PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT
SECARA TITRIMETRI
TUGAS AKHIR
OLEH:
HIJJATUL AHYAR
NIM 102410059
PROGRAM STUDI DIPLOMA III
ANALIS FARMASI DAN MAKANAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
LEMBAR PENGESAHAN
PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT
SECARA TITRIMETRI
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan
Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara
Oleh:
HIJJATUL AHYAR
NIM 102410059
Medan, April 2013 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,
Prof. Dr. Julia Reveny. M. Si., Apt. NIP 195807101986012001
Disahkan Oleh: Dekan,
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri”, yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III
Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat
bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara.
2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan
mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.
3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi
Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.
4. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan.
5. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku koordinator pembimbing
praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.
6. Bapak dan Ibu seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di
7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff program studi Diploma III Analis
Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga
kepada Ayahanda Abdul Halim Hasibuan dan Ibunda Ukhyar tercinta yang telah
memberikan do’a, semangat dan motivasi sehingga penulisan tugas akhir ini dapat
terselesaikan.
Kepada kakak ku Rahmah, adik-adik ku Waddah, Doli, Afifah yang
penulis sayangi, penulis mengucapkan terima kasih atas do’a, semangat, dan
motivasi yang telah diberikan, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.
Terima kasih kepada teman dekat dan sahabat penulis Tika, Nadya, Ely,
Kiki, Dinda, Muja, Putri, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis.
Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2010
yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Penulis berharap tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, penulis
menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata
semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Medan, April 2013 Penulis
PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI ABSTRAK
Sabun mandi sediaan padat merupakan senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat yang digunakan apakah memenuhi persyaratan kadar asam lemak bebas yang diizinkan oleh pemerintah.
Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan menurut metode titrimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Kosmetika dan Alat Kesehatan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.
Dari hasil pengujian asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri, diperoleh kadar asam lemak bebas sebesar 0,6260% pada sampel kode 03/D1; 1,5255% pada sampel kode 76/D1; dan 1,2316%, pada sampel kode 77/D1.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sabun mandi sediaan padat yang diperiksa mengandung kadar asam lemak bebas yang memenuhi persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia 06 – 3532 – 1994 yaitu maksimal 2,5 %.
CONTENT DETERMINATION OF FATTY ACID-FREE BATH SOAP STOCKS ON THE SOLID TITRIMETRIC
ABSTRACT
Bath soap is a solid dosage form of sodium compounds with fatty acid that is used as a cleaning material body, solid, frothy, with or addition of another and does not cause irritation to the skin. Purpose of this test is to determine the levels of free fatty acids in the soap solid dosage used if it meets the requirements of the free fatty acid levels allowed by the government.
Determination of free fatty acid levels was performed according to titrimetric method and apparatus in accordance with the procedures used in the laboratory Cosmetics and Medical Devices in the Center for Drug and Food Medan.
From the test results of free fatty acids in the soap solid dosage titrimetri, free fatty acid levels obtained by 0.6260% in the sample code 03/D1; 1.5255% on 76/D1 code samples, and 1.2316%, the sample 77/D1 code.
The test results showed that the solid dosage soap examined free fatty acid content that meets the requirements according to Indonesian National Standard 06 - 3532-1994 is a maximum of 2.5%.
