• Tidak ada hasil yang ditemukan

Study the Correlation of Coral Reefs Condition with the Abundance Chaetodontidae’s Fish in Local Marine Conservation Areas Liwutongkidi Island, Buton Regency

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Study the Correlation of Coral Reefs Condition with the Abundance Chaetodontidae’s Fish in Local Marine Conservation Areas Liwutongkidi Island, Buton Regency"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN HUBUNGAN KONDISI TERUMBU KARANG

DENGAN KELIMPAHAN IKAN CHAETODONTIDAE DI

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH

PULAU LIWUTONGKIDI, KABUPATEN BUTON

SIGIT PRIYO UTOMO

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini Saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2010

(3)

ABSTRACT

SIGIT PRIYO UTOMO.Study theCorrelation of Coral Reefs Condition with the Abundance Chaetodontidae’s Fish in Local Marine Conservation Areas Liwutongkidi Island, Buton Regency. Under the direction of MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL and NEVIATY PUTRI ZAMANI

Local Marine Conservation Area of Liwutongkidi Island, Buton Regency has a great potential of coral reefs and coral reef fishes. One of the coral reef fishes that important in coral reefs are butterflyfishes (Chaetodontidae). This family has been considered as bioindicator for the health of coral reefs due to their close association with coral reefs habitat. Data on coral reefs was done by using Line Intercept Transect Method that were distributed in the coral reefs substrat and visual census for looking abundance the coral reef fishes. Data coral reefs and coral reef fishes were done carried between the various reefs sites using diversity, evenness, dominance and species abundance. Studies were conducted to determine the relationship between coral reef conditions with abundance of Chaetodontidae. Statistical analysis using linier regression indicated there were significant difference between both number of percentage corals cover and species Chaetodon diversity. Observation at Local Marine Conservation Areas of Liwutongkidi Islans showed the percentage cover of hard corals recorded 50.03% (good condition). The pattern of linier relationship between percentage hard corals cover with abundance of Chaetodontidae show a positive correlation that is the abundance of Chaetodontidae influenced by percentage hard corals cover (r = 0.73, R2 = 53.70%, significant on p<0.05). The characterictics of habitat are grouped based on substratum with Bray-Curtis similarity index. Chaetodontidae fish species are grouped based on the observation station to see the Sorensen’s similarity coefficient. Consistency for the presence of certain group fish in the habitat of this fish showed that the groups were present in a habitat that has particularizes that are not found in other groups. Based on constancy and fidelity indices in general term the Chaetodontidae fish spread on variety of group habitats.

(4)

RINGKASAN

SIGIT PRIYO UTOMO. Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton. Dibawah bimbingan MOHAMMAD MUKHLIS KAMAL dan NEVIATY PUTRI ZAMANI.

Luasan terumbu karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dan kerusakan akibat faktor alam dan tekanan akibat pemanfaatan oleh manusia. Salah satu cara menyelamatkan sumberdaya terumbu karang adalah dengan pembentukan kawasan konservasi laut. Sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau liwutongkidi memiliki peran dalam mendukung kelestarian sumberdaya perikanan yang dalam hal ini terumbu karang dan ikan. Ikan Chaetodontidae tergolong ikan yang penting dalam berasosiasi dengan terumbu karang, banyak jenisnya yang memiliki ketergantungan hidup terutama dalam hal makanan utama terhadap karang (Bouchon-Navaro 1986) dan kelimpahan Chaetodontidae berhubungan juga dengan sumber makanan tersebut (Robert et al. 1992). Hal ini juga yang menyebabkan ikan Chaetodontidae disarankan untuk dipergunakan sebagai indikator utama dalam melakukan penelitian terhadap kondisi karang (Hourigan 1989).

Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton. Penelitian ini berlangsung sejak bulan April - Juni 2010. Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan metode Line Intercept Transect (LIT). Pengambilan data ikan Chaetodontidae dilakukan dengan metode visual sensus. Pengambilan data parameter lingkungan dengan dilakukan secara in-situ. Analisa isi perut atau jenis makanan ikan Chaetodontidae dilakukan di Laboratorium Eko-Biologi Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (MSP).

Berdasarkan pengamatan bahwa kualitas perairan di Pulau Liwutongkidi masih dalam batas toleran terhadap pertumbuhan terumbu karang dan biota laut yang berasosiasi didalamnya. Kondisi terumbu karang di Pulau Liwutongkidi termasuk ke dalam kondisi “baik” (Gomes & Yap 1988). Persentase tutupan karang keras sebesar 50.03% dan karang mati 21.53%. Namun terdapat juga persentase tutupan karang mati, pecahan karang dan pasir yang menunjukkan tingginya tekanan terhadap ekosistem terumbu karang di Pulau Liwutongkidi.

Persentase tutupan karang Acropora berkisar antara 0.67 – 48.0% dengan rata-rata persen tutupan 20.15%. Persentase tutupan tertinggi adalah dari jenis karang Acropora Brancing. Sedangkan persentase tutupan karang Non-Acropora berkisar antara 0.67 – 23.17% dengan rata-rata persentase tutupan sebesar 29.88%. Persentase tutupan terbesar adalah dari jenis Coral Branching yang terdapat pada setiap stasiun pengamatan. Nilai Indeks Mortalitas karang di Pulau Liwutongkidi berkisar antara 0.26 – 0.88. Tingkat kematian karang paling tinggi terjadi di Stasiun 1 dengan nilai sebesar 0.88 dan yang terendah terdapat di Stasiun 5 dengan nilai sebesar 0.26.

(5)

sebesar 53.7%. Hal ini menunjukkan bahwa kelimpahan ikan Chaetodontidae meningkat dengan meningkatnya tutupan karang hidup.

Secara umum karakteristik stasiun pengamatan di Pulau Liwutongkidi terbagi kedalam 4 kelompok habitat. Pengelompokan habitat berdasarkan persentase tutupan substrat dasar. Hasil pengelompokan ikan terlihat pengelompokan spesies ikan Chaetodontidae menjadi 4 (empat) kelompok ikan. Kelompok ikan tersebut terdiri dari Kelompok I (C. baronessa), kelompok II (C. lunulatus, C. kleinii dan H. varius), kelompok III (C. rafflesii dan F. flavissimus) dan kelompok IV (C. trifascialis). Pengelompokan ini berdasar kepada kelimpahan jenis ikan Chaetodontidae pada setiap stasiun pengamatan.

Untuk melihat ketertarikan kelompok ikan terhadap kelompok habitat maka dilakukan analisis konstansi dan fidelitas. Kelompok ikan I dan III terlihat hadir secara konstan pada kelompok habitat III dan IV, namun kehadiran kelompok ikan ini tidak serta merta memiliki tingkat kesukaan yang khas terhadap kelompok habitat III dan IV. Dari semua kelompok ikan yang hadir pada habitat III dan IV hanya kelompok ikan I yang memiliki indeks fidelitas yang tertinggi (46.2), hal ini menunjukkan adanya keterkaitan antara kelompok ikan I terhadap habitat III berdasarkan kekhasan/ keunikan jenis yang ada di habitat itu yaitu persentase tutupan karang keras sebesar rata-rata 68.15% yang didominasi Acropora Branching (ACB) sebesar rata-rata 42.42% dan persentase karang keras Non-Acropora sebesar rata-rata 22.09% yang didominasi oleh Coral Branching (CB) sebesar 10.58%.

Berdasarkan jenis-jenis ikan yang terdapat pada pengelompokan, bahwa kelompok ikan I dan III hanya konstan hadir dan terdapat pada kelompok habitat III dan IV yang mempunyai karakteristik dalam jumlah persentase tutupan karang keras yang tinggi terutama pada ACB, Acropora Tabulate (ACT) dan Non-AcroporaCoral Mushroom (CMR) serta biota lainnya, seperti soft coral, sponge dan hewan bentik lainnya yang terdapat di substrat pada stasiun ini. Kelompok ikan I dan IV merupakan tipe pemakan karang obligat (C. baronessa dan C. trifascialis) yang tergantung keberadaannya terhadap Acropora yang menyediakan makanan terhadap ikan jenis ini, Pratchett (2005) menyatakan bahwa C. baronessa merupakan pemakan karang obligat, menyukai jenis karang Acropora (A. hyacinthus dan P. damicornis). Sedangkan kelompok ikan III (C. raflesii dan Forcipiger flavissimus) yang merupakan pemakan karang fakultatif lebih terdistribusi berdasar jenis makanan yang terdapat pada semua kelompok habitat yang memiliki tutupan karang keras sampai karang beralga dan habitat pasir.

