SKRIPSI
Oleh : Rina Gahayu
20100210038
Program Studi Agroteknologi
Kepada
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
i
PENGARUH KONSENTRASI KMnO4 TERHADAP UMUR SIMPAN CABAI MERAH KERITING (Capsicum annuum L.)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Pertanian
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi
Sebagian Dari Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana Pertanian
Oleh: Rina Gahayu 20100210038
Program Studi Agroteknologi
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA
ii terselesaikanya skripsi ini.
2. Kepada orang tua yang selalu memberikan dukungan dan selalu mendo’akan
untuk kelancaran tugas akhir.
3. Adek-adek tercinta yang selalu memberikan semangat.
4. Seluruh keluarga besar yang juga ikut mendukung.
5. Sahabat-sahabat yang ikut memotivasi dan membantu dalam penelitian.
6. Teman-teman Agroteknologi 2010 yang memiliki rasa kekeluargaan yang
tinggi.
7. Seluruh dosen, staff dan karyawan FP UMY yang telah membantu dan
vi
E. Parameter Penelitian... 22
vii
C. Pengaruh KMnO4 Terhadap Warna Buah ... 33
D. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah ... 34
E. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kadar Vitamin C ... 37
F. Pengaruh KMnO4 Terhadap Total Asam Tertitrasi ... 39
G. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kadar Gula Reduksi ... 41
H. Pengaruh KMnO4 Terhadap Uji Mikrobiologis ... 41
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 47
A. Kesimpulan ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
viii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 terhadap Susut Berat, Kekerasan,
Kadar Vitamin C, Kesegaran, Warna, Total Asam Tertitrasi, Kadar
Gula Reduksi pada hari ke 21 ... 30
2. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis Pengenceran NA... 42
ix
1. Diagram Alir Penelitian ... 20
2. Pengaruh KMnO4 Terhadap Susut Berat ... 31
3. Pengaruh KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah ... 35
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Layout Penelitian ... 52
2. Perhitungan Konsentrasi KMnO4 ... 53
3. Tabel Sidik Ragam ... 54
xii
The research was conducted in the Post-harvest Laboratory of Agricultural Faculty, University of Muhammadiyah Yogyakarta, October 2016.
The research was compiled in a Completely Randomized Design (RAL), with a single factor that is KMnO4 treatment appswhich consist of 4 treatments with 3 replications (3 times
trial). The treatments were consist of: KMnO4 applications with 0% concentrations, KMnO4
applicatios with 0.05% concentrations, KMnO4 applications with 0.10% concentrations, and
KMnO4 applications with 0.15% concentrations.
The results showed that there was positive effect in concentration of KMnO4 towards
the shelf life of curly red chili peppers, 0,10 % of KMnO4 concentration was the best
concentration to extend the shelf life of curly red chilies (Capsicum annuum L).
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk salah satu komoditas sayuran
yang mempunyai nilai ekonomis tinggi sehingga cukup luas diusahakan oleh
petani. Manfaat dan kegunaan cabai tidak ditemui dengan komoditas lain,
sehingga konsumen akan tetap membutuhkannya. Cabai mengandung capsaisin,
dihidrocapcaisin, vitamin (A dan C), zat warna kapsantin, karoten, kapsarubin,
zeasantin, kriptosantin, clan lutein. Selain itu, juga mengandung mineral, seperti
zat besi, kalium, kalsium, fosfor, dan niasin. Zat aktif capcaisin berkhasiat sebagai
stimulan. Jika seseorang mengonsumsi capcaisin terlalu banyak akan
mengakibatkan rasa terbakar di mulut dan keluarnya air mata (Priyadi,2015).
Buah cabai dapat dimanfaatkan untuk banyak keperluan, baik untuk masak
memasak maupun ramuan obat tradisional. Manfaat cabai merah antara lain:
mengobati rematik, mengobati bisul, mencegah stroke, mengatasi katarak,
mengobati sariawan, dan menambah nafsu makan. Cabai menghasilkan vitamin C
(lebih banyak daripada jeruk) dan provitamin A (lebih banyak daripada wortel)
yang sangat diperlukan bagi tubuh (Fransiska, 2015).
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) tahun
2007-2011 dalam Beranda Inovasi (2013), beberapa komoditas hortikultura yang paling
banyak dikonsumsi adalah cabai merah (14.965/ons/kapita/tahun) dan cabai rawit
(12.097/ons/kapita/tahun). Kebutuhan cabai untuk kota-kota besar yang
Pada musim hajatan atau hari besar keagamaan, kebutuhan cabai biasanya
meningkat sekitar 10-20% dari kebutuhan normal. Tingkat produktivitas cabai
secara nasional selama 5 tahun terakhir sekitar 6 t/ha (BPS, 2015). Pada musim
tertentu (musim hujan dan musim hajatan/ perayaan hari besar) biasanya harga
cabai meningkat tajam sehingga memengaruhi tingkat inflasi (Saptana et al. 2012;
Julianto 2014). Mengutip data Kementerian Pertanian (Kementan) produksi cabai
nasional tahun ini minimal (proyeksi pesimistis) mencapai 855.000 ton atau lebih
besar dari total kebutuhan konsumsi tahun ini yang mencapai sekitar 799.000 ton.
Itu artinya Indonesia masih surplus 56.000 ton cabai tahun ini. Di tahun 2013 dari
total target produksi cabai sebesar 1,47 juta ton tetapi realisasinya jauh lebih
besar, yaitu 1,72 juta ton. Produksi tersebut terdiri dari 1,03 juta ton cabai keriting
dan cabai merah besar, serta 689 ribu ton cabai rawit hijau dan rawit
(http://finance.detik.com/2014).
Keberhasilan usahatani tanaman cabai merah keriting, selain dipengaruhi
teknik budidaya yang tepat dan baik, juga dipengaruhi oleh penanganan pada saat
panen dan pasca panen. Berdasarkan hal ini, maka perlu dilakukan proses pasca
panen yang baik, agar umur simpan cabai merah keriting menjadi lebih panjang.
Menurut Purwanto et al (2013), penggunaan suhu rendah yang sesuai dapat
mempertahankan kesegaran cabai 2-3 minggu. Menurut Aditama (2014), kalium
permanganat (KMnO4) adalah salah satu jenis bahan yang dapat menyerap
kandungan etilen di udara untuk memperpanjang masa simpan buah. Kalium
permanganat akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen glikol
3
berbentuk cairan sehingga memerlukan bahan penyerap (absorbers).Bahkan pada
penggunaan KMnO4, bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4
bersifat racun sehingga dalam aplikasinya tidak disarankan untuk kontak langsung
dengan bahan pangan. Bahan penyerap yang baik harus bersifat inert (tidak
bereaksi) dan mempunyai permukaan yang luas. Menurut Febrianto (2009) di
dalam proses ini terjadi perubahan warna KMnO4, dari ungu menjadi coklat yang
menandakan proses penyerapan etilen.
Menurut Aditama (2014) bahwa penggunaan KMnO4 konsentrasi 1% dapat
memperpanjang umur simpan buah alpukat yang diberi perlakuan bahan penyerap
etilen mampu bertahan 6-7 hari. Dengan dasar penelitian tersebut diharapkan
penelitian mengenai berbagai konsentrasi KMnO4 terhadap umur simpan cabai
merah keriting (Capsicum annuum L.) dapat menjadi solusi sebagai bahan kimia
dalam memperpanjang umur simpan cabai merah keritng dengan konsentrasi
terbaik.
B. Rumusan Masalah
Buah cabai merah keriting merupakan produk hortikultura yang mudah
rusak sehingga tidak dapat disimpan untuk waktu yang lama. Jika tidak
didistribusikan segera, cabai akan mengalami kerusakan baik kualitas maupun
kuantitas. Secara fisiologi, setelah dipanen cabai merah keriting tetap melakukan
kegiatan metabolisme seperti respirasi dimana laju respirasi ini tergantung dari
kondisi lingkungannya. Buah cabai merah keriting yang disimpan pada suhu yang
lebih rendah dapat menyebabkan produk menjadi lunak, munculnya bintik dan
jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara untuk
memperpanjang masa simpan buah adalah Kalium permanganat (KMnO4).
Kalium permanganat akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen
glikol dan mangandioksida.
Menurut Aditama (2014) bahwa penggunaan KMnO4 1% dapat
memperpanjang umur simpan buah alpukat yang diberi perlakuan bahan penyerap
etilen mampu bertahan 6-7 hari. Dengan dasar penelitian tersebut diharapkan
penelitian mengenai berbagai konsentrasi KMnO4 terhadap umur simpan cabai
merah (Capsicum annuum L.) dapat menjadi solusi sebagai bahan kimia dalam
memperpanjang umur simpan Cabai Merah dengan konsentrasi terbaik.