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul ... i
Lembar Pengesahan ... ii
Kata Pengantar ... iii
Abstrak ... v
Daftar Isi ... vi
Daftar Tabel ... viii
Daftar Lampiran ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... 2
1.3 Manfaat ... 2
BAB II Tinjauan Pustaka ... 3
2.1 Sabun ... 3
2.1.1 Fungsi Sabun ... 3
2.1.2 Komposisi Sabun ... 3
2.1.3 Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun ... 6
2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit ... 9
2.2 Sabun Mandi Padat ... 11
2.2.1 Syarat Mutu Sabun Mandi ... 12
2.3.1 Pembagian Lemak ... 15
2.3.2 Sifat Lemak ... 15
2.3.3 Sumber Lemak ... 17
2.4 Asam Lemak Bebas ... 17
2.5 Titrimetri ... 20
2.5.1 Penggolongan Titrimetri ... 20
2.5.2 Alkalimetri ... 22
BAB III METODE PERCOBAAN ... 24
3.1 Tempat Pengujian ... 24
3.2 Alat ... 24
3.3 Bahan ... 24
3.4 Prosedur ... 24
3.4.1. Pembuatan Pereaksi ... 25
3.4.2. Cara Pengujian Sampel ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27
4.1 Hasil ... 27
4.2 Pembahasan ... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
5.1 Kesimpulan ... 28
5.2 Saran ... 28
DAFTAR PUSTAKA ... 29
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi ... 13
Tabel 2. Data Hasil Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada
Sabun Mandi Sediaan Padat ... 27
Tabel 3. Data Pembakuan HCl 0,1 N ... 31
Tabel 4. Data Penimbangan Kadar Asam Lemak Bebas pada
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Data Penimbangan dan Pembakuan HCl 0,1 N dan
KOH 0,1 N ... 31
Lampiran 2 Sampel Sabun Mandi Sediaan Padat ... 33
Lampiran 3 Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Asam Lemak
PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS
PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI ABSTRAK
Sabun mandi sediaan padat merupakan senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat yang digunakan apakah memenuhi persyaratan kadar asam lemak bebas yang diizinkan oleh pemerintah.
Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan menurut metode titrimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Kosmetika dan Alat Kesehatan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.
Dari hasil pengujian asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri, diperoleh kadar asam lemak bebas sebesar 0,6260% pada sampel kode 03/D1; 1,5255% pada sampel kode 76/D1; dan 1,2316%, pada sampel kode 77/D1.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa sabun mandi sediaan padat yang diperiksa mengandung kadar asam lemak bebas yang memenuhi persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia 06 – 3532 – 1994 yaitu maksimal 2,5 %.
CONTENT DETERMINATION OF FATTY ACID-FREE BATH SOAP STOCKS ON THE SOLID TITRIMETRIC
ABSTRACT
Bath soap is a solid dosage form of sodium compounds with fatty acid that is used as a cleaning material body, solid, frothy, with or addition of another and does not cause irritation to the skin. Purpose of this test is to determine the levels of free fatty acids in the soap solid dosage used if it meets the requirements of the free fatty acid levels allowed by the government.
Determination of free fatty acid levels was performed according to titrimetric method and apparatus in accordance with the procedures used in the laboratory Cosmetics and Medical Devices in the Center for Drug and Food Medan.
From the test results of free fatty acids in the soap solid dosage titrimetri, free fatty acid levels obtained by 0.6260% in the sample code 03/D1; 1.5255% on 76/D1 code samples, and 1.2316%, the sample 77/D1 code.
The test results showed that the solid dosage soap examined free fatty acid content that meets the requirements according to Indonesian National Standard 06 - 3532-1994 is a maximum of 2.5%.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sabun sudah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam
kehidupan. Sabun pada umumnya dikenal dalam bentuk batangan. Jika kita
mandi tanpa sabun, maka kita akan merasakan sesuatu yang kurang. Sabun sangat
berperan dalam mengangkat benda asing di kulit kita. Sabun merupakan salah
satu produk kecantikan yang dapat digunakan sebagai pembersih. Penggunaan
sabun umumnya terkait dengan mengangkat kotoran yang menempel pada kulit,
baik berupa kotoran keringat, lemak atau pun debu, serta mengangkat sel-sel kulit
mati dan sisa-sisa kosmetik (Andreas, 2009).
Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak
dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan
berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat wangi dan
bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (Dalimunte, 2009).
Berdasarkan SNI 06 – 3532 – 1994 telah ditetapkan bahwa kadar asam
lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat adalah maksimal 2,5%. Jika lebih
dari 2,5% maka dinyatakan tidak memenuhi syarat. Tugas akhir ini berjudul
Analisis penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat
dilakukan dengan metode titrimetri. Titrimetri atau analisis volumetri adalah
pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan
pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang
ditentukan (Rivai, 1995).
