EFEK
MILLING TIME
TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe
12O
19DENGAN Al
2O
3SEBAGAI ADITIF
SKRIPSI
WIDYA SUSANTI 110801047
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
EFEK
MILLING TIME
TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe
12O
19DENGAN Al
2O
3SEBAGAI ADITIF
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
WIDYA SUSANTI 110801047
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : Efek Milling Time Terhadap Sifat Fisis Dan Mikrostruktur Dari Serbuk BaFe12O19 Dengan
Al2O3 Sebagai Aditif
Kategori : Skripsi
Nama : Widya Susanti Nomor Induk Mahasiswa : 110801047
Program studi : Sarjana (S1) Fisika Departemen : Fisika
Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara
Disetujui di Medan, 10 Juli 2015
Disetujui Oleh
Departemen Fisika FMIPA USU Pembimbing, Ketua,
PERNYATAAN
EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF
SKRIPSI
Saya mengaku bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2015
PENGHARGAAN
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Yesus Kristus atas berkat dan kasih setianya yang selalu menyertai dan memberi kemudahan sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.
Tugas akhir ini merupakan salah satu proses untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan. Untuk memenuhi persyaratan tersebut diatas saya mengerjakan tugas akhir dengan judul : “EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF”, yang dilaksanakan di laboratorium Magnet P2F LIPI Serpong Tangerang Selatan sesuai dengan waktu yang ditetapkan.
Penulis menyadari bahwa selama proses sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini banyak sekali bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Dengan segala kerendahan hati, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc. sebagai Dekan, dan Pembantu Dekan Fisika FMIPA USU.
2. Bapak Dr. Marhaposan Situmorang selaku Ketua Departemen Fisika, dan Drs.Syahrul Humaidi, M.Sc selaku Sekretaris Departemen Fisika FMIPA USU, Kak Tini, Bang Jo dan Kak Yuspa selaku staf Departemen Fisika, seluruh dosen, staf dan pegawai Departemen Fisika FMIPA USU yang telah membantu dan membimbing dalam menimba ilmu dan menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Aditia warman, M.Si, selaku Dosen Pembimbing dan kepala laboratorium Fisika Gelombang, Bapak, Prof. Dr. Masno Ginting M.Sc dan Bapak Prof. Drs. Pardamean Sebayang M.Sc, selaku dosen pembimbing di LIPI yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dalam melaksanakan penelitian hingga penyelesaian penulisan skripsi ini
4. Keluarga Besar P2F LIPI: Bapak Dr.Bambang Widyatmoko, M.Eng, selaku kepala Laboratorium Pusat Penelitian Fisika P2F-LIPI Serpong. Ibu Ani,Ibu Ester, Bapak Mulyadi,Bapak Lukman Faris, Bapak Boiran, Bapak satpam dan seluruh staff LIPI yang telah membantu selama melakukan penelitian di P2F LIPI.
5. Yang terkhusus Ayahanda Tercinta Simon Sitanggang dan Ibunda Tersayang Nurhayati Simangungsong, Adik-adikku Orlando Steven Sitangggang, Agnes Febiola Sitangggang, Don Lee Sitangggang dan Eman Juliskar Harefa terima kasih buat motivasi, kasih sayang, perhatian dan juga menjadi semangat saya dalam menyelesaikan penelitian ini
7. Satu team magnet : Lilis, Trisno, Nengsi, Tabita,Inten dan teman – teman seperjuangan di LIPI : Henni, Wahyu, Desi, William, Nova, Parasian, Hendra Damos, Intan, Trimala, Elma, Wirya, Leni
8. Kepada teman-teman stambuk FISIKA 2011, juga seluruh anggota PHYSICS PROLIX, David H, Jansius,Russel, Fahmi, Fitri, Hendri, Rinto, Jefri, Jerri, Ancela, Rusti, Putri, Diana, Ita, Fauzi, Iwan, Ingot, Ilham, Dosni, Stefen, Hendra Panggabean, Juli, Rahel, Pesta, Sri Handika, dkk yang telah memberikan partisipasi,semangat dan dukungan untuk menyelesaikan penulisan skripsi ini. Semoga kita semua sukses. Amin 9. Untuk seluruh adik-adikku di Fisika USU angkatan 2012, 2013, 2014 dan
teman-teman di FMIPA USU.
10.Dan kepada mereka yang tidak disebutkan namanya yang telah mendukung penulis, saya ucapkan terima kasih.
Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan dan terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk penyempurnaan skripsi ini . Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun bagi orang lain yang membacanya.
Medan, Juli 2015
EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF
ABSTRAK
Pembuatan magnet permanen BaFe12O19 dilakukan dengan mencampurkan
serbuk Al2O3 yang bersifat insulator dalam bentuk kristalnya yang disebut
korondum, memiliki nilai densitas 3,96 gr/cm3, titik leleh 2050 oC dan kekerasan 1500-1800 kgf/mm2 sebagai doping, dengan komposisi 93:3 % Wt untuk mendapatkan magnet yang kuat. Dilakukan mixing dan milling menggunakan
Planetary Ball Mill (PBM), pencampuran dilakukan menggunakan metode dry mixing dan milling, campuran dimixing dan dimilling dengan variabel waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam dengan kecepatan Rpm dari PBM sebesar 15 rad/menit.
Dari data PSA beberapa variasi waktu diperoleh ukuran partikel yang paling kecil 9,71 mikron dengan waktu milling 48 jam. Sifat fisis yang di uji adalah true density, dengan nilai true density tertinggi didapat sebesar 4,383 (gr/cm3) pada waktu milling 48 jam, dan peningkatan true Density diperoleh pada waktu milling 24-36 jam sebesar 0,09 %.Mikrostruktur dilihat menggunakan XRD, BaFe12O19 dan Al2O3 ditemukan beberapa puncak tertinggi. Setelah milling
24 dan 48 jam puncak yang ditemukan hanya puncak BaFe12O19 .
Kata Kunci : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Sifat Fisis,
EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF
ABSTRACT
Manufacture of permanent magnet made by mixing powder BaFe12O19 amorphous
Al2O3, which is an insulator in the form of crystal called korondum , having
density values of 3.96 g / cm3 , a melting point of 2050 0C and hardnes from 1500 to 1800 kgf / mm2 as doping, with a composition of 93: 3% Wt to get a strong magnet. Do mixing and milling using Planetary Ball Mill (PBM), the mixing is done using the dry method of mixing and milling, the mixture dimixing and dimilling with variable time of 12 hours, 24 hours, 36 hours and 48 hours with a speed of 15 rpm of PBM rad / min.
From the data obtained a PSA some variation of the smallest particle size of 9.71 microns with a milling time of 48 hours. The physical properties are true density test, with the highest value obtained true density of 4.383 (g / cm3) at 48 hours milling time, and a true increase in density obtained in 24-36 hours milling time by 0.09%. Microstructure viewed using XRD , BaFe12O19 and Al2O3 found
some highest peaks. After milling 24 and 48 hours peaks were found only peak BaFe12O19
Keywords : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Physic Properties,
Microstructure
DAFTAR ISI 2.7.2.1 Mekanisme Milling menggunakan Ball Mill 17 2.8 Karakterisasi Material Magnet 19
3.2.2 Alat 22
3.3 Variabel Eksperimen 23
3.4.1 Variabel Penelitian 23 3.4.2 Variabel Pengujian Sampel 23 3.3 Diagram Alir Penelitian 24 3.5 Prosedur Penelitian 25 3.5.1 Proses Penimbangan Serbuk 25 3.5.2 Proses Penggilingan Serbuk Menggunakan
Planetary Ball Mill 25 3.5.3 Pengukuran Diameter Partikel Serbuk 25 3.5.4 Pengukuran Densitas Serbuk 26 3.5.5 Pengujian X-Ray Difraction 26
Bab 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Karakterisasi Hasil Penelitian 27
4.1.1 Sifat Fisis 27
4.1.2 Analisa Struktur Kristal Serbuk BaFe12O19 dan
Al2O3 (XRD) 32
Bab 5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan 36
5.2 Saran 36
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3 8
Tabel 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3 10
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran PSA serbuk BaFe12O19 dan Al2O3
dengan variasi waktu Milling 29 Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Densitas serbuk 97% BaFe12O19
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 7 Gambar 2.2 Struktur kristal mineral korondum alumina 9 Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan serbuk dalam vial 15 Gambar 2.4 Material dan bola penghancur didalam vial 16 Gambar 2.5 Proses tumbukan bola-bola di media milling 17 Gambar 2.6 Skematik benturan antara ball mill dan partikel 18 Gambar 2.7 Skematis gaya tekan pada partikel-partikel yang
terperangkap diantaranya menyebabkan partikel
teraglomerasi 19
Gambar 2.8 Difraksi Bidang Atom 21 Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian 22 Gambar 4.1 Grafik Partikel Size Analizer (PSA) BaFe12O19 27
Gambar 4.2 Grafik Partikel Size Analizer (PSA) Al2O3 28
Gambar 4.3 Hubungan antara waktu millling terhadap mean diameter Campuran BaFe12O19 dan Al2O3 pada
komposisi 3%berat Al2O3 30
Gambar 4.4 Hubungan waktu milling terhadap True Densitas campuran 97%wt BaFe12O19 dengan aditif 3%wt
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1 Gambar Dan Alat Penelitian 40 Lampiran 2 Densitas Dari Serbuk 43
Lampiran 3 X R D 45
EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF
ABSTRAK
Pembuatan magnet permanen BaFe12O19 dilakukan dengan mencampurkan
serbuk Al2O3 yang bersifat insulator dalam bentuk kristalnya yang disebut
korondum, memiliki nilai densitas 3,96 gr/cm3, titik leleh 2050 oC dan kekerasan 1500-1800 kgf/mm2 sebagai doping, dengan komposisi 93:3 % Wt untuk mendapatkan magnet yang kuat. Dilakukan mixing dan milling menggunakan
Planetary Ball Mill (PBM), pencampuran dilakukan menggunakan metode dry mixing dan milling, campuran dimixing dan dimilling dengan variabel waktu 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 48 jam dengan kecepatan Rpm dari PBM sebesar 15 rad/menit.
