• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INOKULASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sureni Merr.)

SKRIPSI

Oleh :

RICKY MARISON SIHOMBING 071202013/BUDIDAYA HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH INOKULASI CENDAWAN MIKORIZA ARBUSKULA (CMA) DAN INTERVAL PENYIRAMAN TERHADAP

PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sureni Merr.)

SKRIPSI

Oleh :

RICKY MARISON SIHOMBING 071202013/BUDIDAYA HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)

Nama : Ricky Marison Sihombing

NIM : 071202013

Program Studi : Kehutanan

Jurusan : Budidaya Hutan

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing,

Dr. Delvian, SP, MP Nelly Anna, S. Hut, M. Si Ketua Anggota

Mengetahui,

(4)

ABSTRAK

RICKY MARISON SIHOMBING. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

(Toona Sureni Merr.). Dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji respon pertumbuhan bibit suren (Toona

sureni Merr.) dengan pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan

(5)

ABSTRACT

RICKY MARISON SIHOMBING. Effect of arbuscula mycorrhizae fungus (AMF) inoculation and watering interval on growth of seedling suren (Toona sureni Merr.) Supervised by DELVIAN and NELLY ANNA.

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lubuk Pakam pada tanggal 24 Maret 1989 dari pasangan R. Sihombing dan Ibunda M. Hutahayan. Penulis merupakan anak ke-2 dari 5 bersaudara.

Penulis memulai pendidikan di SD Negeri No.107955 Lubuk Pakam dan lulus pada tahun 2001. Kemudian melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Lubuk Pakam dan lulus tahun 2004. Pada tahun 2007, penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 1 Lubuk Pakam dan pada tahun yang sama diterima masuk di Program Studi Budidaya Hutan, Departemen Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB).

Penulis mengikuti kegiatan Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan (P3H) di Taman Nasional Gunung Leuser Aras Napal dan di Pulau Sembilan pada tahun 2009 dan melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Unit II Jawa Timur KPH Banyuwangi Utara pada 28 Desember 2010-28 Januari 2011.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala kasih dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan Interval Penyiraman terhadap Pertumbuhan Bibit Suren (Toona Sureni Merr.)”.

Pada kesempatan ini Penulis menghaturkan pernyataan terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis yang telah memberikan dukungan doa dan materi sejak penulis menempuh pendidikan sarjana di Universitas Sumatera Utara ini. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada Bapak Dr. Delvian, SP, MP selaku ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Nelly Anna, S.Hut, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan berharga dalam penulisan skripsi ini. Khusus kepada rekan-rekan Departemen Kehutanan Angkatan 2007, penulis menyampaikan terimakasih atas saran yang diberikan selama penulis melaksanakan penelitian hingga penyusunan skripsi ini.

Penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga segala masukan berupa berupa saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan dari para pembaca guna menghasilkan karya yang lebih baik di masa yang akan datang..

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membutuhkannya. Akhir kata penulis ucapkan terimakasih.

Medan, Februari 2014

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 2

Hipotesis ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Tanaman Suren ... 4

Deskripsi Pohon ... 5

Tanah Ultisol ... 6

Cekaman kekeringan dan Ketersediaan Hara ... 7

Fungsi Air pada Tanaman ... 7

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) ... 9

(9)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Prosedur Penelitian ... 13

Pelaksanaan Penelitian ... 15

Penyiapan Media Tanam ... 15

Pemilihan Bibit Suren ... 15

Penanaman Bibit Suren dan Inokulasi Mikoriza ... 15

Pemeliharaan ... 15

Parameter Penelitian ... 16

Tinggi Bibit ... 16

Diameter Bibit ... 16

Total Luas Daun ... 17

Berat Kering Total ... 17

Ratio Tajuk Akar ... 17

Serapan P Tanaman ... 17

Persentase Kolonisasi Pada Akar ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 20

Sifat Kimia Tanah ... 20

Tinggi Tanaman ... 20

Diameter Tanaman ... 21

Total Luas Daun ... 22

(10)

Bobot Kering Total ... 24

Serapan P Tanaman ... 25

Persentase Kolonisasi Akar ... 26

Pembahasan ... 27

Pengaruh inokulasi mikoriza terhadap pertumbuhan bibit suren ... 27

Pengaruh interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit suren ... 30

Pengaruh inokulasi mikoriza dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit suren ... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 36

Saran ... 36 DAFTAR PUSTAKA

(11)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Analisis Kimia Tanah Ultisol asal Simalingkar B ... 20

2. Rataan pertambahan tinggi bibit suren 12 mst ... 21

3. Rataan pertambahan diameter bibit suren 12 mst ... 22

4. Rataan total luas daun bibit suren 12 mst... 23

5. Rataan rasio tajuk akar bibit suren saat panen ... 24

6. Rataan bobot kering total bibit suren saat panen ... 24

7. Rataan serapan P tanaman bibit suren ... 25

(12)

DAFTAR GAMBAR

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit suren ... 42

2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit suren ... 43

3. Rataan total luas daun dan analisis sidik ragam bibit suren ... 44

4. Rataan rasio tajuk akar dan analisis sidik ragam bibit suren ... 45

5. Rataan bobot kering total dan analisis sidik ragam bibit suren ... 46

6. Rataan serapan P tanaman dan analisis sidik ragam bibit suren ... 47

7. Rataan persentase kolonisasi akar dan analisis sidik ragam bibit suren ... 48

8. Hasil analisis tanah ultisol asal Simalingkar B ... 50

9. Hasil analisis kadar P bibit suren ... 51

10. Perbandingan pertumbuhan bibit suren tiap perlakuan ... 53

11. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983) & BPP Medan (1982) ... 54

(14)

ABSTRAK

RICKY MARISON SIHOMBING. Pengaruh Inokulasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

(Toona Sureni Merr.). Dibimbing oleh DELVIAN dan NELLY ANNA.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji respon pertumbuhan bibit suren (Toona

sureni Merr.) dengan pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan

(15)

ABSTRACT

RICKY MARISON SIHOMBING. Effect of arbuscula mycorrhizae fungus (AMF) inoculation and watering interval on growth of seedling suren (Toona sureni Merr.) Supervised by DELVIAN and NELLY ANNA.

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Suren (Toona sureni) merupakan jenis tanaman kehutanan yang memiliki banyak manfaat. Pohon suren tergolong pohon besar dengan bentuk batang lurus bisa mencapai tinggi 40-60 m dengan tinggi bebas cabang 25 m dan diameter 100 cm. Suren merupakan salah satu komoditi kehutanan yang menghasilkan kayu yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki sifat kayu yang baik. Kayu suren termasuk ke dalam kelas sedang yaitu IV-V (Mandang dan Pandit, 1997). Kebutuhan akan kayu jenis ini semakin meningkat, dikarenakan semakin berkurangnya jenis kayu yang berasal dari hutan alam.

Bagian pohon suren yang dimanfaatkan selain kayunya sebagai bahan bangunan, furniture, veneer, panel kayu dan juga kulit dan akarnya dimanfaatkan untuk bahan baku obat, dan ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan insektisida, sedangkan kulit batang dan buahnya dapat disuling untuk menghasilkan minyak esensial (aromatik).

(17)

Pemanfaatan mikoriza akhir-akhir ini sering digunakan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman kehutanan. Potensi dari adanya simbiosis Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dengan tanaman sangat penting untuk dimanfaatkan bagi kepentingan budidaya, terutama pada saat pembibitan maupun penanaman di lapangan. Setiadi (1998) menyatakan pengaruh tersebut berupa meningkatkan penyerapan hara tanah dan ketahanan akar terhadap kekeringan, menjaga akar dari serangan penyakit, memasok tambahan hormon tumbuh dan ZPT, serta manfaat dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen akar.

Sehubungan dengan hal yang diuraikan di atas, air merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan pemeliharaan tanaman suren. Sehingga apabila kekurangan air akan mengganggu pertumbuhan tanaman suren tersebut. Pembibitan tanaman suren dengan sumber daya air yang terbatas memerlukan suatu alternatif dalam perpanjangan akar untuk memperluas serapan air oleh akar dalam tanah. Hal inilah yang menjadi latar belakang penulis melakukan penelitian aplikasi Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) terhadap pertumbuhan bibit suren

(Toona sureni) dalam mengefisiensikan penyiraman di pembibitan tanaman suren.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji respon pertumbuhan bibit suren

(Toona sureni) dengan pemberian Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dan

(18)

Hipotesis

1. Adanya interaksi antara taraf pemberian mikoriza dan interval penyiraman terhadap pertumbuhan bibit suren.

2. Perbedaan taraf pemberian mikoriza memberikan pengaruh nyata terhadap peningkatan pertumbuhan bibit suren.

3. Perbedaan interval penyiraman memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit suren.

Manfaat Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Tanaman Suren

Sistematika tumbuhan jenis surian atau suren menurut Dephut (2002) diklasifikasikan ke dalam:

Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Sapindales Famili : Meliaceae Genus : Toona

Spesies : Toona sureni (Blume) Merr.