1.2Tujuan
Untuk mengetahui apakah kadar asam lemak bebas pada sabun mandi
sediaan padat memenuhi persyaratan kadar asam lemak bebas yang diizinkan oleh
pemerintah Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).
1.3Manfaat
Memberikan informasi kepada pihak terkait dan masyarakat mengenai kadar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sabun
Sabun adalah garam alkali (Li, Na, atau K) dari asam lemak berantai
panjang. Karena kebanyakan kotoran yang menempel pada permukaan berbentuk
lapisan minyak tipis, sulit membuangnya kecuali bila lapisan minyak tersebut
diemulsikan dulu dengan air (Wilbrahami, 1992).
Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai
terhidolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini dinamakan
sabun (Ketaren, 1996).
2.1.1 Fungsi Sabun
Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih.
Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu
membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu
zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi
pada butiran kotoran (Keenan, 1980).
2.1.2 Komposisi Sabun
Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun biasanya mengandung:
a. Surfaktan
Surfaktan (surface acting agent) merupakan senyawa organik yang dalam
Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat
mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut
Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang
dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun
(asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan
sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang cepat
berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat berbusa tetapi
lengket dan stabil (Elefani, 2008; Wasitaatmadja (1997).
b. Pelumas
Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja
meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal:
asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter,
dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak
isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat).
Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi
sebagai peramas (plasticizers).
c. Antioksidan dan Sequestering Agents
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik,
dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan
butilhydroxy toluene (0,02% - 0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk
d. Deodorant
Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau
mengurangi bau menyengat pada badan Deodorant dalam sabun mulai
dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping,
penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah triklorokarbon,
heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal (Nurdieni, 2013;
Wasitaatmadja (1997).
e. Warna
Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem.
Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada,
pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali
(0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk
menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan
transparan.
f. Parfum
Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi.
Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik
memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat
pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk
membedakan produk masing-masing.
g. Pengontrol pH
Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat
h. Bahan Tambahan Khusus
Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen,
maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Menurut
Wasitaatmadja (1997), dikenal berbagai macam sabun khusus misalnya:
1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.
2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.
3. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptik,
misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.
4. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.
5. Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan sabun bayi dengan konsentrasi
dan tujuan yang berbeda.
2.1.3 Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun
Menurut Rohman (2009), beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa
dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya:
1. Tallow
Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri
pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari
warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free
Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas
baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan
kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah
berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow
dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.
2. Lard
Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak
tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-40%).
Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih
dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard
berwarna putih dan mudah berbusa.
3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)
Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.
Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak
kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna
karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun
harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa
sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan
sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur
dengan bahan lainnya.
4. Coconut Oil (minyak kelapa)
Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam
industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh
melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki
kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga
memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.
5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)
Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit
memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga
dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki
kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih
rendah daripada minyak kelapa.
6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)
Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi
asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan
asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.
7. Marine Oil
Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil
memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus
dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.
8. Castor Oil (minyak jarak)
Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat
sabun transparan.
9. Olive oil (minyak zaitun)
Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan
kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak
10.Campuran minyak dan lemak
Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari
campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur
dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa
memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat
sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari
tallow akan memperkeras struktur sabun.
2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit
Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa
kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan
penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit seperti berikut ini:
a. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit
Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk
kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang
mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam
pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih
cepat. Marchionini dan Schade (1928) yang meneliti hal tersebut menyatakan
bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan
pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Besarnya
kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur,
konsentrasi, waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit
dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah benda asing
maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap
berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat
menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air.
Pembengkakan kulit akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air
sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan
pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar, dan tidak elastis.
