• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

FORTIFIKASI NANOEMULSI VITAMIN A

TERENKAPSULASI PADA FLAKES BERBASIS UBI KAYU

DANI KUNTI OKTAVIANTARI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2014

Dani Kunti Oktaviantari

(4)

ABSTRAK

DANI KUNTI OKTAVIANTARI. Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes Berbasis Ubi Kayu. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan HOERUDIN.

Vitamin A memiliki sifat tidak stabil ketika terekspos cahaya, oksigen, dan udara sehingga mudah teroksidasi. Teknik nanoemulsifikasi dan enkapsulasi berpotensi menyelesaikan permasalahan tersebut dengan melindungi vitamin A dari kondisi lingkungan. Penelitian bertujuan untuk mempelajari karakteristik nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi, pengaruh fortifikasi vitamin A terhadap karakteristik tepung ubi kayu dan flakes ubi kayu terfortifikasi. Vitamin A difortifikasikan dalam bentuk nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi (NRPT) dan retinyl palmitate sediaan bebas. Enkapsulasi vitamin A dilakukan dengan teknik spray drying dengan maltodekstrin dan whey protein sebagai bahan penyalutnya. Kandungan vitamin A diukur menggunakan HPLC. Nanoemulsi

retinyl palmitate terenkapsulasi memiliki kadar air sebesar 3,00 % dan ukuran partikel sebesar 246,1 nm. Aplikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi dengan dosis 1,55 ppm dapat meningkatkan kandungan vitamin A namun tidak mempengaruhi kadar air, warna, dan derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi. Penambahan fortifikan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi tidak berpengaruh terhadap kadar air dan karakter fisik flakes ubi kayu. Meskipun jumlah yang ditambahkan cukup rendah namun panelis sudah mampu mendeteksi penambahan vitamin A baik dalam bentuk nanoemulsi retinyl palmitate

terenkapsulasi maupun sediaan bebas. Flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi

retinyl palmitate terenkapsulasi lebih disukai, terutama ketika dikonsumsi bersama susu. Flakes ubi kayu dengan takaran saji 45 gram mampu mencukupi 18,33 % kebutuhan vitamin A harian.

Kata kunci: flakes ubi kayu, fortifikasi, enkapsulasi, nanoemulsi, vitamin A

ABSTRACT

DANI KUNTI OKTAVIANTARI. Fortification of Nanoemulsion Vitamin A Encapsulated to Cassava Flakes. Dibimbing oleh ENDANG PRANGDIMURTI dan HOERUDIN.

(5)

vitamin A nanoemulsion increased its vitamin A content, but did not influence its moisture content, colour, and whiteness index. Fortification of encapsulated vitamin A nanoemulsion to cassava flakes did not influence moisture content and physical characteristics of cassava flakes. Untrained panelists could still identify the presence of additional vitamin A, either in the form of encapsulated nanoemulsion or free compound, in fortified cassava flakes, although it was added in a small quantity. Cassava flakes fortified with encapsulated vitamin A nanoemulsion were preferred by untrained panelists, especially when consumed with milk. Cassava flakes with serving size of 45 gram could contribute to 18.33 % of recommended daily intake of vitamin A.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

FORTIFIKASI NANOEMULSI VITAMIN A

TERENKAPSULASI PADA FLAKES BERBASIS UBI KAYU

DANI KUNTI OKTAVIANTARI

ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(7)
(8)

Judul Skripsi : Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada Flakes

Berbasis Ubi Kayu Nama : Dani Kunti Oktaviantari NIM : F24100058

Disetujui oleh

Dr Ir Endang Prangdimurti, MSi Pembimbing I

Hoerudin, SP, MFoodST, PhD Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Feri Kusnandar, MSc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah fortifikasi, dengan judul Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Terenkapsulasi pada

Flakes Berbasis Ubi Kayu.

Terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Endang Prangdimurti, Msi dan Bapak Hoerudin, SP, MFoodST, PhD selaku dosen pembimbing yang selama ini sangat membantu penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian skripsi serta Ibu Dr Ir Elvira Syamsir, M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan bimbingan serta saran yang sangat membangun. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada para peneliti (Ibu Juniawati, STP, M.Si dan Ibu Widaningrum, STP, M.Si) serta para analis Balai Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (Ibu Dini Kusdiningsih, Ibu Ika Hikmawati, Bapak M. Triyono, dan Ibu Citra) yang sangat membantu dalam pelaksanaan penelitian. Ungkapan terima kasih juga saya sampaikan kepada ayah, ibu, mbak Dian, Mbak Dina, Andi, serta Ahsan atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih kepada Utari yang selama ini menjadi rekan dalam penelitian sekaligus sahabat suka dan duka selama penelitian. Tidak lupa terima kasih kepada teman-teman ITP 47, teman-teman kos Edelweis, dan teman-teman FORCES atas kebersamaan dan kasih sayang selama ini.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2014

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iv

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

PENDAHULUAN 7

Latar Belakang 7

Perumusan Masalah 8

Tujuan Penelitian 8

Manfaat Penelitian 8

Ruang Lingkup Penelitian 9

METODE 9

Bahan 9

Alat 9

Prosedur Percobaan 9

Analisis Data 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 14

Karakterisasi Fortifikan Nanoemulsi Retinyl palmitate Terenkapsulasi 14

Distribusi Ukuran Partikel pada Fortifikan 16

Analisis Kandungan Vitamin A Menggunakan HPLC 18

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Vitamin A pada

Tepung Ubi Kayu 20

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi 20

Karakterisasi Flakes Ubi Kayu 21

Uji Organoleptik 25

Hasil Uji Proksimat Flakes Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Enkapsulasi 28

SIMPULAN DAN SARAN 30

Simpulan 30

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Rendemen produk NRPT hasil spray drying 16

Tabel 2 Hasil analisis ukuran partikel 18

Tabel 3 Hasil karakterisasi tepung ubi kayu yang digunakan 20 Tabel 4 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi 21

Tabel 5 Karakterisasi flakes ubi kayu 22

Tabel 6 Jumlah panelis yang menyatakan suka (agak suka, suka, dan sangat suka) terhadap flakes ubi kayu terfortifikasi NRPT 27 Tabel 7 Hasil uji proksimat flakes fortifikasi nanoemulsi vitamin A

terenkapsulasi 29

Tabel 8 Persentase angka kecukupan gizi untuk 45 gram flakes 29

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Skema penelitian 10

Gambar 2 Proses pembuatan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi

(Yuliani et al. 2013) 11

Gambar 3 Proses pembuatan flakes ubi kayu (Yuliani et al. 2013) 12

Gambar 4 Spray dryer 15

Gambar 5 Dispersi ukuran NRP berdasarkan intensitas menggunakan

Particle Size Analyzer 17

Gambar 6 Distribusi ukuran partikel NRPT menggunakan Particle Size

Analyzer 17

Gambar 7 Kandungan vitamin A pada NRP dan NRPT dengan metode

ekstraksi heksan 19

Gambar 8 Flakes ubi kayu 22

Gambar 9 Hasil Uji Rating Hedonik 26

Gambar 10 Distribusi skor penilaian uji rating hedonik flakes ubi kayu 26

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pengukuran ukuran partikel nanoemulsi vitamin A

menggunakan Particle Size Analyzer 34

(12)

Lampiran 10 Uji statistik tektur (hardness work done) pada flakes

terfortifikasi 41

Lampiran 11 Total kandungan vitamin A pada flakes terfortifikasi NRPT 41 Lampiran 12 Kestabilan kandungan vitamin A pada NRPT 42 Lampiran 13 Uji beda dari kontrol untuk flakes ubi kayu penyajian kering 42 Lampiran 14 Uji beda dari kontrol untuk flakes ubi kayu penyajian

rehidrasi susu 43

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Vitamin A merupakan salah satu zat gizi yang tidak dapat diproduksi sendiri di dalam tubuh sehingga harus dipenuhi dari makanan yang dimakan sehari-hari. Vitamin A berperan penting dalam pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup. Namun, masalah KVA (Kekurangan Vitamin A) masih merupakan salah satu masalah gizi utama yang dihadapi Indonesia. Survei nasional menunjukkan bahwa KVA (Kekurangan Vitamin A) pada anak balita di Indonesia mencapai 14,3% (Nadimin dan Abdullah 2008). Salah satu solusi untuk mengurangi KVA adalah dengan fortifikasi vitamin A pada produk pangan.

