• Tidak ada hasil yang ditemukan

EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA"

Copied!
183
0
0

Teks penuh

(1)

ix

EVALUATION OF POOR SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM BY MUHAMMADIYAH IN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Oleh

CUT MIRANDA PUSRA 20130430234

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i

EVALUATION OF POOR SOCIETY EMPOWERMENT PROGRAM BY MUHAMMADIYAH IN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Ekonomi Keuangan dan Perbankan

Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

CUT MIRANDA PUSRA

20130430234

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)

iv

Nama : Cut Miranda Pusra

Nomor Mahasiswa : 20130430234

Menyatakan bahwa skripsi ini dengan judul “EVALUASI PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA” tidak terdapat karya yang pernah

diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan

sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka. Apabila ternyata dalam skripsi ini

diketahui terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain maka saya bersedia karya tersebut dibatalkan.

Yogyakarta, 20 November 2016

(4)

v

akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga”. (Nabi Muhammad SAW).

“Pendidikan merupakan senjata paling ampuh yang bisa kamu gunakan untuk merubah dunia”.

(Nelson Mandala)

“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang-orang yang menghardik anak yatim dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka celakalah bagi orang-orang yang lalai dalam shalatnya, orang-orang yang

(5)

vi

orang-orang yang ku sayangi:

 Ayah dan Umak tercinta, karena telah mendidik dengan kesabaran yang

tinggi, tidak pernah jemu mendo’akan dan menyayangiku , dan semua

pengorbanan yang tak akan pernah cukup ku membalasnya.

 Kak Nita, Irna dan Adik Maya, Raja yang sangat aku sayangi yang selalu

memberikan semangat juang bagiku.

 Seseorang yang hadir dalam kehidupanku lalu menjadi spesial di hatiku

yang selalu menunggu dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini

Roky Bil Afis.

 Sahabat-sahabat yang tak bisa disebutkan satu persatu, untuk kalian semua

I Miss You Forever.

(6)

ix

karunia serta rahmat-Nya dalam penulisan skripsi dengan judul “EVALUASI

PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN OLEH

MUHAMMADIYAH DI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam

memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta. Penulis mengambil topik ini dengan harapan dapat

memberikan masukan bagi organisasi Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan

Pusat Muhammadiyah dalam melakukan kegiatan pemberdayaan di periode

selanjutnya dan memberi ide pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan berbagai

pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang

sebanyak-banyaknya kepada:

1. Allah SWT atas segala nikmat sehat, kelancaran dan kemudahan dari segala

urusan dalam menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa penulis haturkan kepada

baginda besar Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya.

2. Bapak Nano Prawoto, SE,. M.Si sebagai Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan petunjuk,

bimbingan dan kemudahan selama penulis menyelesaikan studi.

3. Bapak Ahmad Ma’ruf, SE,. M.Si yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian

(7)

x

Fazwa, adik Cut Maya Putri Audilla dan Teuku M. Farhan Maulana yang selalu

memberi semangat tanpa batas.

6. Seseorang yang hadir dalam kehidupanku lalu menjadi spesial dihatiku yang

selalu menunggu dan memberi dukungan hingga selesainya skripsi ini Roky

Bil Afis.

7. Bapak ibu dosen yang telah memberikan ilmu yang sangat bermanfaat serta

motivasi saat kegiatan pembelajaran

8. Tuhu Hermawan, Hadi Sutrisno, S.IP, DR. M. Nurul Yamin yang telah

bersedia menjadi narasumber wawancara, Nazovah Ummudiah, Dini Hafsari

yang telah bersedia menemani saat observasi, ibu dan bapak anggota

dampingan yang telah bersedia mengisi kuesioner, serta semua pihak yang

telah membantu kegiatan risetku.

9. Teman-teman seperjuangan dari maba sampai semester akhir yang tidak dapat

saya sebutkan satu persatu (EKPI 2013) telah menjadi teman dan penyemangat

yang baik.

10.Teman-teman MPM PP Muhammadiyah yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan informasi sehingga terselesainya skripsi ini.

11.Sahabat sahabattnya Mardiko (Team KKN TPST Piyungan) yang telah

(8)

xi

14.Semua pihak yang telah memberi dukungan, bantuan, kemudahan dan

semangat dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan

satu persatu.

Semoga Allah SWT membalas budi baik semua pihak yang telah

memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis. Penulis menyadari masih

banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan

pengembangan penelitian selanjutnya sangat diperlukan untuk kedalaman karya

tulis topik ini.

Yogyakarta, 20 November 2016

(9)

xii

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vi

INTISARI ... vii

ABSTRAK ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi BAB I PENDAHULUAN ... Error! Bookmark not defined.

(10)

xiii

B. Profil Responden ... Error! Bookmark not defined. C. Sejarah Singkat MPM PP Muhammadiyah Error! Bookmark not defined. D. Visi MPM PP Muhammadiyah 2010-2015 . Error! Bookmark not defined. E. Peran Majelis Pemberdayaan Masyarakat .. Error! Bookmark not defined. F. Program Unggulan dan Pengorganisasian .. Error! Bookmark not defined. G. Komunitas Dampingan MPM PP Muhammadiyah... Error! Bookmark not defined.

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... Error! Bookmark not defined.

A. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... Error! Bookmark not defined. B. Hasil Penelitian ... Error! Bookmark not defined. C. Pembahasan ... Error! Bookmark not defined. BAB VI SIMPULAN, REKOMENDASI DAN KETERBATASAN

(11)

xiv

2.1 Kelebihan dan Kekurangan Evaluator ... 11

2.2 Penelitian Terdahulu ... 39

3.1 Skala Likert Pernyataan Positif dan Negatif ... 48

5.1 Item-Total Statistik... 67

5.2 Reability Statistik ... 69

5.3 Hasil Analisis Deskriptif Pengisian Kuesioner ... 69

(12)

xv

2.1 Siklus Pemberdayaan Masyarakat... 19

2.2 Model Penelitian ... 43

3.1 Garis Kontinum ... 48

4.1 Perkembangan Garis Kemiskinan DIY (Rp.000/bulan)... 53

4.2 Perkembangan Penduduk Miskin DIY (Persen) ... 54

4.3 Proyeksi Penduduk Miskin Terhadap Penduduk DIY (Persen) ... 55

4.4 Jumlah Responden Berdasarkan Golongan Usia ... 57

4.5 Jumlah Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

4.6 Jumlah Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 59

4.7 Diagram Tingkat Pengetahuan ... 86

4.8 Diagram Tingkat Sikap ... 87

(13)

xvi

Lampiran 2 Data Responden

Lampiran 3 Data Isian Kuesioner

Lampiran 4 Data Masukan Variabel Kuesioner

Lampiran 5 Data Statistik Hasil Isian Kuesioner

Lampiran 6 Uji Validitas

Lampiran 7 Uji Reliabilitas

Lampiran 8 Panduan Wawancara

Lampiran 9 Hasil Wawancara

Lampiran 10 Pengelompokkan Hasil Wawancara

(14)
(15)
(16)

vii

mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh Muhammadiyah. Subjek dalam penelitian ini adalah anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah yang kelompoknya tergolong dalam periode 2010-2015 yaitu anggota kelompok Becak, Asongan, Industri Mikro Kecil (IKM), dan Guyub Makmur. Dalam penelitian ini sampel berjumlah 76 responden yang merupakan seluruh anggota dampingan yang kelompoknya tergolong dalam periode 2010-2015. Alat analisis yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa bentuk pemberdayaan yang dilakukan pada masyarakat miskin seperti: pendampingan keagamaan, pendampingan kesehatan, penguatan kelompok, pelatihan, sosialisasi, pemberian fasilitas dan pemberian alat-alat bantuan. Hal yang menjadi pendukung dalam pemberdayaan yaitu Jaringan MPM dari tingkat pusat hingga cabang dan ranting, semangat kerelawanan dan pengetahuan para fasilitator pendamping, relasi MPM dengan dinas pemerintahan, universitas dan lembaga lainnya serta dukungan dari lembaga Muhammadiyah lainnya. Adapun kendala yang dialami dalam proses pemberdayaan seperti kebiasaan anggota yang belum bisa lepas dari tengkulak, masih ada kelompok yang kurang memiliki kesadaran dalam berorganisasi dan sumber dana besar yang dibutuhkan dalam melakukan program. Hasil dari kegiatan pemberdayaan yaitu perubahan pada aspek pengetahuan dan sikap dapat dikatakan baik sedangkan perubahan pada aspek keterampilan dapat dikatakan cukup.