Dari data PSA beberapa variasi waktu diperoleh ukuran partikel yang paling kecil 9,71 mikron dengan waktu milling 48 jam. Sifat fisis yang di uji adalah true density, dengan nilai true density tertinggi didapat sebesar 4,383 (gr/cm3) pada waktu milling 48 jam, dan peningkatan true Density diperoleh pada waktu milling 24-36 jam sebesar 0,09 %.Mikrostruktur dilihat menggunakan XRD, BaFe12O19 dan Al2O3 ditemukan beberapa puncak tertinggi. Setelah milling
24 dan 48 jam puncak yang ditemukan hanya puncak BaFe12O19 .
Kata Kunci : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Sifat Fisis,
EFEK MILLING TIME TERHADAP SIFAT FISIS DAN
MIKROSTRUKTUR DARI SERBUK BaFe12O19 DENGAN Al2O3 SEBAGAI ADITIF
ABSTRACT
Manufacture of permanent magnet made by mixing powder BaFe12O19 amorphous
Al2O3, which is an insulator in the form of crystal called korondum , having
density values of 3.96 g / cm3 , a melting point of 2050 0C and hardnes from 1500 to 1800 kgf / mm2 as doping, with a composition of 93: 3% Wt to get a strong magnet. Do mixing and milling using Planetary Ball Mill (PBM), the mixing is done using the dry method of mixing and milling, the mixture dimixing and dimilling with variable time of 12 hours, 24 hours, 36 hours and 48 hours with a speed of 15 rpm of PBM rad / min.
From the data obtained a PSA some variation of the smallest particle size of 9.71 microns with a milling time of 48 hours. The physical properties are true density test, with the highest value obtained true density of 4.383 (g / cm3) at 48 hours milling time, and a true increase in density obtained in 24-36 hours milling time by 0.09%. Microstructure viewed using XRD , BaFe12O19 and Al2O3 found
some highest peaks. After milling 24 and 48 hours peaks were found only peak BaFe12O19
Keywords : BaFe12O19 , Al2O3, Planetary Ball Mill (PBM), Physic Properties,
Microstructure
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini penelitian di bidang material magnetik sangat banyak
dikembangkan. Salah satu material magnetik yang banyak dikembangkan adalah
bahan magnetik Barium M-Heksaferrit. Magnet permanen ferrite juga dikenal
sebagai magnet keramik mulai dikembangkan pada tahun 1950 dan mulai
diproduksi tahun 1952 oleh Philips dengan nama produksi Ferroxdure sebagai
salah satu hasil dari teori Stoner-Wohlfarth (Priyono,2004).
Magnet permanen basis ferrit seperti barium heksaferrite dan stronsium
ferrite merupakan magnet permanen komersial jenis keramik. Magnet keramik
dibuat dengan proses sinter dari bubuk magnet hasil kalsinasi yang telah
dihaluskan dan dicetak. Karakteristik magnet keramik sangat bergantung dari
karakteristik mikrostrukturnya (Sukarto,2014)
Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya, heksaferit
dikelompok-kan menjadi 5 tipe, yaitu : tipe-M , tipe-W , tipe-X , tipe-Y dan tipe-Z. Tipe-M
yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal ferit (BaM) merupakan
oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara komersial dan hingga
kini telah banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan material
tersebut baik dari segi fabrikasinya maupun penggunaannya.(Darminto, dkk.
2011)
Barium heksaferit dan seluruh turunannya memiliki sifat magnet yang
spesifik sehingga dapat dimanfaatkan sebagai magnet permanen, media peredam
magnetik dan peralatan aplikasi gelombang mikro lainnya. (Candra
Kurniawan,2011)
Pengembangan material BaFe12O19 (M-type feritte hexagonal) sebagai
bahan magnetik sangat dibutuhkan dalam berbagai bidang aplikasi, karena
memiliki karakteristik : temperatur Curie yang relative tinggi, nilai koersifitas,
Salah satu kendala yang dihadapi dari bahan ini adalah sifat mekaniknya
yang keras dan koersivitas relatif kecil sehingga menghasilkan medan yang relatif
kecil. Untuk mengatasi permasalahan tersebut telah banyak dilakukan penelitian
untuk meningkatkan sifat gunanya yaitu dengan penambahan bahan aditif seperti
TiO2, SiO2, Al2O3 sehingga diharapkan mampu mengontrol pertumbuhan butir
dan meningkatkan sifat magnet seperti koersifitas dan remanennya serta kekuatan
bahan (Priyono,2004).
Dengan penambahan Al2O3 diharapkan dapat mengontrol pertumbuhan
butir dan meningkatkan ketahanan bahan karena Alumina memiliki titik lebur
2050oC yang cukup tinggi sehingga tidak merubah struktur kristal.
Teknik karakterisasi untuk menentukan ukuran atau distribusi partikel
dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya adalah menggunakan
mikroskop elektron seperti SEM dan TEM, atau menggunakan Particle Size
Analyzer (PSA). Hasil dari karakterisasi SEM / TEM berbentuk gambar digital
partikel sedangkan hasil karakterisasi PSA dalam bentuk distribusi ukuran
partikel. Data digital hasil karakterisasi menggunakan SEM / TEM dapat diolah
lebih lanjut sehingga didapat distribusi ukuran partikelnya melalui sarana media
pengolah data digital.(Candra Kurniawan,2011)
Pembuatan magnet permanen diperoleh dari proses mechanical alloying
yang merupakan pencampuran serbuk dan medium gerinda (biasanya bola
besi/baja).Campuran ini kemudian dimilling beberapa lama sesuai dengan waktu
yang diinginkan. Ada dua tipe pemilingan serbuk,yaitu serbuk dimilling dengan
media cairan dan dikenal dengan proses pengilingan basah(wet millling).Dan jika
dilakukan bukan dengan media cairan dikenal dengan penggilingan kering (dry
milling).Dan telah dilaporkan bahwa kecepatan asmofir lebih cepat selama proses
penggilingan basah daripada pemilingan kering.Kerugian dari penggilingan basah
adalah meningkatnya kontaminasi serbuk.Maka dari itu proses mechanical
alloying dilakukan dengan penggilingan kering.(Irpan Septiyan,2010)
Oleh sebab itu,pada penelitian ini penulis akan meneliti pengaruh
penambahan aditif Al2O3 pada bahan BaFe12O19 untuk mengetahui densitas serbuk
sebelum dan sesudah ditambahkan aditif,mengetahui pengaruh waktu miling serta
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,maka yang akan diteliti dalam penelitan ini
adalah:
1. Efek dari proses milling dengan dry milling terhadap ukuran partikel
campuran serbuk 97%wt BaFe12O19 dengan aditif 3%wt Al2O3.