(6)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya

(7)

KAJIAN HUBUNGAN KONDISI TERUMBU KARANG

DENGAN KELIMPAHAN IKAN CHAETODONTIDAE DI

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH

PULAU LIWUTONGKIDI, KABUPATEN BUTON

SIGIT PRIYO UTOMO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)

PRAKATA

Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Kajian Hubungan Kondisi Terumbu Karang dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton tepat pada waktunya.

Penelitian dan proses penulisan tesis ini dapat berlangsung dengan baik atas prakarsa berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Dr. Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc dan Dr. Ir. Neviaty Putri Zamani, M.Sc selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membantu dan memberikan perhatian, arahan, tenaga, waktu dan saran dalam penyusunan tesis ini.

2. Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc selaku Dosen Penguji Luar Komisi yang telah memberikan saran dan perbaikan dalam penyusunan tesis ini.

3. Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan beserta staf pengajar yang telah memberikan pengetahuan dan pengalaman terkait pengelolaan pesisir dan lautan.

4. Staf sekretariat SPL (Pak Zainal, Mbak Olla, Mas Dindin dan Aji) yang telah banyak membantu selama perkuliahan di SPL-IPB.

5. COREMAP II – World Bank, Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan beasiswa S2 pada PS SPL-IPB.

6. Ir. Ansori Zawawi, MMA selaku Direktur Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan, Ditjen. P2SDKP-KKP dan Ir. Sere Alina Tampubolon M.PSt selaku Kasubdit Pengawasan dan Pengendalian Ekosistem Perairan yang telah memberikan izin untuk mengikuti Program Beasiswa ini.

7. Ayahanda H P. Wiryotaruno, Ibunda Hj. Kasiyem dan Kakak-kakak yang telah memberikan doa dan bantuan baik secara moril maupun materiil.

8. Istriku Yayan Sugiyanti S.Kep dan putraku Marin Muhammad Warsita Utomo yang telah memberikan semangat dan doa dalam mengikuti pendidikan ini.

9. Rekan-rekan kuliah SANDWICH IPB – Universit t Bremen – Ryukyus University atas kebersamaan dan kerjasamanya.

10. Teman-teman yang telah membantu selama penelitian di Buton (La Ila, Haris Lain, Yusniar, Gunawan Guns, Kapten Ais, Dedy, Samsul) dan La Yono sekeluarga yang telah membantu akomodasi selama penelitian.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan tesis ini, untuk itu. Penulis berharap semoga penulisan tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan terumbu karang secara berkelanjutan pada masa yang akan datang.

Bogor, September 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Sigit Priyo Utomo dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1977 sebagai anak kesembilan dari sembilan bersaudara dari Bapak H. P. Wiryotaruno dan Ibu Hj. Kasiyem. Pendidikan penulis diawali dengan bersekolah di TK Cendrawasih Serdang pada tahun 1982 dan kemudian dilanjutkan di SD Negeri 13 Pagi Serdang Jakarta (1983-1989). Pada tahun 1989-1992 penulis menempuh pendidikan lanjutan pertama di SMP Negeri 79 Jakarta dan pada tahun 1992-1995 dilanjutkan di SMA Negeri 5 Jakarta. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada tahun 1995 dan memilih Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan dan tamat pada tahun 2001.

Pada tahun 2005 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Direktorat Jenderal Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Direktorat Pengawasan dan Pengendalian Sumberdaya Kelautan.

(12)

DAFTAR ISI

1.3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis Penelitian ... 7

2.3.1 Distribusi dan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae ... 16

2.3.2 Kebiasaan Makan, Wilayah dan Perilaku Ikan Chaetodontidae ... 16

2.3.3 Karakteristik Daur Hidup Ikan Chaetodontidae ... 18

2.4 Hubungan Ikan Karang dengan Terumbu Karang ... 19

2.5 Ikan Chaetodontidae sebagai Bioindikator ... 21

2.6 Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang ... 22

2.7 Kawasan Konservasi Laut Daerah ... 24

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.4.2 Kondisi Ikan Famili Chaetodontidae ... 31

3.4.3 Identifikasi Makanan ... 31

4.1 Gambaran Umum Pulau Liwutongkidi ... 40

4.2 Kualitas Perairan Pulau Liwutongkidi ... 40

4.3 Kondisi Terumbu Karang ... 41

(13)

4.4 Kondisi Ikan Karang ... 46

4.4.1 Komposisi Ikan Karang ... 46

4.4.2 Komposisi Ikan Chaetodontidae ... 49

4.4.3 Indeks Keanekaragaman (H), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) Ikan Chaetodontidae ... 50

4.5 Analisis Makanan ... 52

4.6 Hubungan antara Persentase Penutupan Karang Keras dengan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae ... 55

4.7 Ketertarikan Ikan Chaetodontidae terhadap Habitat Tertentu ... 56

4.7.1 Pengelompokan Habitat ... 56

4.7.2 Pengelompokan Ikan ... 58

4.7.3 Ketertarikan Ikan Chaetodontidae pada Habitat ... 59

4.8 Pengelolaan kawasan Konservasi Laut Daerah ... 61

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Kesimpulan ... 65

5.2 Saran ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 67

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Beberapa jenis ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan tipe kebiasaan

makannya (Yusuf et al. 2004 dan Fishbase 2009) ... 18

2 Posisi geografis stasiun pengamatan ... 26

3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun komunitas karang berdasarkan lifeform karang dan kodenya (English et al.1997) ... 30

4 Metode dan peralatan untuk pengambilan data parameter perairan ... 32

5 Parameter kondisi perairan ... 41

6 Indeks mortalitas karang ... 46

7 Indeks struktur komunitas ikan karang ... 48

8 Kelimpahan per spesies ikan Chaetodontidae (ind/350m2) ... 50

9 Indeks struktur komunitas ikan Chaetodontidae ... 51

10 Persentase dan rerata isi perut ikan Chaetodontidae ... 53

11 Karakteristik pengelompokan spesies ikan Chaetodontidae ... 59

12 Indeks konstansi dan fidelitas kelompok ikan terhadap kelompok habitat ... 61

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

2 Peta Lokasi Penelitian ... 27

3 Ilustrasi teknik pengumpulan data kondisi terumbu karang dengan menggunakan metode LIT ... 29

4 Kategori persen tutupan karang (Dahl 1981 in English et al. 1997) ... 29

5 Ilustrasi teknik pengumpulan data ikan dengan metode sensus visual ... 31

6 Persentase penutupan substrat dasar ... 43

7 Persentase penutupan karang keras Acropora ... 44

8 Persentase penutupan karang keras Non-Acropora ... 45

9 Kelimpahan ikan karang tertinggi di lokasi penelitian (ind/350m2) ... 47

10 Bentuk mulut ikan Chaetodontidae: A) pada saat normal dan B) pada saat memangsa ... 54

11 Hubungan antara persentases penutupan karang keras dengan kelimpahan famili Chaetodontidae ... 55

12 Dendogram pengelompokan habitat ... 56

13 Dendogram pengelompokan ikan ... 59

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Persentase penutupan substrat dasar pada stasiun pengamatan ... 73 2 Komposisi ikan karang ... 74 3 Jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi ikan Chaetodontidae ... 75 4 Tabel perhitungan regresi linier antara kelimpahan ikan karang

dan persentase tutupan karang keras ... 77 5 Tabel perhitungan cluster analysis pengelompokan ikan

Chaetodontidae ... 78

(17)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ekosistem terumbu karang dan segala kehidupan yang terdapat di dalam laut merupakan salah satu sumberdaya alam yang bernilai tinggi. Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki sumberdaya terumbu karang yang tersebar hampir di seluruh perairannya. Luas terumbu karang Indonesia sekitar 51 000 km2 (Burke et al. 2002) dengan keanekaragaman hayati tertinggi dunia dengan 70 genera dan 450 spesies (Veron 1995). Saat ini lebih dari 480 jenis karang batu telah didata di wilayah timur Indonesia dan merupakan 60% dari jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan. Selain itu keanekaragaman tertinggi ikan karang di dunia ditemukan di Indonesia, dengan lebih dari 1 650 jenis hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur (Suharsono & Purnomohadi 2001 in Burke et al. 2002).