Penambahan sabun dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi
efek ini (Wasitaatmadja, 1997).
b. Daya Antimikrobial
Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya
antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini
terjadi akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin,
daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).
c. Daya Antiperspirasi
Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan
dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat
antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).
d. Lain-lain
Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik,
atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan yang lama
dan berulang akan menyebabkan iritasi. Pembuktian efek iritasi sering
kontroversial. Uji tempel konvensional dengan larutan sabun tidak adekuat sebab
Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara
kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif
(Wasitaatmadja, 1997).
2.2 Sabun Mandi Padat
Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi
asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuatan kondisi basa yang biasa
digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH). Jika
basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi tersebut berupa sabun
keras (padat), sedangkan basa yang digunakan berupa KOH maka produk reaksi
berupa sabun cair (Dalimunthe, 2009).
Sabun mandi adalah senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan
sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau
penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit (SNI, 1994).
Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan
minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai
dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12
yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan
gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap
minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan
tersebut menyebabkan sabun mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan
kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan
sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak
Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang besar
dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu terhidrolisis
sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan (latin, sapo adalah
sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno untuk
mengubah lemak dan minyak menjadi sabun. Kebanyakan sabun alamiah
sekarang terbuat terutama dari empat lemak sapi, minyak palma, minyak kelapa
dan minyak zaitun. Sabun itu diendapkan dengan penambahan garam. Kemudian
diambil dengan disaring, dicuci, dan dicampur dengan zat warna parfum dan
komponen istimewa lain. Setelah mengeras, dipotong-potong dan dicetak menjadi
sabun yang lazim dijual (Keenan, 1980).
Garam asam lemak biasanya disebut sabun. Daya pembersih sabun
bertumpu pada sifat amfipatik molekul sabun. Molekul-molekul sabun
menghancurkan material berlemak yang menahan kotoran pada permukaan
dengan megikatkan diri pada molekul-molekul lemak. Bagian-bagian polar dari
molekul-molekul sabun yang bergabung menyebabkan kotoran dan
partikel-partikel lemak menjadi mantap dalam larutan berair sehingga dapat dicuci lepas di
dalam air (Page, 1989).
2.1.1 Syarat Mutu Sabun Mandi
Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI)
Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi
(Acuan SNI 06-3235-1994 )
2.3 Lemak
Lemak adalah senyawa kimia yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam
pelarut organik. Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri atas satu
molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak. Digliserida
terdiri dari gliserol yang mengikat dua molekul asam lemak sedangkan
monogliserida hanya memiliki satu asam lemak (Gaman dan Serington, 1994).
Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari
komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati
berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam
oleat, linoleat atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewan
asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempuyai titik cair
lebih tinggi (Ketaren, 1996).
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa
ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang
digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan
lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair
pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak
tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida
yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam
lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan
panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit,
sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan
sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat,
dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi
pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh
memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak
jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga
akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi (Rohman, 2009).
Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung
sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu 1) lipid kompleks (lesithin,
cephalin, fosfatida, dan glikolipid), 2) sterol, berada dalam keadaan bebas atau
terikat dengan asam lemak, 3) asam lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang larut
2.3.1 Pembagian Lemak
Menurut Budianto (2009), ada atau tidaknya ikatan rangkap yang dikandung
asam lemak, maka asam lemak dapat dibagi menjadi:
1. Asam lemak jenuh (CnH2nO2), Saturated Fatty Acid (SFA)
Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mempunyai ikatan tunggal
atom karbon (C) dimana masing-masing atom C ini akan berikatan dengan atom
H. contohnya adalah asam butirat (C4), asam kaproat (C6), asam kaprilat (C8),
asam kaprat (C10).
2. Asam lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid/C6H2NO2)
Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang selalu mangandung
ikatan rangkap 2 atom C dengan kehilangan paling sedikit 2 atom H. contohnya
adalah asam burat, asam palmitoleat (C12), asam oleat (C18).