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap umur simpan Cabai
Merah Keriting.
2. Mendapatkan konsentrasi KMnO4 terbaik untuk memperpanjang umur
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Cabai Merah Keriting
Cabai Merah Keriting (Capsicum annum L.) merupakan tanaman perdu dari
family terong-terongan. Cabai berasal dari benua Amerika tepatnya daerah Peru
dan menyebar ke Negara-negara benua Amerika, Eropa dan Asia termasuk
Indonesia (Miskun, 2013). Cabai merah keriting merupakan tanaman musiman
yang berkayu, tumbuh di daerah dengan iklim tropis. Tanaman ini dapat tumbuh
dan berkembang biak didataran tinggi maupun dataran rendah. Hampir semua
jenis tanah yang cocok untuk budidaya tanaman pertanian, cocok pula bagi
tanaman cabai merah keriting. Untuk mendapatkan kuantitas dan kualitas hasil
yang tinggi, cabai merah keriting cocok dengan tanah yang subur, gembur, kaya
akan organik, tidak mudah becek (menggenang), bebas cacing (nematoda) dan
penyakit tular tanah. Kisaran pH tanah yang ideal adalah 5,5 – 6,8 (Mulyadi,
2011).
Cabai merah keriting (Capsicum annuum L.) adalah tanaman yang termasuk
ke dalam keluarga tanaman Solanaceae. Cabai mengandung senyawa kimia yang
dinamakan capsaicin (8methyl-N-vanillyl-6-nonenamide). Selain itu, terkandung
juga berbagai senyawa yang mirip dengan capsaicin, yang dinamakan
capsaicinoids. Buah cabai merupakan buah buni dengan bentuk garis lanset,
merah cerah, dan rasanya pedas. Daging buahnya berupa keping-keping tidak
berair. Bijinya berjumlah banyak serta terletak di dalam ruangan buah (Setiadi,
kalori, protein, lemak, kabohidrat, kalsium, vitamin A, B1, dan vitamin C (Piay,
2010) .
Menurut Pickersgill (1989) terdapat lima spesies cabai, yaitu Capsicum
annuum, Capsicum frutescens, Capsicum chinense, Capsicum bacctum, dan
Capsicum pubescens. Di antara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi
ekonomis ialah C. annuum dan C. frutescents (Santika,1999). Klasifikasi
Tanaman Cabai Divisi: Spermatophyta, Subdivisi: Angiospermae, Kelas :
Dicotyledoneae, Subkelas: Metachlamidae, Ordo: Tubiflorae, Famili: Solanaceae,
Genus: Capsicum, Spesies : Capsicum annuum L. Ada spesies cabai yang terkenal
yaitu cabai besar atau cabai merah. Cabai yang termasuk ke dalam cabai besar
atau cabai merah adalah paprika, cabai manis, dan lain-lain (Tim Bina Karya Tani,
2009).
Di Indonesia pengembangan budidaya tanaman cabai mendapat prioritas
perhatian sejak tahun 1961. Tanaman cabai menempati urutan atas dalam skala
prioritas penelitian pengembangan garapan Puslitbang Hortikurtura di Indonesia
bersama 17 jenis sayuran komersial lainnya (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Menurut Piayet al (2010), banyak varietas cabai hibrida maupun non hibrida yang
telah dilepas di Indonesia sudah banyak. Berikut beberapa varietas cabai hibrida
dan non hibrida dengan ciri dan potensi yang dihasilkan.
1. Cabai Merah Keriting Varietas TM 99
Cabai ini merupakan cabai jenis hibrida. Potensi hasil mencapai 14 t/ha
dan dapat dipanen pertama umur 80 – 85 hari setelah tanam (hst). Tinggi
7
buah bulat panjang ramping, kulit buah tidak rata, kadang-kadang
melengkung. Ditanam di dataran rendah maupun tinggi, rata-rata per batang
menghasilkan 0,8 - 1,2 kg. Secara normal panen dapat dilakukan 12 - 20 kali.
2. C i r h T ropon “Inko hot”
Cabai ini merupakan varietas hibrida yang mempunyai potensi hasil
tinggi (15 - 18 t/ha), penampilan buah menarik, besar dan lurus dengan kulit
buah agak tebal. Varietas ini dapat dipanen pertama pada umur 85 hst.
Diameter buah ± 2,1 cm dan panjang buah ± 11 cm. Varietas ini mempunyai
tinggi tanaman 55 cm, agak toleran terhadap penyakit Antraknose dan dapat
ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi. Hasil panen enam kali
petik, 75 batang mendapatkan 31,85 kg, sehingga per batang menghasilkan
0,91 kg. Secara normal panen dilakukan 12 – 20 kali.
3. Cabai Merah Biola
Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 95 - 100
cm, umur mulai berbunga ± 44 hari hst, umur mulai panen ± 66 hst, ukuran
buah panjang ± 14,4 cm, diameter ±1,5 cm, berat perbuah ± 12 g, hasil cabai
segar per ha 20 – 22 t/ha.
4. Cabai Merah Varietas Hot Beauty
Cabai ini merupakan varietas hibrida dengan tinggi tanaman 87 - 95 cm,
umur mulai berbunga 44 - 50 hst, umur mulai panen 87 - 90 hst. Ukuran buah
: panjang 11,5 - 14,1 cm, diameter 0,78 - 0,85 cm, permukaan kulit buah
halus, beratper buah 17 - 18 g. Hasil panen mencapai 16 - 18 t/ha. Beradaptasi
5. Cabai Merah Varietas Hot Chili
Cabai ini merupakan cabai merah hibrida. Umur mulai berbunga ± 45
hst, mulai panen pada umur ± 10 hst, tinggi tanaman ± 120 cm, berat per buah
± 18 g, rasa buah kurang pedas, hasil buah ± 30 t/ha. Varietas ini dapat
beradaptasi dengan baik di dataran rendah sampai tinggi.
6. Cabai Merah Varietas Premium
Cabai ini merupakan varietas hibrida. Tinggi tanaman ± 110cm, umur
mulai berbunga ± 32 hst. Umur mulai panen ± 95 hst, ukuran buah panjang ±
13 cm, berat per buah ± 13 g, rasa pedas, hasil segar ± 13 t/ha. Beradaptasi
dengan baik di dataran rendah sampai sedang dengan ketingggian 200 – 500m
dpl.
7. Cabai Merah Keriting Varietas Lembang - 1
Cabai ini merupakan jenis non hibrida yang dilepas oleh Departemen
Pertanian. Potensi hasil 9 t/ha, agak tahan penyakit Antraknose dan cocok
ditanam di dataran rendah maupun tinggi.
8. Cabai Merah Keriting Varietas Tanjung - 2
Cabai ini merupakan jenis non hibrida yang dilepas oleh Departemen
Pertanian. Potensi hasil 12 t/ha, toleran antraknose, dan cocok dataran rendah
dan tinggi. Tinggi tanaman 55 cm, umur berbunga 40 hst, umur panen 93 hst,
berat buah ± 10 g/buah.
Pada umumnya buah cabai merah dipetik apabila telah masak penuh,
ciri-cirinya seluruh bagian buah berwarna merah. Di dataran rendah masa panen
9
panen 2 – 3 hari. Sedangkan di dataran tinggi agak lambat yaitu pada tanaman
berumur 90 – 100 hari setelah tanam dengan interval panen 3 - 5 hari. Secara
umum interval panen buah cabai merah berlangsung selama 1,5 – 2 bulan.
Produksi puncak panen adalah pada pemanenan hari ke 30 yang dapat
menghasilkan 1 – 1,5 ton untuk sekali panen. Buah cabai merah yang dipanen
tepat masak dan tidak segera dipasarkan akan terus melakukan proses
pemasakan, sehingga perlu adanya penempatan khusus. Oleh karena itu
hasil produksi cabai merah sebaiknya ditempatkan pada ruang yang sejuk,
terhindar dari sinar matahari, cukup oksigen dan tidak lembab (Anonim,
2011). Varietas cabai yang digunakan adalah TM 99 memiliki umur simpan 5 - 7
hari di dalam suhu ruang, memiiki warna buah muda hijau tua dan warna buah tua
yaitu merah. Adapun tebal kulit buahnya yaitu 1 mm dan kulit agak mengkilat.
Cabai Merah Keriting Varietas TM 99 Cabai ini merupakan cabai jenis
hibrida.Pertumbuhan tanaman cabai keriting TM-99 (Hungnong Seed) sangat
kuat. Perbungaannya berlangsung terus-menerus sehingga dapat dipanen dalam
jangka waktu yang panjang. Ukuran buahnya 12,5 cm x 0,8 cm dengan berat buah
5-6 g. Cabai keriting hibrida ini sangat pedas. TM-99 cocok digiling dan
dikeringkan. Hasil per tanaman berkisar 0,8 – 1,2 / kg.
