• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN KULIT UMBI UBI KAYU (Manihot utilisima) FERMENTASI PADA RANSUM TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAAN KULIT UMBI UBI KAYU (Manihot utilisima) FERMENTASI PADA RANSUM TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN KULIT UMBI UBI KAYU (Manihot utilisima) FERMENTASI PADA RANSUM TERHADAP PERSENTASE

NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN

SKRIPSI

Oleh:

ALI RAHMAD SIREGAR 130306065

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

PENGGUNAAN KULIT UMBI UBI KAYU (Manihot utilisima) FERMENTASI PADA RANSUM TERHADAP PERSENTASE

NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN

SKRIPSI

Oleh:

ALI RAHMAD SIREGAR 130306065

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)
(4)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar – benarnya bahwa segala pernyataan dalam skripsi PENGGUNAAN KULIT UMBI UBI KAYU (Manihot utilisima) FERMENTASI PADA RANSUM TERHADAP PERSENTASE NON KARKAS DOMBA LOKAL JANTAN adalah benar merupakan gagasan dari hasil penelitian saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing. Semua data dan sumber informasi yang digunakan dalam skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain.

Medan, Januari 2018

Ali Rahmad Siregar NIM : 130306065

(5)

ALI RAHMAD SIREGAR, 2018 : “Penggunaan Kulit Umbi Ubi Kayu (Manihot Utilisima) Fermentasi Pada Ransum Terhadap Persentase Non Karkas Domba Lokal Jantan” dibimbing oleh SAYED UMAR dan NURZAINAH GINTING.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi terhadap persentase non karkas pada domba lokal. Penelitian dilakukan di peternakan domba milik Bapak Praditya yang berlokasi di jalan Seroja Kec. Medan Tuntungan, Medan pada bulan September – Desember 2017.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 5 ulangan menggunakan domba dengan rataan bobot awal 10,18

± 1 kg. Perlakuan terdiri dari empat level pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi P0 (0%), P1 (20%), P2 (40%), dan P3 (60%). Parameter yang diamati adalah : persentase bobot kepala, kaki, kulit, ekor, trakea dan paru – paru, hati, jantung, ginjal, darah, dan saluran pencernaan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap persentase bobot non karkas eksternal seperti kepala, kaki dan ekor, tetapi memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot non karkas internal seperti trakea dan paru – paru, hati, jantung, ginjal, darah, saluran pencernaan dan kulit, dimana semakin tinggi level pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi maka semakin tinggi persentase bobot non karkas internal. Kesimpulan pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi tidak dapat meningkatkan persentase non karkas eksternal namun meningkatkan persentase bobot non karkas internal.

Kata Kunci : Kulit umbi ubi kayu, fermentasi, non karkas, domba

(6)

ALI RAHMAD SIREGAR, 2018: "The Use of Cassava Root Skin (Manihot Utilisima) Fermented On Ration Non Carcass percentage Of Local Sheep" under supervised by SAYED UMAR and NURZAINAH GINTING.

The objective of this research is to investigate the use of cassava root skin (manihot utilisima) fermented on the persentage of non-carcass of the local sheep. The research was conducted at Mr. Praditya's sheep farm located at Seroja street, Kec. Medan Tuntungan, Medan in September - December 2017 using a complete randomized design (CRD) with four treatment and five replications using sheep with the average initial weight of 10,18 ± 1 kg. The treatment consisted of four levels of administration fermented cassava tuber skin tuber P0 (0%), P1 (20%), P2 (40%), and P3 (60%). Variables measured : percentage of weight of the head, feet, skin, tail, trachea and lungs, liver, heart, kidney, blood, and digestive tract.

The results showed that the fermented cassava tuber skin had no significant effect (P> 0,05) to percentage of non-carcass weight of external head, leg, and tail, but had significant effect to the percentage non-carcass weight of internal trachea and lungs, liver, heart, kidney, blood, digestive tract, and skin.

The higher levels of administration of fermented cassava tuber skin, increase the percentage of the weight of the non-carcass of internal. The conclusion of fermented cassava tuber skin had no effect to percentage of non-external carcass but increase of percentage of non-carcass weight internal.

Keywords: Cassava tuber skin, fermentation, non carcass, local sheep

(7)

Penulis dilahirkan di Gunung Manaon pada tanggal 01 Juni 1995 dari ayah Amiruddin Siregar dan ibu Emmi Rosidah Daulay. Penulis merupakan putra ke-6 dari 7 bersaudara.

Tahun 2013 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun 2013 masuk ke Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SNMPTN tertulis.

Selama mengikuti perkuliahan penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Peternakan (IMAPET) dan anggota Himpunan Mahasiswa Muslim Peternakan (HIMMIP).

Penulis melaksanakan praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. PSU (Perkebunan Sumatera Utara) Tanjung Kasau Kabupaten Batubara Provinsi Sumatera Utara mulai bulan Juli hingga Agustus 2016.

(8)

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penggunaan Kulit Umbi Ubi Kayu (Manihot Utilisima) Fermentasi Pada Ransum Terhadap Persentase Non Karkas Domba Lokal Jantan”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada orang tua atas doa, semangat dan pengorbanan materil maupun moril yang telah diberikan selama ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada bapak Sayed Umar selaku ketua komisi pembimbing dan kepada ibu Nurzainah Ginting selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan arahan dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

Disamping itu penulis juga mengucapkan terimakasih kepada semua civitas akademika di Program Studi Peternakan dan Fakultas Pertanian serta rekan mahasiswa yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.

(9)

Hal

ABSTRAK. ... i

ABSTRACT. ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP. ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL.. ... vii

DAFTAR LAMPIRAN. ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Kulit Umbi Ubi Kayu (Manihot Utillisima) ... 4

Fermentasi ... 5

Probiotik Starbio ... 6

Kulit Umbi Ubi Kayu Fermentasi ... 8

Ternak Domba ... 9

Pertumbuhan Ternak Domba ... 10

Sistem Pencernaan Domba ... 10

Pakan Domba ... 11

Kebutuhan Nutrisi Domba ... 12

Hijauan Pakan ... 13

Penggunaan Konsentrat ... 14

Bungkil Kedelai ... 15

Ampas Tahu ... 16

Molases ... 16

Urea… ... 17

Mineral ... 18

Garam ... 19

Bobot Tubuh Kosong. ... 19

Non Karkas... 19

(10)

Alat ... 22

Metode Penelitian... 23

Parameter Penelitian... 24

Analisa Data ... 26

Pelaksanaan Penelitian Persiapan Kandang dan Peralatan.. ... 26

Pengolahan Tepung Kulit Umbi Ubi Kayu Fermentasi.. ... 26

Persiapan Domba ... 26

Persiapan Pakan dan Air Minum ... 27

Pemberian Obat-Obatan ... 27

Preparasi Non Karkas ... 27

HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Bobot Kepala (%). ... 29

Persentase Bobot Kaki (%). ... 30

Persentase Bobot Kulit (%). ... 32

Persentase Bobot Ekor (%). ... 33

Persentase Bobot Trakea dan Paru – Paru (%)... 34

Persentase Bobot Hati (%). ... 36

Persentase Bobot Jantung (%). ... 37

Persentase Bobot Ginjal (%). ... 38

Persentase Bobot Darah (%). ... 40

Persentase Bobot Saluran Pencernaan. ... 41

Rekapitulasi Hasil Penelitian. ... 43

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan. ... 44

Saran. ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN. ... 50

(11)

Hal

Tabel 1. Kandungan Nilai Gizi Kulit Umbi Ubi Kayu ... 8

Tabel 2. Kebutuhan Nilai Nutrisi Domba Untuk Pertumbuhan ... 13

Tabel 3. Komposisi Nilai Nutrisi Rumput Lapangan... 14

Tabel 4. Kandungan Nilai Gizi Bungkil Kedelai ... 15

Tabel 5. Kandungan Nutrisi Ampas Tahu... 16

Tabel 6. Kandungan Nilai Gizi Molasses ... 17

Tabel 7. Kandungan Beberapa Mineral ... 18

Tabel 8. Komposisi dan Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penelitian. ... 23