(17)

viii

members of MPM PP Muhammadiyah whose group belong to the period 2010-2015, namely members of the rickshaw, hawkers, Small Micro Industry (MSI) and Guyub Makmur. Sample of 76 respondents who are all members of group assisted belonging to the 2010-2015 period. The analysis tool used is qualitative and quantitative descriptive.

The analysis shows that the forms of empowerment in poor communities such as: religious advocacy, health assistance, strengthening the group, training, socialization, provision of facilities and the provisions of means of assistance. The network of MPM, supported the empowerment process, from the central to the branches and twigs, also spirit of volunteerism and knowledge of the facilitator, MPM relationship with government agencies, universities, and other institutions as well as the support of other institution Muhammadiyah. While constraints in the empowerment of such a habit that members can’t be separated from middlemen, there are groups who lack awareness in large organization and sources of funds needed to carry out the program. Results from empowerment activities that changes to aspect of knowledge and skills can be said to be good, while a change in the aspect of attitude can be said to be sufficient.

(18)

1 A. Latar Belakang Penelitian

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang masih memiliki

permasalahan kemiskinan yang serius, sebab kemiskinan hingga kini terus

menghampiri kondisi perekonomian Indonesia sehingga perlu untuk

disembuhkan atau paling tidak dikurangi (Marmujiono, 2014). Kemiskinan

merupakan suatu kondisi yang menyedihkan karena masyarakat tidak mampu

memenuhi kebutuhan hidup sebagaimana layaknya (Saragih, 2014).

Permasalahan kemiskinan kini telah menjadi perdebatan politik, oleh karena

itu setiap proses pembangunan yang dilaksanakan di setiap era pemerintahan

selalu mengandung unsur pengentasan kemiskinan (Windia, 2015).

Kemiskinan tidak hanya dipandang sebagai ketidakmampuan secara

ekonomi saja, akan tetapi lebih dari itu dimana sekelompok orang telah gagal

untuk memenuhi hak-hak dasar dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti

hak untuk mendapatkan kesehatan, pekerjaan, perumahan, air bersih, hingga

terbebasnya dari bahaya yang ada (Sa’yidah dan Arianti, 2012).

Suryawati dalam Marmujiono (2014) menyatakan bahwa kemiskinan

adalah suatu intergrated concept yang mempunyai lima dimensi, yaitu sebagai

berikut: kemiskinan (proper), ketidakberdayaan (powerless), kerentanan

menghadapi situasi darurat (state of emergency), ketergantungan (dependence)

(19)

Kemiskinan merupakan permasalahan yang kompleks, oleh karena itu

diperlukan intervensi dari semua pihak. Apabila permasalahan kemiskinan

teratasi tentunya akan berdampak pada proses pembangunan, pembangunan

akan berjalan lancar dan pada akhirnya akan mencapai kesejahteraan serta

kemakmuran hidup masyarakat yang mana menjadi tujuan negara Indonesia.

Data mengenai penduduk miskin di Indonesia dan Daerah Istimewa

Yogyakarta dapat dilihat pada grafik berikut:

Sumber: Badan Pusat Statistik (data diolah)

GAMBAR 1.1.

Penduduk Miskin di Indonesia dan DIY Tahun 2005-2015 (Persen)

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) tampak bahwa jumlah

dan persentase penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2005 sebesar 15,97

persen atau sekitar 35,10 juta jiwa. Kemudian pada tahun 2006 persentase

jumlah penduduk miskin mengalami peningkatan menjadi 39,30 juta jiwa atau 15,97

12,49 11,96 11,7 11,25 11,22 18,95 19,15 18,99 18,32

2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015

(20)

dengan kata lain sekitar 17,75 persen dari penduduk Indonesia merupakan

penduduk miskin. Peningkatan jumlah penduduk miskin tersebut diperkirakan

terjadi karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Kemudian tahun

2007, persentase penduduk miskin kembali mengalami penurunan dan

penurunan ini terus terjadi setiap tahunnya hingga tahun 2015 yaitu mencapai

28,59 juta jiwa atau sekitar 11,22 persen dari seluruh penduduk Indonesia.

Penurunan tersebut tidak terlepas dari upaya keras pemerintah untuk

menanggulangi kemiskinan melalui berbagai program pro rakyat. Walau dapat

dikatakan belum maksimal, penurunan angka kemiskinan menunjukkan bahwa

program penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan pemerintah telah

memberikan efek positif bagi peningkatan kemampuan masyarakat dalam

mengembangkan hak-hak dasarnya.

Salah satu daerah di Indonesia yang penduduk miskinnya masih cukup

tinggi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Pada tahun 2005 jumlah dan

persentase penduduk miskin DIY sekitar 625.800 jiwa atau 18,95 persen. Pada

tahun 2006 mengalami peningkatan menjadi 648.700 jiwa atau 19,15 persen.

Peningkatan ini terjadi akibat dari fenomena kenaikan harga/inflasi yang cukup

tinggi terutama yang berkaitan dengan kenaikan harga bahan bakar

minyak/energi. Sejak tahun 2007 persentase penduduk miskin mengalami pola

penurunan dan terus terjadi setiap tahun hingga tahun 2015 mencapai 14,91

persen dari seluruh total penduduk DIY. Akan tetapi meskipun persentase

penduduk miskin mengalami penurunan, garis kemiskinan DIY masih selalu

(21)

Permasalahan kemiskinan yang ada dari dulu hingga sekarang bukan hanya

tugas pemerintah saja, tetapi merupakan perpaduan dari ketiga stakeholer

pembangunan. Adapun ketiga stakeholder pembangunan tersebut yaitu:

pemerintah selaku penyelenggara public service, kelompok pengusaha selaku

pemilik private sector, dan masyarakat sipil civil society). Salah satu bagian

dari masyarakat sipil adalah organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

Organisasi masyarakat keagamaan memiliki peran yang sangat penting baik di

semua bidang pembangunan salah satunya pengentasan kemiskinan. Adapun

salah satu bentuk kegiatan yang dapat dilakukan yaitu melalui melakukan

pemberdayaan masyarakat (Sutisna, 2013; Mulyadi, 2012).

Sebenarnya ada 3 tugas pokok pemerintah yang harus dijalankan dengan

sepenuhnya agar permasalahan ekonomi dan pembangunan dapat teratasi

dengan baik. Adapun tugas pokok pemerintah tersebut adalah tugas

pembangunan, pemberdayaan dan pelayanan. Akan tetapi pada saat

melaksanakan tugas tersebut pemerintah justru mengalami kebingungan untuk

menentukan tugas mana yang harus diprioritaskan. Secara teori fungsi

pelayanan yang harus diutamakan, tetapi justru fungsi utama tersebut menjadi

terabaikan. Oleh sebab itu sudah seharusnya pemerintah berbagi tugas dengan

stakeholder lainnya, misalnya dengan ormas sebagai bagian dari masyarakat

sipil untuk melaksanakan tugas pemberdayaan agar semua tugas tersebut dapat

memberikan hasil yang maksimal (Mubarak Adil, 2014).

Muhammadiyah merupakan organisasi yang berkiprah dalam berbagai

(22)

dan kesehatan (Rokhim, 2014). Dalam bidang social masyarakat

Muhammadiyah mendirikan berbagai amal usaha yang didirikan sebagai

wujud dari pemberdayaan sumber daya manusia, salah satunya di bidang

pendidikan dengan mendirikan sekolah berlandaskan Islam. Muhammadiyah

mengurangi tingkat kemiskinan melalui Pemberdayaan Petani dan Masyarakat

Miskin yang dilakukan oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan

Pusat Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah). MPM PP Muhammadiyah

dibentuk berdasarkan keputusan Muktamar Muhammadiyah tahun 2005 di

Malang Jawa Timur. Pembentukan itu didasari kenyataan bahwa setelah 11

tahun reformasi kaum miskin di Indonesia belum mengalami perbaikan yang

berarti (Febriansyah dik., 2013).

