah yang bisa dinikmati pelaku usahatani sehingga akan menjamin peningkatan pendapatan. Peningkatan pendapatan memungkinkan kawasan perdesaan melakukan investasi baik yang bersifat pendidikan, maupun penciptaan lapangan usaha baru.

Manfaat kemitraan yang dapat diperoleh petani mitra seharusnya membuat petani tertarik untuk menjalin kemitraan bahkan kemitraan akan terus mengalami perkembangan. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian untuk mengkaji pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani khususnya petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan.

Perumusan Masalah

(17)

Penetapan Kabupaten Kuningan sebagai salah satu kawasan agropolitan mendorong berkembangnya beberapa usaha dibidang agribisnis. Salah satu perusahaan industripengolahan ubi jalar terbesar di Kabupaten Kuningan adalahperusahaan penghasil produk olahan ubi jalar yaitu PT Galih Estetika. Produk hasil olahan ubi tersebut merupakan produk ekspor ke Negara Jepang dan Korea. Selain itu, untuk mendukung perkembangan agroindustri ubi jalar, pada saat ini telah dibangun industri pengolahan ubi jalar (untuk pembuatan chips,

grates dan tepung ubi jalar) yang dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Kuningan..

Adanya PT Galih Estetika sebagai perusahaan pengolah ubi jalar mendorong adanya kerjasama antara petani dan perusahaan pasta ubi jalar. Kerjasama tersebut salah satunya berbentuk kemitraan. Kemitraan antara petani ubi jalar dan PT Galih Estetika dilatarbelakangi karena adanya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi sendiri dimana petani ubi jalar membutuhkan kepastian pasar, pasokan input, dan bimbingan teknologi. Sedangkan perusahaan mitra membutuhkan pasokan input untuk menjamin keberlangsungan usahanya. Petani ubi jalar bertindak sebagai petani mitra dan berkontribusi sebagai penyedia lahan, tenaga kerja, dan sarana produksi lain selain bibit. Sedangkan perusahaan pengolah menyediakan bantuan berupa bibit, penampung hasil produksi petani, dan memberikan bimbingan teknologi.

Salah satu kebijakan yang telah disepakati antara petani mitra dan PT Galih Estetika adalah adanya kontrak hasil. Kontrak hasil memungkinkan petani mitra memiliki kepastian pasar. Ubi jalar yang akan dibeli oleh pihak perusahaan mitra harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan. Sedangkan kesepakatan harga disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku saat itu.

Petani ubi jalar umunya memiliki kendala dalam hal keterbatasan pada modal, pengadaan bibit, dan keterbatasan pengetahuan dalam bercocok tanam. Bentuk kemitraan antara petani dengan perusahaan pasta ubi jalar diharapkan selain dapat memberikan kepastian pasar bagi petani, juga akan memberikan kemudahan bagi petani untuk memperoleh input pertanian, seperti bibit sehingga mampu mendorong pengembangan usaha budidaya ubi jalar. Manfaat lain yang diharapkan akan diperoleh oleh petani dengan adanya kemitraan adalah produktivitas yang lebih tinggi, pendapatan yang lebih tinggi, dan harga produk yang lebih baik terutama saat adanya panen raya.

Petani ubi jalar yang tertarik terhadap manfaat adanya kemitraan dengan PT Galih Estetika kemungkinan besar akan memutuskan untuk menjalin kemitraan. Keputusan petani untuk menjalin kemitraan dengan PT Galih Estetika pada dasarnya merupakan hasil dari pemikiran dan pola pikir petani yang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi keputusan petani untuk bermitra diantaranya adalah pengalaman petani dalam berusahatani, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan petaninon ubi jalar, pendapatan luar usahatani, luas lahan, dan usia petani.Oleh karena itu, penting untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang berpengaruh positif maupun negatif terhadap keputusan petani untuk menjalin kemitraan antara petani ubi jalar dan perusahaan pasta ubi jalar.

(18)

Prastiwi (2010), petani mitra yang paling banyak jumlahnya adalah petani yang baru menjalin kemitraan dengan perusahaan selama kurang dari dua tahun yaitu sebanyak 46.66 persen (Tabel 4). Hal ini menunjukan bahwa kelompok petani mitra yang baru bergabung menjadi mitra lebih banyak jumlahnya jika dibandingkan dengan kelompok petani mitra yang telah bertahan lama menjadi mitra atau telah bertahan selama lebih dari lima tahun. Petani yang baru mengikuti kemitraan biasanya masih dalam tahap coba-coba dan belum memiliki nomor registrasi petani sendiri.Dengan adanya pelaksanaan kemitraan yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku, akan adanya manfaat yang dapat dirasakan petani sehingga kemitraan akan berlanjut dan semakin berkembang.

Tabel 5 Persentase jumlah petani mitra berdasarkan lamanya waktu kerjasama

Lama Bermitra

(Tahun) Jumlah Petani Mitra (%)

< 2 tahun 46.66

3-4 tahun 20.00

5-6 tahun 6.67

> 7 tahun 26.67

Sumber : Prastiwi (2010)

Berdasarkan uraian di atas, permasalahanyang akan dikaji dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan PT Galih Estetika telah sesuai dengan standar yang berlaku?

2. Bagaimana pandangan petani terhadap manfaat kemitraan ?

3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara petani dan PT Galih Estetika ubi jalar di lokasi penelitian ?

4. Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani di lokasi penelitian?

Tujuan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Membandingkan pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dengan Galih

Estetika meliputi bentuk kemitraan dan kontrak kemitraan dengan standar yang berlaku.

2. Menganalisis manfaat kemitraan yang telah dirasakan oleh petani mitra di lokasi penelitian.

3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara petani dan perusahaan pengolah ubi jalar di lokasi penelitian.

(19)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat dan menjadi masukan serta tambahan pengetahuan dan wawasan bagi berbagai pihak yang berkepentingan, yaitu :

1. Penulis, untuk menambah kemampuan menganalisis dan wawasan

mengenai analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani ubi jalar di lokasi penelitian.

2. Petani, sebagai masukan untuk pengembangan usahatani ubi jalar.

3. Akademisi dan peneliti, hasil penelitian diharapkan dapat menjadi sumber informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya

Ruang Lingkup

Penelitian ini dilakukan di Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan. Petani yang dijadikan responden adalah petani yang melakukan usaha budidaya ubi jalar di Desa Gandasoli. Analisis yang akan dilakukan yaitu mengenai pelaksanaan kemitraan antara PT Galih Estetika dan petani mitra,menganalisis manfaat kemitraan yang telah dirasakan oleh petani, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan antara PT Galih Estetika dan petani mitra, dan menganalaisis pengaruh kemitraan tehadap pendapatanpetani di Desa Gandasoli. Jumlah petani responden yang menjadi objek penelitian yaitu sebanyak 32 orang petani yang bermitradan 32 orang petani yang tidak bermitra.