Ekosistem terumbu karang banyak menyumbang berbagai biota laut seperti ikan konsumsi, ikan hias, kerang dan udang bagi masyarakat pesisir, selain itu terumbu karang menjadi sumber mata pencaharian bagi nelayan dan masyarakat pesisir baik ketika musim penangkapan ikan maupun waktu paceklik. Para nelayan menangkap berbagai jenis ikan dari komunitas terumbu karang seperti kerapu, baronang, napoleon, kakap, lobster, kima, teripang dan ikan hias lainnya. Dengan banyaknya sumberdaya ikan yang berasosiasi di daerah terumbu karang maka dapat dikatakan bahwa terumbu karang merupakan ekosistem yang paling kaya di dasar laut.

Kelompok ikan merupakan organisme terbesar dari hewan-hewan vertebrata yang berasosiasi dengan terumbu karang. Salah satu diantara banyak suku (famili) ikan yang penting dari ordo Perciformes di terumbu karang adalah kelompok ikan kepe-kepe (butterfly fishes) dari suku Chaetodontidae.

(18)

utamanya adalah karang (Pratchett 2005). Zekeria et al. (2002) menyatakan bahwa Chaetodontidae yang memakan karang adalah jenis pemangsa karang (a) Obligatif, yang memangsa khusus hanya karang; (b) fakultatif, yang memangsa karang namun juga memangsa invertebrata; dan (c) bukan pemangsa karang, jenis ini lebih menyukai organisme bentik daripada karang.

Beberapa studi yang pernah dilakukan bahwa ikan Chaetodontidae merupakan jenis ikan indikator dan keberadaannya dapat dipakai untuk menduga kondisi terumbu karang, sehingga penurunan jumlah populasi atau ketidak hadiran dari jenis ini merupakan petunjuk bahwa terumbu karang telah mengalami tekanan. Ikan Chaetodontidae sangat sensitif terhadap perubahan dan kerusakan karang, karena ikan ini sangat terikat terhadap makanan dan tempat berlindung yang disediakan oleh karang (Harmelin-Vivien & Bouchon-Navaro1983).

(19)

yang tumbuh di perairan Sulawesi, Maluku dan Nusa Tenggara didominasi oleh Acropora spp. Kondisi terumbu karang yang baik menggambarkan tingginya keanekaragaman dan kelimpahan ikan karang. Berdasarkan keberadaan ikan Chaetodontidae yang termasuk jenis ikan pemakan karang di perairan Indonesia Timur belum banyak dipelajari maka penelitian ini memfokuskan kepada hubungan kondisi terumbu karang dengan kelimpahan ikan Chaetodontidae di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton.

1.2 Perumusan Masalah

Pengelolaan sumberdaya alam wilayah pesisir dan lautan secara terpadu memerlukan informasi dasar tentang potensi ekosistem pendukungnya seperti ekosistem terumbu karang dan jenis-jenis ikan yang berasosiasi didalamnya. Informasi-informasi tersebut berupa permasalahan dan kondisi terumbu karang serta ikan karang.

Keterkaitan ikan karang terhadap terumbu karang sangat tinggi karena fungsi ekologis terumbu karang sebagai penyedia makanan, tempat hidup dan tempat perlindungan. Ikan karang merupakan organisme yang jumlah biomassanya terbesar dan mencolok, yang dapat ditemui dalam ekosistem terumbu karang. Banyak celah dan lubang di terumbu karang sebagai tempat tinggal ikan, perlindungan, tempat mencari makan dan berkembang biak bagi ikan yang berada di sekitarnya. Salah satu ikan karang yang berasosiasi erat dengan terumbu karang dan sebagai indikator kondisi karang karena kesukaannya terhadap terumbu karang adalah jenis ikan Chaetodontidae.

Ikan-ikan Chaetodontidae merupakan kelompok penting dari iktiofauna yang berasosiasi dengan terumbu karang di seluruh dunia. Kebanyakan ikan Chaetodontidae hanya makan karang dan kelimpahannya memiliki hubungan pada sumber makanan ini (polip-polip karang) (Harmelin-Vivien & Bouchon-Navaro1983).

(20)

menyebabkan berkurangnya atau bahkan hilangnya fungsi dan manfaat terumbu karang bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

Kawasan konservasi merupakan salah satu upaya pemberdayaan masyarakat dalam mengelola sekaligus melindungi ekosistem terumbu karang beserta keanekaragaman biota yang terkandung didalamnya. Berdasarkan hal tersebut maka untuk mengetahui kondisi kawasan konservasi salah satunya diperlukan analisa hubungan antara terumbu karang dengan ikan karang, terutama ikan Chaetodontidae sebagai ikan bioindikator. Penilaian tersebut dapat didekati melalui pendekatan ekologi dengan menjawab permasalahan sebagai berikut : (a) Bagaimana kondisi terumbu karang di perairan Pulau Liwutongkidi?

(b) Bagaimana hubungan persentase tutupan karang dengan kelimpahan ikan Chaetodontidae?

(c) Bagaimana pengelolaan terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi?

1.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Suatu kenyataan bahwa luasan terumbu karang di Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan dan kerusakan akibat faktor alam dan tekanan akibat pemanfaatan oleh manusia. Kondisi ini semakin lama akan sangat mengkhawatirkan dan apabila keadaan ini tidak segera ditanggulangi akan mengakibatkan perubahan terhadap ekosistem terumbu karang dan kehidupan biota laut lainnya.

Kelestarian terumbu karang sepenuhnya ditentukan oleh kepedulian manusia untuk mengelolanya dengan tetap menjamin keberlanjutannya. Salah satu cara menyelamatkan sumberdaya terumbu karang adalah dengan pembentukan kawasan konservasi laut. Pengelolaan kawasan konservasi laut diharapkan dapat memberikan perubahan ke arah yang lebih baik dalam menjaga ekosistem terumbu karang. Untuk menilai pengelolaan kawasan konservasi laut dapat dilihat dari faktor ekosistem dan masyarakat, namun dalam penelitian ini akan dianalisis faktor ekosistem yang ada di kawasan konservasi laut terutama terumbu karang dan ikan karang (Chaetodontidae).

(21)

penting dari ordo Perciformes di terumbu karang adalah ikan Chaetodontidae. Ikan Chaetodontidae tergolong ikan yang penting dalam berasosiasi dengan terumbu karang. Banyak jenisnya yang memiliki ketergantungan hidup terutama dalam hal makanan utama terhadap karang (Bouchon-Navaro 1986) dan kelimpahan Chaetodontidae berhubungan juga dengan sumber makanan tersebut (Robert et al. 1992). Hal ini juga yang menyebabkan ikan Chaetodontidae disarankan untuk dipergunakan sebagai indikator utama dalam melakukan penelitian terhadap kondisi karang (Hourigan 1989).

Interaksi antara ikan Chaetodontidae sebagai penghuni perairan karang dengan terumbu karang dapat dijadikan referensi bagi kondisi yang terjadi di terumbu karang dan faktor pendukung lainnya. Dalam analisis ikan Chaetodontidae sebagai indikator kondisi terumbu karang dibahas juga tentang keanekaragaman, keseragaman, dominansi jenis, analisa isi perut dan kehadiran serta kesukaan ikan terhadap karang tertentu. Hasil ini diharapkan dapat berguna sebagai data dalam pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan.

(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Ekosistem terumbu karang

Kegiatan manusia Tekanan alami

Ikan karang Terumbu karang Kualitas perairan

Analisis karang dan ikan:

• Persentase penutupan karang • Keanekaragaman ikan • Indeks mortalitas karang • Keseragaman ikan • Isi perut ikan • Dominansi ikan

Interaksi ikan dan karang

Perubahan kondisi ekosistem terumbu karang

Hubungan kondisi terumbu karang dan ikan Chaetodontidae

Rekomendasi bagi pengelolaan karang Jenis dan kelimpahan

ikan Chaetodontidae pemakan karang

Kondisi terumbu karang

(23)

1.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adanya keanekaragaman terumbu karang dan ikan karang di kawasan konservasi laut daerah. Hipotesis kedua adalah kelimpahan ikan Chaetodontidae berhubungan dengan persentase tutupan karang keras.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

(a) Mengetahui kondisi terumbu karang dan kelimpahan ikan Chaetodontidae di kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi.

(b) Mengetahui hubungan antara kelimpahan ikan Chaetodontidae terhadap persentase penutupan karang keras.

(c) Merekomendasikan pengelolaan terumbu karang di Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi.

Manfaat dari penelitian ini adalah:

(a) Memberikan tambahan informasi mengenai keterkaitan ikan Chaetodontidae dengan terumbu karang.