Pemberdayaan yang dilakukan oleh MPM PP Muhammadiyah berdasarkan

teologi Al-Ma’un. Teologi ini didasarkan pada surah Al-Ma’un (107:1-7). Pada

intinya, surah ini mengajarkan bahwa ibadah ritual tidak ada artinya apabila

tanpa melakukan amal sosial. Selain itu surah ini juga menyebutkan bahwa bila

mengabaikan anak yatim dan tidak berusaha mengentaskan kemiskinan

sebagai pendusta agama. Oleh karena itulah menjadi inspirasi bagi MPM PP

Muhammadiyah untuk memberdayakan masyarakat yang miskin dan

terpinggirkan (Burhani, 2016).

Pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Muhammadiyah selama ini perlu

dilakukan pengkajian/evaluasi yang lebih mendalam. Oleh karena itulah

penelitian ini perlu dilakukan, sebab sebelumnya belum pernah ada yang

(23)

Dengan demikian penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat Miskin oleh Muhammadiyah di

Daerah Istimewa Yogyakarta”.

B. Batasan Masalah Penelitian

Agar penelitian lebih fokus dan tidak meluas dari pembahasan yang

dimaksud, maka dari itu dalam skripsi ini penulis membatasinya hanya pada

ruang lingkup penelitian sebagai berikut:

1. Program yang dievaluasi adalah program pemberdayaan yang dilakukan

oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat

Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) periode 2010-2015 di

Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Masyarakat miskin yang dimaksud anggota kelompok dampingan MPM

PP Muhammadiyah periode 2010-2015 di Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Aspek yang dievaluasi yaitu: aspek pengetahuan, sikap dan

keterampilan.

C. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang maka penulis mengidentifikasi permasalahan

dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh

Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?

2. Apa saja hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan

pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di Daerah

(24)

3. Bagaimana hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh

Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitianini yaitu:

1. Ingin mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh

Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Ingin mengetahui hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam

kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhamadiyah di

Daerah Istimewa Yogyakarta.

3. Ingin mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin

oleh Muhammadiyah di Daerah Istimewa Yogyakarta.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini yaitu:

1. Kebijakan: penelitian ini diharapkan juga dapat digunakan bagi Majelis

Pemberdayaan Masyarakat dalam menentukan kegiatan yang harus

dilakukan di periode pemberdayaan selanjutnya dan para stakeholder

lainnya dalam mengambil keputusan.

2. Teoritis: penelitian ini berguna untuk memberikan informasi bagi

kalangan mahasiswa, akademisi dan masyarakat umum untuk lebih

mengetahui mengenai evaluasi program pemberdayaan masyarakat

(25)

3. Mahasiswa: penelitian ini bisa dijadikan untuk penelitian lanjutan atau

menjadi referensi bila mengangkat penelitian dengan pembahasan/tema

(26)

9 A. Landasan Teori

1. Evaluasi.

Evaluasi merupakan terjemahan dari kata Bahasa Inggris, “evaluation”. Menurut pengertian umum program dapat diartikan sebagai “rencana”

dikarenakan program bukan hanya kegiatan tunggal yang dapat diselesaikan

dalam waktu singkat, tetapi merupakan kegiatan yang berkesinambungan

karena melaksanakan suatu kebijakan (Arikunto dan Cepi, 2014).

Pemahaman mengenai evaluasi dapat menjadi berbeda-beda sesuai dengan

pendapat dari beberapa ahli. Menurut (Tague-Sutclife dalam Rinaldi, 2015)

mendefinisikan evaluasi sebagai a systematic process of determining the extent

to which instructional objective are achieved by pupils. Evaluasi tidak hanya

menilai suatu aktifitas secara spontan tetapi juga menilai secara terencana,

sistematik dan terarah berdasarkan tujuan yang jelas.

Menurut (Dunn dalam Rianda, 2015) evaluasi tidak hanya menghasilkan

kesimpulan mengenai seberapa jauh masalah telah terselesaikan, tetapi juga

menyumbang klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

kebijakan serta membantu dalam penyesuaian dan perumusan kembali

masalah.

Evaluasi program adalah langkah awal dari supervisi, yaitu mengumpulkan

data yang tepat agar dapat dilanjutkan dengan pemberian pembinaan yang tepat

(27)

program yaitu untuk mengetahui pencapaian tujuan program, karena evaluator

program ingin mengetahui bagian mana dari komponen dan subkomponen

program yang belum terlaksana dan apa sebabnya serta menentukan tidak

lanjut dari program tersebut (Arikunto dan Cepi, 2014; Kurnia, 2010).

a. Model-Model Evaluasi.

Menurut Sukardi (2015) dalam evaluasi program ada beberapa model

evaluasi yang bisa digunakan untuk melakukan kegiatan evaluasi. Adapun

model-model tersebut adalah:

1.) Model Tyler merupakan model yang menekankan adanya proses

evaluasi secara langsung didasarkan pada tujuan instruksional.

2.) Model bebas tujuan merupakan model yang mengharuskan

evaluator tidak perlu mengetahui tujuan dari objek yang dievaluasi.

3.) Model Context Input Process Product (CIPP) merupakan model

yang mendukung prose pegambilan keputusan dengan mengajukan

pemilihan alternatif dan penindak lanjutan konsekuensi dari suatu

keputusan.

4.) Model countenance merupakan model yang menekankan pada dua

standar yaitu standar absolut dan standar relatif.

5.) Model sumatif (dilakukan saat program masih berlangsung untuk

mengetahui sejauh mana program telah berlangsung) dan formatif

(dilakukan setelah program berakhir dengan tujuan mengukur

(28)

6.) Model connoisseurship atau model ahli merupakan model yang

menggambarkan penyimpangan dari metodologi yang telah

dieksploitasi oleh para praktisi evaluasi.

b. Evaluator Dalam dan Luar.

Evaluator yang akan melaksanakan evaluasi program bisa dari dua

sumber yaitu evaluator luar dan evaluator dalam. Setiap sumber evaluator

pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya sendiri. Dalam tabel ini akan

diuraikan tentang kelebihan dan kekurangan setiap evaluator.

TABEL 2.1.

Kelebihan Dan Kekurangan Evaluator

No Evaluator Dalam Evaluator Luar

1. Sangat mengetahui seluk beluk program

Sukar mengetahui seluk beluk program

2. Mudah mendapatkan data Sukar mendapatkan data

3. Sering kali tidak obyektif Obyektif karena tidak berkepentingan

4. Dapat memberi informasi penting yang kontekstual

Tidak dapat memberi informasi penting yang kontekstual

Sumber: Roswati dalam (Munthe, 2015)

c. Monitoring Dan Evaluasi (Monev).

1.) Pengertian Monev.

Menurut Suharto (2010) monitoring adalah kegiatan pemantauan

yang dilakukan terhadap suatu program yang sedang berlangsung,

(29)

terhadap suatu program yang telah selesai atau minimal telah berjalan

selama tiga bulan.

Nalahudin (2010) mendefinisikan monitoring adalah suatu proses

untuk mengatasi permasalahan yang ditemui setelah informasi

dikumpulkan dan dianalisis dari penerapan program yang telah

dilaksanakan. Sementara itu evaluasi adalah kegiatan untuk mengetahui

efektifitas program, pencapaian program serta dampak dari program

yang telah dilakukan. Hal itu diketahui dari informasi yang telah

dikumpulkan dan dianalisis sebelumnya.

Monitoring menyelesaikan permasalahan menggunakan data dasar

yang tersedia, sedangkan evaluasi dapat dilakukan setelah memperoleh

hasil dari monitoring yang kemudian akan di bandingkan antara data

yang satu dengan daya yang lainnya. Oleh sebab itu antara evaluasi dan

monitoring tidak boleh dipisahkan (Widiarto, 2012).

2.)Tujuan Monev.

Tujuan monev menurut Suharto adalah untuk mengetahui apakah

program yang telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan dan

mengetahui saran yang baik untuk digunakan. Sedangkan tujuan

evaluasi adalah untuk mengetahui sejauh mana program sudah tercapai

dan akibat atau dampak yang ditimbulkan dari program yang telah

(30)

3.)Sasaran Monev.

Mengetahui apa saja yang menjadi sasaran monev merupakan hal

yang paling penting dalam melakukan monev. Menurut (Own dan

Rogers dalam Suharto, 2010) terdapat 5 sasaran monev yaitu sebagai

berikut:

a.) Program, untuk mencapai perubahan diperlukan kegiatan atau

aktivitas yang dikenal dengan kata program.

b.) Kebijakan, sesuatu yang telah tetap berisi prinsip-prinsip dan

digunakan untuk mengarahkan pada pencapaian tujuan.

c.) Organisasi, wadah yang menjadi tempat perkumpulan orang

yang ingin mencapai tujuan baru.

d.) Produk atau hasil, hasil yang diperoleh dari kegiatan/program

tertentu bisa baik bisa buruk.

e.) Individu, orang atau manusia yang berada didalam suatu wadah

yang disebut organisasi.