Usahatani cabai merah keriting akan mencapai keberhasilan, selain
dipengaruhi oleh teknik budidaya yang tepat dan efektif, juga dipengaruhi oleh
pengelolaan yang efektif selama periode pascapanen. Utama (2005) menyatakan
bahwa periode pascapanen adalah mulai dari produk tersebut dipanen sampai
perlakuan pascapanen sangat menentukan mutu yangditerima konsumen dan juga
masa simpan atau masa pasar. Namun demikian, periode pascapanen tidak bisa
terlepas dari sistem produksi, bahkan sangat tergantung dari sistem produksi dari
produk tersebut. Cara berproduksi yang tidak baik mengakibatkan mutu panen
tidak baik pula. Sistem pascapanen hanyalah bertujuan untuk mempertahankan
mutu produk yang dipanen (kenampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan
keamanannya) dan memperpanjang masa simpan dan masa pasar.
Cabai merah merupakan salah satu jenis sayuran yang mempunyai kadar air
yang cukup tinggi (55 - 85 %) pada saat panen. Selain masih mengalami proses
respirasi, cabai merahakan mengalami proses kelayuan. Sifat fisiologis ini
menyebabkan cabai merah memiliki tingkat kerusakan yangdapat mencapai 40%.
Daya tahan cabai merah segar yang rendah ini menyebabkan harga cabai merah di
pasaran sangat berfluktuasi. Alternatif teknologi penanganan pascapanen yang
tepat dapat menyelamatkan serta meningkatkan nilai tambah produk cabai merah
(Piay et al, 2010).
B. Umur Simpan
Umur simpan adalah jangka waktu suatu produk dan kemasannya mampu
bertahan dalam kondisi baik sehingga dapat diterima konsumen atau layak jual, di
bawah kondisi penyimpanan tertentu (Downes and Harte, 1982). Siklus hidup
buah secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga tahapan fisiologi yaitu
pertumbuhan (growth), pematangan (ripening), dan pelayuan (senescence).
Pertumbuhan melibatkan pembelahan sel dan diteruskan dengan pembesaran sel
11
merupakan suatu variasi dari proses penuaan yang melibatkan konversi pati atau
asam-asam organik menjadi gula, pelunakan dinding-dinding sel, atau perusakan
membran sel yang berakibat pada hilangnya cairan sel sehingga jaringan
mengering. Pada tiap-tiap kasus, pematangan buah dirangsang oleh gas etilen
yang berdifusi ke dalam ruang-ruang antarsel buah (Abeles, 1973).
Selama proses pematangan, terjadi berbagai perubahan baik secara fisik
maupun secara kimia. Perubahan secara fisik antara lain adalah perubahan warna,
perubahan tekstur, susut berat, layu dan keriput yang menyebabkan turunnya mutu
buah (Santoso dan Purwoko, 1995). Pematangan merupakan istilah khusus untuk
buah yang merupakan tahap awal dari sense. Senecence dapat diartikan sebagai
periode menuju ke arah penuaan (aging) dan akhirnya mengakibatkan kematian
jaringan (Sambeganarko, 2008).
Komoditi hortikultura secara umum tetap mengalami metabolisme
walaupun telah dipanen. Setelah dipanen energi yang dibutuhkan untuk
melakukan metabolisme diambil dari cadangan makan dan air yang terdapat pada
komoditi tersebut. Kehilangan ini menyebabkan kerusakan, kerusakan ini
umumnya berbanding lurus dengan laju respirasi (Uma, 2008). Laju respirasi
merupakan petunjuk yang baik untuk daya simpan pasca panen. Intensitas
respirasi dianggap sebagai ukuran laju jalannya metabolisme sehingga sering
dianggap sebagai petunjuk mengenai daya simpan buah (Pantastico, 1986).
Kecepatan respirasi yang tinggi berhubungan dengan umur simpan yang
pendek. Respirasi dikelompokkan dalam tiga tingkatan, yaitu : 1). Pemecahan
Transportasi piruvat dan asam-asam organik secara aerobik menjadi CO2, air dan
energi. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam proses
pemecahan polisakarida. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai sustrat
dalam proses pemecahan (Pantastico, 1997).
Kecepatan respirasi dipengaruhi oleh etilen. Etilen adalah hormon
tanaman berbentuk gas yang mampu mempercepat respirasi yang mengarah
kepada pelunakan jaringan, pemasakan dan senescence (proses kematian sel dan
jaringan) buah. Walaupun pada beberapa penggunaan, pengaruh etilan tergolong
positif, misalnya untuk degreening buah jeruk dan perangsang pembungaan pada
budidaya nanas, akumulasi lebih lanjut sering menimbulkan kerusakan
pascapanen buah sehingga dianggap merugikan (Widodo, 2005). Adanya etilen
yang mempercepat proses respirasi akan berpengaruh terhadap umur simpan
komoditas hortikultura, yang diantaranya ditunjukkan dengan parameter susut
berat, persentase kesegaran buah, warna buah, kekerasan buah, kadar vitamin C,
total asam tertitrasi, kadar gula reduksi, dan uji mikrobiologis.
C. Kalium Permanganat (KMnO4)
Pada proses pasca panen, produk hortikulturan harus dilindungi dari
kerusakan dengan menunda kematangan dan ketuan buah, agar kondisi kesegaran
buah dapat dipertahankan. Umur simpan buah yang panjang akan menguntungkan
bagi petani maupun pedagang, karena hal ini berarti distribusi dan penjualan buah
bisa dilakukan pada jangka waktu yang lebih panjang.
Beberapa cara untuk menunda kematangan dan ketuaan (senescence)
13
mempertahankan kesegaran produk hortikultura dalam jangka waktu tertentu,
sehingga pembusukan dan kerusakan pada produk tersebut bisa dihindari. Ada
beberapa cara yang lazim dipakai untuk pencegahan kerusakan pada produk
hortikultura antara lain penambahan bahan kimia (Aditama, 2014).
Produk hortikultura harus dilindungi dari pengaruh etilen yang dapat
meningkatkan laju respirasi, sehingga proses kematangan dan penuaan dapat
ditunda, sehingga kesegaran buah dapat terjaga. Menurut Santoso dan Purwoko
(1995), ada beberapa teknik untuk melindungi komoditras terhadap pengaruh
etilen, diantaranya pembuangan etilen dengan senyawa-senyawa kimia seperti
KMnO4, ozon, dan arang aktif.
Menurut Aditama (2014), kalium permanganat (KMnO4) adalah salah satu
jenis bahan yang dapat menyerap kandungan etilen di udara untuk
memperpanjang masa simpan buah. Menurut Santoso dan Purwoko (1995), proses
pengikatan etilen terjadi karena KMnO4 sebagai pengoksidasi dapat bereaksi atau
mengikat etilen dengan cara memecah ikatan rangkap yang ada pada senyawa
etilen menjadi bentuk etilen glikol dan mangan dioksida dengan reaksi sebagai
berikut:
CH2 = CH2 + KMnO4 (aq) CH2OH + MnO2
Etilen Etilen glikol Mangan diaksida
Penyerapan etilen dengan KMnO4 dalam aplikasinya berbentuk cairan
sehingga memerlukan bahan penyerap (absorbers). Bahkan pada penggunaan
KMnO4, bahan penyerap menjadi sangat penting karena KMnO4 bersifat racun
pangan. Bahan penyerap yang baik harus bersifat inert (tidak bereaksi) dan
mempunyai permukaan yang luas. Bahan yang dapat digunakan sebagai bahan
penyerap antara lain arang aktif, zeolit, batu apung, oasis dan serutan gergaji
kayu. (Widodo, 2005). Efektifitas dari bahan-bahan tersebut berbeda satu dengan
yang lainnya, sehingga diperlukan penelitian untuk mengetahui efektifitas bahan
penyerap KMnO4 tersebut.
Konsentrasi KMnO4 yang digunakan pada penelitian Aditama (2014) adalah
larutan KMnO4 yang dibuat dari dua jenis yaitu 75 mg dan 100 mg dengan berat
arang aktif sebesar 10 g dan 15 g. Larutan KMnO4 dibuat dengan cara melarutkan
serbuk KMnO4 dengan jumlah perlakuan yakni 75 mg dan 100 mg ke dalam 100
ml akuades. Disimpulkan bahwa penggunaan bahan penyerap etilen dengan
kombinasi KMnO4 yaitu pada konsentrasi 100 mg memberikan hasil paling baik.
B. Hipotesis
Perlakuan penyimpanan dalam konsentrasi KMnO4 0,1% akan memberikan
15
III. TATA CARA PENELITIAN
A. Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 di Laboratorium Paska
Panen Fakultas Pertanian UMY di Jl. Lingkar Selatan, Tamantirto, Kecamatan
Kasihan, Kabupaten Bantul, DIY.
B. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cabe varietas TM-99
:zeolit dengan ukuran No.2, KMnO4, larutan NaOH 0,1 N, reagen Nelson A,
Arsenomolibdat, reagen Nelson B, plastik klip yang transparan, kain kassa,
larutan iod 0,01N, media tumbuh mikrobia (NA dan PDA), alkohol 70%,
aquadest, indikator PP (Phenolptalein), spirtus, Mama Lemon dan Amilum
2. Alat
Alat yang digunakan selama penelitian adalah Penetrometer wadah
pencucian, nampan, lemari pendingin, sprayer, spektrofotometer, kain kasa,
erlenmeyer, tabung reaksi, labu takar, glassware, driglasky, pengaduk, pisau,
pipet tetes, pipet ukur, regenerator, water bath, botol suntik, tabung reaksi,
kertas payung, mikropipet, cawan petri, blender, tissue, pemanas (kompor),
autoklaf, bunsen, jarum ose, biuret, penjepit tabung reaksi, saringan, indexs
C. Metode Penelitian
Percobaan ini disusun dalam metode Rancangan Acak Lengkap (RAL)
faktor tunggal. Perlakuan yang akan diteliti adalah sebagai berikut :
P0 : KMnO4 konsentrasi 0,00 %
P1 : KMnO4 konsentrasi 0,05 %
P2 : KMnO4 konsentrasi 0,10 %
P3 : KMnO4 konsentrasi 0,15 %
Sehingga diperoleh 4 perlakuan yang masing-masing perlakuan diulang
sebanyak 3 kali, sehingga terdapat 12 perlakuan. Setiap perlakuan terdiri dari 7
buah cabai yang terdiri dari 21 buah sampel dan 21 buah korban perlakuan. Total
buah yang digunakan untuk 12 perlakuan adalah 420 buah.
D. Tata Cara Penelitian
Penelitian dilakukan dalam 2 tahap pelaksanaan yaitu tahap persiapan bahan
Cabai Merah Keriting dan aplikasi KMnO4 pada Cabai Merah Keriting
1. Tahap Pertama :
a. Persiapan bahan Cabai Merah Keriting
Tahap ini meliputi pemanenan, pemilahan yang baik atau buruk,
pencucian dan grading cabai merah keriting. Buah cabai merah keriting
untuk bahan percobaan diperoleh dari petani di Dusun Jodag Sumberadi,
Yogyakarta. Sortasi dilakukan untuk mendapatkan cabai yang seragam.
Cabai yang diinginkan adalah cabai yang berwarna merah cerah dengan
17
rusak. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah cabai merah
keriting segar (Cabai Hibrida - TM 99) yang diambil langsung dari petani
di daerah Yogyakarta pada musim panen bulan September. Cabai dipanen
mulai pukul 07.00 WIB dan dibawa ke tempat sortasi sekitar pukul 10.00
WIB. Cabai berasal dari kebun yang sama dengan penanganan yang sama
mulai dari benih, pemupukan, pemanenan sampai pengangkutan hasil
panen dari lapang. Cabai yang baru dipanen diberi perlakuan pendinginan
pendahuluan (pre-cooling) selama ±2 jam dengan cara dihamparkan pada
tempat yang terlindung dari sinar matahari sambil dilakukan sortasi untuk
memisahkan bagian yang tidak layak seperti patah/memar, terkena
hama/penyakit dan busuk. Cabai yang sudah terkumpul kemudian
dilakukan sortasi dengan tujuan untuk memisahkan antara cabai yang
berkualitas baik, keseragaman ukuran dan tingkat kemasakan buah dengan
buah yang berkualitas jelek. Cabai yang dipilih memiliki keseragaman
warna dan bebas dari penyakit serta kerusakan mekanis maupun busuk.
Adapun alasan dalam pemilihan cabai ini adalah mengingat bahwa cabai
yang rusak bila disimpan dengan cabai yang bagus akan menulari cabai
yang bagus sehingga akan ikut rusak walaupun sudah disimpan dengan
metode yang tepat. Kemudian dilakukan trimming terhadap cabai merah
keriting segar dengan cara membuang daun yang terikut saat pemanenan.
Hal ini dilakukan agar mencegah kerusakan yang ditimbulkan oleh
mikroba yang terdapat pada daun cabai merah keriting. Kemudian
menempel hilang kemudian ditiriskan/dikeringkan dengan tissue. Penirisan
bertujuan untuk menghilangkan sisa air yang menempel pada permukaan
cabai merah keriting.
b. Perlakuan
Setiap perlakuan terdiri dari tujuh cabai yang dikemas dalam
kantong plastik klip yang transparan bersamaan dengan pasir zeolit yang
sudah dibungkus kain kassa, dengan tiga ulangan dan pengamatan secara
destruktif sebanyak empat kali. Selain satuan-satuan percobaan dengan
perlakuan, juga disiapkan buah cek, yaitu cabai tanpa diberi perlakuan
apapun. Tahap-tahap dalam pemberian perlakuan adalah sebagai berikut:
1) Cabai dan zeolit di letakkan pada masing-masing baki/nampan untuk
dikemas
Cabai dan zeolit di letakkan pada masing-masing baki/nampan
untuk dikemas dengan plastik klip yang transparan. Setelah kering,
cabai merah keriting setiap satuan percobaan dikemas dan ditambah
dengan bahan penyerap etilen sesuai perlakuan (pasir zeolite seberat 3
gram yang sudah dibungkus kain kassa). Pengacakan dilakukan pada
saat pengemasan, dengan asumsi bahwa buah seragam kematangannya.
2. Tahap kedua :
a. Aplikasi KMnO4 pada Cabai Merah Keriting
Larutan KMnO4 jenuh dibuat dengan melarutkan KMnO4 serbuk
(konsentrasi sesuai masing-masing perlakuan yaitu 0,5 g, 1 g, dan 1,5
19
(Pantastico,1997), bahan penyerap larutan KMnO4 (pasir zeolit 3
gram) direndam dalam larutan KMnO4 dengan konsentrasi sesuai
perlakuan selama 30 menit di dalam gelas beaker, kemudian
dikeringanginkan kurang lebih 3 jam hingga benar-benar kering dan
dikemas dengan kain kassa. Cabai dan zeolit di letakkan pada
masing-masing baki/nampan untuk dikemas. Zeolit yang digunakan dalam
penelitian ini adalah zeolit dengan ukuran No.2, berwarna hijau
kebiru-biruan. Setelah direndam dalam larutan KMnO4, zeolit berwarna ungu
muda. Buah cabai merah keriting yang akan disimpan, dimasukan ke
dalam plastik klip transparan yang telah dilapisi Mika Porous (kain
kassa) yang telah dicelupkan ke dalam larutan KMnO4 dengan kadar
(0,5 g, 1 g, dan 1,5 g).
b. Penyimpanan
Buah cabai merah keriting yang sudah diaplikasi KMnO4,
kemudian diletakkan sesuai dengan perlakuan yakni suhu rendah 8oC
di ruang pendingin atau cool storage.
c. Pengamatan
Pengamatan pada buah dilakukan 7 hari sekali, pada hari ke 0, ke
7, ke 14, dan ke 21 pada cabai korban yaitu kekerasan, uji asam titrasi,
uji kadar vitamin C, uji gula reduksi dan uji mikrobiologi.Buah
disimpan selama 21 hari dan akan diamati : Susut berat, warna, dan
ke-18, dan ke-21. Kekerasan, vitamin C, uji gula reduksi, asam titrasi, dan
uji mikrobiologi dilakukan pada hari ke-0, ke-7, ke-14, ke-21
Alur penelitian pada tahap pertama dapat dideskripsikan pada gambar
sebagai berikut:
Cabai masak fisiologis
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
Pemetikan
Sortasi
Pencucian
Pengeringan
Perlakuan konsentrasi KMnO4 dan pengemasan
Penyimpanan Pengangkutan
21
d. Sterilisasi Alat
Sterilisasi alat menggunakan autoklaf pada tekanan 1 atm dengan
suhu 121oC selama 15-30 menit. Alat-alat yang disterilkan dibungkus
dengan kertas payung sebelum dimasukkan dalam autoklaf. Alat yang
disterilkan antara lain petridish, erlenmeyer, tabung reaksi, drygalsky,
batang pengaduk.
e. Pembuatan Media
Pembuatan media NA yaitu dengan melarutkan peptone 5 gram dan
beef ekstrak atau yeast ekstrak sebanyak 3 gram dalam aquades 1000 ml
dengan api kecil dan diaduk secara continue sampai homogen. Tambahkan
agar-agar sebanyak 15 gram. Setelah homogen, medium diukur pH 7,2 lalu
disterilkan dalam autoklaf dengan suhu 121oC dan tekanan 1,5 atm selama
15 menit.
Pembuatan media PDA diawali dengan mengupas kentang, lalu
dipotong-potong dan ditimbang sebesar 200 g, tambahkan air 1000 ml dan
direbus hingga matang dan mengeluarkan cairan. Hasil ekstrak kentang
dimasukkan ke dalam gelas beaker 1000 ml, lalu tambahkan Dextrose dan
agar kemudian diaduk sampai homogen diatas api kecil. Kemudian
dilakukan pengecekan pH larutan dengan pH 6-7. Larutan media kemudian
disterilkan dengan autoklaf pada 121oC dengan tekanan 1,5 atm selama 15
menit. Tuangkan larutan ke dalam tabung reaksi sebanyak 8 ml dan
f. Isolasi Mikroba Pembusuk Cabai
Menimbang sampel buah cabai yang telah busuk sebanyak 1 g.
Sampel yang telah ditimbang, dihaluskan menggunakan mortar dan pastle
(penumbukan) kemudian dibuat suspense sampai dengan konsentrasi 10-3 ,
10-4 , dan 10-5 (PDA) dan 10-3 , 10-4 , 10-5 dan 10-6 (NA). Ambil 1 ml dari
pengenceran yang terakhir dan tuangkan ke dalam cawan petri yang
selanjutnya diinokulasikan ke masing-masing media NA dan PDA
(medium PDA sebelumnya telah ditambahkan Cloramfenikol sebanyak 1
kapsul ke dalam 250 ml PDA) diinkubasikan pada suhu kamar sebanyak 2
x 24 jam.
a. Parameter Penelitian
1. Susut Berat (g)
Pengamatan susut berat dilakukan pada hari 0, 3, 6, 9,
ke-12, ke-15, ke-18 dan ke-21 dengan menggunakan metode penimbangan buah
dengan menggunakan timbangan digital untuk mengetahui selisih berat awal
dengan berat setelah pemyimpanan. Rumus susut berat sebagai berikut:
Susut berat = x 100%
Keterangan :
a = berat sebelum disimpan/berat awal (g)
b = berat setelah disimpan (g) (Sudaro, 2000)
2. Persentase Kesegaran Buah (%)
Persentase kesegaran buah dilakukan pada hari ke-0, ke-3, ke-6, ke-9,
23
rusak bila kulitnya kisut, tekstur melunak, warna
buah berubah, dan ditumbuhi mikrobia secara
nilai mutu visual atau visual quality rating
(VQR) menggunakan metode scoring yang dapat
dilihat secara visual kerusakan, dinyatakan
dengan persentase.
3. Uji Warna
Pengujian warna dilakukan dengan menggunakan Munsell Color Charts
For Plant Tissues . Pada Munsell Color Charts For Plant Tissues digunakan
skala 1 sebagai nilai tertinggi dan skala 4 untuk nilai terendah. Pengujian
tersebut dilakukan dengan skala penilaian sebagai berikut :
Skala Keterangan
1 3/10 - 3/8
2 3/8 - 3/6
3 3/6 - 3/5
4 3/5 – 3/6
4. Kekerasan buah (gram/detik) (Mochtadi, 1992)
Kekerasan diukur dengan penetrometer berdasar daya tembus jarum
terhadap buah sebelum dikupas dan diamati pada hari ke-0, ke-7, ke-14 dan
ke-21. Buah diletakkan kemudian ditusukkan pada tiga yaitu: bagian ujung,
kemudian dirata-ratakan. Nilai pengukuran dinyatakan dalam (N/mm2). Nilai
pengukuran dapat dihitung menggunakan rumus :
Kelunakan = gaya /luas
Lu s = πr2 = d2/4
Keterangan:
d = diameter batang penetrometer (mm)
gaya = kedalaman jarum menembus sampel
5. Kadar Vitamin C (mg)
Pengukuran kadar vitamin C dilakukan pada hari ke-0 (sebelum
dilakukan penyimpanan), ke-0, ke-7, ke-14 dan ke-21 dengan menggunakan
metode titrasi Iod (Sudarmadji dkk, 1989), yaitu: mengambil contoh sampel
sebanyak 10 gram lalu mengencerkan sampai 250 ml. Mengambil filtrate
sebanyak 25 ml, menambahkan 2 ml larutan Amilum (1 %) sebagai indikator.
Titrasi dengan 0,01 N larutan Iodium standar sampai terbentuk warna biru
konstan. Pengukuran dilakukan dengan metode titrasi Iod. Perlindungan
kandungan vitamin C dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
a x b
Vitamin C (%) = 0,01 x 0,08 x 100
Berat sampel (mg)
Keterangan:
a = Volume titrasi sampel seluruhnya
b = Konsentrasi larutan Iod (N)
25
Total asam tertitrasi diukur pada hari ke-0, ke-7,ke-14 dan ke-21
Penentuan total asam tertitrasi dilakukan dengan menghancurkan buah cabai
sebanyak 5 g dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan tambahkan
akuades lalu digojok kemudian disaring dengan kain saring dan didapatkan
filtrat buah cabai merah. Filtrat lalu diambil 20 ml dengan pipet dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer kemudian ditambahkan 1 - 2 tetes indikator
phenolphthalein (PP) 1 % maka diperoleh larutan buah cabai merah. Langkah
selanjutnya yaitu dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna merah muda.
Selanjutnya hasil titrasi dihitung menggunakan rumus :
Total asam (%) = ml s m l t
m s mp l
Keterangan:
FP = Faktor Pengenceran
BM = Berat Molekul
N = Normalitas
7. Kadar Gula Reduksi (%)
Uji gula reduksi diamati pada hari ke-0, ke-7, ke-14 dan ke-21 Uji kadar
gula reduksi menggunakan metode Nelson-Somogyi dalam Gardjito (2003).
Kadar gula reduksi ditentukan dengan menggunakan metode
Spectrophotometer (Nelson Somogyi) dengan cara yakni sebagai berikut :
a. Sampel dihaluskan dan ditimbang sebanyak 1g.
b. Bahan cair dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan aquades
sampai tanda dan larutan Pb asetat setetes demi setetes, sehingga
c. Ditambahkan dengan Na oksalat anhidrid secukupnya yang berfungsi
sebagai untuk menghilangkan kelebihan Pb, selanjutnya digojog dan
disaring.
d. Diencerkan menjadi 100 kali dengan cara mengencerkan 1 ml filtrat pada
labu ukur 100 ml dengan aquades sampai dengan tanda.
e. 1 ml larutan contoh yang jenuh kemudian dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan menambahkan 1 ml regensia Nelson.
f. Dipanaskan sampai mendidih selama 20 menit.
g. Semua tabung diambil dan didinginkan dengan memasukkan ke dalam
gelas piala.
h. Tambahkan 1 ml reagensia Arsenomolibdat dan 7 ml aquades, setelah
dingin digojog sampai homogeny menggunakan vortex.
i. Dit r p d “Optical Density” ( D) p d p nj n lom n 754 nm
(Lamiran IV. B.1). Hasil peneraan dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
% Gula reduksi (ml/mg) : il i p 100n
Keterangan :
x = Nilai regresi mg kadar gula reduksi yang diperoleh dari
pengamatan
Fp = Faktor pengenceran (ml)
N = Berat sampel (mg)
27
Uji mikrobiologi dilakukan dengan menghitung total mikroba
menggunakan metode plate count (Jutono dkk, 1980). Untuk melihat dari
cendawan menggunakan media PDA sedangkan bakteri menggunakan NA.
Pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 7, 14 dan ke 21 dengan cara sebagai
berikut:
a. Seri pengenceran NA:
1. Seri pengenceran
a) Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril,
digojog sampai homogen dengan vortex.
b) Diencerkan 10-3 , diambil 1 ml hasil penyaringan pada langkah
pertama,
c) Kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades
steril dan digojog sampai homogen
d) Diencerkan 10-4 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-3 , kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan
digojog sampai homogen
e) Diencerkan 10-5 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-4 , kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan
digojog sampai homogen
f) Diencerkan 10-6 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-5 , kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan
2. Menyiapkan petridish yang diisi 8 ml dan masing-masing petridish
diberi label pengenceran 10-3 , 10-4 , 10-5 , dan 10-6.
3. Masing-masing suspensi hasil pengenceran 10-3 , 10-4 , 10-5 , dan 10-6
diinokulasikan pada petridish yang berisi medium NA sebanyak 0,1
ml.
4. Suspensi mikrobia diratakan dengan dryglasky
5. Petridish yang berisi suspense mikrobia diinkubasikan selama 2 hari
pada suhu kamar.
6. Jumlah mikrobia yang tumbuh dihitung dengan Coloni counter.
b. Seri pengenceran PDA :
1) Seri pengenceran
a) Bahan yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 1 g, kemudian
dimasukkan ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril,
digojog sampai homogen dengan vortex.
b) Diencerkan 10-3 , diambil 1 ml hasil penyaringan pada langkah
pertama,
c) Kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades
steril dan digojog sampai homogen
d) Diencerkan 10-4 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-3 , kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan
29
e) Diencerkan 10-5 , diambil 1 ml hasil pengenceran 10-4 , kemudian
dimasukkan dalam tabung reaksi berisi 9 ml aquades steril dan
digojog sampai homogen.
2) Menyiapkan petridish yang diisi 8 ml dan masing-masing petridish
diberi label pengenceran 10-3 , 10-4 ,dan 10-5 .
3) Masing-masing suspensi hasil pengenceran 10-3 , 10-4 , dan 10-5
diinokulasikan pada petridish yang berisi medium PDA sebanyak 0,1
ml.
4) Suspensi mikrobia diratakan dengan dryglasky
5) Petridish yang berisi suspense mikrobia diinkubasikan selama 2 hari
pada suhu kamar.
6) Jumlah mikrobia yang tumbuh dihitung dengan Coloni counter.
Jumlah sel koloni yang terdapat dalam sampel dapat ditentukan
dengan rumus sebagai berikut :
∑ s l = ∑ koloni 1/ 1/∑ inokul si (CFU/ml)
Perhitungan mikroba dengan plate count harus memenuhi beberapa
syarat, yaitu sebagai berikut :
1) Jumlah koloni tiap cendawan petri antara 30-300 koloni
2) Tidak ada koloni yang menutup lebih besar dari setengah luas cawan
petri (spreader)
3) Perbandingan jumlah koloni dari pengenceran sebelumnya jika sama
maka yang dipakai adalah jumlah koloni dari hasil pengenceran
sebelumnya
4) Jika dengan ulangan memenuhi syarat, maka hasilnya dirata-rata
b. Analisis Data
Analisis data susut berat, kekerasan, asam tertitrasi, kadar vitamin c, kadar
gula reduksi dan mikrobiologi dilakukan menggunakan Analysis of Variance
( V ) d n n t r f ny t α = 5 %. p il t rd p t p n ruh y n si nifik n
dari perlakuan yang dicobakan, maka dilakukan uji lanjutan menggunakan
31
IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Susut Berat
Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO4 berpengaruh terhadap
susut berat cabai merah berbeda nyata antar perlakuan. Pada tabel 1 menunjukkan bahwa
susut berat cabai merah keriting pada semua perlakuan KMnO4 memberikan hasil berbeda
nyata dengan kontrol (KMnO4 0 %), dan antar perlakuan KMnO4 tidak berbeda nyata.
Tabel 1. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 terhadap Susut Berat, Kesegaran, Warna, Kekerasan, Kadar Vitamin C, Total Asam Tertitrasi, Kadar Gula Reduksi pada hari ke 21
Kadar KMnO4
Etilen adalah hormon tanaman berbentuk gas yang mampu mempercepat respirasi yang
mengarah kepada pelunakan jaringan, pemasakan dan senescence (proses kematian sel dan
jaringan) buah. Walaupun pada beberapa penggunaan pengaruh etilen tergolong positif,
akumulasi lebih lanjut sering menimbulkan kerusakan pascapanen buah sehingga dianggap
merugikan (Widodo, 2002).
Kalium permanganat (KMnO4) adalah salah satu jenis bahan yang dapat menyerap
kandungan etilen di udara akan mengoksidasi etilen dan diubah ke dalam bentuk etilen glikol
dan mangandioksida (Aditama, 2014). Dengan adanya KMnO4 menyerap etilen sehingga
dapat memperpanjang masa simpan buah.
Gambar 2. Histogram Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Susut Berat
Pada Gambar 2 terlihat bahwa susut berat cabai merah relatif stabil sampai hari ke-15
tetapi setelah itu terjadi peningkatan susut berat pada hari ke-18 dan hari ke-21. Lamona,
Purwanto, & Sutrisno (2015) menyatakan bahwa cabai merah termasuk jenis sayuran dengan
pola respirasi non klimaterik. Pada produk hortikultura golongan non-klimakterik proses
respirasinya akan berjalan lambat sehingga tidak terlihat nyata perubahan yang terjadi pada
fase pemasakan. Hal ini mengakibatkan beberapa buah non klimakterik termasuk cabai harus
dipanen pada saat matang penuh untuk mendapatkan kualitas maksimum dalam hal
penerimaan visual (kesegaran, warna dan tidak adanya kebusukan atau kerusakan fisiologis),
tekstur (kekerasan, juicieness dan kerenyahan), cita rasa dan kandungan nutrisi yang
meliputi vitamin, mineral dan serat.
Laju respirasi mulai tinggi setelah hari ke-15. Hal ini juga dipengaruhi oleh kadar etilen
dari buah yang terakumulasi dari periode sebelumnya. Susut berat dari hari ke-0 sampai hari
ke-15 relatif sama, hal ini dipengaruhi oleh penyimpanan cabai merah keriting di lemari
pendingin. Didukung dengan penelitian Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015) yang
menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu rendah dapat memperlambat terjadinya reaksi
33
disamping itu juga akan terjadi proses transpirasi dari permukaan jaringan yang dapat
meningkatkan susut berat (Wulandari, Bey, & Tindaon, 2012). Menurut Kader (1992),
kehilangan air oleh proses respirasi dan transpirasi pada buah merupakan penyebab utama
proses deteriorasi karena berpengaruh secara kualitatif maupun kuantitatif pada umur
simpan buah. Pengaruh secara kuantitatif yaitu susut berat. Susut berat buah semakin
meningkat dengan bertambahnya waktu penyimpanan.
B. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Persentase Kesegaran Buah
Kesegaran merupakan parameter yang penting dalam produk hortikultura, karena akan
berpengaruh terhadap nilai jual produk tersebut. Hasil analisis sidik ragam yang
dideskripsikan pada lampiran 3b, menunjukkan bahwa pengaruh pemberian KMnO4 terhadap
kesegaran cabai merah keriting tidak berbeda nyata pada semua periode pengamatan.
Sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kesegaran cabai merah keriting,
didapatkan penurunan kesegaran mulai terjadi hari ke-6 pada perlakuan kontrol. Pada
konsentrasi KMnO4 0,05 % dan 0,10 %, penurunan kesegaran terjadi pada hari ke-12.
Adapun pada KMnO4 sebesar 0,15 %, penurunan kesegaran terjadi pada hari ke-9. Penurunan
kesegaran juga terlihat tidak terlalu signifikan pada semua sampel penelitian, hal ini
disebabkan karena penyimpanan dilakukan di lemari pendingin. Menurut Fatimah & M.
Estiaty (2003), pendinginan merupakan salah dengan cara penyimpanan pada suhu dingin,
baik dengan kontrol atmosfir, kombinasinya ataupun hanya kontrol suhu saja dengan
tujuan untuk mempertahankan kesegaran komoditi. Secara organoleptis, cabai hot beauty
maupun keriting, memperlihatkan kondisi yang baik dari segi warna, kesegaran,
kekerasan maupun aroma cabai. Purwanto et al. (2013) menyatakan bahwa penggunaan
disimpan. Perubahan warna pada saat penyimpanan menunjukkan adanya perubahan fisik
yang menjadi suatu tanda turunnya mutu buah yang disimpan.Menurut Lamona, Purwanto, &
Sutrisno (2015), warna merah pada cabai disebabkan oleh adanya kandungan pigmen
karotenoid yang warnanya bervariasi dari kuning jingga sampai merah gelap. Pengujian
warna dalam penelitian ini dilakukan dengan Munsell Color Charts For Plant Tissues. Warna
diberikan skor dan semakin tinggi skor yang diberikan maka warna yang didapatkan semakin
tua.
Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap warna cabai merah keriting
yang ditunjukkan pada lampiran 3c, menujukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada semua
periode pengamatan. Pada saat penyimpanan selama periode pengamatan, warna buah hanya
berubah dari indeks warna 1 menjadi indeks warna 2. Lamona, Purwanto, & Sutrisno (2015)
menyatakan bahwa perubahan warna pada cabai merah keriting dapat terjadi karena
teroksidasinya pigmen karoten dan xanthopyl yang terjadi secara bertahap akibat adanya
kontak dengan udara bebas.