3. Asam lemak Tak Jenuh Poli (PUFA, Poly Unsaturated Fatty Acid/CnH2n)2
Asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap banyak merupakan asam
lemak yang mengandung lebih dari 1 ikatan rangkap. Asam lemak ini akan
kehilangan paling sedikit 4 atom H. contohnya adalah asam lemak linoleat (C18)
berikatan rangkap dua, asam lemak eleostear (C1) berikatan rangkap tiga.
2.3.2 Sifat Lemak
Menurut Gaman dan Serington (1992), sifat lemak sebagai berikut:
a. Kelarutan
Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Namun begitu, karena adanya
terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini
dinamakan emulsi. Lemak dan minyak larut dalam pelarut organik seperti minyak
tanah, eter dan karnon tetraklorida. Pelarut-pelarut tipe ini dapat digunakan untuk
menghilangkan kotoran oleh gemuk pada pakaian.
b. Ketengikan
Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya
lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses
ketengikan.
1. Oksidasi
Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen
dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan
dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak
sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam
konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga.
2. Hidrolisis
Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam
lemak.
Lemak + air lipase gliserol + asam lemak
Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim
itu dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh
mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan berlemak. Asam lemak bebas
c. Saponifikasi
Trigliserida bereaksi dengan alkali membentuk sabun dan gliserol. Proses
ini dikenal sebagai saponifikasi. Natrium hidroksida adalah basa yang paling
umum digunakan dalam pembuatan sabun tetapi kalium hidroksida dapat pula
digunakan. Reaksi saponifikasi sebagai berikut:
O
2.3.3Sumber Minyak dan Lemak
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin
dan lemak hewan. Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging,
ayam, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang telah dimasak dengan
minyak atau lemak (Almatsier, 2001).
2.4Asam Lemak Bebas
Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat
sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya
asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun,
proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam
lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung
mengurangi kemampuannya untuk membersihkan minyak dari bahan yang
berminyak (Qisti, 2009).
Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan
minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau
lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang
menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Ketaren, 1996).
O
Persamaan reaksi di atas adalah reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak
menurut Schwiter (1957). Proses hidrolisa yang sengaja, biasanya dilakukan
dengan penambahan sejumlah basa. Proses itu dikenal sebagai reaksi penyabunan.
Proses penyabunan ini banyak dipergunakan dalam industri. Minyak atau lemak
dalam ketel, pertama-tama dipanasi dengan pipa uap dan selanjutnya ditambah
alkali (NaOH), sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat
alkali, sabun dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni
melalui penyulingan (Ketaren, 1996).
Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim
selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan
kadar lebih besar dari 0,2 persen dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang
tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Dengan proses
netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam
lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 persen
(Ketaren, 1996).
Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari
minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau
pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak
bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah
de-asidifikasi. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam
skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan cara netralisasi
lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat
warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak (Ketaren, 1996).
Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut:
O O ‖ ‖
R – C + NaOH R – C + H2O
OH ONa
Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran
seperti fostatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi
yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (Ketaren,
1996).
2.5 Metode Titrimetri
Titrimetri atau analisis volumetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang
didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk
bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).
2.5.1 Penggolongan Titrimetri
Menurut Rohman (2007), analisis secara titrimetri (volumetri) dapat
digolongkan sebagai berikut:
a. Berdasarkan reaksi kimia
Berdasarkan reaksi yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat
dikelompokkan menjadi 4 jenis:
1. Reaksi asam-basa (asidi-alkalimetri = netralisasi)
Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang
bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan
bebas air (TBA = titrasi bebas air).
2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar
senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri,
3. Reaksi pengendapan (presipitasi)
Penetapan kadar berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut
misalnya pada penetapan kadar secara argentometri.
4. Reaksi pembentukan kompleks
Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat pengkompleks
organik dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang mantap.
Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalah metode kompleksometri.
b. Berdasarkan cara titrasi
Teknik volumtri berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan menjadi:
1. Titrasi langsung
Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang
akan ditetapkan. Cara ini mudah, cepat, dan sederhana.
2. Titrasi kembali
Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan,
kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada 2 sumber
kesalahan karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan menjadi lebih besar.