2. Efek dari waktu milling terhadap ukuran partikel dan mikrostrukturnya
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui efek waktu milling terhadap ukuran partikel serbuk dan
true density dari BaFe12O19 dengan aditif Al2O3.
2. Untuk mengetahui efek waktu milling terhadap mikrostruktur BaFe12O19
dengan aditif Al2O3.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini:
1. Bahan baku yang digunakan adalah serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 dengan
komposisi 97: 3 (%wt)
2. Waktu milling yang ditetapkan adalah 12 , 24 , 36 dan 48 jam.
3. Perbandingan campuran bahan baku dengan bola keramik adalah 1 : 5
(%wt).
1.5Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya, dan
dapat meningkatkan teknik pembuatan magnet BaFe12O19 dengan penambahan
Al2O3 dengan berbagai perbandingan,mengetahui efek milling terhadap ukuran
1.6Sistematika Penulisan
Penulisan laporan tugas akhir ini terdiri 5 BAB, dengan sistematika sebagai
berikut :
1. BAB 1 Pendahuluan, merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar
belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
2. BAB 2 Landasan teori, merupakan landasan teori yang menjadi acuan
untuk proses pengambilan data, analisa data serta pembahasan.
3. BAB 3 Metodologi penelitian, merupakan pembahasan tentang
prosedur penelitian yaitu peralatan, bahan dan cara kerja.
4. BAB 4 Analisa dan Pembahasan , merupakan pengolahan hasil
pengamatan dan analisa data penelitian.
5. BAB 5 Penutup, merupakan kesimpulan hasil penelitian dan saran –
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Magnet Secara Umum
Magnet adalah logam yang dapat menarik besi atau baja dan memiliki
medan magnet. Asal kata magnet diduga dari kata magnesia yaitu nama suatu
daerah di Asia kecil. Menurut cerita di daerah itu sekitar 4.000 tahun yang lalu
telah ditemukan sejenis batu yang memiliki sifat dapat menarik besi atau baja atau
campuran logam lainnya. Benda yang dapat menarik besi atau baja inilah yang
disebut magnet. Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam
serta telah banyak dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya.
Setiap magnet memiliki dua kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet
adalah daerah yang berada pada ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet
yang paling besar berada pada kutub-kutubnya. Benda dapat dibedakan menjadi
dua macam berdasarkan sifat kemagnetannya yaitu benda magnetik dan benda
non-magnetik. Benda magnetik adalah benda yang dapat ditarik oleh magnet,
sedangkan benda non-magnetik adalah benda yang tidak dapat ditarik oleh
magnet. Contoh benda magnetik adalah logam seperti besi dan baja, namun tidak
semua logam dapat ditarik oleh magnet, sedangkan contoh benda non-magnetik
adalah oksigen cair. (Suryatin,2008)
2.2 Magnet Keramik
Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan
logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.Bahan
keramik yang bersifat magnetik umumnya adalah golongan ferit,yang merupakan
oksida yang disusun oleh hematite (α-Fe2O3) sebagai komponen utamanya. Bahan
ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan.
Ferit juga dikenal dengan magnet keramik yang biasanya diaplikasikan sebagai
magnet permanen. Magnet ini mampu menghasilkan medan magnet tanpa harus di
Magnet permanen ini juga menghasilkan medan yang konstan tanpa
mengeluarkan daya yang kontinyu (Darminto,2011).Magnet dapat
diklasifikasi-kan menjadi dua macam yaitu, soft magnetic (magnet lunak) adalah merupakan
suatu sifat bahan yang akan berubah dan sifat magnetnya akan hilang bila arus
dilepaskan. Sedangkan bahan hard magnetic (magnet keras) merupakan suatu
sifat bahan yang sengaja dibuat bersifat magnet permanen (priyono,2011).
2.3 Barium Heksaferit (BaFe12O19)
Barium Heksaferit merupakan magnet keramik yang banyak digunakan
dalam berbagai aplikasi. Barium Heksaferit memiliki beberapa keunggulan antara
lain ketersediaan bahan bakunya yang melimpah dan pembuatannya yang relatif
mudah. Barium Heksaferit dapat disintesis dengan beberapa metode seperti
kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, pemanduan mekanik dan
kopresipitasi (Tubitak,2011).
Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur
Hexagonal close-packed. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah
Barium Heksaferit (BaO.6Fe2O3). Dapat juga barium digantikan bahan yang
menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti stronsium(Ade Fathurohman,
2011).
Berdasarkan rumus kimia dan struktur kristalnya,Barium Heksaferit dapat
dikelompokkan menjadi 5 tipe, yaitu: tipeM (BaFe12O19),tipe W (Ba2Me2Fe24O41),
Tipe X (Ba2Me2Fe28O46),tipe Y (Ba2Me2Fe12O22), tipe Z (Ba2Me2Fe24O41)
(Darminto, 2011).Tipe – M yang lebih dikenal dengan sebutan barium heksagonal
ferit (BaM) merupakan oksida keramik yang paling banyak dimanfaatkan secara
komersial.Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas :
1. Ferit Lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co,
Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan
ini mempunyaipermeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang
rendah.
2. Ferit Keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang
mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi dan mempunyai struktur
kristal heksagonal
3. Ferit Berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan
yang bergantung pada suhu secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk
kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom (Idayanti,2002).
Magnet Ferit adalah salah satu bahan magnet yang sering ditemui dengan
rumus senyawa XO.6(Fe2O3) dan sering dikenal dengan Heksa-Ferit, dimana X
adalah unsur Ba, Sr dan O adalah oksigen. Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang
memiliki parameter kisi a = 5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom.
Gambar struktur kristal barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada
gambar 2.1
Gambar 2.1 Struktur kristal BaO.6Fe2O3(Moulson A.J, et all., 1985)
2.4 Alumina(Al2O3)
Alumina (Al2O3) tergolong salah satu jenis keramik oksida atau keramik
teknik, yang aplikasinya cukup luas baik di bidang elektronik maupun di bidang
mekanik. Berdasarkan komposisinya, alumina ada dua macam yaitu alumina
murni dan alumina tidak murni. Alumina murni merupakan polimorfi material
yang berdasarkan struktur kristalnya dapat digolongkan menjadi dua yaitu
-Alumina Al2O3 dan α-alumina Al2O3 atau disebut corundum (Buchanan
R.C.1986). Aplikasi dari corundum disamping sebagai bahan paling tahan suhu
tinggi sampai suhu 1700oC, juga merupakan material yang sangat keras dan kuat
sehingga sering dipakai sebagai bahan mekanik. Disamping itu sifat listrik atau
isolator listrik. Sedangkan alumina tidak murni, umumnya merupakan kombinasi
dua macam oksida seperti misalnya antara Na2O dengan Al2O3, yang membentuk
struktur baru yaitu dikenal dengan sebutan beta alumina dengan formula
stochiometri Na2O.11Al2O3. Beta alumina sendiri memiliki beberapa struktur
kristal antara lain: Na- Al2O3 , Na- Al2O3, dan Na- Al2O3 (Buchanan
R.C.1986, Moulson A.J,1999).
Dalam industri peleburan alumina memegang 3 fungsi penting yaitu:
1. Sebagai bahan baku utama dalam memproduksi aluminium.
2. Sebagai insulasi ternal untuk mengurangi kehilangan panas dari atas
tungku reduksi, dan untuk mempertahankan temperatu operasi.
3. Melindungi anoda dari oksidasi udara. (Cyntia Ayu,2011)
Satu-satunya oksida aluminium adalah alumina (Al2O3). Meskipun
demikian, kesederhanaan ini diimbangi dengan adanya bahan-bahan polimorf dan
terhidrat yang sifatnya bergantung kepada kondisi pembuatannya. Terdapat dua
bentuk anhidrat Al2O3 yaitu α-Al2O3 dan -Al2O3. Logam-logam trivalensi
lainnya (misalnya Ga, Fe) membentuk oksida-oksida yang mengkristal dalam
kedua struktur yang sama. Keduanya mempunyai tatanan terkemas rapat ion-ion
oksida tetapi berbeda dalam tatanan kation-kationnya.