4.) Sistem Monev.

Keberagaman sistem monitoring dan evaluasi menjadikan

masing-masing pendekatan memiliki indikator yang bersifat subsitem, indikator

tersebut menurut (Suhato, 2010) yaitu:

a.) Masukan (input), hal yang diperlukan dalam pelaksanaan

monitoring dan evaluasi agar menghasilkan sesuatu yang sesuai

(31)

b.) Proses (process), kegiatan pengolahan setelah adanya input dan

sebelum menjadi hasil/output.

c.) Keluaran (output), hal yang diperoleh setelah dilakukan kegiatan

monitoring dan evaluasi baik fisik maupun nonfisik.

d.) Hasil (outcome), hasil yang telah memberi kesan bahwa hasil

yang diperoleh telah berhasil/berfungsi.

e.) Dampak (impact), hal yang ditimbulkan atau menjadi akibat dari

tiap indikator baik yang bersifat positif ataupun negatif.

5.) Proses Monev.

Kegiatan monev akan berlangsung dengan teratur apabila dilakukan

sesuai dengan langkah-langkah yang tepat. Adapun langkah melakukan

monitoring dan evaluasi menyesuaikan keadaan yang ada. Terdapat 10

langkah yang dapat menjadi patokan menjalankan monitoring dan

evaluasi menurut Suharto (2010) yaitu:

a.) Menentukan ruang lingkup hal yang akan dievaluasi, apakah

program yang akan dievaluasi hanya ada satu atau ada beberapa

program yang saling berkaitan yang akan dievaluasi.

b.) Menguraikan latar belakang dan sejarah program yang akan

dievaluasi secara singkat.

c.) Menggali sumber informasi baik primer maupun sekunder.

d.) Menetapkan tujuan monitoring dan evaluasi (monev).

e.) Membuat pertanyaan-pertanyaan.

(32)

g.) Tetapkan peranan tim pelaksana monitoring dan evaluasi.

h.) Mengkaji jadwal dan prosedur monev.

i.) Menguraikan sumber dana akan diarahkan ke mana dan untuk apa

saja.

j.) Mengumpulkan data dan menyiapkan pelaporan. Setelah semua

telah dipersiapkan maka monev dapat dilakukan.

Evaluasi pemberdayaan merupakan satu konsep, teknik, temuan yang

digunakan untuk mendorong terhadap perbaikan dan penentuan tentang nasib

diri sendiri (Kasmel and Pernille, 2011).

2. Pemberdayaan.

a. Pengertian Pemberdayaan.

Secara Bahasa pemberdayaan berasal dari kata “daya” yang artinya

kekuatan atau kemampuan. Secara istilah pemberdayaan merupakan proses

mendapatkan kemampuan atau kekuatan. Proses yang dimaksud tertuju pada

tindakan untuk mengubah masyarakat yang lemah, baik knowlodge, attitude

maupun practice (KAP) menuju penguasaan pengetahuan, sikap, dan

keterampilan (Suparjana dan Hempri dalam Hidayah, 2013).

Pada dasarnya pemberdayaan dianggap sebagai proses yang harus dilalui

oleh pihak yang menginginkan perubahan dalam dirinya baik dari sisi kapasitas

maupun kapabilitas untuk menjadi sumber daya yang dapat membantu dirinya

menjadi lebih baik. Pemberdayaan masyarakat juga dapat disebut sebagai cara

untuk menjadikan masyarakat ikut berperan dalam kegiatan pembangunan

(33)

Pemberdayaan masyarakat menurut (K. Suhendra dalam Internawati, 2013)

adalah gerakan terus menerus untuk menghasilkan suatu kemandirian (self

propelled development). Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep

yang pada mulanya menekankan pada pembangunan ekonomi yang

dikembangkan berdasarkan nilai-nilai masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli seperti Ife, Swith dan Levin,

Rappaport, Parson maka (Suharto dalam Mulyadi, 2012) menyimpulkan

definisi pemberdayaan di atas tertuju pada kemampuan orang, khususnya

kelompok rentan dan lemah sehingga mereka memiliki kekuatan atau

kemampuan. Adapun kekuatan atau kemampuan yang dimaksud adalah:

1.) Memenuhi kebutuhan dasarnya sehingga mereka memiliki kebebasan

(freedom) tidak hanya bebas berpendapat, tetapi juga bebas dari

kelaparan, kebodohan dan kesakitan.

2.) Mampu meningkatkan pendapatannya dan memperoleh barang-barang

serta jasa-jasa yang diperlukan.

3.) Berpartisipasi dalam proses pembangunan dan keputusan-keputusan

yang memengaruhi mereka.

b. Tujuan Pemberdayaan.

Tujuan yang diharapkan dalam pemberdayaan yaitu untuk membentuk

individu dan masyarakat yang mandiri. Masyarakat yang mandiri maksudnya

masyarakat telah mampu memecahkan permasalahan dengan menggunakan

kemampuan kognitif, psikomotorik, afektif dan sumber daya lainnya.

(34)

kontribusi pada terciptanya masyarakat yang dicita-citakan yaitu masyarakat

mandiri dan dapat mewujudkan komunitas yang ideal sesuai dengan harapan

dari pemberdayaan (Teguh dalam Hidayah, 2013).

Pemberdayaan diarahkan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat secara

produktif sehingga mampu menghasilkan nilai tambah yang tinggi dan

pendapatan yang lebih besar. Upaya peningkatan kemampuan untuk

menghasilkan nilai tambah paling tidak harus ada perbaikan terhadap empat

hal yaitu akses terhadap sumber daya, akses terhadap teknologi, akses terhadap

pasar dan akses permintaan (Anwar dalam Izzaqiyah, 2014).

c. Tahapan Pemberdayaan.

Menurut (Wilson dalam Mubarak Zaki, 2010) terdapat 7 tahapan dalam

siklus pemberdayaan masyarakat. Adapun tahapan pemberdayaan tersebut

yaitu:

1.) Kemauan dari dalam diri masyarakat untuk melakukan perubahan yang

positif.

2.) Masyarakat diharapkan mampu menghilangkan penghambat kemajuan

dirinya dan komunitasnya untuk menjadi lebih maju.

3.) Masyarakat telah menerima kebebasan tambahan dan mampu

bertanggung jawab untuk mengembangkan diri sendiri dan komunitas.

4.) Usaha pengembangan peran dan tanggung jawab yang semakin luas

seperti peningkatan pada minat dan motivasi melakukan pekerjaan.

5.) Hasil pemberdayaan mulai tampak dan terjadi peningkatan kinerja

(35)

6.) Terjadi perubahan perilaku dan kesan pada dirinya seperti peningkatan

psikologis lebih baik dari kondisi sebelumnya akibat dari peningkatan

kinerja yang terjadi

7.) Keberhasilan masyarakat dalam memberdayakan diri sendiri dan

berkeinginan kuat untuk mencoba hal-hal yang lebih maju.

Tahap 5

Penguatan

rasa memiliki

Tahap 6 Tahap 4

Psikologis lebih baik Rasa Tanggung jawab lebih

Tahap 7 Tahap 3

Semangat mencoba Tanggung jawab pada diri

hal baru

Tahap 1 Tahap 2

Kemauan melakukan Menghilangkan Perubahan kendala-kendala

Sumber: Wilson dalam Mubarak Zaki (2010) Gambar 2.1.

Siklus Pemberdayaan Masyarakat

d. Konsep Pemberdayaan.

Menurut (Sumodiningrat dalam Izzaqiyah, 2014) konsep pemberdayaan

(36)

1.) Perekonomian rakyat diselenggarakan oleh rakyat dengan potensi

rakyat untuk menjalankan roda perekonomian.

2.) Pemberdayaan ekonomi rakyat memiliki kendala struktural,

sehingga diperlukan perubahan struktural.

3.) Perubahan struktural maksudnya perubahan dari ekonomi

tradisional menjadi modern. Langkah yang ditempuh dengan

pengalokasian sumber daya, pemasaran teknologi, penguatan

kelembagaan, pemberdayaan sumber daya manusia.