TINJAUAN PUSTAKA

Manfaat Kemitraan

(20)

(Marliana 2008; Aryani 2009; dan Dewi 2011). Selain itu, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan bahwa petani mitra memberikan bantuan berupa bibit secara gratis. Oleh sebab itu, petani tidak perlu untuk mengeluarkan biaya untuk pembelian atau pembayaran pinjaman bibit. Perusahaan mitra ada juga yang memberikan pinjaman dana untuk penggarapan lahan. Pembayaran akan dilakukan ketika petani telah melakukan pemanenan dan penjualan kepada pihak perusahaan (Puspitasari 2003).

Berdasarkan beberapa penelitian tersebut, kemitraan memang diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak terutama petani yang cenderung memiliki keterbatasan pada modal dan faktor produksi. Secara umum, manfaat yang dirasakan oleh perusahaan adalah adanya jaminan keberlangsungan usaha karena adanya pasokan bahan baku yang tetap dari petani mitra.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan

Berdasarkan studi-studi empiris yang telah ditulis, pola kemitraan antara petani dan perusahaanbisa dipengaruhi oleh beberapa faktor. Namun dari studi-studi tersebutmenunjukkan bahwa di setiap daerah atau komoditi mempunyai

faktor-faktoryang berbeda dalam mempengaruhi kemitraan. Metode yang

digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraanpada penelitian sebelumnya umumnya menggunakan analisi logit. Karena analisis logit adalah metode yang sederhana tetapi cukup menggambarkan pengaruh-pengaruh faktor terhadap kemitraan dalam usahatani.

Hasil studi yang dilakukan oleh Marliana (2008) menunjukan bahwa pengalaman petani dalam menjalankan usahatani berpengaruh positif terhadap keputusan dalam menjalin kemitraan. Namun, hasil penelitian yang dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan hasil yang berbeda, yaitu pengalaman petani memiliki hubungan yang negatif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Semakin lama petani tersebut menjalankan usahatani maka keinginan atau peluang untuk menjalin kemitraan semakin kecil.

Pendidikan berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Hal tersebut ditunjukan dalam hasil studi yang telah dilaksanakan oleh Marliana (2008), dan Rachmawati (2008). Semakin tinggi tingkat pendidikan petani maka petani tersebutsemakin rasional dalam membuat keputusan sehingga peluang petani untuk menjalin kemitraan semakin besar.

Faktor lain yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan adalah usia atau umur petani. Semakin tua umur petani maka peluang untuk menjalin kemitraan semakin tinggi. Karena petani yang sudah berumur biasanya ingin mendapatkan jaminan usaha sehingga lebih memilih untuk bermira. Kemitraan diharapkan adanya jaminan pasar bagi produk yang dihasilkannya.

(21)

keputusan petani untuk bermitra. Semakin luas lahan maka peluang petani untuk bermitra semakin kecil karena menganggap bahwa lahan yang luas sudah mampu memberikan pendapatan yang cukup tinggi.

Faktor-faktor lain yang berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan adalah tingkat produktivitas (Marliana 2008) dan jumlah anggota keluarga (Rachmawati 2008). Semakin tinggi tingkat produktivitas komoditi yang diusahakan maka petani cenderung akan tetap menjalin kemitraan karena dianggap lebih menguntungkan dibandingkan jika petani tidak bermitra. Begitu pula dengan jumlah keluarga, semakin tinggi jumlah anggota keluarga petani maka peluang petani untuk bermitra akan semakin besar. Jumlah anggota keluarga yang semakin banyak menyebabkan petani harus memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, yaitu salah satunya dapat diperoleh dengan cara menjalin kemitraan.

Kemitraan umunya didasarkan pada keadaan saling membutuhkan sehingga dalam menjalin kemitraan masing-masih pihak dapat memperoleh manfaat. Analisis mengenai faktor-faktor yang mendorong petani dalam bermitra diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam menjalin kemitraan agar semua pihak dapat mencapai tujuannya tanpa ada pihak yang merasa dirugikan.

Pengaruh Kemitraan Terhadap Struktur Biaya dan Pendapatan Petani

Studi mengenai analisis kemitraan sebelumnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Sebagian besar penelitian tersebut lebih mengarah kepada evaluasi kemitraan yang dilakukan serta pengaruhnya terhadap pendapatan petani dari para pelaku kemitraan tersebut, khususnya petani mitra. Secara umum, evaluasi kemitraan terhadap pendapatan petani dilakukan dengan menganalisis pendapatan petani mitra dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio (Puspitasari 2003; Aryani 2009; Prastiwi 2010). Selain itu, untuk melihat perbandingan antara pendapatan petani mitra dengan petani non mitra dapat digunakan uji-t (Dewi 2011; Juniardi 2012).

Kerjasama yang dilakukan oleh petani dengan perusahaan yang berbentuk kemitraan diharapkan dapat memberikan manfaat kepada petani mitra. Berdasarkan hasil studi yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2003), Aryani (2009), Prastiwi (2010), Dewi (2011), dan Juniardi (2012) beberapa manfaat yang diperoleh petani mitra dengan adanya kerjasama berbentuk kemitraan dengan perusahaan pengolah adalah mendapatkan modal pinjaman dari perusahaan, mendapatkan bimbingan teknik budidaya, mendapatkan jaminan penjualan dan kepastian harga, dan membantu petani dalam pengadaan sarana produksi.

Hasil analisis mengenai struktur biaya produksi terhadap petani mitra dan

(22)

kegiatan produksi, sehingga menyebabkan penggunaan input produksi pada petani mitra akan mengikuti atau mendekati dosis yang dianjurkan perusahaan. Begitu pula dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Dewi (2011) menunjukan bahwa tingginya biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra terletak pada biaya tunai yaitu biaya tenaga kerja, karena adanya kemitraan menyebabkan petani harus membudidayakan varietas yang dibutuhkan oleh perusahaan pengolah. Hal ini menyebabakan tingginya penggunaan tenaga kerja karena proses budidaya varietas tersebut oleh petani mitra memerlukan perlakukan khusus yang lebih rumit dari pada varietas yang dibudidayakan oleh petani non mitra.

Hasil studi yang dilakukan oleh Puspitasari (2003) menunjukan hasil yang berbeda yaitu biaya total yang dikeluarkan oleh petani mitra lebih kecil jumlahnya jika dibandingka dengan biaya total yang dikeluarkan oleh petani non mitra. Perbedaan ini terletak pada penggunaan tenaga kerja dalam keluarga. Petani yang tidak melakukan mitra dengan perusahaan lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga jika dibandingkan dengan petani yang melakukan mitra dengan perusahaan. Hal tersebut disebabkan karena umunya petani non-mitra cenderung memiliki modal yang terbatas dibandingkan petani mitra sehingga lebih memilih untuk menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.