Tabel 9. Rataan Persentase Bobot Kepala (%)... 29

Tabel 10. Analisis Ragam Persentase Bobot Kepala. ... 30

Tabel 11. Rataan Persentase Bobot Kaki (%). ... 30

Tabel 12. Analisis Ragam Persentase Bobot Kaki. ... 31

Tabel 13. Rataan Persentase Bobot Kulit (%). ... 32

Tabel 14. Analisis Ragam Persentase Bobot Kulit. ... 32

Tabel 15. Rataan Persentase Bobot Ekor (%). ... 33

Tabel 16. Analisis Ragam Persentase Bobot Ekor. ... 34

Tabel 17. Rataan Persentase Bobot Trakea dan Paru – Paru (%). ... 34

Tabel 18. Analisis Ragam Persentase Bobot Trakea dan Paru – Paru. ... 35

Tabel 19. Rataan Persentase Bobot Hati (%). ... 36

Tabel 20. Analisis Ragam Persentase Bobot Hati. ... 36

Tabel 21. Rataan Persentase Bobot Jantung (%). ... 37

(12)

Tabel 24. Analisis Ragam Persentase Bobot Ginjal... 39

Tabel 25. Rataan Persentase Bobot Darah (%). ... 40

Tabel 26. Analisis Ragam Persentase Bobot Darah. ... 41

Tabel 27. Rataan Persentase Bobot Saluran Pencernaan (%). ... 41

Tabel 28. Analisis Ragam Persentase Bobot Saluran Pencernaan. ... 42

Tabel 29. Rekapitulasi Hasil Penelitian. ... 43

(13)

No Hal.

1. Formulasi Pakan Tanpa Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi (0%).. ... 49

2. Formulasi Pakan Dengan Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi (20%). ... 49

3. Formulasi Pakan Dengan Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi (40%) .... 49

4. Formulasi Pakan Dengan Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi (60%) .... 50

5. Rataan Persentase Bobot Kepala (%). ... 50

6. Rataan Persentase Bobot Kaki (%). ... 50

7. Rataan Persentase Bobot Kulit (%). ... 51

8. Rataan Persentase Bobot Ekor (%). ... 51

9. Rataan Persentase Bobot Trakea dan Paru – Paru (%). ... 51

10. Rataan Persentase Bobot Hati (%). ... 51

11. Rataan Persentase Bobot Jantung (%). ... 52

12. Rataan Persentase Bobot Ginjal (%). ... 52

13. Rataan Persentase Bobot Darah (%). ... 52

14. Rataan Persentase Bobot Saluran Pencernaan (%)... 52

15. Rekapitulasi Hasil Penelitian ... 53

16. Pengolahan Kulit Umbi Ubi Kayu Fermentasi. ... 54

17. Hasil Analisis SAS ... 55

(14)

Latar Belakang

Sistem pemeliharaan ternak domba di pada umumnya adalah masih bersifat tradisional, dimana pemberian pakan tergantung pada hijauan tanaman pakan ternak yang tersedia (rerumputan) dengan sedikit atau tidak ada pakan tambahan (Tomaszewska, et al., 1993). Hal ini akan menyebabkan produksi domba rendah. Salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki kualitas pakan, namun pakan komersil yang berkualitas harganya relatif mahal, disamping itu penggunaan pakan komersil tidak selalu menjamin penambahan pendapatan dari usaha pembesaran atau penggemukan ternak domba. Maka untuk itu perlu dicari bahan pakan yang relatif murah dan mengandung nilai nutrisi yang baik serta mudah diperoleh.

Pemanfaatan limbah industri pertanian adalah salah satu cara untuk mencari sumber bahan pakan alternatif untuk ternak khususnya penggunaan kulit ubi kayu. Kendala yang sering dihadapi bila limbah industri pertanian ini digunakan secara langsung tanpa pengolahan sebelumnya adalah rendahnya nilai gizi dan kualitas serta terdapatnya zat anti nutrisi.

Menurut data Badan Pusat Statistik di Sumatera Utara pada tahun 2009, jumlah produksi umbi ubi kayu sebesar 736.771 ton, dengan luas panen 37.941 Ha dan rata-rata produksi sebesar 194,19 Kw/Ha. Disamping itu, hasil olahan umbi ubi kayu (gaplek dan tepung tapioka) juga diperlukan dalam berbagai industri (industri pakan, tekstil, kertas, perekat dan farmasi).

(15)

Renilaili (2011), mengatakan dari jumlah produksi ubi kayu akan dihasilkan kulit ubi kayu sebanyak 10-15 %, berarti akan menghasilkan limbah yang cukup banyak. Namun limbah ini merupakan sumber pencemaran lingkungan bila tidak dimanfaatkan dengan baik. Salah satu upaya memanfaatkan limbah tersebut adalah sebagai pakan ternak, akan tetapi karena rendahnya kandungan gizi dan adanya zat anti nutrisi yaitu asam sianida (HCN) merupakan faktor pembatas penggunaan kulit ubi kayu sebagai pakan ternak sehingga perlu pengolahan yang lebih lanjut agar penggunaanya optimal.

Salah satu usaha yang dapat digunakan untuk meningkatkan kandungan gizi terutama protein, mengurangi atau menghilangkan zat anti nutrisi adalah melalui teknologi fermentasi. Disamping itu, fermentasi juga dapat menghasilkan aroma flavour yang lebih disukai dari bahan yang tidak difermentasi.

Proses fermentasi bahan pakan oleh mikroorganisme menyebabkan perubahan-perubahan yang menguntungkan seperti memperbaiki mutu bahan pakan baik dari aspek gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya tahannya.

Produk fermentasi biasanya mempunyai nilai nutrisi yang lebih tinggi dari pada bahan aslinya, hal ini tidak hanya disebabkan karena mikroba yang bersifat katabolik atau memecahkan komponen-komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna tetapi juga karena adanya enzim yang dihasilkan oleh mikroba itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk menelaah sejauh mana peluang pemanfaatan kulit umbi ubi kayu dipergunakan sebagai pakan untuk ternak ruminansia. Penulis akan memfermentasi kulit umbi ubi kayu menjadi pakan yang lebih baik dan mampu meningkatkan kualitas non karkas dari ternak domba lokal jantan.

(16)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persentase non karkas pada domba lokal yang diberikan kulit umbi ubi kayu (manihot utilisima) fermentasi sebagai pakan alternatif.

Hipotesis Penelitian

Pemanfaatan kulit umbi ubi kayu (manihot utilisima) fermentasi dapat berpengaruh terhadap persentase komponen non karkas pada domba lokal jantan.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi peneliti, kalangan akademik dan masyarakat tentang pemanfaatan kulit umbi ubi kayu (manihot utilisima) fermentasi sebagai pakan alternatif domba lokal jantan.

(17)

Kulit Umbi Ubi Kayu (Manihot Utillissima)

Singkong atau ubi kayu sebenarnya termasuk tanaman aatar bangsa.

Meskipun singkong ini lebih banyak dibudidayakan oleh penduduk pedesaan di Nusantara, tetapi singkong ini lebih banyak pula dikenali di mancanegara, sebab singkong merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Selatan. Singkong merupakan tanaman tropika dan subtropika dari famili Euphorbiaceae yang terkenal sebagai sumber utama karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran (El – Kabumaini dan Sanjari, 2010).

Kulit ubi kayu yang diperoleh dari produk tanaman ubi kayu merupakan limbah industri pembuatan tepung tapioka dan produk lain dengan menggunakan bahan dasar umbi ubi kayu. Pada umumnya dalam proses industri tersebut kulit ubi kayu ini dibuang sebagai limbah. Dimana semakin luas areal tanaman ubi kayu diharapkan produksi umbi ubi kayu semakin tinggi sehingga semakin tinggi pula limbah kulit ubi kayu. Setiap kilogram ubi kayu dapat menghasilkan 10-15%

kulit ubi kayu (Nurhayani et al, 2000).