α-Al2O3 stabil pada suhu tinggi dan juga metastabil tidak terhingga pada
suhu rendah. Ia terdapat di alam sebagai mineral korundum dan dapat dibuat
dengan pemanasan -Al2O3 atau oksida anhidrat apa pun di atas 1000o. -Al2O3
diperoleh dengan dehidrasi oksida terhidrat pada suhu rendah (~450o). α-Al2O3
keras dan tahan terhadap hidrasi dan penyerapan asam. -Al2O3 mudah menyerap
air dan larut dalam asam; alumina yang digunakan untuk kromatografi dan diatur
kondisinya untuk berbagai kereaktifan adalah -Al2O3. (Max Well, 1968) (Andry
Adhe,2010).
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisis Alumina Al2O3
3 Sudut Letak Derajat 30 40 1100o
4 Permukaan Letak M2 42 2
5 Densitas Bebas gr/cm3 1,1 0,8
6 Densitas Terikat gr/cm3 1,3 1,0
7 Kehilangan dalam
Pemijaran % 1,8 0,2
(Burkin A.R,1987; Aswin Syahputra,2010)
2.4.1Struktur Keramik Alumina (Al2O3)
Senyawa alumina (Al2O3) bersifat polimorfi yaitu diantaranya memiliki struktur alpha (α)-Al2O3 dan ( )-Al2O3. Bentuk struktur yang lain misalnya beta ( )- Al2O3 adalah alumina tidak murni yang merupakan paduan antara Al2O3
-Na2O dengan formula Na2O.11 Al2O3(Walter 1970).
Gambar 2.2 Struktur kristal mineral korondum alumina (Hudson, et. al., 2002)
Alpha (α)-Al2O3 merupakan bentuk struktur yang paling stabil sampai suhu tinggi
dan memiliki nama lain yaitu korundum. Struktur dasar korondum adalah
tumpukan padat heksagonal (Hexagonal Closed Packed, HCP) (Walter,1970;
Worral,1986). Kationnya (Al3+) menempati 2/3 bagian dari sisipan oktohedral,
sedangkan anionnya (O2-) menempati posisi HCP. Bilangan koordinasi dari
struktur korundum adalah 6, maka tiap ion Al3+ dikelilingi oleh 6 ion O2-, dan tiap
ion O2- dikelilingi oleh 4 ion Al3+ untuk mencapai muatan yang netral. Struktur
gamma ( )-Al2O3 merupakan senyawa alumina yang stabil dibawa 1000oC dan umumnya lebih reaktif dibandingkan dengan struktur alpha (α)-Al2O3 (Walter,
2.4.2 Sifat-Sifat Alumina
Aluminium oksida adalah insulator (penghambat) panas dan listrik yang
baik. Umumnya Al2O3 terdapat dalam bentuk kristalin yang disebut dengan corondum atau α-aluminium oksida (Andry Adhe,2010). Umumnya keramik alumina disamping tahan suhu tinggi juga memiliki sifat tahan kimia dan tahan
korosi pada suhu tinggi. Keramik korundum murni dibuat melalui suhu tinggi
(1800-1900oC) (Reynen,1986; Ahmad Faisal,2007). Aluminium oksida dipakai
sebagai bahan abrasive, sebagai komponen dalam alat pemotong, peralatan
listrik atau elektronik, refraktori, komponen mekanik, dan sebagai bio-inert
material (Ichinose,1983; Ahmad Faisal,2007). Sedangkan -Al2O3 yang sifatnya
reaktif dan stabil dibawah suhu 1000oC, aplikasinya banyak digunakan sebagai
reagen kimia dan bahan katalis (Worral,1986; Ahmad Faisal,2007). Aluminium
oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap pengkaratan
dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan
oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium
oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi
permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksida lebih
lanjut.
Alumina yang dihasilkan melalui anodiasi bersifat amorf, namun beberapa
proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian
besar alumina dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasan. Menjelaskan
sifat-sifat aluminium oksida dapat menimbulkan kebingungan karena dapat berada
pada beberapa bentuk yang berbeda. Salah satu bentuknya sangat tidak reaktif. Ini
diketahui secara kimia sebagai α-Al2O3 dan dihasilkan pada temperatur yang tinggi. Aluminium oksida merupakan senyawa amfoter, artinya dapat bereaksi
baik sebagai basa maupun asam (Andry Adhe,2010).
Table 2.2 Sifat-Sifat Keramik Alumina Al2O3
Parameter Al2O3
Densitas, gr/cm3 3,96
Koefisien termal ekspansi, oC-1 (8-9) x 10-6
Sifat daya hantar panas Konduktor
Kekerasan (Hv), kgf/mm2 1500-1800
Titik lebur, oC 2050
Ketangguhan, Mpa m1/2 4,9
(Awan Maghfirah,2007)
2.5 Substitusi Al2O3 pada Barium Heksaferit
Barium heksaferit memiliki struktur yang berlapis-lapis. Substitusi pada
atom barium heksaferit bertujuan untuk meningkatkan sifat magnetik dari barium
heksaferit. Penggantian atau substitusi pada atom Ba lebih kepada untuk
mengubah parameter kisi. Sedang penggantian pada atom Fe adalah untuk
mengganti atom Fe dengan atom magnetik lain yang momen magnetnya lebih
besar atau lebih kecil.
Sebagian besar hasil pengukuran sifat magnetik setelah substitusi
menurun dibandingkan sebelum substitusi. Pengurangan ini diakibatkan oleh
medan magnet yang lebih kecil dari atom Fe yang disubstitusi (Syukur Daulay,
2012).
2.6 Proses Mixing dan Milling
Milling adalah salah satu metode untuk mencampurkan material.Jika ada
dua serbuk atau lebih yang dicampurkan disebut dengan mechanical
alloying.Selain untuk mencampur miling juga berfungsi untuk mengurangi ukuran
butir.Semakin lama waktu milling maka semakin kecil ukuran partikel. Pada saat
proses milling berlangsung, partikel terjebak dan saling bertumbukan dengan
bola-bola milling sehingga mengakibatkan patahan,retakkan dan menghancurkan
partikel serta mampu mengubah bentuk,ukuran, kerapatan serbuk, dan tingkat
kemurnian dari material serbuk (Qodri Fitrothul khasanah,2012).
Ada 2 macam pencampuran, yaitu :
1. Pencampuran basah (wet mixing)
Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur
filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan pemberian pelarut
polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran material yang digunakan
dan untuk melapisi permukaan material supaya tidak berhubungan dengan udara
luar sehingga mencegah terjadinya oksidasi pada material yang digunakan.
2. Pencampuran kering (dry mixing)
Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut
untuk membantu melarutkan dan dilakukan diudara luar. Metode ini dipakai
apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.
Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain :
1. Bahan baku serbuk
Ukuran serbuk yang digunakan umumnya berkisar antara 1µm- 200µm.
Semakin kecil ukuran partikel serbuk yang digunakan,maka proses pemaduan
mekanik akan semakin efektif dan efesien.Selain itu,serbuk yang digunakan juga
harus memiliki kemurnian yang sangat tinggi.Hal ini bertujuan agar paduan yang
terbentuk bersifat homogen dan menghindari terbentuknya paduan lain yang tidak
diharapkan.
2. Bola giling
Bola giling yang digunakan sebagai penghancur dan pemadu campuran
serbuk sehingga terbentuk suatu paduan baru.Oleh karena itu,material pembentuk
bola giling harus memiliki kekerasan yang sangat tinggi agar tidak terjadi
kontaminasi saat terjadi benturan dan gesekan antara serbuk,bola dan wadah
penggilingan.Material yang dapat digunakan untuk melakukan proses tersebut
antara lain: baja tahan karat,baja karbon,baja perkakas dan baja kromium
Ukuran bola yang dapat digunakan dalam proses pemaduan mekanik
bermacam-macam.Pemilihan ukuran bola bergantung pada ukuran serbuk yang
akan dipadu.Bola yang digunakan harus memiliki diameter yang lebih besar
dibandingkan mean diameter serbuknya
3. Wadah milling
Material yang digunakan untuk wadah milling (vasel,viar,jar atau
mangkok) ini penting karena impak media penggilingan pada bagian dalam
dinding ruang vial beberapa material bisa terlepas dan menyatu dengan serbuk.Ini
4. Kecepatan Penggilingan
Media penggilingan adalah bola-bola miling yang digunakan untuk
menghaluskan bubuk.Tipe material yang umum digunakan untuk media
penggilingan diantaranya,hardnesss steel,toolsteel,stainles steel,hardenes chorium
steel dan lain-lain.