Fortifikan vitamin A dibedakan menjadi 2 bentuk yaitu bentuk oily dan kering. Bentuk oily umumnya diaplikasikan pada pangan berbasis lemak atau emulsi. Bentuk kering biasanya diaplikasikan ke dalam pangan dengan cara campur kering atau didispersikan ke dalam air. Retinyl acetate dan retinyl palmitate merupakan bentuk vitamin A yang paling umum digunakan untuk fortifikasi di dalam produk pangan komersial. Retinyl palmitate lebih stabil terhadap pemanasan jika dibandingkan dengan retinyl acetate (Allen 2006). Vitamin A yang digunakan pada penelitian ini adalah retinyl palmitate dalam bentuk oily. Vitamin A mempunyai sifat mudah mengalami degradasi selama preparasi, pengolahan, transportasi, penyimpanan, dan pencernaan. Menurut Allen (2006), vitamin A tidak stabil ketika terekspos cahaya, oksigen, dan udara sehingga mudah teroksidasi. Salah satu cara untuk melindungi vitamin A adalah dengan emulsifikasi dengan cara melarutkan vitamin A (fase minyak) dalam emulsi minyak dalam air (o/w). Selain itu, vitamin A dalam bentuk emulsi dapat dengan mudah diformulasikan ke dalam produk pangan (Yuliasari dan Hamdan 2012). Pada penelitian ini, retinyl palmitate bentuk oily dilarutkan dalam emulsi minyak dalam air. Nanoemulsi merupakan bentuk emulsi yang terdiri dari droplet minyak dalam skala nano yang tersebar di fase air dan sangat stabil, biasanya berukuran kurang dari 300 nm (Li et al. 2011). Nanoemulsi sangat stabil untuk beberapa bulan karena ukurannya yang sangat kecil. Selain itu, nanoemulsi sangat stabil karena gaya atraktif antar partikel droplet menurun seiring menurunnya ukuran partikel. Nanoemulsi minyak dalam air (o/w) distabilkan dengan penambahan surfaktan yang dapat menurunkan tegangan antar permukaan (Tiwari et al. 2006).

(14)

8

Maltodekstrin dapat melindungi mikroenkapsulat dari proses oksidasi dan whey protein mempunyai sifat fungsional yang sangat baik untuk menjadi bahan pelapis pada proses spray drying (Gharsallaoui et al. 2007). Proses enkasulasi dapat dilakukan dengan metode spray drying, spray cooling and chilling, extrussion, fluidised bed coating, liposome entrapment, dan coacervation (Wilson dan Shah 2007). Proses enkapsulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan teknik spray drying. Teknik spray drying merupakan tenik yang paling umum digunakan karena ekonomis (Wilson dan Shah 2007).

Efektifitas dari nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi dapat dilihat dengan uji kandungan vitamin A produk pangan terfortifikasi vitamin A terenkapsulasi dibandingkan dengan kandungan vitamin A pada produk pangan yang difortifikasi dengan vitamin A bebas. Flakes ubi kayu atau sereal sarapan yang terbuat dari tepung ubi kayu dipilih sebagai pangan pembawa pada penelitian ini karena memiliki sifat yang praktis dan mudah disajikan. Produk akhir berupa flakes ubi kayu terfortifikasi vitamin A diharapkan dapat membantu memenuhi asupan vitamin A bagi masyarakat

Perumusan Masalah

Permasalahan dari vitamin A adalah rentan dengan lingkungan, mudah terdegradasi ketika terekspos cahaya, oksigen, dan udara. Kerusakan vitamin A terjadi selama preparasi, pengolahan, transportasi, dan penyimpanan. Oleh sebab itu diperlukan cara untuk melindungi vitamin A dari lingkungan. Nanoemulsifikasi dan enkapsulasi merupakan teknologi yang dapat melindungi vitamin A dari kerusakan karena lingkungan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Mempelajari karakteristik nanoemulsi vitamin A (NRP) dan nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi (NRPT) sebagai fortifikan.

b. Membandingkan karakteristik flakes yang dibuat dari tepung ubi kayu terfortifikasi oleh NRPT, retinyl palmitate bebas, dan tanpa fortifikasi. c. Mengaplikasikan tepung ubi kayu terfortifikasi menjadi produk flakes ubi

kayu dan mempelajari karakeristik flakes ubi kayu terfortifikasi yang dihasilkan.

Manfaat Penelitian

(15)

9

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah pembuatan flakes ubi kayu terfortifikasi menggunakan bahan baku tepung ubi kayu yang sebelumnya telah difortifikasi menggunakan vitamin A. Vitamin A yang digunakan sebagai fortifikan adalah

retinyl palmitate dalam bentuk nanoemulsi yang dienkapsulasi. Sebagai pembanding dilakukan fortifikasi dengan retinyl palmitate bebas.

METODE

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan flakes ubi kayu adalah tepung ubi kayu varietas Adira 1 ukuran 100 mesh, garam, gula bubuk, margarin,

baking powder, emulsifier egg yolk, dan air . Bahan-bahan tambahan antara lain plastik pengemas berlapis logam/metalized plastic, serta bahan dalam pembuatan nanoemulsi yaitu retinyl palmitate dalam bentuk oily, minyak jagung, tween 80. Bahan yang digunakan dalam pembuatan enkapsulat nanoemulsi vitamin A yaitu maltodekstrin dan whey protein. Bahan yang digunakan dalam pengujian kandungan vitamin A yaitu : hexan, methanol, acetonitryl, propanol, dan aquabides.

Alat

Peralatan yang digunakan untuk proses nanoemulsi vitamin A adalah High Pressure Homogenizer (HPH), magnetic stirer, dan Ultra-Turax. Peralatan yang digunakan untuk proses enkapsulasi dari nanoemulsi adalah spray-dryer. Peralatan untuk mengukur distribusi dari ukuran partikel adalah Particle Size Analyzer. Peralatan untuk mengukur kadar vitamin A adalah HPLC. Peralatan pengujian fisik yang digunakan untuk mengukur warna adalah Chromameter CR 300 Minolta. Analisis tekstur menggunakan Texture Analyzer. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan cassava flakes fortifikasi, yaitu sheeter.

.

Prosedur Percobaan

(16)
(17)

11 Proses pembuatan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi dapat dilihat pada Gambar 2.

Tween 80, air

Homogenisasi menggunakan

Ultra-turax 11000 rpm selama 3 menit

Minyak jagung,

retinyl palmitate

bentuk oily

Pencampuran selama ± 3 menit dan dilanjutkan dengan homogenisasi kembali menggunakan

Ultra-turax 11000 rpm selama ± 5 menit

Emulsi dihomogenisasi dengan High Pressure Homogenizer (P=100 bar) sebanyak 7 siklus (@ siklus ±15 menit)

Nanoemulsi

retinyl palmitate (NRP)

Whey protein, maltodekstrin, air

Spray drying

Nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi (NRPT)

(18)

12

Proses pembuatan flakes ubi kayu rasa coklat dapat dilihat pada Gambar 3.

Uji Kimia

Uji kimia yang dilakukan meliputi analisis kadar air metode oven (SNI 01- 2891- 1992), analisis kadar abu metode gravimetri (AOAC 2012), analisis kadar protein dengan metode menggunakan katalis tembaga dan distilasi uap dalam asam borat (AOAC 2012), analisis kadar lemak soxtec/hexanes extraction-submersion method (AOAC 2012), dan analisis kandungan vitamin A

Gambar 3 Proses pembuatan flakes ubi kayu (Yuliani et al. 2013) Tepung ubi kayu

terfortifikasi (1/2 bagian),

maltodekstrin (1/2 bagian), egg yolk, gula halus, garam, margarin, dan pengembang

Pencampuran kering

Coklat bubuk,

Chocolate flavor

Pengadukan

Air

Adonan

Pemasakan / Pre-gelatinisasi

Adonan

Tepung ubi kayu terfortifikasi (1/2 bagian),

maltodekstrin (1/2 bagian) Pencampuran

Pencetakan

Pemanggangan

Flakes ubi kayu terfortifikasi

(19)

13 menggunakan HPLC dengan metode dari Kwiecien et al. (2010) yang dimodifikasi fase geraknya.

Pengukuran vitamin A dimulai dengan pembuatan kurva standar vitamin A. Standar retinyl palmitate dibuat dengan cara melarutkan retinyl palmitate ke dalam n-hexane. Persiapan sampel dimulai dengan mengekstrak sampel ke dalam n-hexane selama 30 menit menggunakan sonikator. Sampel kemudian diukur menggunakan HPLC. Fase gerak yang digunakan adalah acetonitryl:propanol sebesar 65 : 35. Flow rate yang digunakan adalah 2 mL/ menit. Panjang gelombang yang digunakan adalah 325 nm.