Salah satu sumber daya lokal potensial yang belum dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak dan tidak bersaing dengan manusia yaitu limbah kulit ubi kayu yang merupakan limbah dari mata rantai proses produksi pembuatan produk yang berbahan dasar ubi kayu. Limbah tersebut sebaiknya dalam keadaan kering (dijemur) atau ditumbuk dijadikan tepung tetapi salah satu faktor penghambat dalam penggunaan limbah kulit ubi kayu yaitu adanya kadar asam sianida (HCN) yang merupakan faktor anti nutrisi. Kandungan HCN yang ada pada ubi kayu tergantung pada musim. Curah hujan yang rendah akan meningkatkan kandungan

(18)

HCN pada ubi kayu. Zat anti nutrisi tersebut dapat dihilangkan dengan pengolahan bahan yang benar. Pengolahan bahan pakan dapat dilakukan secara mekanis atau fisik, kimia, biologis atau kombinasi dari ketiga pengolahan tersebut. Pengolahan secara fisik pada kulit ubi kayu dapat menghilangkan kandungan HCN sehingga dapat digunakan sebagai pakan ternak (Suyatno, 2011).

Ubi kayu segar memiliki kandungan protein yang sedikit maka perlu peningkatan kandungan nutrisinya sehingga sesuai untuk makanan ternak (Rukmana, 1997).

Fermentasi

Fermentasi terjadi karena adanya kegiatan mikrobia tertentu pada bahan organik yang sesuai. Akibatnya sifat bahan tersebut berubah karena terjadi pemecahan kandungan gizi yang ada dalam bahan itu. Dalam proses ini jumlah mikrobia diperbanyak dan digiatkan metabolismenya di dalam bahan tersebut dalam batas tertentu. Proses fermentasi ini mikrobia memecah komponen yang kompleks menjadi zat-zat yang lebih sederhana sehingga mudah dicerna (Santoso, 1987). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses ”protein enrichment” yang berarti proses pengkayaan protein bahan dengan menggunakan mikroorganisme tertentu (Sarwono, 1996).

Selama proses fermentasi, terjadi bermacam-macam perubahan komposisi kimia. Kandungan asam amino, karbohidrat, pH, kelembaban, aroma serta perubahan nilai gizi yang mencakup terjadinya peningkatan protein dan penurunan serat kasar. Semuanya mengalami perubahan akibat aktivitas dan perkembangbiakan mikroorganisme selama fermentasi. Melalui fermentasi terjadi pemecahan substrat oleh enzim-enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama

(19)

proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang, selain dihasilkan enzim juga dihasilkan protein ekstraselluler dan protein hasil metabolisme kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

Probiotik Starbio

Probiotik starbio adalah koloni bibit mikroba (berasal dari lambung sapi) yang dikemas dalam campuran tanah dan akar rumput serta daun-daun atau ranting-ranting yang dibusukkan, dalam koloni tersebut terdapat mikroba khusus yang memiliki fungsi yang berbeda, misalnya Cellumonas clostridium thermocellulosa (pencerna lemak), Agaricus dan Coprinus (pencerna lignin), serta Klebssiella dan Azozpirillum transiliensis (pencerna protein). Probiotik starbio merupakan probiotik anaerob penghasil enzim pemecah karbohidrat (selulosa, hemiselulosa, lignin) dan protein serta lemak. Manfaat starbio dalam ransum ternak adalah meningkatkan daya cerna, penyerapan zat nutrisi dan efisiensi penggunaan ransum. Starbio juga dapat menghilangkan bau kotoran ternak (Arora, 1989).

Probiotik starbio merupakan koloni bakteri alami yang terdiri dari:

1. Mikroba Proteolitik 6 x 109

2. Mikroba Lignolitik

satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di formulasikan:

Nitrosomonas / Nitrobacter / Nitrospira / Nitrosococcus / Nitrosolobus.

6 x 109

3. Mikroba Nitrogen Fiksasi Non Simbiotik

satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di formulasikan:

Clavaria dendroidea / Clitocybe alexandri / Hypoloma fasiculare.

4 x 109 satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di formulasikan:

(20)

Azotobacter spp / Beyerinkya spp / Clostridium pasteurianum / Nostoc spp / Anabaena spp / Tolypothrix spp / Spirillum lifoperum.

4. Mikroba selulotik 8 x 109

5. Mikroba Lipolitik

satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di formulasikan:

Trichoderma polysporeum / Trichoderma viridae / Cellulomonasacidula / Bacillus celullace disolven.

5 x 109

Fungsi utama probiotik starbio adalah menurunkan biaya pakan, mikroba yang terdapat dalam starbio akan membantu pencernaan pakan dalam tubuh ternak, membantu penyerapan lebih banyak sehingga pertumbuhan ternak lebih cepat dan produksi dapat meningkat. Hasilnya FCR (Feed Convertion Ratio) akan menurun sehingga biaya pakan lebih murah. Mengurangi bau kotoran ternak, pakan yang dicampur dengan starbio akan meningkatkan kecernaan penyerapan sehingga kotoran ternak (feces) lebih sedikit kering, kandungan amonia dalam kotoran ternak akan menurun sampai 50%. Akhirnya daya tahan tubuh ternak akan meningkat dan kondisi ternak akan lebih segar, karena kontaminasi lalat lebih sedikit. Peternak dan lingkungannya akan lebih nyaman, tidak terganggu dengan kotoran ternak (Lembah Hijau Multifarm, 2009).

satuan pembentuk koloni/gram bahan. Jenis yang biasa di formulasikan:

Spirillum liporerum.

Lebih lanjut, dikatakan juga bahwa penggunaan starbio pada pakan mengakibatkan bakteri yang ada pada starbio akan membantu memecahkan struktur jaringan yang sulit terurai sehingga lebih banyak nutrisi yang dapat diserap dan ditransformasikan terhadap produk ternak. Selain itu produktivitas

(21)

ternak akan meningkat, bahkan lebih banyak zat nutisi yang dapat diuraikan dan diserap, Sutardi (1980), melaporkan bahwa hasil analisis proksimat probiotik starbio mengandung: 19,17% air, 10,42% protein, 0,11% lemak kasar, 8,37%

serat kasar dan 51,54% abu.

Kulit Umbi Ubi Kayu Fermentasi

Fermentasi tepung kulit umbi ubi kayu menyebabkan kenaikan vitamin, protein dan dalam beberapa hal dapat meningkatkan asam amino esensial dari substrat pati kulit umbi ubi kayu. Peningkatan nilai nutirisi ini disebabkan karena adanya aktivitas mikroorganisme yang mensintesis substrat menjadi produk yang berbeda dengan produk asalnya. Mikroorganisme ini juga bisa menggunakan sebagian pati dan meningkatkan persentase protein, mengubah bahan makanan berprotein rendah seperti kulit umbi ubi kayu menjadi bahan yang bisa digunakan sebagai bahan pakan ternak domba.

Proses fermentasi yang dilakukan terhadap kulit umbi ubi kayu dapat menurunkan kadar serat kasar dan kadar senyawa HCN di dalam kulit umbi ubi kayu sehingga dapat memberikan pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan ternak domba (Fardiaz, 1989).

Tabel 1. Kandungan nilai gizi kulit umbi ubi kayu

Kandungan nilai gizi Jumlah (%)

Bahan Kering 65.5

Kadar Air 34.5 Protein Kasar 4.05 Serat Kasar 27.31

Lemak Kasar 0.62

Energi Metabolisme (Kkal/Kg) 2365

BETN 62.1

TDN 74.73

Kadar Abu 5.92 Sumber : Laboratorium ilmu nutrisi dan pakan ternak Departemen Peternakan FP USU

(22)

Ternak Domba

Ternak domba termasuk dalam phylum Chordata, kelas Mammalia, ordo Artiodactyla, subfamili Cuprinae, famili Bovidae, genus Ovis dan spesies Ovis aries (Damron dan Stephen, 2006). Subfamili Cuprinae berasal dari dataran tinggi di daerah pegunungan dan berkembang menjadi spesies, subspesies, varietas serta ras-ras lokal tertentu. Ternak domba dari Asia tersebar kesebelah barat antara lain Mediterania, termasuk Eropa dan Afrika serta kesebelah timur tersebar ke daerah subkontinen India dan Asia Tenggara (Devendra dan Mc Leroy. 1982).

Populasi domba di Indonesia sebanyak 8.543.000 ekor, di Sumatera Utara terdapat sebanyak 287.621 ekor. Pertumbuhan domba di Sumatera Utara rata-rata 3,89% per tahun. Ada 2 jenis bangsa domba di Sumatera Utara yaitu : pertama, domba lokal Sumatera tergolong bangsa domba ekor tipis dengan tipe wol kasar.