4.) Pemberdayaan ekonomi rakyat juga harus dijamin dengan kerja

sama yang erat antara yang telah maju dan baru berkembang.

5.) Kebijakan dalam pemberdayaan seperti peluang mengakses aset

produksi, memperkuat kemitraan, pelayanan pendidikan dan

kesehatan, penguatan industri kecil, mendorong wirausaha dan

pemerataan spasial.

6.) Kegiatan pemberdayaan masyarakat mencakup peningkatan akses

bantuan modal usaha dan peningkatan akses saran prasarana yang

mendukung sosial ekonomi masyarakat lokal.

e. Model Pemberdayaan Umat.

Salah satu model pemberdayaan umat adalah model navigasi

12S-7C5P-3S-GT, model navigasi ini terdiri dari unsur 12S, 7C, 5P, 3S dan GT.

Adapun yang dimaksud dengan 12 spirit (12S) yang artinya adalah: spirit

yang menjadi keyakinan/kekuatan intrinsik (power within) dalam

(37)

kepercayaan dan komitmen diri yang merupakan penjabaran dari 12 spirit

dalam pemberdayaan umat, 5 perilaku (5P) yang menjadi etos kerja

normatif dan produktif (5 kartu AS) dalam pemberdayaan umat, 3 strategi

(3S) dalam pemberdayaan umat. Ketiga strategi tersebut (3S) adalah:

strategi karitatif, strategi ekonomis dan strategi

sosio-transformis. Garam dan Terang dunia (GT), yaitu ormas keagamaan

seyogianya mampu melakukan reposisi dan refungsionalisasi sebagai garam

dunia yang memberikan cita rasa bagi kehambaran dunia, dan memberikan

suluh dalam menerangi kegelapan kemiskinan di mana ormas keagamaan

berada (Sutisna, 2013).

f. Pemberdayaan Sosial-Ekonomi.

Pemberdayaan sosial-ekonomi merupakan usaha memberi pengetahuan

keterampilan serta menumbuhkan kepercayaan diri pada masyarakat agar

tercipta swadaya dalam kegiatan sosial-ekonomi. Pemberdayaan ini pada

intinya dapat diupayakan melalui pelatihan, pendampingan, penyuluhan,

pendidikan dan keterlibatan berorganisasi demi menumbuhkan dan

memperkuat motivasi hidup dan usaha serta pengembangan pengetahuan

dan keterampilan hidup dan kerja (yayasan SPES dan Tjokroamidjojo dalam

Izzaqiyah, 2014).

3. Organisasi Kemasyarakatan.

Berdasarkan Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi

kemasyarakatan (ormas) pada pasal 1 ayat 1 menjelaskan bahwa:

(38)

kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila”.

Sejalan dengan undang-undang (Wiese dan Becker dalam Sutowo dan

Susilo, 2013) berpendapat bahwa organisasi kemasyarakatan (ormas) adalah

perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik berbadan hukum

maupun tidak berbadan hukum.

Selain itu dalam Undang-Undang (UU) tentang organisasi kemasyarakatan

dijelaskan bahwa ormas memiliki tujuan memberikan pelayanan kepada

masyarakat, meningkatkan partisipasi dan keberadaan masyarakat serta

mewujudkan tujuan negara. Ormas juga memiliki fungsi sebagai sarana

pemberdayaan masyarakat, penyalur aspirasi masyarakat dan pembinaan dan

pengembangan anggota untuk mewujudkan tujuan organisasi.

Berdasarkan tujuan dan fungsi ormas menurut UU tersebut semakin

mempertegas bahwa ormas menjadi sangat penting untuk mempermudah kerja

pemerintah dalam pencapaian tujuan negara. Ormas dapat menjadi agen

pemerintah dalam melaksanakan program-program pemerintah dalam berbagai

hal terutama dalam konteks pemberdayaan masyarakat.

Dalam perspektif politik ormas merupakan kelompok kepentingan menjadi

bersifat politik apabila melakukan tuntutan kepada lembaga-lembaga

pemerintah. Individu juga dapat menjadi penting secara politik apabila dapat

menjadi bagian dari suatu kelompok kepentingan. Oleh sebab itu kelompok ini

menjadi jembatan penting antara individu dan pemerintah (Kusumanegara,

(39)

Organisasi kemasyarakatan merupakan wadah partisipasi masyarakat dalam

memberikan kontribusi yang nyata dan bermakna di setiap proses pembangunan.

Oleh sebab itu, ormas yang berkembang di berbagai bentuk masyarakat

Indonesia yang majemuk perlu dipertimbangkan peran dan kontribusinya baik

sebagai instrumen maupun strategi dalam pembangunan yang berbasis

masyarakat. Ormas pada umumnya merupakan organisasi yang bergerak dalam

bidang keagamaan, ekonomi, politik, sosial dan budaya. Ormas saat ini tidak lagi

memandang pemerintah sebagai kekuatan yang mengekang kegiatan mereka,

justru menganggap pemerintah sebagai mitra yang dapat memberdayakan

potensi yang ada di dalam ormas. Pemerintah melakukan pemberdayaan

masyarakat melalui ormas yang mendukung kebijakan pemerintah (Mulyadi,

2012; Widiartati, 2010).

Peran ormas dalam pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk

membangun lembaga masyarakat yang benar-benar mampu menjadi wadah

perjuangan kaum ekonomi lemah yang mandiri serta berkelanjutan dalam

menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka. Ormas juga mampu

mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan

publik di tingkat lokal agar lebih berorientasi kepada masyarakat miskin (pro

poor) dan mewujudkan tata pemerintahan yang baik (Mulyadi, 2012).

4. Teori Kemiskinan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dalam (Rubiyanah dkk., 2016)

Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kemiskinan adalah kebutuhan

(40)

disetarakan dengan 2100 kalori perkapita perhari ditambah dengan kebutuhan

non makanan seperti: pakaian, perumahan, pendidikan dan kebutuhan dasar

lainnya) atau yang biasa disebut garis kemiskinan.

Menurut (kang Moeslim dalam Burhani, 2016) definisi orang miskin itu

tidak dibatasi hanya pada orang yang miskin secara ekonomi saja. Orang miskin

adalah mereka yang mengalami marjinalisasi sosial, seperti petani, pemulung,

dan pelacur. Seseorang juga dikatakan miskin apabila mengalami subordinasi

sosial seperti kelompok agama minoritas (Ahmadiyah, Syiah dan sebaginya).

Sunoto dalam Windia (2015) mencatat bahwa kemiskinan secara

konvensional merupakan kelompok yang memiliki pendapatan (income)

dibawah garis kemiskinan, sehingga pengentasan kemiskinan hanya dari sisi

ekonomi saja. Padahal sebenarnya, kemiskinan adalah masalah yang sangat

kompleks. Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian, yakni:

a. Kemiskinan absolut, yaitu seseorang yang memiliki pendapatan yang

tidak bisa mencukupi kebutuhan dasar, seperti: pangan, sandang,

kesehatan, papan, pendidikan.

b. Kemiskinan relative, yaitu seseorang yang pendapatannya di atas garis

kemiskinan tetapi pendapatannya masih jauh di bawah orang di

sekelilingnya.

c. Kemiskinan kultural, yaitu seseorang yang tidak berkemauan untuk

memperbaiki kehidupannya walaupun telah ada orang lain yang

(41)

Ada beberapa ciri yang melekat pada penduduk miskin yaitu: pendapatan

masih rendah atau tidak berpendapatan, tidak memiliki pekerjaan tetap,

pendidikan rendah bahkan tidak berpendidikan, tidak memiliki tempat tinggal

dan tidak terpenuhinya standar gizi minimal (Rejekiningsih, 2011).

Terdapat beberapa teori yang dapat mempermudah dalam memahami

tentang kemiskinan menurut (Nurmayanti dalam Windia, 2015) yaitu:

a. Teori Neoliberal.

Shanon, Spicker, Cheyne, O’Brien dan Belgrave berpendapat bahwa

kemiskinan adalah permasalahan seseorang yang terjadi karena

kelemahan orang tersebut dalam menentukan pilihan, dan apabila

kekuatan pasar dan pertumbuhan ekonomi ditingkatkan maka

kemiskinan dapat diatasi.

b. Teori Sosial Demokrat.

Berdasarkan teori ini kemiskinan dianggap sebagai suatu permasalahan

struktural yang terjadi karena ketidakmerataan masyarakat dalam

mengakses pelayanan sosial dasar yang diberikan oleh negara sehingga

terjadi ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat.

c. Teori Marjinal.

Berdasarkan teori ini kemiskinan di kota terjadi karena kebudayaan

kemiskinan yang telah melekat di kalangan mereka. Terdapat dua

pendekatan dalam teori ini yaitu prakarsa diharuskan berasal dari luar

kelompok dan perencanaan diharuskan berpusat terhadap perubahan

(42)

d. Teori Development.

Teori ini berasal dari teori-teori pembangunan sebelumnya terutama

teori neo liberal. Dalam teori ini ekonomi masyarakat menjadi tolak

ukur dalam permasalahan kemiskinan karena ekonomi dipandang

sebagai suatu kesatuan dengan kemiskinan seseorang.

e. Teori Struktural.

Menurut teori ini kemiskinan merupakan permasalahan

politik-ekonomi dunia bukannya permasalahan yang mengarah pada budaya

dan pembangunan ekonomi.

f. Teori Artikulasi Moda Produksi.

Pada teori ini reproduksi kapitalisme di negara miskin terjadi dua

artikulasi modal produksi yaitu moda produksi pra-kapitalis dan moda

produksi kapitalis. Selain itu pula terdapat dua pendekatan yang

melandasinya: pertama, moderat yaitu dengan memberikan bantuan

baik dari sisi bantuan sosial, jaminan sosial dan lainnya dan kedua,

radikal yaitu perubahan/ transformasi karena di kehidupan masyarakat

terjadi ketimpangan

5. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Menurut Sa’yidah dan Arianti (2012) salah satu kegiatan yang dilakukan

dalam mengatasi kemiskinan di Indonesia adalah dengan melakukan

pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat akan menjadikan

(43)

dengan kata lain konsep utamanya adalah memandang inisiatif kreatif rakyat

sebagai sumber daya. Selanjutnya pemerintah bersama elemen-elemen

masyarakat lainnya dapat berperan sebagai fasilitator, regulator, pendamping

dan stimulator sehingga mereka mampu berkembang.

Upaya penanggulangan kemiskinan merupakan kewajiban yang sesuai

dengan tujuan nasional yang ada di dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu:

melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa

(Lestari, 2015).

Terdapat beberapa peraturan yang mengatur tentang penanggulangan

kemiskinan yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD),

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), Strategi

Nasional Penanggulangan Kemiskinan, Rencana Kerja Pemerintah (RKP),

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), Peraturan Presiden,

Keputusan/Peraturan Menteri, Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

dan Rencana Kerja SKPD (Renja SKPD) (Kristanto, 2010).

Berdasarkan peraturan presiden republik Indonesia Nomor 15 tentang

percepatan Penanggulangan Kemiskinan yang dimaksud dengan

penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah

provinsi dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana

dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah

penduduk miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat serta

(44)

6. Pembangunan.

Pembangunan adalah sesuatu yang positif yang berkaitan dengan

perubahan atau perbaikan (Bellu, 2011). Pembangunan diartikan sebagai upaya

dalam melakukan perubahan kehidupan masyarakat yang tujuan akhirnya

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Astroulakis, 2013).

Pembangunan sebagaimana dipahami (Katz dalam Suryono, 2010)

merupakan perubahan sosial yang besar dari suatu keadaan terhadap keadaan

lainnya yang dipandang lebih bernilai. Sejalan dengan Katz, (Tjokoroamidjojo

dalam Suryono 2010) mengartikan pembangunan yaitu suatu proses

pembaharuan yang berkelanjutan dari suatu keadaan tertentu kepada keadaan

yang lebih baik.

Konsep pembangunan ini mengandung makna bahwa pertumbuhan

ekonomi saja tidak cukup untuk mengurangi kemiskinan, karena pertumbuhan

tersebut memerlukan perjalanan panjang untuk sampai pada kelompok

penduduk miskin (Darta, 2012).

Hudiyanto (2014) mengelompokkan teori pembangunan ke dalam dua

kelompok yaitu teori modernisasi dan teori struktural. Pada teori modernisasi

dibahas teori David Ricardo tentang peranan penduduk dan tingkat upah, teori

pasokan tenaga kerja yang melimpah dari Arthur Lewis, teori tahap-tahap

pertumbuhan dari Rostow, teori peran tabungan dari Harodd-Domar, teori

Leibenstein tentang dorongan besar, teori usaha besar dan teori usaha

minimum. Sementara itu pada teori struktural membahas tentang teori

(45)

Pembangunan yang dilaksanakan pemerintahan Jokowi dalam kamus

pembangunan termasuk paradigma pembangunan inklusif. Pembangunan

inklusif menurut Prasetyantoko adalah pembangunan yang diperuntukkan

untuk semua orang tidak peduli latar belakang, agama, suku dan

perbedaan-perbedaan lainnya. Dengan kata lain sebagai proses untuk memastikan bahwa

semua kelompok masyarakat yang terpinggirkan bisa terlibat sepenuhnya

dalam proses pembangunan (Tambunan, 2016).

7. Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan. a. Pengetahuan.

Pengetahuan merupakan suatu hal yang menjadi hasil dari seseorang

yang telah melakukan penginderaan pada suatu obyek tertentu. Pada

penginderaan dapat terjadi melalui panca indera manusia yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan dapat

diperoleh dari pendidikan formal dan informal. Sehingga dengan

pengetahuan tersebut tindakan atau perilaku seseorang dapat terbentuk.

(Mastini, 2013; Utari, 2010).

Menurut (Bloom dalam Notoatmodjo, 2012) pengetahuan dibagi dalam

enam tingkatan yaitu:

1.) Tahu (know).

Tingkat seseorang memanggil kembali memori yang telah ada

(46)

2.) Memahami (comprehension).

Pada tingkat ini seseorang tidak hanya mengetahui tapi dapat

menginterprestasikan dengan benar obyek yang dimaksud.

3.) Aplikasi (application).

Tingkatan seseorang telah mampu menerapkan apa yang telah dipahami

sebelumnya.

4.) Analisis (anslysis).

Tingkatan di mana seseorang telah bisa menelaah masalah baik dengan

cara dijabarkan, dipisah maupun mencari hubungan antar komponen

masalah.

5.) Sintesis (synthesis).

Tingkatan seseorang telah mampu merangkum komponen-komponen

yang ada pada pengetahuan yang dimiliki.

6.) Evaluasi (evaluation).

Tingkatan terkahir seseorang telah bisa menilai sesuatu berdasarkan

kriteria pribadi atau sesuai norma yang berlaku dimasyarakat.

Sedangkan menurut (Rogers dalam Notoatmodjo, 2012) bahwa dalam

pengetahuan terdapat 5 proses berurutan yaitu:

1.) Kesadaran (awareness), seseorang telah mengetahui terlebih dahulu

obyek tersebut.

2.) Interest, seseorang mulai tertarik pada stimulus.

3.) Evaluation, seseorang mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan

(47)

4.) Trial, seseorang telah mencoba prilaku yang baru.

5.) Adoption, seseorang telah bersikap sesuai dengan pengetahuan sikap

terhadap stimulus.

b. Sikap (attitude).

Sikap adalah suatu pendapat, keyakinan seseorang mengenai hal yang

memberikan seseorang melakukan tindakan sesuai dengan pendapat dan

keyakinannya atau juga sebagai respon dari suka tidaknya terhadap objek

yang dirasakannya (Islamiyati, 2015).

Sikap adalah suatu hal yang tidak dibawa oleh seseorang dari lahir

melainkan akan terbentuk sejalan dengan perkembangan hidup seseorang.

Peranan attitude sangat penting dalam kehidupan yang akan menentukan

seseorang dalam menentukan tindakan terhadap obyek (Gerungan dalam

Purwoko, 2011).

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga terdiri dari beberapa tingkatan

menurut Notoatmodjo (2012) yaitu:

1.) Menerima (receiving).

Menerima dapat diartikan bahwa seseorang atau subjek memiliki

kemauan untuk memperhatikan rangsangan yang diberikan (objek).

2.) Menanggapi (responding).

Menanggapi diartikan bahwa subjek atau seseorang memberi balasan

(48)

3.) Menghargai (valuing).

Menghargai diartikan bahwa subjek atau seseorang memberikan nilai

yang positif terhadap objek serta mengajak atau mempengaruhi orang

lain untuk merespons.