Perhitungan :

Konsentrasi (ppm) =

Keterangan : FP : Faktor Pegenceran

Uji Fisik

Uji fisik yang dilakukan meliputi pengukuran distribusi ukuran, rata-rata diameter, dan PDI pada nanoemulsi retinyl palmitate dan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi menggunakan Particle Size Analyzer, analisis derajat putih tepung ubi kayu menggunakan Chromameter, analisis warna flakes ubi kayu menggunakan Chromameter, dan analisis tekstur flakes menggunakan Texture Analyzer. Metode penetapan derajat putih dengan chromameter pada tepung ubi kayu berdasarkan persamaan berikut :

Derajat putih = 100 – [(100-L) + a2 + b2]1/2

Uji Organoleptik

Terdapat dua jenis pengujian organoleptik yang dilakukan terhadap

flakes ubi kayu, yaitu uji beda dari kontrol (different from control test) dan uji rating hedonik. Uji beda dari kontrol dilakukan terhadap dua bentuk penyajian

flakes ubi kayu yaitu penyajian kering dan penyajian rehidrasi susu. Uji dilakukan terhadap 70 panelis tidak terlatih dengan menggunakan skala pengujian yaitu (1) tidak berbeda/sama; (2) sedikit berbeda; (3) agak berbeda; (4) Moderat; (5) cukup besar perbedaan; (6) besar perbedaan; dan (7) sangat besar perbedaan. Uji beda dari kontrol ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kemampuan panelis untuk membedakan flakes ubi kayu terfortifikasi dan flakes ubi kayu tanpa fortifikasi. Uji rating hedonik hanya dilakukan pada flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi, baik yang penyajian kering maupun rehidrasi susu. Pengujian ini dimaksudkan untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap

(20)

14

Analisis Data

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian pembuatan cassava flakes terfortifikasi adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 1 faktor, 3 taraf perlakuan, dan 3 ulangan. Faktor pada penelitian ini yaitu penambahan bentuk fortifikan. Adapun taraf perlakuan, terdiri dari flakes ubi kayuterfortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi, flakes ubi kayu terfortifikasi vitamin A (retinyl palmitate) bebas, dan flakes ubi kayu tanpa fortifikasi. Model matematis adalah sebagai berikut:

Yij = μ + σi + ϵij Keterangan:

Yij = Hasil pengamatan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j μ = Nilai tengah umum

σi = Pengaruh perlakuan perbedaan jenis fortifikan

ϵij = Galat percobaan dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j i = Perlakuan yang diberikan, yaitu perbedaan jenis fortifikan

j = Ulangan dari perlakuan

Seluruh data hasil analisis dan data organoleptik uji rating hedonik ditabulasi dan dirata-ratakan dengan MS. Excel yang kemudian dilanjutkan dengan pengolahan data menggunakan SPSS 16 for Windows. Data hasil analisis dilanjutkan dengan uji lanjut Duncan untuk mengetahui besar tidaknya pengaruh yang signifikan akibat adanya perbedaan perlakuan. Rancangan Acak Kelompok dan uji lanjut Dunnet dilakukan pada pengolahan data analisis uji organoleptik beda dari kontrol untuk mengetahui besarnya perbedaan dari adanya perlakuan yang dibandingkan dengan kontrol.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakterisasi Fortifikan Nanoemulsi Retinyl palmitate Terenkapsulasi

Enkapsulasi merupakan proses atau teknik untuk menyalut inti yang berupa suatu senyawa aktif padat, cair, gas, ataupun sel dengan suatu bahan pelindung tertentu yang dapat mengurangi kerusakan senyawa aktif tersebut (Li et al. 2011). Menurut Wilson dan Shah (2007), enkapsulasi adalah penciptaan penghalang untuk menghindari reaksi kimia dan/atau memungkinkan dikendalikannya pelepasan bahan (senyawa aktif). Senyawa aktif yang biasanya dilindungi dengn proses enkapsulasi yaitu antioksidan, mineral, vitamin, fitosterol, lutein, asam lemak, lycopene, dan sel hidup (misalnya probiotik) (Nedovic et al. 2011). Spray drying merupakan metode yang paling umum digunakan untuk proses enkapsuasi karena ekonomis (Wilson dan Shah 2007).

(21)

15 penelitian Choi et al. (2010), asam linoleat yang dienkapsulasi menggunakan bahan penyalut berupa maltodekstrin dan whey protein dengan perbandingan 2:1 menghasilkan rendemen sebesar 85,2 %. Maltodekstrin dan whey protein digunakan sebagai pengapsul karena menurut (Gharsallaoui et al. 2007), maltodekstrin dapat melindungi mikroenkapsulat dari proses oksidasi dan whey protein mempunyai sifat fungsional yang sangat baik untuk menjadi bahan pelapis pada proses spray drying. Proses enkapsulasi dilakukan menggunakan spray dryer

dengan suhu inlet 1700 C dan kecepatan 15 mL/menit. Total padatan dari proses enkapsulasi sebesar 20 %. Proses enkapsulasi dilaksanakan dua kali. Hasil enkapsulasi dibagi menjadi dua jenis yaitu jenis A dan jenis B. Jenis A merupakan produk enkapsulasi yang tertampung di collection vessel sedangkan jenis B merupakan produk enkapsulasi yang terdapat di drying chamber (Gambar 4). Jenis A merupakan produk yang digunakan sebagai fortifikan karena memiliki karakteristik bentuk yang halus sehingga sesuai dengan karakteristik tepung ubi kayu.

Rata-rata rendemen yang dihasilkan pada produk jenis A (produk di

collection vessel) lebih banyak dibandingkan dengan produk rendemen yang dihasilkan pada jenis B (produk di drying chamber). Berdasarkan dari hasil penelitian, jumlah rendemen yang terdapat di drying chamber cukup besar yaitu sebesar 25,66 %. Menurut Masters (1979), bahan dapat menempel di ruang pengering (drying chamber) disebabkan karena droplet sampai ke dinding pengering dalam keadaan semi basah (panas dari udara pengering tidak mampu mengeringkan semua bahan yang disemprotkan ke dalam ruang pengering) atau karena komposisi bahan yang menyebabkan kelengketan selama pengeringan. Total dari rendemen hasil spray drying adalah 54,45 %. Total rendemen ini tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan total rendemen hasil spray retinyl palmitate pada penelitian yang dilakukan oleh Reynolds (2005), yaitu menghasilkan rendemen sebesar 12,5 % - 48,3 %. Menurut Erdinc (2007), total padatan suspensi mempengaruhi rendemen hasil spray drying. Semakin tinggi total padatan yang dikeringkan maka rendemen yang dihasilkan akan semakin tinggi. Suhu inlet dan laju alir umpan juga mempengaruhi jumlah rendemen produk. Menurut Esquijarosa et al. (2009), peningkatan suhu inlet yang disertai peningkatan laju alir umpan dapat meningkatkan rendemen produk. Total rendemen produk enkapsulasi dapat dilihat di Tabel 1.

Drying chamber

Collection vessel

(22)

16

Tabel 1 Rendemen produk NRPT hasil spray drying

Hasil fortifikan yang berupa nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi kemudian dikarakterisasi melalui pengujian kadar air, analisis ukuran partikel, dan kadar vitamin A. Kadar air merupakan parameter yang penting untuk diketahui karena berhubungan dengan daya simpan produk akhir dan efektifitas pengeringan. Berdasarkan data hasil pengukuran kadar air pada nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi diketahui bahwa kadar air jenis A (produk di collection vessel) lebih tinggi dibandingkan kadar air jenis B (produk di drying chamber). Hal ini dikarenakan produk di drying chamber mengalami waktu kontak yang lebih lama dengan panas (heated air or gas yang berasal dari nozzle) dibandingkan dengan produk yang berada di collection vessel. Menurut Wrzosek

et al. (2013), kadar air prduk hasil spray drying dipengaruhi oleh laju alir umpan. Berdasarkan penelitian Wrzosek et al. (2013), laju alir umpan yang tinggi dapat meningkatkan kadar air produk.

Kadar air pada produk yang berada di drying chamber sebesar 1,58% (BB), sedangkan kadar air produk yang berada di collection vessel sebesar 3,00% (BB). Kadar air ini masih sesuai jika dibandingkan dengan kadar air flavor yang dienkapsulasi dengan spray drying yang memiliki kadar air kurang dari 5 % (Galmarini et al. 2008). Pada beberapa standar mutu produk kering, syarat maksimum kadar air produk susu bubuk (SNI 01-2970-1999) dan kopi instan (SNI 01-2983-1992) sebesar 4,0 %. Oleh karena itu kadar air dari enkapsulat nanoemulsi vitamin A masih berada dalam kisaran umum kadar air produk kering yang dihasilkan dengan proses spray drying.