Domba ini merupakan domba asli yang tersebar luas di seluruh wilayah Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal dengan ciri-ciri berbadan kecil, warna wol beragam mulai dari warna putih sampai hitam, dan menunjukkan siklus birahi sepanjang tahun.

Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia yang menyusui anak- anaknya. Disamping sebagai penghasil daging yang baik, domba juga menghasilkan bulu (wool) yang sangat baik untuk keperluan bahan sandang (tekstil) (Cahyono, 2005).

Ternak domba mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaan yaitu : Cepat berkembangbiak, dapat beranak lebih dari satu ekor

(23)

dan dapat beranak dua kali dalam setahun, berjalan dengan jarak lebih dekat sehingga mudah dalam pemeliharaan, pemakan rumput, kurang memilih pakan yang diberikan dan kemampuan merasa kurang tajam sehingga mudah dalam pemberian pakan dan sumber pupuk kandang dan keuangan bagi peternak (Tomaszewska et al., 1993).

Pertumbuhan Ternak Domba

Pada jenis ternak, termasuk ternak domba, pertumbuhannya pada mulanya lambat, kemudian berubah menjadi lebih cepat. Tetapi pertumbuhannya itu akan kembali lambat sewaktu hewan itu mendekati kedewasaannya. Pertumbuhan anak domba yang tercepat dimulai semenjak ia dilahirkan sampai ia berumur 3-4 bulan.

Selama saat ini merupakan saat yang ekonomis di dalam pemeliharaan domba ini.

Pertumbuhan selanjutnya diperlukan lebih banyak makanan, karena pertumbuhannya memang telah menjadi lambat (Bhratara, 1993).

Laju pertumbuhan setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi oleh faktor bangsa dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan ternak tergantung pada sistem manajemen yang dipakai, tingkat nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingku ngan dan genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat dewasa (Tomaszewska et al., 1993).

Sistem Pencernaan Domba

Sistem pencernaan adalah sebuah sistem yang terdiri dari saluran pencernaan yang dilengkapi dengan beberapa organ yang bertanggung jawab atas

(24)

pengambilan, penerimaan dan pencernaan bahan pakan dalam perjalanannya menuju tubuh (saluran pencernaan) mulai dari rongga mulut sampai ke anus.

Disamping itu sistem pencernaan bertanggung jawab pula atas pengeluaran (ekskresi) bahan-bahan pakan yang tidak terserap atau tidak dapat kembali (Parakkasi, 1995).

Frandson (1992) menyatakan bagian-bagian system pencernaan adalah mulut, farinks, oesophagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.

Domba termasuk hewan herbivora (pemakan tumbuhan) dan digolongkan sebagai hewan ruminansia (memiliki rumen). Rumen adalah alat pencernaan yang khas pada ruminansia, yang terdiri dari 4 bagian, yaitu rumen, reticulum, omasum dan abomasum. Keempat bagian atau segmen ini memiliki aktivitas yang berbeda- beda, tetapi bekerja dalam satu kesatuan dan saling menunjang. Berbeda dengan hewan monogastrik (memiliki perut tunggal), ruminansia tidak terlalu tergantung pada kadar zat-zat gizi pakan yang dikonsumsinya, karena proses-proses di dalam rumen mampu menghasilkan zat-zat gizi yang mudah diserap tubuh. Ada kalanya pemberian pakan berprotein tinggi tidak efisien, karena protein tersebut mudah terurai dan terfermentasi oleh mikroba didalam rumen (Sodiq dan Abidin,2002).

Pakan Domba

Makanan merupakan salah satu unsur yang sangat vital dalam usaha peternakan. Pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi ternak dapat menyebabkan defisiensi makanan sehingga ternak mudah terserang penyakit. Penyediaan dan pemberian pakan harus diupayakan secara terus-

(25)

menerus (kontinu) sesuai dengan standar gizi menurut tingkatan umur ternak. Zat gizi makanan yang diperlukan oleh ternak domba dan mutlak harus tersedia dalam jumlah yang cukup adalah karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air (Cahyono, 2005).

Pakan yang diberikan kepada ternak hendaknya dapat memenuhi beberapa persyaratan berikut :

a. Mengandung gizi yang lengkap, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral.

Makin banyak ragam bahan penyusun pakan makin baik.

b. Digemari oleh ternak, sehingga ternak suka memakannya. Untuk ini ransum hendaknya sesuai dengan selera ternak atau mempunyai cita rasa yang sesuai dengan lidah ternak.

c. Mudah dicerna, tidak menimbulkan sakit atau gangguan yang lain.

d. Sesuai dengan tujuan pemeliharaan.

e. Harganya murah dan terdapat di daerah setempat.

(Basuki, 1994).

Kebutuhan ternak akan pakan dicerminkan oleh kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah nutrisi setiap harinya sangat tergantung pada jenis ternak, umur, fase (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui), kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak yang berbeda kondisinya membutuhkan pakan berbeda (Tomaszewska et al., 1993).

Kebutuhan Nutrisi Domba

Kebutuhan hidup pokok merupakan kebutuhan akan nutrisi yang digunakan untuk menggantikan jaringan yang rusak dan mati serta menyediakan energi untuk kegiatan metabolisme. Pemberian pakan yang kurang dari kebutuhan

(26)

ternak menyebabkan efek negatip dan pada batas tertentu akan menyebabkan tidak adanya pertumbuhan dan produksi ternak. Hal ini disebabkan nutrient

tersebut hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok saja (Beny, 2009).

Domba memerlukan lebih banyak makanan dari pada sapi jika dibandingkan dengan bobot badan, ini berhubungan dengan beberapa faktor yaitu bahwa hewan kecil pada umumnya proses pencernaaannya berjalan lebih cepat dan rapi dari pada hewan yang jauh lebih besar. Makanan ternak ruminansia terutama domba adalah rumput dan hijauan lain yang umunya berkadar serat kasar tinggi (Lubis, 1963).

Tabel. 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan.

Energi Protein

Bobot PBB DE ME TP DP Bahan

10

badan (Kg) (kg/hari) (Mkal) (Mkal) (Kg) (Kg) Kering total 0,50 1,49 1,22 73,70 35,20 0,51 1,00 1,98 1.62 102,70 54,00 0,68 14 0,50 1,81 1,49 86,90 52,00 0,62 1,00 2,30 1,89 116,90 70,70 0,79 18 0,50 2,14 1,75 93,60 68,70 0,68 1,00 2,62 2,15 122,60 70,70 0,84 20 0,50 2,30 1,88 106,80 87,40 0,78 1,00 2,78 2,28 135,80 95,80 0,98

Ket: PBB (Pertambahan bobot badan) DE (Digestible energy / energi tercerna) ME (Metabolisible energy) TP (Total protein)

DP (Digestible protein / protein tercerna) Sumber : (Haryanto dan Andi, 1993).

Hijauan Pakan

Merupakan makanan kasar yang terdiri dari hijauan pakan yang dapat berupa rumput lapangan, limbah hasil pertanian, rumput jenis unggul yang telah di introduksikan, juga beberapa jenis leguminosa. Hijauan pakan merupakan makan utama bagi ternak ruminansia dan berfungsi tidak saja sebagai pengisi

(27)

perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein, sumber tenaga, vitamin dan mineral (Murtidjo, 1993).

Banyaknya hijauan untuk ternak domba per ekor per hari tergantung pada kualitas hijauan, berat hewan, apakah hewan sedang bunting, apakah hewan sedang menyusui dan sebagainya. Tetapi pada dasarnya berhubungan erat dengan berat hewan itu sendiri (Bhratara, 1993).

Kebutuhan domba akan bahan pakan sangat tergantung pada kondisi fisiologis domba tersebut. Domba-domba yang sedang digemukkan, secara umum membutuhkan hijauan segar sebanyak 10% dari berat badan. Misalnya berat domba 25 kg, maka domba tersebut membutuhkan 2,5 kg hijauan perhari dan konsentrat sekitar 1,5–2% dari jumlah tersebut termasuk suplementasi vitamin dan mineral.

Oleh karena itu hijauan atau sejenisnya terutama rumput dari berbagai spesies merupakan sumber energi utama ternak ruminansia (Sodiq dan Abidin, 2002).