Hasil studi terhadap pendapatan petani mitra pada penelitian Dewi (2011), Aryani (2009), dan Prastiwi (2010) menunjukkan bahwa pendapatan petani lebih besar jika mengikuti kemitraan. Begitupun dengan hasil studi yang telah dilakukan oleh Puspitasari (2006) menunjukkan hal yang sama, meskipun jika dilihat dari biaya tunai petani mitra memiliki biaya tunai lebih besar daripada petani non mitra, sedangkan jika dilihat dari biaya total maka petani mitra memiliki biaya total yang lebih kecil dari petani non-mitra.

Hasil studi yang telah dilakukan oleh Juniardi (2012) menunjukan hasil yang berbeda, yaitu bahwa rata-rata pendapatan petani dengan pola kemitraan lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan rata-rata usahatani bukan kemitraan. Dengan demikian artinya rata-rata pendapatan petani mitra lebih kecil dibandingkan rata-rata pendapatan petani bukan kemitraan. Faktor biaya, produksi dan harga yang mempengaruhi penerimaan usahatani pada akhirnya berdampak pada pendapatan petani.

Adanya perbedaan pendapatan yang diterima oleh petani mitra dan non

mitra didukung juga oleh hasil studi yang dilakukan oleh Dewi (2010) dan Juniardi (2012. Studi tentang perbandingan pendapatan petani mitra dan non mitra dengan menggunakan uji-t menunjukan bahwa adanya perbedaan yang signifikan antara pendapatan petani mitra dan non mitra.

Kemitraan antara perusahaan mitra dengan petani mitra diharapkan dapat memberikan manfaat bagi kedua belah pihak seperti kontinuitas usaha dan peningkatan pendapatan. Analisis pengaruh kemitraan terhadap pendapatan

petani dilakukan dengan cara membandingkan antara petani mitra dan petaninon

(23)

Pengaruh Kemitraan Terhadap Nilai Imbangan Penerimaan dan Biaya

Analisis efisiensi penerimaan usahatani dapat dilakukan dengan penghitungan R/C. Nilai R/C merupakan perbandingan antara nilai penerimaan yang diperoleh petani dengan biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C ratio yang lebih besar daripada satu berarti setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan petani, maka penerimaan yang diterima lebih dari satu rupiah. Nilai R/C terbagi menjadi dua yaitu R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.

Hasil studi yang dilakukan oleh Puspitasari (2003) dan Aryani (2009) menunjukan bahwa nilai R/C atas biaya tunai kelompok petani mitra dan non

mitra sama-sama lebih dari satu dimana nilai R/C petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Begitu pula untuk nilai R/C atas biaya total petani mitra dan petani non mitra yaitu lebih dari satu dimana nilai R/C petani mitra lebih besar dari pada petani non mitra. Hasil studi yang dilakukan oleh Prastiwi (2010) menunjukan hasil yang berbeda yaitu dimana nilai R/C atas biaya tunai petani non

mitra lebih kecil dari satu sedangkan sedangkan nilai R/C atas biaya total petani mita lebih besar dari satu. Hal tersebut menunjukan bahwa jika analisis berdasarkan biaya tunai dan biaya total petani mitra mendapatkan keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan petani non mitra.

Pada kenyataannya, tidak semua petani mendapatkan keuntungan setelah melakukan kemitraan dengan perusahaan. Ada juga petani yang mengalami kerugian setelah melakukan kemitraan. Hasil analisis yang telah dilakukan oleh Juniardi (2012) menunjukan bahwa nilai R/C ratio atas biaya tunai petani mitra lebih dari satu. Sedangkan hasil analisis R/C ratio atas biaya total kurang dari satu. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total dapat disimpulkan bahwa kemitraan yang diikuti oleh petani mengalami kerugian. Hal ini dikarenakan adanya biaya transaksi yang mahal.

(24)

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis

Konsep Kemitraan

Kemitraan adalah kerjasama usaha antara usaha kecil dengan usaha menengah dan atau dengan usaha besar disertai pembinaan dan pengembangan oleh usaha menengah dan atau usaha besar dengan memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat dan saling menguntungkan (PP No. 44 1997). Kemitraan juga merupakan suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan bersama dan dijalankan dalam jangka waktu tertentu.

Kemitraan dalam usahatani adalah kerjasama antara perusahaan mitra dengan kelompok mitra di bidang usaha pertanian. Perusahaan mitra terdiri dari perusahaan menengah dan perusahaan besar dibidang pertanian. Kelompok mitra terdiri dari penelayan, kelompok nelayan, gabungan kelompok tani-nelayan, koperasi dan usaha kecil. Menurut Hafsah (1999), manfaat yang dapat dicapai dari usaha kemitraan adalah :

1. Produktivitas

Perusahaan dapat mengoprasionalkan pabriknya secara full capacity tanpa perlu memiliki lahan karena keperluan tersebut ditanggung petani. Sedangkan petani dapat meningkatkan produktivitasnya karena dapat memperoleh tambahan input, kredit, dan penyuluhan dari perusahaan mitra.

2. Efisiensi

Perusahaan dapat mencapai efisiensi dengan menghemat tenaga kerja karena menggunakan tenaga kerja yang dimiliki oleh petani. Sedangkan petani yang umunya relatif lemah dalam hal kemampuan teknologi dan sarana produksi dapat menghemat waktu karena adanya bantuan teknologi dan sarana produksi dari perusahaan.

3. Jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas

Kualitas, kuantitas dan kontinuitas sangat erat kaitannya dengan efisiensi dan produktivitas di pihak petani yang menentukan terjaminnya pasokan pasar dan pada gilirannya menjamin keuntungan perusahaan.

4. Resiko

Kontrak dalam kemitraan dapat mengurangi resiko yang dihadapi oleh perusahaan jika mengadakan bahan baku yang diperoleh dari pasar bebas, seperti tidak tersedianya bahan baku atau kehabisan bahan baku di pasar bebas.

5. Sosial

Kemitraan dapat pula menghasilkan persaudaraan antar pelaku ekonomi yang berbeda status.

6. Ketahanan ekonomi dan nasional

(25)

kesenjangan ekonomi antar pelaku yang terlibat dalam kemitraan yang mampu meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional

Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian

No.944/kpts/OT.210/10/97 tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian, dinyatakan bahwa manfaat kemitraan terdiri dari : (1) Manfaat teknis, yaitu produktivitas dan mutu produk, (2) Manfaat ekonomi, yaitu pendapatan, dan (3) Manfaat sosial, yaitu pelestarian lingkungan.