Disamping itu cara ini juga memakan waktu yang lama.
c. Berdasarkan jumlah sampel
Menurut Rohman (2007) berdasarkan jumlah sampel, teknik volumetri
dibedakan menjadi:
1. Titrasi makro
− Jumlah sampel : 100 – 1000 mg
− Ketelitian buret : 0,02 ml
2. Titrasi semi mikro
− Jumlah sampel : 10 – 100 mg
− Volume titran : 1 – 10 ml
− Ketelitian buret : 0,001 ml
3. Titrasi mikro
− Jumlah sampel : 1 – 100 mg
− Volume titran : 0,1 – 1 ml
− Ketelitian buret : 0,001 ml
2.5.2 Alkalimetri
Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen
yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai
reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Alkalimetri
merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang
bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007).
Titrasi Langsung Asam-Basa Dalam Larutan Air, menurut Rohman (2007):
1. Titrasi asam kuat/basa kuat
Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang
titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH meningkat secara drastis. Untuk
mengamati titik akhir titrasi dapat digunakan indikator atau menggunakan metode
Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna
diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran
penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa-nya. Sebagai contoh
fenolftalein (pp), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4).
Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena
proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH-nya meningkat
akibatnya akan terjadi perubahan warna.
2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat
Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan pada basa
lemah atau asam lemah maka nilai pH akan meningkat secara drastis sekitar 1 unit
pH, di bawah atau di atas nilai pKa. Seringkali pelarut organik yang dapat campur
dengan air, seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum dilakukan
titrasi.
3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air
Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi asam kuat/basa kuat,
titrasi asam lemah dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan asam kuat.
Contoh yang paling umum dilakukan adalah titrasi asam lemah dengan basa kuat.
BAB III
METODE PERCOBAAN
3.1Tempat Pengujian
Pengujian penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan
padat secara titrimetri dilakukan di Laboratorium Kosmetik, Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar
Pasar V Barat I No. 2 Medan.
3.2Alat
Alat yang digunakan adalah erlenmeyer, timbangan analitik, mikoburet,
beaker gelas, hot plate, pipet tetes, spatula, gelas ukur.
3.3Bahan
Bahan yang digunakan adalah alkohol netral, HCl 0,1 N dalam alkohol,
KOH 0,1 N dalam alkohol.
3.4Prosedur
3.4.1Pembuatan Pereaksi
3.4.1.1 Pembuatan Alkohol Netral
Siapkan alkohol netral 200 ml masukkan kedalam beaker gelas 300 ml.
Tambahkan 1 ml penunjuk fenolptalein. Kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N
3.4.1.2Pembakuan Larutan HCl 0,1 N (BM = 36,46)
Tiap 1000 ml larutan mengandung 36,46 gram HCl. Timbang seksama lebih
kurang 0,075 gram baku primer natrium karbonat anhidrat yang sebelumnya telah
dipanaskan pada suhu 270ºC selama 1 jam. Larutkan dalam 10 ml air dan
tambahkan 2 tetes merah metil LP. Tambahkan asam perlahan-lahan dari buret.
Sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat. Panaskan larutan
hingga mendidih, dinginkan dan lanjutkan titrasi. Panaskan lagi hingga mendidih,
dan titrasi lagi bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan
pendidihan lebih lanjut. Hitung normalitas larutan.
1 ml asam klorida 1N setara dengan 52,99 mg natrium karbonat anhidrat.
3.4.1.3Pembakuan Larutan KOH 0,1 N
Pembakuan ukur 5 ml asam klorida 0,5 N LV, encerkan dengan 10 ml air,
tambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan titrasi dengan larutan kalium hidroksida
etanol hingga terjadi warna merah muda pucat yang mantap. Hitung normalitas
larutan.