Distribusi Ukuran Partikel pada Fortifikan

Distribusi ukuran partikel pada nanoemulsi retinyl palmitate diukur menggunakan alat Particle Size Analyzer. Particle Size Analyzer merupakan alat yang dapat melihat distribusi ukuran partikel sampel. Dari hasil analisis, rata-rata diameter partikel nanoemulsi vitamin A (NRP) sebesar 130,01 nm dengan PDI (poly dispersity index) sebesar 0,0340. Ukuran tersebut masih diterima sebagai partikel nano karena menurut Li et al. (2011) bahwa yang disebut sebagai nanoemulsi adalah emulsi yang partikelnya berukuran 20 – 300 nm. PDI menunjukkan intensitas penyebaran dari ukuran partikel. Menurut Malvern (2013), data yang baik adalah data yang PDI nya kurang dari 0,5. Jika PDI lebih besar dari 0,5 maka data Z average (ukuran distribusi partikel) sulit untuk diterima karena besarnya variasi dari ukuran partikel. Data pada pengukuran NRP ini dapat diterima karena memiliki PDI kurang dari 0,5. Pengukuran dilakukan berdasarkan intensitas, volume, dan jumlah. Contoh kurva hasil distribusi ukuran nanoemulsi

retinyl palmitate berdasarkan intensitas dapat dilihat pada Gambar 5. Hasil

(23)

17

Z average =130,01 nm

pengukuran distribusi ukuran partikel nanoemulsi retinyl palmitate selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Distribusi ukuran partikel nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi diukur menggunakan Particle Size Analyzer. Rata-rata diameter nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi (NRPT) sebesar 246,1 nm. PDI (poly dispersity index) pada pengukuran nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi ini sebesar 0,314, artinya data dari pengukuran tersebut dapat diterima karena memiliki PDI kurang dari 0,5. Berdasarkan data, intersep pada pengukuran ini sebesar 0,958 dan menurut Malvern (2013), pengukuran yang baik memiliki intersep antara 0,85-0,95. Kurva dari hasil pengukuran disribusi ukuran nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi menggunakan Particle Size Analyzer dapat dilihat pada Gambar 6. Output dari hasil pengukuran nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Gambar 5 Dispersi ukuran NRP berdasarkan intensitas menggunakan

Particle Size Analyzer

(24)

18

Rata-rata diameter nanoemulsi vitamin A yang sudah dienkapsulasi mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan ukuran nanoemulsi vitamin A. Hal ini karena adanya bahan penyalut sehingga ukuran partikel menjadi lebih besar. Peningkatan diameter nanoemulsi yang telah dienkapsulasi juga terjadi pada penelitian Li et al. (2011). Berdasarkan data penelitian tersebut, diameter dari nanoemulsi vitamin E setelah dienkapsulasi menggunakan berbagai bahan pengapsul umumnya mengalami peningkatan dua kali lipat untuk semua sampel. Menurut Li et al. (2011), jenis bahan pengapsul mempengaruhi peningkatan ukuran diameter produk hasil enkapsulasi. Salah satu perlakuan dengan menggunakan bahan pengapsul berupa maltodekstrin mengalami peningkatan ukuran diameter dari 79,1 nm menjadi 182,3 nm setelah dienkapsulasi. Hasil analisis ukuran partikel dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Hasil analisis ukuran partikel

Bentuk Produk Alat Rata – rata diameter

Analisis Kandungan Vitamin A Menggunakan HPLC

Analisis kandungan vitamin A. dilakukan menggunakan HPLC (High Pressure Liquid Chromatography). Analisis ini menggunakan metode modifikasi dari Kwiecien et al. (2010). Analisis dilakukan terhadap nanoemulsi retinyl palmitate dan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi. Kandungan vitamin A dihitung dari persamaan kurva standar.

(25)

19 panjang gelombang penyinaran mempengaruhi retensi vitamin A, terutama sinar UV yang bertanggung jawab pada proses degradasi vitamin A. Panjang gelombang di bawah 415 nm lebih dapat mendegradasi vitamin A lebih kuat dibandingkan dengan panjang gelombang 415 nm dan 455 nm.

Kandungan vitamin A pada hasil enkapsulat nanoemulsi vitamin A sebesar 31,53 ppm. Hasil ini diperoleh dengan metode ekstraksi heksan yang kemudian diukur menggunakan HPLC. Recovery vitamin A pada hasil enkapsulasi vitamin A sebesar 56,91 %. Kehilangan vitamin A cukup tinggi pada saat proses enkapsulasi karena suhu yang tinggi pada spray dryer. Menurut Sauvant et al.(2012), proses enkapsulasi menggunakan teknik spray drying dapat merusak komponen yang sensitif, termasuk vitamin. Menurut hasil penelitian Thankitsunthorn et al. (2009), kehilangan vitamin C pada proses pembuatan bubuk buah gooseberry menggunakan teknik spray drying dengan suhu inlet 1200C dan 1400C berturut-turut sebesar 39,4% dan 62,1 %. Kehilangan vitamin A pada saat proses juga terjadi pada penelitian Reynolds (2005). Berdasarkan data dari penelitian Reynolds (2005) tersebut, recovery setelah proses spray drying

hanya sebesar 0,1 – 3 %.

Metode ekstraksi vitamin A pada penelitian ini menggunakan hexan dan diekstrak selama 30 menit. Adanya emulsifikasi dan enkapsulasi yang melindungi vitamin A menyebabkan vitamin A sulit untuk diekstrak. Metode ekstraksi heksan diduga kurang optimal mengekstrak vitamin A pada NRPT. Kemungkinan kandungan dari vitamin A pada NRPT lebih dari 31,53 ppm. Grafik perbandingan kandungan vitamin A pada kedua sampel dapat dilihat pada Gambar 7. Total kandungan vitamin A pada NRPT dan NRP selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

(26)

20

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu dan Aplikasi Fortifikasi Vitamin A pada Tepung Ubi Kayu

Hasil karakterisasi tepung ubi kayu menunjukkan bahwa sampel tepung ubi kayu memiliki nilai gizi yang sesuai dengan standar mutu tepung ubi kayu yang disyaratkan oleh SNI 01-2997-1992. Kadar air sampel tepung ubi kayu sebesar 10,5 %, sesuai dengan persyaratan SNI 01-2997-1992 (maksimal 12 %). Kadar abu sampel tepung ubi kayu sebesar 1,46 %, sesuai dengan persyaratan SNI 01-2997-1992 (maksimal 1,5 %). Kadar karbohidrat sampel tepung ubi kayu sebesar 84,57 %, sesuai dengan persyaratan SNI 01-2997-1992 (minimal 75 %). Sampel tepung ubi kayu mengandung protein sebesar 2,24 % dan lemak sebesar 0,82 %. Kadar protein dan lemak masih belum dipersyaratkan oleh SNI 01-2997-1992. Hasil karakterisasi tepung ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil karakterisasi tepung ubi kayu yang digunakan

Salah satu syarat mutu menurut SNI 01-2997-1992 adalah kandungan HCN. Kandungan HCN yang tinggi dapat menyebabkan keracunan bagi manusia maupun hewan. Oleh karena itu, menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu yang bisa digunakan maksimal mengandung HCN sebesar 40 ppm. Menurut penelitian Prangdimurti (1991), kadar HCN pada ubi kayu segar varietas Adira 1 sebesar 41,04 ppm. Namun dengan adanya perlakuan – perlakuan dalam pembuatan tepung ubi kayu seperti perendaman, penjemuran, dan penghancuran dapat menurunkan kadar HCN sebesar 10,00 – 16,5 ppm. Jumlah ini masih sesuai dengan syarat mutu tepung ubi kayu menurut SNI 01-2997-1992 yaitu maksimal 40 ppm.

Karakterisasi Tepung Ubi Kayu Terfortifikasi

Karakterisasi pada tepung ubi kayu terfortifikasi meliputi kadar air dan analisis warna menggunakan chromameter. Terdapat dua sampel pada karakterisasi ini yaitu tepung ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi dan tepung ubi kayu kontrol (tanpa fortifikasi). Fortifikasi retinyl palmitate bebas tidak dilakukan karena retinyl palmitate yyang digunakan dalam bentuk oily sehingga kurang tepat jika diaplikasikan ke tepung ubi kayu. Berdasarkan hasil analisis, kadar air pada kedua sampel tepung berkisar antara 11,10 – 11,42 g/100 g dan masih memenuhi standar mutu tepung ubi kayu yang disyaratkan oleh SNI 01-2977-1992 yaitu maksimal 12 g/100g. Berdasarkan uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa kadar air tepung fortifikasi nanoemulsi vitamin A tenkapsulasi dan tepung non fortifikasi tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa fortifikasi yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap kadar

Komponen Sampel tepung ubi kayu SNI 01-2997-1992

Air (%) 10,51 ± 0,01 Maks. 12,0

Abu (%) 1,46 ± 0,02 Maks. 1,5

Protein (%) 2,24 ± 0,05 -

Lemak (%) 0,82 ± 0,01 -

(27)

21 air tepung ubi kayu. Hasil uji statistik kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi dan tepung ubi kayu non fortifikasi dapat dilihat pada Lampiran 4.