(24)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang sebagai ekosistem dasar laut tropis yang komunitasnya didominasi oleh biota laut merupakan: (a) tempat tumbuh biota laut (tempat memijah, mencari makan, daerah asuhan berbagai biota laut), dan menjadi sumber protein bagi masyarakat pesisir; (b) plasma nutfah; (c) sumber bahan baku berbagai bangunan, perhiasan dan penghias rumah; dan (d) objek wisata bahari. Selain itu, ekosistem terumbu karang berfungsi sebagai pencegah erosi dan mendukung terbentuknya pantai berpasir, serta pelindung pantai dari hempasan gelombang sehingga mampu menjadi pelindung usaha perikanan dan pelabuhan-pelabuhan kecil (Dahuri et al. 2001).

Terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan keanekaragaman jenis biota laut seperti (a) beraneka ragam avertebrata: terutama karang batu (stony coral), berbagai krustasea, siput dan kerang-kerangan serta ekinodermata seperti bulu babi, anemon laut, teripang, bintang laut dan lili laut; (b) beraneka ragam ikan: terutama 50 – 70% ikan karnivora, 15% ikan herbivora dan sisanya omnivora; (c) reptil seperti ular laut dan penyu laut; dan (d) ganggang dan rumput laut seperti alga koralin, alga hijau berkapur dan lamun (Dahuri et al. 2001).

Terumbu adalah endapan-endapan masif yang penting dari kalsium karbonat yang dihasilkan oleh aktifitas hewan karang (Filum Cnidaria, Klas Anthozoa, Ordo Madreporaria = Scleractinia) dengan sedikit tambahan dari alga berkapur dan organisme-organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat. Struktur bangunan batuan kapur (CaCO3) cukup kuat, sehingga koloni karang mampu

menahan gelombang air laut, sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian koral adalah algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Thamrin 2006).

(25)

karang ini tersebar di seluruh dunia, sebaliknya karang hermatipik merupakan karang yang dapat menghasilkan terumbu dimana jenis karang ini hanya ditemukan di wilayah yang beriklim tropis. Perbedaan yang mencolok antara kedua jenis karang ini terdapat pada jaringan tubuhnya, jaringan karang hermatipik mempunyai sel-sel tumbuhan yang dapat bersimbiosis dengan zooxanthellae sedangkan ahermatipik kebanyakan bersifat karnivora sehingga tidak ditemukan zooxanthellae (Nybakken 1993).

Zooxanthellae merupakan tumbuhan bersel satu (unicelluler) yang termasuk kedalam jenis dinoflagellata dan berada pada individu karang (polip). Polip karang berbentuk tabung, mempunyai tentakel untuk menangkap mangsa, terdiri dari dua lapisan tubuh yaitu lapisan epidermis dan lapisan gastrodermis yang dipisahkan oleh mesoglea. Dalam lapisan gastrodermis inilah terletak zooxanthellae yang dapat menghasilkan bahan organik melalui proses fotosintesis kemudian disekresikan sebagian kedalam usus polip sebagai makanan. Zooxanthellae karang menghasilkan sisa-sisa metabolisme berupa karbon dioksida, fosfat dan nitrogen yang sangat berguna dalam proses fotosintesis dan pertumbuhannya (Nontji 1993). Aktifitas zooxanthellae sangat membutuhkan cahaya matahari sehingga terumbu karang umumnya hidup di perairan pantai atau laut yang cukup dangkal, dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan. Disamping itu untuk hidupnya karang membutuhkan suhu air yang hangat dengan suhu optimum berkisar antara 25 – 29o C (Supriharyono 2000).

Menurut Nybakken (1993), pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, antara lain adalah:

(a) Kedalaman

Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0 – 25 meter dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara 50 – 70 meter. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua atau pulau.

(b) Suhu (Temperatur)

(26)

berkembang pada suhu di bawah 18oC. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36oC – 40oC. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang dimana upwelling disebabkan oleh pengaruh suhu. Upwelling sendiri menyediakan persediaan makanan yang bergizi bagi pertumbuhan terumbu karang.

(c) Cahaya

Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15 – 20% dari intensitas di permukaan.

(d) Salinitas

Karang tidak dapat bertahan pada salinitas diluar 32 - 350/00. Namun di

Teluk Persia, terumbu karang dapat hidup pada salinitas 420/00. Layaknya

biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk. Sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran diatas, terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang didalam tubuhnya akan keluar.

(e) Pengendapan

Pengendapan yang terjadi di dalam air atau di atas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Endapan dapat mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang.

Menurut Nybakken (1993) tipe pertumbuhan karang dan karakteristik masing-masing genera dari terumbu karang adalah:

(a) Tipe bercabang (branching)

Karang ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya.

(b) Tipe padat (massive)

(27)

berada didaerah dangkal bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu adalah halus dan padat.

(c) Tipe kerak (encrusting)

Karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubang-lubang kecil.

(d) Tipe meja (tabulate)

Karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar.

(e) Tipe daun (foliose)

Karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar.

(f) Tipe jamur (mushroom)

Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.

Menurut bentuk dan letaknya, pertumbuhan ekosistem terumbu karang dikelompokkan menjadi tiga tipe terumbu karang (Nybakken 1993) yaitu:

(a) Terumbu karang pantai (fringing reefs)

Terumbu karang ini berkembang di pantai dan mencapai kedalaman tidak lebih dari 40 meter. Terumbu karang ini tumbuh keatas dan kearah laut. Pertumbuhan terbaik biasanya terdapat di bagian yang cukup arus. Sedangkan diantara pantai dan tepi luar terumbu, karang batu cenderung mempunyai pertumbuhan yang kurang baik, bahkan banyak yang mati karena sering mengalami kekeringan dan banyaknya endapan yang datang dari darat.

(b) Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

(28)

berputar seakan-akan merupakan penghalang bagi pendatang yang datang dari luar.

(c) Terumbu karang cincin (atoll)

Terumbu karang ini merupakan bentuk cincin yang melingkari suatu goba (Lagon). Menurut Sukarno et al. (1983) kedalaman rata-rata goba didalam atol sekitar 45 meter, jarang sampai 100 meter. Terumbu karang ini juga bertumpu pada dasar laut yang dalamnya diluar batas kedalaman karang batu penyusun terumbu karang hidup.

Berdasarkan pada tipe ekosistem terumbu karang diatas ditemukan tiga macam bentuk permukaan dasar yaitu:

(a) Bentuk permukaan dasar mendatar di tempat dangkal, yaitu daerah rataan terumbu (reef flat).

(b) Bentuk permukaan dasar yang miring ke arah tempat yang lebih dalam dan landai atau curam, yaitu lereng terumbu (reef slope).

(c) Bentuk permukaan dasar yang mendatar di tempat yang dalam, yaitu goba (lagoon floor) atau teras dasar (submarine terrace).

Aktifitas pembangunan di wilayah pesisir seperti pertanian, industri, pengerukan pantai, penangkapan ikan (bahan peledak dan sianida), tumpahan minyak dan didukung dengan peristiwa alam seperti badai, gempa bumi, kenaikan suhu (El Nino) dapat mengganggu ekosistem terumbu karang. Fenomena El Nino dapat mengakibatkan terumbu karang menjadi mati akibat proses bleaching. Di samping faktor fisik-kimia, faktor biologis yaitu predator karang mempunyai andil pada kerusakan karang. Bintang laut berduri Acanthaster plancii cukup terkenal sebagai perusak karang di daerah Indo-Pasifik. Selain Acanthaster plancii, beberapa jenis hewan lainnya seperti gastropoda Drupella rugosa, bulu babi (Echinometra mathaei, Diadema setosum, dan Tripneustes gratilla), dan beberapa jenis ikan karang seperti ikan kakak tua (Scarrus spp.), kepe-kepe (Chaetodon spp.) dapat mengakibatkan kerusakan pada area terumbu karang (Supriharyono 2000).

(29)

2.2 Ikan Karang

Ikan-ikan yang terdapat di terumbu karang memiliki variasi bentuk, ukuran, warna, perilaku dan ekologi dari ikan karang memperlihatkan keunikannya. Ukuran tubuh ikan karang dari jenis Gobidae yang hanya 1 cm panjangnya sampai ikan hiu Carcharhinidae yang dapat mencapai panjang 9 m bisa terdapat di terumbu karang (Kuiter & Tonozuka2001).