Kemitraan dalam usaha pertanian dijalankan dengan berpedoman pada asas kemitraan yaitu saling memerlukan, mempercayai, memperkuat, dan menguntungkan. Saling memerlukan berarti perusahaan mitra memerlukan pasokan bahan baku dan kelompok petani mitra memerlukan penampung hasil usahanya. Saling menguntungkan berarti baik perusahaan mitra maupun kelompok mitra mendapatkan peningkatan pendapatan dan kesinambungan usaha. Saling memeperkuat dan mempercayai berarti baik perusahaan mitra maupun kelompok mitra sama-sama memperhatikan tanggung jawab moral dan etika bisnis.

Implementasi hubungan kemitraan dilaksanakan melalui pola-pola kemitraan yang sesuai dengan sifat/kondisi dan tujuan yang yang ingin dicapai. Beberapa pola kemitraan yang telah banyak dilaksanakan menurut Hafsah (1999) diantaranya adalah :

1. Pola Inti Plasma

Pola inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra dengan usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Perusahaan inti berkewajiban menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, manajeman, menampung, mengolah dan memasarkan hasil produksi namun perusahaan inti tetap memperoduksi kebutuhan perusahaan. Sedangkan kelompok mitra memenuhi kebutuhan perusahaan inti sesuai persyaratan yang telah ditetapkan.

2. Pola Sub Kontrak

Pola subkontrak merupakan pola hubungan kemitraan antara perusahaan mitra usaha dengan kelompok mitra usaha yang memproduksi kebutuhan perusahaan sebagai bagian dari komponen produksinya.

3. Pola Dagang Umum

Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan.

4. Pola Keagenan

Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atau besar sebagai mitranya.

5. Waralaba

Pola waralaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memberikan hak lisensi, merk dagang saluran distribusi perusahaannya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima waralaba yang disertai bimbingan manajemen.

(26)

hubungan kemitraan, yang didalamnya kelompok mitra menyediakan lahan, sarana dan tenaga, sedangkanperusahaan mitra menyediakan biaya atau modal dan/atau sarana untuk mengusahakan atau membudidayakan suatu komoditi pertanian.

Pelaksanaan kemitraan pada usahatani biasanya diawali dengan adanya kesepakatan sebelum proses produksi. Kesepakatan ini dituangkan dalam kontrak kerjasama yang memuat perjanjian waktu, harga, jumlah produksi, dan dibarengi dengan sangsi yang ditetapkan apabila salah satu pihak melanggar atau merugikan pihak lain (Hafsah 1999). Sedangkan berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian No.940/Kpts/OT.210/1997, kontrak kerjasama harus mencakup jangka waktu, hak dan kewajiban, pembagian penyelesaian resiko bila terjadi perselisihan, dan klausa lain yang memberikan kepastian hukum bagi kedua belah pihak.

Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemitraan

Ketertarikan untuk menjalin kemitraan pada setiap individu petani berbeda. Hal ini menunjukan bahwa terdapat keragaman pemahaman dan pola pikir dari petani. Pemahaman dan pola pikir petani dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial ekonomi sehingga dapat berimplikasi pada keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Adapun faktor-faktor tersebut diantaranya adalah :

1. Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Semakin tinggi pendidikan petani diduga pengambilan keputusan petani tersebut semakin rasional sehingga petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi cenderung akan menjalin kemitraan dengan harapan usahanya akan semakin berkembang.

2. Jumlah keluarga

Jumlah keluarga petani diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalin kemitraan. Semakin banyak jumlah anggota keluarga petani, maka semakin banyak pula pengeluaran keluarga petani. Sehingga petani membutuhkan pendapatan yang lebih tinggi. Dengan menjalin kemitraan, pendapatan petani diharapkan akan meningkat. Oleh karena itu, semakin banyak banyak jumlah anggota keluarga maka peluang petani akan bermitra semakin besar.

3. Usia petani

Usia petani diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan. Semakin tua usia petani maka petani tersebut diduga semakin membutuhkan jaminan hidupnya. Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan menjalin kemitraan karena adanya jaminan pasar serta bantuan faktor produksi. Sehingga semakin tua usia petani maka peluang petani untuk bermitra semakin besar.

4. Pengalaman berusahatani ubi jalar

(27)

Sehingga semakin lama pengalaman petani, maka peluang petani untuk menjalin kemitraan semakin kecil.

5. Luas lahan tanam ubi jalar

Luas lahan diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan. Semakin luas lahan maka jumlah produksi petani diduga akan semakin tinggi sehingga petani membutuhkan jaminan pasar untuk produknya. Jaminan pasar dapat diperoleh salah satunya yaitu dengan jalan kemitraan.

6. Pendapatan petaninon ubi jalar dan pendapatan luar usahatani

Pendapatan ushatani nonubi jalar dan pendapatan luar usahatani diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan petani untuk bermitra. Pendapatan petani yang tinggi diduga akan membuat petani kurang tertarik untuk menjalin kemitraan dengan perusahaan. Sedangkan pendapatan petani yang rendah mendorong petani untuk meningkatkan pendapatannya dengan jalan kemitraan.

Pendapatan Petani

Pendapatan petani dapat digunakan untuk mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan dan modal milik sendiri, atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Analisis pendapatan petani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Pendapatan petani dapat dinyatakan dalam pendapatan tunai dan pendapatan total. Pendapatan tunai merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya tunai usahatani. Sedangkan pendapatan total usahatani mengukur pendapatan kerja petani dari seluruh biaya usahatani yang dikeluarkan. Pendapatan bersih usahatani diperoleh dari selisih penerimaan usahatani dengan biaya total usahatani.

Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual, sedangkan menurut Soekartawi (1986), penerimaan usahatani didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Istilah lain dari penerimaan usahatani adalah pendapatan kotor usahatani, yang terbagi menjadi dua, yaitu penerimaan tunai usahatani dan penerimaan tidak tunai usahatani.

Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan pokok usahatani. Sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan nilai hasil produk usahatani yang tidak dijual, tetapi dikonsumsi sendiri, disimpan sebagai persediaan atau aset petani, dan lain sebagainya sehingga tidak memberikan hasil dalam bentuk uang. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani dan tidak mencakup yang berbentuk benda. Oleh karena itu, nilai produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani. Penerimaan total usahatani diperoleh dari hasil penjumlahan antara penerimaan tunai usahatani dengan penerimaan tidak tunai usahatani.

(28)

Menurt Soekartawi (1984), biaya usahatani dapat dikalsifikasikan menjadi dua jenis, diantaranya :

1. Biaya tetap

Biaya tetap merupakan biaya produksi yang besarnya tidak dipengaruhi oleh besar kecilnya produksi yang dihasilkan. Biaya tetap terdiri dari gaji tenaga kerja, sewa lahan, listrik, telepon dan penyusutan peralatan.