Selain kadar air, analisis warna juga dilakukan pada penelitian ini karena fortifikan nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi berwarna kecoklatan, sehingga dikhawatirkan dapat mempengaruhi warna tepung ubi kayu. Nilai hasil pengukuran warna menggunakan chromameter dikonversi menjadi derajat putih. Nilai derajat putih kedua sampel tepung tersebut masih memenuhi standar mutu tepung ubi kayu SNI 01-2997-1992 yaitu minimal 85 %. Berdasarkan uji statistik ANOVA menunjukkan bahwa nilai derajat putih tepung fortifikasi nanoemulsi vitamin A tenkapsulasi (NRPT) dan tepung non fortifikasi tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa fortifikasi yang dilakukan tidak berpengaruh terhadap derajat putih tepung ubi kayu. Hasil karakterisasi tepung ubi kayu terfortifikasi dapat dilihat di Tabel 4. Hasil uji statistik warna dan derajat tepung ubi kayu terforfikasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Lampran 6.

Tabel 4 Karakteristik tepung ubi kayu terfortifikasi

Ket : a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Karakterisasi Flakes Ubi Kayu

Karakterisasi terhadap flakes ubi kayu meliputi kadar air flakes, analisis warna menggunakan chromameter, tekstur (hardness dan hardness work done), serta konsentrasi vitamin A. Produk flakes belum memiliki standar mutu nasional. Namun jika dibandingkan dengan SNI untuk produk susu sereal maka kadar air

flakes sedikit lebih tinggi yaitu berkisar antara 3,41 - 3,84 %. Berdasarkan SNI 01-4270-1996, kadar air maksimal pada susu sereal adalah 3,00 %. Jika melihat dari bahan baku yang hampir sama dan syarat penerimaan konsumen yaitu tekstur dan kerenyahan , maka syarat mutu produk biskuit SNI 01 – 2973 – 1992 bisa digunakan sebagai acuan. Kadar air maksimal pada biskuit adalah 5 %, maka kadar air flakes ubi kayu ini masih sesuai dengan standar SNI untuk produk biskuit. Berdasarkan uji ANOVA, kadar air ketiga jenis sampel tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses fortifkasi tidak berpengaruh terhadap kadar air sampel flakes ubi kayu. Hasil uji statistika kadar air sampel flakes

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

Karakterisasi lain yang dilakukan adalah uji warna menggunakan

chromameter. Berdasarkan hasil uji ANOVA, nilai L (kecerahan), nilai a, dan nilai b dari ketiga sampel tidak berbeda nyata. Hasil uji statistika warna flakes ubi kayu dapat dilihat pada Lampiran 8. Berdasarkan hasil pengukuran, ketiga sampel berwarna merah kekuningan secara objektif. Jika dilihat seca subjektif (tanpa alat)

(28)

22

maka flakes tersebut berwarna kecoklatan. Penampakan dari sampel flakes dapat dilihat pada Gambar 8.

Karakterisasi lainnya yang dilakukan adalah uji tekstur (berupa hardness

dan hardness work done). Hardness merupakan nilai yang diperoleh dari puncak tertinggi dalam grafik analisis tekstur. Hardness menggambarkan kekerasan produk yang dihasilkan. Hardness dari ketiga sampel berkisar antra 602,89 – 854,22 gf. Berdasarkan uji ANOVA, hardness ketiga sampel tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa proses fortifikasi tidak berpengaruh terhadap

hardness sampel. Hasil uji statistika hardness selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9. Uji tekstur lainnya berupa hardness work done. Hardness work done

menggambarkan jumlah energi yang digunakan untuk mengkompresi produk ketika dianalisis karakteristik teksturnya. Berdasarkan data, ketiga sampel mempunyai hardness work done berkisar antara 1,06 – 1,15 mJ. Berdasarkan uji ANOVA, ketiga sampel memiliki hardness work done yang tidak berbeda nyata, artinya, proses fortifikasi tidak berpengaruh terhadap hardness work done flakes

ubi kayu. Hasil uji statistika hardness work done selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil karakterisasi flakes ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Karakterisasi flakes ubi kayu

Jenis Analisis Jenis cassava flakes

Tanpa

(29)

23 Ket : N.a = Not available; a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan).

Karakterisasi yang terpenting yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji konsentrasi vitamin A. Pengukuran konsentrasi vitamin A yang dilakukan pada ketiga sampel bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari proses pembuatan fortifikan menjadi partikel berukuran nano terhadap kestabilan vitamin A. Pada

flakes ubi kayu tanpa fortifikasi mengandung vitamin A sebesar 0,30 ppm.Vitamin A tersebut berasal dari margarin dan egg yolk yang digunakan sebagai bahan dalam pembuatan flakes ubi kayu. Vitamin A pada flakes

terfortifikasi vitamin A bebas tidak terdeteksi (not available). Vitamin A berupa

retinyl palmitate bebas sebanyak 1,2 ppm yang ditambahkan pada flakes tersebut kemungkinan hilang karena proses pengolahan. Hal ini karena vitamin A memang sangat rentan dengan cahaya, oksigen, dan udara sehingga mudah teroksidasi (Allen 2006). Terlebih lagi vitamin A bebas tidak tersalut (terlindungi) dengan bahan peyalut sehingga panas dan cahaya yang terpapar akan lebih mudah mendegradasi vitamin A tersebut. Pencampuran vitamin A dalam bentuk oily pada adonan flakes yang sulit untuk homogen kemungkinan juga menjadi salah satu penyebab tidak terdeteksinya kandungan vitamin A. Vitamin A dalam bentuk oily biasanya digunakan untuk fortifikasi lemak/minyak, cream, ataupun lipstik. Vitamin A dalam bentuk oily jarang daplikasikan untuk fortifikasi produk pangan (bukan lemak/minyak) karena sulit untuk tercampur secara merata.

(30)

24

protein (Triyono 2010). Proses denaturasi protein pada whey protein inilah yang menyebabkan vitamin A pada flakes ubi kayu menjadi mudah diekstrak menggunakan metode heksan. Hasil uji total kandungan vitamin A pada flakes

terfortifikasi nanoemuli retinyl palmitate terenkapsulasi dapat dilihat pada Lampiran 11.

Hasil enkapsulasi nanoemulsi vitamin A (NRPT) memang sangat stabil, terbukti dari hasil pengukuran kandungan vitamin A. Setelah disimpan selama 5 bulan, nilai kandungan vitamin A tidak banyak berubah. Pembuatan enkapsulat nanoemulsi vitamin A (NRPT) dilakukan pada tanggal 11 April 2014 dan dilakukan dua kali uji kandungan yaitu tanggal 14 April 2014 dan 15 September 2014. Kandungan vitamin A pada pengujian yang dilakukan tanggal 14 April 2014 sebesar 30,99±0,07 ppm, sedangkan kandungan vitamin A pada pengujian tanggal 15 September 2014 sebesar 32,07±1,59 ppm. Berdasarkan hasil analisis, terlihat bahwa enkapsulat nanoemulsi vitamin A sangat stabil karena kandungan vitamin A pada enkapsulat tersebut tidak berkurang meskipun disimpan selama kurang lebih 5 bulan di refrigator. Kandungan vitamin A pada enkapsulat nanoemulsi vitamin A yang diukur pada bulan April agak lebih rendah karena kemungkinan faktor preparasi pada saat pengujian kandungan vitamin A. Hasil total kandungan vitamin A pada NRPT yang menunjukkan kestabilan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 12.