Tabel 3. Komposisi nilai nutrisi rumput lapangan

Uraian Jumlah (%)

Bahan Kering 19.9

Kadar Air 80.1

Protein Kasar 10.62

Lemak Kasar 8.33

Serat Kasar 23.25

Energi Metabolisme (Kkal/Kg) 1985

BETN 47.82

TDN 73.38

Kadar Abu 9.98

Sumber : Laboratorium IP2TP Sei Putih – Galang (1997).

Penggunaan Konsentrat

Konsentrat merupakan makanan penguat yang terdiri dari bahan baku yang kaya karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, dedak gandum dan bungkil-bungkilan. Konsentrat untuk ternak domba umumnya disebut

(28)

makanan penguat atau bahan baku makan yang memiliki kandungan serat kasar kurang dari 18 % dan mudah dicerna (Murtidjo, 1993). Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi, protein kasar 16%. Pada ternak domba semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15% bahan kering pakan (Siregar, 1994).

Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada domba tidak sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991).

Penambahan konsentrat setiap hari sangat besar manfaatnya dan memungkinkan ternak domba untuk mengkonsumsi makanan yang lebih baik niai gizinya, lebih patable serta merta setiap harinya. Tentu saja pemberian makanan seperti itu akan menyebabkan terjadinya peningkatan kecepatan makanan masuk ke alat pencernaan, yang pada akhirnya konsumsi makanan akan mengalami peningkatan pula (Murtidjo, 1993).

Bungkil Kedelai

Bungkil kedelai adalah kedelai yang sudah diambil minyaknya. Bungkil kedelai merupakan sumber protein yang sangat bagus sebab keseimbangan asam amino yang terkandung di dalamnya cukup lengkap dan tinggi.

Tabel 4. Kandungan nilai gizi bungkil kedelai

Kandungan Zat Kadar Zat

Bahan Kering 88.95

Kadar Air 11.05

Protein Kasar 45.00

Serat Kasar 6.00

Lemak Kasar 2.40

Kadar Abu 7.00

Energi Metabolisme (Kkal/Kg) 2290

BETN 39.6

TDN 71.00

Sumber : Laboratorium Ilmu nutrisi dan Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008)

(29)

Ampas Tahu

Ampas tahu, onggok, dedak merupakan bahan pakan ternak yang potensial digunakan sebagai pakan penyusun konsentrat bagi ternak besar. Kandungan potensi kasar dari ampas tahu segar cukup tinggi sehingga dapat digolongkan sebagai pakan konsentrat sumber protein, karena tahu terbuat dari biji kedelai sehingga ampasnya masih mengandung protein dan cukup baik untuk dijadikan sebagai pakan ternak.

Meskipun disebut ampas tahu tetapi ampas tahu ini masih berguna bagi manusia maupun hewan peliharaan. Karena sifat ampas tahu cepat sekali basi dan berbau kurang sedap, bila tidak segera dihabiskan haruslah dijemur hingga kering agar dapat disimpan lebih lama (Kastyanto, 1982).

Tabel 5. Kandungan nutrisi ampas tahu.

Uraian Kandungan (%)

Bahan kering 13.77

Kadar Air 86.23

a

Protein Kasar 23.33

a

Lemak Kasar 5.64

a

Serat kasar 20.44

a

Kadar Abu 7.47

a

Energi Metabolis (Kkal/Kg) 2125

a

BETN 43.12

a

TDN 73.30

a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2008) b

b. NRC (1995)

Molases

Molases merupakan hasil sampingan pengolahan tebu menjadi gula.

Bentuk fisiknya berupa cairan yang kental dan berwarna hitam. Kandungan karbohidrat, protein dan mineral yang cukup tinggi, sehingga bisa dijadikan pakan ternak walaupun sifatnya sebagai pakan pendukung. Disamping harganya murah, kelebihan tetes tebu adalah pada aroma dan rasanya. Oleh karena itu apabila

(30)

dicampur dalam ransum maka akan bisa memperbaiki aroma dan rasanya (Widayati dan Widalestari, 1996).

Menurut Rangkuti et al., (1985) molases juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur-unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga, mangan dan seng, sedangkan kelemahannya ialah kadar kaliumnya yang tinggi yang dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi banyak.

Tabel 6. Kandungan nilai gizi molases (%)

Kandungan Zat Nilai Gizi

Bahan kering (%) 74.77

Kadar Air (%) 25.23

a

Protein kasar (%) 3.4

a

Serat kasar (%) 0.38

a

Lemak kasar (%) 0.08

a

Kalsium (%) 1.5

a

Fosfor (%) 0.02

a

Total digestible nutriens (TDN) 56.7

a

Sumber: a. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Peternakan FP USU Medan(2009) b

b. Batubara et al (2004).

Urea

Urea yaitu diamida asam karbonat adalah hasil akhir utama metabolisme nitrogen pada mamalia. Urea bila diberikan kepada ruminansia, akan melengkapi sebagian dari protein hewan yang dibutuhkan karena urea tersebut disintesis menjadi protein mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1994).

Murtidjo (1995) menyatakan bahwa pemberian Nitrogen Non Protein (NPN) pada makanan domba dalam batas tertentu, seperti penggunaan urea cukup membantu ternak untuk mudah mengadakan pembentukan asam amino esensial.

Urea dengan rumus molekul Co (NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah di peroleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan yang diakibatkannya dibading burret. Secara fisik urea berbentuk kristal berwarna putih dan higroskopis (Sodiq dan Abidin, 2002). Penggunaan

(31)

urea dalam ransum ternak domba sebanyak 4.5% dari pemberian konsentrat belum menunjukkan gejala keracunan. Namun apabila urea yang diberikan terlalu banyak akan menyebabkan kenaikan pH rumen dan serum darah yang menyebabkan pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroorganisme terhambat.

Mineral

Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pembentukan darah, pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang berperan dalam proses metabolisme di dalam sel. Penambahan mineral dalam pakan ternak dilakukan untuk mencegah kekurangan mineral dalam pakan (Setiadi dan inouno, 1991). Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Tubuh ternak ruminansia terdiri atas mineral kurang lebih 4%. Dijumpai ada 31 jenis mineral yang terdapat pada tubuh ternak ruminansia yang dapat diukur tetapi hanya 15 jenis mineral yang tergolong esensial untuk ternak ruminansia (Siregar, 1994).

Tabel 7. Kandungan beberapa mineral (%)

Uraian Kandungan

Bahan Kering 98.75

Kadar Air 1.25

Kalsium karbonat 50.00

Pospor 5.00

Mangan 0.35

Iodium 0.20

Kalium 0.10

Cuprum 0.15

Sodium 22.00

Magnesium 0.15

Clorida 1.05

Sumber: Eka Farma (2005).

(32)

Garam

Garam yang dimaksud disini adalah garam dapur (NaCl), dimana selain

berfungsi sebagai mineral juga berfungsi meningkatkan palatabilitas (Pardede dan Asmira, 1997). Garam merangsang sekresi saliva. Terlalu banyak

garam akan menyebabkan retensi air sehingga menimbulkan udema. Devisiensi garam lebih sering terlihat pada hewan herbivora, hal ini disebabkan karena hijauan dan butiran mengandung sedikit garam. Gejala devisiensi garam yaitu nafsu makan menghilang, bulu kotor, makan tanah, keadaan badan tidak sehat, produksi mundur dan berat badan turun, kebutuhan domba akan garam sebanyak 9% dalam makanan (Anggorodi, 1994).

Bobot Tubuh Kosong

Mengistirahatkan ternak sebelum disembelih ada (dua) cara yaitu dengan dipuasakan dan tanpa dipuasakan. Pemuasaan dilakukan agar (1) diperolah bobot tubuh kosong (BTK), yaitu bobot tubuh yang telah dikurangin isi saluran pencernaan dan urin, (2) mempermudah proses penyembelihan terutama bagian ternak yang agresif atau liar (Soeparno, 1994).

Non Karkas

Hasil pemotongan ternak selain karkas adalah bagian non karkas.

Non karkas adalah hasil pemotongan ternak yang terdiri dari kepala, kulit dan bulu, darah, organ-organ internal, kaki bagian bawah dari sendi carpal untuk kaki depan dan sendi tarsal untuk kaki bagian belakang (Soeparno, 1994). Bobot non karkas diperoleh dengan menimbang bagian non karkas. Penimbangan non karkas dilakukan untuk masing-masing komponen yaitu kepala, darah, organ-organ

(33)

dalam, keempat kaki bagian bawah, ekor, kulit dan bulu (Purbowati et al., 2005).

