• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun - Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun - Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

Sabun adalah garam alkali (Li, Na, atau K) dari asam lemak berantai panjang. Karena kebanyakan kotoran yang menempel pada permukaan berbentuk

lapisan minyak tipis, sulit membuangnya kecuali bila lapisan minyak tersebut diemulsikan dulu dengan air (Wilbrahami, 1992).

Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi

asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai terhidolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini dinamakan

sabun (Ketaren, 1996).

2.1.1 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih.

Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu

zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, 1980).

2.1.2 Komposisi Sabun

Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun biasanya mengandung: a. Surfaktan

(2)

Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang

dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun (asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan

sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil (Elefani, 2008; Wasitaatmadja (1997).

b. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja

meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter, dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak

isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi

sebagai peramas (plasticizers).

c. Antioksidan dan Sequestering Agents

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah

proses oksidasi. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan

butilhydroxy toluene (0,02% - 0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk

(3)

d. Deodorant

Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau menyengat pada badan Deodorant dalam sabun mulai

dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah triklorokarbon,

heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal (Nurdieni, 2013; Wasitaatmadja (1997).

e. Warna

Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada,

pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan

transparan. f. Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat

pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-masing.

g. Pengontrol pH

(4)

h. Bahan Tambahan Khusus

Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Menurut

Wasitaatmadja (1997), dikenal berbagai macam sabun khusus misalnya: 1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin.

2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.

3. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptik,

misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

4. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.

5. Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan sabun bayi dengan konsentrasi

dan tujuan yang berbeda.

2.1.3 Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun

Menurut Rohman (2009), beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa

dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya: 1. Tallow

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free

Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas

baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan

(5)

berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

2. Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-40%).

Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow.

Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun

harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan

sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.

4. Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh

(6)

kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga

dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi

asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus

dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat

sabun transparan.

9. Olive oil (minyak zaitun)

(7)

10. Campuran minyak dan lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur

dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat

sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan

penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit seperti berikut ini: a. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk

kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam

pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini dan Schade (1928) yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan

pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur,

(8)

maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air.

Pembengkakan kulit akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan

pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar, dan tidak elastis. Penambahan sabun dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).

b. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya

antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).

c. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan

dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).

d. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan yang lama

(9)

Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Sabun Mandi Padat

Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi

asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuatan kondisi basa yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi tersebut berupa sabun

keras (padat), sedangkan basa yang digunakan berupa KOH maka produk reaksi berupa sabun cair (Dalimunthe, 2009).

Sabun mandi adalah senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit (SNI, 1994).

Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai

dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap

minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan

(10)

Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan (latin, sapo adalah

sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun. Kebanyakan sabun alamiah

sekarang terbuat terutama dari empat lemak sapi, minyak palma, minyak kelapa dan minyak zaitun. Sabun itu diendapkan dengan penambahan garam. Kemudian diambil dengan disaring, dicuci, dan dicampur dengan zat warna parfum dan

komponen istimewa lain. Setelah mengeras, dipotong-potong dan dicetak menjadi sabun yang lazim dijual (Keenan, 1980).

Garam asam lemak biasanya disebut sabun. Daya pembersih sabun bertumpu pada sifat amfipatik molekul sabun. Molekul-molekul sabun menghancurkan material berlemak yang menahan kotoran pada permukaan

dengan megikatkan diri pada molekul-molekul lemak. Bagian-bagian polar dari molekul-molekul sabun yang bergabung menyebabkan kotoran dan

partikel-partikel lemak menjadi mantap dalam larutan berair sehingga dapat dicuci lepas di dalam air (Page, 1989).

2.1.1 Syarat Mutu Sabun Mandi

(11)

Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi

(Acuan SNI 06-3235-1994 )

2.3 Lemak

Lemak adalah senyawa kimia yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam

pelarut organik. Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri atas satu molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak. Digliserida

terdiri dari gliserol yang mengikat dua molekul asam lemak sedangkan monogliserida hanya memiliki satu asam lemak (Gaman dan Serington, 1994).

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari

komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam

(12)

asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempuyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1996).

Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa

ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan

lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida

yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan

panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat,

dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh

memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi (Rohman, 2009).

Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu 1) lipid kompleks (lesithin,

(13)

2.3.1 Pembagian Lemak

Menurut Budianto (2009), ada atau tidaknya ikatan rangkap yang dikandung asam lemak, maka asam lemak dapat dibagi menjadi:

1. Asam lemak jenuh (CnH2nO2), Saturated Fatty Acid (SFA)

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mempunyai ikatan tunggal

atom karbon (C) dimana masing-masing atom C ini akan berikatan dengan atom H. contohnya adalah asam butirat (C4), asam kaproat (C6), asam kaprilat (C8), asam kaprat (C10).

2. Asam lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid/C6H2NO2)

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang selalu mangandung

ikatan rangkap 2 atom C dengan kehilangan paling sedikit 2 atom H. contohnya adalah asam burat, asam palmitoleat (C12), asam oleat (C18).

3. Asam lemak Tak Jenuh Poli (PUFA, Poly Unsaturated Fatty Acid/CnH2n)2

Asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap banyak merupakan asam lemak yang mengandung lebih dari 1 ikatan rangkap. Asam lemak ini akan

kehilangan paling sedikit 4 atom H. contohnya adalah asam lemak linoleat (C18) berikatan rangkap dua, asam lemak eleostear (C1) berikatan rangkap tiga.

2.3.2 Sifat Lemak

Menurut Gaman dan Serington (1992), sifat lemak sebagai berikut: a. Kelarutan

(14)

terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini dinamakan emulsi. Lemak dan minyak larut dalam pelarut organik seperti minyak tanah, eter dan karnon tetraklorida. Pelarut-pelarut tipe ini dapat digunakan untuk

menghilangkan kotoran oleh gemuk pada pakaian. b. Ketengikan

Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses ketengikan.