4.) Bertanggung jawab (responsible).

Tanggung jawab merupakan tahapan paling akhir dan juga menjadi

sikap yang paling tinggi dalam melakukan suatu tindakan.

c. Keterampilan.

Keterampilan adalah perilaku yang terkait dengan tugas yang dapat

dikuasai melalui pembelajaran dan dapat ditingkatkan melalui pelatihan

serta bantuan dari orang lain. Keterampilan merujuk pada kemampuan

seseorang untuk melakukan suatu kegiatan. Keterampilan bisa digunakan

untuk mengendalikan perilaku (Sudarmanto dalam Nisak 2015)

Menurut (Robbins dalam Firza, 2014) pada dasarnya keterampilan dapat

dikategorikan menjadi empat, yaitu:

1.) Basic literacy skill.

Keahlian dasar merupakan keahlian seseorang yang pasti dan wajib

dimiliki oleh kebanyakan orang, seperti: membaca, menulis dan

mendengar.

2.) Technical skill.

Keahlian teknik merupakan keahlian seseorang dalam pengembangan

teknik yang dimiliki, seperti menghitung secara tepat dan

(49)

3.) Interpersonal skill.

Keahlian interpersonal merupakan kemampuan seseorang secara efektif

untuk berinteraksi dengan orang lain maupun dengan rekan kerja,

seperti pendengar yang baik, menyampaikan pendapat secara jelas dan

bekerja dalam satu tim.

4.) Problem solving.

Menyelesaikan masalah adalah proses aktivitas untuk menajamkan

logika, berpendapat dan penyelesaian masalah serta kemampuan untuk

mengetahui penyebab, mengembangkan alternatif dan menganalisa

serta memilih penyelesaian yang baik.

B. Hasil Penelitian Terdahulu

Rohadi Joshua Sutisna (2013) melakukan penelitian dengan judul “Peran

Organisasi Kemasyarakatan Keagamaan dalam Penanggulangan Kemiskinan”.

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui mutu layanan/jasa Gereja Protestan

di Indonesia bagian Barat (GPIB) dalam penanggulangan kemiskinan umat dan

menemukan model pemberdayaan yang seyogianya dilakukan GPIB untuk

menanggulangi masalah kemiskinan, baik umat maupun masyarakat. Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dan analisis explorasi.

Adapun teknik analisis data yang digunakan adalah Uji beda (uji U Mann

Whitney). Hasil dari penelitian ini adalah Mutu jasa yang GPIB Jemaat “Ekklesia” dan GPIB Jemaat “Nehemia” yang dilakukan untuk umat dan

masyarakat tidak terdapat perbedaan yang signifikan dan model pemberdayaan

(50)

7C adalah 7Credo, 5P adalah 5 Perilaku, 3S adalah 3 Strategi, dan GT adalah

Garam dan Terang. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan

dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan

analisa data Uji beda, sedangkan penelitian yang akan dilaksanakan

menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif dan deskripsi kualitatif.

Fariz Husein (2013) yang melakukan penelitian tentang “Analisis

Efektivitas Program Pemberdayaan Masyarakat”. Tujuan dari penelitian ini

adalah menganalisis pengaruh tahap perencanaan terhadap kinerja fasilitator,

pelaksanaan terhadap kinerja fasilitator, perencanaan terhadap efektivitas pada

PNPM mandiri pedesaan Bondowoso. Penelitian ini berjenis penelitian

explanatory dan metode descriptive. Teknik analisa data yang digunakan adalah

Uji Asumsi Structural Equation Modelling (SEM). Hasil penelitian ini adalah

tahap perencanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja

fasilitator, tahap pelaksanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja

fasilitator, tahap perencanaan berpengaruh signifikan dan positif terhadap

efektivitas PNPM-MP, tahap pelaksanaan berpengaruh signifikan dan positif

terhadap efektivitas PNPM-MP dan kinerja fasilitator berpengaruh signifikan

dan positif terhadap efektivitas PNPM-MP. Perbedaan penelitian ini dengan

penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian

ini menggunakan analisa data SEM, sedangkan pada penelitian yang akan

digunakan menggunakan analisa data deskriptif kuantitatif dan deskriptif

(51)

Isnan Murdiansyah (2014) yang melakukan penelitian tentang “Evaluasi Program Pengentasan Kemiskinan Berbasis Pemberdayaan Masyarakat”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji peranan program Gerdu-Taskin

dalam pemberdayaan masyarakat miskin di Kabupaten Malang, dan untuk

mengidentifikasi faktor-faktor yang mendorong dan menghambat program

Gerdu-Taskin dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten

Malang. Jenis penelitian ini merupakan penelitian exploratif dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini adalah Peran

Program Gerdu-Taskin melalui lembaga Unit Pengelola Keuangan (UPK)

berperan efektif dan penting dalam memberdayakan dan meningkatkan

kemandirian usaha masyarakat, meningkatkan pengembangan kelembagaan

desa khususnya di daerah penelitian di wilayah selatan Kabupaten Malang.

Beberapa keunggulan dalam Program Gerdu-Taskin yang dijalankan oleh UPK

di daerah penelitian di Kabupaten Malang ialah mudahnya akses permodalan,

pihak manajemen pengurus yang kompeten, berdedikasi dan berkomitmen serta

partisipasi dukungan dari semua pihak yang terkait, khususnya masyarakat

sekitar. Pada pelaksanaannya program ini masih mempunyai beberapa

kelemahan, antara lain: belum mempunyai badan hukum yang jelas dan tetap,

belum adanya Standard Operating Procedure (SOP) proses peminjaman dana

simpan pinjam, dan lemahnya political will pemerintah. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu terletak pada jenis penelitian dan

analisa data. Pada penelitian ini menggunakan jenis penelitian exploratif dan

(52)

digunakan menggunakan jenis penelitian deskriptif serta analisa data deskriptif

kuantitatif dan deskripsi kualitatif.

Yenni Kurnia (2010) melakukan penelitian yang berjudul “Evaluasi

Program Pemberdayaan Masyarakat (studi kasus proyek kesehatan, pendidikan

dan ekonomi pada program pengembangan wilayah atau Area Development

Program (ADP) di Kelurahan Tengah, Kecamatan Kramat Jati, Jakarta Timur)”.

Pendekatan yang digunakan adalah kualitatif dan kuantitatif. Hasil dari

penelitian ini adalah tingkat partisipasi warga bervariasi namun secara umum

dapat dikatakan memiliki nilai yang tinggi karena faktor pendamping, fasilitas

memadai, monitoring dari pengurus dan keterlibatan semua pihak. Kedua output

program ADP dapat meningkatkan hubungan kerja sama antara wahana visi

Indonesia dengan institusi kesehatan dalam menyediakan pelayanan gratis dan

hal lainnya. Dampak pada kesehatan yaitu menurunnya kasus penyakit seperti

saluran pernapasan, diare dan kulit. Dampak bagi pendidikan adalah

meningkatnya prestasi belajar anak di sekolah. Perbedaan dengan penelitian

yang ini dengan penelitian yang akan dilakukan adalah pada fokus masalah. Pada

penelitian ini fokus masalah untuk proyek kesehatan, pendidikan dan ekonomi

pada program pengembangan wilayah, sedangkan pada penelitian yang akan

dilakukan fokus masalah pada pengetahuan, sikap dan keterampilan para

anggota dampingan MPM PP Muhammadiyah.

Qianjin TAN, Weimin GOU, Peili SUN (2015) melakukan penelitian yang berjudul “The Research on the Construction of Monitoring and Evaluation

(53)

penelitian ini adalah mengusulkan konsep kelautan monitoring operasi ekonomi

dan sistem evaluasi, memperkenalkan konten sistem konstruksi dan arsitektur,

dan membahas isu-isu kunci pada sistem monitoring indeks, sistem evaluasi

indeks, sistem konstruksi serta mekanisme pelaksanaan. Metode penelitian

menggunakan analisis regresi dengan data time series yaitu analisis cluster.