Keberadaan ikan karang di sekitar terumbu karang tergantung dari kondisi terumbu karang itu sendiri. Persentasi tutupan karang hidup yang tinggi tentunya akan berdampak pada kelimpahan ikan-ikan karang. Sebaliknya, bila presentasi tutupan karang buruk tentunya kelimpahan ikan karang akan sangat berkurang. Habitat ikan di daerah tropis mempunyai jumlah spesies yang lebih banyak daripada di daerah subtropis dan yang paling banyak jumlah ikannya adalah spesies ikan karang yang diduga ada sebanyak 4 000 spesies (Allen et al. 1998). Sedangkan menurut Hixon (2009) dari data yang tercatat bahwa 30% dari 15 000 spesies ikan laut mendiami terumbu karang dan ratusan spesies dapat hidup berdampingan di terumbu karang yang sama.

Perairan Indonesia sendiri terdapat sekitar 3 000 jenis yang termasuk dalam 17 ordo dan 100 famili (Kuiter & Tonozuka2001). Kebanyakan famili ikan yang berada di laut tropis sebagian besar hidup dan hanya dapat ditemukan di daerah terumbu karang. Famili Chaetodontidae, Scaridae dan Labridae merupakan famili ikan yang hidup di daerah terumbu. Sedangkan famili Acanthuridae, Holocentridae, Balistidae, Ostraciodontidae, Pomacentridae, Serranidae, Blennidae dan Muraenidae merupakan komponen famili ikan demersal dan termasuk kedalam jenis ikan pemakan benthos (epibentis). Beberapa famili ikan yang hidup di daerah pelagis (epipelagis) dan mempunyai hubungan erat dengan terumbu karang adalah ikan genus Sphyrena dan famili Carangidae. Ikan-ikan karang tersebut rata-rata memiliki warna yang cerah dan mempunyai ciri khusus yang dapat membantu kita dalam mengidentifikasi species ikan tersebut. Selain itu, warna dan ciri tersebut dapat berfungsi untuk melindungi diri dari predator yang selalu mencari kesempatan untuk memakannya.

(30)

pemakan karang dan herbivor sekitar 15%. Ikan-ikan dari kelompok ini sangat tergantung kepada kondisi terumbu karang untuk mengembangkan populasinya. Kelompok planktivor dan omnivor hanya terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit (Choat & Bellwood 1991).

Sedangkan menurut Adrim (1993) kelompok ikan karang dibagi menjadi tiga kategori, yaitu:

(a) Kelompok ikan target, yaitu ikan karang yang mempunyai manfaat sebagai ikan konsumsi, seperti ikan Famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae.

(b) Kelompok ikan indikator, yaitu kelompok ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang termasuk jenis kelompok ikan indikator, yaitu ikan dari famili Chaetodontidae.

(c) Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogonidae.

Menurut Longhurst dan Pauly (1987) ikan karang dibedakan kedalam dua kategori, yaitu ikan nocturnal dan ikan diurnal. Ikan diurnal merupakan ikan yang sering muncul pada siang hari dimana ikan-ikan tersebut memiliki bentuk tubuh yang lebih kecil dibandingkan dengan ikan nocturnal yang sering muncul pada malam hari. Ikan diurnal memiliki warna yang lebih terang dibandingkan dengan ikan nocturnal. Namun ikan nocturnal biasanya hidup soliter. Ikan karang nocturnal biasanya tidak memiliki warna yang mencolok dan mempunyai mata yang besar (squirrelfishes dan Holocentridae).

Ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat hewan dan tumbuhan terutama ikan karang yang memiliki densitas terbesar. Struktur komunitas ikan karang didominasi oleh ikan dari famili Labridae dan Pomacentridae. Menurut Nybakken (1993) bahwa pada siang hari di daerah reef flat ditemukan 336 spesies yang termasuk kedalam 45 famili dengan jumlah ikan karang yang paling dominan adalah famili Pomacentridae kemudian Labridae.

(31)

tetapi juga daerah berpasir, teluk dan celah, daerah alga dan juga perairan dangkal dan dalam serta zona-zona berbeda yang melintasi karang. Habitat yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan tersebut (Nybakken 1993).

Distribusi spasial ikan karang berhubungan dengan karakteristik habitat dan interaksi diantara ikan-ikan itu sendiri, baik yang bersifat hubungan antar spesies (interspesies) maupun hubungan antara individu dengan spesies tertentu (intraspesies). Diversitas dan densitas ikan karang yang tinggi disebabkan oleh banyaknya variasi habitat yang terdapat di terumbu karang. Ikan-ikan tersebut memiliki relung ekologi yang lebih sempit sehingga lebih banyak spesies yang hanya dapat bergerak dalam area tertentu. Sebagai akibat dari keadaan ini, ikan-ikan terbatas pada area tertentu pada terumbu karang. Selain itu juga diantara ikan-ikan ada yang dapat bermigrasi dan bahkan beberapa spesies menetap tanpa berpindah tempat untuk melindungi wilayahnya (Nybakken 1993).

Sebaran secara geografis dari ikan karang mengikuti terumbu pembentuk karangnya, biasanya terbatas di perairan tropis yang dangkal dengan suhu 20o C isotherm (atau kira-kira antara garis lintang 30o utara dan selatan). Pusat keanekaragaman ikan karang terdapat di kepulauan Australia, wilayah Indo-Pasifik (Hixon 2009).

Berdasarkan Adrim dan Allen (2003) bahwa di perairan Indonesia didapatkan kelimpahan dari beberapa famili ikan karang yaitu Gobiidae (272 spesies), Labridae (178), Pomacentridae (152), Apogonidae (114), Blenniidae (107), Serranidae (102), Muraenidae (61), Syngnathidae (61), Chaetodontidae (59), dan Lutjanidae (43). Sepuluh famili ikan karang ini menyumbang sekitar 56% dari total ikan karang yang berasosiasi dengan terumbu karang

2.3 Ikan Chaetodontidae

(32)

pola distribusinya, kebiasaan makan, batasan habitat dan keterkaitannya dengan terumbu karang.

2.3.1 Distribusi dan Kelimpahan Ikan Chaetodontidae

Ikan Chaetodontidae merupakan bagian yang sangat penting dari keberadaan jenis-jenis ikan karang di perairan tropis dan subtropik, terutama akan keeratan hubungan dengan terumbu karang. Secara umum di dunia terdapat sekitar 116 species Chaetodontidae dalam 10 genus dan keanekaragaman terbanyak terdapat di Indo-Pasifik terutama di wilayah Asia Tenggara (Allen et al. 1998 in Zekerie 2003). Sementara itu penelitian ekologi dan biologi ikan Chaetodontidae banyak pula dilakukan di Indo-Pasifik (Ohman et al. 1998), Laut Merah (Zekerie 2003; Alwany et al. 2007), dan Kepulauan Karibia (Collin 1989). Sangat sedikit penelitian yang dilakukan di Samudera Hindia bagian barat (Righton et al. 1996). Berdasarkan pusat data base Fishbase (Froese & Pauly 2004) mencatat bahwa Mozambik mempunyai keanekaragaman ikan Chaetodontidae yang tertinggi. Menurut Pereira dan Videira (2005) terdapat 24 species ikan Chaetodontidae yang tercatat di perairan Mozambik, namun yang teridentifikasi hanya 19 species dari empat genus ikan Chaetodontidae.

Keanekaragaman dan distribusi dari ikan Chaetodontidae di terumbu karang secara umum ditentukan oleh proses pembentukan terumbu karang terutama di daerah tropis dan berdasarkan kondisi tutupan karangnya. Area dengan tutupan karang yang tinggi sangat mungkin dihuni oleh lebih banyak ikan Chaetodontidae dibandingkan dengan area yang tutupan karangnya kurang (Harmelin-Vivien & Bouchon-Navaro 1983). Akan tetapi kelimpahan beberapa spesies Chantodontid sangat mungkin berhubungan dengan distribusi dari jenis karang tertentu dan tidak berhubungan dengan total tutupan karang. Sebagai contoh di bagian timur Indo Pasifik kelimpahan Chaetodon trifascialis berhubungan dengan Acropora. Ikan ini secara spesifik memakan Acropora (Robert et al. 1992).