1. Oksidasi

Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen

dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam

konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga. 2. Hidrolisis

Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak.

Lemak + air lipase gliserol + asam lemak

Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh

(15)

c. Saponifikasi

Trigliserida bereaksi dengan alkali membentuk sabun dan gliserol. Proses ini dikenal sebagai saponifikasi. Natrium hidroksida adalah basa yang paling

umum digunakan dalam pembuatan sabun tetapi kalium hidroksida dapat pula digunakan. Reaksi saponifikasi sebagai berikut:

O ‖

CH2 ― O ― C ― R CH2OH

O O

‖ ‖

CH ― O ― C ― R + 3NaOH CHOH + 3Na ― O― C ― R

O ‖

CH2 ― O ― C ― R CH2OH

Trilgliserida basa gliserol sabun (garam Na dari asam lemak)

2.3.3Sumber Minyak dan Lemak

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin dan lemak hewan. Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging,

ayam, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang telah dimasak dengan minyak atau lemak (Almatsier, 2001).

2.4Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya

(16)

proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membersihkan minyak dari bahan yang

berminyak (Qisti, 2009).

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang

menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Ketaren, 1996). O

‖ H2C – O – C – R

O H2C – OH O ‖ | ‖ HC – O – C – R + 3 HOH HC – OH + 3R – C – OH

|

O H2C – OH ‖

H2C – O – C – R

Gliserida gliserol asam lemak

Persamaan reaksi di atas adalah reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak menurut Schwiter (1957). Proses hidrolisa yang sengaja, biasanya dilakukan

dengan penambahan sejumlah basa. Proses itu dikenal sebagai reaksi penyabunan. Proses penyabunan ini banyak dipergunakan dalam industri. Minyak atau lemak

(17)

alkali, sabun dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni melalui penyulingan (Ketaren, 1996).

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim

selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2 persen dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang

tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 persen

(Ketaren, 1996).

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari

minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah

de-asidifikasi. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan cara netralisasi

lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak (Ketaren, 1996).

Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut:

O O ‖ ‖

R – C + NaOH R – C + H2O

OH ONa

(18)

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fostatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (Ketaren,

1996).

2.5 Metode Titrimetri

Titrimetri atau analisis volumetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).

2.5.1 Penggolongan Titrimetri

Menurut Rohman (2007), analisis secara titrimetri (volumetri) dapat

digolongkan sebagai berikut: a. Berdasarkan reaksi kimia

Berdasarkan reaksi yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat

dikelompokkan menjadi 4 jenis:

1. Reaksi asam-basa (asidi-alkalimetri = netralisasi)

Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air (TBA = titrasi bebas air).

2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar

(19)

3. Reaksi pengendapan (presipitasi)

Penetapan kadar berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut misalnya pada penetapan kadar secara argentometri.

4. Reaksi pembentukan kompleks

Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat pengkompleks

organik dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang mantap. Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalah metode kompleksometri. b. Berdasarkan cara titrasi

Teknik volumtri berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan menjadi: 1. Titrasi langsung

Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan. Cara ini mudah, cepat, dan sederhana.

2. Titrasi kembali

Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada 2 sumber

kesalahan karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan menjadi lebih besar. Disamping itu cara ini juga memakan waktu yang lama.

c. Berdasarkan jumlah sampel

Menurut Rohman (2007) berdasarkan jumlah sampel, teknik volumetri dibedakan menjadi:

1. Titrasi makro

− Jumlah sampel : 100 – 1000 mg

(20)

− Ketelitian buret : 0,02 ml

2. Titrasi semi mikro

− Jumlah sampel : 10 – 100 mg

− Volume titran : 1 – 10 ml

− Ketelitian buret : 0,001 ml

3. Titrasi mikro

− Jumlah sampel : 1 – 100 mg

− Volume titran : 0,1 – 1 ml

− Ketelitian buret : 0,001 ml

2.5.2 Alkalimetri

Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk

menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Alkalimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang

bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007).

Titrasi Langsung Asam-Basa Dalam Larutan Air, menurut Rohman (2007): 1. Titrasi asam kuat/basa kuat

Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH meningkat secara drastis. Untuk

(21)

Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa-nya. Sebagai contoh

fenolftalein (pp), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena

proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna.

2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat

Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan pada basa lemah atau asam lemah maka nilai pH akan meningkat secara drastis sekitar 1 unit

pH, di bawah atau di atas nilai pKa. Seringkali pelarut organik yang dapat campur dengan air, seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum dilakukan titrasi.

3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air

Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi asam kuat/basa kuat,

Gambar

Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi

Referensi

Dokumen terkait

by classifying the rival firms based on the cumulative abnormal return at event day and one day after the event day it is found that the vertical acquisition announcement affect

Oleh karena itu penulis ingin membuat Sistem Informasi Nilai untuk SMA Negeri 1 Sei Suka.Sistem yang akan dirancang berisi Data Siswa, Data Guru dan Pegawai,

[r]

Website ini juga dapat mempermudah para guru untuk mengatur data yang ada di sekolah tanpa menggunakan catatan di dalam kertas yang kemungkinan dapat hilang atau tidak

The degraded forest lands are of concern of rehabilitation programs, as they are usually the centre areas of poverty, natural disaster (flood-drought) and climate

bahwa tindakan dilakukan untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan. tingkat

Tipe aliran radial biasa disebut juga pompa centrifugal biasanya sering digunakan untuk irigasi, mempunyai karakteristik nilai kecepatan spesifik yang rendah atau head

Berdasarkan penelitian ini yang dilakukan oleh saya, dapat diketahui perlindungan konsumen hukum bagi konsumen yang mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung