ix
EVALUATION OF POOR SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM BY MUHAMMADIYAH IN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Oleh
CUT MIRANDA PUSRA 20130430234
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
i
EVALUATION OF POOR SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM BY MUHAMMADIYAH IN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ekonomi Keuangan dan Perbankan
Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Oleh
CUT MIRANDA PUSRA
20130430234
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
iv
Nama : Cut Miranda Pusra
Nomor Mahasiswa : 20130430234
Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah
ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini
diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.
Yogyakarta, 20 November 2016
v
akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga”. (Nabi Muhammad SAW).
“Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia”.
(Nelson Mandala)
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya, orang-orang yang
vi
orang-orang yang ku sayangi:
Ayah dan Umak tercinta, karena telah mendidik dengan kesabaran yang
tinggi, tidak pernah jemu mendo’akan dan menyayangiku , dan semua
pengorbanan yang tak akan pernah cukup ku membalasnya.
Kak Nita, Irna dan Adik Maya, Raja yang sangat aku sayangi yang selalu
memberikan semangat juang bagiku.
Seseorang yang hadir dalam kehidupanku lalu menjadi spesial di hatiku
yang selalu menunggu dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini
Roky Bil Afis.
Sahabat-sahabat yang tak bisa disebutkan satu persatu, untuk kalian semua
I Miss You Forever.
ix
karunia serta rahmat-Nya dalam penulisan skripsi dengan judul “EVALUASI
PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH
MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat
memberikan masukan bagi organisasi Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan
Pusat Muhammadiyah dalam melakukan kegiatan pemberdayaan di periode
selanjutnya dan memberi ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.
Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai
pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Allah SWT atas segala nikmat sehat, kelancaran dan kemudahan dari segala
urusan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis haturkan kepada
baginda besar Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.
2. Bapak Nano Prawoto, SE,. M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk,
bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.
3. Bapak Ahmad Ma’ruf, SE,. M.Si yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian
x
Fazwa, adik Cut Maya Putri Audilla dan Teuku M. Farhan Maulana yang selalu
memberi semangat tanpa batas.
6. Seseorang yang hadir dalam kehidupanku lalu menjadi spesial dihatiku yang
selalu menunggu dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini Roky
Bil Afis.
7. Bapak ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat serta
motivasi saat kegiatan pembelajaran
8. Tuhu Hermawan, Hadi Sutrisno, S.IP, DR. M. Nurul Yamin yang telah
bersedia menjadi narasumber wawancara, Nazovah Ummudiah, Dini Hafsari
yang telah bersedia menemani saat observasi, ibu dan bapak anggota
dampingan yang telah bersedia mengisi kuesioner, serta semua pihak yang
telah membantu kegiatan risetku.
9. Teman-teman seperjuangan dari maba sampai semester akhir yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu (EKPI 2013) telah menjadi teman dan penyemangat
yang baik.
10.Teman-teman MPM PP Muhammadiyah yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan informasi sehingga terselesainya skripsi ini.
11.Sahabat sahabattnya Mardiko (Team KKN TPST Piyungan) yang telah
xi
14.Semua pihak yang telah memberi dukungan, bantuan, kemudahan dan
semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu.
Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Penulis menyadari masih
banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan
pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya
tulis topik ini.
Yogyakarta, 20 November 2016
xii
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
HALAMAN MOTTO ... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi
INTISARI ... vii
ABSTRAK ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.
xiii
B. Profil Responden ... Error! Bookmark not defined. C. Sejarah Singkat MPM PP Muhammadiyah Error! Bookmark not defined. D. Visi MPM PP Muhammadiyah 2010-2015 . Error! Bookmark not defined. E. Peran Majelis Pemberdayaan Masyarakat .. Error! Bookmark not defined. F. Program Unggulan dan Pengorganisasian .. Error! Bookmark not defined. G. Komunitas Dampingan MPM PP Muhammadiyah... Error! Bookmark not defined.
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.
A. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. BAB VI SIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN
xiv
2.1 Kelebihan dan Kekurangan Evaluator ... 11
2.2 Penelitian Terdahulu ... 39
3.1 Skala Likert Pernyataan Positif dan Negatif ... 48
5.1 Item-Total Statistik... 67
5.2 Reability Statistik ... 69
5.3 Hasil Analisis Deskriptif Pengisian Kuesioner ... 69
xv
2.1 Siklus Pemberdayaan Masyarakat... 19
2.2 Model Penelitian ... 43
3.1 Garis Kontinum ... 48
4.1 Perkembangan Garis Kemiskinan DIY (Rp.000/bulan)... 53
4.2 Perkembangan Penduduk Miskin DIY (Persen) ... 54
4.3 Proyeksi Penduduk Miskin Terhadap Penduduk DIY (Persen) ... 55
4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Golongan Usia ... 57
4.5 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58
4.6 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 59
4.7 Diagram Tingkat Pengetahuan ... 86
4.8 Diagram Tingkat Sikap ... 87
xvi
Lampiran 2 Data Responden
Lampiran 3 Data Isian Kuesioner
Lampiran 4 Data Masukan Variabel Kuesioner
Lampiran 5 Data Statistik Hasil Isian Kuesioner
Lampiran 6 Uji Validitas
Lampiran 7 Uji Reliabilitas
Lampiran 8 Panduan Wawancara
Lampiran 9 Hasil Wawancara
Lampiran 10 Pengelompokkan Hasil Wawancara
vii
mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah yang kelompoknya tergolong dalam periode 2010-2015 yaitu anggota kelompok Becak, Asongan, Industri Mikro Kecil (IKM), dan Guyub Makmur. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 76 responden yang merupakan seluruh anggota dampingan yang kelompoknya tergolong dalam periode 2010-2015. Alat analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa bentuk pemberdayaan yang dilakukan pada masyarakat miskin seperti: pendampingan keagamaan, pendampingan kesehatan, penguatan kelompok, pelatihan, sosialisasi, pemberian fasilitas dan pemberian alat-alat bantuan. Hal yang menjadi pendukung dalam pemberdayaan yaitu Jaringan MPM dari tingkat pusat hingga cabang dan ranting, semangat kerelawanan dan pengetahuan para fasilitator pendamping, relasi MPM dengan dinas pemerintahan, universitas dan lembaga lainnya serta dukungan dari lembaga Muhammadiyah lainnya. Adapun kendala yang dialami dalam proses pemberdayaan seperti kebiasaan anggota yang belum bisa lepas dari tengkulak, masih ada kelompok yang kurang memiliki kesadaran dalam berorganisasi dan sumber dana besar yang dibutuhkan dalam melakukan program. Hasil dari kegiatan pemberdayaan yaitu perubahan pada aspek pengetahuan dan sikap dapat dikatakan baik sedangkan perubahan pada aspek keterampilan dapat dikatakan cukup.
viii
members of MPM PP Muhammadiyah whose group belong to the period 2010-2015, namely members of the rickshaw, hawkers, Small Micro Industry (MSI) and Guyub Makmur. Sample of 76 respondents who are all members of group assisted belonging to the 2010-2015 period. The analysis tool used is qualitative and quantitative descriptive.