Ukuran media juga mempunyai pengaruh terhadap efesien
miling,Umumnya ukuran yang besar(berat jenis yang besar) dari media
penggilingan berguna karena masa yang berat dari bola-bola akan memberikan
energi impak yang lebih besar terhadap partikel-partikel serbuk.Ternyata dalam
beberapa kasus,fasa yang amorf tidak terbentuk dan hnaya senyawa kristal yang
terbentuk ketika menggunakan bola-bola berukuran besar.Dalam penelitian lain
mengatakan bahwa fasa amorf terbentuk dengan menggunakan bola-bola miling
berukuran kecil.Bola-bola yang berukuran kecil akan menghasilkan kisi friksi
yang besar ketika proses miling sehingga mendorong untuk terbentuknya fasa
amorf.
Ukuran yang berbeda dari bola-bola menghasilkan gaya geser yang
membantu tidak menempelnya serbuk pada permukaan bola.Menggunakan media
penggiling yang sama akan berputar menghasilkan jalur trek konsekuensinya
bola-bola akan berputar sepanjang jalur dari pada mengenai akhir permukaan
dengan tidak beraturan.Oleh karena itu dibutuhkan bola kombinasi antara
bola-bola kombinasi antara bola-bola-bola-bola kecil dan besar agar gerakan bola-bola tidak teratur.
5. Rasio Berat Bola Serbuk
Rasio berat bola serbuk/Ball power weight ratio(BPR) adalah variabel
yang penting dalam proses milling.Rasio berat serbuk mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencapai fasa tertentu dari
serbuk yang dimilling.Semakin tinggi BPR,semakin pendek waktu yang
dibutuhkan.Hal ini dikarenakan peningkatan berat bola,tumbukkan persatuan
waktu meningkat dan konsekuensinya adalah banyak energi yang ditransfer ke
partiel-partikel serbuk dan proses alloying berjalan lebih cepat.Beberapa
penelitian menyatakan hasil yang sama.Ini dikarenakan energi yang lebih tinggi,
semakin banyak panas yang dihasilkan dan ini juga akan merubah sifat dasar
6. Ruang Kosong pada Vial
Terjadinya partikel serbuk alloying dikarenkan adanya gaya impek yang
terjadi terhadap serbuk-serbuk itu. Dalam proses milling dibutuhkan tempat yang
kosong yang cukup untuk bola-bola milling dan partikel-partikel serbuk bergerak
bebas didalam wadah.Jika ruang kosong pada vial dengan bola-bola dan serbuk
itu penting.Jika jumlah dari bola dan serbuk banyak dan tidak ada cukup tempat
untuk bola-bola untuk bergerak, maka energi impek yang dihasilkan sedikit,maka
proses pemaduan tidak berjalan secara optimal dan membutuhkan waktu yang
lama.
7. Atmosfer Milling
Untuk menjaga terjadinya oksidasi dan kontaminasi selama proses
mechanical alloying biasanya proses MA dilakukan dalam keadaan atsmosfir
yang inert atau keadaan vakum pada ball mill.
8. Temperatur milling
Temperatur milling adalah parameter lain yang penting dalam menentukan
keadaan dari serbuk milling. Sejak proses difusi mempengaruhi dalam
pembentukan fasa paduan dengan mengabaikan apakah hasil akhir fasanya
solid, intermetalic, nanostructure atau fasa amorf yang diharapkan bahwa
temperatur milling akan memiliki pengaruh yang signifikan pada sistem paduan
apapun.
Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu
pencampuran, dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi
partikel semakin homogen.
2.7 Tipe Milling
Peralatan high energy milling memiliki tipe berbeda yang digunakan untuk
memproduksi serbuk mechanical alloying. Perbedaan pada kapasitasnya efisiensi
milling dan peraturan dingin, panas dan lain-lain.
2.7.1 SPEX Shaker Mills
Shaker mill seperti SPEX mills, yang dapat memilling kira-kira 10-20 g
laboratorium dan untuk tujuan skenering alloy. SPEX menggerakkan serbuk dan
bola-bola pada tiga gerakan yang saling tegak lurus, kira-kira pada 1200 rpm.
Kapasitas wadah bias mencapai 55x10-6 m3 , persamaan pengurangan dan getaran
bola-bola mill adalah energi yang tinggi. Energi tinggi milling bias diperoleh
dengan frekuensi yang tinggi dan amplitude yang besar dari getaran.
2.7.2 Planetary ball mill (PBM)
Planetary ball mill (PBM) adalah alat yang sering digunakan untuk mecha
nical alloying. Khususnya di Eropa, Karena Planetary ball mill bisa memilling
seratus gram dalam satu kali milling.Nama Planetary ball mill seperti pergerakan
planet,dimana prinsip kerja dari Planetary ball mill didasarkan pada rotasi relatif
pergerakan antara jar grinda dan putaran disk.(Suryanarayana.C,2001)
Ball mill terdiri dari putaran disk(kadang disebut putaran meja)dan atau
empat mangkok (vial) berotasi pada arah yang berlawanan. Gaya sentrifugal
dibuat dari vial yang mengelilingi sumbunya bersama-sama dengan rotasi arah
yang dipakai oleh serbuk dan bola-bola mill didalam mangkok. Campuran serbuk
mengalami penghancuran dan pengelasan dinding dibawah impak energi tinggi
Gambar 2.3 Pergerakan Bola dan serbuk dalam vial (irfan septiyan)
Gambar 2.3 memperlihatkan gerakkan bola – bola dan serbuk selama arah rotasi
mangkok dan putaran disk berlawanan,gaya sentrifugal bertukaran secara
singkron.Hasil gesekan dari bola-bola milling dan campuran serbuk digiling
bergantian berputar terhadap dinding mangkok dan hasil impek ketika bola-bola
dan serbuk terangkat dan terlempar menyilang wadah yang menumbuk secara
lainnya.Energi impek bola-bola milling pada arah normal mencapai 40 kali lebih
dari akselarasi gravitasi.Oleh karena itu planetary ball mill bisa digunakan untuk
milling berkecepatan tinggi.
Selama proses milling terdapat empat gaya yang terjadi pada material yaitu
tumbukkan (impact), atrisi(attrition), gesekan(shear),dan kompresi (compression).
Tumbukkan berarti benturan instan dari dua objek yang saling bergerak atau salah
satunya dalam keadaan diam dengan persamaan sebagai berikut:
m1V1+m2V2 =m1V1’+m2V2’ (2.1)
3. Tumbukkan tidak lenting sama sekali
syarat e = 0
dengan, e = |
| (2.2)
Atrisi adalah gesekan yang menghasilkan serpihan biasanya terjadi pada bahan
yang rapuh dan biasanya dikombinasikan dengan gaya lain.Gesekan kontribusi
pada peretakan atau pemecahan partikel menjadi partikel individu dan memilki
ukuran yang halus.Gaya gesek dirumuskan dengan
(2.3)
dengan : Fg = Gaya gesek (N)
= koefisien gesekan
2.7.2.1 Mekanisme Milling Menggunakan Ball-mill
Ball-mill merupakan salah satu instrumen/alat yang dapat digunakan untuk
memproduksi nanomaterial. Komponen ball-mill ini terdiri atas sebuah tabung
(vial) penampung material dan bola-bola penghancur. Pada proses pembuatan
nanomaterial menggunakan ball-mill ini, material yang akan dibuat ukurannya
menjadi skala nano dimasukkan kedalam vial bersama bola-bola penghancur, lihat
Gambar 2.4. Kemudian ball-mill digerakan bisa secara rotasi maupun vibrasi
dengan frekuensi tinggi. Gerakan rotasi atau vibrasi ini dapat divariasi sesuai
kebutuhan. Akibatnya material yang terperangkap antara bola penghancur dan
dinding vial akan saling bertumbukkan menghasilkan deformasi pada material
tersebut. Deformasi material tersebut menyebabkan fragmentasi struktur material
sehingga terpecah menjadi susunan yang lebih kecil.
Gambar 2.4 Material dan bola penghancur didalam vial (dinding vial =
lingkaran dengan garis putus-putus, bola penghancur = bulat hitam
besar, material = bulat hitam kecil).(Fahlefi Diana,2010)
Bola-bola yang saling bertumbukan tersebut menyebabkan perpatahan, kemudian
terjadi penyatuan dingin (cold welding) dari serbuk-serbuk secara elementer
seperti yang di illustrasikan pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Proses tumbukan bola-bola di media milling.(Prijo
Ketika waktu milling meningkat, fraksi volume unsur unsur dari bahan
dasar menurun, sedangkan fraksi volume paduan meningkat. Ukuran, bentuk,
kerapatan serbuk, dan derajat kemurnian mempengaruhi hasil akhir paduan. Ada
empat tahapan dalam mechanical alloying menurut teorema Benyamin dan Volin
Tahap petama adalah proses perataan serbuk dari bentuk bulat menjadi bentuk
pipih (plat like) dan kemudian mengalami penyatuan (welding prodominance).