3.4.2 Cara Pengujian Sampel 3.4.2.1 Persiapan Uji Sampel
Contoh sabun yang akan diuji dipotong-potong halus secepat mungkin dan
segara masukkan ke dalam botol bertutup asah dan campur serba sama dan segera
3.4.2.2 Cara Uji Sampel
1. Siapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu
erlenmeyer 250 ml, tambahkan 0,5 ml penunjuk fenolptalein dan dinginkan
sampai suhu 70ºC kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol.
2. Timbang dengan teliti lebih kurang 5 g contoh dan masukkan kedalam alkohol
netral diatas, tambahkan batu didih, pasang pendingin tegak dan panasi agar
cepat larut diatas penangas air, didihkan selama 30 menit. Apabila larutan
tidak bersifat alkalis (tidak berwarna merah), dinginkan sampai suhu 70ºC dan
titar dengan larutan KOH 0,1 N dalam alkohol, sampai timbul warna merah
yang tahan sampai waktu 15 detik. Bila contoh sabun mengandung banyak
bagian yang tidak larut, agar tidak mengganggu, saring dahulu sebelum titrasi
dilakukan.
Kadar asam lemak bebas dalam sampel dihitung dengan menggunakan
rumus: kadar asam lemak bebas = V x N x 0,205
W x 100%.
Keterangan : V = KOH 0,1 N yang dipergunakan, ml
N = Normalitas KOH yang dipergunakan
W = Berat contoh, gram
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil
Dari hasil pengujian penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi
sediaan padat secara titrimetri, diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 2
berikut ini:
Tabel 2. Data Hasil Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Sabun Mandi
Sediaan Padat.
No. Sampel Kadar Asam Lemak (%) 1. 03/D1 0,6260
2. 76/D1 1,5255 3. 77/D1 1,2316
4.2Pembahasan
Berdasarkan pengujian yang dilakukan, kadar asam lemak bebas yang
diperoleh pada sampel kode 03/D1 0,6260%, sampel kode 76/D1 1,5255% dan
sampel kode 77/D1 1,2316%. Dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas
yang terdapat dalam sabun mandi sediaan padat adalah kadar asam lemak bebas
yang memenuhi syarat untuk digunakan. Karena berdasarkan penetapan Standar
Nasional Indonesia 06 – 3532 – 1994 bahwa kadar asam lemak bebas pada sabun
mandi padat yang dianalisis tersebut adalah maksimal 2,5%.
Pengujian ini menggunakan metode titrimetri dengan menggunakan
pelarut alkohol netral, indikator yang digunakan fenolfthalein dan pentiter yang
digunakan KOH 0,1 N dalam alkohol. Dimana titik akhir titrasi sampai timbul
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pengujian penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi
sediaan padat secara titrimetri, diketahui bahwa sabun mandi sediaan padat yang
diuji memenuhi persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3532
– 1994 yaitu kadar asam lemak bebas pada sabun mandi padat adalah tidak lebih
dari 2,5%.
5.2 Saran
1. Perlu pengawasan yang baik pada saat proses pengujian sampai hasil
diperoleh.
2. Instansi terkait melakukan sampling secara berkala pada produk sejenis
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 73.
Andreas, H. (2009). Membuat Sabun 2 Laporan Ilmiah. Diakses pada tanggal 1 April 2013.
Badan Standarisasi Indonesia. (1994). Standar Mutu Sabun Mandi SNI 06-3532- 1994. Jakarta: Badan Standar Nasional.
Budianto, M. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keempat. Malang: UMM Press. Hal. 41-43.
Dalimunte, N. (2009). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi
Padat. Tesis. Medan: Program Studi Teknik Kimia pada Sekolah
Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 5 April 2013.
Elefani, D. (2008). Produksi Metil Ester Sulfonat Untuk Surfaktan.
Gaman, M.P., dan Serington, K.B. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Hal. 74-75, 77, 79-80.
Keenan, C. (1984). Kimia Untuk Universitas. Edisi keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 398.
Ketaren, S. (1996). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 4, 7, 28, 194, 206.
Nurdieni, R. (2013). Artikel Dilematis Deodoran.
Diakses pada tanggal 15 April 2013.