Menurut Sembiring et al. (2006) persentasi bobot non karkas dapat diperoleh dengan pembagian bobot non karkas (kulit, kepala, kaki, hati, limpa paru-paru, trakea, jantung, testis, lemak omental, ekor) dengan bobot tubuh kosong dikali 100%.

Herman (1993), semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase non karkas yang didapat.

Untuk menghasilkan bobot potong dan bobot non karkas maka erat kaitannya dengan konsumsi hewan ternak selama masih hidup. Konsumsi yang tinggi akan menghasilkan bobot tubuh dan bobot potong yang tinggi. Soeparno (1994) mengatakan bahwa perlakuan nutrisi tidak mempengaruhi bobot non karkas eksternal seperti kepala.

Kadar laju pertumbuhan beberapa komponen non karkas hampir sama dengan kadar laju pertumbuhan tubuh, misalnya abomasum dan usus besar mencapai kedewasaan hampir bersamaan dengan tubuh. Usus kecil tumbuh lebih cepat dari pada usus besar dan abomasum. Berat rumen, retikulum dan omasum meningkat dengan cepat pada awal kehidupan post natal. Meskipun demikian berat total saluran pencernaan menurun pada saat mencapai kedewasaan (Berg dan Butterfield,1976 disitasi Ginting et al, 2011).

Menurut Ridawan (1991) pakan dapat mempengaruhi pertambahan berat komponen non karkas domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi mempunyai jantung, paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

Musa et al , (2011), menyatakan bahwa bobot tubuh dan jantung memiliki

(34)

hubungan yang berbanding lurus dimana semakin tinggi bobot tubuh maka semakin tinggi pula bobot jantung.

Konsumsi nutrisi tinggi meningkatkan berat hati, paru – paru, jantung, ginjal, rumen, omasum, usus besar, usus kecil dan total alat pencernaan, tetapi sebaliknya bagi berat kepala dan kaki perlakuan dan nutrisi serta spesies pastura dan pengangonan pada domba tidak mempengaruhi berat kepala, kaki dan kulit pada berat tubuh yang sama (Soeparno, 2005). Wilson (1958), menyatakan bahwa bobot total saluran pencernaan pada waktu lahir proporsinya meningkat terhadap bobot tubuh pada saat tercapainya dewasa tubuh.

Pada waktu lahir bagian kepala, leher dan kaki depan ternak relatif telah berkembang dengan sempurna dan setelah itu proporsi dari ketiganya menurun relatif dengan meningkatnya proporsi bagian lain yang mempunyai nilai ekonomis tinggi (Suhendar ,1984). Tobing et al. (2004), menyatakan bahwa kepala dan kaki merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan yang besar pada awal kehidupan, tetapi mengalami penurunan pertumbuhan pada akhir kehidupan, sedangkan bobot kulit dan volume darah pada domba sebanding dengan bobot potongnya. Domba yang digunakan adalah domba lokal sehingga deposisi lemak tidak berada pada bagian ekor, tapi pada bagian lain seperti viscera dan bagian bawah kulit.

Berdasarkan penelitian Shehata (2013), bahwa organ pernapasan memiliki pertumbuhan yang searah dengan pertumbuhan bobot badan pada domba sehingga jika bobot badan tinggi maka bobot organ pernapasan akan ikut tinggi demikian juga dengan sebaliknya jika bobot badan rendah maka bobot organ pernapasan juga akan rendah.

(35)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di peternakan domba milik Bapak Praditya yang berlokasi di jalan Seroja Kec. Medan Tuntungan, Medan. Penelitian ini berlangsung kurang lebih selama tiga bulan, mulai bulan September – Desember 2017.

Bahan dan Alat Penelitian Bahan

Bahan yang digunakan antara lain: domba lokal sebanyak 20 ekor dengan rataan bobot 10,18 ± 1 kg digunakan sebagai objek penelitian. Bahan pakan yang digunakan adalah rumput lapang sebagai hijauan, Starbio sebagai fermentor tepung kulit umbi ubi kayu (Manihot Utilisima) dan konsentrat seperti ampas tahu, bungkil kelapa, molases, ultra mineral, urea, obat- obatan seperti obat cacing (kalbazen), anti bloat untuk kembung dan vitamin. Air minum untuk memenuhi kebutuhan air yang diberikan secara adlibitum.

Alat

Alat yang digunakan antara lain: kandang individual 20 unit beserta perlengkapannya, tempat pakan dan minum, timbangan bobot hidup dan bobot karkas berkapasitas 50 kg dengan kepekaan 10 g, timbangan berkapasitas 2 kg dengan kepekaan 5 g untuk menimbang pakan, timbangan analitik untuk menimbang non karkas, drum alat untuk fermentasi tepung kulit umbi ubi kayu, alat pembersih kandang, alat penerang kandang, alat tulis, buku data dan kalkulator.

(36)

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah secara eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap ( RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan dan 5 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah sebagai berikut:

P0

P

: Rumput 20% + Tepung Kulit Ubi Kayu Non Fermentasi 60% + Konsentrat 20% (Kontrol)

1

P

: Rumput 20% + Tepung Kulit Ubi Kayu Non Fermentasi 40% + Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi 20% + Konsentrat 20%

2

P

: Rumput 20% + Tepung Kulit Ubi Kayu Non Fermentasi 20% + Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi 40% +Konsentrat 20%

3 : Rumput 20% + Tepung Kulit Ubi Kayu Fermentasi 60% + Konsentrat 20%

Tabel 8. Komposisi Dan Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penelitian

Komposisi (%) P0 P1 P2 P3

T. Kulit Ubi Kayu Non Fermentasi 60 40 20 0

T. Kulit Ubi Kayu Fermentasi 0 20 40 60

Rumput Lapangan 20 20 20 20

Bungkil Kedelai 10 10 10 10

Ampas Tahu 6,5 6,5 6,5 6,5

Molases 2 2 2 2

Ultra Mineral 1 1 1 1

Urea 0,5 0,5 0,5 0,5

Jumlah 100 100 100 100

Kandungan Nutrisi Bahan Pakan Penelitian

Bahan Kering (%) 75.40 75.80 76.20 76.70 Protein Kasar (%) 12.20 13.40 14.70 15.90 Serat Kasar (%) 14.29 13.14 11,98 10.83 Lemak Kasar (%) 2.65 2,77 2.89 3.02

Abu (%) 6,72 6,64 6,55 6,47

BETN (%) 63.05 62.87 62.69 62.52

TDN (%) 73.71 72.84 71.98 71,11

Susunan perlakuan penelitian sesuai dengan kandang adalah sebagai berikut:

P0U1 P2U1 P0U4 P2U2 P1U2 P3U2 P0U3 P0U5 P1U1 P1U5 P2U5 P1U3 P3U4 P2U3 P3U5 P2U4 P3U1 P0U2 P3U3 P1U4 Pengacakan Perlakuan dari Ulangan

(37)

Model matematik percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) adalah:

Yij = µ + 𝜎𝜎R i + C dimana:

ij

i = 1,2,3,………….perlakuan j = 1,2,3,………….ulangan Yij

µ = nilai tengah umur

= nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke- j

𝜎𝜎𝜎𝜎 = pengaruh perlakuan ke- i Cij

Parameter Penelitian

= pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke- I pada ulangan ke- j

a. Persentasi bobot kepala (%)

Persentasi bobot kepala diperoleh dari bobot kepala dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100 %

b. Persentasi bobot kaki (%)

Persentasi bobot kaki diperoleh dari bobot kaki dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%

c. Persentase bobot kulit (%)

Persentasi bobot kulit diperoleh dari bobot kulit dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

d. Persentase bobot ekor (%)

Persentasi bobot ekor diperoleh dari bobot ekor dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

(38)

e. Persentase bobot trakea dan paru – paru (%)

Persentasi bobot trakea dan paru – paru diperoleh dari bobot trakea dan paru – paru dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

f. Persentase bobot hati (%)

Persentasi bobot hati diperoleh dari bobot hati dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

g. Persentase bobot jantung (%)

Persentasi bobot jantung diperoleh dari bobot jantung dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

h. Persentase ginjal (%)

Persentasi bobot ginjal diperoleh dari bobot ginjal dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

i. Persentase bobot darah (%)

Persentasi bobot darah diperoleh dari bobot darah dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%

j. Persentasi bobot saluran pecernaan (100 %)

Persentasi bobot saluran pencernaan diperoleh dari bobot saluran pencenaan dibagi bobot tubuh kosong dikali 100 %.