The analysis shows that the forms of empowerment in poor communities such as: religious advocacy, health assistance, strengthening the group, training, socialization, provision of facilities and the provisions of means of assistance. The network of MPM, supported the empowerment process, from the central to the branches and twigs, also spirit of volunteerism and knowledge of the facilitator, MPM relationship with government agencies, universities, and other institutions as well as the support of other institution Muhammadiyah. While constraints in the empowerment of such a habit that members can’t be separated from middlemen, there are groups who lack awareness in large organization and sources of funds needed to carry out the program. Results from empowerment activities that changes to aspect of knowledge and skills can be said to be good, while a change in the aspect of attitude can be said to be sufficient.
1 A. Latar Belakang Penelitian
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih memiliki
permasalahan kemiskinan yang serius, sebab kemiskinan hingga kini terus
menghampiri kondisi perekonomian Indonesia sehingga perlu untuk
disembuhkan atau paling tidak dikurangi (Marmujiono, 2014). Kemiskinan
merupakan suatu kondisi yang menyedihkan karena masyarakat tidak mampu
memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana layaknya (Saragih, 2014).
Permasalahan kemiskinan kini telah menjadi perdebatan politik, oleh karena
itu setiap proses pembangunan yang dilaksanakan di setiap era pemerintahan
selalu mengandung unsur pengentasan kemiskinan (Windia, 2015).
Kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai ketidakmampuan secara
ekonomi saja, akan tetapi lebih dari itu dimana sekelompok orang telah gagal
untuk memenuhi hak-hak dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti
hak untuk mendapatkan kesehatan, pekerjaan, perumahan, air bersih, hingga
terbebasnya dari bahaya yang ada (Sa’yidah dan Arianti, 2012).
Suryawati dalam Marmujiono (2014) menyatakan bahwa kemiskinan
adalah suatu intergrated concept yang mempunyai lima dimensi, yaitu sebagai
berikut: kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan
menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence)
Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks, oleh karena itu
diperlukan intervensi dari semua pihak. Apabila permasalahan kemiskinan
teratasi tentunya akan berdampak pada proses pembangunan, pembangunan
akan berjalan lancar dan pada akhirnya akan mencapai kesejahteraan serta
kemakmuran hidup masyarakat yang mana menjadi tujuan negara Indonesia.
Data mengenai penduduk miskin di Indonesia dan Daerah Istimewa
Yogyakarta dapat dilihat pada grafik berikut:
Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)
GAMBAR 1.1.
Penduduk Miskin di Indonesia dan DIY Tahun 2005-2015 (Persen)
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tampak bahwa jumlah
dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 15,97
persen atau sekitar 35,10 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2006 persentase
jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi 39,30 juta jiwa atau 15,97
12,49 11,96 11,7 11,25 11,22 18,95 19,15 18,99 18,32
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015
dengan kata lain sekitar 17,75 persen dari penduduk Indonesia merupakan
penduduk miskin. Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut diperkirakan
terjadi karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kemudian tahun
2007, persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan dan
penurunan ini terus terjadi setiap tahunnya hingga tahun 2015 yaitu mencapai
28,59 juta jiwa atau sekitar 11,22 persen dari seluruh penduduk Indonesia.
Penurunan tersebut tidak terlepas dari upaya keras pemerintah untuk
menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro rakyat. Walau dapat
dikatakan belum maksimal, penurunan angka kemiskinan menunjukkan bahwa
program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah
memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam
mengembangkan hak-hak dasarnya.
Salah satu daerah di Indonesia yang penduduk miskinnya masih cukup
tinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada tahun 2005 jumlah dan
persentase penduduk miskin DIY sekitar 625.800 jiwa atau 18,95 persen. Pada
tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 648.700 jiwa atau 19,15 persen.
Peningkatan ini terjadi akibat dari fenomena kenaikan harga/inflasi yang cukup
tinggi terutama yang berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar
minyak/energi. Sejak tahun 2007 persentase penduduk miskin mengalami pola
penurunan dan terus terjadi setiap tahun hingga tahun 2015 mencapai 14,91
persen dari seluruh total penduduk DIY. Akan tetapi meskipun persentase
penduduk miskin mengalami penurunan, garis kemiskinan DIY masih selalu
Permasalahan kemiskinan yang ada dari dulu hingga sekarang bukan hanya
tugas pemerintah saja, tetapi merupakan perpaduan dari ketiga stakeholer
pembangunan. Adapun ketiga stakeholder pembangunan tersebut yaitu:
pemerintah selaku penyelenggara public service, kelompok pengusaha selaku
pemilik private sector, dan masyarakat sipil civil society). Salah satu bagian
dari masyarakat sipil adalah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.
Organisasi masyarakat keagamaan memiliki peran yang sangat penting baik di
semua bidang pembangunan salah satunya pengentasan kemiskinan. Adapun
salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan yaitu melalui melakukan
pemberdayaan masyarakat (Sutisna, 2013; Mulyadi, 2012).
Sebenarnya ada 3 tugas pokok pemerintah yang harus dijalankan dengan
sepenuhnya agar permasalahan ekonomi dan pembangunan dapat teratasi
dengan baik. Adapun tugas pokok pemerintah tersebut adalah tugas
pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan. Akan tetapi pada saat
melaksanakan tugas tersebut pemerintah justru mengalami kebingungan untuk
menentukan tugas mana yang harus diprioritaskan. Secara teori fungsi
pelayanan yang harus diutamakan, tetapi justru fungsi utama tersebut menjadi
terabaikan. Oleh sebab itu sudah seharusnya pemerintah berbagi tugas dengan
stakeholder lainnya, misalnya dengan ormas sebagai bagian dari masyarakat
sipil untuk melaksanakan tugas pemberdayaan agar semua tugas tersebut dapat
memberikan hasil yang maksimal (Mubarak Adil, 2014).
Muhammadiyah merupakan organisasi yang berkiprah dalam berbagai
dan kesehatan (Rokhim, 2014). Dalam bidang social masyarakat
Muhammadiyah mendirikan berbagai amal usaha yang didirikan sebagai
wujud dari pemberdayaan sumber daya manusia, salah satunya di bidang
pendidikan dengan mendirikan sekolah berlandaskan Islam. Muhammadiyah
mengurangi tingkat kemiskinan melalui Pemberdayaan Petani dan Masyarakat
Miskin yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan
Pusat Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah). MPM PP Muhammadiyah
dibentuk berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di
Malang Jawa Timur. Pembentukan itu didasari kenyataan bahwa setelah 11
tahun reformasi kaum miskin di Indonesia belum mengalami perbaikan yang
berarti (Febriansyah dik., 2013).
Pemberdayaan yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah berdasarkan
teologi Al-Ma’un. Teologi ini didasarkan pada surah Al-Ma’un (107:1-7). Pada
intinya, surah ini mengajarkan bahwa ibadah ritual tidak ada artinya apabila
tanpa melakukan amal sosial. Selain itu surah ini juga menyebutkan bahwa bila
mengabaikan anak yatim dan tidak berusaha mengentaskan kemiskinan
sebagai pendusta agama. Oleh karena itulah menjadi inspirasi bagi MPM PP
Muhammadiyah untuk memberdayakan masyarakat yang miskin dan
terpinggirkan (Burhani, 2016).
Pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah selama ini perlu
dilakukan pengkajian/evaluasi yang lebih mendalam. Oleh karena itulah
penelitian ini perlu dilakukan, sebab sebelumnya belum pernah ada yang
Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin oleh Muhammadiyah di
Daerah Istimewa Yogyakarta”.
B. Batasan Masalah Penelitian
Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang
dimaksud, maka dari itu dalam skripsi ini penulis membatasinya hanya pada
ruang lingkup penelitian sebagai berikut:
1. Program yang dievaluasi adalah program pemberdayaan yang dilakukan
oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat
Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) periode 2010-2015 di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Masyarakat miskin yang dimaksud anggota kelompok dampingan MPM
PP Muhammadiyah periode 2010-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Aspek yang dievaluasi yaitu: aspek pengetahuan, sikap dan
keterampilan.
C. Rumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang maka penulis mengidentifikasi permasalahan
dalam penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh
Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?
2. Apa saja hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan
pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah
3. Bagaimana hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh
Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitianini yaitu:
1. Ingin mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh
Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
2. Ingin mengetahui hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam
kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhamadiyah di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
3. Ingin mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin
oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Kebijakan: penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan bagi Majelis
Pemberdayaan Masyarakat dalam menentukan kegiatan yang harus
dilakukan di periode pemberdayaan selanjutnya dan para stakeholder
lainnya dalam mengambil keputusan.
2. Teoritis: penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi
kalangan mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum untuk lebih
mengetahui mengenai evaluasi program pemberdayaan masyarakat
3. Mahasiswa: penelitian ini bisa dijadikan untuk penelitian lanjutan atau
menjadi referensi bila mengangkat penelitian dengan pembahasan/tema
9 A. Landasan Teori
1. Evaluasi.
Evaluasi merupakan terjemahan dari kata Bahasa Inggris, “evaluation”. Menurut pengertian umum program dapat diartikan sebagai “rencana”
dikarenakan program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan
dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan
karena melaksanakan suatu kebijakan (Arikunto dan Cepi, 2014).
Pemahaman mengenai evaluasi dapat menjadi berbeda-beda sesuai dengan
pendapat dari beberapa ahli. Menurut (Tague-Sutclife dalam Rinaldi, 2015)
mendefinisikan evaluasi sebagai a systematic process of determining the extent
to which instructional objective are achieved by pupils. Evaluasi tidak hanya
menilai suatu aktifitas secara spontan tetapi juga menilai secara terencana,
sistematik dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.
Menurut (Dunn dalam Rianda, 2015) evaluasi tidak hanya menghasilkan
kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga
menyumbang klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari
kebijakan serta membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali
masalah.
Evaluasi program adalah langkah awal dari supervisi, yaitu mengumpulkan
data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat
program yaitu untuk mengetahui pencapaian tujuan program, karena evaluator
program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen
program yang belum terlaksana dan apa sebabnya serta menentukan tidak
lanjut dari program tersebut (Arikunto dan Cepi, 2014; Kurnia, 2010).
a. Model-Model Evaluasi.
Menurut Sukardi (2015) dalam evaluasi program ada beberapa model
evaluasi yang bisa digunakan untuk melakukan kegiatan evaluasi. Adapun
model-model tersebut adalah:
1.) Model Tyler merupakan model yang menekankan adanya proses
evaluasi secara langsung didasarkan pada tujuan instruksional.
2.) Model bebas tujuan merupakan model yang mengharuskan
evaluator tidak perlu mengetahui tujuan dari objek yang dievaluasi.
3.) Model Context Input Process Product (CIPP) merupakan model
yang mendukung prose pegambilan keputusan dengan mengajukan
pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu
keputusan.
4.) Model countenance merupakan model yang menekankan pada dua
standar yaitu standar absolut dan standar relatif.
5.) Model sumatif (dilakukan saat program masih berlangsung untuk
mengetahui sejauh mana program telah berlangsung) dan formatif
(dilakukan setelah program berakhir dengan tujuan mengukur
6.) Model connoisseurship atau model ahli merupakan model yang
menggambarkan penyimpangan dari metodologi yang telah
dieksploitasi oleh para praktisi evaluasi.
b. Evaluator Dalam dan Luar.
Evaluator yang akan melaksanakan evaluasi program bisa dari dua
sumber yaitu evaluator luar dan evaluator dalam. Setiap sumber evaluator
pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dalam tabel ini akan
diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan setiap evaluator.
TABEL 2.1.
Kelebihan Dan Kekurangan Evaluator
No Evaluator Dalam Evaluator Luar
1. Sangat mengetahui seluk beluk program
Sukar mengetahui seluk beluk program
2. Mudah mendapatkan data Sukar mendapatkan data
3. Sering kali tidak obyektif Obyektif karena tidak berkepentingan
4. Dapat memberi informasi penting yang kontekstual
Tidak dapat memberi informasi penting yang kontekstual
Sumber: Roswati dalam (Munthe, 2015)
c. Monitoring Dan Evaluasi (Monev).
1.) Pengertian Monev.
Menurut Suharto (2010) monitoring adalah kegiatan pemantauan
yang dilakukan terhadap suatu program yang sedang berlangsung,
terhadap suatu program yang telah selesai atau minimal telah berjalan
selama tiga bulan.
Nalahudin (2010) mendefinisikan monitoring adalah suatu proses
untuk mengatasi permasalahan yang ditemui setelah informasi
dikumpulkan dan dianalisis dari penerapan program yang telah
dilaksanakan. Sementara itu evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui
efektifitas program, pencapaian program serta dampak dari program
yang telah dilakukan. Hal itu diketahui dari informasi yang telah
dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.
Monitoring menyelesaikan permasalahan menggunakan data dasar
yang tersedia, sedangkan evaluasi dapat dilakukan setelah memperoleh
hasil dari monitoring yang kemudian akan di bandingkan antara data
yang satu dengan daya yang lainnya. Oleh sebab itu antara evaluasi dan
monitoring tidak boleh dipisahkan (Widiarto, 2012).
2.)Tujuan Monev.
Tujuan monev menurut Suharto adalah untuk mengetahui apakah
program yang telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan
mengetahui saran yang baik untuk digunakan. Sedangkan tujuan
evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana program sudah tercapai
dan akibat atau dampak yang ditimbulkan dari program yang telah
3.)Sasaran Monev.
Mengetahui apa saja yang menjadi sasaran monev merupakan hal
yang paling penting dalam melakukan monev. Menurut (Own dan
Rogers dalam Suharto, 2010) terdapat 5 sasaran monev yaitu sebagai
berikut:
a.) Program, untuk mencapai perubahan diperlukan kegiatan atau
aktivitas yang dikenal dengan kata program.
b.) Kebijakan, sesuatu yang telah tetap berisi prinsip-prinsip dan
digunakan untuk mengarahkan pada pencapaian tujuan.
c.) Organisasi, wadah yang menjadi tempat perkumpulan orang
yang ingin mencapai tujuan baru.
d.) Produk atau hasil, hasil yang diperoleh dari kegiatan/program
tertentu bisa baik bisa buruk.
e.) Individu, orang atau manusia yang berada didalam suatu wadah
yang disebut organisasi.
4.) Sistem Monev.
Keberagaman sistem monitoring dan evaluasi menjadikan
masing-masing pendekatan memiliki indikator yang bersifat subsitem, indikator
tersebut menurut (Suhato, 2010) yaitu:
a.) Masukan (input), hal yang diperlukan dalam pelaksanaan
monitoring dan evaluasi agar menghasilkan sesuatu yang sesuai
b.) Proses (process), kegiatan pengolahan setelah adanya input dan
sebelum menjadi hasil/output.
c.) Keluaran (output), hal yang diperoleh setelah dilakukan kegiatan
monitoring dan evaluasi baik fisik maupun nonfisik.
d.) Hasil (outcome), hasil yang telah memberi kesan bahwa hasil
yang diperoleh telah berhasil/berfungsi.
e.) Dampak (impact), hal yang ditimbulkan atau menjadi akibat dari
tiap indikator baik yang bersifat positif ataupun negatif.
5.) Proses Monev.
Kegiatan monev akan berlangsung dengan teratur apabila dilakukan
sesuai dengan langkah-langkah yang tepat. Adapun langkah melakukan
monitoring dan evaluasi menyesuaikan keadaan yang ada. Terdapat 10
langkah yang dapat menjadi patokan menjalankan monitoring dan
evaluasi menurut Suharto (2010) yaitu:
a.) Menentukan ruang lingkup hal yang akan dievaluasi, apakah
program yang akan dievaluasi hanya ada satu atau ada beberapa
program yang saling berkaitan yang akan dievaluasi.
b.) Menguraikan latar belakang dan sejarah program yang akan
dievaluasi secara singkat.
c.) Menggali sumber informasi baik primer maupun sekunder.
d.) Menetapkan tujuan monitoring dan evaluasi (monev).
e.) Membuat pertanyaan-pertanyaan.
g.) Tetapkan peranan tim pelaksana monitoring dan evaluasi.
h.) Mengkaji jadwal dan prosedur monev.
i.) Menguraikan sumber dana akan diarahkan ke mana dan untuk apa
saja.
j.) Mengumpulkan data dan menyiapkan pelaporan. Setelah semua
telah dipersiapkan maka monev dapat dilakukan.
Evaluasi pemberdayaan merupakan satu konsep, teknik, temuan yang
digunakan untuk mendorong terhadap perbaikan dan penentuan tentang nasib
diri sendiri (Kasmel and Pernille, 2011).
2. Pemberdayaan.
a. Pengertian Pemberdayaan.
Secara Bahasa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang artinya
kekuatan atau kemampuan. Secara istilah pemberdayaan merupakan proses
mendapatkan kemampuan atau kekuatan. Proses yang dimaksud tertuju pada
tindakan untuk mengubah masyarakat yang lemah, baik knowlodge, attitude
maupun practice (KAP) menuju penguasaan pengetahuan, sikap, dan
keterampilan (Suparjana dan Hempri dalam Hidayah, 2013).
Pada dasarnya pemberdayaan dianggap sebagai proses yang harus dilalui
oleh pihak yang menginginkan perubahan dalam dirinya baik dari sisi kapasitas
maupun kapabilitas untuk menjadi sumber daya yang dapat membantu dirinya
menjadi lebih baik. Pemberdayaan masyarakat juga dapat disebut sebagai cara
untuk menjadikan masyarakat ikut berperan dalam kegiatan pembangunan
Pemberdayaan masyarakat menurut (K. Suhendra dalam Internawati, 2013)
adalah gerakan terus menerus untuk menghasilkan suatu kemandirian (self
propelled development). Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep
yang pada mulanya menekankan pada pembangunan ekonomi yang
dikembangkan berdasarkan nilai-nilai masyarakat.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli seperti Ife, Swith dan Levin,
Rappaport, Parson maka (Suharto dalam Mulyadi, 2012) menyimpulkan
definisi pemberdayaan di atas tertuju pada kemampuan orang, khususnya
kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau
kemampuan. Adapun kekuatan atau kemampuan yang dimaksud adalah:
1.) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan
(freedom) tidak hanya bebas berpendapat, tetapi juga bebas dari
kelaparan, kebodohan dan kesakitan.
2.) Mampu meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang
serta jasa-jasa yang diperlukan.
3.) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan
yang memengaruhi mereka.
b. Tujuan Pemberdayaan.
Tujuan yang diharapkan dalam pemberdayaan yaitu untuk membentuk
individu dan masyarakat yang mandiri. Masyarakat yang mandiri maksudnya
masyarakat telah mampu memecahkan permasalahan dengan menggunakan
kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif dan sumber daya lainnya.
kontribusi pada terciptanya masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat
mandiri dan dapat mewujudkan komunitas yang ideal sesuai dengan harapan
dari pemberdayaan (Teguh dalam Hidayah, 2013).
Pemberdayaan diarahkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat secara
produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan
pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk
menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan terhadap empat
hal yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap
pasar dan akses permintaan (Anwar dalam Izzaqiyah, 2014).
c. Tahapan Pemberdayaan.
Menurut (Wilson dalam Mubarak Zaki, 2010) terdapat 7 tahapan dalam
siklus pemberdayaan masyarakat. Adapun tahapan pemberdayaan tersebut
yaitu:
1.) Kemauan dari dalam diri masyarakat untuk melakukan perubahan yang
positif.
2.) Masyarakat diharapkan mampu menghilangkan penghambat kemajuan
dirinya dan komunitasnya untuk menjadi lebih maju.
3.) Masyarakat telah menerima kebebasan tambahan dan mampu
bertanggung jawab untuk mengembangkan diri sendiri dan komunitas.
4.) Usaha pengembangan peran dan tanggung jawab yang semakin luas
seperti peningkatan pada minat dan motivasi melakukan pekerjaan.
5.) Hasil pemberdayaan mulai tampak dan terjadi peningkatan kinerja
6.) Terjadi perubahan perilaku dan kesan pada dirinya seperti peningkatan
psikologis lebih baik dari kondisi sebelumnya akibat dari peningkatan
kinerja yang terjadi
7.) Keberhasilan masyarakat dalam memberdayakan diri sendiri dan
berkeinginan kuat untuk mencoba hal-hal yang lebih maju.
Tahap 5
Penguatan
rasa memiliki
Tahap 6 Tahap 4
Psikologis lebih baik Rasa Tanggung jawab lebih
Tahap 7 Tahap 3
Semangat mencoba Tanggung jawab pada diri
hal baru
Tahap 1 Tahap 2
Kemauan melakukan Menghilangkan Perubahan kendala-kendala
Sumber: Wilson dalam Mubarak Zaki (2010) Gambar 2.1.
Siklus Pemberdayaan Masyarakat
d. Konsep Pemberdayaan.
Menurut (Sumodiningrat dalam Izzaqiyah, 2014) konsep pemberdayaan
1.) Perekonomian rakyat diselenggarakan oleh rakyat dengan potensi
rakyat untuk menjalankan roda perekonomian.
2.) Pemberdayaan ekonomi rakyat memiliki kendala struktural,
sehingga diperlukan perubahan struktural.
3.) Perubahan struktural maksudnya perubahan dari ekonomi
tradisional menjadi modern. Langkah yang ditempuh dengan
pengalokasian sumber daya, pemasaran teknologi, penguatan
kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia.
4.) Pemberdayaan ekonomi rakyat juga harus dijamin dengan kerja
sama yang erat antara yang telah maju dan baru berkembang.
5.) Kebijakan dalam pemberdayaan seperti peluang mengakses aset
produksi, memperkuat kemitraan, pelayanan pendidikan dan
kesehatan, penguatan industri kecil, mendorong wirausaha dan
pemerataan spasial.
6.) Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup peningkatan akses
bantuan modal usaha dan peningkatan akses saran prasarana yang
mendukung sosial ekonomi masyarakat lokal.
e. Model Pemberdayaan Umat.
Salah satu model pemberdayaan umat adalah model navigasi
12S-7C5P-3S-GT, model navigasi ini terdiri dari unsur 12S, 7C, 5P, 3S dan GT.
Adapun yang dimaksud dengan 12 spirit (12S) yang artinya adalah: spirit
yang menjadi keyakinan/kekuatan intrinsik (power within) dalam
kepercayaan dan komitmen diri yang merupakan penjabaran dari 12 spirit
dalam pemberdayaan umat, 5 perilaku (5P) yang menjadi etos kerja
normatif dan produktif (5 kartu AS) dalam pemberdayaan umat, 3 strategi
(3S) dalam pemberdayaan umat. Ketiga strategi tersebut (3S) adalah:
strategi karitatif, strategi ekonomis dan strategi
sosio-transformis. Garam dan Terang dunia (GT), yaitu ormas keagamaan
seyogianya mampu melakukan reposisi dan refungsionalisasi sebagai garam
dunia yang memberikan cita rasa bagi kehambaran dunia, dan memberikan
suluh dalam menerangi kegelapan kemiskinan di mana ormas keagamaan
berada (Sutisna, 2013).
f. Pemberdayaan Sosial-Ekonomi.
Pemberdayaan sosial-ekonomi merupakan usaha memberi pengetahuan
keterampilan serta menumbuhkan kepercayaan diri pada masyarakat agar
tercipta swadaya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pemberdayaan ini pada
intinya dapat diupayakan melalui pelatihan, pendampingan, penyuluhan,
pendidikan dan keterlibatan berorganisasi demi menumbuhkan dan
memperkuat motivasi hidup dan usaha serta pengembangan pengetahuan
dan keterampilan hidup dan kerja (yayasan SPES dan Tjokroamidjojo dalam
Izzaqiyah, 2014).
3. Organisasi Kemasyarakatan.
Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi
kemasyarakatan (ormas) pada pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa:
kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.
Sejalan dengan undang-undang (Wiese dan Becker dalam Sutowo dan
Susilo, 2013) berpendapat bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) adalah
perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum
maupun tidak berbadan hukum.
Selain itu dalam Undang-Undang (UU) tentang organisasi kemasyarakatan
dijelaskan bahwa ormas memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada
masyarakat, meningkatkan partisipasi dan keberadaan masyarakat serta
mewujudkan tujuan negara. Ormas juga memiliki fungsi sebagai sarana
pemberdayaan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat dan pembinaan dan
pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi.
Berdasarkan tujuan dan fungsi ormas menurut UU tersebut semakin
mempertegas bahwa ormas menjadi sangat penting untuk mempermudah kerja
pemerintah dalam pencapaian tujuan negara. Ormas dapat menjadi agen
pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah dalam berbagai
hal terutama dalam konteks pemberdayaan masyarakat.
Dalam perspektif politik ormas merupakan kelompok kepentingan menjadi
bersifat politik apabila melakukan tuntutan kepada lembaga-lembaga
pemerintah. Individu juga dapat menjadi penting secara politik apabila dapat
menjadi bagian dari suatu kelompok kepentingan. Oleh sebab itu kelompok ini
menjadi jembatan penting antara individu dan pemerintah (Kusumanegara,
Organisasi kemasyarakatan merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam
memberikan kontribusi yang nyata dan bermakna di setiap proses pembangunan.
Oleh sebab itu, ormas yang berkembang di berbagai bentuk masyarakat
Indonesia yang majemuk perlu dipertimbangkan peran dan kontribusinya baik
sebagai instrumen maupun strategi dalam pembangunan yang berbasis
masyarakat. Ormas pada umumnya merupakan organisasi yang bergerak dalam
bidang keagamaan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ormas saat ini tidak lagi
memandang pemerintah sebagai kekuatan yang mengekang kegiatan mereka,
justru menganggap pemerintah sebagai mitra yang dapat memberdayakan
potensi yang ada di dalam ormas. Pemerintah melakukan pemberdayaan
masyarakat melalui ormas yang mendukung kebijakan pemerintah (Mulyadi,
2012; Widiartati, 2010).
Peran ormas dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk
membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah
perjuangan kaum ekonomi lemah yang mandiri serta berkelanjutan dalam
menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. Ormas juga mampu
mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan
publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi kepada masyarakat miskin (pro
poor) dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Mulyadi, 2012).
4. Teori Kemiskinan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam (Rubiyanah dkk., 2016)
Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah kebutuhan
disetarakan dengan 2100 kalori perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan
non makanan seperti: pakaian, perumahan, pendidikan dan kebutuhan dasar
lainnya) atau yang biasa disebut garis kemiskinan.
Menurut (kang Moeslim dalam Burhani, 2016) definisi orang miskin itu
tidak dibatasi hanya pada orang yang miskin secara ekonomi saja. Orang miskin
adalah mereka yang mengalami marjinalisasi sosial, seperti petani, pemulung,
dan pelacur. Seseorang juga dikatakan miskin apabila mengalami subordinasi
sosial seperti kelompok agama minoritas (Ahmadiyah, Syiah dan sebaginya).
Sunoto dalam Windia (2015) mencatat bahwa kemiskinan secara
konvensional merupakan kelompok yang memiliki pendapatan (income)
dibawah garis kemiskinan, sehingga pengentasan kemiskinan hanya dari sisi
ekonomi saja. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang sangat
kompleks. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yakni:
a. Kemiskinan absolut, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan yang
tidak bisa mencukupi kebutuhan dasar, seperti: pangan, sandang,
kesehatan, papan, pendidikan.
b. Kemiskinan relative, yaitu seseorang yang pendapatannya di atas garis
kemiskinan tetapi pendapatannya masih jauh di bawah orang di
sekelilingnya.
c. Kemiskinan kultural, yaitu seseorang yang tidak berkemauan untuk
memperbaiki kehidupannya walaupun telah ada orang lain yang
Ada beberapa ciri yang melekat pada penduduk miskin yaitu: pendapatan
masih rendah atau tidak berpendapatan, tidak memiliki pekerjaan tetap,
pendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan, tidak memiliki tempat tinggal
dan tidak terpenuhinya standar gizi minimal (Rejekiningsih, 2011).
Terdapat beberapa teori yang dapat mempermudah dalam memahami
tentang kemiskinan menurut (Nurmayanti dalam Windia, 2015) yaitu:
a. Teori Neoliberal.
Shanon, Spicker, Cheyne, O’Brien dan Belgrave berpendapat bahwa
kemiskinan adalah permasalahan seseorang yang terjadi karena
kelemahan orang tersebut dalam menentukan pilihan, dan apabila
kekuatan pasar dan pertumbuhan ekonomi ditingkatkan maka
kemiskinan dapat diatasi.
b. Teori Sosial Demokrat.
Berdasarkan teori ini kemiskinan dianggap sebagai suatu permasalahan
struktural yang terjadi karena ketidakmerataan masyarakat dalam
mengakses pelayanan sosial dasar yang diberikan oleh negara sehingga
terjadi ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat.
c. Teori Marjinal.
Berdasarkan teori ini kemiskinan di kota terjadi karena kebudayaan
kemiskinan yang telah melekat di kalangan mereka. Terdapat dua
pendekatan dalam teori ini yaitu prakarsa diharuskan berasal dari luar
kelompok dan perencanaan diharuskan berpusat terhadap perubahan
d. Teori Development.
Teori ini berasal dari teori-teori pembangunan sebelumnya terutama
teori neo liberal. Dalam teori ini ekonomi masyarakat menjadi tolak
ukur dalam permasalahan kemiskinan karena ekonomi dipandang
sebagai suatu kesatuan dengan kemiskinan seseorang.
e. Teori Struktural.
Menurut teori ini kemiskinan merupakan permasalahan
politik-ekonomi dunia bukannya permasalahan yang mengarah pada budaya
dan pembangunan ekonomi.
f. Teori Artikulasi Moda Produksi.
Pada teori ini reproduksi kapitalisme di negara miskin terjadi dua
artikulasi modal produksi yaitu moda produksi pra-kapitalis dan moda
produksi kapitalis. Selain itu pula terdapat dua pendekatan yang
melandasinya: pertama, moderat yaitu dengan memberikan bantuan
baik dari sisi bantuan sosial, jaminan sosial dan lainnya dan kedua,
radikal yaitu perubahan/ transformasi karena di kehidupan masyarakat
terjadi ketimpangan
5. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan.
Menurut Sa’yidah dan Arianti (2012) salah satu kegiatan yang dilakukan
dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia adalah dengan melakukan
pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan menjadikan
dengan kata lain konsep utamanya adalah memandang inisiatif kreatif rakyat
sebagai sumber daya. Selanjutnya pemerintah bersama elemen-elemen
masyarakat lainnya dapat berperan sebagai fasilitator, regulator, pendamping
dan stimulator sehingga mereka mampu berkembang.
Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan kewajiban yang sesuai
dengan tujuan nasional yang ada di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu:
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa
(Lestari, 2015).
Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang penanggulangan
kemiskinan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Strategi
Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Rencana Kerja Pemerintah (RKP),
Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Peraturan Presiden,
Keputusan/Peraturan Menteri, Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah
dan Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD) (Kristanto, 2010).
Berdasarkan peraturan presiden republik Indonesia Nomor 15 tentang
percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang dimaksud dengan
penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah
provinsi dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana
dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah
penduduk miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat serta
6. Pembangunan.
Pembangunan adalah sesuatu yang positif yang berkaitan dengan
perubahan atau perbaikan (Bellu, 2011). Pembangunan diartikan sebagai upaya
dalam melakukan perubahan kehidupan masyarakat yang tujuan akhirnya
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Astroulakis, 2013).
Pembangunan sebagaimana dipahami (Katz dalam Suryono, 2010)
merupakan perubahan sosial yang besar dari suatu keadaan terhadap keadaan
lainnya yang dipandang lebih bernilai. Sejalan dengan Katz, (Tjokoroamidjojo
dalam Suryono 2010) mengartikan pembangunan yaitu suatu proses
pembaharuan yang berkelanjutan dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan
yang lebih baik.
Konsep pembangunan ini mengandung makna bahwa pertumbuhan
ekonomi saja tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan, karena pertumbuhan
tersebut memerlukan perjalanan panjang untuk sampai pada kelompok
penduduk miskin (Darta, 2012).
Hudiyanto (2014) mengelompokkan teori pembangunan ke dalam dua
kelompok yaitu teori modernisasi dan teori struktural. Pada teori modernisasi
dibahas teori David Ricardo tentang peranan penduduk dan tingkat upah, teori
pasokan tenaga kerja yang melimpah dari Arthur Lewis, teori tahap-tahap
pertumbuhan dari Rostow, teori peran tabungan dari Harodd-Domar, teori
Leibenstein tentang dorongan besar, teori usaha besar dan teori usaha
minimum. Sementara itu pada teori struktural membahas tentang teori
Pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Jokowi dalam kamus
pembangunan termasuk paradigma pembangunan inklusif. Pembangunan
inklusif menurut Prasetyantoko adalah pembangunan yang diperuntukkan
untuk semua orang tidak peduli latar belakang, agama, suku dan
perbedaan-perbedaan lainnya. Dengan kata lain sebagai proses untuk memastikan bahwa
semua kelompok masyarakat yang terpinggirkan bisa terlibat sepenuhnya
dalam proses pembangunan (Tambunan, 2016).
7. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan. a. Pengetahuan.
Pengetahuan merupakan suatu hal yang menjadi hasil dari seseorang
yang telah melakukan penginderaan pada suatu obyek tertentu. Pada
penginderaan dapat terjadi melalui panca indera manusia yakni indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan dapat
diperoleh dari pendidikan formal dan informal. Sehingga dengan
pengetahuan tersebut tindakan atau perilaku seseorang dapat terbentuk.
(Mastini, 2013; Utari, 2010).
Menurut (Bloom dalam Notoatmodjo, 2012) pengetahuan dibagi dalam
enam tingkatan yaitu:
1.) Tahu (know).
Tingkat seseorang memanggil kembali memori yang telah ada
2.) Memahami (comprehension).
Pada tingkat ini seseorang tidak hanya mengetahui tapi dapat
menginterprestasikan dengan benar obyek yang dimaksud.
3.) Aplikasi (application).
Tingkatan seseorang telah mampu menerapkan apa yang telah dipahami
sebelumnya.
4.) Analisis (anslysis).
Tingkatan di mana seseorang telah bisa menelaah masalah baik dengan
cara dijabarkan, dipisah maupun mencari hubungan antar komponen
masalah.
5.) Sintesis (synthesis).
Tingkatan seseorang telah mampu merangkum komponen-komponen
yang ada pada pengetahuan yang dimiliki.
6.) Evaluasi (evaluation).
Tingkatan terkahir seseorang telah bisa menilai sesuatu berdasarkan
kriteria pribadi atau sesuai norma yang berlaku dimasyarakat.
Sedangkan menurut (Rogers dalam Notoatmodjo, 2012) bahwa dalam
pengetahuan terdapat 5 proses berurutan yaitu:
1.) Kesadaran (awareness), seseorang telah mengetahui terlebih dahulu
obyek tersebut.
2.) Interest, seseorang mulai tertarik pada stimulus.
3.) Evaluation, seseorang mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan
4.) Trial, seseorang telah mencoba prilaku yang baru.
5.) Adoption, seseorang telah bersikap sesuai dengan pengetahuan sikap
terhadap stimulus.
b. Sikap (attitude).
Sikap adalah suatu pendapat, keyakinan seseorang mengenai hal yang
memberikan seseorang melakukan tindakan sesuai dengan pendapat dan
keyakinannya atau juga sebagai respon dari suka tidaknya terhadap objek
yang dirasakannya (Islamiyati, 2015).
Sikap adalah suatu hal yang tidak dibawa oleh seseorang dari lahir
melainkan akan terbentuk sejalan dengan perkembangan hidup seseorang.
Peranan attitude sangat penting dalam kehidupan yang akan menentukan
seseorang dalam menentukan tindakan terhadap obyek (Gerungan dalam
Purwoko, 2011).
Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan
menurut Notoatmodjo (2012) yaitu:
1.) Menerima (receiving).
Menerima dapat diartikan bahwa seseorang atau subjek memiliki
kemauan untuk memperhatikan rangsangan yang diberikan (objek).
2.) Menanggapi (responding).
Menanggapi diartikan bahwa subjek atau seseorang memberi balasan
3.) Menghargai (valuing).
Menghargai diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai
yang positif terhadap objek serta mengajak atau mempengaruhi orang
lain untuk merespons.
4.) Bertanggung jawab (responsible).
Tanggung jawab merupakan tahapan paling akhir dan juga menjadi
sikap yang paling tinggi dalam melakukan suatu tindakan.
c. Keterampilan.
Keterampilan adalah perilaku yang terkait dengan tugas yang dapat
dikuasai melalui pembelajaran dan dapat ditingkatkan melalui pelatihan
serta bantuan dari orang lain. Keterampilan merujuk pada kemampuan
seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Keterampilan bisa digunakan
untuk mengendalikan perilaku (Sudarmanto dalam Nisak 2015)
Menurut (Robbins dalam Firza, 2014) pada dasarnya keterampilan dapat
dikategorikan menjadi empat, yaitu:
1.) Basic literacy skill.
Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib
dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti: membaca, menulis dan
mendengar.
2.) Technical skill.
Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan
teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat dan
3.) Interpersonal skill.
Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif
untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja,
seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan
bekerja dalam satu tim.
4.) Problem solving.
Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan
logika, berpendapat dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk
mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa
serta memilih penyelesaian yang baik.
B. Hasil Penelitian Terdahulu
Rohadi Joshua Sutisna (2013) melakukan penelitian dengan judul “Peran
Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan dalam Penanggulangan Kemiskinan”.
Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui mutu layanan/jasa Gereja Protestan
di Indonesia bagian Barat (GPIB) dalam penanggulangan kemiskinan umat dan
menemukan model pemberdayaan yang seyogianya dilakukan GPIB untuk
menanggulangi masalah kemiskinan, baik umat maupun masyarakat. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan analisis explorasi.
Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah Uji beda (uji U Mann
Whitney). Hasil dari penelitian ini adalah Mutu jasa yang GPIB Jemaat “Ekklesia” dan GPIB Jemaat “Nehemia” yang dilakukan untuk umat dan
masyarakat tidak terdapat perbedaan yang signifikan dan model pemberdayaan
7C adalah 7Credo, 5P adalah 5 Perilaku, 3S adalah 3 Strategi, dan GT adalah
Garam dan Terang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan
dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
analisa data Uji beda, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan
menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif.
Fariz Husein (2013) yang melakukan penelitian tentang “Analisis
Efektivitas Program Pemberdayaan Masyarakat”. Tujuan dari penelitian ini
adalah menganalisis pengaruh tahap perencanaan terhadap kinerja fasilitator,
pelaksanaan terhadap kinerja fasilitator, perencanaan terhadap efektivitas pada
PNPM mandiri pedesaan Bondowoso. Penelitian ini berjenis penelitian
explanatory dan metode descriptive. Teknik analisa data yang digunakan adalah
Uji Asumsi Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian ini adalah
tahap perencanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja
fasilitator, tahap pelaksanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja
fasilitator, tahap perencanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap
efektivitas PNPM-MP, tahap pelaksanaan berpengaruh signifikan dan positif
terhadap efektivitas PNPM-MP dan kinerja fasilitator berpengaruh signifikan
dan positif terhadap efektivitas PNPM-MP. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian
ini menggunakan analisa data SEM, sedangkan pada penelitian yang akan
digunakan menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif dan deskriptif
Isnan Murdiansyah (2014) yang melakukan penelitian tentang “Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat”.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peranan program Gerdu-Taskin
dalam pemberdayaan masyarakat miskin di Kabupaten Malang, dan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat program
Gerdu-Taskin dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten
Malang. Jenis penelitian ini merupakan penelitian exploratif dengan
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Peran
Program Gerdu-Taskin melalui lembaga Unit Pengelola Keuangan (UPK)
berperan efektif dan penting dalam memberdayakan dan meningkatkan
kemandirian usaha masyarakat, meningkatkan pengembangan kelembagaan
desa khususnya di daerah penelitian di wilayah selatan Kabupaten Malang.
Beberapa keunggulan dalam Program Gerdu-Taskin yang dijalankan oleh UPK
di daerah penelitian di Kabupaten Malang ialah mudahnya akses permodalan,
pihak manajemen pengurus yang kompeten, berdedikasi dan berkomitmen serta
partisipasi dukungan dari semua pihak yang terkait, khususnya masyarakat
sekitar. Pada pelaksanaannya program ini masih mempunyai beberapa
kelemahan, antara lain: belum mempunyai badan hukum yang jelas dan tetap,
belum adanya Standard Operating Procedure (SOP) proses peminjaman dana
simpan pinjam, dan lemahnya political will pemerintah. Perbedaan penelitian ini
dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada jenis penelitian dan
analisa data. Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian exploratif dan
digunakan menggunakan jenis penelitian deskriptif serta analisa data deskriptif
kuantitatif dan deskripsi kualitatif.
Yenni Kurnia (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi
Program Pemberdayaan Masyarakat (studi kasus proyek kesehatan, pendidikan
dan ekonomi pada program pengembangan wilayah atau Area Development
Program (ADP) di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur)”.
Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari
penelitian ini adalah tingkat partisipasi warga bervariasi namun secara umum
dapat dikatakan memiliki nilai yang tinggi karena faktor pendamping, fasilitas
memadai, monitoring dari pengurus dan keterlibatan semua pihak. Kedua output
program ADP dapat meningkatkan hubungan kerja sama antara wahana visi
Indonesia dengan institusi kesehatan dalam menyediakan pelayanan gratis dan
hal lainnya. Dampak pada kesehatan yaitu menurunnya kasus penyakit seperti
saluran pernapasan, diare dan kulit. Dampak bagi pendidikan adalah
meningkatnya prestasi belajar anak di sekolah. Perbedaan dengan penelitian
yang ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada fokus masalah. Pada
penelitian ini fokus masalah untuk proyek kesehatan, pendidikan dan ekonomi
pada program pengembangan wilayah, sedangkan pada penelitian yang akan
dilakukan fokus masalah pada pengetahuan, sikap dan keterampilan para
anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah.