Faktor lain yang dapat menyebabkan tingginya jumlah vitamin A yang terdeteksi yaitu proses ekstraksi vitamin A. Vitamin larut lemak yang terdapat di pangan terikat dengan kompleks lipoprotein, dan karenanya protein serta lemak harus dipecah untuk melepaskan vitamin (Blake 2007). Berdasarkan jurnal AOAC (Blake 2007), saponifikasi selama semalam baik menggunakan metanol ataupun etanol di suhu kamar memberikan kondisi terbaik untuk mempercepat proses ekstraksi. Metode untuk ekstraksi vitamin A pada penelitian ini adalah dengan ekstraksi langsung mengguunakan hexan selama 30 menit. Dimungkinkan, metode tersebut belum bisa mengekstrak vitamin A secara optimal. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Korchazhkina et al. (2006), pengujian vitamin E pada ASI menggunakan metode saponifikasi mempunyai recovery

yang lebih besar dibandingkan dengan recovery pengujian vitamin E pada ASI dengan metode ekstraksi langsung menggunakan hexan. Menurut Korchazhkina et al. (2006), pengujian vitamin E pada ASI menggunakan metode saponifikasi menmpunyai recovery 99,6 %, sedangkan pengujian vitamin A pada ASI menggunakan metode ekstraksi langsung mempunyai recovery 60 %. Berdasarkan penelitian Irakli et al. (2011), ekstraksi ß-carotene dan lutein menggunakan metode saponifikasi mempunyai recovery sebesar 90-102 %, sedangkan ekstraksi ß-carotene dan lutein menggunakan metode ekstraksi langsung mempunyai

recovery lebih rendah yaitu sebesar 46,7-74,5 %. Jika mengacu pada penelitian Korchazhkina et al. (2006), maka kandungan vitamin A pada nanoemulsi retinyl palmitate adalah 52,34 ppm (166 % lebih besar dibandingkan dengan jumlah kandungan vitamin A yang diukur dengan metode ekstraksi langsung) sehingga

(31)

25

Uji Organoleptik

Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji beda dari kontrol (different from control test) dan uji rating hedonik yang dilakukan pada 70 panelis tidak terlatih. Uji beda dari kontrol dilakukan pada flakes dengan penyajian kering dan penyajian rehidrasi susu. Uji beda dari kontrol ini bertujuan utuk mengetahui kemampuan panelis dalam mendeteksi adanya penambahan fortifikan pada flakes, baik berupa vitamin A (retinyl palmitate) bebas maupun nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi (NRPT). Uji beda dari kontrol dilakukan terhadap tiga jenis sampel yaitu sampel flakes terfortifikasi vitamin A (retinyl palmitate) bebas, flakes terfortifikasi nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi (NRPT), dan flakes tanpa fortifikasi sebagai kontrol.

Berdasarkan data uji beda dari kontrol pada flakes ubi kayu dengan penyajian kering terdapat perbedaan nyata pada ketiga sampel uji. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut berupa uji Dunnet yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat perbedaan sampel uji jika dibandingkan dengan kontrol (flakes tanpa fortifikasi). Setelah dilakukan uji Dunnet, terlihat bahwa flakes

terfortifikasi nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi (NRPT) dan flakes

terfortifikasi vitamin A (retinyl palmitate) bebas memiliki perbedaan yang cukup signifikan dengan flakes kontrol. Berdasarkan uji organoleptik different from control test, dapat disimpulkan bahwa panelis mampu mendeteksi adanya penambahan fortifikan pada flakes ubi kayu dalam bentuk kering (belum direhidrasi), baik terfortifikasi dengan nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi maupun dengan vitamin A bebas. Hasil uji statistik dari uji beda kontrol terhadap

flakes ubi kayu penyajian kering dapat dilihat pada Lampiran13.

Berdasarkan uji beda dari kontrol pada flakes ubi kayu dengan penyajian rehidrasi susu menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata pada ketiga sampel. Setelah dilakukan uji Dunnet, terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara flakes kontrol dengan flakes terfortifikasi nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi dan flakes terfortifikasi retinyl palmitate bebas. Berdasarkan uji organoleptik different from control test, dapat disimpulkan bahwa panelis mampu mendeteksi adanya penambahan fortifikan pada flakes ubi kayu setelah direhidrasi susu, baik terfortifikasi dengan nanoemulsi vitamin retinyl palmitate terenkapsulasi maupun dengan retinyl palmitate bebas. Hasil uji statistik dari uji beda kontrol terhadap flakes ubi kayu rehidrasi susu dapat dilihat pada Lampiran 14.

(32)

26 Gambar 9 Hasil Uji Rating Hedonik

Berdasarkan hasil penelitian, sebaran (distribusi) skor penilaian uji rating hedonik flakes ubi kayu penyajian kering maupun penyajian rehidrasi susu dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10 Distribusi skor penilaian uji rating hedonik flakes ubi kayu

(33)

27 Berdasarkan data sebaran skor penilaian uji rating hedonik terhadap

flakes terfortifikasi nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi pada Gambar 10, dapat diketahui persentase panelis yang menyukai flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi (baik dengan penyajian kering maupun rehidrasi susu). Persentase panelis yang menyukai flakes tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 Jumlah panelis yang menyatakan suka (agak suka, suka, dan sangat suka) terhadap flakes ubi kayu terfortifikasi NRPT

Parameter

Berdasarkan Gambar 9, rata – rata dari skor uji rating hedonik terhadap warna pada sampel flakes ubi kayu penyajian rehidrasi susu memiliki nilai yang hampir sama jika dibandingkan dengan warna flakes ubi kayu penyajian kering, karena rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan flakes ubi kayu penyajian rehidrasi susu (4,71/netral mendekati agak suka) dan rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan flakes ubi kayu penyajian kering (4,70/netral mendekati agak suka). Sedangkan jika dilihat dari jumlah persentase panelis yang menyukai

flakes (agak suka, suka, dan sangat suka) dari segi parameter warna (Tabel 6),

flakes ubi kayu dengan penyajian rehidrasi susu memiliki persentase jumlah panelis yang menyukai lebih tinggi (60 %) dibandingkan dengan flakes penyajian kering yang sebesar 57,14 %. Flakes ubi kayu terfortifikasi (baik penyajian kering maupun rehidrasi susu) cukup disukai panelis dari segi warna terlihat dari persentase jumlah panelis yang suka cukup tinggi. Penambahan susu pada penyajian flakes dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap flakes dari segi warna.

(34)

28

Rata – rata dari skor uji rating hedonik pada sampel flakes ubi kayu penyajian rehidrasi susu (Gambar 9) memiliki rasa yang hampir sama jika dibandingkan dengan rasa flakes ubi kayu penyajian kering, karena rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan flakes ubi kayu penyajian rehidrasi susu (5,20/agak suka) dan rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan flakes ubi kayu penyajian kering (5,11/agak suka). Sedangkan jika dilihat dari jumlah persentase panelis yang menyukai flakes (agak suka, suka, dan sangat suka) dari segi parameter rasa (Tabel 6), flakes ubi kayu dengan penyajian rehidrasi susu memiliki persentase jumlah panelis yang menyukai lebih tinggi (75,71 %) dibandingkan dengan flakes dengan penyajian kering yang sebesar 71,44 %.

Flakes ubi kayu terfortifikasi (baik penyajian kering maupun rehidrasi susu) cukup disukai panelis dari segi rasa terlihat dari persentase jumlah panelis yang suka cukup tinggi. Penambahan susu pada penyajian flakes dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap flakes dari segi rasa.

Rata – rata dari skor uji rating hedonik pada sampel flakes ubi kayu penyajian kering (Gambar 9) memiliki tekstur yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan tekstur flakes ubi kayu penyajian rehidrasi susu, karena rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan flakes ubi kayu penyajian kering (5,60/ suka) dan rata-rata kesukaan panelis terhadap penampakan flakes ubi kayu penyajian rehidrasi susu (4,64/agak suka). Sedangkan jika dilihat dari jumlah persentase panelis yang menyukai flakes (agak suka, suka, dan sangat suka) dari segi parameter tekstur (Tabel 6), flakes ubi kayu dengan penyajian kering memiliki persentase jumlah panelis yang menyukai lebih tinggi (82,85 %) dibandingkan dengan flakes dengan penyajian rehidrasi susu yang sebesar 62,86 %. Flakes ubi kayu terfortifikasi (baik penyajian kering maupun rehidrasi susu) cukup disukai panelis dari segi tekstur terlihat dari persentase jumlah panelis yang suka cukup tinggi. Persentase julah panelis yang menyukai tekstur flakes dengan penyajian kering lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah panelis yang menyukai flakes

dengan penyajian rehidrasi susu. Hal ini menunjukkan bahwa flakes ubi kayu juga berpeluang dikembangkan dalam bentuk penyajian kering jika dlihat dari parameter tekstur. Panelis menyukai tekstur flakes ubi kayu yang renyah (crunchy).

Berdasarkan Tabel 10, dapat diketahui bahwa hampir keseluruhan parameter memiliki persentase jumlah panelis yang menyatakan suka cukup tinggi. Flakes

ubi kayu terfortifikasi NRPT dalam penyajian rehidrasi susu lebih disukai daripada flakes dengan penyajian kering pada parameter warna, aroma, dan rasa.