2.3.2 Kebiasaan Makan, Wilayah dan Perilaku Ikan Chaetodontidae

(33)

obligate; (b) pemakan invertebrata sessil dan menetap (termasuk juga beberapa polip karang); (c) pemakan invertebrata bentik;(d) generalist omnivores termasuk alga; dan (e) pemakan plankton (terutama zooplankton). Mayoritas ikan Chaetodontidae termasuk jenis pemakan karang obligat dan pemakan invertebrata sessil dan menetap (Harmelin-Vivian & Bouchon-Navaro 1983). Hanya beberapa jenis Chaetodontidae yang memakan invertebrata bentik atau zooplankton. Para ahli ikhtiologi mengklasifikasikan ikan kepe-kepe ke dalam famili Chaetodontidae berdasarkan desain giginya yang mirip sisir. Bentuk tubuh ikan dari famili Chaetodontidae memiliki mulut lancip dan rahangnya dilengkapi dengan gigi-gigi kecil dan tajam yang berguna untuk mematok polip karang dan mencari makan di celah-celah karang. Jenis-jenis dan tipe makanan ikan Chaetodontidae dapat dilihat pada Tabel 1.

Kebiasaan makan ikan Chaetodontidae tersebar berdasarkan kondisi geografik. Di Great Barrier Reef, Australia sekitar 80% dari ikan Chaetodontidae merupakan pemakan karang dan kebisaan makan ini lebih banyak dilakukan pada selama siang hari (Gregson et al. 2008). Di Samudera Hindia bagian barat proporsi kategori pemakan karang sekitar 72%. Sedangkan di perairan Jepang hanya terdapat 31% dari 32 spesies ikan Chaetodontidae yang termasuk jenis pemakan karang, kebanyakan jenis ikan Chaetodontidae termasuk jenis pemakan zooplankton dan alga (Sano 1989).

(34)

Tabel 1 Beberapa jenis ikan Chaetodontidae dan tipe kebiasaan makannya (Yusuf 2006; Fishbase 2009)

No. Nama Ikan Kebiasaan Makan

1. Chaetodon collare obligate corallivores

2. C. octofasciatus obligate corallivores

3. C. baronessa obligate corallivores

4. C. andamanensis obligate corallivores

5. C. bennetti obligate corallivores

6. C. citrinellus obligate corallivores

7. C. collare obligate corallivores

8. C. striatus obligate corallivores

9. C. ephippium obligate corallivores

10. C. paucifasciatus obligate corallivores

11. C. plebeius obligate corallivores

12. C. trifascialis obligate corallivores

13. C. trifasciatus obligate corallivores

14. C. triangulum obligate corallivores

15. C. aureofasciatus obligate corallivores

16. C. austriacus obligate corallivores

17. C. multicinctus obligate corallivores

18. C. octofasciatus obligate corallivores

19. C. ornatissimus obligate corallivores

20 C. punctatofasciatus obligate corallivores 21. Heniochus singularis obligate corallivores

22. C. refflesi facultative corallivores

23. C. melannotus facultative corallivores

24. C. decussates facultative corallivores

25. C. auriga facultative corallivores

26. C. lineolatus facultative corallivores

27. C. klenii facultative corallivores

28. C. lunulatus facultative corallivores

29. C. reticulates facultative corallivores

30. C. vagabundus facultative corallivores

31. Chelmon rostratum facultative corallivores 32. Coradion altivelis facultative corallivores 33. Coradion chrysozonus facultative corallivores 34. Heniochus acuminiatus facultative corallivores

35. H. plurotaenia facultative corallivores

2.3.3 Karakteristik Daur Hidup Ikan Chaetodontidae

(35)

Biasanya waktu bertelur tergantung masa bertelur dan musim bertelurnya sekitar empat bulan (Thresher 1984).

Masa menetas embrio sekitar 30 hari setelah bertelur (Suzuki et al. 1980) dan larva menghabiskan waktu sekitar 40 hari sebagai plankton sebelum bermetamorfosis dan menetap pada karang (Hourigan 1989). Karakteristik daur hidup sebagai telur pelagik dan larvae menunjukkan ketiadaan dari induk Chaetodontidae dalam perawatannya. Keuntungan dari tipe daur hidup ini memungkinkan luasnya sebaran telur dan larva ikan Chaetodontidae, meskipun tingkat kematian dari masa telur dan larva yang cukup tinggi. Kematian telur dan larva yang tinggi ini dapat diimbangi oleh tingginya fekunditas ikan Chaetodontidae betina.

Ikan Chaetodontidae dapat mencapai 70-75% dari ukuran maksimumnya dan mencapai usia matang dalam waktu satu tahun. Pemangsaan terhadap ikan Chaetodontidae hanya terjadi pada ikan yang muda tetapi tekanan pemangsaan dari predator relative rendah terhadap ikan Chaetodontidae dewasa. Bentuk tubuh yang pipih pada ikan dewasa dan duri yang tajam pada bagian dorsal dan sirip ekor menghindari ikan Chaetodontidae dari pemangsaan predator (Zekerie 2003).

Berdasarkan pengamatan Allen et al. (1998) terhadap ikan Chaetodontidae di akuarium bahwa usia hidupnya dapat mencapai 25 tahun, usia ikan Chaetodontidae yang tercatat di habitat alami dapat lebih rendah. Sebagai contoh, sepasang C. paucifasciatus yang terdapat di utara Laut Merah dapat hidup hingga kurang lebih enam tahun (Zekerie 2003).

2.4 Hubungan Ikan Karang dengan Terumbu Karang

(36)

masing-masing mempunyai habitat yang berbeda, tetapi banyak spesies mempunyai habitat yang lebih dari satu. Pada umumnya setiap spesies mempunyai kesukaan dan referensi terhadap habitat tertentu (Hutomo 1993).

Keberadaan karang merupakan habitat penting bagi ikan karang, karena sebagian besar populasi ikan karang mengadakan recruit secara langsung dalam terumbu karang. Ikan-ikan ini terdiri dari Scarids, Acanthurids, Sigarids, Chaetodontids, Pomacantids dan banyak spesies Labrids dan Pomacentrids. Anggota dari populasi ini tidak terlalu berasosiasi dengan karang tetapi pergerakannya kebanyakan berasosiasi dengan struktur dan keadaan biotik karang. Keberadaan ikan karang dipengaruhi oleh kondisi atau kualitas air sebagai habitatnya (Nybakken 1993).

Interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang sebagai habitat telah dipelajari oleh Choat dan Bellwood (1991) yang membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang dan menyimpulkan tiga bentuk umum hubungan, yaitu:

(a) Interaksi langsung, yaitu sebagai tempat berlindung dari predator atau pemangsa terutama bagi ikan-ikan muda.

(b) Interaksi dalam mencari makanan, meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup pada karang termasuk alga.

(c) Interaksi tidak langsung sebagai akibat dari struktur karang dan kondisi hidrologi dan sedimen.

Karang glomerate (jenis Porites sp.) pada umumnya tidak memiliki celah yang dalam. Di daerah tersebut banyak terdapat ikan pemakan polip seperti ikan pakol (Balistidae) dan ikan Chaetodontidae. Karang bercabang (Acropora sp.) merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil (seperti ikan gobi dan ikan betok laut) yang berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan segera kembali lagi ke terumbu (Nybakken 1993).

(37)

kelimpahan individu berkolerasi sangat nyata dengan komponen Non-Acropora dan total karang hidup.

Interaksi ikan karang lainnya yang terjadi dalam ekosistem terumbu karang (Nybakken 1993) adalah:

(a) Pemangsaan, dimana ada dua kelompok ikan yang secara aktif memakan koloni-koloni karang, yaitu spesies memakan polip-polip karang mereka sendiri, seperti ikan buntal (Tetraodontidae), ikan kuli pasir (Monacanthidae), ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae) dan sekelompok multivora (omnivora) yang memindahkan polip karang untuk mendapatkan baik alga di dalam kerangka karang atau sebagai invertebrata yang hidup dalam lubung kerangka (Acanthuridae dan Scaridae).

(b) Grazing, dilakukan oleh ikan-ikan famili Siganidae, Pomacentridae, Acanthuridae dan Scaridae yang merupakan herbivora grazer pemakan alga sehingga pertumbuhan alga yang bersaing ruang hidup dengan karang dapat terkendali.

Tipe pemangsaan yang paling banyak di terumbu karang adalah karnivora, yakni ± 50 – 70 % dari spesies ikan. Ikan herbivora dan pemakan karang merupakan kelompok besar kedua yaitu ± 15 % dari spesies yang ada dan yang paling penting dari kelompok ini adalah famili Scaridae dan Acanthuridae. Sisanya diklafisikasikan sebagai omnivora atau multivora yaitu ikan-ikan dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Pomachantidae, Monacanthidae Ostaciontidae dan Tetraodontidae. Ikan-ikan pemakan zooplankton memiliki ukuran tubuh yang kecil, yaitu ikan dari famili Clupidae dan Atherinidae (Nybakken 1993).