Hasil penelitian Pembangunan monitoring operasi dan sistem evaluasi untuk

ekonomi kelautan di provinsi Liaoning tidak hanya membutuhkan pembangunan

ekonomi kelautan di provinsi Liaoning saja, tetapi juga membutuhkan lebih dari

operasi pemantauan dan kemampuan evaluasi konstruksi di Cina, sehingga

terjadi kesesuaian dengan yang diharapkan. Sistem konstruksi membantu untuk

memahami informasi yang komprehensif tentang ekonomi laut dan situasi aktual

operasi ekonomi kelautan serta memastikan pelaksanaan kontrol provinsi secara

makro ekonomi. Pada saat yang sama, studi monitoring operasi dan sistem

evaluasi untuk ekonomi kelautan adalah dapat memberikan keputusan ilmiah

untuk membuat dasar sarana operasional yang efektif dan juga sebagi metode

untuk manajemen operasi ekonomi kelautan di provinsi Liaoning masa depan.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu pada

analisa data. Pada penelitian ini menggunakan analisis cluster sedangkan

penelitian yang akan dilakukan menggunakan analisis data deskriptif kualitatif

dan deskriptif kuantitatif.

Maria L. Gallo dan Louise Duffy (2016) melakukan penelitian yang berjudul “The Rural Giving Differerence? Volunteering as Philanthropy in an

(54)

mengeskplorasi filantropi di pedesaan Irlandia dalam berkontribusi untuk

membangun keberlanjutan dan keamanan finansial. Penelitian ini menggunakan

pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara semi

terstruktur, kelompok fokus dan dokumentasi serta mengambil sample dengan

purposive sampling. Analisis data yang digunakan yaitu analisis uji beda. Hasil

penelitian yaitu Athletica-Og menunjukkan ketahanan dan kreativitas dalam

filantropi mereka praktek menunjukkan waktu, bakat dan harta meskipun

pasukan menantang bermain di masyarakat pedesaan. Pengaturan pedesaan ini

dijadikan sebagai tempat untuk menawarkan kegiatan olahraga masyarakat dan

untuk memperluas praktek filantropi mereka, Athletica-Og berfokus pada

membangun komitmen relawan dan pada hubungan mereka di dalam masyarakat

untuk mencapai tujuan bersama. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang

akan dilakukan yaitu terletak pada analisa data. Pada penelitian ini menggunakan

analisis uji beda, sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan

analisis deskriptif kualitatif dan deskriptif kuantitatif.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka penulis merangkum penelitian

(55)

TABEL 2.2. Penelitian Terdahulu

No Nama/Judul Metode Penelitian Hasil penelitian Perbedaan 1. Rohadi Jushua

Mutu jasa yang GPIB Jemaat “Ekklesia” dan GPIB Jemaat

“Nehemia” yang

(56)
(57)
(58)

C. Model Penelitian

Permasalahan kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah saja, akan tetapi

merupakan perpaduan ketiga stakeholder yaitu organisasi pemerintah,

orgnisasi masyarakat sipil dan organisasi bisnis. Organisasi kemasyarakatan

keagamaan (ormas) adalah salah satu bagian dari masyarakat sipil yang juga

memiliki peran dalam mengurangi kemiskinan. Ormas yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan

Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah).

Ada berbagai macam sektor di MPM PP Muhammadiyah akan tetapi

penelitian ini akan lebih fokus pada pemberdayaan di sektor informal yang

sesuai dengan judul penelitian. Adapun sektor informal terdiri dari kelompok

Becak, komunitas Asongan, Industri Mikro Kecil (IKM) dan Guyub Makmur.

Penelitian ini berfokus untuk mengevaluasi program pemberdayaan MPM

PP Muhammadiyah periode 2010-2015 terhadap dampingannya yang ada di

Daerah Istimewa Yogyakarta. Oleh sebab itu penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan

oleh Muhammadiyah, hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam proses

pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan oleh Muhammadiyah serta

mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan yang dilakukan oleh

(59)

.

Sumber: Sutisna, 2013 (modifikasi)

GAMBAR 2.2.

(Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat Muhammadiyah)

Memberdayakan

Mengevaluasi program pemberdayaan MPM PP Muhammadiyah periode 2010-2015 terhadap kelompok dampingannya.

Mengapa?

Mengetahui bentuk pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY.

Mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY

Mengetahui hal yang menjadi pendukung dan kendala dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat miskin oleh Muhammadiyah di DIY.

(60)

43 A. Obyek/Subyek Penelitian

Menurut Arikunto dalam Heliani (2012) obyek penelitian adalah fenomena

atau masalah penelitian yang telah diabstraksi menjadi suatu konsep atau

variabel. Adapun obyek dalam penelitian ini adalah Daerah Istimewa

Yogyakarta, sedangkan subyek dalam penelitian ini adalah anggota kelompok

yang didampingi oleh Majelis Pemberdayaan Masyarakat Pimpinan Pusat

Muhammadiyah (MPM PP Muhammadiyah) yang kelompoknya termasuk

dalam periode 2010-2015 yaitu: anggota kelompok Becak, anggota kelompok

Industri Mikro Kecil (IKM), anggota kelompok Asongan dan anggota

kelompok Guyub Makmur.

B. Jenis Data

Data merupakan sesuatu yang dipandang memiliki kemampuan untuk

menggambarkan suatu kondisi atau permasalahan (Supranto dalam Reza, 2010).

Dalam penelitian ini menggunakan data primer, data primer adalah data

yang diperoleh oleh seorang pengumpul data langsung dari sumbernya

(Sugiyono, 2012). Data primer diperoleh dari wawancara, kuesioner ke anggota

kelompok dampingan dan observasi.

C. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel menurut Sugiyono (2012) sampel merupakan sebagian dari populasi

(61)

dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, maka

kesimpulan dari sampel tersebut dapat diberlakukan.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling

yaitu teknik pengambilan sampel karena adanya tujuan tertentu (Purba, 2015).

Pengambilan sampel digunakan untuk menentukan responden yang akan

diwawancarai. Teknik purposive sampling dianggap tepat karena tujuan

penelitian untuk mengetahui bentuk-bentuk pemberdayaan, pendukung dan

kendala selama proses pemberdayaan sehingga responden yang tepat adalah

ketua, pengurus dan fasilitator MPM PP Muhammdiyah. Sementara itu untuk

tujuan mengetahui hasil dari kegiatan pemberdayaan maka responden yang

tepat adalah ketua dari masing-masing kelompok dampingan.

Metode wawancara yang digunakan adalah tatap muka/langsung dengan

narasumber. Pada saat wawancara penulis merekam dan mencatat jawaban

yang disampaikan oleh narasumber agar memperoleh jawaban yang sesuai.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan bagian dari pelaksanaan dalam

mengumpulkan data. Biasanya teknik yang digunakan dalam mengumpulkan

data itu menyesuaikan data yang diperlukan oleh peneliti. Oleh sebab itu teknik

pengumpulan data yang digunakan kali ini adalah:

1. Wawancara.

Wawancara merupakan kegiatan berkomunikasi langsung dengan cara

melakukan tanya jawab kepada responden yang akan diwawancarai untuk

Gambar

Gambar 2.1.
GAMBAR 2.2.
TABEL 3.1
GAMBAR 4.2.
+7

Referensi

Dokumen terkait

(3) Program pemberdayaan masyarakat miskin dilakukan oleh perusahaan sebagai. bentuk tanggungjawab sosial

Kesimpulan : Faktor yang mendukung dalam pemberdayaan masyarakat melalui kelompok pengrajin tembaga “Bangun Karya” yaitu dengan adanya skill para pengrajin yang

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang: 1) pelaksanaan pemberdayaan masyarakat melalui pengelolaan Desa Wisata Sambi, 2) hasil pemberdayaan

Bentuk – bentuk partisipasi masyarakat yang dapat ditemukan pada pelaksanaan pemberdayaan desa rempah adalah dengan ikut serta dalam kegiatan sosialisasi dan pelatihan, serta

Program pemberdayaan masyarakat miskin yang dilakukan oleh institusi zakat di Pekanbaru pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan pendapatan keluarga sehingga

Pemberdayaan jangka pendek dilakukan oleh P2TPA RDU di bawah koordinasi BPPM DIY, dan pemberdayaan jangka panjang dilakukan oleh BPPM DIY yang pelaksanaannya terdiri dari

Evaluasi Program Pemberdayaan Masyarakat (Studi Kasus Proyek Kesehatan, Pendidikan, dan Ekonomi pada Program Pengembangan Wilayah atau Area Development Program (ADP) di

Pelaksanaan program pemberdayaan life skills batik SDN di Kecamatan Pandak dilaksanakan dengan melalui beberapa tahapan yaitu : (1) Menyusun renstra pendidikan dan pelatihan life