Serbuk yang sudah diratakan (bentuk pipih) disatukan membentuk sebuah
lembaran (lamellar).
Kemudian tahapan kedua adalah pembentukan serbuk pada arah yang
sama (equiaxed), yaitu menyerupai lembaran berbentuk lebih pipih dan bulat.
Perubahan bentuk ini disebabkan oleh pengerasan (hardening) dari serbuk. Tahap
ketiga adalah orientasi penyatuan acak (welding orientation) yaitu
fragmen-fragmen membentuk partikel-partikel equaxed kemudian disatukan dalam arah
yang berbeda dan struktur lembaran mulai terdegradasi. Tahap keempat
mechanical alloying ini adalah proses steady state (steady state processing),
struktur bahan perlahan-lahan menghalus menjadi fragmen-fragmen, kemudian
fragmen-fragmen tersebut disatukan dengan fragmen-fragmen yang lain dalam
arah berlawanan.
Gambar 2.6 Skematik benturan antara ball mill dan
partikel(Suryanarayana)
Gaya impak atau tekan (kompaksi) yang terjadi pada partikel selain
menghancurkan atau mematahkan partikel juga dapat merusak pori yang ada pada
permukaan partikel, pori menjadi rusak karena adanya gaya tekan, terutama pori
yang berdiameter kecil sangat rawan untuk rusak dan menghilang. Pada
penggilingan yang lama dan dengan partikel yang sudah sangat halus maka
coupling forces menjadi lebih besar serta adanya ikatan kimia atau gaya Van Der
Waals dengan kekuatan ikatan 40-400 kJ/mol dapat membuat partikel menyatu
atau ber-aglomerasi. Atau apabila ada partikel-partikel yang terperangkap lalu
diberi gaya impak, partikel-partikel tersebut dapat juga teraglomerasi. Dengan
semakin halusnya partikel karena waktu penggilingan yang lama, maka jarak
antara partikel akan semakin kecil serta kontak antar partikel semakin banyak
yang memungkinkan aglomerasi dapat terjadi. Dengan demikian maka pada
partikel yang permukaannya berpori, terjadinyanya aglomerasi memungkinkan
untuk terbentuknya diameter pori yang membesar karena adanya
‘penggabungan/penyatuan’ pori karena aglomerasi antar partikel.
Gambar 2.7 Skematis gaya tekan pada partikel-partikel yang terperangkap
diantaranya menyebabkan paryikel teraglomerasi
2.8 Karakterisasi Material Magnet
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang
dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis
(densitas(true density)), dan analisa struktur kristal dengan menggunakan alat uji
XRD (X-Ray Diffraction).
2.8.1 Sifat Fisis
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)
dengan :
ρ = Densitas (gram/cm3) m = Massa sampel (gram)
v = Volume sampel (cm3)
Ada dua macam densitas yaitu : true density dan bulk density(metode
archemedes). True density adalah kerapatan dari serbuk yang diukur dengan
alat piknometer. Densitasnya dapat dihitung dengan rumus:
� = �� (2.5)
dengan:
m1 = massa picnometer dalam keadaan kosong (gram)
m2 = massa picnometer diisi dengan air (gram)
m3 = massa picnometer kering diisi dengan serbuk (gram)
m4 = massa picnometer diisi dengan serbuk dan air (gram)
� = massa jenis air (1 gram/cm3)
2.8.2 XRD ( X-Ray Diffraction)
Sinar X merupakan gelombang elektromagnetik yang dapat digunakan
untuk mengetahui struktur Kristal dan fasa suatu material.Bila sinar x dengan
panjang gelombang λ diarahkan kesuatu permukaan Kristal dengan sudut datang
sebesar ,maka sebagian sinar dihamburkan oleh bidang atom dcalam
Kristal.Berkas sinar x yang dihamburkan dalam arah-arah tertentu akan
menghasilkan puncak-puncak difraksi yang dapat diamati dengan peralatan X-Ray
Diffraction.(Cullity,1978)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart
pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua
gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur sudut
berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung dari
Gambar 2.8 Difraksi Bidang Atom (Cullity,1978)
Gambar 2.8 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ,
jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang
yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu
sama dengan panjang gelombang n λ.
Menurut syarat terjadinya difraksi, beda lintasan merupakan kelipatan
bilangan bulat dari panjang, sehingga hal tersebut dirumuskan W.L.Brag
nλ=βdsin (2.6)
dengan :
n = orde difraksi (n = bilangan bulat 1,β,γ…) λ = panjang gelombang sinar-X (mm) d = jarak antar bidang (mm)
= sudut difraksi (o)
Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan
dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur
dengan nilai d pada data standart. Data d standart dapat diperoleh melalui Joint
Commitee On Powder Difraction Standart ( JCPDS ) atau dengan metode
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1Tempat dan waktu penelitian 3.1.1 Tempat penelitian
Pusat Penelitian Pengembangan Fisika (P2F) Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) PUSPIPTEK,Serpong.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini di mulai pada bulan 2 Februari 2015 sampai dengan 31Mei
2015
3.2 Bahan dan Alat: 3.2.1 Bahan
Bahan – bahan yang di gunakan dalam penelitian ini adalah :
a. serbuk BaFe12O19
b. serbuk Al2O3
3.2.2 Alat
Alat – alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Neraca Analisis ( Excellent D-J Series,Mitutuyo)
Untuk menimbang bahan yang akan di gunakan.
b. Alat Giling/Penghalus ( Planetary Ball Mill )
Untuk Menghaluskan dan Mencampur serbuk
c. Jarmill
Untuk tempat milling bahan baku magnet ( dalam serbuk)
d. Bola – bola keramik
Untuk penghalus bahan pada saat proses milling agar
menghasilkan diameter kecil
e. Spatula
Untuk mengambil sampel yang berbentuk serbuk.
f. Picnometer (10 mL )
g. PSA ( Particel Size Analyzer/ cilas 1090)
Untuk menentukan ukuran partikel dari bahan.
h. Cawan
Untuk tempat meletakkan sampel ketika di bakar atau di panaskan.
i. Gelas ukur ( Pyrex, 1000 ml )
Untuk mengukur volume aquades saat pengukuran densitas
sampel.
j. X-Ray Difraction (SmartLab) software PDXL
Untuk melihat fasa yang terbentuk sebelum dan sesudah proses
milling .
3.3Variabel Eksperimen 3.3.1 Variabel Penelitian
variabel dari penelitian ini adalah:
a. Waktu milling yang di tetapkan dari waktu 12 , 24 , 36 dan 48
jam.
b. Komposisi campuran BaFe12O19 : Al2O3 yang di tetapkan yaitu
97 : 3 % Wt
c. Komposisi campuran serbuk dengan bola keramik yang
ditetapkan yaitu 1:5 %Wt
3.3.2 Pengujian Sampel Percobaan
Variabel yang akan digunakan dalam percobaan ini adalah :
a. Sifat Fisis
Ukuran Partikel Serbuk ( Particel Size Analyzer)
Densitas Serbuk (True Density) b. Analisis Struktur Sampel
3.4Diagram Alir Penelitian
ditambahkan
Al2O3Mixing dan Milling
Komposisi 97:3 % wtVariasi waktu 12, 24 , 36 , 48 h Mulai
BaFe12O19 PSA
PSA
Karakterisasi
3.5Prosedur Kerja
Pembuatan magnet permanen BaFe12O19 dengan penambahan serbuk
Al2O3 mengikuti beberapa tahap yaitu:
3.5.1 Penimbangan Serbuk
Ditimbang bahan 97%Wt BaFe12O19 dan 3%Wt Al2O3 dengan
neraca digital.