Sembiring et al. (2006)

Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil penelitian dianalisa dengan analisis variansi berdasarkan rancangan acak lengkap (RAL) pola searah untuk mengetahui adanya pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati.

(39)

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan Kandang dan Peralatan

Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang berukuran 1x1 m per petak sebanyak 20 petak. Kandang dipersiapkan seminggu sebelum domba masuk kedalam kandang agar kandang bebas dari hama penyakit. Kandang beserta peralatan seperti tempat pakan dibersihkan dan didesinfektan.

Pengolahan Tepung Kulit Umbi Ubi Kayu Fermentasi

Kulit umbi ubi kayu di cuci terlebih dahulu lalu dijemur dibawah matahari (di oven dengan suhu 60 0

Persiapan Domba

C selama 12 jam) hingga kadar air ± 10%, lalu di giling atau di tepungkan kemudian di tambahkan air supaya kadar air tepung kulit ubi kayu ± 40% lalu di fermentasi dengan bioaktivator starbio kemudian tepung tersebut dimasukkan kedalam drum lalu ditutup rapat atau secara anaerob selama 10 hari setelah itu pakan siap diberikan pada domba.

Ternak domba yang dipilih adalah ternak domba lokal jantan yang berusia lebih kurang 4 bulan sebanyak 20 ekor dengan rataan yang hampir sama yang terdiri dari 4 perlakuan dan di ulang sebanyak 5 kali dimana setiap kandang terdiri dari satu ekor ternak domba peranakan merino jantan.

Pemberian Pakan dan Air Minum

Air minum diberikan secara adbilitum setiap pagi hari. Air diganti setiap hari dan tempatnya di cuci dengan air bersih. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi hari pukul 10:00 WIB dan sore hari pada pukul 16:00 WIB kemudian dihitung sisanya. Pakan di berikan sesuai dengan perlakuan.

(40)

Pemberian Obat- obatan

Obat – obatan diberikan sebelum pelaksanaan penelitian adalah obat cacing kalbazen dengan dosis 1 cc/ kg bobot badan untuk menghilangkan parasit dalam saluran pencernaan, sedangkan obat- obatan yang lain diberikan berdasarkan kebutuhan bila ternak nantinya ada yang sakit, misalnya antibiotik ( untuk meningkatkan nafsu makan).

Preparasi Non Karkas a. Pemuasaan

Sebelum dilakukan pemotongan, domba terlebih dahulu dipuasakan selama 12 jam. Perlakuan ini bertujuan mengosongkan bagian perut (usus) sehingga kulit dan otot-ototnya menjadi lemas karena peningkatan kandungan glikogen. Disamping itu, perlakuan ini akan meningkatkan proporsi daging terhadap bobot hidupnya.

b. Penyembelihan

Penyembelihan dilakukan dengan memotong leher tepat pada bagian trachea, vena jugularis, arteri carotis dan esophagus. Setelah penyembelihan selesai, domba digantung dengan kaki belakang diatas agar pengeluaran darah lancar dan untuk mempermudah pengulitan.

c. Pengulitan

Pengulitan dilakukan dengan cara kering atau tanpa air, dengan memisahkan bagian kepala, kedua kaki depan dan sendi korpus dan ekor pada bagian pangkal. Kemudian menyayat kulit pada kedua kaki belakang secara melingkar di pergelangannya sampai melalui bagian paha dan anus. Kulit dikupas dan perlahan-lahan ditarik ke bawah hingga seluruh kulit terlepas dari domba.

(41)

d. Pengeluaran jeroan

Pengeluaran jeroan dengan cara menyayat terlebih dahulu bagian perut secara membujur mulai dari titik pusar ke arah dada, kemudian ke ekor. Setelah itu keluarkan seluruh jeroan dengan tangan dan memotong kaki belakang pada sendi tarsus.

e. Penimbangan

Penimbangan dilakukan setelah komponen non karkas masing-masing dipisahkan kemudian ditimbang.

(42)

Hasil penelitian dapat dilihat pada persentase non karkas yang diperoleh dengan menimbang semua bagian non karkas yaitu bobot kepala, kaki, kulit, ekor, trakea dan paru – paru, hati, jantung, ginjal, darah, dan saluran pencernaan dibagi bobot tubuh kosong dikali 100%.

Persentase Bobot Kepala (%)

Persentase bobot kepala diperoleh dari bobot kepala dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%. Rataan persentase bobot kepala dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rataan persentase bobot kepala (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan ± SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 7,73 8,14 8,37 8,11 8,43 40,78 8,16±0,28 P1 8,12 8,50 8,35 8,14 8,6 41,71 8,34±0,21 P2 8,68 8,09 7,50 8,04 7,73 40,04 8,01±0,45 P3 8,04 8,44 8,37 8,41 8,54 41,80 8,36±0,19 Total 32,57 33,17 32,59 32,70 33,30 164,33 32,87 Rataan 8,14 8,29 8,15 8,18 8,33 41,08 8,22

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa persentase bobot kepala domba tertinggi yang diberikan kulit umbi ubi kayu fermentasi terdapat pada perlakuan P3 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 8,36% dan persentase bobot kepala domba terendah adalah pada perlakuan P2 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu non fermentasi 20% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 40% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 8,01%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi terhadap persentase bobot kepala dapat dilihat pada Tabel 10.

(43)

Tabel 10. Analisis ragam persentase bobot kepala.

SK DB JK KT F. Hit F 0,05 F 0.01

PERLAKUAN 3 0,4174 0,14 1,562tn 3,24 5,29

GALAT 16 1,4249 0,0891

TOTAL 19 1,8423

Ket. tn = Tidak berbeda nyata

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa F hitung lebih kecil dari F Tabel (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot kepala pada domba lokal. Hal ini disebabkan karena domba yang digunakan mempunyai umur relatif sama. Pertumbuhan bobot kepala tidak dipengaruhi oleh nutrisi, oleh karena itu bobot kepala bertambah sesuai fase pertumbuhan hidupnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Soeparno (1994) mengatakan bahwa perlakuan nutrisi tidak mempengaruhi bobot non karkas eksternal seperti kepala. Soeparno (2005), menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tinggi serta spesies pastura dan pengangonan pada domba tidak mempengaruhi bobot kepala.

Persentase Bobot Kaki (%)

Persentase bobot kaki diperoleh dari bobot kaki dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%. Rataan persentase bobot kaki dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Rataan persentase bobot kaki (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan ± SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 2,70 2,94 2,81 3,07 3,08 14,60 2,92±0,17

P1 3,02 3,61 3,02 2,94 3,67 16,26 3,25±0,36

P2 3,53 3,40 3,32 3,30 2,93 16,48 3,30±0,22

P3 3,36 3,43 3,05 3,44 3,47 16,75 3,35±0,17

Total 12,61 13,38 12,2 12,75 13,15 64,09 12,82

Rataan 3,15 3,35 3,05 3,19 3,29 16,02 3,21

Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa persentase bobot kaki domba tertinggi yang diberikan kulit umbi ubi kayu fermentasi terdapat pada perlakuan P3

(44)

(rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 3,35% dan persentase bobot kaki domba terendah adalah pada perlakuan P0 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu non fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 2,92%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi terhadap persentase bobot kaki dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Analisis ragam persentase bobot kaki.

SK DB JK KT F. Hit F 0,05 F 0.01

PERLAKUAN 3 0,5637 0,19 3,212tn 3,24 5,29

GALAT 16 0,936 0,0585

TOTAL 19 1,4997

Ket. tn = Tidak berbeda nyata

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa F hitung lebih kecil dari F Tabel (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot kaki pada domba lokal. Hal ini dikarenakan kaki merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan pada awal kehidupan serta konsumsi nutrisi tinggi tidak mempengaruhi bobot kaki. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tobing et al. (2004), menyatakan bahwa kaki merupakan komponen yang mengalami pertumbuhan yang besar pada awal kehidupan, tetapi mengalami penurunan pertumbuhan pada akhir kehidupan. Hal ini didukung oleh Suhendar (1984), menyatakan bahwa pada waktu lahir bagian kaki ternak relatif telah berkembang dengan sempurna dan setelah itu proporsinya menurun relatif dengan meningkatnya proporsi bagian lain. Soeparno (2005), menyatakan bahwa konsumsi nutrisi tinggi tidak mempengaruhi bobot kaki pada berat tubuh yang sama.