2. Biaya variabel

Biaya variabel merupakan biaya produksi yang besarnya dipengaruhi oleh besar kecilnya jumlah produksi.

Biaya usahatani juga dapat dikalsifikasikan menjadi biaya tunai (eksplisit) dan diperhitungkan (implisit). Biaya tunai adalah biaya yang diperoleh dari input keseluruhan, seperti halnya sewa lahan, bibit, dan pestisida. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah nilai satuan input yang diperoleh dari perusahaan atau bisnis keluarga yang berasal dari biaya tetap dan biaya variabel.

Biaya tetap atau fixed cost termasuk ke dalam biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan dari input yang berada dalam jangka pendek. Adapun yang termasuk dalam biaya tunai adalah pajak, upah pekerja kontrak dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan, seperti penerimaan yang diinvestasikan pemilik dalam perusahaan, penyusutan peralatan dan biaya untuk tenaga kerja dalam keluarga.

Biaya variabel atau variabel cost adalah biaya input yang dapat mempengaruhi output. Jika tidak ada variabel input yang digunakan maka biaya variabel dalah nol, artinya tidak ada output yang dihasilkan. Biaya variabel yang termasuk ke dalam biaya tunai dari input seperti penggunaan pupuk kimia, penanggulangan hama dan penyakit tanaman (pestisida), pengeringan, bahan bakar. Sedangkan yang termasuk ke dalam biaya diperhitungkan seperti sewa lahan.

Penampilan usahatani tidak cukup hanya dinilai dari nilai pendapatan. Menurut Soekartawi (1986), ukuran yang sangat berguna untuk menilai penampilan usahatani adalah penghasilan bersih usahatani atau net farm income. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga. penghasilan bersih daapt dihitung dengan mengurangkan pendapatan dengan bunga modal yang dibayarkan kepada modal pinjaman.

Petani ubi jalar di desa Gandasoli adalah petani komersial. Sehingga dalam menilai penampilan usahatani perlu dilakukan analisis imbalan kepada modal karena menurut Soekartawi (1986), dalam usahatani semi-komersial imbalan kepada modal merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani. Ukuran yang dapat digunakan diantaranya adalah imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital), imbalan terhadap modal peteni (return to farm equity capital), dan imbalan terhadap tenaga kerja keluarga (return to family labour). Ukuran imbalan terhadap seluruh modal dan imbalan terhadap modal petani dapat digunakan jika dalam pelaksanaanya petani menggunakan modal yang bersal dari sumber yaitu modal sendiri dan modal pinjaman. Kedua macam ukuran terhadap modal ini dapat digunakan untuk menilai investasi.

(29)

tenaga kerja keluarga dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani yang berlaku di daerah tersebut.

Imbangan Penerimaan dan Biaya

Pengukuran penampilan usahatani selain dengan nilai mutlak dapat dilakukan dengan mengukur efisiensinya. Salah satu cara mengukur efisiensi

usahatani adalah dengan melakukan analisis imbangan penerimaan atau Revenue

and Cost Ratio (R/C rasio). Analisis R/C ratio digunakan sebagai alat untuk mengukur perbandingan antara total penerimaan dengan total biaya dalam satu periode produksi usahatani. Analisis ini dapat digunakan sebagai ukuran efisiensi usahatani. Dalam analisis R/C rasio dapat diketahui seberapa jauh nilai rupiah yang dipakai dalam kegiatan usaha dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya dan nilai R/C rasio ini tidak memiliki satuan.

Secara teoritis, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C-nya. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) dapat diperhitungkan berdasarkan atas biaya tunai dan biaya total. R/C atas biaya tunai diperoleh dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. Sedangkan R/C atas biaya total diperoleh dengan cara membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu periode tertentu.Nilai R/C rasio dapat digunakan sebagai tolak ukur efisiensi dari suatu aktifitas kegiatan usaha sebagai berikut :

1. R/C rasio > 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari biaya yang dikorbankan.

2. R/C rasio < 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan yang lebih kecil dari biaya yang dikorbankan.

3. R/C rasio = 1, menunjukan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan

dalam suatu usaha akan menghasilkan penerimaan sama dengan biaya yang dikorbankan. Maka dapat dikatakan bahwa kegiatan usahatani berada pada titik impas, yaitu tidak menghasilkan keuntungan dan tidak mengalami kerugian

Kerangka Pemikiran Operasional

Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil ubi jalar terbesar di Indonesia. Adapun sentra produksi ubi jalar terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten Kuningan (Tabel 4). Atas dasar pertimbangan tersebut, ubi jalar sebagai komoditas unggulan Kabupaten Kuningan dijadikan prioritas utama dalam program pengembangan agropolitan di Kabupaten Kuningan.

(30)

Galih Estetika. Perusahaan tersebut melakukan kerjasama dalam bentuk kemitraan dengan petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan. Dengan adanya kemitraan antara petani ubi jalar dan perusahaan pengolah yang relatifmemiliki modal yang kuat dan pengetahuan teknologi yang lebih tinggi diharapkan petani mitra akan memperoleh keuntungan, salah satunya yaitu kemudahan pasokan input karena petani mitra akan mendapatkan pinjaman benih serta bimbingan teknologi. Manfaat lain yang dapat diperoleh dengan adanya kemitraan adalah adanya jaminan pasar, kualitas produk yang lebih baik, dan produktivitas tinggi yang akan berimplikasi pada peningkatan pendapatan petani mitra.

Manfaat yang ditawarkan dengan adanya kemitraan seharusnya dapat menjadi daya tarik bagi petani untuk menjadi mitra PT Galih Estetika, bahkan jika kemitraan telah dilaksanakan dengan baik petani yang telah bermitra akan bertahan lama sebagai mitra PT Galih Estetika. Berdasarkan hal tersebut maka permasalahan yang akan dikaji diantaranya adalah apakah pelaksanaan kemitraan telah sesuai dengan standar, bagaimana pandangan petani terhadap manfaat kemitraan, apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan, dan bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani ubi jalar.

Responden yang digunakan pada penelitian ini dibedakan menjadi petani mitra dan petani non mitra. Petani non mitra akan dijadikan pembanding petani

(31)

Gambar 1 Kerangka pemikiran oprasional Apakah

pelaksanaan kemitraan sudah sesuai dengan standar ?

Bagaimana pengaruh kemitraan terhadap pendapatan petani? Apa saja

faktor-faktor yang mempenga -ruhi kemitraan? Bagaimana

pandangan petani terhadap manfaat kemitraan ?