Page, D. (1989). Prinsip-Prinsip Biokimia. Edisi kedua. Jakarta: Erlanggga. Hal. 195-196.
Qisti, R. (2009). Sifat Kimia Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu Pada
Konsentrasi Yang Berbeda.
Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 124, 136, 140.
Rohman, S. (2009). Bahan Pembuatan Sabun. Diakses pada tanggal 1 April 2013.
Wasitaatmadja, S. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 98-103.
LAMPIRAN
Lampiran 1
Data Penimbangan dan Pembakuan HCl 0,1 N dan KOH 0,1 N Tabel 3. Data Pembakuan HCl 0,1 N
No. Pembakuan
I. Perhitungan Pembakuan HCl 1. Diketahui : N HCl = 0,1 N
1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat
Perhitungan :
1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat
II. Pembakuan KOH 0,5 N
1. Diketahui: Volume HCl = 5 ml
Volume titrasi = 10,76 ml
Normalitas HCl = 0,1414 N
Perhitungan:
Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl
10,76 x N.KOH = 5 x 0,1414 N
N.KOH = 0,0657 N
2. Diketahui: Volume HCl = 5 ml
Volume titrasi = 10,19 ml
Normalitas HCl = 0,1414 N
Perhitungan:
Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl
10,19 x N.KOH = 5 x 0,1414 N
N.KOH = 0,0693 N
Rata-rata Normalitas KOH = N1 + N2
2 =
0,0657 + 0,0693
Lampiran 2
Sampel Sabun Mandi Sediaan Padat
1. Nama sampel : Ratu Mas Sabun Badan Mangir
Wadah/kemasan : Kotak
Pabrik : PT. Mustika Ratu Tbk
Nomor registrasi : 18120500104
Waktu daluarsa : Agustus 2015
Komposisi : Sodium Palmate, Sodium Palm Kemelale, Sodium
Chloride, EDTA, Glycerin, Aqua, Parfum, Murraya
Exotica Leaf Powder, Curcuma Heyneana Root Powder,
Butylene, Glycol, Glycyrhiza Glabra Root extract,
Propylene glycol, Curcuma longa (Turmeric) Root
extract, Ethanol, Cl 77492, Cl 19140, Cl 77491, Cl 77499
Kode sampel : 03/D1
2. Nama sampel : Extraderm Whitening Moisturizing Bath Soap
Wadah/kemasan : Kotak
Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima
Nomor registrasi : 0201502922
Komposisi : Fatty Acid Salt, Calcium Carbonate, Glycerin, Sodium
silicate, Titanium Dioxide, Water, Butylated
Hydroxytoluen, Fragrance.
3. Nama sampel : Extraderm Whitening Bath Soap
Wadah/kemasan : Kotak
Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima
Nomor registrasi : 0201502921
Komposisi : Fatty Acid Salt, Calcium Carbonate, Glycerin, Sodium
silicate, Titanium Dioxide, Water, Butylated
Hydroxytoluen, Fragrance, Cl 19140, Cl 42045
Lampiran 3
Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas
Tabel 4. Data Penimbangan Kadar Asam Lemak dalam Sabun Mandi Sediaan
Padat
Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas
1. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Ratu Mas Sabun Badan
2. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Extraderm Whitening Bath
Soap
− Percobaan I
Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205
beratcontoh (g) x 100 %
= 0,99 � 0,0675 �0,205
1,0068 x 100 %
= 1,3606 %
− Percobaan II
Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205
beratcontoh (g) x 100 %
= 0,8�0,0675�0,205
1,0039 x 100 %
= 1,1026 %
Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 1,3606%+1,1026%
2 = 1,2316 %
3. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Extraderm Whitening
Moisturizing Bath Soap
− Percobaan I
Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205
beratcontoh (g) x 100 %
= 1,1�0,0675�0,205
1,0034 x 100 %
− Percobaan II
Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205
beratcontoh (g) x 100 %
= 1.11 �0,0675�0,205
1,0011 x 100 %
= 1,5342 %
Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 1,5169%+ 1,5342%