Flakes ubi kayu terfortifikasi NRPT dalam penyajian kering lebih disukai daripada flakes dengan penyajian rehidrasi susu pada parameter tekstur. Terlihat juga bahwa persentase jumlah panelis yang menyukai flakes ubi kayu penyajian kering dan dengan rehidrasi susu tidak jauh berbeda sehingga flakes ubi kayu berpotensi untuk dikembangkan dalam dua bentuk yaitu flakes dengan penyajian kering dan flakes dengan penyajian rehidrasi susu.

Hasil Uji Proksimat Flakes Fortifikasi Nanoemulsi Vitamin A Enkapsulasi

(35)

29 nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi sesuai dengan standar mutu susu sereal SNI 01-4270-1996. Kadar lemak pada flakes ubi kayu fortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi lebih rendah dibandingkan dengan standar mutu untuk susu sereal. Hal ini karena terdapat susu pada komposisi produk susu sereal, sedangkan

flakes ubi kayu diuji kadar lemaknya tanpa penambahan susu sehingga kadar lemak flakes ubi kayu lebih rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada susu sereal. Kadar serat kasar pada flakes ubi kayu fortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi sebesar 1,6 %. Jumlah ini lebih besar jika dibandingkan dengan standar mutu susu sereal SNI 01-4270-1996. Hal ini karena sebagian besar komposisi produk susu sereal adalah susu bubuk, sehingga jumlah serat kasar per gram sampel lebih sedikit dibandingkan dengan produk flakes ubi kayu yang diukur kadar serat kasarnya tanpa penambahan susu. Kadar serat pada flakes ubi kayu masih sesuai jika dibandingkan dengan produk flakes sejenis. Menurut penelitian Suarni (2009), kadar serat kasar flakes dengan berbahan dasar tepung jagung (50 %) : tepung ubi kayu (40 %): tepung kacang hijau (10 %) sebesar 2,9 %. Hasil uji proksimat dapat dilihat di Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji proksimat flakes fortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi

Komponen Sampel flakes SNI 01-4270-1996

Abu (%) 2,01 Maks. 4,0

Protein (%) 6,67 Min. 5,0

Lemak (%) 2,99 Min. 7,0

Karbohidrat (%) 86,8 Min. 60,7

Serat kasar (%) 1,61 Maks. 0,7

Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari flakes fortifikasi nanoemulsi vitamin A enkapsulasi dapat dilihat pada Tabel 9. Angka Kecukupan Gizi (AKG) dihitung berdasarkan takaran saji 45 gram. Berdasarkan hasil perhitungan, satu takaran saji

flakes ubi kayu dapat mencukupi kebutuhan kalori sebesar 9,02 %, kebutuhan protein sebesar 11,20 %, kebutuhan lemak sebesar 1,61 %, dan kebutuhan vitamin A sebesar 18,33 %. Angka Kecukupan Gizi (AKG) dari flakes dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Persentase angka kecukupan gizi untuk 45 gram flakes

Zat gizi Total per 45 g % AKG

Kalori (kkal) 180,35 9,02

Protein (g) 3,00 11,20

Lemak (g) 1,34 1,61

(36)

30

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nanoemulsi retinyl palmitate (NRP) dan nanoemulsi retinyl palmitate

terenkapsulasi (NRPT) berturut-turut memiliki rata-rata ukuran diameter sebesar 130,01 nm dan 246,10 nm. Ukuran tersebut masih termasuk dalam skala nano. Partikel nano mempunyai ukuran diameter antara 20 – 300 nm. Dengan metode ekstraksi heksan dan analisis menggunakan HPLC, kandungan vitamin A pada nanoemulsi retinyl palmitate dan nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi berturut-turut sebesar 55,70±7,41 ppm dan 31,53±0,77 ppm. Nilai ini diduga akan lebih tinggi jika menggunakan tahap saponifikasi dalam ekstraksi sampel. Penambahan fortifikan berupa nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi tidak berpengaruh terhadap kadar air dan karakter fisik tepung ubi kayu.

Penambahan fortifikan, baik berupa nanoemulsi retinyl palmitate

terenkapsulasi maupun retinyl palmitate bebas, tidak berpengaruh terhadap kadar air dan karakter fisik flakes ubi kayu. Kandungan vitamin A yang terdeteksi pada

flakes terfortifikasi nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi sebesar 4,31 ppm. Meskipun kadarnya rendah namun panelis mampu mendeteksi adanya penambahan vitamin A. Vitamin A pada flakes ubi kayu terfortifikasi nanoemulsi

retinyl palmitate terenkapsulasi mampu mencukupi 18,33 % kebutuhan harian vitamin A. Flakes dengan fortifikasi nanoemulsi retinyl palmitate terenkapsulasi dapat diterima panelis dari segi warna, rasa, aroma, dan tekstur.

Saran

Perlu diperhatikan lagi kondisi saat preparasi pembuatan fortifikan nanoemulsi vitamin A dan kondisi pada saat preparasi pengujian vitamin A untuk meminimalkan kerusakan vitamin A selama proses. Juga perlu diperhatikan metode yang tepat dalam ekstraksi vitamin A sebelum pengukuran vitamin A agar vitamin A dapat terekstrak secara optimal, serta perlu diperhatikan metode yang tepat untuk fortifikasi retinyl palmitate berupa oily ke dalam bahan pangan agar dapat tercampur secara merata.

DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah DR, Waysima, Budi N, Elvira S, Dian H, Dias I. 2012. Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor: Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Allen L, Bruno DB, Omar D, Richard H. 2006. Guidelines on food fortification with micronutrients. Geneva : World Health Organization and Food and Agricultural Organization of the United Nations.

(37)

31

[AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official Method 2003.06 Crude Fat in Feeds, Cereal Grains, and Forages. Randal/Soxtec/Hexanes Extraction-Submersion Method. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA.

[AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official Method 2001.11. Protein (Crude) in Animal Feed, Forage (Plant Tissue), Grain, and Oilseeds. Block Digestion Method Using Copper Catalyst and Steam Distilation into Boric Acid. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA.

[AOAC] Association of Analytical Communities (US). 2012. AOAC Official Method 942.05. Ash of Animal Feed.. AOAC International Suite 500: 481North Frederick Avenue Gaithersburg, Maryland 20877-2417,USA.

Blake CJ. 2007. Status of methodology for the determination of fat-soluble vitamins in foods, dietary supplements, and vitamin premixes. Journal of -AOAC International. 90(4):897-910.

Blomhoff R.1994. Vitamin A in health and disease. New York : Marcel Decker Inc.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional (ID).1992.SNI 01-2997-1992:Tepung Singkong.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional (ID).1992.SNI 01-2891-1992:Metode Analisis Kadar Air Metode Oven.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional (ID).1996.SNI 01-4270-1996:Susu Sereal. Choi KO, Jina R, Hae-soo K, Sanghoon K. 2010. Spray-dried conjugated linoleic

acid encapsulated with maillard reaction products of whey proteins and maltodextrin. Food Sci. Biotechnol. 19(4): 957-965.

Dunn TJ, Amy WS. 2010. Ligh barrier for non-foil packaging. Final Scientific Report. Atlanta : Printpack,Inc.

Erdinc BI. 2007. Micro/nanoencapsulation of proteins within alginate/chitosan matrix by spray drying.[tesis].Canada : Queen’s University.

Esquijarosa JA, Jauregui H, Amaro G, Sordo M. 2009. Spray drying of aqueous extract of Mangifera indica l (vimang): scale up for the process. World Applied SciencesJournal 6 (3): 408-412.

Felicia A. 2006. Pengembangan produk sereal sarapan siap santap berbasis sorghum. [skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

Galmarini MV, Zamora MC, Baby R, Chirife J, Mesina V. 2008. Aromatic profiles of spray-dried encapsulated orange flavours: influence of matrix composition on the aroma retention evaluated by sensory analysis and electronic nose techniques. Journal of Food Science & Technology. 43(9): 1569–1576.

Gharsallaoui A, Gaelle R, Odile C, Andree V, Remi S. 2007. Applications of spray-drying in microencapsulation of food ingredients: An overview. Food Research International. 40(2007):1107–1121.

Hindom GV, Lorensia MEP, Fransiskus SP. 2013. Kualitas flakes talas belitung dan kecambah kedelai (Glycine max (L.) merill) dengan variasi maltodekstrin. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya.

(38)

32

Irakli MN, Victoria FS, Ioanni NP. 2011. Development and validation of an HPLC method for the simultaneous determination of tocopherols, tocotrienols and carotenoids in cereals after solid-phase extraction.J.Sep.Sci. 34(2011):1375–1382.