Manfaat kemitraan seharusnya dapat membuat petani ubi jalar bertahan sebagai mitra

Analisis

Deskriptif Likert Skala Regresi Logistik - Analisis Pendapatan

- R/C ratio

(32)

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di salah satu desa yang merupakan salah satu sentra ubi jalar di Kabupaten Kuningan, yaitu di Desa Gandasoli, Kecamatan Kramatmulya, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pemilihan tempat penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) atas pertimbangan karena Kabupaten Kuningan adalah salah satu sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat. Selain itu, pemilihan Desa Gandasoli sebagai lokasi penelitian disebabkan karena Desa Gandasoli merupakan salah satu sentra ubi jalar terbesar di Jawa Barat (DP3K Kab. Kuningan, 2014). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2014.

Metode Pengambilan Sampel

Penelitian dilaksanakan di Desa Gandasoli, Kabupaten Kuningan, jawa Barat. Jumlah sampel petani responden adalah 64 orang yang terdiri dari 32 orang petani mitra dan 32 orang petani non-mitra. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode pengambilan secara tidak acak dengan tekhnik

purposive sampling. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan kriteria yang telah dipertimbangkan oleh peneliti secara subjektif dan berdasarkan rekomendasi dari pihak terkait, dalam hal ini bagian divisi penanaman dari PT Galih Estetika. Kriteria sampel yang dijadikan responden untuk petani mitra dan non-mitra adalah petani yang mengusahakan ubi jalar dengan masa panen pada bulan Agustus 2013-Agustus 2014 dan bersedia untuk diwawancarai.

Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data input dan output usahatani ubi jalar, harga input, harga output, dan data lain yang berhubungan dengan tujuan penelitian (Tabel 6). Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dan hasil wawancara dengan petani ubi jalar.

(33)

Selainitu data sekunder juga diperoleh dari literatur atau buku serta media elektronik yaitu internet.

Tabel 6 Jenis data dan sumber data penelitian

Jenis Data Sumber PIC Ket.

Data primer diperoleh dengan cara diskusi dan wawancara langsung dengan petani responden dan pihak-pihak lain yang terkait dan mengerti mengenai budidaya ubi jalar. Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan acuan kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder diperoleh melalui pencarian data dari internet dan pencarian pustaka yang terkait dengan penelitian di perpustakaan.

Metode Pengolahan dan Analisis Data

(34)

Analisis kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk mengambarkan keadaan umum petani ubi jalar dan pola kemitraan antara petani mitra dan perusahaan mitra di Desa Gandasoli, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Data kuantitatif dianalisis dengan statistik desktiptif. Statistik deskriptif sendiri adalah metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna (Walpole 1995). Statistik deskriptif yang digunakan diantaranya rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, dan standar deviasi. Selain itu, data kuantitatif juga akan dianalisis dengan menngunakan skala likert,regresi logistik, analisis pendapatan, dananalaisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio). Data kuantitatif diolah dengan menggunakan alat hitung atau kalkulator dan dengan bantuan komputer yaitu menggunakan softwareSPSS dan microsoft excel 2007.

Skala Likert

Skala Likert dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur persepsi petani terhadap manfaat yang dapat dirasakan dengan adanya jalinan kemitraan. Hal ini juga yang menjadi alasan petani untuk menjalin kemitraan.Dalam penelitian, terdapat beberapa pertanyaan atau pernyataan yang perlu dijawab oleh responden. Setiap jawaban dihubungkan dengan bentuk pernyataan atau dukungan sikap yang diungkapkan dengan kata-kata berikut (Riduwan & Sunarto 2009):

Pernyataan Positif : Pernyataan Negatif :

Sangat setuju 5 Sangat setuju 5

Setuju 4 Setuju 4

Netral 3 Netral 3

Tidak Setuju 2 Tidak Setuju 2

Sangat Tidak Setuju 1 Sangat Tidak Setuju 1

(35)

memiliki pengalaman membudidayakan ubi jalar cukup lama, mungkin hal tersebut tidak akan berpengaruh namun bagi petani yang memiliki pengalaman budidaya ubi jalar sebentar hal tersebut berpengaruh. Berdasarkan hal tersebut, maka jawaban petani bisa saja berbeda antara sangat setuju, setuju, netral, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.

Semua jawaban petani dari setiap pernyataan kemudian akan dijumlahkan dan dibuat persentase. Kemudian dirata-ratakan sesuai dengan aspek pernyataan tersebut. Semakin besar persentase suatu pernyataan maka persepsi atau sikap petani terhadap pernyataan tersebut semakin positif. Dengan kata lain, petani semakin puas terhadap manfaat kemitraan yang dirasakan.

Regresi Logistik

Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani ubi jalar untuk bermitra dengan perusahaan pengolah akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi logistik atau logit. Alpha yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 persen. Karena menurut pendapat Nazir (2011), jika penelitian sosial ekonomi lebih sulit dari penelitian natura karena sulit melakukan pengontrolan, tidak mungkin melakukan percobaan dan sumber informasi diperoleh dari daya ingat responden sehingga sulit untuk menetapkan tingkap kepercayaan data yang tinggi.

Regresi logistik merupakan bagian dari analisis regresi. Analisis ini mengkaji hubungan pengaruh peubah penjelas terhadap peubah respon (Firdaus 2013) atau dapat dikatakan juga regresi logistik menggambarkan hubungan antara variabel tak bebas (dependent) dengan sejumlah variabel bebas (independent) yang mempengaruhinya. Variabel tak bebas pada model logit berupa kategori biner, yaitu memiliki nilai “1” dan “0” atau “ya” dan “tidak”. Kelebihan model regresi logistik adalah lebih fleksibel dibanding teknik regresi biasa yaitu regresi logistik tidak memerlukan asumsi normalitas, heteroskedastisitas dan aoutokorelasi dikarenakan variabel yang terikat pada regresi logistik merupakan variabel dummy (1 dan 0) sehingga residualnya tidak memerlukan ketiga pengujian tersebut.

Responden pada penelitian ini dibedakan menjadi dua kategori yaitu petani mitra dan non- mitra. Keputusan untuk menjadi petani mitra dan non mitra dianggap sebagai variabel tak bebas dan ditransformasikan dalam dalam dua variabel nominal yaitu “1” untuk petani yang bermitra dan “0” untuk petani yang tidak bermitra. Sedangkanfaktor-faktor yang diduga mempengaruhi petani ubi jalar untuk bermitra atau tidak adalah variabel bebas. Keputusan petani untuk bermitra diduga dipengaruhi oleh pengalaman berusahatani, tingkat pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan luar usahatani ubi jalar,pendapatan petaninon-ubi jalar,luas lahan, usia petani, dan produktivitas.Berdasarkan hal tersebut, model persamaan regresi logistik untuk analisi faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan dapat dijabarkan sebagai berikut :

(36)

Dimana :

Pi = Peluang petani untuk bermitra

(Pi = 0 jika tidak bermitra, Pi = 1 jika bermitra)

X0 = Konstanta

X1 = Tingkat pendidikan

X2 = Jumlah keluarga (jiwa)

X3 = Usia petani (tahun)

X4 = Pengalaman usahataniubi jalar (tahun)

X5 =Luas lahan tanam ubi jalar (Ha)

X6 = Pendapatan petaninonubi jalar (Rp)

X7 = Pendapatan luar usahatani (Rp)

Faktor-faktor tersebut sebagian besar diduga memiliki koefisien positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan atau pendorong petani dalam menjalankan kemitraan. Namun ada juga faktor-faktor yang diduga berpengaruh negarif atau pendorong petani untuk tidak bermitra.