(45)

Persentase Bobot Kulit (%)

Persentase bobot kulit diperoleh dari bobot kulit dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%. Rataan persentase bobot kulit dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rataan persentase bobot kulit (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan ± SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 12,13 11,43 12,34 11,73 11,63 59,26 11,85±0,37 P1 11,64 12,57 13,07 12,67 12,70 62,65 12,53±0,53 P2 13,40 12,66 12,24 12,69 11,74 62,73 12,55±0,61 P3 12,78 12,57 12,46 12,75 13,19 63,75 12,75±0,28 Total 49,95 49,23 50,11 49,84 49,26 248,39 49,68 Rataan 12,49 12,31 12,53 12,46 12,32 62,10 12,42

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa persentase bobot kulit domba tertinggi yang diberikan kulit umbi ubi kayu fermentasi terdapat pada perlakuan P3 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 12,75% dan persentase bobot kulit domba terendah adalah pada perlakuan P0 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu non fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 11,85%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi terhadap persentase bobot kulit dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Analisis ragam persentase bobot kulit.

SK DB JK KT F. Hit F 0,05 F 0.01

PERLAKUAN 3 2,2975 0,7658 3,492* 3,24 5,29

GALAT 16 3,5088 0,2193

TOTAL 19 5,8063

Ket = Perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa F hitung lebih besar dari F Tabel (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot kulit pada

(46)

domba lokal. Hal ini diasumsikan bahwa pertambahan bobot potong erat kaitannya dengan bobot kulit, dimana semakin besar bobot potong semakin besar pula persentase bobot kulit karena semakin besar bobot potong maka luas dan

volume kulit akan semakin besar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tobing et al. (2004), menyatakan bahwa bobot kulit dan volume darah pada

domba berbanding lurus dengan bobot potongnya. Hal ini didukung oleh Herman (1993), semakin tinggi bobot potong yang diperoleh maka semakin tinggi pula bobot non karkas dan persentase non karkas yang didapat.

Persentase Bobot Ekor (%)

Persentase bobot ekor diperoleh dari bobot ekor dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%. Rataan persentase bobot ekor dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Rataan persentase bobot ekor (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan ± SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 0,21 0,23 0,24 0,20 0,24 1,12 0,220±0,02 P1 0,24 0,23 0,23 0,23 0,23 1,16 0,23±0,004 P2 0,23 0,25 0,27 0,23 0,22 1,20 0,240±0,02 P3 0,25 0,26 0,22 0,25 0,23 1,21 0,242±0,02 Total 0,93 0,97 0,96 0,91 0,92 4,69 0,94 Rataan 0,23 0,24 0,24 0,23 0,23 1,17 0,24

Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa persentase bobot ekor domba tertinggi yang diberikan kulit umbi ubi kayu fermentasi terdapat pada perlakuan P3 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 0,242% dan persentase bobot ekor domba terendah adalah pada perlakuan P0 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu non fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 0,220%.

(47)

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi terhadap persentase bobot ekor dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Analisis ragam persentase bobot ekor.

SK DB JK KT F. Hit F 0,05 F 0.01

PERLAKUAN 3 0,001 0,0003 1,301tn 3,24 5,29

GALAT 16 0,0041 0,0003

TOTAL 19 0,0051

Ket. tn = Tidak berbeda nyata

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa F hitung lebih kecil dari F Tabel (P>0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot ekor pada domba lokal. Hal ini diasumsikan bahwa deposisi lemak pada domba lokal tidak terdapat pada ekor. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tobing et al. (2004), yang menyatakan bahwa deposisi lemak pada domba lokal tidak berada pada bagian ekor, tapi pada bagian lain seperti viscera dan bagian bawah kulit.

Persentase Bobot Trakea dan Paru – Paru (%)

Persentase bobot trakea dan paru – paru diperoleh dari bobot trakea dan paru – paru dibagi dengan bobot tubuh kosong dikali 100%. Rataan persentase bobot trakea dan paru – paru dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Rataan persentase bobot trakea dan paru – paru (%)

Perlakuan Ulangan

Total Rataan ± SD

U1 U2 U3 U4 U5

P0 1,33 1,40 1,55 1,27 1,51 7,06 1,41±0,12 P1 1,46 1,56 1,36 1,40 1,24 7,02 1,40±0,12 P2 1,69 1,53 1,51 1,52 1,61 7,86 1,57±0,08 P3 1,60 1,75 1,42 1,73 1,66 8,16 1,63±0,13 Total 6,08 6,24 5,84 5,92 6,02 30,1 6,02 Rataan 1,52 1,56 1,46 1,48 1,51 7,53 1,51

Dari Tabel 17 dapat dilihat bahwa persentase bobot trakea dan paru – paru domba tertinggi yang diberikan kulit umbi ubi kayu fermentasi terdapat pada

(48)

perlakuan P3 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 60% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 1,63% dan persentase bobot trakea dan paru – paru domba terendah adalah pada perlakuan P1 (rumput lapang 20% + tepung kulit ubi kayu non fermentasi 40% + tepung kulit ubi kayu fermentasi 20% + konsentrat 20%) yaitu sebesar 1,40%.

Untuk mengetahui pengaruh pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi terhadap persentase bobot trakea dan paru – paru dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Analisis ragam persentase bobot trakea dan paru – paru.

SK DB JK KT F. Hit F 0,05 F 0.01

PERLAKUAN 3 0,1973 0,0658 5,108* 3,24 5,29

GALAT 16 0,2060 0,0129

TOTAL 19 0,4033

Ket = Perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa F hitung lebih besar dari F Tabel (P<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian kulit umbi ubi kayu fermentasi memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase bobot trakea dan paru – paru pada domba lokal. Hal ini diasumsikan bahwa pada penelitian ini perlakuan juga memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan bobot badan domba sehingga bobot trakea dan paru – paru juga meningkat. Hal ini sesuai dengan penelitian Shehata (2013), menyatakan bahwa organ pernapasan memiliki pertumbuhan yang searah dengan pertumbuhan bobot badan pada domba sehingga jika bobot badan tinggi maka bobot organ pernapasan akan ikut tinggi demikian juga dengan sebaliknya jika bobot badan rendah maka bobot organ pernapasan juga akan rendah. Hal ini didukung Ridawan (1991), yang menyatakan bahwa domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang tinggi mempunyai trakea dan paru-paru yang lebih berat dari pada domba yang mengkonsumsi pakan dengan kandungan energi yang rendah.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan  harga  solvent  yang  digunakan,  maka  proses  pembersihan  memerlukan  biaya  material  dari  toluene  dan  ethyl  alcohol  yang  digunakan sebesar:  .

Hasil penelitian menunjukkan bahwa manajemen organisasi Kiai As‟ad dilaksnakan secara kolektif, hak dan kewajiban sama tapi tugas dan wewenang yang berbeda-beda sesuai

Permasalahan yang Timbul serta Solusi Dalam Mengatasi Setiap Permasalahan dalam Pelaksanaan Pemberian Kredit Pemilikan Rumah di Bank Jatim Cabang Pembantu Waru

Dalam Implementasinya, pola pengelolaan sumber daya pesisir dan lautan yang selama ini sangat bertentangan dengan apa yang telah digariskan dalam pasal tersebut,

Hasil penelitian pertambahan bobot badan kambing Peranakan Etawah (PE) yang diberi ransum perlakuan disajikan pada Tabel 3.. Pertumbuhan Kambing PE pada tiga

HASIL: Data yang diperoleh tidak berdistribusi normal, uji statistik menggunakan uji Wilcoxon untuk beda mean aktivitas fungsional pretest dan posttest pada

diklat ialah dapat dilakukan dengan cara memberikan kompensasi yang lebih. kepada pegawai tersebut seperti melalui peningkatan karier yang

Adapun judul penelitian yang diangkat oleh penulis berdasarkan uraian di atas adalah “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Untuk Meningkatkan Kemampuan