3.5.2 Penggilingan serbuk menggunakan Planetary Ball Mill(PMB)
Disiapkan serbuk 126,1 gr BaFe12O19 yang ditambahkan dengan
serbuk 3,9 gr Al2O3 dengan komposisi 97 : 3 % wt selanjutnya di
siapkan bola keramik dan ditimbang 650 gr sehingga perbandingan
antara campuran serbuk dengan bola keramik sebesar 130gr : 650 gr
atau 1:5 %wt. Kemudian di masukkan serbuk dan bola keramik ke
dalam jar PBM yang telah di cuci terlebih dahulu menggunakan pasir,
air dan sabun. Setelah itu,dihidupkan mesin PMB diatur kecepatan
rotasinya sebesar 15rpm dan timernya selama 12 jam.Setelah 12jam
mesin PBM akan berhenti secara otomatis.Percobaan ini lakukan juga
pada 24,36 dan 48 jam.
3.5.3 Pengukuran Diameter Partikel Serbuk
Pada masing – masing serbuk hasil milling (24,48jam) dilakukan
analisa ukuran partikel serbuk menggunakan alat PSA (Particle Size
Analyzer) Cilas 1190 Liquid. Analisis serbuk BaFe12O19, Al2O3 murni dan
campuran BaFe12O19 dan Al2O3 ini dilakukan dengan cara mengambil
serbuk dengan spatula kemudian dimasukkan ke dalam wadah penampung
berisi air dan secara otomatis akan mengaduk serbuk. Gambar ukuran –
ukuran butir yang mengalir akan terlihat pada monitor secara otomatis,
kemudian hasil ukuran partikel akan teridentifikasi dan ditampilkan pada
3.5.4 Pengukuran Densitas Serbuk (True density)
Pengukuran densitas serbuk BaFe12O19 + Al2O3 dilakukan dengan
menggunakan picnometer. Pertama picnometer dalam keadaan kosong di
timbang (m1), lalu picnometer diisi dengan air, dan ditimbang (m2).
Analisa struktur kristal serbuk magnet BaFe12O19 dan Al2O3 dalam
penelitian ini dilakukan dengan menggunakan XRD (X-Ray
Diffractometer) Rigaku. XRD adalah alat yang dapat memberikan data –
data difraksi dan kuantitas intensitas difraksi pada sudut – sudut difraksi
(βθ) dari suatu sampel. Sampel yang diuji pada penelitian ini dalam bentuk serbuk. Tujuan dilakukannya pengujian analisis struktur kristal adalah
untuk mengetahui perubahan fasa struktur bahan dan mengetahui fasa –
fasa yang terbentuk selama proses pembuatan sampel uji. Pencocokan
hasil XRD dapat dilakukan dengan menggunakan software Match! Crystal
Impact untuk mengidentifikasi fasa yang terbentuk dari hasil difraksi.
Analisis komposisi didasari oleh fakta bahwa pola difraksi sinar-X
bersifat unik untuk masing-masing material yang bersifat kristal. Oleh
karena itu jika terjadi kecocokan antara pola dari material yang belum
diketahui dengan pola dari material asli (authentic) maka identitas kimia
dari material yang belum diketahui tersebut dapat diperkirakan. ICDD
(International Center for Diffraction Data) mengeluarkan database pola
difraksi serbuk (powder diffraction) untuk beberapa ribu material. Secara
umum, sangatlah memungkinkan untuk mengidentifikasi material yang
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Hasil Penelitian
4.1.1 Sifat Fisis
a. Karakterisasi serbukBaFe12O19 dan Al2O3
Serbuk BaFe12O19 yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk
komersil yang memiliki hasil pengukuran partikel serbuk dengan distribusi
diameter 10% adalah sebesar 12,49 µm sedangkan hasil pengukuran partikel
serbuk dengan distribusi partikel 90% adalah sebesar 38,22 µm sehingga mean
diameter dari ukuran partikel serbuk BaFe12O19 yaitu 24,83 µm. Hasil pengukuran
partikel dengan menggunakan PSA di tunjukkan pada gambar 4.1
Gambar 4.1 Partikel Size Analisys Serbuk BaFe12O19
Serbuk Al2O3 yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk komersil
yang memiliki hasil pengukuran partikel serbuk dengan distribusi diameter 10%
adalah sebesar 62,05 µm sedangkan hasil pengukuran partikel serbuk dengan
ukuran partikel serbuk Al2O3 yaitu 99,89 µm. Hasil pengukuran partikel dengan
menggunakan PSA di tunjukkan pada gambar 4.2
Gambar 4.2 Partikel Size Analisys Serbuk Al2O3
Ukuran partikel secara kolektif dinyatakan dalam analisis distribusi ukuran
partikel yang berbentuk grafik histogram. Distribusi 10% dan 90% pada grafik
menujukkan jumlah serbuk yang berada dalam setiap inhremen ukuran partikel
serbuk. Dilihat dari mean diameter bahwa ukuran partikel awal BaFe12O19 lebih
kecil dibandingkan ukuran partikel awal dari Al2O3.
b.Karakterisasi Sifat Fisis Serbuk BaFe12O19 dengan Al2O3
Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui perubahan ukuran diameter
partikel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 hasil Milling terhadap variasi waktu milling
dilakukan menggunakan PSA (Particle Size Analyzer) Cilas 1190 Liquid. Tabel
4.1 memperlihatkan hasil pengukuran PSA untuk serbuk BaFe12O19 dan Al2O3
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran PSA serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 dengan variasi
jam. Pengukuran diameter ini dilakukan dengan cara mengambil serbuk sampel
kemudian dimasukkan ke dalam tabung penampungan sampel yang telah diisi air
yang ada di dalam PSA, saat pengukuran serbuk akan dialirkan bersama air dan
paling kecil dibandingkan dengan ukuran diameter partikel lainnya.
Pada waktu milling selama 48 jam, proses milling sudah mencapai batas
maksimal dengan alat conventional milling sehingga untuk menghasilkan serbuk
dengan ukuran lebih kecil, dibutuhkan alat milling dengan energi mekanik luar
yang lebih besar misalnya PBM (Planetry Ball Mill).
Berikut grafik hasil pengukuran mean diameter serbuk BaFe12O19 dan
Al2O3 hasil milling dengan metode Dry Milling yang ditunjukkan pada gambar
Gambar 4.3 Hubungan antara waktu millling terhadap mean diameter
Campuran BaFe12O19 dan Al2O3 pada komposisi 3%berat Al2O3
Waktu milling yang lebih lama akan menyebabkan penurunan ukuran
rata-rata serbuk secara progresif sampai dengan batas terkecil yang mampu diukur oleh
alat. (Fiandimas dan Manaf, 2003).
Hal ini disebabkan oleh Selama proses mechanical alloying, partikel
campuran serbuk akan mengalami proses pengelasan dingin dan penghancuran
berulang ulang. Ketika bola saling bertumbukan sejumlah serbuk akan terjebak di
antara kedua bola tersebut. Beban impact yang di berikan oleh bola tersebut akan
membuat serbuk terdeformasi dan akhirnya hancur. Permukaan partikel serbuk
campuran yang baru terbentuk memungkinkan terjadinya proses pengelasan
dingin kembali antara sesama partikel sehingga membentuk pertikel baru yang
ukurannya lebih besar dari ukuran semula. Kemudian partikel tersebut akan
kembali mengalami tumbukan dan akhirnya kembali hancur, begitu seterusnya
hingga mencapai ukuran yang nano. Penurunan ukuran rata-rata serbuk
mempengaruhi densitas serbuk tersebut.ini dapat kita dilihat dari tabel 4.2
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Densitas serbuk 97% BaFe12O19 dan 3%Al2O3
menurun sebesar 18,25%dan Pada waktu milling 36 – 48 jam perubahan diameter
menurun sebesar 10,01%. Dari perubahan diameter ini didapatkan bahwa waktu
milling yang terbaik adalah pada waktu 12 -24 jam karena penurunan diameter
paling kecil.Penurunan diameter akan mempengaruhi densitas serbuk, berikut
merupakan grafik waktu milling dengan densitas serbuk.
Gambar 4.4 Hubungan waktu milling terhadap True Densitas campuran 97%wt
BaFe12O19 dengan aditif 3%wt Al2O3
Dari gambar sebelumnya terlihat bahwa semakin lama waktu milling maka
ukuran partikel akan semakin kecil, ini berbanding terbalik dengan densitas
serbuk. Semakin kecil ukuran partikel maka densitas serbuknya akan semakin
meningkat sebesar 0,09% dan Pada waktu milling 36 – 48 jam densitas serbuk
meningkat sebesar 0,02%. Dari densitas serbuk meningkat ini didapatkan bahwa
pada waktu milling 12 -24 jam peningkatan densitas serbuk paling besar.