2.5 Ikan Chaetodontidae sebagai Bioindikator

(38)

morphology dari organ-organ tubuh ikan ini yang memungkinkan memakan jaringan karang tanpa merusak susunan dasar koral (Crosby & Reese 1996).

Ikan Chaetodontidae dapat dijadikan sebagai bioindikator bagi karang berdasarkan kriteria yaitu: (a) salah satu dari jenis ikan karang yang keberadaannya sangat banyak di terumbu karang dan terdapat di beberapa bagian dunia; (b) mudah untuk dikenali dan diamati karena aktifitasnya yang bersifat diurnal; (c) secara taksonomi sangat mudah dipelajari dan diidentifikasi oleh orang yang tidak berpengalaman; (d) memiliki wilayah sebaran yang luas dan dapat mencapai usia yang panjang sehingga individu yang sama dapat diteliti berulang-ulang (Hourigan 1989).

Ikan Chaetodontidae sebagai indikator juga menunjukkan tingkat kesukaan pada spesies karang tertentu sehingga sangat sensitif apabila terjadi perubahan suatu sistem terumbu karang. Selain itu ikan Chaetodontidae sangat territorial sehingga akan sangat mudah memantaunya secara periodik. Untuk teritori dari ikan Chaetodontidae ditentukan oleh jumlah makanan karang yang tersedia. Jika ketersediaan makanan karang sedikit di suatu area terumbu karang, maka ikan ini akan memperluas daerah teritorinya (Crosby & Reese 1996). Perubahan tingkah laku sosial tersebut menyediakan indikasi dini yang sensitif bahwa terjadi ketidakstabilan dan perubahan di dalam ekosistem terumbu karang.

2.6 Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang

Terumbu karang menyediakan sumber makanan tidak hanya kepada organisme yang berada disekitarnya, namun merupakan sumber vital bagi ketersedian makanan bagi ratusan juta manusia di dunia. Terumbu karang merupakan sumber utama bagi mata pencaharian penduduk pesisir dan pantas menerima perhatian dari seluruh dunia. Terumbu karang menutupi hampir kurang lebih 1% dari wilayah lautan, terumbu karang juga merupakan tempat hidup bagi hampir sepertiga spesies ikan laut di dunia, menyediakan sekitar 10% dari total konsumsi ikan oleh manusia, disamping itu bahwa terumbu karang menjadi fokus utama dari industri pariwisata (Rinkevich 2008).

(39)

pengelolaan ekosistem terumbu karang. Pengelolaan ini pada hakekatnya adalah suatu proses pengontrolan oleh manusia, agar kerusakan oleh alam dan pemanfaatan ekosistem terumbu karang dan ikan karang yang berasosiasi di dalamnya dapat dilakukan secara bijaksana dengan mengindahkan kelestarian lingkungan (Rinkevich 2008).

Berdasarkan UU 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa perikanan merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan (potensi semua jenis ikan) dan lingkungannya (perairan tempat hidup ikan, termasuk faktor alamiah sekitarnya), maka pemanfaatan sumberdaya perikanan oleh manusia harus memperhatikan adanya interaksi antara ikan, lingkungan perairan serta manusia sebagai pengguna. Dengan adanya interaksi tersebut diperlukan sebuah pengelolaan agar dapat berjalan secara seimbang dalam sebuah ekosistem. Artinya pengelolaan sumberdaya ikan adalah penataan pemanfaatan sumberdaya ikan, pengelolaan lingkungan dan pengelolaan manusia sebagai pengguna perairan (Nikijuluw 2002).

Menurut Bengen (2005) bahwa suatu pengelolaan dikatakan berkelanjutan apabila kegiatan tersebut dapat mencapai tiga tujuan, yaitu ekologi, sosial dan ekonomi. Berkelanjutan secara ekologi mengandung arti, bahwa pengelolaan dapat mempertahankan integritas ekosistem, memelihara daya dukung lingkungan dan konservasi sumberdaya ikan termasuk keanekaragaman hayati (biodiversity), sehingga pemanfaatan dapat berkesinambungan. Berkelanjutan secara sosial mensyaratkan bahwa kegiatan pengelolaan ikan hendaknya dapat menciptakan pemerataan hasil, mobilitas sosial, partisipasi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, identitas sosial dan pengembangan kelembagaan. Sedang keberlanjutan ekonomi berarti bahwa kegitan pengelolaan dapat membuahkan pertumbuhan ekonomi, pemeliharaan kapital dan penggunaan sumberdaya serta investasi secara efisien.

(40)

(a) Pertimbangan fisik, pengelolaan ekosistem terumbu karang meliputi area/ lokasi, kondisi geologis, tipe arus pasang surut utama di daerah tersebut dan gambaran awal lokasi

(b) Pertimbangan biologis, meliputi kondisi biota (penyebaran, kelimpahan, komposisi); perubahan, indikator kerusakan, indikator pemanfaatan dan eksploitasi; pertimbangan khusus pada lokasi pembesaran atau pemijahan spesies langka yang endemik dan ekonomis.

(c) Pertimbangan sosio-ekonomis, meliputi pemanfaatan ekosistem terumbu karang; konflik faktual dan potensial yang akan terjadi diantara pemanfaat. (d) Pertimbangan budaya, meliputi asal usul pemanfaat ekosistem terumbu

karang secara tradisional; tradisi pemanfaatan; perubahan konsep pemanfaatan secara tradisional ke modern.

2.7 Kawasan Konservasi Laut Daerah

Salah satu bentuk kepedulian masyarakat pesisir dalam melestarikan ekosistem terumbu karang adalah dengan menjadikan suatu kawasan perairan menjadi suatu kawasan konservasi dalam bentuk Kawasan Konservasi Laut Daerah. Melalui otonomi daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, daerah diberi kewenangan dalam pengelolaan pesisir dan laut. Pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam memilih dan menentukan cara yanng lebih baik dalam mengelola potensi sumberdaya alam di wilayah pesisir dan laut sesuai dengan kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dan kapasitas yang dimilikinya.

Penetapan Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) merupakan suatu alternatif pengelolaan kawasan konservasi yang terdesentralisasi dalam usaha mengatasi permasalahan degradasi lingkungan yang terjadi di daerah. Menurut Tulungen et al. (2002) fungsi dari kawasan konservasi adalah untuk: (a) meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan disekitar kawasan konservasi; (b) menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan laut seperti keanekaragaman terumbu karang, ikan, tumbuhan dan organisme lainnya; (c) dapat dikembangkan sebagai tempat yang cocok untuk daerah tujuan wisata; dan (d) meningkatkan pendapatan atau kesejahteraan masyarakat setempat.

(41)

Penetapan lokasi dan ukuran ideal suatu kawasan konservasi laut daerah merupakan gabungan antara prinsip-prinsip ekologis dan pertimbangan efektifitas pengelolaan ditingkat lokal. Berdasarkan Pedoman Umum Pembentukan Daerah Perlindungan Laut COREMAP (2004), zona perlindungan yang terdapat di Daerah Perlindungan Laut terdiri dari 3 (tiga) zona sebagai berikut:

(a) Zona inti

Merupakan kawasan yang dipilih dan ditetapkan untuk ditutup secara permanen dari kegiatan perikanan dan pengambilan sumberdaya. Kunci utamanya adalah adanya suatu kawasan yang ditetapkan sebagai zona inti yaitu zona larang ambil permanen. Zona inti penekanan pengelolaannya dikonsentrasikan pada upaya perlindungan. Kegiatan yang boleh dilakukan terbatas dan hanya mengarah pada kegiatan pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.

(b) Zona penyangga

Zona ini berada di luar kawasan konsevasi yang berfungsi untuk menyangga keberadaan jenis biota laut beserta ekosistem yang terdapat didalamnya terhadap adanya gangguan dari luar yang dapat membahayakan keberadaan potensinya. Selain fungsi pengamanan juga berfungsi sebagai kawasan pengembangan budidaya maupun pelaksanaan pembangunan dalam bentuk pengembangan pemanfaatan yang dapat dilakukan oleh masyarakat yang berada di sekitarnya.