Gambar 1. Pohon Suren (Toona sureni)

(20)

kayunya sebagai bahan bangunan, furnitur, veneer, panel kayu dan juga kulit dan akarnya dimanfaatkan untuk bahan baku obat diarrhoea dan ekstrak daunnya dipakai sebagai antibiotik dan bio-insektisida; sedangkan kulit batang dan buahnya dapat disuling untuk menghasilkan minyak esensial (aromatik). Sering tumbuh pada tanah-tanah yang berlempung dalam, lembab, subur, drainase baik, dan menyenangi tanah yang basa. Suren termasuk jenis tanaman yang cepat tumbuh dan pada umur 12-15 tahun sudah dapat menghasilkan kayu (Sutisna et al., 1998).

Deskripsi Pohon

Suren ini memiliki karakter khusus seperti harum yang khas apabila bagian daun atau buah diremas dan pada saat batang dilukai atau ditebang. Ada ciri lain yang dapat membedakan secara sekilas. Bentuk batang lurus dengan bebas cabang mencapai 25 m dan tinggi pohon dapat mencapai 40-60 m. Kulit batang kasar dan pecah-pecah seperti kulit buaya berwarna coklat. Batang berbanir mencapai 2 m. Daun suren berbentuk oval dengan panjang 10-15 cm, duduk menyirip tunggal dengan 8-30 pasang daun pada pohon berdiameter 1-2 m.

(21)

akan terlihat seperti bintang. Ciri lain dari buah masak yaitu, pohon seperti meranggas/tidak berdaun. Warna benih coklat, panjang benih 3-6 mm dan 2-4 mm lebarnya dan pipih, bersayap pada satu sisi sehingga benihnya akan terbang terbawa angin, dalam 1 kg terdapat 64.000 butir benih (Dephut, 2002).

Tanah Ultisol

Ultisol memiliki kelas tekstur yang bervariasi dari berlempung halus sampai berliat. Reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4,1-4,8). Kandungan bahan organik di lapisan atas yang tipis umumnya rendah sampai sedang, dan lapisan bawah sangat rendah, dan ratio C/N tergolong rendah. Kandungan P potensial sangat rendah sampai rendah di semua lapisan tanah. Jumlah basa dapat tukar tergolong sangat rendah disemua lapisan. KTK tanah disemua lapisan termasuk rendah dan KB sangat rendah. Dengan demikian potensi kesuburan ultisol dinilai sangat rendah sampai rendah (Damanik et al., 2010).

Jenis tanah ultisol menurut Soepardi (1983) mempunyai kelemahan untuk digunakan sebagai medium pertumbuhan bibit. Pada umumnya tanah ini mengandung bahan organik sedikit. Keadaan ini menyebabkan aerasi tanah kurang baik sehingga perkecambahan akar tanaman kurang sempurna. Sifat kemasaman tanah yang kuat, kurang menguntungkan tanaman karena tanah banyak mengandung Al, Fe, dan Mn yang bersifat racun bagi tanaman.

Cekaman Kekeringan dan Ketersediaan Hara

(22)

kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan walaupun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman air. Tanaman yang mengalami cekaman air, secara umum akan mengalami penurunan pertumbuhan yang tidak normal dibandingkan tanaman yang tidak kekurangan air.

Kemampuan akar menyerap hara dipengaruhi oleh daya serap akar, kemampuan mentranslokasikan dari akar ke daun, dan kemampuan memperluas sistem perakarannya. Menurut Marschner (1995), di bawah beberapa kondisi iklim, ketersediaan hara pada lapisan permukaan tanah (top soil) banyak mengalami kemunduran selama musim pertumbuhan. Hal ini disebabkan karena rendahnya kandungan air tanah yang menjadi faktor penghambat bagi transfer hara ke permukaan akar. Kekeringan tanah menurunkan proses mineralisasi unsur-unsur hara yang terikat secara organik dan menurunkan transfer unsur hara oleh aliran massa dan difusi serta akhirnya dapat mengurangi ketersediaan hara pada permukaan tanah.

Fungsi Air Pada Tanaman

(23)

Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang, karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya. Jumlah hasil panen ini dipengaruhi oleh genotif yang kekurangan air dan tingkat perkembangan (Gardner et al., 1991). Respon tanaman terhadap kekeringan dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tanaman yang menghindari kekeringan (drought avoiders) dan tanaman yang mentoleransi kekeringan (drought tolerators). Tanaman yang menghindari kekeringan membatasi aktivitasnya pada periode air tersedia maksimum antara lain dengan meningkatkan jumlah akar dan modifikasi struktur dan posisi daun. Tanaman yang mentoleransi kekeringan mencakup penundaan dehidrasi atau mentoleransi dehidrasi. Penundaan dehidrasi mencakup peningkatan sensitifitas stomata dan perbedaan jalur fotosintesis, sedangkan toleransi dehidrasi mencakup penyesuaian osmotik (Sinaga, 2008).

Kekurangan air pada tanaman terjadi karena ketersediaan air dalam media tidak cukup dan transpirasi yang berlebihan atau kombinasi kedua faktor tersebut. Di lapangan, meskipun di dalam tanah air cukup tersedia, tanaman dapat mengalami cekaman (kekurangan air). Hal ini terjadi jika kecepatan absorbsi tidak dapat mengimbangi kehilangan air melalui proses transpirasi (Haryati, 2003).

Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Asosiasi simbiotik antara jamur dan sistem perakaran tanaman tingkat tinggi memiliki istilah yaitu mikoriza yang secara harfiah berarti akar jamur (Rao, 1994). Mikoriza ditemukan pertama kali oleh Greek, yang disebut akar jamur

(24)

9

Mikoriza merupakan suatu struktur khas pada sistem perakaran yang terbentuk sebagai manifestasi adanya simbiosis mutualisme antara cendawan (myces) dan perakaran (rhiza) dari tumbuhan tingkat tinggi.

CMA adalah salah satu tipe cendawan mikoriza dan termasuk ke dalam golongan endomikoriza. CMA termasuk ke dalam kelas Zygomycetes, dengan ordo Glomales yang mempunyai 2 sub-ordo, yaitu Gigasporaceae mempunyai 2 genus, yaitu Gigaspora dan Scutellospora. Glomaceae mempunyai 4 famili, yaitu famili Glomaceae dengan genus Glomus dan Sclerocystis, famili Acaulosporaceae

dengan genus Acaulospora dan Entrophospora, Paraglomaceae dengan genus

Paraglomus dan Archaeosporaceae dengan genus Arshaeospora (INVAM, 2004).

Peranan Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)

Peranan mikoriza secara spesifik membantu pertumbuhan tanaman, antara lain memberi keuntungan bagi inang meliputi peningkatan permukaan efektif akar dengan meningkatkannya keefektifan dalam penyerapan hara (terutama fosfor) dan air, cabang akar berfungsi lebih lama, peningkatan toleransi panas dan kekeringan, membuat hara tanah lebih dapat digunakan, dan menanggulangi infeksi organisme penyakit, dimana keuntungan ini hanya terdapat pada ektomikoriza (Foth, 1994).

(25)

beberapa genus di perakaran tanaman jati. Genus yang ditemukan adalah Glomus,

Scelerocistys, dan Gigaspora.

Penelitian Widiastuti et al., (2002) menunjukkan bahwa keefektifan pupuk dan serapan P meningkat secara nyata dengan inokulasi CMA pada bibit kelapa sawit di tanah masam. Selain berpengaruh terhadap serapan P, pemberian CMA pada bibit kayu manis menurut Delvian (2006) memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan, bobot kering, rasio tajuk akar, dan persentase akar terinfeksi. Widyati (2007) menyatakan bahwa CMA mempunyai peran ganda terhadap tanaman inangnya meningkatkan pertumbuhan dan meningkatkan optimasi inokulasi rhizobium dan BPF (bakteri pelarut fosfat) pada bibit A.

crassicarpa 4 bulan di persemaian. Pemberian mikoriza pada lahan bekas

tambang batubara yang dilakukan Ulfa et al. (2006) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap pertumbuhan pulai darat (Alstonia sp.) akan tetapi berpengaruh terhadap persentase hidup tanaman untuk hidup.

Peranan agronomis yang paling utama mikoriza yang diterima hingga saat ini adalah kemampuannya untuk meningkatkan serapan hara tanaman. Penyerapan P pada permukaan akar lebih cepat dari pergerakan fosfat ke permukaan akar, sehingga zona terkurasnya fosfat terjadi di sekitar akar. Hifa yang meluas dari permukaan akar membantu tanaman melintasi zona yang tidak dapat dicapai oleh akar yang tidak bermikoriza (Simanungkalit, 2011).

(26)

persentase perkecambahan spora dan rata-rata pertumbuhan hifa. Interaksi antara faktor-faktor biotik memiliki efek yang signifikan dalam merespon pertumbuhan tanaman yang diinokulasi. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap pembentukan CMA dalam hal suplai dan keseimbangan hara, kelembaban dan pH tanah (Rao, 1994 dalam Simorangkir, 2008).

Peningkatan persentase infeksi CMA akibat inokulasi dapat dihubungkan dengan peningkatan jumlah spora di dalam tanah. Infeksi terjadi karena adanya eksudat atau senyawa khas yang dihasilkan dan dikeluarkan oleh akar tanaman yang menyebabkan merangsang perkembangan CMA. Peningkatan persentase infeksi akibat inokulasi ini sangat dipengaruhi oleh rhizobium (Fakuara, 1988

dalam Simorangkir, 2008).

(27)

Jaringan hifa eksternal dari Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) akan memperluas bidang serapan air, disamping itu ukuran hifa yang lebih halus dari bulu-bulu akar yang memungkinkan hifa bias menyerap air pada kondisi air tanah yang sangat rendah (Kilham, 1994 dalam Mariam, 2005). Menurut hasil penelitian Lucia dkk (1998) inokulasi mikoriza memberikan pengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit kakao terlihat pada tinggi tanaman, luas daun, dan bobot kering tajuk dibandingkan dengan kontrol. Inokulasi juga secara nyata menghemat pemberian air 2 sampai 4 kali dibandingkan dengan kontrol dan mempersingkat masa pembibitan sampai satu bulan.

Dari beberapa penelitian juga ditunjukkan bahwa Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) dapat meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan (Kothari et al., 1990; Sylvia et al., 1993, Subramanian, et al., 1995 dalam

(28)

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari Bulan April 2012 sampai dengan selesai. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian dan di Laboratorium Biologi Tanah, Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman Suren

(Toona sureni Merr.) yang berumur 1 bulan, Mikoriza yang berasal dari

Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan IPB Bogor, larutan KOH 10%,

lacto glycerol, trypan blue 0,05%, larutan HCl 2%, Pupuk NPK (sebagai pupuk

dasar), tanah jenis ultisol asal Simalingkar B dan air.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah polybag ukuran 2 kg, saringan tanah, cangkul, timbangan, kertas label, penggaris/meteran, jangka sorong, alat tulis, kamera digital, pisau cutter, kantong koran, kaca preparat, mikroskop binokuler (20-100×) dan pinset.

Prosedur Penelitian

(29)

Faktor I : Taraf Dosis Pemberian Mikoriza M0 = 0 gr / polybag

M5 = 5 gr / polybag

M10 = 10 gr / polybag

M15 = 15 gr / polybag

Faktor II : Interval Penyiraman P1 = Penyiraman 1 hari sekali

P3 = Penyiraman 3 hari sekali

P5 = Penyiraman 5 hari sekali

P7 = Penyiraman 7 hari sekali

Jumlah kombinasi perlakuan tersebut adalah 4 x 4 = 16 perlakuan

Ulangan = 3 unit

Jumlah unit percobaan = 48 unit

Model rancangan acak lengkap faktorial adalah sebagai berikut ini : Yijk = µ + αi + βj + (αβ) ij + εijk

Dimana:

Yijk = Respon tanaman yang diamati µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh taraf ke-i dari faktor taraf pemberian mikoriza βj = Pengaruh taraf ke-j dari faktor interval penyiraman

(30)

Εijk = Pengaruh (galad percobaan) taraf ke-i dari faktor taraf pemberian mikoriza dan taraf ke-j dari faktor interval penyiraman pada ulangan yang ke-k

Data dianalisis keragamannya dan apabila terdapat pengaruh yang nyata

dilakukan uji lanjutan berdasarkan uji jarak Duncan pada taraf 5% (Gomez dan Gomez, 1995).

Pelaksanaan Penelitian 1. Penyiapan Media Tanam

Media yang digunakan tanah ultisol dari beberapa titik pengambilan sampel tanah pada lokasi tempat yang sama. Kemudian tanah didiamkan selama sehari, dilakukan pengayakan agar kotoran seperti sampah plastik atau batuan tidak terikut. Dilakukan penghomogenan media tanam agar media yang akan digunakan tidak berbeda dalam segi kandungan unsur hara.

2. Pemilihan Bibit Suren

Bibit suren yang digunakan berasal dari pembibitan. Bibit yang digunakan berumur 1 bulan dan diusahakan agar bibit yang digunakan memiliki keseragaman untuk memudahkan dalam melakukan pengamatan.

3. Penanaman Bibit Suren dan Inokulasi Mikoriza

(31)

CMA yang ditabur. Kemudian lubang tanaman yang telah berisi bibit ditutup dengan tanah dan di tabur di sekelilingnya pupuk NPK sebagai pupuk dasar sebanyak 0,5 gr / polybag.

4. Pemeliharaan

Kegiatan pemeliharaan meliputi penyiraman yang dilakukan pada pagi dan sore hari secara teratur. Pembebasan tanaman dari rumput dan tanaman lain yang tumbuh pada permukaan media.

Parameter Penelitian

Parameter yang diamati pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Tinggi Bibit

Pengambilan data tinggi tanaman dilakukan setelah 10 hari penanaman, selanjutnya data diambil seminggu sekali. Pengukuran tinggi dilakukan dengan menggunakan penggaris/meteran. Pada pengukuran pertama diukur mulai dari pangkal batang tanaman sampai titik tumbuh tertinggi, untuk pengukuran berikutnya pengukuran dimulai dari tanda setinggi 1 cm dari atas permukaan tanah yang telah diberi sebagai penanda, dengan demikian kesalahan dapat dihindari.

2. Diameter Bibit

(32)

3. Luas Daun

Pengukuran luas daun diambil pada saat pengambilan data terakhir. Daun digambar pada kertas millimeter, kemudian hasilnya di-scan. Setelah di-scan data daun dimasukkan dalam program Autocad 2006 untuk mendapatkan hasil luasan daunnya.

4. Berat Kering Total Bibit

Pengukuran berat kering total dilakukan dengan mengeringkan bagian akar dan tajuk suren yang telah dipanen dengan suhu 70C selama 48 jam kemudian ditimbang dan dijumlahkan berat kering tajuk dan berat kering akarnya.

5. Rasio Tajuk Akar

Rasio tajuk akar diperoleh pada akhir penelitian dengan cara membagi berat kering tajuk dengan berat kering akar yaitu:

6. Serapan P Tanaman

Perhitungan serapan P Tanaman dilakukan akhir penelitian yang didapatkan dengan mengalikan jumlah berat kering total dengan kadar P tanaman.

7. Persentase Kolonisasi pada Akar

Pengamatan kolonisasi CMA pada sampel akar tanaman dilakukan melalui teknik pewarnaan akar (staining). Metode yang digunakan untuk pembersihan dan pewarnaan akar sampel adalah metoda dari Kormanik dan Mc.Graw (1982) yaitu:

1. Langkah pertama adalah memilih akar-akar halus dengan diameter ± 0,5 Berat Kering Tajuk

(33)

mm dari masing-masing sampel akar kemudian dicuci dengan air mengalir sampai bersih.

2. Akar sampel dimasukkan ke dalam larutan KOH 10% dan dibiarkan selama lebih kurang 24 jam sehingga akar akan berwarna putih atau pucat. Tujuannya adalah untuk mengeluarkan semua isi sitoplasma dari sel akar sehingga akan memudahkan pengamatan struktur infeksi CMA. Larutan KOH kemudian dibuang dan sampel akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit.

3. Selanjutnya sampel akar direndam dalam larutan HCl 2% dan diinapkan selama satu malam. Larutan HCl 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan-lahan.

4. Akar sampel direndam dalam larutan Trypan blue 0,05% untuk proses pewarnaan akar. Kemudian larutan Trypan blue dibuang dan diganti dengan larutan lacto glycerol untuk proses pengurangan warna (destaining). Selanjutnya kegiatan pengamatan siap dilakukan.

(34)

kolonisasi (terdapat hifa dan atau arbuskula dan atau vesikula) diberi tanda positif (+), sedangkan yang tidak terdapat tanda-tanda kolonisasi diberi tanda negatif (−). Derajat/persentase kolonisasi akar dihitung dengan menggunakan rumus:

% Kolonisasi Akar =

∑ Bidang pandang bertanda (+)

(35)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Sifat Kimia Tanah

Hasil analisis sifat kimia tanah ultisol asal Simalingkar B menunjukkan bahwa jenis tanah ultisol yang digunakan sebagai media tanam bibit suren termasuk kedalam kriteria tanah kurang subur. Hal ini dapat dilihat dari sifat kimia tanah untuk pH sebesar 5,46. Kandungan unsur hara dalam tanah ini untuk C-organik sebesar 0,16% dan kandungan unsur hara P hanya 9 ppm, sehingga peranan mikoriza akan berpengaruh terhadap jenis tanah yang termasuk kategori kurang subur.