Suhu penyimpanan selama proses penelitian menjadi faktor yang menyebabkan tidak
signifikannya pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap warna cabai merah keriting selama
periode peyimpanan. Hal ini mendukung hasil penelitian Lamona, Purwanto, & Sutrisno
(2015) yang menunjukkan cabai yang disimpan pada suhu 10o C memiliki tingkat
kecerahan yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan yang disimpan dalam suhu ruang.
Tingginya tingkat kecerahan cabai yang disimpan pada suhu 10o C dapat disebabkan oleh
rendahnya angka kehilangan air cabai selama penyimpanan. Rendahnya suhu penyimpanan
dapat menekan terjadinya penguapan air dari cabai sehingga tingkat kecerahannya lebih
35
D. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah
Kekerasan cabai merah keriting merupakan salah satu parameter dalam umur simpan.
Selama proses penyimpanan cabai merah keriting terjadi perubahan fisik yang salah satunya
adalah kekerasan. Hasil sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kekerasan buah
menujukkan hasil yang berbeda nyata pada hari ke-14 dan hari ke-21.
Hasil analisis uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa pada hari ke-14, cabai merah
keriting yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi adalah sampel 0,10 % dan berbeda nyata
dengan perlakuan-perlakuan lainnya. Adapun nilai kekerasan paling rendah adalah perlakuan
kontrol, kemudian perlakuan dengan konsentrasi KMnO4 0,15 % dan konsentrasi KMnO4
0,05 %. Pada hari ke-21, cabai merah keriting yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi
adalah sampel 0,10 % dan yang paling lunak adalah perlakuan kontrol. Perlakuan konsentrasi
KMnO4 0,10 %, tidak berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,15 %
dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya.
Pengamatan kekerasan selama penyimpanan 21 hari dalam gambar 3 di bawah ini:
Gambar 3. Histogram Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kekerasan Buah
Gambar di atas menunjukkan bahwa kekerasan cabai merah keriting selama
penyimpanan menunjukkan peningkatan. Cabai merah keriting yang relatif mempunyai
paling bagus selama periode pengamatan adalah konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %.
Perubahan kekerasan merupakan salah satu perubahan fisiologi yang terjadi
sebagai akibat langsung dari kehilangan air pada produk hortikultura (Pangidoan,
Sutrisno, & Purwanto, 2014). Peningkatan nilai kekerasan ini juga mempengaruhi susut
berat cabai karena tingginya nilai kekerasan disebabkan oleh banyaknya kandungan air cabai
yang hilang yang berarti susut beratnya juga semakin tinggi (Lamona, Purwanto, & Sutrisno,
2015).
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian KMnO4 berpengaruh
terhadap kekerasan cabai merah keriting pada hari ke-14 dan hari ke-21. Lamona, Purwanto,
& Sutrisno (2015) menyatakan bahwa nilai kekerasan yang tinggi mengindikasikan terjadinya
kekeringan pada cabai. Hal ini dapat disebabkan oleh besarnya nilai kehilangan air dari
cabai yang menyebabkan cabai menjadi layu dan keriput sehingga teksturnya menjadi lebih
keras. Ketika air menguap dari jaringan buah, tekanan turgor menurun dan sel-sel mulai
menyusut dan rusak sehingga buah kehilangan kesegarannya.
Proses respirasi yang terjadi selama penyimpanan menjadi faktor yang menyebabkan
cabai merah keriting masih kehilangan air karena penguapan. Novita, Sugianti, & Asropi
(2015) menyatakan bahwa buah sebagai jaringan yang hidup setelah dipanen masih
melakukan respirasi yaitu proses penguraian bahan kompleks yang ada dalam sel seperti pati,
gula dan asam organik menjadi molekul yang lebih sederhana seperti CO2, H2O disertai
pembebasan energi. Buah juga mengalami transpirasi yaitu proses penguapan air dari
jaringan akibat pengaruh panas dari lingkungan penyimpanan atau dari aktivitas respirasi.
Aplikasi KMnO4 mampu mengurangi kadar etilan di lingkungan penyimpanan sehingga
37
relatif rendah, sehingga buah cabai merah yang diberikan KMnO4 relatif mempunyai
penguapan yang rendah, sehingga penurunan kekerasan cenderung lebih rendah apabila
dibandingkan dengan cabai merah yang tidak diberikan KMnO4.
E. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Vitamin C
Tanaman Cabai Merah adalah tanaman perdu dengan rasa buah pedas yang disebabkan
oleh kandungan capsaicin. Secara umum cabai memiliki banyak kandungan gizi dan
vitamin, diantaranya kalori, protein, lemak, karbohidrat, kalsium, vitamin A, B1 dan
vitamin C (Prayudi, 2010). Kadar vitamin C dapat mengalami perubahan selama proses
penyimpanan.
Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kadar vitamin C buah
yang dideskripsikan pada lampiran 3e, menunjukkan bahwa pengaruh konsentrasi KMnO4
terhadap kadar vitamin C menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada hari ke-21. Hasil
analisis uji lanjut DMRT menunjukkan bahwa kadar vitamin C pada hari ke-21 paling
rendah terjadi pada sampel kontrol, diikuti dan tidak berbeda nyata dengan sampel dengan
konsentrasi KMnO4 0,05 % dan 0,15 %. Adapun kadar vitamin C paling tinggi terjadi pada
sampel dengan konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, dan berbeda nyata dengan
Gambar 4. Histogram Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Vitamin C
Gambar di atas menunjukkan bahwa kadar vitamin C menurun seiring dengan periode
pengamatan. Konsentrasi KMnO4 yang relatif mempunyai kadar vitamin C paling tinggi
adalah konsentrasi 0,10 %. Adapun kadar vitamin C paling rendah terjadi pada kontrol.
Trenggono (dalam Wulandari dkk, 2012) yang menyatakan bahwa penyimpanan
buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kadar vitamin C
dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi.
Wulandari, Bey, & Tindaon (2012) menyatakan bahwa lama penyimpanan dapat
meningkatkan aktivitas metabolisme, vitamin C teroksidasi sehingga mempengaruhi vitamin
C menjadi rusak. Penyimpanan pada suhu rendah dapat menghambat aktivitas enzim dan
memperlambat kecepatan reaksi metabolisme sehingga dapat memperpanjang masa hidup
dari jaringan-jaringan di dalam bahan pangan tersebut.
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian KMnO4 berpengaruh
terhadap kadar vitamin C cabai merah keriting. Penelitian Nurjanah (2002) menunjukkan
39
(dalam Nurjanah, 2002), produksi etilen pada buah non-klimaterik cenderung konstan pada
kondisi normal tanpa adanya perubahan lingkungan, atau terkena stress yang dapat
mendorong peningkatan produksi etilen pada buah-buahan dan sayuran.
Apabila melihat hasil penelitian di atas, maka buah dan sayuran non-klimaterik,
produksi etilen akan meningkat menjelang pada batas masa simpan. Hal ini juga terjadi pada
penelitian ini. Pada saat etilen meningkat, maka peran KMnO4 menjadi menentukan dalam
mengoksidasi etilen, sehingga cabai merah keriting yang diberi KMnO4 relatif lebih kecil
mengoksidasi vitamin C, sehingga mempunyai kadar vitamin C yang lebih tinggi, apabila
dibandingkan dengan kontrol. Kadar KMnO4 sebesar 0,10 % merupakan kadar yang paling
efektif dalam menyerap dan mengoksidasi etilen.
F. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Total Asam Tertitrasi
Total asam tertitrasi merupakan salah satu parameter untuk mengetahui kualitas cabai
merah keriting. Pengujian total asam tertitrasi dilakukan dengan menggunakan indikator
phenolphthalein (PP) 1 % dan kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N hingga berwarna
merah muda. Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap total asam
tertitrasi yang dideskripsikan pada lampiran 3f, menunjukkan bahwa hasil yang tidak berbeda
nyata pada semua periode pengamatan.
Hasil analisis sidik ragam yang dideskripsikan pada lampiran 3f menunjukkan tidak
adanya pengaruh yang signifikan konsentrasi KMnO4 terhadap total asam tertitrasi cabai
merah keriting selama periode peyimpanan. Hal ini disebabkan karena pada proses respirasi,
tidak hanya asam organik yang dipergunakan sebagai substrat sumber energi. Pantastico
(1997) menyatakan bahwa protein dan lemak dapat pula berperan sebagai substrat dalam
proses pemecahan polisakarida. Protein dan lemak dapat pula berperan sebagai sustrat dalam
proses pemecahan. Prayudi (2010) menyatakan bahwa secara umum cabai memiliki banyak
Berdasarkan hasil penelitian, yang dideskripsikan pada lampiran 3f, menunjukkan
bahwa total asam tertitrasi tertinggi terjadi pada hari ke-0 dan mengalami kecenderungan
terus menurun pada periode pengamatan selanjutnya. Total asam tertitrasi relatif paling tinggi
khususnya pada periode hari ke-14 dan hari ke-21, terjadi pada konsentrasi KMnO4 0,10 %
dan 0,15 %. Adapun nilai paling rendah ditunjukkan pada kontrol dan konsentrasi KMnO4
0,05 %.