Faktor-faktor yang diduga berpengaruh positif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan dalam penelitian ini diantaranya adalah tingkat pendidikan petani, jumlah keluarga petani, luas lahan yang digarap petani, dan usia petani. Sedangkan faktor-faktor yang diduga berpengaruh negarif terhadap keputusan petani dalam menjalankan kemitraan dalam penelitian ini adalah pengalaman berusahatani, pendapatan luar usahatani nonubi jalar dan pendapatan luar usahatani.

Sebelum dilakukan pengujian secara parsial, terlebih dulu harus dilakukan pengujian terhadap parameter model.Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa kebaikan model. Uji statistik yang digunakan adalah dengan menggunakan metode maximum likehood estimatoratau uji G. Uji G adalah suatu metode yang secara iteratif akan memilih koefisien model yang memaksimumkan fungsi kemungkinan, statistik uji yang digunakan yaitu :

G = − 2 lnlikelihoodlik elihood Model H Model H

Hipotesis yang digunakan dalam melakukan pengujian model dengan menggunakan uji G adalah sebagai berikut :

H0 : β1=…….. βn = 0

H1 : minimal ada satu nilai βitidak sama dengan nol

Statistik uji G akan mengikuti sebaran X2 dengan derajat bebas α. Hipotesis H0ditolak jika G> X2 atau p-value <α yang artinya model signifikan pada taraf nyata α.Sebaliknya jika G< X2 atau p-value >α maka terima H

0.

Uji nyata parsial bagi masing-masing koefisien variabel dilakukan dengan menggunakan uji Wald. Uji ini dilakukan untuk mengetahui faktor mana yang berpengaruh nyata terhadap pilihannya. Statistik uji Wald dapat dinyatakan sebagai berikut :

(37)

Hipotesis yang digunakan dalam melakukan pengujian model dengan menggunakan uji Wald adalah sebagai berikut :

Ho: βi = 0 (variabel bebas ke i tidak mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas)

Hi: βi≠ 0 (variabel bebas ke i mempunyai pengaruh secara signifikan terhadap variabel tak bebas)

Uji Wald mengikuti sebaran normal baku dengan kaidah keputusan menolak H0 jika W> Zα/2 atau p-value <α, yang berartivariabel bebas Xi(faktor-faktor yang mempengaruhi kemitraan) secara parsial mempengaruhi variabel tidak bebas Y (keputusan untuk bermitra atau tidak).

Hasil regresi logistik dapat diinterpretasikan dengan melihat nilai rasio odd.

Rasio oddmerupakn rasio peluang terjadinya pilihan 1 terhadap terjadinya pilihan 0. Peubah penjelas jika mempunyai tanda positif maka nilai rasio oddnya akan lebih besar dari satu. Sebaliknya, jika tanda koefisiennya negatif, maka nilai rasio

oddsnya akan lebih kecil dari satu. Koefisien model regresi logistik dapat ditulis sebagai βi=g(X+1)-g(X). Koefisien model logit βi mencerminkan perubahan dalam fungsi logit g(X) untuk perubahan satu unit peubah bebas yang disebut log

odds.Log odds merupakan beda antara dua penduga logit yang dihitung pada dua nilai(misal X=a dan X=b), dinotasikan sebagai:ln[ψ (a,b)] = g(X= a) − g(X= b) =β

a –b.Sedangkan penduga rasio oddsnya adalah:ψ(a,b)= exp[βi(a −b)], sehingga jika a-b=1 maka expψ = (βi).

Interpretasi dari nilai rasio odds ini adalah kecenderungan Y=1 pada kondisi X=1 sebesar ψ kali dibandingkan dengan X=0. Rasio odds untuk peubah kontinu dapat diinterpretasikan sebagai kecenderungan peluang individu untuk kategori Y=1 dengan peningkatan X sebesar satu unit sebesar ψ kali sebelum terjadi peningkatan. Sebagai contoh, Y menunjukan keputusan petani dalam bermitra yang ditransformasikan ke dalam variabel dikotomi yaitu 1=mitra dan 0=non -mitra. Sedangkan X menunjukan umur masing-masing petani mitra dengan nilai perubahan adalah 1 tahun. Variabel umur petani misalnya memiliki nilai rasio oddsebesar 2. Maka dapat diinterpretasikan bahwa setiap peningkatan 1 tahun pada umur petani, maka peluang petani untuk bermitra meningkat menjadi 2 kali dari semula.

Perhitungan Produktivitas

Perhitungan produktivitas dapat dilakukan dengan menggunakan dua jenis tolak ukur yaitu produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). Produk marginal adalah tambahan satuan input yang akan memberikan tambahan atau pengurangan satuan output. Produk rata-rata adalah perbandingan antara produk total dengan jumlah input. Secara matematis produk marginal dan produk rata-rata dapat dirumuskan sebagai berikut :

PM =

(38)

Produktivitas pada penelitian ini akan dilakukan dengan meggunakan tolak ukur produk rata-rata. Produktivitas rata-rata ubi jalar merupakan hasil perbandingan antara total produksi ubi jalar dengan total luas lahan yang digunakan. Hasil analisis produktivitas ubi jalar dilakukan terhadap petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan yang bermitra dan tidak bermitra. Hal ini bertujuan untuk membandingkan adanya kemitraan dapat meningkatkan produktivitas ubi jalar atau tidak. Jalinan kemitraan petani dengan perusahaan diduga akan mampu meningkatkan produktivitas sehingga pendapatan petani pun diduga akan meningkat.

Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan petani ubi jalar di Kabupaten Kuningan pada penelitian ini akan dilakukan terhadap petani mitra dan perani non mitra. Analisis ini dilakukan untuk membandingkan apakah petani mitra memperoleh pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani non mitra, atau sebaliknya yaitu petani mitra memperoleh pendapatan lebih rendah dibandingkan dengan petani non mitra.