Tabel 1. Analisis kimia tanah ultisol asal Simalingkar B

Parameter Satuan Kisaran Nilai Keterangan

pH (H2O) --- 5,46 Kemasaman Sedang

C-Organik % 0,16 Sangat Rendah

P-Tersedia ppm 9 Rendah

Keterangan : Penilaian sifat-sifat tanah didasarkan pada Kriteria Penilaian Sifat-Sifat Tanah (Pusat Penelitian Tanah Bogor 1983).

Tinggi Tanaman

(36)

(Lampiran 1). Nilai rata-rata pertambahan tinggi bibit suren dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rata-rata pertambahan tinggi bibit suren 12 mst.

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 24,000 21,070 17,200 16,100 19,593

5 g 24,267 23,767 21,700 18,133 21,967 10 g 22,533 30,333 22,533 18,000 23,350 15 g 21,433 24,367 21,333 18,500 21,408 Rata-rata 23,058bc 24,884c 20,692ab 17,683a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 2 di atas menunjukkan rataan pertambahan tinggi bibit suren dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan interval

penyiraman 1 hari sekali (P1) namun berbeda nyata dengan interval penyiraman 5

hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7). Rataan pertambahan tinggi bibit suren pada

interval penyiraman 1 hari sekali (P1) tidak berbeda nyata dengan interval

penyiraman 5 hari sekali (P5) tetapi berbeda nyata dengan interval penyiraman 7

hari sekali.(P7). Rataan pertambahan tinggi interval penyiraman 5 hari sekali (P5)

tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Pertambahan Diameter Tanaman

(37)

penyiraman berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan bibit suren (Lampiran 2). Nilai rata-rata pertambahan diameter bibit suren dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rata-rata pertambahan diameter bibit suren 12 mst.

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata 1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 0.377 0.373 0.347 0.307 0.351

5 g 0.403 0.393 0.380 0.340 0,379

10 g 0.437 0.433 0.377 0.347 0.399

15 g 0.387 0.417 0.373 0.323 0.375

Rata-rata 0.401b 0.404b 0.369ab 0.329a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Tabel 3 menunjukkan rataan pertambahan diameter bibit suren dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan rataan

pertambahan diameter dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1) dan 5 hari

sekali (P5), namun berbeda nyata dengan rataan pertambahan diameter bibit

dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7). Rataan pertambahan diameter

interval penyiraman 5 hari sekali (P5) tidak berbeda nyata dengan rataan

pertambahan diameter untuk interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Total Luas Daun

(38)

Tabel 4. Rataan total luas daun bibit suren 12 mst.

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata 1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 529,076 507,359 511,464 447,307 498,801 5 g 514,841 609,519 672,244 449,228 536,458 10 g 550,196 618,060 534,438 485,179 546,968 15 g 565,689 513,384 458,232 513,019 513,831 Rata-rata 540,950 562,081 519,094 474,933

Rasio Tajuk Akar

Hasil sidik ragam untuk peubah rasio tajuk akar bibit suren (Lampiran 4) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza tidak memberikan pangaruh nyata terhadap rataan rasio tajuk akar bibit suren, sedangkan interval penyiraman memberikan pengaruh yang nyata terhadap rataan rasio tajuk akar bibit suren. Interaksi antara inokulasi mikoriza dan interval penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap rataan rasio tajuk akar bibit suren. Nilai rataan dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rataan rasio tajuk akar bibit suren saat panen

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata 1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 0,976 0,940 0,890 0,810 0,904

5 g 0.996 1,021 0,960 0,812 0,947

10 g 0.962 1,025 0,860 0,982 0,957

15 g 1,002 0,989 0,907 0,870 0,942

Rata-rata 0.984b 0,994b 0,904ab 0,875a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji

jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %

Tabel 5 di atas menunjukkan rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan rataan rasio tajuk akar

dengan interval 1 hari sekali (P1) dan 5 hari sekali (P5) namun berbeda nyata

(39)

Rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) tidak

berbeda nyata dengan rataan rasio tajuk akar dengan interval penyiraman 7 hari sekali (P7).

Bobot Kering Total Bibit

Hasil sidik ragam untuk peubah bobot kering total bibit suren menunjukkan bahwa interaksi inokulasi mikoriza dan interval penyiraman serta faktor tunggal inokulasi mikoriza tidak berpengaruh nyata, namun pada faktor tunggal interval penyiraman menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata (Lampiran 5).

Tabel 6. Rataan bobot kering total bibit suren saat panen

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata 1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 10,800 10,667 9,533 8,667 9,917

5 g 10,633 13,000 10,533 10,500 11,167 10 g 11,567 13,300 10,700 10,133 11,425 15 g 10,400 11,600 9,367 8,867 10,058 Rata-rata 10,850ab 12,142b 10,033a 9,367a

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 6 di atas menunjukkan rataan bobot kering total bibit suren dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) tidak berbeda nyata dengan rataan bobot

kering total bibit suren dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1) namun

berbeda nyata dengan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7).

Rataan bobot kering total dengan interval penyiraman 1 hari sekali tidak berbeda nyata dengan rataan interval penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7).

Serapan P Tanaman

(40)

serapan P tanaman sedangkan interval penyiraman tidak memberikan pengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Interaksi antara inokulasi mikoriza dan interval penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman bibit suren. Nilai rata-rata serapan P tanaman dari setiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan serapan P tanaman bibit suren

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata

1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 3,731 3,417 2,858 2,803 3,211a

5 g 4,227 4,724 4,652 4,744 4,588b

10 g 4,667 4,713 5,181 5,285 4,961b

15 g 4,798 4,901 5,182 5,387 5,067b

Rata-rata 4,356 4,439 4,468 4,563

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 7 menunjukkan rataan serapan P tanaman bibit suren dengan dosis mikoriza 15 gr/bibit (M15) tidak berbeda nyata dengan dosis mikoriza 10 gr/bibit

(M10) dan dosis mikoriza 5 gr/bibit (M5) namun berbeda nyata dengan dosis

mikoriza 0 gr/bibit.

Persentase Kolonisasi Akar

(41)

Tabel 8. Rataan persentase kolonisasi akar dari setiap perlakuan

Dosis Mikoriza Interval Penyiraman Rata-rata 1 hari sekali 3 hari sekali 5 hari sekali 7 hari sekali

0 g 7,000ab 3,333a 9,000ab 11,667ab 7,750

5 g 30,000c 47,333d 49,333de 58,333def 53,833

10 g 22,000bc 66,667ef 58,333def 55,000def 46,167

15 g 49,333de 54,333def 56,667def 71,333f 54,667

Rata-rata 27,083 44,000 42,250 49,083

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza 15 gr/bibit (M15) dan interval penyiraman 7 hari sekali (P7) merupakan interaksi

dengan persentase kolonisasi akar tertinggi yaitu 71,333 %. Dosis mikoriza 0 gr/bibit (M0) dengan interval penyiraman 3 hari sekali (P3) merupakan interaksi

dengan persentase kolonisasi terendah 3,333 %.

Pembahasan

Pengaruh Inokulasi Mikoriza Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

(42)

miskin hara. Sebagaimana menurut Russell (1973) bahwa mikoriza akan berkembang dengan baik jika kondisi tanah memiliki ketersedian hara yang sedikit, sehingga mikoriza sangat berperan dalam kehidupan tanaman untuk dapat menaikkan luas permukaan pengisapan sistem perakaran.

Pertumbuhan didefinisikan sebagai pembelahan sel (peningkatan jumlah) dan pembesaran sel (peningkatan ukuran) yang meliputi peningkatan berat kering, tinggi tanaman, volume, dan luas daun. Sedangkan perkembangan merupakan proses lanjutan dari pertumbuhan dimana tanaman membentuk bunga dan membentuk buah serta biji (Gardner, 1991). Hasil analisis sidik ragam (Lampiran 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7) menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman dan persen kolonisasi akar. Sedangkan inokulasi mikoriza tidak berpengaruh nyata terhadap peetambahan tinggi, diameter, total luas daun, rasio tajuk akar dan bobot kering total bibit.

Inokulasi mikoriza berpengaruh nyata terhadap serapan P tanaman. Dosis mikoriza 15 gr/bibit memberikan rataan serapan P tanaman tertinggi akan tetapi dari hasil uji lanjut jarak berganda Duncan, dosis 15 gr/bibit tidak berbeda nyata dengan dosis lainnya yaitu 10 gr/bibit dan 5 gr/bibit. Dosis terendah merupakan yang tidak diberikan mikoriza sama sekali yakni dosis mikoriza 0 gr/bibit. Hal ini sesuai dengan Bolan (1991) yang menyatakan bahwa pelarutan fosfor tanah dapat ditingkatkan dengan adanya mikoriza karena mikoriza mampu melepaskan asam-asam organik dan enzim fosfatase.