Novita, Sugianti, & Asropi (2015) menyatakan bahwa penurunan total asam disebabkan
karena adanya penggunaan asam-asam organik di dalam buah sebagai substrat energi dalam
proses respirasi. Akibat penggunaan asam-asam organik tersebut, maka jumlah asam organik
akan menurun yang menyebabkan nilai total asam juga akan menurun.
G. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Kadar Gula Reduksi
Gula reduksi merupakan substrat yang digunakan untuk proses respirasi. Hal ini berarti
bahwa Perubahan kadar gula reduksi tersebut mengikuti pola respirasi buah (Novita et al,
2012). Hasil analisis sidik ragam pengaruh konsentrasi KMnO4 terhadap kadar gula reduksi
yang dideskripsikan pada lampiran 3g, menunjukkan bahwa hasil yang tidak berbeda nyata
pada semua periode pengamatan. Hal ini disebabkan karena selain gula reduksi yang
dipergunakan sebagai substrat dalam respirasi, tetapi dapat juga protein dan lemak. Namun
demikian, dari hasil penelitian terlihat bahwa konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 % kadar gula
reduksi paling rendah. Hal ini berarti bahwa laju respirasi sampel tersebut paling rendah
apabila dibandingkan dengan sampel lainnya.
H. Pengaruh Konsentrasi KMnO4 Terhadap Uji Mikrobiologis
Uji mikrobiologis merupakan salah satu yang dapat dijadikan parameter dalam
41
buah mulai menurun. Uji mikrobiologis dalam penelitian ini digunakan dua metode, yaitu
dengan pengenceran NA dan pengenceran PDA.
1. Uji Mikrobiologis dengan Pengenceran NA
Medium Nutrient Agar (NA) masuk kedalam medium khusus karena dibuat
sebagai tempat menumbuhkan mikroba yang sudah diketahui komposisi pembuatannya.
NA di buat dengan komposisi agar – agar yang sudah dipadatkan sehingga NA juga bisa
disebut dengan nutrient padat yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri. Fungsi agar –
agar hanya sebagai pengental namun bukan zat makanan pada bakteri, agar dapat mudah
menjadi padat pada suhu tertentu.
Hasil rerata uji mikrobiologi pengenceran NA dapat dideskripsikan dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis (CFU/ml) Pengenceran NA
Kadar KMnO4
semua sampel penelitian, dengan rata-rata yang sama, yaitu sebanyak 2,17 CFU/ml. Hal
ini dimungkinkan karena media agar-agar bersifat umum sebagai lingkungan hidup
mikrobia, sehingga banyak mikrobia tumbuh secara cepar pada media ini (Amelia et al,
2005).
Pada hari ke-7 jumlah mikrobia meningkat, di mana paling banyak terdapat pada
kontrol yaitu rata-rata sebesar 14,67 CFU/ml dan paling sedikit terdapat pada perlakuan
konsentrasi KMnO4 0,10 %, yaitu 7,83 CFU/ml. Pada minggu ke-14, kembali jumlah
Pada hari ke-21 terjadi peningkatan yang tajam pada jumlah mikrobia, dengan
jumlah terbanyak terdapat pada perlakuan KMnO4 0,05 %, yaitu sebanyak 125,42
CFU/ml, dan paling sedikit terdapat pada perlakuan KMnO4 0,10 %, yaitu sebanyak
125,42 CFU/ml. Hal ini disebabkan karena kesegaran cabai mulai menurun, sehingga
banyak mirobia pembusuk tumbuh dan berkembang biak.
2. Uji Mikrobiologis dengan Pengenceran PDA
PDA adalah Potato Dektrose Agar, dengan komposisi yaitu adanya kentang,
dextrose, agar. Pada media PDA ditambahkan kloramfenikol yang berfungsi menjadi
antibiotik yang membunuh bakteri sehingga pada media PDA yang tumbuh hanya jamur
(kapang/khamir).
Hasil rerata uji mikrobiologi pengenceran PDA dapat dideskripsikan dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Rerata Uji Mikrobiologis (CFU/ml) Pengenceran PDA
Kadar KMNO4
Periode Simpan
0 7 14 21
Konsentrasi 0,00 % 0,00 0,56 0,33 3,67
Konsentrasi 0,05 % 0,00 0,22 0,56 2,00
Konsentrasi 0,10 % 0,00 0,00 0,22 1,11
Konsentrasi 0,15 % 0,00 0,44 0,78 2,11
Tabel di atas menunjukkan bahwa, pada hari ke-0, tidak ada jamur yang tumbuh.
Pada hari ke-7, jamur mulai tumbuh pada sampel. Nilai rata-rata jumlah jamur tertinggi
terdapar pada kontrol, yaitu 0,56 CFU/ml, paling sedikit perlakuan konsentrasi KMnO4
sebesar 0,05 % yaitu sebanyak 0,22 CFU/ml. Adapun pada perlakuan konsentrasi
KMnO4 sebesar 0,10 %, belum terdapat jamur. Pada hari ke-14, jumlah jamur pada
kontrol mengalami penurunan, menjadi rata-rata 0,33 CFU/ml dan pada perlakuan lain
43
KMnO4 sebesar 0,15 %, yaitu sebanyak 0,78 CFU/ml, dan paling sedikit perlakuan
konsentrasi KMnO4 sebesar 0,10 %, yaitu sebanyak 0,22 CFU/ml. Pada hari ke-21 terjadi
peningkatan jumlah jamur yang cukup tajam. Jumlah jamur paling banyak terdapat pada
kontrol, yaitu sebanyak 3,67 CFU/ml, dan paling sedikit pada perlakuan konsentrasi
KMnO4 sebesar 0,10 %, yaitu sebanyak 1,11 CFU/ml.
Laju respirasi akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikrobia pada cabai merah
keriting selama proses penyimpanan. Pemberian KMnO4 akan mengoksidasi etilen
sehingga memperlambat proses respirasi, sehingga pertumbuhan mikrobia khususnya
44
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Konsentrasi KMnO4 berpengaruh positif terhadap umur simpan Cabai Merah Keriting
2. Konsentrasi KMnO4 0,10 % merupakan konsentrasi terbaik untuk memperpanjang umur
45
DAFTAR PUSTAKA
Abeles, F. B. 1973.Ethylene in Plant Biology.Academic Press. New york. 302 p.
Amelia, G., Rini, H., Iwan, S., Tatik, K. & Abdul, C. 2005.Isolasi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase Dan Protease Mikroba Terasi Asal Kalimantan Timur. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI.
Andreas, S. 1984. Laporan Penelitian. Pengaruh Bungkus Plastik dan Kalium Permanganat pada Penyimpanan Buah Pisang. Fakultas Pertanian. Universitas Jember. 30 hal.
Anonim.Enzim Yang Dihilangkan Dalam Industri Pangan Enzim Polifenol Oksidase
Penyebab Browning Pada Buah Dan
Sayur.https://maulidamulyarahmawati.wordpress.com/2011/01/11/ . [Diakses 26 Maret 2015]
Apriyani, Fransiska. 2015. Skripsi Potensi Lidah Mertua (Sanseveria trifasciata var Hahnii medio picta) Untuk Mengendalikan Pertumbuhan Jamur (Collectotrichum capsici) Penyebab Antraknosa Pada Cabai Merah.Universitas Sanata Dharma.Yogyakarta.
Badan Standarisasi Nasional. 1998. Cabai MerahSegar. SNI No. 01-4480-1998.
Bambang, Sugiharto, Sumadi, dan Suyanto : 2004. Metabolisme Sukrosa Pada Proses Pemasakan Buah Pisang Yang Diperlakukan Pada Suhu Berbeda (Sucrose Metabolism In The Ripening Of Banana Fruit Treated With Difference Temperatures).Skripsi (tidak dipublikasikan). Fakultas Pertanian. Universitas Jember.Jember.
Benning, C.J., 1983. Plastik Film for Packaging Technology Application and Prosses Economics. Thecnomic Publishing Co. Inc, London.
Beranda Inovas. 2013. Produktivitas Tanaman Hortikultura Indonesia.
http;//berandainovasi.com/produktivitas-tanaman-hortikultura-indonesia/. Diakses tanggal 17 Juni 2015.
Brown, W.E., 1992. Plastik in Food Packaging.Marcel Dekker, Inc, New York.
Buckle, K.A., Edwars R.A., Hileet G., dan Woottom M., 1987. Food Science. UI Press.