Besarnya pendapatan dipengaruhi oleh komponen biaya dan besarnya penerimaan yang diperoleh petani. Biaya adalah semua nilai input produksi yang digunakan dalam kegiatan usahatani untuk menghasilkan output pada periode waktu tertentu. Biaya usahatani yang digunakan dibedakan menjadi dua, yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah semua biaya yang dibayarkan dengan uang. Biaya tunai yang dikeluarkan dalam budidaya ubi jalar oleh petani mitra dan non-mitra di desa Gandasoli secara umum meliputi biaya pembelian sarana produksi yang terdiri dari pupuk, obat-obatan, sewa lahan, irigasi, pajak, dan upah tenaga kerja luar keluarga. Biaya untuk pembelian bibit hanya dikeluarakan oleh petani mitra. Biaya yang diperhitungkan digunakan untuk menghitung pendapatan petani yang sebenarnya jika nilai tenaga kerja dalam keluarga diperhitungkan.

Biaya yang dikeluarkan oleh setiap petani umunya berbeda tergantung pada jumlah input yang digunakan. Namun harga dari setiap input tersebut relative sama. Pupuk yang digunakan oleh petani ubi jalar diantaranya SP-36 dengan harga Rp 2 500/Kg, urea dengan harga Rp 2 200/Kg, KCL dengan harga Rp 3 000, ZA dengan harga Rp 2 000/Kg, dan ponska dengan harga Rp 2 500/Kg. Obat-obatan yang digunakan diantaranya adalah pestisida, herbisida, dan fungisida. Harga dari ketiga jenis obat tersebut berbeda tergantung pada merk yang digunakan, namun berkisar antara Rp 17 500/Liter – Rp 160 000/Liter. Sewa lahan yang berlaku di Desa Gandasoli umumnya adalah Rp 1 000 000/0.14 hektar. Sedangkan untuk biaya pajak dan irigasi besarnya tergantung pada lokasi lahan. Biaya pembelian bibit hanya dikeluarkan oleh petani mitra dengan harga Rp 1 000/Kg untuk semua varietas ubi jalar.

(39)

sedangkan penerimaan tidak tunai diperoleh dari hasil produksi yang dikonsumsi sendiri atau diberikan kepada para pekerja yang berasal dari luar keluarga. Petani mitra terikat kontrak yang berupa kontrak hasil dengan perusahaan mitra atau PT Galih Estetika. Kontrak hasil mewajibkan petani menyerahkan semua hasil produksinya namun dengan catatan harus sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan oleh PT Galih Estetika. Produk yang tidak sesuai dengan hasil biasanya tidak akan diterima dan dikonsumsi sendiri. Hasil produksi inilah yang termasuk ke dalam pendapatan tidak tunai. Selanjutnya untuk petani non-mitra semua pendapatan termasuk kedalam pendapatan tunai. Hal ini disebabkan

karena petani non-mitra umumnya menjual semua hasil produksi kepada

tengkulak dengan sistem borongan. Sehingga semua hasil produksi akan dibeli semua oleh tengkulak.

Perhitungan penerimaan dibedakan berdasarkan jenis varietas yang dibudidayakan oleh petani ubi jalar. Karena pada pelaksanaannya, ubi jalar yang dibudidayakan oleh petani mitra dan non-mitra berbeda. Harga dari setiap varietas tersebut juga berbeda. Petani mitra pada umumnya mebudidayakan ubi

jalar varietas Ace, Bogor, dan Jepang. Sedangkan petani non-mitra

membudidayakan varietas Manohara dan Ace. Harga ubi jalar varietas Ace dan Manohara saat penelitian dilakukan sama yaitu Rp 2 100/ Kg. Sedangkan harga ubi jalar varietas Bogor adalah Rp 2 500/Kg dan harga ubi jalar varietas Jepang adalah Rp 2 200/Kg.

Selanjutnya adalah pendapatan petani. Pendapatan petani diperoleh dari selisih antara seluruh penerimaan usahatani dan pengeluaran usahatani (biaya) dalam satu musim tanam. Pendapatan dalam penelitian ini akan dihitung dengan mengurangkan total penerimaan dengan biaya.

Pendapatan = Penerimaan - Biaya Total

= ( P x Y ) - (BT+BD)

Keterangan : P = Harga output (Rp/Kg)

Y = Jumlah output (Kg)

BT = Biaya tunai (Rp)

BD = Biaya diperhitungkan (Rp)

Pendapatan usahatani merupakan langkah antara untuk menghitung keuntungan lainnya yang mampu memberikan penjelasan lebih banyak (Soekartawi 1986). Penjelasan lain yang dimaskud diantaranya adalah penghasilan bersih usahatani atau net farm income. Penghasilan bersih usahatani dapat diperoleh dari hasil pengurangan antara pendapatan dengan biaya bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Apabila penghasilan bersih ditambahkan dengan pendapatan rumah tangga yang berasal dari luar usahatani maka akan diperoleh penghasilan keluarga atau family earning.

Penampilan usahatani petani mitra dan non-mitra selanjutnya dinilai dari ukuran imbalan terhadap seluruh modal (return to total capital), imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital), dan imbalan kepada seluruh tenaga kerjan keluarga (return to family labour).

Gambar

Tabel 2 Perkembangan luas panen, produktivitas, produksi tanaman ubi jalar
Tabel 3 Perkembangan luas panen, produktivitas, dan jumlah produksi ubi jalar di Jawa Barat tahun 2009-2013
Gambar 1 Kerangka pemikiran oprasional
Tabel 6 Jenis data dan sumber data penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

banyaknya pohon, pendapatan petani, jumlah keluarga, kualitas produk, prospek pasar, teknologi dan menambah pendapatan mempengaruhi keputusan petani memilih tanaman rambutan sebagai

Hasil uji analisis faktor yang mempengaruhi minat petani terhadap program pengembangan jagung hibrida putih di Kabupaten Grobogan adalah pengalaman berusahatani, umur dan

Sedangkan faktor Umur, Tingkat Pendidikan Petani , Pengalaman Berusahatani, Jumlah Tanggungan, Luas Lahan, dan Tingkat Kosmopolitan tidak mempengaruhi keptusan

faktor jumlah ternak, pengalaman berternak, biaya pakan, biaya obat dan pengguaan kredit berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani ternak, sedangkan jumlah anggota keluarga,

Beberapa karakteristik yang diduga berhubungan dengan pengetahuan petani dalam usahatani mete adalah: umur, pendidikan formal, pengalaman berusahatani,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: {1) hubungan antara faktor sosial umur petani, pendidikan petani, pengalaman berusahatani dan jumlah tanggungan keluarga) dengan

Sedangkan faktor lain seperti: umur, Tingkat pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, pendapatan usahatani, pengalaman berusahatani,

Terdapat hubungan yang nyata antara pengetahuan petani, pengalaman berusahatani, kegiatan penyuluhan, akses informasi, modal dan pendapatan terhadap keputusan