(43)

peranan mikoriza dalam penyediaan hara P. Ini juga senada dengan pernyataan Tinker (1975) bahwa pemberian mikoriza membuat hifa dalam tanah mengabsorpsi P dan mengangkutnya ke akar-akar yang dikolonisasi, dimana P ditransfer ke inang bermikoriza, sehingga meningkatnya volume tanah yang dapat dijangkau oleh sistem perakaran tanaman. Dengan meningkatnya unsur hara P di dalam tanah, diharapkan tanaman mampu menyerap lebih banyak, sehingga keragaan tanaman menjadi lebih baik dan diharapkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap serangan patogen akar. Mikoriza selain juga mampu meningkatkan penyerapan unsur hara lainnya seperti Ca, Mg, K, Zn, dan Cu, meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan dan melindungi tanaman dari keracunan logam-logam berat, sehingga tanaman mampu hidup pada kondisi yang tidak menguntungkan tersebut.

(44)

seperti ini tumbuhan cenderung memanfaatkan mikoriza sebagai salah satu cara untuk mendapat unsur hara dari dalam tanah.

(45)

Pengaruh Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

Hasil sidik ragam menunjukkan interval penyiraman berpengaruh nyata terhadap rataan pertambahan tinggi, diameter batang, rasio tajuk akar, bobot kering total dan persen kolonisasi akar (Lampiran 1,2,4,5,6,7). Interval penyiraman tidak berpengaruh nyata terhadap total luas daun dan serapan P tanaman bibit suren.

Air mempunyai fungsi yang sangat penting bagi tanaman. Salah satu fungsi air bagi tanaman adalah untuk mengatur suhu tubuh tanaman melalui proses transpirasi. Ketika menerima sinar matahari, tanaman dapat membuat makanan melalui proses fotosintesis. Namun, demikian selain memberikan manfaat bagi tanaman melalui proses fotosintesis, air juga berperan dalam penyerapan unsur hara melalui penyerapan akar. Unsur hara yang dibutuhkan oleh bibit suren terlarut dalam larutan tanah dan bergerak bersama air yang kemudian diserap oleh akar dan ditransfer keseluruh bagian tanaman. Menurut Kramer (1980) air yang dapat diserap oleh tanaman adalah air yang terletak antara keadaan kapasitas lapangan dan keadaan layu permanen. Kandungan air pada keadaan tersebut disebut air tersedia bagi tanaman.

Hasil dari uji jarak berganda Duncan pada parameter pertumbuhan tinggi, diameter, rasio tajuk akar, dan total bobot kering menunjukkan bahwa perlakuan penyiraman bibit suren dengan interval 3 hari sekali (P3) merupakan interval

penyiraman dengan hasil tertinggi akan tetapi tidak berbeda nyata dengan interval penyiraman 1 hari sekali (P1). Peningkatan interval penyiraman dari setiap hari

(46)

karena meskipun dalam kondisi kekurangan air akar masih dapat berkembang dengan baik. Saat mengalami kekurangan air, akar akan berusaha menjangkau air dan unsur hara yang ada di dalam tanah sehingga akar dapat mengalami pemanjangan dan perluasan. Levitt (1980) dalam Muis etal., (2013) menjelaskan bahwa pemanjangan akar pada kondisi cekaman kekeringan dimungkinkan karena tanaman memiliki mekanisme pengaturan perbandingan pertumbuhan tajuk akar

(root and shoot ratio). Pada kondisi cekaman kekeringan tanaman akan

meningkatkan laju pertumbuhan akar. Mekanisme ini dilakukan untuk mencegah besarnya kehilangan air dari tanaman, sebab untuk perpanjangan akar diperlukan lebih sedikit air dibandingkan pemanjangan pucuk yang akan memperbesar proses respirasi dengan pembentukan daun.

Rataan pertambahan tinggi, diameter, dan total luas daun bibit suren yang mengalami cekaman kekeringan lebih kecil dibandingkan dengan yang tidak mengalami cekaman kekeringan. Cekaman kekeringan yang terjadi pada bibit suren dengan penyiraman 5 hari sekali (P5) dan 7 hari sekali (P7) menghasilkan

rataan pertambahan total luas daun lebih kecil dibanding yang lain. Hal ini disebabkan tanaman harus beradaptasi dengan lingkungan yang kering dengan cara menggugurkan daunnya untuk mengurangi penguapan pada tanaman.

Sewaktu terjadi cekaman kekeringan, tanaman akan mengalami perubahan morfologi pada akar dan tajuk. Pada interval penyiraman 7 hari sekali (P7) akar

(47)

Rataan rasio tajuk akar bibit suren mengalami penurunan. Semakin besar interval penyiraman semakin kecil rasio tajuk akar yang dihasilkan. Hal ini menurut Sitompul dan Guritno (1995) jika tanaman dalam kondisi kekurangan air dan unsur hara, tanaman akan membentuk akar lebih banyak yang bertujuan untuk meningkatkan serapan air, sehingga menghasilkan rasio tajuk akar yang rendah. Dalam hal ini bobot kering akar lebih besar dibandingkan dengan bobot kering tajuk. Bobot kering akar meningkat seiring dengan semakin luas pertumbuhan akar untuk menyerap unsur hara maupun air pada kondisi lingkungan yang kekurangan air. Hal inilah yang menyebabkan bobot kering akar semakin meningkat dan bobot kering tajuk menurun pada interval penyiraman 7 hari sekali.

Pengaruh Inokulasi Mikoriza Dan Interval Penyiraman Terhadap Pertumbuhan Bibit Suren

Interaksi antara inokulasi mikoriza dan interval penyiraman pada penelitian ini tidak memberikan pengaruh nyata terhadap parameter pertumbuhan. Hal ini terlihat dari hasil sidik ragam yang menunjukkan tidak terjadi interaksi yang nyata antara inokulasi mikoriza dengan interval penyiraman terhadap rataan untuk parameter pertumbahan tanaman. Interaksi kedua perlakuan hanya berpengaruh nyata terhadap persentase kolonisasi akar bibit suren.

Hasil sidik ragam rataan persentase kolonisasi akar (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi M15P7 yaitu antara dosis mikoriza 15 gr/bibit dan

(48)

M0P3, dengan dosis 0 gr/bibit dan interval penyiraman 3 hari sekali sebesar

3,333%.

Tingkat kolonisasi akar merupakan prasyarat cendawan mikoriza arbuskula pada tanaman inang. Tingkat kolonisasi di lapangan tergantung pada tanaman inang, kondisi tanah serta spesies cendawan mikoriza arbuskula (CMA). Persentase kolonisasi juga tergantung kepada kepadatan akar tanaman. Lebih jauh dikatakan bahwa tingkat kolonisasi memberikan gambaran seberapa besar pengaruh luar terhadap hubungan akar dan CMA (Zarate dan de La Cruz, 1995).

Interaksi mikoriza dan interval penyiraman (M15P7) memberikan

pengaruh nyata terhadap persen kolonisasi akar bibit suren, dari data sidik ragam (Lampiran 7) dapat dilihat bahwa rataan persen kolonisasi untuk dosis mikoriza 15 gr/bibit berbeda nyata dengan pemberian dosis 0 gr/bibit, juga pada rataan interval penyiraman 7 hari sekali berbeda nyata dengan persen kolonisasi pada interval penyiraman 1 hari sekali, ini menunjukkan karena media tumbuh yang kurang subur serta adanya cekaman kekeringan yang terjadi yang membuat pertumbuhan mikoriza meningkat. Hal ini sesuai dengan Gianinazzi Pearson dan Diem (1982) dalam Nurhayati (2012) bahwa faktor lingkungan tanah yang mempengaruhi CMA terutama bahan organik dan residu akar, unsur hara, pH, suhu, serta kadar air tanah. Hal senada juga yang dikemukakan Becerra et al., (2005) dalam Muis et al., (2013) bahwa kandungan C(>2%) dan P yang tinggi akan menghambat pertumbuhan hifa propagul, perkecambahan spora, dan inisiasi kolonisasi akar.

(49)

51-75% berada pada kategori persentase infeksi tinggi, pada kisaran 26-50% berada pada kategori persentase sedang. Widiastuti et al., (2005) menyatakan semakin tinggi jumlah spora yang tumbuh. Maka kesempatan untuk menginfeksi akar akan semakin besar. Selanjutnya Sanders dan Sheikh (1983) dalam

Sukmawati (2011) menjelaskan bahwa infeksi akar dipengaruhi oleh kerapatan propagul, perkecambahan spora, kecepatan pertumbuhan hifa di media, dan kecepatan pertumbuhan akar tanaman.