(c) Zona pemanfaatan tradisional

(42)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di perairan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Liwutongkidi, Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara (Gambar 2). Pemilihan lokasi berdasarkan pertimbangan bahwa perairan tersebut telah ditetapkan sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah dan memiliki ekosistem terumbu karang dan ikan karang berdasarkan data baseline study CRITC-LIPI tahun 2008. Stasiun pengambilan data dipilih untuk mewakili kondisi terumbu karang dan keberadaaan ikan Chaetodontidae. Stasiun pengambilan data ditetapkan pada 10 lokasi seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Posisi geografis stasiun pengamatan

Stasiun Posisi geografis

Bujur Timur (BT) Lintang Selatan (LS)

ST 1 1220 29’ 59” 050 36’ 11”

ST 2 1220 29’ 47” 050 35’ 49”

ST 3 1220 30’ 02” 050 35’ 33”

ST 4 1220 30’ 24” 050 35’ 21”

ST 5 1220 30’ 41” 050 35’ 20”

ST 6 1220 30’ 54” 050 35’ 26”

ST 7 1220 30’ 58” 050 35’ 37”

ST 8 1220 30’ 50” 050 35’ 55”

ST 9 1220 30’ 35” 050 36’ 07”

ST 10 1220 30’ 17” 050 36’ 13”

(43)
(44)

3.2 Bahan dan Alat

Pengambilan data terumbu karang, ikan karang dan parameter fisik lingkungan diperlukan bahan-bahan dan peralatan pendukung agar mendapatkan hasil yang cukup optimal. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat selam Self Contain Underwater Breathing Aparatus (SCUBA), Global Positioning System (GPS), kapal motor, rollmeter 100 m, sabak dan pensil, kamera bawah air, buku identifikasi karang (Allen & Steene 2003; Suharsono 2004) dan buku identifikasi ikan (Allen 2004; Kuiter & Tonozuka 2001), deep gauge, secchi disc, thermometer, refraktometer dan floating drough. Dalam identifikasi jenis makanan dalam perut ikan digunakan botol dan bahan pengawet formalin.

3.3 Jenis Data yang Dikumpulkan

Pengumpulan data dilakukan dengan metode observasi, dimana dilakukan pengamatan secara seksama pada objek pengamatan di lapangan. Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah berupa data primer dan sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Jenis data primer yang dikumpulkan yaitu: persentase tutupan karang, kelimpahan ikan Chaetodontidae, jenis makanan yang dikonsumsi ikan Chaetodontidae dan parameter lingkungan. Data sekunder dikumpulkan dengan penelusuran pustaka, jurnal, laporan penelitian dan data yang telah tersedia di instansi pemerintah.

3.4 Metode Pengumpulan Data

3.4.1 Kondisi Terumbu Karang

Untuk mendapatkan kondisi terumbu karang yang sesuai dengan kriteria Gomez dan Yap (1988), maka dilakukan pemantauan awal dengan menggunakan metode Manta Tow. Setelah stasiun dipastikan, maka kondisi terumbu karang diamati dengan metode transek garis menyinggung (Line Intercept Transect Method) mengikuti English et al. (1997). Setiap lokasi diambil titik koordinatnya menggunakan GPS.

(45)

transek 10 meter dengan tiga kali ulangan yang diletakkan pada kedalaman 10 meter dan sejajar garis pantai, posisi daratan/pulau berada di sebelah garis transek mengikuti English et al. (1997) dengan beberapa modifikasi dari COREMAP-LIPI (2006). Rollmeter yang sudah terpasang, kemudian ditentukan transek pertama dari titik 0 - 10 meter. Kemudian diberi interval/jarak 20 meter, transek kedua dimulai dari titik 30 – 40 meter, dan seterusnya transek ketiga dari titik 60 – 70 meter (Gambar 3).

Koloni karang yang terletak di bawah tali transek diukur mengikuti pola pertumbuhan koloni karang. Semua bentuk pertumbuhan, biota dan substrat yang berada di bawah garis transek dicatat dengan ketelitian mendekati sentimeter. Kategori persen tutupan karang hidup, karang mati dan substrat berdasarkan skema gambaran kategori persen tutupan karang pada Gambar 4. Penggolongan komponen dasar penyusun komunitas karang berdasarkan lifeform karang seperti disajikan dalam Tabel 3.

Gambar 3 Ilustrasi teknik pegumpulan data kondisi terumbu karang dengan menggunakan metode LIT.

Gambar 4 Kategori persentase tutupan karang (Dahl 1981 in English et al. 1997). Kategori 1

1 – 10% Kategori 2

11 – 30% Kategori 3

31 – 50% Kategori 4

51 – 75% Kategori 5 75 – 100%

I II III

(46)

Tabel 3 Daftar penggolongan komponen dasar penyusun komunitas karang berdasarkan lifeform karang dan kodenya (English et al. 1997)

Kategori Kode Keterangan

Dead Coral DC Baru saja mati, warna putih atau putih kotor

Dead Coral with Alga DCA Karang mati yang masih tampak bentuknya, tapi sudah mulai ditumbuhi alga halus

Acropora

Branching ACB Bentuk bercabang seperti ranting pohon

Encrusting

ACE Bentuk merayap, biasanya merupakan dasar dari bentuk

acropora belum dewasa

Submassive ACS Tegak dengan bentuk seperti baji

Digitate

ACD Bentuk percabangan rapat dengan cabang seperti jari-jari tangan

Tabulate

ACT Bentuk bercabang dengan arah mendatar, rata seperti meja datar

Non-Acropora

Branching CB Bentuk bercabang, seperti ranting pohon.

Encrusting

CE Bentuk merayap, hamper seluruh bagian besar menempel pada substrat (mengerak).

Foliose

CF Karang terikat pada satu atau lebih titik, bentuk menyerupai lembaran daun, atau berupa piring.

Massive CM Seperti batu besar atau gundukan yang padat.

Submassive

CS Berbentuk tiang kecil, kenop atau baji dengan tonjolan-tonjolan atau kolom-kolom

Mushroom CMR Soliter, karang hidup bebas dari genera seperti jamur

Heliopora CHL Karang biru

Millepora CML Karang api

Tubipora CTU Bentuk seperti pipa-pipa kecil

Other Fauna

Soft Coral SC Karang bertubuh lunak

Sponge

SP Bertubuh lunak, terlihat dalam berbagai bentuk seperti tabung, vas, pipih, membulat.

Zoanthids

ZO

Seperti anemon tetapi lebih kecil, biasanya hidup sendiri/koloni seperti hewan kecil menempel pada substratum seperti platythoa

Others OT Ascidians, anemon, gorgonian, kima dan lain-lain

Alga

Alga assemblage AA Terdiri lebih dari satu jenis algae

Coralline alga CA Dinding tubuh mengandung kapur

Halimeda HA Alga dari genus Halimeda

Macroalga MA Berbagai jenis alga, alga coklat, hijau, merah

Turf alga TA Alga halus berspiral lebat

Abiotik

Sand S Pasir

Rubble R Patahan karang yang ukurannya kecil

Silt SI Pasir berlumpur

Water WA Celah dengan kedalaman lebih dari 50 cm

Rock RCK Batu

Gambar

Tabel perhitungan regresi linier antara kelimpahan ikan karang
Gambar 1   Kerangka pemikiran penelitian.
Tabel 1  Beberapa jenis ikan Chaetodontidae dan tipe kebiasaan makannya (Yusuf 2006; Fishbase 2009)
Tabel 2  Posisi geografis stasiun pengamatan
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri ,.. bentuk usaha tetap, penyelenggara kegiatan yang berasal dari modal,

Pengujian halaman member yang terdiri dari login member , login member gagal, edit profil, tambah kuliner, tambah foto kuliner dengan foto yang sama seperti sebelumnya,

Saya sedang melakukan penelitian yang berjudul “Pengetahuan ibu tentang Pemantauan Pertumbuhan Balita 0-59 bulan dan Penggunaan KMS di Klinik Sari Medan Tahun 2012 “Pertumbuhan

[r]

Terbukti dalam konsideran Perda Kabupaten Sukoharjo Nomor 14 Tahun 2011 yang menetapkan kawasan kawasan yang dijadikan lahan pertanian pangan berkelanjutan tidak

Driyarkara (1955) pernah mengatakan bahwa “manusia berkembang melalui interaksinya dengan manusia lain”. Artinya, untuk mendukung perkembangan yang utuh dan optimal

Beranjak dari hasil penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa penerapan otonomi desa merupakan salah satu faktor determinan peningkatan partisipasi masyarakat dalam