4.1.2 Analisa Struktur Kristal dan Fasa Sampel Serbuk BaFe12O19 dan Al2O3
Analisa struktur kristal dan fasa pada sampel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3
dengan metode dry milling terhadap variasi waktu milling dengan menggunakan
XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui fasa yang terbentuk dari
hasil proses dry milling , puncak (peak) tertinggi dari hasil Diffractometer (XRD)
dan struktur kristal yang terbentuk dalam sampel serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 Sumber yang digunakan adalah CuKα dengan panjang gelombang 1,541874 .
Teknik difraksi sinar-X merupakan teknik yang dipakai untuk mengetahui
karakteristik kristalografi suatu material melalui puncak – puncak intensitas yang
muncul. (Wahyuni dan Hastuti, 2010).
Proses analisa yang dilakukan dengan menggunakan software match!
Untuk mengidentifikasi puncak – puncak yang dihasilkan dari hasil XRD. Setelah
serbuk BaFe12O19 dan Al2O3 murni dan campuran BaFe12O19 dengan Al2O3 hasil
dry milling dengan variasi waktu milling diuji menggunakan difraksi sinar X
kemudian hasilnya dicocokkan dengan karakter BaFe12O19 dan Al2O3. Proses
tersebut dinamakan search match. (Wahyuni dan Hastuti, 2010). Hasil analisa 3
puncak tertinggi untuk setiap serbuk murni dan campuran adalah sebagai berikut.
Gambar 4.5 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk Al2O3
Dari gambar 4.5 adalah grafik aluminium oxide (corundum).grafik warna
biru merupakan aluminium oxide dan warna merah merupakan grafik peak search
dari aluminium oxide.Grafik biru dan merah yang berhimpit adalah peak dari
Al2O3 diatas ditemukan 3 puncak (peak) tertinggi dengan nilai peak masing-masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 35,18ᵒ dengan I = 1000 ,
pada βθ = 43,39ᵒ dengan I = 895,6 dan pada βθ = 57,54ᵒ dengan I = 720. Dikarenakan ini merupakan serbuk Al2O3 murni maka fasa Al2O3 yang
ditemukan.Bentuk Kristal Al2O3 adalah trigonal (hexagonal axes). Dengan
a=4,7606 Ǻ dan c=12,9940 Ǻ.
Gambar 4.6 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19
Dari gambar 4.6 adalah grafik Barium dodecairon(III) oxide atau
BaFe12O19 dimana bentuk kristalnya adalah heksagonal dengan parameter
a=5,9290 Ǻ dan c= 23,4130 Ǻ diatas ditemukan 3 puncak (peak) tertinggi dengan
nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 34,21ᵒ
dengan I = 1000 , pada βθ = γ2,27ᵒ dengan I = 947,9 dan pada βθ = 37,17ᵒ dengan
I = 462,5. Dikarenakan ini merupakan serbuk BaFe12O19 murni maka fasa
BaFe12O19 yang ditemukan.
Gambar 4.7 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19
dan Al2O3 hasil dry milling selama 24 jam.
Dari gambar 4.7 di atas merupakan hasil search match dimana garis
berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang
dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X
(XRD).(Wahyuni dan Hastuti,2010). Dari match , ditemukan 9 puncak (peak)
tertinggi dan berdasarkan teori Hanawalt, diperlukan 3 puncak tertinggi dengan
nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 32,18ᵒ
dengan I = 1000 , pada βθ = γ4,09ᵒ dengan I = 718,6 dan pada βθ = 30,82ᵒ dengan
I = 496,4. Fasa yang dihasilkan pada serbuk BaFe12O19 dengan proses dry milling
selama 24 jam adalah 100% fasa BaFe12O19 dan tidak ditemukan adanya fasa
pengotor yang terkandung dalam serbuk BaFe12O19. Tidak ditemukannya fasa
pengotor karena belum diberikan variasi suhu sintering, suhu sintering merupakan
faktor yang mempengaruhi terbentuknya fasa baru, selain itu juga perbandingan
serbuk BaFe12O19 dengan Al2O3 juga mempengaruhi perubahan fasa. Bila
perbandingan serbuk aditif sedikit tidak mengalami perubahan dikarenakan
serbuk aditif Al2O3 akan tertutup oleh serbuk BaFe12O19
Gambar 4.8 Grafik Pola Difraksi Hasil Analisa XRD Serbuk BaFe12O19 dan
Al2O3 hasil dry milling selama 48 jam.
Dari gambar 4.8 di atas merupakan hasil search match dimana garis
berwarna biru merupakan karakteristik puncak – puncak intensitas masukan yang
dicocokkan dengan karakteristik puncak – puncak intensitas hasil difraksi sinar X
(XRD).(Wahyuni dan Hastuti,2010). Dari match , ditemukan 9 puncak (peak)
tertinggi dan berdasarkan teori Hanawalt, diperlukan 3 puncak tertinggi dengan
nilai peak masing – masing puncaknya secara berurutan adalah pada βθ = 32,24ᵒ
dengan I = 1000 , pada βθ = γ2,09ᵒ dengan I = 983,7 dan pada βθ = 34,24ᵒ dengan
I = 977,2. Fasa yang dihasilkan pada serbuk BaFe12O19 dengan proses dry milling
selama 48 jam tidak jauh berbeda dengan pada waktu milling 24 jam adalah 100%
fasa BaFe12O19 dan tidak ditemukan adanya fasa pengotor yang terkandung dalam
serbuk BaFe12O19.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1Kesimpulan
1. Korelasi antara waktu milling terhadap ukuran partikel berbanding terbalik
interval 12-48 jam.Waktu milling 12- 24 jam terjadi penurunan ukuran butir
sebesar 9,2% dari ukuran butir awal.
2. Korelasi antara waktu milling terhadap true density adalah berbanding lurus
interval 12-48 jam.Waktu milling 12-24 jam terjadi kenaikan density sebesar
0,09%.
3. Waktu milling optimum untuk campuran serbuk barium heksaferit dan
alumina adalah 12-24 jam.
4. Efek waktu milling ( jam) tidak mempengaruhi mikrostruktur Barium
Heksaferit
5.2 Saran
1. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya lebih teiti dalam menganaisa data.
2. Diharapkan penelitian selanjutnya mengenai lebih memahami apa itu magnet,
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Faisal, 2007. Pengaruh Penambahan Al2TiO5 pada Pembuatan Keramik
Al2O3 terhadap Sifat Fisis dan Mikrostrukturnya [Tesis]. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Afza, Pooja. 2011. Pembuatan Magnet Permanen Barium Heksaferit Berbahan Baku Mill Scale Dengan Teknik Metalurgi Serbuk. [Dissertation]. Jakarta:Universitas Islam Indonesia.
Buchanan R.C., Ceramic Materials for Electronics, Marcel Dekker, New York and Basel, 1986.
Burkin A.R1987.Pembuatan Keramik Beta Alumina (Na2– Al2O3) dengan Aditif MgO dan Karakterisasi Sifat Serta Struktur Kristalnya. ISSN, 7, 01-03.
Chen, W., Scoenitz, M., Ward, T. S., & Dreizen, E. L. (2005). Numerical Simulation of Mechanical Alloying in a Shaker Mill by Discrete Element Method. KONA, No.23.
C.Surhayarayana.”Mechanical Alloying And Milling”.Departemen of Metalurgi and Materials.Colorado School Of Miner Golden.CO 8040-1887.USA.
C.Surhayarayana.β001.” Mechanical Alloying And Milling”.Progress in Material
Science 46 61-184.
Cullity, B.D, 1972, Introduction to Magnetic Material, Addison – Wesley, Publishing Company, Inc, USA.
Cyntia Ayu, 2000. Synthesis and Sintering Behavior of a Nanocrystaline Alumina Powder. Acta Material, 48, 3103- 311.
Darminto, M. Zainuari, El Indahnia Kamariyah. 2011. Sintesis Serbuk Barium Hexaferrite Dengan metode Kopresipitasi. Seminar Nasional Pascasarjana XI-ITS, Surabaya, 27 Juli 2011, Jurusan Fisika FMIPA.
Daulay,syukur.β01β.”Pengaruh Substitusi Mn Pada Sifat Magnetik Barium Heksaferit”. Depok: Universitas Indonesia.
Davis, R. M., McDermott, B., & Koch, C.C. (1988). Mechanical alloying of brittle materials, Metallurgical Transactions, A19, 2867.