Gambar 10 menunjukkan adanya infeksi mikoriza dan ditemukannya spora di akar bibit suren, sehingga akar bibit suren yang mengalami cekaman kekeringan menghasilkan spora yang lebih banyak dibandingkan yang tidak mengalami cekaman kekeringan.

Spora Hifa

(a) (b)

(50)

memungkinkan hifa menyusup ke pori-pori tanah yang paling kecil (mikro). Sehingga hifa mampu menyerap air pada kondisi kadar air tanah yang sangat rendah. Pengaruh positif inokulasi mikoriza diterima oleh bibit hingga mampu bertahan hidup meskipun terjadi cekaman kekeringan hingga 5 hari bahkan 7 hari lamanya.

(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Inokulasi cendawan mikoriza arbuskula secara umum tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit suren melainkan hanya pada parameter rataan serapan P tanaman dan persentase kolonisasi akar.

2. Interval penyiraman berpengaruh terhadap tinggi, diameter, total luas daun, rasio tajuk akar berat kering total dan persentase kolonisasi akar.

3. Interaksi dosis mikoriza dan interval penyiraman hanya berpengaruh nyata pada persentase kolonisasi akar bibit suren.

4. Untuk efisiensi dalam penghematan penyiraman bibit di pembibitan maka penyiraman 3 hari sekali dapat diterapkan.

Saran

1. Perlu dilakukan pencatatan suhu dan kelembaban harian sebagai data pendukung.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraeni, L. 2011. Pengaruh Pemberian Mikoriza Indigenous dan Rhizobium pada Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea) [Skripsi]. ITS. Surabaya. Bolan, N. S. 1991. A Critical Review on The Role of Mycorhizal Fungi in The

Uptake of Phosphorus by Plant. Plant and Soil 134:189-207.

BPTH. 2006. Teknik Produksi Bibit Bermikoriza. Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Jawa dan Madura Departemen Kehutanan. Sumedang. Chang, S., J. D. Puryear, M. A. D. L. Dias, E. A. Funkhouser, R. J. Newton, and J.

Carney. 1996. Gene expression under Water defisit Ni Loblolly Pine. Physiol. Plant 97:139-148.

Delvian. 2006. Pengaruh cendawan mikoriza arbuskula dan naungan terhadap pertumbuhan bibit kayu manis (Cinnamomum burmanni BL.). Peronema 2(1):8-12.

Departemen Kehutanan. 2002. Buku Pedoman Kehutanan Indonesia. Jakarta

Fakuara, Y. 1988. Mikoriza. Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Fitriyah, E. 2012. Pengaruh Mikoriza dan Umur Benih Terhadap Derajat Infeksi, Serapan P, Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryzasativa L.) dengan Metoda SRI (System of Rice Intensification). Jurnal UNSIKA Vol.10 No.22 Mei 2012:1-11.

Foth, H. D. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Edisi Keenam terjemahan Soenartono Adisoemartono. Erlangga. Jakarta.

Gardner, F. P., R. B. Pearce, dan R. L. Mitchell. 1985. Physiology of drop plants. The Iowa University Press. USA.

Gardner, F. P., R. B, Pearce dan R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI Press. Jakarta.

Gianinazzi-Pearson, V dan H. G. Diem. 1982. Endomycorrhizae in The Tropical Soil. In Y. R. Dommergues and H. G, Diem (eds). Microbiology of Tropical Soil and Plant Productivity. Dr. W. Junk Pub. London.

Gomez, K. A dan A. A. Gomez. 1995. Prosedur Statistika untuk Penelitian

Pertanian. Diterjemahkan oleh E. Syamsudin dan J. S. Baharsyah. UI Press. Jakarta.

(53)

INVAM. 2004. Form Versus Function,, with a Focus on Levels of Taxonomic Resolution.http://INVAM.CAF.MVU.Edu/Fungi/Taxonomy/Concepts/Scu tsw.JPG[27Februari 2012]

Islami, T.dan Wani, H. U. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP Semarang Press, Semarang.

Kilham, K. 1994. Soil Ecology. Cambridge University Press. dalam Skripsi: Kajian Deskriptif Pemanfaatan Cendawan Mikoriza-Vasikular Arbuskular Untuk Pertumbuhan Kayu Mangium (Acacia mangium Wild.). Mariam, T. A. 2005.

Kothari, S.K., H. Marschner, and E. George. 1990. Effects of VA-mycorhizal fungi and rhizosphere microorganism on root and shoot morphology, growth and water relations in maize. New Phytol. 116: 303-311.

Kramer, P. J. 1980. Plant and solo Water relationship; A modern synthesis. Tata Mc Graw Hill. Pub. Co. New Delhi. 482p.

Levitt, J. 1980. Response of Plants to Environmental Stresses. Academic Press, New York.

Lucia, Y., Sudirman Y., Fakuara M. Y. 1998. Efisiensi Pemberian Air Pada Bibit Kakao Yang Diinokulasi Cendawan Mikoriza. Buletin Agronomi 26

Manan, S. 1993. Pengaruh Mikoriza Pada Pertumbuhan Semai Pinus merkusii di Persemaian. Kuliah Silvikultur Umum. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Mandang, V. I. dan I. K. N. Pandit. 1997. Pedoman Indentifikasi Jenis Kayu di

Lapangan. Pusat Diklat Pegawai dan Sumber Daya Manusia Kehutanan. Yayasan PROSEA Indonesia. Bogor.

Mariam, T. A. 2005. Kajian Deskriptif Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Vasikular Arbuskular Untuk Pertumbuhan Kayu Mangium (Acacia

mangium Willd.) [Skripsi]. Program Studi Budidaya Hutan. Departemen

Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan.

Marschner, H. 1995. Mineral Nutrition of Higher Plant. Academic Press. London. Maryadi, F. 2002. Studi Keanekaragaman CMA pada Bawah Tegakan Klonal Jati.

Skripsi. Manajemen Hutan Fahutan. IPB. Bogor.

Muis, A. D. Indradewa, J. Widada. 2013. Pengaruh Inokulasi Mikoriza terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) pada Berbagai Interval Penyiraman. Jur. Vegetalika Vol.2 No.2.2013:7-20.

(54)

Rahayu, M. 2005. Potensi Inokulum Rhizobium Phaseoli dan Mikoriza (Glomus etunicatum) Terhadap Pertumbuhan Kacang Hijau (Vigna radiate) pada Lahan Pesisir [Skripsi]. ITS. Surabaya.

Rao, N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi Kedua. Penerbit UI Press. Jakarta. dalam Skripsi: Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Meningkatkan Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Lahan Kritis. Simorangkir, S. D. 2008.

Richard, B. N. 1987. The Microbiology of Terestrial Ecosystem. John Wiley and Sons. New York

Russel, E. W. 1973. Soil Conditions Plant Growth. Longman London. Setiadi, Y. 1989. Pemanfaatan Mikoriza dalam Kehutanan. PAU. Bogor.

Setiadi, Y. I. Mansur, S. W. Budi, dan Ahmad. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Tanah Hutan. Depdikbud, Dirjen Dikti, PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Setiadi, Y. 1998. Aplikasi cendawan mikoriza arbuskula untuk merehabilitasi lahan kritis pasca tambang. Disampaikan dalam workshop cendawan mikoriza arbuskula pada tanaman pertanian, kehutanan, dan perkebunan. Tanggal 5-10 Oktober 1998. PAU Bioteknologi IPB. Bogor.

Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula Dalam Rehabilitasi Lahan Kritis Di Indonesia. Disampaikan Dalam Rangka SeminarPenggunaan Cendawan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis. Bandung 23 April 2001. dalam Skripsi: Keanekaragaman Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) Berdasarkan Ketinggian Tempat. Zebua, H. F. 2008.

Simanungkalit, R. D. M. 2011. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. http://balittanah.litbang.deptan.go.id/dokumentasi/buku/pupuk/pupuk8.pdf. [Diakses 28 April 2012].

Simorangkir, S. D. 2008. Peranan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dalam Meningkatkan Pertumbuhan Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) di Lahan Kritis [Skripsi]. Program Studi Budidaya Hutan. Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian USU. Medan

Sinaga, S. 2008. Asam Abisik Sebuah Mekanisme Adaptasi Tanaman Terhadap Cekaman Kekeringan. http://reseach.merubuana.ac.id [Diakses 15 April 2012].

Sitompul, S. M. dan Guritno, B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

(55)

Subowo, J. Subaga, dan M. Sudjadi. 1990. Pengaruh Bahan Organik Terhadap Pencucian Hara Tanah Ultisol Rangkasbitung. Pemberitaan Penelitian Tanah dan Pupuk, Jawa Barat.

Subramanian, K.S., C. Charest, L.M. Dwyer, dan R.I. Hamilton. 1995. Arbuscular mycorrhizal and water relations in maize under drought stress at tasseling. New Phytol. 129: 643-650.