Qianjin TAN, Weimin GOU, Peili SUN (2015) melakukan penelitian yang berjudul “The Research on the Construction of Monitoring and Evaluation
penelitian ini adalah mengusulkan konsep kelautan monitoring operasi ekonomi
dan sistem evaluasi, memperkenalkan konten sistem konstruksi dan arsitektur,
dan membahas isu-isu kunci pada sistem monitoring indeks, sistem evaluasi
indeks, sistem konstruksi serta mekanisme pelaksanaan. Metode penelitian
menggunakan analisis regresi dengan data time series yaitu analisis cluster.
Hasil penelitian Pembangunan monitoring operasi dan sistem evaluasi untuk
ekonomi kelautan di provinsi Liaoning tidak hanya membutuhkan pembangunan
ekonomi kelautan di provinsi Liaoning saja, tetapi juga membutuhkan lebih dari
operasi pemantauan dan kemampuan evaluasi konstruksi di Cina, sehingga
terjadi kesesuaian dengan yang diharapkan. Sistem konstruksi membantu untuk
memahami informasi yang komprehensif tentang ekonomi laut dan situasi aktual
operasi ekonomi kelautan serta memastikan pelaksanaan kontrol provinsi secara
makro ekonomi. Pada saat yang sama, studi monitoring operasi dan sistem
evaluasi untuk ekonomi kelautan adalah dapat memberikan keputusan ilmiah
untuk membuat dasar sarana operasional yang efektif dan juga sebagi metode
untuk manajemen operasi ekonomi kelautan di provinsi Liaoning masa depan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada
analisa data. Pada penelitian ini menggunakan analisis cluster sedangkan
penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif
dan deskriptif kuantitatif.
Maria L. Gallo dan Louise Duffy (2016) melakukan penelitian yang berjudul “The Rural Giving Differerence? Volunteering as Philanthropy in an
mengeskplorasi filantropi di pedesaan Irlandia dalam berkontribusi untuk
membangun keberlanjutan dan keamanan finansial. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara semi
terstruktur, kelompok fokus dan dokumentasi serta mengambil sample dengan
purposive sampling. Analisis data yang digunakan yaitu analisis uji beda. Hasil
penelitian yaitu Athletica-Og menunjukkan ketahanan dan kreativitas dalam
filantropi mereka praktek menunjukkan waktu, bakat dan harta meskipun
pasukan menantang bermain di masyarakat pedesaan. Pengaturan pedesaan ini
dijadikan sebagai tempat untuk menawarkan kegiatan olahraga masyarakat dan
untuk memperluas praktek filantropi mereka, Athletica-Og berfokus pada
membangun komitmen relawan dan pada hubungan mereka di dalam masyarakat
untuk mencapai tujuan bersama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang
akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan
analisis uji beda, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan
analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka penulis merangkum penelitian
TABEL 2.2. Penelitian Terdahulu
No Nama/Judul Metode Penelitian Hasil penelitian Perbedaan 1. Rohadi Jushua
Mutu jasa yang GPIB Jemaat “Ekklesia” dan GPIB Jemaat
“Nehemia” yang
C. Model Penelitian
Permasalahan kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah saja, akan tetapi
merupakan perpaduan ketiga stakeholder yaitu organisasi pemerintah,
orgnisasi masyarakat sipil dan organisasi bisnis. Organisasi kemasyarakatan
keagamaan (ormas) adalah salah satu bagian dari masyarakat sipil yang juga
memiliki peran dalam mengurangi kemiskinan. Ormas yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan
Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah).
Ada berbagai macam sektor di MPM PP Muhammadiyah akan tetapi
penelitian ini akan lebih fokus pada pemberdayaan di sektor informal yang
sesuai dengan judul penelitian. Adapun sektor informal terdiri dari kelompok
Becak, komunitas Asongan, Industri Mikro Kecil (IKM) dan Guyub Makmur.
Penelitian ini berfokus untuk mengevaluasi program pemberdayaan MPM
PP Muhammadiyah periode 2010-2015 terhadap dampingannya yang ada di
Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan
oleh Muhammadiyah, hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam proses
pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan oleh Muhammadiyah serta
mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh
.
Sumber: Sutisna, 2013 (modifikasi)
GAMBAR 2.2.
(Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah)
Memberdayakan
Mengevaluasi program pemberdayaan MPM PP Muhammadiyah periode 2010-2015 terhadap kelompok dampingannya.
Mengapa?
Mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY.
Mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY
Mengetahui hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY.
43 A. Obyek/Subyek Penelitian
Menurut Arikunto dalam Heliani (2012) obyek penelitian adalah fenomena
atau masalah penelitian yang telah diabstraksi menjadi suatu konsep atau
variabel. Adapun obyek dalam penelitian ini adalah Daerah Istimewa
Yogyakarta, sedangkan subyek dalam penelitian ini adalah anggota kelompok
yang didampingi oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat
Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) yang kelompoknya termasuk
dalam periode 2010-2015 yaitu: anggota kelompok Becak, anggota kelompok
Industri Mikro Kecil (IKM), anggota kelompok Asongan dan anggota
kelompok Guyub Makmur.
B. Jenis Data
Data merupakan sesuatu yang dipandang memiliki kemampuan untuk
menggambarkan suatu kondisi atau permasalahan (Supranto dalam Reza, 2010).
Dalam penelitian ini menggunakan data primer, data primer adalah data
yang diperoleh oleh seorang pengumpul data langsung dari sumbernya
(Sugiyono, 2012). Data primer diperoleh dari wawancara, kuesioner ke anggota
kelompok dampingan dan observasi.
C. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari populasi
dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka
kesimpulan dari sampel tersebut dapat diberlakukan.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu teknik pengambilan sampel karena adanya tujuan tertentu (Purba, 2015).
Pengambilan sampel digunakan untuk menentukan responden yang akan
diwawancarai. Teknik purposive sampling dianggap tepat karena tujuan
penelitian untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan, pendukung dan
kendala selama proses pemberdayaan sehingga responden yang tepat adalah
ketua, pengurus dan fasilitator MPM PP Muhammdiyah. Sementara itu untuk
tujuan mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan maka responden yang
tepat adalah ketua dari masing-masing kelompok dampingan.
Metode wawancara yang digunakan adalah tatap muka/langsung dengan
narasumber. Pada saat wawancara penulis merekam dan mencatat jawaban
yang disampaikan oleh narasumber agar memperoleh jawaban yang sesuai.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan bagian dari pelaksanaan dalam
mengumpulkan data. Biasanya teknik yang digunakan dalam mengumpulkan
data itu menyesuaikan data yang diperlukan oleh peneliti. Oleh sebab itu teknik
pengumpulan data yang digunakan kali ini adalah:
1. Wawancara.
Wawancara merupakan kegiatan berkomunikasi langsung dengan cara
melakukan tanya jawab kepada responden yang akan diwawancarai untuk