Korchazhkina O, E.Jones, M.Czauderna, S.A. Spencer, J.Kowalczyk. 2006. Hplc with uv detection for measurement of vitamin E in human milk. Acta Chromatographica. 16(2006):48-57.

Kwiecien A, Urszula H, Jan K. 2010. Determination of retinyl palmitate in ointment by hplc with diode array detection. Acta Poloniae Pharmaceutica-Drug Research. 67(5):475-479.

Li X, Nicolas A, Thi MCT, Minjie Z, Nadia M, Thierry FV.2011. Microencapsulation of nanoemulsions: novel Trojan particles for bioactive lipid molecule delivery. International Journal of Nanomedicine. 6(2011): 1313-1325.

Malvern. 2013. Zetasizer Nano User Manual. United Kingdom : Malvern Instruments Ltd.

Mardliyati E. 2013. Nanoteknologi dan Aplikasinya pada Pangan. Seminar Nanoteknologi. Foodival. Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor.

Masters.1979. Spray Drying Handbook. Dikutip oleh Ningsih R. 2007. Kajian proses pembuatan gula serbuk dari nira aren murni (Arenga pinnata, Merr) pada berbagai tingkatan suhu inlet dan laju alir bahan menggunakan spray dryer.[tesis]. Bandung (ID) : Universitas Padjajaran.

Nadimin, Abdullah T. 2013. Pengaruh fortifikasi vitamin A pada minyak goreng curah terhadap tingkat kesukaan konsumen pada makanan gorengan. Media Gizi Pangan.15(1) : 62-69.

Nedovic V, Ana K, Verica M, Steva L, Branco B. 2011. An overview of encapsulation technologies for food applications. Procedia Food Science

1(2011):1806-1815.

Prangdimurti E. 1991. Fortifikasi zat besi pada mie kering yang dibuat dari campuran tepung terigu dan tepung singkong [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Reynolds R. 2005. Spray drying of β-lactoglobulin-vitamin A and β -lactoglobulin-vitamin D complexes. [tesis]. Raleigh : North Carolina State University.

Sauvant P, Maud C, Abdessattar HS, Claude A. 2012.Vitamin A enrichment: caution with encapsulation strategies used for food applications. Food Research International. 46 (2012) : 469–479.

Silva HD, Miguel AC, Bartolomeu WS, Clara R, Maria CA, Mafalda ACQ, Jane SRC, Maria GC, Antono AV. 2011. Nanoemulsions of β-carotene using a high-energy emulsification–evaporation technique. Journal of Food Engineering. 102(2011):130–135.

Silva HD, Miguel AC, Antonio AV. 2011. Nanoemulsions for food applications: development and characterization. Food Bioprocess Technol. 5(2012):854– 867.

(39)

33 Thankitsunthorn S, Thawornphiphatdit C, Laohaprasit N, Srzednicki G. 2009. Effects of drying temperature on quality of dried Indian gooseberry powder.

International Food Research Journal. 16(2009) : 355-361.

Tiwari SB, DB Shenoy, MM Amiji. 2006. Nanoemulsion formulations for improved oral deliveryof poorly soluble drugs. NSTI-Nanotech. 1(2006): 475-478.

Triyono A. 2010. Mempelajari pengaruh penambahan beberapa asam pada proses isolasi protein terhadap tepung protein isolat kacang hijau (Phaseolus radiatus L.). Seminar Rekayasa Kimia Dan Proses. ISSN : 1411-4216.

Wilson N, Shah NP. 2007. Microencapsulation of vitamins. ASEAN Food Journal. 14 (1): 1-14.

Wrzosek K, Juraj M, Monika A, Viera I, Milan P. 2013. Spray drying of the mixtures of mono-, di-, and oligosaccharides. Acta Chimica Slovaca. 6(2): 177-181.

Yuliasari S, Hamdan. 2012. Karakterisasi nanoemulsi minyak sawit merah yang disiapkan dengan High Pressure Homogenizer. Prosiding InSINas 2012. 25-28.

(40)

34

Lampiran 1 Pengukuran ukuran partikel nanoemulsi vitamin A menggunakan

(41)
(42)

36

Lampiran 2 Pengukuran ukuran partikel nanoemulsi vitamin A terenkapsulasi menggunakan

(43)

37

Lampiran 3 Total kandungan vitamin A pada NRP dan NRPT

Lampiran 4 Uji statistik kadar air tepung ubi kayu terfortifikasi Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Kadar_BB

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 27.353a 1 27.353 1.431 .354

Intercept 422.302 1 422.302 22.100 .042

Sampel 27.353 1 27.353 1.431 .354

Error 38.218 2 19.109

Total 487.873 4

Corrected Total 65.571 3

a. R Squared = ,417 (Adjusted R Squared = ,126)

Lampiran 5 Uji statistika warna tepung ubi kayu terfortifikasi

Nama Sampel

Ulangan Kosentrasi (ppm)

Rata-rata (ppm)

NRP 1 50,46 55,70±7,41

2 60,94

NRPT 1 30,99 31,53±0,77

2 32,07

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:L

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .167a 1 .167 .623 .487

Intercept 48400.833 1 48400.833 1.804E5 .000

Sampel .167 1 .167 .623 .487

Error .805 3 .268

Total 50456.003 5

Corrected Total .972 4

(44)

38

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:b

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 52.925a 1 52.925 1.737 .258

Intercept 794.881 1 794.881 26.086 .007

Sampel 52.925 1 52.925 1.737 .258

Error 121.888 4 30.472

Total 969.694 6

Corrected Total 174.813 5

a. R Squared = ,303 (Adjusted R Squared = ,128)

Lampiran 6 Uji statistika derajat putih tepung ubi kayu terfortifikasi Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:Whiteness

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model 55.998a 1 55.998 1.750 .256

Intercept 46522.098 1 46522.098 1.454E3 .000

Sampel 55.998 1 55.998 1.750 .256

Error 128.013 4 32.003

Total 46706.109 6

Corrected Total 184.011 5

a. R Squared = ,304 (Adjusted R Squared = ,130)

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable:a

Source

Type III Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Corrected Model .050a 1 .050 54.018 .002

Intercept .889 1 .889 952.875 .000

Sampel .050 1 .050 54.018 .002

Error .004 4 .001

Total .944 6

Corrected Total .054 5

(45)

39 Lampiran 7 Uji statistik kadar air flakes ubi kayu terfortifikasi

Lampiran 8 Uji statistik warna flakes ubi kayu terfortifikasi Tests of Between-Subjects Effects

Corrected Total 3950.777 26

a. R Squared = ,074 (Adjusted R Squared = -,003)

Intercept 123305.116 1 123305.116 1.410E4 .000

Sampel 33.154 2 16.577 1.896 .172

Error 209.821 24 8.743

Total 123548.092 27

Corrected Total 242.975 26

Gambar

Gambar 1 Skema penelitian
Gambar 2 Proses pembuatan nanoemulsi  retinyl palmitate terenkapsulasi
Gambar 3 Proses pembuatan flakes ubi kayu (Yuliani et al. 2013)
Gambar 4 Spray dryer
+6

Referensi

Dokumen terkait

Limbah kulit umbi ubi kayu dapat diolah menjadi produk makanan dodol yang dapat disimpan pada suhu ruang dalam waktu yang relatif lama, sehingga penelitian ini

Pengaruh Edible Coating Berbasis Pati Kulit Ubi Kayu terhadap Kualitas dan Umur Simpan Buah Jambu Biji Merah pada Suhu Kamar, dibimbing oleh Terip Karo-Karo dan Era

Sebagai sumber informasi tentang pengaruh lapisan edible pati kulit ubi kayu terhadap kualitas dan umur simpan buah jambu biji pada suhu kamar.

Menurut Antonia (2014) efisiensi adsorpsi besi yang baik, yaitu 29,2 %, sehingga berdasarkan perhitungan, didapatkan bahwa kulit ubi kayu dapat digunakan sebagai

Berdasarkan hasil rekapitulasi diatas diperoleh bahwa kulit umbi ubi kayu fermentasi yang dijadikan sebagai pakan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Fortifikasi Tepung Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L. Poir) Pada Pembuatan Roti Manis dengan Aroma Bubuk

Suplementasi mineral S, P dan daun ubi kayu pada penggunaan daun sawit yang diamoniasi dalam ransum domba tidak mempengaruhi konsumsi ransum, tetapi dapat meningkatkan

Hasil penelitian menunjukan bioetanol campuran kulit nanas dan ubi kayu sebesar 10 ml dengan kadar bioetanol 3,27 % lebih banyak dibandingkan dari bioetanol masing masing limbah nanas