Suhardi. 1995. Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA). Buletin Foresta/IX. dalam

Skripsi: Kajian Deskriptif Pemanfaatan Cendawan Mikoriza-Vasikular Arbuskular Untuk Pertumbuhan Kayu Mangium (Acacia mangium Wild.). Mariam, T. A. 2005.

Sukmawati. 2011. Respon FMA Terhadap Penambahan Pupuk Organik, Inokulasi FMA dan Varietas Kedelai di Tanah Pasiran (Entisol). Fakultas Pertanian Universitas Nahdlatul Wathan Mataram. NTB.

Sutisna, U., T. Kalima dan Purnadjaja. 1998. Pedoman Pengenalan Pohon Hutan di Indonesia. Disunting oleh Soetjipto, N. W. dan Soekotjo. Yayasan PROSEA Bogor dan Pusat Diklat Pegawai & SDM Kehutanan. Bogor. Sylvia, D.M., dan D.B. Hubbell. 1986. Growth and sporulation of

vesiculararbuscular mycorrhizal fungi in aeroponic and membrane systems. Symbiosis 1: 259-267.

Tinker, P. B. H. 1975. Effects of versicular arbuscular mycorrhiza on higher plants. Symp. Expt. Biol. 29:325-349.

Ulfa, M., Efendi. A. W., dan Edwin, M. 2006. Pengaruh inokulasi mikoriza arbuskula pada tanaman pulai di lahan bekas tambang batubara. Jurnal Penelitian Hutan Tanaman 3(2):101-106.

Wachjar, A., Y. Setiadi, dan T. R. Hastuti. 1998. Pengaruh dosis inoculum cendawan mikoriza arbuskula (Gigaspora rosea) dan pupuk nitrogen terhadap pertumbuhan bibit kopi robusta (Coffee canephora Pierre ex Foechner). Bul. Agronomi 26:1-7.

Widiastuti, H., E. Guhardja, N. Soekarno, L. K. Darusman. D. H. Gunadi, dan S. Smith. 2002. Optimasi simbiosis cendawan mikoriza arbuskula Arcaulospora tuberculata dan diaspora margarita pada bibit kelapa sawit di tanah masam. Menara Perkebunan 70(2):50-57.

Widyati, E. 2007. Formulasi inokulum mikroba: MA, BPF dan rhizobium asal lahan bekas tambang batubara untuk bibit Acacia crassicarpa Cunn. Ex-Benth. Biodiversitas 8(3):238-241.

(56)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit suren. Dosis 3 hari sekali 27,10 26,00 18,20 71,30 23,77 5 hari sekali 21,80 22,10 21,20 65,10 21,70 7 hari sekali 14,90 20,50 19,00 54,40 18,13 10 g 1 hari sekali 19,20 23,20 25,20 67,60 22,53 3 hari sekali 35,80 31,30 23,90 91,00 30,33 5 hari sekali 19,20 23,20 25,20 67,60 22,53 7 hari sekali 18,90 20,10 15,00 54,00 18,00 15 g 1 hari sekali 17,70 27,90 18,70 64,30 21,43 3 hari sekali 21,00 31,80 20,30 73,10 24,37 5 hari sekali 17,70 26,50 19,80 64,00 21,33 7 hari sekali 14,00 25,90 15,60 55,50 18,50

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 15 562,672 37,511 2,088 1,992

Mikoriza 3 82,504 27,501 1,531tn 2,901

Interval penyiraman 3 356,867 118,956 6,622* 2,901

Interaksi 9 123,301 13,700 0,763tn 2,189

Galad 32 574,867 17,965

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada uji F (α= 0,05)

Rataan pertambahan tinggi bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 17,683a

5 hari sekali 20,692ab

3 hari sekali 24,983c

1 hari sekali 23,058bc

(57)

Lampiran 2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit suren.

Perlakuan 15 0,061 0,004 1,111 1,992

Mikoriza 3 0,014 0,005 1,245tn 2,901

Interval penyiraman 3 0,044 0,015 3,975* 2,901

Interaksi 9 0,004 0,000 0,112tn 2,189

Galad 32 0,118 0,004

Total 47

Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan pertambahan diameter bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 0,329a

5 hari sekali 0,369ab

3 hari sekali 0,404b

1 hari sekali 0,401b

(58)

Lampiran 3. Rataan total luas daun dan analisis sidik ragam bibit suren.

0 g 1 hari sekali 507,690 552,182 527,354 1587,226 529,075 3 hari sekali 473,725 440,951 607,401 1522,077 507,359 5 hari sekali 489,416 565,888 479,088 1534,392 511,464 7 hari sekali 450,486 474,321 417,116 1341,923 447,308 5 g 1 hari sekali 519.608 521,991 502,923 1544,522 514,841 3 hari sekali 645,934 568,073 614,551 1828,558 609,519 5 hari sekali 509,875 492,197 714,659 1716,731 572,244 7 hari sekali 443,931 588,622 415,130 1447,683 482,561 10 g 1 hari sekali 566,086 575,025 509,478 1650,589 550,196 3 hari sekali 681,091 525,964 647,126 1854,181 618,06 5 hari sekali 495,772 506,896 600,647 1603,315 534,438 7 hari sekali 526,758 422,678 506,101 1455,537 485,179 15 g 1 hari sekali 553,374 609,784 533,909 1697,067 565,689 3 hari sekali 428,637 692,016 419,498 1540,151 513,384 5 hari sekali 461,609 504,512 408,575 1374,696 458,232 7 hari sekali 461,211 689,632 403,212 1554,055 518,018

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 15 117056,711 7803,781 1,319 1,992

Mikoriza 3 17053,470 5684,490 0,961tn 2,901

Interval penyiraman 3 49634,008 16544,669 2,796tn 2,901 Interaksi 9 50369,234 5596,582 0,946tn 2,189

Galad 32 189324,729 5916,398

(59)

Lampiran 4. Rataan rasio tajuk akar dan analisis sidik ragam bibit suren.

Perlakuan 15 0,208 0,140 1,032 1,992

Mikoriza 3 0,014 0,005 0,357tn 2,901

Interval penyiraman 3 0,124 0,041 3,085* 2,901

Interaksi 9 0,069 0,008 0,572tn 2,189

Galad 32 0,430 0,013

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan rasio tajuk akar bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 0,875a

5 hari sekali 0,904ab

3 hari sekali 0,994b

1 hari sekali 0,984b

(60)

Lampiran 5. Rataan bobot kering total dan analisis sidik ragam bibit suren.

Interval penyiraman 3 51,377 15,494 3,923* 2,901

Interaksi 9 7,970 0,724 0,203tn 2,189

Galad 32 139,700 5,118

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan bobot kering total bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 9,367a

5 hari sekali 10,033a

3 hari sekali 12,142b

1 hari sekali 10,850ab

(61)

Lampiran 6. Rataan serapan P tanaman dan analisis sidik ragam bibit suren.

Mikoriza 3 26,367 8,789 4,638* 2,901

Interval penyiraman 3 0,259 0.086 0,046tn 2,901

Interaksi 9 3,542 0,394 0,208tn 2,189

Galad 32 60,634 1,895

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan serapan P tanaman bibit suren pada pemberian dosis mikoriza

Pelakuan Rataan

0 g 3,211a

5 g 4,588b

10 g 4,961b

15 g 5,067b

(62)

Lampiran 7. Rataan persentase kolonisasi dan analisis sidik ragam bibit suren.

Perlakuan 15 23750,146 1583,343 16,369 1,992

Mikoriza 3 18107,063 6035,688 62,398* 2,901

Interval penyiraman 3 3210,062 1070,021 11,062* 2,901 Interaksi 9 2433,021 270,336 2,795* 2,189

Galad 32 3095,333 96,729

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan persentase kolonisasi akar bibit suren pada pemberian dosis mikoriza

Pelakuan Rataan

0 g 7,750a

5 g 53,833b

10 g 46,167b

15 g 54,667b

(63)

Rataan persentase kolonisasi akar bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Rataan persentase kolonisasi akar bibit suren pada interaksi inokulasi Mikoriza dan interval penyiraman

(64)
(65)
(66)
(67)

Lampiran 10. Pertumbuhan Bibit dari Taraf Dosis Pemberian Mikoriza terhadap Interval Penyiraman

M0P1 M0P3 M0P5 M0P7 M5P1 M5P3 M5P5 M5P7 M10P1 M10P3 M10P5 M10P7 M15P1 M15P3 M15P5 M15P7

Lampiran 11. Pertumbuhan Bibit dari Interval Penyiraman terhadap Dosis Pemberian Mikoriza

(68)

LAMPIRAN

Lampiran 1. Rataan pertambahan tinggi dan analisis sidik ragam bibit suren. Dosis 3 hari sekali 27,10 26,00 18,20 71,30 23,77 5 hari sekali 21,80 22,10 21,20 65,10 21,70 7 hari sekali 14,90 20,50 19,00 54,40 18,13 10 g 1 hari sekali 19,20 23,20 25,20 67,60 22,53 3 hari sekali 35,80 31,30 23,90 91,00 30,33 5 hari sekali 19,20 23,20 25,20 67,60 22,53 7 hari sekali 18,90 20,10 15,00 54,00 18,00 15 g 1 hari sekali 17,70 27,90 18,70 64,30 21,43 3 hari sekali 21,00 31,80 20,30 73,10 24,37 5 hari sekali 17,70 26,50 19,80 64,00 21,33 7 hari sekali 14,00 25,90 15,60 55,50 18,50

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 15 562,672 37,511 2,088 1,992

Mikoriza 3 82,504 27,501 1,531tn 2,901

Interval penyiraman 3 356,867 118,956 6,622* 2,901

Interaksi 9 123,301 13,700 0,763tn 2,189

Galad 32 574,867 17,965

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada uji F (α= 0,05)

Rataan pertambahan tinggi bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 17,683a

5 hari sekali 20,692ab

3 hari sekali 24,983c

1 hari sekali 23,058bc

(69)

Lampiran 2. Rataan pertambahan diameter dan analisis sidik ragam bibit suren.

Perlakuan 15 0,061 0,004 1,111 1,992

Mikoriza 3 0,014 0,005 1,245tn 2,901

Interval penyiraman 3 0,044 0,015 3,975* 2,901

Interaksi 9 0,004 0,000 0,112tn 2,189

Galad 32 0,118 0,004

Total 47

Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan pertambahan diameter bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 0,329a

5 hari sekali 0,369ab

3 hari sekali 0,404b

1 hari sekali 0,401b

(70)

Lampiran 3. Rataan total luas daun dan analisis sidik ragam bibit suren.

0 g 1 hari sekali 507,690 552,182 527,354 1587,226 529,075 3 hari sekali 473,725 440,951 607,401 1522,077 507,359 5 hari sekali 489,416 565,888 479,088 1534,392 511,464 7 hari sekali 450,486 474,321 417,116 1341,923 447,308 5 g 1 hari sekali 519.608 521,991 502,923 1544,522 514,841 3 hari sekali 645,934 568,073 614,551 1828,558 609,519 5 hari sekali 509,875 492,197 714,659 1716,731 572,244 7 hari sekali 443,931 588,622 415,130 1447,683 482,561 10 g 1 hari sekali 566,086 575,025 509,478 1650,589 550,196 3 hari sekali 681,091 525,964 647,126 1854,181 618,06 5 hari sekali 495,772 506,896 600,647 1603,315 534,438 7 hari sekali 526,758 422,678 506,101 1455,537 485,179 15 g 1 hari sekali 553,374 609,784 533,909 1697,067 565,689 3 hari sekali 428,637 692,016 419,498 1540,151 513,384 5 hari sekali 461,609 504,512 408,575 1374,696 458,232 7 hari sekali 461,211 689,632 403,212 1554,055 518,018

Analisis sidik ragam

Sumber Keragaman db JK KT Fhit Ftabel

Perlakuan 15 117056,711 7803,781 1,319 1,992

Mikoriza 3 17053,470 5684,490 0,961tn 2,901

Interval penyiraman 3 49634,008 16544,669 2,796tn 2,901 Interaksi 9 50369,234 5596,582 0,946tn 2,189

Galad 32 189324,729 5916,398

(71)

Lampiran 4. Rataan rasio tajuk akar dan analisis sidik ragam bibit suren.

Perlakuan 15 0,208 0,140 1,032 1,992

Mikoriza 3 0,014 0,005 0,357tn 2,901

Interval penyiraman 3 0,124 0,041 3,085* 2,901

Interaksi 9 0,069 0,008 0,572tn 2,189

Galad 32 0,430 0,013

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan rasio tajuk akar bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 0,875a

5 hari sekali 0,904ab

3 hari sekali 0,994b

1 hari sekali 0,984b

(72)

Lampiran 5. Rataan bobot kering total dan analisis sidik ragam bibit suren.

Interval penyiraman 3 51,377 15,494 3,923* 2,901

Interaksi 9 7,970 0,724 0,203tn 2,189

Galad 32 139,700 5,118

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan bobot kering total bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Pelakuan Rataan

7 hari sekali 9,367a

5 hari sekali 10,033a

3 hari sekali 12,142b

1 hari sekali 10,850ab

(73)

Lampiran 6. Rataan serapan P tanaman dan analisis sidik ragam bibit suren.

Mikoriza 3 26,367 8,789 4,638* 2,901

Interval penyiraman 3 0,259 0.086 0,046tn 2,901

Interaksi 9 3,542 0,394 0,208tn 2,189

Galad 32 60,634 1,895

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan serapan P tanaman bibit suren pada pemberian dosis mikoriza

Pelakuan Rataan

0 g 3,211a

5 g 4,588b

10 g 4,961b

15 g 5,067b

(74)

Lampiran 7. Rataan persentase kolonisasi dan analisis sidik ragam bibit suren.

Perlakuan 15 23750,146 1583,343 16,369 1,992

Mikoriza 3 18107,063 6035,688 62,398* 2,901

Interval penyiraman 3 3210,062 1070,021 11,062* 2,901 Interaksi 9 2433,021 270,336 2,795* 2,189

Galad 32 3095,333 96,729

Total 47 Keterangan : tn = pengaruh tidak nyata pada taraf uji F (α = 0,05).

Rataan persentase kolonisasi akar bibit suren pada pemberian dosis mikoriza

Pelakuan Rataan

0 g 7,750a

5 g 53,833b

10 g 46,167b

15 g 54,667b

(75)

Rataan persentase kolonisasi akar bibit suren pada perlakuan interval penyiraman

Keterangan : Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama, tidak berbeda nyata pada uji jarak Duncan (DMRT) pada taraf 5 %.

Rataan persentase kolonisasi akar bibit suren pada interaksi inokulasi Mikoriza dan interval penyiraman

(76)
(77)
(78)
(79)

Lampiran 10. Pertumbuhan Bibit dari Taraf Dosis Pemberian Mikoriza terhadap Interval Penyiraman

M0P1 M0P3 M0P5 M0P7 M5P1 M5P3 M5P5 M5P7 M10P1 M10P3 M10P5 M10P7 M15P1 M15P3 M15P5 M15P7

Lampiran 11. Pertumbuhan Bibit dari Interval Penyiraman terhadap Dosis Pemberian Mikoriza

(80)

Lampiran 11. Kriteria penilaian sifat kimia tanah Staf Pusat Penelitian Tanah Bogor (1983).

Sifat kimia tanah Nilai Kriteria

pH tanah ≤4 Sangat masam

C-organik (%) <1,00 Sangat rendah

1,00-2,00 Rendah

2,01-3,00 Sedang

3,01-5,00 Tinggi

>5,00 Sangat tinggi

P-tersedia (ppm) < 8,0 Sangat rendah

8,0-15 Rendah

16-25 Sedang

26-35 Tinggi

>35 Sangat tinggi

Lampiran 12. Kriteria Persentase Kolonisasi Akar (Setiadi et al., 1992)

No. Persentase kolonisasi (%) Keterangan

1 0 – 25 Rendah

2 26 – 50 Sedang

3 51 – 75 Tinggi

Gambar

Gambar 1. Pohon Suren (Toona sureni)
Tabel 1. Analisis kimia tanah ultisol asal Simalingkar B
Tabel 2. Rata-rata pertambahan tinggi bibit suren 12 mst.
Tabel 3. Rata-rata pertambahan diameter bibit suren 12 mst.
+6

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mempercepat pengembalian asset ( asset recovery ) perlu dibentuk suatu lembaga di bawah struktur Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang bertugas untuk

Penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Chemsketch dalam penulisan struktur kimia pada metode resitasi terhadap

Setelah melakukan proses analisa dan telah dituangkan pada bab sebelumnya, berdasarkan analisis framing Robert N Entman, serta pemanadan berdasarkan pandangan

PERNYATAAN Ketika saya dikuasai oleh amarah, saya menentang banyak nasehat dari orang lain Ketika marah, saya ingin berkelahi dengan orang lain Orang terdekat menjadi sasaran

The fact that triphenyltin(IV) chlorobenzoate derivative have shown the highest anticorrosion ability was in line with other data relating to the number of carbon atom present in

Hal tersebut berarti koefisien korelasi variabel peran orang tua dalam pendidikan seks tentang kehamilan dengan sikap terhadap seks bebas pada remaja kelas XI di SMAN 2

 Energi getaran yang diserap DVA tipe dual-beam dapat dijadikan sebagai sumber energi listrik daya rendah, yakni dengan menambahkan material piezoelectric, PZT yang

Dalam penelitian ini dilakukan studi doping poli(3-heksil tiofen) dengan menggunakan dopant perklorat (HClO 4 ) dan dianalisis pengaruhnya terhadap konduktivitas dan struktur